ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN …library.palcomtech.com/pdf/6082.pdfkementerian...
Transcript of ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN …library.palcomtech.com/pdf/6082.pdfkementerian...
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK PALCOMTECH
LAPORAN TUGAS AKHIR
ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN
METODE BALANCE SCORECARD PADA PERUSAHAAN
SEKTOR TELEKOMUNIKASI
DI BURSA EFEK INDONESIA
Diajukan Oleh:
CITRA MAHARANI
041150020
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya
PALEMBANG
2018
ii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK PALCOMTECH
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING LTA
NAMA : CITRA MAHARANI
NOMOR POKOK : 041150020
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
JENJANG PENDIDIKAN : DIPLOMA TIGA (DIII)
JUDUL LTA : ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE BALANCE
SCORECARD PADA PERUSAHAAN SEKTOR
TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK
INDONESIA
Tanggal : 25 Juli 2018 Mengetahui,
Pembimbing, Direktur,
Rizki Fitri Amalia, S.E., M.Si, Ak Benedictus Effendi, S.T., M.T.
NIDN : 0204068901 NIP : 09.PCT.13
iii
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
POLITEKNIK PALCOMTECH
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI LTA
NAMA : CITRA MAHARANI
NOMOR POKOK : 041150020
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
JENJANG PENDIDIKAN : DIPLOMA TIGA (DIII)
JUDUL LTA : ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE BALANCE
SCORECARD PADA PERUSAHAAN SEKTOR
TELEKOMUNIKASI DI BURSA EFEK
INDONESIA
Tanggal : 25 Juli 2018 Tanggal : 25 Juli 2018
Penguji 1, Penguji 2,
Hendra Hadiwijaya, S.E., M.Si. Dr. Febrianty, S.E., M.Si.
NIDN : 0229108302 NIDN : 0013028001
Menyetujui,
Direktur,
Benedictus Effendi, S.T., M.T.
NIP : 09.PCT.13
iv
MOTTO :
Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak
mustahil. Kita baru yakin kalau kita telah berhasil
melakukannya dengan baik.
(Evelyn Underhill)
Kupersembahkan kepada :
- Allah SWT yang selalu memberiku
kesehatan dan kesabaran
- Ayahanda dan Ibunda Tercinta
- Saudara-saudaraku Tercinta
- Para Dosen yang kuhormati
v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas
akhir ini dengan baik. Laporan ini diberi judul “Analisis Kinerja Perusahaan
Dengan Menggunakan Metode Balance Scorecard Pada Perusahaan Sektor
Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia”.
Laporan tugas akhir ini disusun dalam rangka memenuhi syarat guna
mencapai gelar diploma tiga. Dalam penulisan laporan tugas akhir ini penulis sadari
sepenuhnya bahwa penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
Akademik, keluarga, maupun teman-teman seperjuangan. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus serta doa dan harapan semoga bantuan yang
diberikan kepada penulis mendapatkan berkat Tuhan Yang Maha Esa, Amin.
Ucapan terima kasih yang tulus ditujukan kepada semua pihak yang telah
membimbing dengan sungguh-sungguh, ucapan terima kasih ditujukan kepada
Direktur Politeknik Palcomtech, Bapak Benedictus Effendi, S.T., M.T., kepada
Pembantu Direktur 1, Bapak D. Tri Octafian, S.Kom., M.Kom., kepada Ketua
Program Studi Akuntansi sekaligus Dosen Pembimbing Ibu Rizki Fitri Amalia, SE,
M.Si., Ak, kepada dosen dan staff Palcomtech, kepada kedua orang tua penulis yang
tercinta, kepada teman dan sahabat yang terkasih serta semua pihak yang telah
banyak membantu dan memberi dukungan.
Demikian kata pengantar dari Penulis, dengan harapan semoga laporan
tugas akhir ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca, dengan kesadaran
vi
penulis bahwa penulisan laporan tugas akhir ini masih mempunyai banyak
kekurangan dan kelemahan sehingga membutuhkan banyak saran dan kritik yang
membangun untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Terima Kasih.
Palembang, 25 Juli 2018
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Nama Halaman Hal
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..................................................... iii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR/BAGAN ...................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvii
ABSTRAK ...................................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................... 6
1.3 Batasan Masalah ................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian................................................................ 6
1.5 Manfaat
1.5.1 Manfaat Bagi Mahasiswa .......................................... 6
1.5.2 Manfaat Bagi Perusahaan .......................................... 7
1.5.3 Manfaat Bagi Akademik ........................................... 7
viii
1.6 Sistematika Penulisan ...................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Stakeholder ...................................................... 9
2.1.2 Pengertian Kinerja Perusahaan ................................. 10
2.1.3 Pengertian Metode Balance Scorecard ..................... 12
2.1.4 Jenis-Jenis Metode Balance Scorecard ..................... 13
2.1.5 Bobot Metode Balance Scorecard ............................ 22
2.1.6 Indikator Metode Balance Scorecard ....................... 23
2.1.7 Keunggulan Metode Balance Scorecard .................. 23
2.2 Penelitian Terdahulu……………………………………... 26
2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................... 29
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian............................................. 31
3.2 Jenis Dan Sumber Data
3.2.1 Jenis Data .................................................................. 31
3.2.2 Sumber Data .............................................................. 31
3.3 Populasi Dan Sampel
3.3.1 Populasi ..................................................................... 32
3.3.2 Sampel ....................................................................... 33
3.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian ........................... 34
ix
3.5 Teknik Pengumpulan Data ................................................. 35
3.6 Teknik Analisis Data .......................................................... 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan ............................................ 41
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Perhitungan Kinerja Perusahaan XL Axiata ............. 49
4.2.2 Perhitungan Kinerja Perusahaan Smartfren .............. 60
4.2.3 Perhitungan Kinerja Perusahaan Indosat .................. 71
4.2.4 Perhitungan Kinerja Perusahaan Telkom .................. 81
4.3 Analisa dan Pembahasan
4.3.1 Pembahasan Kinerja Perusahaan XL Axiata............. 91
4.3.2 Pembahasan Kinerja Perusahaan Smartfren.............. 96
4.3.3 Pembahasan Kinerja Perusahaan Indosat .................. 101
4.3.4 Pembahasan Kinerja Perusahaan Telkom ................. 106
4.3.5 Perbandingan Kinerja Semua Perusahaan ................. 111
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan............................................................................. 113
5.2 Saran ................................................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... xx
HALAMAN LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1 Grafik Penjualan 2013 – 2017 ............................................... 4
2. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran .............................................................. 30
xi
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Range Peningkatan atau Penurunan Pendapatan ..................... 15
2. Tabel 2.2 Range Rasio Hutang Terhadap Aktiva..................................... 15
3. Tabel 2.3 Range Rasio Perputaran Aset ................................................... 16
4. Tabel 2.4 Range ROS ............................................................................... 16
5. Tabel 2.5 Range ROI................................................................................ 17
6. Tabel 2.6 Range Jumlah RO .................................................................... 18
7. Tabel 2.7 Range ARPU ............................................................................ 20
8. Tabel 2.8 Range Cost ............................................................................... 20
9. Tabel 2.9 Range Tingkat Pelatihan Karyawan ......................................... 21
10. Tabel 2.10 Range Perputaran Karyawan .................................................... 22
11. Tabel 3.1 Populasi Lima Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi ...... 32
12. Tabel 3.2 Sampel Empat Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi ...... 34
13. Tabel 4.1 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan
atau Penurunan Pendapatan XL Axiata Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri.................. 49
14. Tabel 4.2 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total
Aktiva XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 50
15. Tabel 4.3 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 51
xii
16. Tabel 4.4 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Penjualan XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 52
17. Tabel 4.5 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Investasi XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 53
18. Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 54
19. Tabel 4.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU XL Axiata Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri.................. 56
20. Tabel 4.8 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 56
21. Tabel 4.9 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 58
22. Tabel 4.10 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan XL
Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri ..................................................................................... 59
23. Tabel 4.11 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan atau
Penurunan Pendapatan Smartfren Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 60
xiii
24. Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva
Smartfren Periode 2013-201 Dibandingkan dengan Standar
Industri ..................................................................................... 62
25. Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset Smartfren
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 62
26. Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Penjualan Smartfren Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 63
27. Tabel 4.15 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Investasi Smartfren Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 64
28. Tabel 4.16 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa Smartfren
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 65
29. Tabel 4.17 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU Smartfren Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 67
30. Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) Smartfren Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri.................. 67
31. Tabel 4.19 Perbandingan antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Smartfren
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 69
32. Tabel 4.20 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan
Smartfren Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 70
xiv
33. Tabel 4.21 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan atau
Penurunan Pendapatan Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 71
34. Tabel 4.22 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva
Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri ..................................................................................... 72
35. Tabel 4.23 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset Indosat
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 72
36. Tabel 4.24 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Penjualan Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 73
37. Tabel 4.25 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Investasi Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri ...................................................................................... 74
38. Tabel 4.26 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa Indosat
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ..... 75
39. Tabel 4.27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 76
40. Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) Indosat Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ................. 77
41. Tabel 4.29 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri ................................... 78
xv
42. Tabel 4.30 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan Indosat
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 80
43. Tabel 4.31 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase Peningkatan atau
Penurunan Pendapatan Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri ................................... 81
44. Tabel 4.32 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang Terhadap Total
Aktiva Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri ...................................................................................... 82
45. Tabel 4.33 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Aset Telkom
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ..... 83
46. Tabel 4.34 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Penjualan Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri ........................................................................ 83
47. Tabel 4.35 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat Pengembalian Atas
Investasi Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri ...................................................................................... 84
48. Tabel 4.36 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau Plasa Telkom
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .... 86
49. Tabel 4.37 Rekapitulasi Hasil Perhitungan ARPU Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 87
50. Tabel 4.38 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost) Telkom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri .................. 88
xvi
51. Tabel 4.39 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri .................................... 89
52. Tabel 4.40 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Perputaran Karyawan Telkom
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri ..... 90
53. Tabel 4.41 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan
Metode Balance Scorecard XL Axiata Periode 2013-2017 .... 92
54. Tabel 4.42 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan XL Axiata
Periode 2013-2017 ................................................................... 93
55. Tabel 4.43 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan
Metode Balance Scorecard Smartfren Periode 2013-2017 ..... 97
56. Tabel 4.44 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom
Periode 2013-2017 ................................................................... 98
57. Tabel 4.45 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan
Metode Balance Scorecard Indosat Periode 2013-2017 .......... 102
58. Tabel 4.46 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Indosat
Periode 2013-2017 ................................................................... 103
59. Tabel 4.47 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan
Metode Balance Scorecard Telkom Periode 2013-2017 ......... 107
60. Tabel 4.48 Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Telkom
Periode 2013-2017 ................................................................... 108
61. Tabel 4.49 Rekapitulasi Persentase Kinerja Perusahaan............................ 111
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1. Form Topik dan Judul (Fotokopi)
2. Lampiran 2. Form Konsultasi (Fotokopi)
3. Lampiran 3. Surat Pernyataan (Fotokopi)
4. Lampiran 4. Form Revisi Ujian Pra Sidang (Fotokopi)
5. Lampiran 5. Form Revisi Ujian Kompre (Asli)
xviii
ABSTRACT
CITRA MAHARANI. Company Performance Analysis by Using Balance
Scorecard Method of Telecommunication Sector Companies in Indonesia Stock
Exchange.
Many companies have only analyzed their companies performance by using
the calculation method of their financial side only all this time. At this time, the
performance measurement of the financial side only has a weakness which is unable
to calculate the performance of intangible asset while the asset of a company now
is dominated by many intangible assets. Due to the weakness, a company needs a
method to measure its company performance of the financial and nonfinancial side
known as balance scorecard method. The conclusion gained from this study was
that the best company performance of the telecommunication sector was PT
Telekomunikasi Indonesia. It became the first rank with the acquisition of weight
value of 67%. Then, followed by PT Indosat, which got the second rank with the
acquisition of weight value of 53%. The last third and fourth rank was achieved by
PT XL Axiata, and PT Smartfren Telecom, with the acquisition value of weight of
50% and 49%. It was reflected from four perspectives used, such as financial,
customer, internal business process, and learning and growth perspectives. The
increase or decrease of corporate revenue becomes an important thing for
companies. A mobile service place which is comparable to a number of subscribers
and operational cost savings can be applied in a company to improve the
performance of each telecommunication sector company. The employee satisfaction
and the increase of the frequency of employee training programs need to be
improved to support a company in order to get results that match the company's
target.
Keywords: Balance Scorecard, Financial Perspective, Customer Perspective,
Internal Business Process Perspective, Learning and Growth
Perspective.
xix
ABSTRAK
CITRA MAHARANI. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Menggunakan Metode
Balance Scorecard Pada Perusahaan Sektor Telekomunikasi Di Bursa Efek
Indonesia.
Selama ini perusahaan hanya menganalisis kinerja perusahaan dengan
menggunakan metode perhitungan dari sisi keuangannya saja. Pada saat ini
pengukuran kinerja dari sisi keuangannya saja memiliki kelemahan yaitu tidak
mampu menghitung kinerja aktiva tidak berwujud padahal aset perusahaan
sekarang banyak didominasi oleh aktiva tidak berwujud. Dengan adanya
kekurangan tersebut, maka perusahaan membutuhkan sebuah metode dalam
mengukur kinerja perusahaan dari sisi keuangan dan non keuangan yang dikenal
dengan nama metode balance scorecard. Adapun kesimpulan yang diperoleh pada
penelitian kali ini, yaitu bahwa kinerja perusahaan terbaik dari sektor
telekomunikasi adalah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang menjadi peringkat
pertama dengan perolehan nilai bobot sebesar 67%. Kemudian disusul oleh PT
Indosat, Tbk yang menjadi peringkat kedua dengan perolehan nilai bobot sebesar
53%. Dan terakhir peringkat ketiga dan keempat diraih oleh PT XL Axiata, Tbk
dan PT Smartfren Telecom, Tbk dengan perolehan nilai bobot sebesar 50% dan
49%. Hal ini dicerminkan dari 4 perspektif yang digunakan yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Pengingkatan atau penurunan pendapatan
perusahaan menjadi hal yang penting bagi perusahaan. Tempat layanan seluler yang
sebanding dengan jumlah pelanggan dan penghematan biaya operasional bisa
diterapkan diperusahaan untuk meningkatkan kinerja masing-masing perusahaan
sektor telekomunikasi. Kepuasan karyawan dan peningkatan frekuensi program
pelatihan karyawan perlu ditingkatkan untuk medukung perusahaan agar
mendapatkan hasil yang sesuai dengan target perusahaan.
Kata Kunci : Balance Scorecard, Perspektif Keuangan, Perspektif Pelanggan,
Perspektif Proses Bisnis Internal, Perspektif Pertumbuhan Dan
Pembelajaran.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia bisnis saat ini dituntut untuk lebih meningkatkan kinerja
perusahaan untuk persaingan bisnis. Perusahaan dituntut untuk lebih fokus pada
peningkatan kinerja dalam perbaikan bisnis dengan cara lebih meningkatkan
kualitas kerja. Pengukuran kinerja perusahaan menjadi hal yang penting bagi
manajemen perusahaan untuk melakukan evaluasi terhadap performa
perusahaan. Peningkatan kinerja perusahaan berdampak pada kinerja
keuangan, maka sudah selayaknya kinerja keuangan bukan hanya dipandang
dari sisi keuangan saja tetapi juga dipandang dari sisi non keuangan perusahaan.
Pada saat ini pengukuran kinerja dari sisi keuangan memiliki kelemahan yaitu
tidak mampu mempresentasikan kinerja aktiva tak berwujud padahal aset
perusahaan sekarang banyak didominasi oleh aktiva tak berwujud seperti
kepuasan customer, karyawan, pelayanan, sistem dan teknologi diperusahaan
tersebut.
Perusahaan membutuhkan sebuah metode dalam mengukur kinerja
perusahaan dari sisi keuangan dan non keuangan. Metode balance scorecard
merupakan metode yang menyediakan analisis lebih lengkap daripada analisis
yang hanya menggunakan data keuangan saja. Metode Balance Scorecard
2
terdiri dari dua kata yaitu Balanced dan Scorecard. Balanced artinya
berimbang, digunakan untuk mengukur kinerja eksekutif secara berimbang dari
berbagai dimensi yaitu keuangan dan non keuangan baik dari segi jangka
pendek dan jangka panjang baik dari segi intern dan ekstern. Sedangkan
Scorecard artinya kartu skor, digunakan untuk merencanakan skor yang
diwujudkan dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2015 : 3).
Ukuran kinerja perusahaan berdasarkan sisi keuangan saja tidak dapat
memberikan gambaran secara nyata tentang keadaan terkini mengenai keadaan
perusahaan yang sesungguhnya karena keuangan mudah untuk dimanipulasi
sesuai dengan kepentingan dari manajemen perusahaan. Konsep pengukuran
kinerja perusahaan berdasarkan keuangan juga sudah mulai ditinggalkan karena
hanya berfokus pada tujuan mengejar keuntungan untuk jangka pendek semata.
Maka dari itu metode balance scorecard tidak melakukan pendekatan dari
perspektif keuangan saja tetapi juga melakukan pendekatan dari perspektif
pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran serta inovasi (Kurniasari,
Memarista, 2017 : 1).
Perusahaan sektor telekomunikasi dipilih sebagai objek penelitian
karena perkembangan informasi dan teknologi di Indonesia berkembang
dengan pesat. Perusahaan sektor telekomunikasi dituntut untuk lebih kompetitif
dalam memenuhi kebutuhan customer yang semakin hari semakin meningkat.
Perbedaan antara pelayanan dan harga produk menjadikan perusahaan sektor
telekomunikasi saling berkompetisi satu sama lain untuk mendapatkan laba
3
atau keuntungan lebih banyak dan hal ini membuat persaingan semakin ketat.
Hal ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan keunggulan kinerja
perusahaan baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia ada 5 perusahaan yaitu PT Bakrie Telecom, Tbk (BTEL), PT XL
Axiata, Tbk (EXCL), PT Smartfren Telecom, Tbk (FREN), PT Indosat, Tbk
(ISAT), dan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM). Semakin ketatnya
persaingan sektor telekomunikasi dapat menyebabkan perusahaan tidak bisa
bertahan lama. Salah satu contohnya adalah PT Bakrie Telecom, Tbk (BTEL)
dengan produknya yaitu Esia. PT Bakrie Telecom, Tbk tidak bisa bersaing
karena kurangnya inovasi pada produk yang ditawarkan, harga yang mahal,
serta layanan operator telekomunikasi berbasis code division multiple access
(CDMA) telah menekan kinerja perusahaan dan menyebabkan perusahaan
mengurangi jumlah karyawan dan mengalami kesulitan ekonomi. PT Bakrie
Telecom, Tbk (BTEL) hanya mencatatkan laba operasional hanya sampai tahun
2010 saja. Pada tahun selanjutnya sampai dengan tahun 2017, perusahaan
tersebut terus menerus mengalami kerugian. Dikarenakan kurangnya inovasi
dalam pengembangan produk dapat berdampak pada tutupnya perusahaan
tersebut. Hal ini membuktikan bahwa persaingan perusahaan sektor
telekomunikasi sangat ketat dan perusahaan berlomba-lomba dalam melakukan
penjualan seperti yang terlihat dalam gambar 1.1.
4
Sumber : data diolah (2018)
Gambar 1.1. Grafik Penjualan 2013 - 2017
Selain masalah persaingan penjualan, baru-baru ini muncul masalah lain
yang membuat perusahaan sektor telekomunikasi semakin menarik untuk
diteliti yaitu tentang keamanan data dalam registrasi kartu telepon seluler
karena adanya penyalahgunaan data pelanggan. Pemberlakuan registrasi yang
mengharuskan pelanggan menggunakan NIK memiliki beberapa manfaat.
Manfaatnya adalah terhindar dari pemblokiran nomor telepon, penipuan online
dan berita bohong (hoax). Tetapi tetap saja ada oknum nakal yang melakukan
kejahatan. Contohnya kejadian yang menimpa PT Indosat Ooredoo, Tbk yang
terkena masalah pembocoran data NIK pelanggan. Hal ini bisa berdampak pada
pelanggan yang kehilangan kepercayaan kepada provider tersebut sehingga
berdampak pada penjualan yang menurun karena pelanggan beralih ke provider
lain yang lebih dapat dipercaya.
-
20.000.000.000.000,00
40.000.000.000.000,00
60.000.000.000.000,00
80.000.000.000.000,00
100.000.000.000.000,00
120.000.000.000.000,00
140.000.000.000.000,00
2017 2016 2015 2014 2013
Grafik Penjualan 2013 - 2017
TLKM FREN ISAT EXCL
5
Menurut penelitian Darmasto, Kamaliah, dan Agusti (2016), tentang
analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan metode balance scorecard
(studi pada PT XL Axiata Tbk – Jakarta) menyatakan bahwa strategi
pemasaran, layanan seluler yang simple, dan penghematan biaya bisa
diterapkan perusahaan untuk mencapai target keuangan yang telah ditentukan.
Penelitian Styaningrum, Sulistyadi, dan Riani (2014), tentang analisis kinerja
perusahaan dengan metode balance scorecard pada Kusuma Sahid Prince
Hotel Surakarta, menyatakan bahwa kinerja KSPH Surakarta secara
keseluruhan memiliki kualitas kinerja yang baik dalam mencapai sasaran
strategis yang ditentukan. Selanjutnya penelitian Kurniasari dan Memarista
(2017), tentang analisis kinerja perusahaan menggunakan metode balance
scorecard (studi kasus pada PT Aditya Sentana Agro) menyatakan bahwa
secara keseluruhan kinerja PT Aditya Sentana Agro dengan metode balance
scorecard telah berjalan dengan cukup baik.
Berdasarkan latar belakang dan penelitian terdahulu, maka penulis
tertarik untuk mengangkat judul Penelitian “Analisis Kinerja Perusahaan
Dengan Menggunakan Metode Balance Scorecard Pada Perusahaan Sektor
Telekomunikasi Di Bursa Efek Indonesia”.
6
1.2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam laporan tugas akhir ini, yaitu bagaimana
analisis kinerja perusahaan dengan menggunakan metode balance scorecard
pada perusahaan sektor telekomunikasi di bursa efek Indonesia?
1.3. Batasan Masalah
Analisis yang akan digunakan dengan metode balance scorecard pada
perusahaan yang terdaftar di bursa efek Indonesia perusahaan sektor
telekomunikasi periode 2013 – 2017.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang terdapat dalam laporan LTA ini, yaitu untuk mengetahui
analisis kinerja perusahaan dengan menggunakan metode balance scorecard
pada perusahaan sektor telekomunikasi di bursa efek Indonesia.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa
yang ingin mempelajari lebih dalam bidang studi keuangan, hasil ini
sangat diharapkan dapat menjadikan bahan masukan serta kajian lebih
lanjut.
7
1.5.2. Manfaat Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia perusahaan
sektor telekomunikasi dalam menilai kinerja perusahaan baik dari sisi
keuangan dan dari sisi non keuangan.
1.5.3. Manfaat Bagi Akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat dan sebagai bahan referensi serta dapat menambah wawasan
bagi para peneliti selajutnya yang akan melakukan penelitian.
1.6. Sistematika Penulisan
Berikut ini penulis sajikan uraian singkat materi pokok yang akan dibahas pada
masing-masing bab, sehingga dapat memberikan gambaran menyeluruh
tentang penulisan ini :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang, perumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat landasan teori, penelitian terdahulu, dan kerangka-
kerangka pemikiran.
8
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, jenis
data, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, definisi
operasional variable penelitian.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan dibahas mengenai data penelitian (data
perusahaan/organisasi), hasil pengujian dan pembahasan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan dan semua uraian-uraian pada bab-bab
sebelumnya dan juga berisi saran-saran yang diharapkan berguna dalam
penelitian.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Stakeholder
Teori stakeholder merupakan teori yang menjelaskan hubungan
antara perusahaan dengan stakeholder-nya. Teori stakeholder
menyatakan bahwa keberadaan perusahaan sangat dipengaruhi oleh
dukungan yang diberikan oleh para stakeholder. Teori ini juga
menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi
untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi
stakeholder-nya (Lutfiana, 2017 : 80-82). Dengan kata lain perusahaan
dalam beroperasi membutuhkan bantuan dari pihak luar seperti kreditur,
investor, masyarakat, dsb.
Perusahaan perlu mengungkapkan informasi berupa annual
report untuk membentuk image perusahaan dalam pandangan
stakeholder sebagai suatu perusahaan yang memiliki kinerja perusahaan
yang baik. Berdasarkan teori stakeholder menyatakan bahwa semua
stakeholder mempunyai hak untuk memperoleh informasi mengenai
aktivitas perusahaan yang mempengaruhi para stakeholder yaitu
investor, kreditur, masyarakat, pimpinan, dan karyawan. Teori
10
stakeholder lebih mempertimbangkan posisi para stakeholder yang
dianggap powerfull. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi
pertimbangan utama bagi perusahaan dalam mengungkapkan informasi
didalam annual report. Stakeholder merupakan individu, sekelompok
manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun
secara parsial yang memiliki hubungan terhadap kepentingan
perusahaan (Lutfiana, 2017 : 80-82).
Hubungan variable penelitian dengan teori stakeholder adalah
semakin baik kinerja perusahaan maka akan semakin banyak pihak yang
akan menjadi bagian dari stakeholder perusahaan, sehingga perusahaan
akan mengalami peningkatan dari segi investasi modal karena banyak
investor yang akan menanamkan modal. Kemudian jika kinerja
perusahaan baik maka perusahaan akan lebih dipercaya oleh
stakeholder karena menjadi sorotan media dan memiliki citra
perusahaan yang baik di mata masyarakat.
2.1.2. Pengertian Kinerja Perusahaan
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat
pencapain pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan
dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang
tertutang dalam strategic planning (perencanaan strategi) suatu
organisasi (Sallya, 2014 : 9). Sedangkan perusahaan adalah suatu
11
institusi yang bertujuan untuk menciptakan kekayaan melalui bisnis
yang dijalankannya (Kurniasari, Memarista, 2017 : 1).
Kinerja perusahaan adalah suatu tampilan keadaan secara utuh
atas perusahaan selama periode waktu tertentu dan merupakan hasil atau
prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan dalam
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Kinerja merupakan suatu
istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh
tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu periode dengan
referensi pada jumlah standar seperti biaya masa lalu atau yang
diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau
akuntabilitas manajemen dan semacamnya (Widodo, 2011 : 9).
Graciella, (2015 : 5) mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan
adalah hasil dari serangkaian proses bisnis yang mana dengan
pengorbanan berbagai macam sumber daya yaitu bisa sumber daya
manusia dan juga keuangan perusahaan. Apabila kinerja perusahaan
meningkat, bisa dilihat dari gencarnya kegiatan perusahaan dalam
rangka untuk menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Keuntungan atau laba yang dihasilkan tentu akan berbeda tergantung
dengan ukuran perusahaan yang bergerak. Berdasarkan dari proses
meningkatnya penghasilan keuntungan atau laba ini, menurut Paramita,
(2013 : 7) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ukuran yang
12
besar maka akan memiliki potensi yang lebih besar untuk
menginvestasikan sumber daya yang dimiliki.
Jadi kinerja perusahaan adalah suatu proses mengenai gambaran
tingkat pencapaian dan kemajuan pelaksanaan dalam suatu kegiatan,
program, dan kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan
visi didalam suatu institusi atau organisasi atau badan usaha.
2.1.3. Pengertian Metode Balance Scorecard
Metode Balance Scorecard terdiri dari dua kata yaitu Balanced
dan Scorecard. Balanced artinya berimbang, digunakan untuk
mengukur kinerja eksekutif secara berimbang dari berbagai dimensi
yaitu keuangan dan non keuangan baik dari segi jangka pendek dan
jangka panjang baik dari segi intern dan ekstern. Sedangkan Scorecard
artinya kartu skor, digunakan untuk merencanakan skor yang
diwujudkan dimasa yang akan datang (Mulyadi, 2015 : 3).
Metode Balance Scorecard merupakan kerangka kerja
komprehensif (luas dan lengkap) untuk menerjemahkan visi dan misi
serta strategi perusahaan dalam seperangkat ukuran kinerja yang
terpadu, tersusun dalam empat perspektif yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan (Kurniasari, Memarista, 2017 : 1).
Metode Balance Scorecard merupakan suatu framework (kerangka
13
kerja), suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi
kepada seluruh pegawai tentang apa yang menjadi kunci penentu sukses
saat ini dan masa mendatang (Widodo, 2011 : 15).
Jadi metode Balance Scorecard merupakan sebuah cara
menggunakan kerangka kerja yang dapat digunakan untuk mengukur
kinerja (performa) suatu perusahaan baik dari sisi keuangan atau dari
sisi non keuangan, untuk menerjemahkan visi dan misi serta strategi
perusahaan yang akan diwujudkan dimasa yang akan datang.
2.1.4. Jenis – Jenis Metode Balance Scorecard
Metode Balance Scorecard memiliki 4 jenis, yaitu :
1. Perspektif Keuangan
Menurut Darmasto, Kamaliah, Agusti (2016 : 73), Metode
Balance Scorecard tidak mengabaikan kebutuhan akan data
keuangan perusahaan. Tepat waktu dan akurasi data pendanaan,
akan selalu menjadi prioritas dan para manager perusahaan akan
melakukan apa saja yang diperlukan untuk menyediakan dan
menganalisa data keuangan tersebut. Tujuan keuangan pada
umumnya berhubungan dengan arus kas (cash flow) dan
kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba atau keuntungan.
Sasaran-sasaran perspektif keuangan dibedakan menjadi tiga
tahapan, yaitu :
14
a. Pertumbuhan (Growth)
Perusahaan yang berada pada awal siklus kehidupan
bisnis ini menghasilkan produk dan jasa yang memiliki
potensi pertumbuhan, sehingga strategi dan pengukuran
perspektif keuangan yang dilakukan dapat difokuskan pada
revenue growth (pertumbuhan pendapatan), positive earning
(laba bersih), dan sales and market share growth (pertumbuhan
penjualan dan pemasaran). Untuk memanfaatkan potensi
tersebut, perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap
sumber daya dalam menghasilkan dan mengembangkan
produk dan jasa, seperti membangun dan melakukan ekspansi
fasilitas produksi, melakukan investasi pada sistem,
infrastruktur, dan jaringan distribusi, dan memelihara hubungan
baik dengan pelanggan. Tahapan pertumbuhan ini dapat dinilai
dari rumus, yaitu :
1) Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha.
Pendapatan merupakan jumlah uang yang diterima oleh
perusahaan dari aktivitasnya, kebanyakan dari penjualan
produk atau jasa kepada pelanggan.
Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
15
Tabel 2.1.
Range Peningkatan atau Penurunan Pendapatan
2) Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang
dibagi total aset yang digunakan untuk mengidentifikasi
sumber-sumber modal suatu perusahaan.
Tabel 2.2.
Range Rasio Hutang Terhadap Aktiva
b. Bertahan (Sustain)
Setelah melalui tahap pertumbuhan, perusahaan akan
berada dalam tahap bertahan (sustain) yang merupakan tahap
kedua. Perusahaan akan tetap melakukan investasi dan
reinvestasi tetapi sudah membutuhkan pengembalian yang baik
dari investasi dimasa lalu. Investasi yang dilakukan diarahkan
langsung untuk mengurangi hambatan-hambatan produksi,
memperluas kapasitas, dan untuk perbaikan yang berkelanjutan
Range peningkatan atau penurunan
pendapatan Bobot
< 5%
5,1% - 10%
10,1% - 15%
15,1% - 20%
20,1% - 25%
25,1% - 30%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Range rasio hutang terhadap aktiva Bobot
0 – 0,25
0,26 – 0,50
0,51 – 0,75
0,76 – 1
3%
4%
5%
6%
Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
16
daripada investasi yang dilakukan pada tahap pertumbuhan.
Perusahaan diharapkan mempertahankan pangsa pasar dan
berusaha untuk meningkatkan penguasaannya dari tahun ke
tahun.
Tahapan bertahan ini dapat dinilai dari rumus, yaitu :
1) Rasio Perputaran Aset yang dapat mengindikasikan
seberapa efektif suatu perusahaan menggunakan sumber
dayanya.
Tabel 2.3.
Range Rasio Perputaran Aset
2) Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan atau Return On
Sales (ROS) yang dapat mengindikasikan seberapa efektif
keseluruhan dikelolanya perusahaan tersebut.
Tabel 2.4. Range ROS
Range rasio perputaran aset Bobot
0 – 0,25
0,26 – 0,50
0,51 – 0,75
0,76 – 1
3%
4%
5%
6%
Range ROS Bobot
< 3%
3,1% - 6%
6,1% - 9%
9,1% - 12%
12,1% - 15%
>15,1%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
17
c. Panen atau Menuai (Harvest)
Perusahaan akan dapat mencapai fase kedewasaan dari
siklus kehidupan bisnisnya, dimana perusahaan akan menuai
hasil dari investasi yang telah dilakukannya pada dua fase
pertama. Investasi yang dilakukan hanyalah pada yang
berjangka pendek dan yang mempunyai tingkat pengembalian
cepat, seperti pemeliharaan peralatan, dan kapasitas lainnya,
bukan untuk ekspansi atau membangun kapasitas baru
karena tujuan utamanya adalah menciptakan aliran kas bagi
perusahaan. Tahapan panen atau menuai ini dapat dinilai dari
rumus, yaitu Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau
Return On Invevestment (ROI) yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi profitabilitas perusahaan.
Tabel 2.5. Range ROI
Range ROI Bobot
< 3%
3,1% - 6%
6,1% - 9%
9,1% - 12%
12,1% - 15%
>15,1%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
18
2. Perspektif Pelanggan
Menurut Darmasto, Kamaliah, Agusti (2016 : 73), Pandangan
manajemen perusahaan saat ini menunjukkan peningkatan realisasi
pentingnya fokus terhadap pelanggan dan kepuasan pelanggan
dalam setiap bisnisnya. Indikatornya adalah jika pelanggan tidak
merasa puas, maka akhirnya pelanggan akan mencari pemasok lain
untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan tersebut.
Kinerja perusahaan yang kurang baik dari perspektif pelanggan ini
akan menjadi indikator utama penurunan dimasa depan, meskipun
kinerja keuangan perusahaan pada saat ini menunjukkan posisi yang
baik. Indikator perspektif pelanggan dapat dinilai dari rumus, yaitu
Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap daerah di
Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik pembelian kartu
perdana, pengisian pulsa, atau internet yang dibutuhkan pelanggan.
Tabel 2.6. Range Jumlah RO
Kemudian menurut Christina, Sudana (2013 : 521), jika
penghargaan yang diterima oleh perusahaan bertambah setiap tahun,
maka hal ini dapat merefleksikan kepuasan pelanggan yang akan
dilayani oleh perusahaan sebagai perusahaan professional yang
Range jumlah RO Bobot
>0,11
0,076 – 0,10
<0,075
30%
20%
10%
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
19
dapat menjaga kualitasnya seperti yang telah dijanjikan. Sebaliknya,
jika penghargaan yang diterima adalah sama seperti tahun
sebelumnya atau berkurang maka akan menunjukkan citra dan
reputasi yang menurun bagi perusahaan.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Menurut Darmasto, Kamaliah, Agusti (2016 : 73), Perspektif
proses bisnis internal mengacu kepada proses bisnis yang terjadi
didalam perusahaan. Ukuran yang dapat digunakan dalam
perspektif proses bisnis internal memungkinkan bagi para manager
untuk mengetahui seberapa baik bisnis perusahaan berjalan, dan
apakah produk atau jasa yang ditawarkan sudah sesuai dengan
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Ukuran ini harus dirancang
dengan baik oleh karyawan didalam perusahaan tersebut yang
memahami proses operasional perusahaan yang diharapkan mampu
mengetahui dan menterjemahkan misi perusahaan dengan baik.
Indikator perspektif proses bisnis internal dapat dinilai dari rumus,
yaitu :
a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian
oleh pelanggan aktif.
ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total Pendapatan
Total Pelanggan
20
Tabel 2.7. Range ARPU
b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).
Tabel 2.8. Range Cost
Kemudian menurut Christina, Sudana (2013 : 521), jika
semakin banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka
hal ini data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari
terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor.
Selanjutnya semakin banyak terobosan baru yang dilakukan
oleh perusahaan, maka akan semakin memperkuat posisi
perusahaan untuk mendapatkan hak paten atas inovasi yang
dilakukan. Banyaknya hak paten yang didaftarkan oleh
perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan selalu
mencari terobosan baru dalam usahanya memenangkan
persaingan.
Range ARPU Bobot
<24.000
24.001 – 26.000
26.001 – 28.000
28.000 – 30.000
>30.000
6%
7%
8%
9%
10%
Range Cost Bobot
>0,1201
0,1200 – 0,1151
0,1150 – 0,1101
0,1100 – 0,1051
0,1050 – 0,1000
<0,1000
1%
3%
6%
9%
12%
15%
Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
21
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan meliputi pelatihan
kepada karyawan dan sikap budaya perusahaan yang berkaitan
dengan perbaikan diri baik bagi individu maupun perusahaan.
Dengan perkembangan dunia bisnis yang cepat pada saat ini
menjadi bagian yang sangat penting bagi individu untuk belajar
secara berkesinambungan. Perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan dapat menjadi panduan bagi manajemen untuk
menggunakan dana pelatihan secara tepat kepada karyawan yang
tepat sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing. Indikator
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat dinilai dari rumus,
yaitu :
a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah
karyawan yang ada, baik pelatihan secara teknis pekerjaan
ataupun pelatihan manajerial.
Tabel 2.9. Range Tingkat Pelatihan Karyawan
Range tingkat pelatihan karyawan Bobot
> 0,226
0,201 – 0,225
0,176 – 0,200
0,156 – 0,175
<0,155
7,5%
6,5%
5,5%
4,5%
3,5%
Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
22
b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio
perputaran karyawan.
Tabel 2.10. Range Perputaran Karyawan
Kemudian menurut Christina, Sudana (2013 : 521), tolak
ukur yang digunakan adalah banyaknya anggaran pendidikan,
pelatihan dan sertifikasi yang diberikan perusahaan kepada
karyawan, dan juga banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan
sertifikasi yang diikuti oleh karyawan dan apakah anggaran dan
jenis pelatihan yang diberikan bertambah atau sebaliknya.
2.1.5. Bobot Metode Balance Scorecard
Menilai kinerja perusahaan dengan menggunakan metode balance
scorecard harus menerapkan bobot untuk masing-masing perspektif.
Didasarkan pada cita-cita perusahaan dan berorientasi pada buku six
sigma – Vincent Gasperz, bobot yang digunakan adalah (Darmasto,
Kamaliah, dan Agusti, 2016 : 81-82) :
a. Perspektif Keuangan 30%
Range perputaran karyawan Bobot
0
0 – 150
151 – 300
301 – 450
>450
7,5%
6,5%
5,5%
4,5%
3,5%
Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
23
b. Perspektif Pelanggan 30%
c. Perspektif Proses Bisnis Internal 25%
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 15%
2.1.6. Indikator Metode Balance Scorecard
Didasarkan pada cita-cita perusahaan dan berorientasi pada buku six
sigma – Vincent Gasperz, metode balance scorecard memiliki indikator
dalam mengukur kinerja keuangan sebagai berikut (Darmasto,
Kamaliah, dan Agusti, 2016 : 81-82) :
a. 71% - 100% Baik
b. 41% - 70% Cukup
c. 0% - 40% Tidak Baik (Buruk)
2.1.7. Keunggulan Metode Balance Scorecard
Mulyadi, (2015 : 18) menyatakan bahwa metode balance scorecard
memiliki beberapa keunggulan, yaitu mampu menghasilkan rencana
strategis yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Komprehensif (luas dan lengkap)
Cakupan perspektif metode balance scorecard dalam
perencanaan strategik diperluas dari yang sebelumnya hanya
terbatas pada perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif lain
yaitu : perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan
24
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan. Perluasan perspektif
rencana strategik ke perspektif non keuangan menghasilkan
manfaat, antara lain :
a. Menjanjikan kinerja keuangan yang berlipat ganda dan
berjangka panjang. Dalam hal ini, metode balance scorecard
memotivasi personil untuk mengarahkan usaha personil ke
sasaran-sasaran strategik sehingga dihasilkan kinerja keuangan.
Kinerja keuangan yang dihasilkan dari perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan merupakan kinerja keuangan yang
sesungguhnya, yang berasal dari usaha nyata dalam bisnis,
sehingga kinerja keuangan yang demikian akan berlipat ganda
dan berjangka panjang.
b. Memampukan perusahaan untuk memasuki lingkungan bisnis
yang kompleks dengan mengarahkan sasaran-sasaran strategik
kedalam empat perspektif, rencana strategik perusahaan
mencakup lingkup yang luas, untuk menghadapi lingkungan
bisnis yang semakin kompleks.
2. Kekoherenan (berhubungan atau bersangkut paut)
Kekoherenan berarti membangun hubungan sebab akibat antara
keluaran yang dihasilkan sistem perumusan strategi dengan keluaran
yang dihasilkan sistem perencanaan strategik. Kekoherenan sasaran
25
strategik yang dihasilkan dalam sistem perencanaan strategik
memotivasi personil untuk bertanggungjawab dalam mencari
inisiatif strategik yang bermanfaat untuk menghasilkan kinerja
keuangan. Kekoherenan diantara keluaran yang dihasilkan oleh
setiap tahan perencanaan dalam sistem manajemen strategik
menjanjikan kecepatan respon perusahaan dalam setiap perubahan
yang terjadi dilingkungan bisnis yang dimasuki oleh perusahaan.
3. Terukur
Keterukuran sasaran-sasaran strategik yang dihasilkan oleh
sistem perencanaan strategik menjanjikan tercapainya berbagai
sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem tersebut. Metode
balance scorecard mengukur sasaran-sasaran strategik yang sulit
diukur. Sasaran strategik perspektif pelanggan, perspektif proses
bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
merupakan sasaran yang sulit diukur, namun dalam metode balance
scorecard ketiga perspektif tersebut ditentukan ukurannya agar
dapat dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Dengan demikian,
keterukuran sasaran strategik pada ketiga perspektif tersebut
menjanjikan perwujudan berbagai sasaran strategik non keuangan,
sehingga kinerja keuangan dapat berlipat ganda dan berjangka
panjang.
26
4. Seimbang
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem
perencanaan strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan
yang berjangka panjang. Empat perspektif dalam metode balance
scorecard, terdapat masing-masing sasaran strategik yang perlu
diwujudkan oleh perusahaan, yaitu :
a. Financial return (imbalan keuangan) yang berlipat ganda dan
berjangka panjang (perspektif keuangan),
b. Produk dan jasa yang menghasilkan value (nilai) terbaik bagi
pelanggan (perspektif pelanggan),
c. Proses yang produktif dan cost effective atau biaya efektif
(perspektif proses bisnis internal),
d. Sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen
(perspektif pembelajaran dan pertumbuhan).
2.2. Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kinerja perusahaan
dengan menggunakan metode balance scorecard, yaitu :
Menurut penelitian Darmasto, Kamaliah, dan Agusti (2016), tentang
analisis pengukuran kinerja perusahaan dengan metode balance scorecard
(studi pada PT XL Axiata Tbk – Jakarta) untuk mengetahui kinerja perusahaan
PT XL Axiata Tbk – Jakarta. Objek penelitian PT XL Axiata Tbk – Jakarta
27
merupakan perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa strategi pemasaran, layanan seluler yang
simple, dan penghematan biaya bisa diterapkan perusahaan untuk mencapai
target keuangan yang telah ditentukan.
Menurut penelitian Styaningrum, Sulistyadi, dan Riani (2014), tentang
analisis kinerja perusahaan dengan metode balance scorecard pada Kusuma
Sahid Prince Hotel Surakarta. Objek penelitian Kusuma Sahid Prince Hotel
Surakarta merupakan perusahaan yang bergerak dibidang parawisata. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa kinerja KSPH Surakarta secara keseluruhan
memiliki kualitas kinerja yang baik dalam mencapai sasaran strategis yang
ditentukan.
Menurut penelitian Kurniasari dan Memarista (2017), tentang analisis
kinerja perusahaan menggunakan metode balance scorecard (studi kasus pada
PT Aditya Sentana Agro). Objek penelitian PT Aditya Sentana Agro
merupakan perusahaan yang bergerak dibidang agrobisnis. Hasil penelitian ini
menyatakan bahwa secara keseluruhan kinerja PT Aditya Sentana Agro dengan
metode balance scorecard telah berjalan dengan cukup baik. Hal tersebut dapat
dilihat dari analisis setiap perspektif yaitu perspektif keuangan diposisi kurang
baik, perspektif pelanggan diposisi baik, perspektif proses bisnis internal
diposisi baik, dan diperspektif pembelajaran dan pertumbuhan diposisi baik.
Menurut penelitian Christina dan Sudana (2013), tentang penilaian
kinerja pada PT Adhi Karya dengan pendekatan balance scorecard. Objek
28
penelitian PT Adhi Karya merupakan perusahaan yang bergerak dibidang
konstruksi. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kinerja PT Adhi Karya pada
tahun 2011 lebih baik daripada tahun 2010.
Menurut penelitian Erwin dan Prabowo (2015), tentang analisis
pengukuran kinerja menggunakan metode balance scorecard pada PT Bahtera
Utama. Objek penelitian PT Bahtera Utama merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang distributor yang produknya disalurkan di Indonesia melalui
aktivitas – aktivitas menjual produknya ke retail, grosiran, dan department
store dalam jumlah besar berupa tas sekolah, carry on bag (tas pakaian dan tas
laptop), attache case (tas dokumen) dan koper. Hasil penelitian ini menyatakan
bahwa kinerja PT Bahtera Utama memiliki bobot dengan angka rata – rata 4,29
(diperoleh dari 3,5+4,33+5+4,33/4) yang berarti kinerja yang dijalankan
perusahaan baik, namun angka 4,29 harus terus ditingkatkan.
Persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian
terdahulu adalah sama-sama menggunakan metode balance scorecard dalam
menganalisis kinerja perusahaan. Kemudian perbedaan antara penelitian yang
akan dilakukan dengan penelitian terdahulu adalah dari segi objek penelitian
yang akan dianalisis dan periode penelitian yang diambil. Penelitian yang akan
dilakukan akan mengambil sample perusahaan sektor telekomunikasi yang
terdaftar dibursa efek Indonesia sedangkan penelitian terdahulu hanya
terfokuskan pada satu perusahaan saja, dan periode yang akan diteliti dari tahun
2013 – 2017.
29
2.3. Kerangka Pemikiran
Tiga prinsip yang menjelaskan hubungan antara metode balance
scorecard dengan strategi organisasi sebagai berikut :
1. Hubungan sebab akibat.
Hubungan dari sebab-akibat harus meliputi keempat perspektif metode
balance scorecard. Analisis hubungan sebab-akibat diperlukan untuk
menentukan kinerja sebuah perusahaan sehingga tidak boleh dilewati
untuk masing-masing perspektif.
2. Faktor pendorong kinerja.
Faktor pendorong kinerja mencerminkan keunikan dari strategi unit
bisnis, seperti profitabilitas, segmen pasar, tujuan proses internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan yang memberi nilai kepada pelanggan
ataupun segmen pasar yang menjadi sasaran.
3. Keterkaitan dengan masalah keuangan.
Metode balance scorecard harus tetap menitikberatkan kepada hasil
terutama yang bersifat keuangan. Yang paling penting adalah hubungan
sebab-akibat yang berkaitan dengan setiap tujuan finansial perusahaan.
Visi dan misi perusahaan dijabarkan kedalam empat perspketif dalam
metode balance scorecard yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis internal, dan perspektif pembelajaran dan
pertumbuhan. Semua poin-poin tersebut diterjemahkan kedalam bentuk kriteria
30
keseimbangan dengan menentukan sasaran strategis, ukuran hasil, dan target
pasar, kemudian mengukur kinerja perusahaan dari masing-masing perspektif
dalam metode balance scorecard.
Hasil dari pengukuran kinerja perusahaan tersebut dapat memberikan
gambaran tingkat kinerja perusahaan secara keseluruhan dan dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan strategi perusahaan baik dimasa
sekarang maupun dimasa yang akan datang. Kerangka pemikiran tersebut dapat
dibuat dalam suatu paradigma penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Laporan Tahunan Perusahaan Sektor Telekomunikasi
Visi dan Misi Perusahaan
Metode Balance Scorecard
1. Perspektif Keuangan
2. Perspektif Pelanggan
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Hasil Pengukuran Kinerja Perusahaan
Tingkat Kualitas Kinerja Perusahaan
31
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan data laporan keuangan tahunan dan Annual
Report yang tersedia di Bursa Efek Indonesia. Waktu pelaksanaan penelitian
ini dilakukang kurang lebih selama dua bulan. Dimulai dari tanggal 09 Februari
sampai 16 Juni 2018.
3.2. Jenis dan Sumber data
3.2.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
data sekunder. Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung
memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain
ataupun lewat dokumen (Sugiyono, 2014 : 137).
3.2.2. Sumber Data
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
cara mendownload laporan keuangan tahunan ataupun Annual Report
yang sudah tersedia di website Bursa Efek Indonesia yaitu
www.idx.co.id.
32
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan
subjek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang diterapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik sebuah kesimpulan
(Sugiyono, 2014 : 80). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar dibursa efek Indonesia.
Berikut ini adalah lima nama perusahaan sektor telekomunikasi yang
terdaftar dibursa efek Indonesia yang dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1.
Populasi Lima Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi
No. Nama Perusahaan Kode
Perusahaan Tanggal IPO
1. PT Bakrie Telecom, Tbk BTEL 03-Feb-2006
2. PT XL Axiata, Tbk EXCL 29-Sep-2005
3. PT Smartfren Telecom, Tbk FREN 29-Nov-2006
4. PT Indosat, Tbk ISAT 19-Okt-1994
5. PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk
TLKM 14-Nov-1995
Sumber : www.idx.co.id
33
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2014 : 389). Berdasarkan
pengertian tersebut, sampel dapat diartikan sebagai bagian dari populasi
yang memiliki karakteristik yang relatif sama dan diasumsikan dapat
mewakili populasi.
Sedangkan cara untuk pengambilan sampel disebut dengan
teknik sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah
teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu
(Sugiyono, 2014 : 392). Pertimbangan atas kriteria tersebut disesuaikan
dengan tujuan penelitian. Kriteria yang dimaksud dalam teknik
purposive sampling pada penelitian ini adalah :
1. Perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
2. Perusahaan sektor telekomunikasi yang memiliki laporan keuangan
tahunan dan Annual Report yang lengkap dari tahun 2013 – 2017.
Berikut ini adalah empat sampel nama perusahaan sektor
telekomunikasi yang terdaftar dibursa efek Indonesia yang dapat dilihat
pada tabel 3.2.
34
Tabel 3.2.
Sampel Empat Nama Perusahaan Sektor Telekomunikasi
No. Nama Perusahaan Kode
Perusahaan Tanggal IPO
1. PT XL Axiata, Tbk EXCL 29-Sep-2005
2. PT Smartfren Telecom, Tbk FREN 29-Nov-2006
3. PT Indosat, Tbk ISAT 19-Okt-1994
4. PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk
TLKM 14-Nov-1995
Sumber : www.idx.co.id
3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional variable penelitian adalah atribut atau sifat atau
nilai dari orang, objek ataupun kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik sebuah
kesimpulan (Sugiyono, 2014 : 61). Variable penelitian ini adalah :
1. Metode Balance Scorecard yang akan digunakan untuk mengukur kinerja
(performa) suatu perusahaan baik dari sisi keuangan atau dari sisi non
keuangan, untuk menerjemahkan visi dan misi serta strategi perusahaan
yang akan diwujudkan dimasa yang akan datang.
2. Kinerja perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia untuk mengetahui analisis kinerja perusahaan dengan
menggunakan metode balance scorecard pada perusahaan sektor
telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia.
35
3.5. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh penelitian, ada beberapa teknik pengumpulan data
yang digunakan yaitu melalui dokumentasi atau studi pustaka. Dokumen adalah
catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono, 2014 : 82-83). Dokumen bisa
berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Jadi
dokumentasi adalah kumpulan data yang diperoleh dari tempat penelitian.
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan atau
Annual Report perusahaan sektor telekomunikasi yang terdaftar dibursa efek
Indonesia.
3.6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah suatu metode atau cara untuk mengolah data
menjadi informasi sehingga karakteristik data tersebut menjadi mudah untuk
dipahami dan juga bermanfaat untuk menemukan solusi permasalahan, yang
terutama masalah tentang sebuah penelitian. Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis deskriptif kualitatif.
Teknik analisis deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang
menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai variable yang timbul
dimasyarakat yang menjadi permasalahan, kemudian menarik ke permukaan
sebagai suatu ciri atau gambaran mengenai kondisi, situasi, atau variable
36
tertentu (Kurniasari, Memarista, 2017 : 3). Adapun metode analisis yang
digunakan yaitu :
1. Metode Perhitungan
Dari data yang sudah diperoleh, maka akan dilakukan analisa data.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif kualitatif yang didapatkan sebagai berikut :
a. Perspektif Keuangan
Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :
1) Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha.
2) Rasio hutang terhadap total aktiva yang digunakan untuk
mengidentifikasi sumber-sumber modal suatu perusahaan.
3) Rasio Perputaran Aset yang dapat mengindikasikan seberapa efektif
suatu perusahaan menggunakan sumber dayanya.
4) Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan atau Return On Sales
(ROS) yang dapat mengindikasikan seberapa efektif keseluruhan
dikelolanya perusahaan.
Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
37
5) Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On
Invevestment (ROI) yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
profitabilitas perusahaan.
b. Perspektif Pelanggan
Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :
1) Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap daerah di
Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik pembelian kartu
perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian paket internet yang
dibutuhkan oleh pelanggan.
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan
bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan kepuasan
pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai perusahaan
professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti yang telah
dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang diterima adalah sama
seperti tahun sebelumnya atau berkurang maka akan menunjukkan
citra dan reputasi yang menurun bagi perusahaan.
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
38
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan
rumus :
1) ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian oleh
pelanggan aktif.
2) Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost)
Kemudian jika semakin banyak inovasi yang dilakukan oleh
perusahaan, maka hal ini data menjadi tanda bahwa perusahaan
selalu mencari terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh
kompetitor. Selanjutnya semakin banyak terobosan baru yang
dilakukan oleh perusahaan, maka akan semakin memperkuat posisi
perusahaan untuk mendapatkan hak paten atas inovasi yang
dilakukan. Banyaknya hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan
dapat menunjukkan bahwa perusahaan selalu mencari terobosan
baru dalam usahanya memenangkan persaingan.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menggunakan rumus :
ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total revenue
Total Pelanggan
Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
39
1) Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah
karyawan yang ada, baik pelatihan secara teknis pekerjaan ataupun
pelatihan manajerial.
2) Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio
perputaran karyawan.
Kemudian tolak ukur yang digunakan adalah banyaknya
anggaran pendidikan, pelatihan dan sertifikasi yang diberikan
perusahaan kepada karyawan, dan juga banyaknya jenis pendidikan,
pelatihan, dan sertifikasi yang diikuti oleh karyawan dan apakah
anggaran dan jenis pelatihan yang diberikan bertambah atau
sebaliknya.
2. Menurut Darmasto, Kamaliah, dan Agusti (2016 : 81-82), Menilai kinerja
perusahaan dengan menggunakan metode balance scorecard harus
menerapkan bobot untuk masing-masing perspektif. Didasarkan pada cita-
cita perusahaan dan berorientasi pada buku six sigma – Vincent Gasperz,
bobot yang digunakan adalah :
a. Perspektif Keuangan 30%
Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
40
b. Perspektif Pelanggan 30%
c. Perspektif Proses Bisnis Internal 25%
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan 15%
Sedangkan indikator metode balance scorecard, adalah :
a. 71% - 100% Baik
b. 41% - 70% Cukup
c. 0% - 40% Tidak Baik (Buruk)
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan
Sample dari penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak dibidang
telekomunikasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yaitu PT XL Axiata, Tbk
(EXCL), PT Smartfren Telecom, Tbk (FREN), PT Indosat, Tbk (ISAT), dan
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM), yang dipublikasikan dari tahun
2013 sampai dengan tahun 2017. Gambaran umum masing-masing perusahaan
sektor telekomunikasi adalah sebagai berikut :
1. PT XL Axiata, Tbk (EXCL)
Pada tahun 1996 menjadi perusahaan swasta pertama penyedia telepon
seluler di Indonesia. Pada tahun 2005, perusahaan terdaftar dibursa efek
Indonesia dan XL Axiata menjadi anak perusahaan TM Group Telekom
Malaysia yang menjadi pemegang saham utama XL Axiata. Tahun 2006
perusahaan menghadirkan layanan 3G yang pertama terluas dan tercepat di
Indonesia. Pada Tahun 2007, perusahaan menjadi pelopor tarif Rp 1 per
detik di Indonesia. Pada tahun 2009 mengubah nama perusahaan menjadi
PT XL Axiata, Tbk. Pada tahun 2011, perusahaan meningkatkan layanan
data melalui peluncuran program XLangkah lebih maju. Pada tahun 2012,
perusahaan meluncurkan XL Future Leaders untuk mendukung proses
42
belajar mengajar bagi generasi muda Indonesia. Pada tahun 2014 menjadi
penyelenggara telekomunikasi bergerak pertama yang menyelenggarakan
percobaan 4G LTE dan XL Axiata menyelesaikan proses akuisisi Axis
senilai US$ 865 juta. Pada tahun 2015 melakukan transformasi bisnis
menjadi strategi 3R (Revamp, Rise, and Reinvent) dan menjadi 4G LTE
tercepat di Indonesia pada 1,800 MHZ serta tersedia dihampir 100 kota di
Indonesia. Pada tahun 2016, XL Axiata meluncurkan Mobile Boardband
Service (MBB) dengan menggunakan jaringan data 3G dan 4G terdepan di
industri, menjadi yang pertama mengelola bisnis lebih dari 8.200 $G E-
Node BS (BTS) di Indonesia, menggelar layanan U900 di seluruh
Indonesia, meluncurkan data LED Combo Plan yang pertama, Combo Xtra,
serta XL Axiata menjadi yang pertama dalam menghadirkan 4,5G di
Indonesia. Pada tahun 2017, XL Axiata terus memperluas jaringan layanan
telekomunikasi di Indonesia, bekerja sama dengan kementerian kelautan
dan perikanan serta kementerian komunikasi dan informatika mendukung
penuh relaisasi program “Nelayan Go Online” dengan aplikasi dari XL
Axiata berupa “Nelayan Pintar” kepada para nelayan, dan meluncurkan
“Gerakan Donasi Kuota” guna menggalang partisipasi pelanggan untuk
sukarela mendonasikan kuota miliknya disalurkan bagi peningkatan
kualitas pendidikan sekolah di Indonesia.
43
2. PT Smartfren Telecom, Tbk (FREN)
Perseroan didirikan dengan nama PT Mobile-8 Telecom pada bulan
Desember 2002. Perseroan melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi
operator telepon selular komselindo di bulan Februari 2003 dan Metrosel di
bulan Maret 2003. Perseroan kemudian mengakuisisi operator telepon
selular Telesera dibulan September 2004 dan mengalihkan sistem
telekomunikasi dari ketiga operator yang telah diakuisisi tersebut menjadi
sistem selular digital (CDMA) dari yang sebelumnya menggunakan sistem
selular analog (AMPS). Pada bulan November 2006, Perseroan melakukan
pencatatan perdana saham pada Bursa Efek Indonesia (saat itu masih
bernama Bursa Efek Jakarta). Pada bulan Maret 2007, Perseroan
menerbitkan obligasi rupiah pertamanya yang juga dicatatkan di Bursa Efek
Indonesia. Pada April 2008, Perseroan memperkenalkan inovasi fitur
“World Passport” yang memudahkan pelanggan melakukan roaming
internasional ke berbagai negara, baik menggunakan jaringan selular
CDMA maupun GSM. Pada Juni 2009, Perseroan meluncurkan FWA
Pascabayar yang disebut Fren Duo, yaitu layanan hybrid yang
menggabungkan layanan selular dan FWA dalam satu kartu, sehingga
pelanggan dapat memiliki dua jenis layanan sekaligus. Pada bulan Januari
2011, Perseroan melakukan aksi korporasi dengan mengakuisisi PT Smart
Telecom (Smartel). Kemudian Perseroan melakukan perubahan nama dari
44
PT Mobile-8 Telecom Tbk menjadi PT Smartfren Telecom Tbk di bulan
Maret 2011 dimana sinergi dilakukan di berbagai aspek untuk
mengembangkan infrastruktur jaringan, meningkatkan efisiensi
operasional, memperluas jaringan distribusi dan pemasaran, serta
pemakaian satu brand yaitu “Smartfren”. Perseroan mengembangkan
berbagai varian produk smartphone berbasis Android seri Andromax, yang
diluncurkan sepanjang tahun 2012 serta menyediakan produk layanan
BlackBerry kepada pelanggan. Perseroan mengeluarkan 7 model
Smartphone Andromax baru dengan fitur dan spesifikasi yang disesuaikan
dengan segmen pasar yang berbeda di tahun 2013, serta meluncurkan paket
Smart Plan, paket lengkap yang ditawarkan untuk layanan Data, Suara
sekaligus SMS. Perseroan kembali mengembangkan produk Smartphone
Andromax dengan meluncurkan berbagai seri Andromax baru (C, G, I, U,
V, Z) di sepanjang tahun 2014. Di bulan Agustus 2015, Perseroan
meluncurkan layanan 4G LTE-Advanced secara komersial untuk
meningkatkan kualitas layanan kepada pelanggan, terutama di layanan
Data. Perseroan juga meluncurkan Smartphone Andromax 4G LTE (E, Q,
R) serta router MiFi (M2S, M2Y, M2P) untuk melengkapi kebutuhan
pelanggan akan layanan 4G LTE Perseroan. Di tahun 2016 ini, Perseroan
memperkuat layanan 4G LTE-nya dengan menghadirkan perangkat baru
berbasis layanan 4G LTE seperti Smartphone Andromax R2, E2 serta router
MiFi M3Y dan M3Z agar pelanggan dapat merasakan layanan 4G LTE
45
tanpa harus mengganti Smartphone mereka. Untuk mendukung ekosistem
layanan 4G LTE di Indonesia, Perseroan telah bekerjasama dengan
produsen handset global dalam Open Market Handset (OMH). Tahun 2017
perseroan meluncurkan kartu perdana 4G GSM+ yang dapat digunakan di
smartphone 4G LTE dan pelanggan dapat menikmati layanan 4G LTE dan
perseroan juga meluncurkan anggota baru dari andromax yaitu andromax
prime.
3. PT Indosat, Tbk (ISAT)
PT Indosat, Tbk didirikan tanggal 10 November 1967 sebagai
perusahaan penanaman modal asing yang menyediakan layanan
telekomunikasi internasional di Indonesia. Pada tahun 1980, Indosat
dinasionalisasi dan menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada
tahun 1994 menjadi perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia dan New York Stock Exchange. Pada tahun 1995, Indosat
mendirikan Telkomsel, perusahaan patungan bersama dengan PT Telkom.
Pada tahun 2001 masuk di pasar seluler Indonesia melalui akuisisi
mayoritas saham satelindo dan pendirian PT Indosat Multimedia Mobile
(“IM3”). Pada tahun 2002, pemerintah Indonesia melakukan divestasi
517,5 juta saham mewakili sekitar 50% dari saham seri B dalam dua
tahapan. Pertama pada bulan Mei 2002, pemerintah menjual 8,1% dari
saham yang beredar melalui tender global yang dipercepat dan pada bulan
46
Desember 2002, pemerintah melakukan divestasi 41,9% saham seri B
kepada mantan anak perusahaan STT Communications Ltd. Sejak
memasuki pasar seluler Indonesia melalui pembelian satelindo dan
pendirian PT IM3 serta integrasi perusahaan tersebut kedalam perusahaan
pada tahun 2003, layanan seluler telah menjadi kontributor terbesar dalam
pendapatan usaha. Pada tahun 2008, Ooredoo mengakuisisi kepemilikan
STT di PT Indosat, Tbk yang memicu penawaran tender wajib. Ooredoo
adalah perusahaan terbuka yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Negara
Qatar dan entitas afiliasinya. Pada tahun 2013 secara sukarela
menghapuskan pencatatan dari Bursa Efek New York dan hanya tercatat di
Bursa Efek Indonesia. Pada tahun 2014 meluncurkan layanan digital
Indosat, unit bisnis yang berfokus pada penciptaan platform digital yang
terkini dalam bidang keuangan, periklanan dan e-commerce mobile guna
memberikan manfaat hidup yang nyaman bagi para pelanggan. Pada tahun
2015 meluncurkan identitas baru menjadi Indosat Ooredoo dan peluncuran
layanan komersil 4G-LTE yang pertama di Indonesia. Pada tahun 2016
merombak industri melalui penawaran yang sederhana dan transparan
sehingga pelanggan dapat dengan leluasa menikmati pengalaman digital.
Pada tahun 2017, Indosat Ooredoo dengan bangga menyelanggarakan ulang
tahunnya yang ke-50 sebagai pelopor telekomunikasi di Indonesia. Mulai
dari tersedianya layanan satelit pertama di Indonesia pada tahun 1967
sampai dengan layanan 4G LTE di era digital modern.
47
4. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM)
Sejarah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM) secara singkat
dimulai pada tanggal 23 Oktober 1856, ketika Pemerintahan Belanda untuk
pertama kalinya di Indonesia menyediakan layanan telegraf
elektromagnetik pertama yang menghubungkan Batavia (Jakarta) dan
Bogor. Tanggal 23 Oktober 1856 kemudian diperingati sebagai tanggal
berdirinya PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (TLKM). Kemudian, pada
tahun 1965, Pemerintah melakukan spin-off jasa telekomunikasi dengan
membentuk badan baru Perusahaan Negara Telekomunikasi (“PN
Telekomunikasi”). PN Telekomunikasi menjadi Perusahaan Umum
Telekomunikasi Indonesia (Perumtel) pada tahun 1974 dan kemudian
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia
berdasarkan PP No.25 Tahun 1991 hingga sekarang. Pada tanggal 26 Mei
1995, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) didirikan yang ditandai
dengan peluncuran kartuHalo paskabayar. Pada tahun yang sama, yaitu
pada tanggal 14 November 1995, Telkom untuk pertama kalinya
mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.
Saham Telkom juga tercatat dan diperdagangkan di NYSE (New York Stock
Exchange) dan LSE (London Stock Exchange) dalam bentuk ADS dan
secara publik ditawarkan tanpa listing di Tokyo Stock Exchange. Memasuki
awal dekade kedua abad milenium, pada tahun 2012 Telkom mengukuhkan
diri menjadi penyelenggara TIMES (Telecommunication, Information,
48
Media, Edutainment dan Services) untuk meningkatkan business value
creation. Selain itu, Telkom juga membangun Image baru dengan
menampilkan logo dan tagline Perseroan yang baru “the world in your
hand”. Telkom menyelesaikan proyek kabel serat optik bawah laut
JaKaLaDeMa pada April 2010 yang menghubungkan Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Denpasar, dan Mataram. Kabel bawah laut Telkom juga
terbentang dari benua Asia ke benua Eropa dan Amerika. Kemudian
Telkom juga menggelar Telkom Nusantara Super Highway dan True
Broadband Access yang menyediakan akses internet berkapasitas 20 Mbps
- 100 Mbps bagi masyarakat di seluruh Indonesia. Pada Desember 2014,
Telkom melalui entitas anak Telkomsel meluncurkan layanan 4G secara
komersial. Tahun berikutnya, Telkom melahirkan IndiHome yang
menyediakan akses internet, telepon rumah, dan TV interaktif (TV kabel
UseeTV) bagi pelanggannya. Dalam rangka menuju perusahaan digital
telco, Telkom melakukan transformasi organisasi dari sebelumnya
berdasarkan adjacent portfolio empat segmen usaha digital TIMES
(Telecommunication, Information, Media, Edutaiment and Services)
menuju model Customer Facing Unit dan Functional Unit, atau disebut
CFU dan FU. Transformasi tersebut akan membuat organisasi Telkom
menjadi lebih lean (ramping) dan agile (lincah) dalam beradaptasi dengan
perubahan industri telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat.
49
4.2. Hasil Penelitian
4.2.1. Perhitungan Kinerja Perusahaan XL Axiata dengan Metode
Balance Scorecard
1. Perspektif keuangan
Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :
a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4).
Tabel 4.1. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Pendapatan Usaha (P4) 2013 P4 = (21.350.000.000.000 – 21.278.000.000.000)
21.278.000.000.000
= 0%
2014 P4 = (23.569.000.000.000 – 21.350.000.000.000)
21.350.000.000.000
= 10%
2015 P4 = (22.960.000.000.000 – 23.569.000.000.000)
23.569.000.000.000
= -3%
2016 P4 = (21.412.000.000.000 – 22.960.000.000.000)
22.960.000.000.000
= -7%
2017 P4 = (22.901.000.000.000 – 21.412.000.000.000)
21.412.000.000.000
= 7%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase
peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada
ditahun 2014 sebesar 10% dan yang terendah berada ditahun
2016 sebesar -7%.
Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
50
b. Rasio hutang terhadap total aktiva (Total debt to ratio).
Tabel 4.2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang
Terhadap Total Aktiva XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva 2013 Total debt to ratio = 24.977.000.000.000
40.278.000.000.000
= 0,62
2014 Total debt to ratio = 49.583.000.000.000
63.631.000.000.000
= 0,78
2015 Total debt to ratio = 44.752.000.000.000
58.844.000.000.000
= 0,76
2016 Total debt to ratio = 33.681.000.000.000
54.896.000.000.000
= 0,61
2017 Total debt to ratio = 34.691.000.000.000
56.321.000.000.000
= 0,62
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang
terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2014 sebesar 0,78
dan yang terendah berada ditahun 2016 sebesar 0,61.
c. Rasio Perputaran Aset atau Total Assets Turnover (TATO)
merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur penggunaan
semua aktiva perusahaan dan jumlah penjualan yang diperoleh
dari tiap rupiah aktiva (Kasmir, 2016 : 190).
Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
51
Tabel 4.3. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Aset XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran Aset 2013 TATO = 21.350.000.000.000
40.278.000.000.000
= 0,53
2014 TATO = 23.569.000.000.000
63.631.000.000.000
= 0,37
2015 TATO = 22.960.000.000.000
58.844.000.000.000
= 0,39
2016 TATO = 21.412.000.000.000
54.896.000.000.000
= 0,39
2017 TATO = 22.901.000.000.000
56.321.000.000.000
= 0,41
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
aset tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,53 dan yang
terendah berada ditahun 2014 sebesar 0,37.
d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan atau Return On
Sales (ROS) untuk mengindikasi seberapa efektif keseluruhan
perusahaan dikelola. Rasio ini merupakan ukuran keuntungan
dengan membandingkan antara laba bersih dengan penjualan
dan rasio ini juga menunjukkan pendapatan bersih perusahaan
atas penjualan (Kasmir, 2016 : 200).
Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
52
Tabel 4.4. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Penjualan XL Axiata Periode 2013-
2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Penjualan 2013 ROS = 1.033.000.000.000
21.350.000.000.000
= 5%
2014 ROS = (804.000.000.000)
23.569.000.000.000
= -3%
2015 ROS = (25.000.000.000)
22.960.000.000.000
= 0%
2016 ROS = 376.000.000.000
21.412.000.000.000
= 2%
2017 ROS = 375.000.000.000
22.901.000.000.000
= 2%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2013
sebesar 5% dan yang terendah berada ditahun 2014 sebesar -3%.
e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On
Invevestment (ROI) merupakan rasio yang menunjukkan hasil
atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. Rasio ini
merupakan suatu ukuran tentang efektivitas manajemen dalam
mengelola investasinya (Kasmir, 2016 : 202).
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
53
Tabel 4.5. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Investasi XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Investasi 2013 ROI = 1.033.000.000.000
40.278.000.000.000
= 3%
2014 ROI = (804.000.000.000)
63.631.000.000.000
= -1%
2015 ROI = (25.000.000.000)
58.844.000.000.000
= 0%
2016 ROI = 376.000.000.000
54.896.000.000.000
= 1%
2017 ROI = 375.000.000.000
56.321.000.000.000
= 1%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2013
sebesar 3% dan yang terendah berada ditahun 2014 sebesar -1%.
2. Perspektif pelanggan
Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :
a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap
daerah di Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik
pembelian kartu perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian
paket internet yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
54
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan
bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan
kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai
perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti
yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang
diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang
maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun bagi
perusahaan.
Tabel 4.6. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO atau
Plasa XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan
Standar Industri
Tahun Jumlah RO atau Plasa 2013 RO = 120
60.549.000
= 0,00000198186
2014 RO = 112
59.643.000
= 0,00000187783
2015 RO = 100
42.100.000
= 0,00000237529
2016 RO = 82
46.476.000
= 0,00000176435
2017 RO = 84
53.509.000
= 0,00000156982
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau
plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari
segi penghargaan yang diterima oleh XL Axiata, pada tahun
2013 dan 2014 XL Axiata memperoleh 26 penghargaan.
55
Sedangkan di tahun 2015 XL Axiata memperoleh 12
penghargaan. Hal ini menunjukan bahwa di tahun 2015 citra dan
reputasi XL Axiata mengalami penurunan. Kemudian ditahun
2016 XL Axiata memperoleh 20 penghargaan, hal ini berarti
citra dan reputasi XL Axiata ditahun 2016 mengalami
peningkatan daripada tahun 2015. Dan terakhir ditahun 2017
XL Axiata memperoleh 13 penghargaan. Hal ini berarti citra dan
reputasi XL Axiata mengalami penurunan atau lebih buruk dari
tahun sebelumnya yaitu tahun 2016. Kesimpulannya dari segi
penghargaan yang diterima, tahun 2013 dan 2014 memperoleh
penghargaan tertinggi sebanyak 26 penghargaan dan
penghargaan terendah di tahun 2015 sebanyak 12 penghargaan.
3. Perspektif proses bisnis internal
Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan
rumus :
a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian
oleh pelanggan aktif. ARPU adalah ukuran untuk mengetahui
jumlah rata-rata pendapatan yang diperoleh perusahaan dari
pelanggan.
ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total Revenue
Total Pelanggan
56
Tabel 4.7. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average Revenue
per Unit XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun ARPU 2013 ARPU = 1.033.000.000.000
60.549.000
= 17.061
2014 ARPU = (804.000.000.000)
59.643.000
= (13.480)
2015 ARPU = (25.000.000.000)
42.100.000
= (594)
2016 ARPU = 376.000.000.000
46.474.000
= 8.091
2017 ARPU = 375.000.000.000
53.509.000
= 7.008
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi
berada ditahun 2013 sebesar 17.061 dan yang terendah berada
ditahun 2014 sebesar (13.480).
b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).
Tabel 4.8. Rekapitulasi Hasil Perhitungan
Persentase Peningkatan atau Penurunan Biaya
(Cost) XL Axiata Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun Biaya (Cost) 2013 Biaya = 12.606.000.000.000-11.224.000.000.000
11.224.000.000.000
= 0,1231
2014 Biaya = 14.837.000.000.000-12.606.000.000.000
12.606.000.000.000
= 0,1770
Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
57
Tahun Biaya (Cost) 2015 Biaya = 14.483.000.000.000-14.837.000.000.000
14.837.000.000.000
= (0,0239)
2016 Biaya = 13.283.000.000.000-14.483.000.000.000
14.483.000.000.000
= (0,0829)
2017 Biaya = 14.555.000.000.000-13.283.000.000.000
13.283.000.000.000
= 0,0958
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)
tertinggi berada ditahun 2014 sebesar 0,1770 dan yang terendah
berada ditahun 2016 sebesar (0,0829). Kemudian jika semakin
banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini
data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan
baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya
hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan
bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam
usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari XL
Axiata yang telah banyak mendaftarkan Merek (brand) di PDKI
Indonesia.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menggunakan rumus :
58
a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah
karyawan yang ada.
Tabel 4.9. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan
antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan XL Axiata
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan 2013 Perbandingan = 314
2.021
= 0,155
2014 Perbandingan = 334
2.140
= 0,156
2015 Perbandingan = 320
2.033
= 0,157
2016 Perbandingan = 242
1.892
= 0,128
2017 Perbandingan = 1.662
1.652
= 1,006
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan
antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada
ditahun 2017 sebesar 1,006 dan yang terendah berada ditahun
2016 sebesar 0,128. Kemudian tolak ukur yang digunakan
adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi
yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang
diberikan sebanyak 314 program pelatihan. Kemudian ditahun
Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
59
2014 jenis pelatihan yang diberikan sebanyak 334 program
pelatihan, hal ini berarti kinerja perusahaan di tahun 2014 lebih
baik daripada ditahun 2013. Kemudian ditahun 2015 dan 2016
jenis pelatihan yang diberikan mengalami penurunan. Ditahun
2015 sebanyak 320 program pelatihan dan ditahun 2016
sebanyak 242 program pelatihan, hal ini berarti kinerja
perusahaan di tahun 2014 lebih baik daripada ditahun 2015 dan
2016. Terakhir, ditahun 2017 jenis pelatihan mengalami
peningkatan sebanyak 1.662 program pelatihan. Hal ini berarti
kinerja perusahaan pada tahun 2017 berada diposisi yang terbaik
dan tahun 2016 berada diposisi yang terburuk daripada tahun-
tahun sebelumnya.
b. Tingkat kesetiaan karyawan (employee turnover) diukur dengan
menggunakan rasio perputaran karyawan (RPK). Hal ini
dilakukan untuk mengetahui kecenderungan individu untuk
meninggalkan perusahaan dengan berbagai alasan.
Tabel 4.10. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Karyawan XL Axiata Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran
Karyawan 2013 RPK = 0
2.021
= 0
Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
60
Tahun Rasio Perputaran
Karyawan 2014 RPK = 0
2.140
= 0
2015 RPK = 107
2.033
= 0,05
2016 RPK = 141
1.892
= 0,07
2017 RPK = 240
1.652
= 0,15
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
karyawan tertinggi berada ditahun 2017 sebesar 0,15 dan yang
terendah berada ditahun 2013 dan 2014 sebesar 0.
4.2.2. Perhitungan Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom dengan
Metode Balance Scorecard
1. Perspektif keuangan
Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :
a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4).
Tabel 4.11. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan Smartfren
Telecom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri
Tahun Pendapatan Usaha (P4) 2013 P4 = (2.428.858.000.000 – 1.649.166.000.000)
1.649.166.000.000
= 47%
Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
61
Tahun Pendapatan Usaha (P4) 2014 P4 = (2.954.410.000.000 – 2.428.858.000.000)
2.428.858.000.000
= 22%
2015 P4 = (3.025.755.000.000 – 2.954.410.000.000)
2.954.410.000.000
= 2%
2016 P4 = (3.637.386.000.000 – 3.025.755.000.000)
3.025.755.000.000
= 20%
2017 P4 = (4.668.496.000.000 – 3.637.386.000.000)
3.637.386.000.000
= 28%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase
peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada
ditahun 2013 sebesar 47% dan yang terendah berada ditahun
2015 sebesar 2%.
b. Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang dibagi
total aset (Total debt to ratio) merupakan rasio utang yang
digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang
dengan total aset. Dengan kata lain, seberapa besar aset
perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang
perusahaan berpengaruh terhadap aset (Kasmir, 2016 : 156).
Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
62
Tabel 4.12. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang
Terhadap Total Aktiva Smartfren Telecom Periode 2013-
2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva 2013 Total debt to ratio = 9.355.399.000.000
14.339.807.000.000
= 0,65
2014 Total debt to ratio = 13.796.743.000.000
17.758.685.000.000
= 0,78
2015 Total debt to ratio = 13.857.376.000.000
20.705.913.000.000
= 0,67
2016 Total debt to ratio = 16.937.857.000.000
22.807.139.000.000
= 0,74
2017 Total debt to ratio = 14.869.630.000.000
24.114.500.000.000
= 0,62
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang
terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2014 sebesar 0,78
dan yang terendah berada ditahun 2017 sebesar 0,62.
c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover (TATO)).
Tabel 4.13. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Aset Smartfren Telecom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran Aset 2013 TATO = 2.428.858.000.000
14.339.807.000.000
= 0,17
2014 TATO = 2.954.410.000.000
17.758.685.000.000
= 0,17
2015 TATO = 3.025.755.000.000
20.705.913.000.000
= 0,15
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
63
Tahun Rasio Perputaran Aset 2016 TATO = 3.637.386.000.000
22.807.139.000.000
= 0,16
2017 TATO = 4.668.496.000.000
24.114.500.000.000
= 0,19
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
aset tertinggi berada ditahun 2017 sebesar 0,19 dan yang
terendah berada ditahun 2015 sebesar 0,15.
d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan.
Tabel 4.14. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Penjualan Smartfren Telecom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2014
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Penjualan 2013 ROS = (2.534.463.000.000)
2.428.858.000.000
= -104%
2014 ROS = (1.382.484.000.000)
2.954.410.000.000
= -47%
2015 ROS = (1.565.410.000.000)
3.025.755.000.000
= -52%
2016 ROS = (1.974.434.000.000)
3.637.386.000.000
= -54%
2017 ROS = (3.022.736.000.000)
4.668.496.000.000
= -65%
Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
64
sebesar -47% dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar
-104%.
e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On
Invevestment (ROI).
Tabel 4.15. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Investasi Smartfren Telecom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Investasi 2013 ROI = (2.534.463.000.000)
14.339.807.000.000
= -18%
2014 ROI = (1.382.484.000.000)
17.758.685.000.000
= -8%
2015 ROI = (1.565.410.000.000)
20.705.913.000.000
= -8%
2016 ROI = (1.974.434.000.000)
22.807.139.000.000
= -9%
2017 ROI = (3.022.736.000.000)
24.114.500.000.000
= -13%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2014 dan
2015 sebesar -8% dan yang terendah berada ditahun 2013
sebesar -18%.
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
65
2. Perspektif pelanggan
Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :
a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap
daerah di Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik
pembelian kartu perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian
paket internet yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan
bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan
kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai
perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti
yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang
diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang
maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun bagi
perusahaan.
Tabel 4.16. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO
atau Plasa Smartfren Telecom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Jumlah RO atau Plasa 2013 RO = 91
11.332.000
= 0,00000803035
2014 RO = 101
11.931.000
= 0,00000846534 2015 RO = 108
11.029.000
= 0,00000979236
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
66
Tahun Jumlah RO atau Plasa 2016 RO = 105
11.065.000
= 0,00000948938
2017 RO = 99
11.526.000
= 0,00000858927
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau
plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari
segi penghargaan yang diterima oleh Smartfren Telecom, pada
tahun 2013 dan 2014 memperoleh 5 penghargaan. Sedangkan di
tahun 2015 memperoleh 3 penghargaan. Hal ini menunjukan
bahwa di tahun 2015 citra dan reputasi Smartfren Telecom
mengalami penurunan. Kemudian ditahun 2016 memperoleh 4
penghargaan, hal ini berarti citra dan reputasi ditahun 2016
mengalami peningkatan. Dan terakhir ditahun 2017
memperoleh 9 penghargaan. Hal ini berarti citra dan reputasi
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu tahun
2016.
3. Perspektif proses bisnis internal
Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan
rumus :
a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian
oleh pelanggan aktif.
ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total Pendapatan
Total Pelanggan
67
Tabel 4.17. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average
Revenue Per Unit Smartfren Telecom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun ARPU 2013 ARPU = (2.534.463.000.000)
11.332.000
= (223.655)
2014 ARPU = (1.379.003.000.000)
11.931.000
= (115.582)
2015 ARPU = (1.565.410.000.000)
11.029.000
= (141.936)
2016 ARPU = (1.974.434.000.000)
11.065.000
= (178.440)
2017 ARPU = (3.022.736.000.000)
11.526.000
= (262.254)
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi
berada ditahun 2014 sebesar (115.582) dan yang terendah berada
ditahun 2017 sebesar (262.254).
b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).
Tabel 4.18. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost)
Smartfren Telecom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun Biaya (Cost) 2013 Biaya = 4.039.945.000.000-11.224.000.000.000
11.224.000.000.000
= (0,6401)
2014 Biaya = 3.922.421.000.000-4.039.945.000.000
4.039.945.000.000
= (0,0291)
2015 Biaya = 4.356.300.000.000-3.922.421.000.000
3.922.421.000.000
= 0,1106
Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
68
Tahun Biaya (Cost) 2016 Biaya = 5.619.973.000.000-4.356.300.000.000
4.356.300.000.000
= 0,2901
2017 Biaya = 6.921.695.000.000-5.619.973.000.000
5.619.973.000.000
= 0,2316
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)
tertinggi berada ditahun 2016 sebesar 0,2901 dan yang terendah
berada ditahun 2013 sebesar (0,6401). Kemudian jika semakin
banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini
data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan
baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya
hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan
bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam
usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari
Smartfren Telecom yang telah banyak mendaftarkan Merek
(brand) di PDKI Indonesia.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menggunakan rumus :
a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah
karyawan yang ada, baik pelatihan secara teknis pekerjaan
ataupun pelatihan manajerial.
Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
69
Tabel 4.19. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan
antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Smartfren
Telecom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri
Tahun Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan 2013 Perbandingan = 101
1.811
= 0,056
2014 Perbandingan = 148
1.857
= 0,080
2015 Perbandingan = 286
2.000
= 0,143
2016 Perbandingan = 147
2.039
= 0,072
2017 Perbandingan = 146
2.113
= 0,069
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan
antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada
ditahun 2015 sebesar 0,143 dan yang terendah berada ditahun
2013 sebesar 0,056. Kemudian tolak ukur yang digunakan
adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi
yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang
diberikan sebanyak 101 program. Ditahun 2014 jenis pelatihan
yang diberikan sebanyak 148 program, hal ini berarti kinerja
perusahaan ditahun 2014 lebih baik daripada ditahun 2013.
Ditahun 2015 jenis pelatihan yang diberikan sebanyak 286
program, hal ini berarti kinerja perusahaan ditahun 2015 lebih
70
baik daripada ditahun 2014. Kemudian ditahun 2016 dan 2017
jenis pelatihan yang diberikan mengalami penurunan sebanyak
147 program pelatihan dan 146 program pelatihan, hal ini berarti
kinerja perusahaan ditahun 2016 dan 2017 lebih buruk daripada
ditahun 2015.
b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio
perputaran karyawan (RPK).
Tabel 4.20. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Karyawan Smartfren Telecom Periode 2013-
2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran Karyawan
2013 RPK = 207
1.811
= 0,11
2014 RPK = 0
1.857
= 0 2015 RPK = 0
2.000
= 0
2016 RPK = 0
2.039
= 0
2017 RPK = 0
2.113
= 0
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
karyawan tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,11 dan yang
terendah berada ditahun 2014, 2015, 2016, 2017 sebesar 0.
Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
71
4.2.3. Perhitungan Kinerja Perusahaan Indosat dengan Metode Balance
Scorecard
1. Perspektif keuangan
Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :
a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4).
Tabel 4.21. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan Indosat Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Pendapatan Usaha (P4) 2013 P4 = 23.855.270.000.000 – 22.418.810.000.000
22.418.810.000.000
= 6%
2014 P4 = 24.085.100.000.000 – 23.855.270.000.000
23.855.270.000.000
= 1%
2015 P4 = 26.768.500.000.000 – 24.085.100.000.000
24.085.100.000.000
= 11%
2016 P4 = 29.184.600.000.000 – 26.768.500.000.000
26.768.500.000.000
= 9%
2017 P4 = 29.926.100.000.000 – 29.184.600.000.000
29.184.600.000.000
= 3%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase
peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada
ditahun 2015 sebesar 11% dan yang terendah berada ditahun
2014 sebesar 1%.
b. Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang dibagi
total aset (Total debt to ratio).
Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
72
Tabel 4.22. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang
Terhadap Total Aktiva Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Hutang Terhadap Total
Aktiva 2013 Total debt to ratio = 38.003.290.000.000
54.520.890.000.000
= 0,70
2014 Total debt to ratio = 39,058.880.000.000
53.254.840.000.000
= 0,73
2015 Total debt to ratio = 42.124.700.000.000
55.388.500.000.000
= 0,76
2016 Total debt to ratio = 36.661.600.000.000
50.838.700.000.000
= 0,72
2017 Total debt to ratio = 35.845.500.000.000
50.661.000.000.000
= 0,71
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang
terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2015 sebesar 0,76
dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar 0,70.
c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover (TATO)).
Tabel 4.23. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Aset Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran Aset 2013 TATO = 23.855.270.000.000
54.520.890.000.000
= 0,44
2014 TATO = 24.085.100.000.000
53.254.840.000.000
= 0,45
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
73
Tahun Rasio Perputaran Aset 2015 TATO = 26.768.500.000.000
55.388.500.000.000
= 0,48
2016 TATO = 29.184.600.000.000
50.838.700.000.000
= 0,57
2017 TATO = 29.926.100.000.000
50.661.000.000.000
= 0,59
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
aset tertinggi berada ditahun 2017 sebesar 0,59 dan yang
terendah berada ditahun 2013 sebesar 0,44.
d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan.
Tabel 4.24. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Penjualan Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Penjualan 2013 ROS = (2.666.460.000.000)
23.855.270.000.000
= -11%
2014 ROS = (1.878.200.000.000)
24.085.100.000.000
= -8%
2015 ROS = (1.163.500.000.000)
26.768.500.000.000
= -4%
2016 ROS = 1.275.600.000.000
29.184.600.000.000
= 4%
2017 ROS = 1.301.900.000.000
29.926.100.000.000
= 4%
Sumber: data diolah (2018)
Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
74
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2016 dan
2017 sebesar 4% dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar
-11%.
e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On
Invevestment (ROI).
Tabel 4.25. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Investasi Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Investasi 2013 ROI = (2.666.460.000.000)
54.520.890.000.000
= -5%
2014 ROI = (1.878.200.000.000)
53.254.840.000.000
= -4%
2015 ROI = (1.163.500.000.000)
55.388.500.000.000
= -2%
2016 ROI = 1.275.600.000.000
50.838.700.000.000
= 3%
2017 ROI = 1.301.900.000.000
50.661.000.000.000
= 3%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2016 dan
2017 sebesar 3% dan yang terendah berada ditahun 2013 sebesar
-5%.
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
75
2. Perspektif pelanggan
Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :
a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap
daerah di Indonesia.
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan
bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan
kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai
perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti
yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang
diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang
maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun.
Tabel 4.26. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO
atau Plasa Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun Jumlah RO atau Plasa 2013 RO = 328
59.600.000
= 0,00000550335
2014 RO = 267
63.200.000
= 0,00000422468
2015 RO = 201
69.700.000
= 0,00000288378
2016 RO = 175
85.700.000
= 0,000002042
2017 RO = 147
110.200.000
= 0,00000133393
Sumber: data diolah (2018)
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
76
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau
plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari
segi penghargaan yang diterima oleh Indosat, pada tahun 2013
memperoleh 26 penghargaan. Sedangkan di tahun 2014
memperoleh 25 penghargaan. Hal ini menunjukan bahwa di
tahun 2015 citra dan reputasi Indosat mengalami penurunan.
Kemudian ditahun 2015 memperoleh 17 penghargaan, hal ini
berarti citra dan reputasi ditahun 2015 mengalami penurunan.
Ditahun 2016 dan 2017 memperoleh 19 dan 22 penghargaan.
Hal ini berarti citra dan reputasi mengalami peningkatan dari
tahun sebelumnya.
3. Perspektif proses bisnis internal
Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan
rumus :
a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian.
Tabel 4.27. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average
Revenue Per Unit Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun ARPU 2013 ARPU = (2.666.460.000.000)
59.600.000
= (44.739)
2014 ARPU = (1.878.200.000.000)
63.200.000
= (29.718)
ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total revenue
Total Pelanggan
77
Tahun ARPU 2015 ARPU = (1.163.500.000.000)
69.700.000
= (16.693)
2016 ARPU = 1.275.600.000.000
85.700.000
= 14.884
2017 ARPU = 1.301.900.000.000
110.200.000
= 11.814
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi
berada ditahun 2016 sebesar 14.884 dan yang terendah berada
ditahun 2013 sebesar (44.739).
b. Peningkatan atau penurunan Biaya (cost)
Tabel 4.28. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost)
Indosat Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri
Tahun Biaya (Cost) 2013 Biaya = 22.346.060.000.000-19.228.910.000.000
19.228.910.000.000
= 0,1621
2014 Biaya = 23.412.170.000.000-22.346.060.000.000
22.346.060.000.000
= 0,0477
2015 Biaya = 24.406.400.000.000-23.412.170.000.000
23.412.170.000.000
= 0,0425
2016 Biaya = 25.244.100.000.000-24.406.400.000.000
24.406.400.000.000
= 0,0343
2017 Biaya = 25.893.600.000.000-25.244.100.000.000
25.244.100.000.000
= 0,0257
Sumber: data diolah (2018)
Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
78
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)
tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,1621 dan yang terendah
berada ditahun 2017 sebesar 0,0257. Kemudian jika semakin
banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini
data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan
baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya
hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan
bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam
usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari
Indosat yang telah banyak mendaftarkan Merek (brand) di
PDKI Indonesia.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menggunakan rumus :
a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah
karyawan yang ada.
Tabel 4.29. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan
antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Indosat
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan 2013 Perbandingan = 674
4.200
= 0,160
Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
79
Tahun Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan 2014 Perbandingan = 483
4.179
= 0,116
2015 Perbandingan = 475
4.320
= 0,110
2016 Perbandingan = 425
4.415
= 0,096
2017 Perbandingan = 475
4.392
= 0,108
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan
antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada
ditahun 2013 sebesar 0,160 dan yang terendah berada ditahun
2016 sebesar 0,096. Kemudian tolak ukur yang digunakan
adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi
yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang
diberikan sebanyak 674 program. Ditahun 2014 jenis pelatihan
yang diberikan sebanyak 483 program, hal ini berarti kinerja
perusahaan ditahun 2014 lebih buruk daripada ditahun 2013.
Ditahun 2015 jenis pelatihan yang diberikan sebanyak 475
program, hal ini berarti kinerja perusahaan ditahun 2015 lebih
buruk daripada ditahun 2014. Ditahun 2016 jenis pelatihan yang
diberikan mengalami penurunan sebanyak 425 program, hal ini
berarti kinerja perusahaan ditahun 2016 lebih buruk daripada
80
ditahun 2015. Kemudian ditahun 2017 jenis pelatihan yang
diberikan sebanyak 475 program pelatihan, hal ini berarti
kinerja perusahaan ditahun 2017 lebih baik daripada ditahun
2016.
b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio
perputaran karyawan (RPK).
Tabel 4.30. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Karyawan Indosat Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran
Karyawan 2013 RPK = 340
4.200
= 0,08
2014 RPK = 21
4.179
= 0,01
2015 RPK = 0
4.320
= 0
2016 RPK = 0
4.415
= 0
2017 RPK = 23
4.392
= 0,01
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
karyawan tertinggi berada ditahun 2013 sebesar 0,08 dan yang
terendah berada ditahun 2015 dan 2016 sebesar 0.
Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
81
4.2.4. Perhitungan Kinerja Perusahaan Telekomunikasi Indonesia
(Telkom) dengan Metode Balance Scorecard
1. Perspektif keuangan
Untuk menghitung perspektif keuangan menggunakan rumus :
a. Persentase peningkatan atau penurunan pendapatan usaha (P4)
Tabel 4.31. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentase
Peningkatan atau Penurunan Pendapatan Telkom Periode
2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Pendapatan Usaha (P4) 2013 P4 = 82.967.000.000.000 – 77.143.000.000.000
77.143.000.000.000
= 8%
2014 P4 = 89.696.000.000.000 – 82.967.000.000.000
82.967.000.000.000
= 8%
2015 P4 = 102.470.000.000.000 – 89.696.000.000.000
89.696.000.000.000
= 14%
2016 P4 = 116.333.000.000.000 – 102.470.000.000.000
102.470.000.000.000
= 14%
2017 P4 = 128.256.000.000.000 – 116.333.000.000.000
116.333.000.000.000
= 10%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase
peningkatan dan penurunan pendapatan usaha tertinggi berada
ditahun 2015 dan 2016 sebesar 14% dan yang terendah berada
ditahun 2013 dan 2014 sebesar 8%.
Rumus = Pendapatan Akhir – Pendapatan Awal
Pendapatan Awal
82
b. Rasio hutang terhadap total aktiva atau rasio total hutang dibagi
total aset (Total debt to ratio).
Tabel 4.32. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Hutang
Terhadap Total Aktiva Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva 2013 Total debt to ratio = 51.834.000.000.000
128.555.000.000.000
= 0,40
2014 Total debt to ratio = 55.830.000.000.000
141.822.000.000.000
= 0,39
2015 Total debt to ratio = 72.745.000.000.000
166.173.000.000.000
= 0,44
2016 Total debt to ratio = 74.067.000.000.000
179.611.000.000.000
= 0,41
2017 Total debt to ratio = 86.354.000.000.000
198.484.000.000.000
= 0,44
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio hutang
terhadap total aktiva tertinggi berada ditahun 2015 dan 2017
sebesar 0,44 dan yang terendah berada ditahun 2014 sebesar
0,39.
c. Rasio Perputaran Aset (Total Assets Turnover (TATO)).
Rasio hutang terhadap total aktiva = Total Hutang
Total Aset
Rasio Perputaran Aset = Penjualan
Total Aset
83
Tabel 4.33. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Aset Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran Aset 2013 TATO = 82.967.000.000.000
128.555.000.000.000
= 0,65
2014 TATO = 89.696.000.000.000
141.822.000.000.000
= 0,63
2015 TATO = 102.470.000.000.000
166.173.000.000.000
= 0,62
2016 TATO = 116.333.000.000.000
179.611.000.000.000
= 0,65
2017 TATO = 128.256.000.000.000
198.484.000.000.000
= 0,65
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
aset tertinggi berada ditahun 2013, 2016, 2017 sebesar 0,65 dan
yang terendah berada ditahun 2015 sebesar 0,62.
d. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Penjualan.
Tabel 4.34. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Penjualan Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Penjualan 2013 ROS = 20.402.000.000.000
82.967.000.000.000
= 25%
2014 ROS = 22.041.000.000.000
89.696.000.000.000
= 25%
Return On Sales Ratio (ROS) = Laba Bersih
Penjualan
84
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Penjualan 2015 ROS = 23.948.000.000.000
102.470.000.000.000
= 23%
2016 ROS = 27.073.000.000.000
116.333.000.000.000
= 23%
2017 ROS = 30.369.000.000.000
128.256.000.000.000
= 24%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas penjualan tertinggi berada ditahun 2013 dan
2014 sebesar 25% dan yang terendah berada ditahun 2015 dan
2016 sebesar 23%.
e. Rasio Tingkat Pengembalian Atas Investasi atau Return On
Invevestment (ROI).
Tabel 4.35. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio Tingkat
Pengembalian Atas Investasi Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Investasi 2013 ROI = 20.402.000.000.000
128.555.000.000.000
= 16%
2014 ROI = 22.041.000.000.000
141.822.000.000.000
= 16%
2015 ROI = 23.948.000.000.000
166.173.000.000.000
= 14%
Return On Invevestment (ROI) = Laba Bersih
Total Aset
85
Tahun Rasio Tingkat Pengembalian
Atas Investasi 2016 ROI = 27.073.000.000.000
179.611.000.000.000
= 15%
2017 ROI = 30.369.000.000.000
198.484.000.000.000
= 15%
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio tingkat
pengembalian atas investasi tertinggi berada ditahun 2013 dan
2014 sebesar 16% dan yang terendah berada ditahun 2015
sebesar 4%.
2. Perspektif pelanggan
Untuk menghitung perspektif pelanggan menggunakan rumus :
a. Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa) yang berada disetiap
daerah di Indonesia yang akan memberikan pelayanan baik
pembelian kartu perdana, pengisian pulsa, ataupun pengisian
paket internet yang dibutuhkan oleh pelanggan.
Kemudian jika penghargaan yang diterima oleh perusahaan
bertambah setiap tahun, maka hal ini dapat merefleksikan
kepuasan pelanggan yang akan dilayani oleh perusahaan sebagai
perusahaan professional yang dapat menjaga kualitasnya seperti
yang telah dijanjikan. Sebaliknya, jika penghargaan yang
Rumus = Jumlah RO (Retail Outlet atau Plasa)
Total Pelanggan
86
diterima adalah sama seperti tahun sebelumnya atau berkurang
maka akan menunjukkan citra dan reputasi yang menurun bagi
perusahaan.
Tabel 4.36. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Jumlah RO
atau Plasa Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun Jumlah RO atau Plasa 2013 RO = 1.248
167.914.000
= 0,00000743237
2014 RO = 1.249
189.303.000
= 0,00000659788
2015 RO = 1.380
240.788.000
= 0,00000573118
2016 RO = 1.476
273.641.000
= 0,00000539392
2017 RO = 2.884
318.353.000
= 0,00000905912
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah RO atau
plasa setiap tahunnya berada diposisi yang sama. Kemudian dari
segi penghargaan yang diterima oleh Telkom, pada tahun 2013
memperoleh 38 penghargaan. Sedangkan di tahun 2014, 2015,
2016, 2017 memperoleh 45, 51, 61, dan 85 penghargaan. Hal ini
menunjukan bahwa setiap tahunnya citra dan reputasi Telkom
mengalami peningkatan.
87
3. Perspektif proses bisnis internal
Untuk menghitung perspektif proses bisnis internal menggunakan
rumus :
a. ARPU (Average Revenue Per Unit) yaitu rata – rata pemakaian
oleh pelanggan aktif.
Tabel 4.37. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Average
Revenue Per Unit Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan
dengan Standar Industri
Tahun ARPU 2013 ARPU = 20.402.000.000.000
167.914.000
= 121.503
2014 ARPU = 22.041.000.000.000
189.303.000
= 116.432
2015 ARPU = 23.948.000.000.000
24.788.000
= 99.457
2016 ARPU = 27.073.000.000.000
273.641.000
= 98.936
2017 ARPU = 30.369.000.000.000
318.353.000
= 95.394
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa ARPU tertinggi
berada ditahun 2013 sebesar 121.503 dan yang terendah berada
ditahun 2017 sebesar 95.394.
b. Persentase peningkatan atau penurunan Biaya (cost).
ARPU (Average Revenue Per Unit) = Total revenue
Total Pelanggan
Biaya (cost) = Total Biaya Operasional akhir-Total Biaya Operasional Awal
Total Biaya Operasional Awal
88
Tabel 4.38. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Biaya (Cost)
Telkom Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar
Industri
Tahun Biaya (Cost) 2013 Biaya = 57.700.000.000.000-54.004.000.000.000
54.004.000.000.000
= 0,0684
2014 Biaya = 61.564.000.000.000-57.700.000.000.000
57.700.000.000.000
= 0,0670
2015 Biaya = 71.552.000.000.000-61.564.000.000.000
61.564.000.000.000
= 0,1622
2016 Biaya = 77.888.000.000.000-71.552.000.000.000
71.552.000.000.000
= 0,0886
2017 Biaya = 85.362.000.000.000-77.888.000.000.000
77.888.000.000.000
= 0,0960
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa Biaya (cost)
tertinggi berada ditahun 2015 sebesar 0,1622 dan yang terendah
berada ditahun 2014 sebesar 0,0670. Kemudian jika semakin
banyak inovasi yang dilakukan oleh perusahaan, maka hal ini
data menjadi tanda bahwa perusahaan selalu mencari terobosan
baru yang belum pernah dilakukan oleh kompetitor. Banyaknya
hak paten yang didaftarkan oleh perusahaan dapat menunjukkan
bahwa perusahaan selalu mencari terobosan baru dalam
usahanya memenangkan persaingan. Hal ini terbukti dari
Telekomunikasi Indonesia yang telah banyak mendaftarkan
Merek (brand) di PDKI Indonesia.
89
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
Untuk menghitung perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
menggunakan rumus :
a. Perbandingan antara pelatihan yang diberikan dengan jumlah
karyawan yang ada.
Tabel 4.39. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perbandingan
antara Pelatihan dengan Jumlah Karyawan Telkom
Periode 2013-2017 Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Perbandingan antara Pelatihan
dengan Jumlah Karyawan 2013 Perbandingan = 1.261
25.011
= 0,050
2014 Perbandingan = 1.191
25.284
= 0,047
2015 Perbandingan = 928
24.785
= 0,037
2016 Perbandingan = 26.785
23.876
= 1,122
2017 Perbandingan = 22.083
24.065
= 0,918
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa perbandingan
antara pelatihan dengan jumlah karyawan tertinggi berada
ditahun 2016 sebesar 1,122 dan yang terendah berada ditahun
2015 sebesar 0,037. Kemudian tolak ukur yang digunakan
adalah banyaknya jenis pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi
Rumus = Frekuensi dan Jumlah pelatihan (training)
Total Karyawan
90
yang diikuti oleh karyawan. Ditahun 2013 jenis pelatihan yang
diberikan sebanyak 1.261 program pelatihan. Ditahun 2014 dan
2015 jenis pelatihan yang diberikan mengalami penurunan
sebanyak 1.191 dan 928 program pelatihan, hal ini berarti
kinerja perusahaan ditahun 2014 dan 2015 lebih buruk daripada
ditahun 2013. Ditahun 2016 pelatihan mengalami peningkatan
sebanyak 26.785 program pelatihan, hal ini berarti kinerja
perusahaan ditahun 2016 lebih baik daripada ditahun 2015.
Ditahun 2017 pelatihan mengalami penurunan sebanyak 22.083
program pelatihan, hal ini berarti kinerja perusahaan ditahun
2017 lebih buruk daripada ditahun 2016.
b. Tingkat kesetiaan karyawan diukur dengan menggunakan rasio
perputaran karyawan (RPK).
Tabel 4.40. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Rasio
Perputaran Karyawan Telkom Periode 2013-2017
Dibandingkan dengan Standar Industri
Tahun Rasio Perputaran Karyawan 2013 RPK = 672
25.011
= 0,03
2014 RPK = 0
25.284
= 0
2015 RPK = 499
24.785
= 0,02
Rasio perputaran karyawan = Karyawan Keluar
Total Karyawan
91
Tahun Rasio Perputaran Karyawan 2016 RPK = 909
23.876
= 0,04
2017 RPK = 0
24.065
= 0
Sumber: data diolah (2018)
Dari tabel diatas, dapat disimpulkan bahwa rasio perputaran
karyawan tertinggi berada ditahun 2016 sebesar 0,04 dan yang
terendah berada ditahun 2014 dan 2017 sebesar 0.
4.3. Analisa dan Pembahasan
4.3.1. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan XL Axiata dengan
Metode Balance Scorecard
Dilihat dari poin 4.2, rekapitulasi hasil perhitungan kinerja
perusahaan adalah sebagai berikut :
92
Tabel 4.41.
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard XL Axiata
Periode 2013-2017
No Jenis Perspektif Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 0% 10% -3% -7% 7%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,62 0,78 0,76 0,61 0,62
3 Rasio perputaran asset 0,53 0,37 0,39 0,39 0,41
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan 5% -3% 0% 2% 2%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi 3% -1% 0% 1% 1%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU 17.061 (13.480) (594) 8.091 7.008
2 Peningkatan/penurunan Biaya 0,1231 0,1770 (0,0239) (0,0829) 0,0958
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,155 0,156 0,157 0,128 1,006
2 Rasio perputaran karyawan 0 0 0,05 0,07 0,15
Sumber: data diolah (2018)
93
Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range
masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan
menunjukkan kinerja perusahaan.
Tabel 4.42.
Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan XL Axiata
Periode 2013-2017
Sumber: data diolah (2018)
No Perspektif Ukuran Bobot
Standar
Bobot Sesungguhnya Rata-
Rata 2013 2014 2015 2016 2017
1 Perspektif
Keuangan
Peningkatan atau
penurunan usaha 6% 1% 1% 1% 1% 2% 1%
Rasio hutang terhadap
total aktiva 6% 5% 6% 6% 5% 5% 5%
Rasio perputaran aset 6% 5% 4% 4% 4% 4% 4%
Rasio tingkat
pengembalian atas
penjualan
6% 2% 1% 1% 1% 1% 1%
Rasio tingkat
pengembalian atas
investasi
6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
2 Perspektif
Pelanggan Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
3
Perspektif
Proses Bisnis
Internal
ARPU 10% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
Peningkatan atau
penurunan biaya 15% 1% 1% 15% 15% 15% 9%
4
Perspektif
Pembelajaran
dan
Pertumbuhan
Tingkat pelatihan
karyawan 7,5% 3.5% 4.5% 4.5% 3.5% 7.5% 5%
Rasio perputaran
karyawan 7,5% 7.5% 7.5% 6.5% 6.5% 6.5% 7%
Total 100% 42% 42% 55% 53% 58% 50%
94
Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan XL Axiata pada tabel
4.42. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada didalam kondisi
yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan yang indikatornya
memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan yang masing-masing
berbobot 6%. Dari peningkatan atau penurunan pendapatan usaha, XL
Axiata mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan usaha XL
Axiata kurang baik karena hanya naik sedikit saja dan menurun dari
tahun sebelumnya. Ditahun 2014 mengalami peningkatan tertinggi dan
ditahun 2016 mengalami penurunan terendah. Dari rasio hutang
terhadap total aktiva, XL Axiata mendapatkan rata-rata bobot 5% dari
tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio hutang terhadap total
aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut dapat berdampak baik
dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi perusahaan untuk
memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset, XL Axiata
mendapatkan rata-rata bobot 4% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukan bahwa rasio perputaran aset dalam kondisi yang baik dan
perusahaan mampu memaksimalkan aset yang dimiliki oleh
perusahaan. Dari rasio tingkat pengembalian atas penjualan, XL Axiata
mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan serta laba bersih XL
Axiata kurang baik karena hanya naik sedikit saja dan merugi dari tahun
95
sebelumnya. Dari rasio tingkat pengembalian atas investasi, XL Axiata
mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukkan bahwa laba bersih yang diperoleh XL Axiata kurang baik
karena hanya naik sedikit saja dan menurun serta merugi dari tahun
sebelumnya dan tidak bisa banyak digunakan untuk berinvestasi dan
tidak bisa banyak menggunakan laba bersih untuk membeli aset.
Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya
memiliki bobot 30%, XL Axiata hanya mendapatkan rata-rata bobot
10%. Hal ini menunjukkan bahwa XL Axiata harus lebih banyak
membuka outlet karena outlet yang dimiliki sangat sedikit sedangkan
pelanggan yang dimiliki cukup banyak sehingga terjadi
ketidakseimbangan antara outlet dan pelanggan yang dimiliki. Kinerja
yang kurang baik dari perspektif pelanggan akan menjadi indikator
utama penurunan dimasa depan meskipun kinerja disegi perspektif
keuangan pada saat ini menunjukkan posisi yang cukup baik.
Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internal yang
indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan
yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, XL Axiata
memiliki rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan
bahwa pengaruh dari pendapatan yang hanya naik sedikit membuat
rata-rata pemakaian menjadi tidak baik. Dan dari peningkatan atau
penurunan Biaya, XL Axiata memiliki rata-rata bobot 9%. Hal ini
96
menunjukan bahwa biaya operasional yang banyak membuat laba
bersih yang diperoleh menjadi sedikit bahkan perusahaan mengalami
kerugian. Kerugian dialami perusahaan dari tahun 2013-2015
sedangkan laba dialami perusahaan ditahun 2016 dan 2017.
Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2
perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan
rasio perputaran karyawan, XL Axiata memiliki rata-rata bobot 5% dan
7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan kepada
karyawan mulai membaik dari tahun ke tahun serta banyak karyawan
yang lebih memilih bertahan.
Dari segi perhitungan kinerja perusahaan menggunakan metode
balance scorecard, tahun 2017 menjadi tahun yang memiliki kinerja
yang terbaik dalam XL Axita dan pada tahun 2014 dan 2013 menjadi
tahun yang memiliki kinerja terburuk.
4.3.2. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom
dengan Metode Balance Scorecard
Dilihat dari poin 4.2, rekapitulasi hasil perhitungan kinerja
perusahaan adalah sebagai berikut :
97
Tabel 4.43.
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard Smartfren
Telecom Periode 2013-2017
No Jenis Perspektif Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 47% 22% 2% 20% 28%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,65 0,78 0,67 0,74 0,62
3 Rasio perputaran asset 0,17 0,17 0,15 0,16 0,19
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan -104% -47% -52% -54% -65%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi -18% -8% -8% -9% -13%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU (223.655) (115.582) (141.936) (178.440) (262.254)
2 Peningkatan atau penurunan biaya (0,6401) (0,0291) 0,1106 0,2901 0,2316
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,056 0,080 0,143 0,072 0,069
2 Rasio perputaran karyawan 0,11 0 0 0 0
Sumber: data diolah (2018)
98
Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range
masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan
menunjukkan kinerja perusahaan.
Tabel 4.44.
Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Smartfren Telecom
Periode 2013-2017
Sumber: data diolah (2018)
No Perspektif Ukuran Bobot
Standar
Bobot Sesungguhnya Rata-
Rata 2013 2014 2015 2016 2017
1 Perspektif
Keuangan
Peningkatan atau
penurunan usaha 6% 6% 5% 1% 4% 6% 4%
Rasio hutang terhadap
total aktiva 6% 5% 6% 5% 5% 5% 5%
Rasio perputaran asset 6% 3% 3% 3% 3% 3% 3%
Rasio tingkat
pengembalian atas
penjualan
6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
Rasio tingkat
pengembalian atas
investasi
6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
2 Perspektif
Pelanggan Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
3
Perspektif
Proses Bisnis
Internal
ARPU 10% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
Peningkatan atau
penurunan biaya 15% 15% 15% 6% 1% 1% 8%
4
Perspektif
Pembelajaran
dan
Pertumbuhan
Tingkat pelatihan
karyawan 7,5% 3.5% 3.5% 3.5% 3.5% 3.5% 4%
Rasio perputaran
karyawan 7,5% 6.5% 7.5% 7.5% 7.5% 7.5% 7%
Total 100% 57% 58% 44% 42% 44% 49%
99
Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan Smartfren Telecom
pada tabel 4.44. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada
didalam kondisi yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan
yang indikatornya memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan
yang masing-masing poinnya berbobot 6%. Dari peningkatan atau
penurunan pendapatan usaha, Smartfren Telecom mendapatkan rata-
rata bobot 4% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan pendapatan Smartfren cukup baik karena hanya ditahun
2015 pendapatannya naik sedikit sedangkan tahun sebelum dan
sesudahnya mengalami kenaikan pendapatan yang cukup besar serta
ditahun 2013 mengalami peningkatan pendapatan usaha mencapai 47%.
Dari rasio hutang terhadap total aktiva, Smartfren mendapatkan rata-
rata bobot 5% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio
hutang terhadap total aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut
dapat berdampak baik dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi
perusahaan untuk memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset,
Smartfren mendapatkan rata-rata bobot 3% dari tahun 2013-2017. Hal
ini menunjukan bahwa rasio perputaran aset dalam kondisi yang stabil.
Dari rasio tingkat pengembalian atas penjualan, Smartfren mendapatkan
rata-rata bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan pendapatan serta laba bersih Smartfren Telecom
mengalami kerugian disetiap tahunnya. Dari rasio tingkat pengembalian
100
atas investasi, Smartfren mendapatkan rata-rata bobot 1% dari tahun
2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa laba bersih yang diperoleh
Smartfren mengalami kerugian dan tidak bisa berinvestasi. Rendahnya
rasio ini disebabkan rendahnya perputaran aset diperusahaan tersebut.
Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya
memiliki bobot 30%, Smartfren Telecom hanya mendapatkan rata-rata
bobot 10%. Hal ini menunjukkan bahwa Smartfren Telecom harus lebih
banyak membuka outlet karena perbandingan antara banyaknya outlet
yang dimiliki sangat sedikit sedangkan pelanggan yang dimiliki cukup
banyak sehingga terjadi ketidakseimbangan antara outlet dan pelanggan
yang dimiliki. Kinerja yang kurang baik dari perspektif pelanggan akan
menjadi indikator utama penurunan dimasa depan meskipun kinerja
disegi perspektif keuangan pada saat ini menunjukkan posisi yang
cukup baik.
Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internal yang
indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan
yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, Smartfren
Telecom memiliki rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukan bahwa pengaruh dari pendapatan yang hanya naik
membuat rata-rata pemakaian juga tidak baik. Dan dari segi
peningkatan atau penurunan Biaya, Smartfren Telecom memiliki rata-
101
rata bobot 8% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa biaya
operasional yang banyak membuat perusahaan mengalami kerugian.
Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2
perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan
rasio perputaran karyawan, Smartfren Telecom memiliki rata-rata bobot
4% dan 7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan
kepada karyawan sangat sedikit tetapi walaupun begitu banyak
karyawan yang masih lebih memilih untuk tetap bertahan.
Dari segi perhitungan kinerja perusahaan menggunakan metode
balance scorecard, tahun 2014 menjadi tahun yang memiliki kinerja
yang terbaik dalam Smartfren Telecom dan pada tahun 2016 menjadi
tahun yang memiliki kinerja terburuk.
4.3.3. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan Indosat dengan
Metode Balance Scorecard
Dilihat dari poin 4.2 mengenai hasil penelitian kinerja
perusahaan Indosat dengan menggunakan metode Balance Scorecard
didapatkan hasil sebagai berikut :
102
Tabel 4.45.
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard Indosat
Periode 2013-2017
No Jenis Perspektif Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 6% 1% 11% 9% 3%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,70 0,73 0,76 0,72 0,71
3 Rasio perputaran asset 0,44 0,45 0,48 0,57 0,59
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan -11% -8% -4% 4% 4%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi -5% -4% -2% 3% 3%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU (44.739) (29.718) (16.693) 14.884 11.814
2 Pengingkatan atau penurunan Biaya 0,1621 0,0477 0,0425 0,0343 0,0257
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,160 0,116 0,110 0,096 0,108
2 Rasio perputaran karyawan 0,08 0,01 0 0 0,01
Sumber: data diolah (2018)
103
Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range
masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan
menunjukkan kinerja perusahaan.
Tabel 4.46.
Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Indosat
Periode 2013-2017
Sumber: data diolah (2018)
No Perspektif Ukuran Bobot
Standar
Bobot Sesungguhnya Rata-
Rata 2013 2014 2015 2016 2017
1 Perspektif
Keuangan
Peningkatan atau
penurunan usaha 6% 2% 1% 3% 2% 1% 2%
Rasio hutang terhadap
total aktiva 6% 5% 5% 6% 5% 5% 5%
Rasio perputaran asset 6% 4% 4% 4% 5% 5% 4%
Rasio tingkat
pengembalian atas
penjualan
6% 1% 1% 1% 2% 2% 1%
Rasio tingkat
pengembalian atas
investasi
6% 1% 1% 1% 1% 1% 1%
2 Perspektif
Pelanggan Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
3
Perspektif
Proses Bisnis
Internal
ARPU 10% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
Peningkatan atau
penurunan biaya 15% 1% 15% 15% 15% 15% 12%
4
Perspektif
Pembelajaran
dan
Pertumbuhan
Tingkat pelatihan
karyawan 7,5% 4.5% 3.5% 3.5% 3.5% 3.5% 4%
Rasio perputaran
karyawan 7,5% 6.5% 6.5% 7.5% 7.5% 6.5% 7%
Total 100% 41% 53% 57% 57% 55% 53%
104
Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan Indosat pada tabel
4.46. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada didalam kondisi
yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan yang indikatornya
memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan yang masing-masing
poinnya berbobot 6%. Dari peningkatan atau penurunan pendapatan
usaha, Indosat mendapatkan rata-rata bobot 2% dari tahun 2013-2017.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan atau penurunan pendapatan
usaha Indosat tidak baik karena walaupun setiap tahunnya ada
peningkatan tetapi peningkatannya sangat sedikit. Dari rasio hutang
terhadap total aktiva, Indosat mendapatkan rata-rata bobot 5% dari
tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio hutang terhadap total
aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut dapat berdampak baik
dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi perusahaan untuk
memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset, Indosat mendapatkan
rata-rata bobot 4% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa
rasio perputaran aset dalam kondisi yang cukup baik dan perusahaan
mampu memaksimalkan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Dari rasio
tingkat pengembalian atas penjualan, Indosat mendapatkan rata-rata
bobot 1% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa
pendapatan dan laba bersih meningkat dengan sedikit. Dari rasio tingkat
pengembalian atas investasi, Indosat mendapatkan rata-rata bobot 1%
dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun laba
105
bersih meningkat setiap tahunnya tetapi Indosat harus menutupi
kerugian yang ditimbulkan ditahun 2013-2015.
Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya
memiliki bobot 30%, Indosat hanya mendapatkan rata-rata bobot 10%..
Hal ini menunjukkan bahwa Indosat harus lebih banyak membuka outlet
karena outlet yang dimiliki sangat sedikit sedangkan pelanggan yang
dimiliki cukup banyak sehingga terjadi ketidakseimbangan antara outlet
dan pelanggan yang dimiliki. Kinerja yang kurang baik dari perspektif
pelanggan akan menjadi indikator utama penurunan dimasa depan
meskipun kinerja disegi perspektif keuangan pada saat ini menunjukkan
posisi yang cukup baik.
Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internasl yang
indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan
yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, Indosat memiliki
rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa
pengaruh dari pendapatan yang hanya naik sedikit membuat rata-rata
pemakaian tidak baik. Dan dari segi peningkatan atau penurunan Biaya,
Indosat memiliki rata-rata bobot 12% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukan bahwa biaya operasional yang banyak membuat
perusahaan mengalami kerugian. Penghematan biaya perlu diterapkan
oleh perusahaan untuk mencapai target keuangan ditahun berikutnya.
106
Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2
perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan
rasio perputaran karyawan, Indosat memiliki rata-rata bobot 4% dan
7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan kepada
karyawan sangat sedikit tetapi walaupun begitu banyak karyawan yang
lebih memilih bertahan untuk bekerja di Indosat. Indosat perlu
meningkatkan program pelatihan ditahun berikutnya agar kinerja
perusahaan juga meningkat ditahun yang akan datang.
Dari segi perhitungan kinerja perusahaan menggunakan metode
balance scorecard, tahun 2016 dan 2015 menjadi tahun yang memiliki
kinerja yang terbaik dalam Indosat dan pada tahun 2013 menjadi tahun
yang memiliki kinerja terburuk.
4.3.4. Analisa dan Pembahasan Kinerja Perusahaan Telekomunikasi
Indonesia (Telkom) dengan Metode Balance Scorecard
Dilihat dari poin 4.2 mengenai hasil penelitian kinerja
perusahaan Telkom dengan menggunakan metode Balance Scorecard
didapatkan hasil sebagai berikut :
107
Tabel 4.47.
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Kinerja Perusahaan dengan Metode Balance Scorecard Telkom
Periode 2013-2017
No Jenis Perspektif Tahun
2013 2014 2015 2016 2017
I Perspektif Keuangan
1 Peningkatan atau penurunan usaha 8% 8% 14% 14% 10%
2 Rasio hutang terhadap total aktiva 0,40 0,39 0,44 0,41 0,44
3 Rasio perputaran asset 0,65 0,63 0,62 0,65 0,65
4 Rasio tingkat pengembalian atas penjualan 25% 25% 23% 23% 24%
5 Rasio tingkat pengembalian atas investasi 16% 16% 14% 15% 15%
II Perspektif Pelanggan
1 Jumlah Retail Outlet 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
III Perspektif Proses Bisnis Internal
1 ARPU 121.503 116.432 99.457 98.936 95.394
2 Peningkatan atau penurunan Biaya 0,0684 0,0670 0,1622 0,0886 0,0960
IV Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
1 Tingkat pelatihan karyawan 0,050 0,047 0,037 1,122 0,918
2 Rasio perputaran karyawan 0,03 0 0,02 0,04 0
Sumber: data diolah (2018)
108
Dari tabel diatas, hasil perhitungannya dicocokan dengan range
masing-masing perspektif dan didapatlah bobot yang akan
menunjukkan kinerja perusahaan.
Tabel 4.48.
Rekapitulasi Bobot Kinerja Perusahaan Telkom
Periode 2013-2017
Sumber: data diolah (2018)
No Perspektif Ukuran Bobot
Standar
Bobot Sesungguhnya Rata-
Rata 2013 2014 2015 2016 2017
1 Perspektif
Keuangan
Peningkatan atau
penurunan usaha 6% 2% 2% 3% 3% 2% 2%
Rasio hutang terhadap
total aktiva 6% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
Rasio perputaran asset 6% 5% 5% 5% 5% 5% 5%
Rasio tingkat
pengembalian atas
penjualan
6% 6% 6% 6% 6% 6% 6%
Rasio tingkat
pengembalian atas
investasi
6% 6% 6% 5% 5% 5% 5%
2 Perspektif
Pelanggan Jumlah Retail Outlet 30% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
3
Perspektif
Proses Bisnis
Internal
ARPU 10% 10% 10% 10% 10% 10% 10%
Peningkatan atau
penurunan biaya 15% 15% 15% 1% 15% 15% 12%
4
Perspektif
Pembelajaran
dan
Pertumbuhan
Tingkat pelatihan
karyawan 7,5% 3.5% 3.5% 3.5% 7.5% 7.5% 5%
Rasio perputaran
karyawan 7,5% 6.5% 7.5% 6.5% 6.5% 7.5% 7%
Total 100% 68% 69% 54% 72% 72% 67%
109
Dari rekapitulasi bobot kinerja perusahaan Telkom pada tabel
4.48. tersebut terlihat bahwa kinerja perusahaan berada didalam kondisi
yang cukup baik. Pertama, dari perspektif keuangan yang indikatornya
memiliki bobot 30% dibagi menjadi 5 perhitungan yang masing-masing
poinnya berbobot 6%. Dari peningkatan atau penurunan pendapatan
usaha, Telkom mendapatkan rata-rata bobot 2% dari tahun 2013-2017.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan Telkom tidak baik
karena walaupun setiap tahunnya ada peningkatan tetapi
peningkatannya sangat sedikit dari tahun ke tahun. Dari rasio hutang
terhadap total aktiva, Telkom mendapatkan rata-rata bobot 4% dari
tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa rasio hutang terhadap total
aktiva dalam kondisi yang baik. Kondisi tersebut dapat berdampak baik
dalam perusahaan karena akan terasa mudah bagi perusahaan untuk
memperoleh pinjaman. Dari rasio perputaran aset, Telkom
mendapatkan rata-rata bobot 5% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukan bahwa rasio perputaran aset dalam kondisi yang cukup
baik dan perusahaan mampu memaksimalkan aset yang dimiliki oleh
perusahaan. Dari rasio tingkat pengembalian atas penjualan, Telkom
mendapatkan rata-rata bobot 6% dari tahun 2013-2017. Hal ini
menunjukkan bahwa pendapatan dan laba bersih meningkat setiap
tahunnya. Dari rasio tingkat pengembalian atas investasi, Telkom
mendapatkan rata-rata bobot 5% dari tahun 2013-2017. Hal ini
110
menunjukkan bahwa Telkom selalu melakukan investasi karena laba
bersihnya meningkat setiap tahunnya. Hasil dari rasio tingkat
pengembalian atas investasi yang baik menunjukkan produktivitas dari
seluruh dana perusahaan yang dimiliki baik dari modal sendiri maupun
modal pinjaman.
Kedua, dari segi perspektif pelanggan yang indikatornya
memiliki bobot 30%, Telkom hanya mendapatkan rata-rata bobot 10%.
Hal ini menunjukkan bahwa Telkom harus membuat outlet yang banyak
karena pelanggan yang selalu bertambah setiap tahunnya sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara outlet dan pelanggan yang dimiliki.
Ketiga, dari segi perspektif proses bisnis internal yang
indikatornya memiliki bobot 25% dan terbagi menjadi 2 perhitungan
yang memiliki bobot 15% dan 10%. Dari segi ARPU, Telkom memiliki
rata-rata bobot 10% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa
pengaruh dari persentase peningkatan atau penuruhan pendapatan yang
naiknya hanya sedikit membuat rata-rata pemakaian juga kurang baik.
Dan dari segi peningkatan atau penurunan Biaya, Telkom memiliki rata-
rata bobot 12% dari tahun 2013-2017. Hal ini menunjukan bahwa biaya
operasional yang meningkat setiap tahunnya.
Keempat, dari segi perspektif pembelajaran dan pertumbuhan
yang indikatornya memiliki bobot 15% dan terbagi menjadi 2
perhitungan yang memiliki bobot 7,5%. Dari segi tingkat pelatihan dan
111
rasio perputaran karyawan, Telkom memiliki rata-rata bobot 5% dan
7%. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan yang diberikan kepada
karyawan meningkat ditahun 2016-2017 dan membuat banyak
karyawan yang betah dan bertahan. Dari segi perhitungan kinerja
perusahaan menggunakan metode balance scorecard, tahun 2017 dan
2016 menjadi tahun yang memiliki kinerja yang terbaik dalam Telkom
dan pada tahun 2015 menjadi tahun yang memiliki kinerja terburuk.
4.3.5. Perbandingan Kinerja Semua Perusahaan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan diatas, didapatlah
persentase rata-rata dari kinerja perusahaan yang diukur dengan
menggunakan 4 perspektif dalam metode balance scorecard, yaitu :
Tabel 4.49.
Rekapitulasi Persentase Kinerja Perusahaan
No. Nama Perusahaan Persentase Kinerja
1. PT XL Axiata, Tbk 50%
2. PT Smartfren Telecom, Tbk 49%
3. PT Indosat, Tbk 53%
4. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk 67%
Sumber: data diolah (2018)
Dari keempat perusahaan tersebut, semuanya masuk kedalam
kategori cukup baik dalam pengukuran kinerja perusahaan
menggunakan metode balance scorecard. Namun, PT Telekomunikasi
112
Indonesia, Tbk yang menduduki peringkat pertama dengan persentase
sebanyak 67%. Hal ini bisa diprediksi mengingat Telekomunikasi
Indonesia, Tbk berdiri sudah cukup lama dan dikenal masyarakat luas.
Selain itu dari segi keuangannya cukup baik. Hal ini terlihat dari
pendapatan dan laba bersih yang selalu meningkat setiap tahunnya dan
hal ini berarti perusahaan selalu bisa untuk melakukan investasi.
Peringkat kedua diraih oleh PT Indosat, Tbk dengan persentase
sebanyak 53%. Hal ini dikarenakan walaupun jumlah pelanggan
meningkat setiap tahunnya tetapi jumlah gerai yang dimiliki masih
sangat sedikit. Kemudian dari sisi karyawan, karyawan yang dimiliki
cukup banyak tetapi jumlah program pelatihan yang diselenggarakan
masih sedikit. Dan dari sisi keuangan, laba bersih mengalami kerugian
dari 2013-2015 sehingga membuat performa kinerja keuangan menjadi
buruk. Peringkat ketiga dan keempat diraih oleh PT XL Axiata, Tbk,
dan PT Smartfren Telecom, Tbk dengan persentase yaitu sebanyak 50%
dan 49%. Hal ini terlihat dari laba bersih yang mengalami kerugian yang
disebabkan biaya operasional yang cukup banyak. Kemudian dari segi
karyawan, karyawan yang dimiliki cukup banyak tetapi jumlah program
pelatihan yang diselenggarakan masih sedikit. Kemudian dikarenakan
walaupun jumlah pelanggan meningkat setiap tahunnya tetapi jumlah
gerai atau outlet yang dimiliki masih sangat sedikit.
113
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. SIMPULAN
Berdasarkan analisa dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab
sebelumnya, dari 4 perspektif metode balance scorecard yang digunakan maka
dapat disimpulkan bahwa kinerja perusahaan terbaik dari sektor telekomunikasi
adalah PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang menjadi peringkat pertama
dengan perolehan nilai bobot sebesar 67%. Kemudian disusul oleh PT Indosat,
Tbk yang menjadi peringkat kedua dengan perolehan nilai bobot sebesar 53%.
Dan terakhir peringkat ketiga dan keempat diraih oleh PT XL Axiata, Tbk dan
PT Smartfren Telecom dengan perolehan nilai bobot sebesar 50% dan 49%. Hal
ini dicerminkan dari 4 perspektif yang digunakan yaitu perspektif keuangan,
perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pertumbuhan dan pembelajaran. Pengingkatan atau penurunan pendapatan
perusahaan menjadi hal yang penting bagi perusahaan. Tempat layanan seluler
yang sebanding dengan jumlah pelanggan dan penghematan biaya operasional
bisa diterapkan diperusahaan untuk meningkatkan kinerja masing-masing
perusahaan sektor telekomunikasi. Kepuasan karyawan dan peningkatan
frekuensi program pelatihan karyawan perlu ditingkatkan untuk medukung
perusahaan agar mendapatkan hasil yang sesuai dengan target perusahaan.
114
5.2. SARAN
Perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi disarankan
sebaiknya menggunakan metode balance scorecard dalam pengukuran kinerja
perusahaan. Metode balance scorecard lebih bersifat menyeluruh dari segi
perspektif yang harus diperhatikan perusahaan untuk meningkatkan kinerja
perusahaan dan meningkatkan kemampuan bersaing perusahaan dalam mecapai
target yang telah ditentukan. Ada 4 perspektif dalam metode balance scorecard
yaitu, 1 perspektif keuangan dan 3 perspektif non keuangan yang akan
mempengaruhi secara langsung kinerja satu sama lain. Untuk meningkatkan
keakuratan dalam penilaian kinerja perusahaan maka perlu ditingkatkan lagi
indikator pengukuran kinerja. Semakin banyak lini kerja perusahaan maka
indikator yang diperlukan juga semakin banyak. Peneliti selanjutnya dapat
mengadopsi indikator lain yang digunakan pada masing-masing perspektif dan
memperluas indikator yang ada sehingga bisa lebih menjelaskan keadaan
perusahaan yang sebenarnya.
xx
DAFTAR PUSTAKA
Christina, Sudana. 2013. Penilaian Kinerja Pada PT Adhi Karya Dengan Pendekatan
Balance Scorecard. Bali: Universitas Udayana. Hal. 516-529. ISSN 2302-8556.
Darmasto, Kamaliah, Agusti. 2016. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan
Metode Balance Scorecard (Studi Pada PT Smartfren Telecom Tbk - Jakarta).
Riau: Universitas Riau. Volume 9 Nomor 1. Hal. 70-85. ISSN 1907-364X.
Erwin, Prabowo. 2015. Analisis Pengukuran Kinerja Menggunakan Metode Balance
Scorecard Pada PT Bahtera Utama. Jakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Volume 3 Nomor 1. Hal. 32-43.
Graciella, Cecilia. 2015. Pengaruh Balance Scorecard Terhadap Kinerja Perusahaan
Pada PT Asuransi Indonesia (Jasindo) Kantor Cabang Kota Bandung.
Bandung: Universitas Kristen Maranatha. Hal. 1-89.
Kasmir. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.
Kurniasari, Memarista. 2017. Analisis Kinerja Perusahaan Menggunakan Metode
Balance Scorecard (Studi Kasus Pada PT Aditya Sentana Agro). Surabaya:
Universitas Kristen Petra. Volume 5 Nomor 1. Hal. 1-7.
Lutfiana, Fajri. 2017. Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Kinerja Lingkungan Dan
Liputan Media Terhadap Environmental Disclosure (Studi Empiris Pada
Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di BEI Periode 2013-2015).
Purwokerto: Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hal. 1-71.
Mulyadi. 2015. Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatganda Kinerja Keuangan
Perusahaan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Paramita, Silvia. 2013. Determinan Dan Konsekuensi Investasi Lingkungan : Studi
Empiris Pada Perusahaan Yang Memperoleh Penilaian Proper. Semarang:
Diponegoro. Hal. 1-81.
Sallya, Rizka. 2014. Kinerja Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan Kota Bandar
Lampung Dalam Mengawasi Peredaran Kosmetik Ilegal Di Provinsi Lampung.
Lampung: Universitas Lampung. Hal. 1-90.
Styaningrum, Sulistyadi, Riani. 2014. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Metode
Balance Scorecard Pada Kusuma Sahid Prince Hotel Surakarta. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Volume 3 Nomor 1. Hal. 32-43.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
Dan RdanD. Bandung: Alfabeta.
xxi
Widodo, Iman. 2011. Analisis Kinerja Perusahaan Dengan Menggunakan Pendekatan
Balance Scorecard (Studi Kasus Pada Perusahaan Mebel PT Jansen
Indonesia). Semarang: Universitas Diponegoro. Hal. 1-89.
Akses internet:
www.idx.co.id