ANALISIS HUBUNGAN KANDUNGAN KLOROFIL …
Transcript of ANALISIS HUBUNGAN KANDUNGAN KLOROFIL …
ANALISIS HUBUNGAN KANDUNGAN KLOROFIL FITOPLANKTON DENGAN SUHU DAN SALINITAS, DI
ESTUARI CIMANDIRI, PELABUHANRATU, JAWA BARAT
Sumiriyati, Wisnu Wardhana, dan Ratna Yuniati Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424 E-mail: [email protected]
Abstrak
Penelitian mengenai analisis hubungan kandungan klorofil fitoplankton dengan suhu dan salinitas di Estuari Cimandiri, Pelabuhanratu Jawa Barat telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2017. Hasil konsentrasi kandungan klorofil-a fitoplankton di Estuari Cimandiri berkisar antara 0,0163--0,2361 mg/l. klorofil-b fitoplankton berkisar antara 0,0061--0,0131 mg/l, sedangkan klorofil-c fitoplankton berkisar antara -0,0501-- -0,0965 mg/l. Kandungan klorofil-a memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan klorofil-b dan klorofil-c. Hasil identifikasi dan pencacahan sampel diperoleh 4 filum yaitu Bacillariophyta (7 genus), Dinophyta (3 genus), Cyanophyta (2 genus) dan Chlorophyta (3 genus). Analisis korelasi Spearman dan Pearson menujukkan hubungan antara klorofil fitoplankton dengan suhu sangat rendah. Terdapat korelasi antara klorofil fitoplankton dengan salinitas namun berkorelasi negatif. Faktor lingkungan yang paling memengaruhi kandungan klorofil fitoplankton di Estuari Cimandiri yaitu konsentrasi nitrat dan fosfat di stasiun penelitian sedangkan struktur komunitas yang paling memengaruhi kandungan klorofil fitoplankton yaitu kelimpahan fitoplankton.
Kata Kunci: Fitoplankton; Klorofil; Suhu; Salinitas; Struktur Komunitas
Analyse of The Correlations of Chlorophyll Phytoplankton with Temperature and Salinity in Cimandiri Estuary, Pelabuhanratu, West Java
Abstract
Research on the analysis of the relationship between phytoplankton chlorophyll content with temperature and salinity at Cimandiri Estuary, Pelabuhanratu West Java was conducted in January-May 2017. The result of concentration of chlorophyll-a phytoplankton content in Estuary Cimandiri ranged from 0,0163—0,2361 mg /l . Chlorophyll-b phytoplankton ranged from 0,0061--0,0131 mg / l, while chlorophyll-c phytoplankton ranged from -0,0501-- -0,0965 mg / l. The content of chlorophyll-a has a higher value than chlorophyll-b and chlorophyll-c. The results of the identification and enumeration of the samples were 4 phylum: Bacillariophyta (7 genera), Dinophyta (3 genera), Cyanophyta (2 genera) and Chlorophyta (3 genera). Spearman and Pearson correlation analysis showed the relationship between chlorophyll phytoplankton with temperature is very low. There is a correlation between phytoplankton chlorophyll with salinity but negatively correlated. Environmental factors that most affect the content of phytoplankton chlorophyll in Cimandiri Estuary is the concentration of nitrate and phosphate in research station while the most influencing the concentrations of chlorophyll phytoplankton is the abundance of phytoplankton. Keywords: Phytoplankton; Chlorophyll; Temperature; Salinity; Community structure
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Pendahuluan
Estuari merupakan suatu wilayah atau zona transisi antara lingkungan
sungai dan lingkungan laut, dengan demikian, wilayah estuari dipengaruhi oleh
karakter sungai yang membentuknya, seperti banyaknya masukkan air tawar dan
sedimentasi serta karakter lautan, seperti salinitas, pola gelombang, serta arus laut
(Triatmodjo 1999: 207). Estuari sering juga disebut sebagai muara sungai, yaitu
bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut (Triatmodjo 1999: 207).
Salah satu wilayah estuari yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa
adalah Estuari Cimandiri. Estuari tersebut merupakan muara sungai yang aliran
airnya mengalir ke Teluk Pelabuhanratu menuju Samudera Hindia dan
wilayahnya sebagian masuk ke dalam administrasi Kota Pelabuhanratu, kabupaten
Sukabumi Jawa Barat. Muara Cimandiri dipilih sebagai wilayah penelitian karena
merupakan muara sungai terbesar dibandingkan dengan enam muara sungai di
sekitarnya, yaitu Cibareno, Cisolok, Cimaja, Citepus, Cipelabuhan, dan
Cipanyairan.
Kegiatan penduduk di sekitar perairan Estuari Cimandiri seperti, kegiatan
pertanian, domestik atau rumahtangga dan perkebunan, dapat mengakibatkan
terjadinya perubahan kualitas perairan Estuari Cimandiri, dikarenakan masukan
nutrien yang berasal dari limbah kegiatan tersebut, dapat menyebabkan akumulasi
pengayaan nutrien di perairan estuari sehingga dapat terjadi perubahan struktur
komunitas fitoplankton di perairan. Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) Pelabuhanratu, diduga juga dapat berpengaruh terhadap perairan Estuari
Cimandiri, hal tersebut diduga karena limbah air panas yang dihasilkan dari
kegiatan PLTU, umumnya dibuang langsung ke perairan estuari, sehingga diduga
menyebabkan suhu di sekitar perairan Estuari Cimandiri menjadi meningkat.
Percampuran dari massa air yang berasal dari sungai dengan air laut pada
wilayah estuari, dapat menyebabkan fluktuasi parameter fisika dan kimia di
perairan estuari. Kondisi lingkungan yang selalu berfluktuasi ini akan
memengaruhi kehidupan organisme yang ada di dalam perairan. Salah satunya
adalah fitoplankton. Fitoplankton merupakan organisme mikroskopik yang
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
berperan sebagai pengubah zat-zat anorganik menjadi zat-zat organik melalui
proses fotosintesis di perairan (Nontji 1993: 126).
Penelitian yang mengenai zonasi salinitas di Estuari Cimandiri telah
dilakukan oleh Ladya (2015). Penelitian mengenai kualitas air Muara Cimandiri
menggunakan parameter fisika-kimia perairan, telah dilakukan oleh Ameliawati
(2003). Penelitian mengenai fitoplankton, terutama hubungan kandungan klorofil
pada fitoplankton terhadap parameter suhu dan salinitas di Estuari Cimandiri
masih sangat terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk mengetahui kandungan klorofil pada fitoplankton di perairan Estuari
Cimandiri terkait kesuburan perairan, mengetahui hubungan kandungan klorofil
fitoplankton dengan faktor suhu dan salinitas perairan. Serta mengetahui struktur
komunitas fitoplankton di Estuari Cimandiri. Data hasil penelitian yang diperoleh
dapat dijadikan dasar untuk penelitian-penelitian bidang ekologi selanjutnya.
Tinjauan Teoritis
Fitoplankton merupakan tumbuhan mikroskopik yang hidup terapung atau
melayang dan tidak dapat melawan arus di dalam perairan (Nybakken 1988: 36).
Fitoplankton termasuk kedalam kelompok plankton yang memiliki pigmen
klorofil. Oleh karena itu fitoplankton dapat melakukan proses fotosintesis untuk
membentuk zat-zat organik dari zat anorganik. Kemampuan untuk melakukan
fotosintesis menyebabkan fitoplankton memiliki peranan yang besar sebagai
produsen dalam ekosistem perairan (Nontji 1993: 126).
Wilayah Estuari merupakan wilayah peralihan antara lingkungan sungai
dan lautan. Hal tersebut menyebabkan, fitoplankton wilayah estuari dapat berasal
dari perairan tawar yaitu sungai maupun perairan laut. Fitoplankton yang
mendominasi perairan laut antara lain Bacillariophyta (Diatom), Dinophyta dan
Cyanophyta (Cyanobacteria) (Nontji 1993: 129). Sedangkan fitoplankton yang
mendominasi perairan tawar yaitu Chlorophyta.
Bacillariophyta atau dikenal dengan diatom merupakan fitoplankton
dominan di air laut. Hal tersebut dapat disebabkan oleh laju pertumbuhan intrinsik
yang cepat dan kemampuan reproduksi yang lebih pendek dibanding kelas
Dinophyta. Bacillariophyta hidup secara soliter atau saling menempel membentuk
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
koloni. Pigmen fotosintetik terdiri atas klorofil-a, klorofil-c, β-karoten,
diatosantin, diadinosantin dan fukosantin. Pigmen fukosantin yang terdapat di
dalam Bacillariophyta menyebabkan plastidnya berwarna coklat-keemasan (Bell
& Hemsley 2004: 80--81).
Dinophyta adalah kelompok fitoplankton yang sangat umum ditemukan di
laut setelah diatom. Pigmen yang terkandung di dalam selnya tidak hanya klorofil-
a dan klorofil-c, tetapi terdapat pigmen β-carotene dan kelompok xanthophylls,
termasuk dinoxanthin, peridinin dan diadinoxanthin. Adanya pigmen tersebut
menyebabkan dinophyta umumnya berwarna coklat kekuningan (Nontji 2008:
92).
Cyanophyta merupakan kelompok alga prokariotik dengan struktur sel
berupa uniselular atau filamen. Cyanophyta disebut juga alga hijau-biru karena
didasarkan pada pigmen fikosianin yang berwarna biru. Organisme tersebut tidak
memiliki inti sejati, melakukan reproduksi secara aseksual dan tidak berflagel.
Cyanophyta memiliki klorofil-a dan pigmen khusus disebut fikobilin. Fikobilin
terdiri dari fikosianin dan alofikosianin yang berwarna biru dan fikoeritrin yang
berwarna merah, β-karoten dan xantofil (Hoek dkk. 1998: 18--19).
Chlorophyta atau Alga hijau merupakan kelompok organisme yang
memiliki pigmen berwarna hijau yang disebut dengan klorofil. Pigmen dalam
Chlorophyta tersebut, terdapat dalam suatu organel yang disebut kloroplas.
Kloroplas terbungkus oleh sistem membran. Pigmen yang terdapat dalam
kloroplas yaitu klorofil-a dan klorofil-b, beta karoten serta berbagai macam
xantofil seperti lutein, violaxanthin dan zeaxanthin. Kloroplas dalam sel letaknya
mengikuti bentuk dinding sel (Bold & Wynne 1985: 70). Dinding sel umumnya
mengandung selulosa, hemiselulosa, dan sporopolenin (Bell & Hemsley 2004:
39).
Pigmen fotosintesis dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu klorofil,
karotenoid (β-karoten, xanthophyll, fukosantin) dan phycobillin. Klorofil
merupakan pigmen di dalam kloroplas yang dimanfaatkan oleh fitoplankton
dalam proses fotosintesis dan ditemukan pada semua organisme autotrof. Pigmen
klorofil menyerap cahaya biru dan merah. Kandungan pigmen karotenoid dan
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
phycobillin, berfungsi untuk menangkap sinar yang tidak dapat ditangkap oleh
klorofil dan karotenoid (Bold & Wyne 1985: 21).
Sifat kimia dari klorofil fitoplankton yaitu klorofil-a, b dan c tidak dapat
larut dalam air, tetapi dapat larut dalam pelarut organic. Klorofil-a mudah larut
dalam ethyl-alkohol, ethyl ether, aceton, chloroform dan carbon-bisulfide.
Sedangkan klorofil-b dan -c, dapat larut dalam pelarut yang sama meskipun tidak
semudah klorofil-a (Riyono 2007: 24). Sifat-sifat spektrum tersebut yang
digunakan untuk memberikan ciri-ciri perbedaan klorofil-a, -b dan-c. Penyerapan
(= absorbance = extinction = optical density) yang dimaksud adalah log Io - logI,
dimana Io adalah intensitas cahaya yang diteruskan (transmitted light) oleh
larutan (klorofil) (Riyono 2007: 26).
Struktur komunitas merupakan komposisi dari suatu komunitas yang
meliputi komponen biotik, abiotik dan kondisi lingkungan dalam suatu zonasi
atau habitat tertentu. Komponen biotik meliputi jenis, jumlah individu, biomassa,
siklus hidup, dan distribusinya (Matthews dkk. 1982: 130). Struktur komunitas
dapat dipelajari dan diukur berdasarkan komposisi, keanekaragaman jenis,
dominansi dan kelimpahan individu fitoplankton (Nybakken 2001:27; Rasidi dkk.
2006: 74).
Fitoplankton memerlukan kondisi lingkungan yang optimal agar dapat
tumbuh dan berkembang secara baik. Kondisi lingkungan yang merupakan faktor
penentu keberadaan fitoplankton adalah suhu, salinitas, cahaya matahari, pH,
kecerahan air dan konsentrasi unsur hara (Nybakken 1988: 59).
Metode Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan pada bulan Januari tahun 2017 di Estuari,
Cimandiri Pelabuhanratu, Jawa Barat.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan antara lain, botol Polyethilen sebagai wadah
sampel, secchi disc Ø 20 cm [LaMotte code 0171], termometer alkohol, GPS
[GARMIN Etrex 10], kertas pH universal 1--14 [Merck] , DO meter [Hanna
Instrument Tipe HI 9142], salinometer, cool box, fitoplankton net, perahu,
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
mikroskop [Nikon], bilik pencacah Sedwick-rafter [Wards], centrifuge [TOMY
MX-301], cover glass, tabung centrifuge, spektrofotometer [Shimadzu UV 1201
UV-Vis], Glass cuvet Ø1 cm, filter holder, vacum pump, pinset stainless steel,
botol semprot, parafilm, beaker glass [Pyrex] kapasitas 125ml, gelas ukur [Pyrex]
kapasitas 50, 100, 500,1000 ml, pipet, labu ukur kapasitas 50 ml, 100 ml dan 1000
ml, timbangan analitik (ketelitian 0,1 mg), corong Ø5 cm, freezer, Erlenmeyer
[Pyrex] ukuran 50,100, 200 ml.
Bahan yang digunakan adalah sampel air, formalin 40%, aceton 90%,
akuabides, MgCO3, Cellulose Membrane Filter pori 0,45 µm Ø25mm, Ammonium
chloride, Copper sulfate penta hidrate, Sulfanilamide, Chloride acid, N-(1-
Naptyl)-Etylendiamine dehydrochloride, NaCl, MgSO4.7H2O, NaHCO. 3H2O,
KNO3, KH2PO4, Ammonium molibdate, sulfate acid, ascorbic acid, potassium
antimonyl tartrat, dan kloroform.
Tahapan Kerja
Pengambilan contoh air untuk analisis kandungan klorofil fitoplankton
dilakukan dengan mengambil air pada lapisan horizontal 500 ml dimasukkan
kedalam botol sampel
Pengambilan sampel untuk analisis fitoplankton diambil menggunakan
plankton net secara horizontal di Estuari Cimandiri. Contoh air sebanyak 30 ml
dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian diawetkan dengan formalin 40%
hingga kadar formalin dalam sampel menjadi 4% dan diberi label lokasi, tanggal,
dan nomor titik pengambilan sampel.
Parameter lingkungan diukur pada masing-masing stasiun penelitian yaitu
sebanyak 10 stasiun penelitian secara in situ. Parameter lingkungan yang diukur
yaitu suhu, salinitas, pH, kecerahan serta kandungan nitrat dan fosfat perairan
Estuari Cimandiri, Pelabuhanratu Jawa Barat.
Pengukuran Kandungan Klorofil-a, Klorofil-b dan Klorofil-c pada
Fitoplankton
Sebanyak 200 ml air disaring dengan cellulose membrane filter pori 0,45
µm Ø25 mm menggunakan vacum pump. Kemudian cellulose membrane filter
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
dipindahkan ke dalam tabung centrifuge dan ditambahkan aseton konsentrasi 90%
sebanyak 7 ml. Sampel tersebut kemudian di sentrifugasi selama 30 menit pada
putaran 4000 rpm. Selanjutnya, larutan yang telah disentrifugasi tersebut diukur
penyerapannya menggunakan spektrofotometer dengan diameter kuvet 1 cm pada
panjang gelombang 750, 664, 647, dan 630 nm.
Kadar klorofil yang telah diekstrak dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut (Afdal 2010: 37--40):
Keterangan:
E664 : Nilai absorbansi (λ 664 - λ 750) nm
E647 : Nilai absorbansi (λ 647 nm - λ 750) nm
E630 : Nilai absorbansi (λ 630 nm - λ 750) nm
Ve : volume ekstrak (penambahan aseton 90% = ml)
Vs : volume sampel air yang disaring
d : diameter kuvet
Pencacahan dan Identifikasi Sampel Fitoplankton
Pencacahan sampel fitoplankton dilakukan untuk mengetahui struktur
komunitas fitoplankton di perairan dengan menggunakan metode subsampel.
Pencacahan fitoplankton dilakukan dengan cara sampel yang telah didapatkan
diaduk secara perlahan agar sampel menjadi homogen. Sebanyak 1 ml sampel
diambil dengan pipet dan diteteskan ke dalam bilik pencacah Sedgwick Rafter.
Sedgwick Rafter kemudian ditutup dengan cover glass dan diusahakan tidak ada
gelembung udara, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x
(Herwening 2017:16).
Klorofil-b (mg/l) = ( !",!"!"!"# ! !,!"!"!!" ! !,!!!"!"# )!"#!" ! !
Klorofil-c (mg/l) = ( !",!"!"!"# ! !,!"!"!!" ! !,!"!"!"# )!"#!" ! !
Klorofil-a (mg/l) = ( !!,!"!"!!" ! !,!"!"!"# ! !,!"!"!"# )!"#
!" ! !
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Analisis Data
Kelimpahan Fitoplankton
Kelimpahan fitoplankton dihitung dengan persamaan berikut (Wickstead 1965: 61):
Keterangan:
D = Kelimpahan Fitoplankton (sel/m3) q = Jumlah sel fitoplankton dalam subsampel (1 ml) f = Fraksi yang diambil (volume subsampel (1 ml) per volume sampel (30
ml)) v = Volume air tersaring (l), dengan v = πr2 x t, yaitu r: jari-jari plankton
net, t: panjang tali plankton net. Dominansi Fitoplankton
Indeks dominansi fitoplankton dihitung dengan rumus berikut (Odum
1993: 179): Di = !"
!×100%
Keterangan :
Di = indeks dominansi fitoplankton, jenis fitoplankton ke-i Ni = jumlah sel jenis fitoplankton ke-i N = jumlah total sel fitoplankton
Kriteria: Di > 5% = Dominan Di = 2%—5% = Subdominan Di < 2% = Nondominan
Keanekaragaman Fitoplankton
Keanekaragaman fitoplankton ditentukan dengan indeks Shannon-Wiener (Odum 1993: 179):
H! = − pi lnpi pi = niN
Keterangan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pi = proporsi total jumlah sel jenis fitoplankton ke-i N = jumlah total sel fitoplankton
Kriteria: H’ < 1,0 = tingkat keanekaragaman rendah 1,0 ≤ H’ ≥ 1,5 = tingkat keanekaragaman sedang
D = q x 1/f x 1/v
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
1,6 ≤ H’ ≥ 3,0 = tingkat keanekaragaman tinggi H’ > 3,0 = tingkat keanekaragaman sangat tinggi
Indeks Kemerataan Fitoplankton
Kemerataan fitoplankton ditentukan dengan rumus berikut (Odum 1993: 179):
J = !"!" !
Keterangan : J = indeks kemerataan fitoplankton H’ = indeks keanekaragaman fitoplankton s = jumlah sel fitoplankton per stasiun
Rentang nilai indeks kemerataan adalah 0—1, dengan kriteria: 0,00—0,25 = tidak merata 0,26—0,50 = kurang merata 0,51—0,75 = cukup merata 0,76—0,95 = hampir merata 0,96—1,00 = merata
Indeks Kekayaan Fitoplankton
Kekayaan jenis fitoplankton dapat ditentukan dengan Indeks Margalef (Devi 1988: 3):
D = s− 1lnN
Keterangan :
D = indeks kekayaan jenis fitoplankton s = jumlah jenis fitoplankton pada suatu sampel per stasiun N = jumlah sel pada satu sampel per stasiun
Kriteria : D < 3,5 = kekayaan jenis rendah D = 3,5—5 = kekayaan jenis sedang D > 5 = kekayaan jenis tinggi
sangat kuat.
Hasil dan Pembahasan
Data hasil pengukuran konsentrasi klorofil fitoplankton yang diperoleh
dari 10 stasiun penelitian di Perairan Estuari Cimandiri, Pelabuhanratu Jawa Barat
disajikan pada tabel 1:
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Tabel 1. Konsentrasi Klorofil a, b & c Fitoplankton di Estuari Cimandiri,
Keterangan:
: Terendah
: Tertinggi
Kandungan klorofil-a fitoplankton di 10 stasiun penelitian di Estuari
Cimandiri berkisar antara 0,01628--0,23613 mg/l. klorofil-b fitoplankton berkisar
antara 0,00606--0,01312 mg/l, sedangkan klorofil-c fitoplankton berkisar antara
-0,05011-- -0,09647 mg/l. Kandungan klorofil-a memiliki nilai lebih tinggi
dibandingkan klorofil-b dan klorofil-c hal tersebut dapat disebabkan, klorofil-a
merupakan klorofil dominan dan terdapat pada seluruh jenis fitoplankton.
Sedangkan klorofil-b hanya dimiliki oleh fitoplankton dari kelas Chlorophyta dan
Euglenophyta (Korhonen, dkk. 2010 dalam Jauhara 2014: 30).
Perbedaan kandungan klorofil a,b, dan c juga diduga karena adanya
perbedaan proporsi pada masing-masing klorofil a,b,c per sel dalam fitoplankton.
Proporsi klorofil yang sangat sedikit per sel fitoplankton dapat menyebabkan
pembacaan absorbansi pada spektrofotometer saat analisis kandungan klorofil
fitoplankton menjadi tidak maksimal. Hal tersebut diduga dapat menyebabkan
hasil analisis kandungan klorofil-c pada fitoplankton di Estuari Cimandiri menjadi
negatif.
Ukuran panjang dan diameter sel dapat memengaruhi jumlah klorofil-a
yang dikandung masing-masing sel fitoplankton, semakin besar ukuran sel maka
semakin tinggi jumlah klorofil-a yang terkandung dalam fitoplankton. Hal
Stasiun Klorofil (mg/l) a b c
1 0,13007 0,00938 -0,06951 2 0,01628 0,01312 -0,09647 3 0,05110 0,01133 -0,09080 4 0,23108 0,00958 -0,05110 5 0,12358 0,00908 -0,07596 6 0,23613 0,00606 -0,05011 7 0,18805 0,00929 -0,05829 8 0,07604 0,01300 -0,08334 9 0,16916 0,00656 -0,06357 10 0,14272 0,00850 -0,06948
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
tersebut diduga dapat menyebabkan tinggi rendahnya kandungan klorofil-a
fitoplankton di perairan. Fitoplankton dengan ukuran sel yang besar, lebih sering
ditemukan pada perairan yang kaya nutrient (Madubun 2008:49).
Kajian struktur komunitas fitoplankton, di Estuari Cimandiri meliputi
beberapa perhitungan kelimpahan, indeks dominansi, indeks kekayaan Margallef,
indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, dan Indeks kemerataan. Berikut
merupakan hasil analisis struktur komunitas fitoplankton di Estuari Cimandiri
yang disajikan pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis Struktur Komunitas Fitoplankton di Estuari Cimandiri
Stasiun Penelitian
Kelimpahan (sel/m3)
Indeks Keanekaragaman
(H’)
Indeks Kemerataan
(J)
Indeks Kekayaan
(D) 1 15.077 0,3158 0,0323 1,0223 2 13.654 0,3295 0,0339 0,9271 3 9.128 0,2808 0,0303 1,0733 4 18.302 0,1340 0,0328 1,1024 5 16.478 0,3465 0,0351 1,2154 6 21.828 0,3060 0,0301 1,0833 7 17.962 0,3565 0,0358 1,2049 8 16.749 0,3765 0,0381 1,2134 9 13.887 0,3445 0,0357 1,0374 10 15.230 0,3920 0,0400 1,1231
Keterangan:
: Terendah
: Tertinggi
Fitoplankton yang ditemukan di perairan Estuari Cimandiri terdiri dari 4
filum yaitu Bacillariophyta (7 genus), Dinophyta (3 genus), Cyanophyta (2 genus)
dan Chlorophyta (3 genus). Genus yang ditemukan antara lain Bacteriastrum,
Chaetoceros, Fragilaria, Nitszchia, Rhizosolenia, Richelia, Thallasiothrix,
Ceratium, Gymnodium, Protoperidinium, Oscillatoria, Trichodesmium,
Pediastrum, Scenedesmus, dan Ulothrix. Data kelimpahan fitoplankton di Estuari
Cimandiri disajikan pada lampiran 2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
kelas fitoplankton yang paling banyak ditemukan di lokasi perairan adalah kelas
Diatom. Hal tersebut sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa Diatom
merupakan kelompok yang paling sering ditemukan di perairan Indonesia (Nontji
2008: 85).
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Nilai kelimpahan berkisar antara 21.828 sel/ m3. Kelimpahan tertinggi
terdapat pada stasiun 6 kelimpahan terendah terdapat pada stasiun 3. Perbedaan
kelimpahan pada masing-masing stasiun penelitian diduga akibat adanya
perbedaan pergerakan arus dan masukkan unsur zat hara yang berasal dari daratan
dan terbawa oleh aliran air Sungai Cimandiri menuju perairan estuari. Hal tersebut
menyebabkan pertumbuhan yang pesat atau subur dari fitoplankton (Nybakken
1988: 72—74; Nontji 1993: 129).
Genus yang mendominansi perairan Estuari Cimandiri adalah Chaetoceros
yang ditemukan di seluruh stasiun penelitian, dengan rata-rata indeks dominansi
sebesar 94,09%. Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan adaptasi
Chaetoceros yang tinggi terhadap lingkungan. Dominansi Chaetoceros salah
satunya dapat disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sesuai untuk
pertumbuhan Chaetoceros. rata-rata memiliki nilai sebesar 30,1 oC dan 27 ‰.
Suhu optimal untuk pertumbuhan Chaetoceros berkisar antara 25 - 30oC,
sedangkan salinitas untuk pertumbuhan optimalnya berkisar antara 28 – 30‰.
Rata-rata suhu dan salinitas tersebut dapat mendukung pertumbuhan optimal pada
Chaetoceros.
Faktor lainnya yang dapat menyebabkan dominansi Chaetoceros yaitu
perbandingan kandungan nutrien (nitrat dan fosfat) perairan yang sesuai untuk
mendukung pertumbuhannya. Nitrat merupakan nutrien utama yang diperlukan
oleh Chaetoceros dalam pertumbuhannya. Apabila kandungan nitrat tinggi dan
telah melampaui kebutuhan optimal, maka dapat menstimulasi organisme ini
untuk tumbuh dengan pesat (Yuliana 2012: 115). Hal yang sama ditemukan oleh
Hasani (2012) di perairan Padang Cermin Teluk Lampung bahwa pertumbuhan
Chaetoceros sangat dipengaruhi oleh nitrat (Hasani 2012 dalam Yuliana
2012:11). Sementara itu, kandungan nitrat pada stasiun 6 mempunyai nilai sebesar
0,658 mg/l, konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi nitrat tertinggi jika
dibandingkan dengan stasiun penelitian lainnya yang mengalami pertumbuhan
genus Chaetoceros.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuliana (2012) pada pengamatan
November 2009 di Perairan Teluk Jakarta menunjukkan, rasio N:P yang
mengakibatkan pertumbuhan pesat genus Chaetoceros adalah kurang dari 16.
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Seluruh stasiun penelitian memiliki perbandingan N:P kurang dari 16:1. Hal
tersebut dapat memicu pertumbuhan Chaetoceros yang pesat dan diduga menjadi
penyebab Chaetoceros mendominasi di seluruh stasiun penelitian.
Indeks keanekaragaman organisme pada suatu komunitas sangat
ditentukan oleh banyaknya jenis dan jumlah individu/jenis. Indeks
keanekaragaman marga fitoplankton dilambangkan dengan H’. Keanekaragaman
genus fitoplankton berbeda-beda antar stasiun (Tabel 2). Kisaran indeks rata-rata
per stasiun yaitu 0,1340-0,3920. Stasiun dengan nilai indeks keanekaragaman
tertinggi adalah stasiun 10, nilai indeks keanekaragaman sebesar 0,3920.
Sedangkan nilai indeks keanekaragaman terendah adalah stasiun 3, nilai indeks
keanekaragaman sebesar 0,1340. Seluruh stasiun memiliki keanekaragamaan
dengan kategori rendah. Plankton di Estuari umumnya memiliki jumlah spesies
yang sedikit, tetapi sering jumlah individunya cukup banyak (Arinardi 1997:66).
Rendahnya keanekaragamaan fitoplankton diseluruh stasiun dapat disebabkan
oleh Chaetoceros yang mendominasi diseluruh stasiun penelitiaan sehingga
menekan pertumbuhan jenis fitoplankton lainnya.
Nilai indeks kemerataan terendah terdapat pada stasiun 6 sebesar 0,0301.
Sedangkan nilai kemerataan tertinggi terdapat pada stasiun 10 sebesar 0,0400.
Seluruh stasiun penelitian memiliki indeks kemerataan dengan kategori tidak
merata. Perbedaan antara arus di lapisan dasar dengan di permukaan
menyebabkan penyebaran plankton di suatu perairan tidak merata (Wardhana
1986:11). Pengaruh fisik lainnya adalah akibat yang dapat menyebabkan
terkumpulnya plankton pada daerah tertentu. Kemerataan fitoplankton juga dapat
dipengaruhi oleh faktor biologi, yaitu perbedaan laju pertumbuhan fitoplankton
dan pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton (Arinardi dkk 1995:11).
Indeks kekayaan fitoplankton dilambangkan dengan D, rata-rata nilai D
tertinggi di perairan Estuari Cimandiri pada bulan januari 2017 ditempati oleh
stasiun 5 dengan nilai 3,363 sedangkan rata-rata nilai D terendah ditempati oleh
stasiun 2 dengan nilai 2,084. Seluruh stasiun pengamatan memiliki kekayaan
fitoplankton yang rendah. Rendahnya kekayaan fitoplankton disebabkan oleh
tingginya nilai dominansi diatom Chaetoceros. Dominansi genus tertentu seperti
Chaetoceros dapat menekan pertumbuhan genus fitoplankton lainnya dalam hal
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
kompetisi ruang dan nutrient. Kekayaan genus ditentukan dari jumlah genus yang
terdapat di suatu komunitas. Kekayaan genus akan menurun apabila hanya
terdapat sedikit genus dalam komunitas tersebut (Waite 2000: 52).
Hasil analisis hubungan klorofil fitoplankton dengan berbagai paramater di
Estuari Cimandiri disajikan pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis hubungan klorofil fitoplankton dengan berbagai
paramater di Estuari Cimandiri
Parameter Korelasi
Spearman Kategori (Spearman)
Pearson Kategori (Pearson)
Suhu 0.055
Berkorelasi sangat rendah
-0,029 Berkorelasi negatif
Salinitas -0,257
Berkorelasi negatif
-0,029
Berkorelasi negatif
Nitrat 0,681
Berkorelasi kuat 0,687
Berkorelasi kuat
Fosfat 0,888
Berkorelasi kuat 0,834
Berkorelasi kuat
Kelimpahan 0,758
Berkorelasi kuat 0,742
Berkorelasi kuat
Berdasarkan tabel 3. hasil analisis korelasi Spearman, hubungan suhu
dengan klorofil fitoplankton pada bulan Januari 2017 di Estuari Cimandiri
menunjukkan korelasi yang sangat rendah, dengan nilai sebesar 0,055. Hasil
analisis korelasi Pearson menunjukkan terdapat korelasi negatif antara suhu
dengan klorofil dengan nilai sebesar -0,029. Hal tersebut didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh tim Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (P2O-LIPI) pada
bulan April 2017 di Estuari Cimandiri, juga menunjukkan terdapat korelasi yang
negatif antara kandungan klorofil dengan suhu, yaitu apabila suhu naik maka
kandungan klorofil akan turun begitupun sebaliknya.
Berdasarkan hasil analisis korelasi Spearman dan Pearson antara klorofil
fitoplankton dan suhu menunjukkan bahwa tinggi/rendahnya kandungan klorofil
pada fitoplankton di Estuari Cimandiri hampir tidak dipengaruhi secara
signifikan oleh suhu melainkan dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
lainnya, contohnya yaitu konsentrasi nitrat dan fosfat pada perairan. Suhu tidak
berpengaruh langsung terhadap kandungan klorofil melainkan berpengaruh
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
terhadap metabolisme fotosintesis dan suksesi jenis fitoplankton. Dengan
semakin menurunya suhu maka semakin menurun pula laju metabolisme sel-sel
fitoplankton (Nontji 2008:193). Suhu secara tidak langsung akan menentukan
struktur hidrologis suatu perairan tempat fitoplankton berada.
Hasil pengamatan suhu di seluruh stasiun penelitian menunjukkan nilai
yang tidak berbeda jauh, dikarenakan cuaca saat pengamatan di lapangan relatif
sama. Hal tersebut dapat menjadi salah satu faktor tinggi atau rendahnya suhu
tidak berpengaruh signifikan terhadap kandungan klorofil fitoplankton di
perairan. Faktor eksternal yang mungkin dapat memengaruhi hasil pengamatan
suhu saat dilapangan yaitu strategi pengukuran suhu pada saat pengambilan data
di lapangan. Titik pengambilan sampel saat pengambilan data di lapangan
mengalami perubahan, sehingga tidak sesuai dari rencana awal. Hal tersebut
disebabkan oleh kondisi ombak yang besar setinggi 1-2 meter dengan keadaan
jika semakin dekat ke arah pantai, ombak akan semakin tinggi dan besar, serta
kondisi kapal yang digunakan untuk pengambilan sampel yang tidak cukup aman
dan kuat, karena hanya menggunakan kapal nelayan kecil berkapasitas lima
orang, hal tersebut menyebabkan suhu di dekat pesisir perairan tidak terukur saat
penelitian.
Berdasarkan tabel 4.4. hasil analisis hubungan kandungan klorofil
fitoplankton dengan salinitas menunjukkan korelasi yang negatif baik analisis
korelasi Spearman maupun Pearson, dengan nilai masing-masing sebesar -0,257
dan -0,457. Hal tersebut dapat diartikan bahwa kandungan klorofil fitoplankton
berbanding terbalik dengan salinitas di perairan Estuari Cimandiri, ketika
salinitas meningkat maka kandungan klorofil pada fitoplankton menurun,
demikian sebaliknya. Hal tersebut didukung oleh hasil analisis penelitian yang
dilakukan oleh tim Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI (P2O-LIPI) pada bulan
April 2017 di Estuari Cimandiri, juga menunjukkan korelasi yang negatif.
Salinitas, di samping cahaya, suhu dan unsur hara merupakan salah satu
faktor abiotik utama yang memengaruhi pertumbuhan dan distribusi fitoplankton
di berbagai habitat. Fitoplankton dapat mempertahankan keseimbangan osmotik
dengan cara menyesuaikan konsentrasi zat terlarut di dalam sel (Kirst 1996: 121).
Perubahan salinitas dapat berpengaruh terhadap tekanan osmotik sel fitoplankton.
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Produktivitas dan daya adaptasi berbagai jenis fitoplankton diduga berkaitan erat
dengan tingkat salinitas lingkunganya (Kirst 1996: 121--122). Ketika salinitas
meningkat, kandungan klorofil pada fitoplankton menurun. Hal tersebut diduga
terdapat fitoplankton yang tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas yang
berfluktuasi sehingga kelimpahan fitoplankton menurun dan mengakibatkan
kandungan klorofil fitoplankton dapat menurun. Begitupun sebaliknya, ketika
salinitas menurun, fitoplankton yang dapat bertahan pada kondisi tersebut lebih
banyak daripada ketika salinitas meningkat atau tinggi, sehingga dapat
meningkatkan kelimpahan fitoplankton dan berimplikasi pada peningkatan
kandungan klorofil fitoplankton di suatu perairan.
Menurut Nontji (1993) meskipun salinitas memengaruhi produktivitas
individu fitoplankton, namun umumnya perananya tidak begitu besar. Pada
perairan pantai, peranan salinitas lebih menentukan terjadinya suksesi jenis
fitoplankton, daripada produktivitas secara keseluruhan.
Parameter yang berkorelasi kuat dengan kandungan klorofil fitoplankton
yaitu konsentrasi nitrat dan fosfat serta kelimpahan fitoplankton di perairan. Hasil
analisis korelasi Spearman dan Pearson antara nitrat dengan klorofil fitoplankton
bernilai masing-masing sebesar 0,681 dan 0,687. Sedangkan fosfat masing-
masing berkorelasi sebesar 0,888 dan 0,834 terhadap klorofil fitoplankton.
Meningkatnya konsentrasi nitrat dan fosfat di perairan, dapat menyebabkan
peningkatan kelimpahan fitoplankton, sehingga juga berpengaruh terhadap
peningkatan kandungan klorofil fitoplankton pada suatu perairan.
Menurut Jauhara (2014) kandungan klorofil-a didalam suatu perairan
dapat digunakan sebagai salah satu indikator tinggi rendahnya kelimpahan
fitoplankton atau kesuburan suatu perairan (Jauhara 2014:11). Berdasarkan hasil
penelitian, kandungan klorofil-a tertinggi terdapat pada stasiun 6. Hal tersebut
berkorelasi kuat dengan kelimpahan fitoplankton serta kandungan nitrat dan fosfat
perairan yang juga tertinggi pada stasiun 6.
Kesimpulan
a. Kandungan klorofil-a fitoplankton di 10 stasiun penelitian di Estuari Cimandiri
berkisar antara 0,0163--0,2361 mg/l. Klorofil-a tertinggi terdapat pada stasiun 6
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2. Klorofil-b fitoplankton berkisar
antara 0,0060--0,0131 mg/l, klorofil-b tertinggi terdapat pada stasiun 6
sedangkan terendah terdapat pada stasiun 2. Sedangkan klorofil-c fitoplankton
berkisar antara -0,0501-- -0,0965 mg/l dengan posisi terendah terdapat pada
stasiun 2 dan yang tertinggi terdapat pada stasiun 4.
b. Hubungan kandungan klorofil fitoplankton menunjukkan korelasi yang rendah
terhadap suhu. Sedangkan salinitas memiliki korelasi namun bersifat negatif
atau berbanding terbalik terhadap kandungan klorofil fitoplankton.
c. Faktor lingkungan yang lebih berpengaruh terhadap konsentrasi klorofil
fitoplankton yaitu kosentrasi nitrat dan fosfat yang berkorelasi kuat terhadap
kandungan klorofil fitoplankton di Estuari Cimandiri.
d. Fitoplankton yang ditemukan di perairan Estuari Cimandiri terdiri dari 4 filum
yaitu Bacillariophyta (7 genus), Dinophyta (3 genus), Cyanophyta (2 genus)
dan Chlorophyta (3 genus). Genus yang ditemukan antara lain Bacteriastrum,
Chaetoceros, Fragilaria, Nitszchia, Rhizosolenia, Richelia, Thallasiothrix,
Ceratium, Gymnodium, Protoperidinium, Oscillatoria, Trichodesmium,
Pediastrum, Scenedesmus, dan Ulothrix.
e. Struktur komunitas paling berkorelasi kuat terhadap kandungan klorofil
fitoplankton yaitu kelimpahan fitoplankton.
Saran
Perlu dilakukan pengukuran parameter lingkungan lainnya berupa arus,
intensitas cahaya perairan, musim yang lengkap dan akurat sehingga dapat
diketahui secara pasti parameter lingkungan yang memengaruhi kandungan
klorofil pada fitoplankton. Perlu dilakukan pengukuran klorofil dengan metode
fluorometrik sebagai faktor koreksi hasil pengukuran kandungan klorofil
fitoplankton.
Daftar referensi
Afdal. 2010. Pengukuran Klorofil Fitoplankton Spectrophotometer method
(Standard Operating Procedures P2O-LIPI). LIPI, Jakarta: 51 hlm.
Ameliawati. 2003. Karakteristik kualitas air di muara sungai Cimandiri,
Pelabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Skripsi-S1. Program Studi
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor: v + 102 hlm.
Andriani. 2004. Analisis hubungan parameter fisika-kimia dan klorofil-a dengan
produktivitas primer fitoplankton di perairan pantai Kabupaten Luwu.
Tesis-S2. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor: 55 hlm.
Arinardi, O.H., A.B. Sutomo, S.A. Yusuf, Trimaningsih, E. Asnaryanti, & S.H.
Riyono.1997. Kisaran Kelimpahan Dan Komposisi Plankton Predominan
Di Perairan Kawasan Timur Indonesia.P2O LIPI, Jakarta: iii + 137 hlm.
Bell, P. R. & A. R. Hemsley. 2004. Green plants: their origin and diversity. 2nd
ed. Cambridge University Press, Cambridge: vii + 331 hlm.
Bold, H.C. & M.J. Wynne. 1985. Introduction to the algae: Structure and
reproduction. 2nd ed. Prentice-Hall of India, New Delhi: xiv + 706 hlm.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. PT. Kanisius. Yogyakarta: 256 hlm.
Herwening, L.K. 2017. Analisis Kelimpahan Fitoplankton dengan Parameter
Lingkungan Perairan Hasil Pelayaran P2O LIPI pada Mei dan Agustus
2014 di Teluk Jakarta dan Perairan Pulau Untung Jawa. Skripsi-S1.
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia, Depok: ix + 59 hlm.
Jauhara, A. 2014. Tingkat Serapan Karbon dan Kandungan Klorofil Fitoplankton
serta Analisis Sampah dan Sedimen di Perairan Setu, Kampus
Universitas Indonesia, Depok. Tesis-S2. Departemen Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok:
ix + 70 hlm.
Kirst, G.O. 1996. Osmotic Adjustmen in Phytoplankton and Macro algae.
University of Bremen, Germany: 129 hlm.
Ladya, C.D. 2015. Zonasi Estuari Cimandiri Berdasarkan Salinitas Permukaan
Perairan. Skripsi-S1. Departemen Geografi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia, Depok: ix + 92 hlm.
Lutan, R.Y. 2013. Pengukuran Konsentrasi Nitrat dan Fosfat (Standard
Operating Procedures P2O-LIPI). LIPI, Jakarta: 8 hlm.
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017
Madubun,U. 2008. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Kaitannya dengan
Unsur Hara dan Cahaya di Perairan Muara Jaya Teluk Jakarta. Tesis-S2.
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor: xi + 95 hlm.
Nontji, A. 1993. Laut nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta: vii + 367 hlm.
Nontji, A. 2008. Plankton Laut. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat
Penelitian Oseanografi, Jakarta: 240 hlm.
Nybakken, J.W. 1988. Biota laut: Suatu pendekatan ekologi. Terj. Dari Marine
biology: An ecological approach. Oleh Eidman, M. Koesoebiono, D.G.
Bengen, M. Hutomo & S. Sukardjo. Cetakan ke-1. Penerbit PT.
Gramedia, Jakarta: xv + 459 hlm.
Nybakken, J. W. 2001. Marine biology: An ecological approach. 5th ed. Addison
Wesley Longman, Inc., San Francisco: xi + 516 hlm.
Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar ekologi. Terj. Dari Fundamentals of ecology. 3rd.,
oleh Samingan, T. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: xv +
697 hlm.
Riyono, S.H. 2007. Beberapa Sifat Umum dari Klorofil Fitoplankton. Oseana.
32(1): 23--31.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas
Diponegoro, Semarang: 117 hlm.
Sugiono. 2007. Statistik non parametrik untuk penelitian. Cv Alfabeta. Bandung
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai Ed ke-2. Beta Offset, Yogyakarta: 362 hlm.
Waite, S. 2000. Statistical Ecology in Practice: A Guide to Analysing
Environtmental and Ecologycal Field Date. Pearson Education
Limited, Harlow: xx + 409 hlm.
Wickstead, J.H. 1965. An introduction to the study of tropical plankton.
Hutchinson & Co., (Pub.), Ltd., London: 160 hlm.
Yamaji, I. 1979. Illustrations of the marine plankton of Japan. Hoikhusa
Publishing, Co. Ltd., Osaka: x + 537 hlm.
Yuliana. 2012. Implikasi Perubahan Ketersediaan Nutrien Terhadap
Perkembangan Pesat (Blooming) Fitoplankton di Perairan Teluk
Jakarta. Tesis-S2. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Bogor: xxi + 177 hlm.
Analisis hubungan ..., Sumiriyati, FMIPA UI, 2017