Analisis Ethambuthol Hcl Dan Kloramfenikol

download Analisis Ethambuthol Hcl Dan Kloramfenikol

of 18

description

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode ini disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri menghasilkan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan

Transcript of Analisis Ethambuthol Hcl Dan Kloramfenikol

  • PERCOBAAN II

    ANALISIS ETHAMBUTHOL HCl DAN KLORAMFENIKOL

    DENGAN METODE ARGENTOMETRI

    A. Tujuan

    1. Menganalisis sediaan obat dengan metode argentometri.

    2. Memahami proses analisis dalam metode argentometri.

    B. Dasar Teori

    1. Titrasi Argentometri

    Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar

    halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan

    perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode ini disebut juga metode

    pengendapan karena pada argentometri menghasilkan pembentukan

    senyawa yang relatif tidak larut atau endapan (Gandjar, 2007).

    Titrasi argentometri merupakan titrasi yang didasarkan pada

    pengendapan anatara ion Ag+ dan anion-anion yaitu halida, tiosianat, dan

    sianida. Pada titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan sebagai larutan

    standar. Titrasi argentometri ini didasarkan pada reaksi:

    AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3

    -

    Kalium kromat dapat digunakan sebagai suatu indikator yang akan

    menghasilkan warna merah dengan kelebihan ion Ag+. Titrasi yang lebih

    banyak digunakan adalah metode titrasi balik. Kelebihan AgNO3

    ditambahkan ke dalam sampel yang mengandung ion klorida atau bromida.

    Kelebihan AgNO3 kemudian dititrasi dengan ammonium tiosianat dan

    ammonium fero sulfat digunakan sebagai indikator pada kelebihan titrasi

    dengan SCN-.

    AgNO3 + NH4SCN AgSCN(s) + NH4NO3

    Sebelum titrasi balik dapat dilakukan, AgCl yang mengendap harus

    disaring atau dilapisi dengan dietilftalat untuk mencegah SCN-

    menyebabkan penguraian terhadap AgCl. Klorin (Cl-) yang dikombinasikan

  • secara organik harus dibebaskan melalui hidrolisis dengan natrium

    hidroksida sebelum titrasi. Suatu halogen yang menempel pada cincin

    aromatik tidak dapat dibebaskan dengan cara hidrolisis dan halida aromatik

    harus dibakar dalam tabung oksigen agar dapat melepaskan halogen untuk

    proses titrasi.

    Titrasi argentometri biasanya digunakan pada penetapan kadar dalam

    farmakope untuk tablet natrium klorida dan kalium klorida, tiamin

    hidroksida, musin klorida dan karbomat (Watson, 2009).

    Garam AgNO3 merupakan satu-satunya garam perak yang terlarutkan

    dalam air sehingga reaksi perak nitrat dengan garam lain akan menghasilkan

    endapan. Garam-garam seperti natrium klorida (NaCl) dan kalium sianida

    (KCN) dapat ditentukan kadarnya dengan cara berikut:

    AgNO3 + NaCl AgCl (s) + NaNO3

    AgNO3 + KCN AgCN (s) + KNO3

    Sampel garam dilarutkan dalam air dan dititrasi dengan larutan perak

    standar sampai keseluruhan garam perak mengendap. Jenis titrasi ini dapat

    menunjukkan titik akhirnya sendiri, tetapi biasanya suatu indikator dipilih

    untuk menghasilkan endapan berwarna pada titik akhir titrasi. Pada

    penetapan kadar NaCl, kalium kromat (K2CrO4) ditambahkan ke dalam

    larutan sebagai suatu indikator, setelah semua NaCl bereaksi, tetesan

    pertama AgNO3 berlebih akan menghasilkan endapan perak kromat

    (AgCrO4) berwarna merah yang akan mengubah larutan menjadi berwarna

    coklat merah (Cairns, 2008).

    2. Macam-Macam Metode Titrasi Argentometri

    Metode titrasi argentometri dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

    a. Metode Volhard

    Metode Volhard didasari pada pengendapan dari perak tiosinat

    dalam larutan asam nitrit, dengan ion besi (III) yang digunakan sebagai

    indikator untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat:

    Ag+ + SCN

    - AgSCN (s)

    Fe2+

    + SCN- FeSCN

    2+

  • Metode ini dapat digunakan untuk titrasi langsung perak dengan

    larutan standar tiosianat, untuk titrasi tidak langsung dari ion-ion klorida,

    bromida dan iodida. Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dari perak

    nitrat standar ditambahkan dan kemudian dititrasi dengan tiosianat

    standar.

    Metode Volhard biasanya digunakan secara luas untuk perak dan

    klorida mengingat titrasinya dapat dijalankan dalam suasana asam.

    Kenyataannya, ada keinginan untuk menggunakan suatu media asam

    untuk mencegah terjadinya hidrolisis dari indikator ion besi (III). Metode

    umum lainnya adalah membutuhkan sebuah larutan yang mendekati

    netral untuk kesuksesan titrasi. Banyak kation yang mengendap pada

    kondisi semacam ini dan dapat mengganggu metode ini.

    b. Metode Fajans

    Merupakan metode titrasi yang dilakukan dalam suasana sedikit

    asam. Indikatornya adalah indikator absorbsi, misalnya fluorescen dan

    titik akhir endapannya adalah endapan merah.

    Fluorescen adalah sebuah asam organik lemah yang biasa disebut

    dengan HFI. Ketika fluorescen ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion

    FI- tidak diabsorbsi oleh koloid perak klorida berlebih.

    c. Metode Mohr

    Seperti halnya pada titrasi asam basa yang menggunakan indikator

    asam basa sebagai penentu titik akhir titrasi, titrasi pengendapan juga

    dapat menggunakan indikator yang dapat membentuk endapan sebagai

    penanda titik akhir titrasi telah tercapai. Metode Mohr merupakan

    metode titrasi klorida dengan ion perak, dimana ion kromat (CrO42-

    )

    digunakan sebagai indikator. Kemunculan endapan kromat berwarna

    kemerahan diambil sebagai titik akhir titrasi.

    Titrasi Mohr terbatas pada larutan-larutan dengan nilai pH sekitar 6

    sampai 10. Dalam larutan yang lebih alkalin, akan terbentuk endapan

    perak oksida. Dalam larutan-larutan asam, konsentrasi kromat secara

    besar-besaran akan menurun karena HCrO4-

    hanya sedikit terionisasi.

  • Lebih lanjut lagi, hidrogen kromat ada dalam kesetimbangan dengan

    kromat:

    2H+ + 2CrO4

    2- 2HCrO4

    - Cr2O7

    2- + H2O

    Penurunan konsentrasi ion kromat mengharuskan untuk

    menambahkan sejumlah besar ion perak untuk menghasilkan

    pengendapan dari perak kromat dan akhirnya mengarah pada galat yang

    besar. Secara umum, dikromat cukup dapat larut.

    Metode Mohr dapat diaplikasikan pada ion bromida dengan perak

    dan juga ion sianida dalam larutan yang sedikit alkali (Watson, 2009).

    3. Faktor yang Mempengaruhi Titrasi Argentometri

    Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi titrasi argentometri

    adalah sebagai berikut:

    a. Temperatur

    Kelarutan semakin meningkat dengan adanya suhu. Jadi, dengan

    meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang.

    b. Sifat alami pelarut

    Setiap pelarut memiliki kapasitas yang berbeda dalam melarutkan,

    sehingga semakin mudah pelarut itu melarutkan maka pengendapan akan

    lebih sulit terjadi.

    c. Pengaruh pH

    Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah

    dipengaruhi oleh pH. Hal ini disebabkan karena penggabungan proton

    dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut

    jika pH meningkat.

    d. Hidrolisis

    Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan

    dihasilkan perubahan konsentrasi H+

    dimana hal ini akan menyebabkan

    kation garam tersebut akan mengalami hidrolisis yang akan

    meningkatkan kelarutan garam tersebut.

  • e. Ion kompleks

    Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat

    kelarutannya dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan

    kation garam tersebut (Basset, 1994).

    4. Kloramfenikol

    Kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang efektif melawan

    sebagian besar bakteri aerob dan anaerob kecuali Pseudomonas aeruginosa.

    Kloramfenikol dapat menyebabkan depresi sumsum tulang dan anemia

    aplastik yang biasanya fatal (Stringer, 2006).

    Kloramfenikol digunakan dalam pengobatan demam tifoid,

    Salmonella, infeksi dan meningitis yang resisten terhadap penisilin.

    Pemberian sediaan ini pada bayi prematur dapat menyebabkan kolaps

    sirkulasi darah (Spencer, 2006).

    Antibiotik ini banyak digunakan dalam bentuk sirup, rasanya manis

    dan banyak disukai anak-anak. Untuk bentuk sirup, digunakan

    kloramfenikol dalam bentuk esternya, yaitu kloramfenikol palmitat dan

    kloramfenikol stearat yang rasanya tidak pahit (Widjajanti, 2010).

    Kloramfenikol memiliki berat molekul 323,13 g/mol dengan rumus

    molekul C11H12Cl2N2O5. Pemerian dari kloramfenikol adalah hablur halus

    berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih sampai putih kelabu atau

    putih kekuningan; tidak berbau; rasa sangat pahit. Dalam larutan asam

    lemah, mantap. Kloramfenikol larut dalam lebih kurang 400 bagian air,

    dalam 2,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 7 bagian propilenglikol P; sukar

    larut dalam kloroform P dan dalam eter P.

    Gambar 1. Struktur Kimia Kloramfenikol (Dirjen POM, 1979)

  • 5. Etambuthol Hidroklorida

    Etambuthol HCl merupakan obat yang digunakan pada terapi

    tuberkulosis. Efek samping etambuthol HCl adalah toksisitas yang terjadi

    pada mata yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan (Wawan,

    2001).

    Etambuthol HCl memiliki rumus molekul C10H24N2O2.2HCl dengan

    berat molekul 277,24 g/mol. Pemerian etambuthol HCl adalah serbuk

    hablur; putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau. Etambuthol HCl larut

    dalam 1 bagian air, dalam 4 bagian etanol (95%) P dan dalam 850 bagian

    kloroform P; sangat sukar larut dalam eter P.

    Gambar 2. Struktur Kimia Etambuthol HCl (Dirjen POM, 1979).

  • C. Alat dan Bahan

    1. Alat

    a. Batang pengaduk

    b. Buret 50 mL

    c. Corong

    d. Gelas kimia 100 mL

    e. Labu Erlenmeyer 250 mL

    f. Labu ukur 50 mL; dan 250 mL

    g. Pipet volume10 mL

    h. Propipet

    i. Sendok tanduk

    j. Statif dan klem

    k. Timbangan analitik

    2. Bahan

    a. AgNO3 0,1 N

    b. Etanol 95%

    c. Indikator Fe3+

    d. Indikator K2CrO4

    e. KSCN 0,1 N

    f. NaCl 0,1 N

    g. Sediaan Etambuthol HCl dan Kloramfenikol

    D. Prosedur Kerja

    1. Standarisasi AgNO3 dengan menggunakan larutan baku NaCl

    a. Ditimbang 0,2925 gram padatan NaCl.

    b. Dilarutkan padatan dengan aquades.

    c. Dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan aquades sampai

    tanda batas kemudian dihomogenkan.

    d. Diambil 10 mL larutan, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,

    ditambahkan indikator K2CrO4.

  • e. Dititrasi dengan AgNO3 hingga larutan berubah warna menjadi merah

    bata.

    f. Dihitung volume AgNO3 kemudian diulangi titrasi sebanyak tiga kali.

    g. Dihitung konsentrasi AgNO3.

    2. Standarisasi KSCN dengan menggunakan larutan baku AgNO3

    a. Ditimbang 2,475 gram padatan KSCN, dilarutkan dalam aquades.

    b. Dipindahkan ke dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquades sampai

    tanda batas kemudian dihomogenkan.

    c. Diambil 10 mL AgNO3, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan

    ditambahkan indikator Fe3+

    .

    d. Dititrasi dengan KSCN hingga larutan berubah warna menjadi merah

    darah.

    e. Dihitung volume KSCN kemudian diulangi proses titrasi sebanyak tiga

    kali.

    f. Dihitung konsentrasi KSCN.

    3. Analisis Kadar Etambuthol HCl

    a. Ditimbang 200 mg sediaan etambuthol HCl, dilarutkan dalam 25 mL

    etanol.

    b. Dipindahkan dalam labu ukur 50 mL, ditambahkan etanol sampai tanda

    batas.

    c. Diambil 10 mL larutan, dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan

    ditambahkan indikator K2CrO4.

    d. Dititrasi dengan AgNO3 hingga larutan berubah warna menjadi merah

    bata.

    e. Dihitung volume AgNO3 kemudian diulangi proses titrasi sebanyak tiga

    kali.

    f. Dihitung kadar etambuthol HCl dalam sediaan.

    4. Analisis Kadar Kloramfenikol

    a. Ditimbang 300 mg sediaan kloramfenikol, dilarutkan dalam 25 mL

    etanol.

  • b. Dipindahkan dalam labu ukur 50 mL kemudian ditambahkan etanol

    sampai tanda batas.

    c. Diambil 10 mL larutan, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian

    ditambahkan indikator Fe3+

    dan 10 mL larutan AgNO3.

    d. Dititrasi dengan KSCN hingga larutan berubah warna menjadi merah

    darah.

    e. Dihitung volume KSCN.

    f. Diulang proses titrasi sebanyak tiga kali.

    g. Dihitung kadar kloramfenikol dalam sediaan.

  • E. Hasil Pengamatan

    1. Tabel Pengamatan

    a. Standarisasi AgNO3

    No. Volume Titran (AgNO3) Volume Titrat (NaCl)

    1. 10,1 mL 10 mL

    2. 10,2 mL 10 mL

    3. 9,8 mL 10 mL

    x 10,03 mL 10 mL

    b. Standarisasi KSCN

    No. Volume Titran (KSCN) Volume Titrat (AgNO3)

    1. 11,5 mL 10 mL

    2. 10,7 mL 10 mL

    3. 10,8 mL 10 mL

    x 11 mL 10 mL

    c. Analisis kadar etambutol HCl

    No. Volume Titran (AgNO3) Volume Titrat (Etambutol HCl)

    1. 3,1 mL 10 mL

    2. 2,7 mL 10 mL

    3. 2,4 mL 10 mL

    x 2,73 mL 10 mL

    d. Analisis kadar kloramfenikol

    No. Volume Titran (KSCN) Volume Titrat (Kloramfenikol)

    1. 11,3 mL 10 mL

    2. 14,8 mL 10 mL

    3. 11,5 mL 10 mL

    x 12,53 mL 10 mL

  • 2. Perhitungan

    a. Standarisasi AgNO3

    Ek titran = Ek titrat

    N AgNO3 = N NaCl

    V M valensi = V M valensi

    10,03 mL M 1 = 10 mL 0,1 M x 1

    M =

    = 0,097 M

    N AgNO3 = M valensi

    = 0,097 M 1 = 0,097 N

    b. Standarisasi KSCN

    Ek titran = Ek titrat

    N KSCN = N AgNO3

    V M valensi = V M valensi

    11 mL M 1 = 10 mL 0,1 M x 1

    M =

    = 0,09 M

    N KSCN = M valensi

    = 0,09 M 1 = 0,09 N

    c. Analisis kadar etambutol HCl

    N AgNO3 = N Etambutol HCl

    V M valensi = V M valensi

    2,7 mL 0,097 M 1 = 10 mL M 1

    M =

    = 0,02619 M

    n = M V

    = 0,02619 M 10 mL

    = 0,2619 mol

  • massa = n Mr

    = 0,2619 mol 277,24

    = 72,609 mg

    % etambutol HCl =

    100 %

    =

    100 %

    = 36,30 %

    d. Analisis kadar kloramfenikol

    N Kloramfenikol = N KSCN

    V M valensi = V M valensi

    10 mL M 1 = 12,5 mL 0,09 M 1

    M =

    = 0,1125 M

    n = M V

    = 0,1125 M 10 mL

    = 1,125 mol

    massa = n Mr

    = 1,125 mol 323,13

    = 363,52 mg

    % kloramfenikol =

    100 %

    =

    100 %

    = 72,70 %

    3. Reaksi

    a. Standarisasi AgNO3

    AgNO3 (aq) + NaCl (aq) A C (s) (putih) + NaNO3 (aq)

    2 AgNO3 (aq) + K2CrO4 (aq) A 2CrO4 (s) (cokelat merah) + 2 KNO3 (aq)

  • b. Standarisasi KSCN

    AgNO3 (aq) + KSCN (aq) A SCN (s) + KNO3 (aq)

    Fe+3

    (aq) + 6 SCN- [ Fe(SCN)6 ]

    -3 (merah darah)

    c. Analisis Ethambutol HCl

    d. Analisis Kloramfenikol

  • F. Pembahasan

    Percobaan kali ini bertujuan untuk menghitung kadar sediaan ethambutol

    HCl dan kloramfenikol serta mengetahui proses analisis sediaan obat

    menggunakan metode argentometri. Argentometri merupakan metode umum

    untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang

    membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.

    Titrasi adalah salah satu analisis kuantitatif untuk menentukan kadar

    suatu zat yang belum diketahui konsentrasinya atau biasa disebut titran, dengan

    zat yang telah diketahui konsentrasinya atau biasa disebut dengan titrat. Titran

    ditambahkan titrat tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen

    (artinya secara stoikiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi) yang biasanya

    d d d u h y w d k o . K d d u titik

    ekuivalen y u k d ko titran sama dengan konsentrasi titrat.

    Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan

    w d k o d u titik akhir titrasi. T k kh

    mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik

    ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik

    ekuivalen.

    Titrasi argentometri terdiri dari 4 metode yaitu metode Mohr, metode

    Fajans, metode Volhard dan metode Leibig. Namun yang digunakan pada

    percobaan ini ialah metode Mohr dan metode Leibig. Metode Mohr dapat

    digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral

    dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan K2CrO4 sebagai

    indikator. Indikator tersebut digunakan agar kelebihan perak akan berikatan

    dengan kromat dan membentuk senyawa berwarna merah. Kekurangan dari

    indikator ini yaitu harus bekerja pada pH 6-10, karena jika larutan bersifat

    terlalu asam, maka kalium kromat (K2CrO4) kembali menjadi kalium dikromat

    (K2Cr2O7). Metode Leibig adalah metode titrasi dalam argentometri yang

    biasanya untuk menentukan ion sianida. Pada metode ini, titik akhir titrasinya

    tidak ditentukan dengan indikator akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya

    kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali

  • sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan akan larut

    kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut. Cara Leibig

    hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi

    pada saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak

    dapat dilakukan pada larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk

    kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan

    sedikit larutan kalium iodida.

    Perlakuan pertama yaitu standarisasi AgNO3 dengan menggunakan

    larutan baku NaCl. Standarisasi bertujuan untuk mengetahui konsentrasi

    AgNO3 dengan tepat. AgNO3 akan bereaksi dengan NaCl membentuk endapan

    AgCl yang berwarna putih. Bila semua Cl- sudah bereaksi dengan Ag

    + dari

    AgNO3, maka kelebihan sedikit Ag+ akan bereaksi dengan CrO4

    2- dari

    indikator K2CrO4 dan menghasilkan senyawa berwarna merah serta endapan

    putih. Ini berarti titik akhir titrasi telah dicapai. Kemudian konsentrasi AgNO3

    dihitung dengan ekuivalen titrat berbanding lurus dengan ekuivalen titran.

    Didapat konsentrasi AgNO3 sebesar 0,09 N.

    Perlakuan kedua yaitu standarisasi KSCN dengan menggunakan larutan

    baku AgNO3. Padatan KSCN yang ditimbang adalah sebesar 2,425 gram.

    Dilarutkan dengan sedikit aquades, dipindahkan ke labu ukur 250 mL.

    Ditambahkan aquades hingga tanda batas. Diambil 10 mL, lalu ditambahkan

    indikator Fe3+

    . Dititrasi dengan larutan AgNO3. Didapat konsentrasi KSCN

    0,09 N. Indikator Fe3+

    yang digunakan adalah sebagai indikator untuk

    mengetahui adanya ion tiosianat berlebih. Ion Fe3+

    akan mengikat kelebihan

    larutan KSCN membentuk warna merah darah yang merupakan FeSCN.

    Perlakuan ketiga yaitu analisis etambutol HCl, 200 mg sampel dilarutkan

    dengan 50 mL aquades. Diambil 10 mL sampel, ditambahkan K2CrO4 sebagai

    indikator. Dititrasi dengan AgNO3 yang telah distandarisasi hingga larutan

    berwarna merah bata keruh. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak

    klorida dari ikatan antara Ag+ dari AgNO3 dan Cl

    - dari Ethambutol HCl,

    kemudian setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit AgNO3

    akan menimbulkan reaksi antara Ag+ dengan CrO4

    2- dengan membentuk

  • endapan perak kromat yang berwarna merah. Diulangi titrasi 3 kali untuk

    mendapatkan data yang valid. Kemudian dilakukan perhitungan dan didapat

    kadar etambutol HCl dalam sediaan adalah 36,30 %. Seharusnya presentase

    berat analit mencapai 75%. Hal ini mungkin disebabkan karena pada saat

    menimbang sampel, tidak tepat 200 mg. Penimbangan mungkin hanya

    mencapai pembulatan yang mendekati 200 mg, namun tidak tepat 200 mg.

    Metode argentometri yang dilakukan untuk menentukan kadar etambutol

    HCl ini adalah metode Mohr. Metode Mohr umumnya digunakan untuk

    menentukan kadar Cl-. Pada etambutol HCl terkandung ion Cl

    -, oleh karena itu

    untuk menentukan kadarnya digunakan metode Mohr.

    Perlakuan keempat yaitu analisis kadar kloramfenikol, 500 mg sampel

    dilarutkan dengan sedikit etanol lalu dipindahkan ke labu ukur 50 mL dan

    ditambahkan etanol hingga tanda batas. Kloramfenikol dilarutkan dengan

    etanol karena satu bagian kloramfenikol larut dalam 400 bagian air dan dalam

    2,5 bagian etanol. Hal tersebut menunjukkan bahwa kloramfenikol lebih

    mudah dilarutkan dengan etanol dibandingkan dengan air. Setelah

    dihomogenkan, lalu dititrasi dengan KSCN hingga tercapai titik akhir titrasi

    yang ditandai dengan kekeruhan yang terjadi dengan indikator Fe3+

    . Pada awal

    titrasi, ion Ag+ dari AgNO3 akan berikatan dengan ion Cl

    - dari kloramfenikol

    hingga tercapai titik akhir titrasi. Dengan penambahan KSCN berlebih, SCN-

    kemudian bereaksi membentuk kompleks dengan Fe3+

    berwarna cokelat.

    Setelah dihitung, kadar kloramfenikol dalam sediaan adalah 80,98 %.

    Seharusnya kadar kloramfenikol mencapai 100 % karena kloramfenikol yang

    digunakan adalah kloramfenikol murni. Hal ini dapat disebabkan karena

    penimbangan yang hanya mencapai pembulatan mendekati 500 mg, namun

    tidak tepat 500 mg. Metode argentometri yang digunakan pada penentuan

    kadar kloramfenikol adalah metode Leibig.

  • G. Kesimpulan

    Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan

    bahwa:

    1. Kadar etambutol HCl dalam sediaan adalah 37,43 %.

    2. Kadar kloramfenikol dalam sediaan adalah 80,98 %.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Basset, J., 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:

    Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Cairns, D., 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

    EGC.

    Dirjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen

    Kesehatan Republik Indonesia.

    Gandjar, I. G. dan Rohman, A., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar.

    Stringer, J. L., 2006. Konsep Dasar Farmakologi Panduan untuk Mahasiswa.

    Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Spencer, Schwartz dan Shires., 2006. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah Edisi 6.

    Jakarta: Gramedia.

    Watson, D. G., 2009. Analisis Farmasi: Buku Ajar untuk Mahasiswa Farmasi dan

    Praktikum Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

    Wawan, 2001. Pengaruh Obat Etambuthol pada Pasien Tuberkulosis di Kawasan

    Pabrik Rokok. Jurnal Kefarmasian. 7. (1).

    Widjajanti, D., 2010. Menganalisis Pengaruh Kloramfenikol bagi Kesehatan

    Tubuh pada Manusia. Jurnal Kesehatan. 5. (2).