ANALISIS KUALITAS AIR TANAH BERDASARKAN PERBEDAAN …
Transcript of ANALISIS KUALITAS AIR TANAH BERDASARKAN PERBEDAAN …
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 1
ANALISIS KUALITAS AIR TANAH BERDASARKAN PERBEDAAN
JARAK DI PERMUKIMAN WARGA SEKITAR TPA BAKUNG BANDAR
LAMPUNG
RAFLI PRATAMA
ABSTRAK
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung yang berada dilokasi Kecamatan Teluk Betung
Barat, Kelurahan Keteguhan, Kota Bandar Lampung . TPA Bakung berada di ketinggian 63 m di
atas permukaan laut dengan daerah permukiman yang memiliki ketinggian 35 m diatas permukaan
laut. TPA Bakung terindikasi sebagai sumber pencemaran bagi penduduk sekitarnya. Sistem untuk
mengolah sampah TPA Bakung masih menggunakan sistem open dumping dimana sistem ini paling
sederhana diantara sistem pengolahan sampah yang lainnya. Tujuan dari adanya tugas akhir ini yaitu
menganalis kualitas air tanah di sekitar TPA Bakung dan mengetahui pengaruh jarak permukiman
terhadap kualitas air tanah di sekitar TPA Bakung. Metode yang digunakan untuk mengambil
sampling adalah purposive sampling berjarak dengan mengikuti Standar Nasional Indonesia 06-
2412-1991, parameter yang diamati adalah, warna, kekeruhan, pH, BOD dan COD dengan
menggunakan standar baku mutu PERMENKES No.32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu
Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam
renang, Solus per aqua dan Pemandian umum serta PERATURAN PEMERINTAH No. 82 Tahun
2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Hasil analisis kualitas
air tanah yang didapatkan yaitu pada parameter warna, pH, BOD dan COD memiliki nilai yang
melebihi parameter baku mutu. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan bahwa data jarak tidak
berpengaruh terhadap kualitas air tanah di permukiman sekitar TPA Bakung Bandar Lampung.
Kata Kunci : Kualitas Air, Permukiman, Jarak, TPA Bakung, Bandar Lampung.
Bakung TPA (Landfill) which is located in the Teluk Betung Barat, Keteguhan, Bandar
Lampung. TPA Bakung is located at an altitude of 63 m above sea level with a residential area that
has an altitude of 35 m above the surface of the sea. TPA Bakung is a place that indicates a source
of pollution for the surrounding population. The system for processing Bakung TPA waste still uses
an open dumping system where the system is the simplest among other waste processing systems.
The purpose of the final project is to analyze the quality of groundwater around TPA Bakung and
determine the effect of distance settlements on groundwater quality around TPA Bakung. The
method used for taking sampling is purposive sampling distance by following the Indonesian
National Standard 06-2412-1991, the parameters observed were color, turbidity, pH, BOD, and
COD by using quality standards PERMENKES No.32 of 2017 concerning Environmental Health
Quality Standards and Water Health Requirements for Hygiene Needs Sanitation, swimming pools,
solutions per aqua and public baths and GOVERNMENT REGULATION No. 82 of 2001 concerning
Water Quality Management and Water Pollution Control. The results of the analysis of groundwater
quality obtained were the parameters of color, pH, BOD, and COD which exceeded the quality
standard parameters. Then the statistic data processing software test results show that the data
cannot prove the effect of distance on groundwater quality in settlements around TPA Bakung
Bandar Lampung.
Keywords: Water Quality, Settlement, Distance, TPA Bakung, Bandar Lampung.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 2
PENDAHULUAN
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung merupakan tempat pemrosesan
akhir sampah utama yang disediakan bagi penduduk kota Bandar Lampung. Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung berdiri sejak 1994, letak TPA sampah bakung ini
berada di Teluk Betung Barat, Keteguhan, Kota Bandar Lampung dengan
ketinggian 63 m diatas permukaan laut (Geoportal Lampung, 2020) Kota Bandar
lampung mempunyai penduduk sekitar 1.068.982 Penduduk, kapasitas TPA
sampah Bakung mencapai angka 800 Ton per hari dengan luas lahan sekitar 14.1
hektar (BPS, 2020).
Berdasarkan Peraturan Menteri PUPR No.03 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Pasal 35 bahwa Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yang akan dibangun harus lebih dari 1 Km dari
permukiman dengan pertimbangan kemungkinan pencemaran, namun
kenyataannya pada jarak 300 m di sekitar TPA Bakung telah berdiri permukiman
sehingga di khawatrikan air lindi terindikasi mencemari air tanah warga.
Penelitian ini juga didasarkan oleh keluhan warga disekitar permukiman
TPA Bakung yang memberikan informasi bahwa air sumur dirumahnya tidak bisa
digunakan karena kotor dan berbau, bau yang dikeluarkan oleh air tersebut
merupakan bau karat dan bewarna coklat, untuk mencuci pun sangat tidak layak
dikarenakan warna pakaian yang akan dicuci menjadi kusam dan terdapat bercak
bercak coklat pada pakaian tersebut (Lampost, 2020).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas air tanah yang
terindikasi tercemar oleh air lindi hal ini didasarkan oleh keluhan warga, selain itu
dalam penelitian ini juga membahas mengenai cemaran air lindi terhadap air tanah
yang dilihat berdasarkan parameter baku mutu di PERMENKES No.32 Tahun 2017
Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan serta Peraturan Pemerintah No.
82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Air.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam jurnal ini akan dikaji kualitas air
tanah yang ada di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung dan hubungan
jarak terhadap kualitas air tanah di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir Bakung.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 3
TINJAUAN PUSTAKA
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Tempat Pemrosesan Akhir atau TPA adalah suatu areal yang menampung
sampah dari hasil pengangkutan dari Tempat Pembuangan Sampah maupun
langsung dari sumbernya (bak/tong sampah) dengan tujuan akan mengurangi
permasalahan kapasitas/timbunan sampah yang ada di masyarakat (Suryono dan
Budiman, 2010).
Menurut Aji (2012), metode penanganan sampah terbagi menjadi 3 yaitu
Open Dumping, Control Landfill dan Sanitary Landfill.
Air Lindi
Air lindi berasal dari air yang meresap kedalam timbulan sampah,
penguraian sampah secara kimia akan menimbulkan cairan rembesan dengan
kandungan padatan dan kebutuhan oksigen yang sangat tinggi dan kemudian
bercampur dengan air hujan dan meresap kedalam tanah serta mencemari tanah
tersebut (Martono, 1996). Air lindi juga dapat mencemari sumber air minum pada
jarak 100 meter dari sumber pencemaran (Mahardika, 2010).
Air Tanah
Air tanah terbagi menjadi 2 yaitu air tanah freatik dan air tanah artersis, air
tanah freatik merupakan air tanah dangkal dengan kedalaman kurang dari 15 m,
sedangkan air tanah artesis merupakan air tanah dalam dengan kedalaman lebih dari
15 m dan ditekan dengan lapisan kedap air (Sutrisno, 2006). Air tanah mengandung
zat-zat mineral dalam konsentrasi yang tinggi. Konsentrasi yang tinggi dari zat-zat
mineral semacam magnesium, kalsium, dan logam berat seperti besi dapat
menyebabkan kesadahan air.
Berdasarkan PERMENKES No. 32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku
Mutu Kesehatan Lingkungan, kualitas air mempunyai 3 parameter utama yaitu
fisika yang meliputi warna, rasa dan bau. Kimia yaitu kandungan zat kimia yang
ada pada air seperti Fe dan kesadahan. Biologi yaitu kandungan mikroorganisme
yang berada didalam air seperti jenis bakteri patogen yang amembahayakan
kehidupan manusia.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 4
Pencemaran Air Tanah
Pengertian mengenai pencemaran lingkungan dalam Undang-undang No.
32 Tahun 2009, Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya
makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah
ditetapkan.
Parameter Kualitas Air
Secara garis besar kualitas air dibagi menjadi 3 parameter yaiu parameter
fisika, kimia dan biologi. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah
adalah parameter warna, kekeruhan, pH, BOD dan COD sedangkan untuk baku
mutu kualitas air yang digunakan adalah PERMENKES No.32 Tahun 2017 Tentang
Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk
Keperluan Higiene Sanitasi, Kolam renang, Solus per aqua dan Pemandian umum
serta PP No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
Parameter fisika yang terdiri dari warna dan kekeruhan mempunyai standar baku
mutu masing – masing 50 TCU, dan 25 NTU.
Standar Baku Mutu Parameter Fisika
Standar Baku Mutu
No Parameter Baku Mutu Satuan
1 Warna 50 TCU
2 Kekeruhan 25 NTU
Sumber : PERMENKES No. 32 Tahun 2017
Sedangkan parameter kimia yang terdiri dari pH, BOD dan COD mempunyai
standar baku mutu masing – masing 6-9 untuk indikator pH, 2 mg/l dan 10 mg/l
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 5
Standar Baku Mutu Parameter Kimia
Standar Baku Mutu
No Parameter Baku Mutu Satuan
1 pH 6 - 9 -
2 BOD 2 mg/l
3 COD 10 mg/l
Sumber : Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001
Jarak
Jarak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas air tanah
selain dari purifikasi tanah, porositas tanah, permeabilitas tanah, sumber pencemar
baru, konstruksi sumur, umur sumur dan hujan yang turun pada daerah tersebut.
Pada penelitian sebelumnya di TPA Bakung telah dilakukan penelitian
pengaruh jarak terhadap kualitas air dengan menggunakan indikator parameter baku
mutu timbal dan nitrit. Dapat dilihat pada penelitian tersebut memang menunjukan
hubungan yang cukup kuat dan berpola positif, artinya menunjukan semakin jauh
jarak maka kualitas nitrit dan timbal akan semakin baik (Rachmad, 2012).
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Amirul (2018), mendapatkan
kesimpulan tidak ada pengaruh jarak sumur terhadap kualitas air tanah dengan
parameter kekeruhan, warna, pH, nitrat, organik, bau dan rasa di TPAS Putri
Cempo. Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut pengaruh jarak terhadap kualitas
air tanah dan pada tugas akhir ini akan memperlihatkan berpengaruh atau tidaknya
jarak terhadap kualitas air tanah permukiman di sekitar Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) Bakung.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 6
Tahap Penelitian
Tahap penelitian dilakukan untuk mengetahui kebutuhan untuk melakukan
penelitian, Tahap penelitian pada tugas akhir ini meliputi kajian pustaka, persiapan
penelitian, penentuan titik sampling, pengumpulan data primer, pengumpulan data
sekunder, pengolahan data dengan software statistik dan spasial, analisis data,
pembahasan dan kesimpulan.
Berdasarkan SNI 6989-58-2008 alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
penelitian ini yaitu :
Alat dan Bahan
No Parameter Satuan Alat Bahan Keterangan
1 Warna TCU Colorimeter
Sampel Air
tanah
TPA
Bakung
Pengecekan
warna
dilakukan secara
exsitu
menggunakan
colorimeter
2 Kekeruhan NTU Nephelometer
Sampel Air
tanah
TPA
Bakung
Pengecekan
kekeruhan
dilakukan secara
exsitu
menggunakan
nephelometer
3 pH Kertas Lakmus /
pH meter
Sampel Air
tanah
TPA
Bakung
Pengecekan pH
dilakukan secara
insitu
menggunakan
Kertas Lakmus
4 BOD mg/l BOD meter
Sampel Air
tanah
TPA
Bakung
Pengecekan BOD
dilakukan secara
exsitu
menggunakan
BOD meter
5 COD mg/l Spektofotometer
UV
Sampel Air
tanah
TPA
Bakung
Pengecekan COD
dilakukan secara
exsitu
menggunakan
spektofotometer
UV
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 7
Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dan lokasi pengambilan
sampel terletak di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung dan sekitarnya yang
berjarak ± 3 Kilometer tepatnya di Kecamatan Teluk Betung Barat, Kelurahan
Keteguhan. Selanjutnya analisis kualitas air dan lindi dilaksanakan di Laboratorium
BPLHD Provinsi Lampung.
Wilayah TPA Bakung
Sumber : BAPPEDA Kota Bandar Lampung (2020)
Selanjutnya pengumpulan data, pada tahap ini dilakukan pengumpulan data
primer dan data sekunder. Pada data primer dilakukan kegiatan seperti pengambilan
sampel yang berdasarkan SNI 6989-58-2008, lalu kegiatan pengukuran sampel
akan dilakukan di Laboratorium BPLHD Bandar Lampung. Lokasi sampel berada
di wilayah Kecamatan Teluk Betung Barat dan Teluk Betung Selatan. Titik sampel
yang diambil ada pada jarak 300 m, 500 m, 700 m, 800 m, 1000 m, 1400 m, 1700
m, 2100 m, 2300 m, 2500 m, dan 3100 m. Selanjutnya wawancara ditujukan kepada
responden yang berkaitan dengan penelitian untuk memperoleh data primer yang
nanti digunakan untuk mendukung data pengukuran. Pada data sekunder, data yang
telah didapatkan akan diolah menggunakan software pengolah data spasial sehingga
menghasilkan peta seperti pada gambar diatas.
Berdasarkan SNI 6989-58-2008 metode pengambilan sampel dilakukan
dengan prosedur kerja yaitu,
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 8
1) Menentukan jarak untuk pengambilan sampel air dengan menggunakan
Global Position System (GPS).
2) Pengambilan sampel nanti sumbernya berasal dari sumur dan air keran.
3) Pengambilan sampel air dengan menggunakan botol yang sudah disterilkan
terlebih dahulu, tali, aluminium foil, lebel sampel, dan box pengawet sampel
air, selanjutnya
4) Siapkan botol bersih sebanyak 11 botol dan bilas botol sebanyak 3 kali.
5) Kemudian ikat botol dengan tali dan pasang pemberat dibawah botol. Tarik
tali dan ambil air secukupnya ± 3/4 volume botol. Terakhir beri label pada
botol.
Apabila pengambilan sampel air keran menurut SNI 6989-58-2008 pertama
kali adalah :
1) Sterilkan keran dengan cara membakar mulut kerannya sampai keluar uap
air, buka kran dan biarkan mengalir selama 1-2 menit.
2) Buka tutup botol steril dan bilas sebanyak 3 kali
3) Isi sampai ± 3/4 volume botol.
4) Bakar bagian mulut botol, kemudian botol ditutup lagi. Masukan sampel
kedalam box dan dibawa kedalam laboratorium.
Terakhir adalah analisis data, setiap pengambilan sampel disekitar lokasi
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung akan di catat menggunakan Global
Position System (GPS). Cara pengambilan sampel sebisa mungkin akan mengikuti
dan sesuai dengan SNI 6989-58-2008 yaitu mengenai tata cara dan metode
pengambilan sampel air. Data akan diambil sebanyak 11 sampel hal ini dikarenakan
penelitian sederhana dapat memakai sampel dengan jumlah 10 sampai dengan 20
sampel. (Agung, 2006). Data yang nanti telah dikumpulkan akan dianalisis secara
deskriptif kuantitatif serta regresi linear dan jangka waktu pengambilan sampel
cross section yaitu pada musim kemarau.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 9
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rona lingkungan pada masing masing lokasi pengambilan sampel berada
pada wilayah Kecamatan Teluk Betung Barat, Kelurahan Keteguhan, Bandar
Lampung, Lampung. Kecuali sampel pada jarak 3100 m yang berada di lokasi
Kecamatan Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung. Setiap lokasi memiliki
kedalaman sumur lebih dari 10 m. Konstruksi sumur yang digunakan oleh warga
yang diambil sampel air tanahnya menggunakan konstruksi sumur beton, tetapi
pada lokasi di jarak 2300 m konstruksi sumurnya menggunakan konstruksi sumur
batu bata.
Pada saat mengambil sampel, di antara jarak 1000 m – 1400 m terjadi
perubahan cuaca menjadi hujan. Pada jarak 1400 m titik sampel berdekatan dengan
rawa dengan jarak antara rawa dengan sampel air yaitu 46 m. Warga yang diambil
sampel air tanahnya hanya menggunakan air tersebut untuk mandi, mencuci dan
menyiram tanaman. Namun pada lokasi di jarak 2500 m menggunakan air tanah
untuk dikonsumsi dengan dimasak terlebih dahulu.
Parameter Warna mendapatkan hasil yang tertera pada Gambar dibawah ini,
didapatkan data yang fluktuatif. Apabila dibandingkan dengan PERMENKES No.
32 Tahun 2017 yaitu 50 TCU. Satu sampel telah melewati baku mutu yang telah
ditetapkan oleh PERMENKES No.32 Tahun 2017. Pada jarak 300 m sampel
memiliki nilai warna 125 TCU. Nilai ini berada diatas baku mutu PERMENKES
No. 32 Tahun 2017, yaitu 50 TCU. Menurut Kusnoputranto (1997) dalam Maria
(2014), hal ini disebabkan jarak yang paling dekat dengan sumber pencemar.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 10
Parameter Warna
Pada jarak 500 m – 1000 m mengalami penurunan dari 14 TCU ke 1 TCU,
lalu pada jarak 1700 m nilai parameter warna mengalami peningkatan menjadi 29
TCU. Hal ini dikarenakan hujan turun sehingga mempengaruhi hasil dari sampel
yang diambil. Menurut Suyono (2004), curah hujan bisa menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi kualitas air tanah. Pada parameter kekeruhan yang tertera pada
gambar dibawah ini, tidak ada nilai yang melebihi parameter baku mutu, apabila
dibandingkan dengan PERMENKES No. 32 Tahun 2017 parameter baku mutu
kekeruhan yaitu 25 NTU. Namun pada jarak 500 m terjadi peningkatan nilai
kekeruhan yaitu 7 NTU. Kemudian parameter kekeruhan mengalami penurunan
pada jarak 700 m – 1000 m, lalu pada jarak 1400 m dan jarak 1700 m nilai
kekeruhan mengalami kenaikan menjadi 3 TCU dan 6 TCU. Pada jarak selanjutnya
nilai mengalami penurunan kembali
Parameter Kekeruhan
125
141 1 1 5
2918 17
1 1
0
20
40
60
80
100
120
140
3 0 0 5 0 0 7 0 0 8 0 0 1 0 0 0 1 4 0 0 1 7 0 0 2 1 0 0 2 3 0 0 2 5 0 0 3 1 0 0
WA
RN
A (
TCU
)
JARAK (METER)
HASIL UJI WARNA
Hasil Uji
ParameterBaku Mutu
57
2 2 2 36
3 2 2 2
0
10
20
30
3 0 0 5 0 0 7 0 0 8 0 0 1 0 0 0 1 4 0 0 1 7 0 0 2 1 0 0 2 3 0 0 2 5 0 0 3 1 0 0
KEK
ERU
HA
N (
NTU
)
JARAK (METER)
HASIL UJI KEKERUHAN
Hasil Uji
ParameterBaku Mutu
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 11
Peningkatan ini menyebabkan nilai yang fluktuatif, hal ini dikarenakan
adanya sumber pencemar baru yaitu rawa. rawa memiliki kandungan pencemar
yang mampu mencemari sumber air disekitarnya Menurut Kusnoputranto (1997)
dalam Maria (2014), salah satu faktor pencemaran air tanah adalah rawa. Penelitian
yang dilakukan oleh Auzar (2016), rawa mampu menyebabkan kekeruhan
meningkat yang mengindikasikan adanya bakteri atau partikel serta bahan
anorganik dan organik di dalam air. Kondisi ini didukung oleh hujan yang turun
pada saat pengambilan sampel di jarak 1000 m dan adanya tumpukan sampah yang
ada pada rawa, sehingga hasil tersebut mempengaruhi hasil dari kekeruhan.
Pada parameter pH yang tertera pada gambar dibawah ini, apabila
dibandingkan dengan Peraturan No.82 Tahun 2001 dengan nilai pH 6-9. Dapat
dilihat pada Gambar 4.3 di jarak 300 m dengan nilai pH 5 yang telah melewati
baku mutu dan pada jarak 500 m dengan nilai pH 6. Hal ini menunjukan kandungan
pHnya asam, tetapi belum melewati nilai parameter baku mutu. Lalu pada jarak 700
m – 3100 m dengan nilai pH 7, menunjukan adanya perubahan menuju pH netral.
Nilai yang menunjukan kandungan asam diakibatkan pencemaran air lindi.
Menurut Connel (1983) dalam Dwi (2010), air lindi dari Tempat Pemrosesan Akhir
(TPA) mengandung pH yang asam.
Parameter pH
Pada jarak 300 m dan 500 m dengan nilai 5 dan 6 mengindikasikan air tanah
telah tercemar oleh air lindi yang ada pada TPA Bakung. Suyono (2004)
mengatakan sumber air yang yang berdekatan jaraknya dengan sumber pencemar
5
6
7 7 7 7 7 7 7 7 7
0
1
2
3
4
5
6
7
8
3 0 0 5 0 0 7 0 0 8 0 0 1 0 0 0 1 4 0 0 1 7 0 0 2 1 0 0 2 3 0 0 2 5 0 0 3 1 0 0
PH
JARAK (METER)
HASIL UJI PH
Hasil Uji
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 12
mampu mencemari air tersebut. Menurut Martono (1996) dalam Saleh (2012), Air
lindi berasal dari air yang meresap kedalam timbulan sampah dan diurai secara
kimia. Lalu menghasilkan cairan rembesan dengan kandungan padatan dan
kebutuhan oksigen yang sangat tinggi. Bercampur dengan air hujan dan mencemari
tanah tersebut. Proses air lindi ini terjadi di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
Bakung.
Indikator BOD dapat dilihat pada gambar dibawah ini, apabila nilai tersebut
dibandingkan dengan Peraturan No.82 Tahun 2001. Nilai Parameter baku mutu
BOD adalah 2 mg/l. Ada beberapa lokasi yang nilainya telah melewati parameter
baku mutu yaitu pada jarak 300 m, 500 m, 1000 m, 1400 m, 1700 m dan 2300 m
masing masing nilainya yaitu 8 mg/l, 8 mg/l, 4 mg/l, 29 mg/l, 5 mg/l dan 3 mg/l.
Parameter BOD
Dilihat dari gambar diatas mempunyai nilai yang fluktuatif, salah satu
penyebab dari nilai yang fluktuatif adalah sumber pencemar baru yaitu rawa. Rawa
mempunyai kandungan BOD yang tinggi sehingga mencmari sumber air
disekitarnya
Nilai yang fluktuatif bisa dikarenakan adanya sumber pencemar baru yaitu
rawa dan konstruksi sumur mempengaruhi kualitas air tanah. Rawa memiliki nilai
TDS, BOD dan COD yang tinggi (Naswir, 2014). Hal ini diakibatkan banyaknya
kandungan zat organik dan mikroorganisme pada air. Saat pengambilan sampel
8 8
2 1
4
29
5
13 2 10
5
10
15
20
25
30
35
3 0 0 5 0 0 7 0 0 8 0 0 1 0 0 0 1 4 0 0 1 7 0 0 2 1 0 0 2 3 0 0 2 5 0 0 3 1 0 0
BO
D (
MG
/L)
JARAK (METER)
HASIL UJI BOD
Hasil Uji
ParameterBaku Mutu
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 13
dilapangan juga ditambah dengan banyaknya sampah dan air buangan masyarakat
sehingga meningkatkan nilai parameter BOD.
Lokasi yang mempunyai nilai baku mutu parameter tertinggi ada pada jarak
1400 m dengan nilai 29 mg/l. Hal ini menandakan ada banyak mikroba yang hidup
di dalam air dikarenakan kandungan BOD yang tinggi. Menurut Wa (2015), BOD
sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba
sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Hal ini berarti
apabila nilai BOD pada lokasi di jarak 1400 m tinggi, menandakan adanya populasi
mikroba yang sangat banyak sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen yang ada
didalam air.
Namun pengukuran BOD memerlukan kecermatan tertentu, sampel yang
diambil pada pengukuran BOD apabila mempunyai nilai yang rendah belum dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran karena parameter lainnya belum
diketahui seperti bahan beracun yang dihasilkan dari logam berat. Sebaliknya jika
nilai BOD sudah cukup tinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah dapat diduga
adanya indikasi pencemaran pada air.
Indikator COD dapat dilihat pada gambar dibawah ini, apabila
dibandingkan dengan Peraturan No.82 Tahun 2001, memiliki baku mutu parameter
10 mg/l. Ada beberapa lokasi yang melewati baku mutu yaitu pada jarak 300 m,
500 m, 1000 m, 1400 m dan 1700 m. Masing masing nilainya yaitu 17 mg/l, 12
mg/l, 13 mg/l, 57 mg/l dan 16 mg/l. Dengan lokasi yang memiliki nilai paling tinggi
melewati parameter baku mutu adalah pada jarak 1400 m, Yaitu nilai hasil uji 57
mg/l.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 14
Parameter COD
Peningkatan nilai COD juga terjadi pada jarak 1400 m dan 2300 m yang
mempunyai nilai 57 mg/l dan 7 mg/l. Sehingga berdasarkan PP No.82 Tahun 2001,
air tanah pada jarak 1400 m telah melebihi baku mutu dan tidak bisa dimasukan
untuk penggunaan air kelas satu.
Nilai COD yang meningkat dikarenakan adanya rawa, rawa memiliki nilai
COD yang tinggi sehingga mencemari kualitas air disekitarnya. Nilai COD
menandakan banyaknya zat organik yang ada didalam air. Konstruksi sumur juga
meningkatkan nilai dari COD, konstruksi sumur yang berasal dari batu bata
menyebabkan alga tumbuh dan berkembang sehingga meningkatkan nilai COD.
Data yang fluktuatif bisa dikarenakan adanya rawa dan konstruksi sumur.
Karena rawa memiliki nilai COD yang tinggi yang menandakan banyaknya
mikroorganisme dan kandungan zat organik yang berlimpah (Dade, 2018).
Berdasarkan Umar (2018), faktor konstruksi sumur yang berbahan dasar
batu bata. Bahan dasar batu bata ini mempunyai kandungan fosfat yang akan
menjadi nutrisi dari alga. Kemudian Jumadil (2014), mengatakan bahwa fosfat
merupakan nutrisi dari alga, keadaan yang lembab juga mendukung pertumbuhan
alga pada dinding sumur, sehingga meningkatkan nilai COD pada lokasi.
Menurut Wa (2015), untuk keseluruhan sampel yang diteliti. Apabila
pengukuran COD mempunyai nilai yang rendah belum dapat disimpulkan bahwa
17
12
3 2
13
57
16
2
75
20
10
20
30
40
50
60
3 0 0 5 0 0 7 0 0 8 0 0 1 0 0 0 1 4 0 0 1 7 0 0 2 1 0 0 2 3 0 0 2 5 0 0 3 1 0 0
CO
D (
MG
/L)
JARAK (METER)
HASIL UJI COD
Hasil Uji
ParameterBaku Mutu
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 15
tidak terjadi pencemaran. Karena parameter lainnya belum diketahui seperti bahan
beracun yang dihasilkan dari logam berat. Sebaliknya jika nilai COD sudah cukup
tinggi dan melebihi baku mutu, maka sudah dapat diduga adanya indikasi
pencemaran pada air.
Hasil uji jarak terhadap parameter ini menggunakan uji regresi linear
dengan bantuan aplikasi pengolah data statistik, untuk mengetahui pengaruh jarak
terhadap kualitas air di permukiman sekitar TPA Bakung. Nilai Sig yang digunakan
adalah 5%. Menurut Priyatno (2010) apabila nilai Sig > 0.05 maka tidak ada
pengaruh jarak terhadap hasil uji parameter dan nilai Sig < 0.05 maka ada pengaruh
jarak terhadap hasil uji parameter.
Hasil Analisis Jarak Terhadap Parameter
Hasil Uji SPSS
No. Parameter R R Square A B Sig.
1 Warna 0.395 0.156 42.67 -0.016 0.229
2 Kekeruhan 0.423 0.179 4.541 -0.001 0.195
3 pH 0.568 0.323 6.131 0 0.068
4 BOD 0.223 0.05 8.758 -0.002 0.509
5 COD 0.199 0.39 17.487 -0.003 0.558
Pada tabel diatas menunjukan bahwa pada semua parameter yaitu warna,
kekeruhan, pH, BOD dan COD didapatkan hasil nilai Sig yang berada diatas 0.05.
Menurut Priyatno (2010), hal ini memiliki pengertian bahwa data yang didapat
tidak dapat membuktikan adanya pengaruh jarak terhadap semua parameter baku
mutu pada kualitas air tanah di sekitar TPA Bakung karena nilai Sig > 0.05. Hasil
yang didapatkan sejalan dengan penelitian sebelumnya, hal ini dikarenakan adanya
sumber pencemar baru yang tidak terduga selain dari TPA Bakung (Dwi, 2010).
Pada parameter warna, hal ini diakibatkan oleh adanya sumber pencemaran
baru dan hujan yang turun pada lokasi tersebut. Pada saat mengambil sampel di
jarak 1000 m, hujan turun sehingga mempengaruhi hasil dari sampel yang diambil
(Suyono, 2004).
Selanjutnya pada parameter kekeruhan, hasil yang beragam diakibatkan
oleh adanya sumber pencemar baru yaitu rawa. Rawa mampu menyebabkan
kekeruhan meningkat yang mengindikasikan adanya bakteri atau partikel serta
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 16
bahan anorganik dan organik di dalam air. Kondisi ini didukung oleh hujan yang
turun pada saat pengambilan sampel di jarak 1000 m dan adanya tumpukan sampah
yang ada pada rawa, sehingga hasil tersebut mempengaruhi hasil dari kekeruhan
(Auzar, 2016).
Pada parameter pH, hasil dipengaruhi karena sumber pencemar, yaitu air
lindi yang berdekatan dengan lokasi pengambilan sampel dan mengindikasikan air
tanah telah tercemar oleh air lindi yang ada pada TPA Bakung (Connel, 1983 dalam
Dwi, 2010).
Indikator BOD dan COD juga dipengaruhi oleh adanya sumber pencemar
baru yaitu rawa, rawa memiliki nilai BOD dan COD yang tinggi. Hal ini
diakibatkan banyaknya kandungan zat organik dan mikroorganisme pada air. Saat
pengambilan sampel dilapangan juga ditambah dengan banyaknya sampah dan air
buangan masyarakat sehingga mempengaruhi nilai parameter BOD dan COD
(Naswir, 2014) dan (Dade, 2018).
Dari penelitian ini dapat dilihat ada banyak sekali faktor yang
mempengaruhi kualitas air tanah, sehingga menimbulkan data yang fluktuatif.
Namun diperlukan diperlukan variabel yang lebih banyak dan juga penelitian lebih
lanjut tentang masalah yang ada dalam tugas akhir ini.
KESIMPULAN
1. Hasil analisis kualitas air tanah yang didapatkan yaitu pada parameter
warna, pH, BOD dan COD memiliki nilai yang melebihi parameter baku
mutu. Pada warna ada pada jarak 300 m dengan nilai 125 NTU. pH di jarak
300 m dengan nilai 5. BOD dengan nilai tertinggi di jarak 1400 m yang
memiliki nilai 29 mg/l. COD dengan nilai tertinggi di jarak 1400 m yang
memiliki nilai 57 mg/l.
2. Hasil uji jarak terhadap kualitas parameter baku mutu air tanah didapatkan
bahwa data tidak dapat membuktikan adanya pengaruh jarak terhadap
parameter baku mutu kecuali pada parameter pH.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 17
SARAN
1. Perlu dilakukan monitoring kualitas air tanah secara berkala oleh
pemerintah Bandar lampung sehingga warga tidak resah dengan kualitas air
tanah mereka.
2. Perlu dilakukan kebijakan pemerintah Bandar Lampung untuk segera
meningkatkan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung dari Open
Dumping ke Sanitary Landfill.
3. Perlu dilakukan maintenance dan optimalisasi sarana dan prasarana di
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Bakung agar tidak mencemari
lingkungan.
4. Perlu dilakukan penambahan parameter seperti parameter logam dan
parameter biologi, tidak lupa juga menambahkan variabel penelitian. Tidak
hanya berdasarkan faktor jarak namun juga bermacam macam faktor seperti
arah aliran air, porositas tanah, permeabilitas tanah, konstruksi fisik sumur,
dll.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 18
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I Gusti Ngurah. 2006. Statistika Penerapan Model Rerata Sel Multivariat
dan
Model Ekonometri dengan SPSS. Jakarta. Yayasan SAD Satria Bhakti.
Aji, B. 2012. Perubahan Paradigma Pengelolaan Sampah di Tempat Pembuangan
Akhir (TPA). Artikel Grobogan. 5(7) : 5-6
Amirul, Hadid. 2018. Pengaruh Jarak Sumur Dari TPAS Putri Cempo Terhadap
Kualitas Sumur Warga Sulurejo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Surakarta. Universitas Muhammadiyah.
Auzar. 2016. Upaya Meningkatkan Baku Mutu Air Rawa Dengan Melakukan
Penyaringan Menggunakan Media Arang Tempurung Kelapa. Artikel
Teknik Sipil. 2(2).
Badan Pusat Statistik Bandar Lampung. 2020. Statistik Indonesia Tahun 2020.
Bandar Lampung. Badan Pusat Statistik.
Dade Jubaedah. 2015. Karakteristik Kualitas Air dan Estimasi Resiko Ekobiologi
Herbisida di Perairan Rawa Banjiran Lubuk Lampam Sumatera Selatan.
Jurnal Manusia dan Lingkungan. 22(1) : 12-21
Dwi, Astuti. 2010. Penurunan Toksisitas Leachate Dari TPAS Putri Cempo
Bojosongo Surakarta Dengan PAC. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 17(1)
: 11-25.
Geoportal Lampung. 2020. 27 Juli. 2020. “Pusat Data dan Informasi
Pembangunan”. Geoportal Lampung. 27 Juli.
(https://geoportal.lampungprov.go.id diakses 1 Agustus 2020).
Jumadil Awal. 2014. Identifikasi Alga Sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran
di Sungai Lamasi Kabupaten Luwu. Jurnal Dinamika. 5(2) : 21-27
Lampung Post. 2020. 15 Februari. Winarko. 2020. “Air Lindi TPA Bakung Cemari
Sumur Warga”. Lampung Post (Bandar Lampung), 15 Februari.
(https://www.lampost.co/berita-air-lindi-tpa-bakung-cemari-sumur-
warga.html, diakses 20 Juni 2020).
Mahardika. 2010. Mendeteksi Dampak Polutan Sampah Terhadap Air Tanah
Permukiman Sekitar TPA dengan Mengggunakan Metode Geolistrik.
Jurnal Geosaintek. 3(2) : 99-104.
Maria, Rizka. 2014. Pengaruh Kondisi Lingkungan Terhadap Kualitas Air Tanah
Bebas Di Pangalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Geoteknologi. 23(2) :
577 - 588.
Jurnal Teknik Lingkungan 2020 | Rafli Pratama P a g e | 19
Martono, D, H. 1996. Pengendalian Air Kotor dari Tempat Pembuangan Akhir
Sampah. Jakarta. Analisis Sistem Badan Pengkajian Penerapan Teknologi.
Naswir, M., & Lestari, I. 2014. Characterization Active Carbon and Clum Shell In
Reducing pH , Color , COD , Fe and OrganikMatter On Peat Water.
International Journal of Innovative Research in Advanced Engineering.
1(11). 137–146.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air
Dan Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Menteri PUPR No.03 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Prasarana
dan Sarana Persampahan Dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga
dan Sampah Sejenis Rumah Tangga.
PERMENKES No.32 Tahun 2017 Tentang Standar Baku Mutu Kesehatan
Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan Air untuk Keperluan Higiene
Sanitasi, Kolam renang, Solus per aqua dan Pemandian umum.
Priyatno, Duwi. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data
Penelitian Dengan SPSS. Yogyakarta. Gava Media.
Rachmad, Arman. 2012. Pengaruh Jarak TPA Sampah Terhadap Kualitas Air
Sumur Gali Penduduk Sekitarnya, Studi Kasus TPA Bakung Bandar Lampung.
Skripsi. Fakultas Teknik. Lampung. Universitas Malahayati.
Suryono dan Budiman. 2010. Sistem 3R. Bandung. ITB Bandung.
Sutrisno. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta. PT. Rineka Cipta,
Suyono. 2004. Hidrologi Dasar.Diklat Kuliah. Yogyakarta. UGM Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia SNI 6989-58-2008 Tentang Metode pengambilan
contoh kualitas air.
Umar Muhammad. 2018. Uji Kuat Tekan dan Daya Serap Air Batu Bata Dengan
Penambahan Agregat Limbah Cangkang Telur. Skripsi. Fakultas Sains dan
Teknologi. Makassar. UIN Alauddin.
Undang Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. Jakarta. PT. Erlangga.
Wa, Atima. 2015. BOD dan COD Sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku
Mutu Air Limbah. Jurnal Biology Science and Education. 3(2) : 83-92