ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH …/Analisis... · Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan...
Transcript of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH …/Analisis... · Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan...
i
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA MAKANAN DAN MINUMAN
DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA
Skipsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk
Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
oleh :
DWI OKTI NURANI
NIM : F0105049
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul :
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA MAKANAN DAN MINUMAN
DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA
Surakarta, 8 April 2010
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing
Drs.Joko Nugroho, M.E.
NIP. 19620630 198903 1001
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret guna melengkapi tugas – tugas dan memenuhi
syarat – syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan.
Surakarta, Juni 2010
Tim Penguji Skripsi
1. Drs. BRM. Bambang Irawan, M.Si Sebagai Ketua ( .) NIP. 19670523 199403 1002
2. Drs. Joko Nugroho, M.E. Sebagai Pembimbing ( ) NIP. 19620630 198903 1001
3. Sumardi, S.E. Sebagai Anggota ( .) NIP. 1920908 198702 1004
iv
MOTTO
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada ALLAH”
(QS. Ali Imran :110)
“…Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman diantaramu dan orang – orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Al-Mujadilah : 11)
“Usaha tanpa doa itu sombong, doa tanpa usaha itu bohong.”
(Penulis)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada
Allah SWT
Semoga Engkau mengampuni segala dosa – dosaku…Semoga Engkau selalu
membimbingku…tetapkan imanku…agar aku selalu istiqomah dijalanMu
sampai Engkau memanggilku
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT tak henti-hentinya penulis ucapkan atas
segala rahmat, Hidayah dan InayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang ” ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH
TERHADAP PENDAPATAN PADA PEDAGANG KAKI LIMA
MAKANAN DAN MINUMAN DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA”
ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna
memperoleh gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan skripsi ini dapat
selesai berkat bantuan dari banyak pihak, maka pada kesempatan ini dengan
rendah hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs.Joko Nugroho, M.E, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak
membantu dan membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. BRM. Bambang Irawan, Msi selaku ketua penguji sekaligus
pembimbing dalam perbaikan skripsi ini.
3. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M. Com, Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS.
5. Ibu Dra. Izza Mafruhah, M.Si, selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan di Fakultas Ekonomi UNS.
6. Ibu Dra. Nunung Sri Mulyani, selaku pembimbing akademik yang telah
banyak membantu penulis selama menuntut ilmu di Fakultas Ekonomi UNS.
vii
7. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh pegawai dan karyawan di Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
8. Seluruh Pedagang Kaki Lima Makanan dan Minuman Di Jalan Malioboro
Yogyakarta yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data
yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.
9. Seluruh karyawan BPS Provinsi Yogyakarta yang telah banyak membantu
penulis dalam mengumpulkan data yang sangat berguna dalam penyusunan
skripsi.
10. Orang Tuaku tersayang serta Kakak-kakakku yang selalu membimbing dan
mendukung serta mendoakan penulis .
11. Tim penyebar kuesioner ( Ms Dhanu, De’ Fitri, De’ Febri, Ajenk) terima kasih
atas bantuan kalian, panas, dingin, hujan kalian selalu menemaniku. Semoga
Allah menggantinya dengan yang lebih baik.
12. Reni (makasih banget antar jemput aku selama kuliah.hehehe…..!)
13. Teman – teman angkatan 2005 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
semua jurusan terutama jurusan Ekonomi Pembangunan. Terima kasih atas
segala yang diberikan sehingga aku dapat berkembang sampai saat ini. Mohon
maaf tidak disebutkan satu per satu, semoga dapat terwakili.
14. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, semoga
Allah SWT memberi balasan yang lebih baik.
viii
Penulis sadar bahwa segalanya tak ada yang sempurna dan tidak dapat
disangkal pula jika dalam skripsi ini terdapat kekurangan. Akhir kata penulis
berharap agar karya yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis
pribadi dan bagi para pembaca yang budiman.
Surakarta, April 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
ABSTRAK .................................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 6
E. Batasan Penelitian ................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. PKL Sebagai Bagian Dari Usaha Kecil Di Sektor Informal ... 7
B. Sektor Informal ....................................................................... 8
1. Pengertian Sektor Informal ............................................... 8
2. Ciri – Ciri Sektor Informal .............................................. 12
C. Pedagang Kaki Lima ............................................................... 17
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima ....................................... 17
2. Ciri – Ciri Pedagang Kaki Lima ....................................... 18
3. Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima ............... 22
D. Konsep Pendapatan ................................................................. 23
E. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan .................... 24
1. Lama Usaha........................................................................ 24
2. Jumlah Tenaga Kerja ....................................................... 24
3. Luas Kapling ..................................................................... 26
x
4. Waktu Dagang ................................................................... 28
F. Penelitian Sebelumnya ............................................................ 28
G. Kerangka Pemikiran ................................................................ 31
H. Hipotesis Penelitian ................................................................. 32
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 33
1. Bentuk Penelitian ................................................................ 33
2. Lokasi Penelitian ................................................................. 33
3. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 33
a. Wawancara ...................................................................... 34
b. Teknik Kuesioner ............................................................. 34
c. Observasi atau Pengamatan ............................................. 34
d. Studi Pustaka ................................................................... 34
4. Populasi, Sampel dan Metode Sampling ............................. 34
5. Definisi Operasional ........................................................... 35
a. Pendapatan ................................................................... 35
b. Lama Usaha .................................................................. 36
c. Jumlah Tenaga Kerja ................................................... 36
d. Luas Kapling ............................................................... 37
e. Waktu Dagang ……………………………………….. 37
6. Metode Analisa Data ........................................................... 38
1. Uji Pemilihan Model ...................................................... 38
a.Uji MWD ..................................................................... 38
b. Metode Regresi Log-Linier ......................................... 41
2. Uji Statistik ..................................................................... 42
a. Uji t ....................................................................... 42
b. Uji F ....................................................................... 45
c. Uji Koefisien Determinasi ........................................... 45
3. Uji Asumsi Klasik .......................................................... 45
a Multikolinearitas ........................................................ 46
b. Heteroskedastisitas ..................................................... 46
xi
c. Autokorelasi ............................................................... 47
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian ...................................... 48
1. Aspek Geografis ………………………………………... 50
2. Aspek Demografis ……………………………………… 50
3. Aspek Sosial Ekonomi …………………………………. 50
B. Statistik Deskriptif ................................................................. 53
C. Analisis Data dan Pembahasan ............................................... 58
1. Metode Analisis Data ......................................................... 58
a. Uji MWD …………………………………………… 59
b. Regresi Log-Linier …………………………………… 61
c. Uji Statistik ………………………………………….. 63
1) Uji t ……………………………………………… 63
2) Uji F ………………………………………………. 64
3) Uji Koefisien Determinasi R2 …………………….. 65
d. Uji Asumsi Klasik …………………………………… 66
1) Multikolinearitas ...................................................... 67
2) Heteroskedastisitas .................................................. 67
3) Autokorelasi ............................................................ 68
2. Intepretasi Ekonomi ........................................................... 70
1. Pengaruh Lama Usaha Terhadap Pendapatan ………. 70
2. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja Terhadap
Pendapatan …………………………………………. 71
3. Pengaruh Luas Kapling Terhadap Pendapatan …….. 71
4. Pengaruh Waktu Dagang Terhadap Pendapatan …… 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 73
B. Saran ...................................................................................... 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Jumlah PKL makanan dan minuman di Trotoar sebelah
timur Jalan Malioboro Kecamatan Danurejan Yogyakarta ..
4
4.1 Luas Wilayah,Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Pembagian Wilayah Administrasi dan Kepadatan
Penduduk Kota Yogyakarta Tahun 2007 ………………….
50
4.2 Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun ke Atas Menurut
Pendidikan di Kota Yoyakarta Tahun 2007 ………………
51
4.3 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 15
Tahun ke Atas) di Kota Yogyakarta Pada Tahun 2007 …..
52
4.4 PDRB Kota Yogyakarta Pada Tahun 2006 – 2007 ……..... 53
4.5 Distribusi Pendapatan PKL Makanan dan Minuman di
Jalan Malioboro Yogyakarta ……………………………...
54
4.6 Distribusi Lama Usaha Pada PKL Makanan dan Minuman
di Jalan Malioboro Yogyakarta ……………………………
55
4.7 Distribusi Jumlah Tenaga Kerja Pada PKL Makanan dan
Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta ..........................
56
4.8 Distribusi Luas Kapling Pada PKL Makanan dan Minuman
di Jalan Malioboro Yogyakarta …………………………..
57
xiii
4.9 Distribusi Waktu Dagang Pada PKL Makanan dan
Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta ………………...
58
4.10 Hasil Uji MWD Linier ……………………………………. 59
4.11 Hasil Uji MWD Log-Linier ................................................. 61
4.12 Hasil Persamaan Regresi Pendapatan ................................. 61
4.13 Hasil Uji t ............................................................................. 63
4.14 Hasil Uji Multikolinieritas .................................................... 67
4.15 Hasil Uji Hateroskedastisitas ................................................ 68
4.16 Hasil Uji Autokorelasi ........................................................... 69
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Skema Kerangka Pemikiran ……………………………….... 31
3.1 Aturan Uji t………………………………………………….. 42
3.2 Aturan Uji F …………………………………………………. 44
xv
ABSTRAK
Dwi Okti Nurani
NIM. F0105049
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP
PENDAPATAN PEDAGANG KAKI LIMA MAKANAN DAN MINUMAN
DI JALAN MALIOBORO YOGYAKARTA
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Diduga variabel lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memperoleh pembuktian dari sebuah hipotesis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dan kuesioner serta pengamatan langsung. Sampel yang digunakan sebanyak 92 PKL makanan dan minuman dengan teknik sampling acak sederhana (simple random sampling). Analisis data menggunakan pengujian statistik dengan bantuan program E-views 4.0. Dalam menganalisis digunakan teknik analisis regresi log-linier, dengan uji statistik (uji t, uji F, koefisien determinasi (R2), serta uji asumsi klasik (uji multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi).
Hasil penelitian menunjukkan dengan uji terhadap koefisien regresi secara parsial (uji t) dengan α = 5% menunjukan ketiga variabel (lama usaha,tenaga kerja dan luas kapling) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta sedangkan variabel waktu dagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan. Hasil Uji F dengan α = 5% menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang berpengaruh terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan: pendapatan pengusaha PKL dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan menambah lama usaha,menambah tenaga kerja dan mengoptimalkan jumlah meja.
Kata Kunci : Pendapatan, PKL makanan dan minuman, lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling, waktu dagang, simple random sampling, analisis regresi log-linier.
xvi
ABSTRACT
Dwi Okti Nurani
NIM F0105049
ANALYSIS OF INFLUENTIAL FACTORS ON INCOME OF FOOD AND BEVERAGE SELLER AT MALIOBORO STREET JOGJAKARTA
Purpose of this research is to find out the influence of time work, total labour, plot of land vast, and time trade variables to income of Food and Beverage Seller at Malioboro Street Jogjakarta. It is conjectured that time work, total labour, plot of land vast, and time trade variables had positive effect and significant to income of Food and Beverage Seller at Malioboro Street Jogjakarta.
The research type is quantitative research, it purposes is to acquire evidence from hypothesis. The data collect held by interview, questionnair, and also observation methods. Sample as used in this research about 92 Food and Beverage Seller by simple random sampling technique (simple random sampling). Data analysis held by statistic testing with helping program E-views 4.0. Data analyzing held by regression log-linier analysis technique, by statistic test ( t test, F test, determination coefficient (R2), and also classic assumption test (multikolinier, heteroskedastisitas, and autocorellation test).
The result shows that by testing regression coefficient partially (t test) with α = 5 % , it indicates that three variables (time work, total labour, and plot of land vast) had positive effect and significant on income of PKL Food and Beverage at Malioboro Street Yogyakarta, whereas, time trade variable hadn’t positive effect on the income. Result of F test with α = 5 % indicates that time work, total labour, plot of land vast, and time trade variables simultaneously had an effect on income of PKL Food and Beverage at Malioboro Street Yogyakarta.
Based on result held by researcher, it is suggested : income of Food and Beverage seller can be increased by adding time work, total labour, and optimizing amount of table.
Key Words : Income, Food and Beverage Seller, time work, total labour, plot of land vast, time trade, simple random sampling, regression log-linier analysis.
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah tenaga kerja perkotaan di Indonesia biasanya dikaitkan
dengan dua gejala pokok: tingkat pengangguran terbuka yang relatif tinggi
dan pembengkakan sektor informal yang ditandai rendahnya produktivitas
dan penghasilan di sektor tersebut (Lluch dan Mazumbar dalam Chris
Manning dkk, 1990 : 1).
Pembengkakan sektor informal tersebut disebabkan oleh
ketidakmampuan sektor formal menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Ketidakmampuan sektor formal ini disebabkan oleh pertumbuhan penduduk
melebihi kecepatan penyediaan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu kegiatan
ekonomi sektor informal menjadi alternatif utama untuk mengurangi
pengangguran (Fransiska.R.Korompis, 2002 : 2).
Badan Pusat Statistik mengumumkan, angka pengangguran Februari
2008 menurun dibandingkan Februari 2007 dan Agustus 2007. Problem
pengangguran terselamatkan oleh sektor informal yang lebih bisa menyerap
tenaga kerja (Kompas Cetak, www.kompas.com).
Kondisi tersebut di atas terlihat juga di Kota Yogyakarta. Kota
Yogyakarta seperti juga kota - kota besar lainnya merupakan kota
perdagangan. Sektor perdagangan mempunyai peranan yang besar bagi
PDRB Kota Yogyakarta sehingga dijadikan sebagai salah satu kota tujuan
xviii
pedagang kaki lima. Pada tahun 2008 jumlah orang yang bekerja di sektor
informal dalam hal ini sebagai pedagang kaki lima sebanyak 3.727 orang.
Di Kota Yogyakarta, dalam rangka menertibkan dan membina
pedagang kaki lima, pedagang tersebut diberi kesempatan untuk berusaha di
lokasi tertentu. Sebagai pedagang atau usahawan mereka berusaha untuk
menempati lokasi yang strategis.
Malioboro merupakan salah satu kawasan perdagangan di Kota
Yogyakarta. Jalan Malioboro merupakan lokasi pedagang kaki lima yang
diapit oleh pertokoan, perkantoran, rumah makan, hotel berbintang, kantor
Gubernur Provinsi DIY, gedung DPRD provinsi DIY, dan bangunan-
bangunan bersejarah, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan Malioboro selain
sebagai pusat perdagangan, pemerintahan, juga merupakan salah satu tujuan
pariwisata di Kota Yogyakarta. Jadi Jalan malioboro merupakan lokasi yang
strategis bagi para pedagang kaki lima.
Di lokasi yang telah ditetapkan sebagai tempat pedagang kaki lima
berusaha, terdapat banyak pedagang kaki lima yang sama atau hampir sama
yaitu banyak pedagang yang menjual pakaian, pedagang yang menjual
makanan dan minuman, pedagang yang menjual cinderamata, barang –
barang kerajinan.
Pedagang kaki lima dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu
pedagang kaki lima yang memproduksi suatu barang atau produk kemudian
menjualnya sendiri disebut produsen pedagang dan pedagang kaki lima yang
xix
membeli barang atau produk orang lain kemudian menjualnya kembali
disebut pedagang (Ahmad Hamid, 2008 : 24).
Pedagang kaki lima makanan dan minuman di trotoar sebelah timur
Jalan Malioboro Yogyakarta kecamatan Danurejan adalah salah satu jenis
pedagang kaki lima (disingkat PKL) yang ada di kawasan Malioboro selain
pedagang kaki lima yang menjual pakaian, barang – barang kerajinan.
Pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman umumnya dapat
digolongkan produsen pedagang sedangkan pedagang kaki lima yang menjual
pakaian, cenderamata umumnya dapat digolongkan sebagai pedagang.
Jenis usaha makanan dan minuman mempunyai pendapatan relatif lebih
tinggi daripada jenis usaha lainnya. Hal ini karena produk makanan dan
minuman merupakan urusan yang sangat dekat dengan perut manusia, sehingga
meskipun harga mengalami kenaikan produk makanan masih banyak dinanti
dan dibutuhkan banyak orang. Menurut Heni Sukesi, jenis usaha PKL yang
potensial untuk dikembangkan dengan memperhatikan prospek dan tingkat
kontribusi terhadap pendapatan adalah jenis usaha makanan dan minuman. Ini
karena jenis usaha tersebut ; (1) mudah pengelolaannya dan tidak memerlukan
skill yang tinggi, (2) penggunaan modal relatif kecil dengan perputaran yang
cepat, (3) relatif menjajikan keuntungan yang besar.
Pedagang kaki lima yang menjual makanan dan minuman kemudian
berlokasi di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta. Berdasarkan
data yang diperoleh dari Kantor Kecamatan Danurejan Yogyakarta jumlah
xx
PKL makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro pada
tahun 2009 berjumlah 112 .
Tabel 1.1 Jumlah PKL makanan dan minuman di Trotoar sebelah timur
Jalan Malioboro Kecamatan Danurejan Yogyakarta
PKL Jumlah
1. Pedagang kaki lima makanan dan
minuman lesehan malam hari
34
2. Pedagang kaki lima makanan dan
minuman angkringan siang hari
78
Total 112
Sumber : Kecamatan Danurejan Yogyakarta, 2009.
Terdapat dua kelompok pedagang kaki lima di Jalan Malioboro ini,
yaitu pedagang makanan dan minuman angkringan disiang hari yang berjualan
mulai pukul 09.00 sampai dengan pukul 17.00 dan pedagang makanan,
minuman lesehan dimalam hari yang berjualan mulai pukul 17.00 sampai
dengan pukul 01.00. Waktu siang hari di Jalan Malioboro Yogyakarta ini
cenderung lebih ramai daripada malam hari, karena malioboro juga merupakan
kawasan pertokoan, pasar, dan juga perkantoran dimana aktivitas – aktivitas
tersebut dijalankan disiang hari. Meskipun dimalam hari orang – orang
biasanya keluar mencari makan sambil bersantai atau sekedar jalan – jalan
tetapi hal itu tidak berlangsung sepanjang malam, semakin malam di Kawasan
Malioboro juga semakin sepi.
Para PKL juga mempunyai tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan
faktor yang penting dalam kegiatan produksi, karena pekerja inilah yang
mengalokasikan dan memanfaatkan faktor – faktor lain guna menghasilkan
xxi
suatu output yang bermanfaat. Dengan adanya pekerja juga memberikan
pelayanan yang lebih baik kepada para pembeli.
Luas kapling yang digunakan PKL Malioboro dalam berjualan ternyata
berbeda – beda. Tentunya semakin besar kapling dapat menampung pembeli
semakin banyak pula. Akan tetapi semakin besar kapling kadang juga memberi
kesan kepada calon pembeli bahwa harga makanan dan minuman yang dijual
semakin mahal daripada PKL lain yang menggunakan kapling yang lebih kecil.
Semakin besar jumlah PKL tentunya semakin memperketat tingkat
persaingan, sehingga pendapatan yang diperoleh semakin berkurang.
Keberhasilan PKL yang berupa tingkat pendapatan yang optimal dipengaruhi
oleh faktor-faktor tersebut di atas. Karena begitu banyaknya pesaing maka
para PKL harus membuat strategi untuk mencapai kinerja yang optimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti
bagaimana menggunakan faktor-faktor itu agar pendapatan PKL makanan dan
minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro Yogyakarta optimal.
B. Perumusan Masalah
“Bagaimanakah pengaruh lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling, dan
waktu dagang terhadap tingkat pendapatan pedagang kaki lima makanan dan
minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta “
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh lama usaha terhadap tingkat
pendapatan pedagang kaki lima di Jalan Malioboro Yogyakarta
xxii
2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap
tingkat pendapatan pedagang kaki lima di Jalan Malioboro Yogyakarta
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas kapling terhadap tingkat
pendapatan pedagang kaki lima di Jalan Malioboro Yogyakarta
4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh waktu dagang terhadap
pendapatan pedagang kaki lima makanan dan minuman di Jalan Malioboro
Yogyakarta ?
D. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada pedagang kaki lima mengenai cara – cara
apa saja yang perlu dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan dan
perkembangan usaha.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pemerintah daerah dan pihak terkait dalam upaya menyempurnakan
pembinaan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yoggyakarta.
xxiii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pedagang Kaki Lima Sebagai Bagian Dari Usaha Kecil Di Sektor
Informal
Di dalam UU. Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil dijelaskan
bahwa yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat
yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil
penjualan tahunan serta kepemilikan.
Adapun usaha kecil tersebut meliputi : usaha kecil formal, usaha kecil
informal dan usaha kecil tradisional. Usaha kecil formal adalah usaha yang
telah terdaftar, tercatat dan telah berbadan hukum, sementara usaha kecil
informal adalah usaha yang belum terdaftar, belum tercatat dan belum
berbadan hukum, antara lain petani penggarap, industri rumah tangga,
pedagang asongan, pedagang keliling, pedagang kaki lima dan pemulung.
Sedangkan usaha kecil tradisional adalah usaha yang menggunakan alat
produksi sederhana yang telah digunakan secara turun temurun dan/atau
berkaitan dengan seni dan budaya.
Dalam UU. Nomor 9 Tahun 1995 juga ditetapkan beberapa Kriteria
Usaha Kecil, antara lain (1) memiliki kekayaan bersih paling banyak
200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
(2) memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak 1 (satu) milyar
rupiah; (3) milik warga negara Indonesia; (4) berdiri sendiri, bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
xxiv
dikuasai atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan
usaha menengah atau usaha besar; (5) berbentuk usaha orang
perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan
usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Usaha Kaki Lima adalah
bagian dari Kelompok Usaha Kecil yang bergerak di sektor informal, dikenal
dengan istilah “Pedagang Kaki Lima” (Fransiska.R. Korompis, 2005 : 8-9).
B. Sektor Informal
1. Pengertian Sektor Informal
Konsepsi sektor informal mendapat sambutan yang sangat luas
secara internasional dari para pakar ekonomi pembangunan, sehingga
mendorong dikembangknnya penelitian pada beberapa negara berkembang
termasuk Indonesia oleh berbagai lembaga penelitian pemerintah, swasta,
swadaya masyarakat dan universitas. Hal tersebut terjadi akibat adanya
pergeseran arah pembangunan ekonomi yang tidak hanya memfokuskan
pada pertumbuhan ekonomi makro semata, akan tetapi lebih kearah
pemerataan pendapatan. Swasono (1987) dalam Fransiska.R.Korompis
(2005) mengatakan bahwa adanya sektor informal bukan sekedar karena
kurangnya lapangan pekerjaan, apalagi menampung lapangan kerja yang
terbuang dari sektor informal akan tetapi sektor informal adalah sebagai
pilar bagi keseluruhan ekonomi sektor formal yang terbukti tidak efisien.
Hal ini dapat menunjukan bahwa sektor informal telah banyak mensubsidi
xxv
sektor formal, disamping sektor informal merupakan sektor yang efisien
karena mampu menyediakan kehidupan murah.
Konsep mengenai sektor ’formal’ dan ’informal’ pertama kali
diperkenalkan oleh Hart J.K lewat tulisannya yang berjudul Informal
Income Opportunities and Urban Employment in Ghana pada tahun 1971.
Konsep ini kemudian dikembangkan dan diterapkan oleh International
Labour Office (ILO) dalam penelitian di delapan kota Dunia Ketiga
yaitu Free Town (Sierra Leone), Lagos dan Kana (Nigeria), Kumasi
(Ghana), Kolombo, Jakarta, Manila, Kardoba dan Campina (Brazil).
(Hart, 1973 dalam Bambang Supriyadi, 2007).
Pengertian yang populer dari pekerjaan informal pada awalnya
adalah sederhana, yakni suatu pekerjaan yang sangat mudah dimasuki,
sejak skala tanpa melamar, tanpa ijin, tanpa kontrak, tanpa formalitas
apapun, menggunakan sumberdaya lokal, baik sebagai buruh ataupun
usaha milik sendiri yang dikelola dan dikerjakan sendiri, ukuran mikro,
teknologi seadanya, hingga yang padat karya, teknologi adaptatip, dengan
modal lumayan dan bangunan secukupnya. Mereka tidak terorganisir, dan
tak terlindungi hukum.
Istilah “sektor informal” muncul, ketika teori pembangunan
mengalami krisis sebagai akibat dari berkembangnya kesadaran bahwa
model pertumbuhan ekonomi tidak berhasil dalam menciptakan lapangan
kerja dan mengurangi kemiskinan di negara-negara sedang berkembang (
Bernabe dalam Tri Widodo, 2006 ). Istilah sector informal tersebut
xxvi
pertama kali dicetuskan untuk menggambarkan sebagian angkatan kerja di
perkotaan yang berada diluar pasar tenaga formal. Pandangan pertama
mengenai sektor informal adalah sektor dimana individu-individu bekerja
untuk dirinya sendiri (self-employed). Setelah itu pengkategorian ini
digunakan untuk menunjukkan cara-cara hidup diluar perekonomian
dengan upah formal, baik sebagai alternatif atau sebagai alat untuk
manambah pendapatan. Meskipun ide awal mengenai sektor informal
hanya terbatas pada orang yang bekerja untuk dirinya sendiri, pengenalan
konsep tersebut memungkinkan untuk memasukkan kegiatan-kegiatan
yang sebelumnya diabaikan dalam model-model teoritis pembangunan dan
di dalam neraca ekonomi nasional.
Selain pemikiran awal tersebut yang dianggap merupakan paper
awal tentang sektor informal adalah laporan dari International Labor
Organization mengenai kesempatan kerja di Kenya (ILO, 2000).
Informalitas menurut laporan tersebut terutama sekali ditandai oleh
pengabaian peraturan pemerintah dan pajak. Pada mulanya ILO
menganggap tujuan utama dari sektor informal adalah penyediaan
kehidupan subsistence bagi keluarga. ILO menghubungkan pertumbuhan
sector informal dengan pengaruh positifnya terhadap peluang kerja dan
distribusi pendapatan.
Dieter-Evers dikutip Fransiska.R.Korompis (2005)
menganalogikan sektor informal sebagai sebuah bentuk ekonomi bayangan
dalam negara. Ekonomi bayangan digambarkan sebagai kegiatan ekonomi
xxvii
yang tidak mengikuti aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Kegiatan ekonomi bayangan merupakan bentuk kegiatan ekonomi yang
bergerak dalam unit-unit kecil sehingga bisa dipandang efisien dalam
memberikan pelayanan. Dilihat dari sisi sifat produksinya, kegiatan ini
bersifat subsistem yang bernilai ekonomis dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari khususnya bagi masyarakat yang ada dilingkungan sektor
informal.
Hutajulu (1985) dalam Fransiska.R.Korompis (2005) memberikan
batasan tentang sektor informal, adalah suatu bidang kegiatan ekonomi
yang untuk memasukinya tidak selalu memerlukan pendidikan formal dan
keterampilan yang tinggi, dan memerlukan surat-surat izin serta modal
yang besar untuk memproduksi barang dan jasa. Selanjutnya Sethurahman
(1985) masih dalam Fransiska.R.Korompis (2005) memberi batasan sektor
informal ini sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang terlibat dalam
proses produksi dan distribusi barang-barang, dimasuki oleh penduduk
kota terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan pendapatan
dari pada memperoleh keuntungan.
Pengertian sektor informal yang lain dikutip oleh
Frasiska.R.Korompis (2005) dari Moser (1978), bahwa sektor informal
merupakan kegiatan ekonomi yang selama ini lolos dari pencacahan,
pengaturan dan perlindungan pemerintah, tetapi mempunyai makna
ekonomi dengan karakteristik kompetitif, padat karya, memakai input dan
teknologi lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh
xxviii
masyarakat lokal, serta beroperasi atas dasar pemilikan sendiri oleh
masyarakat. Rachbini dan Hamid (1994) yang dikutip oleh
Fransiska.R.Korompis (2005) mengatakan, sektor informal berfungsi
sebagai penyedia barang dan jasa terutama bagi masyarakat golongan
ekonomi menengah ke bawah yang tinggal dikota-kota. Pelaku sektor ini
pada umumnya berasal dari desa-desa dengan tingkat pendidikan dan
keterampilan rendah serta sumber-sumber terbatas.
2. Ciri-Ciri Sektor Informal
Salah satu permasalahan penting yang terdapat di kawasan perkotaan
adalah tumbuh dan berkembangnya sektor informal. Ini merupakan sektor
alternatif yang antara lain ditandai oleh (1) mudah untuk dimasuki ataupun
untuk keluar, (2) ketergantungan pada sumberdaya asli atau endogenous
resources, (3) kepemilikan dan pengelolaan bersifat kekeluargaan, (4) usahanya
berskala kecil dengan tingkat mobilitas yang sangat tinggi, (5) labor-intensive
dengan teknologi tradisional, (6) tidak membutuhkan keahlian tertentu
sebagaimana pada sektor formal, dan (7) pasarnya bersifat kompetitif tetapi
tidak disertai regulasi yang jelas (Gilbert & Gugler, 1984 dalam Antonius Tarigan,
2003).
Sektor informal bersifat sangat heterogen, sulit ditarik garis
pembeda yang jelas dengan sektor formal, malahan terdapat kesatuan
rangkaian antara usaha berskala kecil dengan yang berskala besar, illegal
dan legal serta yang produktif dengan yang kurang produktif. Aktivitas
yang mereka jalankan sangat beragam, mulai dari penjaja makanan, jasa
xxix
ojek, sampai pada para penjual barang-barang elektronik bajakan. Mereka
tidak memiliki cukup modal untuk meningkatkan skala usahanya sehingga
bahkan tidak cukup untuk sekedar menghidupi keluarganya. Orientasinya
bukan pada pemupukan modal, tetapi lebih pada upaya memperoleh
pendapatan cash yang langsung dapat dibelanjakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga (Rakodi, 1993: 211 dalam Antonius Tarigan).
Dengan karakter ini, sektor informal bisa menjadi sarana menuju sektor
formal tetapi juga bisa menjadi tujuan itu sendiri. Atau ada juga yang
melihatnya sebagai proses yang tidak terakomodasi dalam kerangka
institusional dan legal suatu masyarakat sebagaimana aktivitas formal
lainnya (Portes, et.al., 1989 dalam Antonius Tarigan).
Terlepas dari karakterisasi semacam itu, sektor informal telah
menjadi permasalahan sendiri. Namun tidak sedikit kalangan yang melihat
bahwa sektor informal juga solusi; jadi tidak sekedar masalah. Perbedaan
cara pandang semacam ini sangat menentukan kebijakan apa yang akan
diambil pemerintah. Pandangan pertama yang dikenal dengan “pandangan
evolusionis (developmentalis)” berpendapat bahwa sektor informal akan
tumbuh dan berkembang menjadi sektor formal. Dalam pandangan ini,
sektor informal dapat menjadi jawaban alternatif terhadap masalah
pengangguran dan kemiskinan di kota, dan karenanya, harus
dikembangkan. Pandangan semacam itu terutama sangat dipengaruhi hasil
penelitian ILO pada tahun 1972 yang sekaligus mempopulerkan
terminologi dan jenis aktivitas tersebut.
xxx
Sementara itu, pandangan kedua yang bersifat “involusionis-
eksploitatif” cenderung melihat sektor informal sebagai sektor yang tidak
mungkin berkembang. Kehadiran mereka hanya menjadi sasaran empuk
eksploitasi sektor formal. Dengan demikian, mengembangkan sektor
informal merupakan upaya yang sia-sia. Cara pandang kedua inilah yang
nampaknya dominan di tanah air sehingga setiap ada masalah, maka sektor
inilah yang selalu menjadi korban, atau minimal kambing hitamnya. Tidak
terkecuali dalam upaya penataan kota seperti bidang transportasi.
Pengertian sektor informal ini lebih sering dikaitkan dengan
dikotomi sektor formal-informal. Dikotomi kedua sektor ini paling sering
dipahami dari dokumen yang dikeluarkan oleh ILO (1972). Badan Tenaga
Kerja Dunia ini mengidentifikasi sedikitnya tujuh karakter yang
membedakan kedua sektor tersebut: (1) kemudahan untuk masuk (ease of
entry), (2) kemudahan untuk mendapatkan bahan baku, (3) sifat
kepemilikan, (4) skala kegiatan, (5) penggunaan tenaga kerja dan
teknologi, (6) tuntutan keahlian, dan (7) deregulasi dan kompetisi pasar.
Pada dasarnya suatu kegiatan sektor informal harus memiliki suatu
lokasi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan (profit) yang lebih
banyak dari tempat lain dan untuk mencapai keuntungan yang maksimal,
suatu kegiatan harus seefisien mungkin. Richardson (1991) dalam
Fransiska.R.Korompis (2005), berpendapat bahwa keputusan-keputusan
penentuan lokasi yang memaksimumkan penerimaan biasanya diambil bila
memenuhi kriteria-kriteria pokok :
xxxi
1. Tempat yang memberi kemungkinan pertumbuhan jangka panjang
yang menghasilkan keuntungan yang layak.
2. Tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit
produksi. Jadi jelasnya bahwa pengertian sektor informal mempunyai
ruang lingkup yang sangat luas, artinya bahwa kegiatan yang paling
besar dijalankan oleh penduduk berpendapatan rendah.
Di Indonesia, sudah ada kesepakatan tentang 11 ciri pokok sektor
informal sebagai berikut :
1. Kegiatan usaha tidak terorganisasi dengan baik karena timbulnya unit
usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia
di sektor formal.
2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai ijin usaha.
3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam
kerja.
4. Pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan
ekonomi tidak sampai ke pedagang kaki lima.
5. Unit usaha mudah keluar masuk dari satu sub-sektor ke lain sub-
sektor.
6. Teknologi yang digunakan bersifat primitif.
7. Modal dan perputaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga
relatif kecil.
xxxii
8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak
memerlukan pendidikan formal karena pendidikan yang diperoleh
dari pengalaman sambil bekerja.
9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan one-man enterprise dan
kalaummengerjakan buruh berasal dari keluarga.
10. Sumber dana modal usaha yang umumnya berasal dari tabungan
sendiri atau lembaga keuangan yang tidak resmi.
11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh golongan
masyarakat desa-kota berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga
yang berpenghasilan menengah (Hidayat, 1987 dalam
Fransiska.R.Korompis, 2005).
Klasifikasi yang didasarkan pada kemungkinan – kemungkinan untuk
memperoleh pendapatan yang bersifat informal (Manning dan Effendi,
1985 dalam Imbang Sutrisno, 2005) :
a. Kemungkinan – kemungkinan pendapatan informal yang sah
1) Kegiatan – kegiatan usaha primer dan sekunder, pertanian,
perkebunan untuk pasar, kontraktor bangunan serta kegiatan –
kegiatan yang berkaitan dengannya, tukang yang berdiri sendiri
(self employed artisans), tukang jahit.
2) Badan – badan usaha tersier dengan input modal yang relatif besar,
perumahan, pengangkutan, spekulasi barang.
xxxiii
3) Distribusi berlingkup kecil, petugas – petugas pasar, pedagang
kecil, penjaja di jalan,pengusaha makanan dan minuman, agen –
agen komisi dan pengecer.
4) Jasa – jasa lainnya, tukang musik, tukang semir sepatu, tukang
cukur, tukang potret, tukang reparasi kendaraan serta kerja – kerja
pemeliharaan lainnya, perantara dan makelar, jasa – jasa
keagamaan, obat – obatan.
5) Pembayaran – pembayaran antar perorangan (private transfer
payment), peminjaman barang antar orang perorang, pengemis.
b. Kemungkinan – kemungkinan pendapatan informal yang tidak sah
1) Jasa – jasa para penjual tenaga dan parasit pada umumnya, mereka
yang menerima barang curian, kegiatan meriba dan gadai
menggadai (dengan tingkat bunga ilegal), menjual obata – obatan
terlarang, pelacuran, kegiatan penyelundupan.
2) Pencurian, pencopetan, perampasan bersenjata, perjudian.
C. Pedagang Kaki Lima
1. Pengertian Pedagang Kaki Lima
Secara umum, pedagang dapat diartikan sebagai penyalur barang
dan jasa-jasa perkotaan (Rais dalam Umboh, 1990 dalam
Fransiska.R.Korompis , 2005). Adapun menurut McGee yang juga dikutip
oleh Fransiska.R.Korompis, 2005), mendefinisikan pedagang kaki lima
adalah “The People who offer goods or services for sale from public
places, primarily streetes and pavement”. Sedangkan Manning dan
xxxiv
Tadjudin Noer Effendi (1985) menyebutkan bahwa pedagang kaki lima
adalah salah satu pekerjaan yang paling nyata dan penting dikebanyakan
kota di Afrika, Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin.
Menurut Breman (1988) dalam Fransiska.R.Korompis (2005),
pedagang kaki lima merupakan usaha kecil yang dilakukan oleh
masyarakat yang berpenghasilan rendah (gaji harian) dan mempunyai
modal yang terbatas. Dalam bidang ekonomi, pedagang kecil ini termasuk
dalam sektor informal, di mana merupakan pekerjaan yang tidak tetap dan
tidak terampil serta golongan-golongan yang tidak terikat pada aturan
hukum, hidup serba susah dan semi kriminil pada batas-batas tertentu.
Dari pengertian/batasan tentang pedagang kaki lima sebagaimana
dikemukakan beberapa ahli di atas, dapat dipahami bahwa pedagang kaki
lima merupakan bagian dari kelompok usaha kecil yang bergerak di sektor
informal. Secara khusus, pedagang kaki lima dapat diartikan sebagai
distribusi barang dan jasa yang belum memiliki ijin usaha dan biasanya
berpindah-pindah.
2. Ciri – Ciri Pedagang Kaki Lima
Menurut Sethurahman (1985) yang dikutip Fransiska.R.Korompis
(2005) bahwa istilah pedagang kaki lima biasanya untuk menunjukkan
sejumlah kegiatan ekonomi yang berskala kecil, tetapi akan menyesatkan
bila disebut dengan “perusahaan” berskala kecil karena beberapa alasan,
antara lain :
xxxv
1. Mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin,
berpendidikan rendah (kebanyakan para migran). Jelaslah bahwa
mereka bukanlah kapitalis yang mencari investasi yang
menguntungkan dan juga bukanlah pengusaha seperti yang dikenal
pada umumnya.
2. Cakrawala mereka nampaknya terbatas pada pengadaan kesempatan
kerja dan menghasilkan pendapatan yang langsung bagi dirinya
sendiri.
3. Pedagang kaki lima di kota terutama harus dipandang sebagai unit-
unit berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-
barang yang masih dalam suatu proses evaluasi daripada dianggap
sebagai perusahaan yang berskala kecil dengan masukan-masukan
(input) modal dan pengolahan yang besar. Selanjutnya menurut
definisi International Labour Organization (ILO), pedagang kaki lima
didefinisikan sebagai sektor yang mudah dimasuki oleh pendatang
baru, menggunakan sumber-sumber ekonomi dalam negeri, dimiliki
oleh keluarga berskala kecil, menggunakan teknologi padat karya,
keterampilan yang dibutuhkan diperoleh di luar bangku sekolah, tidak
dapat diatur oleh pemerintah dan bergerak dalam pasar persaingan
penuh (Hadji Ali, 1985 dalam Frasiska.R.Korompis, 2005).
Pengertian pedagang kaki lima yang lain adalah kegiatan sektor
marginal (kecil-kecilan) yang mempunyai ciri sebagai berikut :
1. Pola kegiatan tidak teratur baik dalam hal waktu, permodalan maupun
xxxvi
penerimaannya.
2. Tidak tersentuh oleh peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan oleh pemerintah (sehingga kegiatannya sering
dikategorikan “liar”).
3. Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omzetnya biasanya kecil
dan diusahakan dasar hitung harian.
4. Pendapatan mereka rendah dan tidak menentu.
5. Tidak mempunyai tempat yang tetap dan atau keterikatan dengan
usaha-usaha yang lain.
6. Umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah.
7. Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus sehingga
secara luas dapat menyerap bermacam-macam tingkatan tenaga kerja.
8. Umumnya tiap-tiap satuan usaha yang mempekerjakan tenaga yang
sedikit dan dari lingkungan keluarga, kenalan atau berasal dari daerah
yang sama.
9. Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan, perkreditan dan
sebagainya.
10. Sebagai saluran arus barang dan jasa, pedagang kaki lima merupakan
mata rantai akhir sebelum mencapai konsumen dari satu mata rantai
yang panjang dari sumber utamanya yaitu produsennya (Ramli, 1984)
dalam Fransiska.R.Korompis, 2005).
xxxvii
Berdasarkan barang atau jasa yang diperdagangkan, menurut
Karafi dalam Umboh (1990) yang Dikutip oleh
Fransiska.R.Korompis,2005, pedagang kaki lima dapat dikelompokkan
sebagai berikut : 1). Pedagang minuman; 2). Pedagang makanan; 3).
Pedagang buah-buahan; 4). Pedagang sayur-sayuran; 5). Pedagang daging
dan ikan; 6). Pedagang rokok dan obat-obatan; 7). Pedagang buku,
majalah dan surat kabar; 8). Pedagang tekstil dan pakaian; 9). Pedagang
kelontong; 10). Pedagang loak; 11). Pedagang onderdil kendaraan, bensin
dan minyak tanah; 12). Pedagang ayam, kambing, burung dan 13).
Pedagang beras serta; 14). Penjual jasa. (Wirosardjono, 1985 dalam
Frasiska.R.Korompis, 2005).
Pengertian pedagang kaki lima sebagai bagian dari sektor
informal dapat dijelaskan melalui ciri-ciri sebagai berikut :
Merupakan pedagang yang kadang-kadang juga sekaligus produsen.
Ada yang menetap pada lokasi tertentu, ada yang bergerak dari
tempat satu ke tempat yang lain (menggunakan pikulan, kereta
dorong) menjajakan bahan makanan, minuman dan barang-barang
konsumsi lainnya secara eceran. Umumnya bermodal kecil terkadang
hanya merupakan alat bagi pemilik modal dengan mendapatkan
sekedar komisi sebagai imbalan atau jerih payahnya. Pedagang kaki
lima di perkotaan tidak saja merupakan pelembagaan perilaku
ekonomi semata tetapi juga merupakan pelembagaan sosial. (Kartini
Kartono, 1980).
3. Kekuatan dan Kelemahan Pedagang Kaki Lima
Kekuatan dan kelemahan pedagang kaki lima menurut Kartini Kartono
adalah sebagai berikut :
xxxviii
a. Kekuatan Pedagang Kaki Lima
1. Pedagang kaki lima memberikan kesempatan kerja yang umumnya
sulit didapat pada negara-negara yang sedang berkembang
2. Dalam prakteknya mereka biasa menawarkan barang dan jasa
dengan harga bersaing mengingat mereka tidak dibebani pajak
3. Sebagian besar masyarakat kita lebih senang berbelanja pada
pedagang kaki lima mengingat faktor kemudahan dan barang yang
ditawarkan relatif lebih murah (terlepas dari pertimbangan kualitas)
b. Kelemahan pedaganga kaki lima, antara lain :
1. Mereka dimasukkan kedalam kelompok marginal dan sub marginal
dengan modal kecil, modal yang relatif kecil menyebabkan laba
relative kecil padahal pada umumnya banyak anggota keluarga
bergantung pada hasil yang minim ini. Oleh karena itu terciptalah
keadaan dimana hasil yang mereka capai pas-pasan untuk sekedar
hidup. Bahkan tidak ada kemungkinan untuk akumulasi modal
2. Karena rendahnya pendidikan dan kurangnya keterampilan, maka
unsur efisiensi kurang mendapat perhatian, sehingga akan
mempengaruhi kelancaran usaha
3. Ada kalanya pedagang kaki lima melihat pedagang kaki lima
lainnya yang sukses dengan jenis barang dagangan tertentu
mengikuti jejak mereka menyebabkan suatu jenis usaha tertentu
xxxix
menjadi terlampau padat, sehingga sebagian dari mereka
berguguran dan terpaksa harus gulung tikar
4. Sering kali terdapat unsur penipuan dan penawaran dengan harga
yang tinggi, sehingga menyebabkan citra masyarakat tentang
pedagang kaki lima kurang positif. Disamping itu, tidak jarang
diantara mereka terjadi persaingan yang menjurus tidak sehat yang
sangat merugikan banyak pihak
D. Konsep Pendapatan
Pendapatan merupakan hasil yang didapatkan karena seseorang telah
berusaha sebagai ganti atas jerih payah yang telah dikerjakannya. Pendapatan
industri adalah pendapatan yang diperoleh karena telah mengorganisasikan
seluruh faktor – faktor produksi yang dikelolanya.
Pendapatan bersih merupakan pendapatan bruto setelah dikurangi
dengan biaya – biaya dalam proses produksi. Biaya yang dimaksud disini
adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diiukur dalam satuan uang, yang
dikeluarkan saat proses produksi berlangsung, demi untuk menghasilkan
suatu produk tertentu (Mulyadi, 1990 : 7). Biaya ini merupakan pengorbanan
yang secara ekonomis tidak dapat dihindari dalam proses produksi.
E. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Pendapatan Pedagang Kaki Lima
1. Lama Usaha
xl
Penelitian tentang mobilisasi pekerjaan dan penghasilan migrant
Surabaya menunjukkan adanya hubungan yang erat antara usia pendatang
dan jangka waktu bertempat tinggal di kota (Steele dalam Imbang
Sutrisno, 2006). Dalam pernyataan ini disimpulkan bahwa semakin lama
seseorang menekuni pekerjaannya maka akan semakin mahir dalam
mengelola manajemen usahanya. Ini akan berpengaruh terhadap omset
penjualan dikarenakan semakin lama usaha maka akan semakin banyak
konsumen yang mempunyai sifat langganan.
Menurut Woodworth dan Marquis yang dikutip oleh Raida Nur
Hapsari (2004), dalam hal pengalaman ternyata tidak hanya menyangkut
jumlah masa kerja saja tapi lebih dari itu juga perlu diperhitungkan jenis
pekerjaan yang pernah dihadapinya. Sejalan dengan bertambahnya
pengalaman kerja maka akan bertambah pula pengetahuan dan
keterampilan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, karena
pengusaaan situasi dan kondisi dalam menghadapi calon pelanggan yang
bervariasi semakin baik.
2. Tenaga Kerja
Tenaga Kerja merupakan faktor yang penting dalam kegiatan
produksi, karena pekerja inilah yang mengalokasikan dan memanfaatkan
faktor – faktor lain guna menghasilkan suatu output yang bermanfaat.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik
di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau
xli
jasa guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Soetomo (1990 : 3)
mendefinisikan tenaga kerja adalah sebagai berikut :
1. Tenaga kerja adalah seseorang yang mampu melakukan pekerjaan
baik didalam maupun diluar hubungan kerja untuk menghasilkan
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Tenaga kerja adalah sejumlah penduduk yang dapat menghasilkan
barang dan jasa, jika ada permintaan tenaga kerja dan mereka bersedia
berpartisipasi dalam akivitas tersebut. Tenaga kerja juga berarti
penduduk usia kerja dalam arti sudah bekerja, sedang bekerja, mencari
kerja, dan yang sedang melakukan kegiatan seperti sekolah, mengurus
rumah tangga, dan kegiatan lainnya, namun sewaktu – waktu dapat
berpartisipasi untuk bekerja jika dibutuhkan.
Pengertian tenaga kerja menurut PBB adalah penduduk usia 15
tahun sampai 64 tahun yang telah menghasilkan pendapatan. Pengertian
tenaga kerja bagi penduduk Indonesia adalah penduduk usia 10 tahun
keatas, karena pada kenyataannya penduduk Indonesia yang berusia diatas
65 tahun masih ada yang bekerja. (Aris Ananta dkk, 1988 : 21).
Adapun tenaga yang benar – benar terlibat dalam kegiatan produksi
dan yang sedang mencari pekerjaan disebut angkatan kerja. Definisi
angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang bekerja dan
menganggur atau sedang mencari lowongan kerja (Payaman J.
Simanjuntak, 1985 : 3).
xlii
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
penting dan harus diperhitungkan dalam proses produksi dengan
jumlah yang cukup, tidak hanya dalam hal jumlah namun juga dalam
hal kualitas dan macam tenaga kerja yang memadai. Jumlah tenaga
kerja yang diperlukan disesuaikan dengan kebutuhan pada tingkat
tertentu sehingga jumlahnya optimum (Bambang Riyanto, 1994 dalam
Mauritha, 2008).
3. Luas Kapling
Luas kapling yaitu luas tempat usaha yang digunakan oleh PKL
malioboro dalam memproduksi dan menjual barang dagangannya. Luas
kapling yang digunakan PKL malioboro ternyata berbeda-beda.
Tentunya semakin besar kapling dapat menampung pembeli semakin
banyak pula sehingga semakin banyak pembeli pendapatan juga
semakin besar. Akan tetapi besar kapling kadang juga memberi kesan
kepada calon pembeli bahwa harga makanan dan minuman yang dijual
juga semakin mahal daripada PKL lain yang menggunakan kapling
lebih kecil.
Dalam studi pemetaan PKL di Kota Surakarta Tahun 2003 yang
dilakukan oleh Pusat Pengkajian dan Pelatihan Ekonomi (P3E) Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, Variabel – variabel yang
merupakan cerminan keberhasilan usaha pedagang kaki lima antara lain
adalah volume penjualan atau omset usaha dan laba usaha. Sedangkan
variabel yang diduga mempengaruhi tingkat keberhasilan yang
xliii
dicerminkan dari variabel omset usaha dan laba usaha anatara lain
adalah modal usaha, lama usaha, jam usaha, umur dan beberapa
variabel kualitatif tingkat pendidikan, status perkawinan, dan lain
sebagainya.
Keberhasilan pedagang kaki lima antara lain dicerminkan oleh
variabel laba usaha dan omset usaha. Variabel – variabel yang dapat
dijadikan sebagai faktor penentu keberhasilan usaha (omset usaha)
antara lain :
1. Luas tempat usaha pedagang kaki lima yang berhubungan positif
meyakinkan dengan variabel omset usaha, dengan koefisien korelasi
sebesar 0,236 dengan probabilitas 0,000, yang berarti jika luas
tempat usaha semakin meningkat maka ada kecenderungan omset
usaha pedagang kaki lima juga meningkat dan sebaliknya.
2. Modal awal usaha PKL yang berhubungan positif meyakinkan
dengan dengan variabel omset usaha dengan koefisien korelasi
sebesar 0,298 dengan probabilitas 0,000 yang berarti jika modal awal
usaha pedagang kaki lima semakin meningkat maka ada
kecenderungan omset usaha pedagang kaki lima meningkat dan
sebaliknya.
3. Modal sekarang pedagang kaki lima yang berhubungan positif
dengan variabel omset usaha, dengan koefisien korelasi sebesar
0,301 dengan probabilitas 0,000, yang berarti jika modal sekarang
semakin meningkat maka ada kecenderungan omset usaha PKL
xliv
meningkat dan sebaliknya. Pendidikan merupakan faktor pembeda
omset usaha secara meyakinkan dengan derajat signifikansi sebesar
5 persen.
4. Waktu dagang
Terdapat dua macam waktu dagang di Malioboro yaitu pedangang
makanan, minuman di siang hari yang buka mulai pukul 09.00 sampai
dengan pukul 17.00 dan pedagang makanan, minuman dimalam hari yang
buka mulai pukul 17.00 sampai dengan pukul 01.00. Perbedaan waktu
dagang antara siang hari dan malam hari ini mengakibatkan adanya
perbedaan suasana yang ditawarkan pedagang. Pedagang pada malam hari
sebagian besar dengan cara lesehan, ini memberikan suasana yang lebih
akrab, santai. Sedangkan pedagang disiang hari sebagian besar berdagang
dengan cara angkringan. Akan tetapi siang hari Malioboro cenderung lebih
ramai daripada malam hari, hal ini karena selain sebagai lokalitas PKL
Malioboro juga merupakan kawasan pertokoan, pasar, perkantoran dimana
aktivitas – aktivitas tersebut dilakukan disiang hari. Semakin malam
Malioboro semakin sepi seiring dengan mulai tutupnya pasar, pertokoan,
perkantoran disekitarnya.
F. Penelitian Sebelumnya
Penelitian Kris Ciptawan (2009) dengan judul Analisis Faktor –
Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan Pedagang Makanan dan Minuman
di Gladag Langen Boga Surakarta ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi
dan menjelaskan seberapa besar pengaruh variabel modal usaha, lama usaha,
xlv
harga menu utama, dan jumlah tenaga kerja terhadap keuntungan pedagang,
serta untuk mengetahui manakah dari variabel bebas tersebut yang
memberikan pengaruh paling besar tehadap keuntungan pedagang makanan
dan minuman di Gladag Langen Boga Surakarta.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel bebas yaitu
variabel modal usaha, lama usaha, harga menu utama, dan jumlah tenaga
kerja berpengaruh terhadap keuntungan pedagang.
Penelitian Imbang Sutrisno dengan judul Analisis Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pedagang Kaki Lima Kota
Surakarta Tahun 2005. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor –
faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan Pedagang Kaki Lima di Kota
Surakarta. Variabel – variabel penjelas dari variabel dependen tingkat
pendapatan yang digunakan adalah lama usaha, tingkat pendidikan, usia
pedagang kaki lima, modal usaha, serta variabel kualitatif, yang terdiri dari
lokasi usaha dan cara yang digunakan dalam berdagang.
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu : data
primer yang berupa data cross sectional yang diambil dengan teknik
kuesioner dari sampel yang berjumlah 100 responden. Sedangkan data
sekunder yang merupakan pendukung dari penelitian ini diperoleh dari BPS
Kota Surakarta, Kantor Pengelolaan PKL Kota Surakarta serta Dinas Tenaga
Kerja Kota Surakarta. Model persamaan analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah model semi-log dependen variabel.
xlvi
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel modal dan variabel jam
kerja per hari signifikan pada tingkat α = 5 persen meskipun mempunyai
hubungan yang positif terhadap tingkat pendapatan . Hal ini berarti sesuai
dengan hipotesis. Variabel lama usaha dan variabel tingkat pendidikan tidak
signifikan pada tingkat α = 5 persen meskipun mempunyai hubungan yang
positif terhadap tingkat pendapatan sehingga tidak sesuai dengan hipotesis.
Variabel usia pedagang kaki lima tidak signifikan pada tingkat α = 5 persen
dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pendapatan. Hal ini
berarti tidak sesuai dengan hipotesis. Sedangkan untuk variabel kualitiatif
lokasi usaha signifikan pada tingkat α = 5 persen dan mempunyai hubungan
yang positif terhadap tingkat pendapatan sehingga sesuai dengan hipotesis.
Variabel kualitatif cara berdagang tidak signifikan pada tingkat α = 5 persen
dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap tingkat pendapatan.
Sehingga tidak sesuai dengan tingkat hipotesis.
Penelitian Ririn Tri Rahmawati dengan judul Analisis Faktor – Faktor
Yang Mempengaruhi Keuntungan Pedagang Kaki Lima Sektor Makanan dan
Minuman (Study Kasus di Seputaran Alun – Alun Kota Madiun) ini bertujuan
untuk mengetahui deskripsi dan menjelaskan seberapa besar pengaruh
variabel modal, jam kerja per hari, lama usaha, tingkat pendidikan dan usia
terhadap keuntungan pedagang kaki lima, serta untuk mengetahui apakah
terdapat perbedaan keuntungan pedagang kaki lima menurut pengelompokkan
jenis usaha sektor makanan dan minuman di seputaran alun – alun Kota
Madiun.
xlvii
Hasil penelitian menunujukkan dengan uji terhadap koefisien regresi
secara parsial (Uji t) menunjukkan empat variabel yang berpengaruh terhadap
keuntungan pedagang kaki lima yaitu modal, jam kerja per hari, lama usaha
dan tingkat pendidikan, sedangkan variabel usaha tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap keuntungan pedagang kaki lima. Uji F menunjukkan
bahwa secara bersama – bersama kelima variabel modal, jam kerja per hari,
lama usaha tingkat pendidikan, dan usia berpengaruh terhadap keuntungan
pedagang kaki lima. Selanjutnnya dengan uji beda dua mean, hipotesis kedua
yaitu terhadap perbedaan keuntungan pedagang kaki lima sektor makanan dan
minuman di seputaran alun – alun Kota Madiun menurut pengelompokkan
jenis usaha tidak terbukti kebenarannya.
G. Kerangka Pemikiran
Untuk memberikan pedoman dan mempermudah dalam kegiatan
penelitian, pengolahan data, penganalisaannya, agar diperoleh hasil penelitian
yang benar, maka digunakan kerangka penelitian sebagai berikut :
Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran
Lama Usaha
Jumlah Tenaga Kerja
Luas Kapling
Waktu Dagang
Pendapatan
xlviii
H. Hipotesis Penelitian
1. Diduga lama usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
2. Diduga jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
3. Diduga luas kapling berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
4. Diduga waktu dagang berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta
xlix
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini berbentuk survey atas data primer dan data sekunder.
Data primer diambil secara langsung melalui instrument kuesioner dari
pedagang kaki lima. Data sekunder merupakan data yang diambil dari
beberapa instansi terkait dan beberapa sumber kepustakaan lain yang
mendukung data primer yang didapatkan.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jalan Malioboro Kecamatan Danurejan
Yogyakarta yang berbatasan dengan Jalan Mangkubumi di sebelah Utara
dan Jalan Ahmad Yani di sebelah Selatannya. Penelitian ini dilakukan di
Jalan Malioboro Yogyakarta karena Malioboro merupakan salah satu tempat
pariwisata dan merupakan salah satu pusat perdagangan di Kota
Yogyakarta. Di Trotoar sepanjang Jalan Malioboro khususnya di trotoar
sebelah timur yang masuk dalam wilayah Kecamatan Danurejan merupakan
lokalitas PKL makanan dan minuman sedangkan di trotoar sebelah barat
Jalan Malioboro merupakan tempat PKL yang berjualan cinderamata dan
pakaian.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara
l
Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya
jawab dengan pihak – pihak terkait.
b. Teknik kuesioner
Teknik kuesioner yaitu mengumpulkan data dan informasi yang
diperlukan dalam penelitian dengan cara menanyakan secara langsung
kepada PKL dan mengisi data melalui kuesioner yang dibagikan kepada
PKL.
c. Observasi atau Pengamatan
Observasi atau pengamatan yaitu mengumpulkan data dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung terhadap PKL dan lokasi
penelitian.
d. Studi Pustaka
Studi Pustaka yaitu pengumpulan data teori yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti.
4. Populasi, Sampel dan Metode Sampling
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kaki lima
makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro
Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kecamatan Danurejan
jumlah PKL makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan
Malioboro adalah sebanyak 112 PKL. Berdasarkan tabel ukuran sampel,
jumlah sampel yang sesuai dengan tingkat keyakinan 95 persen adalah 92
orang (Sekaran, 2006:159).
li
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan
secara acak sederhana (Simple Random Sampling), seluruh individu
dalam populasi diberi kesempatan untuk dipilih menjadi anggota sampel
5. Definisi Operasional Variabel
Ada dua jenis variabel yang perlu didefinisikan untuk keperluan dalam
penelitian ini yaitu :
a. Variabel Dependen, yaitu pendapatan
1) Pengertian
Pendapatan dalam penelitian ini adalah pendapatan bersih
2) Satuan
Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp)
3) Cara Mengukur
a) Pedapatan bersih ini diperoleh dari total penerimaan (TR)
dikurangi dengan total biaya (TC), diukur dalam satuan rupiah.
b) Penerimanan Total (TR)
Penerimaan total adalah seluruh penerimaan yang diterima dari
makanan dan minuman yang terjual dikalikan dengan harga
makanan dan minuman tersebut, diukur dalam satuan rupiah.
c) Biaya Total (TC)
Biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam
kegiatan berdagang makanan dan minuman, diukur dalam
satuan rupiah.
lii
1. Biaya tetap (TFC) adalah biaya yang dikeluarkan pertama
kali ketika mulai berdagang, berupa biaya alat – alat yang
diperlukan untuk usaha berdagang makanan dan minuman,
diukur dalam satuan rupiah.
2. Biaya variabel (TVC) adalah biaya yang dikeluarkan setiap
kali memproduksi / melakukan kegiatan berdagang makanan
dan minuman, berupa biaya yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku dan bahan penolong serta keperluan lain, diukur
dalam satuan rupiah.
b. Variabel independen, meliputi :
a. Lama Usaha
1) Pengertian
Jangka waktu yng telah ditempuh PKL dalam menjalankan
usaha berdagang di Jalan Malioboro Yogyakarta sampai dengan
penelitian ini dilakukan.
2) Satuan
Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan tahun.
3) Cara Mengukur
Menghitung jangka waktu pedagang kaki lima makanan dan
minuman berjualan di Jalan Malioboro Yogyakarta.
b. Jumlah Tenaga Kerja
1) Pengertian
liii
Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang terlibat
dalam kegiatan produksi maupun penjualan makanan dan
minuman, yang meliputi tenaga kerja yang dibayar dan tenaga
kerja yang tidak dibayar (keluarga,pemilik).
2) Satuan
Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan jumlah orang.
3) Cara Mengukur
Menghitung jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan
berdagang makananan dan minuman di trotoar sebelah timur
Jalan Malioboro Yogyakarta.
c. Luas Kapling
1) Pengertian
Kapling adalah tempat yang digunakan pedagang kaki lima
makanan dan minuman di trotoar sebelah timur Jalan Malioboro
Yogyakarta.
2) Satuan
Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan m2.
3) Cara Mengukur
Menghitung luas kapling yang dipakai Pedagang Kaki Lima
untuk berdagang makanan dan minuman di trotoar sebelah timur
Jalan Malioboro Yogyakarta.
d. Waktu Dagang
1) Pengertian
liv
Waktu dagang adalah waktu disaat PKL melakukan kegiatan
berdagang yaitu waktu siang hari atau malam hari.
2) Satuan
Pengukuran variabel ini dinyatakan dalam satuan siang hari dan
malam hari.
3) Cara Mengukur
Pengukuran variabel waktu dagang menggunakan variabel
dummy, dimana PKL makanan dan minuman lesehan di malam
hari dinilai D = 0, sedangkan PKL makanan dan minuman
angkringan di siang hari dinilai D = 1
6. Metode Analisis Data
1. Uji Pemilihan Model
a. Uji MWD
Pemilihan bentuk fungsi model empirik merupakan masalah
empirik (empirical question) yang sangat penting. Hal ini karena teori
ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan bentuk fungsi suatu
model empirik dinyatakan dalam bentuk linear atau log-linear atau
bentuk fungsi lainnya. Oleh karena itu, dalam melakukan studi
empiris sebaiknya model yang akan digunakan diuji dulu, apakah
sebaiknya menggunakan bentuk linear ataukah log-linear (Insukindro
et al., 2003: 14).
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan
bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi Box-
lv
Cox, metode yang dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson
atau lebih dikenal dengan MWD test, metode Bara dan McAleer atau
dikenal dengan B-M test dan metode yang dikembangkan Zarembka
(Modul Laboratorium Ekonometrika, 2006: 80). Dalam penelitian ini
akan menggunakan metode yang dikembangkan Mac Kinnon, White
dan Davidson pada tahun 1983 yang lebih dikenal dengan MWD test.
Untuk dapat menerangkan uji MWD, maka langkah pertama
adalah membuat dua model regresi dengan asumsi:
Model regresi 1: Linier
Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β 3X3 + β 4D1 + Ui …….(3.1)
Model regresi 2: Log-Linear
LnY = β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β3 LnX3 + β 4D1 + Ui …..(3.2)
Keterangan :
Y = Pendapatan
X1 = Variabel Lama Usaha
X2 = Variabel Jumlah Tenaga Kerja
X 3 = Variabel Luas Kapling
D1 = Variabel Waktu Dagang
= Koefisien Intersep
= Koefisien Lama Usaha
= Koefisien Jumlah Tenaga Kerja
= Koefisien Luas Kapling
= Koefisien Waktu Dagang
lvi
= Variabel penganggu
Dari persamaan (3.1) dan (3.2) di atas, selanjutnya akan
diterapkan MWD test. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.1) kemudian kita
dapatkan nilai fitted dari Y dan kita namai dengan YF.
b. Melakukan regresi terhadap persamaan (3.2) kemudian kita
dapatkan nilai fitted dari LY dan kita namai dengan LYF.
c. Mencari nilai Z1 dengan cara mengurangkan nilai log dari YF
dengan LYF.
d. Mencari nilai Z2 dengan cara mengurangkan nilai antilog dari LYF
dengan YF.
e. Melakukan regresi dengan persamaan (3.1) dengan menambahkan
variabel Z1 sebagai variabel penjelas.
Y = β0 + β1X1 + β2 X2 + β 3X3 + β 4D1 + + β5Z1+ Ui .........(3.3)
Bila Z1 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang
benar adalah linear atau dengan kata lain, bila Z1 signifikan, maka
model yang benar adalah log-linear.
f. Melakukan regresi dengan persamaan (3.2) dengan menambahkan
variabel Z2 sebagai variabel penjelas.
LnY = β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β3 LnX3 + β 4 LD1 + + β5Z2 + Ui …(3.4)
Bila Z2 signifikan secara statistik maka kita menolak model yang benar
adalah log-linear atau dengan kata lain, bila Z2 signifikan maka model
yang benar adalah linear.
lvii
b. Metode Regresi Log-Linier
Untuk menguji hipotesis, seberapa besar pengaruh lama usaha,
jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu dagang terhadap
pendapatan maka digunakan rumus regresi linier berganda
transformasi logaritma sebagai berikut: (Sumodiningrat, 1994;78)
LnY = β0 + β1 LnX1 + β2 LnX2 + β 3 LnX3 + β 4D1+ Ui
Dimana :
LnY = Pendapatan
LnX1 = Variabel Lama Usaha
LnX2 = Variabel Jumlah Tenaga Kerja
LnX 3 = Variabel Luas Kapling
D1 = Variabel Waktu Dagang
= Koefisien Intersep
= Koefisien lama usaha
= Koefisien Jumlah Tenaga Kerja
= Koefisien Luas Kapling
= Koefisien Waktu Dagang
= Variabel penganggu
Selanjutnya terhadap hasil analisis regresi dengan model
tersebut dilakukan uji statistik dan uji asumsi. Uji statistik meliputi uji
F, uji Determinasi dan uji t. uji asumsi meliputi uji autokorelasi, uji
multikolienaritas dan uji hetroskedastisitas.
lviii
2. Uji Statistik
Uji statistik dilakukan untuk mengetahui kebenaran atau
kepalsuan dari hipotesis nol. Ada tiga uji statistik yang dilakukan :
a. Uji t
Uji t adalah pengujian terhadap koefisien regresi secara parsial
untuk mengetahui segnifikansi masing-masing variable independen
terhadap variabel dependen. Adapun langkah-langkah pengujian
sebagai berikut:
1) Menentukan hipotesis
Ho : KN;t 2α -
Ha :
2) Menentukan tingkat signifikan yang pada umumnya 95% atau pada
α = 0.05 sehingga diperoleh nilai t tabel kemudian membandingkan
t hitung dengan t tabel.
3) Kriteria pengujian
Gambar 3.1 Daerah Kritis Uji t.
H0 ditolak H0 diterima
KN;t 2α -α 2-t ;N K-
H0 ditolak
lix
a) Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
b) Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti
variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara
signifikan.
4) Menentukan nilai t hitung
t hitung =
Dimana;
= koefisien regresi
= standar error
5) Kesimpulan
Ho diterima atau ditolak.
b. Uji F (Uji secara bersama-sama)
Yaitu pengujian untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel-
variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama,
langkah-langkahnya sebagai berikut (Gujarati, 1995;120)
1) Menentukan hipotesis sebagai berikut
Ho : 0321 === bbb
Ha : ¹¹¹ 321 bbb 0
Menentukkan tingkat signifikansi 95% atau pada α=0.05 sehingga
diperoleh nilai F tabel kemudian membandingkan nilai F hitung
dengan F tabel
lx
Ho diterima Ho ditolak
F (a; K-1; N-K
2) Ketentuan pengujian:
Gambar 3.2 Daerah Kritis Uji F
a) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak berarti
secara bersama-sama variabel independen tidak mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
b) Jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti
secara bersama-sama variabel independen mempengaruhi
variabel dependen secara signifikan.
4) Menentukan nilai F hitung dengan rumus:
F hitung =
Dimana:
= koefisien determinasi.
k = banyaknya koefisien regresi
N = jumlah observasi
5) Kesimpulan
Dengan membandingan antara langkah 4 dan pengujian
pada langkah 3
lxi
c. Uji koefisien determinasi
Bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan yang paling
baik dalam analisis regresi yang ditunjukkan oleh besarnya
koefisien determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien
determinasi nol berarti varabel independen sama sekali tidak
berpengaruh terhadap variabel dependen, bila mendekati satu
berarti variabel independen berpengaruh sangat kuat terhadap
variabel dependen.
R2 = 1kN
)kN/()}R1(1{ 2
-----
Dimana : R2 = koefisien determinasi
N = jumlah observasi
K = jumlah variabel
3. Uji Asumsi Klasik
Persamaan yang baik dalam ekonometrika harus memiliki sifat
BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati,1999:153). Untuk
mengetahui apakah persamaan sudah memiliki sifat BLUE maka perlu
dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi multikolinearitas,
heteroskedasitas dan autokorelasi. Uji asumsi klasik yang digunakan
adalah :
lxii
a. Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas adalah suatu keadaan dimana terdapat
hubungan yang yang linier atau mendekati linier antara variabel-
variabel penjelas. Akibat adanya multikolinieritas sempurna, r2xi, xj = 1,
adalah koefisien yang diestimasi tidak dapat ditentukan dan standar
error dari koefisien menjadi sangat besar.
Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas digunakan regresi
auxiliary, yaitu membandingkan koefisien determinasi Regresi asal
(Ra2) dengan koefisien determinasi regresi antar variabel independen
(R2), Ra2 lebih besar dari R2 maka tidak terdapat masalah
multikolinieritas di dalam model.
b. Uji Heteroskedasitas
Asumsi dari model regresi linier klasik adalah kesalahan pengganggu
mempunyai varians yang sama. Apabila asumsi tersebut tidak
terpenuhi maka akan terjadi heteroskedastisitas yaitu suatu keadaan
dimana varians dari kesalahan pengganggu tidak sama untuk semua
nilai variabel bebas. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan
untuk mendeteksi heteroskedastisitas dalam model empiris yaitu uji
Park, uji Glejser, uji White, dan uji Breusch-Pagan-Godfrey.
Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan menggunakan
uji Glejser.
lxiii
c. Autokorelasi
Suatu model dikatakan terdapat autokorelasi apabila terjadi
korelasi serial error term variabel pengganggu serangkaian observasi.
Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model digunakan
Langrange Multiplier-test, yaitui berupa regresi atas semua variabel
independen dalam persamaan model regresi diatas dan variabel lag-1
dari nilai residual dari hasil regresi model. Sehingga dari regresi
tersebut akan didapat nilai R2 (R-squared) kemudian dimasukkan
dalam rumus ( t -1)R2 , dimana t adalah jumlah observasi .
Kemudian dilakukan pengujian dengan hipotesa sebagai berikut : Ho
:r = 0, tidak ada masalah autokorelasi.
Ha : r ¹ 0, terdapat masalah autokorelasi.
Jika ( t -1)R2 > dari X2 (0,05), berarti terdapat masalah autokorelasi.
Namun jika sebaliknya maka tidak terjadi masalah autokorelasi
lxiv
BAB 1V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Aspek Geografis
Kota Yogyakarta merupakan kota besar di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kota Yogyakarta yang juga dikenal dengan sebutan
kota gudeg dan kota pelajar, merupakan sebuah dataran rendah yang
terletak di daerah lereng Gunung Merapi memiliki ketinggian sekitar 100
meter di atas permukaan air laut. Kota Yogyakarta memiliki luas sekitar
32,5 km2, terletak antara 110024’19’’ – 110028’53’’ Bujur Timur dan antara
70036’ – 70056’ Lintang Selatan. Terdapat 3 sungai yang mengalir dari arah
utara ke selatan yaituSungai Gajahwong yang mengalir di bagian timur
kota, Sungai Code di bagian tengah dan Sungai Winongo di bagian barat
kota.
Secara administratif Kota Yogyakarta terdiri dari 14 kecamatan
yaitu Kecamatan Mantrijeron, Kraton, Kecamatan Mergangsan,
Kecamatan Umbulharjo, Kecamatan Kotagede, Kecamatan
Gondokusuman, Kecamatan Danurejan, Kecamatan Pakualamam,
Kecamatan Gondomanan, Kecamatan Ngampilan, Kecamatan Wirobrajan,
Kecamatan Gedongtengen, Kecamatan Jetis, Kecamatan Tegalrejo. Batas
wilayah Kota Yogyakarta adalah :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Sleman
b. Sebelah Timur : Kabupaten Bantul dan Sleman
lxv
c. Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul
d. Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman
Suhu udara Kota Yogyakarta adalah rata – rata 26,60C dan rata –
rata tekanan udara 1.010,4 mb. Kelembaban udara rata – rata cukup tinggi,
tertinggi sebesar 86 persen dan terendah pada bulan sebesar 73 persen.
2. Aspek Demografis
Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2005 adalah sebesar
435.236 jiwa. Jumlah penduduk tahun 2005 jika dibandingkan dengan
jumlah penduduk lima tahun sebelumnya pada tahun 2000 hasil sensus
sebesar 397.398 jiwa, berarti dalam lima tahun terakhir Kota Yogyakarta
mengalami kenaikan sebanyak 37.838 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk
Kota Yogyakarta pada tahun 2007 adalah sebesar 451,118 (Yogyakarta
Dalam Angka, 2008). Meningkatnya jumlah penduduk disebabkan oleh
urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan untuk di
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta merupakan kota
yang maju dan berkembang dibandingkan dengan kota – kota lainnya di
provinsi ini.
Apabila jumlah penduduk tersebut dibandingkan dengan luas
wilayah yang sebesar 32,50 km2, kepadatan penduduknya adalah sebesar
13.881 jiwa per km2. Penduduk Kota Yogyakarta tersebar di 15
kecamatan.
lxvi
Tabel 4.1 Luas Wilayah,Penduduk Menurut Jenis Kelamin Pembagian
Wilayah Administrasi dan Kepadatan Penduduk Kota Yogyakarta
Tahun 2007
Kecamatan Luas Wilayah (km2)
Laki – laki (jiwa)
Perempuan (jiwa)
Jumlah Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Mantrijeron Kraton Mergangsan Umbulharjo Kotagede Gondokusuman Danurejan Pakualaman Gondomanan Ngampilan Wirobrajan Gedongtengen Jetis Tegalrejo
2,611 1,40 2,31 8,12 3,07 3,99 1,10 0,63 1,12 0,82 1,76 0,96 1,70 2,91
18.168 10.511 17.223 38.703 15.834 26.733 10.848 5.888 7.310 9.438
15.596 9.592
14.711 19.840
18.806 11.794 18.431 39.630 15.943 28.299 11.522 6.155 8.493 10.584 14.969 10.594 15.125 20.378
36.974 22.305 35.654 78.333 31.777 55.032 22.370 12.043 15,803 20.022 30.565 20.186 29.836 40.218
14.166 15.932 15.435 9.647 10.351 13.792 20.336 19.116 14.110 24.417 17,366 21,027 17.551 13.821
Jumlah 32.50 220.395 230.723 451.118 13.881 Sumber : Kota Yogyakarta Dalam Angka 2008
Dengan demikian berdasarkan aspek demografis bahwa semakin
tahun jumlah penduduk kota Yogyakarta semakin bertambah maka dapat
mengimplikasikan pada keadaan dimana ceteris paribus permintaan akan
makanan dan minuman akan semakin meningkat sehingga kelangsungan
industri makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta tidak akan
berhenti.
3. Aspek Sosial Ekonomi
a. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Komposisi berdasarkan tingkat pendidikan adalah jumlah
penduduk menurut tingkat pendidikan yang telah dan sedang
ditempuh, dalam hal ini pendidikan formal. Berdasarkan data dari
lxvii
Badan Pusat Statistik Yogyakarta, komposisi penduduk dapat dilihat
pada tabel 4.2 di bawah ini :
Tabel 4.2 Banyaknya Penduduk Umur 5 Tahun ke Atas Menurut
Pendidikan di Kota Yoyakarta Tahun 2007 (Jiwa)
No Tingkat Pendidikan Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tamat S2/S3 Tamat PT/D-IV Tamat Akademi D-III Diploma I/II Tamat SMK Tamat SLTA Tamat SLTP Tamat Sekolah Dasar Tidak/Belum Tamat SD
4.240 42.991 20.255 5.729 44.796 140.387 70.599 73.983 48.134
Sumber : Kota Yogyakarta Dalam Angka 2008
b. Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Komposisi menurut mata pencaharian merupakan jumlah
penduduk yang bekerja (usia 15 tahun ke atas) menurut pekerjaan
yang dijalaninya. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Yogyakarta, pada tahun 2007 jenis pekerjaan yang dijalani penduduk
Kota Yogyakarta ada berbagai macam. Pada tabel 4.3 akan
memperlihatkan banyaknya penduduk menurut mata pencaharian.
lxviii
Tabel 4.3 Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian (Usia 15
Tahun ke Atas) di Kota Yogyakarta Pada Tahun 2007 (Jiwa)
No Mata Pencaharian Jumlah 1 2 3
Pertanian Manufacture (Pertambangan, Industri, Listrik, Gas, Air dan Bangunan/Konstruksi Services) (Perdagangan, Angkutan, Keuangan, Jasa Perusahaan dan Jasa Perorangan)
786 31.847
173.881
Jumlah 206.514 Sumber : Yogyakarta Dalam Angka 2008
c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan salah satu indikator perkembangan
perekonomian suatu daerah. Perhitungan PDRB yang dilakukan
dengan harga konstan berarti dalam perhitungan telah dihilangkan
pengaruh – pengaruh terhadap merosotnya nilai mata uang.
Perhitungan PDRB Kota Yogyakarta pada tahun 2006 - 2007
berdasarkan harga konstan 2000 dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah
ini :
lxix
Tabel 4.4 PDRB Kota Yogyakarta Pada Tahun 2006 – 2007
(Dalam Rupiah)
No Lapangan Usaha 2006 2007 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan Jasa – Jasa
21.351 270
529.450 60.741 362.187
1.146.083 862.341 607.748
982.333
19.209 279
539.154 64.197 390.323
1.188.152 910.568 651.968
1.012.551
PDRB 4.572.5204 4.776.401 Sumber : Yogyakarta Dalam Angka 2008
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa pada tahun
2006 – 2007 sektor industri perdagangan, hotel dan restoran
memberikan kontribusi paling besar pada PDRB Kota Yogyakarta.
B. Statistik Deskripitif
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 92 kuesioner dalam
penelitian ini, diperoleh data – data antara lain mengenai pendapatan, lama
usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling, dan waktu berdagang. Data – data
tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini
a. Pendapatan
Dari data pendapatan pada PKL makanan dan minuman di Jalan
Malioboro Yogyakarta pendapatan tertinggi dari 92 PKL adalah sebesar
Rp 9.550.000,00, pendapatan terendah adalah sebesar Rp 442.500,00 dan
pendapatan rata – rata sebesar Rp. 2.928.300. Distribusi frekuensinya
adalah sebagai berikut :
lxx
Tabel 4.5 Distribusi Pendapatan PKL Makanan dan
Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta
Kelas Pendapatan (Dalam
Rupiah) Jumlah Persentase (%) 1 > 2.928.300 36 31,13 2 < 2.928.300 56 60,87 Total 92 100
Sumber : Data Primer. diolah
Keterangan :
Pendapatan di atas rata – rata = > Rp 2.928.300
Pendapatan di bawah rata – rata = < Rp 2.928.300
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa frekuensi terbesar
adalah pada pendapatan di bawah pendapatan rata - rata yaitu sebesar 56
orang (60,87%). PKL yang memiliki pendapatan rata – rata berjumlah 36
orang (31,13%).
b. Lama Usaha
Berdasarkan lama waktu pada PKL makanan dan minuman di
Jalan Malioboro Yogyakarta, diketahui bahwa waktu terlama yang sudah
dijalani PKL dalam usaha ini adalah 28 tahun sedangkan waktu tersingkat
adalah sebesar 2 tahun . Distribusi frekuensinnya adalah sebagai berikut :
lxxi
Tabel 4.6 Tabel Distribusi Lama Usaha Pada PKL Makanan
dan Minuman Di Jalan Malioboro Yogyakarta.
Kelas Lama Usaha (Dalam
Tahun) Jumlah Persentase (%) 1 1 - 4 7 7,61 2 5 - 8 18 19,57 3 9 - 12 16 17,39 4 13 - 15 18 19,57 5 16 - 19 18 19,57 6 20 - 23 6 6,52 7 24 - 27 8 8,6 8 28 - 31 1 1,09 Total 92 100
Sumber : Data Primer. diolah
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa dari 6 kelas dengan 92
responden pada kelas pertama yang memiliki lama usaha 1 – 4 tahun
berjumlah 7 (7,61%) responden. Pada lama usaha antara 5 – 8 tahun
berjumlah 18 responden (19,57%) respoden. Responden yang memiliki
lama usaha antara 9 – 12 tahun berjumlah 16 (17,39%) responden.
Responden yang memiliki lama usaha antara 13 – 15 tahun berjumlah 18
(19,57%) responden. Responden yang memiliki lama usaha antara 16 – 19
tahun berjumlah 18 ( 19, 57%) responden. Pada lama usaha 20 – 23 tahun
berjumlah 6 (6,52%) responden. Pada lama usaha antara 24 – 27 tahun
terdapat 8 (8,6%) responden. Pada lama usaha 28 – 31 tahun terdapat 1
(1,09%) responden.
c. Jumlah Tenaga Kerja
Dari data tenaga kerja pada PKL makanan dan minuman di Jalan
Malioboro Yogyakarta diketahui bahwa tenaga kerja terbanyak adalah 10
lxxii
orang dan paling sedikit 1 orang yang pada umumnya merupakan pemulik
sendiri. Distribusi frekuensinnya adalah sebagai berikut :
Tabel 4.7 Distribusi Tenaga Kerja Pada PKL Makanan dan
Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta
Kelas Jumlah Tenaga Kerja
(Orang) Jumlah Persentase (%) 1 1 - 2 58 63,04 2 3 - 4 21 22,83 3 5 - 6 9 9,78 4 7 - 8 2 2,17 5 9 - 10 2 2,17 Total 92 100
Sumber : Data Primer. diolah
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari 92 responden
terdapat 58 (63,04%) responden yang memiliki tenaga kerja antara 1 – 2
orang. Responden yang memiliki tenaga kerja antara 3 – 4 orang
berjumlah 21 (22,83%) orang. Terdapat 9 (9,78%) responden yang
memiliki tenaga kerja antara 5 – 6 orang. Terdapat 2 (2,17%) responden
yang memiliki tenaga kerja antara 7 – 8 orang. Terdapat 2 (2,17%)
responden yang memiliki tenaga kerja antara 9 – 10 orang. Hal ini
menggambarkan bahwa frekuensi tenaga kerja paling banyak adalah
antara 1 – 2 orang.
d. Luas Kapling
Berdasarkan hasil penelitian luas kapling terbesar yang digunakan
PKL makanan dan minuman di Malioboro adalah seluas 60 m2 dan kapling
terkecil adalah seluas 6 m2. Distribusi ferkuensinya adalah sebagai berikut
:
lxxiii
Tabel 4.8 Distribusi Luas Kapling Pada PKL Makanan dan
Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta
Kelas Luas Kapling (m2) Jumlah Persentase (%)
1 1 - 7 19 20,65 2 8 - 15 33 35,87 3 16 - 23 20 21,74 4 24 - 31 11 11,96 5 32 - 39 4 4,35 6 40 - 47 1 1,09 7 48 - 55 3 3,26 8 56 - 63 1 1,09 Total 92 100
Sumber : Data Primer, diolah
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat responden yang memiliki
luas kapling anatara 1 – 7 m2 adalah berjumlah 19 (20,65%) responden.
Pada luas kapling antara 8 – 15 m2 berjumlah 33 (35,87%) responden.
Pada luas kapling antara 16 – 23 m2 berjumlah 20 (21,74%) responden.
Responden yang memiliki luas kapling antara 24 – 31 m2 berjumlah 20
(21,74%) responden, Responden yang memiliki luas kapling antara 32 –
39 m2 adalah berjumlah 4 (4,35%) responden. Responden yang memiliki
luas kapling antara 40 – 47m2 berjumlah 1 (1,09%) responden. Pada luas
kapling antara 48 – 55 m2 berjumlah 3 (3,26%) responden. Responden
yang memiliki luas kapling antara 56 – 63 m2 berjumlah 1 (1,09%)
responden.
Hal ini menggambarkan bahwa frekuensi luas kapling terbesar
antara 8 – 15 m2 maka dapt disimpulkan sebagian besar PKL makanan dan
minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta memiliki luas kapling rata – rata
yaitu antara 8 – 15 m2.
lxxiv
e. Waktu Dagang
Tabel 4.9 Distribusi Waktu Dagang Pada PKL Makanan
dan Minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta
Waktu Dagang Jumlah Persentase
Siang 28 30,43
Malam 64 69.57
Total 92 100
Sumber : Data Primer, diolah
Waktu dagang dalam penelitian ini adalah waktu disaat PKL
melakukan kegiatan berdagang yaitu malam hari atau siang hari.
Berdasarkan hasil penelitian dari 92 sampel PKL makanan dan minuman
di Malioboro yang berjualan pada malam hari sebesar 28 PKL dan 64 PKL
berjualan di siang hari.
C. Analisis Data dan Pembahasan
1. Metode Analisis Data
a. Uji Pemilihan Model (Uji MWD)
Dalam melakukan suatu studi empirik, sebaiknya peneliti perlu
melakukan pemilihan bentuk fungsi model empirik karena teori
ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan ataupun mengatakan
apakah sebaiknya bentuk fungsi suatu model empirik dinyatakan
dalam bentuk linear ataukah log-linear atau bentuk fungsi lainnya.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam pemilihan
bentuk fungsi model empirik antara lain metode transformasi Box-
Cox, metode yang dikembangkan MacKinnon, White, dan Davidson
lxxv
atau MWD test, metode Bara dan McAleer atau B-M test dan metode
yang dikembangkan Zarembka (Modul Laboratorium Ekonometrika,
2006: 80).
Penelitian ini menggunakan MWD test untuk melakukan
pemilihan bentuk fungsi model, bila Z1 signifikan secara statistik,
maka kita menolak hipotesis yang menyatakan bahwa model yang
benar adalah bentuk linear atau dengan kata lain model yang benar
adalah log-linear. Bila Z2 signifikan secara statistik, maka kita
menolak hipotesis yang menyatakan bahwa model yang benar adalah
bentuk log-linear atau dengan kata lain model yang benar adalah
linear. Hasil uji MWD adalah:
1) Model Linier
Tabel 4.10 Hasil UJi MWD Linier
Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:14 Sample: 1 92 Included observations: 92
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -784075.0 476182.8 -1.646.584 0.1033 X1 174508.8 37068.34 4.707.760 0.0000 X2 480986.2 109926.8 4.375.513 0.0000 X3 25175.86 23391.93 1.076.263 0.2848 D1 -78510.61 335548.1 -0.233977 0.8156 Z1 -2466932. 875710.4 -2.817.064 0.0060
R-squared 0.739682 Mean dependent var 2928332. Adjusted R-squared
0.724548 S.D. dependent var 2367811.
S.E. of regression 1242712. Akaike info criterion 3.096.648
Sum squared resid 1.33E+14 Schwarz criterion 3.113.095
Log likelihood -1.418.458 F-statistic 4.887.310 Durbin-Watson stat 1.803.396 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
lxxvi
Dari hasil uji MWD tersebut di atas dapat kita lihat bahwa
tingkat signifikansi dari variabel Z1 (0,0060) signifikan, Hal
tersebut berarti menolak model yang benar adalah linier.
2) Model Log-Linier
Tabel 4.11Hasil Uji MWD Log-Linier
Dependent Variable: LOG(Y) Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:16 Sample: 1 92 Included observations: 92
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.169.077 0.355362 3.289.821 0.0000 LOG(X1) 0.151402 0.114630 1.320.785 0.1901 LOG(X2) 0.642026 0.127439 5.037.905 0.0000 LOG(X3) 0.720144 0.138369 5.204.503 0.0000
D1 0.059734 0.115529 0.517044 0.6065 Z2 -1.71E-07 9.57E-08 -1.784.842 0.0778
R-squared 0.774199 Mean dependent var 1.454.236
Adjusted R-squared
0.761071 S.D. dependent var 0.876722
S.E. of regression
0.428545 Akaike info criterion 1.206.154
Sum squared resid
1.579.400 Schwarz criterion 1.370.618
Log likelihood
-4.948.306 F-statistic 5.897.315
Durbin-Watson stat
2.017.779 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
Dari hasil uji MWD tersebut di atas dapat kita lihat bahwa
tingkat signifikansi dari variabel Z2 (0,0778) tidak signifikan, Hal
tersebut berarti kita tidak menolak model yang benar adalah Log-
linier.
Berdasarkan hasil uji MWD di atas, dengan melihat tingkat
signifikansi dari variable Z1 yang signifikan yaitu Z1 = 0,0060 dan
Z2 tidak signifikan yaitu Z2 = 0,0778, Maka dapat disimpulkan
lxxvii
bentuk fungsi model yang layak digunakan adalah model regresi
Log-linier.
Untuk menguji hipotesis menggunakan analisis regresi
linier berganda sehingga dapat mengetahui bagaimana pengaruh
lama usaha, jumlah pekerja, luas kapling dan waktu dagang
terhadap pendapatan pedagang kaki lima makanan dan minuman di
Jalan Malioboro Yogyakarta. Adapun hasil regresi dapat disajikan
dalam tabel berikut :
Tabel 4.12 Hasil Persamaan Regresi Pendapatan
Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:20 Sample: 1 92 Included observations: 92
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.176.816 0.357109 3.295.394 0.0000
LX1 0.258128 0.099019 2.606.847 0.0108 LX2 0.581085 0.124313 4.674.382 0.0000 LX3 0.622846 0.128766 4.837.033 0.0000 D1 0.050370 0.116851 0.431061 0.6675
R-squared 0.765834 Mean dependent var 1.454.236 Adjusted R-squared
0.755068 S.D. dependent var 0.876722
S.E. of regression
0.433895 Akaike info criterion 1.220.787
Sum squared resid
1.637.905 Schwarz criterion 1.357.841
Log likelihood -5.115.622 F-statistic 7.113.298 Durbin-Watson stat
2.016.565 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
Dari hasil analisa diatas diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut :
LnY = 11,76816 + 0,258128LnX1 + 0,581085LnX2 +
0,622846LnX3 + 0,50370D1
lxxviii
Se = (0,357109 ) (0,099019 ) (0,124313)
(0.128766) ( 0,116851)
t = (3,295394) ( 2,606847 ) (4,674382 )
(4,837033) (1.614296)
R2= 0,765834
Dimana :
LnY = Pendapatan PKL
LnX1 = Lama Usaha
LnX2 = Jumlah Tenaga Kerja
LnX3 = Luas Kapling
D1 = Waktu Dagang
Selanjutnya terhadap hasil analisis regresi dengan model
tersebut dilakukan uji statistik dan uji asumsi. Uji statistik meliputi
uji F, uji Determinasi dan uji t. uji asumsi meliputi uji autokorelasi,
uji multikolienaritas dan uji hetroskedastisitas. Pengujian tersebut
dilakukan untuk mengetahui apakah dugaan sementara (hipotesis)
terhadap parameter sudah sesuai secara teori dan statistik.
Koefisien variabel luas kapling pada tabel 4.8 bernilai positif yaitu
sebesar 45281,77 artinya bahwa luas kapling mempunyai pengaruh
yang positif terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti sesuai
dengan hipotesis.
lxxix
b. Uji Statistik
1) Uji t (Uji secara individu)
Uji t adalah uji secara individual semua koefisien regresi
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependennya. Hasil
pengujian statistik t akan didapat hasil sebagai berikut:
a) Jika │t hitung│<│t tabel│pada tingkat signifikan 5% maka
Ho diterima dan Ha ditolak, artinya variabel independen tidak
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
b) Jika │t hitung│>│t tabel│pada tingkat signifikan 5%, maka
Ho ditolak dan Ha diterima, artinya variabel independen
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
Berikut ini adalah hasil pengujian parameter individual
dengan tingkat signifikan 5%
Tabel 4.13 Hasil Uji t
(α = 5%)
Variabel t-statistik Prob Kesimpulan LnX1 2,606847 0.0108 Signifikan LnX2 4,674382 0.0000 Signifikan LnX3 4,837033 0.0000 Signifikan
D1 1.614296 0.6675 Tidak Signifikan Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0 a) Koefisien regresi dari LnX1 (lama usaha) mempunyai t hitung
│2,606847│>│1.986│dimana nilai probabilitasnya 0.0108 <
0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan pada tingkat
lxxx
signifikansi 5%. Dengan kata lain, lama usaha secara statistik
penting (berpengaruh terhadap pendapatan).
b) Koefisien regresi dari LnX2 (jumlah tenaga kerja) mempunyai
t hitung │4,674382│>│1.986│dimana nilai probabilitasnya
0.0000 < 0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan pada
tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, jumlah tenaga kerja
secara statistik penting (berpengaruh terhadap pendapatan).
c) Koefisien regresi dari variasi LnX3 (luas kapling) mempunyai
t hitung │4,837033│>│1.986│dimana nilai probabilitasnya
0.0000 < 0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan pada
tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, luas kapling secara
statistik penting (berpengaruh terhadap pendapatan).
d) Koefisien regresi dari D1 (waktu dagang) mempunyai t hitung
│1.614296│<│1.986│dimana nilai probabilitasnya 0,6675 >
0.05, maka koefisien regresi tersebut tidak signifikan pada
tingkat signifikansi 5%. Dengan kata lain, waktu dagang secara
statistik tidak penting (tidak berpengaruh terhadap
pendapatan).
2) Uji Signifikansi Bersama-sama (Uji F)
Uji F adalah uji untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-
sama. Jika nilai probabilitas F hitung lebih besar dari 0.05, maka
Ho diterima yang berarti bahwa secara bersama-sama variabel
lxxxi
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen pada
tingkat signifikansi 5%. Sebaliknya, jika nilai Probabilitas F hitung
lebih kecil dari 0,05, maka Ho ditolak yang berarti bahwa secara
bersama-sama variabel independen berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi 5%. Dari hasil
pengolahan diperoleh
Probabilitas F hitung = 0,000000 < 0,05
Jadi Ho ditolak dan Ha diterima (semua koefisien regresi
secara bersama – sama signifikan pada tingkat 5%. Ini berarti
faktor lama usaha, jumlah tenaga kerja, luas kapling dan waktu
dagang secara bersama – sama berpengaruh nyata terhadap
pendapatan PKL.
3) Uji Goodness of Fit atau Koefisien Determinasi (R2)
Uji Goodness of Fit digunakan untuk mengetahui seberapa
jauh variasi dari variabel bebas dapat menerangkan dengan baik
variasi dari variabel terikat. Jika R2 mendekati nol, maka variabel
bebas tidak menerangkan dengan baik variasi dari variabel
terikatnya. Jika R2 mendekati 1, maka variasi dari variabel tersebut
dapat menerangkan dengan baik dari variabel terikatnya.
Dari hasil estimasi di atas diketahui nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,765834. Ini berarti 76,58% variasi
variabel dependen (pendapatan) dapat dijelaskan oleh variabel
independennya (lama usaha, jumlah tenaga kerja , luas kapling dan
lxxxii
waktu dagang), sedangkan sisanya (1-R2) yaitu 23,42% disebabkan
oleh variabel lain yang tidak ada dalam model.
c. Uji Asumsi Klasik
Persamaaan yang baik dalam ekonometrika harus memiliki
sifat BLUE ( Best Linear Unbiased Estimator ) (Gujarati,1999:153).
Untuk mengetahui apakah persamaan sudah memiliki sifat BLUE
maka perlu dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi
multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Uji asumsi
klasik yang digunakan adalah :
1) Uji Multikolinieritas
Multikolinieritas merupakan suatu keadaan dimana terjadi
satu atau lebih variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau
mendekati sempurna dengan variabel lainnya. Akibat adanya
multikolinieritas sempurna adalah koefisien yang diestimasikan
tidak dapat ditentukan dan standar error dari koefisien menjadi
sangat besar
Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas
adalah dengan Regresi Auxiliary, yaitu membandingkan nilai koefisien
determinasi regresi awal R2a dengan R2 antar variable independen.
Apabila nilai R2a > R2 berarti tidak terjadi gejala multikolinearitas.
Apabila nilai R2a < R2 berarti terjadi gejala multikolinearitas.
Tabel 4.14 Hasil Regresi Auxiliary untuk Mendeteksi Multikolinieritas
lxxxiii
Variabel R2 Tanda R2awal Keterangan
LnX1-LnX2-LnX3-D1 0,364082
< 0,765834
Tidak terjadi multikolinieritas
LnX2-LnX1-LnX3-D1 0,623486
< 0,765834
Tidak terjadi multikolinieritas
LnX3-LnX1-LnX2-D1 0,658849 < 0,765834 Tidak terjadi multikolinieritas
D1-LnX1-LnX2-LnX3 0,285710 < 0,765834 Tidak terjadi multikolinieritas
Sumber : Hasil olahan E-Views 4.0
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai R2 antara variabel-variabel
independen yang ditunjukkan dalam tabel diatas lebih kecil dari nilai R2a
(awal) hasil dari perhitungan regresi awal. Dapat diambil kesimpulan
bahwa pada model regresi yang ditaksir tidak terdapat masalah
multikolinearitas.
2) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam
fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama sehingga
penaksir OLS tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun
sampel besar. Beberapa metode untuk mendeteksi
heteroskedastisitas yaitu uji Park, uji Glejser, uji White, dan uji
Breusch-Pagan-Godfrey.
Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini akan
menggunakan uji Glejser. Hasil pengujian heteroskedastisitas
dengan uji Glejser tersebut dapat dilihat pada tabel 4.17 sebagai
berikut:
Tabel 4.15 Hasil Uji Glejser Untuk Mendeteksi Heteroskedastisitas
lxxxiv
Dependent Variable: RESABS Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:23 Sample: 1 92 Included observations: 92
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.422499 0.213159 1.982081 0.0506 LX1 0.027387 0.059105 0.463363 0.6443 LX2 0.093130 0.074202 1.255076 0.2128 LX3 -0.084799 0.076861 -1.103277 0.2729 D1 0.000800 0.069748 0.011468 0.9909
R-squared 0.025593 Mean dependent var 0.336059 Adjusted R-squared -0.019207 S.D. dependent var 0.256541 S.E. of regression 0.258993 Akaike info criterion 0.188781 Sum squared resid 5.835717 Schwarz criterion 0.325835 Log likelihood -3.683935 F-statistic 0.571272 Durbin-Watson stat 2.143758 Prob(F-statistic) 0.684173
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
Berdasarkan dari hasil estimasi dengan menggunakan uji
Glejser tidak terjadi masalah Heteroskedastisitas. Hal ini dapat
dilihat dari nilai probabilitas masing – masing variabel independen
yang tidak signifikan atau lebih besar dari 5 % yang berarti model
ini tidak mengalami Heteroskedastisitas.
3) Uji Autokorelasi
Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai adanya korelasi
antar unsur-unsur variabel pengganggu sehingga penaksir tidak lagi
efisien baik dalam sampel kecil ataupun sampel besar. Dalam
penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi
akan digunakan Lagrange Multiplier Test.
Uji ini dilakukan dengan meregresi semua variabel bebas
dan variabel tak bebas, kemudian dilakukan uji Breusch Godfrey
terhadap residu dari hasil model tersebut. Dari model tersebut akan
lxxxv
diperoleh nilai (n-1) R 2 untuk kemudian dibandingkan dengan
X 2 dengan derajat kebebasan 1 dalam tabel statistik Chi Square
menggunakan tingkat signifikansi 5%.
Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas obs*R-
squared lebih besar dai 0,05, maka tidak terdapat masalah
autokorelasi dan sebaliknya bila nilai probabilitas obs*R-squared
lebih kecil dari 0,05, maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.16 Hasil uji LM Untuk Mendeteksi Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.010580 Probability 0.918313 Obs*R-squared 0.011317 Probability 0.915280
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 05/14/10 Time: 02:25 Presample missing value lagged residuals set to zero.
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.004881 0.362279 0.013474 0.9893 LX1 -0.001606 0.100803 -0.015928 0.9873 LX2 0.001242 0.125608 0.009891 0.9921 LX3 -0.000541 0.129611 -0.004171 0.9967 D1 -0.000729 0.117735 -0.006195 0.9951
RESID(-1) -0.011290 0.109763 -0.102860 0.9183
R-squared 0.000123 Mean dependent var -7.23E-15 Adjusted R-squared -0.058009 S.D. dependent var 0.424252 S.E. of regression 0.436384 Akaike info criterion 1.242404 Sum squared resid 16.37704 Schwarz criterion 1.406868 Log likelihood -51.15056 F-statistic 0.002116 Durbin-Watson stat 1.993246 Prob(F-statistic) 0.999999
Sumber : Hasil Olahan E-Views 4.0
Dari analisis yang telah dilakukan, didapat nilai probabilitas
obs*R-squared adalah 0,9183 yang lebih besar dari 0,05. Karena
nilai probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak
terdapat autokolerasi.
lxxxvi
2. Interprestasi Hasil Secara Ekonomi
Dari hasil analisa dan pembahasan di atas dapat diinterprestasikan
bahwa secara ekonomi pendapatan pada industria PKL makanan dan
minuman di Jalam Maliobo Yogyakarta sebagai berikut :
1. Pengaruh Lama Usaha Terhadap Pendapatan
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel lama usaha dengan
tingkat signifikansi 5% berpengaruh signifikan dan positif terhadap
pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
Koefisien variabel lama usaha diperoleh hasil sebesar 0,258128. Nilai
koefisien regresi tersebut memberikan makna bahwa pada kondisi cateris
paribus, jika lama usaha meningkat 1 persen maka pendapatan PKL akan
meningkat sebesar 0,258128 persen.
Semakin lama umur usahanya maka akan menyebabkan semakin
tinggi pula pendapatan. Semakin lama umur usahanya semakin banyak
konsumen yang mempunyai sifat langganan serta sejalan dengan
bertambahnya pengalaman kerja maka akan bertambah pula pengetahuan
dan keterampilan PKL dalam melaksanakan pekerjaannya karena
pemgusaan situasi dan kondisi dalam menghadapi calon pelanggan yang
bervariasi semakin baik.
2. Pengaruh Jumlah Tenaga Kerja Tehadap Pendapatan
lxxxvii
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel jumlah tenaga kerja
dengan tingkat signifikansi 5% berpengaruh signifikan dan positif
terhadap pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro
Yogyakarta. Koefisien variabel jumlah tenaga kerja diperoleh hasil
sebesar 0,581085. Nilai koefisien regresi tersebut memberikan makna
bahwa pada kondisi cateris paribus, jika jumlah tenaga kerja meningkat 1
persen maka pendapatan PKL akan meningkat sebesar 0,581085 persen.
Setiap penambahan tenaga kerja maka akan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan misalnya dalam kecepatan memasak menu yang
dipesan konsumen, serta kecepatan penyajian masakan karena terdapat
tenaga kerja yang cukup untuk menyelesaikan pekerjaan. Hal ini akan
berpengaruh terhadap peningkatan konsumen dan akan berpengaruh
terhadap kenaikan pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan
Malioboro Yogyakarta.
3. Pengaruh Luas Kapling Terhadap Pendapatan
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel luas kapling dengan
tingkat signifikansi 5% berpengaruh signifikan dan positif terhadap
pendapatan PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta.
Koefisien regresi variabel luas kapling diperoleh hasil sebesar 0,622846.
Nilai koefisien regresi tersebut memberikan makna bahwa pada kondisi
cateris paribus, jika luas kapling meningkat 1 persen maka pendapatan
PKL akan mengalami peningkatan sebesar 0,622846 persen.
lxxxviii
Dengan tempat yang lebih luas maka dapat menampung pembeli
lebih banyak. Dengan kapling yang lebih luas juga lebih memberikan
kenyamanan bagi pembeli.
4. Pengaruh Waktu Dagang Terhadap Pendapatan
Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel waktu dagang dengan
tingkat signifikansi 5% tidak signifikan terhadap pendapatan PKL
makanan dan minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Hal ini berarti
waktu dagang tidak berpengaruh terhadap pendapatan PKL makanan dan
minuman di Jalan Malioboro Yogyakarta. Terdapat PKL yang buka dasar
di siang hari dan ada PKL yang buka dasar di malam hari,variabel waktu
dagang ternyata bukan merupakan faktor pembeda yang membedakan
besarnya pendapatan yang diperoleh PKL di Jalan Malioboro. Hal ini
dikarenakan tidak ada perbedaan tingkat keramaian antara siang hari dan
malam hari di jalan Malioboro. Kawasan Malioboro merupakan daerah
perdagangan, perkantoran, pertokoan, pasar dimana aktivitas – aktivitas
perekonomian tersebut berjalan pada siang. Sementara pada malam hari
jalan Malioboro merupakan daerah wisata yang mempunyai kekhasannya
tersendiri. Selain itu juga festival – festival yang diadakan di jalan
Malioboro diselenggarakan dimalam hari seperti lomba lukis yang
diadakan pada tanggal 28 Oktober 2009 saat memperingati hari sumpah
pemuda.
lxxxix
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap
92 PKL makanan dan minuman di Jalan Malioboro
Yogyakarta , maka dapat diambil kesimpulan dan saran
sebagai berikut:
A. KESIMPULAN
1. Dengan tingkat signifikansi 5%, lama usaha tebukti berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti hipotesis yang
menyatakan bahwa lama usaha berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pendapatan terbukti.
2. Dengan tingkat signifikansi 5%, jumlah tenaga kerja tebukti berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti hipotesis
yang menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pendapatan terbukti.
3. Dengan tingkat signifikansi 5%, luas kapling tebukti berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pendapatan PKL. Hal ini berarti hipotesis yang
menyatakan bahwa luas kapling berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pendapatan terbukti.
4. Dengan tingkat signifikansi 5%, waktu dagang tebukti tidak berpengaruh
signifikan terhadap pendapatan PKL . Hal ini berarti hipotesis yang
menyatakan bahwa waktu dagang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pendapatan tidak terbukti, sehingga tidak ada perbedaan
perbedaan pendapatan antara PKL yang buka dasar di siang hari atau
xc
PKL yang buka dasar di malam hari karena tidak ada perbedaan tingkat
keramaian Malioboro saat siang hari dan Malioboro saat malam hari.
B. SARAN
1. Untuk meningkatkan pendapatan PKL dapat menambah lama usaha..
Semakin lama usahanya semakin banyak konsumen yang mempunyai sifat
langganan serta sejalan dengan bertambahnya pengalaman kerja maka
akan bertambah pula pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat
meningkatkan produktifitas yang ditunjukan antara lain dengan pelayanan
yang lebih cepat, pelayanan yang lebih baik. Jadi semakin lama umur
usahanya maka akan menyebabkan semakin tinggi pula pendapatan
2. Untuk meningkatkan pendapatan PKL dapat menambah tenaga kerja
selama tamabahan upah yang harus dikeluarkan karena penambahan
tenaga kerja masih lebih kecil daripada tambahan pendapatan yang
diterima karena penambahan tenaga kerja tersebut sehingga justru tidak
akan menurunkan pendapatan. Setiap penambahan tenaga kerja maka akan
dapat meningkatkan kualitas pelayanan misalnya dalam kecepatan
memasak menu yang dipesan konsumen, serta kecepatan penyajian
masakan karena terdapat tenaga kerja yang cukup untuk menyelesaikan
pekerjaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap peningkatan konsumen dan
akan berpengaruh terhadap kenaikan pendapatan
3. Untuk meningkatkan pendapat PKL dapat menambah luas kapling.
Dengan tempat yang lebih luas maka dapat menampung pembeli lebih
banyak. Dengan kapling yang lebih luas juga lebih memberikan
xci
kenyamanan bagi pembeli. Akan tetapi kapling di Trotoar Jalan Malioboro
ini tidak dapat diperluas lagi karena tempat yang terbatas sehingga PKL
sudah tidak dapat lagi memperluas kaplingnya. Cara yang antara lain bisa
dilakukan PKL adalah dengan mengoptimalkan jumlah meja sehingga
supaya dapat menampug pembeli yang lebih banyak.
xcii
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Supriyadi.2007.Implementasi Kebijakan Pemberdayaan Sektor Informal (Studi Kasus Implementasi Peraturan Daerah Kota Surabaya No.17 Tahun 2003 Tentang Pembinaan Pedagang Kaki Lima Di Kota Surabaya).Malang:Tesis Universitas Brawijaya
Damodar Gujarati.1999. Ekonomtrika Dasar. Jakarta : Airlangga Djarwanto.2000. Pokok – Pokok Metode Riset dan Bimbingan Teknis
Penulisan Skripsi. Yogyakarta : Liberty Fransiska.R.Korompis.2005.Pemberdayaan Sektor Informal : Studi Tentang
Pengelolaan Pedagang Kaki Lima dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan PAD Di Kota Manado.Manado:Tesis Universitas Sam Ratulangi
Gujarati,Damodar.2003.Basic Econometric.Jakarta:Erlangga Imbang Sutrisno.2006.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan
Pedagang Kaki Lima Kota Surakarta.Surakarta:Skripsi FE UNS Manning,Chris,Tatjudin Noer Effendi.1985.Urbanisasi, Pengangguran, dan
Sektor Informal Di Kota.Jakarta:Gramedia Mceachern,William A.2001.Ekonomi Mikro.Jakarta: Salemba Empat Ririn Tri Rahmawati.2008.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keuntungan
Pedagang Kaki Lima (Studi Kasus Di Seputaran Alun-Alun Kota Madiun).Surakarta:Skripsi FE
Sadono Sukirno.2002.Pengantar Teori Mikro Ekonomi.Jakarta: Raja Grafindo
Persada Simanjuntak,Payaman.1985.Pengantar Ekonomi Sumber Daya
Manusia.Jakarta:FE UI Sugiyono.2001. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta Th.A.M.Harsiwi.2002.Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Keberadaan
Pedagang Kaki Lima Di Kawasan Malioboro.Yogyakarta:Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE Universitas Atma Jaya Volume 14,2002
xciii
Tri Widodo.2006.Peranan Sektor Informal Terhadap Perekonomian Daerah.Yogyakarta: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia Volume 1 Nomor 3, 2006
Winarno, Wing Wahyu.2009.Anaslisi Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews.Yogyakarta:YKPN Wurdjinem.2001.Interaksi Soaial dan Strategi Survival Para Pekerja Sektor
Informal (Kehidupan Pemulung Di Kota Bengkulu).Bengkulu:Jurnal Penelitian UNIB Volume VII Nomor 3Desember 2007
Yetti Sarjono.2005.Pergulatan Pedagang Kaki Lima Di Perkotaan:
Pendekatan Kualitatif.Surakarta: Muhammadiyah University Press