ANALISIS KETIMPANGAN PENDIDIKAN DI PROVINSI PAPUA …
Transcript of ANALISIS KETIMPANGAN PENDIDIKAN DI PROVINSI PAPUA …
115 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
ANALISIS KETIMPANGAN PENDIDIKAN
DI PROVINSI PAPUA BARAT
Nur Sholekhatun Nisa1, Palupi Lindiasari Samputra
2
1Mahasiswa Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia 2Pengajar Sekolah Kajian Stratejik dan Global, Universitas Indonesia
Korespondensi Penulis: [email protected], [email protected]
Abstract
This study aims to measure the level of educational inequality by using the Gini Ratio
Coefficient, comparing the level of educational inequality, and analyze the factors determining
educational inequality between regions in West Papua Province, Indonesia. This study uses a
correlational descriptive analysis based on panel data for the 2013-2018 period obtained from
the Directorate General of the Central Statistics Agency of West Papua Province. Data were
analyzed with the Gini Ratio Index and Lorenz Curve as a measure of the level of inequality
based on the Average School Length and School Length Expectations for the past six years in
the West Papua Province. The results of the Gini Ratio Index show that the level of
educational inequality in West Papua Province is relatively low with the results of the Average
Gini Index of School Length 0.110 and the Expectations of School Length 0.047. The results
show that the Gini coefficient number is getting smaller each year which indicates the
increasingly even distribution of education in the province of West Papua. However,
education disparities between regions in West Papua still occur, Sorong City is the area with
the highest average school length and long school expectations compared to other regions.
Some recommendations for reducing educational inequality between regions in West Papua
are increasing the availability of school especially in new areas of expansion and remote
areas such as Sorong City, reducing the high cost of education and conducting socialization to
the community about the importance for children to complete nine-year basic education.
Keywords: Educational Inequality, West Papua, Gini Ratio Index, Lorenz Curve
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat ketimpangan pendidikan dengan
menggunakan Koefisien Gini Ratio, membandingkan tingkat ketimpangan pendidikan, serta
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendidikan antar wilayah di
Provinsi Papua Barat, Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif korelasional
berdasarkan data panel periode 2013-2018 yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Badan
Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. Data dianalisis dengan Indeks Gini Ratio dan Kurva
Lorenz sebagai ukuran tingkat ketimpangan berdasarkan data Rata-Rata Lama Sekolah dan
Harapan Lama Sekolah selama enam tahun terakhir di Provinsi Papua Barat. Hasil dari
Indeks Gini Ratio menunjukan tingkat ketimpangan pendidikan di Provinsi Papua Barat
tergolong rendah dengan hasil Indeks Gini Rata-Rata Lama Sekolah 0,110 dan Harapan
Lama Sekolah 0,047. Hasil, menunjukan angka koefisien Gini setiap tahunnya semakin kecil
yang mengindikasikan semakin meratanya distribusi pendidikan di Provinsi Papua Barat.
116 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Namun, ketimpangan pendidikan antar wilayah di Papua Barat masih terjadi, Kota Sorong
menjadi daerah dengan Rata-Rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah tertinggi
dibanding daerah-daerah lainnya. Untuk mengurangi ketimpangan Pendidikan antar wilayah,
pemerintah Provinsi Papua Barat hendaknya meningkatkan tingkat ketersediaan sekolah
terutama di daerah-daerah baru pemekaran dan terpencil seperti Kota Sorong, mengurangi
tingginya biaya pendidikan dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai
pentingnya bagi anak-anak untuk menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun.
Kata Kunci : Ketimpangan Pendidikan, Papua Barat, Indeks Gini Ratio, Kurva Lorenz
PENDAHULUAN
Indeks Pembangunan Manusia merupakan Indikator untuk mengukur keberhasilan
pembangunan kualitas hidup manusia. Semakin tinggi angka skornya, maka semakin tinggi
kualitas hidup masyarakat dalam suatu daerah maupun negara tersebut. Indeks
Pembangunan Manusia digolongkan menjadi empat kelompok; sangat tinggi (>80), tinggi
(80>70), sedang (70>60), dan rendah (60>). Tiga dimensi yang menopang IPM adalah,
umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak (Rochmi, 2018).
Indeks Pembangunan Manusia diukur untuk menilai kualitas pembangunan manusia di
suatu daerah berdasarkan tiga indikator yaitu ekonomi, Pendidikan dan Kesehatan
(Kharisma et al., 2020).
Di Indonesia, data BPS Tahun 2018 menyebutkan bahwa Indeks Pembangunan
Manusia terendah di Indonesia yaitu oleh provinsi Papua (60,06). Disusul Papua Barat
(63,74), Nusa Tenggara Timur (NTT) (64,39), Sulawesi Barat (65,1), dan Kalimantan
Barat (66,98).
Gambar 1
Provinsi dengan IPM Terendah di Indonesia pada Tahun 2018
Sumber : Data BPS Tahun 2019 (data diolah)
117 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Gambar 1 menunjukan bahwa Provinsi Papua Barat menjadi provinsi kedua dengan
IPM terendah di Indonesia pada tahun 2018 setelah Provinsi Papua. Pemerintah pusat terus
mengupayakan realisasi peningkatan kesejahteraan pada Provinsi Papua dan Papua Barat
dengan mengalokasikan anggaran dan dana melalui otonomi khusus. Isnadi dan Fikriah
pernah meneliti mengenai dampak Dana Otonomi Khusus terhadap Indeks Pembangunan
Manusia di Provinsi Aceh dengan hasil dana otonomi khusus tidak memiliki kontribusi
yang signifikan terhadap pertumbuhan IPM (Isnadi & Fikriah, 2019).
Gambar 2
Perkembangan IPM Provinsi Papua Barat Tahun 2012 - 2018
Sumber : BPS Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Berdasarkan data BPS Tahun 2018 menyebut bahwa dalam kurun waktu tujuh
tahun terakhir angka Indeks Pembangunan Manusia khususnya di Provinsi Papua Barat
terus menunjukkan peningkatan. Tahun 2018, IPM Papua Barat mencapai level 63,74 atau
meningkat sebesar 0.75 poin dibanding tahun sebelumnya yang berada pada angka 62,99.
Dari tahun 2012 sampai 2018, IPM Papua Barat masih di bawah IPM nasional.
Di Papua Barat, permasalahan bidang kesehatan dan pendapatan terus dikaji untuk
menemukan solusi terbaik dalam peningkatan dua hal tersebut. Data Badan Pusat Statistik
Papua Barat tahun 2018 menyebut Angka Harapan Hidup Papua Barat sebagai indikator
Indeks Kesehatan mencapai angka 65.55 dan angka Perkembangan Pengeluaran per Kapita
mencapai 7.816,00. Capaian tersebut juga mengalami peningkatan setiap tahunnya seperti
yang tergambar dalam Gambar 3 dan Gambar 4.
118 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Gambar 3
Perkembangan Usia Harapan Hidup (UHH) Provinsi Papua Barat
Tahun 2012 - 2018 Sumber : BPS Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Gambar 4
Perkembangan Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Provinsi
Papua Barat (Ribu Rupiah) Tahun 2012 - 2018 Sumber : BPS Provinsi Papua Barat Tahun 2019
Dalam bidang pendidikan di Papua Barat, capaian pembangunan manusia masih
memerlukan penelitian dan pengkajian lebih lanjut terutama pada faktor-faktor yang
berpengaruh dalam perhitungan Indeks Pendidikan. Tingkat dan kualitas pendidikan sangat
menentukan arah pertumbuhan semua bangsa termasuk bangsa Indonesia. Beberapa daerah
di Indonesia, masih terdapat ketimpangan dalam bidang pendidikan. Khususnya di daerah-
daerah tertinggal yang belum mendapatkan akses infrastruktur dasar (Saputra et al., 2015).
Tentunya hal ini menyulitkan untuk mewujudkan tujuan pemerataan pendidikan
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab IV Bagian 1 pasal 5 yang salah satunya
menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan
pendidikan sepanjang hayat (Depdiknas, 2003).
119 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Todaro dan Smith menyatakan bahwa sumber ketimpangan bukan hanya berasal
dari distribusi pendapatan tetapi juga dari pendidikan. Oleh karena itu pendidikan
merupakan tujuan pembangunan yang mendasar (Tambuna, 2013). Pendidikan juga
merupakan faktor penting dalam investasi sumber daya manusia. Oleh karenanya,
pemerintah berupaya mewujudkan pembangunan yang lebih berimbang melalui
desentralisasi pemerintahan serta dibarengi kerja sama langsung pemerintah pusat dan
daerah (Vickerman, 2015).
Langkah nyata penerapan desentralisasi di Provinsi Papua dan Papua Barat, dimulai
dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. UU ini kemudian
diubah dengan Perpu Nomor 1 Tahun 2008. Selanjutnya, Instruksi Presiden Nomor 5
Tahun 2007 tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat. Sebagai
salah satu langkah bagi penerapan Inpres tersebut, dibentuklah Unit Percepatan
Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) (Bappenas, 2013).
Otonomi Khusus Papua/Papua Barat mengamanatkan pemerintah Provinsi
Papua/Papua Barat agar memenuhi kebutuhan hak dasar utama, yaitu bidang pendidikan,
kesehatan, infrastruktur dan pembedayaan ekonomi (Karath, 2015). Dana Otonomi Khusus
untuk Papua Barat telah mulai disalurkan sejak 2008. Pada 2014 mendapat dana otsus
Rp2,05 triliun. Angka tersebut meningkat hingga 2018 menjadi Rp2,4 triliun (Badan
Kebijakan Fiskal, 2019). Namun angka tersebut tidak dapat menjamin keberhasilan penuh
tujuan dari adanya dana otonomi khusus untuk memajukan pembangunan di Papua Barat,
terutama dalam bidang pendidikan.
Provinsi Papua Barat dahulu bernama Provinsi Irian Jaya Barat yang merupakan
pemekaran dari Provinsi Irian Jaya yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 1999
dan kemudian mengalami perubahan nama menjadi Papua Barat berdasarkan PP Nomor 24
Tahun 2007 tanggal 18 April 2007. Jumlah kabupaten/kota Papua Barat saat ini terdiri dari
13 Kabupaten yaitu Fakfak, Manokwari, Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kaimana, Raja
Ampat, Sorong Selatan, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama, Tambrauw, Kabupaten
Maybrat, (Raafi’i et al., 2018) serta Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten
Manokwari Selatan yang merupakan hasil pemekaran terbaru.
Indikator dalam mengukur capaian Indeks Pendikan pada IPM di Provinsi Papua
Barat diperoleh dari gabungan angka Rata-Rata Lama Sekolah, Angka Melek Huruf dan
angka Harapan Lama Sekolah. Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi
120 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Papua Barat menunjukan Papua Barat dari tahun 2013 – 2018 menunjukkan hasil yang
variatif.
Penelitian mengenai ketimpangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi
Papua Barat dilakukan oleh Kambu dan Wahyu (2011) dengan hasil yang menunjukkan
bahwa setiap tahunnya tingkat ketimpangan di Provinsi Papua Barat cenderung menurun
dengan ketimpangan rata-rata 0,46. Sedangkan penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi
dilakukan oleh Mansim dan Kuncoro (2011) yang menunjukkan bahwa laju ekonomi di
Papua Barat signifikan dan positif dipengaruhi oleh derajat desentralisasi fiskal,
khususnya, Dana Otonomi Khusus.
Ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat
juga pernah diteliti oleh Farid (2014). Hasilnya meskipun secara keseluruhan tingkat
pertumbuhan ekonomi di semua Kabupaten/Kota terjadi fluktuasi selama tahun 2006-2011,
secara rata-rata pertumbuhan ekonominya relatif merata sebesar 6,09% pertahun. Hal
tersebut tidak berarti tidak terjadi kesenjangan pertumbuhan antar kabupaten/kota,
kenyataannya terjadi kesenjangan di kabupaten Fak-fak sebesar 0,18 selama tahun 2006-
2011.
Pada Tahun 2018, Raafi’i et al. (2018) memperoleh hasil penelitian mengenai
pembangunan antarwilayah di Provisi Papua Barat yang menunjukkan bahwa pemerintah
Papua Barat melakukan pembagian wilayah menjadi tiga wilayah pengembangan (WP)
sebagai upaya untuk meminimalisasi ketimpangan antarwilayah di Papua Barat dan hal itu
tersebut dinilai efektif dalam membantu proses pembangunan di Papua Barat karena setiap
wilayah pengembangan memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.
Penelitian mengenai ketimpangan antar kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat
telah dilakukan oleh Kambu dan Wahyu (2011) yang meneliti tentang ketimpangan
pendapatan, Mansim dan Kuncoro (2011) yang meneliti tentang pertumbuhan ekonomi dan
Raafi’i et al. (2018) yang meneliti faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap
ketimpangan. Penelitian ketimpangan Pendidikan yang pernah dilakukan diluar Provinsi
Papua Barat diantaranya penelitian oleh Bustomi (2012) yang meneliti mengenai faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap ketimpangan Pendidikan di Provinsi Jawa Tengah.
Sedangkat penelitian mengenai ketimpangan pendidikan antar wilayah di Provinsi Papua
Barat belum pernah dilakukan sebelumnya.
121 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Berdasarkan data dan penjelasan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengukur tingkat ketimpangan pendidikan antar wilayah di Provinsi Papua Barat dengan
menggunakan Koefisien Gini Ratio, membandingkan tingkat ketimpangan pendidikan
antar wilayah di Provinsi Papua Barat dan menganalisis faktor ketimpangan pendidikan
antar wilayah di Provinsi Papua Barat dengan mengacu pada hasil penelitian sebelumnya.
TINJAUAN LITERATUR
Definisi Pendidikan
Dalam UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan disebutkan sebagai usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat (Abd Majid, 2014). Pendidikan
menjadi hal yang sangat krusial bagian setiap orang. Pemerintah bahkan telah
mencanangkan berbagai program wajib sekolah. Bahkan pentingnya pendidikan juga
terlihat dari besarnya APBN yang disediakan oleh pemerintah untuk bidang pendidikan
sebesar 20%. Menurut Modouw menyebutkan bahwa pada prinsipnya terdapat tiga aspek
di dalam istilah pendidikan yang saling mengisi yaitu usaha sadar dan terencana,
memengaruhi atau menciptakan lingkungan yang menunjang pembelajaran, serta
perubahan dan kemampuan diri (Modouw, 2013).
Pendidikan menjadi indikator utama dalam pembangunan sumber daya manusia
(SDM) yang berimplikasi pada kualitas sumber daya manusia. Pendidikan memiliki posisi
yang strategis dalam pembangunan daerah dan nasional. Pendidikan juga merupakan salah
satu indikator kemajuan suatu bangsa karena berdampak pada peningkatan kualitas hidup
dan kesejahteraan masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera
(Pribadi, 2015).
Sukirno menjelaskan bahwa pendidikan merupakan satu investasi yang sangat
berguna untuk pembangunan ekonomi. Di satu pihak untuk memperoleh pendidikan
diperlukan waktu dan uang. Pada masa selanjutnya setelah pendidikan diperoleh,
masyarakat dan individu akan memperoleh manfaat. Individu yang memperoleh
pendidikan tinggi cenderung memperoleh pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan
122 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
dengan tidak berpendidikan. Semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pula pendapatan
yang diperoleh. Peningkatan dalam pendidikan memberi beberapa manfaat dalam
mengurangi tingkat kemiskinan dan sekaligus dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi
(Sukirno, 2004).
Ketimpangan Pendidikan
Ketimpangan pendidikan merupakan kondisi ketidakmerataan lulusan pendidikan
dari penduduk di suatu daerah. Ukuran ketimpangan pendidikan adalah indeks Gini
pendidikan yang mengukur rasio rata-rata capain tahun sekolah dari semua penduduk.
Indeks Gini Pendidikan memiliki koefisien berkisar antara 0 hingga 1. Semakin rendah
indeks koefisien, semakin baik tingkat kemerataan capaian pendidikan, dan semakin tinggi
indeks koefisien, menunjukkan terjadinya ketidakmerataan atau ketimpangan pendidikan.
Kategori ketimpangan sesuai dengan Indeks Gini Pendidikan (Todaro & Smith, 2006)
yaitu (1) indeks 0,71 ke atas adalah wilayah dengan ketimpangan sangat tinggi, (2) indeks
0,5-0,70 adalah wilayah dengan ketimpangan tinggi, (3) indeks 0,36-0,49 adalah wilayah
dengan ketim-pangan sedang, (4) indeks 0,21-0,35 adalah wilayah dengan ketimpangan
rendah, dan (5) indeks 0,20 ke bawah adalah wilayah dengan ketimpangan sangat rendah
(Sholikhah et al., 2014).
METODE PENELITIAN
Koefisien Gini dan Kurva Lorenz
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan analisis deskriptif
korelasional. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan studi
pustaka karena penelitian ini memanfaatkan data sekunder yang diambil dari data Badan
Pusat Statistik Papua Barat. Penelitian ini menggunakan data panel (panel pooled data)
yaitu dengan menggabungkan data times series tahun 2013-2018 (t = 6) dengan data cross
section (kabupaten/kota) di wilayah Provinsi Papua Barat. Dengan alat untuk menghitung
ketimpangan pendidikan menggunakan persamaan Indeks Gini Pendidikan yang
dikembangkan oleh Thomas. Analisis yang digunakan adalah metode Koefisien Gini (Gini
Ratio), terutama untuk menghitung tingkat ketimpangan. Rumus angka Gini Ratio adalah
sebagai berikut:
123 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
K : banyaknya kelas/kelompok
Fi : proporsi jumlah kumulatif kelas ke – i
Yi : proporsi jumlah pendapatan kumulatif kelas ke – i
Koefisien Gini, adalah parameter yang digunakan untuk mengukur ketimpangan
distribusi pendapatan yang bernilai antara 0 sampai dengan 1 yang merupakan rasio antara
luas area antara Kurva Lorenz dengan garis kemerataan sempurna. Semakin kecil nilai
koefisien Gini, mengindikasikan semakin meratanya distribusi pendapatan, sebaliknya
semakin besar nilai koefisien Gini mengindikasikan distribusi yang semakin timpang
(senjang) antar kelompok penerima pendapatan. Adapun kriteria ketimpangan pendapatan
berdasarkan Koefisien Gini menurut Todaro dalam Putri et al (2015) adalah: lebih dari 0,5
adalah tingkat ketimpangan tinggi; antara 0,35 - 0,5 adalah tingkat ketimpangan sedang,
kurang dari 0,35 adalah tingkat ketimpangan rendah.
Kurva Lorenz merupakan cara untuk mengkaji distribusi suatu pendapatan. Kurva
Lorenz dapat diperlihatkan sebuah hubungan rasio Gini dengan distribusi pendapatan
secara visual pandang. Semakin kecil luas daerah, rasio Gini juga semakin kecil,
interpretasinya adalah distribusi pendapatan semakin merata, demikian sebaliknya.
Gambar 5
Rasio Gini dan Kurva Lorenz
Dengan kata lain, semakin dekat kurva Lorenz dengan garis diagonal, rasio Gini
makin kecil maka distribusi semakin merata (Mariska, 2019). Dalam penelitian ini, Indeks
Gini Pendidikan, merupakan angka antara 0 dan 1 yang mencerminkan ketimpangan
124 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
pendidikan. Semakin mendekati angka 0, ketimpangan pendidikan semakin rendah.
Sebaliknya, semakin mendekati angka 1, ketimpangan pendidikan semakin tinggi.
Dimensi Pendidikan
Baik angka Harapan Lama Sekolah (HLS) maupun angka Rata-Rata Lama Sekolah
(RLS), keduanya dihitung menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
KOR. Dalam penghitungan nilai angka Harapan Lama Sekolah, digunakan variabel
penduduk berusia 7 tahun ke atas. Sedangkan dalam penghitungan nilai angka Rata-Rata
Lama Sekolah, digunakan variabel penduduk berusia 25 tahun ke atas. Kedua indikator
Indeks Pendidikan ini dimunculkan dengan harapan dapat mencerminkan tingkat
pendidikan / pengetahuan, dimana angka Harapan Lama Sekolah menggambarkan kondisi
pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang yang ditunjukkan dalam bentuk
lamanya pendidikan (dalam tahun) yang diharapkan dapat dicapai oleh setiap anak.
Sedangkan cerminan angka Rata-Rata Lama Sekolah merupakan gambaran terhadap
keterampilan yang dimiliki penduduk. Untuk menghitung Indeks Harapan Lama Sekolah
menggunakan rumus berikut:
dimana, HLS yaitu harapan lama sekolah pada tahun ke-t, HLSmin yaitu harapan lama
sekolah minimum = 0 tahun, dan HLSmaks adalah harapan lama sekolah maksimum = 18
tahun.
Sedangkan untuk menghitung Indeks Rata-Rata Lama Sekolah menggunakan
rumus berikut:
dimana, RLS adalah rata-rata lama sekolah pada tahun ke-t, RLSmin adalah rata-rata
lama sekolah minimum = 0 tahun, dan RLSmaks adalah rata-rata lama sekolah maksimum
= 18 tahun. Langkah terakhir setelah mendapatkan nilai Indeks Harapan Lama Sekolah dan
Indeks Rata-rata Lama Sekolah adalah menghitung Indeks Pengetahuan dengan rumus:
125 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Tingkat Ketimpangan Pendidikan Dengan Menggunakan Gini Ratio
Dalam menganalisis ketimpangan pendidikan di Provinsi Papua Barat, penulis
menggunakan data Rata-Rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah yang diperoleh
dari Data BPS Papua Barat dalam rentang waktu 2013 hingga 2018 (6 tahun). Data
tersebut kemudian dianalisis secara kuantitatif deskriptif serta diolah dengan Koefisien
Gini sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur ketimpangan distribusi
pendapatan yang bernilai antara 0 sampai dengan 1 yang merupakan rasio antara luas area
antara Kurva Lorenz dengan garis kemerataan sempurna.
Berdasarkan hasil analisis terhadap data panel Rata-Rata Lama Sekolah dan
Harapan Lama Sekolah didapatkan hasil Indeks Gini Ratio berikut:
Tabel 1
Hasil Indeks Gini Harapan Lama Sekolah Tahun 2013-2018
Tabel 2
Hasil Indeks Gini Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2013-2018
No. Tahun Harapan Lama Sekolah Area A Indeks Gini
1 2013 11,71 2,55 0,051
2 2014 11,87 2,42 0,048
3 2015 11,96 2,44 0,049
4 2016 12,11 2,39 0,048
4 2017 12,29 2,24 0,045
6 2018 12,43 1,91 0,038
Rata-Rata 12,06 2,33 0,047
No. Tahun Rata-Rata Lama Sekolah Area A Indeks Gini
1 2013 6,89 5,71 0,114
2 2014 7,00 5,69 0,114
3 2015 7,07 5,54 0,111
4 2016 7,17 5,49 0,110
4 2017 7,23 5,40 0,108
6 2018 7,36 5,15 0,108
Rata-Rata 7,12 5,50 0,110
126 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Dari hasil olah data Indeks Gini Ratio pada Data BPS Rata-Rata Lama Sekolah
untuk mengetahui ketimpangan pendidikan di Papua Barat diperoleh nilai rata-rata Gini
Provinsi Papua Barat dari tahun 2013 sampai 2018 adalah 0,110 yang menunjukan masih
adanya ketimpangan Pendidikan. Sesuai ketentuan bahwa Kategori ketimpangan sesuai
dengan Indeks Gini Pendidikan yaitu jika indeks 0,20 ke bawah adalah wilayah dengan
ketimpangan sangat rendah. Maka dapat disimpulkan bahwa ketimpangan pendidikan di
Papua Barat tergolong rendah.
Gambar 6
Indek Gini dan Kurva Lorenz Rata-Rata Lama Sekolah Tahun 2013 – 2018
Hasil data Indeks Gini setiap tahun menunjukkan penurunan angka yang artinya
kualitas pendidikan semakin membaik dan merata karena angka ketimpangan pendidikan
semakin menurun. Sedangkan dari hasil olah data Indeks Gini Ratio pada Data BPS
Harapan Lama Sekolah untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendidikan di Papua Barat
diperoleh nilai rata-rata Gini Provinsi Papua Barat dari tahun 2013 sampai 2018 adalah
127 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
0,047 yang menunjukan masih sangat rendahnya ketimpangan Pendidikan. Nilai indeks
0,20 ke bawah dikategorikan sebagai wilayah dengan ketimpangan sangat rendah. Maka,
baik pada Rata-Rata Lama Sekolah maupun Harapan Lama Sekolah, Provinsi Papua Barat
terus mengalami peningkatan kualitas setiap tahunnya. Garis lengkung Area A dan Indeks
Gini pada Kurva Lorenz semakin kecil.
Gambar 7
Indek Gini dan Kurva Lorenz Harapan Lama Sekolah Tahun 2013 - 2018
Setiap tahun grafik yang terbentuk semakin menunjukan kualitas yang semakin
baik dan mengalami peningkatan. Dilihat dari dua indikator tersebut, Pemerintah Daerah
Provinsi Papua Barat berhasil meningkatkan kualitas dan mampu menangani dengan baik
ketimpangan yang terjadi. Sayangnya, dari kedua data tersebut masih adanya gap yang
tinggi pada kondisi pendidikan antar wilayah di Papua Barat yang masih belum merata.
128 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Analisis Perbandingan Tingkat Ketimpangan Pendidikan Antar Wilayah Di Provinsi
Papua Barat
Berdasarkan perhitungan Kurva Lorenz dan Indeks Gini Ratio, Indeks Pendidikan
di Provinsi Papua Barat dari tahun 2013 hingga 2018 menunjukkan kenaikan secara
berkala. Hal tersebut menjadi bukti adanya keseriusan pemerintah dalam upaya
memperbaiki angka ketimpangan pendidikan di Papua Barat. Sayangnya, meski angka
keseluruhan dari perhitungan Indeks Gini Ratio menghasilkan kurva yang terus
menyempit, namun ketimpangan pendidikan antar wilayah masih terjadi.
Berdasarkan data BPS Papua Barat tahun 2018, Rata-rata Lama Sekolah Provinsi
Papua Barat adalah 7.27 dan angka Harapan Lama Sekolah mencapai angka 12.53 dengan
angka IPM di tahun 2018 sebesar 63.74 (BPS Papua Barat, 2018). Data dari tahun 2013
hingga tahun 2018 menunjukkan angka rata-rata lama sekolah di Kota Sorong selalu
unggul di antara seluruh wilayah Papua Barat dengan capaian angka > 10. Sedangkan
Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan dua kabupaten di
Papua Barat dengan capaian angka rata-rata lama sekolah terendah dengan angka > 5.
Demikian juga dengan data yang diperoleh dari indikator Harapan Lama Sekolah,
Kota Sorong dalam enam tahun terakhir memperoleh angka di atas 13 atau di atas rata-rata
tahunan. Sedangkan Kabupaten Teluk Wondama menjadi kabupaten dengan harapan lama
sekolah terendah. Angka yang diperoleh pada Harapan Lama Sekolah Indeks Pendidikan di
13 Kabupaten Papua Barat lebih signifikan dan berbeda tipis antar satu daerah dengan
lainnya, sedangkan Rata-rata Lama Sekolah pada antar Kabupaten di Papua Barat lebih
variatif angkanya dengan perbedaan dari satu daerah ke daerah lain yang terpaut jauh. Kota
Sorong menjadi daerah dengan rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah tertinggi.
Sedangkan Kabupaten Tambrauw dan Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan dua
kabupaten di Papua Barat dengan capaian angka terendah.
129 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Tabel 3
Data Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah Tahun 2013 – 2018
Sumber: Badan Pusat Stastik Provinsi Papua Barat 2020
Baik Rata-Rata Lama Sekolah maupun Harapan Lama Sekolah pada masing-
masing kabupaten di Provinsi Barat setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan kualitas
pendidikan dengan melihat nilai rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah yang
semakin bertambah. Meski kenaikan angka tidak terlalu tinggi namun hampir selama
periode 2013 – 2018 tidak ada daerah yang mengalami penurunan kualitas. Hal tersebut
diyakini karena pengaplikasian alokasi anggaran pemerintah daerah yang semakin merata
dengan pengelolaan yang baik pada setiap wilayah. Selain itu Indeks Pendidikan yang
dihasilkan dari indeks komponen Rata-Rata Lama Sekolah dan Harapan Lama Sekolah
juga dipengaruhi secara langsung oleh tingkat partisipasi sekolah, terutama oleh angka
partisipasi murni pada masing-masing jenjang pendidikan formal. Secara tidak langsung,
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jumlah dan kualitas tenaga pengajar dan mutu
kurikulum pengajar.
Dari Indeks Gini pendidikan 13 kabupaten di provinsi Papua Barat pada periode
tahun 2013 – 2018 ditemukan bahwa ketimpangan pencapaian pendidikan di kebanyakan
Provinsi Papua Barat telah menurun selama enam tahun terakhir. Setiap tahunnya
mengalami kenaikan kualitas pendidikan dibuktikan dengan angka Gini yang juga semakin
mengecil. Peningkatan juga terlihat jelas pada Kurva Lorenz pendidikan dimana Area A
pada kurva semakin mengecil pada tahun 2018 jika dibandingkan tahun 2013.
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Fakfak 7,97 8,09 8,12 8,22 8,27 8,51
Kaimana 7,36 7,61 7,65 7,83 7,9 8,09
Teluk Wondama 6,43 6,5 6,52 6,57 6,67 6,75
Teluk Bintuni 7,28 7,44 7,45 7,57 7,62 7,77
Manokwari 7,58 7,7 7,75 7,85 7,92 8,04
Sorong Selatan 6,64 6,75 6,84 6,95 7,01 7,15
Sorong 7,06 7,14 7,46 7,57 7,61 7,83
Raja Ampat 7,16 7,32 7,39 7,53 7,57 7,63
Tambrauw 4,4 4,53 4,61 4,7 4,81 4,94
Maybrat 5,92 5,96 6,22 6,33 6,43 6,53
Manokwari Selatan 6,12 6,2 6,21 6,32 6,37 6,48
Pegunungan Arfak 4,79 4,85 4,86 4,9 4,91 4,97
Kota Sorong 10,82 10,86 10,87 10,91 10,92 10,93
Kabupaten/Kota
[Metode Baru] Rata-rata Lama Sekolah
(Tahun)
2013 2014 2015 2016 2017 2018
Fakfak 13,17 13,25 13,26 13,51 13,76 13,85
Kaimana 11,02 11,19 11,23 11,46 11,59 11,76
Teluk Wondama 9,97 10,26 10,33 10,48 10,81 11,05
Teluk Bintuni 10,94 11,21 11,3 11,62 11,7 11,94
Manokwari 12,96 13,15 13,38 13,51 13,54 13,63
Sorong Selatan 11,33 11,52 11,71 11,93 12,28 12,56
Sorong 12,35 12,38 12,6 12,81 13,05 13,21
Raja Ampat 11,2 11,34 11,44 11,65 11,79 11,8
Tambrauw 10,46 10,73 10,8 10,89 11,2 11,32
Maybrat 11,92 12,11 12,21 12,31 12,53 12,67
Manokwari Selatan 12,13 12,18 12,19 12,2 12,27 12,32
Pegunungan Arfak 11 11,05 11,06 11,07 11,27 11,33
Kota Sorong 13,76 13,95 13,99 14 14,01 14,21
Kabupaten/Kota
[Metode Baru] Harapan Lama Sekolah
(Tahun)
130 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Analisis Faktor Ketimpangan Pendidikan Antar Wilayah Di Provinsi Papua Barat
Indeks Pembangunan Manusia atau IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat
mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan
sebagainya dengan pengukuran aspek ketiganya yaitu dinilai dari Pendapatan, Kesehatan,
dan Pendidikan. Tahun 2018, Papua Barat masuk dalam kategori lima provinsi dengan
nilai IPM terendah di Indonesia. Data BPS Tahun 2019 IPM Provinsi Papua Barat setiap
tahunnya mengalami kenaikan nilai meski tidak signifikan.
Gambar 9
Indeks Pembangunan Manusia Papua Barat Tahun 2010 - 2019
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat Tahun 2019. Data diolah
Meski angka IPM Provinsi Barat terus menunjukkan perkembangan yang baik
setiap tahunnya secara keseluruhan, namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
ketimpangan antar wilayah masih terjadi di setiap daerah di Provinsi Barat yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi
ketimpangan antar wilayah adalah: geografi, sejarah, politik, kebijakan pemerintah,
adminsitrasi, sosial budaya dan ekonomi (Rustiadi et al., 2011). Ketimpangan antar
wilayah terjadi juga pada pengeluaran per kapita per bulan dan indeks gini. Pengeluaran di
atas rata-rata Provinsi Papua Barat terjadi di Kota Sorong Rp 1,448,834.00, Teluk Bintuni
Rp 1,068,660.00, dan Manokwari Rp 945,437.00. Indeks gini Teluk Bintuni sebesar 0,32
menggambarkan pemerataan yang lebih baik dibanding kota Sorong dan Manokwari yang
memiliki indeks gini lebih dari 0,4. (Rustiadi et al., 2011)
Hasil penelitian Raafi’i et al. (2018) yang diperoleh dari hasil pengolahan data
regresi data panel menggunakan pooled effect model GLS (cross–section weight),
131 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
diketahui bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif (meningkatkan) terhadap
ketimpangan adalah panjang jalan, rata-rata pengeluaran per kapita, tidak adanya kota, dan
wilayah kesukuan. Sedangkan yang berpengaruh negatif adalah tidak adanya DOB.
Dalam upaya menghadapi ketimpangan antar wilayah, Pemerintah Provinsi Papua
Barat melakukan klasifikasi atau dengan pembangunan berbasis wilayah. Pembangunan
berbasis wilayah bertujuan meminimalisasi ketimpangan antarwilayah. Pemerintah Daerah
Papua Barat membagi wilayahnya menjadi tiga wilayah pengembangan (WP) yang terdiri
dari beberapa kabupaten/kota. Wilayah pengembangan tersebut adalah (1) Teluk Bintuni,
Manokwari, dan Teluk Wondama; (2) Maybrat, Raja Ampat, Kabupaten Sorong, Kota
Sorong, Sorong Selatan, dan Tambrauw; (3) Fakfak dan Kaimana. Setiap wilayah
pengembangan memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Perbedaan
tersebut diantaranya, tipologi daerah (pesisir pantai dan gunung), jumlah penduduk (di
bawah 50 ribu jiwa, 50–100 ribu jiwa dan di atas 100 ribu jiwa), status administrasi
(kabupaten lama dan daerah otonomi baru) (Raafi’i, 2018).
Selain pembangunan berbasis wilayah, langkah pemerintah dalam menghadapi
ketimpangan antar wilayah adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah atau disebut sebagau Desentralisasi Fiskal. Desentralisasi fiskal
berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap ketimpangan wilayah antar
kabupaten dan kota di Provinsi Papua Barat (Mansim dan Kuncoro, 2011)
Kota Sorong yang sejak dulu dikenal sebagai pintu masuk ke Papua serta memiliki
beberapa industri pengolahan SDA seperti perikanan dan kehutanan telah lama
berkembang menjadi salah satu pusat ekonomi sejak jaman Irian Jaya hingga Papua Barat.
Kepadatan penduduk kota Sorong 248 jiwa per kilometer, merupakan tertinggi di Papua
Barat. Manokawri dan Kota Sorong (sebelumnya Kabupaten Sorong) sejak dahulu dikenal
sebagai salah satu pusat ekonomi yang berkembang pesat yang tunjang pelabuhan laut dan
bandara yang disinggahi pesawat berbadan lebar. Kedua daerah ini kemudian berkembang
menjadi kota. Perbedaaan pengeluaran antara kedua daerah ini dengan daerah lainnya di
intra WP sesuai dengan Putri dan Dartanto (2016) yang menyatakan terjadi peningkatan
pendapatan populasi di perkotaan yang membuat semakin divergennya pendapatan antara
masyarakat perkotaan dan pedesaan. Salah satu penyebab perbedaan pengeluaran per
kapita masyarakat di perkotaan dan perdesaan adalah tingkat pendidikan kepala keluarga
132 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
yang rendah (Putri dan Dartanto 2016). Kemudahan fasilitas pendidikan dan pelatihan di
kota memberikan pengaruh terhadap tingkat pendapatan masyarakat (Raafi’i et al., 2018).
Dari beberapa hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam hal
pendidikan, faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendidikan antar wilayah di
antaranya masih rendahnya rata-rata lama sekolah penduduk di beberapa daerah pada
Provinsi Papua Barat yang erat kaitannya dengan masih rendahnya tingkat keberlanjutan
siswa ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau rendahnya angka partisipasi murni
pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi. Pada kasus perbedaan angka rata-rata
lama sekolah yang tinggi antara Kota Sorong dan daerah Pegunungan Arfak dan
Tambrauw, letak geografis daerah diduga sebagai penyebab utama. Kota sorong yang
merupakan sentra dari kota Papua Barat jelas mendapatkan akses dan insfrakstuktur yang
lebih mumpuni dibandingkan daerah Tambrauw dan Pegunungan Arfak dimana masih
terbatasnya berbagai sarana dan insfrastruktur pendidikan.
Selain itu faktor lain sebagai penyebab ketimpangan pendidikan antar wilayah di
Provinsi Papua Barat antara lain rendahnya tingkat ketersediaan sekolah (selain sekolah
dasar) di daerah-daerah, mahalnya proses memasuki sekolah baru yang lebih tinggi, serta
tuntutan sebagian orang tua agar anaknya membantu bekerja sebelum menyelesaikan
pendidikan dasar (BPS Provinsi Papua Barat, 2019).
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan data selama enam tahun terakhir 2013 – 2018, dari dua indikator dan
pendekatan Indeks Pendidikan IPM yaitu angka Rata-Rata Lama Sekolah dan Harapan
Lama Sekolah di Provinsi Barat terus meningkat setiap tahunnya. Hasil dari Indeks Gini
Ratio Provinsi Papua Barat tahun 2013 - 2018 menunjukan tingkat ketimpangan
pendidikan di Provinsi Papua Barat tergolong Rendah dengan hasil Indeks Gini
perhitungan Rata-Rata Lama Sekolah 0,110 dan hasil perhitungan Gini Harapan Lama
Sekolah di angka 0,047.
Hasil penelitian juga menunjukan angka koefisien Gini setiap tahunnya semakin
kecil yang mengindikasikan semakin meratanya distribusi pendidikan di Provinsi Papua
Barat. Namun, ketimpangan pendidikan antar wilayah di Papua Barat masih terjadi, Kota
Sorong menjadi daerah dengan rata-rata lama sekolah tertinggi. Sedangkan Kabupaten
Tambrauw dan Kabupaten Pegunungan Arfak merupakan dua kabupaten di Papua Barat
133 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
dengan capaian angka rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah terendah.
Peningkatan juga terlihat jelas pada Kurva Lorenz pendidikan dimana Area A pada kurva
semakin mengecil pada tahun 2018 jika dibandingkan tahun 2013.
Berdasarkan hasil pembahasan, pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat
juga diharapkan dapat terus memaksimalkan desentralisasi fiskal untuk melakukan
fungsinya secara efektif dan efisien. Memerhatikan beberapa penyebab dari terjadinya
ketimpangan pendidikan di Papua Barat, antara lain rendahnya tingkat ketersediaan
sekolah (selain sekolah dasar) di daerah-daerah terutama daerah baru pemekaran dan
daerah terpencil, mengatasi biaya proses pendidikan yang dinilai menghambat karena
terlalu tinggi, serta melakukan sosialisasi kepada masyarakat pentingnya anak untuk
menyelesaikan pendidikan dasar wajib sembilan tahun.
Penelitian ini masih memiliki keterbatasan yang diharapkan dapat dilanjutkan
dalam penelitian selanjutnya yaitu keterbatasan jumlah data panel dan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap ketimpangan sehingga penelitian selanjutnya diharapkan dapat
mengisi gap dalam penelitian ini dengan mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
ketimpangan pendidikan antar wilayah di Provinsi Papua Barat serta menggunakan data
panel dengan rentang waktu lebih lama. Selain itu, penelitian selanjutnya diharapkan dapat
meneliti pengaruh dana otonomi khusus bidang pendidikan terhadap ketimpangan
pendidikan di Provinsi Papua Barat.
DAFTAR PUSTAKA
Bustomi, M. J. F. (2012). Ketimpangan Pendidikan Antar Kabupaten/Kota dan
Implikasinya di Provinsi Jawa Tengah. Economics Development Analysis
Journal, 1(2), 1-10.
Farid, Z. (2014). Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Kesenjangan Antar Kabupaten/Kota
di Provinsi Papua Barat Tahun 2006-2011. (Doctoral dissertation, University of
Muhammadiyah Malang).
Isnadi, N., & Fikriah, F. (2019). Dampak Dana Otonomi Khusus Terhadap Tingkat
Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Ekonomi Pembangunan, 4(1), 29-37.
Kambu, T., & Wahyu Widayat, M. E. (2011). Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan
Distribusi Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat (Pasca
Pemekaran Tahun 2004-2009). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
134 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Karath, M. (2015). Accelerating the Development for the Welfare Community in the Land
of Papua. Global Journal of Arts Humanities and Social Sciences, 3(3), 30-43.
Kharisma, V. D., Samputra, P. L., & Muntaha, P. Z. (2020). Analisis Dampak Kebijakan
Alokasi Dana Otonomi Khusus Bidang Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap
Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Papua. Journal Publicuho, 3(1), 1-20.
Majid, M. S. A. (2014). Analisis tingkat pendidikan dan kemiskinan di Aceh. Jurnal
Pencerahan, 8(1), 15-37.
Mansim, N., & Kuncoro, M. (2011). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua Barat. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Mariska, Yomi. (2019). Studi Kesimetrisan Kurva Lorenz Yang Dimodifikasi Serta Teknik
Komputasinya Terhadap Data Pengamatan Dua Dimensi. Universitas Lampung.
Modouw, James. (2013), Pendidikan dan Peradaban Papua, Suatu Tinjauan Kritis
Transformasi Sosial, Bajawa Press Yogyakarta.
Pribadi, R. E. (2015). Implementasi sustainable development goals (SDGs) dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di Papua. E-Journal Ilmu Hubungan
Internasional, 5(3), 917-923.
Putri, A. D., & Dartanto, T. (2016). Dekomposisi Perubahan Ketimpangan di Indonesia
Tahun 2005-2014. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan, 8(1), 72-91.
Putri, Y. E., Amar, S., & Aimon, H. (2015). Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan di Indonesia. Jurnal Kajian
Ekonomi, 3(6), 1-18.
Raafi’i, A., Hakim, D. B., & Putri, E. I. K. (2018). Ketimpangan Pembangunan
Antarwilayah Pengembangan di Provinsi Papua Barat. Journal of Regional and
Rural Development Planning, 2(3), 244-257.
Rustiadi, E., Saefulhakim, S., & Panuju, D. R. 2011. Perencanaan dan Pengembangan
Wilayah. Cetakan Ketiga. Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Saputra, D., Syechalad, M. N., & Nasir, M. (2015). Analisis Ketimpangan Pendidikan
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi: Program
Pascasarjana Unsyiah, 3(2), 1-9.
Sholikhah, N., Suratman, B., Soesatyo, Y., & Soejoto, A. (2014). Analisis Faktor yang
Mempengaruhi Ketimpangan Pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid, 20, 176-
182.
Tambuna, S. (2013). Analisis Ketimpangan Pendidikan Dan Pengaruhnya Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Riau. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
135 VOLUME 6 - NOMOR 2, September 2020
Analisis Ketimpangan Pendidikan ... Nur Sholekhatun Nisa, Palupi Lindiasari Samputra
Sukirno, S. (2004). Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Todaro, M. P., & Smith, S. C. (2006). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga
Vickerman, R. (2015). High-speed rail and regional development: the case of intermediate
stations. Journal of Transport Geography, 42, 157-165.
Lainnya:
Badan Kebijakan Fiskal. (2019). Kajian Efektivitas Implementasi Dana Otonomi Khusus.
Diakses pada 13 Maret 2020. Retrieved from https://fiskal.kemenkeu.go.id/dw-
konten-view.asp?id=2019091709450632855111.
Badan Pusat Statistik. (2019). Indeks Pembangunan Manusia Menurut Provinsi [Metode
Baru], 2010-2019. Diakses pada 12 Maret 2020. Retrieved from
https://www.bps.go.id/dynamictable/2020/02/18/1772/indeks-pembangunan-
manusia-menurut-provinsi-metode-baru-2010-2019.html.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. (2019). [Metode Baru] Indeks Pembangunan
Manusia Menurut Kabupaten/Kota, 2010-2019. Diakses pada 12 Maret 2020.
Retrieved from https://papuabarat.bps.go.id/dynamictable/2016/12/04/20/-metode-
baru-indeks-pembangunan-manusia-menurut-kabupaten-kota-2010-2019.html.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. (2019). Indeks Pembangunan Manusia
Provinsi Papua Barat 2018. Papua Barat: Badan Pusat Statistik Provinsi Papua
Barat.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. (2020). Harapan Lama Sekolah Menurut
Provinsi [Metode Baru], 2010-2019. Diakses pada 14 Maret 2020. Retrieved from
https://www.bps.go.id/dynamictable/2018/04/16/1299/harapan-lama-sekolah-
menurut-provinsi-metode-baru-2010-2019.html.
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat. (2020). Rata-rata Lama Sekolah Menurut
Provinsi [Metode Baru], 2010-2019. Diakses pada 14 Maret 2020. Retrieved from
https://www.bps.go.id/dynamictable/2020/02/18/1773/rata-rata-lama-sekolah-
menurut-provinsi-metode-baru-2010-2019.html.
Bappenas. (2013). Siaran Pers Pada Acara Pembukaan Rapat Koordinasi Khusus
Percepatan Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat (P4b) Tahun
2013. Jakarta: Bappenas.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Rochmi, Muhammad Nur. (2018). Naik Tinggi Nilai IPM Papua Tetap Tertinggal. Diakses
pada 10 Febrauri 2020. https://beritagar.id/artikel/berita/naik-tinggi-nilai-ipm-
papua-tetap-tertinggal