Analisis Ekspektasi Multi Kriteria dalam Penentuan ... · PDF fileASL Lindawati dan Putu...
Transcript of Analisis Ekspektasi Multi Kriteria dalam Penentuan ... · PDF fileASL Lindawati dan Putu...
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 969
SESI I/9
Analisis Ekspektasi Multi Kriteria dalam Penentuan Determinan
Kepatuhan Pembayaran Pajak UMKM
(Studi untuk Mendukung Program Sensus Pajak Nasional)
ASL LINDAWATI
PUTU INDRAJAYA LEMBUT
Universitas Ma Chung
Abstract: Tax’s Issues in 2012 had been focused on implementation the new regulations of tax rate
for Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) by the Indonesian Taxation Directorate General.
The tax rate of Small and Medium Enterprises (SMEs) are 3 % and for Micro Enterprises (MEs) are
0.5 %. In regard of new tax issues in MSMEs, therefore this research is important and needed
especially to provide some major contributions through identifying and explaining on expectations
priority for the taxpayers of MSMEs to behave obedient and disobedient. In other words, how the
taxpayers (MSMEs) encounter the new regulation of tax rate, what the taxpayers will compliance to
their new tax rate and vice versa.
In order to explore and describe how behavioral of the taxpayers, this research will use the Multi
Attribute Utility Theory (MAUT) is a theory explain the basis of the three dimensions of the individual
behavior in order to shaping attitudes and action decisions, such as perception, cognition and
motivation. Furthermore, this research used a quantitative method that is Multi-Criteria Decision
Analysis. The data were collected through interviews and questioner instruments that are based on a
scale of Saaty & Vargas (2001). Populations and samples used are MSMEs in Malang City in the
year 2012.
Results showed that economic and demographic characteristics are a key priority for MSMEs as a
basis for determining the tax compliance decisions. Moreover, the second characteristics are the
openness, and transparency, afterward followed by the characteristics of individual and social norms
and moreover situational are respectively the third and fourth characteristics. Finally, four
characteristics are important factors for taxpayers (MSMEs) in determining the attitude of regulatory
compliance taxation.
Keywords: MSMEs, Expectations priority, Taxpayers Compliance, Multi Attribute Utility Theory
(MAUT), Multi-Criteria Decision Analysis.
Corresponding author: i [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 970
SESI I/9
1. Latar Belakang
Di Indonesia tidak dapat dipungkiri bahwa usaha mikro kecil dan menengah (UMKM)
dalam membangkitkan kembali perekonomian pada masa krisis ekonomi Tahun 1997 sampai
saat ini masih memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam pencapaian
pertumbuhan ekonomi nasional dengan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
peningkatan Gross Domestic Product (GDP). Data BPS Tahun 2011 sektor UMKM adalah
penyumbang Gross Domestic Product (GDP) terbesar, lebih dari separuh GDP total yaitu
sebesar 56,5% (Ekonomi dan Bisnis, 2011). Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
pertumbuhan ekonomi Negara adalah berasal dari UMKM. Kenyataan ini memotivasi
Pemerintah Indonesia melalui sektor UMKM berupaya memberikan perhatian dalam
pengembangan dan pertumbuhan untuk tujuan meningkatkan penerimaan negara, dan salah
satunya adalah melalui peningkatan penerimaan sektor pajak penghasilan. Sehingga pada
Tahun 2012, pemerintah melalui Dirjen Pajak perlu merencanakan untuk melaksanakan
pungutan pajak bagi UMKM.
Penerimaan negara dari sektor pajak adalah menjadi prioritas utama disamping ekspor
untuk membiayai belanja rutin maupun kegiatan pembangunan di segala bidang. Oleh karena
itu, berdasarkan efektifitas penerimaan di sektor pajak, maka pada tahun 2012 kebijakan
perpajakan akan diberlakukan bagi UMKM (Berdasarkan landasan UU No. 20/2008 tentang
UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah), meliputi tarif pajak sebesar 3 % untuk UKM
(Usaha Kecil dan Menengah) yang terdistribusi berupa tarif 2 % untuk PPh and tarif 1%
untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPn); sedangkan tarif sebesar 0,5 % untuk UM (Usaha
Mikro) dikenakan hanya untuk Pajak Penghasilan (PPh) (Rahmany, 2011). Detail dari
penggenaan tarif pajak tersebut meliputi usaha yang beromzet dari Rp. 300 juta hingga Rp.
4,8 milliar, diluar dari jumlah tersebut maka akan dikenakan tarif pajak 25 % (Republika,
2010, Rahmany, 2011).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 971
SESI I/9
Didalam praktik perpajakan, pemerintah melaksanakan sistem self assessment.
Berdasarkan Undang-Undang Perpajakan No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan, bahwa tanggungjawab pajak terletak sepenuhnya pada wajib pajak dan
bukan pada pemerintah. Sehingga pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada para
wajib pajak untuk menilai usahanya, menghitung, membayar serta melaporkan secara
sukarela kewajiban pajak kepada petugas (fiksus) atau kantor pajak. Pada kenyataannya,
sampai saat ini pelaksanaan sistem yang memberikan tanggungjawab sepenuhnya kepada
masyarakat (sebagai wajib pajak) belum memberikan dampak yang efektif. Tercermin pada
pernyataan Menteri Keuangan Agus D.W. Martowardojo mengemukakan bahwa tax ratio
Indonesia dibanding negara-negara lain di ASEAN hanya mencapai 11,76% atau sebesar Rp.
7,427,10 triliun, kenyataan ini menggambarkan realisasi penerimaan pajak yang belum
optimal (Antara, 2012).
Selain itu, berdasarkan laporan SPT untuk wajib pajak badan adalah 466.000. Pada
kenyataannya, jumlah badan usaha yang berdomisili tetap dan masih aktif beroperasi
berjumlah sekitar 12, 9 juta. Sehingga, rasio SPT badan terhadap jumlah badan usaha aktif
hanya 3,6%. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tingkat partisipasi berikut kesadaran wajib
pajak masih sangat rendah. Ditegaskan pula oleh Fuad Rahmany (Dirjen Pajak Indonesia)
bahwa „bukan hal mudah merealisasikan target penerimaan perpajakan yang tahun ini sebesar
Rp878, 7 triliun (75, 4% dari total target penerimaan negara Rp1.165, 3 triliun), (Harian
Seputar Indonesia, 2011).
Di banyak negara sedang berkembang, termasuk di Indonesia mayoritas wajib pajak
memiliki perilaku penghindaran pembayaran pajak, maupun perencanaan pajak untuk
meminimalkan jumlah yang dibayarkan dibandingkan jumlah yang seharusnya. Perilaku
wajib pajak yang kurang bertanggung jawab ini akan menimbulkan isu nasional yang
fenomenal. Apalagi, kondisi yang kurang menguntungkan ini didukung juga oleh lembaga-
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 972
SESI I/9
lembaga keuangan swasta atau kantor- kantor konsultan akuntansi maupun perpajakan
dengan menawarkan jasa untuk menghitung serta melakukan analisis keuangan dalam usaha
melakukan tax avoidance yaitu perencanaan pajak secara legal untuk menghindari
pembayaran pajak secara maksimal.
Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program pemerintah dalam mematuhi
kebijakan baru dibidang perpajakan bagi UMKM, penelitian ini penting untuk dilakukan dan
akan memberikan kontribusi signifikan terhadap penyempurnaan program baru pemerintah di
bidang perpajakan-UMKM. Artinya bahwa efektifitas pelaksanaan program pajak
penghasilan UMKM adalah sangat bergantung pada seberapa jauh pihak pembuat keputusan
dalam hal ini petugas pajak mengetahui dan memahami perilaku, keinginan maupun prioritas
harapan wajib pajak khususnya pelaku UMKM terhadap kesesuaian dan kebermanfaatan
program pemerintah di bidang pajak.
1.1 Permasalahan Penelitian
Mengingat keberhasilan program perpajakan UMKM adalah tidak terlepas dari
kesadaran dan harapan dari wajib pajak sehingga termotivasi untuk menjadi patuh dalam
memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan peraturan, maka dirumuskan tujuan khusus dari
penelitian ini, yaitu (1). mengidentifikasi harapan dari pelaku wajib pajak UMKM yang
mempengaruhi sikap dan prilaku mereka terhadap sistim perpajakan dan tarif pajak UMKM
yang diterapkan di Indonesia; (2). untuk mengidentifikasi sejauh mana prioritas harapan dari
pelaku wajib pajak UMKM, yaitu karakteristik apa saja yang menjadi prioritas utama sampai
kepada karakteristik tidak utama yang dapat mempengaruhi prilaku dan kepatuhan mereka
terhadap sistim dan tarif pembayaran pajak.
Sehingga, temuan ini diharapkan sebagai dasar untuk membangun hubungan antara
perilaku dan kepatuhan pajak wajib pajak UMKM di Malang, khususnya yang menjadi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 973
SESI I/9
“Prioritas Utama” bagi pelaku UMKM di Malang agar mereka termotivasi dalam
melaksanakan kewajiban pembayaran pajaknya.
Penelitian ini menggunakan perspektif teori utilitas multiatribut (Multiattribute Utility
Theory - MAUT) oleh Shafir dan LeBoeuf (2004) dalam melakukan evaluasi dan analisa
fenomena yang terjadi pada wajib pajak UMKM, yaitu teori yang didasarkan pada kebutuhan
individu dalam tujuannya membuat keputusan dengan terlebih dahulu membuat evaluasi
berbagai alternatif, dimana dalam alternatif tersebut mengandung atribut-atribut yang
bermakna yang dipahami oleh individu. Misalnya jika individu dihadapkan pada banyak
alternatif cara atau tipe atau karakteristik dari suatu peraturan yang harus dipilih, maka
individu harus menentukan prioritas utama yang sekaligus mencerminkan harapannya
1.2 Tujuan Penelitian
Adanya sistem penghitungan pajak yang menganut sistem self assessment yang dimulai
pada Tahun 1983 bersamaan dicanangkannya reformasi perpajakan di Indonesia dengan
memberikan otonomi kepada wajib pajak untuk menilai, melaporkan dan menyetor sendiri
pajaknya kepada fiskus. Ternyata inipun, masih memberikan dampak yang belum signifikan,
meskipun terjadi peningkatan penerimaan pajak dibandingkan dengan target penerimaan
pajak Tahun 2011, yaitu sebesar 4,31% (Paonganan, 2012). Begitupun proses penghitungan
pajak yang didasarkan dari aturan dalam penetapan besaran pajak yang menggunakan omzet
atau peredaran bruto dan tidak didasarkan pada laporan keuangan atau pembukuan secara
normal (Peraturan Menteri Keuangan No. 01/PMK.03/2007). Sehingga konsekuensi bagi
pengenaan pajak adalah tidak didasarkan pada laba atau rugi usaha. Maka cara tersebut
semakin membuat wajib pajak mengalami dismotivation.
Berdasarkan persepsi wajib pajak UMKM, kebijakan perlakuan pembayaran pajak
UMKM beserta sistem penghitungan pajaknya dirasakan sangat sulit untuk di implemtasikan
di UMKM. Oleh sebab itu, insentif untuk tujuan meningkatkan manfaat secara ekonomis di
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 974
SESI I/9
pihak pelaku usaha (sebagai wajib pajak) serta efektifitas bagi pemungutan pajak oleh pihak
fiskus adalah diperlukan, mengingat bahwa pengenaan pajak didasarkan pada norma dan
bukan berdasarkan pada laporan keuangan normal (laba atau rugi) suatu unit usaha.
Dalam rangka mengantisipasi berbagai bentuk penyebab ketidakpatuhan dan
penghindaran pajak yang sedang diinisiasi oleh pemerintah saat ini, telah menjembatani
penelitian ini dilakukan dengan fokus pada struktur harapan yang dicerminkan melalui skala
prioritas dari para pelaku wajib pajak UMKM jika program pemerintah ini secara efektif
telah dilaksanakan. Tujuan khusus yang akan dicapai adalah berkaitan dengan temuan-
temuan relevan dilapangan berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan
harapan-harapan (keinginan) para wajib pajak UMKM. Sehingga dari identifikasi dan
membangun struktur (skala) prioritas harapan yang dimiliki oleh para wajib pajak UMKM
memungkinkan untuk mengetahui alasan-alasan mendasar yang menjelaskan adanya
hubungan erat dan berkaitan antara harapan dan motivasi terhadap keputusan kepatuhan
membayar pajak penghasilan.
1.3 Manfaat Penelitian
Pengenaan peraturan baru tentang pajak penghasilan bagi UMKM meningkatkan opini
pro dan kontra khususnya bagi pelaku UMKM. Bagi pengusaha yang tergabung didalam
skala UMKM dapat berdampak pada semakin meningkatknya jumlah wajib pajak yang tidak
patuh maupun yang menghindari pembayaran pajak. Hal ini disebabkan karena selain oleh
ketidak mampuan pelaku UMKM dalam membuat laporan keuangan secara baik dan benar,
adalah juga belum efektifnya pemerintah dalam mengidentifikasi dan memahami harapan-
harapan yang diinginkan oleh para pelaku UMKM seandainya para pelaku UMKM tersebut
patuh membayar pajak penghasilan mereka. Saat ini, pemerintah melalui Ditjen (Direktorat
Jendral) pajak melalui petugas pajak dalam melaksanakan program ekstensifikasi yang
proaktif melalui pelaksaan SPN (Sensus Pajak Nasional), mendatangi subjek pajak secara
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 975
SESI I/9
langsung di lokasi tempat usaha atau tempat tinggal wajib pajak dalam rangka untuk
mengantisipasi ketidakpatuhan, membantu melakukan pendataan wajib pajak perorangan
pribadi dan badan serta membantu proses penghitungan pajak.
Suatu alasan penting lain dengan diberlakukannya SPN yaitu, data yang dikumpulkan
dari hasil sensus akan dijadikan dasar pertimbangan menentukan kebijakan penerimaan
negara khususnya dari sektor perpajakan.
”Kalau kita mau meningkatkan tax ratio tanpa punya data yang akurat, itu tidak
efektif,” Ungkap Hatta (Harian Seputar Indonesia - c, 2011). Sementara, pada sisi kalangan
dunia usaha juga mendukung upaya ekstensifikasi yang dilakukan pemerintah untuk
memperlebar potensi penerimaan negara.
”Harus kita dukung, asalkan tidak hanya menarik atau memungut pajak saja tapi harus
ada pembenahan juga di internal”
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi (Harian Seputar Indonesia
- c, 2011).
Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang dan manfaat penelitian bahwa
pelaksanaan program SPN saja dirasa masih kurang memadai, karena program SPN
merupakan sebuah institusional program yang di prakarsai dari sisi pemerintah dalam rangka
mengantisipasi fenomena wajib pajak, dengan memfungsikan aparat pajak yang ada. Artinya
bahwa tanpa memahami bagaimana subyek yang terlibat yaitu wajib pajaknya, sejauh
manakah masyarakat/wajib pajak menanggapi dunia perpajakan saat ini. Apakah yang
mereka inginkan?, mengapa mereka menghindari pembayaran pajak? atau tidak patuh dan
melakukan pelanggaran pajak. Sehingga pada akhirnya harapan apa saja yang diinginkan oleh
para wajib pajak dapat diungkapkan, dipahami dan diakomodasikan serta dilaksanakan oleh
pemerintah (aparat pajak)?. Berdasar pertimbangan permasalah perpajakan terbaru yaitu
pemberlakuan UU pajak Penghasilan UMKM serta dalam rangka untuk memberikan
maanfaat penelitian ini kepada pemerintah (khususnya aparatur pajak) serta masyarakat
secara umum, maka penelitian ini sangat diperlukan dan penting untuk dilakukan.
Kepentingan penelitian selain memberikan manfaat bagi wajib pajak khususnya
UMKM juga bagi institusi pemerintah, Ditjen Pajak melalui luaran penelitian yang mampu
untuk mendukung agenda nasional pemerintah dalam mengkaji dan memecahkan permasalah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 976
SESI I/9
yang berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi maupun badan. Diharapkan
penelitian ini memberikan kontribusi terhadap pemahaman perilaku serta kesadaran
masyarakat untuk mematuhi peraturan baru UU pengenaan pajak UMKM; mendukung
pengelolaan pajak daerah khususnya yang berasal dari UMKM di Malang dengan
memberikan informasi yang berkenaan dengan harapan pelaku UMKM; mendukung
peningkatan kapasitas hukum yang berkaitan dengan penghindaran pajak baik ilegal maupun
legal; mendukung program pemerintah untuk mengembangkan kebijakan perpajakan melalui
media dan publikasi ilmiah; serta bermanfaat dalam kajian ilmiah yang membahas dan
berusaha untuk memahami keterkaitan antara kepatuhan dan tingkat pemilihan keputusan
prioritas wajib pajak, khususnya yang berkaitan dengan konsep perilaku yang muncul karena
refleksi dari persepsi, atensi dan psikologi individu.
2. Studi Pustaka
Telah banyak penelitian yang dilakukan di negara maju maupun di negara sedang
berkembang termasuk di Indonesia, yang berkaitan dengan isu-isu tentang perilaku ketidak
patuhan pembayaran pajak yang didasarkan pada hubungan antara persepsi individu, perilaku
dan sikap wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Demikian pula bahwa baik
persepsi, perilaku dan sikap, akan mempengaruhi pemilihan keputusan individu, sehingga
dalam hal ini kebutuhan individu untuk mengevaluasi berbagai alternatif pilihan adalah
penting. Artinya bahwa jika individu (pelaku usaha) dihadapkan pada peraturan perpajakan
yang akan dikenakan maka secara nyata individu akan mengevaluasi atau menilai kinerja
pemerintah berkenaan dengan kebijakan yang dilaksanakan. Hal ini juga sekaligus
mencerminkan harapan (keinginan) dari para pelaku usaha (UMKM) sebagai wajib pajak.
Teori utilitas multiatribut (Multiattribute Utility Theory - MAUT) yang mendasari konsep
persepsi, kognisi dan motivasi adalah bermanfaat untuk memahami individu dalam
mengambil keputusan serta analisa terhadap penentuan prioritas-prioritas harapan
multikriteria (multicriteria expectation priorities) dan sekaligus sebagai fokus dalam
penelitian ini.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 977
SESI I/9
2.1 Teori Utilitas Multiatribut (Multiattribute Utility Theory - MAUT)
Multiattribute Utility Theory (MAUT) adalah suatu konsep yang mendasari dalam
pembuatan keputusan diantara berbagai alternatif keputusan. Dalam domain “pilihan”, suatu
alternatif seringkali merupakan pilihan-pilihan (options) yang mempunyai kerakteristik
berlawanan satu dengan lainnya, yaitu terdapat pilihan yang mempunyai atribut positif dan
negatif (Shafir dan LeBoef, 2004). Lebih lanjut dijelaskan bahwa MAUT merupakan teori
untuk mengeksplorasi fundamental (dasar) yang digunakan dalam menginvestigasi berbagai
atribut pilihan (Adam dan Fagot, 1959; Tversky, 1967) dan analisis keputusan (Raiffa, 1968),
sehingga pada era selanjutnya keduanya dikembangkan sebagai konsep normatif tentang
bagaimana menentukan keputusan sulit yang pada akhirnya digunakan oleh pembuat
keputusan (Keeney dan Raiffa, 1976). Secara ideal bahwa MAUT membantu para pembuat
keputusan untuk memformalkan prioritas (Fischer, 1975; Keeney dan Raiffa, 1976).
Didasarkan pada MAUT, suatu pilihan mula-mula diidentifikasi berdasar persepsi
individu dalam memahami peristiwa atau pengalaman dan individu berusaha untuk
memberikan penilaian terhadap atribut-atribut (dimensi-dimensi yang bermakna), artinya
bahwa individu berusaha untuk memberikan bobot “tingkat kepentingan” terhadap masing-
masing atribut yang dipahaminya. Masing-masing pilihan dievaluasi berdasar masing-masing
atribut yang telah diberikan bobot tersebut dan menghasilkan set yang dinamakan “utilitas
atribut tunggal (single-attribute utility)” atau set “ukuran lokasi (location measures)” yang
selanjutnya dikumpulkan berdasarkan kesesuaian dengan atribut yang diboboti. Sehingga
secara normatif bahwa hasil pembobotan berbagai pilihan secara keseluruhan mencerminkan
tingkat utilitas (Edwards dan Newman, 1982).
Studi yang mempelajari perilaku keputusan mencerminkan suatu aktifitas penelusuran
individu berdasarkan pengamatan secara fakta terhadap peristiwa maupun perilaku orang lain
dan berusaha untuk membandingkan berbagai karakteristik (atribut) yang terjadi antara
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 978
SESI I/9
persitiwa yang satu dengan yang lain atau perilaku individu satu dengan yang lain (Shafir dan
LeBoeuf, 2004). Selain hal tersebut, individu dalam perannya sebagai pembuat keputusan
dapat membandingkan atribut pilihan atau harapan satu dengan lainnya. Jika individu
berusaha untuk mengeliminasi berbagai pilihan yang tidak sesuai dengan harapan yang
menjadi prioritas untuk dicapai, maka yang terjadi adalah adanya konflik kinerja dari
berbagai pilihan tersebut, artinya bahwa pilihan-pilihan atau prioritas-prioritas yang dimiliki
berusaha untuk saling meniadakan daripada saling terintegrasi, argumen dari pernyataan ini
adalah berbagai atribut yang dimiliki oleh berbagai pilihan (mencerminkan harapan) adalah
mempunyai nilai atau berharga bagi pengguna (Russo dan Dosher, 1983).
Begitupun dengan perilaku wajib pajak, bahwa setiap wajib pajak pasti mempunyai
persepsi, pengetahuan (kognisi) dan motivasi yang berasal dari penilain dari berbagai
peristiwa bahkan pengalaman yang selama ini dialami. Setiap wajib pajak memiliki harapan
yang didasarkan pada utilitas yang diharapkan terjadi. Berbagai pengalaman baik dari
pengamatan maupun yang dialami sendiri masing-masing mempunyai karakteristik dan
atribut yang dianggap paling sesuai dengan dirinya dan dimungkinkan bahwa mereka (wajib
pajak) berusaha untuk membuat skala prioritas terhadap utilitas yang diharapkan terjadi.
Walaupun dalam hal ini individu mungkin mengeliminasi utilitas yang memiliki tingkat yang
paling rendah (tidak prioritas) jika dikaitkan dengan biaya yang terjadi untuk mencapai
utilitas yang tidak prioritas.
2.2 Persepsi, Kognisi dan Motivasi
Persepsi individu merupakan anggapan (pengetahuan) menurut pengamatan dari diri
individu yang dipengaruhi oleh emosi atau perasaan sehingga menimbulkan kesimpulan
internal yang dianggap benar secara subyektif (Bem, 1972). Lebih lanjut Fazio, Zanna, and
Cooper (1977) mengemukakan bahwa melalui persepsi individu maka dapat diprediksi sikap
ekstrim yang akan timbul melalui perilaku individu yang berubah-ubah. Konteks penelitian
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 979
SESI I/9
ini, individu adalah pelaku UMKM dan terutama sebagai subyek pajak tentunya memiliki
persepsi yang dibangun berdasar pengamatan maupun pengalaman tentang berbagai peristiwa
berkenaan dengan selama mereka menjalankan usahanya (mis: syarat dalam pengurusan ijin
pendirian usaha, dsb.). Persepsi yang terbentuk akan mempengaruhi perilaku dan sikap yang
dicerminkan oleh berbagai karakteristik dan atribut-atribut yang berhubungan dengan
persepsi.
Proses kognitif yang dipengaruhi oleh faktor sosial dan pengalaman adalah dapat
dijadikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dan bahkan sampai pada pembuatan keputusan
yang mungkin tidak sesuai dengan aturan normatif baik di dalam sekelompok masyarakat
maupun dalam sebuah organisasi tertentu. Hal ini dikarenakan pembuatan keputusan selalu
melalui suatu jalinan proses untuk menuju kesadaran dan melibatkan bentuk preferensi
seseorang (pembuat keputusan) yang dapat menyebabkan atau bahkan seringkali tidak sesuai
atau melanggar asumsi-asumsi teori secara normatif (Kahneman dan Tversky, 1979).
Deci, Vallerand, Pelletier, and Ryan (1991) menyatakan bahwa motivasi dalam konteks
individu adalah dorongan untuk memenuhi, mengembangkan dan memaksimalkan kebutuhan
psikologis dasar individu secara otonomi. Peluang untuk memenuhi salah satu dari tiga
kebutuhan tersebut adalah sebagai pemicu timbulnya motivasi. Sedangkan peluang untuk
memenuhi kebutuhan psikologis dalam konteks sosial mensyaratkan adanya kontrol baik dari
komunitas maupun diluar komunitas.
Subyek pajak adalah individu yang rasional sekaligus subyektif dan dalam pembuatan
keputusan didasarkan pada berbagai informasi yang diproses untuk membangun suatu
kesimpulan yang subyektif. Suatu proses pengolahan informasi tentunya didasarkan pada
persepsi terhadap pelayanan pajak, pikiran rasional dan mentranformasi informasi untuk
mengkontruksi respon. Respon sebagai pemicu terhadap sikap baik untuk mematuhi maupun
tidak mematuhi aturan pajak.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 980
SESI I/9
Ketiga dimensi (persepsi, kognisi dan motivasi) membentuk kesadaran rasional
manusia (para pelaku UMKM) sebagai dasar utama untuk merespon, berperilaku maupun
menentukan sikap dalam menghadapi sistem perpajakan. Akan tetapi dimensi-dimensi
tersebut merupakan konstruk yang melatar belakangi munculnya karakteristik-karakteristik
nyata atau substansi spesifik dari pikiran dan harapan para pelaku UMKM sebagai subyek
pajak.
2.3 Karakteristik Keterbukaan, Ekonomi dan Demografi, Norma Individu dan Sosial
dan Karakteristik Situasional berhubungan dengan dimensi persepsi, kognisi dan
motivasi.
Jika didasarkan pada Teori Psikoanalisis - Freud bahwa manusia memiliki kebutuhan
dan keinginan (Freud, 1950). Keinginan dikembangkan oleh individu melalui kesadaran yang
ditimbulkan oleh pikiran manusia (human mind), misalnya persepsi, kognisi dan motivasi.
Selanjutnya bahwa kesadaran tersebut tentu dipengaruhi oleh pengalaman sebagai faktor
utama (key driver) yang akan diekspresikan secara sederhana melalui keputusan untuk
berperilaku dalam rangka memenuhi keinginannya. Faktor utama dalam Teori Freud adalah
“kecemasan” sebagai dasar individu untuk memahami diri, lingkungan dan mampu memilih
serta menentukan keputusan guna memenuhi keinginannya. Karakteristik keterbukaan,
ekonomi dan demografi, norma individu dan sosial serta karakteristik situasional dari pelaku
UMKM untuk menghadapi persoalan pajak adalah suatu pengalaman yang membentuk
kesadaran dalam menghadapi persoalan bisnis terutama berkenaan dengan pajak. Hal ini
mengacu pada argumen bahwa individu akan mendefinisikan masalah (melalui
kesadarannya) dan berusaha untuk menyeleksi berbagai masalah berdasar “kecemasan”
terhadap keberlanjutan usahanya dengan tujuan selain untuk memenuhi keinginannya adalah
juga mengurangi risiko. Sehingga definisi dari karakeristik-karateristik tersebut yaitu:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 981
SESI I/9
a) Karakteristik keterbukaan adalah mencerminkan kepercayaan dari subyek pajak baik
terhadap sistem maupun petugas pajak.
b) Begitupun dengan karakteristik ekonomi dan demografi merupakan latar belakang
subyek pajak menentukan sikap yang didasarkan pada risiko denda, tingkat likuiditas,
skala dan posisi geografis dimana usahanya berada.
c) Sedangkan norma individu dan sosial mencerminkan moral atau etika sebagai wajib
pajak. Nilai-nilai sosial (masyarakat) akan memberikan kesadaran bagi wajib pajak untuk
menentukan sikap dengan berbagai konsekuensi sosial yang akan dialaminya.
d) Sedangkan karakteristik situasional mencerminkan peraturan, birokrasi dan hubungan
komunikasi antara pemungut pajak dengan subek pajak (Deci et al., 1991).
2.4 Atribut dari Keterbukaan, Ekonomi dan Demografi, Norma Individu dan Sosial
dan Karakteristik Situasional
Manusia secara alami memiliki energi psikis yang digerakkan oleh Das Es (Id) yang
mengacu pada kata “sesuatu” (Freud, 2000). Id selanjutnya dipicu oleh Das Ich (ego)
maupun Das Ueber Ich (super ego), sehingga ketika energi Id meningkat akan menimbulkan
ketegangan, maka individu secara sadar meredakan ketegangan melalui reaksi-reaksi
terhadap simbol-simbol (menyebabkan kecemasan) yang menurutnya efektif untuk
dilakukan. Simbol-simbol ini disebut atribut. Atribut keterbukaan mencerminkan reaksi dari
berbagai pengalaman subyek pajak berkenaan dengan sistem maupun pelayanan pajak yang
selama ini dialami. Azmi and Perumal (2008) mengemukakan bahwa keterbukaan (fairness)
sangat berpengaruh terhadap penentuan sikap subyek pajak untuk mematuhi peraturan
pajak.Sehingga atribut tersebut dipicu oleh sistem distribusi dari pajak, tarif pajak yang
dikenakan maupun informasi yang didapatkan dari pihak fiskus dan dialami oleh wajib pajak.
Atribut adanya pinalti (denda), tingkat likuiditas, skala usaha dan lokasi usaha
merupakan atribut dari karakteristik ekonomi dan demografi yang signifikan dapat
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 982
SESI I/9
mempengaruhi keputusan subyek pajak dalam memenuhi kewajibannya (Alm, 1999). Selain
itu bahwa likuiditas merupakan atribut yang menjadi pemicu bagi penghindaran pajak,
dimana likuiditas akan menjadi masalah bagi pelaku UMKM yang berhubungan dengan
pajak jika mereka memiliki pemahaman yang rendah tentang akuntansi dan keuangan
(Webley, 2002).
Pada dimensi lain bahwa suatu aturan yang tidak formal (non legal rule) atau kewajiban
individu yang mendorong (memotivasi) individu atau kelompok untuk mengikuti suatu
peraturan formal meskipun dalam masyarakat tidak secara formal di-legal-kan. Sehingga
dalam hal ini setiap individu mendapatkan sedikit atau bahkan banyak tekanan untuk
menjalankan norma-norma yang kadang secara implisit terbentuk dan bahkan masih memiliki
sanksi sosial (sebagai atribut) adalah norma individu dan sosial (Lederman, 2003).
Begitupun dengan kompleksitas dari regulasi perpajakan dan birokrasi maupun
hubungan baik pihak fiskus secara individual dengan pelaku UMKM sebagai subyek pajak
merupakan atribut penting yang berpengaruh terhadap motivasi dari subyek pajak untuk
melaksanakan kewajibannya (Devos, 2007). Atribut-atribut tersebut mencerminkan
karakteristik situasional yang secara psikologis dapat membentuk persepsi dan keputusan
pelaku UMKM dalam menghadapi sistem perpajakan.
3. Metoda Penelitian
3.1 Analisis Ekspektasi Multi Kriteria (Multi Criteria Expectation Analysis) sebagai
Dasar Sikap Wajib Pajak terhadap Peraturan Perpajakan UMKM.
Jika para pembuat keputusan diharuskan memilih berbagai alternatif pilihan, sudah
sewajarnya jika mereka memilih yang memiliki tingkat utilitas yang paling besar
dibandingkan dengan pilihan lainnya yang ada. Suatu proses untuk menetapkan sebuah
pilihan tidak selalu dapat dilakukan dengan mudah (Lootsma, 1999). Seringkali bahwa
pemilihan alternatif melibatkan pertimbangan subyektif setiap individu dan bahkan mereka
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 983
SESI I/9
(setiap individu) mempunyai perrtimbangan yang berbeda-beda sesuai dengan persepsi dan
pemahaman mereka terhadap berbagai alternatif tersebut.
Banyak keputusan dibangun dengan persiapan waktu yang cukup lama, hal ini tidak
hanya dialami oleh birokrasi atau dalam organisasi besar misalnya industri atau institusi
pemerintah, tetapi juga sampai pada organisasi kecil sekalipun misalnya keluarga (Lootsma,
1999). Jika sesegera mungkin permasalahan dapat diidentifikasi, maka semakin para pembuat
keputusan memiliki waktu yang cukup untuk menetapkan pilihan utama yang diharapkan.
Artinya bahwa jika selama ini para pelaku usaha (UMKM) dihadapkan pada berbagai
permasalahan ekonomi maupun perpajakan atau pungutan retribusi usahanya dan secara dini
permasalahan tersebut dapat diidentifikasi, maka para pelaku usaha akan semakin mampu
untuk mengevaluasi atau menilai berbagai alternatif pilihan sebagai dasar dalam memutuskan
sikap untuk mematuhi atau tidak mematuhi peraturan perpajakan yang diterapkan di
Indonesia.
Demikian pula di pihak aparat pajak (fiskus) atau regulator, bahwa semakin cepat
untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan di masyarakat terkait dengan perpajakan
(misalnya kepatuhan pembayaran pajak) maka aparat pajak akan mampu untuk menyediakan
alternatif-alternatif pilihan yang terkait dengan pungutan pajak bagi para wajib pajak,
misalnya didasarkan pada prioritas-prioritas atau kriteria-kriteria yang diharapkan dari
masyarakat terkait dengan sistem perpajakan yang selama ini berjalan maupun yang akan
diterapkan di masa depan. Saaty TL dan Vargas LG (2001) mengemukakan bahwa analisis
ekspektasi multikriteria dapat diukur menggunakan Analisis Proses secara Hirarki
(Analytical Hierarchy Process-AHP).
3.2 Rerangka Pikir Penelitian
Berdasar tinjauan teoritis yang telah dijelaskan dimuka, penulis menggambarkan
atribut-atribut dari berbagai karakteristik, yaitu Keterbukaan, karakteristik Ekonomi dan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 984
SESI I/9
Demografi, Faktor Norma Individu dan Sosial dan karakteristik Situasional yang
mempengaruhi Sikap Wajib Pajak (Pelaku UMKM) Terhadap Peraturan Perpajakan para
pelaku UMKM di Malang disajikan dalam gambar 1 (hal. 30).
3.3 Alat Analisis, Sampel dan Sumber Data
Dalam rangka mengeksplorasi, pengumpulan data dan penganalisaan maka penelitian
ini menggunakan metoda kuantitatif dengan menggunakan analisa ekspektasi multi kriteria
yang merupakan replikasi dari analisa keputusan multi kriteria (Multi Criteria Decision
Analysis – MCDA) sebagai metoda dalam indentifikasi secara hirarki dan terstruktur untuk
tujuan menjawab permasalahan penelitian. Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan
alat analisis yang tepat untuk mengukur skala prioritas ekspektasi wajib pajak (berdasar
atribut) yang mempengaruhi sikap maupun keputusan terhadap kepatuhan membayar pajak.
Desain metoda yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan data sekunder
dan primer. Data sekunder diperoleh dari Kantor Koperasi dan UMKM dan institusi lain
(universitas dan organisasi swasta). Data primer menggunakan metoda survei dan
wawancara. Observasi dan interview secara terbuka kepada pelaku/pemilik UMKM di
Malang yang berkaitan dengan persepsi, tanggapan dan kepatuhan para pelaku UMKM jika
diberlakukan UU pajak bagi mereka; yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengetahui
perilaku UMKM terhadap kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak. Observasi
untuk menentukan sampel dan melakukan penyebaran kuesioner adalah penting untuk
selanjutnya dianalisis secara kuantitatif menggunakan alat AHP, sehingga tujuan dipilihnya
strategi ini adalah untuk menentukan distribusi hirarki atau struktur skala prioritas ekspektasi
masyarakat terhadap fenomena dalam sebuah populasi (melalui sampel) yang dipilih. Strategi
ini juga dipilih dalam usaha membangun suatu instrumen yang fit dengan fenomena yang
diteliti. Hal ini disebabkan instrumen yang ada, saat ini belum tersedia khususnya yang
mengkaji perilaku dan sikap wajib pajak UMKM. Tujuan lain adalah untuk memberikan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 985
SESI I/9
bukti empiris terhadap perilaku maupun persepsi pelaku terhadap program Sensus Pajak
Nasional (SPN). Analisis kuantitatif digunakan untuk memberikan bukti empiris tentang
persepsi dan perilaku UMKM terhadap program Pajak yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Pengumpulan data yang representative terhadap populasi berkaitan dengan fenomena
yang diteliti adalah menggunakan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
a) UMKM yang dipilih adalah meliputi Kabupaten dan Kota Malang
b) Data sampel merupakan pelaku/pemilik dari UMKM baik yang terdaftar di Dinas
Koperasi dan UKM maupun yang tidak terdaftar.
c) Data sampel adalah telah pelaku UMKM yang beroperasi secara
berkesinambungan selama 5 Tahun berturut-turut, yaitu Tahun 2005 sampai
dengan Tahun 2010
d) Skala usaha ditentukan berdasarkan omzet penjualan per tahun (berdasar UU-RI
Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah)
Data dikumpulkan selain dengan wawancara untuk tujuan mendapatkan dimensi-dimensi
persepsi terhadap baik pelaksanaan pungutan pajak oleh petugas selama ini, perilaku
penghindaran pajak oleh wajib pajak maupun pencatatan dan pelaporan keuangan wajib pajak
guna kepentingan pajak, juga menggunakan kuesioner yang dikembangkan oleh Saaty TL
dan Vargas LG (2001) yang telah dimodifikasi. Instrument terstruktur yang digunakan
berbentuk matrik hirarki perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yaitu:
aji = 1/aij ..........................................formula 1
Keterangan:
a = besaran skala berdasar skala rasio AHP, dan
ji dan ij = kriteria atau alternatif yang ada.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 986
SESI I/9
3.4 Struktur Hirarki Keputusan Patuh atau Tidak Patuh Wajib Pajak Terhadap
Peraturan Pajak
Struktur hirarki merupakan rerangka yang mencerminkan dekomposisi, yaitu
pemecahan (pembagian) masalah-masalah yang saling berhubungan dan didasarkan pada
tujuan utama (keputusan patuh atau tidak patuh terhadap peraturan pajak – UMKM). Gambar
2 (hal. 31), menunjukkan dekomposisi masalah-masalah yang diidentifikasi berdasar dimensi
level dua, yaitu dimensi persepsi, kognisi dan motivasi, selanjutnya diidentifikasi berdasar
empat karateristik yaitu karateristik keterbukaan, ekonomi dan demografi, norma individu
dan sosial serta karakteristik situasional. Dari ke-empat karakteristik tersebut secara hirarki
diuraikan menjadi level empat yaitu atribut-atribut yang relevan dengan karakteristik yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Struktur hirarki yang didasarkan pada berbagai dimensi dibangun dengan tujuan untuk
memberikan langkah-langkah terhadap rerangka proses pembuatan keputusan. Dalam
penelitian ini, pertimbangan komparasi (comparative judgement) dilakukan untuk menilai
kepentingan relatif pada level ke-tiga (karakteristik keterbukaan, karateristik ekonomi dan
demografi, karakteristik norma individu dan sosial dan karakteristik situasional) dimana
karakteristik-karakteristik tersebut memiliki simbol sebagai atribut yaitu : sistem distribusi
dari pajak, tarif pajak yang dikenakan dan informasi yang didapatkan dari pihak fiskus
(atribut dari karaktekteristik keterbukaan). Pinalti (denda), tingkat likuiditas dari pajak yang
dibayarkan, skala usaha dan lokasi usaha (atribut dari karakteristik ekonomi dan demografi).
Sanksi sosial (atribut dari karakterstik norma individu dan sosial). Kompleksitas dari regulasi
perpajakan dan birokrasi maupun hubungan baik pihak fiskus secara individual dengan
pelaku UMKM (atribut dari karaktersitik situasional). Hasil penilaian disajikan pada tabel 4
(hal. 28), yang mencerminkan alternatif preferensi (pairwise comparison matrix) wajib pajak
terhadap keputusannya didasarkan kepatuhan untuk melaksanakan kewajiban pajaknya.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 987
SESI I/9
3.5 Deskripsi Responden
Responden dalam penelitian ini adalah para pelaku UMKM di Malang Raya
(Kabupaten dan Kota). Setelah observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengeksplorasi
dimensi-dimensi yang berhubungan dengan perilaku penghindaran atau kepatuhan kewajiban
pajak, maka dimanifestasikan ke dalam instrumen guna melihat cross loadings sesungguhnya
antar dimensi. Guna kepentingan ini, dilakukan penyebaran kuesioner sebanyak 139
kuesioner kepada para pelaku UMKM dan 56 kuesioner yang kembali (40%) dan 52 yang
diolah (37%). Deskripsi responden penelitian ini adalah pada tabel 1 (hal. 26). Lebih lanjut
tabel 1, mendiskripsikan bahwa jumlah responden terbesar adalah berkisar pada usia 41-50
yaitu 47 responden (34%) dan diikuti oleh usia 31-40; 21-30 dan lebih dari usia 50 yang
artinya pada usia lebih dari 50 (19%), pelaku usaha secara umum tidak lagi menjalankan
usahanya. Hal ini dimungkinkan kegiatan usaha telah diturunkan kepada penerus maupun
dipindah tangankan kepada pihak lain.
3.6 Penyusunan Prioritas dan Analisis
Dalam AHP, prioritas disusun dengan menstrukturisasi berbagai elemen-elemen yang
mendasari individu dalam membangun suatu keputusan. Penyusunan dibangun dalam bentuk
elemen-elemen matrik berpasangan untuk tujuan mendapatkan nilai bobot relatif antar tingkat
kepentingan suatu prioritas.
3.6.1 Matrik Berpasangan (Pairwise Matrix)
Pengujian dalam penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi faktor-faktor determinan
bagi persepsi dan sikap pelaku UMKM terhadap kewajiban membayar pajak UMKM. Skala
rasio pada formula 1, diaplikasikan dalam penilaian berbagai alternatif oleh responden yang
didasarkan pada skala gradasi (tabel 3, hal. 28) ialah perbandingan secara kuantitatif menurut
Saaty TL dan Vargas LG (2001).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 988
SESI I/9
Aplikasi penilaian didasarkan pada tabel 3, menggunakan rata-rata atribut yang relevan
(berdasar masing-masing karakteristik) dengan argumen bahwa rata-rata mampu untuk
mereduksi fluktuasi terhadap berbagai penilaian responden secara subyektif terhadap masing-
masing karakteristik. Kepentingan relatif dari tiap karakteristik (karakteristik keterbukaan;
ekonomi dan demografi, norma individu dan sosial; karakteristik situasional) dinyatakan
sebagai bobot relatif (rata-rata) yang dinormalkan (normalized relative weight). Begitu juga
dengan normalized principal eigenvector adalah bobot nilai rata-rata berdasar rata-rata bobot
relatif masing-masing faktor. Tabel 4 (hal. 28) merupakan hasil survei preferensi sebagai
implikasi sikap wajib pajak (pelaku UMKM) terhadap kepatuhan pajak.
Tabel 5 (hal. 29) adalah bobot relatif yang dinormalkan sehingga menghasilkan
eigenvector pertama. Hasil pada eigenvector pertama menunjukkan bahwa karakteristik
ekonomi dan demografi sebagai karakteristik utama dan diikuti berturut-turut oleh
karakteristik keterbukaan, norma individu dan sosial, dan karakteristik situasional.
3.6.2 Matrik Konfirmasi Perubahan (Confirmation Changing Matrix)
Matrik konsistensi dibutuhkan dalam pengujian AHP bertujuan untuk melihat variasi
alternatif, preferensi atau judgement atau keputusan dari responden, artinya bahwa jika
terdapat variasi yang cukup tinggi (alternatif A dan B lebih besar dari 1) maka diindikasi
terdapat faktor-faktor pengganggu yang belum teridentifikasi dan secara signifikan
mempengaruhi penilaian masing-masing atribut dari berbagai alternatif yang ada. Tabel 6 dan
7 (hal. 29 & 30) adalah pembuktian perubahan yang terjadi dari penilaian responden.
Tabel 7 (hal. 30), menunjukkan perubahan dengan nilai masih dibawah 1 (Saaty, 1994),
maka hasil menunjukkan bahwa nilai eigenvector pertama sudah benar. Hasil tersebut
diperkuat dengan pembuktian terbalik menggunakan metoda konsistensi (Bhushan dan Rai,
2004), yaitu:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 989
SESI I/9
.......................................Formula 2
Keterangan:
C.I = Consistency Index
= Value of maximum eigen
n = Ordo
Pada penelitian ini jumlah ordo adalah 4, sehingga nilai konsistensi yang dihasilkan dari
formula 2 adalah:
Nilai rasio konsistensi yang ditetapkan Saaty (1994) merupakan fungsi dari indeks
konsistensi dibagi dengan indeks random (random index), yaitu:
............................................................Formula 3
Keterangan:
C.R = Consistency Ratio
C.I = Consistency Index
R.I = Random Index
Sedangkan indeks random merupakan nilai jumlah ordo relatif (n) terhadap indeks
random (I.R). Indeks random disajikan dalam tabel 8 (hal.30). Dalam penghitungan nilai
max. / 1C I n n
max
3,966766251 4. 0,011077916
4 1C I
..
.
C IC R
R I
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 990
SESI I/9
responden yang didasarkan pada tabel 4 (pairwise matrix) dengan mempertimbangkan empat
ordo, maka diperoleh rasio konsistensi sebesar:
Rasio Konsistensi dengan empat ordo diperoleh nilai sebesar -0,012308796. Suatu
matrik dikatakan konsisten jika bernilai lebih kecil dari 0,1 atau 10% (Bhushan dan Rai,
2004). Dengan demikian, hasil pengukuran dapat dikatakan konsisten (valid), sehingga
penentuan (identifikasi determinan) prioritas espektasi wajib pajak terhadap pelaksanaan
pajak UMKM dapat dilakukan.
Hasil pengujian menunjukkan kriteria dari pelaku usaha (UMKM) dalam keputusannya
untuk patuh atau tidak patuh adalah ditentukan oleh berbagai atribut (Pinalti atau denda,
tingkat likuiditas dan skala serta lokasi usaha) yang mencerminkan karakteristik ekonomi
dan demografi dengan bobot 39,72% sebagai kriteria utama (terbesar atau pertama), diikuti
dengan atribut dari keterbukaan (31.71%), yaitu distribusi pajak, tarif pajak dan informasi
yang didapatkan dari pihak fiskus; Norma individu dan sosial (14.30%), yaitu atribut sanksi
sosial dan kriteria ke-empat adalah situasional yaitu atribut kompleksitas dari regulasi
perpajakan, birokrasi dan hubungan baik dengan pihak fiskus (sebesar 14.28%).
4. Simpulan, Implikasi dan Keterbatasan
4.1 Simpulan
Meskipun penelitian di bidang kepatuhan pajak dan perilaku wajib pajak merupakan
bidang yang relatif baru dilakukan (OECD, 2010), akan tetapi telah mengalami pertumbuhan
yang pesat dalam publikasi. Kewajiban moral dan keinginan wajib pajak untuk melakukan
antisipasi baik terhadap besaran pungutan maupun penghindaran terhadap petugas pajak
adalah faktor yang signifikan dalam menjelaskan kepatuhan dan sekaligus sebagai consistent
predictor di sejumlah literatur (Braithwaite, 2009).
0,011077916. 0,012308796
0,90C R
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 991
SESI I/9
Hasil dari analisis membuktikan bahwa karakteristik ekonomi dan demografi dari
UMKM merupakan determinan dan sekaligus prioritas utama (paling penting) sebagai
pertimbangan pelaku usaha (UMKM) dalam menentukan sikap patuh atau tidak terhadap
peraturan dan undang-undang pajak yang akan dikenakan di masa depan. Hal ini karena
pelaku UMKM sebagai wajib pajak berusaha untuk dapat sustain dalam usaha dan
menghindari risiko likuiditas akibat dari pembayaran pajak. Begitupun bahwa karakteristik
keterbukaan juga merupakan prioritas penting selanjutnya (ke-dua) bagi pelaku UMKM
dalam menentukan sikap-nya terhadap peraturan perpajakan, artinya harapan dari para wajib
pajak (khususnya pelaku usaha) terhadap pemerataan distribusi pajak, tarif pengenaan dan
informasi kepada publik adalah penting bagi pelaku UMKM. Dengan demikian masyarakat
akan merasa yakin dan dapat melakukan kontrol sehingga masyarakat dapat meningkatkan
kepercayaan yang pada akhirnya pelaksanaan pungutan pajak menjadi lebih adil dan efektif.
Karakteristik norma individu dan sosial (prioritas ke-tiga) yaitu norma yang terbentuk
didasarkan pada keyakinan sekelompok masyarakat maupun masyarakat luas terhadap
pengalaman (apa yang dilihatnya) maupun anggapan tertentu bahkan keyakinan terhadap
atribut-atribut sanksi sosial sehingga secara otomatis membentuk suatu nilai-nilai yang harus
diikuti oleh anggota dalam kelompok atau komunitas di dalamnya (Ajzen, 2002). Akan tetapi
sebaliknya jika kecenderungan masyarakat sekitar atau suatu komunitas berperilaku
menghindari (tidak membayar) pajak, maka perilaku tersebut dapat mempengaruhi individu
(wajib pajak/pelaku individu UMKM) untuk juga mengikuti kecenderungan tersebut.
Karakteristik situasional menempati prioritas ke-empat yang menentukan sikap pelaku
usaha terhadap peraturan perpajakan, artinya kompleksitas regulasi perpajakan yang harus
dipenuhi oleh pelaku UMKM, birokrasi yang dirasakan berbelit dan hubungan baik antara
pihak fiskus dan pelaku UMKM akan membentuk sikap kepatuhan terhadap aturan
perpajakan. Pribadi yang terbentuk dari sistem kehidupan di masyarakat menjadi faktor yang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 992
SESI I/9
membentuk perilaku anggota (individu) di dalamnya.. Berdasar karakteristik-karateristik
tersebut, suatu persepsi, kognisi dan motivasi yang didasarkan pada pengalaman (teori
psikoanalisis) adalah sangat penting yang akan melandasi kesadaran individu untuk
menentukan sikap atau berperilaku. Artinya bahwa perilaku pelaku usaha (UMKM) sebagai
wajib pajak terhadap peraturan perpajakan secara nyata sebenarnya memiliki kesadaran
tentang tanggungjawab-nya (kewajiban) dan sekaligus hak-nya sebagai wajib pajak.
4.2 Implikasi Penelitian
Peneitian terhadap perilaku wajib pajak adalah penting untuk dilakukan, mengingat
pada saat ini Pemerintah Indonesia tengah menginisiasi program pajak bagi para pelaku
UMKM. Perilaku patuh atau tidak patuh terhadap peraturan perpajakan secara fakta
merupakan fenomena yang selalu terjadi di masyarakat. Fakta tersebut didukung oleh OECD
(2010) bahwa masalah efektfitas yang terjadi tidak terlepas dari latar belakang ekonomi para
wajib pajak, artinya bahwa jika wajib pajak dihadapkan pada keputusan untuk membayar
pajak, mereka akan berpikir tentang risiko jika (pelakuUMKM) harus membayar pajak
terhadap kondisi ekonomi-nya.
Inti dari permasalahan disini adalah jika dihadapkan pada kewajiban pajak, secara
umum bahwa individu seringkali tidak jujur (dishonestly) dengan memberikan informasi
yang tidak tepat tentang kondisi usahanya, terutama yang berkenaan dengan obyek pajak,
misalnya omzet atau perputaran produk bruto atau bahkan laba yang diperoleh. Sehingga
implikasi permasalahan ini bahwa sebenarnya karakteristik ekonomi merupakan prioritas
(kriteria) utama yang dapat mempengaruhi perilaku kepatuhan pembayaran pajak. Bukti ini
juga mendukung temuan yang dilakukan oleh Cowell (1990) bahwa secara fundamental
perilaku penghindaran kewajiban pembayaran pajak adalah didasarkan pada usaha untuk
mendistorsi informasi terutama faktor ekonomi kepada pihak Negara (fiskus).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 993
SESI I/9
Kontrol oleh pihak otoritas dan keterbukaan pelaksanaan sistem dan peraturan
perpajakan yang memberikan insentif bagi wajib pajak, merupakan faktor yang penting untuk
tujuan efektifitas pelaksanaan pungutan pajak. Selain tersebut keadilan terutama terhadap
pengenaan pajak terhadap seluruh wajib pajak merupakan hal yang penting untuk mendorong
motivasi para pelaku usaha dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Insentif secara ekonomi
dengan memberikan reward atau peraturan-peraturan yang dapat meringankan pembayaran
pajak juga akan memberikan motivasi bagi para pelaku usaha dalam melaksanaan
kewajibannya. Selain itu bantuan dalam penghitungan dan penilaian pajak yang dibebankan
maupun bantuan terhadap pelaporan keuangan perusahaan sampai prosedur pembayaran
adalah faktor yang dapat mempengaruhi motivasi wajib pajak untuk mematuhi kewajiban
pajak-nya.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah hanya dilakukan di daerah Kota dan
Kabupaten Malang; wajib pajak adalah perorangan yang tidak diklasifikasi menurut jenis
usaha, hal ini disebabkan bahwa penelitian berfokus pada persepsi dan perilaku pelaku
UMKM sebagai wajib pajak terhadap sistem maupun peraturan pajak yang akan dikenakan di
Indonesia. Selain itu, penelitian ini hanya membatasi terhadap dua pendekatan teori yang
digunakan yaitu: Teori utilitas multiatribut (Multiattribute Utility Theory - MAUT) dan teori
psikoanalisis (Freud, 1950) yang mendasari konsep persepsi, kognisi dan motivasi dalam
menjelaskan sikap pelaku usaha (UMKM) sebagai dasar dalam penentuan keputusan dan
sekaligus harapan terhadap perpajakan di Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis tidak
berusaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor pemicu lain (skala usaha maupun jenis usaha)
yang berhubungan dan kemungkinan dapat memberikan dampak pada penentuan sikap patuh
atau tidak patuh terhadap peraturan perpajakan di Indonesia.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 994
SESI I/9
4.4 Saran
Berdasar diskusi dan pertimbangan keterbatasan pada penelitian ini, maka saran bagi
penelitian selanjutnya adalah diharapkan untuk lebih mengeksplorasi dimensi-dimensi atau
faktor-faktor yang berhubungan dengan persepsi maupun perilaku wajib pajak dengan
memperluas daerah penelitian. Adapun penelitian ini dilakukan sebagai studi kelayakan atau
bertujuan untuk memberikan informasi awal bagi rencana pelaksanaan program
pemberlakuan pajak bagi Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) di Indonesia pada
Tahun 2012. Sehingga saran bagi peneliti selanjutnya adalah lebih mengeksplorasi terhadap
efektifitas maupun dampak bagi pelaku usaha berdasar pelaksanaan program pemerintah
tersebut yang sekaligus sebagai dasar dalam melakukan evaluasi optimasi penerimaan pajak
Negara. Demikian pula dengan pendekatan yang digunakan bahwa disarankan untuk
penelitian selanjutnya menggunakan pendekatan yang lebih luas selain pendekatan ekonomi
dan psikologi yang digunakan dalam penelitian ini.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 995
SESI I/9
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. 2002. Constructing a TPB Questionnaire: Conseptual and Methodological Considerations. September
(Revised January, 2006)
Alm, J. 1999. Tax Compliance and Administration The Handbook on Taxation. New York: Marcel Dekker.
Antara. 2012. Membidik Pajak di Pasar Modal. 26 Mei 2012.
Azmi, A. A. C., & Perumal, K. A. 2008. Tax Fairness Dimensions In Asian Context: The Malaysian
Perspective. International Review of Business Research Papers, 4(5), 11-19.
Bem, D. J. 1972. Self Perception Theory. Advances in experimental social psychology. New York.
Bhushan, N. Dan Rai, K. 2004. Strategic Decision Making. Springer-Verlag. London.
Braithwaite, V. 2009. Defiance in Taxation and Governance: Resisting and Dismissing Authority in a
Democracy. Cheltenham, UK: Edward Elgar.
Cowell, F. A. 1990. Cheating the Government: The Economics of Evasion. MIT Press, Cambridge.
Deci, E. L., Vallerand, R. J., Pelletier, L. G., & Ryan, R. M. 1991. Motivation and education: The self-
determination perspective. Educational psychologist, 26(3 & 4), 325-346.
Devos, K. 2007. Measuring and Analysing Deterrence in Taxpayer Compliance Research. Journal of Australian
Taxation, 10(2).
Edwards, W. Dan Newman, J. R. 1982. Multiattribute Evaluation. Beverly Hills, CA: Sage.
Ekonomi dan Bisnis. 2011. Kontribusi Koperasi dan UKM Terhadap PDB Capai 56,6%. 1 April 2011.
Fazio, R. H., Zanna, M. P., & Cooper, J. 1977. Dissonance and self-perception: An integrative view of each
theory's proper domain of application. Journal of experimental social psychology, 12, 464-479.
Freud, S. 1950. Freud: Dictionary of Psychoanalysis. New York: Philosophical Library.
Freud, S. 2000. Whose Freud? The Place of Psychoanalysis in Contemporary Culture. New Haven & London:
Yale University Press.
Harian Seputar Indonesia - a, 2011. Perlu Aturan Pajak Khusus. 3 Oktober 2011
Harian Seputar Indonesia - b, 2011. Kepatuhan Pajak Rendah. 01 Oktober
Harian Seputar Indonesia - c, 2011. Sensus Pajak Nasional Dimulai Besok, 29 September 2011
Kahneman, D. Dan Tversky, A. 1979. Prospect Theory: An Analysis of Decision Under Risk. Econometrica.
Kementrian Negara Koperasi dan UKM - RI, 2009. Informasi kebijakan perpajakan bagi Koperasi dan UKM.
Kompas, 2010. “Ditjen pajak Kaji Pembebasan Pajak UKM”.http://bisniskeuangan.kompas.com
Lederman, L. 200). The Interplay Between Norm & Enforcement in Tax Compliance. Ohio State Law Journal,
64(6), 1454 - 1514.
Lootsma, Freerk A. 1999. Multi-Criteria Decision Analysis via Ratio and Difference Judgement. Kluwer
Academic Publisher.
OECD 2001. Compliance Measurement – Practice Note: 1-23. Organisation for Economic and Corporation
Development.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 996
SESI I/9
OECD 2005. Compliance Risk Management: Managing and Improving Tax Compliance. Organisation for
Economic and Corporation Development.
OECD 2010. Forum On Tax Administration: Small/Medium Enterprise (SME) Compliance Subgroup.
Organisation for Economic and Corporation Development.
Paonganan, Abednego, T. 2012. Seminar Nasional Langkah-Langkah Strategis Menuju APBN Surplus.
Rapimnas LMR-RI. Jakarta.
Peraturan Menteri Keuangan R.I. No. 01/PMK.03/2007. Tentang Penyesuaian Besarnya Peredaran Bruto Bagai
Wajib Pajak Orang Pribadi yang Boleh Menghitung Penghasilan Neto dengan Menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.
Rahmany, F. 2011. “Desain pajak Untuk Usaha Mikro dan UKM Disiapkan”. Bisnis.com, 12 Agustus
Rahmany, F. 2011. “Usaha Mikro Bakal Kena Pajak 0,5%, UKM 3%“. detikfinance.com, 12 Agustus
Raiffa, H. 1968. Decision Analysis: Introductory Lectures on Choices Under Uncertainty. Reading, MA:
Addison. Wesley.
Republika, 2010. “UKM Wajib bayar Pajak, Ditjen Pajak pun Intip Pengusaha Warteg”. republika.co.id, 05
Desember 2010
Russo, J. E. Dan Dosher, B. A. 1983. Strategies for Multiattribute Binary Choice. Journal of Experimental
Psychology: Learning, Memory, and Cognition. 9(p.96-676).
Saaty T. L. dan Vargas L. G. 2001. Models, Methods, Concepts and Applications of the Analytic Hierarchy
Process. Kluwer, Dordrecht.
Shafir, Eldar dan LeBoeuf, Robyn A. 2004. Context and Conflict in Mutiattribute Choice. Blackwell Publishing
Ltd.
Tversky, A. 1967. Additivity, Utility, and Subjective Probability. Journal of Mathematical Psychology, 4(p.175-
201).
Tversky, A. Dan Shafir, E. 1992a. Choice Under Conflict: The Dynamics od Deferred Decision. Psychologycal
Science.
Undang-Undang Perpajakan No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Webley, P. 2002. Tax Compliance Economic Crime.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 997
SESI I/9
Lampiran 1. Tabel
Tabel 1. Deskripsi Demografi Responden dan Response Rate
Usia (Tahun) Jumlah Jenis Kelamin Pendidikan Terakhir Persentase
Laki-
laki
Perempuan S2 S1 SMU Dipl.
≥ 51 26 21 5 2 19 5 0 19%
41-50 47 36 11 12 27 7 1 34%
31-40 35 33 2 10 18 7 0 25%
21-30 31 24 7 0 29 2 0 22%
Total 139 114 25 24 93 21 1 100%
Kuesioner yang
disebar
139
Kuesioner yang
kembali
56 40%
Kuesioner yang
tidak diolah
4 3%
Kuesioner yang
dapat diolah 52 37%
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 998
SESI I/9
Tabel 2. Deskripsi Data Sekunder UMKM di Kabupaten dan Kota Malang Perioda Tahun 2005 - 2010
Tahun
Operasi
Omzet ≤
300.000.000
300.000.000 <
Omzet ≤
2.500.000.000
2.500.000.000 <
Omzet ≤
50.000.000.000
Presentase unit berdasar total masing-
masing skala usaha pada tahun
pengamatan (%)
Jumlah data yang digunakan dalam
penelitian
(Jumlah Unit
Skala Usaha
Mikro)
(Jumlah Unit
Skala Usaha
Kecil)
(Jumlah Unit
Skala Usaha
Menengah)
Mikro Kecil Menengah Mikro Kecil Menengah
2005 590 386 154 16,38 16,82 17,44 233 192 110
2006 597 376 149 16,57 16,38 16,87 234 190 107
2007 586 384 139 16,27 16,73 15,74 232 192 102
2008 601 379 144 16,69 16,51 16,31 234 191 105
2009 611 382 150 16,96 16,64 16,99 236 191 108
2010 617 388 147 17,13 16,91 16,65 237 193 106
TOTAL
(Unit)
3.602 2.295 883 100 100 100 1.405 1.150 638
Sumber: Dinas Koperasi dan UKM – Malang dan Berbagai Instansi lain di Malang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 999
SESI I/9
Tabel 3. Skala Gradasi Perbandingan Kuantitatif berdasar AHP (Saaty TL dan Vargas LG, 2001)
Intensitas dari kepentingan
pada skala absolut
Definisi Keterangan
1 Sama pentingnya Kedua aktifitas memberikan
kontribusi sama pada tujuan
3 Sedikit lebih penting yang satu
atas yang lain
Pengalaman dan persepsi
mencerminkan penilaian yang
satu sedikit lebih dari yang lain
(alternatif satu sedikit lebih
disukai dari yang lain).
5 Cukup penting Pengalaman dan persepsi
mencerminkan penilaian yang
satu lebih penting dari yang lain
(alternatif satu lebih disukai dari
yang lain).
7 Sangat penting Alternatif yang satu dinilai
sangat penting dibandingkan
dengan yang lain (alternatif yang
satu lebih mendominasi daripada
yang lain).
9 Tingkat kepentingan yang
ekstrim
Alternatif yang satu dinilai
sangat ekstrim penting
dibandingkan dengan yang lain
(alternatif yang satu lebih
mendominasi dan sangat nyata
daripada yang lain).
2, 4, 6, 8 Nilai tengah diantara dua
keputusan yang saling
berdekatan
Resiprokal Jika alternatif i mempunyai nilai
lebih tinggi daripada j, maka j
mempunyai nilai berbalikan
ketika dibandingkan dengan i
Rasio Rasio yang didapat langsung dari
pengukuran
Sumber: Saaty T.L dan Vargas L.G (2001).
Tabel 4. Pairwise Comparison Matrix Preferensi Wajib Pajak
Alternatif
( x = rata-rata
atribut)
Faktor
Keterbukaan
Faktor Ekonomi
dan Demografi
Norma Individu
dan Sosial
Faktor
Situasional
Faktor
Keterbukaan
1 1 3 3/5
Faktor Ekonomi
dan Demografi
3 1 5/3 1/3
Norma Individu
dan Sosial
1/5 1/5 1 2/1
Faktor
Situasional
3/7 1/3 1 1
Total 4,63 2,53 6,67 3,93
Sumber: Data primer Tahun 2012 yang diolah.
Tabel 5. Matrik Eigenvector Pertama
Alternatif
( x = rata-rata
atribut)
Faktor
Keterbukaan
Faktor
Ekonomi
dan
Demografi
Norma
Individu
dan
Sosial
Faktor
Situasional
Eigenvector
Pertama
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1000
SESI I/9
Faktor
Keterbukaan
4,86 2,80 8,27 7,53 0,31705915
Faktor Ekonomi
dan Demografi 6,48 4,44 12,67 5,80 0,39721431
Norma Individu
dan Sosial 1,86 0,60 3,93 4,19 0,14296626
Faktor
Situasional 2,06 1,30 3,84 3,37 0,14276029
Tabel 6. Matrik Eigenvector Kedua
Alternatif
( x = rata-rata
atribut)
Faktor
Keterbukaan
Faktor
Ekonomi
dan
Demografi
Norma
Individu
dan Sosial
Faktor
Situasional
Eigenvector
Kedua
Faktor
Keterbukaan 72,57 40,76 137,07 112,81 0,31570244
Faktor Ekonomi
dan Demografi 95,69 53,00 181,93 147,13 0,41525374
Norma Individu
dan Sosial 28,82 15,65 54,51 48,04 0,12778374
Faktor
Situasional 32,44 18,18 61,46 50,44 0,14126007
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1001
SESI I/9
Tabel 7. Tingkat Perubahan Eigenvector 1 dan 2
Eigenvector _ 1 Eigenvector _ 2 Tingkat Perubahan
0,317059
0,315702 0,0014
0,397214 0,415254 -0,0180
0,142966 0,127784 0,0152
0,142760 0,141260 0,0015
Tabel 8. Indeks Random
N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
I.R 0 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Lampiran 2. Gambar
Gambar 1. Rerangka Penelitian
UU Pajak UMKM
Persepsi, Kognisi
dan Motivasi
Sikap Kepatuhan Wajib
Pajak terhadap Pungutan
Pajak bagi UMKM
Karakteristik
Keterbukaan
Karakteristik
Ekonomi dan
Demografi
Karakteristik Norma
(Individu & Sosial)
Karakteristik Norma
Situasional
Atribut-atribut
sebagai simbol
reaksi dari
individu (pelaku
UMKM) terhadap
sistem
perpajakan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1002
SESI I/9
Sikap Kepatuhan
terhadap Peraturan
Pajak UMKM
Persepsi Kognisi Motivasi
Karakteristik
Keterbukaan
Karakteristik
Ekonomi &
Demografi
Karakteristik
Norma Individu
dan Sosial
Karakteristik
Situasional
Atribut
Keterbukaan
-. Distribusi Pajak
-. Tarif Pajak
-. Informasi yang
didapatkan dari pihak
fiskus
Atribut Ekonomi
& Demografi
-. Manfaat dari Pajak
-. Tingkat Likuiditas
-. Skala Usaha & Lokasi
-. Pinalti (Denda)
Atribut Norma
Individu & Sosial
-. Sanksi Sosial
Atribut
Situasional
-. Hubungan baik dengan
pihak fiskus
-. Birokrasi
-. Kompleksitas dari
regulasi perpajakan
Gambar 2. Struktur Hirarki Sikap Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Peraturan Pajak UMKM
Level 4
Level 1
Level 2
Level 3
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1003
SESI I/9
Lampiran 3. Instrumen Penelitian
KUESIONER ANALISIS EKSPEKTASI MULTI KRITERIA DALAM PENENTUAN DETERMINAN KEPATUHAN
PEMBAYARAN PAJAK UMKM Disusun oleh:
ASL Lindawati & Putu Indrajaya L
Kepada Yth. Bapak/ Ibu/ Saudara/i
Dengan hormat, Kuisioner ini digunakan dalam rangka penulisan penelitian di bidang perpajakan. Penelitian mengangkat topik sikap wajib pajak terhadap kepatuhan pembayaran pajak. Dalam kontek penelitian ini Wajib pajak dikatakan patuh apabila melakukan kewajibannya dengan sukarela (atas kesadaran sendiri) sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku di wilayah Malang Raya, dimana kepatuhan tersebut adalah juga mencerminkan harapan Bapak/Ibu terhadap program pemerintah khususnya tentang perpajakan UMKM. Pada kuesioner ini hanya dibatasi terhadap sikap wajib pajak (pelaku usaha mikro kecil dan menengah /UMKM) terhadap program pemerintah tentang perpajakan
Saya berharap Bapak/ Ibu/ Saudara/i berkenan untuk berpartisipasi dalam mengisi kuesioner ini. Jawaban bisa dituliskan di tempat yang disediakan atau memilih jawaban yang tersedia dengan memberikan tanda silang (X) pada kolom skala A atau pada kolom skala B sesuai dengan pendapat anda. Kuesioner ini digunakan untuk keperluan akademis, oleh karena itu kejujuran dalam pengisian sangat saya harapkan. Untuk menjaga kerahasiaan, Bapak/ Ibu/ Saudara/i tidak perlu menuliskan identitas pada lembar kuesioner ini.
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara meluangkan waktu mengisi lembar kuesioner ini. Setiap jawaban yang diberikan merupakan bantuan yang tak ternilai harganya bagi penelitian ini. Semoga jerih payah Bapak/Ibu/Saudara bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan khususnya dalam bidang perpajakan di Indonesia.
A. DATA RESPONDEN
1. Umur _________ tahun 2. Jenis kelamin : L / P (pilih salah satu) 3. Pendidikan terakhir : ______________________ , Jurusan : _________________ 4. Pendidikan informal di bidang perpajakan (Brevet, kursus, pelatihan, seminar, atau workshop) :
_______________________________________________________ _________________________________________________________________ _________________________________________________________________ 5. Lama memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : ________ Tahun. 6. Jenis Usaha / Tingkat : ____________________ / Mikro / Kecil / Menengah* 7. Lama Bapak/Ibu mengelola usaha: ___________ Tahun / Bulan*
Keterangan:
* Coret yang tidak perlu
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1004
SESI I/9
Contoh: Dalam menentukan sikap untuk patuh atau tidak patuh terhadap pemenuhan peraturan atau prosedur pembayaran pajak, maka menurut anda seberapa pentingkah?
No. Dimensi Kriteria A
Skala Skala Dimensi Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Keterbukaan X Keadilan
No. Dimensi Kriteria A
Skala Skala Dimensi Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Keterbukaan X Keadilan
Maka apabila anda member tanda silang (X) pada kolom 7 pada dimensi kriteria keterbukaan, artinya adalah dimensi kriteria A, yaitu dimensi keterbukaan sangat lebih penting dibanding dengan dimensi keadilan (kriteria B). Begitupun sebaliknya, jika anda merasa bahwa dimensi kriteria B yaitu keadilan menjadi lebih penting dibandingkan dengan kriteria A (keterbukaan), maka anda dapat mengisikan tanda silang (X) di kolom 7 pada dimensi kriteria B.
B. PETUNJUK PENGISIAN
Bapak/Ibu dapat memberikan tanda silang (X) pada kolom skala A atau pada kolom
skala B sesuai dengan pendapat, perasaan, maupun pengalaman anda. Pada kolom
pertanyaan terdiri dari dimensi kriteria A dan B, yang masing-masing memiliki tingkat
kepentingan yang disimbulkan dengan angka 1 sampai dengan 9. Berikut definisi dari
masing-masing angka tersebut:
1 = Kedua dimensi kriteria (A dan B) adalah sama pentingnya
3 = Dimensi kriteria A sedikit lebih penting dibandingkan dengan dimensi criteria B
5 = Dimensi kriteria A lebih penting dibanding dengan B
7 = Dimensi kriteria A sangat lebih penting dibanding dengan B
9 = Dimensi kriteria A mutlak (sangat dan sangat) lebih penting dibanding dengan B
Jika anda ragu-ragu untuk memilih 2 skala yang ada diatas, maka anda dapat memilih
nilai tengahnya, misalnya anda ragu-ragu untuk memilih apakah 3 dan 5 atau 5 dan 7,
dst. Maka anda dapat memilih nilai tengah, yait 4 atau 6, dst.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1005
SESI I/9
C. PERTANYAAN
Pertanyaan berikut mohon untuk diisi se-obyektif mungkin menurut pendapat, perasaan mapun pengalaman anda sebagai pelaku UMKM. Pertanyaannya adalah: Dalam menentukan sikap untuk patuh atau tidak patuh terhadap pemenuhan peraturan atau prosedur pembayaran pajak, maka menurut anda seberapa pentingkah?
No. Dimensi Kriteria A
Skala Skala Dimensi Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1. Karakteristik Keterbukaan
Ekonomi & Demografi
a. Distribusi Pajak Pinalti (Denda)
b. Tarif Pajak Tingkat Likuiditas
c. Informasi yang didapatkan dari pihak fiskus
Skala Usaha & Lokasi
1. Karakteristik Keterbukaan
Karakteristik Norma Individu & Sosial
a. Distribusi Pajak Sanksi Sosial
b. Tarif Pajak Sanksi Sosial
c. Informasi yang didapatkan dari pihak fiskus
Sanksi Sosial
1. Karakteristik Keterbukaan
Karakteristik Situasional
a. Distribusi Pajak Kompleksitas dari regulasi perpajakan
b. Tarif Pajak Birokrasi
c. Informasi yang didapatkan dari pihak fiskus
Hubungan baik dengan pihak fiskus
2. Karakteristik Ekonomi &
Karakteristik Norma Individu
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
ASL Lindawati dan Putu Indrajaya Lembut
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1006
SESI I/9
No. Dimensi Kriteria A
Skala Skala Dimensi Kriteria B 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Demografi & Sosial
a. Pinalti (denda) Sanksi Sosial
b. Tingkat Likuiditas
Sanksi Sosial
c. Skala Usaha & Lokasi
Sanksi Sosial
3. Karakteristik Norma Individu & Sosial
Karakteristik Situasional
a. Sanksi Sosial Kompleksitas dari regulasi perpajakan
b. Sanksi Sosial Birokrasi
c. Sanksi Sosial Hubungan baik dengan pihak fiskus
Alasan lainnya: …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1007
SESI I/10
Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian Temuan Audit Terhadap
Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik
(Penelitian Pada Pemerintah Daerah Di Provinsi Jawa Barat Dan Banten)
DIANA SARI
Universitas Widyatama Bandung
Abstract: Good Government Governance is an actual issue in the management of public
administration. Good governance practices can improve the climate of transparency, participation
and accountability in accordance with the basic principles of good governance in the public sector.
The government through her civil servants to represent and respond the interest of the citizenry. But
there are many aspect of the civil servant that make it difficult to attain satisfactory level of Good
Government Governance. This fact finding must be improved continuously.
The research was aim to test and to analyze the influence of the government internal control system,
the implementation of government accounting standards, the completion of the audit findings on Good
Government Governance principles. The research was an explanatory research. The population of the
research was a local government consist of Regional Governments, regencies and cities in West Java
and Banten Province. The data was collected using questionnaire and interview technique follow by
using descriptive analysis and path analysis.
The result of the research show that government internal control system, the implementation of
government accounting standard, and completion of the audit findings have positive influences on
implementation of the Good Government Governance.
Keywords: Good Government Governance, the quality of local government financial statements,
government internal control system, government accounting standards, the completion of
the audit findings
Author can be contacted at: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1008
SESI I/10
1. Pendahuluan
2.1. Latar Belakang
Tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government Governance) merupakan isu
aktual dalam pengelolaan administrasi publik dewasa ini. Praktik kepemerintahan yang baik
dapat meningkatkan iklim keterbukaan, partisipasi dan akuntabilitas sesuai dengan prinsip-
prinsip dasar good governance pada sektor publik.
Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintahan tidak sesuai lagi dengan tatanan
masyarakat saat ini, di masa lalu negara ataupun pemerintah sangat dominan, menjadikan
masyarakat menjadi pihak yang sangat diabaikan dalam setiap proses pembangunan. Tuntutan
masyarakat kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang baik merupakan
hal yang wajar. Saat ini tuntutan masyarakat kepada Pemerintah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang baik, direspon dengan melakukan perubahan-perubahan yang dalam
pelaksanaannya masih membutuhkan pembenahan.
Tantangan untuk merealisasikan tujuan diatas sangatlah berat, mengingat perilaku
usaha dan pelayanan publik yang dilakukan pemerintah selama kurun waktu yang sangat
panjang telah tercemar dengan berbagai bentuk tindakan, kegiatan, dan modus usaha yang
tidak sehat yang bermuara pada praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah menjadikan
Indonesia sebagai salah satu negara terkorup sebagaimana yang diperlihatkan dari hasil survei
yang dilakukan oleh Transparancy International (TI) dari tahun 2006 sampai dengan tahun
2010 sebagaimana terlihat pada Tabel 2.1.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1009
SESI I/10
Tabel 2.1
Indeks Persepsi Korupsi
Di Beberapa Negara Asia Tenggara
Negara Indeks Persepsi Korupsi
2006 2007 2008 2009 2010
Singapore 9,4 9,3 9,2 9,2 9,3
Malaysia 5,0 5,1 5,1 4,5 4,4
Thailand 3,6 3,3 3,5 3,4 3,5
Indonesia 2,4 2,3 2,6 2,8 2,8
Phillipine 2,5 2,5 2,3 2,4 2,4
Sumber : Transparancy International (2006-2010)
Indeks Persepsi Korupsi mencerminkan persepsi masyarakat, khususnya pebisnis
tentang tingkat korupsi suatu negara yang dilihat dari bagaimana layanan publik yang mereka
rasakan. Rendahnya Indeks Persepsi Korupsi yang diperoleh Indonesia menunjukkan
tingginya tingkat korupsi di Indonesia. Tingkat korupsi yang tinggi mencerminkan birokrasi
yang buruk yang berarti pula bahwa implementasi good governance masih jauh dari harapan.
Hal ini tercermin pula dari hasil pemeriksaan BPK RI atas LKPD, yang menunjukkan kualitas
yang belum sepenuhnya memenuhi karakteristik penyelenggaraan pemerintahan sesuai
dengan harapan.
Hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
disajikan dalam tiga kategori yaitu opini, sistem pengendalian intern (SPI) dan kepatuhan
terhadap ketentuan perundang-undangan. Saat ini perkembangan kualitas laporan keuangan
serta akuntabilitas atas LKPD belum sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terlihat dari opini
atas LKPD yang diberikan oleh BPK RI masih ada yang mendapatkan opini disclaimer atau
tidak memberikan pendapat. Berikut ini perkembangan opini LKPD tahun 2005–2010.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1010
SESI I/10
Tabel 2.2
Perkembangan Opini LKPD Tahun 2005 – 2010
LKPD OPINI JUMLAH
WTP % WDP % TW % TMP %
Tahun 2005 18 5 307 85 13 3 24 7 462
Tahun 2006 3 1 327 70 28 6 105 23 463
Tahun 2007 4 1 283 60 59 13 123 26 469
Tahun 2008 13 3 323 67 31 6 118 24 485
Tahun 2009 15 3 330 65 48 10 111 22 504
Tahun 2010 34 7 241 66 26 5 115 22 516
Sumber: IHPS BPK RI semester II tahun 2011
Hasil pemeriksaan BPK RI sampai dengan semester I Tahun 2011 menunjukkan
LKPD dari 36 entitas pelaporan di wilayah Jawa Barat dan Banten yang memperoleh opini
LKPD, hanya 3 entitas pelaporan atau 8,33% memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian,
sebanyak 3 entitas pelaporan atau 8,33% memperoleh opini Tidak Memberikan Pendapat atau
Disclamer, sedangkan sisanya 30 entitas pelaporan atau 83,33% memperoleh opini Wajar
Dengan Pengecualian.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kualitas informasi keuangan, khususnya
yang disajikan dalam LKPD belum sepenuhnya memenuhi karakteristik kualitatif laporan
keuangan sesuai dengan SAP. Hal tersebut tidak lain karena opini merupakan pernyataan
profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan (Pasal 1 UU No. 15 tahun 2004).
Hasil evaluasi atas sistem pengendalian intern yang dilakukan oleh BPK RI
mengungkapkan kasus-kasus kelemahan pengendalian intern yang dikelompokkan sebagai (a)
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, (b) kelemahan sistem pengendalian
pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, dan (c) kelemahan struktur pengendalian
intern.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1011
SESI I/10
Hasil pemeriksaan atas Sistem Pengendalian Intern menunjukkan kelemahan Sistem
Pengendalian Intern akuntansi dan pelaporan dengan porsi paling tinggi yaitu sebesar 48,61 %
untuk Provinsi Jawa Barat dan 38,46% untuk Provinsi Banten.
Tabel 2.3
Daftar Temuan-Kelemahan SPI
Pemeriksaan LKPD Provinsi Jawa Barat dan Banten
N
O
KELOMPOK TEMUAN JUMLA
H
KASUS
%
I Provinsi Jabar 216
1 Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan
105 48,6
1
2 Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan APBD 78 36,1
1
3 Kelemahan Struktur Pengendalian Intern 33 15,2
8
II Provinsi Banten 78
1 Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan
30 38,4
6
2 Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan APBD 24 30,7
7
3 Kelemahan Struktur Pengendalian Intern 24 30,7
7
Sumber : IHPS BPK RI semester I Tahun 2011
Hasil pemeriksaan BPK RI atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-
undangan, pada 358 LKPD Tahun 2010 di seluruh Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.4
sebagai berikut:
Tabel 2.4
Temuan Pemeriksaan LKPD Tahun 2010
Ketidakpatuhan terhadap Ketentuan Perundang-undangan
N
o
Kelompok Temuan Jumlah
Kasus
%
1 Kerugian Daerah 1.197 26,30
2 Potensi Kerugian Daerah 313 6.88
3 Kekurangan penerimaan Negara/daerah 857 18,83
4 Administrasi 1.774 38,98
5 Ketidakhematan/Pemborosan/Ketidakekonomisan 144 3,16
6 Ketidakefisienan 2 0,04
7 Ketidakefektifan 264 5,80
Total ketidakpatuhan 4.551 100
Sumber; IHPS BPK RI semester I TA 2011
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1012
SESI I/10
Pemeriksaan yang dilakukan BPK akan bermanfaat apabila rekomendasi atas temuan
pemeriksaan tersebut dapat menciptakan pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel di pemerintahan. Hal ini dapat terjadi apabila pemerintah menindaklanjuti hasil
pemeriksaan BPK. Dengan tindak lanjut tersebut laporan keuangan yang dihasilkan oleh
pemerintah lebih berkualitas yang mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good
governance).
Rekapitulasi hasil pemeriksaan BPK RI Tahun 2010 mengenai temuan, rekomendasi
dan tindak lanjut di Provinsi Jawa Barat terlihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5
Rekapitulasi Hasil Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK RI atas
Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Barat
Sumber; IHPS BPK RI semester II TA 2010
Rekapitulasi hasil pemantauan tindak lanjut menunjukkan masih terdapat tindak
lanjut yang belum sesuai dengan rekomendasi sebanyak 18,3% dan sebanyak 26,45% temuan
dan rekomendasi hasil pemeriksaan belum ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan komitmen
belum sepenuhnya dilaksanakan untuk segera menyelesaikan rekomendasi yang disarankan
BPK RI dalam rangka meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan.
Provinsi Periode
Temuan
Rekomen-
dasi
Sesuai
dengan
rekomendasi
Belum
sesuai
dengan
reko-
mendasi
Belum
ditindak-
lanjuti
Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Jawa
Barat
s.d.
Semester I
TA 2009
2.874 4.626 2.301 607 1718
Pemantauan
s.d. Sem II
TA 2009
2.874 4.626 2.826 919 881
Semester II
TA 2010
434 830 203 65 562
Jumlah s.d.
sem II TA
2010
3.308 5.456 3.029 984 1.443
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1013
SESI I/10
Berdasarkan data hasil pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD) Kabupaten Kota di Propinsi Jawa Barat dan Banten tersebut dapat dikatakan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas laporan keuangan adalah (1) penyajian
laporan keuangan sesuai SAP; (2) Komitmen untuk memantau pelaksanaan Sistem
Pengendalian Intern terutama pengendalian untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan,
(3) Tindak Lanjut atas pemeriksaaan keuangan oleh BPK RI terutama terkait dengan koreksi
yang disampaikan oleh BPK RI agar LKPD disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintah dan rekomendasi-rekomendasi untuk memperbaiki kelemahan dalam sistem
pengendalian internal.
Perbaikan Kualitas LKPD yang tercermin dari Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah yang baik, penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan yang baik oleh
pemerintah, dan penyelesaian atas temuan audit diharapkan akan dapat berpengaruh terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sehingga dapat meminimalkan
praktek korupsi.
2.2. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
“Seberapa besar pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit terhadap penerapan prinsip-prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik baik secara simultan maupun parsial”.
2.3. Tujuan Penelitian
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk menguji dan
menganalisis mengenai pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1014
SESI I/10
Standar Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit terhadap penerapan prinsip-
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik baik secara simultan maupun parsial.
2. Rerangka Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
3.1. Rerangka Teoritis
3.1.1. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
Pengendalian intern yang digunakan dalam sebuah entitas merupakan faktor yang
menentukan keandalan laporan keuangan yang dihasilkan oleh entitas tersebut (Ii Baihaqi,
2004). Oleh karena itu sebelum auditor melakukan audit secara mendalam atas informasi yang
tercantum dalam laporan keuangan harus memahami terlebih dahulu pengendalian intern.
Pengendalian intern (internal control) sebagai suatu sarana yang diciptakan oleh dan
untuk kepentingan organisasi. Boynton et al (2006:326) menyatakan: Control the
safeguarding of assets against unauthorized acquisition, use, and disposition, yang dapat
diartikan bahwa pengendalian intern merupakan usaha perlindungan terhadap aset dengan
menentang pengambilalihan, penggunaan dan disposisi aset secara tidak sah.
Tujuan dari proses pengendalian intern adalah untuk mendukung para pihak yang
terlibat dalam kegiatan organisasi dalam melakukan pengelolaan risiko dan mencapai tujuan
yang telah ditetapkan dan dikomunikasikan oleh organisasi, dengan tujuan: (1) keandalan dan
integritas informasi keuangan dan operasi; (2) kegiatan operasi dilaksanakan secara efisien
dan mencapai hasil yang diharapkan secara efektif; (3) keamanan aset; dan (4) kegiatan dan
keputusan organisasi berada dalam koridor kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
perundangan yang berlaku.
Organisasi sektor publik memiliki keunikan tersendiri dibanding organisasi komersial.
Salah satu keunikan organisasi tersebut tercermin dari bentuk layanan yang diberikan atau
yang dikenal dengan pelayanan publik dan pengelolan keuangan daerah dalam bentuk APBD.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1015
SESI I/10
Untuk menjamin layanan yang diberikan kepada publik telah sesuai dengan rencana,
diperlukan media tertentu, salah satu media yang dipandang relevan adalah pengendalian
intern. Dalam hal ini pengendalian intern tidak terbatas hanya pada rencana organisasi, namun
juga prosedur dan catatan yang berkaitan dengan proses pembuatan keputusan yang mengarah
pada otorisasi pimpinan atas transaksi tertentu.
Selanjutnya dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan, melalui Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 pemerintah menetapkan adanya suatu sistem pengendalian
intern yang harus dilaksanakan, baik pada tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Sistem
pengendalian intern dimaksud adalah suatu proses yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah). Dengan demikian pengendalian intern yang memadai akan
menciptakan tercapainya kualitas laporan keuangan yang baik.
Selanjutnya untuk mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel, menteri/pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/walikota wajib
melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan berpedoman
pada SPIP (Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah).
Secara konsep pelaksanaan pengendalian intern diharapkan dapat menghilangkan
praktek-praktek korupsi karena proses pemerintahan akan dilakukan secara transparan
sehingga dapat diawasi oleh masyarakat dan dapat dipertanggungjawabkan secara berkala.
Penerapan peraturan pemerintah ini di lingkungan pemerintahan merupakan suatu wujud
komitmen pemerintah untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik. Sistem
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1016
SESI I/10
pengendalian intern tersebut berguna untuk mengendalikan kegiatan pemerintahan dalam
rangka mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan
akuntabel.
Pengendalian intern terdiri atas lima komponen yang meliputi : (1) Control
environmen; (2) Risk assesment; (3) Control activities; (4) Information and communication;
(5) Monitoring (COSO, 2009 ; Arens et.al., 2010 ; PP No. 60/2008).
Walaupun pengendalian intern telah disusun dan diselenggarakan oleh suatu instansi
pemerintahan, pada dasarnya pengendalian intern memiliki keterbatasan. Diantara penyebab
tidak efektifnya suatu pengendalian intern adalah karena adanya keterbatasan dalam
pertimbangan, kesalahan menterjemahkan instruksi, pelanggaran oleh manajemen, kolusi dan
faktor keterbatasan biaya dalam pengendalian intern.
3.1.2. Standar Akuntansi Pemerintahan
Standar akuntansi merupakan pedoman umum atau prinsip-prinsip yang mengatur
perlakukan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan untuk tujuan pelaporan kepada
para pengguna laporan keuangan, sedangkan prosedur akuntansi merupakan praktek khusus
yang digunakan untuk mengimplementasikan standar. Selanjutnya untuk memastikan
diikutinya prosedur yang telah ditetapkan, sistem akuntansi pemerintahan harus dilengkapi
dengan sistem pengendalian intern atas penerimaan dan pengeluaran dana publik.
Standar akuntansi sangat diperlukan untuk menjamin konsistensi dalam pelaporan
keuangan. Apabila tidak ada standar akuntansi yang memadai akan menimbulkan implikasi
negatif berupa rendahnya reliabilitas dan objektivitas informasi yang disajikan, inkonsistensi
dalam pelaporan keuangan serta menyulitkan pengauditan.
International Public Sector Accounting Standards (IPSAS) disusun oleh International
Public Sector Accounting Standards Board IPSASB mengembangkan IPSAS yang berlaku
untuk accrual basis accounting dan IPSAS yang berlaku untuk cash basis accounting.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1017
SESI I/10
IPSAS mengatur recognition, measurement, presentation and disclosure yang berhubungan
dengan transaksi dan peristiwa dari semua entitas sektor publik. Standar ini tidak berlaku
untuk Government Business Enterprises. Government Business Enterprises menerapkan
Internasional Financial Reporting Standards (IFRSs) yang dikeluarkan International
Accounting Standards Board (IASB). Indonesia merupakan salah satu negara yang
menggunakan accrual basis accounting dalam penyusunan laporan keuangan yang didasarkan
pada IPSAS ( SAP, 2010).
Standar Akuntansi Pemerintahan mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan
umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan
laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas. Laporan
keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Untuk mencapai tujuan tersebut,
standar ini menetapkan seluruh pertimbangan dalam rangka penyajian laporan keuangan,
pedoman struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan.
Salah satu bentuk penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam bidang
pengelolaan keuangan negara/daerah adalah melalui pemberlakuan kewajiban kepada seluruh
pemerintah daerah untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) sebagai
salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan
akuntabel kepada seluruh pengguna laporan keuangan pemerintah daerah, yakni masyarakat;
para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa; pihak yang memberi atau
berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan pemerintah daerah itu sendiri.
LKPD tersebut disusun mengikuti Standar Akuntansi Pemerintahan (UU Nomor 1
Tahun 2004). Standar akuntansi yang digunakan sebagai dasar penyusunan laporan keuangan
pemerintah daerah (LKPD) adalah Standar Akuntansi Pemerintahan yang ditetapkan dalam
PP Nomor 24 Tahun 2005. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan standar yang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1018
SESI I/10
harus diikuti dalam laporan keuangan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pengguna laporan keuangan akan menggunakan SAP untuk memahami informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan.
Hasil dari akuntansi adalah laporan keuangan. Pada dasarnya pembuatan laporan
keuangan adalah suatu bentuk kebutuhan transparansi dan akuntabilitas yang berupa
keterbukaan pemerintah atas aktivitas pengelolaan sumber daya publik (Mardiasmo; 2006).
Dengan mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintahan maka diharapkan laporan keuangan
pemerintahan akan dapat diperbandingkan, sehingga sangat berguna untuk penilaian kinerja
pemerintah daerah. Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah adalah untuk
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan
akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya (SAP, 2010).
3.1.3 Penyelesaian Temuan Audit
Kegiatan pemeriksaan (audit) adalah manifestasi dari pelaksanaan dan
pertanggungjawaban manajemen dalam mengelola keuangan dan operasional organisasi.
Pelaksanaan audit pemerintahan merupakan sesuatu hal yang penting dalam rangka
memberikan keyakinan bahwa laporan pertanggungjawaban yang menyangkut aspek
keuangan dan operasional, kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Pelaksanaan audit pemerintahan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
Republik Indonesia. BPK RI adalah lembaga tinggi negara yang tugasnya melakukan audit
atas pertanggungjawaban keuangan Presiden RI (Mulyadi, 2002). Sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, BPK RI adalah
lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1019
SESI I/10
Lingkup audit pemerintahan dalam Standars for Audit of Govermental Operations,
Programs, Activities, and Functions (Vanasco, 1995:17) meliputi: (1) Financial and
Compliance Audits; (2) Economy and Efficiency Audits; and (3) Programe Results Audits
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Negara, menyebutkan bahwa pemeriksaan keuangan adalah
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemeriksaan
keuangan dilakukan dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.
Namun harus disadari bahwa opini bukanlah satu-satunya output dalam pemeriksaan
LKPD, sehingga dalam pemeriksaan atas LKPD dimungkinkan BPK menghasilkan laporan
hasil pemeriksaan tentang sistem pengendalian intern dan laporan hasil pemeriksaan
kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan yang ditemukan dalam kerangka
pemeriksaan laporan keuangan. Tiga produk inilah yang akan disampaikan kepada lembaga
perwakilan sesuai kewenangannya dan kepala daerah untuk ditidaklanjuti.
Temuan atas Sistem Pengendalian Intern menunjukkan kasus-kasus kelemahan sistem
pengendalian intern yang dapat dikelompokkan sebagai berikut: (a) kelemahan sistem
pengendalian akuntansi dan pelaporan; (b) kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan
anggaran pendapatan dan belanja; dan (c) kelemahan struktur pengendalian intern (IHPS BPK
Semester I 2011)
Temuan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dalam IHPS
BPK dapat dikelompokkan sebagai :
(a) kerugian daerah, yaitu berkurangnya kekayaan daerah berupa uang, surat berharga, dan
barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik
sengaja maupun lalai;
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1020
SESI I/10
(b) potensi kerugian daerah, yaitu suatu perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun
lalai yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya kerugian di masa yang akan datang
berupa berkurangnya uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya;
(c) kekurangan penerimaan, yaitu adanya penerimaan yang sudah menjadi hak negara/daerah
tetapi tidak atau belum masuk ke kas negara/daerah karena adanya unsur ketidakpatuhan
terhadap ketentuan perundang-undangan;
(d) administrasi, yaitu temuan yang mengungkap adanya penyimpangan terhadap ketentuan
yang berlaku baik dalam pelaksanaan anggaran atau pengelolaan aset, tetapi
penyimpangan tersebut tidak mengakibatkan kerugian daerah atau potensi kerugian
daerah, tidak mengurangi hak daerah (kekurangan penerimaan), tidak menghambat
program entitas, dan tidak mengandung unsur indikasi tindak pidana;
(e) ketidakhematan, yaitu temuan yang mengungkapkan adanya penggunaan input dengan
harga atau kuantitas/kualitas yang lebih tinggi dari standar, kuantitas/kualitas yang
melebihi kebutuhan, dan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan pengadaan serupa
pada waktu yang sama; dan
(f) ketidakefektifan, yaitu temuan yang berorientasi pada pencapaian hasil (outcome) yang
mengungkapkan adanya kegiatan yang tidak memberikan manfaat atau hasil yang
direncanakan serta fungsi instansi yang tidak optimal sehingga tujuan organisasi tidak
tercapai
Selanjutnya dalam melakukan audit keuangan auditor harus mengikuti pelaksanaan
tindak lanjut atas temuan material dan rekomendasi yang berasal dari audit sebelumnya, hal
ini ditetapkan dalam standar tambahan yang dicantumkan dalam Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN). Tindak lanjut hasil pemeriksaan menurut Panduan Manajemen
Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan adalah kegiatan dan/atau keputusan yang dilakukan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1021
SESI I/10
oleh pimpinan entitas yang diperiksa dan/atau pihak lain yang kompeten untuk melaksanakan
rekomendasi hasil pemeriksaan (Keputusan BPK Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008).
Tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan adalah kegiatan dan/atau keputusan yang
dilakukan oleh pimpinan entitas yang diperiksa dan/atau pihak lain yang kompeten untuk
melaksanakan rekomendasi hasil pemeriksaan BPK. Tindak lanjut rekomendasi hasil
pemeriksaan BPK wajib dilakukan oleh pimpinan entitas yang diperiksa. Pimpinan entitas
yang diperiksa wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada BPK tentang tindak lanjut
atas rekomendasi hasil pemeriksaan selambat-lambatnya 60 hari setelah laporan hasil
pemeriksaan diterima (IHPS BPK Semester I 2011).
Selanjutnya BPK menelaah jawaban atau penjelasan yang diterima dari pejabat yang
diperiksa dan/atau atasannya untuk menentukan apakah tindak lanjut rekomendasi telah
dilakukan sesuai dengan rekomendasi BPK. Dalam rangka pemantauan tindak lanjut
rekomendasi hasil pemeriksaan ini, BPK menatausahakan laporan hasil pemeriksaan dan
menginvetarisasi temuan, rekomendasi, status tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan
hasil pemeriksaan, dan nilai penyerahan aset atau penyetoran ke kas negara/daerah.
Rekomendasi BPK yang ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi adalah
rekomendasi atas temuan pemeriksaan yang telah ditindaklanjuti secara nyata dan tuntas oleh
pihak entitas yang diperiksa sesuai dengan rekomendasi BPK. Rekomendasi BPK diharapkan
dapat memperbaiki pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara/daerah/perusahaan
pada entitas yang bersangkutan. Jika bukti atas tindak lanjut rekomendasi tersebut tidak
diterima dan/atau baru diterima sebagian oleh BPK, maka rekomendasi yang bersangkutan
dinyatakan sebagai “dalam proses ditindaklanjuti”.
Sesuai Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2010, status pemantauan tindak lanjut
rekomendasi ditambahkan satu jenis yaitu status “tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1022
SESI I/10
yang sah”. Adapun kriteria alasan yang sah sehingga rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti
adalah :
a. force majeure, yaitu keadaan peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan,
kebakaran dan gangguan lainnya yang mengakibatkan tindak lanjut tidak dapat
dilaksanakan.
b. Subjek atau objek rekomendasi dalam proses peradilan : (1) pejabat menjadi tersangka
dan ditahan; (2) pejabat menjadi terpidana; dan (3) objek yang direkomendasikan dalam
sengketa di pengadilan.
c. Rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis, yaitu : (1)
perubahan struktur organisasi; dan (2) perubahan regulasi.
Secara umum, rekomendasi BPK dapat ditindaklanjuti dengan cara penyelamatan
uang/aset ke negara/daerah/perusahaan dan/atau tindakan administratif. Pada dasarnya,
maksud kegiatan tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah terciptanya perbaikan/peningkatan
kualitas atas kelemahan-kelemahan yang ditemukan dari proses pemeriksaan. Dalam konteks
pemeriksaan LKPD, tindak lanjut hasil pemeriksaan bertujuan terciptanya peningkatan opini
atas LKPD.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK akan bermanfaat apabila rekomendasi tersebut
dapat menciptakan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel di pemerintahan. Hal
ini dapat terjadi apabila pemerintah menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK. Dengan tindak
lanjut tersebut laporan keuangan yang dihasilkan oleh pemerintah lebih berkualitas yang
mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance).
2.1.4 Prinsip-Pinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Secara sederhana governance dapat diartikan sebagai proses dari suatu pengambilan
keputusan dan proses bagaimana keputusan tersebut diimplementasikan. Konsep governance
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1023
SESI I/10
dapat digunakan dalam berbagai konteks, seperti corporate governance, international
governance, national governance, government governance, dan local governance.
Good governance dapat diartikan sebagai pelayanan publik yang efisien, sistem
pengadilan yang dapat diandalkan, pemerintahan yang bertanggung jawab (accountable) pada
publiknya. Good governance adalah, penyelenggaraan pemerintahan yang solid dan
bertanggungjawab serta efisien dan efektif dengan menjaga kesinergiaan interaksi yang
konstruktif diantara domain-domain (state, private sector and society).
Kooiman (1993), mengemukakan bahwa tata kelola pemerintahan yang baik
merupakan serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintahan dengan masyarakat
dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi
pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut. Selanjutnya menurut Lembaga
Administrasi Negara (2000), tata kelola pemerintahan yang baik adalah penyelenggaraan
pemerintahan negara yang solid dan bertanggungjawab, serta efisien dan efektif, dengan
menjaga kesinergian interaksi yang konstruktif di antara domain-domain pemerintah, sektor
swasta, dan masyarakat yang saling berhubungan dan menjalankan fungsinya masing-masing.
Secara konseptual pengertian tata kelola pemerintahan yang baik mengandung dua
pemahaman yaitu, nilai yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai
yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial. Kualitas pemerintah daerah saat ini dan ke
depan ditentukan oleh kualitas tata kelola pemerintahan yang baik, dan inti dari kualitas
pemerintah daerah sangat ditentukan oleh kualitas pengelolaan keuangannya (Dedi
Kusmayadi : 2005).
Keterbukaan terhadap rakyat (public disclosure), hak atas informasi, partisipasi
publik, dan tuntutan akan manajemen publik yang modern, menandai era peningkatan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1024
SESI I/10
kesadaran akan pentingnya good governance di Indonesia, yang pada akhirnya lebih dikenal
dengan istilah good government governance, atau disingkat GGG.
Secara umum GGG merupakan pengamanan atas hubungan timbal balik diantara
elemen organisasi yang dibentuk oleh pemerintah, yang ditujukan pada pencapaian tujuan-
tujuan kebijakan secara efisien dan efektif, serta mengkomunikasikan secara terbuka dan
memberikan pertanggungjawaban kepada stakeholder (Ilya Avianti, 2009). Definisi GGG
tersebut membawa konsekuensi munculnya dua batasan, yakni:
a. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi keinginan/ kehendak rakyat dan nilai-nilai yang
dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan kemandirian,
pembangunan berkelanjutan dan keadilan sosial.
b. Aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan
tugasnya untuk mencapai tujuan.
Tata kelola pemerintahan yang baik menghendaki pemerintah dijalankan dengan
mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan yang baik seperti, transparansi, keterbukaan,
akuntabilitas, partisipasi, keadilan, dan kemandirian, sehingga sumber daya negara yang
berada dalam pengelolaan pemerintah benar-benar mencapai tujuan untuk kemakmuran dan
kemajuan rakyat dan negara. Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
dalam penyelenggaraan negara tak lepas dari masalah akuntabilitas dan transparansi dalam
pengelolaan keuangan negara, karena aspek keuangan negara menduduki posisi strategis
dalam proses pembangunan bangsa, baik dari segi sifat, jumlah maupun pengaruhnya
terhadap kemajuan, ketahanan, dan kestabilan perekonomian bangsa.
Berdasarkan hasil penelitian Asian Development Bank (1999), disimpulkan bahwa
terdapat korelasi yang positif antara praktik tata kelola pemerintahan yang baik dengan hasil-
hasil pembangunan yang lebih baik. Di samping itu, praktik tata kelola pemerintahan yang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1025
SESI I/10
baik juga dapat meningkatkan iklim keterbukaan, partisipasi, dan akuntabilitas sesuai dengan
prinsip-prinsip dasar tata kelola pemerintahan yang baik pada sektor publik.
Tiga pilar elemen dasar yang saling berkaitan satu dengan lainnya dalam mewujudkan
good governace (Osborne and Geabler, 1992, OECD and World Bank, 2000, LAN dan
BPKP, 2000; Bappenas, 2003) adalah sebagai berikut:
1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam manajemen pemerintah, lingkungan, ekonomi dan
sosial.
2. Partisipasi, yaitu penerapan pengambilan keputusan yang demokratis serta pengakuan
atas HAM, kebebasan pers dan kebebasan mengemukakan pendapat/ aspirasi masyarakat.
3. Akuntabilitas, yaitu kewajiban melaporkan dan menjawab dari yang dititipi amanah
untuk mempertanggungjawabkan kesuksesan maupun kegagalan kepada penitip amanah
sampai yang memberi amanah puas dan bila belum ada atau tidak puas dapat kena sanksi.
Jumlah komponen ataupun prinsip yang melandasi tata kelola pemerintahan yang baik
sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun
paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang
melandasi tata kelola pemerintahan yang baik pada sektor publik yaitu: (1) transparansi; (2)
partisipasi; dan (3) akuntabilitas.
3.2 Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang diungkapkan pada paragraf dimuka, rumusan
hipotesis disusun sebagai berikut : “Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi
Standar Akuntansi Pemerintahan, Penyelesaian Temuan Audit berpengaruh positif terhadap
Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik baik secara simultan maupun
parsial”.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1026
SESI I/10
3. Metode Penelitian
Objek penelitian ini adalah variabel penelitian yang diteliti yaitu, Sistem Pengendalian
Intern Pemerintah Daerah, penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan
audit, dan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Unit analisis penelitian ini adalah Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota
di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Pemerintah
Daerah Provinsi, Kabupaten Dan Kota Di Provinsi Jawa Barat dan Banten. Penelitian ini
dilakukan dengan mengambil seluruh kabupaten dan kota sebagai populasi untuk dijadikan
objek penelitian (sensus).
Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini akan diperoleh melalui penelitian
lapangan (field research). Melalui penelitian lapangan ini, diharapkan dapat diperoleh data
primer. Teknik pengumpulan data untuk penelitian lapangan ini digunakan dengan menyusun
daftar pertanyaan (kuesioner), yaitu daftar pertanyaan dan pernyataan terstruktur yang
ditujukan kepada para responden.
Responden dalam penelitian ini adalah auditor BPK RI dan auditor Inspektorat. Dalam
Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan disebutkan beberapa kelompok utama
pengguna laporan keuangan pemerintah, selain masyarakat, yaitu lembaga pengawas dan
lembaga pemeriksa. Auditor Inspektorat mewakili lembaga pengawas dan auditor BPK RI
mewakili lembaga pemeriksa yang merupakan penanggungjawab pelaksanaan pemeriksaan
atas laporan keuangan pemerintah. Responden terdiri dari 54 orang auditor BPK RI
perwakilan Jawa Barat, 18 orang auditor BPK RI perwakilan Banten, 72 orang auditor
Inspektorat yang terdiri dari 2 orang auditor dari masing-masing Inspektorat pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1027
SESI I/10
Untuk melengkapi data primer, diperlukan pula data sekunder yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan (library research) yang dianggap menunjang pembahasan dan analisis
penelitian lapangan.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Analisis Jalur (path analysis) dengan
bantuan Software Lisrel 8.30. Penggunaan analisis jalur dengan pertimbangan bahwa pola
hubungan antar variabel dalam penelitian ini adalah bersifat korelatif dan kausalitas. Analisis
ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh dari variabel eksogen terhadap variabel
endogen. Analisis jalur digunakan karena secara konseptual antar variabel eksogen memiliki
hubungan. Dengan analisis jalur dapat diketahui besarnya pengaruh masing-masing variabel
independen baik langsung maupun tidak langsung.
Berdasarkan hubungan antar variabel eksogen dan variabel endogen, maka dapat
digambarkan diagram jalur yang menggambarkan paradigma hubungan antar variabel seperti
tampak pada gambar berikut ini:
Gambar 4.1
Struktur Path Analysis
Keterangan :
X1 = Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
X2 = Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan
X3 = Penyelesaian Temuan Audit
Y = Penerapan Prinsip-prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
1 = Variabel lainnya yang mempengaruhi Y
rx1x2
rx2x3
rx1x
3
X1
X2
X3
Y
rYx1
rYx2
rYx3
1
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1028
SESI I/10
Hipotesis statistik untuk menguji diagram jalur pada gambar 4.1 secara simultan
dinyatakan sebagai berikut:
Ho : Semua rZXiY
≤ 0
i = 1,2,3
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit secara simultan
tidak berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik
Ha : Ada rZXiY >
0
i = 1,2,3
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit secara simultan
berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik
Hipotesis uji parsial:
Ho: rZXiY ≤ 0
i = 1,2,3
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit secara parsial tidak
berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik
Ha: rZXiY > 0
i = 1,2,3
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit secara parsial
berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik
Pengaruh X1,X2,X3 terhadap Y dinyatakan ke dalam persamaan struktural sebagai
berikut : Y = rYX1X1 + rYX2X2 + rYX3X3 + ε1
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1029
SESI I/10
Tinggi rendahnya keeratan hubungan, atau kuat lemahnya pengaruh antar variabel
akan dikategorikan dengan merujuk kepada kategori Guilford mengenai koefisien korelasi
(Guilford, 1956:145) sebagai berikut:
Tabel 3.3
Standar Kategori Koefisien Korelasi
Koefisien
Korelasi/Jalur
Kategori
< 0,20 Slight almost weight legible relationship (hubungan sangat
lemah, hampir dapat diabaikan)
0,20 – 0,40 Low correlation (hubungan lemah, tapi pasti)
0,40 – 0,70 Moderate correlation (hubungan cukup, sedang)
0,70 – 0,90 High correlation (hubungan tinggi, kuat)
0,90 – 1,00 Very high correlation (hubungan sangat tinggi, kuat sekali)
Sumber: Guilford (1956 :145)
5. Analisis Data dan Pembahasan
5.1. Analisis Data
Hasil penelitian akan diuraikan sesuai dengan tujuan penelitian, bagian pertama akan
diuraikan gambaran hasil tanggapan responden pada masing-masing variabel yang diteliti.
Kemudian dilakukan pengujian hipotesis untuk membuktikan ada tidaknya pengaruh sistem
pengendalian intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintahan dan
penyelesaian temuan audit terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah
yang baik.
Sebelum hasil tanggapan responden diuraikan, terlebih dahulu dilakukan uji validitas
dan reliabilitas kuesioner untuk mengetahui apakah butir-butir pernyataan dalam kuesioner
sudah menjalankan fungsi ukurnya. Berikut rangkuman hasil uji validitas dan reliabilitas
kuesioner keempat variabel yang diteliti.
5.1.1 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Sebelum diolah dan dianalisis lebih lanjut, data yang terkumpul melalui kuesioner
terlebih dahulu diuji untuk memastikan valid tidaknya data hasil kuesioner yang terkumpul.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1030
SESI I/10
Pengujian data hasil kuesioner dilakukan menggunakan metode korelasi product moment
(indeks validitas) dan koefisien reliabilitas menggunakan model alpha-cronbach. Butir
pernyataan dinyatakan valid jika memiliki indeks validitas tidak kurang dari 0,30 (Barker et
al, 2002:70) dan sekumpulan butir pernyataan dikatakan reliabel jika memiliki koefisien
reliabilitas tidak kurang dari 0,70 (Barker et al, 2002:70). Berikut hasil uji validitas dan
reliabilitas kuesioner penelitian.
Tabel 5.1
Hasil Uji Validitas Kuesioner Penelitian
Instrumen Variabel Kisaran Indeks
Validitas Keterangan
Sistem pengendalian intern pemerintah 0,532 – 0,760 Semua Valid
Implementasi standar akuntansi pemerintahan 0,338 – 0,768 Semua Valid
Penyelesaian temuan audit 0,470 – 0,795 Semua Valid
Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah
daerah yang baik
0,438 – 0,760 Semua Valid
Hasil uji validitas menunjukkan bahwa data yang terkumpul sudah valid untuk
mengukur variabelnya masing-masing sehingga dapat dilanjutkan pada analisis berikutnya.
Tabel 5.2
Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian
Instrumen Variabel Koefisien
Reliabilitas Keterangan
Sistem pengendalian intern pemerintah 0,959 Reliabel
Implementasi standar akuntansi pemerintahan 0,953 Reliabel
Penyelesaian temuan audit 0,951 Reliabel
Penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah
yang baik
0,954 Reliabel
5.2 Pengujian Hipotesis
Pada bagian ini akan diuji pengaruh dari sistem pengendalian intern pemerintah (X1),
implementasi standar akuntansi pemerintahan(X2) dan penyelesaian temuan audit (X3)
terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik (Y) pada
pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten dengan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1031
SESI I/10
menggunakan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur mengkaji hubungan sebab akibat
yang bersifat struktural dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan
mempertimbangkan keterkaitan antar variabel independen. Hasil komputasi analisis jalur
menggunakan bantuan software Lisrel 8.7 dapat dilihat pada lampiran. Secara matematis
hubungan antar variabel tersebut dijabarkan sebagai berikut :
Y = rYX1X1 + rYX2X2 + rYX3X3 +
Keterangan:
Y = Tata kelola pemerintah daerah
X1 = Sistem pengendalian intern pemerintah
X2 = Implementasi standar akuntansi pemerintahan
X3 = Penyelesaian temuan audit
= Pengaruh faktor lain
Sesuai dengan hipotesis penelitian yang diajukan maka data akan diuji dengan
menggunakan analisis jalur (path analysis). Berhubung data yang digunakan pada penelitian
ini merupakan data seluruh populasi atau menggunakan sensus, maka tidak dilakukan uji
signifikansi. Menurut Cooper and Schindler (2006; 492), uji signifikansi dilakukan untuk
menguji keakuratan hipotesis berdasarkan fakta yang telah dikumpulkan dari data sampel,
bukan dari data sensus. Jadi untuk menjawab hipotesis penelitian, koefisien jalur yang
diperoleh langsung dibandingkan dengan nol.
Pada pengujian secara parsial apabila nilai koefisien jalur variabel yang sedang diuji
lebih besar dari nol, maka Ho ditolak dan sebaliknya apabila koefisien jalur variabel yang
sedang diuji lebih kecil atau sama dengan nol maka Ho diterima. Pada pengujian simultan
apabila ada nilai koefisien jalur variabel independen tidak sama dengan nol, maka Ho ditolak
dan sebaliknya apabila semua koefisien jalur sama dengan nol, maka Ho diterima.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1032
SESI I/10
Koefisien jalur dari masing-masing variabel sistem pengendalian intern pemerintah,
implementasi standar akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan audit terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik berdasarkan hasil
pengolahan seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 5.1
Diagram Jalur Hasil Penelitian
Melalui nilai-nilai yang terdapat pada Gambar 5.1 dapat dihitung besar pengaruh
masing-masing variabel bebas (sistem pengendalian intern pemerintah, implementasi standar
akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan audit) terhadap penerapan prinsip-prinsip
tata kelola pemerintah daerah yang baik.
Y = 0,280*X1 + 0,298*X2 + 0,337*X3
Tabel 5.3
Besar Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah(X1), Implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan (X2), Penyelesaian Temuan Audit (X3), Terhadap Penerapan
Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Y)
Variabel Bebas Koef.
Jalur
Pengaruh
Langsung
Pengaruh Tidak Langsung (melalui) Total
X1 X2 X3 Sub.Tot
X1 0,280 7,8%
3,7% 4,0% 7,7% 15,5%
X2 0,298 8,8% 3,7%
4,8% 8,5% 17,3%
X3 0,337 11,4% 4,0% 4,8%
8,5% 20,2%
Total Pengaruh 53,0%
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1033
SESI I/10
Secara bersama-sama variabel sistem pengendalian intern pemerintah, implementasi
standar akuntansi pemerintahan, dan penyelesaian temuan audit hanya mampu menjelaskan
perubahan yang terjadi pada penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang
baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten sebesar
53% yang artinya menurut kategori Guilford pengaruh tersebut sedang atau cukup dan
sisanya sebesar 47% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Diantara ketiga
variabel independen, penyelesaian temuan audit memberikan kontribusi yang paling besar
terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik, sebaliknya
variabel sistem pengendalian intern pemerintah memberikan kontribusi yang paling kecil
terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik pada pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
5.2.1 Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan dan Penyelesaian Temuan Audit Secara Bersama-sama
Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintaha Yang Baik
Hasil pengujian hipotesis secara simultan menyatakan bahwa pengendalian intern,
implementasi standar akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan audit berpengaruh
positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik digunakan
hipotesis sebagai berikut:
Ho : Semua rZXiY
≤ 0
i = 1,2,3
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit secara simultan
tidak berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik
Ha : Ada rZXiY >
0
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, implementasi Standar
Akuntansi Pemerintahan, penyelesaian temuan audit secara simultan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1034
SESI I/10
i = 1,2,3 berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik
Berdasarkan hasil pengolahan data pada Gambar 5.1 dapat dilihat bahwa koefisien
jalur dari ketiga variabel bebas lebih besar dari nol. Karena koefisien jalur dari ketiga variabel
bebas lebih besar dari nol maka disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah,
implementasi standar akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan audit secara bersama-
sama berpengaruh terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik
pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Melalui penjumlahan besar pengaruh ketiga variabel independen secara parsial akan
diperoleh total pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah, implementasi standar
akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan audit secara bersama-sama terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik pada pemerintah provinsi,
kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten adalah sebesar 53%. Artinya 53% baik
buruknya penerapan prinsip-prinsip tata kelola pada pemerintah Provinsi, Kabupaten dan
Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten disebabkan atau dijelaskan oleh sistem pengendalian
intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintahan, dan penyelesaian temuan
audit. Menurut kategori Guilford pengaruh tersebut sedang atau cukup. Sementara 47%
sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar keempat variabel tersebut. Faktor
partisipatif budgeting dan faktor politik ekonomi dapat dijadikan variabel penelitian bagi
peneliti selanjutnya sehingga dapat menjelaskan epsilon sebesar 47%.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1035
SESI I/10
5.2.2. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Secara Parsial Terhadap
Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Hasil pengujian hipotesis secara parsial menyatakan bahwa sistem pengendalian intern
pemerintah berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan
yang baik digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : rZX1 ≤
0
Sistem pengendalian intern pemerintah tidak berpengaruh positif terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
H1 : rZX1 >
0
Sistem pengendalian intern pemerintah berpengaruh positif terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada pemerintah
Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Berdasarkan hasil pengolahan seperti terlihat pada Gambar 5.1 diperoleh nilai
koefisien jalur dari variabel sistem pengendalian intern pemerintah terhadap penerapan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik sebesar 0,280 (rYX1 = 0,280). Karena
nilai koefisien jalur lebih besar dari nol maka disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern
pemerintah secara parsial berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintah daerah yang baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Barat dan Banten.
Secara langsung sistem pengendalian intern pemerintah memberikan kontribusi
sebesar 7,8% terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik, dan
secara tidak langsung karena keterkaitannya dengan implementasi standar akuntansi
pemerintahan dan penyelesaian temuan audit sebesar 7,7%. Jadi secara total kontribusi
(pengaruh) sistem pengendalian intern pemerintah dalam meningkatkan penerapan prinsip-
prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan
kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten sebesar 15,5%. Menurut kategori Guilford sistem
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1036
SESI I/10
pengendalian intern pemerintah mempunyai pengaruh sangat lemah terhadap penerapan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
5.2.3 Pengaruh Implementasi Standar Akuntansi Pemerintahan Secara Parsial
Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Hasil pengujian hipotesis secara parsial menyatakan bahwa implementasi standar
akuntansi pemerintahan berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : rZX2 ≤
0
Implementasi standar akuntansi pemerintahan tidak berpengaruh positif
terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada
pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
H1 : rZX2 >
0
Implementasi standar akuntansi pemerintahan berpengaruh positif terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada
pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Berdasarkan hasil pengolahan seperti terlihat pada Gambar 5.1 diperoleh nilai
koefisien jalur dari variabel implementasi standar akuntansi pemerintahan terhadap penerapan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik sebesar 0,298 (rYX2 = 0,298). Karena
nilai koefisien jalur lebih besar dari nol maka disimpulkan bahwa implementasi standar
akuntansi pemerintahan secara parsial berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip
tata kelola pemerintah daerah yang baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di
Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Secara langsung implementasi standar akuntansi pemerintahan memberikan kontribusi
sebesar 8,8% terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik, dan
secara tidak langsung karena keterkaitannya dengan sistem pengendalian intern pemerintah
dan penyelesaian temuan audit sebesar 8,5%. Jadi secara total kontribusi (pengaruh)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1037
SESI I/10
implementasi standar akuntansi pemerintahan dalam meningkatkan penerapan prinsip-prinsip
tata kelola pemerintah daerah yang baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di
Provinsi Jawa Barat dan Banten sebesar 17,3%. Menurut kategori Guilford implementasi
standar akuntansi pemerintahan mempunyai pengaruh sangat lemah terhadap penerapan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
5.2.4. Pengaruh Penyelesaian Temuan Audit Secara Parsial Terhadap Penerapan
Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik
Hasil pengujian hipotesis secara parsial menyatakan bahwa penyelesaian temuan audit
berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik
digunakan hipotesis sebagai berikut:
H0 : rZX3 ≤
0
Penyelesaian temuan audit tidak berpengaruh positif terhadap penerapan
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
H1 : rZX3 >
0
Penyelesaian temuan audit berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik pada pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Berdasarkan hasil pengolahan seperti terlihat pada Gambar 5.1 diperoleh nilai
koefisien jalur dari variabel penyelesaian temuan audit terhadap penerapan prinsip-prinsip tata
kelola pemerintah daerah yang baik sebesar 0,337 (rYX3 = 0,337). Karena koefisien jalur
lebih besar dari nol maka disimpulkan bahwa variabel penyelesaian temuan audit secara
parsial berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah
yang baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten.
Secara langsung penyelesaian temuan audit memberikan kontribusi sebesar 11,4%
terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintah daerah yang baik, dan secara tidak
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1038
SESI I/10
langsung karena keterkaitannya dengan sistem pengendalian intern pemerintah dan
implementasi standar akuntansi pemerintahan sebesar 8,8%. Jadi secara total kontribusi
(pengaruh) penyelesaian temuan audit terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola
pemerintah daerah yang baik pada pemerintah provinsi, kabupaten dan kota di Provinsi Jawa
Barat dan Banten sebesar 20,2%. Menurut kategori Guilford penyelesaian temuan audit
mempunyai pengaruh lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan
yang baik.
5.3 Pembahasan Deskriptif Hasil Uji Hipotesis
Hasil pengujian hipotesis menghasilkan pengaruh bersama-sama (simultan) antara
variabel-variabel sistem pengendalian intern pemerintah (X1), implementasi standar akuntansi
pemerintahan (X2) penyelesaian temuan audit (X3) menunjukkan pengaruh yang sedang
atau cukup terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (Z) yang
ditunjukkan dengan besaran pengaruh yaitu sebesar 53%. Hasil penelitian ini dapat
memberikan kontribusi umpan balik bagi pengayaan konsep prinsip-prinsip tata kelola
pemerintahan yang baik mengetengahkan tiga faktor pendukung yaitu sistem pengendalian
intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan
audit. Sementara sisanya sebesar 47% (besaran epsilon) dipengaruhi oleh faktor-faktor lain
diluar ketiga variabel tersebut.
Terdapat tiga prinsip dalam tata kelola pemerintahan yang baik. Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah yang tercermin dalam tiga variable yaitu sistem pengendalian
intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintahan dan penyelesaian temuan
audit hanya merefleksikan salah satu prinsip saja yaitu prinsip akuntabilitas, prinsip
partisipatif dapat direfleksikan dengan partisipatif budgeting dan prinsip transparansi
direfleksikan dengan faktor politik ekonomi. Political economy itu sendiri didefinisikan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1039
SESI I/10
sebagai kerangka (framework) sosial, politik dan ekonomi dimana entitas itu berlangsung atau
berada (Gray et al, 1996). Perspektif tersebut menyatakan bahwa masyarakat (sosial), politik
dan ekonomi adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dan isu ekonomi tidak dapat
di investigasi secara berarti tanpa pertimbangan dari politik, sosial dan kerangka institusional
dimana aktivitas ekonomi itu berlangsung. Hal itu menyatakan bahwa, para peneliti ekonomi
politik akan mempertimbangkan isu masyarakat yang lebih luas dimana isu tersebut
mempengaruhi atau mempunyai dampak terhadap bagaimana perusahaan itu akan beroperasi
dan memilih informasi apa yang akan diungkapkan. Guthrie dan Parker (1990)
menyatakan bahwa perspektif politik ekonomi mempersepsikan bahwa laporan akuntansi
sebagai dokumen sosial, politik dan ekonomi. Mereka menjadikan hal itu sebagai alat untuk
membangun, mendukung, dan melegitimasi perundingan ekonomi dan politik, institusi, dan
ideologi dimana hal itu mempunyai kontribusi terhadap kepentingan pribadi perusahaan.
Pengungkapan hal itu dalam kapasitas untuk menyampaikan maksud sosial, politik dan
ekonomi untuk suatu kesatuan pluralistic bagi penerima laporan. Faktor partisipatif
budgeting dan faktor politik ekonomi dapat dijadikan variabel penelitian bagi peneliti
selanjutnya sehingga dapat menjelaskan epsilon sebesar 47%.
Hasil perhitungan secara parsial membuktikan bahwa sistem pengendalian intern
pemerintah mempunyai pengaruh positif yang sangat lemah terhadap penerapan prinsip-
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang ditunjukkan dengan besaran pengaruh hanya
sebesar 15,5%. Dengan adanya sistem pengendalian intern pemerintah di lingkungan
pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten dapat
meningkatkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, dapat
dicapai dengan melakukan pengendalian atas penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dengan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1040
SESI I/10
berpedoman pada SPIP (Peraturan Pemerintah No.60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah).
Penelitian yang dilakukan Asep Effendi (2009) menunjukkan bahwa pengendalian
intern berpengaruh positif terhadap tata kelola pemerintahan yang baik. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Murhaban (2010) dalam hasil penelitiannya bahwa pengendalian intern
berpengaruh positif terhadap tata kelola pemerintahan yang baik.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 pasal 2 ayat 1 menyatakan untuk
mencapai pengelolaan keuangan negara yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel,
menteri/pimpinan lembaga, Gubenur, Bupati/Walikota wajib melakukan pengendalian intern
atas penyelenggaraan kegiatan pemerintah. Salah satu tujuan yang ingin dicapai dengan
penerapan sistem pengendalian intern pemerintah adalah untuk memberikan keyakinan yang
memadai terkait keandalan penyajian laporan keuangan pemerintah. Dengan demikian
pengendalian intern yang memadai akan menciptakan tercapainya kualitas laporan keuangan
yang baik.
Selanjutnya untuk mencapai tujuan pengendalian intern, pimpinan entitas harus
menerapkan komponen-komponen pengendalian intern dalam setiap aktivitas operasi.
Terdapat hubungan langsung antara tujuan yang dicapai dan komponen pengendalian intern
(IAI, 2001:319). Ii Baihaqi (2004) menyatakan bahwa pengendalian intern merupakan faktor
yang menentukan bagi penyelenggaraan pemerintah untuk memberikan keyakinan atas
keandalan laporan keuangan yang dihasilkan oleh suatu entitas.
Mengapa sistem pengendalian intern pemerintah mempunyai pengaruh yang sangat
lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan
pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten dapat
dijelaskan bahwa yang menentukan sukses atau tidaknya keseluruhan sistem pengendalian
intern adalah komponen lingkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian adalah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1041
SESI I/10
komponen yang membentuk budaya dan perilaku manusia menjadi lebih sadar akan
pentingnya pengendalian. Unsur utama setiap organisasi adalah manusianya, atribut
individual mereka termasuk integritas, nilai-nilai etika dan kompetensi dan lingkungan di
mana mereka beroperasi. Unsur manusia adalah orang yang menggerakkan organisasi, dan
menjadi dasar atau landasan segala hal dalam organisasi (COSO 2009: 23). Meisser et al
(2008;229); Arens et al (2010) dan Sukrisno Agoes (2005;76) menyatakan lingkungan
pengendalian intern seperti sebuah payung yang memayungi keseluruhan komponen lainnya
dalam suatu entitas dan menetapkan kerangka kerja untuk mengimplementasikan sistem
akuntansi dan pengendalian intern. Namun demikian, lingkungan pengendalian merupakan
komponen yang paling sulit untuk dikembangkan dan dievaluasi karena sebagian besar
merupakan aspek pengendalian intern yang soft dan intangible.
Lemahnya pengaruh sistem pengendalian intern pemerintah pada pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten disebabkan karena lingkungan
pengendalian yang seharusnya menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk menerapkan
SPI masih sulit untuk dicapai karena terdapat kelemahan dalam lingkungan pengendalian
terutama karena kurang tertibnya penyusunan dan penerapan kebijakan tentang pembinaan
SDM serta kurangnya komitmen terhadap kompetensi. Kelemahan lingkungan pengendalian
terlihat pula pada pendelegasian wewenang dan tanggungjawab yang kurang tepat, kurangnya
hubungan kerja yang baik terlihat dengan belum terwujudnya mekanisme saling uji antar
entitas.
Selanjutnya penilaian risiko yang dilakukan untuk menjamin bahwa tujuan organisasi
masih sulit terwujud karena pemerintah belum optimal dalam melakukan kegiatan penilaian
risiko yang terdiri atas kegiatan identifikasi dan analisis resiko karena belum adanya
metodologi yang komprehensif yang selanjutnya bisa menganalisis dampak dari risiko.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1042
SESI I/10
Kelemahan atas kegiatan pengendalian tercermin dari belum jelasnya penguraian
tanggung jawab pengamanan, belum memadainya pengendalian fisik atas aset, pencatatan
transaksi yang akurat dan tepat waktu, pendokumentasian yang baik atas SPI, transaksi dan
kejadian penting atas pengelolaan sistem informasi serta penetapan dan reviu atas indikator
dan ukuran kerja.
Selajutnya informasi dan komunikasi yang meliputi penyediaan dan pemanfaatan
sarana komunikasi dan sistem informasi yang dikelola, dikembangkan dan diperbaharui
secara terus menerus belum sepenuhnya dimanfaatkan. Penyediaan dan pemanfaatan sarana
komunikasi tersebut menunjang informasi pada laporan keuangan disajikan dengan wajar,
dapat diverifikasi dan ditujukan untuk kebutuhan umum. Kemudian, sistem informasi yang
belum sepenuhnya dikelola dikembangkan dan diperbaharui secara terus menerus juga akan
berpengaruh terhadap keandalan laporan keuangan. Unsur informasi dan komunikasi yang
perlu mendapat perhatian terutama perlunya upaya pengembangan dan pembaharuan sistem
informasi secara terus menerus.
Pemantauan atas SPI pada pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa
Barat dan Banten masih belum optimal, upaya penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi
temuan pemeriksaan yang belum memadai sehingga masih ditemukan temuan-temuan
berulang dan lambat ditindaklanjuti.
Dari hasil analisis atas tanggapan responden diketahui bahwa dalam penyusunan
kompetensi untuk setiap tugas dan fungsi, penerapan manajemen berbasis kinerja,
penyusunan kebijakan tentang pembinaan sumber daya manusia dan dalam membangun
hubungan kerja yang baik di lingkungan pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Barat dan Banten berada dalam kategori masih jarang dilakukan.
Hasil perhitungan secara parsial juga membuktikan bahwa implementasi standar
akuntansi pemerintahan mempunyai pengaruh positif yang sangat lemah terhadap penerapan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1043
SESI I/10
prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang ditunjukkan dengan besaran pengaruh
hanya sebesar 17,3%. Dengan diimplementasikannya standar akuntansi pemerintahan di
lingkungan pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten
dapat meningkatkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Salah satu bentuk penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam bidang
pengelolaan keuangan negara/daerah adalah melalui pemberlakuan kewajiban kepada seluruh
pemerintah daerah untuk menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang
disusun mengikuti standar akuntansi keuangan pemerintah (UU Nomor 1 Tahun 2004)
sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah yang transparan
dan akuntabel kepada seluruh pengguna laporan keuangan pemerintah daerah. Ikin Solikin
(2010) yang melakukan penelitian pada Pemerintah Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa
Barat, mengemukakan bahwa Penerapan Akuntansi Pemerintahan, Kualitas Informasi
Akuntansi berpengaruh terhadap good government governance.
Penyebab sangat lemahnya pengaruh implementasi SAP disebabkan masih terdapatnya
kelemahan pada tujuan laporan keuangan, prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan.
Kelemahan pada tujuan laporan keuangan yaitu berupa pengeluaran yang tidak sesuai dengan
ketentuan, akun-akun yang tidak ada dokumen sumbernya, kurang tertibnya laporan kas dan
setara kas dapat mempengaruhi penyajian wajar dan informasi terkesan bias jika dilakukan
verifikasi, sehingga informasi yang disajikan dalam laporan keuangan belum sepenuhnya
memenuhi tujuan laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan umum. Selanjutnya
kelemahan dalam penerapan prinsip akuntansi dan pelaporan tercermin dari belum
memadainya pencatatan aset yang disebabkan akibat kelemahan pengendalian atas
penatausahaan aset tetap, bukti penyertaan modal tidak memadai, nilai kas dan piutang yang
tidak menggambarkan kondisi yang sebenarnya karena pengendalian atas pencatatan dan
pelaporan yang masih lemah. Kelemahan dalam unsur laporan keuangan disebabkan karena
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1044
SESI I/10
masih terdapatnya pengeluaran yang tidak sesuai dengan ketentuan, akun-akun yang tidak ada
dokumen sumbernya, menyebabkan kurang lengkapnya laporan realisasi anggaran, selajutnya
belum memadainya pencatatan aset, menyebabkan kurang lengkapnya informasi dalam neraca
dan kurang tertibnya laporan kas dan setara kas dapat mempengaruhi penyajian laporan arus
kas.
Penyelesaian temuan audit terbukti mempunyai pengaruh positif yang lemah terhadap
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang ditunjukkan dengan
besaran pengaruh hanya sebesar 20,2%. Dengan adanya penyelesaian temuan audit di
lingkungan pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten
dapat meningkatkan penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan, BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan yang
dilakukan oleh Pemerintah Daerah, salah satunya dilakukan melalui pemeriksaan keuangan
yang menghasilkan simpulan dalam bentuk opini atas LKPD.
Pemeriksaan yang dilakukan BPK akan bermanfaat apabila menghasilkan
rekomendasi yang menciptakan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel di
pemerintahan. Dengan tindak lanjut tersebut laporan keuangan yang dihasilkan oleh
pemerintah lebih berkualitas yang mencerminkan pengelolaan pemerintahan yang baik (good
governance).
Temuan atau rekomendasi BPK diharapkan dapat memperbaiki pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara/daerah/perusahaan pada entitas yang bersangkutan. Pada
dasarnya, maksud kegiatan tindak lanjut hasil pemeriksaan adalah terciptanya
perbaikan/peningkatan kualitas atas kelemahan-kelemahan yang ditemukan dari proses
pemeriksaan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1045
SESI I/10
Sangat lemahnya pengaruh variabel penyelesaian temuan audit tercermin dari upaya
penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi temuan pemeriksaan yang belum memadai
sehingga masih ditemukan temuan-temuan berulang dan lambat ditindaklanjuti.
Penyebab kelemahan SPI pada umumnya terjadi karena pejabat yang berwenang
belum menyusun dan menetapkan kebijakan formal untuk suatu prosedur atau keseluruhan
prosedur. Selain itu, para pejabat atau pelaksana yang bertanggung jawab kurang cermat
dalam melakukan perencanaan dan pelaksanaan tugas. Kasus kelemahan SPI yang lain
meliputi pejabat yang bertanggung jawab lemah dalam melakukan pengawasan maupun
pengendalian kegiatan dan belum sepenuhnya memahami ketentuan dan belum adanya
koordinasi dengan pihak-pihak terkait. Belum optimalnya pengawasan maupun pengendalian
menyebabkan masih ditemukannya temuan-temuan berulang dan lambat ditindaklanjuti. Hal
tersebut menujukkan bahwa upaya penyelesaian tindak lanjut atas rekomendasi temuan
pemeriksaan yang belum memadai.
Penyebab kelemahan atas ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan pada umunya terjadi karena pejabat yang bertanggungjawab lalai, tidak cermat dan
belum optimal dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Selain itu penyebab
kelemahan atas ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan tersebut umumnya
terjadi karena pejabat yang bertanggung jawab tidak menaati dan memahami ketentuan yang
berlaku serta lemah dalam melakukan pengawasan dan pengendalian.
Selanjutnya dari hasil analisis atas tanggapan responden diketahui bahwa dalam
penyelesaian temuan audit di lingkungan pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di
Provinsi Jawa Barat dan Banten belum tersedia anggaran yang memadai untuk mendukung
pelaksanaan rekomendasi yang disampaikan oleh BPK dan belum adanya dukungan yang
memadai dari DPRD kepada pihak eksekutif terhadap pelaksanaan tindak lanjut hasil
pemeriksaan BPK termasuk meminta pemeriksaan lanjutan terkait dengan permasalahan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1046
SESI I/10
tertentu yang signifikan, belum tersedianya metode atau forum bersama untuk
mengefektifkan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK termasuk membahas kendala-kendala
yang dihadapi dalam pelaksanaan tindak lanjut untuk menemukan solusinya, masih belum
tuntasnya penyelesaian tindak lanjut rekomendasi hasil audit sesuai dengan mekanisme
penyelesaian rekomendasi hasil audit yang ditetapkan disebabkan antara lain karena pejabat
menjadi tersangka dan ditahan, pejabat menjadi terpidana, objek yang direkomendasikan
dalam sengketa di pengadilan atau rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif,
efisien, dan ekonomis antara lain karena perubahan struktur organisasi dan perubahan
regulasi.
6. Simpulan, Saran dan Implikasi
6.1. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
Sistem pengendalian intern pemerintah, implementasi standar akuntansi pemerintahan,
penyelesaian temuan audit berpengaruh positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik. Secara simultan ketiga variabel memiliki pengaruh yang
sedang atau cukup terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.
Secara parsial variabel sistem pengendalian intern pemerintah dan penerapan standar
akuntansi pemerintahan memiliki pengaruh yang sangat lemah terhadap penerapan prinsip-
prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, sedangkan variabel penyelesaian temuan audit
memiliki pengaruh yang lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan
yang baik
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1047
SESI I/10
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan, dapat diberikan
saran, yaitu kepada pemerintah daerah yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini, dan
khusus kepada peneliti yang akan datang, yang berrminat melanjutkan penelitian ini, serta
kepada para pemerhati pengelolaan keuangan daerah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa penyelesaian temuan merupakan faktor yang lebih
dominan dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Oleh karena
itu Pemda perlu mengupayakan lebih serius dalam penyelesaian temuan audit. Saat ini
diketahui bahwa di lingkungan pemerintahan Provinsi, Kabupaten dan Kota di Provinsi
Jawa Barat dan Banten masih belum tuntasnya penyelesaian tindak lanjut rekomendasi
hasil audit sesuai dengan mekanisme penyelesaian rekomendasi hasil audit yang
ditetapkan disebabkan antara lain karena pejabat menjadi tersangka dan ditahan, pejabat
menjadi terpidana, objek yang direkomendasikan dalam sengketa di pengadilan atau
rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti secara efektif, efisien, dan ekonomis antara lain
karena perubahan struktur organisasi dan perubahan regulasi.
2. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa sistem pengendalian intern pemerintah merupakan
faktor yang memberikan pengaruh yang paling lemah terhadap penerapan prinsip-prinsip
tata kelola pemerintahan yang baik. Peneliti memberikan saran agar pemerintah Provinsi,
Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat dan Banten dapat membentuk budaya dan
perilaku manusia menjadi lebih sadar akan pentingnya pengendalian. Unsur utama setiap
organisasi adalah manusianya, atribut individual mereka termasuk integritas, nilai-nilai
etika dan kompetensi dan lingkungan di mana mereka beroperasi. Pengendalian intern
seharusnya menimbulkan perilaku positif dan kondusif untuk menerapkan SPI dapat
dicapai dengan meningkatkan ketertiban dalam penyusunan dan penerapan kebijakan
tentang pembinaan SDM serta meningkatkan komitmen terhadap kompetensi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1048
SESI I/10
3. Penelitian ini belum mengungkapkan seluruh variabel yang dapat mempengaruhi
penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, sehubungan dengan itu
disarankan untuk peneliti selanjutnya untuk menindaklanjuti penelitian ini dengan
memasukkan variabel-variabel lain yang belum diteliti, antara lain partisipatif budgeting
dan politik ekonomi.
6.3 Implikasi Hasil Penelitian
6.3.1 Implikasi Hasil Penelitian Bagi Pengembangan Ilmu
Berkaitan dengan perkembangan ilmu akuntansi, khususnya akuntansi pemerintahan,
penelitian ini telah membuktikan variabel sistem pengendalian intern pemerintah,
implementasi standar akuntansi pemerintahan, penyelesaian temuan audit memiliki pengaruh
yang positif terhadap penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Bagi
peneliti selanjutnya dapat memasukkan variabel lain yaitu variabel partisipatif budgeting dan
variabel politik ekonomi yang tidak penulis masukkan sebagai variabel dalam penelitian ini
6.3.2 Implikasi Hasil Penelitian Bagi Pemerintah Daerah
Bagi pemerintah daerah, seiring dengan semakin kuatnya tuntutan masyarakat agar
pengelolaan pemerintahan dapat semakin akuntabel dan transparan serta lebih memperhatikan
kepentingan masyarakat, maka pemerintah daerah pada seluruh tingkat pimpinan
menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi masing-
masing. Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan pertanggungjawaban,
harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan efektif.
Sistem Pengendalian Intern dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan serta mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1049
SESI I/10
Instansi Pemerintah tersebut. Untuk memperkuat dan menunjang efektivitas penyelenggaraan
Sistem Pengendalian Intern dilakukan pengawasan intern dan pembinaan penyelenggaraan
SPIP.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1050
SESI I/10
Daftar Referensi
A. Buku-Buku
Abdul Halim, 2004. Akuntansi Keuangan Daerah, Edisi Revisi, Jakarta, Salemba Empat.
Arens, Alvin A., Elder, Randa J; Beasley, Mark S, 2010. Auditing and Assurance Services: An Integrated
Approach, 13th
Edition, Pearson, Prentice Hall Inc.
Asian Development Bank, 1999. Governance : Sound Development Management.
Badan Pemeriksa Keuangan RI, 2011. Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2011. Jakarta, September
2011.
Bappenas, 2003. Indikator dan Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, Sekretariat Good
Public Governance, Jakarta www.bappenas.go.id.
Bintoro Tjokroamidjojo, 2000. Good Governance: Paradigma Baru Manajemen Pembangunan, Lembaga
Administrasi Negara, Republik Indonesia
Black, Jhon and R Boal, 1994. Competitive Advantage Targeting. New York Prentice Hall Inc 4th
Edition
Boynton William C., Raymon N.Jhonson, Walter G. &, Kell, 2006. Modern Auditing. 8th
Edition. USA.
Richard D. Irwin Inc.
Chris Barker, Nancy Pistrang & Robert Elliot (2002). Research Methods in Clinical Psychology.( 2nd
ed.). John
Wiley & Sons, LTD Chichester England
Cooper, D. R, & Schindler, P. S., 2006. Business Research Methods. 9th
Edition. International Edition. Mc Graw
Hill
Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission (COSO), 2009. Internal Control-
Integrated Framework, New York : AICPA Publication.
Deddi Nordiawan, 2006. Akuntansi Sektor Publik, Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Forum for Corporation Governance in Indonesia, 2000. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan,
Jakarta: FCGI.
Gray, et al., 1996, Accounting and Accountability: Changes and Challenges in Corporate Social and
Environmental Reporting, Prentice Hall Europe, Hemel Hempstead.
Guilford J.P, Benjamin Fruchter, 1956, Fundamental Statistic in Psycology and Education, 5th
Edition, Tokyo,
Mc-Graw Hill.
Gujarati, Damodar., 2003. Basic Econometrics 4th
Edition, International Edition, McGraw-Hill.
Hunger J. David and Wheelen Thomas L., 2004. Strategic Management and Business Policy, 9th
Edition, New
Jersey : Prentice-Hall Inc.
Ikatan Akuntan Indonesia-IAI, 2001. Standar Profesional Akuntan Publik, Jakarta, Salemba Empat
Imam Ghozali, 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Indra Bastian, 2001. Akuntansi Sektor Publik di Indonesia, Yogyakarta, BPFE.
Indriantoro., Bambang Supomo, 1999. Metode Penelitian Bisnis: Untuk Akuntansi dan Manjemen. Edisi
Pertama, BPFE-UGM. Yogyakarta.
International Federation of Accountants (IFAC), 2000. Preface to International Public Sector Accounting
Standards, New York.
_____________, 2000. Governmental Financial Reporting: Accounting Issue and Practice, New York
_____________, 2010. IFAC Handbook of International Public Sector Accounting Pronouncements (2010 ed.,
Vol. 1-2). IFAC Publications.
International Public Sector Accounting Standard, 2010. Glossary Handbook. IPSAS.
Jeremy Pope, 2003. Strategi Memberantas Korupsi: Elemen Sistem Integritas Nasional, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Jones Rowan and Maurice Pandlebury, 2000. Public Sector Accounting 5th
Ed, London: Pitman Publishing.
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG), 2008. Public Governance, Jakarta Salemba Empat.
Konrath, Laweey F., 2002. Auditing Concepts and Applications, a Risk-Analysis Approach, 5th
Edition, West
Publishing Company.
Kooiman, J. 1993. Modern Governance: New Government-Society Interactions, London and Newbury Park,
California.
Lembaga Administrasi Negara. 2007. Akuntabilitas dan Good Governance. Jakarta Lembaga Administrasi
Negara Republik Indonesia.
LAN dan BPKP, 2000. Akuntabilitas dan Good Governance, Penerbit LAN, Jakarta
Mardiasmo, 2004. Akuntansi Sektor Publik, Edisi Kedua, Yogyakarta: Penerbit Andi
_________, 2002. Otonomi & Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta: Penerbit Andi.
Messier,William F, Steven M. Glover, and Douglas F. Prawitt, 2008. Auditing and Assurance Service: A
Systematic Approach. McGraw-Hill Companies Inc. New York.
Moh. Nazir, 2003, Metode Penelitian, Cetakan Kelima, Jakarta, Ghalia. Indonesia
Mudrajad Kuncoro, 2003. Metode Riset untuk Bisnis & Ekonomi. Penerbit Erlangga Jakarta.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1051
SESI I/10
Mulyadi, 2002. Auditing, Buku Dua, Edisi Ke Enam, Salemba Empat, Jakarta.
Osborne, David and Ted Gaebler, 1992. Reinventing Governance, How the Eentrepreneurial Spirit is
Transforming the Public Sector, New York, Penguins Books.
Rosenbloom, David, 2005. Public Administration, Sixth Edition, Mc Graw Hill.
Sedarmayanti, 2003. Good Governance (Bagian 1): Dalam Rangka Otonomi Daerah, Mandar Maju Bandung.
_____________, 2007. Good Governance dan Good Corporate Governance (Bagian 3): Kepemerintahan Yang
Baik dan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik, Mandar Maju Bandung.
Sekaran, Uma and Roger Bougie, 2010. Research Methods for Business: A Skill Building Approach. John Wiley
& Sons Ltd. UK.
Suharsimi Arikunto, 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi IV, Rineka Cipta
Jakarta.
Sugiyono, 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung, Alfabeta
Soekrisno Agoes, 2005. Auditing (Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik), Jilid I, Edisi Ketiga,
Jakarta: LP-FEUI.
Tjager, I Nyoman, Alijoyo, F. Antonius, Djemat, Humphrey R & Soembodo, Bambang, 2003. Corporate
Governance: Tantangan dan Kesempatan bagi Komunitas Bisnis Indonesia, PT Prenhallindo, Jakarta.
United States Government Accountability Office, 2007. Government Auditing Standards
Whittington O., Ray & Pany Kurt, 2001. Principles of Auditing and Other Assurance Services, 13th
Edition,
McGraw-Hill Companies Inc.
Wilson, and Kattelus, 2004. Accounting for Governmental and Nonprofit Entities, 13th
Edition.
Zikmund, William G., 2001. Business Research Methods, Sixth Edition, Orlando: The Dryden Press.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara, Jakarta
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan
Pelaksanaan Tindak Lanjut Rekomendasi Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1/K/I-XIII.2/2/2008 tentang Panduan Manajemen Pemeriksaan
Kepmenpan Nomor 40 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemantauan Pelaksanaan TLHP BPK pada Instansi
Pemerintah
C. Jurnal/Hasil Penelitian/Publikasi/Disertasi
A. Teras Narang, 2007. Good Governance Dan Clean Government Dalam Implementasinya di Propinsi
Kalimantan Tengah; Seminar Nasional Pergeseran Paradigma Kepemerintahan Dari Governmnet ke
Governance : Teori Dan Praktek, Komap Fisipol UGM.
Alijarde, M. Isabel Brusca. 1997. The Usefulness of Financial Reporting in Spanish Local Governments. Article
Financial Accountability & Management. Volume 13, Issue 1 February
Akhmad Syakhroza, 2003. Best Practices Corporate Governance dalam Konteks Kondisi Lokal Perbankan
Indonesia, Usahawan, No.06 TH XXXII (Juni 2003), hlm. 13-20.
Asep Effendi, 2009. Pengaruh Pengawasan Fungsional Daerah dan Pengendalian Intern terhadap Penerapan
Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Dampaknya Terhadap Kinerja Dinas, Disertasi, Universitas
Padjadjaran Bandung
Ateng Syafrudin, 2000. Langkah Awal Reformasi Otonomi Daerah, Makalah Seminar Bandung, Universitas
Winaya Mukti.
Bambang Pamungkas, 2005. Pengaruh Kualitas Peraturan Perundang-Undangan, Akuntansi Keuangan Sektor
Publik, dan Penerapan Pengawasan Terhadap Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah dan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung
Cheng, Rita H., John H Engstrom, Susan C Kattelus, 2002. The Journal of Government Financial Management,
Educating Government Financial Managers: University Collaboration Between Business and Public
Administration, Alexandria: Vol 51, Iss.3 page 10, 5 pages. http://gateway.proquest.com,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1052
SESI I/10
Daru Anondo, 2004. Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah sebagai Bagian Perwujudan
Akuntabilitas Publik, Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Dedi Kusmayadi, 2005. Pengaruh Audit Operasional terhadap Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban dan
Implementasi Strategi serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan (Survey pada Perusahaan
Manufaktur Aneka Industry Go Publik), Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung.
Donalson, Lex and Davis James H, 1991. Stewarship Theory or Agency Theory: CEO Governance and
Shareholders Returns, Australian Journal of Management, The University of New South Wales, Vol.16,
June 1.
Doni Damanik, 2010. Pengaruh Pengetahuan tentang Proses Audit Internal, Intuisi, Pemahaman terhadap SAP,
Pengetahuan tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terhadap Peran APIP dalam Reviu Laporan
Keuangan Daerah, Artikel Pengawasan Intern, Medan
Endang Dwi Wahyuni, 2007. Praktik Pengungkapan Laporan Keuangan di Indonesia dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Malang.
Eduardo, Zapico Goni, 1997. Based Accountability in Spain’s Public Service. Public Management Service, The
Organisation for Economic Co-operationn and Development (OECD).
Ferdy van Beest, Geert Braam, dan Suzanne Boelens, 2009. Quality of Financial Reporting: Measuring
Qualitative Characteristics. Nijmegen Center for Economics (NiCE). Working Paper 09-108 April
Gupta, Parveen P., Mark W. Dirsmith, Timothy J. Fogarty, 1994. Coordination and Control in aGovernmnet
Agency : Contigency and Institutional Theory Persepective on GAO Audits. Administrative Science
Quarterly, Vol 39 No. 3 (June 1994), pp 264-284.
Geoffrey R. Njeru, 2000, Citizen Participation for Good Governance and Developmen at the Local Level in
Kenya, Regional Development Dialogue Vol 21 No. 1 Spring 2000
Government Accounting Office, 2007. How To Get Action on Audit Recommendation.
http://www.gao.gov/special.pubs/p0921.pdf. [20 Januari 2012]
Guthrie, J., and Parker, L. D. 1989. Corporate Social Reporting: A Rebuttal of Legitimacy Theory, Accounting
and Bussiness Research, Vol. 19 No. 7, pp.343-352.
Guthrie, J., Petty, R., and Ricceri, F. 2006. The Voluntary Reporting of Intellectual Capital; Comparing
Evidence from Hong Kong and Australia. Journal of Intellectual Capital Vol. 7 No. 2. pp. 254-271.
Ii Baihaqi Mustafa, 2004. Pengendalian Intern dan Pemberantasan Korupsi,
http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/artikel1.pdf. [25 Maret 2010].
Ikin Solikin, 2010. Pengaruh Penerapan Akuntansi Pemerintahan, Kualitas Informasi Akuntansi dan Kualitas
Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Good Government Governance dan Implikasinya terhadap
Kinerja Keuangan, Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung
Ilya Avianti, 2009. Good Government Governance, Materi Disampaikan pada Diklat Kepemimpinan Tingkat IV
30 Oktober 2009, Balai Diklat BPK RI, Yogyakarta.
Jensen MC and JH Meckling, 1976. Theory of Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership
Structure, Journal of Financial Economics 3, 305 – 360. October 1976.
Lapsley Irvine, 2001, Research In Public Sector Accounting: An Appraisal, Accounting, Auditing and
Accountability Journal.
Mack, Janet. dan Ryan, Christine M., 2006. Reflection on The Theoretical Underpinnings of The General
Purpose Financial Report of Government Departments. Accounting, Auditing, and Accountability
Journal.
Manao, Hekinus, 2001. Good Corporate Governance: Konsep dan Implementasinya, Makalah yang disampaikan
pada Pemaparan Good Corporate Governance PT Badak NGL Co., 15 Maret.
Manzur Hussain, 2001. The Role of Pakistan’s SAI in Promoting Good National Governance, International
Journal of Government Auditing, Washington, Vol 28, Iss 1, page 6, 2 pages, Januari 2001
http://gateway.proquest.com.
Mardiasmo, 2006. Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu
Sarana Good Governance, Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol. 2 No. 1, Mei 2006, Hal 1-17.
McConomy, Bruce and Merridee Bujaki, 2000. Corporate Governance: Enhancing Shareholder Value, CMA
Management.
Mohamad Mahsun, 2009. Formalitas Laporan Kinerja Pejabat Publik. http://jsa-akuntan.com. Accessed
02/12/2009
Murhaban, 2010. Pengaruh Pengendalian Intern, Audit Internal dan Komitmen Organisasi terhadap Tata
Kelola Pemerintahan yang Baik serta Implikasinya terhadap Kinerja Pemerintah Daerah, Disertasi,
Universitas Padjadjaran Bandung.
Nunuy Nur Afiah, 2004. Pengaruh Kompetensi Anggota DPRD, Kompetensi Aparatur Pemerintah Daerah,
Pelaksanaan Sistem Informasi Akuntansi, Penganggaran, Serta Kualitas Informasi Keuangan
TerhadapPrinsip-prinsip Tata Kelola Pemerintah Daerah Yang Baik, Disertasi, Universitas Padjadjaran
Bandung.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1053
SESI I/10
Otley, DT., 1980. The Contingency Theory of Management Accounting: Achievement and Prognosis.
Accounting Organization and Society.
Patten, D.M. 1991. Exposure Legitimacy, and Social Disclosure, Journal of Accounting and Public, Vol. 10, pp.
297-308.
Purwaniati Nugraheni dan Imam Subawaeh, 2008. Pengaruh Standar Akuntansi Pemerintahan terhadap
Kualitas Laporan Keuangan, Jurnal Ekonomi Bisnis No. 1 Volume 13, April 2008, pp 48-58.
Ridwan, 2007. Pengaruh Peran Aparatur Dalam Perencanaan dan Pengendalian APBD, Penerapan Akuntansi
Keuangan Sektor Publik, serta Kualitas Informasi Keuangan terhadap Kinerja Unit Satuan Kerja
Pemda, Disertasi, Universitas Padjadjaran Bandung
Sapta Amal Damandiri, 2009. Sistim Internal Control Pemerintah (SIP) Memang Masih Lemah. Akuntan
Indonesia. Laporan Keuangan Daerah. Edisi No.18/Tahun III/Juli
Shahwan, Yousef, 2008. Qualitative Characteristics of Financial Reporting : A Historical Perspective, Journal
of Applied Accounting Research. Volume 9 Iss 3, pp. 192-202.
Shleifer, A. and R Vishny, 1997. Corruption Quarterly, Journal of Economic 108:599-617
Stanbury, W.T., 2003. Accountability to Citizens in the Westminster Model of Government: More Myth than
Reality, Fraser Institute Digital Publication, Canada.
Transparancy International Commissioned. 2006-2010. Corruptions Index.
.......................Corruption Perceptions Index 2005, www.transparency.org
Vanasco, Rocco R. Clifford R. Skousen and Curtis C. Verschoor, 1995. Reporting on the Entity's Control
Structure, Managerial Auditing Journal, Vol 10, 1995 pp 17-48.
Zeleke Belay, 2007, a Study of Effective Implementation of Internal Audit Function to Promote Good
Governance in the Public Sector.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1054
SESI I/10
8. Lampiran
8.1 Lampiran Tabel Operasionalisasi Variabel
Tabel Operasionalisasi Variabel
Variabel Dimensi Indikator Skala
Sistem
Pengendalian
Intern
Pemerintah
(X1)
COSO, 2009
PP No 60/2008
Arens et al,
2010
Lingkungan
Pengendalian
(X1.1)
Nilai integritas dan nilai-nilai etika
Komitmen terhadap kompetensi
Kepemimpinan dan kondusif
Struktur organisasi yang sesuai kebutuhan
Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab
Kebijakan yang sehat tentang pembinaaan
SDM
Peran APIP yang efektif
Hubungan kerja yang efektif
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Penaksiran Resiko
(X1.2) Identifikasi Resiko
Analisis resiko
Ordinal
Ordinal
Kegiatan
Pengendalian
(X1.3)
Reviu atas kinerja instansi pemerintah
Pembinaan SDM
Pengendalian pengelolaan sistem informasi
Pengendalian fisik aset
Penetapan dan reviu indikator dan ukuran
kinerja
Pemisahan fungsi
Otorisasi transaksi dan kejadian penting
Pencatatan yang akurat dan tepat waktu
Pembatasan akses atas sumber daya
Akuntabilitas terhadap sumber daya
Dokumentasi atas sistem pengendalian intern
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Informasi dan
Komunikasi (X1.4) Sarana informasi
Manajemen sistem informasi
Ordinal
Ordinal
Pemantauan
(X1.5)
Pemantauan berkelanjutan
Evaluasi terpisah
Tindak lanjut
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Implementasi
Standar
Akuntansi
Pemerintahan
(X2)
IPSAS, 2000
PP No.
24/2005
Tujuan Laporan
Keuangan
(X2.1)
Tersedianya informasi mengenai kecukupan
penerimaan periode berjalan untuk membiayai
seluruh pengeluaran
Tersedianya informasi mengenai kesesuaian
cara memperoleh sumber daya ekonomi dan
alokasiny dengan anggaran yang ditetapkan
Tersedianya informasi mengenai sumber daya
ekonomi yang digunakan dalam kegiatan
entitas pelaporan serta hasil-hasil yang telah
dicapai
Tersedianya informasi mengenai bagaimana
entitas pelaporan mendanai seluruh
kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya
Tersedianya informasi mengenai posisi
keuangan dan kondisi entitas pelaporan
berkaitan dengan sumber-sumber
penerimaannya, baik jangka pendek maupun
jangka panjang, termasuk yang berasal dari
pungutan pajak dan pinjaman
Tersedianya informasi mengenai perubahan
posisi keuangan entitas pelaporan, apakah
mengalami kenaikan atau penurunan,
sebagaimana akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Prinsip akuntansi Ketentuan yang yang dipahami dan ditaati
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1055
SESI I/10
dan pelaporan
keuangan
(X2.2)
penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan
dalam melakukan kegiatannya, terdiri dari :
Basis Akuntansi
Nilai Historis
Realisasi
Substansi Mengungguli Bentuk Formal
Periodisitas
Konsistensi
Pengungkapan Lengkap
Penyajian Wajar
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Unsur Laporan
Keuangan
(X2.3)
Laporan Realisasi Anggaran
Neraca
Laporan Arus Kas
Catatan atas Laporan Keuangan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Penyelesaian
Temuan Audit
(X3)
UU No
15/2004;
UU No
15/2006
SPKN, 2007;
Terlaksananya
penyelesaian temuan
audit Laporan
Keuangan atas hal
yang berkaitan
dengan pengendalian
intern (X3.1)
Kelemahan Sistem Pengendalian Akuntansi dan
Pelaporan
Kelemahan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
APBD
Kelemahan Struktur Pengendalian Intern
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Terlaksananya
penyelesaian temuan
audit Laporan
Keuangan atas hal
yang berkaitan
dengan kepatuhan
terhadap ketentuan
peraturan
perundang-undangan
(X3.2)
Kerugian daerah
Potensi Kerugian Daerah
Kekurangan Penerimaan
Administrasi
Ketidakhematan
Ketidakefektifan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Prinsip-Prinsip
Tata Kelola
Pemerintah
Daerah yang
Baik
Osborne and
Geabler, 1992,
OECD and
World Bank,
2000, LAN &
BPKP, 2000,
Bappenas,
2003
Transparansi (Y1) Keterbukaan keuangan
Keterbukaan operasional
Keterbukaan pengambilan keputusan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Partisipasi (Y2) Pengambilan keputusan yang demokratis
Kebebasan pers
Kebebasan berpendapat
Keterlibatan masyarakat
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Ordinal
Akuntabilitas (Y3) Pemberian informasi keuangan kepada
masyarakat dan pemakainya
Menilai pertanggungjawaban
Pelaporan
Ordinal
Ordinal
Ordinal
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1056
SESI I/10
8.2 Lampiran Output LISREL
DATE: 7/23/2013 TIME: 4:23
L I S R E L 8.70
BY
Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom
This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com
The following lines were read from file D:\DIANA\Tata Kelola.spj:
Tata Kelola Pemerintahan Observed variables X1 X2 X3 Y Correlation matrix from file olah.cor Sample size 36 Relationship Y = X1 X2 X3 Path diagram Number of decimal = 3 End of problem
Sample Size = 36
Tata Kelola Pemerintahan
Correlation Matrix
Y X1 X2 X3 -------- -------- -------- -------- Y 1.000 X1 0.553 1.000 X2 0.582 0.442 1.000 X3 0.596 0.419 0.474 1.000
Tata Kelola Pemerintahan
Number of Iterations = 0
LISREL Estimates (Maximum Likelihood)
Structural Equations
Y = 0.280*X1 + 0.298*X2 + 0.337*X3, Errorvar.= 0.470 , R² = 0.530 (0.140) (0.145) (0.143) (0.118) 1.999 2.065 2.362 4.000
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1057
SESI I/10
Correlation Matrix of Independent Variables
X1 X2 X3 -------- -------- -------- X1 1.000 (0.250) 4.000
X2 0.442 1.000 (0.193) (0.250) 2.285 4.000
X3 0.419 0.474 1.000 (0.192) (0.196) (0.250) 2.185 2.422 4.000
Covariance Matrix of Latent Variables
Y X1 X2 X3 -------- -------- -------- -------- Y 1.000 X1 0.553 1.000 X2 0.582 0.442 1.000 X3 0.596 0.419 0.474 1.000
Goodness of Fit Statistics
Degrees of Freedom = 0 Minimum Fit Function Chi-Square = 0.0 (P = 1.000) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 0.00 (P = 1.000)
The Model is Saturated, the Fit is Perfect !
Time used: 0.047 Seconds
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1058
SESI I/10
8.3 Lampiran Output Uji Validitas dan Realibilitas
Reliability Variabel X1 [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES
Case Process ing Summ ary
144 100.0
0 .0
144 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listw ise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Reliability Statis tics
.959 30
Cronbach's
Alpha N of Items
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1059
SESI I/10
Variabel X2 [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES
Case Process ing Summ ary
144 100.0
0 .0
144 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listw ise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Item-Total Statistics
98.7212 344.945 .601 .958
99.3512 346.252 .553 .958
98.7210 344.307 .613 .958
99.1984 343.125 .640 .958
99.1347 341.324 .696 .957
98.4866 344.310 .624 .958
98.7211 342.422 .675 .957
99.1352 344.057 .613 .958
98.9753 343.958 .624 .958
99.0623 341.705 .686 .957
98.4863 340.860 .722 .957
98.7209 340.480 .725 .957
98.8671 343.354 .640 .958
99.0621 342.584 .658 .958
99.0620 343.383 .638 .958
98.9750 342.040 .681 .957
99.0621 340.901 .717 .957
98.9753 341.896 .679 .957
99.1352 339.229 .760 .957
98.4865 347.348 .532 .959
98.4866 346.139 .568 .958
98.4865 341.665 .701 .957
98.7211 343.402 .642 .958
98.8671 341.372 .701 .957
99.1350 340.487 .724 .957
98.4868 344.628 .612 .958
98.9751 343.573 .635 .958
98.7212 343.076 .655 .958
98.9753 346.938 .536 .959
98.7210 345.372 .588 .958
Item.1
Item.2
Item.3
Item.4
Item.5
Item.6
Item.7
Item.8
Item.9
Item.10
Item.11
Item.12
Item.13
Item.14
Item.15
Item.16
Item.17
Item.18
Item.19
Item.20
Item.21
Item.22
Item.23
Item.24
Item.25
Item.26
Item.27
Item.28
Item.29
Item.30
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1060
SESI I/10
Variabel X3 [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES
Reliability Statis tics
.953 22
Cronbach's
Alpha N of Items
Case Process ing Summ ary
144 100.0
0 .0
144 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listw ise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Item-Total Statistics
69.6306 183.634 .647 .951
68.7253 182.151 .680 .950
68.7252 181.007 .735 .950
69.1392 181.637 .695 .950
68.7252 181.425 .723 .950
68.9793 181.710 .703 .950
68.4905 183.542 .648 .951
68.4906 184.214 .607 .951 68.7252 181.615 .694 .950
68.4908 181.627 .736 .950
69.9549 180.381 .768 .949 68.4907 181.803 .696 .950
68.4910 180.208 .753 .949 69.4373 184.094 .583 .952
69.3979 183.961 .592 .951 68.9794 181.399 .734 .950
69.3093 184.651 .561 .952 68.4908 182.267 .708 .950 69.4374 185.201 .538 .952
69.8209 182.110 .703 .950 69.3981 184.195 .586 .951
68.4908 181.135 .745 .949
Item.31
Item.32
Item.33
Item.34
Item.35
Item.36
Item.37
Item.38
Item.39
Item.40
Item.41
Item.42 Item.43
Item.44 Item.45
Item.46
Item.47 Item.48
Item.49 Item.50
Item.51
Item.52
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1061
SESI I/10
Variabel Y [DataSet0]
Scale: ALL VARIABLES
Reliability Statis tics
.951 23
Cronbach's
Alpha N of Items
Case Process ing Summ ary
144 100.0
0 .0
144 100.0
Valid
Excludeda
Total
Cases
N %
Listw ise deletion based on all
variables in the procedure.
a.
Item-Total Statistics
72.9060 205.622 .492 .951
74.2769 202.350 .610 .949
72.9060 201.305 .646 .949
73.2863 199.584 .689 .948
73.1404 198.182 .753 .948
73.1407 200.197 .673 .949
73.3947 199.900 .685 .948
73.3946 204.955 .470 .951
73.7250 203.716 .516 .951
72.9059 200.458 .665 .949
73.6178 201.667 .597 .950
73.5545 203.659 .516 .951
73.2865 202.259 .586 .950
73.1408 200.048 .683 .948
73.3950 198.216 .752 .948
73.6180 199.689 .688 .948
73.5545 202.764 .551 .950
73.9242 198.913 .710 .948
73.6742 197.811 .761 .947
73.6740 197.301 .780 .947
72.9059 197.008 .795 .947 72.9061 197.091 .788 .947
72.9062 197.847 .760 .947
Item.53
Item.54
Item.55
Item.56
Item.57
Item.58
Item.59
Item.60
Item.61
Item.62
Item.63
Item.64
Item.65
Item.66
Item.67
Item.68
Item.69
Item.70
Item.71
Item.72 Item.73
Item.74
Item.75
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Diana Sari
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1062
SESI I/10
Reliability Statis tics
.954 24
Cronbach's
Alpha N of Items
Item-Total Statistics
72.8902 231.530 .645 .953
72.8351 231.310 .653 .952
72.3724 230.203 .698 .952
71.9583 230.571 .693 .952
72.6706 232.951 .597 .953
71.9584 229.364 .734 .952
72.2992 232.486 .620 .953
72.5427 238.378 .438 .955 71.7236 232.504 .626 .953
72.9414 233.126 .594 .953
72.2992 230.013 .708 .952 72.4920 228.449 .760 .951
72.5424 228.582 .757 .951 72.4355 233.238 .590 .953
72.6307 232.232 .627 .953 72.7072 230.267 .690 .952 71.7236 232.529 .632 .953
72.6705 230.338 .690 .952
72.3723 229.836 .716 .952 72.4358 229.519 .723 .952
72.2121 230.987 .687 .952
72.1041 230.872 .686 .952
71.9584 230.037 .718 .952
71.9580 231.352 .678 .952
Item.76
Item.77
Item.78
Item.79
Item.80
Item.81
Item.82 Item.83
Item.84
Item.85 Item.86
Item.87 Item.88
Item.89 Item.90 Item.91
Item.92 Item.93
Item.94
Item.95
Item.96
Item.97
Item.98
Item.99
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item
Deleted
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1063
SESI I/10
Pengaruh Faktor Organisasional, Individual, Situasional, Dan Demografis
Terhadap Niat Melakukan Whistleblowing Internal
WINDY SEPTIANTI
Universitas Gadjah Mada
Abstract: Support for whistleblowing system in Indonesia is still lack, whereas it is one of the ways to
increase good government governance. The purpose of this research is to examine empirically the
influence of organizational, individual, situational, and demographic factors on internal
whistleblowing intentions. It uses survey method to 170 employees of Indonesian Financial
Transaction Report and Analysis Centre (PPATK). The results of multiple regression analysis show
that seriousness of wrongdoing and ethnic group have significant effect on internal whistleblowing
intentions, whereas managerial status, locus of control, organizational commitment, personal cost,
and status of wrongdoer do not have significant effect on internal whistleblowing intentions This
finding implication is organization need to introduce their own whistleblowing policy to protect any
person whishing to report fraud and wrongdoing.
Keywords: managerial status, locus of control, organizational commitment, personal cost,
seriousness of wrongdoing, status of wrongdoer, ethnic group, and internal
whistleblowing intentions.
Author can be contacted at: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1064
SESI I/10
1. Pendahuluan
Kasus-kasus kecurangan korporasi dan pelanggaran organisasional telah menjadi
perhatian masyarakat dunia. Kasus-kasus tersebut menarik perhatian masyarakat ketika
terungkap bahwa dalam laporan keuangan yang dilaporkan terdapat penipuan akuntansi yang
sistematis, terstruktur, dan direncanakan secara matang. Fenomena pelanggaran etika atas
skandal akuntansi dalam perusahaan ini telah memicu Sherron Watkins dan Cynthia Cooper
menjadi seorang whistleblowers dan mengungkapkan skandal korporasi tersebut kepada
publik (Lacayo dan Ripley, 2002).
Kasus-kasus whistleblowing banyak yang terkait dengan fraud. Pada tahun 2012, The
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) memproyeksikan potensi kerugian yang
diakibatkan oleh fraud adalah lebih dari $3,5 triliun, jumlah tersebut setara dengan 5% dari
pendapatan tahunan seluruh organisasi di dunia (ACFE, 2012). Fraud sangat sulit terdeteksi
karena individu yang melakukan fraud cenderung berupaya menutupi tindak kejahatannya,
fraud merupakan suatu tindakan yang sulit diprediksi dan para auditor memiliki pengalaman
yang terbatas dalam mendeteksi fraud.
Occupational fraud didefinisi sebagai penggunaan pekerjaan seseorang untuk
memperkaya diri sendiri melalui penyalahgunaan sumber daya atau aset-aset organisasi yang
dilakukan secara sengaja (ACFE, 2012). ACFE membagi occupational fraud ke dalam tiga
kategori, yaitu penyalahgunaan aset, fraud laporan keuangan, dan korupsi. Menurut ACFE
(2012), selama tahun 2012, diperkirakan besarnya persentase kasus penyalahgunaan aset
adalah sebesar 86,7% dengan median kerugian sebesar $120.000. Perkiraan persentase kasus
fraud laporan keuangan adalah sebesar 7,6% dengan median kerugian sebesar $1.000.000.
Perkiraan persentase kasus korupsi adalah sebesar 33,4% dengan median kerugian sebesar
$250.000.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1065
SESI I/10
Kasus-kasus whistleblowing banyak terjadi di Indonesia. Kasus-kasus yang melibatkan
peran whistleblower, antara lain Agus Condro dalam kasus suap Bank Indonesia dan Yohanes
Waworuntu dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum (Semendawai dkk., 2011).
Berbagai kasus whistleblowing yang terjadi di Indonesia telah mendorong Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) untuk menerbitkan Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran
atau Whistleblowing System (WBS) yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk
mengembangkan sistem manual pelaporan pelanggaran.
Salah satu kementrian/lembaga di Indonesia yang telah menerapkan peraturan
mengenai sistem whistleblowing adalah Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
(PPATK). Sistem tersebut tertuang dalam Peraturan Kepala PPATK Nomor: Per-
05/1.01/PPATK/04/09 tentang Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran. Sistem Pelaporan
Pelanggaran diyakini sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk mendorong partisipasi
aktif pimpinan, pegawai, dan pemangku kepentingan dalam upaya mencegah dan/atau
mengungkap praktik yang bertentangan dengan good governance di lingkungan PPATK.
Beberapa penelitian tentang whistleblowing menunjukkan bahwa faktor organisasional,
misalnya status manajerial (Keenan, 2002); faktor individual, misalnya locus of control
(Chiu, 2003; Near dan Miceli, 1985), personal cost (Jos dkk., 1989), dan komitmen
organisasional (Somers dan Casal, 1994); faktor situasional, misalnya keseriusan pelanggaran
(Kaplan dan Schultz, 2007) dan status pelanggar (Near dan Miceli, 1995); dan faktor
demografis, misalnya budaya (Schultz dkk., 1993; Keenan, 2007) merupakan keempat faktor
yang mempengaruhi perilaku pelaporan pelanggaran korporat oleh karyawan dalam suatu
organisasi. Walaupun beberapa penelitian telah dilakukan, masih terdapat pertanyaan
mengenai seberapa penting faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis
mempengaruhi niat pegawai untuk melakukan whistleblowing internal dalam lingkup
kementerian/lembaga di Indonesia. Keempat faktor tersebut perlu diuji kembali, khususnya di
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1066
SESI I/10
Indonesia karena masih ditemukan hasil-hasil penelitian yang beragam dan tidak konsisten
terkait dengan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap whistleblowing. Kuantitas dan
kualitas penelitian mengenai whistleblowing belum menghasilkan kesimpulan yang definitif,
sehingga masih perlu dilakukan lebih banyak penelitian untuk memperoleh jawaban yang
jelas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi niat melakukan whistleblowing internal.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menguji keempat faktor
tersebut kepada para akuntan manajemen, auditor, atau mahasiswa Akuntansi/Bisnis,
penelitian ini mempunyai menguji keempat faktor tersebut kepada pegawai PPATK yang
merupakan bagian dari aparatur negara yang secara langsung maupun tidak langsung
menghadapi banyak peluang untuk melakukan perbuatan tidak etis dan pelanggaran
organisasional dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab. Penelitian ini berfokus untuk
menguji pengaruh faktor-faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis
terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Penelitian ini penting untuk dilakukan
karena hingga saat ini belum ada penelitian empiris di Indonesia yang menguji pengaruh
keempat faktor tersebut terhadap niat melakukan whistleblowing internal kepada para
pegawai dalam lingkup kementerian/lembaga. Beberapa penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan di Indonesia hanya menguji hubungan faktor-faktor individual dan whistleblowing
dengan menggunakan sampel para mahasiswa akuntansi/non-akuntansi, auditor internal, dan
auditor eksternal.
Faktor-faktor organisasional, individual, situasional, dan demografis sangat penting
untuk diteliti karena diyakini dapat mendorong partisipasi aktif pimpinan, pegawai, dan
pemangku kepentingan dalam upaya mencegah dan mengungkap praktik atau tindakan yang
bertentangan dengan good governance melalui budaya keterbukaan, kejujuran, dan keadilan
dan merupakan faktor-faktor penting yang dapat memotivasi pimpinan, pegawai, dan
pemangku kepentingan untuk memberikan kontribusi bagi kepentingan organisasi. Oleh
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1067
SESI I/10
karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah faktor-faktor organisasional, individual,
dan situasional, dan demografis dapat mempengaruhi niat pegawai untuk melaporkan
pelanggaran melalui mekanisma whistleblowing internal dengan telah diterapkannya Sistem
Pelaporan Pelanggaran di PPATK yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas good
governance, pengendalian internal, dan kinerja para pimpinan dan pegawai.
Penelitian ini mengacu pada penelitian Ahmad dkk. (2011). Hasil penelitian
menyatakan bahwa faktor demografis (gender, usia, dan tenure) dan faktor individual (locus
of control dan komitmen organisasional) gagal untuk menjelaskan niat melakukan
whistleblowing internal pada para auditor internal di Malaysia. Penelitian ini juga mengacu
pada penelitian Ahmad dkk. (2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor individual
(usia dan tenure), faktor organisasional (status manajerial), dan faktor situasional (keseriusan
pelanggaran) berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal pada para auditor
internal di Malaysia.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ahmad dkk. (2010) dan Ahmad dkk.
(2011), penelitian ini menambahkan variabel personal cost ke dalam faktor individual dan
variabel suku bangsa ke dalam faktor demografis karena kedua variabel tersebut diyakini
berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Personal cost merupakan
salah satu alasan utama yang menyebabkan responden tidak ingin melaporkan dugaan
pelanggaran karena mereka meyakini bahwa laporan mereka tidak akan ditindak lanjuti,
mereka akan mengalami retaliasi, atau manajemen tidak akan melindungi mereka dari
ancaman retaliasi, khususnya dalam jenis pelanggaran yang melibatkan para manajer (Brown,
2008). Penelitian tentang whistleblowing internal telah banyak dilakukan di negara-negara
Barat. Dengan mempertimbangkan aspek budaya Indonesia yang berdimensi budaya yang
berbeda dengan negara-negara Barat (Hofstede, 1985), maka penelitian ini menguji variabel
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1068
SESI I/10
suku bangsa yang diyakini mempengaruhi niat melakukan whistleblowing internal di
Indonesia. Variabel suku bangsa penting untuk diteliti karena Indonesia adalah sebuah bangsa
dengan masyarakat yang pluralistik dengan berbagai macam suku bangsa. Setiap suku bangsa
memiliki kebudayaan yang berbeda dengan suku bangsa lain, sehingga identitas dan atribut
suku bangsa langsung melekat dalam diri setiap individu dan diharapkan dapat mendorong
individu untuk merespon dan melaporkan dugaan fraud atau pelanggaran.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah faktor organisasional, misalnya status manajerial berpengaruh terhadap niat
melakukan whistleblowing internal?
2. Apakah faktor individual, misalnya locus of control, komitmen organisasional, dan
personal cost, berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal?
3. Apakah faktor situasional, misalnya keseriusan pelanggaran dan status pelanggar
berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal?
4. Apakah faktor demografis, misalnya suku bangsa berpengaruh terhadap niat melakukan
whistleblowing internal?
Kontribusi yang diberikan melalui penelitian ini dapat dijelaskan dalam dari aspek,
yaitu teoretis dan praktis. Dari sisi teoretis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil-
hasil pengujian empiris untuk melengkapi penelitian-penelitian mengenai whistleblowing,
terutama dalam konteks Indonesia. Dari sisi praktis, bagi pengelola sistem pelaporan
pelanggaran, adanya pengaruh keseriusan pelanggaran terhadap niat melakukan
whistleblowing internal diharapkan akan dapat meningkatkan efektivitas pelaksanaan sistem
pelaporan pelanggaran sebagai bagian dari sistem pengendalian internal dalam upaya
mencegah praktik penyimpangan dan kecurangan dan memperkuat penerapan praktik good
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1069
SESI I/10
governance di organisasi. Bagi pimpinan PPATK, adanya pengaruh suku bangsa terhadap
niat melakukan whistleblowing internal menunjukkan bahwa budaya berperan penting dalam
organisasi karena budaya dapat menjadi salah satu sumber keefektifan organisasi jika
dikelola dengan baik.
Penulisan artikel ini akan diorganisasikan sebagai berikut: latar belakang, seperti yang
telah diuraikan sebelumnya; reviu literatur dan pengembangan hipotesis; metoda penelitian.
Pada bagian akhir terdapat pembahasan hasil pengujian hipotesis dan akan diberikan ulasan
mengenai kesimpulan, keterbatasan, dan saran bagi penelitian selanjutnya.
2. Reviu Literatur dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Landasan teori
Penelitian ini menguji pengaruh faktor organisasional, individual, situasional, dan
demografis terhadap niat melakukan whistleblowing internal berdasar pada perilaku prososial.
Brief dan Motowidlo (1986) mendefinisi perilaku prososial dalam lingkup organisasional
sebagai perilaku yang ditampilkan oleh anggota organisasi yang ditujukan langsung kepada
individual, kelompok, atau organisasi yang di dalamnya dia berinteraksi dengan membawa
peran organisasionalnya dan dilakukan dengan tujuan menguntungkan individual, kelompok,
atau organisasi tersebut. Perilaku prososial dapat menjelaskan pembuatan keputusan etis
individual yang terkait dengan niat melakukan whistleblowing internal.
2.2 Whistleblowing
Whistleblowing merupakan salah satu mekanisma untuk menilai akuntabilitas
organisasi publik dan privat. Near dan Miceli (1985) mendefinisi whistleblowing sebagai
pengungkapan yang dilakukan oleh karyawan atau mantan karyawan organisasi atas suatu
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1070
SESI I/10
praktik ilegal, tidak bermoral, atau tanpa legitimasi hukum di bawah kendali pimpinan
mereka kepada individu atau organisasi yang dapat menimbulkan efek tindakan perbaikan.
Whistleblower memiliki dua mekanisma pelaporan pelanggaran organisasional, yaitu
mekanisma pelaporan internal dan eksternal. Eaton dan Akers (2007) mengemukakan bahwa
whistleblowing internal melibatkan pelaporan informasi kepada sumber yang berada di dalam
organisasi, sedangkan whistleblowing eksternal melibatkan pelaporan informasi kepada
sumber yang berada di luar organisasi, misalnya media atau regulator.
2.3 Status manajerial dan whistleblowing
Etzioni (dalam Greenberger dkk., 1987) mendefinisi kekuasaan sebagai kemampuan
seseorang untuk membujuk atau mempengaruhi orang lain untuk mengikuti perintahnya atau
berbagai bentuk norma yang dia dukung yang digunakan untuk mempengaruhi anggota-
anggota organisasional lainnya. Hasil penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer
level atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan lebih mungkin
melakukan whistleblowing dalam berbagai jenis pelanggaran dibandingkan dengan manajer
level pertama dan manajer level menengah karena manajer level atas berada pada posisi
puncak organisasi, memiliki diskresi dan kekuasaan yang lebih besar, dan mendapat sedikit
tekanan, sehingga merasa lebih bebas melakukan whistleblowing.
Perbedaan status manajerial dalam organisasi diharapkan akan mempengaruhi persepsi
individu terhadap pelanggaran. Pegawai yang memegang posisi manajerial yang lebih tinggi
diharapkan akan lebih bertanggung jawab untuk melaporkan dugaan pelanggaran karena
mereka dapat menghentikan potensi terjadinya pelanggaran dengan kekuasaan yang dimiliki.
Dengan demikian, status manajerial dalam organisasi diharapkan akan mempengaruhi niat
individu terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
H1: Status manajerial berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1071
SESI I/10
2.4 Locus of control dan whistleblowing
Spector (1988) menyatakan bahwa locus of control didefinisi sebagai persepsi bahwa
reward dan outcome dalam kehidupan seseorang dikendalikan oleh tindakan dari dalam
individu itu sendiri (internalitas) atau oleh kekuatan lain (eksternalitas). Locus of control
merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang berperan penting dalam menjelaskan
perilaku dalam organisasi (Spector, 1988).
Near dan Miceli (1985) mengemukakan bahwa individual yang memiliki locus of
control internal lebih mungkin melakukan whistleblowing dibandingkan dengan individual
yang memiliki locus of control eksternal. Individual yang memiliki locus of control internal
melihat whistleblowing sebagai langkah yang harus diambil untuk mengendalikan aktivitas
yang tidak setujui, sedangkan individual yang memiliki locus of control eksternal melihat
aktivitas pelanggaran sebagai aktivitas yang dikendalikan oleh pihak lain yang berkuasa,
sehingga mereka merasa tidak dapat menghentikannya.
Locus of control terkait dengan cara pandang seseorang mengenai kemampuannya
mengendalikan peristiwa yang terjadi. Seseorang yang memiliki locus of control internal
memiliki kemampuan dan usaha yang lebih dominan dan lebih bertanggung jawab atas
konsekuensi tindakan yang diambilnya sebagai langkah mengendalikan aktivitas yang tidak
disetujui. Dengan demikian, locus of control diharapkan berpengaruh terhadap niat
melakukan whistleblowing internal.
H2: Locus of control berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
2.5 Komitmen organisasional dan whistleblowing
Tingkat komitmen organisasional mengimplikasikan apakah seseorang akan terus
bertahan dalam sebuah organisasi. Porter dkk. (dalam Somers dan Casal, 1994) mendefinisi
komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif identifikasi dan keterlibatan seorang individual
dalam organisasi tertentu.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1072
SESI I/10
Roberts dkk. (2011) menjelaskan bahwa komitmen organisasional memahami
organisasi sebagai entitas yang berhubungan dengan whistleblowing. Manajer lini biasanya
merupakan pihak pertama yang menerima laporan whistleblowing. Pelapor membutuhkan
kepercayaan bahwa prosedur whistleblowing cukup memadai dan terdapat komitmen bahwa
laporan mereka akan ditindaklanjuti dan akan diberikan perlindungan. Elemen penting dari
komitmen organisasional adalah kepercayaan karyawan terhadap manajemen.
Bagi individu dengan komitmen organisasional yang tinggi, pencapaian tujuan
organisasi merupakan hal yang penting. Ketika karyawan telah memiliki komitmen
organisasional yang tinggi, maka karyawan tersebut akan menyelaraskan tujuan-tujuan
pribadi dengan tujuan-tujuan perusahaan. Komitmen organisasi yang kuat dalam diri seorang
individu akan menyebabkan individu tersebut berusaha keras mencapai tujuan organisasi
sesuai dengan tujuan dan kepentingan yang telah ditetapkan oleh organisasi. Dengan
demikian, komitmen organisasional diharapkan berpengaruh terhadap niat melakukan
whistleblowing internal.
H3: Komitmen organisasional berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing
internal.
2.6 Personal cost dan whistleblowing
Graham (dalam Zhuang, 2003) mengemukakan bahwa personal cost yang paling
dipertimbangkan adalah retaliasi dari orang-orang dalam organisasi yang menentang tindakan
pelaporan. Sifat dan besarnya retaliasi atau sanksi yang dikenakan oleh manajemen atau
rekan kerja terhadap whistleblower merupakan faktor penentu yang paling signifikan bagi
keputusan whistleblower dalam mengomunikasikan pelanggaran organisasional (Ponemon,
1994).
Individu yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain, memiliki posisi
yang kuat, dan memiliki kewenangan untuk mengganti pegawai dalam organisasi cenderung
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1073
SESI I/10
memiliki persepsi bahwa personal cost yang akan ditimbulkan dari perilaku whistleblowing
akan relatif rendah, sehingga individu tersebut akan terlibat dalam perilaku whistleblowing.
Niat pegawai untuk melaporkan pelanggaran adalah lebih kuat ketika personal cost pelaporan
dipersepsi lebih rendah atau tanggung jawab pribadi untuk melaporkan pelanggaran
dipersepsi lebih tinggi. Dengan demikian, tingkat personal cost diharapkan berpengaruh
terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
H4: Personal cost berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
2.7 Keseriusan pelanggaran dan whistleblowing
Graham (dalam Zhuang, 2003) mendefinisi keseriusan perbuatan sebagai sejauh mana
masalah etis dianggap serius yang merupakan sebuah fungsi dari karakteristik-karakteristik
objektif situasi, penilaian nyata dari orang lain mengenai masalah keseriusan, dan
kecenderungan individual untuk membesar-besarkan atau meminimalkan kepelikan suatu
masalah. Graham (dalam Zhuang, 2003) menyatakan bahwa hal ini dapat diukur melalui
dampak moneter, ancaman kerusakan, outcomes negatif, dan frekuensi terjadinya
pelanggaran.
Kaplan dan Schultz (2007) menguji karakteristik pelanggaran dan menginvestigasi
perilaku pelaporan dalam tiga kasus yang melibatkan fraud keuangan, pencurian, dan kualitas
kerja yang buruk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor ekonomik dan non-ekonomik
yang muncul dalam ketiga kasus tersebut merupakan faktor yang signifikan untuk
membedakan subjek niat melaporkan whistleblowing.
Setiap anggota dalam organisasi memiliki persepsi dan reaksi yang berbeda-beda
terhadap berbagai karakteristik pelanggaran yang terjadi dalam organisasi. Pelanggaran yang
menimbulkan kerugian yang relatif besar atau lebih sering terjadi dianggap sebagai
pelanggaran yang lebih lebih serius. Semakin besar dampak kerugian yang dialami oleh
individu atau perusahaan yang diakibatkan oleh pelanggaran, maka semakin besar keinginan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1074
SESI I/10
anggota organisasi untuk melaporkan dugaan pelanggaran. Dengan demikian, keseriusan
pelanggaran diharapkan berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
H5: Keseriusan pelanggaran berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
2.8 Status pelanggar dan whistleblowing
Pelanggaran yang dilakukan oleh anggota organisasi yang memiliki jabatan tinggi
merupakan hal yang yang tidak mudah dilaporkan. Cortina dan Magley (2003) melakukan
survei terhadap para karyawan yang bekerja pada sektor publik untuk menginvestigasi
pengalaman karyawan yang pernah mengalami perlakuan retaliasi kerja dan retaliasi sosial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki posisi yang rendah lebih
sering mengalami retaliasi. Dengan demikian, jika pelanggar menduduki jabatan yang lebih
tinggi dan memiliki kekuasaan yang lebih besar dalam organisasi, maka whistleblower akan
lebih mungkin mengalami retaliasi ketika melaporkan dugaan pelanggar tersebut.
Kecenderungan seseorang melaporkan pelanggaran tergantung pada persepsi bahwa
pelaporan akan menghasilkan tindakan korektif dan terkait dengan jabatan pelanggar dalam
hierarki organisasional. Semakin jauh rentang kekuasaan antara pelanggar dan observer
pelanggaran, semakin mungkin observer pelanggaran akan mendapatkan perlakuan retaliasi.
Jika pelanggar menduduki jabatan yang tinggi dalam hierarki organisasi, maka pelanggar
tersebut memiliki kekuatan untuk menekan perilaku whistleblowing, sehingga menyebabkan
semakin rendahnya niat pegawai melakukan whistleblowing.
H6: Status pelanggar berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
2.9 Suku bangsa dan whistleblowing
Hasil penelitian Keenan (2007) menunjukkan bahwa para manajer Amerika Serikat
lebih mungkin melakukan whistleblowing dibandingkan dengan para manajer Cina. Dengan
demikian, dari berbagai penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi-dimensi budaya
Hofstede dapat memberikan penjelasan mengenai perbedaan kultural terhadap kecenderungan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1075
SESI I/10
whistleblowing individual dan kecenderungan pengungkapan pelanggaran dapat terindikasi
melalui norma-norma budaya dan sikap terhadap whistleblowing.
Nilai dan norma yang berasal dari suku bangsa dapat mempengaruhi cara pegawai
bertingkah laku, cara menggambarkan pekerjaan, dan cara bekerja dengan pegawai lain.
Budaya mempengaruhi pikiran dan perilaku individu yang memiliki budaya tersebut dan
nilai-nilai yang melekat pada seorang individu ditransfer dari budaya yang turun temurun dari
generasi ke generasi, sehingga individu akan cenderung mempersepsikan dunia dan
kehidupannya berdasarkan nilai yang berasal dari budaya yang melekat dalam dirinya
(Hofstede dalam Sihombing, 2008).
Karakter pegawai yang berasal dari suku Jawa yang memiliki kecenderungan tertutup
dan tidak suka berterus terang menyebabkan individu tersebut cenderung menghindari
konflik, sehingga lebih tidak ingin terlibat dalam perilaku whistleblowing. Karakter pegawai
yang berasal dari suku non-Jawa (misalnya, suku Batak) lebih suka berterus terang dan sering
mengeluarkan kritikan, tetapi kritikan tersebut bertujuan agar orang yang ditegur tidak
melakukan kesalahan dan bukan ditujukan untuk menghancurkan karakter seseorang,
sehingga pegawai yang berasal dari suku non-Jawa lebih mungkin terlibat dalam perilaku
whistleblowing. Dengan demikian, suku bangsa diharapkan berpengaruh terhadap niat
melakukan whistleblowing internal.
H7: Suku bangsa berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
“Sisipkan gambar 2.1 di sini”
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1076
SESI I/10
3. Metoda Penelitian
3.1 Administrasi survei
Penelitian dilakukan dengan metoda survei. Pemilihan sampel dilakukan dengan cara
purposive sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah para pegawai PPATK yang
menduduki jabatan minimal sebagai staf.
Kuesioner yang dibagikan berjumlah 184 kuesioner dan jumlah kuesioner yang kembali
sebanyak 172 kuesioner, sehingga tingkat respon adalah 93,48%. Dari 172 kuesioner yang
kembali, 170 kuesioner dapat digunakan untuk keperluan penelitian dan terdapat dua
kuesioner diisi dengan tidak lengkap.
Analisis demografis responden menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini
sebagian besar adalah laki-laki, yaitu 100 orang (58,8%) dan sisanya adalah perempuan.
Majoritas responden berusia 26-35 tahun, yaitu 93 orang (54,7%). Majoritas responden
berasal dari PPATK, yaitu 68 orang (40%). Majoritas lama bekerja responden di PPATK
antara 2-5 tahun, yaitu 79 orang (46,5%). Majoritas responden menduduki jabatan sebagai
staf, yaitu 135 orang (79,4%). Majoritas responden berasal dari suku Jawa, yaitu 91 orang
(53,5%).
3.2 Instrumen dan desain kuesioner
Status manajerial dan suku bangsa diukur berdasarkan jawaban dari responden
mengenai jabatan yang sedang diduduki dan asal suku bangsa mereka. Dalam penelitian ini
variabel status manajerial dan suku bangsa diubah menjadi variabel dummy. Status manajerial
yang diberi kode 1 mewakili status manajerial yang lebih tinggi yang terdiri dari ketua
kelompok, kepala bagian, kepala bidang, kepala biro, direktur, inspektur, kepala pusat
teknologi informasi, sekretaris utama, deputi, wakil kepala, dan kepala, sedangkan status
manajerial yang diberi kode 0 mewakili status manajerial yang lebih rendah yang terdiri dari
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1077
SESI I/10
staf dan kepala subbagian tata usaha. Untuk variabel suku bangsa, kode 1 mewakili suku
Jawa dan kode 0 mewakili suku non-Jawa.
Locus of control diukur menggunakan instrumen Work Locus of Control Scale (WLCS)
yang berisi enam belas pertanyaan yang dikembangkan oleh Spector (1988). Komitmen
organisasional diukur menggunakan Organizational Commitment Questionnaire (OCQ) yang
berisi lima belas pertanyaan yang dikembangkan oleh Porter dkk. (dalam Angle dan Perry,
1981). Responden diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut menggunakan 5 poin
skala Likert.
Personal cost, keseriusan pelanggaran, dan status pelanggar diukur menggunakan tiga
jenis kasus hipotetis occupational fraud yang dikembangkan oleh peneliti yang sebelumnya
telah dikonsultasikan dengan pegawai PPATK yang memiliki keahlian dan kapabilitas dalam
menangani kasus-kasus whistleblowing. Kasus pertama berkaitan dengan penyalahgunaan
aset. Kasus kedua berkaitan dengan korupsi. Kasus ketiga berkaitan dengan fraud laporan
keuangan. Gundlach dkk. (2008) menyatakan bahwa pendekatan dengan penggunaan kasus
hipotetis dianggap cukup memadai dan efektif untuk memperoleh data dalam penelitian
whistleblowing. Kasus occupational fraud yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan kondisi di Indonesia. Responden diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
menggunakan 5 poin skala Likert.
Analisis faktor untuk komitmen organisasional memiliki nilai factor loading > 0,50
untuk semua item, yaitu 0,556-0,778, kecuali untuk dua item pertanyaan yang tidak
memenuhi persyaratan factor loading > 0,50, yaitu item pertanyaan KO4 dan KO15. Item
pertanyaan KO14 juga harus dieliminasi karena memiliki dua nilai factor loading > 0,50,
yaitu 0,505 dan 0,617, sehingga variabel komitmen organisasional yang dapat dilanjutkan
untuk analisis selanjutnya adalah sejumlah dua belas item pertanyaan. Nilai Cronbach’s
alpha komitmen organisasional adalah 0,857.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1078
SESI I/10
Analisis faktor untuk locus of control eksternal memiliki nilai factor loading > 0,50
untuk semua item, yaitu 0,547-0,709, kecuali untuk item pertanyaan yang tidak memenuhi
persyaratan factor loading > 0,50, yaitu item pertanyaan LoC12. Item pertanyaan LoC12
harus dieliminasi, sehingga variabel locus of control eksternal yang dapat dilanjutkan untuk
analisis selanjutnya adalah tujuh item pertanyaan. Nilai Cronbach’s alpha untuk locus of
control eksternal adalah 0,786.
Analisis faktor untuk locus of control internal memiliki nilai factor loading > 0,50,
yaitu 0,688-0,788 untuk item-item pertanyaan LoC7, LoC11, dan LoC14. Untuk item-item
pertanyaan yang tidak memenuhi persyaratan factor loading > 0,50, yaitu item-item
pertanyaan LoC1, LoC2, LoC3, LoC4, dan LoC15 harus dieliminasi, sehingga variabel locus
of control internal yang dapat dilanjutkan untuk analisis selanjutnya adalah sejumlah tiga
item pertanyaan. Nilai Cronbach’s alpha untuk locus of control internal adalah 0,606.
Validitas ketiga kasus whistleblowing internal yang digunakan dalam penelitian ini
diukur dengan menggunakan validitas isi (content validity). Kasus-kasus whistleblowing
internal dalam penelitian ini digunakan sebagai instrumen untuk mengukur variabel
keseriusan pelanggaran, personal cost, status pelanggar, dan niat melakukan whistleblowing
internal. Untuk mengukur validitas isi kasus-kasus whistleblowing internal, peneliti
menggunakan pertimbangan dan evaluasi dari orang yang ahli dalam konsep whistleblowing.
Berdasarkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian sebelumnya (King dan
Bruner, 2000), penelitian ini menggunakan anonimitas responden untuk meminimalkan
terjadinya bias keinginan sosial. Bernardi dan Guptil (2008) menyarankan penggunaan
pertanyaan-pertanyaan dengan third-person wording dalam kuesioner untuk meminimalkan
terjadinya bias keinginan sosial. Penelitian ini juga menggunakan beberapa item pertanyaan
yang dikodekan terbalik (reverse-coded items) dalam Organizational Commitment
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1079
SESI I/10
Questionnaire (OCQ) dan Work Locus of Control Scale (WLCS) untuk mengurangi bias-bias
dari pola respon.
4. Analisis, Hasil, dan Diskusi
Hipotesis-hipotesis diuji menggunakan analisis regresi berganda. Sebelum dilakukan
pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik. Pengujian asumsi klasik
yang dilakukan terdiri dari uji normalitas, uji multikolinieritas, dan uji heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil uji asumsi klasik, diketahui bahwa data residual tidak berdistribusi normal,
tidak terjadi multikolinieritas antarvariabel independen dalam model regresi, dan tidak terjadi
heteroskedastisitas dalam model regresi, sehingga model regresi layak digunakan dalam
penelitian.
4.1 Uji regresi model 1 (kasus 1)
Kasus dalam model 1 adalah kasus occupational fraud yang terkait dengan
penyalahgunaan aset. Hasil uji regresi berganda untuk kasus 1 disajikan dalam tabel 4.1.
“Sisipkan tabel 4.1 di sini”
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa goodness of fit model relatif cukup
memadai (F = 4,550, p-value < 0,01). Nilai adjusted R2 sebesar 0,128. Hasil uji F
menunjukkan bahwa model regresi 1 dapat digunakan untuk memprediksi niat melakukan
whistleblowing internal. Hasil uji t dalam tabel 4.1 menunjukkan bahwa keseriusan
pelanggaran (t = 3,875, p-value < 0,01) berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Dengan demikian, H5 terdukung, sedangkan untuk H1, H2, H3, H4,
H6, dan H7 tidak terdukung.
4.2 Uji regresi model 2 (kasus 2)
Kasus dalam model 2 adalah kasus occupational fraud yang terkait dengan korupsi.
Hasil uji regresi berganda untuk kasus 2 disajikan dalam tabel 4.2.
“Sisipkan tabel 4.2 di sini”
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1080
SESI I/10
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa goodness of fit model relatif cukup
memadai (F = 6,286, p-value < 0,01). Nilai adjusted R2 sebesar 0,180. Hasil uji F
menunjukkan bahwa model 2 dapat digunakan untuk memprediksi niat melakukan
whistleblowing internal. Hasil uji t dalam tabel 4.2 menunjukkan bahwa komitmen
organisasional (t = 2,266, p-value < 0,05), keseriusan pelanggaran (t = 3,819, p-value < 0,01),
dan suku bangsa (t = 3,294, p-value < 0,01) berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Dengan demikian, H3, H5, dan H7 terdukung, sedangkan untuk H1,
H2, H4, dan H6 tidak terdukung.
4.3 Uji regresi model 3 (kasus 3)
Kasus dalam model 3 adalah kasus fraud laporan keuangan. Hasil uji regresi berganda
untuk kasus 3 disajikan dalam tabel 4.3.
“Sisipkan tabel 4.3 di sini”
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa goodness of fit model tidak cukup
memadai (F = 1,650, p-value = 0,125). Nilai adjusted R2 sebesar 0,026. Hasil uji F
menunjukkan bahwa model regresi 3 tidak cukup baik untuk memprediksi niat melakukan
whistleblowing internal. Hasil uji t dalam tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak ada satupun
variabel bebas yang berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
Dengan demikian, H1, H2, H3, H4, H5, H6, dan H7 tidak terdukung.
4.4 Uji regresi model 4 (kasus 1, 2, dan 3)
Kasus keseluruhan yang digunakan dalam model 4 adalah gabungan dari kasus 1, 2,
dan 3. Hasil uji regresi berganda untuk model 4 disajikan dalam tabel 4.4.
“Sisipkan tabel 4.4 di sini”
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa goodness of fit model relatif
cukup memadai (F = 4,823, p-value < 0,01). Nilai adjusted R2 sebesar 0,137. Hasil uji F
menunjukkan bahwa model regresi dapat digunakan untuk memprediksi niat melakukan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1081
SESI I/10
whistleblowing internal. Hasil uji t dalam tabel 4.4 menunjukkan bahwa keseriusan
pelanggaran (t = 3,242, p-value < 0,01) dan suku bangsa (t = 2,269, p-value < 0,05)
berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Dengan demikian,
H5 dan H7 terdukung, sedangkan untuk H1, H2, H3, H4, dan H6 tidak terdukung.
4.5 Pembahasan
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris tidak mendukung prediksi
hipotesis 1, yaitu status manajerial berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing
internal. Berdasarkan hasil uji t dalam model 1, 2, 3, dan 4, status manajerial tidak
berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Hasil penelitian ini
sama dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rothscild dan Miethe (1999).
Rothscild dan Miethe (1999) mengungkapkan bahwa pegawai yang menduduki status
manajerial yang lebih tinggi menganggap bahwa whistleblowing merupakan sebuah tindakan
pembalasan atas pelanggaran terhadap norma loyalitas perusahaan.
Dalam keseluruhan model pada penelitian ini, status manajerial tidak berpengaruh
signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal mungkin disebabkan oleh
kekuasaan pelanggar. Hasil penelitian ini tidak mendukung teori Hubungan Kekuasaan
(theory of power relationship) yang dikemukakan oleh French dan Raven (dalam Mesmer-
Magnus dan Viswesvaran, 2005). Berdasarkan teori tersebut, diharapkan para pegawai yang
memiliki posisi manajerial yang lebih tinggi dapat lebih berhasil untuk menghentikan potensi
terjadinya pelanggaran. Namun, kekuasaan yang dimiliki oleh posisi manajerial yang lebih
tinggi hanya terbatas kepada para staf yang berada dalam kendalinya, sehingga para
whistleblower potensial yang memiliki posisi manajerial yang lebih tinggi lebih berniat
melaporkan dugaan pelanggaran bila posisi manajerial pelanggar berada di bawah posisi
manajerialnya. Demikian pula dengan whistleblower potensial yang berada pada posisi
manajerial yang lebih rendah merasa tidak nyaman untuk melaporkan dugaan pelanggaran
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1082
SESI I/10
karena merasa tidak memiliki kekuasaan yang cukup untuk membuat perubahan dan
melakukan whistleblowing.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris tidak mendukung prediksi
hipotesis 2, yaitu locus of control berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing
internal. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda dalam model 1, 2, 3, dan 4 terlihat
bahwa locus of control tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing
internal. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Miceli, Near, dan Dozier (1991). Miceli, Near, dan Dozier (1991)
mengungkapkan bahwa perbedaan antara locus of control internal dan locus of control
eksternal menjadi tidak relevan ketika berada dalam kondisi adanya retaliasi.
Dalam penelitian ini, locus of control tidak berpengaruh signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing internal mungkin disebabkan oleh persepsi whistleblower
potensial yang rendah terhadap efficacy potensial dari tindakan pelaporan pelanggaran dan
adanya ancaman retaliasi dari pelanggar. Oleh karena itu, manajemen puncak harus dapat
meyakinkan para pegawai bahwa perilaku whistleblowing dapat membawa dampak yang
positif bagi lingkungan organisasi dan lebih memberikan perlindungan hukum kepada para
whistleblower potensial, sehingga para whistleblower potensial akan lebih termotivasi untuk
melaporkan dugaan fraud atau pelanggaran.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris tidak mendukung prediksi
hipotesis 3, yaitu komitmen organisasional berpengaruh terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa dalam model 1,
3, dan 4 terlihat bahwa komitmen organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing internal. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005) yang menyatakan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1083
SESI I/10
bahwa komitmen organisasional tidak berhubungan dengan niat whistleblowing dan
whistleblowing aktual.
Komitmen organisasional berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal hanya dalam model 2. Hal ini disebabkan para responden memiliki
persepsi bahwa pelanggar dalam kasus 2 adalah pelanggar yang memiliki kekuasaan yang
paling rendah di antara ketiga jenis kasus fraud. Hal ini juga terlihat dari tabel 4.4 bahwa
mean niat melakukan whistleblowing internal yang tertinggi berada dalam kasus 2.
Dalam penelitian ini, komitmen organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap
niat melakukan whistleblowing internal mungkin disebabkan oleh kurangnya keyakinan dari
para whistleblower potensial bahwa jalur pelaporan internal adalah relatif aman dan laporan
mereka akan segera ditindaklanjuti oleh pengelola sistem pelaporan pelanggaran.
Berdasarkan reinforcement theory yang dikemukakan oleh Skinner (dalam Near dan Miceli,
1985) bahwa pelanggaran akan diperlakukan sebagai stimulus diskriminatif bagi suatu
tindakan ketika pelanggaran yang sejenis secara konsisten diikuti oleh perlawanan yang
berhasil pada masa lalu dan secara konsisten diikuti oleh reaksi manajerial yang positif.
Dengan demikian, para manajemen puncak harus dapat meyakinkan para whistleblower
potensial bahwa sistem pelaporan pelanggaran dikelola oleh para pegawai yang terpercaya
dan laporan mereka akan segera ditindaklanjuti oleh pengelola sistem pelaporan pelanggaran.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris tidak mendukung prediksi
hipotesis 4, yaitu personal cost berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa dalam model 1, 2, 3, dan 4 terlihat
bahwa personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing
internal. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Kaplan dan Whitecotton (2001), Carson dkk. (2008), dan Jos dkk. (1989).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1084
SESI I/10
Dalam keseluruhan model pada penelitian ini, tingkat personal cost tidak berpengaruh
signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Dalam kasus 1 dan 2, personal
cost menunjukkan pengaruh negatif terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Hal ini
mungkin disebabkan oleh persepsi para whistleblower potensial bahwa dampak kerugian
fisik, ekonomik, dan psikologis berpengaruh terhadap pembuatan keputusan etis (Collins,
1989). Namun, dalam kasus 3, personal cost menunjukkan pengaruh positif terhadap niat
melakukan whistleblowing internal. Hal ini mungkin disebabkan oleh persepsi para
whistleblower potensial bahwa kasus 3 merupakan kasus yang paling serius dan mereka akan
tetap berniat melaporkan dugaan fraud atau pelanggaran tersebut.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris mendukung prediksi
hipotesis 5, yaitu keseriusan pelanggaran berpengaruh terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa dalam model 1,
2, dan 4 terlihat bahwa keseriusan pelanggaran berpengaruh signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing internal. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ayers dan Kaplan (2005), Hooks dkk. (1994), Near dan
Miceli (1985), dan Kaplan dan Schultz (2007).
Berdasarkan tabel 4.3, hasil analisis regresi berganda dalam model 3 menunjukkan
bahwa keseriusan pelanggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Walaupun kasus 3 merupakan kasus yang dipersepsi memiliki
tingkatan yang paling serius di antara ketiga jenis kasus fraud, para responden memiliki
persepsi niat melakukan whistleblowing internal yang terendah di antara ketiga jenis kasus
fraud. Hal ini disebabkan responden menganggap bahwa status pelanggar dan personal cost
yang ditimbulkan dalam kasus 3 merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kasus-kasus
fraud lainnya, sehingga mereka mengalami ketakutan terhadap ancaman retaliasi karena
dampak kerugian yang akan ditimbulkan dan risiko yang dihadapi relatif tinggi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1085
SESI I/10
Dalam penelitian ini, keseriusan pelanggaran berpengaruh signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing internal mungkin disebabkan oleh para pegawai yang mempunyai
persepsi bahwa semua jenis pelanggaran yang terjadi merupakan jenis pelanggaran yang
relatif serius dan dapat menimbulkan dampak kerugian yang relatif besar bagi dirinya dan
organisasi. Oleh karena itu, para whistleblower potensial akan terdorong untuk melaporkan
dugaan fraud atau pelanggaran.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris tidak mendukung prediksi
hipotesis 6, yaitu status pelanggar berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing
internal. Hasil analisis regresi berganda menunjukkan bahwa dalam model 1, 2, 3, dan 4
terlihat bahwa status pelanggar tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Cortina dan Magley (2003) dan Miceli dkk. (1991).
Dalam penelitian ini, status pelanggar tidak berpengaruh signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing internal mungkin disebabkan oleh para pegawai yang
menganggap bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh anggota organisasi yang memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi akan lebih sulit untuk diberikan sanksi. Berdasarkan Teori
Ketergantungan Sumber Daya yang dikemukakan oleh Pfeffer dan Salancik (dalam Miceli
dkk., 1999) bahwa jika salah satu pihak memiliki sumber daya yang sangat dibutuhkan oleh
pihak lain dan menyebabkan ketergantungan kepada mereka, maka pihak yang memiliki
sumber daya tersebut akan merasa lebih berkuasa. Dengan demikian, jika status pelanggar
adalah dipersepsi lebih tinggi daripada whistleblower potensial dan whistleblower potensial
menganggap bahwa organisasi sangat bergantung kepada pelanggar, maka whistleblower
potensial akan kurang termotivasi untuk melaporkan dugaan fraud atau pelanggaran.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa data empiris mendukung prediksi
hipotesis 7, yaitu suku bangsa berpengaruh terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1086
SESI I/10
Hasil uji t dalam model 2 dan 4 dapat diinterpretasi bahwa terdapat pengaruh suku bangsa
terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Hasil penelitian mengenai pengaruh suku
bangsa terhadap niat melakukan whistleblowing internal merupakan suatu hal yang baru
dalam penelitian tentang whistleblowing di Indonesia. Namun, hasil uji t dalam model 1 dan 3
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh suku bangsa terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Hal ini mungkin disebabkan para responden memiliki persepsi
bahwa status pelanggar dan personal cost yang akan ditimbulkan akibat pelaporan dugaan
fraud dalam kasus-kasus tersebut adalah lebih tinggi dibandingkan dengan kasus fraud
lainnya.
Berdasarkan hasil uji t dalam model 2 dan 4 terlihat bahwa niat melakukan
whistleblowing internal pegawai yang berasal dari suku Jawa lebih tinggi dari pegawai yang
berasal dari suku non-Jawa, ceteris paribus variabel bebas lainnya dianggap konstan. Hal ini
mungkin disebabkan oleh para pegawai yang berasal dari suku Jawa sangat menjunjung
tinggi etika, baik dalam sikap maupun cara berbicara. Koentjaraningrat (dalam Irawanto dkk.,
2011) mengemukakan bahwa budaya Jawa dikenal sebagai perbauran yang kompleks dari
berbagai ide-ide, norma-norma, peraturan-peraturan, dan nilai-nilai yang sebagian besar
orang-orang Jawa adopsi dan digunakan untuk mendukung kehidupan mereka. Kebiasaan
hidup secara berkelompok menyebabkan mereka merasa dekat satu dengan lainnya, sehingga
muncul rasa kepedulian terhadap sesama. Mereka berupaya memberikan pertolongan kepada
orang lain yang membutuhkan pertolongan. Dengan demikian, apabila pegawai yang berasal
dari suku Jawa mengetahui adanya dugaan pelanggaran yang terjadi dalam organisasi, maka
dia akan merasa bertanggung jawab untuk melaporkan dugaan fraud atau pelanggaran
tersebut melalui mekanisma whistleblowing internal.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1087
SESI I/10
5. Simpulan, Keterbatasan, dan Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris pengaruh faktor-faktor
organisasional, individual, situasional, dan demografis terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Penelitian ini menggunakan metoda survei dengan responden
penelitian adalah 170 pegawai PPATK.
Beberapa kesimpulan diperoleh dari hasil-hasil analisis. Pertama, hasil pengujian empiris
menunjukkan bahwa status manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Dengan demikian, H1 tidak terdukung. Hasil ini sama dengan hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rothschild dan Miethe (1999). Kedua, hasil
pengujian empiris menunjukkan bahwa locus of control tidak berpengaruh signifikan
terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Dengan demikian, H2 tidak terdukung.
Hasil ini sama dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Miceli,
Near, dan Dozier (1991). Ketiga, hasil pengujian empiris menunjukkan bahwa komitmen
organisasional tidak berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal.
Dengan demikian, H3 tidak terdukung. Hasil ini sama dengan hasil penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Mesmer-Magnus dan Viswesvaran (2005). Keempat, hasil pengujian
empiris menunjukkan bahwa personal cost tidak berpengaruh signifikan terhadap niat
melakukan whistleblowing internal. Dengan demikian, H4 tidak terdukung. Hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kaplan dan Whitecotton
(2001), Carson dkk. (2008), dan Jos dkk. (1989). Kelima, hasil pengujian empiris
menunjukkan bahwa keseriusan pelanggaran berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan
whistleblowing internal. Dengan demikian, H5 terdukung. Hasil ini sama dengan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayers dan Kaplan (2005), Hooks dkk.
(1994), Near dan Miceli (1985), dan Kaplan dan Schultz (2007). Keenam, hasil pengujian
empiris menunjukkan bahwa status pelanggar tidak berpengaruh signifikan terhadap niat
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1088
SESI I/10
melakukan whistleblowing internal. Dengan demikian, H6 tidak terdukung. Hasil ini berbeda
dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cortina dan Magley
(2003) dan Miceli dkk. (1991). Ketujuh, hasil pengujian empiris menunjukkan bahwa suku
bangsa berpengaruh signifikan terhadap niat melakukan whistleblowing internal. Dengan
demikian, H7 terdukung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pegawai yang berasal dari
suku Jawa memiliki niat whistleblowing internal yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pegawai yang berasal dari suku non-Jawa. Hal ini memberikan suatu bukti empiris baru
dalam penelitian mengenai whistleblowing di Indonesia.
Tidak terdukungnya beberapa hipotesis dalam penelitian ini mungkin disebabkan oleh
faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi niat melakukan whistleblowing internal,
misalnya berbagai jenis risiko dan retaliasi yang akan dialami oleh whistleblower
(Liyanarachchi dan Newdick, 2009) dan jaminan perlindungan hukum yang dianggap belum
cukup memadai jika whistleblower tersebut berniat mengungkapkan dugaan fraud. Penelitian
tentang whistleblowing masih relatif baru di Indonesia dan masih banyak variabel-variabel
lain yang diyakini dapat mempengaruhi niat individu melakukan whistleblowing internal
yang belum dieksplorasi. Namun demikian, penelitian ini telah berusaha memberikan
beberapa tilikan pada beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi niat melakukan
whistleblowing internal.
Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam penelitian. Pertama, penelitian ini
menggunakan sampel penelitian yang hanya berasal dari satu tempat saja, yaitu di PPATK,
sehingga pembaca harus berhati-hati dalam menggeneralisasi hasil penelitian. Kedua, data
residual yang digunakan dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Ketiga, diyakini
masih banyak jenis informasi lain yang dibutuhkan sebagai pertimbangan pengambilan
keputusan yang belum tercakup dalam kasus-kasus yang disajikan dalam penelitian karena
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh responden di dunia nyata jauh lebih kompleks.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1089
SESI I/10
Keempat, keterbatasan peneliti untuk mengukur seberapa jauh responden benar-benar mampu
menginternalisasi kejadian yang diberikan dalam kasus whistleblowing internal.
Saran bagi penelitian selanjutnya, antara lain penelitian selanjutnya dapat menambah
objek penelitian dengan beberapa kementerian/lembaga yang telah menerapkan
whistleblowing system, misalnya Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau perusahaan-perusahaan yang telah
menerapkan whistleblowing system, misalnya Perusahaan Listrik Negara (PLN), Pertamina,
United Tractors, dan Sinar Mas. Penelitian selanjutnya sebaiknya memiliki desain kasus
whistleblowing internal yang lebih memungkinkan peneliti untuk menguji mengenai secara
pasti seberapa jauh responden mampu menginternalisasi kejadian dalam kasus-kasus
whistleblowing internal yang diberikan. Penelitian yang sejenis perlu dilakukan dengan
menguji faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi niat melakukan
whistleblowing internal, misalnya iklim etis dan ukuran organisasional, sehingga akan
diperoleh hasil penelitian yang lebih baik.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1090
SESI I/10
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail. 2010. Internal Whistleblowing Intentions in Malaysia: Factors that
Influence Internal Auditors’ Decision-Making Process. http://www.internationalconference.com, diakses
14 Juni 2012.
Ahmad, S. A., M. Smith, dan Z. Ismail, dan R. M. Yunos. 2011. Internal Whistleblowing Intentions in
Malaysia: Influence of Internal Auditors’ Demographic and Individual Factors. Paper dipresentasikan
pada Annual Summit on Business and Entrepreneurial Studies (ASBES 2011) Proceeding, Malaysia.
Angle, H. L. dan J.L Perry. 1981. An Empirical Assessment of Organizational Commitment and Organizational
Effectiveness. Administrative Science Quarterly 26(1): 1-14.
Association of Certified Fraud Examiners. 2012. Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse.
http://www.acfe.com, diakses 27 Desember 2012.
Ayers, S. dan S. E. Kaplan. 2005. Wrongdoing by Consultants: An Examination of Employees' Reporting
Intentions. Journal of Business Ethics 57(2): 121-137.
Bernardi, R. A. dan S. T. Guptill. 2008. Social Desirability Response Bias, Gender, and Factors Influencing
Organizational Commitment: An International Study. Journal of Business Ethics 81(4): 797-809.
Brief, A. P. dan S. J. Motowidlo. 1986. Prosocial Organizational Behaviors. The Academy of Management
Review 11(4): 710-725.
Brown, A. J.. 2008. Whistleblowing in the Australian Public Sector: Enhancing the Theory and Practice of
Internal Witness Management in Public Sector Organisations. Australia: ANU E Press.
Carson, T. L., M. E. Verdu, dan R. E. Wokutch. 2008. Whistle-Blowing for Profit: An Ethical Analysis of the
Federal False Claims Act. Journal of Business Ethics 77: 361-376.
Chiu, R. K.. 2003. Ethical Judgment and Whistleblowing Intention: Examining the Moderating Role of Locus of
Control. Journal of Business Ethics 43(1/2): 65-74.
Collins, D.. 1989. Organizational Harm, Legal Condemnation and Stakeholder Retaliation: A Typology,
Research Agenda and Application. Journal of Business Ethics 8: 1-13.
Cortina, L. M. dan V. J. Magley. 2003. Raising Voice, Risking Retaliation: Events Following Interpersonal
Mistreatment in the Workplace. Journal of Occupational Health Psychology 8(4): 247-265.
Eaton, T. V. dan M. D. Akers. 2007. Whistleblowing and Good Governance. The CPA Journal 77(6): 66-71.
Greenberger, D. B., M. P. Miceli, dan D. J. Cohen. 1987. Oppositionists and Group Norms: The Reciprocal
Influence of Whistle-Blowers and Co-Workers. Journal of Business Ethics 6(7): 527-542.
Gundlach, M. J., M. J. Martinko, dan S. C. Douglas: 2008, „A New Approach to Examining Whistle-Blowing:
The Influence of Cognitions and Anger‟, S.A.M. Advanced Management Journal 73(4), 40-50.
Hofstede, G.. 1985. The Interaction between National and Organizational Value Systems [1]. Journal of
Management Studies 22(4): 347-357.
Hooks, K. L., S. E. Kaplan, J. J. Schultz, dan L. A. Ponemon. 1994. Enhancing Communication to Assist in
Fraud Prevention and Detection. Auditing: A Journal of Practice & Theory 13(2): 86-117.
Irawanto, D. W., Phil L. Ramsey, dan James C. Ryan. 2011. Challenge of Leading in Javanese Culture. Asian
Ethnicity, 12(2): 125-139.
Jos, P. H., M. E. Tompkins, dan S. W. Hays. 1989. In Praise of Difficult People: A Portrait of the Committed.
Public Administration Review 49(6): 552-561.
Kaplan, S. E. dan J. J. Schultz. 2007. Intentions to Report Questionable Acts: An Examination of the Influence
of Anonymous Reporting Channel, Internal Audit Quality, and Setting. Journal of Business Ethics 71(2):
109-124.
Kaplan, S. E. dan S. M. Whitecotton. 2001. An Examination of Auditors' Reporting Intentions When another
Auditor is Offered Client Employment. Auditing: A Journal of Practice & Theory 20(1): 45-63.
Keenan, J. P.. 2007. Comparing Chinese and American Managers on Whistleblowing. Employee
Responsibilities and Rights Journal 19(2): 85-94.
Keenan, J. P.. 2002. Whistleblowing: A Study of Managerial Differences. Employee Responsibilities and Rights
Journal 14(1): 17-32.
King, M. F. dan G. C. Bruner. 2000. Social Desirability bias: A Neglected Aspect of Validity Testing.
Psychology and Marketing 17(2): 79-103.
Lacayo, R. dan Amanda Ripley. 2002. Persons of the Year 2002: Cynthia Cooper, Coolen Rowley, and Sheeron
Watkins. Majalah Time, 22 Desember 2002. http://www.wanttoknow.info/021222time.personofyear. Mesmer-Magnus, J. R. dan C. Viswesvaran. 2005. Whistleblowing in Organizations: An Examination of
Correlates of Whistleblowing Intentions, Actions, and Retaliation. Journal of Business Ethics 62(3): 277-
297.
Miceli, M. P., J. P. Near, dan J. B. Dozier. 1991. Blowing the Whistle on Data Fudging: A Controlled Field
Experiment. Journal of Applied Social Psychology 21(4): 271-295.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1091
SESI I/10
Miceli, M. P., J. P. Near, dan C. R. Schwenk. 1991. Who Blows the Whistle and Why?. Industrial & Labor
Relations Review 45(1): 113-130.
Miceli, M. P., M. T. Rehg, J. P. Near, dan K. C. Ryan. 1999. Can Laws Protect Whistleblowers? Results of a
Naturally Occurring Field Experiment. Work and Occupations 26(1): 129-151.
Liyanarachchi, G. dan Newdick, C.. 2009. The Impact of Moral Reasoning and Retaliation on Whistle-Blowing:
New Zealand Evidence. Journal of Business Ethics 89: 37-57.
Near, J. P. dan M. P. Miceli. 1985. Organizational Dissidence: The Case of Whistle-Blowing. Journal of
Business Ethics 4(1): 1-16.
Near, J. P. dan M. P. Miceli. 1995. Effective Whistle-blowing. Academy of Management, The Academy of
Management Review 20(3): 679-708.
Peraturan Kepala PPATK Nomor: Per-05/1.01/PPATK/04/09 tentang Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran.
Ponemon, L. A.. 1994. Comment: Whistle-blowing as an Internal Control Mechanism: Individual and
Organizational Considerations. Auditing: A Journal of Practice & Theory 13(2): 119-130.
Roberts, P., A. J. Brown, dan J. Olsen. 2011. Whistling While They Work: A Good-Practice Guide for Managing
Internal Reporting of Wrongdoing in Public Sector Organizations. http://epress.anu.edu.au?p=144611,
diakses 21 Januari 2013.
Rothschild, J. dan T. D. Miethe. 1999. Whistle-Blower Disclosures and Management Retaliation: The Battle to
Control Information about Organization Corruption. Work and Occupations 26(1): 107-128.
Schultz, J. J., D. A. Johnson, D. Morris, dan S. Dyrnes. 1993. An Investigation of the Reporting of Questionable
Acts in an International Setting. Journal of Accounting Research 31: 75-103.
Semendawai, A. H., F. Santoso, W. Wagiman, B. I. Omas, Susilaningtias, dan S. M. Wiryawan. 2011. Mengenal
Whistleblowing. Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Sihombing, P. A. M.. 2008. Sistem Nilai Organisasi pada Perusahaan Keluarga Batak Toba. Tesis Magister
Psikologi, Fakultasi Psikologi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Somers, M. J. dan J. C. Casal. 1994. Organizational Commitment and Whistleblowing: A Test of the Reformer
and the Organization Man Hypothesis. Group & Organizational Studies 19(3): 270-284.
Spector, P. E.. 1988. Development of the Work Locus of Control Scale. Journal of Occupational Psychology
61(4): 335-340.
Zhuang, J..2003. Whistleblowing & Peer Reporting: A Cross-Cultural Comparison of Canadians and Chinese.
Tesis Magister Sains, University of Lethbridge, Canada.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1092
SESI I/10
Lampiran
Gambar 2.1 Model Penelitian
Tabel 4.1 Hasil Analisis Regresi Model 1 (Kasus 1)
Variabel Koefisien Std. Error t-hitung p-value
Konstanta 2,762 0,655 4,219 0,000
Status manajerial 0,158 0,139 1,138 0,257
Locus of Control -0,012 0,013 -0,939 0,349
Komitmen organisasional 0,012 0,009 1,255 0,211
Personal cost -0,043 0,046 -0,928 0,355
Keseriusan pelanggaran 0,279** 0,072 3,875 0,000
Status pelanggar 0,062 0,053 1,182 0,239
Suku bangsa 0,159 0,107 1,491 0,138
Adjusted R2 = 0,128
F-value = 4,550**; p-value = 0,000
** p < 0,01 (2-tailed).
Tabel 4.2 Hasil Analisis Regresi Model 2 (Kasus 2)
Variabel Koefisien Std. Error t-hitung p-value
Konstanta 1,898 0,685 2,771 0,006
Status manajerial 0,167 0,138 1,212 0,227
Locus of Control 0,001 0,013 0,057 0,954
Komitmen organisasional 0,021* 0,009 2,266 0,025
Personal cost -0,019 0,047 -0,403 0,687
Keseriusan pelanggaran 0,315** 0,082 3,819 0,000
Status pelanggar 0,012 0,054 0,228 0,820
Suku bangsa 0,350** 0,106 3,294 0,001
Adjusted R2 = 0,180
F-value = 6,286**; p-value = 0,000
** p < 0,01 (2-tailed); *p < 0,05 (2-tailed).
Faktor demografis:
- Suku bangsa (H7)
Faktor organisasional:
- Status manajerial (H1)
Faktor individual:
- Locus of control (H2)
- Komitmen organisasional (H3)
- Personal cost (H4)
Faktor situasional:
- Keseriusan pelanggaran (H5)
- Status pelanggar (H6)
Niat whistleblowing internal
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1093
SESI I/10
Tabel 4.3 Hasil Analisis Regresi Model 3 (Kasus 3)
Variabel Koefisien Std. Error t-hitung p-value
Konstanta 3,596 1,192 3,018 0,003
Status manajerial 0,363 0,228 1,591 0,114
Locus of Control -0,030 0,022 -1,362 0,175
Komitmen organisasional 0,001 0,016 0,067 0,947
Personal cost 0,011 0,090 0,121 0,904
Keseriusan pelanggaran 0,231 0,167 1,377 0,170
Status pelanggar -0,079 0,092 -0,858 0,392
Suku bangsa 0,216 0,180 1,202 0,231
Adjusted R2 = 0,026
F-value = 1,650; p-value = 0,125
Tabel 4.4 Hasil Analisis Regresi Model 4 (Kasus 1, 2, dan 3)
Variabel Koefisien Std. Error t-hitung p-value
Konstanta 7,320 2,126 3,444 0,001
Status manajerial 0,734 0,408 1,799 0,074
Locus of Control -0,036 0,038 -0,961 0,338
Komitmen organisasional 0,029 0,028 1,029 0,305
Variabel Koefisien Std. Error t-hitung p-value
Personal cost 0,017 0,065 0,260 0,795
Keseriusan pelanggaran 0,332** 0,102 3,242 0,001
Status pelanggar -0,004 0,065 -0,063 0,950
Suku bangsa 0,716* 0,315 2,269 0,025
Adjusted R2 = 0,137
F-value = 4,823**; p-value = 0,000
** p < 0,01 (2-tailed); *p < 0,05 (2-tailed).
Kasus-kasus Whistleblowing Internal
Kasus 1
Wanda adalah seorang staf keuangan pada sebuah kementerian/lembaga di Indonesia. Salah satu
bagian dalam pekerjaan rutin Wanda ialah mereviu akun biaya perjalanan dinas. Saat Raffi meminta
penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas atas suatu projek pengadaan Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) Tahun Anggaran 2012, Wanda mendengar kabar mengenai reputasi Raffi sebagai Direktur
Sumber Daya Manusia yang merupakan seorang pemboros besar. Dugaan Wanda berubah menjadi sebuah
kekhawatiran ketika dia menemukan permintaan penggantian biaya hotel sebesar Rp4.410.000,00 atas nama
keluarga Raffi tanpa pembenaran yang jelas. Dia mengetahui bahwa biaya hotel atas nama keluarga Raffi ini
tidak termasuk dalam kebijakan penggantian atas biaya penginapan perjalanan dinas. Untuk meminta
penjelasan atas permasalahan ini, Wanda pergi menemui Raffi untuk berdiskusi. Raffi marah besar dan
merespon pertanyaan Wanda, “Saya yang bertanggung jawab akan kesuksesan projek ini. Selain itu, saya
adalah Direktur Sumber Daya Manusia di kantor ini”. Raffi juga mengatakan bahwa dia tidak ingin
membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Wanda untuk tidak mengurusi permasalahan ini
lagi atau Raffi mengancam akan menunda kenaikan pangkat Wanda.
A. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
B. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kekuasaan Direktur Sumber Daya Manusia dalam kasus
tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
C. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada
pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
D. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (penundaan kenaikan pangkat) jika Wanda
melaporkan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Windy Septianti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1094
SESI I/10
Kasus 2
Aryo adalah seorang staf senior unit layanan pengadaan barang/jasa pada suatu kementerian/lembaga
di Indonesia. Kantor Aryo sedang melakukan suatu projek pengadaan infrastruktur teknologi informasi yang
bernilai Rp5.000.000.000,00. Projek tersebut ternyata banyak diminati dan diikuti oleh berbagai perusahaan
teknologi informasi di Indonesia. Selama proses pengadaan berlangsung, secara tidak sengaja, Aryo melihat
pertemuan rahasia di salah satu hotel mewah antara kepala unit layanan pengadaan dengan direktur salah
satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut. Aryo mengetahui ternyata dalam
pertemuan rahasia tersebut, direktur salah satu perusahaan yang sedang mengikuti proses pengadaan tersebut
memberikan cek senilai Rp100.000.000,00 kepada kepala unit layanan pengadaan dengan tujuan agar
perusahaannya dapat memenangkan projek pengadaan. Cek tersebut ternyata diterima oleh kepala unit
layanan pengadaan. Untuk meminta penjelasan atas permasalahan ini, Aryo pergi menemui kepala unit
layanan pengadaan untuk berdiskusi. Kepala unit layanan pengadaan mengatakan bahwa dia tidak ingin
membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Aryo untuk tidak mengurusi permasalahan ini lagi
atau dia mengancam akan mengeluarkan Aryo dari tim unit layanan pengadaan barang/jasa dan tidak akan
pernah dilibatkan lagi dalam tim unit layanan pengadaan barang/jasa berikutnya.
A. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
B. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat berkuasa kepala unit layanan pengadaan dalam kasus
tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
C. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada
pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
D. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (dikeluarkan dari tim unit layanan pengadaan
barang/jasa) jika Aryo melaporkan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
Kasus 3
Farhat adalah seorang staf senior auditor internal pada suatu kementerian/lembaga di Indonesia. Ketika
sedang melakukan audit terhadap laporan keuangan tahun 2012, Farhat menemukan bukti bahwa terdapat
beberapa transaksi pembelian barang/jasa yang telah dipotong pajak, tetapi bendahara tidak menyetorkan
pajak tersebut ke kas negara. Setelah Farhat melakukan perhitungan, ternyata jumlah pajak yang tidak
disetorkan ke kas negara dan menyebabkan penundaan penerimaan negara adalah sebesar Rp95.948.500,00.
Farhat menduga uang pajak tersebut masuk ke rekening pribadi milik bendahara. Untuk meminta penjelasan
atas permasalahan ini, Farhat pergi menemui bendahara untuk berdiskusi. Bendahara mengatakan bahwa dia
tidak ingin membicarakan permasalahan ini lebih lanjut dan meminta Farhat untuk tidak mengurusi
permasalahan ini lagi atau dia mengancam akan melaporkan kepada atasan Farhat bahwa sebenarnya dia
mengetahui bahwa dulu, ketika Farhat menjadi staf unit layanan pengadaan, Farhat pernah menerima travel
cheque senilai Rp50.000000,00 dari salah satu rekanan. Farhat menyadari bahwa jika atasannya sampai
mengetahui perbuatannya dulu, kemungkinan dirinya akan terancam dipecat dan dimasukkan ke dalam
penjara.
A. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat keseriusan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak serius Sangat serius
B. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat berkuasa bendahara dalam kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat tidak berkuasa Sangat berkuasa
C. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat kemungkinan Anda akan melaporkan kasus tersebut kepada
pihak internal dalam kantor Anda?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
D. Menurut Anda, bagaimanakah tingkat personal cost (terancam dipecat dan dimasukkan ke dalam
penjara) jika Farhat melaporkan kasus tersebut?
1 2 3 4 5
Sangat rendah Sangat tinggi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1095
SESI I/10
Good Governance dan Kinerja Organisasi:
Pendekatan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
SRI FADILAH
Unversitas Islam Bandung
Abstrak: Perkembangan organisasi non pemerintah seperti Lembaga Amil Zakat yang
mengelola dana zakat, infak dan shadaqah demikian menjamur sebagai gerakan sosial.
Realitasnya, terjadi gap antara potensi zakat yang besar (20 triliun) dengan realisasi zakat
yang sangat kecil (1 triliun). Tentu saja, ini menunjukkan rendahnya kinerja organisasi
pengelola zakat khususnya LAZ jika dilihat dari pencapaian yang hanya sekitar 1 persen. Hal
tersebut berdampak pada tuntutan masyarakat yang tinggi akan akuntabilitas dan transparansi
dari LAZ. Tuntutan tersebut menjadi tantangan bagi LAZ untuk melakukan tata kelola yang
baik (good governance). Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi pengembangan
model penilaian kinerja organisasi dan pengelola zakat khususnya LAZ dengan melihat faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Sesuai dengan tujuan penelitian ini maka variabel yang diteliti
adalah pengendalian intern, TQM, good governance dan kinerja organisasi. Unit analisis
penelitian adalah LAZ sebagai anggota aktif FoZ yang berjumlah 50 LAZ. Adapun tujuan
penelitian ingin melihat keterkaitan penerapan good governance dan kinerja organisasi dilihat
dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian yang bersifat penjelasan, sedangkan alat analisis data yang digunakan adalah
analisis structural equation modeling (SEM) dengan menggunakan partial least square.
Kata Kunci: Pengendalian Intern, Total Quality Management, Good Governance, dan
Kinerja Organisasi.
Author can be contacted: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1096
SESI I/10
I. Pendahuluan
Hasil penelitian ini merupakan rangkaian dari hasil penelitian penulis yang
terkait dengan pengelolaan pada organisasi pengelola zakat. Adapun sebagai alasan
penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan, bahwa perbincangan dan perdebatan
yang berkaitan dengan konsep pelaksanaan zakat baik sebagai kewajiban agama secara
pribadi maupun zakat sebagai komponen keuangan publik sangat populer. UU No. 23
tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat menjadi payung hukum yang lebih kuat dalam
pengelolaan zakat di Indonesia, sebagai upaya untuk mendukung fakta bahwa Indonesia
adalah negara yang penduduk muslimya terbesar di dunia, yaitu berjumlah 80% dari
sekitar 220 juta penduduk Indonesia adalah sebesar 180 juta penduduk muslim (Eri
Sudewo.2008:15) yang memiliki kewajiban menunaikan zakat baik zakat fitrah dan
zakat harta. Kondisi tersebut semestinya menjadi potensi zakat yang luar biasa
berkaitan dengan upaya penghimpunan zakat. Di bawah ini disajikan potensi zakat yang
dapat dihimpun dari berbagai sumber, yaitu:
Tabel 1.1 Potensi Zakat di Indonesia
Keterangan Potensi Zakat Keterangan Potensi Zakat
PIRAC
(Kompas .2008)
Rp 9,09 trilyun Direktur Thoha Putra
Center Semarang,(2009)
Rp 100 triliun
UIN Syarif
Hidayatullah(2004)
Rp 19,3 trilyun Baznas (Republika:2005) Rp 19,3 triliun
Adiwarman &. Azhar
Syarief (2009)
Rp 20 triliun FoZ (Forum Zakat:2009) Rp 20 triliun
Dengan banyak berdirinya lembaga amil zakat yang sekarang berjumlah 79
LAZ (FoZ.2009), dapat dijadikan sebagai alternatif bagi masyarakat dalam
menyalurkan dana zakatnya selain kepada Badan Amil Zakat yang berjumlah 50.956
(Baznas.2009). Selain itu Lembaga Amil Zakat ini pada akhirnya dapat diharapkan
sebagai media untuk menjembatani dalam pencapaian potensi zakat di Indonesia.
diperkirakan masih terdapat sekitar 400 LAZDA dan OPZ yang telah berdiri baik yang
berbasis masjid maupun perusahaan yang tidak atau belum terdaftar pada FoZ (Forum
Zakat).
Namun demikian, berkembangnya lembaga pengelola zakat (BAZ/LAZ),
sampai saat ini belum disertai dengan minat masyarakat untuk membayar zakat pada
lembaga zakat tersebut. Dampaknya adalah belum optimalnya pengelolaan zakat di
Indonesia. Hal tersebut sangat disayangkan karena betapa besarnya potensi zakat di
Indonesia, jika tidak dikelola dengan baik. Tabel berikut menyajikan data yang
berkaitan dengan realisasi penghimpunan zakat:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1097
SESI I/10
Tabel 1.2 Realisasi Penghimpunan Zakat
No Keterangan Jumlah
1 Data dari Depag (2007) BAZ: Rp 12 miliar dan LAZ: Rp 600 miliar
2 Data Depag (2008) BAZ dan LAZ : Rp 900 miliar
3 Forum Zakat (FoZ) (2009) LAZ Rp 900 miliar
4 IZDR (2004-2008) Rp 61,3 miliar menjadi Rp 361 milyar
Dengan kesenjangan yang sangat lebar antara potensi zakat yang dapat
dihimpun dengan dana zakat yang dapat dihimpun atau direalisasikan, menunjukkan
masih rendahnya kinerja organisasi pengelola zakat khususnya Lembaga Amil Zakat
(LAZ). Seharusnya dengan perangkat pendukung terkait dengan perkembangan
pengelolaan zakat di Indonesia pada masa dewasa ini. Tentu saja kondisi tersebut tidak
bisa dibiarkan mengingat betapa besarnya potensi zakat yang bisa dihimpun dan dana
tersebut bisa dijadikan sebagai pendapatan alternatif bagi negara.
Selanjutnya fenomena tersebut, hal lain yang yang harus dicermati adalah
kenyataannya dengan adanya undang-undang pengelolaan zakat, dan banyak berdirinya
lembaga amil zakat ternyata belum berdampak pada kesadaran masyarakat untuk
menyalurkan zakatnya pada lembaga pengelola zakat (BAZ/LAZ pada yang semakin
meningkat terhadap pentingnya berzakat. Berdasarkan hasil riset PIRAC terdapat 29
juta keluarga sejahtera yang menjadi warga sadar zakat. Di sisi lain saat ini,
diperkirakan hanya ada sekitar 12 – 13 juta muzaki yang membayar zakat lewat LAZ,
berarti masih ada lebih dari separuh potensi zakat yang belum tergarap oleh LAZ.
Gambaran tersebut harus dipandang sebagai tantangan bagi lembaga pengelola zakat
khususnya LAZ untuk memperbaiki kinerjanya. Tantangan tersebut harus disikapi
sebagai upaya perbaikan bagi LAZ untuk lebih profesional dalam melakukan
kegiatannya.
Tujuan khusus riset ini adalah ingin melihat pengeloaan zakat, dengan segala
ketentuannya, jika dikelola dengan baik semestinya mampu mengangkat harkat dan
martabat kaum yang tertinggal, namun kenyataannya potensi tersebut hanya angan-
angan belaka. Padahal Indonesia sebagai sebuah negara, yang memiliki potensi yang
sangat besar dan strategis dalam pengumpulan zakat, di mana Indonesia penduduknya
sebagian besar muslim. Jelaslah bahwa zakat seyogyanya dapat dijadikan sebagai
sumber pendapatan bagi pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.
Adapun urgensi penelitian ini, dengan melihat berbagai masalah yang disinyalir
menjadi penghalang mengapa potensi zakat di Indonesia yang sangat besar tersebut
belum terkelola dengan baik dan optimal dan berdampak pada rendahnya kinerja
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1098
SESI I/10
organisasi pengelola zakat khususnya Lembaga Amil Zakat (LAZ) di Indonesia.
Adapun masalah tersebut dari berbagai sumber disajikan sebagai berikut:
a. Badan pengelola zakat dianggap tidak profesional karena belum menerapkan
prinsip
akuntabilitas dan transparansi (Almisar Hamid.2009:10 &13).
b. Pengelola dana zakat dianggap belum memiliki sumber daya manusia (SDM)
yang
kualitasnya optimal, yaitu berkompeten (kaffah), amanah, dan memiliki etos kerja
tinggi (himmah) (Jamil Azzaini.2008:9 &13).
c. Sistem birokrasi dan good governance masih lemah berkaitan dengan pengelolaan
zakat di Indonesia sehingga berdampak pada rendahnya akuntabilitas dan
transparansi LAZ (Asep Saefuddin Jahar:2006:6-7).
Selain penyebab permasalahan belum optimalnya pengelolaan zakat di
Indonesia, Permasalahan lain yang perlu untuk diperbaiki berdasarkan (survey CID
dompet Dhuafa dan LKIHI-FHUI:2008:11-16) telah terrangkum ke dalam tujuh
permasalahan utama, yaitu: (1) Permasalahan Kelembagaan, (2) Permasalahan
Peraturan Perundang-undangan, (3) Pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan
zakat, (4) Pengawasan dan Pelaporan, (5) Korelasi Zakat dengan Pajak, (6) Peran Serta
Masyarakat dan (7) Sanksi dan Sengketa Zakat
Dari uraian permasalahan yang selama ini yang disinyalir sebagai kendala
berkaitan dengan masih rendahnya kinerja organisasi pengelola zakat khususnya LAZ,
menunjukkan kendala yang sangat kompleks. Hal tersebut berawal dari
ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat tersebut (CID Dompet
Dhuafa dan LKIHI-FHUI:2008:19-20).
Untuk mendukung hal tersebut, harus dimulai dengan menciptakan pengelolaan
perusahaan yang baik dan optimal sehingga akan berdampak pada kinerja organisasi
yang semakin baik. Hal tersebut sesuai dengan hasil riset Feroz, Sanjay and Raymod
(2008:128) bahwa terdapat pengaruh secara timbal balik antara corporate governance
dengan kinerja organisasi. Di mana implementasi corporate governance secara efektif
akan menciptakan kinerja organisasi yang tinggi, sebaliknya dengan tercapainya kinerja
organisasi yang tinggi menunjukkan akuntabilitas organisasi yang tinggi. Bahkan hasil
riset Aras dan Crowther (2008:444), bahwa terdapat pengaruh antara good governance
dengan sustainability. Sustainability diartikan sebagai bentuk kinerja strategis
perusahaan karena bersifat jangka panjang.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1099
SESI I/10
Salah satu pilar organisasi yang harus diterapkan untuk good governance yaitu
mendisain dan mengimplementasikan pengendalian intern. Pengendalian intern,
khususnya untuk organisasi pengelola dana zakat (seperti LAZ), merupakan suatu
media untuk menjembatani kepentingan konsumen (mustahik dan muzaki) dan
manajemen. Dalam pengelolaan perusahaan, pimpinan puncak secara berantai
mendelegasikan wewenangnya kepada tingkatan manajemen yang lebih rendah. Untuk
menjamin bahwa apa yang diarahkan oleh pimpinan puncak benar-benar telah
dilakukan, manajemen memerlukan pengendalian untuk dapat memberikan keyakinan
memadai bahwa tujuan perusahaan dapat dicapai.
Selanjutnya pengendalian intern merupakan perencanaan organisasi dan semua
metode koordinasi dan ukuran-ukuran yang diadopsi dalam suatu bisnis untuk
mempertahankan aset-aset, menguji akurasi dan reliabilitas data akuntansinya, efisiensi
operasional promosi dan mendorong kepatuhan terhadap ketentuan kebijakan-kebijakan
manajerial. Dengan demikian pengendalian intern dapat mengatasi permasalahan yang
berkaitan dengan pengawasan dan pelaporan dalam rangka menciptakan akuntabilitas
dan transparansi yang diharapkan masyarakat. Dengan demikian pengendalian intern,
diharapkan mampu menjadikan LAZ sebagai lembaga pengelola zakat yang profesional
melalui penerapan tata kelola yang baik sehingga berdampak pada kepercayaan
masyarakat semakin meningkat. Senada dengan hasil riset Christian Herdinata
(2008:14-15), bahwa untuk melaksanakan good corporate governance diperlukan
pengembangan dan implementasi dalam membentuk struktur pengendalian intern yang
memadai berkaitan dengan penyediaan data yang akurat. Selanjutnya, penelitian Hiro
Tugiman (2003:1) yaitu riset pada beberapa organisasi non profit, yang mengaitkan
pengendalian intern dengan pencapaian tujuan dan kinerja organisasi. Teori-teori
akuntansi yang berkembang sebagian besar ditujukan untuk organisasi yang profit
oriented. Ini tidak berarti organisasi nirlaba, termasuk LAZ, lembaga sosial, instansi
pemerintah, dan lembaga perwakilan rakyat tidak wajib dikelola dengan baik.
Organisasi nirlaba dan organisasi apapun wajib dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
pengelolaan organisasi yang baik atau good governance.
Kemudian, salah satu model yang bisa diterapkan untuk mendukung upaya
pencapaian potensi zakat di Indonesia adalah dengan mengimplementasikan model
Total Quality Management (TQM). TQM merupakan suatu model manajemen dalam
menjalankan usaha untuk mewujudkan good governance melalui perbaikan terus-
menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Dengan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1100
SESI I/10
mengimplementasikan model TQM, dapat menciptakan pengelolaan dana zakat yang
baik. Menurut Samdin (2002:19) terdapat beberapa alasan mengapa TQM perlu
diterapkan dalam pengelolaan zakat oleh LAZ diantaranya: (1) untuk dapat
meningkatkan daya saing dan unggul dalam persaingan, (2) menghasilkan output LAZ
yang terbaik, (3) meningkatkan kepercayaan muzaki, dan (4) melakukan perbaikan
kualitas pengelolaan dana zakat (good governance) sehingga dapat meningkatkan
kepuasan konsumen. Hal tersebut senada dengan riset Hoque Zahirul (2003:563), yaitu
terdapat pengaruh implementasi total quality management terhadap kinerja organisasi
dengan menggunakan pendekatan penilaian kinerja balanced scorecard.
Berdasarkan urgensi penelitian di atas, maka penelitian ini merupakan
kelanjutan dari penelitian sebelumnya dengan hasil terdapat pengaruh implementasi
pengendalian intern dan total quality management terhadap penerapan good governance
(Sri Fadilah:2011:40), selanjutnya penelitian akan menganalisis bagaimana
implementasi pengendalian intern dan implementasi total quality management
berpengaruh dalam penerapan good governance dan implikasinya terhadap pada kinerja
organisasi baik secara parsial maupun simultan pada LAZ seluruh Indonesia.
II Rerangka Teoretis dan Pengembangan Hipotesis
2.1 Pengertian dan Komponen Pengendalian Intern
Menurut Committee Of Sponsoring Organization of The Treadway Commission
(COSO.2004:13) yang juga disitir oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI.2012:319.2),
pengendalian intern merupakan hal yang penting bagi semua manajer pada organisasi
memahami pentingnya menerapkan dan memelihara pengendalian intern yang efektif
yang merupakan tanggung jawab. Untuk mencapai tujuan pengendalian intern, COSO
(2004:16-18) menjelaskan komponen pengendalian intern, sebagai berikut:
a. Lingkungan pengendalian (control environment)
Terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh
manajemen puncak, direktur dan pemilik suatu entitas terhadap pengendalian intern
dan pentingnya pengendalian tersebut.
b. Penaksiran risiko (risk assessment)
Adalah sebagai suatu proses untuk mengidentifikasikan, menaksir, mengelola dan
mengendalikan situasi atau kejadian-kejadian potensial untuk memberikan keyakinan
memadai bahwa tujuan organisasi tercapai.
c. Aktivitas pengendalian (control activity)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1101
SESI I/10
Adalah kebijakan dan prosedur yang membantu meyakinkan bahwa tindakan yang
diperlukan telah dilaksanakan untuk menghadapi risiko dalam pencapaian tujuan
entitas.
d. Informasi dan komunikasi (information and communication)
Tujuan terselenggarakan sistem informasi dan komunikasi adalah untuk
mengidentifikasi, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi entitas dan untuk
memelihara akuntabilitas organisasi.
e. Pemantauan (monitoring).
Pemantauan adalah proses penilaian kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang
waktu.
2.2 Pengertian dan Komponen Total Quality Management
Total quality management (TQM) merupakan suatu terobosan terbaru di bidang
manajemen yang seluruh aktivitasnya ditujukan untuk mengoptimalkan kepuasan
pelanggan melalui perbaikan proses yang berkesinambungan.Selanjutnya menurut
Tenner dan Detoro (1993:32), TQM memiliki tiga falsafah dasar yang dapat ditarik
sebagai titik pertemuan dari berbagai pendapat tentang TQM, adalah sebagai berikut:
1. Berfokus pada kepuasan pelanggan (Customer Focus)
Pelanggan internal adalah pekerja berikut atau departemen berikut yang terlibat
dalam proses produksi/penciptaan jasa. Pelanggan eksternal adalah orang atau
organisasi yang membeli dan menggunakan produk atau jasa perusahaan.
2. Pemberdayaan dan Pelibatan Karyawan
Dalam persaingan yang ketat, karyawan dituntut untuk memiliki keahlian dan
pengetahuan yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Untuk itu, perusahaan
harus lebih banyak menyediakan pelatihan dan kesempatan untuk terlibat dalam
proses pengambilan keputusan.
3. Peningkatan kualitas secara berkelanjutan (continuous improvement)
Dalam implementasinya perbaikan proses tersebut dijalankan berdasarkan roda
Deming yaitu plan, do, check dan action (siklus PDCA) yang memutar rodanya
terus menerus untuk mencegah terulangnya kerusakan.
Kemudian, implementasi TQM pada LAZ, dalam rangka mewujudkan lembaga
zakat yang kredibel, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan
TQM. Lebih lanjut, khususnya LAZ, menurut (Budi:2002:16) upaya melakukan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1102
SESI I/10
perbaikan kualitas secara terus menerus dapat dicapai dengan dua cara yaitu sebagai
berikut:
1. LAZ dapat membuat suatu posisi yang lebih strategis dalam hal pengelolaan ZIS
dengan cara mensosialisasikan tentang konsepsi fiqh yang lebih sesuai.
2. LAZ dapat meningkatkan hasil yang terbebas dari kerusakan dalam arti yang
dapat menghambat operasional lembaga.
Diharapkan dengan perbaikan kualitas secara terus menerus dengan dua cara di
mana LAZNAS dapat mencapai tujuan yaitu meningkatkan dana ZIS dari muzaki dan
mampu mendistribusikan dana ZIS kepada mustahik, serta mampu meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat secara optimal dan akhirnya dapat meningkatkan
partisipasi masyakarat kepada keberhasilan lembaga juga meningkatkan daya saing
lembaga dalam bentuk kinerja yang tinggi.
Jaringan yang
Banyak Meningkat Memperbaiki Dana ZIS
Posisi
Diversifikasi konsepsi
Fiqh Zakat Meningkat
Daya saing
Perbaikan
Kualitas
(TQM)
Meningkatkan output - Mengurangi biaya - Meningkatkan pelayanan
Yang terbebas dari operasioanal kpd masyarakat
Kerusakan - Manajemen terbuka - Partisipasi masyarakat
- Optimalisasi potensi yang lebih besar
masyarakat
Sumber: Budi Budiman:2002
Gambar 2.1. Strategi Peningkatan Pengelolaan Dana ZIS Dengan Pendekatan
Manfaat Utama Total Quality Management
Berdasarkan gambar 2.1, upaya yang harus dilakukan dalam rangka meningkat
kan kualitas bisa dengan memperbaiki posisi organisasi dan meningkatkan output yang
terbatas dari kerusakan. Upaya memperbaiki posisi bisa dilakukan dengan memperbaiki
jaringan yang banyak atau membuat kantor cabang dan membuat diversifikasi konsepsi
fiqh zakat. Kedua upaya untuk memperbaiki posisi tersebut memiliki tujuan akhir
meningkatkan penghimpunan dana zakat, infak dan shadaqoh. Di sisi lain untuk
meningkatkan output yang terbebas dari kerusakan bisa dilakukan dengan berbagai cara
seperti: mengurangi biaya operasional, mengimplementasikan manajemen yang terbuka
dan transparan dan melakukan optimalisasi terhadap potensi-potensi yang ada di dalam
masyarakat. Upaya-upaya tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan pelayanan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1103
SESI I/10
kepada masyarakat yang pada akhirnya akan memunculkan partisipasi masyarakat yang
besar pula.
2.3 Pengertian dan Komponen Good Governance
Definisi corporate governance, OECD (1999:30) mendefinisikan corporate
governance sebagai berikut: “corporate governance is the system by which business
corporation are directed an controlled. The corporate governance structure specifies
the distribution of rights and responsibilities among different participants in
corporation, such as the board, the managers, shareholders and other stakeholders and
spells out of the rules and procedures and for making decision on coporate affairs. By
doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set,
and the means of attaining those objectives and monitoring performance.“
Maksud definisi tersebut bahwa suatu sistem yang dipergunakan untuk
mengarahkan dan mengendalikan kegiatan bisnis perusahaan. Corporate governance
mengatur pembagian tugas, hak dan kewajiban mereka yang berkepentingan terhadap
kehidupan perusahaan, termasuk para pemegang saham, dewan pengurus, para manajer
dan semua anggota stakeholders non pemegang saham. Good corporate governance
diartikan sebagai suatu sistem untuk mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Hal
senada dengan definisi yang dikemukakan oleh Wahyudin Zarkasyi (2008:42) yaitu
suatu sistem (input, proses dan output) dan seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan perusahaan.
OECD menyatakan bahwa good corporate governance merupakan cara-cara
manajemen perusahaan (para direktur) bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan
atau pemegang saham. Tujuan dari good corporate governance seperti yang dinyatakan
dalam OECD (1999: 34) adalah bertujuan, (1) untuk mengurangi kesenjangan (gap)
antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam suatu perusahaan, (2)
meningkatkan kepercayaan bagi para investor dalam melakukan investasi, (3)
mengurangi biaya modal, (4) menyakinkan kepada semua pihak atas komitmen legal
dalam pengelolaan perusahaan dan (5) penciptaan nilai bagi perusahaan termasuk
hubungan antara para stakholders. Selanjutnya dalam rangka menerapkan good
governance perlu adanya standar atau prinsip yang dijadikan pedoman dalam praktik
pengelolaan perusahaan untuk meningkatkan nilai dan kelangsungan perusahaan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1104
SESI I/10
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD,1999:25) telah
mengembangkan prinsip-prinsip sebagai berikut: (a) Fairness, (b) Transparancy, (c)
Accountability, dan (d) Responsibility.
Unit analisis penelitian ini adalah Lembaga Amil Zakat seluruh Indonesia baik
LAZNAS maupun LAZDA adalah organisasi sektor publik yang kegiatan utamanya
adalah melakukan peran intermediasi pengelolaan dana zakat, infak dan shadaqah yang
dalam menjalankan operasional perusahaannya harus terikat dengan aturan baik vertikal
(syariah) maupun horizontal (aturan Departemen Agama dan Forum Zakat) juga
LAZNAS sebagai lembaga mandiri (bukan pemerintah, maka prinsip-prinsip good
governance yang digunakan dalam penelitian ini mendasarkan pada keputusan Menteri
Negara BUMN No. 117/M-MBU/2002, bahwa dalam penerapan good corporate
governance di BUMN dikenal lima prinsip utama. Kelima prinsip tersebut adalah (a)
responsibility, (b) accountability, (c) fairness, (d) tranparancy dan (e) independency.
Uraian dari masing-masing prinsip tersebut sebagai berikut:
1. Pertanggungjawaban (Resposibility)
Adalah kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi/organisasi yang sehat.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban rapat umum
pemegang saham, komisaris atau dewan pengawas dan direksi serta pemilik modal
sehngga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan efisien.
3. Keadilan (Fairness)
Adalah perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang
timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk
menjamin bahwa perusahaan dikelola secara prudent untuk kepentingan stakeholders
secara fair dan menghindarkan terjadinya praktik korporasi yang merugikan.
4. Transparansi (tranparancy)
Adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Transparansi
berhubungan dengan kualitas informasi yang disampaikan perusahaan.
5. Kemandirian (Independency)
Adalah keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa bantuan
kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip organisasi yang sehat.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1105
SESI I/10
2.4 Kinerja Organisasi: dengan Model Pengukuran Kinerja Balanced Scorecard
Menurut Kaplan dan Cooper (1998:87) mendefinisikan Balanced Scorecard
sebagai berikut: a measurement and management system that views a business unit’s
performance from four perpectives: financial, customer, internal business process, and
learning and growth. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa balanced
scorcard merupakan suatu sistem manajemen, pengukuran dan pengendalian yang
secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer
tentang kinerja bisnis.
Balanced Scorecard merupakan konsep manajemen kinerja kontemporer yang
mulai banyak diaplikasikan pada organisasi publik, termasuk organisasi pemerintahan
juga diterapkan pada Organisasi Pengelola Zakat seperti LAZ dan BAZ. Balanced
Scorecard dinilai tepat untuk organisasi publik, karena balanced scorecard tidak hanya
menekankan pada aspek kuantitatif dan finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan
nonfinansial. Hal tersebut sejalan dengan organisasi sektor publik yang menempatkan
laba bukan sebagai ukuran kinerja utama, namun pelayanan yang cenderung bersifat
kualitatif dan nonfinansial. Meskipun konsep balanced scorecard lahir di dunia bisnis,
organisasi publik juga dapat mengadopsi konsep balanced scorecard dengan beberapa
modifikasi. Pengadopsian balanced scorecard ke dalam organisasi publik bertujuan
untuk meningkatkan kinerja organisasi publik, karena kasus di beberapa organisasi
besar yang menerapkan balanced scorecard menunjukkan bahwa balanced scorecard
merupakan alat manajemen yang komprehensif dan powerful untuk mendongkrak
kinerja organisasi.
Kaplan dan Norton (1996:102) memberikan petunjuk bahwa balanced
scorecard memberikan para eksekutif kerangka kerja yang komprehensif untuk
menterjemahkan visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang
terpadu. Balanced scorecard menterjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai
tujuan dan ukuran yang tersusun ke dalam dalam empat perspektif, yaitu: financial,
customers & stakeholders, internal business process, serta employees and organization
capacity. Kerangka balanced scorecard tersebut tidak terbatas untuk organisasi bisnis,
akan tetapi organisasi publik dapat menggunakannya dengan penempatan tumpuan
yang berbeda, Jika dalam organisasi bisnis tumpuannya adalah perspektif finansial,
maka dalam organisasi publik tumpuannya adalah perspektif customers & stakeholders,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1106
SESI I/10
karena pelayanan publik merupakan bottom line organisasi. Selanjutnya, fokus utama
dalam organisasi publik adalah misi organisasi yaitu melayani dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Dari misi tersebut diformulasikan strategi-strategi yang akan
dilakukan untuk pencapaian misi tersebut. Gambar berikut menguraikan keterkaitan
strategi organisasi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam empat perspektif, yaitu
perspektif customers and stakeholders, perspektif financial, perspektif internal business
process, dan perspektif employees & organization capacity.
Sumber: Rohm. Howard (2004)
Gambar 2.2 Balanced Scorecard Pada Organisasi Publik
Adapun penjelasan masing-masing perspektif dari Gambar 2.2 sebagai berikut:
a. Perspektif Customers and Stakeholders
Tinjauan dari perspektif customers and stakeholders pada organisasi sektor
publik pada dasarnya ingin mengetahui bagaimana customers and stakeholders melihat
organisasi. Customers and stakeholders pada sektor publik yang utama adalah
masyarakat pembayar zakat dan masyarakat pengguna layanan publik, untuk organisasi
pengelola zakat adalah muzaki sebagai pihak yang menyerahkan zakat dan mustahik
sebagai pihak yang menerima dana ZIS. Oleh karena itu, perspektif customers and
stakeholders organisasi LAZ berfokus untuk memenuhi kepuasan masyarakat
khususnya umat Islam. Kepuasan customers and stakeholders tersebut akan memicu
perspektif customers and stakeholders dapat digunakan ukuran sebagai berikut: (1)
Citizen satisfaction; (2) Service coverage; dan (3) quality and standards..
b. Perspektif Financial
Perspektif keuangan dalam organisasi publik adalah untuk menjawab bagaimana
organisasi meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya pengelola dan bagaimana
Mission
Customers and
Stakeholders
Employees &
Financial Strategy Organization
Capacity
Internal Business
Process
_____________________________________________________________
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1107
SESI I/10
kita melihat pembayar zakat?. Perspektif keuangan menjelaskan apa yang diharapkan
oleh penyedia sumber dana finansial yang utama yaitu para muzaki (khusus untuk
LAZ). Dengan demikian LAZ harus berfokus pada sesuatu yang diharapkan muzaki,
yaitu mengharapkan zakat yang telah dikeluarkannya itu digunakan secara ekonomi,
efisien, dan efektif, serta memenuhi harapan prinsip transparan dan akuntabilitas publik.
Meskipun organisasi seperti LAZ tidak mengejar laba, namun LAZ perlu berupaya
bagaimana meningkatkan pendapatan yang berasal dari dana ZIS dan tingkat efektifitas
pelayanan yang diberikan oleh LAZ. Dengan demikian pada perspektif keuangan dapat
digunakan ukuran berikut: (1) Upaya untuk meningkatkan dana ZIS yang dihimpun dan
diberdayakan; (2) Effectivity of services; (3) Peningkatan jumlah dana ZIS yang
dihimpun; dan (4) Peningkatan jumlah dana ZIS yang diberdayakan
c. Perspektif Internal Business Process
Pada perspektif proses bisnis internal berupaya untuk membangun keunggulan
organisasi melalui perbaikan proses bisnis internal organisasi secara berkelanjutan.
Tujuan strategik dalam perspektif proses bisnis internal adalah mendukung perspektif
customers and stakeholders dan perspektif financial. Dalam perspektif proses bisnis
internal organisasi mengidentifikasikan proses kunci yang harus dikelola dengan baik
agar terbangun keuangan organisasi yang baik. Pertanyaan yang harus dijawab oleh
organisasi adalah: “(1) kita harus unggul di bidang apa?; dan (2) bagaimana kita
membangun keunggulan?”. Pencapaian tujuan strategik pada perspektif ini akan
berdampak pada kepuasan customers and stakeholders. Beberapa tujuan atau sasaran
strategik pada proses bisnis internal misalnya peningkatan proses pelayanan, perbaikan
siklus layanan, peningkatan kapasitas infrastruktur, pemutakhiran teknologi dan
pengintegrasian proses layanan customers and stakeholders secara langsung akan
mempengaruhi kepuasan customers and stakeholders dan secara tidak langsung akan
berdampak pada kinerja keuangan. Dalam rangka meningkatkan kinerja pada perspektif
internal business process organisasi sektor publik harus mengidentifikasi dan mengukur
kompetensi inti organisasi, mengidentifikasi proses utama pelayanan, mengidentifikasi
teknologi utama yang perlu dimiliki dan menentukan ukuran kinerja dan target kinerja.
Pada LAZ keunggulan organisasi dapat didesain dari inovasi produk yang dapat
memuaskan muzaki dan memberdayakan mustahik, serta pengembangan jaringan
sistem informasi yang dapat memudahkan muzaki untuk menyalurkan zakatnya dan
memudahkan mustahik menerima zakat. Dengan demikian pada perspektif proses bisnis
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1108
SESI I/10
internal dapat digunakan ukuran sebagai berikut: (1) Inovation of product dan (2)
Management Information System.
d. Perspektif Employees and Organization Capacity
Perspektif internal business process dan perspektif customers and stakeholders
dalam balanced scorecard, mengidentifikasi parameter-parameter untuk membangun
keunggulan organisasi. Target dan ukuran kesuksesan akan terus berubah seiring
dengan perubahan waktu. Oleh karena itu, organisasi harus mampu berinovasi,
berkreasi dan belajar. Organisasi perlu melakukan perbaikan secara terus menerus dan
menciptakan pertumbuhan secara berkelanjutan. Dalam organisasi sektor publik seperti
LAZ, perspektif employees and organization capacity difokuskan untuk menjawab
pertanyaan ; “bagaimana organisasi terus melakukan perbaikan dan menambah nilai
bagi customers and stakeholders?”. Sasaran dan tujuan strategik yang ditetapkan pada
perspektif employees and organization capacity akan berpengaruh terhadap perspektif
lain, yaitu perspektif internal business process dan perspektif customers and
stakeholders. Beberapa sasaran strategik pada perspektif employees and organization
capacity tersebut antara lain: (1) peningkatan keahlian pegawai; (2) peningkatan
komitmen pegawai; (3) peningkatan kemampuan membangun jaringan; dan (4)
peningkatan motivasi pegawai. Ukuran kinerja untuk perspektif employees and
organization capacity untuk LAZ difokuskan kepada “amilin” sebagai subjek pengelola
zakat. Dengan demikian ukuran kinerja pada perspektif employees and organization
capacity dapat digunakan ukuran: (1) Skill coverage; (2) Personel income dan welfare;
dan (3) Personel satisfaction.
2.5 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Kejelasan arah, originalitas dan kemanfaatan dari suatu penelitian yang
dilakukan oleh seorang peneliti akan terlihat dengan jelas apabila peneliti mampu
menelusuri secara mendalam beberapa penelitian yang dilakukan sekarang. Adapun
temuan hasil penelitian yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini berkaitan dengan:
(1) pengendalian intern; (2) total quality management:; (3) good governance; dan (4)
kinerja organisasi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada bagian ini akan dibahas
beberapa temuan hasil penelitian sebelumnya mengenai pengaruh implementasi
pengendalian intern, dan implementasi total quality management terhadap kinerja
organisasi melalui penerapan good governance, sebagai berikut:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1109
SESI I/10
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Sebelumnya Berikut Perbedaan dan Persamaan
No Peneliti Judul Perbedaan Persamaan 1 Samdin
(2002:19)
Pengembangan Manajemen
Bazis
a. Selain TQM variabel
lain tidak diteliti
b. Respondenya
pengurus BAZIS se
Jawa Barat
Meneliti
pengembangan
manajemen lembaga
pengumpul zakat.
2 Jiun (2002:6) Penerapan Pengendalian
Intern pada Gereja di Kota
Surabaya
Selain variabel
pengendalian intern
tidak diteliti
Mengkaji variabel
pengendalian intern
3 Budi Budiman
(2002:16)
Potensi Dana ZIS Sebagai
Instrumen Ekonomi Islam
dari
Teori dan Implementasi
Manajemen.
Selain variabel TQM,
variabel lain yang
diteliti berbeda
a. Indikator TQM
hampir
sama
b. Unit analisis BAZIS
hampir sama
4 Jan Hoesada
(2002:6)
Akuntansi Organisasi
Nirlaba
a. Indikator yang
digunakan untuk
variabel good
governance
berbeda.
b. Pendekatan yang
digunakan juga
berbeda
Meneliti good
governance pada
organisasi nonprofit
5 Hiro Tugiman
(2003:1)
Penerapan Good Corporate
Governance di Lingkungan
Unit
Perkumpulan :Perhimpunan
Santo Borromeus” (PPSB).
a. Unit analisis rumah
sakit dan akademi
perawat
b. Variabel lain selain
pengendalian intern
dan kinerja
perusahaan,
berbeda.
c. Indikator untuk
pengendalian intern
dan kinerja
perusahaan berbeda
Meneliti Variabel
pengendalian intern dan
kinerja perusahaan
6 Hoque Zahirul
(2003:563)
Total Quality Management
and the Balanced
Scorecard Approach: A
Critical Analysis of Their
Potential Relationships and
Direction for Research
a. Unit analisis
perusahaan
manufaktur
b. tidak mengaitkan
dengan variabel lain.
Indikator yang
digunakan hampir sama
untuk kedua variabel
tersebut
7 Rohm
(2004:142)
Improve Public Sector
Result with A Balanced
Scorecard:Nine Steps to
Success
a. Unit analisis
berbeda
b. Variabel lain yang
diteliti selain kinerja
organisasi berbeda
Pendekatan yang
digunakan untuk
mengukur kinerja
organisasi adalah
balanced scorecard.
8 Imelda RHN
(2004:180)
Impelementasi Balanced
Scorecard pada Organisasi
Publik
a. Unit analisis
berbeda
b. Variabel lain yang
diteliti selain
kinerja
organisasi berbeda
Pendekatan yang
digunakan untuk
mengukur kinerja
organisasi adalah
balanced scorecard.
9 Daniel dan
Amrik
(2006:35)
The Relationship Between
Organization Strategy,
Total Quality Management
(TQM) and Organization
Performance: The
Mediating Role of TQM
a. Unit analisis berbeda
yaitu responden
middle/seniormanager
c. TQM sebagai
variabel mediating
c. Indikator
Meneliti keterkaitan
antara TQM dengan
kinerja organisasi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1110
SESI I/10
No Peneliti Judul Perbedaan Persamaan organizational
performance yaitu
product quality,
product innovation
dan process
innovation
10 Suryo Pratolo
(2006:87)
Pengaruh Audit
Manajemen, Komitmen
Manajer pada Organisasi,
Penerapan. Pengendalian
Intern Terhadap Prinsip-
Prinsip Good Corporate
Governance dan Kinerja
Perusahaan
a. Unit analisis BUMN
di Indonesia
b. Selain variabel
pengendalian intern,
good corporate
governance dan
kinerja perusahaan,
variabel lain yang
diteliti berbeda.
c. Indikator variabel
kinerja perusahaan
berbeda
Mengkaji variabel
pengendalian intern,
good corporate
governance dan kinerja
perusahaan
11 Wahyudin
Zarkasyi
(2007:42)
Peran Komite Audit dan
Audit Internal Dalam
Implementasi Good
Corporate Governance dan
Dampaknya Terhadap
Kinerja Badan Usaha Milik
Negara di Indonesia
a. Unit analisis BUMN
b. Selain variabel good
corporate governance
dan kinerja
perusahaan, variabel
lain berbeda.
c. Indikator variabel
kinerja perusahaan
berbeda.
Meneliti variabel good
corporate governance
dan kinerja
organisasi/perusahaan
(BUMN)
12 Cristian
Herdinata
(2008:14-15)
Good Corporate
Governance Vs Bad
Corporate
Governance : Pemenuhan
Kepentingan Antara Para
Pemegang Saham
Mayoritas dan Pemegang
Saham Minoritas.
a. Variabel yang
digunakan berbeda
yaitu peran auditor
b. Unit analisi
perusahaan
private yang terdaftar
di BEI
Variabel yang
digunakan sama yaitu
Struktur pengendalian
intern dan good
corporate governance
termasuk indikator
yang digunakan
13 Feroz, Sanjay
and Raymond
(2008:128)
Performance Measurement
for Accountability in
Corporate Governance
a. Unit analisis pada
perusahaan farmasi
b. Indikator untuk
kinerja organisasi
adalah DEA
c. Variabel
accountability
(bagian dari GCG)
Mengaitkan antara
GCG (accountability)
dengan ukuran kinerja
organisasi.
14 Michelon,
Baretta and
Bozzolan
(2009:66)
Disclosure on Internal
Control System as
Substitute of Alternative
Governance Mechanisms
a. Tidak menggunakan
variabel lain dan
b. Indikator yang
digunakan untuk
variabel sistem
pengendalian intern
dan corporate
governance
c. Unit analisis
perusahaan go
publik
Menggunakan variabel
pengendalian intern
(sistem pengendaian
intern sebagai variabel
bebas) dan variabel
corporate governance
sebagai variabel bebas,
15 Dikdik
Tandika
(2009:101)
Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi
Kinerja Organisasi dan
Implikasinya Terhadap
Akuntabilitas Publik
a. unit analisis berbeda
b. variabel lain yang
diteliti berbeda
selain kinerja
organisasi
Menggunakan
pendekatan yang sama
untuk mengukur kinerja
BAZ yaitu balanced
scorecard yang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1111
SESI I/10
No Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) Dalam Upaya
ptimalisasi Penghimpunan
Zakat di Propinsi Jawa
Barat, Banten dan DKI
Jakarta.
dikembangkan Rohm
16 Petrovits,
Shakespeare
and Shih
(2010:49)
The Causes and
Consequences of Internal
Control Problems in
NonProfit Organization
a. Tidak meneliti
variabel lain selain
internal control.
b. Terdapat perbedaan
dalam indikator
yang digunakan
c. Meneliti variabel
internal control
d. Unit analisis
nonprofit
organization
17 Manguns
(2010:49)
Good Governance dan
LSM
a. Variabel good
governance selain
budaya organisasi
dalam penelitian
tersebut berbeda.
b. Indikator good
governance yang
digunakan adalah
akuntabel,
transparan dan
partisipasi
Meneliti tentang good
governance dan
budaya organisasi
Sumber: Disarikan dari beberapa sumber
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teoritis yang telah diuraikan sebelumnya serta dukungan
penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh
implementasi pengendalian intern dan implementasi total quality management terhadap
kinerja organisasi secara simultan maupun parsial dan melalui penerapan good
governance.
III Metode Riset
3.1 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan data
Metode penelitian yang direncanakan dalam penelitian ini adalah penelitian
yang bersifat penjelasan (explanatory research), karena merupakan penelitian yang
menjelaskan hubungan kausal di antara variabel-variabel (Cooper dan Schindler,
2006:154). Selanjutnya, untuk memperoleh data yang dibutuhkan untuk membuktikan
hipotesis penelitian, menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu Kuesioner,
Wawancara dan Dokumentasi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1112
SESI I/10
3.2 Pengujian Instrumen Penelitian
1. Pengujian Validitas Instrumen (Test of Validity)
Uji validitas dilakukan untuk mengetahui apakah alat ukur yang telah disusun
benar-benar mengukur apa yang perlu diukur. Karena skala pengukuran dari data
adalah ordinal maka uji validitas dalam penelitian ini menggunakan korelasi product
moment. Berdasarkan hasil pengolahan menggunakan korelasi Pearson product moment
(r):
Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Kuesioner
Variabel Kisaran nilai r Rkritis Keterangan
Pengendalian Intern 0,511 – 0,897 0,30 Semua valid
Total Quality Management 0,524 – 0,884 0,30 Semua valid
Good Governance 0,431 – 0,869 0,30 Semua valid
Kinerja Organisasi 0,431 – 0,869 0,30 Semua valid
Sumber: Kuesioner diolah kembali
Pada Tabel 3.1 dapat dilihat nilai indeks validitas setiap butir pernyataan lebih
besar dari 0,30, hasil ini mengindikasikan bahwa semua butir pertanyaan yang diajukan
valid dan layak digunakan untuk analisis selanjutnya.
2. Pengujian Reliabilitas Instrumen (Test of Reliability)
Reliabilitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik terkait dengan keakuratan,
ketelitian dan kekonsistenan, dengan koefisien korelasi Sperman-Brown.
Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Penelitian
Kuesioner Jumlah Pertanyaan Koefisien Reliabilitas Keterangan
Pengendalian intern 29 0,971 Reliabel
Total Quality Management 19 0,978 Reliabel
Good Governance 20 0,953 Reliabel
Kinerja Organisasi 20 0,953 Reliabel
Sumber: Kuesioner diolah kembali
Hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa kuesioner keempat variabel yang
diteliti sudah andal sehingga dapat dilanjutkan pada analisis berikutnya.
3.3 Target Populasi dan Sampel Penelitian
Target populasi dalam penelitian ini adalah Lembaga Amil Zakat yang terdaftar
di Forum Zakat sebagai anggota aktif yang terdiri dari LAZNAS dan LAZDA yang
terdaftar pada FoZ sebagai anggota aktif. Teknik penentuan sampel adalah Proportional
Stratified Random Sample. Adapun penentuan sampel menggunakan rumus Slovin,
dengan tingkat kekeliruan (d) sebesar 0,05:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1113
SESI I/10
Tabel 3.3 Banyaknya Unit Sampel dari Setiap Strata LAZ
Lembaga Amil Zakat (LAZ) N n
LAZ Nasional (LAZNAS) 18 16
LAZ Daerah (LAZDA) 32 28
Total 50 44
Sumber: Data yang diolah kembali
Dari jumlah target populasi yang berjumlah 50 LAZ, yang mengisi kuesioner
dalam penelitian ini berjumlah 41 LAZ, terdiri dari 14 LAZNAS dan 27 LAZDA,
sedangkan 9 LAZ tidak bersedia dijadikan sebagai target populasi/responden penelitian.
3.4 Rancangan Analisis dan Uji Hipótesis
Sesuai dengan perumusan masalah, tujuan penelitian, perumusan hipotesis dan
jumlah data yang akan dikumpulkan maka metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah menggunakan partial least square (PLS). Partial least squares
dikembangkan sebagai alternatif pemodelan dengan persamaan struktural yang dasar
teorinya lemah. Pada penelitian ini partial least square digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh secara parsial maupun simultan implementasi pengendalian intern,
dan implementasi total quality management terhadap kinerja organisasi dan melalui
penerapan good governance pada LAZ seluruh Indonesia.
IV. Analisis Data dan Pembahasan
4.1 Model Pengukuran dan Model Struktural
Pengaruh implementasi pengendalian intern, dan implementasi total quality
management terhadap kinerja organisasi dianalisis menggunakan structural equation
modeling, metode alternatif dengan partial least square. Sama halnya dengan SEM
berbasis covariance, pada SEM berbasis variance juga terbentuk 2 model, yaitu model
pengukuran dan model struktural. Melalui model pengukuran dengan indikator refleksif
akan dinilai validitas dari masing-masing indikator dan menguji reliabilitas dari
konstruk indikator yang dinilai. Indikator yang memiliki loading factor kurang dari
0,50 akan didrop dari model, sedangkan composite reliability yang dianggap
memuasakan adalah lebih besar dari 0,70. Berikut ini disajikan model pengukuran dari
masing-masing variabel (construct) yang digunakan dalam penelitian ini.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1114
SESI I/10
Tabel 4.1 Loading Factor Indikator Masing-Masing Variabel Penelitian
Variabel Composite Reliability
(CR)
Average Variance
Extracted (AVE)
Pengendalian Intern 0,959 (direkomendasikan) 0,825 (terwakili 82,5%)
Total Quality Management 0,920 (direkomendasikan) 0,793 (terwakili 79,3%)
Good Governance 0,908 (direkomendasikan) 0,668 (terwakili 66,8%)
Kinerja Organisasi 0,945 (direkomendasikan) 0,811 (terwakili 81,1%)
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Setelah diuraikan model pengukuran masing-masing variabel penelitian,
selanjutnya akan diuraikan model struktural antar variabel yang terbentuk dari model
pengukuran. Berdasarkan kerangka pengujian model struktural, maka secara garis besar
ada 3 sub struktur yang akan diuji (hipotesis) pada penelitian ini, yaitu:
1. Pengaruh Implementasi pengendalian intern, dan total quality management
terhadap penerapan good governance secara simultan dan parsial.
2. Pengaruh Implementasi pengendalian intern, dan total quality management
terhadap kinerja organisasi secara simultan dan parsial dan melalui penerapan
good governance.
3. Pengaruh penerapan good governance terhadap kinerja organisasi.
Dari hasil penggabungan model pengukuran dan dan model struktural diperoleh
diagram jalur full model sebagai berikut.
Gambar 4.1 Diagram Jalur Model Lengkap (Full Model) Antar Variabel
Melalui diagram jalur full model tersebut selanjutnya akan dilakukan pengujian
hipotesis penelitian yang terbagi menjadi 3 sub stuktur, tetapi sebelumnya terlebih
dahulu disajikan koefisien jalur dan nilai statistik uji T untuk masing-masing jalur.
X1.1
X1.2
X1.3
X1.4
X1.5
PI
X2.1
X2.2
X2.3
TQM
Y1.5Y1.4Y1.3Y1.2Y1.1
GG
Y2.1
Y2.2
Y2.3
Y2.4
KO1
0,928
0,219
0,233
0,139
0,085
0,200
0,880
0,204
0,226
0,189
0,860
0,276 0,235 0,261 0,275 0,611
0,236
0,206
0,122
0,194
0,6890,537
2
0,212
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1115
SESI I/10
Tabel 4.2 Koefisien Jalur Masing-Masing Hubungan Antar Variabel
Path Koefisien Std.error T-Statistic*
PI->GG 0.481 0.139 3.463
TQM->GG 0.358 0.117 3.066
PI->KO 0.216 0.088 2.461
TQM->KO 0.098 0.074 1.328
GG->KO 0.689 0.098 7.064
Sumber: Data penelitian diolah kembali *tkritis = 1,96
4.2 Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
Setelah diuraikan model pengukuran serta model struktural dari masing-masing
variabel, selanjutnya dilakukan uji signifikansi pengaruh masing-masing variabel
eksogenus (variabel bebas) terhadap variabel endogenus (variabel terikat) sesuai dengan
hipotesis yang ada.
4.2.1 Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total Quality
Management Terhadap Penerapan Good Governance.
4.2.1.1 Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total Quality
Management
Terhadap Penerapan Good Governance Secara Simultan dan Parsial.
A. Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total Quality Management
Terhadap Penerapan Good Governance Secara Simultan.
Hipotesis pertama yang akan diuji adalah pengaruh implementasi pengendalian
intern dan total quality management terhadap penerapan good governance. Melalui
nilai-nilai yang terdapat pada diagram jalur model struktural antar variabel laten pada
gambar 4.1 dapat dihitung besar pengaruh masing-masing variabel implementasi
pengendalian intern, dan total quality management terhadap penerapan good
governance dan hasilnya disajikan pada tabel berikut.
Tabel 4.3 Besar Pengaruh Variabel Implementasi Pengendalian Intern dan
Total Quality Management Terhadap Penerapan Good Governance
Variabel Koefisien Jalur Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung Total
PI 0,481 23,1% 5,2% 28,3%
TQM 0,358 12,8% 5,2% 18,0%
Total Pengaruh Secara Bersama-sama = 46,3%
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Secara bersama-sama variabel implementasi pengendalian intern dan total
quality management mampu menjelaskan atau mempengaruhi perubahan yang terjadi
pada penerapan good governance sebesar 46,3% dan sisanya sebesar 53,7% dijelaskan
atau dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti. Di antara kedua variabel
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1116
SESI I/10
eksogen, implementasi pengendalian intern memberikan kontribusi yang lebih besar
terhadap penerapan good governance. Pengaruh secara bersama-sama implementasi
pengendalian intern dan total quality management terhadap penerapan good governance
diuji sebagai berikut.
Tabel 4.4 Uji Signifikansi Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total
Quality Management Secara Bersama-sama Terhadap penerapan good governance.
Pengaruh Bersama-sama Fhitung F0,05 (2;38) Kesimpulan
46,3% 16,394 3,245 Terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.4 dapat dilihat nilai Fhitung sebesar 16,394 lebih besar dari Ftabel
(3,245), karena nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel maka pada tingkat kepercayaan 95%
dapat disimpulkan secara bersama-sama implementasi pengendalian intern dan total
quality management berpengaruh signifikan terhadap penerapan good governance.
Hasil uji statistik sesuai dengan ekspektasi peneliti, yaitu jika implementasi
pengendalian intern dan total quality management diterapkan secara optimal maka
cenderung penerapan good governance meningkat. Hasil uji statistik telah
membuktikan adanya pengaruh yang signifikan kedua variabel tersebut secara bersama-
sama terhadap penerapan good governance.
B. Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Good
Governance.
Dihipotesiskan bahwa implementasi pengendalian intern mempengaruhi
penerapan good governance. Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis
sebagai berikut.
Tabel 4.5 Uji Signifikansi Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern
Terhadap Penerapan Good Governance.
Koefisien Jalur thitung t-kritis Kesimpulan
0,481 3,463 1,96 Terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.5 dapat dilihat koefisien jalur implementasi pengendalian intern
terhadap penerapan good governance sebesar 0,481 dengan arah positif. Koefisien jalur
bertanda positif menunjukkan bahwa implementasi pengendalian intern yang baik
cenderung penerapan good governance juga baik. Selanjutnya nilai thitung (3,856) lebih
besar dari tkritis (1,96) menunjukkan bahwa implementasi pengendalian intern
berpengaruh signifikan terhadap penerapan good governance. Secara langsung variabel
implementasi pengendalian intern memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 23,1%
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1117
SESI I/10
terhadap penerapan good governance, kemudian pengaruh secara tidak langsung karena
hubungannya dengan total quality management sebesar 5,2%. Secara total
implementasi pengendalian intern memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 28,3%
dalam meningkatkan penerapan good governance. Hasil uji statistik sesuai dengan
ekspektasi peneliti, yaitu jika implementasi pengendalian intern semakin baik maka
cenderung penerapan good governance juga baik. Hasil uji statistik telah
membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari implementasi pengendalian intern
terhadap penerapan good governance.
C. Pengaruh Implementasi Total Quality Management Terhadap Penerapan Good
Governance
Dihipotesiskan bahwa total quality management mempengaruhi penerapan good
governance. Berikut ini disajikan hasil uji signifikansi dari hipotesis sebagai berikut.
Tabel 4.6 Uji Signifikansi Pengaruh Total Quality Management
Terhadap Penerapan Good Governance
Koefisien Jalur t-hitung t-kritis Kesimpulan
0,358 3,066 1,96 Terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.6 dapat dilihat koefisien jalur variabel total quality management
terhadap penerapan good governance sebesar 0,358 dengan arah positif. Koefisien jalur
yang bertanda positif menunjukkan bahwa total quality management yang makin baik
cenderung membuat penerapan good governance juga semakin baik. Selanjutnya nilai t-
hitung (3,066) lebih besar dari tkritis (1,96) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari total quality management terhadap penerapan good governance. Secara
langsung variabel total quality management memberikan kontribusi atau pengaruh
sebesar 12,8% terhadap penerapan good governance, kemudian pengaruh secara tidak
langsung karena hubungannya dengan implementasi pengendalian intern sebesar 5,2%.
Secara keseluruhan total quality management memberikan kontribusi atau pengaruh
sebesar 18,0% dalam meningkatkan penerapan good governance. Hasil uji statistik
sesuai dengan ekspektasi peneliti, yaitu jika total quality management semakin baik
maka penerapan good governance cenderung membaik. Hasil uji statistik telah
membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari total quality management terhadap
penerapan good governance.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1118
SESI I/10
4.2.1.2 Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total Quality
Management
Terhadap Kinerja Organisasi Secara Simultan dan Parsial dan Melalui
Penerapan Good Governance
A. Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total Quality Management
Terhadap Kinerja Organisasi Secara Simultan dan Melalui Penerapan Good
Governance
Hipotesis kedua yang akan diuji adalah pengaruh implementasi pengendalian
intern, dan total quality management terhadap kinerja organisasi secara simultan dan
parsial melalui penerapan good governance. Melalui nilai-nilai yang terdapat pada
diagram jalur model struktural antar variabel laten pada gambar 4.1 dapat dihitung
besar pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogen
Tabel 4.7 Besar Pengaruh Variabel Implementasi Pengendalian Intern,
dan Total Quality Management Terhadap Kinerja Organisasi dan Melalui
Penerapan Good Governance.
Variabel
Laten
Koefisien
Jalur
Pengaruh
Langsung
Pengaruh Tidak Langsung
Total
Pengaruh Melalui
Variabel Bebas
Melalui
Penerapan Good
Governance
PI 0,216 4,7% 0,6% 8,8% 14,1%
TQM 0,098 1,0% 0,6% 3,4% 5,0%
Total Pengaruh Secara Bersama-sama = 19,1%
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Secara bersama-sama variabel implementasi pengendalian intern, dan total
quality management mampu menjelaskan perubahan yang terjadi pada kinerja
organisasi sebesar 19,1% dan sisanya sebesar 80,9% dijelaskan oleh faktor-faktor lain
yang tidak ditelti, termasuk diantaranya pengaruh penerapan good governance. Di
antara kedua variabel eksogen, implementasi pengendalian intern memberikan
kontribusi yang lebih besar terhadap kinerja organisasi. Adapun untuk uji signifikansi
akan tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4.8 Uji Signifikansi Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern, Total
Quality Management Secara Simultan Terhadap Kinerja Organisasi dan Melalui
Penerapan Good Governance.
Pengaruh Simultan Fhitung F0,05 (2;38) Kesimpulan
19,1% 4,486 3,245 Terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.8 dapat dilihat nilai Fhitung sebesar 4,486 lebih besar dari Ftabel
(3,245), karena nilai Fhitung lebih besar dari Ftabel maka pada tingkat kepercayaan 95%
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1119
SESI I/10
dapat disimpulkan secara bersama-sama implementasi pengendalian intern, dan total
quality management berpengaruh signifikan terhadap kinerja organisasi. Hasil uji
statistik sesuai dengan ekspektasi peneliti, yaitu jika implementasi pengendalian intern,
dan total quality management diterapkan secara optimal maka kinerja organisasi
cenderung akan meningkat. Hasil uji statistik telah membuktikan adanya pengaruh yang
signifikan ketiga variabel tersebut terhadap kinerja organisasi.
B. Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Organisasi.
Dihipotesiskan bahwa implementasi pengendalian intern mempengaruhi kinerja
organisasi. Adapun untuk uji siginifikansi akan tersaji dalam tabel berikut:
Tabel 4.9 Uji Signifikansi Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern
Terhadap Kinerja Organisasi
Koefisien Jalur t-hitung t-kritis Kesimpulan
0,216 2,461 1,96 Terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.9 dapat dilihat koefisien jalur implementasi pengendalian intern
terhadap kinerja organisasi sebesar 0,216 dengan arah positif. Koefisien jalur bertanda
positif menunjukkan bahwa implementasi pengendalian intern yang baik cenderung
meningkatkan kinerja organisasi. Selanjutnya nilai t-hitung (2,461) lebih besar dari tkritis
(1,96) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari implementasi
pengendalian intern terhadap kinerja organisasi. Secara langsung variabel implementasi
pengendalian intern memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 4,7% terhadap
kinerja organisasi, kemudian pengaruh secara tidak langsung karena hubungannya
dengan total quality management sebesar 0,6% serta pengaruh tidak langsung melalui
penerapan good governance sebesar 8,8%. Secara total implementasi pengendalian
intern memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 14,1% dalam meningkatkan
kinerja organisasi.
Hasil uji statistik sesuai dengan ekspektasi peneliti, yaitu jika implementasi
pengendalian intern semakin baik maka kinerja organisasi cenderung meningkat. Hasil
uji statistik telah membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari implementasi
pengendalian intern tersebut terhadap kinerja organisasi.
C. Pengaruh Implementasi Total Quality Management Terhadap Kinerja
Organisasi.
Dihipotesiskan bahwa implementasi total quality management mempengaruhi
kinerja organisasi. Adapun untuk uji signifikansi tersaji dalam tabel berikut:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1120
SESI I/10
Tabel 4.10 Uji Signifikansi Pengaruh Implementasi Total Quality Management
Terhadap Kinerja Organisasi
Koefisien Jalur t-hitung t-kritis Kesimpulan
0,098 1,328 1,96 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.10 dapat dilihat koefisien jalur total quality management terhadap
kinerja organisasi sebesar 0,098 dengan arah positif. Koefisien jalur bertanda positif
menunjukkan bahwa total quality management yang baik membuat kinerja organisasi
cenderung tinggi. Selanjutnya nilai thitung (1,328) lebih kecil dari tkritis (1,96)
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari total quality
management terhadap kinerja organisasi. Secara langsung variabel total quality
management hanya memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 1,0% terhadap
kinerja organisasi, kemudian pengaruh secara tidak langsung karena hubungannya
dengan implementasi pengendalian intern sebesar 0,6%, serta pengaruh tidak langsung
melalui penerapan good governance sebesar 3,4%. Secara keseluruhan total quality
management hanya memberikan kontribusi atau pengaruh sebesar 5,0% dalam
meningkatkan kinerja organisasi.
4.3.1.3 Pengaruh Penerapan Good Governance Terhadap Kinerja Organisasi.
Hipotesis ketiga yang akan diuji adalah pengaruh penerapan good governance
terhadap kinerja organisasi. Melalui nilai-nilai yang terdapat pada diagram jalur model
struktural antar variabel laten pada gambar 4.1 dapat dihitung besar pengaruh masing-
masing dan uji signifikansi dalam tebel berikut:
Tabel 4.11 Uji Signifikansi Pengaruh Penerapan Good Governance Terhadap
Kinerja Organisasi
Koefisien Jalur t-hitung t-kritis Kesimpulan
0,689 7,064 1,96 Terdapat pengaruh yang signifikan
Sumber: Data penelitian diolah kembali
Pada tabel 4.14 dapat dilihat koefisien jalur penerapan good governance
terhadap kinerja organisasi sebesar 0,689 dengan arah positif. Koefisien jalur bertanda
positif menunjukkan bahwa penerapan good governance yang baik cenderung
menghasilkan kinerja organisasi yang lebih tinggi. Selanjutnya nilai thitung (7,064) lebih
besar dari tkritis (1,96) menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari penerapan
good governance terhadap kinerja organisasi. Penerapan good governance memberikan
kontribusi atau pengaruh sebesar 47,5% terhadap kinerja organisasi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1121
SESI I/10
Hasil uji statistik sesuai dengan ekspektasi peneliti, yaitu jika penerapan good
governance semakin baik maka kinerja organisasi cenderung meningkat. Hasil uji
statistik telah membuktikan adanya pengaruh yang signifikan dari penerapan good
governance terhadap kinerja organisasi.
V. Simpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan dan parsial
implementasi pengendalian intern dan implementasi total quality management
berpengaruh signifikan terhadap penerapan good governance baik secara langsung
maupun tidak langsung. Artinya jika implementasi pengendalian intern dan
implementasi total quality management diterapkan secara optimal pada LAZ seluruh
Indonesia, maka penerapan good governance cenderung meningkat. Di antara kedua
variabel eksogen, implementasi pengendalian intern memberikan kontribusi yang lebih
besar terhadap penerapan good governance.
Kemudian terdapat pengaruh implementasi pengendalian intern, dan total
quality management terhadap kinerja organisasi secara parsial dan simultan dan melalui
penerapan good governance baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya
bahwa implementasi pengendalian intern dan total quality management diterapkan
secara optimal maka kinerja organisasi cenderung akan meningkat. Di antara kedua
variabel eksogen, implementasi pengendalian intern memberikan kontribusi yang lebih
besar terhadap kinerja organisasi. Terakhir hasil riset ini menunjukkan terdapat
pengaruh penerapan good governance terhadap kinerja organisasi secara signifikan.
Artinya bahwa penerapan good governance yang baik cenderung menghasilkan kinerja
organisasi yang lebih tinggi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1122
SESI I/10
DAFTAR REFERENSI Almisar Hamid:2009. Nasib Lembaga Amil Zakat di Indonesia. Artikel ini dimuat pada
Harian Republika, Jum'at 05 Juni 2009. Pp. 10 & 13
Aras Guler and David Crowther.2008. Governance and Sustainability: An Investigation
Into The Relationship Between Corporate Governance and Corporate Sustainability. Emerald
Journal. Pp. 444
Asep Saefuddin Jahar, Zakat Antar Bangsa Muslim: Menimbang Posisi Realistis
Pemerintah dan Organisasi Masyarakat Sipil. Makalah disajikan dalam media
Jurnal Zakat dan Empowerment Vol 1 Agustus 2008, diterbitkan oleh Indonesia Magnificence
of Zakat (IMZ). Pp. 6 & 7
Budi Budiman, 2002, Potensi Dana ZIS Sebagai Instrumen Ekonomi Islam dari Teori dan
Implementasi Manajemen. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Sistem Nasional
Ekonomi Islam, Yogyakarta. Pp. 16
Christian Herdinata. 2008. Good Corporate Governance Vs Bad Corporate Governance :
Pemenuhan Kepentingan Antara Para Pemegang Saham Mayoritas dan Pemegang Saham
Minoritas. Makalah ini disajikan dalam The 2nd National Conference UKWMS Surabaya, 6
September 2008. Pp. 14-15
Circle Of Information And Development (CID) Dompet Dhuafa Republika dan Lembaga \ Kajian
Islam Dan Hukum Islam (LKIHI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
2008. Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Pengelolaan
Zakat. Pp. 11-16 & 19-20
Committee of Sponsoring Organization (COSO) of The Treadway Commision 2004.
Enterprise Risk Management – Integrated Framework: Executive Summary. COSO. September
2004. Pp. 16-18
Cooper, D. R, & Schindler, P. S. (2006). Business Research Methods (9th
ed.).
International edition. Mc Graw Hill. Pp.154
Daniel I Prajogo dan Amrik S Sohal. 2006. The Relationsip Between Organization
Strategy, Total Quality Management (TQM) and Organiziation Performance-The
Mediating Role of TQM. European Journal of Operational Research: Pp. 35.
Dikdik Tandika.2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Organisasi
dan Implikasinya Terhadap Akuntabilitas Publik Organisasi Pengelola Zakat
(OPZ) Dalam Upaya Optimalisasi Penghimpunan Zakat di Propinsi Jawa Barat,
Banten dan DKI Jakarta. Disertasi Doktor .Program Pasca Sarjana Universitas Pasundan.
Bandung. Pp.101
Eri Sadewo. 2004. Manajemen Zakat (Tinggalkan 15 tradisi, terapkan 4 prinsip dasar).
Institut Manajemen Zakat (IMZ), Ciputat, Jakarta.Pp.15
Feroz, Ehsan H, Sanjay Goel and Raymond L Raab. 2008. Performance Measurement for
Accountability in Corporate Governance. Review of Accounting and Finance. Vol 7. No.2.2008.
Pp. 128
Hiro Tugiman M. 2000. Pengaruh Peran Auditor Internal Serta Faktor-Faktor
Pendukungnya Terhadap Peningkatan Pengendalian Internal dan Kinerja
Perusahaan (Survai pada 102 Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah di
Indonesia). Disertasi. Bandung. Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung. Pp.1
Hoque Zahirul. 2003. Total Quality Management and The Balanced Scorecard Approach:
A Critical Analysis of Their Potential Relationship and Dirrections for Research.
Journal Critical Perspective on Accounting: Pp.563.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). 2012. Standar Akuntansi Keuangan. Penerbit Salemba
Empat. Jakarta. Pp. 319-2
Imelda RHN. 2004. Implementasi Balanced Scorecard pada Organisasi Publik. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan Vol 6. No 2. Nopember 2004:106-122. Jurusan Akuntansi, Fakultas
Ekonomi Universitas Kristen Petra Surabaya. Pp. 180
Jamil Azzaini.2008. Berdayakan Lembaga Amil Zakat. Artikel ini dimuat dalam Tabloid
Republika. Jumat, 19 September 2008. Pp. 9 & 13
Jan Hoesada.2002. Akuntansi Organisasi Nirlaba: Akuntansi di Indonesia di Tengah
Kancah Perubahan. Makalah yang disajikan dalam seminar ”Transparancy International
Indonesia”. Jakarta. Pp. 6
Jiun Pe. 2002. Tinjauan Efektifitas Pelaksanaan Pengendalian Intern di Organisasi
Keagamaan Gereja. Journal Online “Digital Collection”. Surabaya. Pp.6
Kaplan. Robert and David P Norton. 1996. The Strategy Focused Organization. Harvard
Business School Press. Boston. Massachusetts. Pp. 102
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sri Fadilah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1123
SESI I/10
........... and Robbin Cooper. 1998. Cost and Effect: Using Integrated Cost Systems to
Drive Profitability and Performance. Harvard Business School Press. Boston.
Pp.87
Kementrian BUMN. 2002. Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
Nomor:Kep-117/M-MBU/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada
Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Manguns. 2010. Good Governance dan LSM. Riset pada lembaga pengawasan
masyarakat atas APBD dan LSM. Pp.17
Michelon Giovanna, Sergio E Baretta and Saverio Bozzolan. 2009. Disclosure on
Internal Control System as Substitute of Alternatif Governance Mechanisms. Social Science
Research Network (SSRN).pp.66
OECD. 1999. Business Sector Advisory Group on Corporate Governance.Pp. 25,30,34 &
199
Petrovits. Christine, Chaterine Shakespeare and Aimee Shih.2010. The Causes and
Consequences of Internal Control Problems in Nonprofit Organizations. Social
Science research Network. Pp. 49
Rohm. Howard. 2004, Improve Public Sector Result With A Balanced Scorecard: Nine
Steps to Success. http//www.balancedscorecard.org. Pp.142
Samdin, 2002. “Pengembangan Manajemen Bazis”. Makalah disajikan dalam Simposium
Nasional Ekonomi Islam, Yogyakarta. Pp. 19
Sri Fadilah, 2011. Analisis Pengaruh Implementasi Pengendalian Intern dan Total Quality
Management Terhadap Penerapan Good Governance. Hasil riset disajikan dalam
Simposium Nasional Akuntansi (SNA) ke-14 di Universitas Syiah Kuala Nangroe Aceh
Darussalam Juli 2011, merupakan riset yang didanai LPPM Unisba. Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI), Jakarta. Pp. 40
Tenner, Arthur R and Detoro Irving J. 1993. Total Quality Management. Adison-Wesley
publishing company. USA. Pp. 32
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Wahyudin, Zarkasyi. 2007. The Role of The Audit Committee and Internal Audit in The
Implementation of Good Corporate Governance and its Impact on State-Owned Enterprise
Performance in Indonesia. Economic Journal: Journal of Faculty of Economics Padjadjaran
University. Vol. 22. No. 1. March 2007. Pp. 42.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1124
SESI I/10
Karakteristik DPRD dan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah:
Dukungan Empiris dari Perspektif Teori Keagenan
SUTARYO
JAKAWINARNA
Universitas Sebelas Maret
Abstract: This study aims to examine the relationship characteristics of Parliament
(composition, size, leadership structure, tenure, and background, status, size local
government) with the local government’s performance in Indonesia. This study uses 91 local
governments as a selected sample with purposive sampling method. The research data is
secondary data obtained from the search results on the website of local government and
Internal affairs Ministry of Republic of Indonesia. Data analysis using regression models
with univariate and multivariate tests.
The research proves that the size of parliament and status of local government affect the
local government’s performance both univariate and multivariate tested. The results also
indicate that the interaction of size and education background, size and board membership
composition affect the local government’s performance in Indonesia. While for tenure, and
structure of the leadership does not affect the local government’s performance. These results
prove that the implementation of monitoring in Indonesia is a building that is more than
transaction cost governance that advance the individual utility or participants.
Keywords: Characteristics of parliament, the local government’s performance, Monitoring
mechanism, Composition, Size, Structure, Leadership, Tenure, Background
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1125
SESI I/10
A. PENDAHULUAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengivestigasi hubungan antara governance dengan
outcome organisasi pada entitas pemerintah daerah di Indonesia. Secara spesifik, penelitian
ini akan menelaah pengaruh krakteristik Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) terhadap
kinerja penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Kinerja penyelenggaraan pemerintah tersebut
merupakan hasil dari preferensi kebijakan yang diambil pihak eksekutif. Berdasarkan
rerangka keagenan, komposisi perolehan suara partai politik merupakan faktor penentu
efektivitas DPRD dalam menjalankan fungsi monitoring yang mempengaruhi preferensi
eksekutif dalam memilih kebijakan penyelenggaraan pemerintahan. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa secara teoritis komposisi DPRD akan mempengaruhi kinerja pemerintah
daerah.
Salah satu indikator kinerja pemerintah daerah adalah opini audit atas Laporan
keuangan Pememerintah Daerah. Laporan hasil audit yang dirilis oleh BPK tahun 2009 atas
LKPD menunjukkan bahwa hanya 4% LKPD seluruh Indonesia yang memperoleh opini
wajar tanpa pengecualian (WTP). Lebih parah lagi, terdapat sekitar 20% pemerintah daerah
yang gagal memenuhi tenggat waktu penyusunan laporan keuangan daerah. Fakta tersebut
menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil pemerintahan daerah yang berhasil mencapai
akuntabilitas keuangan seperti yang diharapkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pelaporan keuangan daerah merupakan masalah yang signifikan di Indonesia.
Teori keagenan menyatakan bahwa adanya masalah dalam pelaporan keuangan
menyiratkan indikasi adanya kelemahan governance pada entitas tersebut. Kelemahan
governance diyakini oleh berbagai pihak merupakan penyebab utama terjadinya krisis
ekonomi pada tahun 1998 yang melanda Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara (ADB,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1126
SESI I/10
2000). Kesimpulan ini diperkuat oleh Survey1 yang dilakukan oleh PWC bahwa governance
menempati rangking tertinggi dalam pertimbangan investasi di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat permintaan governance yang kuat di Indonesia dan
memberikan justifikasi akademik mengenai pentingnya studi governance di Indonesia.
Kebutuhan akan governance telah menjadi sebuah keniscayaan pada industri biobank
(Gottweis & Petersen, 2008), lingkungan hidup (Kanie & Haas, 2004) dan ilmu pengetahuan
(Foss & Michailova, 2009). Selanjutnya, governance dipercaya sebagai faktor utama
keberhasilan sebuah organisasi dalam menjalankan fungsinya pada entitas institutsional baik
pada organisasi privat (Monks & Minow, 2004) maupun organisasi pemerintahan
(Department of Economic and Social Affairs United Nations, 2006; Smismans, 2006).
Para ahli menyatakan bahwa konsep governance diturunkan dari nilai-nilai etika
(Banks, 2004; Sison, 2008). Dengan demikian, governance merupakan sebuah issue yang
tidak hanya terbatas pada aspek kepatuhan (conformance), namun governance lebih
merupakan sebuah sistim yang didasarkan pada nilai-nilai kepatutan (sound of ethical
conduct) (Sims, 2003). Secara metodologis, governance diwujudkan dalam bentuk
mekanisme pengambilan keputusan yang akan menentukan outcome sebuah organisasi. Oleh
karena itu, literature empiris menyatakan bahwa governance berpotensi mempengaruhi
keputusan pihak eksekutif dan outcome yang dihasilkan dari keputusan tersebut. Konsep
dasar dalam peneilitian ini merujuk pada premis governance yang menyatakan bahwa
monitoring (control decision) akan mempengaruhi tindakan pengambil keputusan manajemen
(management decision).
1 Recovery krisis tersebut hanya akan dapat dilakukan jika terdapat penanaman modal baik asing maupun
domestik untuk menggerakkan perekonomian (Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance). Bahkan
governance yang kuat mempunyai nilai premium yang mencapai angka 28%.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1127
SESI I/10
B. STUDI PUSTAKA DAN HIPOTESIS
1. Hubungan Keagenan dan Fitrah Konflik Keagenan
Menurut teori agensi, hubungan keagenan muncul ketika individu (prinsipal)
memberikan memberikan penugasan kepada individu lain (agen) untuk melakukan jasa
tertentu (Monks & Minow, 2004). Penugasan ini diikuti oleh pendelegasian wewenang
pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen yang berkenaan dengan pengelolaan
sumber daya. Secara alami, masalah keagenan akan muncul karena setiap individu
diasumsikan mempunyai preferensi untuk memaksimalkan utilitas pribadi yang kemungkinan
besar berlawanan dengan kepentingan individu lain (Jensen & Meckling, 1976). Asumsi ini
menyiratkan adanya kemungkinan kegagalan agen dalam menunaikan penugasan yang
diberikan karena agen lebih memilih untuk memaksimalkan kepentingan pribadi.
Untuk memperkecil kerugian yang timbul karena adanya perbedaan kepentingan
antara agen dan prinsipal, hubungan keagenan mengandalkan kontrak, dalam bentuk implisit
maupun eksplisit, sebagai solusi terbaik pertama (Hart, 1995). Kontrak memuat kewajiban
dan hak agen dan prinsipal yang disepakati secara ex ante oleh agen dan prinsipal. Namun
demikian, agensi teori berasumsi adanya keterbatasan kemampuan individu dalam
mengidentifikasi semua faktor kontijensi masa yang akan datang dan memuat faktor tersebut
ke dalam kontrak (Baiman, 1990). Hal ini membuat individu yang terlibat dalam kontrak,
secara alami, mempunyai keterbatasan dalam merancang kontrak yang sempurna.
Bentuk konflik dalam hubungan keagenan didasarkan pada distribusi kekuatan
prinsipal dalam mempengaruhi keputusan agen. Jika distribusi kekuatan prinsipal terdispersi
maka suatu organisasi akan mempunyai frekuensi prinsipal yang tinggi dengan kekuatan
individual yang kecil (Shleifer & Vishny, 1986). Pada pola ini, konflik keagenan akan terjadi
antara agen dan prinsipal. Sebaliknya, jika distribusi kekuatan prinsipal terkonsentrasi kepada
satu atau kelompok prinsipal yang dominan, maka masalah keagenan akan berbentuk konflik
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1128
SESI I/10
antara prinsipal yang mempunyai kekuatan mayoritas dengan minoritas (Demzets & Lenh,
1985). Bentuk konflik ini dipercaya sebagai titik tolak utama dalam perancangan governance
sebuah organisasi.
2. Hubungan Keagenan dalam Organisasi Pemerintahan
Berdasarkan teori agensi, karakteristik utama hubungan keagenan terletak pada
kontrak pelimpahan wewenang dan tanggungjawab dari prinsipal kepada agen. Pelimpahan
ini menimbulkan pemisahan antara klaiman residu dengan otoritas pengambilan keputusan.
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan dapat terjadi pada
semua entitas yang mengandalkan pada kontrak, baik eksplisit ataupun implisit, sebagai
acuan pranata perilaku partisipan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hubungan
keagenan terjadi pada setiap entitas
Kontrak dapat bersumber dari kebiasaan (Adnan, Chatterjee & Nankervis, 2003),
kesamaan kepentingan untuk mencapai tujuan bersama (Shleifer & Vishny, 1986), dan ikatan
hukum formal (Biondi, Canziani & Kirat, 2007). Dari sisi aturan formal, entitas pemerintahan
dijalankan dengan mengacu pada seperangkat aturan yang menspesifikasikan tugas,
wewenang, dan tanggungjawab setiap partisipan. Walaupun cara kerja dan mekanisme
hubungan antar partispan dalam organisasi pemerintah berbeda dengan sektor korporasi,
adanya ikatan formal tersebut menunjukkan adanya kontrak dalam organisasi pemerintahan
di Indonesia. Hal ini memberikan justifikasi bahwa terdapat hubungan keagenan dalam
organisasi pemerintahan di Indonesia.
Mengacu pada UU No 32 tahun 2004 sebagai rujukan kontrak formal, partisipan pada
organisasi pemerintahan meliputi rakyat, lembaga bupati atau walikota, dan DPRD. UU
tersebut menyatakan bahwa bupati dan walikota bertanggungjawab atas perencanaan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban program pemerintah. Selanjutnya, dinyatakan bahwa
bupati dan walikota dipilih oleh rakyat. Mekanisme pemilihan ini merupakan pertanda
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1129
SESI I/10
adanya pelimpahan wewenang dari rakyat kepada bupatai dan walikota. Fakta adanya
pemberian otoritas eksekutif dan pelimpahan wewenang kepada bupati dan walikota
menunjukkan bahwa bupati dan walikota berperan sebagai agen dan rakyat merupakan
prinsipal dalam rerangka hubungan keagenan.
DPRD dalam UU tersebut berperan sebagai mitra kerja bupati dan walikota yang
berperan dalam fungsi penganggaran, pengawasan, dan legislasi. Selanjutnya, dinyatakan
bahwa anggota DPRD dipilih oleh rakyat secara langsung. Ketentuan ini menyiratkan bahwa
DPRD merupakan representasi rakyat dalam struktur pengambilan keputusan formal oleh
pemerintah daerah. Konstelasi berdasarkan peraturan perundangan tersebut menunjukkan
bahwa DPRD mempunyai karakterisrik representatif yang bertugas melakukan monitoring.
Oleh karena itu, DPRD dapat dianggap setara dengan board dalam governance berdasarkan
konsep keagenan.
3. Konflik Keagenan dalam Pemerintah Daerah
Mengacu pada peraturan perundangan, bupati dan walikota yang berperan sebagai
ekekutif, mempunyai otoritas dalam tahap perencanaan dan pelaksanaan pelayanan publik.
Dalam tahap perencanaan, otoritas ini memungkinkan eksekutif untuk memilih dan
mengusulkan program tertentu untuk selanjutnya diajukan kepada DPRD untuk mendapatkan
ratifikasi. Dalam tahap pelaksanaan, otoritas tersebut memberikan keleluasaan kepada
eksekutif untuk memilih strategi, counterpart, dan teknik-teknik tertentu dari satu set
alternatif yang tersedia. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eksekutif mempunyai
diskresi dalam tingkat tertentu pada tahap inisiasi maupunn implementasi rencana program
kerja.
Dalam teori agensi, diskresi yang dimiliki oleh eksekutif merupakan sumber utama
konflik keagenan. Hal ini didasarkan pada suatu premis yang menyatakan bahwa diskresi
memungkinkan pihak eksekutif membuat keputusan dengan tujuan yang berbeda dengan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1130
SESI I/10
kepentingan partisipan lain governance (Denis, 2001). Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa konflik keagenan pada organisasi pemerintahan daerah dapat terjadi pada tahap
perencanaan dan pelaksanaan.
Program dan aktivitas yang dilakukan oleh eksekutif didanai dari pendapatan yang
dihasilkan oleh eksekutif, baik berupa pendapatan asli daerah, pendapatan dari dana
perimbangan, maupun pendapatan lain-lain (UU 17/2003, UU 33/2004, UU 28/2009). Dari
perspektif ini dapat dikatakan bahwa program maupun aktivitas pemerintahan daerah dapat
dilihat sebagai sebuah distribusi alokasi pendapatan. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang
menyatakan bahwa konflik keagenan terjadi dalam bentuk keputusan yang diambil oleh
eksekutif berkenaan dengan pengelolaan sumber daya (Monks & Minow, 2004).
4. Hubungan Keagenan dan Governance
Teori agensi menyatakan bahwa outcome organisasi mempunyai hubungan negatif
dengan perilaku agen (Jensen & Meckling, 1976). Outcome tersebut dapat berupa kinerja
keuangan maupun informasi asimetris yang sengaja dipertahankan oleh agen. Walaupun
prinsipal dapat menggunakan kontrak sebagai solusi terbaik pertama, kemampuan agen dan
prinsipal yang terbatas menyebabkan perancangan kontrak yang sempurna menjadi tidak
dapat dilakukan. Oleh karena itu, hubungan keagenan memerlukan governance yang
bertujuan memperkecil kemungkinan agen bertindak untuk kepentingan pribadi yang
merugikan prinsipal (Denis, 2001).
Governance merupakan sebuah sistim check and balance yang ditujukan untuk
meningkatkan capaian organisasi (Gillan, 2006). Rerangka keagenan mengasumsikan bahwa
capaian organisasi merupakan hasil usaha eksekutif yang berhubungan dengan perilaku
eksekutif dalam pengelolaan sumberdaya organisasi (John & Senbet, 1998). Perilaku
merupakan turunan dari keputusan yang diambil eksekutif dari suatu set alternatif keputusan
yang tersedia. Berdasarkan premis ini, dapat dikatakan bahwa sistim governance ditujukan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1131
SESI I/10
untuk mengarahkan keputusan eksekutif agar berperilaku optimal sesuai dengan kepentingan
prinsipal. Dengan demikian, sistim check and balance mempunyai tujuan antara (immediate
objective) yaitu mengarahkan eksekutif agar berperlikau optimal dan tujuan akhir (ultimate
goal) yaitu meningkatkan capaian organisasi.
Sistem governance didasarkan pada monitoring dan bonding yang dipercaya mampu
mempengaruhi keputusan yang diambil oleh eksekutif dan dengan demikian perilaku
eksekutif (Denis & Mc Connell, 2003). Sistim tersebut kemudian diwujudkan ke dalam
mekanisme internal dan eksternal sebagai alat untuk mendisiplinkan pihak eksekutif.
Bonding merupakan sebuah aransemen yang bertujuan mendorong eksekutif agar berperilaku
selaras dengan kepentingan prinsipal sedangkan monitoring bertujuan untuk mencegah
eksekutif berperilaku menyimpang dari kepentingan prinsipal. Walapun monitoring dan
bonding mempunyai mekanisme dan cara kerja yang berbeda, tujuan dari kedua aransemen
tersebut adalah sama dalam hal mengarahkan eksekutif agar berperilaku sesuai dengan
kepentingan prinsipal.
Dalam tingkatan operasional, monitoring diterjemahkan ke dalam suatu set
mekanisme yang memungkinkan partisipan mempengaruhi keputusan eksekutif (Alchian &
Demsetz, 1972). Mekanisme tersebut mempunyai dua tingkatan yaitu tingkatan institusional
(eksternal) dan tingkatan entitas (internal). Tingkatan institusional mengandalkan sistim
hukum dan persaingan untuk pengendalian entitas yasg merupakan kondisi prasyarat bagi
mekanisme internal untuk berfungsi secara efektif (Jensen & Ruback, 1983; La Porta et al.,
1998; La Porta et al., 2000; Borio et al., 2004). Sistim hukum dimaksudkan untuk melindungi
partisipan dari pelecehan hak (expropriation) oleh eksekutif dan memberikan kepastian
kepada partisipan untuk menggunakan hak sesuai kontrak (Klapper & Love, 2004). Di lain
pihak, persaingan merupakan sebuah alat untuk memberikan tekanan kepada eksekutif untuk
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1132
SESI I/10
mencapai kinerja yang sesuai dengan harapan partisipan dan menyediakan kesempatan
kepada eksekutif untuk untuk menggunakan reputasinya (Berglöf & Claessens, 2004).
Mekanisme internal organisasi merujuk pada distribusi kekuatan prinsipal sebagai
pihak yang mendelegasikan otoritas kepada eksekutif dan meminta pertanggungjawaban
eksekutif (Jensen & Meckling, 1976; Shleifer & Vishny, 1986). Di samping itu, mekanisme
internal juga dibangun dari asas keterwakilan prinsipal untuk secara langsung terlibat dalam
pengambilan keputusan (Wagner III, Stimpert & Fubara, 1998). Seperti paparan sebelumnya,
keterlibatan ini dilakukan melalui lembaga internal yang bertugas mengendalikan dan
mengawasi keputusan eksekutif baik pada tahapan perencanaan, pelaksanaan, maupun
pertanggungjawaban. Pada sektor korporasi di Indonesia, lembaga ini disebut dewan
komisaris sedangkan pada organisasi pemerintahan daerah lembaga ini disebut dewan
perwakilan rakyat daerah.
Berbagai mekanisme tersebut mempunyai sifat saling tergantung (interdependence)
yang dapat berupa substitusi maupun komplementer (Agrawal & Knoeber, 1996). Argumen
substitusi meramalkan bahwa arti penting suatu governance tergantung dari ketersediaan
mekanisme lain dalam suatu entitas. Argumen substitusi menyatakan bahwa suatu
mekanisme dapat berjalan dengan baik jika terdapat mekanisme lain yang mendukung. Sifat
saling tergantung ini menyebabkan perbedaan pada perancangan governance yang diadopsi
oleh sebuah organisasi. Secara spesifik dapat dikatakan bahwa sifat tersebut memungkinkan
beberapa konfigurasi yang berbeda mampu menghasilkan output yang setara dalam
mengarahkan perilaku eksekutif (Danielson & Karpoff, 1998). Oleh karena itu, sifat ini
memberikan keleluasaan bagi organisasi untuk membentuk portofolio mekanisme
governance yang sesuai dengan kekhususan organisasi. Dengan demikian, terdapat
kemungkinan bahwa sistim governance menunjukkan konfigurasi yang bervariasi antar
organisasi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1133
SESI I/10
5. Mekansime dan properti lembaga monitoring internal
Dalam literature keagenan, monitoring merupakan strategi governance yang dapat
dilakukan dengan menggunakan mekanisme internal dan eksternal. Mekanisme eksternal
merujuk pada tiga tingkatan pasar pengendalian yang mencakup pasar produk, pasar manajer,
dan pasar korporasi (Manne, 1965; Hart, 1983; Jensen & Ruback, 1983). Mekanisme internal
mengacu pada struktur kepemilikan dan lembaga dalam organisasi yang mempunyai
kedudukan dan otoritas tertentu sehingga memungkinkan lembaga ini melaksanakan fungsi
pengendalian (Zahra & Pearce, 1989). Namun demikian, standar indikator governance
menekankan pada tersedianya lembaga internal tersebut yang bertugas melakukan monitoring
terhadap setiap keputusan strategis eksekutif (Dahya & McConnel, 2005).
Efektivitas lembaga internal dalam menjalankan fungsi monitoring ditentukan oleh
independensi lembaga tersebut terhadap eksekutif (Dalton et al., 1998). Independensi memuat
sebuah konsep penentuan nasib sendiri (self determining concept) yang memungkinkan
lembaga internal mengmabil keputusan yang terbebas dari pengaruh eksekutif Beberapa
kajian mengemukakan bahwa independensi dapat dicapai dengan cara meniadakan
keterganrungan ekonomis dengan eksekutif dan membuat mekanisme tertentu dalam
pemilihan anggota lembaga (Fama, 1980; Rahejaa, 2003; Adams & Ferreira, 2007). Fama
(1980) menyatakan bahwa independensi anggota lembaga dapat membuat lembaga tersebut
melakukan penilaian dan evaluasi secara obyektif atas keputusan eksekutif.
Di samping independensi, efektivitas lembaga monitoring internal juga ditentukan
oleh tingkat pengetahuan para anggota (Coles, Daniel & Naveen, 2008). Pengetahuan yang
cukup akan membuat lembaga monitoring mampu menelaah setiap keputusan eksekutif
secara rasional sehingga lembaga tersebut mampu memilah antara keputusan opportunistik
dari keputusan yang menguntungkan partisipan. Dalam berbagai literature, pengetahuan
anggota lembaga monitoring internal bisa didapatkan dari latar belakang pendidikan, masa
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1134
SESI I/10
kerja dan informasi mengenai organisasi secara keseluruhan (Vafeas, 2000; Park & Shin,
2004).
Adanya sifat ketergantungan antara mekanisme governance membuat efektivitas
lembaga monitoring internal dalam konteks yang terisolasi menjadi dipertanyakan (Rediker
& Seth, 1995). Dari sisi substitusi, pentingya efektivitas lembaga tergantung dari efektivitas
mekanisme lain. Jika mekanisme lain telah secara efektif menurunkan tingkat perilaku
oportunistik agen, maka efektivitas lembaga internal menjadi kurang relevan. Dari sisi
komplementer, efektivitas lembaga internal hanya akan dapat dicapai jika terdapat
mekanisme lain yang kondusif terhadap kinerja lembaga monitoring internal.
6. Pengembangan Hipotesis
Literatur governance yang menginvestigasi hubungan antara governance dengan
outocome organisasi dapat dibedakan ke dalam dua jenis yang saling berhubungan.
Kelompok pertama melakukan penelaahan ekonometrik yang berfokus kepada pembuktian
simulatif suatu model hubungan antara mekanisme governance dengan capaian organisasi.
Riset yang termasuk dalam kelompok ini adalah, sebagai controh, Henrich (2000), Gadhoum
(2000), Jensen dan Meckling (1976), serta Faccio, Lang and Young (2001) dan Tirole (2001).
Tujuan dari riset jenis ini adalah menyediakan sebuah model ekonometrik sebagai landasan
bagi riset empiris. Kelompok kedua melakukan pengujian atas model yang telah dibangun
oleh riset analitis dengan menggunakan data empiris. Walaupun ke dua jenis riset ini masing-
masing mempunyai karakteristik tersendiri, hal ini tidak menutup kemungkinan adanya suatu
penelitian yang melakukan riset analitis dan empiris secara simultan dalam satu paper.
Sebagian besar riset governance termasuk dalam jenis riset empiris yang menguji
pengaruh mekanisme governance terhadap outcome organisasi secara empiris. Pada tahap
awal riset empiris, penelitian dilakukan berdasarkan anggapan bahwa pengaruh governance
terebut dapat diuji dalam konsteks yang terpisah terisolasi (isolated) dan bersifat linear
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1135
SESI I/10
(Claessens & Fan, 2002). Oleh karena itu isu metodologis dan teoritis menjadi
dikesampingkan dan menjadi motivasi bagi riset governance generasi ke dua.
Perkembangan riset governance kemudian mengakomodasikan isu teoritis yang
mencakup interdependensi, non linearity, dan endogeneity dan isu metodologis seperti
pengukuran, interaksi, dan interseksi mekanisme (McColgan, 2001; Allen & Gale, 2002). Isu
tersebut dianggap penting berdasarkan konsep generalisasi yang menjadi rerangka dasar
paradigma positivis. Berdasarkan konsep ini, isu toeritis dan metodologis dianggap dapat
menurunkan tingkat generalisasi dari satu populasi ke populasi lain. Hal ini didasarkan pada
anggapan adanya kekhususan lingkungan dalam satu populasi yang berimbas pada
kekhususan governance.
Riset empiris governance yang mengacu pada rerangka hubungan keagenan, pada
sektor publik masih jarang dilakukan. Kelangkaan tersebut bukan hanya monopoli peneliti
Indonesia namun juga terjadi di negara-negara lain. Hal ini menunjukkan adanya gap riset
governance berdasarkan jenis organisasi. Walaupun rerangka keagenan dapat digunakan
untuk menganalisis setiap entitas, sebagian besar riset empiris berfokus kepada sektor
korporasi. Penelitian empiris governance dalam sektor korporasi dapat dikategorikan ke
dalam pengujian efektivitas monitoring dan bonding terhadap luaran organisasi. Dimensi lain
dalam riset yang mengambil setting sektor korporasi adalah mekanisme dan provisi. Dengan
demikian studi empiris governance merupakan matriks yang menghubungakan dimensi
monitoring, bonding, mekanisme, dan provisi.
Merujuk pada tipologi rerangka keagenan, sebagian besar riset governance pada
organisasi pemerintahan menggunakan model principal-agent model yang dikembangkan
oleh Baiman (1980). Model ini menekankan pada konsep bonding sebagai alat utama untuk
mengarahkan agen agar berperilaku sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, model
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1136
SESI I/10
prinsipal agen mengandalkan karakteristik psikoligis individu. Riset governance dengan
rerangka prinsipal-agen dapat dilihat pada karya Latif (2009), Beni (2010), Febrina (2010).
Berbeda dengan model prinsipal-agen, bangunan governance dalam Transaction Cost
(Williamson, 1979) dan Rochester berpijak pada asumsi yang menyatakan bahwa setiap
individu akan selalu berusaha memaksimalkan utilitasnya. Kedua model tersebut
menggunakan rujukan insentif ekonomis pihak yang terlibat dalam kontrak sebagai
konsekuensi karakteristik kendali organisasi. Oleh karena itu governance dalam model
tersebut didasarkan pada upaya untuk mengarahkan perilaku individu dengan aransemen dan
mekanisme yang mempunyai konsekuensi ekonomi terhadap pihak yang terlibat dalam
kontrak. Contoh riset governance dalam organisasi pemerintahan yang menggunakan model
Transaction Cost dan Rochester adalah Kurniawati (2008) dan Retnoningsih (2009).
Penelitian berbasis model transaction cost dan rochester pada entitas pemerintahan di
Indonesia sebagian besar terfokus pada karakteristik organisasi secara umum. Walaupun
upaya ini tetap memberikan sumbangan pada literature governance, fokus tersebut membuat
efek konfigurasi kendali organisasi terhadap outcome masih menjadi pertanyaan. Secara
metodologis, kendali organisasi dapat dilihat dari kekuatan eksekutif dibandingkan dengan
kekuatan penyeimbang. Dengan kata lain, pengaruh mekanisme governance terhadap
keputusan eksekutif menjadi isu yang belum tersentuh. Hal ini diperparah dengan adanya
kenyataan bahwa proksi yang digunakan untuk mengukur outcome menekankan pada
masalah asimetri informasi yang terjadi antara agen dan prinsipal. Sesuai dengan teori
keagenan, outcome organisasi yang utama adalah kepentingan prinsipal secara langsung.
Pada sektor korporasi, outcome utama organisasi adalah kesejahteraan prinsipal yang
tercermin dalam harga saham maupun laba akuntansi. Pada organisasi pemerintahan, outcome
utama tersebut dihasilkan dari keputusan eksekutif dalam mengelola dan membelanjakan
sumber daya entitas untuk kepentingan fungsi pelayanan publik.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1137
SESI I/10
Motivasi riset governance organisasi pemerintahan di Indonesia seringkali terpaku
pada pengujian empiris dari teori dasar dengan mengasumsikan adanya hubungan langsung
dalam konsteks isolasian. Dengan demikian, riset governance organisasi pemerintahan di
Indonesia sebenarnya masih setara dengan riset governance generasi pertama. Tentu saja, hal
ini akan mengakibatkan kelemahan metodologis dan teoritis riset governance generasi
pertama terjadi pada riset governance organisasi pemerintahan di Indonesia. Sebagian besar
riset governance di Indonesia meninggalkan asas sensitivitas yang berguna untuk menaksir
kekuatan (robustness) hasil analisis (lihat Retnoningsih, 2009 dan Kurniawati, 2008). Dengan
demikian generalisasi hasil penelitian menjadi terbatas dengan banyaknya kondisi yang tidak
ditelaah. Selanjutnya masalah endogenity dan linearity juga sering ditinggalkan oleh
penelitian governance pada organisasi pemerintahan di Indonesia yang menyebabkan
kesulitan intepretasi hasil penelitian.
Atas dasar urain di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa komposisi
dewan (KOMP), ukuran dewan (SZ), struktur kepemimpinan dewan (SK), latar
belakang pendidikan dewan (BACKG), dan pengalaman kerja dewan (TNR)
berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Selain itu, hipotesis
dalam penelitian adalah bahwa interaksi antar atribut atau karakteristik dewan
berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
C. METODA PENELITIAN
1. Model Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan monitoring dalam teori keagenan sebagai dasar
rerangka konseptual yang dikembangkan oleh Alchian dan Demsetz, (1972) dan Vafeas
(2000). Rerangka keagenan menyatakan bahwa efektivitas monitoring ditentukan oleh
independensi, pengetahuan, dan tenure dari anggota lembaga monitoring. Pengujian empiris
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1138
SESI I/10
hubungan antara independensi, pengetahuan, dan tenure anggota lembaga monitoring dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan ekonometrik sebagai berikut:
KPit = α + ß1KOMPit +ß2SZit + ß3 SKit + ß4TNRit + ß5BACKGit + ß6KOMPit*SZit
+ß7KOMPit*SKit + ß8KOMPit*TNRit + ß9KOMPit*BACKGit + ß10SZit*SKit
+ ß11SZit*TNRit + ß12SKit*BACKGit + ß13 SKit*TNRit + ß14 SKit*BACKGit +
ß15TNRit *BACKGit + ß16STATUSit + ß17SZLGit + εi
dengan keterangan:
KPit : Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah i tahun t
KOMPit : Komposisi anggota DPRD pada pemerintah daerah i pada tahun t
SZit : Jumlah anggota DPRD pada pemerintah daerahi pada tahun t
SKit : Struktur Kepemimpinan DPRD pada pemerintah daerah i pada tahun t
TNRit : Tingkat tenure DPRD pada pemerintah daerah i pada tahun t
BACKGit
STATUSit
SZLGit
:
:
:
Pengetahuan DPRD pada pemerintah daerahi pada tahun t
Status pemerintah daerah kabupaten/ kota, pada tahun t
Ukuran pemerintah daerah kabupaten/ kota, pada tahun t
KOMPit*SZit : Interaksi KOMP dan SZ
KOMPit*SKit : Interaksi KOMP dan SK
KOMPit*TNRit : Interaksi KOMP dan TNR
KOMPit*BACKGit : Interaksi KOMP dan BACKG
SZit*SKit : Interaksi SZ dan SK
SZit*TNRit : Interaksi SZ dan TNR
SKit*BACKGit : Interaksi SK dan BACKG
SKit*TNRit : Interaksi SK dan TNR
SKit*BACKGit : Interaksi SK dan BACKG
TNRit *BACKGit : Interaksi TNR dan BACKG
α : Konstanta
ß1- ß17
: Koefisien regresi
εi : Standard error
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1139
SESI I/10
2. Data dan Sampel
Data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data properti DPRD adalah
website pemerintah daerah, sedangkan sumber data kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah per tanggal 31 Desember 2009 adalah publikasi Kementerian Dalam Negeri melalui
www.kemendagri.go.id. .
Populasi penelitian ini adalah seluruh pemerintah pemerintah kabupaten dan kota di
Indonesia. Suatu pemerintah daerah akan digunakan sebagai sampel jika pemerintah daerah
tersebut memenuhi kriteria; mempunyai website dan aktif, menyajikan data dan informasi
anggota DPRD dalam website, dan terdaftar dalam SK Kemendagri Nomor 120-276 tahun
2011 tentang Status dan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Atas dasar krieteria
tersebut, diperoleh 197 pemerintah daerah sebagai sampel penelitian. Proses pemilihan
sampel dapat disajikan dalam tabel berikut ini.
INSERT TABEL 1
3. Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai
variabel dependen. Pengukuran variabel kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah
menggunkan indeks (skor) berdasarkan SK Kemendagri Nomor 120-276 tahun 2011 tentang
Status dan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Variabel independen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Komposisi DPRD (KOMP), ukuran anggota DPRD
(SZ), dan tenure anggota DPRD (TNR) serta pengetahuan (BACKG). Komposisi diukur
dengan menggunakan proporsi antara partai pendukung kepala daerah jumlah anggota
keseluruhan DPRD. Ukuran DPRD diukur dengan jumlah anggota DPRD, Struktur
Kepemimpinan DPRD diukur dengan asal parpol pimpinan DPRD, Pengetahuan digunakan
konstruk pendidikan dengan ukuran proporsi antara jumlah anggota DPRD yang mempunyai
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1140
SESI I/10
latar belakang pendidikan S1 terhadap jumlah keseluruhan anggota DPRD. Tenure diukur
dengan lama masa kerja anggota DPRD dengan ukuran rata-rata masa kerja anggota DPRD.
Sementara itu, penelitian ini juga menggunakan dua variabel kontrol, yaitu; STATUS,
adalah tipe pemerintah daerah yang menggunakan dummy, 0 untuk pemerintah kabupaten,
dan 1 untuk pemerintah kota. Variabel kontrol lain adalah SZLG, yaitu ukuran pemerintah
daerah yang diukur dengan logaritma natural (LN) dari total aset pemerintah daerah.
D. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analsis data yang pertama adalah statistik deskriptif. Deskripsi data penelitian dapat
diungkapkan dengan tabel berikut ini.
INSERT TABEL 2
Tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata komposisi partai pendukung pemerintah
terhadap total anggota DPRD adalah 53,78% dan rata-rata proporsi struktur kepemimpinan
DPRD sebesar 57,25%, sehingga merupakan jumlah suara mayoritas dan berimplikasi pada
dukungan politis yang kuat terhadap eksekutif daerah. Sementara itu, proposi anggota dengan
pendidikan sarjana adalah 48,70% dan dengan rata-rata pengalaman adalah 2,23 tahun, maka
modal yang cukup untuk menjalankan fungsi pengawasan pada pelaksanaan pemerintahan di
daerah. Rata-rata skor indek kinerja pemerintah daerah adalah 2,51 yang mengindikasikan
bahwa rata-rata pemerintah daerah mempunyai kinerja tinggi. Pemerintah daerah dengan
kinerja tertinggi adalah Pemerintah Kota Surakarta dengan skor 2,943 dan terendah adalah
Pemerintah Kabupaten Parigi Mountong dengan skor 0.940. Deskripsi ini menggambarkan
bahwa pemerintah daerah masih berkendala dengan pelaksanaan akuntansi dan penyusunan
laporan keuangan sebagai bentuk akuntabilitasnya.
Selanjutnya adalah pengujian asumsi klasik dan diperoleh hasil bahwa data yang
digunakan telah terbebas dari gelaja asumsi klasik baik normalitas, autokorelasi,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1141
SESI I/10
heteroskedastisitas, maupun multikolinieritas. Analisis data berikutnya adalah pengujian
dengan menggunakan model uji univariat dan uji multivariat yang dapat dipaparkan seperti
berikut ini.
1. Uji Univariate
Uji pearson correlation digunakan untuk mengetahui tingkat hubungan antar variabel.
Tabel pearson correlation di bawah menunjukkan bahwa ukuran DPRD (SZ) dan tipe/ jenis
pemerintah daerah (STATUS) berhubungan dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah. Sementara itu, kompisisi keanggotaan (KOMP), latar belakang (BACKG), struktur
kepemimpinan (SK) dan pengalaman anggota DPRD (TNR) serta ukuran pemerintah daerah
(SZLG) tidak berhubungan dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
Hasil ini mengindikasikan bahwa jumlah anggota DPRD dapat mempengaruhi kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia. Dengan jumlah anggota dewan lebih tinggi
dapat memberikan atau menambah keragaman dalam berfikir sehingga dapat mengambil
keputusan untuk pelaksanaan pemerintahan daerah yang lebih baik. Dengan demikian dapat
meningkatkan kinerja penyelenggaran pemerintah daerah. Selain itu, variabel control status
pemerintah daerah yang dibedakan menjadi pemerintah kabupaten dan pemerintah kota
berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan daerah di Indonesia. Hasil ini mengindikasikan
bahwa perbedaan status pemerintah kabupaten dan kota dapat mempengaruhi kinerja
pemerintahan. Pemerintah kota dengan atribut kemajuan atau kelebihan baik dalam
infrastruktur dan sumberdaya dapat membantu pelaksanaan pemerintahan yang lebih baik,
sehingga dapat menghasilkan kinerja pemerintah daerah yang lebih baik juga dibanding
dengan pemerintah kabupaten. Hasil uji pearson correlation dapat disajikan dalam tabel
berikut ini.
INSERT TABEL 3
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1142
SESI I/10
2. Uji Multivariate
Pengujian multivariate dilakukan dengan regresi baik untuk masing-masing variabel
independen maupun interaksi di antara variabel independen terhadap kinerja penyelenggaraan
pemerintah daerah. Hasil pengujian menujukkan bahwa dari seluruh model regresi
sebagaimana tersaji dalam Tabel 4 dan Tabel 5 mempunyai nilai signifikansi F yang lebih
kecil dari tingkat keyakinan 1%. Hasil ini mengindikasikan bahwa model regresi tersebut
layak (fit) untuk digunakan dalam pengujian. Selain itu, dalam semua model regresi yang
dilakukan, variabel STATUS sebagai kontrol menunjukkan hasil yang signifikan, sehingga
variabel STATUS berpengaruh signifikan terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah
daerah di Indonesia.
INSERT TABEL 4
Hasil pengujian dalam Tabel 5 menunjukkan bahwa seluruh model regresi yang
menggunakan interaksi antar variabel independen (model 1 sampai dengan model 21)
menunjukkan bahwa model regresi yang digunakan fit terbukti dengan nilai signifikansi yang
lebih kecil dari 1%, 5%, dan 10%. Dalam pengujian ini ukuran dewan (size) berpegaruh
signifikan terhadap kinerja pemerintahan daerah sebagaimana hasil pengujian model 1, 9, 11
dan 13. Sementara itu, interaksi SZ dengan atribut lain seperti KOMP, SK, dan BACKG serta
TNR munjukkan hasil yang berbeda, yang mana hanya interaksi SZ dan KOMP saja yang
signifikan (lihat model 2) dan untuk interaksi lain tidak signifikan. Hasil ini mengindikasikan
bahwa ukuran DPRD yang dinteraksikan dengan komposisi keanggotaan dapat
menggambarkan fungsi pengawasan DPRD terhadap eksekutif. Dengan jumlah keanggotaan
DPRD yang besar dan diperkuat dengan komposisi keanggotaan yang mendukung eksekutif,
maka dapat memberikan dukungan dan pengawasan yang baik sehingga dapat berpengaruh
terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1143
SESI I/10
Tanda koefisien regresi untuk variabel SIZE dan interaksi antara SIZE dan KOMP
tersebut adalah positif. Dengan demikian semakin besar jumlah anggota DPRD semakin kuat
pengawasan yang dilakukan dengan beragamnya pemikiran anggota DPRD sehingga dapat
meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Begitu pula untuk varibel
STATUS mempunyai tanda koefisien positif yang dapat diartikan bahwa pemerintah kota
lebih tinggi capaian kinerjanya dibanding dengan pemerintah kabupaten. Pemerintah kota
dengan sumber dana dan sumberdaya yang lebih baik akan mempunyai kemungkinan yang
lebih baik pula dalam pelaksanaan pemerintahan daerah karena dukungan sumberdaya
tersebut, sehingga mampu menciptakan kinerja yang lebih baik.
Selain itu, dalam regresi 19, pengalaman anggota/ masa kerja yang diinterkasikan
dengan latarbelakang pendidikan anggota dewan berpengaruh terhadap kinerja
penyelenggaraan pemerintah daerah. Pengalaman kerja dan latarbelakang pendidikan yang
diuji secara parsial berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah sebagai
dalam hasil regresi 19, dan secara bersama diinteraksikan dengan latar belakang pendidikan
anggota DPRD berpengaruh positif terhadap kinerja pemerintah daerah. Hasil ini dapat
dijelaskan bahwa dengan masa kerja anggota dewan dan latar belakang pendidikan anggota
dewan yang mendukung fungsi pengawasan dapat menjadikan pengawasan lebih baik
sehingga pemerintah daerah mampu menjalankan fungsi pemerintahan secara lebih baik,
sehingga mampu mencapai kinerja penyelenggaraan kinerja yang lebih baik juga. Hasil
penelitian ini yang membuktikan bahwa pengetahuan anggota dewan berpengaruh terhadap
kinerja penyelenggaraan dapat dijelaskan bahwa efektivitas lembaga monitoring internal
ditentukan oleh tingkat pengetahuan para anggota lembaga monitoring (Coles, Daniel &
Naveen, 2008). Pengetahuan yang cukup akan membuat lembaga monitoring mampu
menelaah setiap keputusan eksekutif secara rasional sehingga lembaga tersebut mampu
memilah antara keputusan opportunistik dari keputusan yang menguntungkan partisipan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1144
SESI I/10
Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat dijelaskan bahwa pengetahuan anggota lembaga
monitoring internal bisa didapatkan dari latar belakang pendidikan, masa kerja dan informasi
mengenai organisasi secara keseluruhan (Vafeas, 2000; Park & Shin, 2004).
Sementara hasil penelitian yang tidak mampu membuktikan pengaruh komposisi,
struktur kepemimpinan DPRD, pengalaman, latar belakang terhadap outcome yang dalam hal
ini adalah kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah. Hasil ini dapat dijelaskan bahwa
setiap individu atau kelompok dalam keanggotaan DPRD akan selalu berusaha
memaksimalkan utilitasnya seperti dijelaskan dalam bangunan governance dalam
Transaction Cost (Williamson, 1979). Dengan demikian bangunan governance pemerintah
daerah di Indonesia saat ini didasarkan pada pernyataan bahwa perilaku individu dengan
aransemen dan mekanisme yang mempunyai konsekuensi ekonomi terhadap pihak yang
terlibat dalam kontrak. Hasil pengujian model regresi dengan variabel interaksi dalam
penelitian ini dapat disajikan dalam tabel berikut ini.
INSERT TABEL 5
E. PENUTUP
1. Simpulan
Penelitian ini menguji hubungan karakteristik DPRD yang terdiri dari komposisi,
ukuran, struktur kepemimpinan, pengalaman, dan pengetahuan terhadap outcome yang
dinyatakan dengan kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah dalam kerangka monitoring
teori keagenan. Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa ukuran anggota dewan baik
secara parsial maupun diinteraksikan dengan variabel lain dan status pemerintah daerah
berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaran pemerintah daerah. Ukuran anggota,
komposisi, masa kerja, dan latar belakang pendidikan merupakan atribut monitoring DPRD
dalam menjalankan fungsi pengawasan yang berpengaruh terhadap kinerja penyelenggaraan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1145
SESI I/10
pemerintah daerah. Jumlah anggota dewan dan latar belakang pendidikan dapat membuat
DPRD mampu menelaah setiap keputusan eksekutif secara rasional sehingga lembaga
tersebut mampu memilah antara keputusan opportunistik dari keputusan yang
menguntungkan individu atau kelompok. Pengetahuan anggota DPRD bisa didapatkan dari
latar belakang pendidikan sehingga latar belakang pendidikan juga berpengaruh terhadap
opini LKPD.
Namun demikian, penelitian ini tidak berhasil membuktikan pengaruh atribut
karakteristik lainya seperti; komposisi, dan struktur kepemimpinan baik secara parsial
maupun ketika diinteraksikan dengan variabel lainya. Dengan demikian simpulan yang dapat
dinyatakan bahwa bangunan governance pemerintah daerah di Indonesia masih lebih
menggunakan transaction cost yang berusaha memaksimalkan utilitasnya yang didasarkan
pada upaya untuk mengarahkan perilaku individu dengan aransemen dan mekanisme yang
mempunyai konsekuensi ekonomi terhadap pihak yang terlibat dalam kontrak dibanding
untuk meningkatkan kinerja agen atau eksekutif dalam menjalankan fungsi pemerintahanya.
2. Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan seperti berikut ini.
1. Penelitian ini hanya menggunakan sumber data website pemerintah daerah yang
terbatas dan banyak yang non aktif, sehingga penelitian ini terbatas menggunakan
sampel penelitian sejumlah 197.
2. Penelitian ini hanya menggunakan atribut DPRD sebagai manifestasi internal
monitoring maupun karakteristik eksekutif pemerintah daerah tanpa menggunakan
external monitoring seperti audit.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1146
SESI I/10
3. Saran
Atas dasar keterbatasan di atas, penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan
melakukan hal-hal berikut ini.
1. Menggunakan sumber data lain seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam
perolehan data atribut DPRD sehingga dapat diperoleh jumlah sampel yang lebih
besar.
2. Menambahkan variabel internal monitoring lain dalam proses pelaksanaan
pemerintahan daerah seperti Inspektorat Daerah, dan external monitoring seperti audit
BPK RI.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1147
SESI I/10
REFERENSI
Adams, R. and Ferreira, D., 2007. "A Theory of Friendly Boards." Journal of Finance 62(1): 217-250.
Adnan, Z., Chatterjee, S. and Nankervis, A., 2003. Understanding Asian Management: Transition and
Transformation. Perth, Vineyard Publishing
Agrawal, A. and Knoeber, C. R., 1996. "Firm Performance and Mechanism to Control Agency Problems."
Journal of Financial and Quantitative Analysis 31(3): 377-397.
Alchian, A. and Demsetz, H., 1972. "Production, Information Costs, and Economic Organization." American
Economic Review 62(5): 777-795.
Allen, F. and Gale, D. (2002). A Comparative Theory of Corporate Governance, The Wharton Financial
Institutions Center, Working Paper No. 03-27, retrieved from
http://fic.wharton.upenn.edu/fic/papers/03/0327.pdf at 07/10/2004.
Baiman, S., 1990. "Agency Research in Managerial Accounting: A Second Look." Accounting Organizations
and Society 15(4): 341-371.
Banks, E., 2004. Corporate Governance: Financial Responsibility, Controls and Ethics. New York, Palgrave
Macmillan.
Berglöf, E. and Claessens, S. (2004). Corporate Governance and Enforcement, World Bank Policy Research
Working Paper No. 3409, retrieved from http://econ.worldbank.org/files/38742_wps3409.pdf at
07/10/2005.
Biondi, Y., Canziani, A. and Kirat, T., Eds. (2007). The Firm as an Entity: Implications for Economics,
Accounting and the Law. London, Routledge.
Borio, C., Hunter, W., Kaufma, G. and Tsatsaronis, K., Eds. (2004). Market Discipline Across Countries and
Industries. Cambridge, Massachusetts, The MIT Press.
Claessens, S. and Fan, J., 2002. "Corporate Governance in Asia: A Survey." International Review of Finance 3(
2): 71-161.
Coles, J., Daniel, N. and Naveen, L., 2008. "Boards: Does One Size Fit All? ." Journal of Financial Economics
87(2): 329-356.
Dahya, J. and McConnel, J., 2005. "Outside Directors and Corporate Board Decisions." Journal of Corporate
Finance 11(1-2): 37-60.
Dalton, D., Daily, C., Ellstrand, A. and Johnson, J., 1998. "Meta-Analytic Reviews of Board Composition,
Leadership Structure, and Financial Performance." Strategic Management Journal 19(3): 269-290.
Danielson, M. and Karpoff, J., 1998. "On the Uses of Corporate Governance Provisions." Journal of Corporate
Finance 4(4): 347-371.
Demzets, H. and Lenh, K., 1985. "The Structure of Corporate Ownership: Causes and Consequences." The
Journal of Political Economy 93(6): 1155-1177.
Denis, D., 2001. "Twenty-Five Years of Corporate Governance Research … and Counting." Review of
Financial Economics 10(3): 191-212.
Denis, D. and Mc Connell, J., 2003. "International Corporate Governance."Journal of Financial & Quantitative
Analysis 38(1): 1-36.
Department of Economic and Social Affairs United Nations, 2006. Innovations in Governance and Public
Administration: Replicating what works. New York, United Nations.
Faccio, M., Lang, L. and Young, L., 2001. "Dividend and Expropriation."The American Economic Review
91(1): 54-78.
Fama, E., 1980. "Agency Problems and Theory of the Firm."Journal of Political Economy 88(2): 288-307.
Foss, N. J. and Michailova, S., 2009. Knowledge Governance Processes and Perspectives. Oxford, Oxford
University Press.
Gadhoum, Y. (2000). Family Control and Grouping: Possible Expropriation via Dvidens, Centre de Recherche
en Gestion Working Paper No.: 14-2000, Retrieved from
http://www.esg.uqam.ca/esg/crg/papers/2000/14-2000.pd at 05/01/2005.
Gillan, S., 2006. "Recent Developments in Corporate Governance: An Overview "Journal of Corporate Finance
12(3): 381-402
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1148
SESI I/10
Gottweis, H. and Petersen, A., Eds. (2008). Biobanks: Governance in comparative perspective. Oxon,
Routledge.
Hart, O., 1983. "The Market Mechanism as an Incentive Scheme."Bell Journal of Economics 14(2): 366-382.
Hart, O., 1995. "Corporate Governance: Some Theory and Implications."The Economic Journal 105(430): 678-
689.
Heinrich, R. (2000). Complementarities in Corporate Governance: Ownership Concentration, Capital Structure,
Monitoring and Pecuniary Incentives, Kiel Institute of World Economics, Working Paper No.: 968,
retrieved from http://www.uni-kiel.de/ifw/pub/kap/2000/kap968.pdf at 03/01/2005.
Hermalin, B. and Weisbach, M., 1998. "Endogenously Chosen Boards of Directors and Their Monitoring of the
CEO." The American Economic Review 88(1): 96-118.
Hermalin, B. and Weisbach, M. (2003). Boards of Directors as an Endogenously Determined Institution: A
Survey of the Economic Literature, FRBNY Economic Policy Review.
Jensen, M. and Meckling, W., 1976. "Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership
Structure." Journal of Financial Economics 3(305-360).
Jensen, M. C. and Ruback, R. S., 1983. "The Market For Corporate Control: The Scientific Evidence." Journal
of Financial Economics 11: 5-50.
John, K. and Senbet, L., 1998. "Corporate Governance and Board Effectiveness." Journal of Banking & Finance
22(4): 371-403.
Kanie, N. and Haas, P. M., Eds. (2004). Emerging forces in environmental governance. Tokyo, United Nations
University Press.
Klapper, L. and Love, I., 2004. "Corporate Governance, Investor Protection, and Performance in Emerging
Markets." Journal of Corporate Finance 10(5): 703-728.
La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer, A. and Vishny, R., 1998. "Law and Finance." The Journal of
Political Economy 106(6): 1113-1155.
La Porta, R., Lopez-de-Silanes, F., Shleifer, A. and Vishny, R., 2000. "Investor Protection and Corporate
Governance." Journal of Financial Economics 58: 3-27.
Mandasari, P. 2009. Practices of Mandatory Disclosure Compliance in Indonesian Local Government. Tesis
Magister Akuntansi. Universitas Sebelas Maret.
Manne, H., 1965. "Mergers and the Market for Corporate Control." Journal of Political Economy 73(2): 110-
120.
McColgan, P. (2001). Agency Theory and Corporate Governance: A Review of the Literature from a UK
Perspective, Dept. Accounting & Finance University of Strathclyde Working Paper No. 06/0203,
retrieved from http://accfinweb. account.strath.ac.uk/wps/journal.pdf at 30/11/2004.
Monks, R. A. G. and Minow, N., 2004. Corporate governance. Oxford, Blackwell Publishing.
Park, Y. and Shin, H., 2004. "Board Composition and Earnings Management in Canada." Journal of Corporate
Finance 10(3): 431-457.
Rahejaa, C. (2003). The Interaction of Insiders and Outsiders in Monitoring: A Theory of Corporate Boards,
Vanderbilt University Owen Graduate School of Management Working Paper No. 2001-25, Retrieved
from http://papers.srn.com/sol3/papers. cfm?abstract_id=251594 at 07/10/2004.
Rediker, K. and Seth, A., 1995. "Boards of Directors and Substitution Effects of Alternative Governance
Mechanisms." Strategic Management Journal 16(2): 85-99.
Retnoningsih, H. 2009. Mandatory Accounting Disclosure and Parliament Characteristics: An Empirical Study
on Public Sector. Tesis Magistkuntansi. Universitas Sebelas Maret.
Shleifer, A. and Vishny, R., 1986. "Large Shareholders and Corporate Control." The Journal of Political
Economy 94(3, Part 1): 461-488.
Sims, R. R., 2003. Ethics and Corporate Social Responsibility—Why Giants Fall. Westport, Praeger Publishers.
Sison, A. J. G., 2008. Corporate Governance and Ethics: An Aristotelian Perspective. Cheltenham, Edward
Elgar Publishing.
Smismans, S., 2006. Civil Society and Legitimate European Governance. Northampton, Edward Elgar
Publishing.
Smith, R. and Walter, I., 2006. Governing the Modern Corporation: Capital Markets, Corporate Control and
Economic Performance. New York, Oxford University Press.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1149
SESI I/10
Tirole, J., 2001. "Corporate Governance." Econometrica 69(1): 1-35.
Vafeas, N., 2000. "Board Structure and the Informativeness of Earnings." Journal of Accounting and Public
Policy 19(2): 139-160.
Wagner III, J. A., Stimpert, J. L. and Fubara, E. I., 1998. "Board Composition and Organizational Performance:
Two Studies of Insider/outsider Effects " Journal of Management Studies 35(5): 655-677.
Williamson, O., 1979. "Transaction-Cost Economics: The Governance of Contractual Relations." Journal of
Law and Economics 22( 2): 233-261.
Zahra, S. and Pearce, J., 1989. "Boards Of Directors And Corporate Financial Performance: A review of
integrative model,." Journal of Management 15(2): 291-334.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1150
SESI I/10
Lampiran
Tabel 1
Pemilihan Sampel
Keterangan Jml
Pemerintah daerah di Indonesia per tahun 2009 494
Pemerintah daerah yang mempunyai website, tetapi tidak aktif atau
tidak dapat di aksess
(85)
Pemerintah daerah yang tidak mem-publish informasi data DPRD (212)
Jumlah sampel penelitian 197
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 2
Statistik Deskriptif
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KP 197 0,90 2,93 2,5105 0,27143
KOMP 197 0,33 0,72 0,5378 0,09501
SZ 197 15,00 48,00 37,8352 9,63704
SK 197 0,29 0,84 0,5257 0,15182
TNR 197 1,00 4,00 2,2747 1,00073
BACKG 197 0,12 0,94 0,4870 0,13135
STATUS 197 0,00 1,00 0,5385 0,50128
SZLG 197 24,53 29,89 27,6908 0,97911
Valid N (listwise) 197
Keterangan: KP = kinerja penyelenggaraan pemerintah; KOMP = komposisi anggota DPRD; SZ = ukuran
anggota DPRD; SK = struktur kepeminpinan DPRD; TNR = pengalaman anggota DPRD; BACKG = latar
belakang pendidikan anggota DPRD; STATUS; tipe pemerintah daerah; SZLG = ukuran pemerintah daerah.
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 3
Uji Univariat
Pearson Korrelation
Karakteristik DPRD Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
VARIABEL KP KOMP SZ SK TNR BACKG STATUS SZLG
KP 1.00
KOMP -0.153 1.00
SZ 0.319** -0.639** 1.00
SK -0.196 0.618** -0.584** 1.00
TNR 0.078 0.037 0.037 -0.026 1.00
BACKG 0.001 -0.076 0.074 -0.057 -0.002 1.00
STATUS 0.292** -0.187 0.423** -0.217* 0.101 -0.108 1.00
SZLG 0.033 -0.132 0.163 -0.178 0.024 -0.169 0.142 1.00
Keterangan: KP = kinerja penyelenggaraan pemerintah; KOMP = komposisi anggota DPRD; SZ = ukuran anggota
DPRD; SK = struktur kepeminpinan DPRD; TNR = pengalaman anggota DPRD; BACKG = latar belakang
pendidikan anggota DPRD; STATUS; tipe pemerintah daerah; SZLG = ukuran pemerintah daerah.
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Sumber: Data sekunder yang diolah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1151
SESI I/10
TABEL 4
Uji Multivariate
Karakteristik DPRD dan Kienrja Penyelenggaran Pemerintah Daerah
1 2 3 4 5 6
Constant 2,425 2,261 2,425 2,425 2,425 2,201
(60.205)*** (19.903)*** (60.205)*** (60.205)*** (60.205)*** (19.903)***
KOMP -0.293 0.163
(-0.994) (0.434)
SZ 0.007 0.007
(2.170)*** (2.170)***
SK -0.248 -0.089
(-1.343) (0.370)
TNR 0.013 0.013
(0.480) (0.459)
BACKG 0.274 0.218
(1.305 (1.048)
STATUS 0.158 0.103 0.158 0.158 158 0.103
(2.876)*** (1.741)* (2.876)*** (2.876)*** (2.876)*** (1.741)*
SZLG -0.005 -0.009 -0.008 -0.002 0.004 -0.005
(-0.191) (-0.334) (-0.289) (-0.087) (0.122) (-0.173)
R Square 0.085 0.132 0.085 0.085 0.085 0.132
Ajd R square 0.075 0.112 0.075 0.075 0.075 0.112
F 8,237 6,663 8,273 8,273 8,273 6,663
Sig. 0.005*** 0.002**** 0.005**** 0.005*** 0.005*** 0.002***
Keterangan: KP = kinerja penyelenggaraan pemerintah; KOMP = komposisi anggota DPRD; SZ =
ukuran anggota DPRD; SK = struktur kepeminpinan DPRD; TNR = pengalaman anggota DPRD;
BACKG = latar belakang pendidikan anggota DPRD; STATUS; tipe pemerintah daerah; SZLG = ukuran
pemerintah daerah.
***. Signifikan pada level 0.01.
** Signifikan pada level 0.05.
*. Signifikan pada level 0.1.
Sumber: Data sekunder yang diolah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1152
SESI I/10
Tabel 5
Uji Multivariate
Interaksi Karakteristik DPRD Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Constant 2,201 2,196 2,425 1,455 2,425 2,425 2,425 2,425 2,201 2,425
(19.903)*** (16.153)*** (60,205)*** (12.806)*** (60.205)*** (60.205)*** (60.205)*** (60.205)*** (19.903)*** (60.205)***
KOMP -0.039 -0.088 -0.293 0.14
(-0.034) (-0.238) (0.994) (0.144)
SZ 0.007 0.007
(2.170)*** (2.170)***
SK -0.248 0.179
(-1.343) (0.227)
TNR -0.091
(0.605)
BACKG 0.274
(1.305)
KOMP*SZ 0.004 0.013
(0.468) (1.769)*
KOMP*SK 2,295 -0.282
(1,023) (-1.233)
KOMP*TNR 0.033 0.008
(0.662) (0.168)
KOMP*BACKG -0.9 0.157
(-0.964) (0.459)
SZ*SK -0.002 0.003
(-0.301) (0.493)
SZ*TNR
SZ*BACKG
SK*TNR
SK*BACKG
TNR*BACKG
STATUS 0.103 0.119 0.158 0.158 0.158 0.158 0.158 0.158 0.103 0.158
(1.714)* (2.034)** (2.876)** (2.876)** (2,876)** (2,876)** (2,876)** (2,876)** (1.741)* (2,876)**
SZLG -0.010 -0.007 -0.004 -0.008 -0.013 -0.002 -0.002 0.001 -0.009 -0.002
(-0.338) (-0.233) (-0.134) (-0.290) (-0.436) (-0.085) (-0.054) (0.021) (0.334) (-0.060)
R Square 0.132 0.116 0.085 0.085 0.085 0.085 0.085 0.085 0.132 0.085
Ajd R square 0.112 0.096 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.075 0.112 0.075
F 6,663 5,800 8,273 8,273 8,273 8,274 8,275 8,273 6,663 8,273
Sig. 0.002*** 0.004*** 0.005*** 0.005*** 0.005*** 0.006*** 0.007*** 0.005*** 0.002*** 0.005***
Keterangan: KP = kinerja penyelenggaraan pemerintah; KOMP = komposisi anggota DPRD; SZ = ukuran anggota DPRD; SK =
struktur kepeminpinan DPRD; TNR = pengalaman anggota DPRD; BACKG = latar belakang pendidikan anggota DPRD;
STATUS; tipe pemerintah daerah; SZLG = ukuran pemerintah daerah, KOMP*SZ = interaksi antara KOMP dan SZ, KOMP*SK =
interaksi = KOMP dan SK, KOMP*TNR = interaksi KOMP dan TNR, KOMP*BACKG = interkasi dan KOMP dan BACKG, SZ*SK = interkasi
SZ dan SK, SZ*TNR= intaksi antara dan SZ dan TNR, SZ*BACKG = interaksi SZ dan BACKG, SK*TNR = interaksi SK dan TNR, SK*BACKG
= interaksi SK dan BACKG, TNR*BACKG = interaksi TNR dan BACKG.
***. Signifikan pada level 0.01.
** Signifikan pada level 0.05.
*. Signifikan pada level 0.1.
Sumber: Data sekunder yang diolah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Sutaryo dan Jakawinarna
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1153
SESI I/10
Tabel 5 Lanjutan
Uji Multivariate
Interaksi Karakteristik DPRD Kinerja Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Constant 2,201 2,425 2,201 2,304 2,425 2,425 2,425 2,425 1,829 2,425 2.196
(19.903)*** (60.205)*** (19.903)*** (32.109)*** (60.205)*** (60.205)*** (60.205)*** (60.205)*** (6.479)*** (60.205)*** (16.153)***
KOMP -0.335
(-1.139) SZ 0.007 0.007 0.009
(2.170)** (2.170)** (0.331)
SK -0.248 0.047 0.406 (-1.343) (0.059 (0.147)
TNR -0.015 0.013 0.193 -0.28
(-0.127) (0.447) (1.774)* (0.720) BACKG 0.218 0.274 1,187 0.266
(1.048) (1.305) (2.068)** (1.161)
KOMP*SZ 0.13
(1.769)* KOMP*SK 0.111
(0.257)
KOMP*TNR 0.033
(0.653)
KOMP*BACKG -1.446 (-0.687)
SZ*SK -0.015
(-0.729) SZ*TNR 0.000 0.001 0.003
(0.569) (1.504) (1.362)
SZ*BACKG -0.13 0.007 -0.021 (-0.878) (2.030) (-1.537)
SK*TNR -0.012 -0.014 0.003
(-0.071) (-0.313) (1.301) SK*BACKG -0.476 -0.052 -1.429
(-1.292) (-0.178) (-1.209)
TNR*BACKG -0.387 0.035 -0.282 (-1.709)* (0.075) (-1.643)
STATUS 0.103 0.158 0.103 0.135 0.158 0.158 0.158 0.158 0.174 0.158 0.196
(1.741)* (2,876)** (1.741)* (2.449)** (2,876)** (2,876)** (2,876)** (2,876)** (3.114)*** (2.876)** (2.304)**
SZLG -0.009 -0.003 -0.004 0.000 -0.008 -0.003 -0.001 -0.004 -0.014 0.001 -0.029
(-0.303) (-0.095) (-0.148) (-0.023) (-0.239) (-0.094) (-0.043) (-0.120) (-0.450) (0.022) (-0.911) R Square 0.132 0.085 0.132 0.126 0.085 0.085 0.085 0.085 0.134 0.085 0.116
Ajd R square 0.112 0.075 0.112 0.106 0.075 0.075 0.075 0.075 0.094 0.075 0.094
F 6,663 8,273 6,663 6,343 8,273 8,273 8,273 8,273 3,330 8,273 5.801
Sig. 0.002*** 0.005*** 0.002*** 0.003*** 0.005*** 0.005*** 0.005*** 0.005*** 0.014*** 0.005*** 0.004***
Keterangan: KP = kinerja penyelenggaraan pemerintah; KOMP = komposisi anggota DPRD; SZ = ukuran anggota
DPRD; SK = struktur kepeminpinan DPRD; TNR = pengalaman anggota DPRD; BACKG = latar belakang pendidikan
anggota DPRD; STATUS; tipe pemerintah daerah; SZLG = ukuran pemerintah daerah, KOMP*SZ = interaksi antara KOMP
dan SZ, KOMP*SK = interaksi = KOMP dan SK, KOMP*TNR = interaksi KOMP dan TNR, KOMP*BACKG = interkasi dan KOMP dan
BACKG, SZ*SK = interkasi SZ dan SK, SZ*TNR= intaksi antara dan SZ dan TNR, SZ*BACKG = interaksi SZ dan BACKG, SK*TNR =
interaksi SK dan TNR, SK*BACKG = interaksi SK dan BACKG, TNR*BACKG = interaksi TNR dan BACKG.
***. Signifikan pada level 0.01.
** Signifikan pada level 0.05.
*. Signifikan pada level 0.1.
Sumber: Data sekunder yang diolah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1154
SESI I/11
Determinan Belanja Modal dan Konsekuensi
terhadap Pendapatan Perkapita
(Studi Kasus Wilayah Jawa Tengah)
PANCAWATI HARDININGSIH
RACHMAWATI MEITA OKTAVIANI
Universitas Stikubank Semarang
Abstract: This study aimed to determine the effect of fund balance consists of the general allocation
funds, special allocation funds, financial assistance from the Provincial Government. The revenue
and capital expenditure allocation to determine the effect of capital expenditures in each district/city
in the administrative area of Central Java Provincial. The data used in this study were obtained from
various data sources such as data from the district budget/ city, allocation funds transfer from the
Directorate General of Fiscal Balance regional Ministry of Finance of the Republic of Indonesia,
Central Bureau of Statistics and Central Java to the research data period of 4 (four) years the Fiscal
Year 2008-2011.
Hypothesis test results showed the general allocation funds and the financial assistance that
significantly affect the allocation of capital expenditures in the district/town in the administrative
region of Central Java province, while for components DAK, and revenue does not significantly affect
the allocation of capital expenditure . In this study, capital expenditure budget contained in the
distric/city government administrative region showed a positive effect on per capita income of the
area.
Keywords: Balance Fund, Capital Expenditure, Decentralization Fiscal, Per Capita Income.
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1155
SESI I/11
Pendahuluan
Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya perubahan pola hubungan yang
terjadi antara pemerintah pusat dan daerah, dengan diberlakukannya UU No. 22 dan UU
No.25 tahun 1999. Dari UU tersebut disempurnakan menjadi UU No. 32 dan UU No. 33
tahun 2004. Pada prinsipnya desentralisasi bertujuan anatara lain: untuk melakukan efisiensi
sektor publik dalam produksi dan distribusi pelayanan, meningkatkan kualitas pembuatan
keputusan dengan menggunakan informasi lokal, meningkatkan akuntabilitas dan
meningkatkan kemampuan respon terhadap kebutuhan dan kondisi lokal (Giannoni, 2002).
Selain itu Silverman (1990) dalam Laporan World Bank di Uganda (2005)
menyatakan bahwa pemerintah lokal lebih responsif terhadap warga negaranya dibanding
pemerintah pusat sehingga keputusan yang diambil lebih merefleksikan kebutuhan dan
keinginan rakyat. Desentralisasi akan membawa pemerintah lebih dekat dengan rakyat dan
mendorong mereka untuk lebih terlibat secara langsung. (Mills,1994).
Saat ini isu pokok yang muncul bukan lagi pada bagaimana menciptakan sistem
transfer sehingga sumber dana untuk daerah (terutama daerah miskin) berjumlah relatif cukup
memadai sehingga daerah satu dengan lainnya tidaklah terlalu timpang. Hal ini dilakukan
dengan mengarahkan daerah terutama daerah-daerah yang tidak kaya untuk bisa
menggunakan APBDnya secermat mungkin dan berkontribusi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat (Hirawan,2007). Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah
untuk meningkatkan penerimaan daerah selama ini kurang diikuti upaya untuk meningkatkan
pelayanan publik (Halim, dkk (2004) dalam Agustino (2005).
Ditetapkannya UU No. 5 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Otonomi Daerah
diharapkan daerah tidak sepenuhnya bergantung pada pemerintah pusat. Hal tersebut
tentunya berakibat pada beralihnya manajemen desentralisasi fiskal di pemerintahan daerah.
Kebijakan pemerintah pusat dengan melaksanakan desentralisasi fiskal di era otonomi daerah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1156
SESI I/11
mempunyai tujuan untuk mengurangi kesenjangan dari sisi fiskal antara satu daerah otonom
dengan daerah otonom yang lainnya. Penerapan desentralisasi dilaksanakan melalui alokasi
dana dari pemerintah pusat kepada pemerintah propinsi maupun pemerintah kabupaten/kota,
atau dari pemerintah daerah Provinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang
dikenal dengan istilah “dana transfer”. Dana transfer dikelola didasarkan pada regulasi atau
peraturan yang berlaku.
Pemberlakuan kebijakan desentralisasi fiskal tersebut ditindaklanjuti dengan terbitnya
kebijakan yang tertuang dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. UU
ini efektif diberlakukan per Januari tahun 2001. Dalam perkembangannya UU tersebut
diperbarui dengan dikeluarkannya UU No.32 dan UU No. 33 tahun 2004. Nomenklatur
pengelolaan keuangan daerah saat ini secara teknis berpedoman pada Permendagri No. 13
tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali dan terakhir menjadi Permendagri No 21 tahun 2011 tentang Perubahan Kedua
Atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah
mengalami perbedaan yang cukup signifikan dengan Permendagri No. 29 tahun 2002 tentang
Pedoman Pengurusan, Pertanggung Jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata
Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang menjadi pedoman teknis
dalam pengelolaan keuangan daerah sebelumnya, perbedaan tersebut salah satunya adalah
dalam Permendagri No 29 tahun 2002 pada struktur belanjanya menggunakan istilah belanja
aparatur daerah dan belanja pelayanan publik yang masing-masing dirinci menjadi kelompok
belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan sedangkan pada Permendagri
No. 13 tahun 2006, belanja terdiri dari belanja tidak langsung yang dikelompokkan menjadi
belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil kepada
kabupaten/kota, belanja bantuan keuangan kepada kabupaten/kota dan pemerintahan desa,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1157
SESI I/11
belanja tidak terduga dan belanja langsung yang dikelompokan menjadi belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, serta belanja modal.
Penelitian Holtz-Eakin et al (1994) menemukan keterkaitan erat antara transfer dari
pemerintah pusat dengan belanja modal. Studi yang dilakukan oleh Legrenzi & Milas (2001)
dalam Abdullah & Halim (2003) menemukan bukti empiris bahwasanya dalam jangka
panjang transfer berpengaruh terhadap belanja modal dan pengurangan jumlah transfer dapat
menyebabkan penurunan dalam pengeluaran belanja modal. Ini diperkuat oleh Prakoso
(2004) yang menunjukkan bahwa jumlah belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum
yang diterima dari pemerintah pusat. Hasil penelitian Susilo dan Adi (2007) juga semakin
memperkuat kecenderungan ini, dimana kemandirian daerah tidak menjadi lebih baik, bahkan
yang terjadi adalah sebaliknya yaitu ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer
pemerintah pusat menjadi semakin tinggi. Hal ini memberikan adanya indikasi kuat bahwa
perilaku belanja daerah khususnya belanja modal akan sangat dipengaruhi sumber
penerimaan dalam bentuk transfer.
Penelitian berbeda dilakukan Braga (2004), pendapatan asli daerah dan pertumbuhan
ekonomi dapat saja mengarah ke hubungan negatif jika daerah terlalu ofensif. Penelitian Ikin
Solikin (2007) terdapat hubungan positif yang kuat antara pendapatan asli daerah dengan
belanja modal. Hal ini yang menjadi salah satu faktor yang akan diteliti, apakah mempunyai
pengaruh terhadap pendapatan perkapita. Secara keseluruhan di kabupaten/kota wilayah Jawa
Tengah bahwa total alokasi pendapatan asli daerah maupun dana transfer dari pusat dan
pemerintah propinsi Jawa Tengah yang dialokasikan ke kabupaten/kota yang ada di Jawa
Tengah semakin besar namun jika dibandingkan dengan alokasi belanja modal pada
kabupaten/kota tiap tahun tidak selalu bertambah naik. Fenomena inilah yang menarik untuk
diteliti apakah alokasi dana pada tiap-tiap kabupaten/kota di wilayah Propinsi Jawa Tengah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1158
SESI I/11
mempunyai pengaruh terhadap alokasi belanja modal di masing-masing pemerintah
kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Rerangka Teoritis Dan Pengembangan Hipotesis
Government Expenditure Theory
Berdasarkan teori Kebijakan Pengeluaran Pemerintah ( Government Expenditure
Theory) melalui mekanisme ISLM, kenaikan pengeluaran pemerintah akan menggeser kurve
pendapatan nasional naik keatas atau pendapatan nasional meningkat. Kenaikan pendapatan
nasional akan menaikkan tingkat harga umum. Berdasarkan mekanisme IS maka kenaikan
harga menyebabkan upah riil menurun. Penurunan upah riil menyebabkan pengangguran
berkurang dengan kata lain employment meningkat. Peningkatan tenaga kerja berdasarkan
teori produksi akan meningkatkan output nasional. Dengan demikian kenaikan belanja
pemerintah diyakini akan meningkatkan output nasional atau pendapatan nasional yang
sekaligus meningkatkan pendapatan per kapita (Langdana, 2009).
Wagner (1883) menyatakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per
kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintahpun akan meningkat.
Pengeluaran pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan
penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran
bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Pengeluaran pembangunan yaitu
pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan
umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik
prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu.
Dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah
semakin besar. Begitu juga dengan pengeluaran pemerintah yang menjadi semakin besar
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1159
SESI I/11
juga. Pendapat ini mendasarkan Peacock & Wiseman (1967), menyatakan bahwa kebijakan
pemerintah untuk menaikkan pengeluaran negara tidak disukai oleh masyarakat, karena hal
itu berarti masyarakat harus membayar pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap
toleran untuk membayar pajak sampai pada suatu tingkat tertentu. Apabila pemerintah
menetapkan jumlah pajak di atas batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat
untuk menghindar dari kewajiban membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah
tidak bisa semena-mena menaikkan pajak yang harus dibayar masyarakat. Dalam kondisi
normal, dengan berkembangnya perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula
penerimaan negara tersebut, walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan
penerimaan negara akan memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut.
Pelaksanaan pembangunan merupakan program yang memerlukan keterlibatan
segenap unsur lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai
katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai sarana dan fasilitas pendukung,
termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang
berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi
pembangunan dan sebagian lagi untuk kegiatan pembangunan diberbagai jenis infrastruktur
yang penting. Anggaran-anggaran tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan
mempertinggi tingkat kegiatan ekonomi.
Fiscal Theory
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah pengeluaran dan
penerimaan pemerintah guna mencapai kestabilan ekonomi. Pengaruh pengeluaran
pemerintah terhadap pendapatan nasional tergantung pada jenis sumber penerimaan. Pajak
dan retribusi sebagai salah satu sumber penerimaan perlu ditingkatkan guna meningkatkan
kemampuam belanja pemerintah yang diharapkan mampu mendorong laju perekonomian
dengan tetap mempertahankan kestabilan harga-harga umum.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1160
SESI I/11
Kebijakan fiskal pemerintah menggunakan konsep anggaran belanja seimbang
(balance approach), dimana adanya keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran
pemerintah dalam jangka panjang agar terjadi keterkaitan dalam perekonomian sehingga
memperoleh kepercayaan masyarakat. Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang
diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian, khususnya perekonomian Indonesia.
Dari sisi fiskal, pemerintah harus berpihak pada industri dalam negeri dengan
menurunkan bea masuk bahan baku industri sehingga kapasitas produksi terutama orientasi
ekspor bisa dipertahankan. Jika seluruh kebijakan dijalankan pemerintah secara bersamaan
(moneter, fiskal, dan perdagangan), dunia industri diharapkan tidak dengan mudah
mengurangi karyawan. Dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, rancangan
kebijakan fiskal tidak hanya diarahkan untuk pengembangan aspek ekonomi seperti
pendapatan per kapita, pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan stabilisasi
ekonomi, tetapi juga peningkatan aspek sosial seperti pemerataan pendapatan, pendidikan,
dan kesehatan.
Desentralisasi
Maddick (1963) mengemukakan bahwa desentralisasi adalah suatu cara untuk
meningkatkan kemampuan aparat pemerintah dan memperoleh informasi yang lebih baik
mengenai keadaan daerah, untuk menyusun program-program daerah secara lebih responsif
dan untuk mengantisipasi secara cepat manakala persoalan-persoalan timbul dalam
pelaksanaan. Sementara Hoogerwerf (1978), desentralisasi adalah pengakuan atau
penyerahan wewenang oleh badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan
berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan pengaturan
pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari hal itu.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1161
SESI I/11
Koswara (1996), desentralisasi pada dasarnya mempunyai makna yaitu melalui proses
desentralisasi urusan-urusan pemerintahan yang semula termasuk wewenang dan tanggung
jawab Pemerintah Pusat sebagian diserahkan kepada Pemerintah Daerah agar menjadi urusan
rumah tangganya sehingga urusan tersebut beralih menjadi wewenang dan tanggung jawab
Pemerintah Daerah. Pengertian desentralisasi pada UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah pada ps 1:7 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada otonomi daerah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Wewenang yang diberikan kepada
pemerintah daerah adalah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan,
kecuali untuk urusan-urusan yang meliputi urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama.
Desentralisasi Fiskal
Saragih (2003), desentralisasi fiskal secara singkat dapat diartikan sebagai suatu
proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan
yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik
sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Syahruddin
(2006) mendefinisikan desentralisasi fiskal sebagai kewenangan (authority) dan
tanggungjawab (responsibility) dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran
daerah (APBD) oleh pemerintah daerah. Desentralisasi fiskal sebagai upaya pemindahan
kekuasaan untuk mengumpulkan dan mengelola sumber daya finansial dan fiskal (Ferdiana,
dkk, 2008).
Desentralisasi fiskal merupakan salah satu komponen utama dari desentralisasi. Apabila
pemerintah daerah melaksanakan fungsinya secara efektif dan diberikan kebebasan dalam
pengambilan keputusan penyediaan pelayanan di sektor publik, maka mereka harus didukung
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1162
SESI I/11
sumber-sumber keuangan yang memadai yang berasal dari pendapatan asli daerah termasuk
surcharge of taxes, bagi hasil pajak dan bukan pajak, pinjaman, dan subsidi/bantuan dari
pemerintah pusat (Sidik, 2002).
Syahruddin (2006) menyatakan terdapat dua fungsi pemerintah yakni fungsi ekonomi
dan fungsi non ekonomi. Fungsi ekonomi menurut Musgrave (1973) dalam Syahruddin
(2006) disebut sebagai fungsi anggaran (fiscal function) yang terdiri dari fungsi alokasi,
fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi. Fungsi distribusi dalam kebijakan fiskal bertujuan
untuk mengurangi perbedaan-perbedaan pendapatan antar individu dalam masyarakat. Fungsi
stabilisasi dalam fungsi fiskal bertujuan untuk menciptakan kestabilan ekonomi.
Adapun tujuan desentralisasi fiskal yang tertuang dalam RAPBN TA. 2009 adalah
sebagai berikut:
1) Mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (vertical
fiscal imbalance) dan antar daerah (horizontal fiscal imbalance);
2) Meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah dan mengurangi kesenjangan
pelayanan publik antar daerah;
3) Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional;
4) Tata kelola, transparan dan akuntabel dalam pelaksanaan kegiatan pengalokasian transfer
ke daerah yang tepat sasaran, tepat waktu, efisien dan adil;
5) Mendukung kesinambungan fiskal dalam kebijakan ekonomi makro.
Bastian (2001), penerimaan pendapatan asli daerah merupakan akumulasi dari pos
penerimaan pajak yang berisi pajak daerah dan pos retribusi daerah. Pos penerimaan non
pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, pos penerimaan investasi serta pengelolaan
sumber daya alam. Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang
berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1163
SESI I/11
Dana Alokasi Umum
Dana alokasi umum merupakan salah satu transfer dana pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah yang bersumber dari pendapatan APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU bersifat block grant yang berarti penggunaannya
diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan
pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana alokasi
umum dialokasikan untuk daerah propinsi dan kabupaten/kota dengan besaran DAU
ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari Pendapatan Dalam Negeri (PDN) netto yang
ditetapkan dalam APBN sedangkan untuk proporsi yang dialokasikan untuk propinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan sesuai dengan imbangan kewenangan antara propinsi dan
kabupaten/ kota.
Penetapan dana alokasi umum menggunakan formulasi pendekatan celah fiskal
(fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan fiskal (fiscal needs) dikurangi dengan
kapasitas fiskal daerah dan alokasi dasar (AD) berupa jumlah gaji PNS Daerah
DAU = Alokasi dasar (AD) + Celah Fiskal (CF)
Ket:
AD : Gaji PNS Daerah
CF : Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal
Dana Alokasi Khusus
Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dengan besaran ditetapkan setiap tahun
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1164
SESI I/11
dalam APBN. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping minimal 10 %
dari total alokasi sesuai amanat peraturan perundang-undangan
Bantuan keuangan merupakan belanja tidak langsung yang dialokasikan oleh
pemerintah propinsi kepada kabupaten/kota maupun pemerintahan desa di wilayahnya yang
bertujuan untuk mengurangi kesenjangan antara kabupaten/kota yang ada di wilayahnya.
Sebagai wujud dalam proses mendukung desentralisasi fiskal yang sedang terjadi pemerintah
propinsi sesuai amanat Permendagri No. 13 tahun 2006 dapat mengalokasikan belanja
bantuan keuangan kepada kabupaten/kota, belanja hibah dan belanja bantuan sosial kepada
pihak lain selama urusan wajib maupun urusan pilihan yang dialokasikan oleh pemerintah
telah dipenuhi terlebih dahulu.
Belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat
lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam
bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset
tetap lainnya (Permendagri No. 13 tahun 2006 ps. 53). Perhitungan atas perolehan aset tetap
terdiri dari harga belinya atau konstruksinya termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat
didistribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset
tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. (PP No. 71 Tahun 2010;
lampiran I.08 PSAP07-5).
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara,
yang diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah
penduduk negara tersebut. Biasanya, pendapatan perkapita sering disebut dengan Produk
Domestik Bruto (PDP) perkapita.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1165
SESI I/11
Pengembangan Hipotesis
Hubungan antara Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal
Pendapatan asli daerah memiliki peran untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah
guna mencapai tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah yang ingin meningkatkan
pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah (Mardiasmo, 2002). Untuk
mewujudkan hal tersebut pemerintah daerah melakukan berbagai cara dalam meningkatkan
pelayanan publik, salah satunya dengan melakukan belanja untuk kepentingan investasi yang
direalisasikan melalui belanja modal.
Penelitian Ikin Solikin (2007) menemukan hubungan positif yang kuat antara pendapatan
asli daerah dengan belanja modal, hasil ini dikuatkan oleh Daryanto dan Yustikasari (2007)
yang menyebutkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara pendapatan asli daerah
dengan belanja modal. Ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi pendapatan asli daerah
maka pengeluaran pemerintah atas belanja modal pun akan semakin tinggi. Dari uraian diatas
dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh positif pada Belanja Modal.
Hubungan Antara Dana Alokasi Umum dan Belanja Modal
Beberapa daerah peran dana alokasi umum sangat signifikan karena kebijakan belanja
daerah lebih didominasi oleh jumlah DAU daripada PAD (Sidik, et al 2002). Setiap transfer
dana alokasi umum yang diterima daerah akan ditujukan untuk belanja pemerintah daerah,
maka tidak jarang apabila pemerintah daerah menetapkan rencana daerah secara pesimis dan
rencana belanja cenderung optimis supaya transfer dana alokasi umum yang diterima daerah
lebih besar. Abdullah dan Halim (2006) menemukan bahwa pendapatan daerah yang berasal
dari dana perimbangan berpengaruh terhadap pengalokasian belanja modal. Pemerintah
memberikan dana perimbangan dan salah satu komponen dana ini yang memberikan
kontribusi terbesar adalah dana alokasi umum. Dalam beberapa tahun berjalan, proporsi dana
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1166
SESI I/11
alokasi umum terhadap peneriman daerah masih yang tertinggi dibanding dengan penerimaan
daerah yang lain, termasuk pendapatan asli daerah (Adi, 2006). Dari penjelasan diatas dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hubungan Dana Alokasi Khusus dengan Belanja Modal
Dana alokasi khusus dialokasikan untuk mendanai kebutuhan fisik sarana dan
prasarana dasar yang merupakan prioritas nasional di 19 bidang. Husni (2011) menunjukkan
bahwa dana alokasi khusus berkonstribusi signifikan terhadap belanja modal.
Pengaturan pemanfaatan dana alokasi khusus yang dialokasikan untuk mendanai
kebutuhan fisik dengan tujuan dapat meningkatkan sarana dan prasarana guna mendukung
laju pertumbuhan ekonomi, sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan tersebut seharusnya
pemerintah daerah dapat meningkatkan alokasi belanja pembangunan infrastrukturnya lebih
tinggi dengan pendanaan yang berasal dari dana alokasi khusus tersebut tersebut tentunya
akan berimbas pada peningkatan pengalokasian belanja untuk fisik yang dalam APBD
terakomodir dalam jenis belanja barang modal. Dari penjelasan diatas dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 3 : Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap Alokasi Belanja Modal.
Hubungan Bantuan Keuangan dari Propinsi dengan Belanja Modal
Guna pemerataan pembangunan di wilayah pemerintahan kota/kabupaten sudah
sewajarnya pemerintah propinsi mengalokasikan dana transfer kepada pemerintah
kabupaten/kota, dalam bentuk dana transfer atau dana perimbangan yang berasal dari
pemerintah daerah diatasnya. Temuan Abdullah dan Halim (2006) menunjukkan bahwa
pendapatan daerah yang berasal dari dana perimbangan berpengaruh terhadap pengalokasian
belanja modal. Bantuan keuangan kepada kabupaten/ kota yang dimaksudkan untuk
memberikan stimulan kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan karena fokus dari
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1167
SESI I/11
alokasi bantuan keuangan tersebut adalah digunakan untuk melaksanakan pembangunan
sarana dan prasarana baik dibidang infastruktur, pendidikan keagamaan dan masyarakat. Dari
penjelasan diatas dapat dirumuskan hipotesis
Hipotesis 4: Bantuan Keuangan dari pemerintah propinsi berpengaruh positif pada Alokasi
Belanja Modal.
Hubungan Belanja Modal dengan Pendapatan Perkapita
Bertambahnya infrastruktur baru dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh
pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah.
Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di
daerah yang bersangkutan. Seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan
berdampak pada meningkatnya pendapatan per kapita. Jika PEMDA menetapkan anggaran
belanja pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran
daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Pembangunan
sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi
(Kuncoro, 2004).
Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan
investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan
oleh Adi (2006) membuktikan bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang
perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas penduduk. Alokasi belanja modal untuk
pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas
penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum
yang tercermin dalam pendapatan per kapita. Berdasarkan penjelasan diatas, dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Hipotesis 5 : Belanja Modal berpengaruh positif terhadap Pendapatan Perkapita.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1168
SESI I/11
METODA RISET
Polulasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota, pemerintah propinsi Jawa
Tengah. Dipilihnya Jawa Tengah karena merupakan salah satu propinsi dengan jumlah
kabupaten/kota yang cukup banyak. Selain itu merupakan propinsi yang sering mendapatkan
penghargaan terkait dengan capaian yang mendukung program nasional dan pengelolaan
keuangan yang baik. Pemilihan sampel menggunakan metoda purposive sampling method yakni
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008) . Sampel yang dipilih
memiliki kriteria yakni tersedianya data dan informasi yang dibutuhkan dari tahun 2008 hingga 2011.
Adapun sampel penelitian ini menggunakan data dari 35 pemerintah kabupaten/kota,
pemerintah propinsi Jawa Tengah yang terdiri dari 29 kabupaten dan 6 kotamadya yang
keseluruhan berada di wilayah administratif provinsi Jawa Tengah selama kurun waktu tahun
2008 sampai dengan 2011 sehingga keseluruhan sampel data awal sebanyak 140 pengamatan.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita merupakan besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu
negara tiap-tiap kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah diuraikan dan dihitung dari alokasi
belanja modal yang mencakup belanja modal untuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan bangunan serta belanja aset lainnya, yang ada pada tiap
kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah.
Belanja Modal
Belanja modal yang merupakan belanja fisik yang mempunyai kriteria umur manfaat
lebih dari 1 (satu) tahun pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada masing-masing
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1169
SESI I/11
kabupaten/kota di wilayah Jawa Tengah yang diperoleh dari unsur pembiayaan dari dana
transfer (DAU, DAK, Bantuan Keuangan dari Pemerintah Propinsi) dan juga pendapatan asli
daerah tersebut. Belanja Modal merupakan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka
pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat
lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam
bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset
tetap lainnya yang diperhitungkan berdasarkan harga perolehan
Untuk mengetahui ratio pertumbuhan belanja modal pada suatu daerah di kabupaten/kota
dapat dihitung sebagai berikut:
Ratio BM : Belanja Modal tahun t
APBD Tahun t
Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari pos penerimaan pajak yang berisi
pajak daerah dan pos retribusi daerah, pos enerimaan non pajak yang berisi hasil perusahaan
milik daerah, pos penerimaan investasi serta pengelolaan sumber daya alam.
Ratio PAD : Pendapatan Asli Daerah
APBD Kabupaten/Kota
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum merupakan dana perimbangan yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang
dengan proporsi penentuan dari 26% dari Pendapatan Dalam Negeri Netto.
Ratio Dana Alokasi Umum: Dana Alokasi Umum
APBD Kabupaten/Kota
Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus merupakan dana perimbangan yang juga dipersyaratkan dalam
Undang-Undang dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1170
SESI I/11
urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional dengan besaran ditetapkan setiap tahun
dalam APBN
Ratio Dana Alokasi Khusus: Dana Alokasi Khusus
APBD Kabupaten/Kota
Bantuan Keuangan
Bantuan Keuangan mencakup belanja bantuan bidang sarana dan prasarana, bidang
pendidikan, FEDEP, rehabilitasi lahan kritis, TMMD, profil daerah.
Ratio pendanaan yang berasal dari Bantuan Keuangan kepada Kabupaten/Kota :
Alokasi Bantuan Keuangan
APBD Kabupaten/Kota
Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita adalah besarnya pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara, yang
diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan jumlah penduduk
negara tersebut
Ratio Pertumbuhan Pendapatan Perkapita :
Pendapatan Perkapita tahun t – Pendapatan Perkapital Tahun (t-1)
Pendapatan perkapita Tahun (t-1)
Teknik Analisis
Untuk menguji hipotesis digunakan analisis regresi yang menggambarkan hubungan
antara variable sebagai berikut:
BM= α+ b1 PAD+ b2 DAK+ b3 DAU+ b4 BK+ e
PP= α+ β1 BM+e
Dimana:
BM = Ratio Belanja Modal
PAD = Ratio Pendapatan Asli Daerah
DAU = Ratio Dana Alokasi Umum
DAK = Ratio Dana Alokasi Khusus
BK = Ratio Bantuan Keuangan dari Pemerintah Provinsi
PP = Ratio Pendapatan Perkapita
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1171
SESI I/11
Analisa Data dan Pembahasan
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif variabel indenpenden dana alokasi umum, dana alokasi khusus,
pendapatan asli daerah dan bantuan keuangan kabupaten/kota serta variabel dependennya
belanja modal dan pendapatan perkapita dapat dilihat pada tabel 1. (lampiran). Sebesar 60 %
lebih rata-rata dana perimbangan yang terbesar adalah DAU. Sementara rata-rata PAD relatif
masih rendah, hanya 8,7%, hal ini menunjukkan perlu peningkatan potensi intensifikasi
pemungutan pajak dan retribusi. Mengingat wilayah Jawa Tengah memiliki potensi
pengembangan industri yang cukup baik, sehingga bisa meningkatkan bantuan keuangan
propinsi pada kabupaten/kota.
Uji Normalitas
Hasil uji normalitas terhadap keseluruhan variabel yang digunakan diatas baik
variabel independen dan variabel dependen nampak pada tabel 5. (lampiran) terlihat nilai
skewness standardized residual sebesar 1,92, karena nilainya kurang ±1,96 maka, dapat
disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Pada gambar 1 (lampiran) terlihat bahwa titik-
titik menyebar mendekati dan bahkan berhimpit dengan garis diagonal, hal ini menunjukkan
distribusi data adalah normal.
Autokorelasi
Nilai Durbin Watson untuk variabel model pertama pada table 4 (lampiran)
diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1.854. Posisi nilai DW diantara 1,7617< 1,854<
2,2383, maka dapat disimpulkan persamaan model pertama tidak terdapat problem
autokorelasi. Sedangkan nilai Durbin Watson untuk variabel model kedua pada tabel. 7
(lampiran) diperoleh nilai Durbin Watson sebesar 1.953. Posisi nilai DW dengan nilai dL p
diantara 1,7011 < 1,953< 2,2989, maka persamaan model kedua tidak terdapat problem
autokorelasi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1172
SESI I/11
Heteroskedastisitas
Deteksi heteroskedastisitas pada penelitian ini menggunakan uji Glejtser dimana
hasilnya dapat disimpulkan baik dalam model pertama maupun kedua yang dapat dilihat pada
tabel 6 dan tabel. 10 (lampiran) disimpulkan tidak terdapat problem asumsi
heteroskedastisitas karena nilai signifikansi terhadap absolute residual memiliki nilai diatas
0,05.
Multikolinieritas
Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada tabel 3. (lampiran)
menunjukkan tidak ada satupun dari keempat variabel tersebut memiliki nilai lebih dari 10,
maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat problem multikolonieritas dalam model
tersebut. Hasil ini menunjukkan data yang digunakan penelitian ini dapat digunakan untuk
pengujian lebih lanjut
Uji Model (Goodness of Fit Models)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1173
SESI I/11
Pada model pertama dapat terlihat pada table 2. (lampiran) menunjukkan signifikansi
F-test sebesar 0,000, hal ini menunjukkan secara keseluruhan model tersebut adalah fit. Dan
pada tabel. 4 (lampiran) nilai koefisien determinasi sebesar 0,343, hal ini menunjukkan secara
keseluruhan model pertama hanya mampu menjelaskan 34,3 % varians belanja modal.
Sementara pada model kedua terlihat pada tabel 8. (lampiran) menunjukkan
signifikansi T-test sebesar 0,000 , hal ini menunjukkan secara keseluruhan model tersebut
adalah fit. Dan pada tabel 7. (lampiran) nilai koefisien determinasi sebesar 0,866, hal ini
menunjukkan secara keseluruhan model kedua mampu menjelaskan 86,6 % varians
pendapatan per kapita.
Uji Hipotesa dan Pembahasan
Hipotesis 1 menghasilkan nilai probabilitas Pendapatan Asli Daerah di
kabupaten/kota di wilayah administratif propinsi Jawa Tengah terhadap belanja modal pada
tabel 3. (lampiran) sebesar -0,079. Hal ini menunjukkan hipotesis 1 ditolak. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011
tidak signifikan berpengaruh terhadap belanja modal. Dalam kenyataannya bahwa alokasi
pendapatan asli daerah pada kabupaten/kota di wilayah administratif propinsi Jawa Tengah
dari porsi pendapatan APBD.
Propinsi Jawa Tengah kurang dari 40 % dari total pos
pendapatan yang ada pada APBD dan PAD yang diperoleh dari retribusi sebagian digunakan
kembali untuk membiayai belanja pegawai petugas pemungut retribusi tersebut, bahkan jika
dihitung pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 didapat rata-rata jumlah penerimaan
dari pendapatan asli daerah hanya 8,7% dari komponen APBD. Temuan ini mengindikasikan
bahwa besarnya Alokasi Belanja Modal yang dialokasikan di kabupaten/kota tidak ditentukan
oleh besarnya pendapatan asli daerah tersebut. Hal ini terjadi karena alokasi pendapatan asli
daerah memiliki konstribusi sangat kecil terhadap pendapatan pada APBD kabupaten/kota
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1174
SESI I/11
tersebut. Hipotesis tersebut tidak mendukung teori fiskal. Dengan kata lain desentralisasi
fiskal memiliki kontribusi yang masih rendah. Temuan ini tidak sejalan dengan Ikin Solikin
(2007) dan Daryanto & Yustikasari (2007).
Hipotesis 2 memiliki nilai probabilitas Dana Alokasi Umum di kabupaten/kota di
wilayah administratif propinsi Jawa Tengah terhadap belanja modal pada tabel 3. (lampiran)
sebesar -0,000. Hal ini menunjukkan hipotesis 2 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dana alokasi umum dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2011 berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan
daerah terhadap DAU sedemikian besar, karena 60% lebih dari pendapatan hampir semua
kabupaten/kota di Jawa Tengah bersumber dari Dana Alokasi Umum, namun
peruntukkannya dipergunakan untuk pemenuhan belanja pegawai yang menyerap lebih dari
60 persen dari alokasi belanja pegawai. Tendensi arah negatif menunjukkan bahwa
pertumbuhan belanja modal (14,03%) lebih kecil dari pertumbuhan DAU (60,7%), hal ini
disebabkan karena selama periode amatan terjadi kenaikan harga (laju inflasi cukup tinggi)
sehingga biaya operasional pemerintah kota/kabupaten wilayah administrative Jateng
meningkat. Temuan ini tidak sejalan dengan temuan Sidik et.al (2002), Abdullah & Halim
(2006), dan Holtz-Eakin et al (1994).
Hipotesis 3 menghasilkan nilai probabilitas dana alokasi khusus di kabupaten/kota di
wilayah administratif propinsi Jawa Tengah terhadap belanja modal pada tabel 3. (lampiran)
sebesar -0,958. Hal ini menunjukkan hipotesis 3 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa dana alokasi hhusus periode 2008 - 2011 tidak berpengaruh signifikan terhadap
alokasi belanja modal. Dana alokasi khusus merupakan bagian dari dana perimbangan yang
secara keseluruhan diperuntukkan untuk bidang-bidang tertentu terutama untuk pembangunan
sarana dan prasarana. Namun rata-rata alokasi dana ini selama periode amatan 2008-2011
sebesar 6,5% atau kata lain pertumbuhan anggaran untuk pembiayaan sarana prasarana masih
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1175
SESI I/11
jauh dari harapan dibanding dana alokasi umum. Temuan ini sejalan dengan penelitian
Husni (2011). Namun tidak sejalan dengan Holtz-Eakin et al (1994) menemukan keterkaitan
sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja modal.
Hipotesis 4 memiliki nilai probabilitas bantuan keuangan di kabupaten/kota di wilayah
administratif provinsi Jawa Tengah terhadap alokasi belanja modal pada tabel 3. (lampiran)
sebesar 0,004. Hal ini menunjukkan hipotesis 4 terbukti diterima. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa belanja bantuan keuangan dari tahun 2008 -2011 berpengaruh positif dan
signifikan terhadap alokasi belanja modal. Alokasi bantuan keuangan dari pemerintah
propinsi kepada kabupaten/kota menjadi pendapatan bagi APBD kabupaten/kota tersebut,
alokasi bantuan keuangan tersebut diperuntukan untuk belanja modal yang dialokasikan pada
beberapa bidang yaitu sarana prasarana, pendidikan, kemasyarakatan yang tujuannya untuk
mengatasi kesenjangan pembangunan antar kabupaten/kota, namun alokasi tiap
kabupaten/kota berbeda dan alokasi bantuan tersebut jumlahnya fluktuatif tergantung
kemampuan keuangan propinsi. Temuan ini sejalan dengan penelitian Abdullah& Halim
(2006).
Hipotesis 5 memiliki nilai probabilitas alokasi belanja modal terhadap perubahan
pendapatan per kapita pada tabel 9. (lampiran) sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan hipotesis
5 terbukti diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perubahan belanja modal
tahun 2008-2011 berpengaruh positif dan signifikan terhadap perubahan pendapatan
perkapita kabupaten/kota di wilayah administrasi propinsi Jawa Tengah. Pendapatan
perkapita menjadi dasar karena lebih akurat untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
masyarakat suatu wilayah. Pendapatan perkapita dihitung berdasarkan jumlah PDRB
dibanding dengan jumlah penduduk, Jumlah PDRB merupakan jumlah produk yang
dihasilkan oleh suatu masyarakat di suatu wilayah yang bisa berasal dari sektor perdagangan,
jasa, perindustrian maupun sumber pendapatan yang lain. Penentu pendapatan perkapita juga
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1176
SESI I/11
diperoleh dengan menghitung hasil dari masyarakat, walaupun masyarakat tersebut tidak
berdomisili di wilayah tersebut. Pengadaan belanja modal oleh pemerintah melalui
pengalokasian belanja modal yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
dengan maksud dan tujuan untuk mempermudah dan memberikan akses guna menunjang
pertumbuhan ekonomi masyarakat. Temuan ini sejalan dengan penelitian Kuncoro (2004),
Lin dan Liu (2000) , dan Adi (2006).Hasil hipotesis ini mendukung Government Expenditure
Theory. Mengingat pertumbuhan belanja secara keseluruhan berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan pendapatan per kapita, maka peningkatan belanja harus selalu diusahakan agar
peningkatan pendapatan masyarakat dapat terjaga kelangsungannya. Hal ini sesuai dengan
teori Peacock dan Wiseman menyatakan bahwa kebijakan pemerintah untuk menaikkan
pengeluaran negara tidak disukai oleh masyarakat, karena hal itu berarti masyarakat harus
membayar pajak lebih besar. Masyarakat mempunyai sikap toleran untuk membayar pajak
sampai pada suatu tingkat tertentu. Apabila pemerintah menetapkan jumlah pajak di atas
batas toleransi masyarakat, ada kecenderungan masyarakat untuk menghindar dari kewajiban
membayar pajak. Sikap ini mengakibatkan pemerintah tidak bisa semena-mena menaikkan
pajak yang harus dibayar masyarakat. Dalam kondisi normal, dengan berkembangnya
perekonomian suatu negara akan semakin berkembang pula penerimaan negara tersebut,
walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak. Peningkatan penerimaan negara akan
memicu peningkatan pengeluaran dari negara tersebut.
PENUTUP
Simpulan
Simpulan yang dihasilkan dalam penelitian sebagai berikut:
1. Dana Perimbangan yang dialokasikan oleh Pemerintah Pusat merupakan sumber dana
yang sangat penting bagi sumber pendanaan di kabupaten/kota di wilayah administratif
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1177
SESI I/11
Jawa Tengah, hal ini dapat dilihat bahwa terdapat kabupaten/kota yang sumber pendapatan
dari Dana Perimbangan melebihi 40% dari seluruh pendapatan yang dipergunakan untuk
membiayai belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahnya.
2. Komponen dana perimbangan yang dialokasikan Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Provinsi pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang tercermin pada variable Dana Alokasi
Khusus, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah dan Bantuan Keuangan Kepada
Kabupaten/ Kota di dominasi oleh Dana Alokasi Umum yang mempunyai alokasi terbesar
dibandingkan dengan dana transfer yang lain.
3. Hasil analisa diperoleh bahwa Dana Alokasi Umum dan Bantuan Keuangan Pemerintah
Propinsi kepada kabupaten/kota yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap belanja
modal pada kabupaten/kota sedangkan alokasi DAU dan PAD tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap alokasi belanja modal.
4. Jumlah Belanja Modal yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada
kabupaten/kota di wilayah administrasi Pemerintah Propinsi Jawa Tengah disimpulkan
berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan perkapita yang ada pada masyarakat yang
ada di wilayah kabupaten/kota di wilayah Pemerintah Propinsi Jawa Tengah.
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Penelitian ini memiliki
keterbatasan antara lain:
1. Objek penelitian hanya pada satu wilayah administrasi propinsi saja sehingga tidak bisa
digeneralisasi untuk wilayah propinsi atau daerah yang lain. Diharapkan penelitian
selanjutnya dapat memperluas objek dan lingkup penelitiannya dengan komparasi
wilayah propinsi lain.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1178
SESI I/11
2. Penelitian ini tidak mengelompokkan objek Belanja Modal yang dialokasikan yang
bermanfaat atau dapat digunakan langsung oleh masyarakat atau belanja modal yang
dipergunakan untuk mendukung kinerja aparatur pemerintah di daerah tersebut.
3. Rentang waktu penelitian hanya 4 tahun anggaran, sehingga hasil penelitian belum
komperehensif dikarenakan adanya beberapa perubahan nomenklatur pengkodean jenis
belanja pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, diharapkan penelitian
selanjutnya dapat mengambil sampel dengan rentang waktu yang lebih panjang.
Implikasi Penelitian
Penelitian ini sejalan dengan konsep teori bahwa alokasi belanja modal pada suatu
daerah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang tercermin pada
pendapatan perkapita di wilayah tersebut. Pemerintah daerah sebagai pengambil kebijakan
perlu meningkatkan potensi pendapatan asli daerahnya yang ada untuk semakin
meningkatkan sumber pendanaan dari pos tersebut. Selain itu pemerintah daerah dihimbau
perlu menata ulang alokasi kebutuhan pegawainya sehingga dapat menekan alokasi
belanjanya sehingga dapat dipergunakan untuk menambah alokasi belanja modal.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1179
SESI I/11
DAFTAR REFERENSI
Afridian Wirahadi Ahmad, Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcome Bidang Kesehatan: Studi Empiris
di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat.Simposium Nasional Akuntansi XIII. 2010
Aloysius Gunadi Brata, 2004. Analisis Hubungan Imbal Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja
Ekonomi Daerah Tingkat II di Indonesia. Yogyakarta: Lembaga Penelitian – Universitas Atma Jaya.
Abdul Halim, Abdullah Syukriy, 2003. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah: Studi Kasus Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali.
Simposium Nasional Akuntansi VI, 1140-1159.
Abdullah Syukriy, Abdul Halim, 2006. Studi atas Belanja Modal pada Anggaran Pemerintah Daerah dalam
Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan, Jurnal Akuntansi Pemerintah,
Volume 2 No. 2,November.
Badan Pusat Statistik, 2011, Jawa Tengah dalam Angka, Badan Pusat Statistik Jawa Tengah.
Bastian, Indra. 2008. Akuntansi Kesehatan. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Bird, R.M. 1998. "Analysis of Earmarked Taxes." Tax Notes International (June23), pp. 2095-2116.
Daryanto dan Yulia Yustikasari. 2007, Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, dan dana
Alokasi Umum terhadap Pengalokasian Belanja Modal, Simposium nasional Akuntansi X, Makasar.
David Harianto dan Priyo Hari Adi, 2007, Hubungan antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal, Pendapatan
Asli Daerah dan Pendapatan Perkapita, Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar.
Ekom Koswara. 1996. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia Tentang
Pelaksanaan Otonomi Daerah dengan titik berat pada Daerah Tingkat II menurut Undang-Undang No
5 tahun 1974, Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada.
Ensiklopedia Ilmu-ilmu Sosial, edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Haris Munandar dkk, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Erdal Karago and Kerim Ozdemir. Government Expenditures and Private Invetment: Evidence from Turkey.
The Middle East Business and Economic Review, Volume 18, No. 2, December 2006, Page 33.
Sajkumar Tulsidharan. Government Expenditure and Economic Growth in India (1960-2000). Finance India
Vol. XX.No.1March.2006.Page169.
Farrokh K Langdana. 2009.Macro Economy policy. Springer Science Business Media USA. Second Edition
Gaspersz, Vincent dan Esthon Foenay. 2003. Kinerja Pendapatan Ekonomi Rakyat Dan Produktivitas Tenaga
Kerja Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jurnal Ekonomi Rakyat. Th. II - No. 8 - Nopember 2003.
Hadi, 2006. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta.
Halim, Abdul dan Ibnu Mujid. 2009. Problem Desentralisasi dan Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat-
Daerah, Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Sumber Daya Daerah. Sekolah Pasca Sarjana
UGM. Yogyakarta.
Harry Azzar Azis, Syahrudin, 2009, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran
2009.
Hasrina Husni, 2011, Pengaruh Dana Alokasi Khusus Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli daerah Dengan
Belanja Modal Sebagai variabel Intervening Studi empiris Di Kabupaten/kota Provinsi Aceh, Initial
Repository, Universitas Sumatera Utara.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1180
SESI I/11
Herlina Ismerdekaningsih, SE & Endah Sri Rahayu,SE. 2002. Analisis Hubungan Penerimaan Pajak Terhadap
Product Domestic Bruto Di Indonesia ( Studi Tahun 1985-2000). ITB Central Library.
Hogerwerf. 1978 Alphen Aan den Rijn: Samson, 1978, Public Administration, Netherland.
Holtz-Eakin, Doglas, Harvey S, & Schuyley Tilly. 1994. Intertempora Analysis of State An Local Government
Spending: Theory and Tests. Journal of Urban Economics 35: 159-174.
Ikin Solikin. 2007. Hubungan pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum dengan belanja modal di Jawa
Barat.
Imam Ghozali. 2009, Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.
Iqbal Hasan, 2006. Analisa Data Penelitian dengan Statistik, Jakarta, Bumi Aksara.
Juli Panglima Saragih. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Penerbit Ghalia
Indonesia.
Kesit Bambang Prakosa. 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) terhadap Prediksi Belanja Daerah (Studi Empirik di Propinsi Jawa Tengah dan DIY). JAAI Vol.
8 No. 2, 101-118.
Lin, Justin Yifu dan Zhiqiang Liu. 2000. Fiscal Decentralization and Economic Growth in China. Economic
Development and Cultural Change. Chicago. Vol 49. Hal : 1 – 21.
Machfud Sidik, B. Raksasa Mahi, Robert Simantjuntak, Bambang Brodjonegoro, 2002 Dana Alokasi Umum,
Konsep, hambatan dan Prospek di Era Otonomi Daerah Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Maddick, Henry, 1963. Democracy, Decentralization and Development. Bombay: Asia Publishing House.
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Andi, Yogyakarta.
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Mills, A. 1994. Decentralization and Accountability in The Health Sector From an International Perspective:
What Are The Choices?. Public Administration and Development, Vol. 14.
Moleong, 2006, Metode penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, Bandung Remaja Rosdan Karya, Bandung.
Muana Nanga. 2005. Analisis Posisi Fiskal Kabupaten/Kota di NTT : Adakah Posisi Fiskal Lebih Baik. Jurnal
Studi Pembangunan KRITIS. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Mudrajat Kuncoro, 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Perencanaan,
Strategi dan Peluang. Penerbit Erlangga.
Peacock, A. T. & Wiseman, J. 1967. The Growth of Public Expenditure in the United Kingdom, New
Edition, London: George Allen & Unwin Ltd.
Priyo Hari Adi, 2005. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal Studi
Pembangunan Kritis. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga.
Priyo Hari Adi, 2006. Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Belanja Pembangunan dan Pendapatan
Asli Daerah (Studi pada Kabupaten dan Kota seJawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang.
Singgih Santoso, 2002, Statistic Multivariate, PT Elex Media Komoutindo, Jakarta.
Soejito Irawan, 1990. Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Jakarta, Rineka Cipta.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1181
SESI I/11
Sri Mulyani Erlina, 2007. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, USU
Press, Medan.Singgih 2002.
Supatman, 2009. Pengaruh Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap
Pertumbuhan ekonomi Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening. Media Penelusuran
Koleksi Pustaka Ilmiah. Universitas Padjajaran Bandung.
Syahruddin. 2006. Desentralisasi Fiskal: Perlu Penyempurnaan Kebijakan dan Implementasi Yang Konsisten.
Wagner, A., 1883. “Three Extracts on Public Finance”, translated and reprinted in R.A. Musgrave and
A.T. Peacock (eds), Classics in the Theory of Public Finance, London: Macmillan, 1958.
------------------, 2004, Undang–Undang nomor 32 Republik Indonesia: Pemerintahan Daerah, Depdagri, Jakarta.
------------------, 2004, Undang-Undang nomor 33 Republik Indonesia: Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah, Depdagri, Jakarta.
------------------, 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Republik Indonesia: Standar Akuntansi Pemerintahan.
------------------, 2006, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Republik Indonesia, Depdagri, Jakarta.
------------------, 2011 Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 21 Republik Indonesia, Depdagri, Jakarta.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1182
SESI I/11
Lampiran
Tabel 1. Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DAK 140 .00912 .09955 .0655307 .02009860
DAU 140 .37926 .92554 .6067501 .07453502
PAD 140 .04755 .22195 .0870465 .02978722
BK 140 .00806 .09456 .0236750 .01285234
BM 140 .03782 .29710 .1402763 .05240142
PP 140 .03786 .29802 .1385218 .05282127
Valid N (listwise) 140
Tabel 2. ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .063 4 .016 6.707 .000a
Residual .318 135 .002
Total .382 139
a. Predictors: (Constant), BK, PAD, DAK,
DAU
b. Dependent Variable: BM
Tabel 3. Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .329 .048 6.922 .000
DAK -.012 .226 -.005 -.053 .958
DAU -.307 .064 -.437 -4.790 .000
PAD -.293 .165 -.166 -1.769 .079
BK 1.003 .340 .246 2.949 .004
a. Dependent Variable: BM
Tabel 4. Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .607a .368 .343 .04856531 1.854
a. Predictors: (Constant), BK, PAD, DAK, DAU
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1183
SESI I/11
Tabel 5. Statistics
Unstandardized Residual
N Valid 140
Missing 0
Skewness .394
Std. Error of Skewness .205
Tabel 6. Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .079 .028 2.807 .006
DAK .166 .134 .115 1.235 .219
DAU -.087 .138 -.123 -1.289 .236
PAD -.016 .098 -.016 -.160 .873
BK .088 .202 .039 .434 .665
a. Dependent Variable: residual
Tabel 7. Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate Durbin-Watson
1 .931a .867 .866 .01930408 1.953
a. Predictors: (Constant), BM
b. Dependent Variable: PP
Tabel 8. ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .336 1 .336 902.721 .000a
Residual .051 138 .000
Total .388 139
a. Predictors: (Constant), BM
b. Dependent Variable: PP
Tabel 9. Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .007 .005 1.460 .146
BM .939 .031 .931 30.045 .000
a. Dependent Variable: PP
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Pancawati Hardiningsih dan Rachmawati Meita Oktaviani
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1184
SESI I/11
Tabel 10. Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T
Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) .014 .004 3.788 .000
BM -.020 .025 -.068 -.800 .425
a. Dependent Variable: absres
Gambar 1.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1185
SESI I/11
Analisis Pengaruh Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate
Governance dan Komitmen Organisasi
terhadap Kinerja Aparatur Pemerintahan
(Studi Empiris pada Instansi-Instansi dalam Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Banyumas)
WIWID AMBARWATI
EKO SUYONO
UMI PRATIWI
Universitas Jendral Soedirman
Abstract: The study aimed to examine the effect of the implementation of the principles of good
corporate governance and organizational commitment to the performance of government
officials in governmental sector in Banyumas, partially. The method of this research is
explanatory survey with the saturated sample’s method. The data collecting was carried out by
spreading questionnaires to top manager and middle manager in every governmental unit of
Banyumas with the total sample is 252 respondents.
Partial Least Square used as the instrument of this research. The conclusion of research
are 1) implementation of the principles of good corporate governance has no influence to the
performance of government officials in governmental sector and 2) organizational commitment
has positive influence and significant to the performance of government officials in
governmental sector.
Keywords : good corporate governance, organizational commitment, performance, partial least
square
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1186
SESI I/11
I. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sebuah pemerintahan yang
dijadikan tolak ukur utama dalam upaya pembangunan, sehingga fungsi pelayanan
publik harus ditingkatkan. Salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kualitas
kinerja aparatur pemerintahan yang bertugas dalam pemerintahan.
Kinerja pemerintahan yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah kegagalan pemerintahan dalam melakukan pemantauan dan
penentuan perencanaan strategis (Pratiwi 2011). Dimensi lain penyebab buruknya
kinerja perusahaan secara umum adalah pelanggaran terhadap etika bisnis. Pendapat
(BPKP 2003) dalam (Sayidah 2007) menyatakan bahwa perusahaan yang menerapkan
praktek good corporate governance telah berupaya meminimalkan risiko keputusan
yang salah atau yang menguntungkan diri sendiri, sehingga meningkatkan kinerja
perusahaan yang pada akhirnya memaksimalkan nilai perusahaan.
Baik buruknya kinerja para aparatur pemerintahan dapat ditentukan oleh beberapa
faktor, namun faktor yang dijadikan pertimbangan ada dua faktor yaitu penerapan
prinsip-prinsip good corporate governance dan komitmen organisasi. Dalam sebuah
penelitian disebutkan bahwa empat faktor good corporate governance yang meliputi
akuntabilitas, transparansi, keadilan dan partisipasi berpengaruh terhadap kinerja
pegawai (Ningsih dkk 2011).
Faktor kedua adalah komitmen organisasi. Prasetyono (2007) menyatakan bahwa
komitmen organisasi dapat tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan
hak dan kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal ini
disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja semua anggota
organisasi yang bersifat kolektif. Oleh karena itu, semakin tinggi komitmen yang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1187
SESI I/11
dimiliki seseorang dalam organisasi maka semakin tinggi pula kualitas kinerja yang
dihasilkan. Penelitian Khan et all (2010) menyimpulkan bahwa komitmen organisasi
mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja para pegawainya.
Lokasi penelitian di Pemda Kabupaten Banyumas dilakukan karena pelayanan
publik yang rendah karena penerapan good corporate governance yang lemah
(tubasmedia.com), ketidakdisiplinan pegawai pemerintahan yang menyebabkan
rendahnya pelayanan publik (news.detik.com) dan birokrasi yang terlalu lemah dan
berbelit-belit dalam hal pelayanan kesehatan, pelayanan surat-surat kependudukan, dan
pelayanan investasi (muharrikyanuar.wordpress.com).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan perumusan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Apakah penerapan prinsip-prinsip good corporate governance berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja aparatur pemerintahan.
2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
aparatur pemerintahan.
II. Telaah Teoretis Dan Pengembangan Hipotesis
A. Telaah Teoritis
1. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance
Teori yang digunakan dalam penerapan prinsip-prinsip good corporate
governance adalah stewardship theory, new public service theory dan new
public management theory. UNDP (United National Development
Program) mendefinisikan governance sebagai “the exercise of political,
economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1188
SESI I/11
levels” (Mardiasmo 2002:17). Prinsip-prinsip good corporate governance
yang digunakan meliputi lima prinsip yaitu transparansi, akuntabilitas,
partisipasi, kemandirian, dan pertanggunjawaban. Tujuan dari good
corporate governance adalah sebagai pengukur dan penilaian kinerja
pegawai. Khususnya pegawai pemerintahan yang menekankan pada aspek
kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah
tersebut dengan daerah lain.
2. Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana
seseorang karyawan merasa memiliki organisasi dan berusaha
mengembangkannya untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dalam
komitmen organisasi, terdapat tiga dimensi yang membentuk di dalamnya
yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinyu, dan komitmen normatif
(Robbins 2008:101).
3. Kinerja Aparatur Pemerintahan
Kinerja merupakan sebuah olahan hasil pekerjaan kita di sebuah organisasi
yang didasarkan pada kebijakan perusahaan dan berorientasi pada tujuan
organisasi. Penilaian kinerja (performance appraisal) merupakan faktor
utama dalam mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien
serta berfungsi dalam membantu manajer menilai capaian strategi melalui
alat ukur finansial dan non finansial. Manajemen dapat berarti pencapaian
tujuan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial antara lain (Mahoney
et all 1963) dalam (Suwarsih 2010) yaitu meliputi perencanaan,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1189
SESI I/11
investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff,
negoisasi dan perwakilan.
Berdasarkan penjelasan di atas, berikut dapat digambarkan model penelitian.
Gambar 1. Model Penelitian
B. Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan model penelitian di atas dapat ditentukan hipotesis penelitian
sebagai berikut:
H1 : Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja aparatur pemerintahan.
H2 : Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja aparatur pemerintahan.
AKUNTABILITAS PENERAPAN PRINSIP GCG
KEMANDIRIAN
KOMITMEN ORGANISASI
TANGGUNGJAWAB
K. KONTINYU
K. AFEKTIF
K. NORMATIF
KINERJA APARATUR
PEMERINTAHAN
TRANSPARANSI
PARTISIPASI
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1190
SESI I/11
III. Metode Riset
A. Metode Riset
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan
metode survey. Data yang digunakan merupakan data primer yang
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner. Populasi penelitian sebanyak
252 responden yang tersebar pada 84 SKPD di Kabupaten Banyumas dan
sampel yang digunakan merupakan sampel jenuh sehingga seluruh populasi
dijadikan sampel. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data Partial Least
Square dan dianalisis dengan Smart PLS 2.0.
B. Pengukuran Variabel
1. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance, diukur dengan
menggunakan kuesioner yang diadopsi dari penelitian Suyono dan
Haryanto (2012) pada skala likert 1-5 yaitu berdasarkan lima indikator
yaitu: prinsip transparansi, prinsip akuntabilitas, prinsip partisipasi, prinsip
kemandirian, dan prinsip pertanggungjawaban.
2. Komitmen organisasi diukur dengan menggunakan kuesioner yang
diadopsi dari penelitian Suyono dan Haryanto (2012) pada skala likert 1-5
yaitu berdasarkan tiga indikator yaitu: komitmen afektif, kontinyu dan
normatif.
3. Kinerja aparatur pemerintahan diukur dengan menggunakan kuesioner
yang diadopsi dari Mahoney et all (1963) pada skala likert 1-5 yaitu
berdasarkan delapan indikator yaitu: perencanaan, investigasi,
pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staff, negoisasi dan
perwakilan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1191
SESI I/11
IV. Analisis Data Dan Pembahasan
Dari 252 responden yang dijadikan populasi, hanya 176 responden yang dapat
diolah dalam penelitian ini. Response rate responden berada pada tingkatan 70%.
Distribusi jawaban responden berada pada angka rata-rata 4 (setuju). Karakteristik
responden dapat dilihat pada tabel 1 dalam lampiran.
A. Analisis Data
Analisis deskriptif dapat dilihat dilihat pada tabel 2 dalam lampiran.
1. Outer Model
a. Pengujian Outer Model untuk variabel penerapan prinsip-prinsip good
corporate governance
i. Convergent Validity
Dari 52 pernyataan atau indikator yang uji hanya 38 indikator yang
lolos uji dengan ketentuan yaitu nilai loadings factor > 0,50.
ii. Discriminat Validity
Berdasarkan nilai output cross loadings seluruh indikator tersisa
telah lolos uji. Perbandingan antara nilai AVE (Average Variance
Extracted) dan Akar AVE menyimpulkan seluruh indikator lolos
uji karena Akar AVE > AVE. Tetapi, berdasarkan nilai AVE per
indikator, indikator kemandirian (KMDRN) memiliki nilai dibawah
0,5 sehingga indikator tersebut harus di drop dari model.
iii. Composite Reliability
Seluruh indikator dinyatakan reliabel dengan ketentuan composite
reliability > 0,7 dan nilai Cronbachs Alpha > 0,6 (Ghozali, 2008).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1192
SESI I/11
Namun, walaupun semua dinyatakan reliabel, indikator
kemandirian akan tetap di drop dari model karena dinyatakan tidak
valid
b. Pengujian Outer Model untuk variabel komitmen organisasi
i. Convergent Validity
Dari 16 indikator atau pernyataan hanya 15 yang lolos uji dengan
kriteria nilai > 0,50.
ii. Discriminat Validity
Berdasarkan output cross loadings, nilai AVE dan perbandingan
akar AVE dan AVE disimpulkan bahwa seluruh indikator memiliki
validitas diskriminan yang tinggi.
iii. Composite Reliability
Seluruh indikator menunjukkan nilai reliabilitas yang tinggi.
c. Pengujian Outer Model secara keseluruhan
i. Convergent Validity
Lima indikator harus didrop yaituo dua indikator: T3 dan T9 dari
variabel penerapan prinsip-prinsip GCG dan 3 indikator dari
variabel kinerja aparatur pemerintahan yaitu Y1, Y3 dan Y7.
ii. Discriminant Validity
Nilai validitas diskriminan menunjukkan nilai yang baik jika
melihat nilai cross loadings.
iii. Composite Reliability
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1193
SESI I/11
Keseluruhan indikator memiliki nilai reliabilitas yang tinggi
berdasarkan nilai composite reliability > 0,6 dan Cronbachs Alpha
> 0,7.
2. Inner Model
Pengujian inner model dilakukan dengan melihat nilai R-Square yang
merupakan uji goodness-fit model (Ghozali 2008:43). Dalam pengujian ini
dilakukan uji bootstrapping terhadap model yang telah dibuat. Model
structural dapat dilihat pada gambar 2 dalam lampiran.
Dengan melihat nilai signifikansi t-statistik pada output bootstrapping,
dapat disimpulkan bahwa semua indikator memiliki hubungan signifikan
terhadap masing-masing variabelnya. Nilai ttabel yang digunakan adalah
1,96 (two tailed). Untuk pengaruh dapat dilihat dengan menggunakan nilai
R-Square dan Path Coefficients pada tabel 4 dalam lampiran.
Nilai R-Square yang di dapat sebesar 0,7785. Artinya, variabilitas
konstruk kinerja aparatur pemerintahan yang dapat dijelaskan oleh
konstruk penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dan
komitmen organisasi dengan interaksi sebesar 77,85%. Hasil output
bootstrapping juga menunjukkan bahwa setiap indikator berpengaruh
terhadap indikator lainnya.
B. Pengujian Hipotesis
1. Pengujian hipotesis 1
Berdasarkan pengujian hipotesis, didapatkan nilai koefisien parameter
sebesar -0,056 dan nilai t-statistik sebesar 0,773 (thitung < 1,96). Nilai t
statistik yang tidak mencapai angka 1,96 menunjukkan bahwa hubungan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1194
SESI I/11
kedua variabel tidak signifikan, sementara angka -0,056 menunjukkan
adanya pengaruh negatif antara kedua variabel, sehingga disimpulkan
bahwa hipotesis pertama ditolak.
2. Pengujian hipotesis 2
Pengujian hipotesis kedua mendapatkan hasil nilai koefisien parameter
hitung 0,8637 dan nilai t-statistik sebesar 18,5097 dengan signifikansi 5%
(t hitung > 1,96 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 diterima.
C. Pembahasan
1. Pengaruh penerapan prinsip-prinsip good corporate governance
terhadap kinerja aparatur pemerintahan.
Penerapan GCG di Banyumas dapat dikategorikan pada tingkatan
yang cukup baik berdasarkan distribusi jawaban responden. Namun,
penerapan prinsip-prinsip good corporate governance yang tinggi belum
tentu menjamin kinerja aparatur pemerintahan yang tinggi pula.
Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa indikator kemandirian
memiliki rate paling rendah karena Pemkab Banyumas belum mampu
memaksimalkan pengembangan investasi daerah yang potensial.
Penyelenggaraan pemerintahan akan melibatkan banyak pelaku di
dalamnya yaitu pemerintahan, korporasi dan masyarakat sipil. (Kuswanto
2012). Banyak di antara mereka membayangkan bahwa dengan memiliki
praktik good governance yang lebih baik, maka kualitas pelayanan publik
menjadi semakin baik, angka korupsi menjadi semakin rendah, dan
pemerintah menjadi semakin peduli dengan kepentingan warga (Dwiyanto
2005) dalam (Kuswanto 2012). Namun, tidak dapat dipungkiri
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1195
SESI I/11
juga,apabila penerapan good corporate governance memberikan respon
negatif terhadap kinerja aparatur pemerintahan.
Hasil penelitian ini memberikan hasil yang sama dengan penelitian
Purwani (2010) dan Sayidah (2007). Sementara hasil penelitian Ningsih
dkk (2011) , Suyono dan Haryanto (2012), Wati dkk (2010) dan Pratiwi
(2011) tidak menunjukkan hasil yang sama.
2. Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja aparatur
pemerintahan.
Kondisi mengenai tingkat komitmen organisasi yang dimiliki oleh
aparatur pemerintah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kabupaten
Banyumas dalam kondisi yang sangat baik. Setiap individu melakukan
tugasnya dengan baik sebagai hasil dari loyalitas mereka terhadap
organisasi yang menaungi mereka. Walaupun secara riil sebagian besar
individu yang menjadi pengambil kebijakan memiliki perbedaan latar
belakang pendidikan terhadap status jabatannya di dalam organisasi, hal
itu tidak mengurangi komitmen mereka sedikit pun.
Prasetyono (2007) menyatakan bahwa komitmen organisasi dapat
tercipta apabila individu dalam organisasi sadar akan hak dan
kewajibannya dalam organisasi tanpa melihat jabatan dan kedudukan, hal
ini disebabkan pencapaian tujuan organisasi merupakan hasil kerja
semua anggota organisasi yang bersifat kolektif. Oleh karena itu,
komitmen organisasi masing-masing individu akan berbeda satu sama lain.
Semakin tinggi komitmen yang dimiliki oleh individu maka semakin
tinggi tingkat keberhasilan tujuan perusahaan itu tercapai.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1196
SESI I/11
Penelitian ini memberikan hasil yang konsisten terhadap penelitian
terdahulu milik Khan et all (2011), Qaisar et all (2012) dan Suwarsih
(2010). Sementara penelitian Kurniawan (2011) menyatakan bahwa
komitmen organisasi tidak berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi
publik.
V. Simpulan, Keterbatasan dan Implikasi
A. Simpulan
1. Penerapan prinsip-prinsip good corporate governance tidak berpengaruh
terhadap kinerja aparatur pemerintahan.
2. Komitmen organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
aparatur pemerintahan.
B. Keterbatasan
1. Kuesioner disampaikan kepada responden melalui bagian umum untuk
masing-masing dinas, dan sekretaris masing-masing kelurahan dan
kecamatan, sehingga responden tidak di dampingi pada saat penyampaian
kuesioner. Peneliti tidak mengetahui apakah yang mengisi kuesioner benar-
benar responden yang bersangkutan. Selain itu ada kemungkinan responden
yang kurang memahami maksud dari pernyataan-pernyataan yang ada di
dalam kuesioner akan memberikan jawaban yang kurang sesuai dengan
maksud pernyataan kuesioner.
2. Kuesioner didistribusikan hanya pada SKPD di wilayah Kabupaten
Banyumas saja dengan mengambil 3 (tiga) sampel per instansi. Pengambilan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1197
SESI I/11
sampel yang sedikit mengakibatkan hasil penelitian kurang dapat
digeneralisasi secara luas.
C. Implikasi
1. Top manager dan middle manager sebaiknya lebih memperhatikan kembali
mengenai penerapan good corporate governance dengan melakukan arah
komunikasi top down.
2. Peningkatan GCG dan komitmen organisasi dapat dilakukan dengan sistem
reward and punishment, mengadakan pelatihan dan pendidikan dan
pengawasan rutin.
3. Penelitian hanya dilakukan di SKPD Kabupaten Banyumas sehingga tidak
dapat mengeneralisasi ke objek penelitian lainnya, sehingga diharapkan
untuk penelitian selanjutnya dapat lebih luas lagi cakupannya.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1198
SESI I/11
Daftar Referensi Cahyasumirat, Gunawan. 2006. Pengaruh Profesionalisme dan Komitmen Organisasi terhadap Kinerja
Internal Auditor dengan Kepuasan Kerja sebagai Variable Intervening (Studi Empiris pada Internal
Auditor PT. BANK ABC). Thesis. Universitas Diponegoro. Semarang. (undip.ac.id)
Ghozali, Imam. 2008. Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least Square.
Edisi 2. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Indriantoro dan Nur Bambang Supomo. 2002. Metode Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan
Manajemen. BPFE UGM, Yogyakarta.
Jogiyanto. 2012. Konsep dan Aplikasi Structural Equation Modeling Berbasis Varian dalam penelitian
Bisnis.UPP STIM YKPN. Yogyakarta.
Kaihatu, Thomas S.. 2009. Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia. http://leosukmawijaya.wordpress.com/ diakses 5 Februari 2013.
Khan, Muhammad Riaz ; Ziauddin ; Farooq Ahmed Jam ; M. I. Ramay. 2010. “The Impact of
Organizational Commitment on Employee Job Performance”. European Journal of Social Sciences
– Volume 15, Number 3 (2010).
Kuswanto, Goto. 2012. “Penerapan Good Governance di Indonesia”.
http://www.banyumaskab.go.id/berita/berita_detail/246/pelaksanaan-good-governance--di-indonesia
diakses 3 Maret 2013 Mardiasmo, 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Ningsih. Nining Ade; Indar; Amran Razak. 2011. Analisis Hubungan Prinsip-Prinsip Good Governance
dengan Kinerja Pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur. Thesis. Universitas
Hasanuddin. Makassar. (www.unhas.ac.id)
Prasetyono dan Nurul Kompyurini. 2007. Analisis Kinerja Rumah Sakit Daerah dengan Pendekatan
Balance Scorecard Bersarkan Komitmen Organisasi, Pengendalian Intern dan Penerapan Prinsip-
Prinsip Good Corporate Governance (Survei Pada Rumah Sakit Daerah di Jawa Timur). Makalah
disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi X. Makassar. 26-28 Juli 2008.
Pratiwi, Diana. 2011.Hubungan Good Corporate Governance Terhadap Kinerja Pemerintah Daerah Kota
Bekasi. Jurnal. Universitas Gunadarma. Depok. (papers.gunadarma.ac.id)
Robbins, Stephen P. 2008. Perilaku Organisasi Jilid 1. Edisi 12. PT Prehallindo, Jakarta.
Sayidah, Nur. 2007. “Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik (
Studi Kasus Peringkat 10 Besar CGPI Tahun 2003, 2004, dan 2005”. JAAI VOLUME 11 NO. 1,
JUNI 2007: 1 – 19
Suyono, Eko dan Eko Haryanto. 2012. Relationship between Internal Control, Internal Audit, and
Organization Commitment with Good Governance:Indonesian Cases. Jurnal China-USA Business
Review, Edisi September 2012
Suwarsih, Asri. 2010. Pengaruh Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan dan Pengendalian Intern
Terhadap Penerapan Good Governance Serta Dampaknya Pada Kinerja Manajerial (Studi pada
Universitas Jenderal Soedirman). Skripsi.
www.muharrikyanuar.wordpress.com.“Pelayanan Publik di Banyumas : Posisi dan Peran Birokrasi dalam
Mewujudkan Good Governance di Era Otonomi Daerah”. (Diakses pada 26 November 2012)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1199
SESI I/11
www.news.detik.com. “Duh, PNS di Pemkab Banyumas Banyak yang Bolos”. (Diakses pada 26
November 2012)
www.tubasmedia.com. “Pemkab Banyumas Sulit Tingkatkan Pelayanan Masyarakat”. (Diakses pada 26
November 2012)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1200
SESI I/11
Lampiran
Lampiran 1. Tabel 1a Karakteristik Responden berdasarkan jabatan
Keterangan Jumlah
(orang) Presentase
Kepala Bagian Umum 33 18,75%
Kepala Bagian Bina Program 13 7,39%
Camat 22 12,5%
Lurah 26 14,77%
Kasi Tata Pemerintahan 36 21,47%
Kasi Ketentraman dan Ketertiban Umum 22 12,5%
Kasi Permas 3 1,71%
Kasi Kesra 1 0,06%
Kasi Pembangunan 14 7,95%
Sekretaris Lurah 5 2,84%
Bendahara Lurah 1 0,06%
176 100%
Tabel 1.b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Lama Bekerja & Pendidikan Terakhir
1. Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki-laki 123 69,87%
Perempuan 53 30,13%
176 100%
2. Berdasarkan Usia
51 tahun 57 32,37%
41 – 50 tahun 103 58,53%
40 tahun 16 9,1%
176 100%
3. Berdasarkan Lama Bekerja
21 tahun 131 74,43%
20 tahun 45 25,57%
176 100%
4. Berdasarkan Pendidikan Terakhir
S2 5 2,84%
S1 133 75,57%
D3 38 21,59%
176 100%
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Wiwid Ambarwati, Eko Suyono, dan Umi Pratiwi
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1201
SESI I/11
Tabel 2 Analisis Deskriptif
Statistic Descriptive
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic
PENERAPAN
PRINSIP-PRINSIP
GCG
176 168.00 260.00 209.1648 1.16095 15.40171
KOMITMEN
ORGANISASI 176 36.00 80.00 61.1761 .63964 8.48580
KINERJA
APARATUR 176 26.00 40.00 32.0170 .20959 2.78049
Valid N (listwise) 176
Gambar 2
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1202
SESI I/11
Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja,
Komitmen Organisasi, dan Motivasi Terhadap
Kinerja Manajerial Pemerintah Daerah
MARIA ELERINA DOUK TUNTI
Universitas Nusa Cendana Kupang
Abstrak: Hingga saat ini, masalah yang berkaitan dengan kinerja aparat pemerintah
menjadi topik yang tiada habisnya. Masalah yang paling banyak mencuat adalah mengenai
tindakan korupsi yang melibatkan aparat didalamnya. Selain itu, masalah mutu pendidikan
yang masih rendah, disiplin kerja yang masih rendah, adanya tindakan penyimpangan
administrasi, serta sumber daya aparatur yang dianggap belum profesional menjadikan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan berbagai masalah tersebut,
maka perbaikan dan peningkatan mutu pelayanan harus terus dilakukan. Mutu pelayanan
tersebut dapat ditingkatkan melalui adanya perbaikan kinerja aparatur pemerintah.
Penelitian ini memiliki empat tujuan yakni: 1) menguji secara empiris pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial Pemda, 2) menguji secara empiris pengaruh
komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial Pemda, 3) menguji secara empiris
pengaruh motivasi terhadap kinerja manajerial Pemda, dan 4) menguji secara empiris
pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi secara bersama-sama terhadap
kinerja manajerial Pemda. Penelitian ini didasarkan pada beberapa penelitian sebelumnya
yang membuktikan bahwa kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi mempengaruhi
kinerja manajerial.
Subjek penelitian ini yakni 255 responden yakni PNS eselon III dan IV. Pengujian
hipotesis menggunakan multiple regression analysis dengan SPSS 13.0 software for windows.
Hasil analisis secara terpisah menunjukkan bahwa kepuasan kerja dan motivasi terbukti
mempengaruhi kinerja manajerial Pemda, sementara komitmen organisasi tidak terbukti
mempengaruhi kinerja manajerial Pemda. Sementara itu, kepuasan kerja, komitmen
organisasi, dan motivasi secara bersama-sama terbukti mempengaruhi kinerja manajerial
Pemda.
Kata Kunci: Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, Motivasi, Kinerja Manajerial Pemda
Author can be contacted at: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1203
SESI I/11
1. PENDAHULUAN
Dalam masa dimana kehidupan masyarakat semakin kompleks, organisasi sektor
publik semakin banyak memperoleh tekanan untuk selalu memperbaiki kinerjanya. Dengan
adanya otonomi daerah (sesuai amanat UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004),
maka memberi dampak bagi Pemda dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan
masyarakat. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pemerintah melakukan aktivitas pelayanan,
pengaturan, pembinaan, koordinasi dan pembangunan dalam berbagai bidang.
Hingga saat ini, masalah yang berkaitan dengan kinerja aparat pemerintah menjadi
topik yang tiada habisnya. Masalah yang paling banyak mencuat adalah mengenai tindakan
korupsi yang melibatkan aparat didalamnya. Selain itu, masalah mutu pendidikan yang masih
rendah, disiplin kerja yang masih rendah, adanya tindakan penyimpangan administrasi, serta
sumber daya aparatur yang dianggap belum profesional menjadikan ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintah. Dengan berbagai masalah tersebut, maka perbaikan dan
peningkatan mutu pelayanan harus terus dilakukan.
Salah satu sasaran pentingnya dalam pengelolaan SDM dalam suatu organisasi adalah
terciptanya kepuasan kerja. Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan suatu tanggapan afektif
yang bersifat positif atau menyenangkan sebagai tanggapan atau balikan (feedback) pekerja
terhadap tugas dan lingkungan kerja tertentu (Locke, 1976). Penelitian mengenai pengaruh
kepuasan kerja terhadap kinerja pernah dilakukan dan hasilnya menunjukkan adanya
hubungan positif antara kepuasan kerja dengan kinerja individual (misalnya, Parker dan
Kleemir, 1951; Vroom, 1960; dan Strauss, 1968). Dwi Maryani dan Bambang Supomo
(2001) juga meneliti mengenai hubungan tersebut dan hasilnya menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan diantara keduanya. Selain kepuasan kerja, juga terdapat satu faktor
yang harus diperhatikan oleh organisasi, yakni komitmen organisasi. Porter et al. (1974)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1204
SESI I/11
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai keberterimaan tujuan organisasi dan keinginan
untuk berusaha mencapai tujuan organisasi. Penelitian Meyer et al., (1989) memberikan bukti
bahwa komitmen organisasi berkorelasi dengan peningkatan produktivitas dan turnover yang
semakin rendah. Muhsin (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh desentralisasi,
sistem pengendalian akuntansi, dan komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial Pemda
dan hasilnya membuktikan bahwa ketiga variabel tersebut berpengaruh positif terhadap
kinerja manajerial Pemda. Dalam penelitian ini, peneliti juga akan membahas mengenai
masalah motivasional. Seorang pekerja melakukan pekerjaannya tentunya dilandasi
keinginan untuk mencapai sesuatu. Penelitian Mitchell (1974, 1979), Brownell dan McInnes
(1986), serta Ilham (2001) diperoleh hasil bahwa motivasi berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap kinerja. Penelitian Sujatno (1991) dan Tutopoho (1993) juga
memperlihatkan bahwa motivasi berpengaruh terhadap prestasi dan produktivitas.
Visi pembangunan daerah NTT adalah ”terwujudnya manusia dan masyarakat NTT
yang mandiri, maju dan sejahtera lahir dan batin secara adil dan merata berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia.” Dengan visi tersebut,
disusun enam misi pembangunan daerah NTT, yang salah satunya adalah meningkatkan mutu
aparatur dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan yang profesional, berdaya guna,
berhasil guna, transparan dan bebas KKN. Misi dari visi ini yakni meningkatkan mutu
aparatur dalam rangka peningkatan mutu pelayanan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan. Dilihat dari kenyataan yang ada, daerah NTT merupakan salah satu propinsi
yang memiliki tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah karena masih merupakan
salah satu dari beberapa daerah termiskin di Indonesia. Hampir semua masyarakat NTT
memiliki cita-cita sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal ini hanya semata-mata
dilatarbelakangi keinginan untuk memiliki kehidupan yang lebih layak karena masyarakat
NTT memiliki anggapan bahwa dengan menjadi PNS maka mereka akan dijamin
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1205
SESI I/11
kehidupannya seumur hidup tanpa memperhatikan masalah sumber daya yang mereka miliki
untuk bisa bekerja dengan baik sebagai pelayan masyarakat.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta berdasarkan tinjauan dari berbagai
sumber menunjukkan adanya berbagai keluhan masyarakat terhadap hasil kerja para aparat
pemerintah. Masalah yang berkaitan dengan praktik korupsi di NTT telah menjadi ”gaya
hidup” baru kalangan pejabat atau birokrat. Selain itu, aparat Pemda dipandang tidak
memiliki sense of cricis terhadap kondisi rakyat, terdapat masalah yang berkaitan dengan
penggunaan dana APBD yang salah arah, pembangunan jalan raya yang dipandang tidak
sesuai dengan harapan masyarakat, keluhan terhadap kurangnya air bersih, keluhan terhadap
adanya masalah gizi buruk yang telah menjadi momok bagi kehidupan masyarakat NTT. Dari
uraian tersebut, terlihat bahwa kinerja aparat yang rendah merupakan salah satu penyebab
terjadinya masalah. Berangkat dari fenomena-fenomena yang ada serta dari berbagai hasil
penelitian di bidang akuntansi keperilakuan yang membahas mengenai pengaruh kepuasan
kerja, komitmen organisasi, dan motivasi terhadap kinerja manajerial, serta tidak adanya
penelitian mengenai pengaruh ketiga variabel tersebut secara bersama-sama terhadap kinerja
manajerial, peneliti tertarik menganalisis lebih lanjut mengenai pengaruh kepuasan kerja,
komitmen organisasi, dan motivasi terhadap kinerja manajerial Pemda di NTT.
Pertanyaan Penelitian
1. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda?
2. Apakah komitmen organisasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda?
3. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda?
4. Apakah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda?
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1206
SESI I/11
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menguji secara empiris pengaruh kepuasan kerja
terhadap kinerja manajerial Pemda, 2) menguji secara empiris pengaruh komitmen organisasi
terhadap kinerja manajerial Pemda, 3) menguji secara empiris pengaruh motivasi terhadap
kinerja manajerial Pemda, dan 4) menguji secara empiris pengaruh kepuasan kerja, komitmen
organisasi, dan motivasi secara bersama-sama terhadap kinerja manajerial Pemda.
2. Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis
Kinerja Manajerial
Stoner (1986) mendefinisikan kinerja (performance) sebagai kuantitas dan kualitas
pekerjaan yang diselesaikan oleh individu, kelompok, atau organisasi. Penelitian mengenai
berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja, diantaranya adalah faktor gaya kepemimpinan,
misal: penelitian yang dilakukan Silverthorne dan Wang (2001), sistem pengendalian, misal:
penelitian Anderson dan O’Reilly (1981)). BPKP, (2000) dalam Muhsin, (2004) menyatakan
bahwa dengan adanya informasi mengenai kinerja, suatu instansi pemerintahan akan dapat
mengambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi akan kebijakan, meluruskan kegiatan-
kegiatan utama dan tugas pokok instansi, bahkan perencanaan, menentukan tingkat
keberhasilan (persentase pencapaian misi) instansi untuk memutuskan suatu tindakan. Kinerja
dalam penelitian ini adalah persepsi para manajer tentang kegiatan manajerial, yang terdiri
dari sembilan dimensi yaitu perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, pengawasan,
penentuan staf, negosiasi, perwakilan, serta kinerja secara keseluruhan (Mahoney et al.,
1963).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1207
SESI I/11
Kepuasan Kerja
Menurut Robbins (1996), kepuasan kerja adalah suatu sikap umum terhadap
pekerjaan seseorang sebagai perbandingan antara banyaknya ganjaran yang diterima pekerja
dan jumlah yang diyakini harus diterima. Smith et al. (1969) secara rinci mengemukan
berbagai dimensi dalam kepuasan kerja yang kemudian dikembangkan menjadi instrumen
pengukur variabel kepuasan kerja. Smith, et al, (1969) dalam M. Lies Endarwati (2001)
mengatakan bahwa ada lima dimensi dalam kepuasan kerja, yakni: a) Pekerjaan, b) Upah, c)
Promosi, d) Pimpinan, dan e) Rekan kerja. Luthans (1995) menambahkan satu faktor lagi
yang dianggap mempengaruhi kepuasan kerja, yakni kondisi kerja. Para pegawai akan dapat
bekerja lebih baik dalam kondisi kerja yang baik, bersih, dan menarik (Luthans, 1995 dalam
M. Lies Endarwati, 2001).
Penelitian Dwi Maryani dan Bambang Supomo (2001) juga menunjukkan adanya
hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dengan kinerja individual. Berdasarkan
uraian di atas, hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H1: Kepuasan kerja berpengaruh secara positif terhadap kinerja manajerial Pemda
Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi merupakan ikatan keterkaitan individu dengan organisasi
(Mathieu dan Zajac, 1990 dalam Supriyono, 2003) sehingga individu tersebut merasa
“memiliki” organisasinya. Mowday et al. (1982), mengemukakan bahwa seseorang dikatakan
memiliki komitmen terhadap organisasi jika: a) percaya dan menerima tujuan dan nilai dalam
organisasi, b) rela berusaha mencapai tujuan yang ditetapkan organisasi, dan c) memiliki
keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota/bagian organisasi. Dalam organisasi sektor
publik, ikatan batin antara pegawai dengan organisasi dapat dibangun dari kesamaan visi,
misi, dan tujuan organisasi.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1208
SESI I/11
Penelitian Meyer et al. (1989, 1993) serta Hacker et al.(1994) memberikan hasil yang
sama yakni terdapat hubungan yang positif antara komitmen organisasi dengan kinerja.
Keller (1997) dalam Muhsin (2004) meneliti tentang keterlibatan pekerjaan dan komitmen
organisasi sebagai prediksi job performance menunjukkan bahwa komitmen organisasi
sebagai salah satu prediktor yang baik terhadap kinerja. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis
yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H2: Komitmen organisasi berpengaruh secara positif terhadap kinerja manajerial Pemda
Motivasi
Motivasi merupakan suatu proses psikologi yang meningkatkan dan mengarahkan
perilaku untuk mencapai tujuan (Kreitner dan Kinicki, 2001). Teori motivasi muncul karena
kebutuhan perusahaan untuk meningkatkan performance dari karyawannya. Adelfer dalam
teorinya mengemukakan bahwa kebutuhan manusia dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu
(1) kebutuhan keberadaan, antara lain: gaji, kondisi kerja, jaminan sosial dan tunjangan hari
tua, (2) kebutuhan hubungan, antara lain: hubungan pribadi di tempat kerja, dan (3)
kebutuhan pertumbuhan, antara lain: pengembangan potensi diri. Adelfer berpendapat bahwa
jika kebutuhan yang lebih tinggi gagal dicapai, maka kebutuhan tingkat bawahnya akan
menjadi motivasi utama sebagai dasar dari tindakannya.
Penelitian Mitchell (1974, 1979), Brownell dan McInnes (1986), dan Ilham (2001)
menunjukkan bahwa motivasi dan kinerja memiliki hubungan positif dan signifikan.
Penelitian Sujatno (1991) menemukan bahwa motivasi dan kemampuan mempunyai
pengaruh terhadap prestasi penjual jasa asuransi. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang
akan diuji dalam penelitian ini adalah:
H3: Motivasi berpengaruh secara positif terhadap kinerja manajerial Pemda
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1209
SESI I/11
Pengaruh Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi, dan Motivasi Secara Bersama-sama
terhadap Kinerja Manajerial Pemda
Penelitian yang berkaitan dengan kinerja manajerial sudah banyak yang dilakukan.
Penelitian terdahulu banyak yang membahas mengenai berbagai faktor yang mempengaruhi
kinerja manajerial tersebut, diantaranya partisipasi penyusunan anggaran, karakteristik
anggaran, dan masih banyak lagi. Namun demikian, penelitian terdahulu belum ada yang
pernah mencoba menganalisis pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi
secara bersama-sama terhadap kinerja manajerial. Demikian juga penelitian yang dilakukan
di Pemda NTT, belum ada yang mencoba meneliti megenai pengaruh ketiga variabel tersebut
terhadap kinerja manajerial. Berangkat dari pemikiran tersebut, peneliti mengajukan
hipotesis:
H4: Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh
secara positif terhadap kinerja manajerial Pemda
3. Metoda Penelitian
Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel
Data yang digunakan adalah data primer melalui pembagian kuesioner. Responden
dalam penelitian ini adalah manajer tingkat menengah dan tingkat bawah Pemda yakni kepala
bagian/subdinas dan kepala subbagian/seksi ( Eselon III dan IV) dari dinas Pemda Propinsi
NTT, Pemda Kabupaten Kupang, Pemda Kabupaten Belu, dan Pemda Kota Kupang.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Instrumen penelitian ini diukur dengan lima (5) poin skala Likert. Variabel kepuasan
kerja diadaptasi dari instrumen yang dikembangkan oleh Weiss, Dawis, England, dan
Lofquest (1967). Variabel komitmen organisasi diukur dengan menggunakan instrumen yang
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1210
SESI I/11
dikembangkan oleh Mowday et al (1982). Variabel motivasi diukur dengan menggunakan
teori kebutuhan Aldefer (Luthans, 1998). Variabel kinerja manajerial Pemda diukur dengan
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Mahoney et al. (1963) dalam Brownell
dan McInness (1986) dan telah digunakan dalam penelitian sebelumnya (Lucyanda, 2001;
Adoe, 2002).
Metoda Analisis Data
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan alat uji regresi berganda.
Persamaan regresi untuk keempat hipotesis tersebut yakni:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Dimana Y = kinerja manajerial Pemda (variabel dependen), α = konstanta, β = slope
(koefisien), X1= kepuasan kerja (variabel independen 1), X2= komitmen organisasi (variabel
independen 2), X3= motivasi (variabel independen 3), dan e = error.
3.4 Model Penelitian
H1
H2 H4
H3
Gambar 1 Pengaruh Kepuasan kerja, Komitmen Organisasi, dan Motivasi terhadap Kinerja
Manajerial Pemda.
Kepuasan
Kerja
Komitmen
Organisasi
Motivasi
Kinerja
Manajerial
Pemda
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1211
SESI I/11
4. Analisis Hasil Penelitian
Statistik Deskriptif
Sampel
Statistik deskriptif memperlihatkan hasil yang sangat ekstrim baik dari segi gender
dan pendidikan. Berdasarkan gender, persentase responden pria sebesar 75,3% sedangkan
wanita hanya sebesar 24,7%. Berdasarkan tingkat pendidikan, persentase responden yang
berpendidikan akhir S1 sebesar 58,4%, yang berpendidikan akhir SLTA sebesar 20,4%, yang
berpendidikan akhir S2 sebesar 9,8%, yang berpendidikan akhir D3 sebesar 8,2%, yang
berpendidikan akhir D1 sebesar 2,0%, dan yang berpendidikan akhir SLTP sebesar 1,2%.
Sedangkan berdasarkan usia, para responden berusia 40 sampai 50-an.
Variabel
Statistik deskriptif tiap variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel
Variabel Jumlah
Pernyataan
Mean Kisaran
Teoritis
Kisaran
Aktual
Deviasi
Standar
JS 6 22,3765 6-30 11-30 3,31298
OC 5 19,4941 5-25 6-25 3,09288
M 3 10,5255 3-15 5-15 2,04437
MP 9 29,4549 9-45 11-45 6,47808
Pengujian Validitas
Hasil pengujian menunjukkan terdapat 6 item pertanyaan kepuasan kerja yang
digunakan dalam tahap analisis berikutnya. Item pertanyaan komitmen organisasi yang
digunakan yakni sebanyak 5 item pertanyaan. Item pertanyaan motivasi yang digunakan
yakni sebanyak 3 item pertanyaan. Sedangkan item pertanyaan kinerja manajerial yakni
sebanyak 10 item pertanyaan. Semua item tersebut bisa digunakan karena memiliki factor
loading di atas 0,40.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1212
SESI I/11
Pengujian Reliabilitas
Pengujian reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan Koefisien Cronbach Alpha .
Dari hasil pengujian reliabilitas didapatkan nilai Cronbach Alpha pada semua variabel lebih
besar dari 0.60 yang berarti bahwa semua variabel telah memenuhi uji reliabilitas.
Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian Normalitas
Pengujian terhadap normalitas data dilakukan dengan melihat plot grafis distribusi
normal dan uji statistis dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov test (Hair et al, 1998).
Hasil uji mengindikasikan bahwa distribusi residual adalah normal p > 0,05. Oleh karena
nilai Asymp Sig adalah sebesar 0,867 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa asumsi
normalitas data regresi terpenuhi.
Pengujian Multikolinearitas
Dari hasil pengujian terlihat bahwa nilai VIF tiap variabel tidak ada > 10 dan nilai
tolerance tidak ada < 0,1. Dengan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa model
regresi tidak mengandung multikolinearitas.
Tabel 2. Multikolinieritas
Variabel
Collinearity
Tolerance
VIF
Kepuasan Kerja (kk)
Komitmen Organisasi (ko)
Motivasi (m)
0,640
0,730
0,685
1,563
1,371
1,461
Pengujian Heteroskedastisitas
Dari hasil uji, terlihat bahwa p value semua variabel > 0,05, sehingga dapat
disimpulkan bahwa model regresi penelitian tidak mengandung heteroskedastisitas.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1213
SESI I/11
Pengujian Hipotesis
Pada penelitian ini digunakan α sebesar 0,05 yang berarti tingkat keyakinan sebesar
95%.
Tabel 3. Uji Hipotesis
Variabel
Koefisien
Sig.
1 (Constant) 0,397 0,178
Kepuasan kerja (KK) 0,413 0,000*
Komitmen organisasi (KO) 0,107 0,139*
Motivasi (M) 0,262 0,000*
Adj R2
R2
F
0,292
0,301
35,947*
*Signifikan pada level 0,05 (one tail)
Dari tabel di atas, terlihat bahwa variasi variabel independen yakni kepuasan kerja,
komitmen organisasi, dan motivasi mampu menjelaskan variabel kinerja manajerial Pemda
sebesar 29,2%, sedangkan 70,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model tersebut.
Dari model persamaan regresi yang diajukan didapati bahwa model regresi dapat digunakan
untuk memprediksi kinerja manajerial Pemda. Dari ketiga variabel independen yang
dimasukkan dalam model regresi, terlihat bahwa variabel kepuasan kerja dan motivasi
signifikan pada 0,05. Sedangkan variabel komitmen organisasi tidak signifikan karena
probabilitas signifikansinya sebesar 0,139 > 0,05. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa variabel kinerja manajerial Pemda dipengaruhi oleh kepuasan kerja dan motivasi.
Pembahasan
Pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja manajerial Pemda (hipotesis 1)
Kepuasan kerja secara statistik berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda NTT.
Temuan ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Maryani dan
Bambang Supomo (2001). Berkaitan dengan kepuasan kerja, Pemda NTT perlu melakukan
perbaikan dalam masalah penggajian. Pemda NTT perlu mengkaji ulang mengenai sistem
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1214
SESI I/11
penggajian yang sebaiknya digunakan. Sistem penggajian yang saat ini digunakan masih
berdasarkan pada golongan dan masa kerja. Pemda NTT sebaiknya mulai mengkaji
kemungkinan penggunaan sistem penggajian yang berdasarkan pada kinerja pegawai per-
individu. Selain itu, perlu melihat pada masalah reward dan punishment. Saat ini, Pemda
NTT belum terlalu memperhatikan masalah pemberian sanksi bagi pegawai yang melanggar
peraturan. Hal lain yang kurang diperhatikan adalah mengenai lingkungan kerja.
Pengaruh komitmen organisasi terhadap kinerja manajerial Pemda (hipotesis 2)
Dari hasil pengujian, terlihat bahwa komitmen organisasi tidak terbukti berpengaruh
terhadap kinerja manajerial Pemda NTT. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Meyer et al. (1989, 1993) serta Hacker et
al.(1994). Dari hasil tersebut, penulis berpendapat bahwa hal ini kemungkinan disebabkan
karena para responden yang merupakan manajer menengah dan manajer tingkat bawah tidak
memiliki komitmen dari dalam diri mereka terhadap organisasi, mereka hanya memiliki
komitmen yang diperoleh dari lingkungan luar. Para pegawai memiliki “anggapan” bahwa
dengan atau tanpa komitmen organisasi, mereka akan tetap diberi gaji. Banyaknya kasus
korupsi yang dilakukan para pejabat daerah juga pada akhirnya mempengaruhi tingkat
komitmen organisasi para pegawai.
Pengaruh motivasi terhadap kinerja manajerial Pemda (hipotesis 3)
Selain kepuasan kerja, motivasi secara statistik juga berpengaruh terhadap kinerja
manajerial Pemda NTT. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Mitchell (1974, 1979), Brownell dan McInnes (1986), serta Ilham (2001).
Dalam rangka meningkatkan motivasi para pegawai, salah satu yang dilakukan adalah dengan
memberikan usulan kenaikan pangkat setiap empat tahun. Selain itu, Pemda NTT secara
bertahap dan terus menerus meningkatkan kualitas SDM (aparatur) melalui berbagai
pendidikan melalui pemberian kesempatan kepada para aparatur untuk mengikuti pendidikan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1215
SESI I/11
formal S1, S2, dan S3, serta berbagai pelatihan yang diadakan baik oleh Pemda maupun oleh
Pemerintah Pusat. Selain itu, Pemda NTT juga melakukan pembenahan terhadap penempatan
personalia.
Pengaruh kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi secara bersama-sama
terhadap kinerja manajerial Pemda (hipotesis 4)
Berdasarkan hasil analisis menemukan bahwa kinerja manajerial Pemda dipengaruhi
secara bersama-sama oleh kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi. Hasil yang
ditemukan ini tidak seperti yang ditemukan pada analisis secara parsial dimana komitmen
organisasi tidak terbukti mempengaruhi kinerja manajerial. Dengan adanya hasil tersebut,
dapat dikatakan bahwa dengan memperbaiki kondisi kepuasan kerja, komitmen organisasi,
dan motivasi para pegawai dalam hal ini para pegawai manajerial maka akan sangat mungkin
bagi organisasi untuk bisa memperbaiki atau bahkan meningkatkan kinerja manajerial.
Perbaikan ketiga variabel tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan
memperbaiki sistem penggajian, sosialisasi tujuan organisasi secara terus-menerus, atasan
menjalin keakraban dengan para pegawai, menjalankan aturan reward and punishment secara
tegas.
5. Penutup
Kesimpulan
1. Kepuasan kerja terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial Pemda.
2. Komitmen organisasi tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap kinerja manajerial
Pemda.
3. Motivasi terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial Pemda.
4. Kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh
secara positif terhadap kinerja manajerial Pemda.
Keterbatasan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1216
SESI I/11
1. Kuesioner yang disebarkan hanya tersebar pada 4 (empat) pemerintah daerah di Propinsi
NTT.
2. Peneliti tidak menganalisis secara mendalam tentang perbedaan pengaruh berbagai
karakteristik responden.
3. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan kuesioner. Dengan demikian, penelitian
ini sangat tergantung pada kualitas instrumen yang digunakan serta pada kemampuan
responden memahami pernyataan yang diajukan.
4. Penelitian ini hanya menggunakan variabel kepuasanj kerja, komitmen organisasi, dan
motivasi.
Implikasi
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kepuasan kerja, komitmen organisasi,
dan motivasi secara bersama-sama berpengaruh secara positif terhadap kinerja manajerial
Pemda. Dengan mengatahui hal ini, maka para Kepala Dinas harus mengetahui secara jeli
berbagai masalah yang dihadapi para pegawai yang berada dibawah naungannya. Para Kepala
Dinas dapat melakukannya dengan jalan secara berkala melakukan pertemuan dengan para
pegawainya untuk memperoleh informasi mengenai kendala-kendala apa saja yang selama ini
dihadapi para pegawai. Dengan mengetahui masalah yang ada, Kepala Dinas dapat
melakukan tindak lanjut yang berarti. Selain itu, diperlukan sosialisasi visi dan misi
organisasi serta visi dan misi pembangunan daerah secara terus-menerus. Dengan
memperhatikan masalah kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan motivasi, diharapkan akan
memperbaiki cara kerja para pegawai pemerintahan daerah khususnya di NTT sehingga hal
ini akan berdampak pada meningkatya pelayanan mereka terhadap masyarakat NTT. Salah
satu cara yang dapat mendukung kepuasan kerja serta motivasi pegawai adalah dengan
melihat pada masalah penggajian yang ada.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1217
SESI I/11
Saat ini Pemda NTT belum menerapkan performance-based salary yakni sistem
penggajian berdasarkan kinerja pegawai. Saat ini Pemda NTT masih menggunakan sistem
penggajian berdasarkan amanat Undang-Undang No. 43 tahun 1999 tentang kepegawaian
bahwa sistem penggajian adalah sistem merit. Pada kenyataannya, sistem tersebut belum
mampu berfungsi sebagai bagian dari reward system. Gaji yang diperoleh pegawai hanya
dinilai berdasarkan pangkat dan masa jabatan dimana pegawai dengan masa kerja dan
golongan yang sama akan memiliki gaji pokok yang sama walaupun bobot pekerjaannya
berbeda. Hal ini menyebabkan kinerja para pegawai tidak dinilai dari kemampuan serta
tingkat aktivitas kerja yang dilakukan sehingga baik pegawai yang malas, rajin, pintar, bodoh
memperoleh penghasilan yang sama besar (tidak memperhatikan prinsip equity). Kondisi ini
tidak memotivasi pegawai untuk lebih berprestasi sesuai dengan kompetensinya. Selain itu,
penggajian yang berlaku saat ini jumlahnya tidak memenuhi kebutuhan hidup layak dan
kondisi ini diduga dapat mendorong terjadinya tindakan korupsi.
Saran
1. Peneliti berikutnya diharapkan dapat menyebarkan kuesioner di daerah Flores dan Sumba
dan Alor sehingga semakin mewakili pegawai manajerial Pemda NTT. Akan semakin
baik lagi jika peneliti berikutnya menyebarkan kuesioner di beberapa daerah di Indonesia
agar dapat mewakili seluruh pegawai manajerial Pemda Indonesia.
2. Peneliti berikutnya juga perlu melakukan pengujian secara mendalam tentang pengaruh
karakterisitk responden (misal: jenis kelamin, tingkat pendidikan, kedudukan).
3. Penelitian berikutnya juga diharapkan memasukkan variabel lain yang juga diduga
berpengaruh terhadap kinerja manajerial Pemda (misal: kultur organisasi, partisipasi
penganggaran, dan gaya kepemimpinan).
4. Peneliti berikutnya diharapkan melakukan peninjauan apakah ada kemungkinan untuk
bisa mengarah pada sistem penggajian berdasarkan kinerja per-individu PNS.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Maria Elerina Douk Tunti
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1218
SESI I/11
DAFTAR PUSTAKA Bernadin, John., and Joyce, E. A Russell. 1998. Human Resource Management: An Experimental Approach,
International Edition. McGraw-Hill, Inc.
Brownell, P., and McInnes, M. 1986. Budgetary Participation, Motivation, and Managerial Performance, The
Accounting Review, Vol. LXI, No. 4, October: 587-600.
Cook, John., and Wall, Toby. 1980. New Work Attitude Measures of Trust, Organizational Commitment and
Personal Need Non-Fulfilment, Journal of Occupational Psychology 53: 39-52.
Maryanti, Dwi., dan Supomo, Bambang. 2001. Studi Empiris pengaruh Kepuasan Verja Terhadap Kinerja
Individual, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol. 3, No. 1, April: 367-376.
Endarwati, M. Lies. 2001. Tingkat Insentitas Kepemimpinan Transformasional dan Substitusi Kepemimpinan
serta Pengaruhnya terhadap Kepuasan Bawahan. Tesis. Tidak Dipublikasikan, UGM, Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Cetakan IV. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Semarang.
Gubernur NTT. 2001. Dinamika Pembangunan di Nusa Tenggara Timur. Pemerintah Propinsi NTT.
Hair, et al, 1998. Multivariate Data Analysis, Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall International, Inc.
Iffaldano, M. T., and Muchinsky, P. M. 1985. Job Satisfaction and Job Performance: A Meta Analysis,
Psychological Bulletin, Vol. 97: 251-273.
Ilham, Dwi. 2001. Pengaruh Motivasi dan Kemampuan terhadap Kinerja Petugas Dinas Luar Perusahaan Jasa
Asuransi: Studi Kasus pada Perusahaan Asuransi Jiwa Asih Jaya Yogyakarta. Skripsi. Tidak
Dipublikasikan, UGM, Yogyakarta.
Kreitner, R., and Kinicki, A. 2001. Organizational Behavior, Fifth Edition. International Edition, McGraw-Hill
Companies, Inc.
Locke, E. 1976. What Is Job Satisfaction?. Organizational Behavior and Human Performance 4: 1257-1286.
Luthans, F. 1996. Organizational Behavior, 7ed. Singapore: McGraw-Hill, International Edition.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Edisi Pertama. Penerbit Andi Yogyakarta.
Mahoney, T. A, Jerdee, Caroll. 1963. Development of Managerial Performance: A Research Approach.
Cincinnati, Ohio, South Western Publishing.
Muhsin. 2004. Pengaruh Desentralisasi, Sistem Pengendalian Akuntansi , dan Komitmen Organisasi terhadap
Kinerja Manajerial Pemda (Studi Empiris Pemda Kota dan Kabupaten Propinsi DIY). Tesis S-2. Tidak
Dipublikasikan, UGM, Yogyakarta.
Mitchell, T. R., and Larson., J. R. 1987. People in Organizational Commitment, Journal of Vocational Behavior
14 (2): 224-247.
Porter, et al. 1974. Organizational Commitment, Job Satisfaction, and Turnover among Psychiatric
Technicians, Journal of Applied Psychology 59, 603-609.
Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
www.ri.go.id.
-------------------------. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah. www.ri.go.id.
-------------------------. 1997. Essentials of Organizational Behavior, Fifth Edition. New Jersey: Prentice Hall
International, Inc.
Stoner, James A., and Charles, Wenkel. 1986. Management, Third Edition, Englewood Cliffs. New Jersey:
Prentice Hall Inetrnational, Inc.
Supriyono, R. A. 2003. Hubungan Partisipasi dan Kinerja Manajer: Peran Kecukupan Anggaran, Komitmen
Organisasi, Asimetri Informasi, Slak Anggaran, dan Peresponan Keinginan Sosial. Disertasi. Program
Doktor Universitas Indonesia.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1219
SESI I/11
Kemampuan Deteksi Fraud Anggota DPRD Kota Tegal dalam Fungsi
Pengawasan Keuangan Daerah
YANTI PUJI ASTUTIE
Universitas Pancasakti
Abstract: This study aims to test the effect of descriptive identity, political identity, and the relevant
skills in local government financial oversight function to the fraud detection by parliament members
of City of Tegal. This study motivated by the fact that individual background would be affecting to the
individual behavior in political activity. Further aim is to testing how far the members carry out the
oversight function in using fraud prevention and detection method, and then analyzed the
effectiveness of that method.
This study is a public accounting behavioral research which evaluate the prefence of respondents in
fraud detection capability. Due to research explicit goal is prediction and small number of
respondents, this study using Partial Least Square to analyzed linear regression of variables. The
results are there is unsignificant positive effect of descriptive identity to the relevant skills, there is
significant negative effect of political identity to the relevant skills, there is unsignificant negative
effect of descriptive identity to fraud detection, there is signficant negative effect of political identity
to fraud detection, and there is significant positive effect of relevant skills to fraud detection. The
implication of this result is the need of public accounting training to parliament members in order to
realization good governance in Tegal City government.
Keywords : Good governance. relevant skills, fraud detection, oversight function, local government
financial report
Author can be contacted at: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1220
SESI I/11
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Otonomi daerah yang dimulai sejak 1 Januari 2001 dan didasari oleh Undang Nomor
32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah serta didukung Undang-Undang No.33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah ternyata
menyisakan berbagai macam masalah. Diantara masalah yang menjadi pusat perhatian
masyarakat adalah mengenai kecurangan keuangan atau korupsi. Sudah banyak bukti
gagalnya pemimpin daerah dalam mengemban amanah dan mengakibatkan mereka masuk
dalam perkara hukum. Beberapa penyebab korupsi diantaranya adalah kurangnya
pengawasan keuangan daerah oleh lembaga yang berwenang. Lemahnya fungsi pengawasan
legislatif merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja legislatif terhadap eksekutif.
Pengawasan keuangan daerah (APBD) yang dilakukan oleh dewan dipengaruhi oleh
sistem dan individu secara pribadi (Sastroatmodjo, 1995 dalam Winarna dan Murni, 2007).
Kelemahan yang terjadi atas peranan legislatif dalam pengawasan keuangan daerah mungkin
terjadi karena lemahnya sistem politik maupun individu sebagai pelaku politik. Secara aktual
kegiatan politik dilakukan oleh individu, sedangkan perilaku lembaga politik pada dasarnya
berpedoman pada perilaku individu dengan pola tertentu. Menurut pendekatan behaviorism,
individu dianggap secara aktual melakukan kegiatan politik, sedangkan perilaku lembaga
politik pada dasarnya merupakan perilaku individu dengan pola tertentu (Winarna dan Murni,
2007). Oleh karena itu, untuk menjelaskan perilaku suatu lembaga politik yang perlu ditelaah
bukan lembaganya, melainkan latar belakang individu yang mengendalikan lembaga tersebut,
dalam hal ini para anggota DPRD. Latar belakang individu kapabilitas anggota DPRD terdiri
dari descriptive idntity, political identity, dan keahlian relevan yang harus dimiliki.
Descriptive identity meliputi usia, gender, pendidikan, bidang pendidikan, dan
pengalaman dalam organisasi. Political identity meliputi pengalaman politik, pengalaman
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1221
SESI I/11
sebagai anggota DPRD, asal partai politik, jabatan di partai dan jabatan di DPRD. Dan
keahlian relevan terdiri dari pengetahuan tentang anggaran, pengetahuan tentang peraturan
dan perundang-undangan, serta mekanisme laporan perhitungan APBD. Selanjutnya
kapabilitas anggota DPRD dihubungkan dengan kemampuan pendeteksian dan pencegahan
kecurangan (fraud) dalam laporan keuangan daerah yang diukur dari pengetahuan akan target
dan realisasi APBD. BPK memberikan penjelasan bahwa opini Wajar Tanpa Pengecualian
yang diperoleh LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) bukan suatu jaminan bahwa
laporan terbebas dari korupsi. Di sinilah dibutuhkan kompetensi pengawas dalam hal ini
legislatif untuk dapat berpikir kritis dalam menemukan serta mencegah adanya kecurangan
keuangan yang merugikan negara.
Peran DPRD dalam pengawasan keuangan daerah sangat besar dan memiliki nilai
sangat strategis sebagai upaya dalam rangka menciptakan pemerintahan yang transparan,
akuntabel, efisien, efektif dan ekonomis atau menuju good governance. Walaupun pada
kenyataannya masih terdapat permasalahan dan kelemahan yaitu masih rendahnya peran
lembaga legislatif pada keseluruhan proses atau siklus anggaran, baik dalam tahap
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan maupun pengawasan program kerja lembaga eksekutif.
Akibatnya program kerja yang ada dalam anggaran daerah belum sesuai dengan prioritas dan
preferensi daerah. Program kerja tersebut cenderung merupakan arahan dari pemerintah
atasan, yaitu Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Propinsi. Dengan kondisi tersebut maka
penelitian keperilakuan akuntansi sektor publik dirasa masih perlu untuk terus
dikembangakan seiring dengan perubahan peraturan dan perkembangan lingkungan.
Namun demikian, penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang masih
belum kosisten. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan atau estafet terhadap responden
agar dapat dilakukan generalisasi hasil. Penelitian ini berusaha menjembatani
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1222
SESI I/11
ketidakkonsitenan tersebut dengan berusaha memberikan tambahan variabel dan metode
penelitian yang lebih tepat guna dan tepat sasaran.
1.2 Perumusan Masalah
Penelitian ini merupakan refleksi atau cermin atas kondisi nyata sebenarnya mengenai
kapabilitas anggota DPRD. Tidak dipungkiri bahwa ekspektasi (harapan)
masyarakat/konstituen terhadap wakil-wakil mereka di DPRD sangatlah tinggi. Masyarakat
mengahrapkan anggota DPRD memiliki kemampuan serta kompetensi maksimal dalam
menyalurkan aspirasi mereka dan meningkatkan kemakmuran masyarakat. Sementara
kondisi nyata kapabilitas anggota DPRD perlu untuk dievaluasi sehingga dengan mengetahui
kondisi nyata yang ada maka akan dapat mempersempit gap yang ada antara harapan dan
kenyataan tersebut.
Dari fenomena serta gap harapan dan kenyataan yang dijelaskan di atas, pertanyaan
yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah Descriptive Identity yang dimiliki mempengaruhi keahlian relevan (Relevant
Skills) anggota DPRD?
2. Apakah Political Identity yang dimiliki mempengaruhi keahlian relevan (Relevant
Skills) anggota DPRD?
3. Apakah Descriptive Identity mempengaruhi usaha deteksi dan pencegahan fraud
dalam laporan keuangan pemerintah daerah?
4. Apakah Political Identity mempengaruhi usaha deteksi dan pencegahan fraud dalam
laporan keuangan pemerintah daerah?
5. Apakah Relevant Skills mempengaruhi usaha deteksi dan pencegahan fraud dalam
laporan keuangan pemerintah daerah?
Penelitian ini merupakan penelitian awal (pilot project) karena belum dilakukan
penelitian terdahulu mengenai kapabilitas anggota DPRD dalam fungsi pengawasan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1223
SESI I/11
keuangan daerah. Untuk itu dibutuhkan pemahaman bagi responden mengenai konsep dasar
penelitian serta pelatihan mengenai akuntansi sektor publik. Selama ini DPRD Kota Tegal
belum pernah melakukan kerjasama penelitian mengenai preferensi anggota serta keahlian
relevan yang dibutuhkan dalam fungsi pengawasan keuangan daerah.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis dan memberikan bukti secara
empiris mengenai sikap perilaku anngota DPRD dalam fungsinya sebagai pengawas
keuangan daerah. Tujuan terpetinci penelitian ini adalah: 1) Menganalisis dan memberikan
bukti empiris pengaruh konstruk laten yaitu descriptive identity dan political identity
terhadap relevant skills anggota DPRD dalam fungsi pengawasan keuangan daerah, 2)
Menganalisis dan memberikan bukti empiris pengaruh sikap perilaku kapabilitas terhadap
usaha pendeteksian dan pencegahan fraud (kecurangan) dalam laporan keuangan daerah, dan
3) Refleksi atas evaluasi diri anggota DPRD Kota Tegal dalam usaha perbaikan kinerja di
masa yang akan datang.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi nilai tambah dalam riset keperilakuan
dalam bidang akuntansi sektor publik dengan mengembangkan penelitian dan isu lebih lanjut.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pimpinan Dewan
mengenai evaluasi diri serta rencana program perbaikan kinerja melalui kebijakan pelatihan
bagi anggota. Dengan melakukan analisis terhadap situasi dan kondisi nyata yang ada,
diharapkan akan diperoleh solusi kebijakan serta metode-metode yang sesuai dengan target
output yang diinginkan.
Potensi luaran yang ditargetkan dari hasil penelitian ini adalah: 1) Tambahan
pengetahuan anggota DPRD mengenai akuntansi sektor publik, 2) Sinkronisasi hasil evaluasi
diri dengan ekspektasi masyarakat terhadap anggota DPRD, dan 3) Harmonisasi tujuan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1224
SESI I/11
jangka panjang dan kangka pendek atas keuangan daerah (APBD) dengan pemerintah daerah
(eksekutif), dan 4) Peningkatan kapabilitas anggota DPRD secara khusus mengenai deteksi
dan pencegahan kecurangan (fraud).
2. Tinjauan Pustaka
2.1 Teori Tujuan (Goal Theory)
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Locke, 1968 dalam Hudayati (2002). Teori
ini mengemukakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh dua cognitions yaitu values dan
intentions (atau tujuan). Yang dimaksud dengan values adalah apa yang dihargai seseorang
sebagai upaya mendapatkan kemakmuran/welfare. Orang telah menentukan goal atas
perilakunya dimasa depan dan goal tersebut akan mempengaruhi perilaku yang
sesungguhnya. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide
(pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang
ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu komit dengan sasaran tertentu, maka hal ini
akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya.
Penelitian yang menggunakan teori ini bisa dilihat dari variabel penelitian yang
dipergunakan antara lain goal level, goal commitment need for achievement, serta goal setting
(Murray, 1990). Menurut Shields & Young, 1993 dalam Hudayati (2002) penelitian yang
menggunakan pendekatan goal theory memfokuskan hubungan antara desain pengendalian
manajemen terhadap variabel motivasional seperti motivasi, komitmen organisasi, kinerja
serta kepuasan kerja. Penelitian ini menelaah perilaku anggota DPRD sehubungan dengan
tugasnya dalam fungsi pengawasan keuangan daerah yang pada dasarnya dilandasi oleh
tujuan (goal) masing-masing individu serta tujuan kelompok dalam bekerja.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1225
SESI I/11
2.2 Keuangan Daerah
Pemerintah berkewajiban memberikan informasi keuangan yang akan digunakan
dalam pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Laporan keuangan daerah meliputi informasi yang digunakan untuk: a)
membandingkan kinerja keuangan aktual dengan yang dianggarkan, b) menilai kondisi
keuangan dan hasil-hasil operasi, c) membantu menentukan tingkat kepatuhan terhadap
peraturan perundangan yang terkait dengan masalah keuangan dengan ketentuan lainnya, dan
d) membantu mengevaluasi efisiensi dan efektivitas, (Mardiasmo, 2009, pp. 159-175)
Keuangan daerah dituangkan sepenuhnya kedalam APBD. Menurut Peraturan
Pemerintah RI Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan
tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan
DPRD, dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Selanjutnya pengelolaan keuangan daerah
merupakan keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Penelitian ini lebih
memfokuskan pada pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD.
2.3 Pengawasan Keuangan Daerah
Pengawasan keuangan daerah merupakan seluruh tindakan yang dilakukan untuk
memastikan bahwa pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan dan tujuan yang
telah ditetapkan. Pengawasan tidak hanya dilaksanakan pada tahap implementasi dan evaluasi
tetapi juga pada tahap perencanaan (Mardiasmo, 2009). Pengawasan keuangan daerah
bukanlah tahap yang terpisah dari siklus anggaran tetapi merupakan bagian pelengkap pada
tahap perencanaan hingga tahap pelaporan. Pengawasan keuangan daerah, dalam hal ini
adalah pengawasan terhadap anggaran keuangan daerah/APBD.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1226
SESI I/11
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 42
menjelaskan bahwa DPRD memiliki tugas dan wewenang melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala
daerah, APBD, kebijakan pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan daerah
dan kerjasama internasional di daerah. Berdasarkan Undang-Undang tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD yang berfokus
kepada pengawasan terhadap pelaksanaan APBD. Keputusan Presiden RI Nomor 74 Tahun
2001 tentang tata cara pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah pasal 1 Ayat 6
menyebutkan bahwa pengawasan pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan
untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya juga disebutkan bahwa
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah terdiri atas pengawasan fungsional,
pengawasan legislatif dan pengawasan masyarakat.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat institusi/pihak yang
berperan dalam pengawasan pelaksanaan APBD yaitu: 1) DPRD sebagai Badan Legislatif
Daerah, 2) Satuan Pengawasan Internal (SPI), 3) Pengawasan Eksternal dan 4) Menteri
Dalam Negeri (Syahrudin & Taifur, 2002). Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD
(pengawasan legislatif) dapat dilakukan secara preventif dan represif, serta secara langsung
maupun tidak langsung. Tujuan pengawasan APBD adalah untuk: 1) menjaga agar anggaran
yang disusun benar-benar dapat dijalankan, 2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai
dengan anggaran yang telah ditetapkan, dan 3) menjaga agar hasil pelaksanaan APBD benar-
benar dapat dipertanggungjawabkan (Alamsyah, 1997) dalam Robinson (2006).
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 42 Ayat 1 (h) menyatakan bahwa
DPRD diberi hak untuk meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Mengenai hak meminta pertanggungjawaban
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1227
SESI I/11
kepala daerah, hal ini merupakan hak yang strategis bagi DPRD dalam menjalankan fungsi
pengawasannya. Dengan demikian, sesuai dengan paradigma baru yang berkembang saat ini,
DPRD mempunyai posisi, tugas, dan fungsi yang penting dan semakin luas dalam
pengawasan pengelolaan keuangan daerah. Oleh karena itu, sebagai lembaga legislatif DPRD
harus benar-benar melakukan fungsi pengawasan tersebut secara efektif dan efisien.
2.4 Fungsi DPRD
Dalam sistem Pemerintahan Daerah terdapat pembagian dua kekuasaan, yaitu DPRD
sebagai Badan Legislatif dan Pemerintah Daerah/Kepala Daerah sebagai Eksekutif. Untuk
mencegah terjadinya konflik antara kedua lembaga tersebut, perlu diatur suatu mekanisme
yang mengatur hubungan saling mengendalikan dan saling mengimbangi satu sama lain
dalam hubungan kesetaraan melalui prinsip “checks and balance,” dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah
berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. Kedua lembaga itu saling
mengawasi dan saling mengendalikan, dan tidak saling menjatuhkan, melainkan saling
memelihara kerjasama yang baik, kecuali dalam sistem parlementer, di mana pemerintah
dapat membubarkan parlemen, demikian pula parlemen dapat menjatuhkan pemerintah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
dapat disimpulkan bahwa tiga fungsi DPRD secara umum yaitu:
1. Fungsi Legislasi
Legislasi atau pembentukan peraturan daerah merupakan proses perumusan kebijakan
publik. Sehingga peraturan daerah yang dihasilkan dapat pula dilihat sebagai suatu
bentuk formal dari suatu kebijakan publik. Sebagai suatu kebijakan publik, maka
substansi dari peraturan daerah memuat ketentuan yang berkaitan dengan kepentingan
masyarakat yang terkait dengan materi yang diatur. Dalam melaksanakan fungsi
legislasi, anggota DPRD diharuskan memiliki pemahaman yang memadai sebagai
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1228
SESI I/11
konsekuensi dari supremacy of law, ada keyakinan yang kuat bahwa hukum yang
dihasilkan merupakan suatu instrumen yang memberikan kepastian mengenai arah
pembangunan nasional.
2. Fungsi Penganggaran
Penganggaran merupakan proses penyusunan dan penetapan anggaran pendapatan dan
belanja daerah bersama-sama pemerintah daerah. Dalam menjalankan fungsi ini,
DPRD harus terlibat secara aktif, proaktif, dan bukan reaktif dan sebagai legitimator
usulan APBD yang diajukan pemerintah daerah.
3. Fungsi Pengawasan
Dalam konteks pengelolaan keuangan, pengawasan terhadap anggaran dijelaskan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah Pasal 132 yang menyatakan bahwa DPRD melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah tentang APBD.
Pengawasan yang dijalankan oleh DPRD melalui alat-alat kelengkapan dan
mekanisme kerja yang dimiliki merupakan suatu pertanggungjawaban posisi DPRD sebagai
lembaga politik perwakilan rakyat (Laksono, 2009). Secara umum, pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD bertujuan untuk memelihara akuntabilitas publik, terutama dari
lembaga-lembaga yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan kebijakan dan program
pemerintahan serta pembangunan. Pengawasan DPRD sangat diperlukan bagi pelaksanaan
good governance, (Mahsun, 2012, pp. 25-54). Hal ini didasarkan pada beberapa argumentasi
atau pemikiran, yaitu:
1. Pertama, Parlemen (DPRD) merupakan representasi rakyat dalam menilai dan
mengawasi kinerja pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah dan
melaksanakan undang-undang, kebijakan pemerintah, dan berbagai kebijakan publik
lain secara konsisten.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1229
SESI I/11
2. Kedua, pengawasan mengaktualisasi pelaksanaan etika tata pemerintahan yang baik
dan demokratis (good governance).
3. Ketiga, pengawasan dapat digunakan untuk meredam “penyakit” KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme) di kalangan pemerintah, termasuk yang berdampak pada
DPRD sendiri.
4. Keempat, pengawasan memungkinkan terbangunnya hubungan timbal balik (checks
and balances) antara lembaga legislatif, eksekutif dan masyarakat sipil.
Pengawasan DPRD dapat dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu rapat kerja,
rapat dengar pendapat, rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja. Di samping itu
pengawasan dapat dilakukan melalui penggunaan hak-hak DPRD, antara lain: hak interpelasi,
hak angket, hak mengajukan/menganjurkan, memberikan persetujuan, memberikan
pertimbangan, dan memberikan pendapat. Menurut Kaho (2001) dalam Indriani (2007)
menyatakan bahwa untuk melaksanakan fungsi kedua yaitu melakukan pengawasan, DPRD
mempunyai hak untuk meminta laporan pertanggungjawaban dari Gubernur, Wali Kota, dan
Bupati, berhak untuk memperoleh penjelasan dari pemerintah daerah, melakukan
pemeriksaan, memberikan usulan-usulan, dan menanyakan pertanyaan dari masing-masing
anggota.
2.5 Keperilakuan dalam Akuntansi Sektor Publik
Keperilakuan merupakan suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia. Dalam ilmu
keperilakuan terdapat tiga kontributor utama, yaitu psikologi, sosiologi, dan psikologi sosial.
Ketiganya dapat menjelaskan dan menggambarkan perilaku manusia. Perilaku manusia
sendiri dipengaruhi oleh: 1) Struktur Karakter (character structure) seperti kepribadian,
kebiasaan, dan tingkah laku; 2) Struktur Sosial (social structure) seperti ekonomi, politik, dan
agama; 3) Dinamika kelompok (dynamic group) yang merupakan kombinasi dan struktur
karakter dengaan struktur sosial. Psikologi dan psikologi sosial memberikan kontribusi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1230
SESI I/11
banyak dalam perkembangan keperilakuan yaitu kepribadian, sikap, motivasi, persepsi, nilai,
dan pembelajaran. (Siegel and Marconi, 1989)
Penelitian ini menitikberatkan pada aspek keperilakuan dalam pengawasan keuangan
daerah oleh DPRD. Fokus dari pengawasan adalah anggota DPRD sehubungan dengan
atribut yang dimiliki oleh masing-masing anggota DPRD yaitu descriptive identity, political
identity, dan keahlian relevan. Tidak dipungkiri bahwa atribut-atribut tersebut mempengaruhi
kinerja anggota DPRD sehubungan dengan fungsi legislasi mereka dalam pengawasan
keuangan daerah. Perpindahan fokus pendekatan dari normatif ke deskriptif diharapkan akan
mampu mempersempit celah (gap) yang terjadi antara teori dan praktik atau pragmatisme
fungsi pengawasan keuangan daerah oleh DPRD.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya tentang fungsi pengawasan oleh DPRD sudah banyak
dilakukan, diantaranya adalah Indriani (2002) yang menyimpulkan bahwa pengetahuan
tentang anggaran secara signifikan mempengaruhi peran pengawasan DPRD; Syahruddin &
Taifur (2002) menganilisis peran DPRD dalam mencapai tujuan desentralisasi memberikan
kesimpulan bahwa tujuan yang ditetapkan pemerintah daerah masih belum jelas, dan aturan
tentang penyusunan APBD masih belum dipatuhi secara maksimal. Sementar itu Sopanah
(2004) mengamati anggaran partisipasif dimana partisipasi masyarakat masih dalam tingkat
semu; Robinson (2006) menyimpulkan bahwa kualitas anggaran mempengaruhi pengawasan
anggaran namun pengetahuan tentang anggaran tidak berprngaruh terhadap pengawasan;
sebaliknya Winarna dan Murni (2007) mendapatkan hasil bahwa pengetahuan tentang
anggaran secara signifikan berpengaruh terhadap peran DPRD dalam pengawasan walaupun
personal background dan political background tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
Di sisi lain Tuasikal (2008) menyimpulkan bahwa secara parsial tidak terdapat
hubungan antara pengawasan internal dan eksternal laporan keuangan daerah, dan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1231
SESI I/11
pemahaman tentang akuntansi sektor publik tidak berpengaruh terhadap pengelolaan
keuangan daerah; Dewi (2011) menyimpulkan bahwa personal background berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap kapabilitas anggota DPRD, political background
berpengaruh negatif dan tidak signifikan, sementara pengetahuan tentang anggaran dan
peraturan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kapabilitas. Di daerah lain Kartikasari
(2012) memperoleh hasil bahwa political background dan pengetahuan tentang peraturan
berpengaruh positif terhadap peran anggota DPRD dalam pengawasan keuangan daerah.
2.7 Pengembangan Hipotesis
Penelitian ini mengidentifikasi preferensi evuluasi diri atas kapabilitas anggota DPRD
sehubungan dengan fungsi pengawasan keuangan daerah. Penelitian ini mengembangkan
model yang telah dilakukan oleh Winarna dan Murni (2007) mengenai peran DPRD dalam
pengawasan keuangan daerah. Evaluasi diri diukur dengan 3 konstruk laten yaitu identitas
deskrptif individu (descriptive identity), identitas politik individu (political identity), dan
keahlian relevan (relevant skills). Ketiga konstruk laten tersebut dihipotesiskan
mempengaruhi kemampuan anggota DPRD dalam fungsi pengawasan keuangan daerah yaitu
usaha deteksi dan pencegahan fraud dalam laporan keuangan pemerintah daerah (fraud
dtection).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah tambahan variabel
keahlian relevan (relevant skills). dimana keahlian tersebut meliputi tambahan tuntutan
keahlian yang harus dimiliki anggota DPRD dalam fungsi pengawas yaitu: kemampuan
dalam analisis deduktif, kemampuan berpikir kritis, kemampuan komunikasi oral dan tulisan,
serta kemampuan memecahkan masalah tidak terstruktur. Untuk itu kerangka pikir penelitian
ini adalah: (lihat Gambar 1)
Dari kerangka pikir tersebut dapat dibuat beberapa hipótesis sebagai berikut:
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1232
SESI I/11
H1: Descriptive Identity mempengaruhi keahlian relevan (Relevant Skills) angggota
DPRD dalam fungsi pengawasan keuangan daerah
H2: Political Identity mempengaruhi keahlian relevan (Relevant Skills) angggota DPRD
dalam fungsi pengawasan keuangan daerah
H3: Descriptive Identity mempengaruhi usaha deteksi dan pencegahan fraud dalam
laporan keuangan pemerintah daerah
H4: Political Identity mempengaruhi usaha deteksi dan pencegahan fraud dalam
laporan keuangan pemerintah daerah
H5: Relevant Skills mempengaruhi usaha deteksi dan pencegahan fraud dalam laporan
keuangan pemerintah daerah.
3. Metode Penelitian
3.1 Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ilmu akuntansi cabang keperilakuan di bidang
akuntansi sektor publik. Dalam kategori kegiatan penelitian menurut Cooper & Schindler
(2003) penelitian ini termasuk penelitian penjelasan (explanatory) yang mencoba
menjelaskan fenomena yang ada dan penelitian prediksi (prediktive) yang mencoba
menjelaskan apa yang akan terjadi dari suatu fenomena, dengan penyelesaian menggunakan
pengujian hipotesis. Dimensi waktu penelitian yang digunakan adalah cross sectional yang
melibatkan satu waktu tertentu dengan beberapa sampel.
3.2 Populasi dan Sampling Penelitian
Penelitian ini mengguanakan data primer berupa jawaban kuesioner yang diberikan
kepada seluruh anggota DPRD Kota Tegal yang berjumlah 30 orang. Sampel dilakukan
dengan metode pusposive sampling dimana alasan pemilihan sampel berupa anggota DPRD
Kota Tegal adalah judgment sampling peneliti, (Jogiyanto, 2010, p.73-87). Dasar pemikiran
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1233
SESI I/11
awal penelitian ini adalah bahwa pengukuran persepsi atas kapabilitas dalam pengawasan
keuangan daerah akan mempengaruhi tingkat kemampuan dalam deteksi dan pencegahan
fraud.
3.3 Model Empiris
Sesuai dengan pertimbangan variabel dan konstruk yang dibangun, ukuran sampel,
basis varian pada model, serta bentuk hubungan variabel laten, maka penelitian ini
dikelompokkan dalam penelitian bisnis SEM berbasis varian yaitu Partial Least Square
(PLS) (Jogiyanto, 2011,p.47-52). Konstruk Descriptive Indentity diukur dengan 5 item
pertanyaan, konstruk Political Identity diukur dengan 5 item pertanyaan, konstruk Relevant
Skills diukur dengan 6 item pertanyaan, dan konstruk Fraud Detection diukur dengan 5 item
pertanyaan. Responden diminta untuk menilai seberapa luas pengetahuan mereka tentang
keahlian relevan sebagai fungsi pengawas keuangan daerah dengan jawaban skala Likert 5
poin yaitu 1=sangat tidak setuju, 2=tidak setuju, 3=netral, 4=setuju, dan 5=sangat setuju.
Diagram alur atau path penelitian ini adalah: (lihat Gambar 2).
Konversi diagram alur ke dalam model persamaan outer model yang digunakan
adalah (Wiyono, 2011, p. 395-432):
1. Variabel laten eksogen X1 dan X2 (reflektif)
2. Variabel laten endogen X3 (formatif)
3. Variabel laten endogen Y (formatif)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1234
SESI I/11
Konversi diagram alur ke dalam model persamaan inner model yang digunakan adalah:
3.4 Model Pengukuran
Terdapat dua metode yang digunakan untuk mengevaluasi model pengukuran dengan
indikator refleksif dan formatif, yaitu validitas konvergen dari indikatornya dan reliabilitas
komposit untuk indikator. Validitas konvergen adalah suatu ukuran yang digunakan untuk
mengetahui apakah indikator dari suatu konstruk atau variabel laten memusat (Hair et.al,
2006). Reliabilitas komposit atau reliabilitas konstruk adalah metode yang digunakan untuk
melihat sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur konstruk teoritis tertentu yang
diasumsikan atau dihipotesiskan sebelumnya yang terdiri dari indikator - indikator heterogen
tetapi memiliki kemiripan dan merupakan pembentuk konstruk.
3.5 Teknik Analisis
Dikarenakan data dalam penelitian ini tidak diasumsikan dengan pengukuran skala
tertentu dengan jumlah sampel kecil maka metode yang digunakan adalah metode struktural
dengan analisis PLS (Jogiyanto, 2009, p. 1-25). Hipotesis 1 sampai dengan 5 memiliki
variabel bebas yang merupakan konstruk laten. Model analisis semua variabel laten dalam
PLS terdiri dari tiga set hubungan, yaitu:
1. Inner model, menspesifikasi hubungan antar variabel laten (structural model)
2. Outer model, menspesifikasi hubungan antara variabel laten dengan indikator atau
variabel manifest-nya (measurement model)
3. Weight relation, dimana nilai kasusdari variabel laten dapat diestimasi.
Model pengukuran atau outer model dengan indikator refleksif dievaluasi dengan
convergent dan discriminant validity dari indikatornya dan composite reliability untuk block
indikator. Sedangkan outer model dengan formatif indikator dievaluasi berdasarkan pada
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1235
SESI I/11
substantive content-nya yaitu dengan membandingkan besarnya relatif weight dan melihat
signifikansi dari ukuran weight tersebut, (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2008). Model struktural
atau inner model dievaluasi dengan melihat persentase variance yang dijelaskan yaitu dengan
melihat nilai R2 untuk konstruk laten dependen dengan menggunakan ukuran Stone Greiser Q
square test (Stone, 1974; Greiser, 1975 dalam Ghozali, 2008) dan juga melihat besarnya
koefisien jalur struktural. Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-
statistik yang didapat melalui prosedur boostraping.
4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Evaluasi Pengukuran (Outer Model)
Validitas konvergen dari model pengukuran indikator refleksif dapat dilihat dari
korelasi antara nilai indikator dengan nilai konstruknya. Indikator individu dianggap reliabel
jika memiliki nilai korelasi di atas 0,7. Dari hasil output korelasi antara indikator dengan
konstruknya didapat hasil pada Tabel 1.
Berdasarkan pada outer loadings tersebut terdapat beberapa indikator dengan nilai
korelasi di bawah 0,7 dan tidak signifikan yaitu: X11, X13, X21, X24 dan X25. Untuk itu
keempat indikator tersebut harus dibuang sehingga hasil output grafik SmartPLS pada
Gambar 3 dengan hasil bootstraping pada Gambar 4. Validitas diskriminan indikator refleksif
dapat dilihat pada hasil cross loadings antara indikator dengan konstruknya (lihat Tabel 2).
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa korelasi antara konstruk Deskriptif dengan
indikatornya (X12, X14, X15) lebih tinggi dibanding nilai korelasi indikator Deskriptif
dengan konstruk lainnya (Politik, Keahlian dan Deteksi). Hal yang sama juga berlaku pada
korelasi ketiga konstruk lainnya. Hal ini menunjukkan konstruk laten memprediksi indikator
pada blok mereka lebih baik dibanding indikator pada blok lain.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1236
SESI I/11
Metode validitas diskriminan lainnya adalah membandingkan akar kuadrat dari
average variance extracted ( ) pada setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk
dengan konstruk lain dalam model. Validitas diskriminan dimiliki jika nilai akar AVE setiap
konstruk lebih besar dari korelasi antara konstruk dengan konstruk lain dalam model. Tabel 3
dan Tabel 4 menjelaskan hasil korelasi variabel laten dan AVE serta akar AVE.
Dari tabel tersebut terlihat bahwa akar AVE konstruk Deskriptif lebih tinggi dari nilai
korelasi antara konstruk Deskriptif dengan dengan Deteksi, Keahlian dan Politik. Akar AVE
konstruk Deteksi lebih tinggi dari nilai korelasi antara konstruk Deteksi dengan dengan
Deskriptif, Keahlian dan Politik. Akar AVE konstruk Keahlian lebih tinggi dari nilai korelasi
antara konstruk Keahlian dengan dengan Deskriptif, Deteksi dan Politik. Dan akar AVE
konstruk Politik lebih tinggi dari nilai korelasi antara konstruk Politik dengan dengan
Deskriptif, Deteksi dan Keahlian. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh konstruk yang
diestimasi memenuhi kriteria validitas diskriminan. Nilai AVE seluruh konstruk di atas 0,5
dan dinyatakan valid.
Uji reliabilitas konstruk diuji dengan dua kriteria yaitu: composite reliablity dan
cronbach alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk dinyatakan reliabel
jika nilai composite reliablity maupun cronbach alpha di atas 0,7 (Hair, 2006). Hasil output
composite reliablity dan cronbach alpha terlihata pada Tabel 5 dan Tabel.
4.2 Pengujian Model Struktural (Inner Model)
Pengujian terhadap model struktural dilakukan dengan melihat nilai R-square yang
merupakan uji goodness-fit model. Model pengaruh Identitas Deskriptif dan Identitas Politik
terhadap Keahlian Relevan memberikan nilai R-square sebesar 0,2861 yang dapat
diinterpretasikan bahwa variabel konstruk Keahlian Relevan dapat dijelaskan oleh variabilitas
Identitas Deskriptif dan Identitas Politik sebesar 28,61% sedangkan 71,39% dijelaskan oleh
variabel lain di luar yang diteliti. Sedangkan model pengaruh Identitas Deskriptif, Identitas
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1237
SESI I/11
Politik dan Keahlian Relevan terhadap Deteksi Fraud memberikan nilai R-square sebesar
0,5659 yang dapat diinterpretasikan bahwa variabel konstruk Deteksi Fraud dapat dijelaskan
oleh variabilitas Identitas Deskriptif, Identitas Politik dan Keahlian Relevan sebesar 56,59%
dan sisanya 43,41% dijelaskan oleh variabel lain di luar yang diteliti (lihat Tabel 7).
Uji selanjutnya adalah signifikansi pengaruh kelima hipotesis dengan melihat nilai
koefisien parameter dan nilai signifikansi t statistik pada Tabel 8 dan Gambar 5. Pengujian
hipotesis 1 menunjukkan besarnya koefisien parameter 0,1473 berarti terdapat pengaruh
positip dan tidak signifikan variabel Identitas Deskriptif terhadap Keahlian Relavan, dengan
nilai t statistik sebesar 1,0641 sedangkan t tabel signifikansi 5% = 2,0452. Pengujian
hipotesis 2 menunjukkan besarnya koefisien parameter -0,4193 berarti terdapat pengaruh
negatif dan signifikan variabel Identitas Politik terhadap Keahlian Relevan. Artinya semakin
tinggi jabatan di partai, serta semakin berkoalisi asal partai pengusung maka semakin rendah
tingkat keahlian relevan pengawasan LKPD yang dimiliki, dengan nilai t statistik sebesar
2,6451 di atas t tabel signifikansi 5% = 2,0452.
Pengujian hipotesis 3 menunjukkan besarnya koefisien parameter -0,0858 berarti
terdapat pengaruh negatif dan tidak signifikan variavel Identitas Deskrtiptif cterhadap Deteksi
Fraud, dengan nilai t statistik sebesar 0,5851 sedangkan t tabel signifikansi 5% = 2,0452.
Pengujian hipotesis 4 menunjukkan besarnya koefisien parameter -0,2366 berarti terdapat
pengaruh negatif dan signifikan variabel Identitas Politik terhadap Detekdi Fraud. Artinya
semakin tinggi jabatan di partai, serta semakin berkoalisi asal partai pengusung maka
semakin rendah kemampuan dalam mendeteksi fraud pada keuangan daerah, dengan nilai t
statistik 1,7145 di atas t tabel signifikansi 5% = 2,0452. Pengujian hipotesis 5 menunjukkan
besarnya koefisien parameter 0,6484 berarti terdapat pengarug positip dan signifikan
variabel Keahlian Relevan terhadap Deteksi Fraud. Artinya semakin tinggi keahlian
pengawasan, pengetahuan perundang-undangan, pengetahuan tentang anggaran dan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1238
SESI I/11
mekanisme LKPD maka semakin tinggi pula kemampuan dalam mendeteksi fraud pada
keuangan daerah, dengan nilai t statistik 8,5446 di atas t tabel signifikansi 5% = 2,0452.
5. Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pembahasan output dapat disimpulkan bahwa:
1. Setelah menghilangkan 5 indikator maka pengujian outer model untuk validitas
diskriminan memberikan hasil seluruh indikator dinyatakan valid.
2. Pengujian reliabilitas dengan composite reliablity dan cronbach alpha dari blok
indikator yang mengukur konstruk memberikan hasil output composite reliablity
hanya konstruk Politik yang tidak reliabel sementara pada hasil cronbach alpha
konstruk Deskriptif dan Politik tidak reliabel dengan nilai di bawah 0,7.
3. Pengujian inner model berupa goodness-fit model menghasilkan R-square bahwa
variabel konstruk Keahlian Relevan dapat dijelaskan oleh variabilitas Identitas
Deskriptif dan Identitas Politik sebesar 28,61% sedangkan 71,39% dijelaskan oleh
variabel lain di luar yang diteliti. Sedangkan nilai R-square sebesar 0,5659 artinya
bahwa variabel konstruk Deteksi Fraud dapat dijelaskan oleh variabilitas Identitas
Deskriptif, Identitas Politik dan Keahlian Relevan sebesar 56,59% dan sisanya
43,41% dijelaskan oleh variabel lain di luar yang diteliti.
4. Pengujian path coefficient pada setiap hipotesis memberikan hasil sebagai berikut:
1) Hipotesis 1, nilai koefisien 0,1473 dan t = 1,0641: tidak terdapat pengaruh
Identitas Deskriptif terhadap Keahlian Relavan anggota DPRD dalam fungsi
pengawasan keuangan daerah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1239
SESI I/11
2) Hipotesis 2, nilai koefisien -0,4193 dan t = 2,6451: terdapat pengaruh negatif
dan signifikan variabel Identitas Politik terhadap Keahlian Relevan anggota
DPRD dalam fungsi pengawasan keuangan daerah
3) Hipotesis 3, nilai koefisien -0,0858 dan t = 0,5851: tidak terdapat pengaruh
Identitas Deskrtiptif terhadap Deteksi Fraud pada LKPD
4) Hipotesis 4, nilai koefisien -0,2366 dan t = 1,7145: tidak terdapat pengaruh
Identitas Politik terhadap Deteksi Fraud pada LKPD
5) Hipotesis 5, nilai koefisien 0,6484 dan t = 8,5446: terdapat pengaruh positip
dan signifikan Keahlian Relevan terhadap Deteksi Fraud pada LKPD.
5. Dari hasil di atas dapat disimpulkan bahwa gambaran anggota DPRD Kota Tegal saat
ini adalah masih moderat, belum melaksanakan fungsi pengawasan sebagai mana
mestinya, dan pelatihan fungsi DPRD yang telah diikuti masih belum maksimal
dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena faktor kebijakan politis dalam partai,
kurangnya pemahaman perundang-undangan, serta preferensi menjadi anggota DPRD
lebih disebabkan karena pekerjaan dan prestise.
5.2 Implikasi
Hasil penelitian ini memiliki implikasi langsung kepada pihak legislatif yaitu bahwa
gambaran karakteristik anggota DPRD Kota Tegal berada pada level politis dimana anggota
melaksanakan fungsi pengawasan masih berdasarkan pada pengaruh politik yaitu asal partai
pengusung serta posisi partai dalam koalisi dengan pimpinan pemerintah daerah (eksekutif).
Di samping itu kemampuan pendeteksian adanya fraud pada APBD yang ditunjukkan pada
pengawasan LKPD masih bersifat moderat dan politis. Hal ini menunjukkan bahwa keahlian
relevan dalam pengawasan keuangan daerah tidak didapat dari identitas pribadi maupun
politik, namun berasal dari pembelajaran lain selama responden menjadi anggota DPRD.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menghasilkan niat untuk meningkatkan keahlian
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1240
SESI I/11
anggota DPRD dalam melaksanakan fungsi pengawasan berupa pelatihan pengawasan
akuntansi sektor publik, pemahaman perundang-undangan serta good governance.
5.3 Keterbatasan dan Saran
Penelitian ini memiliki keterbatasan pada variabel laten konstruk serta indikator yang
membangun konstruk hanya pada identitas deskriptif, identitas politik dan keahlian relavan.
Keterbatas lainnya adalah pada responden yang diteliti hanya pada anggota DPRD satu
pemerintah daerah. Untuk itu saran bagi penelitian selanjutnya adalah adanya penambahan
konstruk dan indikator serta perluasan responden agar terjadi generalisasi hasil.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1241
SESI I/11
Daftar Pustaka Baum, D. (1999, No. 3, Vol. XIII, May/June). Business Links. Oracle Magazine .
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2003). Business Research Methods. New York: McGraw-Hill Companies,
Inc, eight edition.
Dewi, I. M. (2011). Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi Kapabilitas Anggota DPRD Dalam Pengawasan
Keuangan Daerah (APBD). Semarang: Skripsi, Universitas Diponegoro.
Ghozali, I. (2008). Structurl Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square PLS Edisi 2.
Semarang: Undip.
Hair, J. J., Anderson, R., Tatham, R., & Black, W. (2006). Multivariate Data Analysis (Fifth Edition ed.). New
York: Prentice Hall, International, Inc.
Hudayati, A. (2002). Perkembangan Penelitian Akuntansi Keperilakuan: Berbagai Teori Dan Pendekatan Yang
Melandasi. JAAI , 6 (Desember), 81-96.
Indriani, R. (2007). Role of Local Legislature in Local Financial Control: the effect of Knowledge, Rules,
Procedures and Policies (RPPS). jurnal E-Mabis FE Unimal , 50-65.
Jogiyanto. (2009). Konsep & Aplikasi PLS untuk Penelitian Empiris. Yogyakarta: BPFE.
________. (2011). Konsep dan Aplikasi Structural Equation Model Berbasis Varian dalam Penelitian Bisnis.
Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
________. (2010). Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.
________. (2011). Pedoman Survey Kuesioner. Yogyakarta: BPFE.
John, M. Y., & Setiawan S, D. (2009). Kiat Memahami Pemeriksaan Laporan Keuangan Daerah di Indonesia.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kartikasari, D. (2012). Pengaruh Personal Background, Political Background, Pemahaman Regulasi terhadap
Peran Anggota DPRD Dalam Pengawasan Keuangan Daerah. Accounting Analysis Journal , 12-19.
Mahsun, M. (2012). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE.
Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.
Murray, D. (1990). The Performance Effect of Participative Budgeting: An Integration of Intervening and
Moderating Variables. Behavioral Research in Accounting , 104-123.
Robinson. (2006). Pengaruh Kualitas Anggaran terhadap Efektifitas Pengawasan Anggaran: Pengatahuan
Tentang Anggaran Sebagai Variabel Moderating. Semarang: Thesis Magister Akuntansi Universitas
Diponegoro .
Shields, M., & Young, S. (1993). Antecedents and Consequences of Participative Budgeting: Evidence on the
Effect of Asymetrical Information. Jpurnal of Management Accounting Research , 265-280.
Siegel, G., & Marconi, H. (1989). Behavioral Accounting. Ohio: South-Western Publishing Co.
Sopanah. (2004). Memantau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Dalam Kerangka Peningkatan
Akuntabilitas Publik Di Era Otonomi Daerah. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis , Volume I,
Nomor 2 Juni.
Syahruddin, & Taifur, W. D. (2002). Peranan DPRD Untuk Mencapai Tujuan Desentralisasi dan Perspektif
Daerah Tentang Pelaksanaan Desentralisasi. Padang: ECG, USAID/Indonesia.
Tuasikal, A. (2008). Pengaruh Pengawasan, Pemahaman Sistem Akuntansi Keuangan, dan Pengelolaan
Keuangan Terhadap Kinerja Unit Satuan Pemerintah Daerah . Finance and Banking Journal , 66-88.
Winarna, J., & Murni, S. (2007). Pengarh Personal Background, Political Background dan Pengetahuan Dewan
Tentang Anggaran Terhadap Peran DPRD Dalam Pengawasan Keuangan Daerah . Jurnal Bisnis dan
Akuntansi , 136-152.
Wiyono, G. (2011). Merancang Penelitian Bisnis dengan Alat Analisis SPSS & SmartPLS. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1242
SESI I/11
LAMPIRAN
Tabel 1. Outer Loadings (Mean, STDEV, T-Values)
Original
Sample
(O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
Standard
Error
(STERR)
T Statistics
(|O/STERR|)
X11 <-
Deskriptif -0.079833 -0.061157 0.191106 0.191106 0.417742
X12 <-
Deskriptif 0.895662 0.877304 0.038503 0.038503 23.261941
X13 <-
Deskriptif 0.244975 0.251198 0.124772 0.124772 1.963375
X14 <-
Deskriptif 0.600603 0.609995 0.098325 0.098325 6.108334
X15 <-
Deskriptif 0.704598 0.704623 0.084050 0.084050 8.383054
X21 <- Politik 0.111250 0.094934 0.151346 0.151346 0.735073
X22 <- Politik 0.823816 0.806180 0.041839 0.041839 19.690379
X23 <- Politik 0.500404 0.478623 0.169180 0.169180 2.957817
X24 <- Politik -0.399969 -0.398975 0.089006 0.089006 4.493731
X25 <- Politik -0.483123 -0.451633 0.193096 0.193096 2.501978
X31 <-
Keahlian 0.966351 0.967664 0.005115 0.005115 188.931876
X32 <-
Keahlian 0.958088 0.959551 0.007717 0.007717 124.153013
X33 <-
Keahlian 0.917863 0.917594 0.023887 0.023887 38.425550
X34 <-
Keahlian 0.902640 0.906554 0.027990 0.027990 32.248521
X35 <-
Keahlian 0.886533 0.885961 0.029793 0.029793 29.756416
X36 <-
Keahlian 0.893235 0.895186 0.016880 0.016880 52.916330
Y1 <- Deteksi 0.786942 0.782959 0.044018 0.044018 17.877680
Y2 <- Deteksi 0.927004 0.925392 0.025746 0.025746 36.005063
Y3 <- Deteksi 0.937440 0.935698 0.014660 0.014660 63.946128
Y4 <- Deteksi 0.945249 0.943309 0.010703 0.010703 88.313939
Y5 <- Deteksi 0.746505 0.754485 0.073491 0.073491 10.157831
Tabel 2. Cross Loadings
Deskriptif Deteksi Keahlian Politik
X12 0.885235 0.438622 0.446017 -0.741038
X14 0.624741 -0.002543 0.281244 -0.333928
X15 0.724984 0.218667 0.224716 -0.384336
X22 -0.708790 -0.490226 -0.421816 0.859315
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1243
SESI I/11
X23 -0.261754 -0.219931 -0.347922 0.573516
X31 0.510608 0.719527 0.966707 -0.536944
X32 0.444845 0.754226 0.958592 -0.487465
X33 0.375498 0.697731 0.918344 -0.482764
X34 0.374782 0.709736 0.902841 -0.447316
X35 0.293057 0.557991 0.885752 -0.458571
X36 0.455729 0.592704 0.892224 -0.485941
Y1 0.336096 0.786580 0.503971 -0.391313
Y2 0.251285 0.926834 0.666300 -0.445135
Y3 0.356392 0.936738 0.738834 -0.524416
Y4 0.463992 0.944434 0.771516 -0.520377
Y5 0.178700 0.749780 0.438190 -0.325778
Tabel 3. Latent Variable Correlations
Deskriptif Deteksi Keahlian Politik
Deskriptif 1.000000
Deteksi 0.374054 1.000000
Keahlian 0.447807 0.734180 1.000000
Politik -0.716466 -0.515481 -0.524927 1.000000
Tabel 4. AVE dan Akar AVE
AVE Akar AVE
Deskriptif 0.566515 0.75257
Deteksi 0.761867 0.87285
Keahlian 0.848753 0.92127
Politik 0.533671 0.73052
Tabel 5. Composite Reliablity
Composite Reliability
Deskriptif 0.793431
Deteksi 0.940657
Keahlian 0.971124
Politik 0.687621
Tabel 6. Cronbach Alpha
Cronbachs Alpha
Deskriptif 0.670258
Deteksi 0.920379
Keahlian 0.964197
Politik 0.137552
Tabel 7. R-Square
R Square
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1244
SESI I/11
Deskriptif
Deteksi 0.565914
Keahlian 0.286116
Politik
Tabel 8. Path Coefficients (Mean, STDEV, T-Values)
Original
Sample
(O)
Sample
Mean (M)
Standard
Deviation
(STDEV)
Standard
Error
(STERR)
T Statistics
(|O/STERR|)
Deskriptif -> Deteksi -0.085831 -0.075004 0.146681 0.146681 0.585155
Deskriptif ->
Keahlian 0.147355 0.225206 0.138471 0.138471 1.064159
Keahlian -> Deteksi 0.648415 0.635509 0.075886 0.075886 8.544619
Politik -> Deteksi -0.236606 -0.244051 0.138001 0.138001 1.714526
Politik -> Keahlian -0.419352 -0.342800 0.158539 0.158539 2.645106
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Gambar 2. PLS Graph Tool Function
Gambar 3. Grafik SmartPLS Setelah Uji Indikator
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1245
SESI I/11
Gambar 4. Model Bootstraping
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanti Puji Astutie
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1246
SESI I/11
Gambar 5. Model Algoritma
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1247
SESI I/12
Perilaku Organisasi dan
Kinerja Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah (SAPD)
pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan
JAMIYLA
Universitas Indo Global Mandiri
AZWARDI
BURHANUDDIN
Universitas Sriwijaya
Abstract: This study examines influance of Organization Behaviour (clarity objective, top
support, training&education and user involvment) and Local Government Accounting system
performance (information quality and information usage). It is argued that organization
behaviour factors sicnificant assosiated with Local Government Accounting system
performance. Lack of attention to these factors will be influence to Local Government
Accounting system performance.
Data were collected from 102 respondents (only 93 can used) officers of local government in
South Sumatera. The data then analyzed using multiple regration with SPSS software.
The Result of empirical study of 93 respondents indicated that organization behaviour factors
such as clarity objective does not have sicnificant positive, training&education and user
involvment does not have sicnificant negative and top support have sicnificant positive on
information quality partially. However, simultaneously organization behaviour factors does
not have sicnificant positive on information quality. This study also find attention
organization behaviour factors such as clarity objective and training&education does not
have sicnificant positive, top support have sicnificant positive and user involvment does not
have sicnificant negative on information usage partially. Simultaneously, organization
behaviour factors does have sicnificant positive on usage partially.
Keywords : Organization, Behaviour, System, Performance
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1248
SESI I/12
Pendahuluan
Otonomi Daerah menimbulkan tuntutan refomasi mengenai Pengelolaan Keuangan
Daerah yang telah direspon oleh Pemerintah dengan menyusun Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 tahun 2005. Dengan
diberlakukannya PP tersebut maka baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah diberi
kesempatan untuk segera menyusun sistem akuntansinya. Pemerintah Daerah diberi
kewenangan untuk menetapkan Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah dalam
bentuk Peraturan Daerah untuk memenuhi kewajibannya dalam menyusun laporan
pertanggungjawaban keuangan daerah yang bersangkutan.
Pernyataan Nasution pada harian Sumek (2009) mengenai hasil pemeriksaan Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terhadap pengelolaan keuangan daerah selama tiga tahun
(2005 – 2007) di Provinsi Sumatera Selatan masih rendah. Menurut beliau, Laporan
keuangan tersebut belum menunjukkan kemajuan yang berarti, sehingga berindikasi
terhadap pengelolaan keuangan di sejumlah daerah di Indonesia yang semakin
memburuk. Data indikasinya dilihat dari transparansi dan akuntabilitas keuangan
daerah selama empat tahun terakhir yang jauh merosot (2005 – 2008). Buruknya
transparansi dan akuntabilitas keuangan daerah meningkatkan peluang kebocoran dan
memperlambat kinerja Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan dan
kesejahteraan kepada masyarakat. Kondisi ini jauh dari yang diharapkan, karena setelah
adanya SAP dan Permendagri No. 59 tahun 2007 justru Kinerja Pemerintah mengalami
penurunan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1249
SESI I/12
Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Teori agensi menjelaskan bahwa dalam pandangan principal agent model, pihak yang
paling berkepentingan adalah pemilik capital asset (masyarakat) yang diserahkan kepada
agent (pemerintah) yang harus dikendalikan setiap saat dan pengurus bertanggungjawab
kepada pemilik. Burhanuddin (2008), menyatakan bahwa teori ini selain digunakan untuk
tujuan pertanggungjawaban juga untuk menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan
kesejahteraan (welfare), efisensi (efficiency), akuntabilitas (accountability), informasi
(information), dan modal (capital). Model ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat
keuangan terhadap asset yang merupakan pelengkap indikator kinerja bukan laba atau untuk
mengukur manfaat dari penggunaan pelayananan lainnya.
Mayson (1998), menyatakan bahwa jika dilihat dari aspek pertanggungjawaban
terhadap efisiensi sektor publik maka berdasarkan pandangan teori agensi timbul satu
pertanyaan “siapa yang menjadi pemilik entitas sektor publik”. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut terdapat tiga alternatif jawaban yaitu masyarakat yang memberikan suara dalam
pemilihan parlemen, pelayanan publik dan pemerintah pusat.
2.Teori Perilaku Organisasi (Organization Behaviour Theory)
Ilmu perilaku (akar dari ilmu psikologi), yang dikembangkan dengan dipusatkan pada
tingkah laku manusia dalam organisasi. Kerangka dasar teori perilaku organisasi ini didukung
oleh dua komponen pokok, yaitu individu yang berperilaku dan organisasi formal sebagai
wadah dari perilaku tersebut. Jadi, perilaku organisasi adalah suatu studi yang mempelajari
dampak perorangan, kelompok dan struktur pada perilaku dalam organisasi dengan maksud
menciptakan pengetahuan tentang hal-hal tersebut demi perbaikan efektivitas organisasi.
Terdapat beberapa aspek tingkah laku manusia dalam organisasi atau suatu kelompok
tertentu. Aspek pertama meliputi pengaruh organisasi terhadap manusia, sedang aspek kedua
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1250
SESI I/12
pengaruh manusia terhadap organisasi. Perilaku organisasi adalah interaksi dan hubungan
antara organisasi di satu pihak dan perilaku individu di lain pihak yang memiliki tujuan
praktis yaitu untuk mengarahkan perilaku manusia kepada upaya-upaya pencapaian tujuan.
Perilaku organisasi terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang terdapat dalam organisasi
tersebut. Ilmu perilaku organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi.
Dalam ilmu perilaku organisasi terdiri dari beberapa aspek yang dipelajari yaitu motivasi,
keterlibatan, disiplin, kepuasan, stres, sikap, moril dan konflik (Ilhamsyah, 2008).
Chenhall (2004) mendefinisikan faktor sikap yang terkait dengan keberhasilan
penerapan Activity Based Costing Management (ABCM) adalah dukungan manajemen pusat,
kaitan dengan strategi kompetitif, kecukupan sumber daya, kepemilikan non akuntan,
hubungan dengan evaluasi kinerja dan kompensasi, pengadaan pelatihan, kejelasan tujuan
dan jumlah keperluan untuk ABCM. Dimensi yang penting dari sikap adalah dukungan
manajemen pusat, kejelasan tujuan dan pelatihan.
Kejelasan tujuan sebagai faktor perilaku organisasi dapat menentukan keberhasilan
suatu sistem karena individu dengan tujuan dan target yang jelas dan paham bagaimana
mencapai tujuan, mereka dapat melaksanakan tugas dengan keterampilan dan kompetensi
yang dimiliki. Latifah (2007) menyatakan bahwa tujuan digunakannya sistem harus
mendukung tujuan dari organisasi, hal ini penting karena sistem yang digunakan akan
menghasilkan informasi yang dibutuhkan organisasi. Apabila individu merasakan adanya
ketidakpastian dan ketidakjelasan tujuan digunakannya sistem, mereka akan ragu-ragu
dalam menjalankan tugas yang diembannya.
Perumusan tujuan secara jelas yang telah dilakukan, akan didukung oleh atasan untuk
menyukseskan implementasi sistem baru. Shileld & Young (1989), menyatakan bahwa
dukungan manajemen puncak (atasan) dalam suatu inovasi sangat penting dikarenakan
adanya kekuasaan manajer terkait dengan sumber daya. Dukungan manajemen puncak
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1251
SESI I/12
meliputi penyusunan sasaran atau penilaian tujuan, mengevaluasi usulan proyek
pengembangan sistem informasi, mendefinisikan informasi dan pemrosesan yang dibutuhkan,
melakukan review program dan rencana pengembangan sistem informasi.
Pemahaman dan kemampuan teknis pengguna mengoperasionalisasikan sistem yang
dikembangkan lebih dibutuhkan daripada keahlian pengguna. Upaya untuk meningkatkan
pemahaman ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pelatihan terhadap pengguna (user
training) secara intensif yang merupakan salah satu dukungan atasan.
Pendidikan dan pelatihan dalam desain, implementasi dan penggunaan suatu inovasi
seperti adanya sistem baru memberikan kesempatan bagi organisasi untuk mengartikulasi
hubungan antara implementasi sistem baru dengan tujuan organisasi. Shield&Young (1995)
menyatakan bahwa dengan adanya pendidikan dan pelatihan dapat menjadi suatu sarana bagi
pengguna untuk dapat mengerti, menerima dan merasa nyaman dari perasaan tertekan atau
perasaan khawatir dalam proses implementasi dan selama penggunaan suatu sistem.
Keterlibatan pengguna sistem akan meningkatkan kinerja dari suatu sistem.
Indriantoro (2000) menyatakan bahwa aspek partisipasi dan keterlibatan pengguna sebagai
salah satu perwujudan dari aspek keperilakuan yang penting diperhatikan untuk menghindari
penolakan (resistance) implementasi dan pemakaian suatu sistem yang baru. Pengguna yang
telah mengikuti pendidikan dan pelatihan sebaiknya mengaplikasikannya secara langsung
mengawasi sistem yang dijalankan agar dapat mengetahui kelemahan dari sistem tersebut.
Apabila terdapat kelemahan maka dapat melihat kebutuhan untuk memperbaiki sistem
selanjutnya. Oleh karena itu keterlibatan pemakai terhadap kinerja sIstem akan lebih besar
pada saat akhir suatu sistem diimplementasikan.
3. Teori Penetapan Tujuan
Teori penetapan tujuan menguraikan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan
prestasi kerja. Konsep dasar dari teori ini adalah bahwa karyawan yang memahami tujuan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1252
SESI I/12
(apa yang diharapkan organisasi terhadapnya) akan berpengaruh pada perilaku kerja
(Locke,1986). Tujuan yang sulit menghasilkan prestasi yang lebih tinggi dibandingan
dengan tujuan yang mudah, tujuan yang jelas dan menantang akan menghasilkan prestasi
yang lebih tinggi dibandingkan tujuan yang bersifat abstrak.
4.Teori Keseimbangan ( Balance Theory)
Teori keseimbangan menyatakan bahwa perusahaan akan dapat bertahan apabila
dapat menjaga keseimbangan antara tujuan organisasi dengan tujuan dari individu (karyawan)
yang bekerja pada organisasi tersebut. Teori ini menjelaskan bahwa dalam penetapan tujuan
kegiatan organisasi sebaiknya manajemen melibatkan bawahan untuk merumuskan tujuan
agar terdapat keseimbangan.
5.Teori Model Penerimaan (Theory Acceptance Model )
Teori ini menjelaskan reaksi dan persepsi seseorang terhadap sesuatu hal, yang akan
menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Teori model penerimaan membuat perilaku
seseorang sebagai suatu fungsi dari tujuan perilaku yang ditentukan oleh sikap atas perilaku
tersebut. Reaksi dan persepsi pengguna sistem akan mempengaruhi sikapnya dalam
penerimaan penggunaan sistem, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah persepsi
pengguna atas kemanfaatan (usefulness) dan kemudahaan (ease of use).
6.Teori Atribusi (Atribution Theory)
Teori atribusi merupakan kajian bidang psikologi yang telah dikembangkan sekitar 50
tahun lalu yang dipelopori Heider ( Rogolf et al., 2004). Pada awalnya teori ini cenderung
memandang manusia sebagai mahluk yang relatif naif, pengamat yang tidak terampil
(unskilled) tentang berbagai peristiwa dan berusaha menarik kesimpulan berdasarkan apa
yang disaksikan dan dialami. Perkembangan teori atribusi ini kemudian lebih memfokuskan
pada upaya-upaya untuk mengkaji pola-pola kesalahan dan bias dalam proses atribusi
(Kelley&Michela,1980).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1253
SESI I/12
Weiner (1986) mengembangkan teori atribusi kausal dalam tiga dimensi yaitu
dimensi lokus, dimensi stabilitas, dan dimensi kontrol. Berdasarkan dimensi lokus (locus of
causality), atribusi terhadap suatu peristiwa atau perilaku didasarkan pada kausalitas internal
dan eksternal. Dimensi internal mencakup semua faktor yang inheren dalam diri seseorang,
seperti kompetensi, kesehatan, suasana hati, sikap dan sebagainya. Dimensi eksternal
mencakup semua faktor yang berada di luar diri seseorang, seperti regulasi pemerintah,
cuaca, nasib baik, kondisi sosial, dan lainnya. Dimensi stabilitas (stability of causality)
mengatribusikan penyebab terjadinya suatu peristiwa atau perilaku sebagai faktor yang stabil
atau tidak stabil. Dimensi kontrol (controlability of causality) mengatribusikan suatu perilaku
sebagai faktor yang dapat dikontrol atau tidak dapat dikontrol( Koesworo&Sina, 2008).
7.Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah No.41 tahun 2007 berisi bahwa Pemerintahan Daerah adalah
penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati,
atau Walikota, dan Perangkat Daerah lainnya. Pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang dilakukan kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah.
8.Kinerja Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah (SAPD)
Keberhasilan implementasi atau efektifitas dari penggunaan sebuah sistem disebut
kinerja sistem. Definisi dari kinerja sistem adalah seberapa banyak waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan beberapa masalah yang sama oleh sistem dan seberapa banyak masalah
besar dapat diselesaikan. Adapun kinerja sistem dapat dilihat dari dimensi kualitas sistem,
kualitas informasi, penggunaan sistem, kepuasan pemakai, dampak terhadap individu dan
dampak terhadap organisasi (DeLone & McLean 2001).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1254
SESI I/12
Sistem yang berkualitas akan mendorong keberhasilan (implementasi) sistem,
implikasi selanjutnya adalah adanya peningkatan kinerja secara keseluruhan, baik
menyangkut karyawan, pimpinan, pemilik, maupun organisasi itu sendiri. Dalam hal ini suatu
sistem memiliki kinerja yang baik atau dinilai berjalan efektif, apabila telah dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan berbagai pihak yang ada dalam organisasi, baik secara individual
maupun secara kelompok.
Sistem Akuntansi Pemerintahan Daerah (SAPD) mempunyai kinerja yang baik
apabila dapat mengelola dana desentralisasi secara tertib, efisien, efektif, transparan,
akuntabel dan auditabel (Abdullah, 2008).
9. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini antara lain
yang dilakukan oleh Chenhall (2004) meneliti tentang the role of cognitive and affective
conflict in early implementation of ABCM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor
perilaku antara lain dukungan atasan, kejelasan tujuan dan pelatihan selama implementasi
sangat berpengaruh signifikan terhadap kegunaan ABCM.
Choe (1996) telah melakukan penelitian pada perusahaan manufaktur dengan judul
“The Relationships among performace of AIS, Influence factors and evolution level of
Information system”. Choe melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan kinerja SIA
dengan faktor yang mempengaruhinya dan pengembangan sistem informasi sebagai variabel
moderating. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang siknifikan positif antara
kinerja SIA dan faktor yang mempengaruhinya yaitu keterlibatan pemakai terhadap sistem,
kemampuan individu terhadap sistem dan ukuran organisasi (besarnya modal yang dimiliki).
Sejalan dengan Choe, Almilia & Briliantien (2006) juga meneliti mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi kinerja sistem informasi akuntansi Pada Bank Umum Pemerintah
Di Wilayah Surabaya dan Sidoarjo. Penggunaan variabel yang sama dalam penelitian Choe,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1255
SESI I/12
Almilia menemukan bahwa keterlibatan pemakai sistem, kemampuan teknik individu
terhadap sistem, ukuran organisasi (dilihat dari modal) dan formalisasi pengembangan sistem
tidak terdapat hubungan yang siknifikan dengan kinerja SIA.
Faktor keperilakuan organisasi dalam implementasi sistem akuntansi keuangan daerah
(SAKD) dilakukan Latifah (2007), hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat hubungan
antara pelatihan dan kejelasan tujuan dengan kegunaan SAKD sedangkan dukungan atasan
berhubungan positif dengan kegunaan SAKD. Cavalluzzo&Ittner (2004) meneliti tentang
Implementing Performance Measurement Innovation. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat beberapa faktor teknis yaitu keterbatasan data, kesulitan menyeleksi matrik dan
faktor organisasi meliputi komitmen manajemen, otoritas pengambilan keputusan, pelatihan
dan mandat dari legislatif berhubungan dengan implementasi sistem pengukuran dan hasil
dalam berbagai cara.
The implementation stages of ABC and the impact of contextual and organizational
factors adalah penelitian Krumwide (1998). Krumwide menyatakan bahwa faktor organisasi
seperti pelatihan, kejelasan tujuan dan dukungan atasan berpengaruh positif terhadap
implemenasi suatu sistem maupun perubahan model akuntansi manajemen.
Syam (1999) melakukan penelitian mengenai dampak kompleksitas teknologi
infomasi bagi strategi dan lingkungan usaha juga menunjukkan bahwa pertimbangan faktor
perilaku mendapat perhatian khusus dalam konteks penerapan teknologi. Dari beberapa
penelitian terdahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa penelitian yang berkaitan dengan
faktor perilaku dapat menentukan kinerja dari suatu sistem.
Penelitian yang berkaitan dengan aspek perilaku dan kinerja sistem pada
Pemerintahan juga masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian pada aspek perilaku organisasi dengan kinerja SAPD.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1256
SESI I/12
Berdasarkan hasil kajian teori dan beberapa penelitian terdahulu maka, dapat dibuat
kerangka pemikiran sebagai berikut :
Perilaku Organisasi
Kinerja SAPD
Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran
Dari kajian teori dan beberapa penelitian tersebut dapat dijadikan dasar untuk
membangun hipotesis, adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : diduga
Perilaku Organisasi yang meliputi ; Kejelasan tujuan (X1), Dukungan atasan (X2),
Pendidikan&Pelatihan pengguna (X3) serta Keterlibatan pengguna (X4) berpengaruh positif
terhadap Kinerja Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang meliputi kualitas informasi (Y1)
dan kegunaan informasi (Y2) pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan.
Metode Penelitian
1.Populasi dan Tekhnik Pengambilan Sampel
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
khususnya pada Dinas Pengelolaan Pendapatan, Keuangan dan aset (DPPKA) serta
Sekretariat Daerah pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan. DPPKA dan Sekretariat
Daerah (bagian keuangan) saat ini sebagai SKPKD dan SKPD sangat berkaitan langsung
Sikap
Keterlibatan
Efektifitas
Sistem
Kejelasan
tujuan (x1)
Dukungan
atasan (x2)
Pendidikan&
pelatihan(x3)
Keterlibatan
Pemakai (x4)
Kualitas
Informasi (y1)
Kegunaan
Informasi (y2)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1257
SESI I/12
dengan penggunaan SAPD. DPPKA selaku SKPKD dan Sekretariat Daerah selaku SKPD &
SKPKD bagi Pemerintahan Daerah yang belum ada DPPKA.
Populasi dari responden terdiri dari Kepala dinas atau sekretaris, Kepala Bidang
akuntansi, Kepala Bidang Perbendaharaan, Kepala Bidang Pendapatan, dan Kepala Bidang
Aset untuk DPPKA. Kepala bagian keuangan, kepala sub bagian akuntansi, kepala sub
bagian perbendaharaan, kepala sub bagian pelaporan dan kepala sub bagian anggaran untuk
Setda Kota/kabupaten. Kepala bagian dan Kepala Sub bagian Anggaran, Perbendaharaan,
Anggaran Daerah Bawahan, dan bagian Akuntansi pada Setda Provinsi. Data jumlah populasi
dan jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 199 orang disajikan dalam bentuk tabel
agar mudah dipahami (terlampir).
Sampel dari Pemerintahan Daerah yang diambil adalah Pemerintahan Provinsi, Kota
Palembang, Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Musi Rawas, Musi Banyuasin, Ogan Komering
Ilir, Muara Enim, Banyasin, dan Ogan Ilir. Alasan pengambilan sampel daerah tersebut
berdasarkan judgment sample adalah karena mewakili Pemerintahan Provinsi, kota dan
kabupaten (induk dan pemekaran), letak geografis, serta pertimbangan biaya, waktu, dan
tenaga. Sampel responden yang diambil sebanyak 108 orang dari 9 Pemerintahan Daerah.
Data jumlah sampel disajikan dalam tabel terlampir.
2. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian adalah data primer yaitu data yang diperoleh
secara langsung melalui pengisian quisioner oleh responden, selain itu dilakukan pula
wawancara dan observasi langsung dengan tujuan untuk melengkapi dan mengecek jawaban
responden. Data sekunder yaitu data yang sudah diolah dan diperoleh dari subjek penelitian
antara lain struktur organisasi dan peraturan daerah untuk DPPKAD dan Sekretariat Daerah
pada bagian keuangan Pemerintahan Provinsi, Kota dan Kabupaten di Sumatera Selatan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1258
SESI I/12
3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian
Variabel yang akan dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen (Y) yaitu
kinerja (SAPD) meliputi: kualitas informasi dan kegunaan informasi dan variabel independen
(X) yaitu perilaku organisasi meliputi : kejelasan tujuan, dukungan atasan, pendidikan&
pelatihan serta keterlibatan pengguna.
4. Metode Analisis
Data yang telah dikumpulkan digunakan untuk mengukur variabel yang diteliti yaitu
kejelasan tujuan, dukungan atasan, pendidikan & pelatihan, keterlibatan pengguna, kualitas
informasi dan kegunaan informasi. Oleh karena data yang terkumpul berskala ordinal maka,
data terlebih dahulu harus ditransformasikan tingkat pengukurannya melalui method of
successive interval (Sitepu,1994) selanjutnya dapat dianalisis.
Analisis yang digunakan untuk mengukur pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen adalah analisis multivariat dengan metode dependensi. Untuk mengetahui
bentuk hubungan (pengaruh) setiap variabel independen terhadap variabel dependen
digunakan teknik analisis regresi berganda (Supranto, 2004). Adapun model persamaan
tersebut adalah sebagai berikut:
Y1 = βo +β 1X1 + β2X2 +β3X3 + β4X4 + Є
Y2 = βo +β 1X1 + β2X2 +β3X3 + β4X4 + Є
Hasil dan Pembahasan
1.Hasil Penelitian
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden di Dinas Pendapatan, Pengelolaan keuangan dan Aset serta
bagian keuangan Sekretariat Daerah pada pemerintahan provinsi, kota dan kabupaten di
Sumatera Selatan. Kuesioner disebarkan dengan cara mengantarkan langsung kepada
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1259
SESI I/12
responden. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan data selama 1,5 bulan yang dimulai
pada tanggal 16 April 2009 sampai dengan 30 Mei 2009.
Kuesioner yang disebarkan sebanyak 108 eksemplar dan yang kembali hanya
sebanyak 102 eksemplar, dengan tingkat response rate sebesar 94,44.%. Sebanyak 9
eksemplar kuesioner tidak dapat diikutsertakan dalam analisis dikarenakan pengisian yang
tidak lengkap. Jumlah data yang bisa diolah dari kuesioner untuk dianalisis sebanyak 93
eksemplar kuesioner
Gambaran Responden
Hasil rekap kuesioner menginformasikan bahwa mayoritas responden berjenis
kelamin laki-laki, memiliki latar belakang pendidikan mayoritas sarjana (S1) serta
berpendidikan bukan akuntansi. Responden berusia mayoritas diatas 40 tahun dengan lama
bekerja mayoritas kurang dari 20 tahun dan lama menduduki jabatan mayoritas kurang dari 1
tahun.
Pengujian Hipotesis
Analisis regresi berganda digunakan untuk mengolah data yang menghasilkan
koefisien regresi dan menunjukkan pengaruh antara variabel kejelasan tujuan (X1), dukungan
atasan(X2), pendidikan&pelatihan(X3), dan keterlibatan pengguna (X4) terhadap kualitas
informasi (Y1) dan variabel kejelasan tujuan (X1), dukungan atasan(X2),
pendidikan&pelatihan(X3), dan keterlibatan pengguna (X4) terhadap kegunaan informasi
(Y2). Berdasarkan hasil pengolahan data maka dapat dibentuk suatu persamaan regresi
sebagai berikut :
Y1 = 7.755 + 0.058X1 + 0.277X2 - 0.012X3 - 0.087X4 + Є
Y2 = 4.883 + 0.075X1 + 0.454 X2 + 0.133X3 - 0.041X4 + Є
Model persamaan regresi untuk kualitas informasi mengisyaratkan bahwa kejelasan
tujuan, dan dukungan atasan, berpengaruh positif sedangkan variabel pendidikan& pelatihan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1260
SESI I/12
dan keterlibatan pengguna berpengaruh negatif. Model persamaan regresi untuk kegunaan
informasi menunjukkan bahwa kejelasan tujuan, dukungan atasan dan pendidikan&pelatihan
berpengaruh positif sedangkan variabel keterlibatan pengguna berpengaruh negatif.
Data hasil penelitian dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu agar memenuhi
syarat analisis regresi, kemudian dilakukan pengujian hipotesis. Hasil pengujian yang
dilakukan meliputi uji multikolinearitas,uji autokorelasi dan uji heterokedastisitas dan semua
dinyatakan tidak terdapat multikolinieritas, dalam variabel penelitian ini tidak terjadi
autokorelasi dan semua unsur variabel baik variabel X terhadap Y1 dan variabel X terhadap
Y2 tidak terjadi heterokedastisitas karena nilai kekeliruan 5% semua variabel lebih kecil dari
tingkat siknifikansi Spearman.
Pengaruh Perilaku Organisasi terhadap kinerja SAPD secara bersama-sama (Uji F)
Berdasarkan tabel 4.19 diperoleh nilai siknifikansi F 0,124 > α 0,05 untuk kualitas
informasi dan tabel 4.20, nilai siknifikansi F 0,000 < α 0,05 untuk kegunaan informasi pada
tingkat kepercayaan 95%. Artinya, dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan
bahwa terdapat pengaruh tidak siknifikan dari perilaku organisasi meliputi kejelasan tujuan,
dukungan atasan, pendidikan & pelatihan dan keterlibatan pengguna secara bersama-sama
terhadap kualitas informasi pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan.
Untuk kegunaan informasi diperoleh nilai siknifikansi F lebih kecil dibandingkan
dengan level of significant (α). Kesimpulan yang diambil bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan dari perilaku organisasi meliputi kejelasan tujuan, dukungan atasan,
pendidikan&pelatihan dan keterlibatan pengguna secara bersama-sama terhadap kegunaan
informasi pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan.
Tabel 4.21 dan 4.22 menunjukkan nilai R² yang diperoleh dari nilai regresi dibagi
total (pada tabel Anova) yaitu sebesar 0,096 untuk Y1 dan sebesar 0,267 untuk Y2.
Berdasarkan nilai R² ini dapat diketahui bahwa hanya 9,6% variasi kualitas informasi dan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1261
SESI I/12
26,7% variasi kegunaan informasi yang dihasilkan oleh Pejabat Pemerintahan Daerah di
Sumatera Selatan, dapat dijelaskan oleh variabel kejelasan tujuan, dukungan atasan,
pendidikan&pelatihan dan keterlibatan pengguna secara bersama-sama.
Variasi Kualitas informasi yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel kejelasan tujuan,
dukungan atasan, pendidikan&pelatihan dan keterlibatan pengguna tetapi dapat dijelaskan
oleh faktor lain yang tidak diamati oleh peneliti sebesar (100% - 9,6%) = 90,4 %. Variasi
kegunaan informasi yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel kejelasan tujuan, dukungan
atasan, pendidikan&pelatihan dan keterlibatan pengguna tetapi dapat dijelaskan oleh faktor
lain yang tidak diamati oleh peneliti sebesar (100% - 26,7% ) = 73,3 %.
Keeratan hubungan kejelasan tujuan, dukungan atasan, pendidikan&pelatihan dan
keterlibatan pengguna terhadap kualitas informasi ditunjukkan oleh R (akar dari R square )
sebesar 0,309 atau sebesar 30,9% dan terhadap kegunaan informasi sebesar 0,517 atau
sebesar 51,7%. Angka ini menurut kriteria Guilford menunjukkan hubungan yang lemah
antara variabel Perilaku Organisasi terhadap variabel kualitas informasi dan hubungan yang
cukup erat antara variabel Perilaku Organisasi terhadap variabel kegunaan informasi.
Pengaruh Periaku Organisasi terhadap kinerja SAPD secara parsial (Uji t)
Koefisien korelasi parsial masing-masing variabel X1, X2,X3 dan X4 dengan Y1 dan
Y2 menunjukkan keeratan hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen.
Menurut kriteria Guilford, keeratan hubungan x1,x3 dan x4 terhadap Y1 sebesar 0,063, -
0,020 dan - 0,129 tergolong sangat lemah dan keeratan hubungan x2 terhadap Y1 sebesar
0,263 tergolong rendah. Sedangkan keeratan hubungan x1, x3 dan x4 terhadap Y2 sebesar
0,082, 0,227 dan - 0,062 tergolong rendah, dan keeratan hubungan x2 terhadap Y2 sebesar
0,413 tergolong sedang.
Hasil koefisien korelasi parsial menunjukkan bahwa secara parsial variabel kejelasan
tujuan (X1) berpengaruh positif tidak siknifikan dan variabel dukungan atasan (x2)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1262
SESI I/12
berpengaruh positif siknifikan terhadap kualitas informasi (Y1). Untuk variabel
pendidikan&pelatihan (X3) dan keterlibatan pengguna (X4) berpengaruh negatif tidak
siknifikan terhadap kualitas informasi (Y1) pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan.
Besarnya pengaruh masing-masing variabel X1,X2,X3,dan X4 terhadap Y1 berdasarkan
perhitungan (r²) adalah 0,40% , 6,92 %, 0,04%, dan 1,66%.
Berdasarkan hasil koefisien korelasi parsial untuk kegunaan informasi (Y2)
menunjukkan bahwa secara parsial variabel kejelasan tujuan (X1), dan pendidikan&pelatihan
(X3) berpengaruh positif tidak siknifikan terhadap kegunaan informasi (Y2), variabel
dukungan atasan (x2) berpengaruh positif siknifikan sedangkan variabel keterlibatan
pengguna (X4) berpengaruh negatif tidak siknifikan terhadap kegunaan informasi (Y2) pada
Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan. Besarnya pengaruh masing-masing variabel
X1,X2,X3,dan X4 terhadap Y2 berdasarkan perhitungan (r²) adalah 0,67% , 17,06 %,
5,15%, dan 0,38%.
Pembahasan
Kejelasan tujuan dengan kualitas informasi dan kegunaan informasi
Penelitian ini mengidentifikasi empat faktor perilaku organisasi yang digunakan untuk
mengukur kualitas informasi yang dihasilkan pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan.
Adapun faktor tersebut yaitu kejelasan tujuan, dukungan atasan, pendidikan & pelatihan
pengguna dan keterlibatan pengguna yang disimbolkan dengan X1 – X4. Hasil pengolahan
data menunjukkan bahwa masing-masing variabel secara individu hanya satu variabel yaitu
dukungan atasan yang berpengaruh siknifikan terhadap kualitas informasi dan kegunaan
informasi. Model regresi yang dihasilkan hanya mampu menjelaskan perubahan nilai variabel
independen terhadap variabel dependen kualitas informasi sebesar 0,096 atau 9,6% persen
dan kegunaan informasi 0,267 atau 26,7 %.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1263
SESI I/12
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para responden telah diberikan informasi
mengenai kejelasan tujuan digunakannya SAPD. Tanggapan responden tersebut didukung
pula hasil wawancara dengan beberapa Kepala bidang dan kepala bagian bahwa kejelasan
tujuan diperlukan agar suatu kegiatan tersebut dapat dilakukan sesuai dengan tujuan yang
telah dijabarkan dan ditetapkan.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh
positif tidak siknifikan antara kejelasan tujuan dengan kualitas informasi dan kegunaan
informasi. Hasil ini mendukung teori yang menyatakan bahwa kejelasan tujuan dapat
menentukan suatu keberhasilan sistem karena individu dengan tujuan yang jelas, target yang
jelas dan paham bagaimana tujuan tercapai, akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik
sesuai dengan keterampilan dan keahlian. Nilai yang tidak siknifikan disebabkan karena
respondennya adalah pejabat yang sebagian besar baru menduduki jabatannya dan
berpendidikan bukan akuntansi sehingga persepsinya mempengaruhi kualitas dari informasi
yang dihasilkan.
Apabila individu merasakan adanya ketidakjelasan tujuan, maka individu tersebut
akan ragu-ragu dalam menjalankan tugas dan pada akhirnya akan dapat menurunkan kinerja
dari SAPD. Hasil penelitian ini mendukung temuan Chenhall (2004) yang berhasil
membuktikan adanya hubungan positif antara kejelasan tujuan dengan kegunaan sistem
ABCM pada tingkat signifikansi 10%. Namun penelitian ini tidak dapat mendukung temuan
Latifah (2007) yang menyatakan bahwa kejelasan tujuan berhubungan negatif dengan
kegunaan SAKD.
Hasil yang berbeda disebabkan karena fenomena yang terjadi, dimana sudah ada suatu
kejelasan tujuan digunakannya SAPD. Adanya komitmen dari pemerintah untuk menciptakan
terwudujdnya pemerintah yang bersih, jujur dan berwibawa dapat mendukung tujuan
digunakannya SAPD. Untuk menghasilkan laporan keuangan yang baik telah ada acuan yaitu
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1264
SESI I/12
Standar Akuntansi Pemerintah. Hal ini sesuai dengan teori keseimbangan tujuan yang
menyatakan bahwa harus terdapat keseimbangan antara tujuan individu dengan tujuan
organisasi. Teori penetapan tujuan pun menyatakan bahwa tujuan yang telah ditetapkan
secara jelas akan dapat mempengaruhi prestasi kerja dalam hal ini adalah kinerja SAPD
walaupun nilainya tidak terlalu siknifikan. Hasil penelitian ini konsisten dengan teori yang
dipakai.
Dukungan atasan dengan kualitas informasi dan kegunaan informasi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan,
telah didukung oleh atasan dalam pelaksanaan SAPD. Fenomena dilapangan juga
memperlihatkan bahwa telah banyak dukungan Pemerintahan Daerah dengan menyediakan
berbagai fasilitas dan sumber daya yang diperlukan berkaitan dengan penggunaan SAPD di
Sumatera Selatan. Adanya dukungan atasan ini juga berindikasi bahwa pejabat pemerintahan
Daerah di Sumatera Selatan mendukung visi Pemerintah untuk menciptakan Pemerintahan
yang bersih jujur dan berwibawa. Sesuai dengan teori agensi bahwa pemerintah harus
mempertanggungjawabkan pengelolaan dana yang dipercayakan oleh masyarakat dengan
cara menunjukkan bahwa laporan yang dihasilkan sudah berkualitas dan berguna.
Hasil penelitian juga berhasil mendukung penelitian Chenhall (2004) yang
menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan manajemen puncak
dengan kegunaan ABCM pada tingkat siknifikansi 5%. Konsisten juga dengan hasil peneltian
Latifah (2007) yang menyimpulkan bahwa dukungan atasan berhubungan positif dengan
kegunaan SAKD. Penelitian ini mendukung pula hasil penelitian Cavaluzzo dan Ittner (2004)
yang menemukan bahwa dukungan atasan akan berpengaruh positif dalam pelaksanaan
sistem sehingga dapat meningkatkan kegunaan dari sistem.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1265
SESI I/12
Pendidikan & pelatihan dengan kualitas informasi dan kegunaan informasi
Penelitian untuk kualitas informasi tidak dapat membuktikan teori yang menyatakan
bahwa pelatihan dapat memberikan sarana bagi pengguna untuk mengerti, menerima dan
merasa nyaman serta memberi kesempatan bagi organisasi untuk dapat mengartikulasi
hubungan antara pemakaian sistem dengan tujuan organisasi sehingga akan menjadi faktor
pendorong untuk keberhasilan pelaksanaan sistem.
Penelitian untuk kegunaan informasi dapat membuktikan teori bahwa pelatihan yang
diberikan kepada pengguna dapat meningkatkan pengetahuan bagi pengguna sehingga dapat
mengartikulasi penggunaan sistem dengan tujuan organisasi. Teori atribusi dari dimensi lokus
menyatakan bahwa perilaku seseorang didasarkan pada faktor dari dalam diri seseorang yang
menyangkut kompetensi, kesehatan, suasana hati dan lain-lain. Apabila
pendidikan&pelatihan yang diikuti tidak secara serius dan tidak sesuai dengan kompetensi
atau tugas yang diemban, maka pendidikan&pelatihan akan tidak bermanfaat.
Hasil penelitian kegunaan informasi didukung oleh penelitian Chenhall (2004) yang
berhasil membuktikan bahwa pelatihan berhubungan positif dengan kegunaan ABCM pada
tingkat siknifikansi 10% dan penelitian Cavalluzo dan Ittner (2004) juga berhasil
membuktikan bahwa pelatihan terbukti berhubungan positif dengan keberhasilan pelaksanaan
sistem pengukuran kinerja pada tingkat siknifikansi 10%. Hasil penelitian ini tidak konsisten
dengan penelitian Latifah (2007) yang menyatakan bahwa pendidikan dan pelatihan
berhubungan negatif terhadap kegunaan SAKD.
Hasil yang berbeda antara kualitas dan kegunaan informasi ini disebabkan fenomena
di lapangan, dimana pelatihan yang diadakan terkait dengan pelaksanaan SAPD masih
sedikit. Selain itu pedidikan dan pelatihan yang diadakan masih diperuntukkan bagi pejabat
di bagian atas seperti kepala dinas, kepala bagian, kepala seksi. Keikutsertaan dalam
pelatihan oleh pegawai yang bekaitan langsung dengan penggunaan sistem masih kurang,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1266
SESI I/12
sehingga kualitas informasi yang dihasilkan belum maksimal. Informasi yang dihasilkan
sudah dapat digunakan untuk mengelola dana secara transparan, akuntabel dan auditabel. Hal
ini dapat dibuktikan dengan jawaban partisipan yang dapat dilihat dari hasil deskriptif
variabel pendidikan dan pelatihan pada tabel.
Keterlibatan pengguna dengan kualitas informasi dan kegunaan informasi
Teori model penerimaan menyatakan bahwa reaksi atau perilaku dari pengguna akan
mempengaruhi sikapnya dalam menerima penggunaan suatu sistem yaitu kemudahan dan
kemanfaatan. Penelitian ini tidak dapat membuktikan teori karena keterlibatan pengguna
justru mengurangi kualitas informasi dan kegunaan informasi. Fenomena ini disebabkan
karena respondennya adalah pajabat pada Pemerintahan Daerah yang sebagian besar belum
lama menduduki jabatannya.
Penelitian ini tidak dapat membuktikan penelitian Soegiharto (2001) yang
menyatakan bahwa keterlibatan pengguna dalam pemakaian suatu sistem dapat meningkatkan
kinerja dari sistem tersebut. Hasil penelitian ini juga tidak dapat mendukung penelitian yang
dilakukan Choe (1996) bahwa keterlibatan pemakai bisa meningkatkan kinerja suatu sistem.
Namun penelitian ini mendukung temuan Almilia (2006) bahwa keterlibatan pemakai tidak
berpengaruh siknifikan terhadap kinerja sistem.
Hasil penelitian ini tidak konsisten disebabkan oleh karena keterlibatan para pejabat
terhadap penggunaan SAPD secara langsung dapat mengurangi kualitas dari informasi yang
akan dihasilkan karena kekuasaan yang dimiliki atas jabatannya. Sebaiknya pejabat hanya
mengontrol pelaksanaan dari SAPD. Apabila pengguna yang secara langsung terlibat adalah
para staf pelaksana maka akan dapat meningkatkan kualitas dari informasi. Keterlibatan
pejabat sebaiknya pada saat sosialisasi adanya perubahan peraturan sehingga membuat staf
tidak merasa kebingungan mengenai pedoman yang harus dilaksanakan sehingga kinerja dari
SAPD dapat ditingkatkan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1267
SESI I/12
Dengan demikian hasil penelitian ini membuktikan bahwa faktor perilaku organisasi
mempunyai pengaruh yang cukup siknifikan dengan kinerja SAPD terutama kegunaan
informasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai yang tidak terlalu siknifikan, karena nilai yang
kecil inilah yang menyebabkan banyak orang kurang memperhitungkan faktor ini. Namun
tanpa memperhitungkan faktor perilaku ini juga dapat mengurangi kinerja suatu sistem.
Kesimpulan, Implikasi dan Keterbatasan
Penelitian ini berhasil mendukung teori bahwa kejelasan tujuan dan dukungan atasan
berpengaruh positif. Pendidikan&pelatihan dan keterlibatan pengguna berpengaruh negatif.
Kejelasan tujuan mendukung hasil penelitian yang dilakukan Chenhall (2004) dan
bertentangan dengan penelitian Latifah (2007). Variabel dukungan atasan didukung oleh
penelitian Chenhall (2004) dan Latifah (2007), pendidikan&pelatihan bertentangan dengan
penelitian Chenhall (2004) dan didukung oleh penelitian Latifah (2007). Variabel
keterlibatan pengguna konsisten dengan penelitian Almilia (2006) dan bertentangan dengan
penelitian Choe (1996).
Faktor perilaku organisasi kejelasan tujuan dan pendidikan&pelatihan berpengaruh
positif tidak siknifikan, dukungan atasan berpengaruh positif siknifikan dan keterlibatan
pengguna berpengaruh negatif tidak siknifikan terhadap kegunaan informasi secara parsial.
Faktor dukungan atasan juga memiliki pengaruh yang dominan sebesar 17,06 %. Secara
simultan faktor perilaku organisasi berpengaruh positif siknifikan terhadap kegunaan
informasi. Hasil penelitian ini mendukung teori bahwa kejelasan tujuan, dukungan atasan dan
pendidikan&pelatihan berpengaruh positif. Sedangkan keterlibatan pengguna berpengaruh
negatif. Kejelasan tujuan mendukung hasil penelitian yang dilakukan Chenhall (2004) dan
bertentangan dengan penelitian Latifah (2007). Dukungan atasan didukung oleh penelitian
Chenhall (2004) dan Latifah (2007), pendidikan&pelatihan didukung penelitian Chenhall
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1268
SESI I/12
(2004) dan tidak konsisten dengan penelitian Latifah (2007). Untuk keterlibatan pengguna
bertentangan dengan penelitian Choe (1996) dan konsisten dengan penelitian Almilia (2006).
Pada sisi lain, penelitian ini memiliki banyak keterbatasan diantaranya penelitian ini
lebih fokus mengambil referensi dari penelitian Latifah (2007) dan Almalia (2006).
Penelitian Latifah dilakukan pada Pemerintahan di Jawa tengah dimana daerah tersebut
merupakan daerah percontohan dari penggunaan sistem yang telah berhasil sedangkan
Almalia melakukan penelitian pada industri perbankan pemerintah. Peneliti menggunakan
instrumen pengukuran variabel penelitian dari peneliti sebelumnya dan dimodifikasi sesuai
dengan kondisi saat ini. Kemungkinan besar adanya responden yang salah mempersepsikan
maksud yang sebenarnya. Oleh karena itu penelitian yang akan datang perlu melakukan
kajian yang lebih mendalam terhadap instrumen penelitian yang akan digunakan. Responden
hanya terbatas pada sebagian wilayah Sumatera Selatan untuk satu SKPKD dan satu SKPD.
Penelitian ini hanya dilakukan pada satu waktu (cross sectional), yang dapat menyebabkan
kemungkinan perilaku dalam organisasi baik individu maupun kelompok dapat berubah dari
waktu ke waktu. Penelitian ini dilakukan pada saat baru dikeluarkannya PP 41 tahun 2007
dan pemberlakuan PP 41 tahun 2007 pada setiap daerah tidak sama sehingga pergantian
jabatan yang dipegang pada setiap instansi masih relatif baru, yang menyebabkan beberapa
responden belum sepenuhnya mengetahui kondisi pada bagian yang dipegangnya.
Penelitian selanjutnya dapat diperluas dengan sampel yang lebih banyak pada seluruh
SKPD yang ada pada Pemerintahan Daerah di Sumatera Selatan, dapat menambah variabel
lain tidak hanya terbatas pada perilaku organisasi tapi juga faktor di luar organisasi dan
memperhitungkan adanya variabel mediasi untuk melihat kinerja SAPD. Responden yang
diambil tidak terbatas hanya pada pejabat tetapi pada pegawai yang berkaitan langsung
dengan penggunaan SAPD. Dapat dilakukan dengan menggunakan dan mengembangkan
instrumen yang disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan dari objek yang diteliti. Dapat
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1269
SESI I/12
dilakukan setelah PP 41 tahun 2007 telah diterapkan minimal tiga tahun pada setiap
pemerintahan daerah sehingga para pejabat sudah mengetahui dengan benar kondisi pada
instansi yang mereka tempati.
Daftar Pustaka
Abdullah, Syukriy. 2008. Akuntansi Keuangan Daerah. Bahan ajar Pelatihan untuk Dosen Unsri.
Palembang 12-13 Desember 2008.
Abdullah, H. 2004. Pengaruh Kejelasan Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi dan Sistem Pelaporan
Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pada Kabupaten dan Kota di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana UGM: Yogyakarta.
Alimbudiono, Rici Sandra, dan Fidelis Arastyo Andono. 2004. Kesiapan Sumber Daya Manusia sub Bagian
Akuntansi Pemerintah Daerah “XYZ” dan kaitannya dengan pertanggungjawaban keuangan daerah
kepada masyarakat. “Renungan bagi Akuntan Pendidik”. Jurnal Akuntansi Keuangan Sektor Publik. 5
(2) : 18-30.
Almilia, Luciana S & Briliantien, Irmaya. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi
Akuntansi Pada Bank Umum Pemerintah Di Wilayah surabaya dan Sidoarjo. STIE PERBANAS
SURABAYA.
Bastian, Indra. 2006. Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, Erlangga. Jakarta.
Barki, Henri and Hartwick, Jon. 1994. Measuring User Participation, User Involvement and User Attitude.
MIS Quarterly 18(1): 59-82.
Bodnar, G.H dan William S., Hopwood. 2004. Accounting Information System (6th.Edition). Prentice Hall.
New York.
Burhanudin. 2008. Implikasi Reformasi Sektor Publik Terhadap Sistem Pengelolaan Keuangan Daerah.
Akuntabilitas: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Akuntansi 2 (2 ): 94 – 109.
Cavalluzzo, Ken S and Ittner, Christopher D. 2004. Implementing Performance Measurement Innovation:
Evidance from government Accounting. Organization and Society 29 (3-4): 243-267.
Chenhall, R.H. 2004. The Role of Cognitif and Affective Conflict in Early Implementation of Activity-Based
Cost Management. Behavioral Reaserch in Accounting 16(19): 19-44.
Choe, Jong - Ming. 1996. The relationships among performance of AIS, Influence factors and evolution level of
Information System. Journal of management Information System; ABI / INFORM Research 12(4) :
215-239.
Davis, FD. 1989. Perceived usefulness, perceived ease of use of information technology. Management
information system quarterly 21(3) : 189-218.
Delone, William H & McLean, Ephraim R. 2001. Information systems Success : The Quest for the dependent
variable. Information systems research 3(1): 318-323.
Gibson, L James, John M Ivancevich, and James H Donelly. 2003. Organization : Behavior, Structure
and Process.(10th Edition). Irwin. Chicago.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1270
SESI I/12
Gujarati, Damodar N. 2003. Hasil Econometric. Mc Graw-Hill, New York
Guimaraes, Tor, Sandy D Staples., and James D Mckeen. 2003. Empirically Testing some Main-User
Related Factors for System Development Quality. The Quality Management Journal. l : 39–
55.
Guilford, J.p. 1956. Fundamental Statistics in Phychsichology and Education. Mc Graw Hill.New York.
Hair, J.R., Anderson, R.E, Tatham, and R.L, Black, W.C. 1998. .Multivariate Data Analysis.
Halim, Abdul. 2004. Otonomi Daerah, Penganggaran Daerah dan Korupsi. Kajian Ilmiah (Makalah) .
Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat. Yogyakarta.
Indriantoro, Nur. 2000. Pengaruh Computer Anxiety terhadap keahlian dosen dalam penggunaan komputer.
Jurnal Akuntansi dan Auditing (JAAI) 4 (2):
Indriantoro, Nur dan Supomo, Bambang. 1999. Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. BPFE. Yogyakarta.
Iqbaria M,.1994. An Examination of the factors contributing to Micro Computer techenology acceptance .
Journal of Information system :4 (4) :205-244.
Ilhamsyah. 2008. Pengaruh Iklim Organisasi dan Etos Kerja terhadap Kinerja Organisasi di Balai Monitor
Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit Palembang. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Tridinanti Palembang.
I Wayan Rata. 2007. Hubungan Antara Partisipasi Dan Kepuasan Pemakai Dalam Pengembangan Sistem
Informasi Akuntansi Yang Berbasis Komputer : Suatu Tinjauan Lima Faktor Kontijensi pada Industri
Hotel di Bali. Buletin Studi Ekonomi 12(3):314-334.
James A. Hall. 2001. Sistem Informasi Akuntansi (Edisi ke-1). Terjemahan. Salemba Empat. Yogyakarta.
Jones, Gareth R. 2003. Organization Theory ( 3rd
Edition). Prentice Hall. New York
Jumirin, A. 2001. Persepsi Kepala Instansi Pemerintah Terhadap Otonomi Daerah dan Akuntabilitas Kinerja.
Tesis. Program Pasca Sarjana UGM: Yogyakarta.
Kelley, H.H. and Michela, J.L.1980. Atribution Theory and Research, Annual Review of Psycology, 31.
Koencoro, Mudrajat. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga. Jakarta.
Koesworo, Yulius &. Sina, Siprianus .2008. Pola Atribusi Keberhasilan Dan Kegagalan Bisnis Pada Skala
Usaha Kecil Dan Mikro Di Surabaya (Studi Persepsi Wirausahawan Pribumi Dan Tionghoa Serta
Gender). The 2nd National Conference Ukwms. Surabaya.
Krumwide, K. 1998. The Implementation stages of activity based costing and the impact of contextual and
organizational factors. Journal of management accounting Research 10:239-277.
Lau elfrida, Aplonia. 2003. Pengaruh partisipasi pemakai terhadap kepuasan pemakai dalam pengembangan
system dengan 5 variabel moderating. Simposium Nasional Akuntansi VI .Surabaya
Latifah, Lina. 2007. Faktor Keperilakuan Organisasi dalam Implementasi Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
Simposium Nasional Akuntansi X, Makasar 26-28 Juli 2007
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi Offset. yogyakarta
-------------, 2004. Akuntansi Sektor Publik. Andi offset. Yogyakarta.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1271
SESI I/12
Mayson., David, 1998. Principals, agents and the economics of accountabilitiy in the new public sector.
Accounting auditing & accountability journal. 6(3): 172-206
Muntoro, R.K. 1994. The use of organization behaviour methods in the development of computerized
accounting system in Indonesia : an attitudes survey. Ph.D. Disertation. Accounting development in
Indonesia ( Publication).
Nasution , Anwar. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah kian buruk. Sumek (Koran), 26 Februari 2009.
Nazir, M. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Pearce, J.A. and Denisi, A.S. 1983 . Attribution Theory and Strategic Deciosion Making : An
Application to Coalition Formation. Academy of Management Journal 26(1);189-221.
Robbins, S.P.1989. Organization behaviour concept, controversial and aplication. Englewood Cliffs. Prentice
Hall. New York.
Robbins, S.P 2008. Perilaku Organisasi (Konsep, Kontraversi, Aplikasi) Jilid I. Terjemahan oleh : Benyamin
Molan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Setianingsih ,Sunarti dan Indriantoro, Nur. 1998. Pengaruh Dukungan Manajemen Puncak dan Komunikasi
Pemakai-Pengembang terhadap Hubungan Partisipasi dan Kepuasan Pemakai dalam Pengembangan
Sistem Informasi. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 1(2) : 54-72.
Shields, M.D., and S.M. Young. 1989. Behavioural model for implementing cost management system. Journal
of cost management 17:25.
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survei. Pustaka LP3ES. Jakarta
Sitepu, Nirwana SK. 1994. Analisis jalur, UPT Jurusan statistik, FMIPA UNPAD. Bandung
Soegiharto. 2001. Influence factors Affecting the perfomance of accounting information system . Gajah Mada
International. Journal of Business 3(2) : 62-76.
Soegiharto. 2001. The effect of organizations level of information system evolution on the relationship between
influence factors and accounting informatin system performance GM. International. Journal of
Business 4(1) :177-185.
Sumarsono. 2002. Metode Penelitian Akuntansi Beserta Contoh Interpretasi Hasil Pengolahan Data. Tanpa
nama penerbit. Surabaya .
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta. Bandung.
Supranto, J. 2004. Analisis Multivariat Arti dan Intrprestasi. Rineka Cipta. Jakarta.
Syam. Fazli BZ. 1999. Dampak kompleksitas teknologi informasi bagi strategi dan kelangsungan usaha. Jurnal
akuntansi dan auditing 3(1) :154-166.
Tanjung, A. Hafiz. 2008. Akuntansi Pemerintahan Daerah. Alphabeta. Bandung.
Tjhai Fung Jen. 2002. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Sistem Informasi Akuntansi. Jurnal Bisnis
dan Akuntansi 4(2) : 223-238.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004. Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Weiner,B.1986. An Atributional Theory of Motivation and Emotion, Springer .NewYork
Widjajanto , Nugroho. 2001. Sistem Informasi Akuntansi. Erlangga. Jakarta
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1272
SESI I/12
Lampiran
Tabel 3.1
Populasi dan Responden
No Pemerintahan Daerah DPPKA dan
/ Setda
Responden
1 Provinsi Sumsel 1 16
2 Kota Palembang 1 6
3 Kota Pagaralam 2 14
4 Kota Prabumulih 2 14
5 Kota Lubuk Linggau 2 15
6 Kabupaten OI 1 7
7 Kabupaten Banyuasin 1 7
8 Kabupaten Muba 2 15
9 Kabupaten OKI 2 15
10 Kabupaten Muara Enim 2 12
11 Kabupaten OKUS 2 12
12 Kabupaten OKUT 2 12
13 Kabupaten Lahat 2 13
14 Kabupaten Empat Lawang 2 12
15 Kabupaten OKU 2 14
16 Kabupaten MURA 2 15
Total 38 199
Sumber : Biro Ortala Pemprov Sumsel dan Perda
Tabel 3.2
Sampel dan Responden
No Pemerintahan Daerah DPPKA
dan /
Setda
Kadin/sekrt/
kabag
Kabid/kasub
ag
1 Provinsi Sumsel 1 4 12
2 Kota Palembang 1 1 5
3 Kota Lubuk Linggau 2 2 13
4 Kabupaten OI 1 1 6
5 Kabupaten Banyuasin 1 1 6
6 Kabupaten Muba 2 2 13
7 Kabupaten OKI 2 2 13
8 Kabupaten Muara Enim 2 2 10
9 Kabupaten MURA 2 2 13
Total 14 76 91
Sumber : Peraturan Daerah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1273
SESI I/12
Tabel 4.12
Pengaruh Perilaku Organisasi terhadap Kualitas Informasi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1
(Constant) 7.755 2.116
x1 .058 .109 .068
x2 .277 .121 .289
x3 -.012 .069 -.021
x4 -.087 .079 -.140
a Dependent Variable: y1
Sumber : data olahan dari lampiran 11
Tabel 4.13
Pengaruh Perilaku Organisasi terhadap Kegunaan Informasi
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
B Std. Error Beta
1
(Constant) 4.883 2.085
x1 .075 .108 .080
x2 .454 .119 .433
x3 .133 .068 .215
x4 -.041 .078 -.060
a Dependent Variable: y2
Sumber : data olahan dari lampiran 11
Tabel 4.19
Pengujian Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 41.679 4 10.420 1.876 .124(a)
Residual 394.309 71 5.554
Total 435.989 75
a Predictors: (Constant), x4, x2, x3, x1
b Dependent Variable: y1
Sumber : data olahan dari lampiran 14
Tabel 4.20
Pengujian Koefisien Regresi Secara Bersama-sama (Uji F)
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 139.804 4 34.951 6.480 .000(a)
Residual 382.926 71 5.393
Total 522.729 75
a Predictors: (Constant), x4, x2, x3, x1
b Dependent Variable: y2
Sumber : data olahan dari lampiran 14
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1274
SESI I/12
Tabel 4.21
Koefisien Determinasi vairabel X terhadap Y1
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 .309(a) .096 .045 2.3566192
a Predictors: (Constant), x4, x2, x3, x1
b Dependent Variable: y1
Sumber : data olahan dari lampiran 12
Tabel 4.22
Koefisien Determinasi vairabel X terhadap Y2
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1
.517(a) .267 .226 2.3223520
a Predictors: (Constant), x4, x2, x3, x1
b Dependent Variable: y2
Sumber : data olahan dari lampiran 12
Tabel 4.23
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Y1
Model
t
Sig.
Partial
1
(Constant) 3.664 .000
x1 .531 .597 0.063
x2 2.297 .025 0.263
x3 -.169 .866 -0.020
x4 -1.099 .276 -0.129
a Dependent Variable: y1
Sumber : data olahan dari lampiran 11
Tabel 4.24
Pengujian Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) Y2
Model
t
Sig.
Partial
1
(Constant) 2.341 .022
x1 .698 .488 0.082
x2 3.823 .000 0.413
x3 1.967 .053 0.227
x4 -.519 .605 -0.062
a Dependent Variable: y2
Sumber : data olahan dari lampiran 11
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Jamiyla, Azwardi, dan Burhanuddin
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1275
SESI I/12
Tabel 4.26
Koefisien Determinasi Parsial
Variabel Koefisien korelasi parsial Koefisien Determinasi
Parsial (r²)
X1-Y1 0,063 0,40%
X2-Y1 0,263 6,92 %
X3-Y1 - 0,020 0,04%
X4-Y1 - 0,129 1,66%
X1-Y2 0,082 0,67%
X2-Y2 0,413 17,06%
X3-Y2 0,227 5,15%
X4-Y2 - 0,062 0,38%
Sumber : data olahan dari lampiran 11
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1276
SESI I/12
Pendekatan Technology Acceptance Model Sistem E-Payment Dalam
Hubungannya Dengan Efektivitas Pencairan Anggaran Di Universitas
Jenderal Soedirman
YANUAR E. RESTIANTO
HAVID SULARSO
ANNA LUTHFIAH RUFAIDAH
Universitas Jenderal Soedirman
Abstract: Purpose –This research examines the effect of technology acceptance model on ICT usage
in higher education institution. The researchwas conducted at the Universitas Jenderal Soedirman.
The purpose of this researchis to understand the factors that influence perceived of University of
Jenderal Soedirman’s employees on e-payment system in relation with budget disbursement
effectiveness.
Design/methodology/approach – The model used for identifying the factors is Technology Acceptance
Model (TAM). This research is only conducted on e-payment in Universitas Jenderal Soedirman.
Findings –Perceived Ease of Use of E-payment influences e-payment attitude toward using, e-
payment perceived usefulness influence on acceptance of e-payment and acceptance of e-payment,
attitude toward using does not influence acceptance of e-payment, also acceptance of e-payment does
not influence budget disbursement effectiveness.
Practical Implication – Expansion of e-payment system at Universitas Jenderal Soedirman preferred
the convenience of users in carrying out the system, because it has the benefit of the liquidation
process effectiveness estimates.
Keywords: e-Payment, Technology Acceptence Model, Effectineveness
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1277
SESI I/12
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Universitas Jenderal Soedirman menjalankan sistem perbendaharaan digital yang diawali
dari sistem pembayaran secara elektronik (e-Payment) mulai bulan Februari 2012, dengan tujuan
untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pengelolaan keuangan seperti
sering terjadinya keterlambatan pembayaran, ketidaklengkapan dan kurang akuratnya dokumen,
informasi keuangan yang tidak tepat waktu dan permasalahan-permasalahan teknis lainnya,
dengan harapan kesalahan-kesalahan karena human error dapat dikurangi.Ditinjau dari sudut
pandang akuntansi, sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman diharapkan dapat
menyediakan informasi akuntansi berbasis komputer yang bertujuan memberikan kemudahan
bagi penggunanya untuk dapat menghasilkan informasi yang akurat, tepat waktu, relevan, efektif
dan efisien.
Untuk mengetahui apakah implementasi sistem e-Payment di Universitas Jenderal
Soedirman telah sesuai dengan tujuan dikembangkannya sistem tersebut, maka menarik untuk
dilakukan kajian berdasarkan teori-teori dalam sistem informasi. Penelitian ini termotivasi untuk
menganalisis penerimaan sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman dengan
pendekatan Technology Acceptance Model (TAM) dalam hubungannya dengan efektivitas
pencairan anggaran. Venkatesh dan Davis (2000) menyatakan bahwa sejauh ini TAM merupakan
sebuah konsep yang dianggap cukup baik dalam menjelaskan perilaku user terhadap sistem
teknologi informasi baru. TAM juga secara empiris terbukti menjelaskan 40% usage intensions
dan behavior.Penelitian mengenai penerimaan teknologi informasi yang didasarkan pada
Technology Acceptance Model (TAM) diperkenalkan oleh Davis (1989) yang menerangkan
bahwa sebuah penerimaan individu terhadap teknologi komputer ditentukan oleh dua keyakinan
yaitu: pertama, perceived usefulness yang didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang yakin
bahwa menggunakan sistem akan meningkatkan kinerjanya. Kedua, perceived ease of use yang
didefinisikan sebagai sejauh mana seseorang yakin bahwa penggunaan sistem adalah mudah.
Penelitian ini juga penting dilakukan mengingat perubahan sistem manual ke sistem e-
Payment di Universitas Jenderal Soedirman memerlukan proses transisi dan adaptasi, yang jika
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1278
SESI I/12
tidak dikelola dengan baik dapat menjadi masalah bagi sebagian besar karyawan. Kondisi ini
sesuai dengan pernyataan Compeau dan Higgins (1995) yang menyatakan bahwa tahapan kritis
dalam penerapan sebuah sistem teknologi informasi adalah kondisi dimana kehadiran sistem
tersebut diterima atau ditolak oleh calon user. Terhambatnya proses adaptasi ini terjadi karena
adanya kecenderungan perbedaan persepsi mengenai manfaat dan kemudahan sistem baru untuk
dioperasikan.
B. Pertanyaan Penelitian
1. Apakah kemudahan penggunaan sistem e-Payment berpengaruh terhadap manfaat sistem e-
Payment di Universitas Jenderal Soedirman?
2. Apakah kemudahan penggunaan sistem e-Payment berpengaruh terhadap sikap pengguna
dalam pemakaian sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman?
3. Apakah manfaat sistem e-Payment berpengaruh terhadap sikap pengguna dalam pemakaian
sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman?
4. Apakah manfaat sistem e-Payment berpengaruh terhadap diterimanya sistem e-Payment di
Universitas Jenderal Soedirman?
5. Apakah sikap pengguna dalam pemakaian sistem e-Payment berpengaruh terhadap
diterimanya sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman?
6. Apakah diterimanya sistem e-Payment berpengaruh terhadap efektivitas pencairan anggaran
di Universitas Jenderal Soedirman?
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh kemudahan penggunaan sisteme-Paymentterhadap manfaat sistem e-
Payment di Universitas Jenderal Soedirman dengan pendekatan Technology Acceptance
Model (TAM).
2. Menganalisis pengaruh kemudahan penggunaan sisteme-Payment terhadap sikap pengguna
dalam pemakaian sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirmandengan
pendekatanTechnology Acceptance Model (TAM).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1279
SESI I/12
3. Menganalisis pengaruh manfaat sisteme-Payment terhadap sikap pengguna dalam pemakaian
sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirmandengan pendekatanTechnology
Acceptance Model (TAM).
4. Menganalisis pengaruh manfaat sistem e-Payment terhadap diterimanya sisteme-Payment di
Universitas Jenderal Soedirmandengan pendekatanTechnology Acceptance Model (TAM).
5. Menganalisis pengaruh sikap pengguna dalam pemakaiansistem e-Paymentterhadap
diterimanya sisteme-Payment di Universitas Jenderal Soedirman dengan
pendekatanTechnology Acceptance Model (TAM).
6. Menganalisis pengaruh sisteme-Paymentterhadap efektivitas pencairan anggaran di
Universitas Jenderal Soedirman dengan pendekatan Technology Acceptance Model (TAM).
Kerangka Teoritis Danpengembangan Hipotesis
A. Kerangka Teoritis
Electronic Payment System
Pembayaran elektronik adalah praktek pembayaran baru untuk ritel dimana seorangpedagang
mengambil informasi pembayaran untuk barang dan jasa dan menempatkaninformasi ini dalam
sebuah electronic template yang menciptakan file elektronikuntuk diproses melalui jaringan
kliring. Menurut Al-Fayoumi (2010) pengertian online payment mensiratkan bahwavendor
melakukan pemeriksaan terhadap pembayaran yang telah dilakukan olehpembeli melalui bank,
sebelum vendor melayani pembelian. Proses pembayaran elektronik dilakukan oleh tiga pelaku
utama, yang terdiri dari user (pengguna), merchant (pedagang), dan bank. Pengguna adalah pihak
yang menggunakan uang elektronik (e-currency) dari bank dalam pelaksanaan e-Payment untuk
bertransaksi, baik itu membeli barang ataupun membayar jasa. Sedangkan pedagang adalah pihak
yang menyediakan barang, jasa atau informasi yang ditawarkan dan dijual kepada pengguna
(pelanggan). Bank adalah pihak yang dipercaya untuk menengahi dan memudahkan antara
pengguna dan pedagang dalam bertransaksi. Sumanjeet (2009) berpendapat bahwa pembayaran
elektronik meliputi pembayaran untuk kegiatan bisnis, perbankan ataupelayanan publik dari
warga negara atau pelaku bisnis, yang dilakukan melaluitelekomunikasi atau jaringan elektronik
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1280
SESI I/12
dengan menggunakan teknologi modern.
Technology Acceptance Model (TAM)
Model Penerimaan Teknologi yang lebih dikenal dengan Technology Accepted Model (TAM)
merupakan adaptasi dari teori yang dikembangkan oleh Fishbein, yaitu Theory of Reasoned
Action (TRA) yang merupakan teori tindakan yang berlandaskan satu asumsi bahwa reaksi dan
persepsi seseorang terhadap suatu hal akan menentukan sikap dan perilaku orang tersebut. Hal
dasar yang membedakan antara TRA dan TAM adalah penempatan sikapnya. TAM memiliki dua
variabel utama, kebermanfaatan (perceived usefulness) dan kemudahan (perceivedease of use),
dan keduanya memiliki kesamaan untuk memprediksi sikap penerimaan dari pengguna teknologi
komputer (Acceptance of IT). Reaksi dan persepsi pengguna akan memengaruhi sikapnya dalam
penerimaan teknologi informasi, dimana salah satu faktor yang dapat mempengaruhi adalah
persepsi pengguna tentang manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi informasi sebagai
suatu tindakan yang beralasan dalam kontek penggunaan teknologi informasi, sehingga bisa
menjadi alasan seseorang dalam melihat manfaat dan kemudahan penggunaan teknologi
informasi. Model yang dikenalkan oleh Fred D. Davis pada tahun 1989 ini merupakan model
yang paling banyak digunakan dalam penelitian sistem informasi, karena menghasilkan validitas
yang baik. Menurut Yi dan Hwang (2003) TAM telah menerima banyak perhatian dari peneliti
dan praktisi sebagai model hemat namun kuat untuk menjelaskan dan memprediksi niat dan
perilaku pengguna yang diterima dan juga TAM berteori bahwa sebenarnya penggunaan sistem
ditentukan oleh niat penggunanya, dan kemudian ditentukan oleh manfaat yang dirasakan dan
juga kemudahan penggunaan.
TAM memiliki dua sisi yang yaitu sisi pertama atau yang biasa disebut beliefs yang terdiri atas
perceived usefulness dan perceived easeof use dan sisi yang kedua terdiri dari attitude, behavior
intention to use dan usagebehavior (Straub, Limayen, Evaristo, 1995). TAM ini menyediakan
suatu kerangka kerja yang dapat menginvestigasi dampak dari variabel eksternal pada intensi
individu dalam penerimaan teknologi informasi yang baru. Sama dengan TRA, TAM
mengasumsikan bahwa penggunaan komputer ditentukan oleh tujuan perilaku, perbedaannya
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1281
SESI I/12
hanya bahwa tujuan perilaku itu ditinjau bersamaan dan ditentukan oleh sikap individu terhadap
penggunaan sistem dan persepsi manfaat.
Teori Efektivitas
Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu
organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka
organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Efektivitas hanya melihat apakah
suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas lebih
menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih kepada cara untuk mencapai hasil
tersebut dengan membandingkan antara masukan dan keluarannya. Istilah efektif (effective) dan
efisien (efficient) merupakan dua istilah yang saling berkaitan, dan harus digunakan dalam setiap
upaya pencapaian tujuan.
B. Perumusan Model Penelitian dan Hipotesis
Fred. D. Davis (1989) dalam penelitiannya yang membahas tentang “Perceived Usefulness,
Perceived Ease of Use, and User Acceptance of Information Technology” bertujuan untuk
memberikan pegukuran yang lebih baik untuk memprediksi dan menjelaskan pemakaian
teknologi informasi. Teori yang mendasari adalah Technology Acceptance Model (TAM) dengan
berfokus pada dua konstruk teoritis yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use. Kedua
konstruk tersebut secara teoritis menjadi penentu fundamental dari penggunaan sistem. Penelitian
tersebut sangat berkontribusi dan berpotensi karena telah menjadi dasar bagi penelitian yang
dilakukan belakangan ini. Untuk melakukan pengujian variabel-variabel yang digunakan untuk
memprediksi tingkat penerimaan pengguna terhadap software audit, masing-masing variabel
diukur dengan enam pertanyaan dalam dua studi berbeda, yaitu penggunaan saat ini (current
usage) dan penggunaan mendatang (future usage). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
perceived usefulness dipengaruhi secara langsung oleh penggunaan saat ini dan penggunaan
mendatang. Perceived ease of usage juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1282
SESI I/12
penggunaan saat ini dan penggunaan mendatang. Dijelaskan pula bahwa perceived usefulness
memiliki korelasi yang lebih besar pada penggunaandibandingkan dengan perceived ease of use.
Penelitian Natalia Tangke (2004) berjudul ”Analisa Penerimaan Penerapan Teknik Audit
Berbantuan Komputer (TABK) dengan Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM)
pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI”,juga menganalisis penerapan penerimaan TABK
dengan menggunakan model Technology Acceptance Model (TAM) yang telah dimodifikasi
sebelumnya, sesuai dengan TAM yang digunakan oleh Said Al-Gahtani dalam penelitian yang
dilakukannya tentang Kemampuan TAM untuk digunakan di luar Amerika yaitu di Inggris (Said
Al-Gahtani, 2001). Responden penelitian iniadalah para auditor Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) RI. Hasil penelitian memberikan kesimpulan sebagai berikut: (1) persepsi pengguna
tentang kemudahan dalam menggunakan TABK memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
persepsi pengguna tentang kegunaan TABK, (2) persepsi pengguna tentang kegunaan TABK
tidak terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna tentang
penggunaan TABK, (3) persepsi pengguna tentang kemudahan dalam menggunakan TABK
terbukti memberikan pengaruh yang signifikan terhadap sikap pengguna tentang penggunaan
TABK, (4) sikap pengguna tentang penggunaan TABK tidak terbukti memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap penerimaan pengguna akan TABK, dan (5) persepsi pengguna tentang
kegunaan TABK terbukti memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap penerimaan pengguna
akan TABK.
Money (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Application of the Technology Acceptance
Model (TAM) to a Knowledge Management System”, menggunakan empat konstruk TAM yaitu
perceived ease of use, perceived usefulness, behavioral intention dan system usage. Model
penelitian tersebut sama dengan TAM yang diusulkan oleh Davis, tetapi konstruk attitude dan
variabel eksternal dihapuskan karena dianggap tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa TAM dapat menyediakan fondasi untuk manajemen
pengetahuan, perceived ease of use dan perceived usefulness dikombinasikan untuk menjalankan
34 % variasi dalam penggunaan sistem.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1283
SESI I/12
Penelitian Alice M. Johnson (2005) dengan judul ”The Technology Acceptance Model and The
Decision to Invest in Information Security.”menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap perceived usefullness dan ease of use antara lain: external environment, prior
information security expericences, perceived risks of not securing information, information
security budget, security planning, confidence in information security, and security awareness
and training.
Venkatesh dan Davis (2000) dalam penelitiannya yang berjudul “A Theoritical Extension of the
Technology Acceptance Model: For Longitudinal Field Studies” menunjukkan hasil yang
mendukung bahwa perceived usefulness merupakan faktor penentu yang signifikan terhadap
kemauan individu untuk menggunakan sistem. Image mempunyai pengaruh positif signifikan
terhadap Perceived usefulness. Perceived ease of use dan perceived usefulness mempunyai
pengaruh positif terhadap pemanfaatan sistem informasi.
Hasil penelitian Amoroso dan Gardner (2004) yang berjudul “Development of an Instrument to
Measure the Acceptance of Internet Technology by Consumers” menunjukkan bahwa pentingnya
pengalaman dan kesukarelaan menggunakan internet sebagai variabel yang memengaruhi minat
perilaku terhadap penggunaan internet, kerumitan dan pengalaman menggunakan internet
mempunyai pengaruh terhadap persepsi kegunaan.
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa TAM yang digunakan dalam
setiap penelitian berbeda, sesuai dengan kebutuhan penelitian. Tetapi semua TAM yang
digunakan tetap tidak meninggalkan bentuk dasar TAM, yaitu keempat konstruk utama dan
hubungan antara keempat konstruk tersebut, antara lain Perceived Ease of Use (PEOU),
Perceived Uselfulness (PU), Attitude Toward Using (ATT), dan IT Acceptance (ACC).Dalam
penelitian inihanya empat konstruk utama, yakni persepsi penggunanya terhadap kemudahan
dalam penggunaan e-Payment (perceived ease of use), persepsi pengguna terhadap manfaat e-
Payment (perceived usefulness), sikap pengguna terhadap penggunaan e-Payment (attitude
toward using), dan penerimaan pengguna terhadap e-Payment (acceptance of e-Payment).
Sedangkan variabel dari luar (external variables) seperti karakteristik pengguna (user
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1284
SESI I/12
characteristics) dan karakteristik sistem (system characteristic) tidak diteliti karena kontribusinya
dalam TAM dianggap tidak signifikan, sehingga dapat diabaikan meskipun mempunyai pengaruh
secara tidak langsung terhadap penerimaan teknologi. Variabel behavioral intention dan actual
usage digantikan oleh variabel ITacceptance karena pada dasarnya variabel behavioral intention
dan actual usage adalah indikator untuk mengukur IT acceptance (Tangke, 2004).
Gambar 1. Model Penelitian
Berdasarkan teori, model penelitian dan penelitian terdahulu, disusun hipotesis sebagai berikut:
H1 = Persepsi Pengguna terhadap Kemudahan dalam Menggunakan e-Payment (Perceived
Ease of Use-PEOU) berpengaruh terhadap Persepsi Pengguna terhadap Manfaat e-
Payment (Perceived Usefulness-PU) di Universitas Jenderal Soedirman.
H2 = Persepsi Pengguna terhadap Kemudahan dalam Menggunakan e-Payment (Perceived
Ease of Use-PEOU) berpengaruh terhadap Sikap Pengguna terhadap Penggunaan e-
Payment (Attitude Toward Using-ATT)di Universitas Jenderal Soedirman.
H3= Persepsi Pengguna terhadap Manfaat e-Payment (Perceived Usefulness-PU)
berpengaruh terhadap Sikap Pengguna terhadap Penggunaan e-Payment (Attitude
Toward Using-ATT) di Universitas Jenderal Soedirman.
H4 = Persepsi Pengguna terhadap Manfaat e-Payment (Perceived Usefulness-PU)
berpengaruh terhadap penerimaan e-Payment (ACC) di Universitas Jenderal Soedirman.
Perceived Ease
of Use
Perceived
Usefulness
Attitude Toward
Using
Acceptance of
e-Payment
Efektivitas
Pencairan
Anggaran
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1285
SESI I/12
H5 = Sikap Pengguna terhadap Penggunaan e-Payment(Attitude Toward Using-ATT)
berpengaruh terhadap Penerimaan e-Payment (Acceptance ofe-Payment-ACC) di
Universitas Jenderal Soedirman.
H6 = Penerimaan e-Payment (Acceptance ofe-Payment-ACC) berpengaruh terhadap efektivitas
pencairan anggaran di Universitas Jenderal Soedirman.
Metodologi Penelitian
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survey dengan teknik pengambilan sampel adalah sensus,
sehingga sampel dalam penelitian ini adalah seluruh user e-Payment yang tersebar di Universitas
Jenderal Soedirman.Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan daftar pertanyaan
terstruktur kepada pengguna e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman. Indikator atau
instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian ini sama seperti indikator yang
digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu, sehingga sangat mungkin untuk meningkatkan
validitas dan realibilitas pengukuran. Pengukuran masing-masing variabel menggunakan skala
Likert satu sampai lima, dan memiliki arti sebagai berikut:
1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
2 = Tidak Setuju (TS)
3 = Kurang Setuju (KS)
4 = Setuju (S)
5 = Sangat Setuju (SS)
Definisi Operasional Variabel
1) Perceived ease of use didefinisikan sebagai suatu tingkat kepercayaan individu bahwa
dengan menggunakan teknologi akan membawa mereka terbebas dari usaha secara fisik
dan mental (Gardner & Amoroso, 2004). Enam hal yang membangun Perceived Ease of
Use, yaitu bahwa suatu sistem:
a. Mudah dipelajari
b. Dapat dikontrol
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1286
SESI I/12
c. Jelas dan dapat dipahami
d. Fleksibel
e. Mudah untuk menjadi terampil
f. Mudah untuk digunakan
Perceived ease of use dalam penelitian ini diartikan sebagai tingkat kepercayaan
karyawan Universitas Jenderal Soedirman bahwa menggunakan sistem e-Payment akan
membebaskan mereka dari usaha ekstra dalam mengerjakan tugas mereka.Variabel ini
diukur dengan enam item pernyataan yang diadopsi dari penelitian sebelumnya oleh
Davis (1989) dan Muhammad (2010) dengan menggunakan skala likert, dengan skor
antara satu sampai dengan lima.
2) Davis (1989) mendefinisikan perceived usefulness sebagai tingkatan sejauh mana
seseorang yakin bahwa menggunakan sebuah sistem akan meningkatkan kinerjanya.
Enam hal yang membangun Perceived Usefulness, yaitu bahwa suatu sistem membuat:
a. Bekerja lebih cepat
b. Meningkatkan kinerja
c. Meningkatkan produktivitas
d. Lebih efektif
e. Memudahkan pekerjaan
f. Bermanfaat dalam pekerjaan
Persepsi manfaat dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu tingkat dimana karyawan
Universitas Jenderal Soedirman percaya bahwa menggunakan sistem e-Payment akan
membantu meningkatkan kinerja mereka.Variabel ini juga diukur dengan enam item
pernyataan pernyataan yang diadopsi dari penelitian sebelumnya oleh Davis (1989) dan
Muhammad (2010) dengan menggunakan skala likert,dengan skor antara satu sampai
dengan lima.
3) Davis (1989) mendefinisikan attitude toward the system, yang dipakai dalam TAM
sebagai suatu tingkat penilaian terhadap dampak yang dialami oleh seseorang bila
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1287
SESI I/12
menggunakan suatu sistem tertentu dalam pekerjaannya. Indikator yang digunakan
adalah:
a. Kebaikan sistem
b. Kebijaksanaan penerapan sistem
c. Kesenangan user setelah adanya sistem
d. Keuntungan user menggunakan sistem
e. Penilaian user terhadap sistem.
Variabel ini diukur dengan lima pernyataan yang berbeda yang diadopsi dari penelitian
sebelumnya oleh Davis (1989) dan Muhammad (2010) dengan menggunakan skala
likert, dengan skor antara satu sampai dengan lima.
4) Tangke (2004) menyatakan bahwa system usage merupakan indikator utama dalam
penerimaan teknologi. Penelitian ini menyesuaikan konstruk penerimaan TI (IT
acceptance) dalam TAM menjadi Penerimaan Pengguna terhadap e-Payment
(Acceptance of e-Payment–ACC). Acceptance of e-Payment adalah penerimaan
pengguna terhadap sistem e-Payment, dan kondisi nyata penggunaan sistem.Dua
indikator yang paling dapat diterima adalah:
a. Kepuasan pengguna (User satisfaction)
b. Kegunaan sistem (system usage)
Variabel ini diukur dengan tiga item pernyataan, menggunakan skala likert dengan skor
antara satu sampai dengan lima.
5) Dijelaskan oleh Mardiasmo (2009) bahwa efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya
suatu organisasi mencapai tujuannya. Efektivitas pencairan anggaran merupakan
keberhasilan manajemen dalam merealisasikan anggarannya. Indikator untuk
menjelaskan variabel efektivitas pencairan anggaran adalah:
a. Penilaian keefektifan
b. Rencana pencairan anggaran terpenuhi
c. Terbantunya user oleh sistem
d. Ketepatan waktu
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1288
SESI I/12
e. Kecepatan pencairan anggaran
f. Keringkasan prosedur kerja
Variabel ini akan diukur dengan skala likert dengan skor antara satu sampai
denganlima.
B. Teknik Analisis Data
1. Uji validitas dilakukan dengan mengidentifikasikan faktor-faktor menggunakan Confirmatory
Factor Analysis (Hair et al. 1998)
2. Uji realibilitasakan dihitung menggunakan koefisien Cronbach Alphadengan nilairealibilitas >
0,60.
3. Pengujian hipotesis dilakukan dengan SEM (Structural Equation Modeling), yang merupakan
gabungan dari dua metode statistik yang terpisah yaitu analisis faktor (factor analysis) yang
dikembangkan di ilmu psikologi dan psikometri serta model persamaan simultan (simultaneous
equation modeling) yang dikembangkan di ekonometrika (Ghozali, 2008).
Hasil dan Pembahasan
A. Hasil Analisis Data
1. Statistik Deskriptif
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sikap user terhadap penggunaan (Attitude Toward Using)
memilki kisaran antara 15 sampai dengan 25 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 21,90 dan
standar deviasi sebesar 2,702, dengan nilai rata-rata(mean) sebesar 21,90 yang mendekati median
(22) menunjukkan bahwa user menilai e-Payment merupakan sesuatu yang cukup positif.
Tabel 4.1 Descriptive Statistics
ACC PU PEoU ATT Efektivitas
N Valid 100 100 100 100 100
Missing 0 0 0 0 0
Mean 12.05 24.91 20.03 21.90 23.49
Median 13.00 24.50 20.00 22.00 24.00
Std. Deviation 2.480 2.756 2.091 2.702 2.776
Minimum 5 16 14 15 14
Maximum 15 30 25 25 30
Sumber Data: Output SPSS 17.0
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1289
SESI I/12
Persepsi user terhadap kemudahan (Perceived Ease of Use) memiliki kisaran empiris antara 14
sampai dengan 25 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 20,03 dan standar deviasi sebesar 2,091,
dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 20,03 yang lebih tinggi dari nilai median sebesar 20, dapat
dikatakan bahwa user merasa e-Payment itu mudah untuk mereka gunakan. Persepsi user
terhadap manfaat (Perceived Usefulness) memilki kisaran antara 16 sampai dengan 30 dengan
nilai rata-rata (mean) sebesar 24,91 dan standar deviasi sebesar 2,756, dengan nilai rata-rata
(mean) sebesar 24,91 yang lebih tinggi dari nilai median sebesar 24,50 menunjukkan bahwa user
secara umum merasa e-Payment bermanfaat bagi mereka. Penerimaan e-Payment (Acceptance
ofe-Payment) memilki kisaran antara 5 sampai dengan 15 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar
12,05 dan standar deviasi sebesar 2,480, dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 12,05 yang
mendekati nilai median sebesar 13 menunjukkan bahwa secara umum user cukup menerima e-
Payment sebagai alat bantu untuk mendukung kinerja mereka. Efektivitas pencairan anggaran
memilki kisaran antara 14 sampai dengan 30 dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 23,49 dan
standar deviasi sebesar 2,480, dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 23,49 yang mendekati nilai
median sebesar 24 menunjukkan bahwa secara umum user merasa pencairan anggaran sudah
cukup efektif. Nilai standar deviasi menunjukkan adanya penyimpangan sebesar 2,480 dari nilai
rata-rata (mean) jawaban responden atas pertanyaan tentang penerimaan e-Payment (Acceptance
of e-Payment) yang sebesar 23,49.
2. Uji Validitas Variabel Acceptance of E-Payment
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat dilihat bahwa seluruh indikator untuk variabel
acceptance of e-Payment memiliki status valid.
Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas Variabel Acceptance of E-Payment
Indikator Nilai VE Status
Indikator 1 0,532 Valid
Indikator 2 0,679 Valid
Indikator 3 0,645 Valid
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1290
SESI I/12
3. Uji Validitas Variabel Perceived Usefulness
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa seluruh indikator untuk variabel
perceived usefulness memiliki status valid.
Tabel 4.3Hasil Uji Validitas Variabel Perceived Usefulness
Indikator Nilai VE Status
Indikator 1 0,888 Valid
Indikator 2 0,861 Valid
Indikator 3 0,820 Valid
Indikator 4 0,741 Valid
Indikator 5 0,826 Valid
Indikator 6 0,847 Valid
4. Hasil Uji Validitas Variabel Perceived Ease of Use
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa tidak seluruh indikator untuk variabel
Perceived Ease of Use memiliki status valid, Indikator ke 4 dengan nilai VE 0,352 yang
berstatus tidak valid, karena nilai VE > 0,50.
Tabel 4.4Hasil Uji Validitas Variabel Perceived Ease of Use
Indikator Nilai VE Status
Indikator 1 0,637 Valid
Indikator 2 0,683 Valid
Indikator 3 0,788 Valid
Indikator 4 0,352 Tidak Valid
Indikator 5 0,873 Valid
Indikator 6 0,783 Valid
Uji validitas kembali dilakukan setelah menghapus indikator 4, dan diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Perceived Ease of Use Setelah Indikator 4 Dihapus
Indikator Nilai VE Status
Indikator 1 0,595 Valid
Indikator 2 0,683 Valid
Indikator 3 0,682 Valid
Indikator 5 0,828 Valid
Indikator 6 0,721 Valid
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1291
SESI I/12
5. Hasil Uji Validitas Variabel Attitude Toward Using
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa seluruh indikator untuk variabel
attitude toward using memiliki status valid.
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Attitude Toward Using
Indikator Nilai VE Status
Indikator 1 0,679 Valid
Indikator 2 0,812 Valid
Indikator 3 0,711 Valid
Indikator 4 0,699 Valid
Indikator 5 0,759 Valid
6. Hasil Uji Validitas Variabel Efektivitas Pencairan Anggaran
Berdasarkan hasil pengolahan data dapat dilihat bahwa seluruh indikator untuk variabel
efektivitas pencairan anggaranmemiliki status valid.
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Data Variabel Efektivitas Pencairan Anggaran
Indikator Nilai VE Status
Indikator 1 0,691 Valid
Indikator 2 0,724 Valid
Indikator 3 0,893 Valid
Indikator 4 0,634 Valid
Indikator 5 0,653 Valid
Indikator 6 0,613 Valid
4.2.3.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas dilakukan terhadap item pertanyaan atau indikator yang dinyatakan
valid. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui konsistensi jawabanresponden sehingga
kesungguhan jawaban dapat dipercaya, dengan demikianreliabilitas menunjukkan sejauh mana
pengukuran dapat memberikan hasil yangkonsisten bila dilakukan pengukuran kembali
terhadap subyek yang sama.KoefisienCronbach Alpha instrumen masing-masing variable akan
dihitung untuk melihat reliabilitas instrumen yang digunakan. Semakin besar alpha yang
dihasilkan, berarti instrumen akan semakin reliabel. Pengujian reliabilitas dilakukan dengan
bantuan komputer menggunakan program SPSS for Windows Versi 17.0. Dalam penelitian ini
uji reliabilitas dilakukan terhadap 100 responden setelah dilakukan pengujian terhadap 30
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1292
SESI I/12
responden. Pengambilan keputusan berdasarkan jika koefisien reliabilitas alpha> 0,60 , maka
indikator variabel tersebut reliabel. Namun jika koefisien reliabilitas alpha ≤ 0,60 , maka
indikator variabel tersebut tidak reliabel. Adapun hasil dari pengujian reliabilitas adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Item Nilai Alpha Keputusan
Acceptance of e-Payment ACC1 – ACC3 0,615 Reliabel
Perceived Usefulness PU1 – PU6 0,874 Reliabel
Perceived Ease of Use PEoU1 – PEoU5 0,788 Reliabel
Attitude Toward Using ATT1 – ATT5 0,875 Reliabel
Efektivitas pencairan anggaran EF1 – EF6 0,833 Reliabel
Sumber Data: Data primer diolah
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas dapat terlihat bahwa seluruh variabel penelitian memiliki nilai
Alpha Cronbach yang lebih besar dari 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel
yang digunakan dalam penelitian ini berstatus reliabel.
B. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji regression weight (uji kekuatan hubungan), untuk
melihat kekuatanhubungan dari tiap variabel yang diajukan dalam penelitian ini.
Tabel 4.9 Hasil Pengujian Regression Weights Untuk Analisis SEM Regression Weights
*** <0,001
Dependent
Independent Estimate S.E. C.R. P Label
PU <--- PEoU .761 .086 11.672 ***
ATT <--- PEoU .263 .164 2.076 .038
ATT <--- PU .348 .124 2.740 .006
ACC <--- ATT .088 .102 .792 .428
ACC <--- PU .328 .100 2.954 .003
Efektivitas <--- PU .300 .128 2.353 .019
Efektivitas <--- ACC .074 .097 .850 .396
Efektivitas <--- PEoU .310 .164 2.506 .012
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1293
SESI I/12
Gambar 2. Hasil Analisis SEM
Hipotesis 1 menyatakan bahwa Peceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Perceived
Usefulness (PU) di Universitas Jenderal Soedirman.Hasil analisis Tabel 4.9 diketahui nilaiCR
pada pengaruh perceived ease of use terhadap perceived usefullnesssebesar 11,675 dengan nilai P
sebesar 0.001 (<0,05). Kedua nilai inimenunjukkan hasil yang memenuhi syarat, yaitu CR di atas
1,96 danprobabilitas (P) di bawah 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama didukung dalam
penelitian ini.
Hipotesis 2 menyatakan bahwa Peceived Ease of Use (PEOU) berpengaruh terhadap Attitude
Toward Using (ATT) di Universitas Jenderal Soedirman. Berdasarkan hasil uji diketahui bahwa
nilai CR pada hubungan perceivedease of use dengan attitude toward usingadalah sebesar 2,076
(>1,96) dengan nilaiprobabilitas sebesar 0,038 (< 0,05) yang menunjukkan bahwa hipotesis
kedua didukung dalam penelitian ini.
Hipotesis 3 dari penelitian ini menyatakan bahwa Perceived Usefulness (PU) berpengaruh
terhadap Attitude Toward Using (ATT) di Universitas Jenderal Soedirman. Berdasarkan hasil uji
hipotesis 3 diketahuibahwa nilai CR pada hubungan kedua variabel adalah sebesar 2,740 (>1,96)
dengan nilai probabilitas sebesar 0,006 (< 0,05) yang menunjukkanbahwa hipotesis ketiga
didukung dalam penelitian ini.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1294
SESI I/12
Hipotesis 4 dari penelitian ini adalah Perceived Usefulness (PU) berpengaruh terhadap
penerimaan e-Payment (ACC) di Universitas Jenderal Soedirman. Nilai CR pada hubungan
keduanya adalah sebesar 2,954 (>1,96)dan nilai probabilitas sebesar 0,003 (<0,05) dengan
demikian disimpulkanbahwa hipotesis keempat didukung dalam penelitian ini.
Hipotesis 5 dari penelitian ini menyatakan bahwa Attitude Toward Using (ATT) berpengaruh
terhadap penerimaan e-Payment (ACC) di Universitas Jenderal Soedirman. Nilai CR pada
hubungan keduanya adalah sebesar 0,792 (<1,96)dan nilai probabilitas sebesar 0,428 (>0,05)
dengan demikian disimpulkanbahwa hipotesis kelima tidakdidukung dalam penelitian ini.
Hipotesis 6 dari penelitian ini menyatakan bahwa penerimaan e-Payment (ACC) berpengaruh
terhadap efektivitas pencairan anggaran di Universitas Jenderal Soedirman. Nilai CR pada
hubungan keduanya adalah sebesar 0,850 (<1,96)dan nilai probabilitas sebesar 0,396 (>0,05)
dengan demikian disimpulkanbahwa hipotesis keenam tidak didukung dalam penelitian ini.
C. Pembahasan
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang berartiantara perceived
usefullness dengan perceived ease of useyang mengindikasikan bahwa peningkatan atau
penurunan persepsimengenai kemudahan sistem e-Payment digunakan tidak berdampak terhadap
padapeningkatan atau penurunan persepsi mengenai manfaat sistem e-Payment dan membuktikan
bahwa user akan memandang manfaat e-Payment juga dilandasi dengan kemudahan
menggunakannya. Seperti halnya pengoperasian yang mudah, maka user akan dengan cepat
merasakan manfaatnya.
Kemudahan penggunaan e-Payment seperti tidak terlalu banyaknya prosedur-prosedur atau
aturan-aturan yang diperlukan, bahasa dalam e-Payment yang mudah dipahami, tidak terlalu sulit
dalam penggunaannya dan lain sebagainya, maka user akan dengan cepat merasakan manfaat
dari sistem baru yang digunakannya. Seperti lebih mempermudah pekerjaan user, efektif dan
efisien dalam hal waktu, tenaga dan biaya, juga manfaat lain yang dapat dirasakan user.
Hasilpenelitian ini mendukung hasil penelitian Davis (1989), Tangke (2004), Handayani (2009)
danpernyataan Muhammad (2010) yang menyatakan bahwa perceivedusefullness secara
signifikan dipengaruhi oleh perceived ease of use, tetapi tidak mendukung penelitian Eka (2009)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1295
SESI I/12
yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara Perceived Ease of Use terhadap
perceived usefulness. Hasil ini menguatkan rekomendasi bagi pihak Universitas Jenderal
Soedirman bahwa pentingnya sosialisasi mengenai adanya kebijakan baru seperti sistem yang
akan digunakan adalah penting, yang akan membantu user dalam proses adopsi sistem baru saat
diperlukan perubahan sistem.
Penelitian ini menunjukkan peningkatan dan penurunanpersepsi mengenai kemudahan e-
Payment yang digunakanberdampakpada sikap user terhadap sistem e-Payment. Hasil
inimendukung hasil penelitian Davis (1989), Money (2004) dan Muhammad (2010) yang
menyatakan bahwaperceived ease of use memengaruhi perceived usefullness dan attitude, tetapi
tidak mendukung penelitian Eka (2009) yang menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan antara
Perceived Ease of Use terhadap attitude.Secara empiris ini mengindikasikan bahwa perasaanuser
untuk suka dan tidak suka terhadap sistem baru dapatdijelaskan oleh persepsi mengenai
kemudahan sistem untuk dioperasikan. Untuk itu, bagi pihak Universitas Jenderal Soedirman
diharapkan agar selalu melakukan sosialisasi mengenai cara menggunakan dan manfaat sistem
baru, sehingga user berperilaku positif terhadap sistem baru.
Hasil penelitian ini mendukung pernyataan Davis (1989), Money (2004), Eka (2009) dan
Muhammad (2010) yang menyatakan adanya hubungan antara perceived usefullness dengan
attitude. Adanya hubungan kedua variabel menunjukkan bahwa persepsi user terahadap manfaat
sistem e-Payment berdampak pada sikap mereka terhadap sistem e-Payment. Maka perlu
melakukan pengenalan manfaat sistem secara intensif, sehingga kemungkinan perasaan tidak
suka terhadap sistem baru dapat dihindari. Bagi pihak Universitas Jenderal Soedirman sebaiknya
melakukan pengenalan ini sebelum sistem diaplikasikan, sehingga karyawan atau user sudah
antisipasi terhadap perubahan sistem baru yang akan terjadi.
Karena adanya pengaruh yang signifikan antara persepsi user terhadap manfaat e-Payment
memengaruhi penerimaan e-Payment, maka penelitian ini mendukung penelitian Tangke (2004)
dan Muhammad (2010) yang menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
perceived usefulness memengaruhi acceptance. Semua manfaat yang dirasakan user terhadap
sistem e-Payment, memengaruhi penerimaan sistem e-Payment, bukan hanya karena
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1296
SESI I/12
diberlakukannya sistem tersebut di Universitas Jenderal Soedirman sehingga user ingin
menerima dan menggunakannya, tetapi juga karena adanya manfaat yang dirasakan user
sehingga penerimaan sistem baru menjadi sangat positif.
Hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Tangke (2004) dan Muhammad (2010) yang
menyatakan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan antara sikap terhadap penerimaannya.
Ini berarti bahwa sikap user terhadap penggunaan sistem e-Payment tidak memengaruhi
penerimaannya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya sikap atau niat user dalam menggunakan
sistem e-Payment tidak menyebabkan layanan e-Payment ini diterima oleh user, di mana
penerimaan serta penggunaan nyata yang dilakukan oleh user dapat memberikan kontribusi bagi
pihak Universitas Jenderal Soedirman. Oleh karena itu, pihak Universitas Jenderal Soedirman
sebaiknya mempertanyakan kelebihan dan kekurangan sistem pada user secara berkala agar
adanya sistem baru dapat diterima oleh user karena user merasa keinginannya atau harapannya
terhadap sistem baru itu terpenuhi, sehingga sikap user mampu menerima dengan baik sistem
maupun kebijakan yang baru diterapkan di Universitas Jenderal Soedirman.
Penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan sistem e-Payment tidak mepengaruhi efektivitas
pencairan anggaran di Universitas Jenderal Soedirman. Hal ini menunjukkan bahwa belum
terlihatnya pengaruh hadirnya sistem e-Payment yang baru diterapkan di Universitas Jenderal
Soedirman yang mampu membuat pencairan anggaran menjadi lebih efektif. Dengan demikian
Universitas Jenderal Soedirman diharapkan untuk meningkatkan kegunaan dari sitem e-Payment
agar pencairan anggaran lebih efektif dari sebelumnya.Ditemukan pula pengaruh signifikan
antara variabel Perceived Ease of Use dengan efektivitas pencairan anggaran di Universitas
Jenderal Soedirman, yang menunjukkan bahwa persepsi user terhadap kemudahan menggunakan
e-Payment ini memengaruhi efektivitas pencairan anggaran, maka sebaiknya Universitas Jenderal
Soedirman harus lebih mengkonsentrasikan pengembangan sistem kedepannya dengan lebih
mengutamakan kemudahan user untuk menggunakan sistem tersebut. Selain itu juga ditemukan
adanya pengaruh langsung variabel perceived usefulness terhadap efektivitas pencairan anggaran.
Persepsi user terhadap manfaat yang dirasakan dari penggunaan e-Payment ini dapat
memengaruhi efektivitas pencairan anggaran di Universitas Jenderal Soedirman.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1297
SESI I/12
Kesimpulan dan Implikasi
A. Kesimpulan
1. Kemudahan dalam menggunakan sistem e-Payment berpengaruh terhadap manfaat sistem e-
Payment di Universitas Jenderal Soedirman.
2. Kemudahan dalam menggunakan sistem e-Payment berpengaruh terhadap sikap pengguna
dalam menggunakan e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman.
3. Manfaat sistem e-Payment berpengaruh terhadap sikap user dalam menggunakan sistem e-
Payment di Universitas Jenderal Soedirman.
4. Manfaat sistem e-Payment berpengaruh terhadap diterimanya sistem e-Payment di
Universitas Jenderal Soedirman.
5. Sikap user dalam menggunakan sistem e-Payment tidak berpengaruh terhadap diterimanya
sistem e-Payment di Universitas Jenderal Soedirman.
6. Diterimanya sistem e-Payment tidak berpengaruh terhadap efektivitas pencairan anggaran di
Universitas Jenderal Soedirman.
7. Selain itu juga ditemukan adanya pengaruh langsung dari kemudahan user dalam
menggunakan e-Payment dan manfaat yang dirasakan user setelah menggunakan e-Payment
terhadap efektivitas pencairan anggaran di Universitas Jenderal Soedirman, yang artinya dua
variabel itu menjadi variabel yang paling dominan dalam memengaruhi efektivitas pencairan
anggaran.
B. Implikasi
Penelitian ini dapat menjadi acuan untuk melakukan penelitian baik untuk kepentingan
pendidikan ataupun untuk kepentingan praktisi dalam mengukur tingkat penerimaan terhadap
penerapan teknologi informasi. Hal penting perlu dikedepankan oleh perusahaan maupun instansi
dalam mengaplikasikan sistem baru adalah cost and benefit dari penggunaan sistem baru. Namun
demikian sistem baru juga seharusya didesain agaruserfriendly sehingga mudah diaplikasikan
oleh pengguna. Aplikasi sistem hanya perlu dipertimbangkan pada kemudahan secara faktual
bukan persepsi, karena persepsi mengenai sulit atau mudahnya sistem dapat diatasi dengan
pelatihan dan sosialisasi sistem baru.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Yanuar E. Restianto, Havid Sularso dan Anna Luthfiah Rufaifah
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1298
SESI I/12
Daftar Pustaka
Al-Fayoumi, Mohammad., Aboud, Sattar,. & and Al-Fayoumi, Mustafa. 2010. Practical E-Payment
Scheme.International Journal of Computer Science 7 (3): 18-23.
Compeau, Deborah R., and CA. Higgins.1995. Computer Self-efficacy: Development of Measure and Initial
Test. MIS Quartely 19 (12).
Davis, F.D., 1989. Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use and User Acceptance of Information
Technology. Management Information System Quarterly.
Eka, Shinta. 2009. Analisis Proses Penerimaan Sistem Informasi iCons dengan Menggunakan Technology
Acceptance Model (TAM) pada Karyawan PT. Bank Negara Indonesia (persero) Tbk. di Kota
Semarang. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Ferdinand, A. 2006. Metode Penelitian Manajemen: Pedoman Penelitian Untuk Penulisan Skripsi, Tesis dan
Disertasi Ilmu Manajemen. Badan PenerbitUniversitas Diponegoro. Semarang.
Gardner, C., and Amoroso, D.L. 2004. Development of an Instrument to Measure the Acceptance of Internet
Technology by Consumers.Proceedings of the 37th Annual Hawaii International Conference on
System Sciences HICSS 8:80260.
Ghozali, I. 2008.Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 16.0, Badan Penerbit
Universitas Diponegoro. Semarang.
Ghozali, I., dan Fuad. 2005.Structural Equation Modelling, Teori, Konsep, dan Aplikasi dengan Program Lisrel
8.54. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang.
Hair, J.F. et al. 2006. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Handayani, R. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Pemanfaatan Sistem Informasi dan
Penggunaan Sistem Informasi.Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Johnson, A.M. 2005, The Technology Acceptance Model and the Decision To Invest In Information Security.
North Carolina Agricultural and Technical State University.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Money, William. 2004. Aplication of the Technology Acceptance Model (TAM) to a Knowledge Management
System. IEEE.
Schillewaert, Niels, Michael Ahearne, Rund Frambach, and Rudy K. Moenaert. 2000. The Acceptance of
Information Technology In The Sales Force.Journal of Marketing11.Institute for The Study of
Business Markets (ISBM), Pennsylvania.
Sumanjeet, Singh. 2009. Emergence Of Payment Systems In The Age Of ElectronicCommerce: The State Of
Art. Global Journal of International BusinessResearch2 (2) : 17-36.
Tangke, Natalia. 2004. Analisa Penerimaan Penerapan Teknik Audit Berbantuan Komputer (TABK) Dengan
Menggunakan Technology Acceptance Model (TAM) pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan 06 (01) : 10-28.
Venkatesh, V., and Davis, F.D. 2000. A Theoritical Extension of the Technology Acceptance Model: For
Longitudinal Field Studies.Management Science46 (2) : 186-204.
Yi, M. and Hwang, Y.2003. Predictingthe use of web-based information systems: self-efficacy, enjoyment,
learning goal orientation, and the technology acceptance model.International Journal of Human-
Computer Studies 59:431-449.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1299
SESI III/1
Determinan Internet Financial Local Government Reporting di Indonesia
ADITYA RAHMAN P
SUTARYO
AGUS BUDIATMANTO
Universitas Sebelas Maret
Abstract: The focus in this study is internet financial local government reporting in
Indonesia. After the government issued regulations on public disclosure, the government has
to report such information. It has to cheap, simple, fast and timely. The internet is an
appropriate medium for transparent reporting of public information by the local government.
The sample in this study is 173 city government (regional) of the 497 total population.
This study uses five variables are adjusted to the local government in Indonesia. It is
Political Competition, Size, Leverage, Local Government Wealth, and Local Government
Type. The results showed that the Political Competition, Leverage, and Local Government
Wealth proved significantly affect to the internet financial local government reporting. The
findings of this study can be used by people as a means of control the local government
performance based on the reporting of financial information on the Internet.
Keywords: local government financial statements, political competition, size, leverage, local
government wealth, and local government type, internet financial local
government reporting.
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1300
SESI III/1
A. Pendahuluan
Dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 mengenai
pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah, ditegaskan bahwa pengelolaan
keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas
keadilan dan kepatuhan. Semakin besarnya tuntutan terhadap pelaksanaan akuntabilitas
sektor publik juga akan memperbesar kebutuhan atas transparansi informasi keuangan sektor
publik (Nordiawan, 2006). Menurut Laporan Survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia oleh
Transparency International Indonesia, rata-rata indeks korupsi di tingkat kota pada tahun
2006 mencapai angka 4,72, sedangkan pada tahun 2010 mencapai angka 4,93. Terjadi
peningkatan sebesar 0,20 antara tahun 2006 hingga 2010. Akibatnya adalah munculnya krisis
kepercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan. Penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad (2012) menunjukkan bahwa rata-rata indeks tingkat pengungkapan informasi
keuangan pada tahun 2012 terbukti lebih rendah daripada rata-rata indeks non keuangan.
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa banyak pemerintah kota
(kabupaten) yang masih kurang optimal dalam mengembangkan pelaporan keuangan melalui
website-nya.
Penelitian yang dilakukan Laswad et.al., (2005) membandingkan karakteristik
pemerintahan daerah yang menggunakan internet sebagai media pengungkapan dengan
pemerintah daerah yang memilih untuk tidak menggunakan media internet. Hasil dari
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah
di internet dapat diprediksi berdasarkan tingkat financial leverage, municipal wealth, press
visibility dan council type. Sedangkan local authority size dan level of political competition
tidak dapat digunakan untuk memprediksi ada atau tidaknya Internet Financial Reporting
(IFR) oleh pemerintah daerah di Selandia Baru.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1301
SESI III/1
Penelitian yang terkait dengan pengungkapan laporan keuangan belum banyak
diterapkan pada laporan keuangan pemerintahan jika dibandingkan dengan perusahaan di
sektor swasta karena terbatasnya informasi dari pemerintah yang dapat diakses publik dan
sulitnya mengembangkan motif yang mendasari pengungkapan (Hilmi dan Martani, 2012).
Akan tetapi, setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap informasi publik harus dapat diperoleh
setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan tepat waktu, biaya ringan, dan cara
sederhana, contohnya dengan memanfaatkan media internet. Berdasarkan pernyataan undang-
undang tersebut, setiap data yang menunjang penelitian mengenai pelaporan informasi
keuangan sektor publik seharusnya dapat diakses oleh setiap pemohon informasi publik
dengan kejelasan atas penggunaan informasi tersebut. Sehingga penelitian-penelitian
mengenai pelaporan informasi keuangan pemerintah daerah khususnya melalui media
internet akan lebih banyak dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh bukti
empiris pengaruh kompetisi politik (political competition), ukuran pemerintah daerah (size),
leverage, kekayaan pemerintah daerah (wealth), dan tipe pemerintahan (type) terhadap
Internet Financial Local Government Reporting (IFLGR).
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi terhadap pelaporan evaluasi atas
kinerja pemerintah daerah di internet, yaitu dengan cara melaporkannya melalui website
pemerintah daerah. Melalui internet, informasi yang disampaikan akan lebih cepat dan mudah
untuk diakses oleh siapapun, di manapun, dan dengan biaya yang lebih murah. Hasil
penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan
untuk melakukan kerjasama di bidang keuangan atau tidak dengan suatu pemerintahan daerah
baik berupa donasi, investasi, maupun dana pinjaman kepada pemerintah daerah. Bagi
masyarakat penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk mengetahui kinerja
pemerintah daerah sehingga dapat dipergunakan sebagai alat pengawasan kinerja keuangan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1302
SESI III/1
pemerintah daerah. Kedepannya, penelitian ini dapat menambah pengetahuan para akademisi
tentang sektor publik dan menjadi referensi atas penelitian selanjutnya dalam hal sektor
publik pada umumnya dan khususnya tentang pengungkapan laporan keuangan oleh
pemerintah daerah di internet. Pembahasan dibagi menjadi 5 bagian, yaitu: pendahuluan,
rerangka teoritis dan pengembangan hipotesis, metode riset, analisis data dan pembahasan,
simpulan, keterbatasan, dan implikasi.
B. K Ajian Pustaka Dan Hipotesis
1. Laporan Keuangan Sektor Publik
Laporan keuangan sektor publik adalah representasi posisi keuangan dari sejumlah
transaksi sektor yang dilakukan oleh suatu entitas sektor publik (Bastian, 2006). Menurut
Bastian (2006), bentuk dan penyusunan laporan keuangan dapat dipengaruhi oleh berbagai
faktor, seperti sifat lembaga sektor publik, sistem pemerintahan suatu negara, mekanisme
pengelolaan keuangan, dan sistem anggaran negara. Keempat faktor ini sangat mempengaruhi
karakteristik akuntansi sektor publik. Hal ini juga dapat membedakan antara laporan
keuangan sektor publik dengan sektor swasta. Sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SPAP) No. 1, dalam rangka untuk memenuhi tujuan umum atas laporan
keuangan daerah, maka dalam penyajian laporan keuangan harus menyediakan informasi
mengenai entitas pelaporan sebagai berikut:
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA)
Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah
pusat/daerah yang menunjukkan ketaatan terhadap APBN/APBD. Laporan Realisasi
Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya
ekonomi yang dikelola oleh pemerintah pusat/daerah dalam satu periode pelaporan.
Dalam penyajian laporan realisasi anggaran setidaknya harus memuat unsur
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1303
SESI III/1
pendapatan-LRA, belanja, transfer, surplus/defisit-LRA, pembiayaan, sisa
lebih/kurang pembiayaan anggaran.
b. Neraca
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset,
kewajiban, dan ekuitas pada tanggal tertentu. Neraca menyajikan secara komparatif
dengan periode sebelumnya pos-pos kas dan setara kas, investasi jangka pendek,
piutang pajak dan bukan pajak, persediaan, investasi jangka panjang, aset tetap,
kewajiban jangka pendek, kewajiban jangka panjang,dan ekuitas.
c. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaan, perubahan
kas dan setara kas selama satu periode akuntansi, dan saldo kas dan setara kas pada
tanggal pelaporan. arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas
operasi, investasi, pendanaan, dan transitoris.
d. Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas
nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan
Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah
penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Standar Akuntansi
Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk
penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontijensi dan
komitmen-komitmen lainnya.
2. Pengungkapan Laporan Keuangan (Disclosure)
Evans (2003) dalam Suwardjono (2005) mengklasifikasikan tiga tingkat dari
pengungkapan sebagai berikut.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1304
SESI III/1
a. Pengungkapan memadai (adequate disclosure) adalah tingkat minimum yang harus
dipenuhi agar statement keuangan secara keseluruhan tidak menyesatkan untuk
kepentingan pengambilan keputusan yang terarah.
b. Pengungkapan wajar (fair or ethical disclosure) adalah tingkat yang harus dicapai
agar semua pihak mendapat perlakuan atau pelayanan informasional yang sama.
Artinya, tidak ada satu pihakpun yang kurang mendapat informasi sehingga mereka
menjadi pihak yang kurang diuntungkan posisinya.
c. Tingkat penuh (full disclosure) menuntut penyajian secara penuh semua informasi
yang berpaut dengan pengambilan keputusan.
Pengungkapan sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib dan pengungkapan
sukarela. Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh
peraturan yang berlaku, dalam hal ini pihak yang berwenang dalam menetapkan peraturan
adalah Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam). Pengungkapan sukarela adalah
pengungkapan informasi yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan
oleh peraturan yang berlaku atau pengungkapan melebihi yang diwajibkan.
Menurut Suwardjono, secara umum tujuan dari pengungkapan (disclosure) adalah
menyajikan informasi yang dipandang perlu untuk mencapai tujuan pelaporan keuangan dan
untuk melayani berbagai pihak yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Pasar modal
merupakan sarana utama untuk pemenuhan dana dari masyarakat, karenanya pengungkapan
dapat diwajibkan untuk tujuan melindungi, informatif, dan melayani kebutuhan khusus.
Pengungkapan dimaksudkan untuk melindungi perlakuan manajemen yang mungkin kurang
adil dan terbuka. Pengungkapan dimaksudkan untuk menyediakan informasi yang dapat
membantu keefektifan pengambilan keputusan dari pengguna. Apa yang harus diungkapkan
kepada publik dibatasi dengan apa yang dipandang bermanfaat bagi pemakai yang dituju
sementara untuk tujuan pengawasan, informasi tertentu harus disampaikan kepada badan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1305
SESI III/1
pengawasan berdasarkan peraturan melalui formulir-formulir yang menuntut pengungkapan
secara rinci.
3. Akuntabilitas dan Transparansi
Penyajian laporan keuangan pemerintah daerah merupakan bentuk nyata dari adanya
akuntabilitas dan transparasi keuangan daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Pasal 3, “Informasi Keuangan Daerah yang
disampaikan harus memenuhi prinsip-prinsip akurat, relevan, dan dapat
dipertanggungjawabkan”. Menurut Mardiasmo, akuntabilitas publik adalah kewajiban pihak
pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan,
dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya kepada
pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban tersebut. Akuntabilitas publik terdiri dari dua jenis, yaitu: akuntabilitas
vertikal (vertical accountability) dan akuntabilitas horisontal (horizontal accountability)
(Mardiasmo, 2009). Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi. Sedangkan pertanggungjawaban
horisontal adalah pertanggungjawaban kepada masyarakat luas.
Pada setiap akhir tahun anggaran dan periode pemerintahan kepala daerah wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban yang disampaikan kepada DPRD sebagai wakil
dari masyarakat yang telah mempercayakan pengelolaan sumber daya daerah. Sebagaimana
dijelaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 pasal 184 ayat 1
menyebutkan bahwa kepala daerah menyampaikan rancangan Perda tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah
diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 6 bulan setelah tahun anggaran
berakhir. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 Pasal
12 bahwa salah satu tujuan penyelenggaraan Sistem Informasi Keuangan Daerah adalah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1306
SESI III/1
menyajikan Informasi Keuangan Daerah secara terbuka kepada masyarakat. Dengan adanya
transparansi maka diharapkan setiap warga negara dapat berperan aktif dalam melakukan
pengawasan atas jalannya pemerintahan.
4. Pelaporan Keuangan di Internet
Pengembangan pelaporan keuangan berbasis internet merupakan perkembangan dari
praktik akuntansi pengungkapan yang ada meskipun perkembangan praktik ini tidak didasari
dengan standarisasi pengungkapan informasi keuangan di internet. Informasi perusahaan
yang diberikan melalui media website merupakan pengungkapan sukarela dan tidak
diregulasi oleh badan tertentu pada beberapa negara berkembang, seperti juga di Indonesia
(Almilia, 2008). Pemerintah daerah juga telah menggunakan media internet untuk
menyampaikan informasi kepada pengguna. Melalui website pemerintah daerah, informasi
tersebut akan tersampaikan dengan tepat waktu. Semakin cepat waktu peyajian laporan
keuangan, maka akan semakin baik untuk pengambilan keputusan (Mardiasmo, 2009).
Permasalahan yang sering muncul adalah ketika kebutuhan akan informasi semakin banyak,
maka waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan berbagai informasi tersebut juga semakin
banyak. Sebagaimana diungkapkan dalam PSAK No. 1 tentang Penyajian Laporan
Keuangan, “Manfaat suatu laporan keuangan akan berkurang jika laporan tersebut tidak
tersedia tepat pada waktunya. Suatu perusahaan sebaiknya mengeluarkan laporan
keuangannya paling lama 4 (empat) bulan setelah tanggal neraca. Faktor-faktor seperti
kompleksitas operasi perusahaan tidak cukup menjadi pembenaran atas ketidakmampuan
perusahaan menyediakan laporan keuangan tepat waktu.”
5. Pengembangan Hipotesis
Menurut Cooper dan Schindler (2006) dalam suatu riset, sebuah hipotesis mempunyai
beberapa fungsi penting, antara lain: menuntun arah studi; mengidentifikasi fakta yang
relevan dan yang tidak; menyarankan bentuk desain riset mana yang mungkin paling cocok;
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1307
SESI III/1
memberikan kerangka untuk menyususn kesimpulan yang dihasilkan. Pengembangan dari
hipotesis yang diajukan dan akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Political Competition
Berdasarkan penelitian Laswad et.al., (2005) dijelaskan bahwa terdapat hubungan
positif antara kompetisi politik dan Internet Financial Reporting (IFR). Semakin tinggi level
political competition, kecenderungan pemerintah daerah untuk menggunakan internet sebagai
sarana pelaporan informasi keuangan secara sukarela juga akan semakin tinggi. Internet
merupakan sarana paling mudah dan murah bagi pemerintah daerah untuk melaporkan
informasi keuangan sebagai bukti kinerja pemerintah daerah yang dapat diakses oleh
masyarakat. Adanya bukti kinerja yang baik membuat pejabat daerah terpilih agar mendapat
kepercayaan dari masyarakat yang telah memilihnya dahulu, serta dapat berekspektasi untuk
memenangkan pemilu periode berikutnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut ini.
H1: Political competition berpengaruh terhadap Internet Financial Local Government
Reporting (IFLGR).
Local Government Size
Pada umumnya, pemerintahan daerah dengan ukuran besar memiliki jumlah dan transfer
kekayaan yang besar. Laswad et.al., (2005) menghubungkan kinerja terhadap Internet
Financial Reporting (IFR) dengan ukuran pemerintah daerah. Dari penelitian tersebut,
dijelaskan bahwa terdapat hubungan antara ukuran pemerintah daerah yang digambarkan
dengan seberapa besar aset pemerintah daerah, dengan Internet Financial Reporting (IFR).
Tidak menjadi masalah bagi pemerintah daerah dengan total aset yang besar untuk
melaporkan informasi keuangannya di internet. Hal ini dikarenakan besarnya total aset yang
dimiliki masih sanggup untuk membiayai pelaporan keuangan di internet. Selain itu besarnya
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1308
SESI III/1
total aset mendorong pemerintah daerah untuk melaporkan informasi keuangan sebagai bukti
telah menyelenggarakan pemerintahan dengan baik.
Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut ini.
H2 : Size berpengaruh terhadap Internet Financial Local Government Reporting (IFLGR).
Leverage
Leverage merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam menjamin dana yang dipinjam
menggunakan jumlah aset yang dimiliki oleh pemerintah daerah. Jumlah hutang yang
dimaksud di sini mencakup jumlah dari hutang jangka panjang dan jangka pendek. Penting
untuk user mengetahui laporan keuangan yang lebih rinci agar informasi mengenai leverage
antar pemerintah daerah dapat diperbandingkan. Menurut Laswad et.al., (2005); Lestari dan
Chariri (2007) leverage berpengaruh positif signifikan terhadap Internet Financial Reporting
(IFR) .
Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut ini.
H3 : Leverage berpengaruh terhadap Internet Financial Local Government Reporting
(IFLGR).
Local Government Wealth
Menurut penelitian Laswad et.al., (2005) municipal wealth berpengaruh terhadap Internet
Financial Reporting (IFR). Dalam penelitian ini, kekayaan pemerintah mencerminkan kinerja
pemerintah daerah dalam mengelola keuangannya. Ketika kinerjanya baik, maka tidak
menjadi masalah bagi pemerintah untuk melaporkan informasi keuangannya. Akan tetapi,
Craven dan Martson, 1999 dalam Laswad et.al., (2005) menerangkan bahwa, pemerintahan
daerah dengan kekayaan yang lebih kecil akan cenderung membatasi akses informasi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1309
SESI III/1
akuntansi kepada pengguna. Sehingga kecenderungan untuk menutupi atau bahkan tidak
menyampaikannya secara sukarela di internet juga lebih besar.
Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut ini.
H4 : Wealth berpengaruh terhadap Internet Financial Local Government Reporting
(IFLGR).
Local Government Type
Sebagaimana dalam Laswad et.al., (2005), diterangkan bahwa di daerah kabupaten masih
kurang untuk tingkat pengungkapan secara sukarela di internet, jika dibandingkan dengan
daerah kota dan provinsi, hal ini mungkin dikarenakan tingkat masyarakat dalam mengakses
internet yang masih kurang. Menurut Serrano et.al., (2008):
“In local authorities whose citizens make greater use of information technologies, an
environment is created which stimulates governments to offer services and information,
including e-disclosure via the Internet. The greater the proportion of Internet users, the
greater is that of citizens potentially receptive to the consultation of this type of financial
information via the Internet.”
Daerah perkotaan merupakan daerah tujuan urbanisasi di mana kecenderungan
masyarakatnya yang heterogen juga lebih tinggi. Berbagai macam kebudayaan, pekerjaan,
tingkat pendidikan, serta tingkat kekayaan yang berimplikasi terhadap kecenderungan
masyarakat perkotaan dalam mengakses internet cenderung lebih tinggi. Kecenderungan ini
membuat pengawasan di daerah kota akan lebih tinggi, sehingga kecenderungan
pemerintahan untuk secara sukarela melaporkan keuangan mereka juga lebih tinggi karena
adanya tuntutan transparansi keuangan.
Berdasarkan penjelasan di atas, hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai
berikut ini.
H5 : Type berpengaruh terhadap Internet Financial Local Government Reporting (IFLGR).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1310
SESI III/1
C. Metode Penelitian
1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini meliputi pemerintah kota (kabupaten) di Indonesia.
Sampel penelitian ini adalah laporan keuangan pemerintahan kota (kabupaten) di Indonesia
tahun 2010 yang telah diaudit oleh Badan Pengawas Keuangan (BPK). Penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling dengan kriteria pengambilan sampel adalah
pemerintah daerah kota (kabupaten) tahun 2010, pemerintah daerah yang mempunyai web
dan dapat diakses, pemerintah daerah mempublikasi data dan informasi tentang DPRD,
pemerintah daerah yang menerbitkan laporan keuangan pemerintah daerah dan diaudit oleh
BPK RI dan menyajikan data dan informasi untuk pengukuran variabel penelitian.
INSERT TABEL 1
2. Data dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data penelitian ini diperoleh dari pusat
informasi dan komunikasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data dari laporan keuangan daerah pemerintahan kota (kabupaten) di
Indonesia pada tahun 2010. Sedangkan data kompetisi politik diperoleh dari publikasi
Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia (Kemendagri) dan website resmi masing-
masing pemerintah daerah.
3. Definisi Operasional Variabel
a. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pelaporan keuangan pemerintah
daerah di internet (Internet Financial Local Government Reporting/IFLGR).
Pelaporan keuangan di internet dinilai dari ada tidaknya APBD, laporan keuangan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1311
SESI III/1
pemerintah daerah (LKPD), atau LAKIP pada situs resmi pemerintahan daerah.
LKPD sendiri terdiri dari empat komponen, yaitu laporan realisasi anggaran, neraca,
laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Internet Financial Local
Government Reporting (IFLGR) dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemerintah
daerah yang melaporkan informasi keuangannya di internet atau Internet Financial
Reporting (IFR) dan pemerintah daerah yang tidak melaporkan informasi keuangan di
internet atau Non Internet Financial Reporting (N-IFR).
b. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini mengacu dalam penelitian terdahulu yang
dilakukan oleh Laswad et.al., (2005). Akan tetapi berdasarkan penelitian tersebut,
terdapat satu variabel independen yang tidak digunakan dalam penelitian ini yaitu
Press Visibility. Hal ini dikarenakan tingkat kesulitan untuk memperoleh data yang
cukup tinggi. Penelitian ini menggunakan lima variabel independen yaitu Political
Competition, Local Government Size, Leverage, Local Government Wealth, dan Local
Government Type. Adapun variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
dijelaskan dalam table berikut.
INSERT TABEL 2
c. Metode Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model binary logistic regression
karena variabel dependen dalam penelitian ini adalah kategorial, yaitu Internet
Financial Local Government Reporting (IFLGR) dengan kategori pemerintah daerah
yang mempublikasikan laporan keuangan di internet dilambangkan dengan angka 1
dan sebaliknya.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1312
SESI III/1
= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5
Notasi:
= Probabilitas pemerintah daerah untuk Internet Financial
Reporting dan Non Internet Financial Reporting
X1, X2 … X5 = Pengukuran atas POLCOM, SIZE, LEV, WEALTH, TYPE
β0, β1, β2 … β5 = Koefisien regresi
Selanjutnya, analisis pengujian model regeresi logistik perlu memperhatikan : 1)
Nilai likelihood, digunakan untuk menunjukkan apakah dengan penambahan variabel
bebas ke dalam model regresi dapat memperbaiki model regresi dalam memprediksi
variabel dependen penelitian., 2) Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test,
digunakan untuk membuktikan bahwa data empiris sesuai dengan model regresi
dalam penelitian atau tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model
penelitian dapat dikatakan fit., 3) Uji Nilai Nagelkerke R2, mirip dengan nilai
koefisien deteriminasi (R2) dalam pengujian dengan model regresi berganda yang
menjelaskan seberapa besar variabel bebas mampu menjelaskan pengaruh terhadap
variabilitas variabel dependen dalam model yang digunakan oleh penelitian ini., 4)
Uji Estimasi Parameter Atau Koefisien Regresi, merupakan nilai yang
menggambarkan besaran dan arah pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen dalam model regresi. Selain itu, dengan pengujian ini dapat diketahui nilai
probabilitas untuk masing-masing variabel independen sehingga dapat digunakan
sebagai dasar dalam penentuan simpulan di dukung atau tidak didukung hipotesis
yang diajukan dalam penelitian.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1313
SESI III/1
D. Analisis Data
1. Deskripsi Data
INSERT TABEL 3
Berdasarkan Tabel 2, Sampel (N) adalah 173 buah. Dari 173 sampel tersebut variabel TYPE
dan IFLGR mempunyai nilai minimum dan maksimum yang sama yang dikarenakan terdapat
kesamaan pengukuran yaitu menggunakan variabel dummy. Nilai minimum TYPE dan
IFLGR adalah sebesar 0,00 dan nilai maksimumnya adalah sebesar 1,00. Nilai mean dari
TYPE sebesar 0,2312 dan IFLGR sebesar 0,3757. Sedangkan standar deviasi dari TYPE
sebesar 0,42283 dan IFLGR sebesar 0,48571.
Sementara itu, untuk variabel SIZE merupakan variabel dengan rata rata tertinggi.
Nilai minimum untuk variabel SIZE adalah 25,46 (Kota Surakarta) dan nilai maksimumnya
adalah sebesar 32,80 (Kota Magelang). Nilai rata-rata dan standar deviasi untuk SIZE adalah
sebesar 28,0779 dan 0,79688. Nilai minimum untuk LEV adalah 0,0000056 (Kabupaten
Barito Utara) dan nilai maksimumnya adalah sebesar 0,1526570 (Kabupaten Minahasa
Selatan). Nilai rata-rata dan standar deviasi terendah terdapat dalam variabel LEV dengan
nilai rata-rata adalah 0,008550175 dan 0,0164952134 untuk standar deviasinya. Standar
deviasi tertinggi terdapat dalam variabel IFLGR yaitu sebesar 0,48571. Sedangkan untuk
variabel POLCOM dan WEALTH memiliki nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata,
standar deviasi berturut-turut sebagai berikut: 0,02 (Kabupaten Pasuruan); 0,71 (Kabupaten
Purbalingga); 0,2899; 0,15278 dan 0,01 (Kabupaten Minahasa Selatan); 1,00 (Kabupaten
Bantul); 0,0706; 0,08451.
2. Uji Nilai Likelihood
Uji nilai likelihood digunakan untuk menguji model binary logistic regression. Uji ini
menunjukkan apakah dengan penambahan variabel bebas ke dalam model regresi dapat
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1314
SESI III/1
memperbaiki model regresi dalam memprediksi variabel dependen penelitian. Uji ini
didasarkan pada nilai -2LogL baik pada block 0 maupun block 1. Hasil pengujian model
regresi diperoleh nilai -2LogL sebesar 36,188 dan nilai probabilitas 0,000 yang lebih kecil
dari tingkat signifikansi penelitian sebesar 5%. Hasil ini mengindikasikan bahwa
penambahan variabel independen berupa POLCOM, SIZE, LEV, WEALTH, dan TYPE dapat
memperbaiki model fit dalam model binary logistic regression penelitian ini.
3. Uji Nilai Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Uji ini dilakukan untuk membuktikan bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan
model regresi dalam penelitian atau tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga
model penelitian dapat dikatakan fit. Jika nilai Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit test
lebih kecil atau sama dengan tingkat signifikansi penelitian 5%, maka terdapat perbedaan
signifikan antara model dengan nilai observasinya sehingga goodness fit model tidak baik
karena model tidak dapat memprediksi obsevasinya. Sebaliknnya, jika nilai Hosmer and
Lemeshow’s goodness of Fit test lebih besar dari 5%, maka model mampu memprediksi nilai
observasi atau dapat dikatakan bahwa model dapat diterima karena cocok dengan data
observasi penelitian. Hasil pengujian nilai Hosmer and Lemeshow’s goodness of Fit test
dalam penelitian ini menunjukkan angka sebesar 12,982 dengan nilai probabilitas atau
signifikansi sebesar 0,112. Hasil ini mengindikasikan bahwa model penelitian ini adalah fit
dan dapat digunakan sebagai model untuk memprediksi observasi dalam penelitian.
4. Uji Nilai Nagelkerke R2
Uji nilai Nagelkerke R2
mirip dengan nilai koefisien deteriminasi (R2) dalam
pengujian dengan model regresi berganda yang menjelaskan seberapa besar variabel bebas
mampu menjelaskan pengaruh terhadap variabel dependen. Hasil pengujian nilai Nagelkerke
R2
dalam penelitian ini adalah sebesar 0,257 yang berarti bahwa variabilitas variabel
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1315
SESI III/1
dependen dalam hal ini adalah pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet dapat
dijelaskan oleh variabel independen POLCOM, LEV, dan WEALTH sebesar 25,7%.
Sementara itu, variabilitas sisanya sebesar 74,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan dalam model penlitian ini.
5. Uji Parameter Logistic Regression.
Setelah kelayakan model diuji dan diperoleh hasil bahwa model regresi yang
digunakan dalam penlitian ini layak (fit) untuk digunakan sebagai model prediksi variabel
pelaporan keuagan pemerintah daerah di internet, maka pengujian berikutnya adalah uji
estimasi parameter atau koefisien dalam model regresi penelitian. Dengan mengetahui
parameter atau koefisien regresi dalam pengujian regresi ini, maka dapat diketahui nilai dan
arah pengaruh masing-masing variabel serta tingkat signifikasi prediksi terhadap kondisi
pelaporan keuagan pemerintah daerah di internet. Selain itu, dengan pengujian ini dapat
diketahui nilai probabilitas untuk masing-masing variabel independen sehingga dapat
digunakan sebagai dasar dalam penentuan simpulan di dukung atau tidak didukung hipotesis
yang diajukan dalam penelitian. Hasil dari pengujian tersebut ditunjukkan dalam table berikut
ini.
INSERT TABEL 4
Hasil pengujian dengan menggunakan model binary logistic regression seperti tersaji
dalam tabel di atas menunjukkan nilai koefisien regresi, nilai wald dan nilai probabilitas
untuk masing-masing variabel independen penelitian. Tabel di atas menunujukkan bahwa
variabel POLCOM, LEV, dan WEALTH mempunyai nilai probabilitas yang lebih kecil dari
tingkat signifikansi (alpha) penelitian yaitu 1%, 5% atau 10%. Nilai probabilitas untuk
variabel POLCOM, LEV, dan WEALTH berturut-turut adalah 0,038; 0,051; dan 0,000. Nilai
probabilitas untuk ketiga variabel tersebut di bawah level signifikasi penelitian 5%. Sehingga
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1316
SESI III/1
dapat dinyatakan bahwa variabel POLCOM, LEV, dan WEALTH berpengaruh terhadap
pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet pada tingkat keyakinan penelitiann 0,05.
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa untuk variabel SIZE dan TYPE mempunyai
nilai probabilitas lebih besar dari tingkat signifikansi penelitian 1%, 5% atau 10%. Hasil ini
mengindikasikan bahwa variabel SIZE (0,920) dan TYPE (0,596) bukan variabel yang
mempengaruhi probabilitas pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet pada tahun
2010 di Indonesia.
Hasil pengujian binary logistic regression dalam tabel di atas dapat digunakan
sebagai dasar penyusunan model penelitian. Model binary logistic regression dalam
penelitian ini adalah seperti berikut ini.
=
Estimasi parameter β yang digunakan untuk mengukur sejauh mana variabel
independen mampu meningkatkan log probabilitas suatu event terjadi. Hasil analisis
menunjukkan nilai koefisien dalam model regresi di atas sebesar: -2,484; -0,026; -41,367;
20,797; dan -0,266 serta nilai konstanta -0,912.
Karena tanda β4 positif, maka semakin besar WEALTH semakin besar juga pelaporan
keuangan pemerintah daerah di internet. Tanda β1, β2, β3, dan β5 negatif maka semakin besar
POLCOM, SIZE, LEV dan TYPE, maka semakin kecil pelaporan keuangan pemerintah daerah
di internet. Hasil menunjukkan bahwa H1, H3, dan H4 signifikan sehingga hipotesis tersebut
dapat diterima . Sedangkan H2 dan H5 tidak signifikan sehingga hipotesis tersebut ditolak.
E. Pembahasan
Hasil pengujian mengindikasikan bahwa terdapat tiga variabel independen yang
signifikan terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet pada tahun 2010 di
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1317
SESI III/1
Indonesia. Ketiga variabel tersebut antara lain kompetisi politik (political competition),
leverage, dan kekayaan pemerintah daerah (wealth). Sedangkan dua variabel independen
yang lain yaitu ukuran pemerintah daerah (size) dan tipe pemerintahan (type) tidak dapat
digunakan untuk mengukur tingkat pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet.
Semakin tinggi persaingan politik dalam pemerintah daerah, akan mendorong
pemerintah daerah tersebut melaporkan informasi keuangannya di internet. Selain murah dan
dapat diakses dengan mudah, pelaporan di internet juga akan meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap kredibilitas pemerintahan daerah yang menjabat sekarang dengan
ekspektasi terpilihnya kembali dalam pemilu mendatang. Dengan ini maka hipotesis pertama
(POLCOM) terbukti mempengaruhi pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet.
Hipotesis kedua (SIZE) ditolak karena tidak terbukti signifikan mempengaruhi
pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet. Ukuran pemerintah daerah yang
dinyatakan dengan aset mempunyai kemungkinan tidak berpengaruh oleh pelaporan
keuangan di internet disebabkan oleh permasalahan akuntansi aset yang dihadapi oleh
pemerintah daerah di Indonesia yang dibuktikan dengan pengecualian dalam opini audit
BPK. Sebagian besar laporan keuangan pemerintah daerah yang diberi opini wajar dengan
pengecualian mempunyai ketidakwajaran dalam hal aset sehingga dikecualikan. Selain itu,
penggunaan internet membutuhkan sumber daya manusia yang familiar dengan teknologi
informasi. Pelaporan informasi keuangan di internet juga mempertimbangkan kemampuan
daerah baik kota maupun kabupaten dalam mengakses internet. Apabila pemerintah daerah
dengan size yang besar tanpa diikuti oleh kemampuan daerah dalam mengakses internet yang
baik, maka size tidak akan berpengaruh terhadap pelaporan keuangan pemerintah daerah di
internet. Sementara itu salah satu permasalahan lain yang dihadapi oleh pemerintah daerah
khususnya pemerintah daerah di luar Jawa adalah kualitas sumber daya manusia, sehingga
pemerintah daerah dengan jumlah aset yang besar tetapi mempunyai sumber daya manusia
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1318
SESI III/1
yang berkualitas rendah tidak menjamin bahwa pemerintah daerah tersebut memanfaatkan
teknologi informasi (internet) dalam pelaporan akuntabilitas dan transparansi informasi
keuangan.
Melalui internet, baik informasi keuangan dan non keuangan yang dibutuhkan oleh
pengguna sebagai bentuk akuntabilitas dan transparansi pemerintah daerah dapat digunakan
untuk mengalihkan fokus utama masyarakat terhadap tingginya leverage pemerintah daerah.
Dengan begitu, hipotesis ketiga (LEV) diterima karena terbukti positif mempengaruhi
pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet.
Hipotesis keempat (WEALTH) juga diterima karena terbukti positif mempengaruhi
pelaporan keuangan pemerintah daerah di internet. Kekayaan pemerintah merupakan bukti
nyata atas kinerja pemerintah daerah yang baik dalam mengelola keuangan pemerintah
daerah. Sehingga semakin besar rasio pengelolaan belanja pemerintah daerah maka
kecenderungan pemerintah daerah untuk melaporkan keuangannya di internet pun juga
semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
Hipotesis kelima (TYPE) ditolak karena tidak dapat membuktikan adanya hubungan
antara tipe pemerintah daerah kota ataupun kabupaten dengan pelaporan keuangan
pemerintah daerah di internet. Baik kota maupun kabupaten mendapat kemampuan yang
sama dalam mengakses informasi keuangan di internet. Menurut Menkominfo, M. Nuh,
pemerintah menargetkan pada 2010 program internet masuk desa sudah terealisasi di seluruh
Indonesia, sehingga rencana tindak lanjut menjadi desa pintar terwujud (dikutip tanggal 17
juni 2013 dari: www.setkab.go.id). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2008 Pasal 2 Ayat 3 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menyatakan bahwa setiap
informasi publik harus dapat diperoleh setiap pemohon informasi publik dengan cepat dan
tepat waktu, biaya ringan, dan cara sederhana. Berdasarkan undang-undang tersebut, internet
merupakan media yang dapat dengan cepat, tepat waktu, murah, dan sederhana untuk
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1319
SESI III/1
mengakses informasi keuangan pemerintah daerah. Baik pemerintah kota maupun kabupaten
yang telah melaksanakan undang-undang tersebut seharusnya telah melaporkan informasi
keuangannya melalui internet, sehingga perbedaan tipe pemerintahan di kota maupun
kabupaten tidak menjamin bahwa pemerintah daerah akan melaporkan informasi
keuangannya.
F. Penutup
1. Simpulan
Hasil pengujian data dalam penelitian mendasari pengambilan kesimpulan dari
penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi pelaporan keuangan pemerintah daerah di
Internet. Sesuai dengan hasil penelitian Laswad et.al., (2005), Leverage dan Local
Government Wealth terbukti berpengaruh terhadap pelaporan informasi keuangan di internet,
sedangkan Size tidak terbukti mempengaruhi pelaporan informasi keuangan pemerintah
daerah di internet. Akan tetapi, Political Competition dan Type menunjukkan hasil yang
berkebalikan dengan penelitian Laswat et.al., (2005).
Political Competition terbukti berpengaruh terhadap pelaporan informasi keuangan di
internet. Semakin tinggi level political competition, kecenderungan pemerintah daerah untuk
menggunakan internet sebagai sarana pelaporan informasi keuangan yang mudah dan murah
juga akan semakin tinggi. Informasi tersebut dapat mencerminkan bukti kinerja pemerintah
daerah. Adanya bukti kinerja yang baik membuat pejabat daerah terpilih agar mendapat
kepercayaan dari masyarakat yang telah memilihnya dahulu, serta dapat berekspektasi untuk
memenangkan pemilu periode berikutnya.
Tipe pemerintah daerah tidak terbukti signifikan terhadap pelaporan informasi
keuangan di internet. Baik pemerintah kota maupun kabupaten tidak memiliki hubungan
signifikan terhadap tingkat pengungkapan (Martani, 2010).
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1320
SESI III/1
2. Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain: sumber data yang digunakan adalah website
pemda yang sebagian besar non aktif dan atau tidak dapat diakses, pengukuran pelaporan
keuangan di internet menggunakan dummy tanpa mengakomodir kualitas konten, periode
penelitian ini hanya satu tahun sehingga daya komparabilitas dan generalisasinya relatif kecil.
3. Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mencari sumber lain yang dapat dijadikan alternatif
untuk mendapatkan sampel. Dengan begitu, data sampel berasal dari beberapa sumber yang
dapat menambah kelengkapan data penelitian. Penggunaan variabel dummy dapat diganti
menggunakan skala poin di mana dari tingkatan poin tersebut diklasifikasikan berdasarkan
kualitas dari variabel tersebut. Penambahan periode data penelitian dapat digunakan untuk
membadingkan hasil penelitian antar periode.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1321
SESI III/1
DAFTAR PUSTAKA
Almilia, L. S. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela Internet Financial and
Sustainability Reporting. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. 12 (2).
Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.
Cooper, D. R. dan Pamela S. S. 2006. Business Research Methods. Edisi Kesembilan. Jakarta: PT Media Global
Edukasi.
Hilmi, A. Z. dan D. Martani. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi. Simposium Nasional Akuntansi (SNA) XV.
Banjarmasin. 20-23 September.
Laswad, F., Richard F., dan Peter O. 2005. Determinants Of Voluntary Internet Financial Reporting By Local
Government Authorities. Journal of Accounting and Public Policy. 24: 101-121.
Lestari, H. S. dan A. Chariri. 2007. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pelaporan Keuangan Melalui
Internet (Internet Financial Reporting) Dalam Website Perusahaan. Working Paper FE UNDIP.
Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.
Martani, D. dan A. Lestari. 2010. Local Government Financial Statement Disclosure In Indonesia. Annual
Meeting and Conference Asian Academic Accounting Association (AAAA). Thailand. 28
November-1 Desember.
Muhammad, Bagus H. P. 2012. Analisis Tingkat Pengungkapan Informasi Keuangan Dan Non Keuangan
Dalam Perspektif E-Government Pada Website Pemerintah Kota/Kabupaten Di Indonesia.
Skripsi Sarjana FPEB UPI.
Nordiawan, D. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Peraturan Pemerintah Nomor: 56 Tahun 2005. Tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.
,Nomor: 105 Tahun 2000. Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor: 1 Tahun Per 1 Juli 2009. Tentang Penyajian Laporan
Keuangan.
Serrano, C., Mar R., dan Pilar P. 2008. Factors Influencing E-Disclosure In Local Public Administrations.
Documento de Trabajo-03 Facultad de Ciencias Económicas y Empresariales Universidad de
Zaragoza.
Simanjuntak, F., Kumba D., dan Putut A. S. 2010. Mengukur Korupsi Di Indonesia. Laporan Survey Index
Persepsi Korupsi Indonesia. Transparency International Indonesia.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) No. 1. Tentang Penyajian Laporan Keuangan.
Suwardjono. 2005. Teori Akuntansi: Perekayasaan Pelaporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE
Undang-Undang Nomor: 32 Tahun 2004 pasal 184 ayat 1. Tentang Pemerintahan Daerah.
,Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 2008. Tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Www.setkab.go.id
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1322
SESI III/1
LAMPIRAN
Tabel 1
Sampel dan Observasi Penelitian
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2010 497
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2010 yang tidak menyajikan total
kewajiban
(28)
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun 2010 yang tidak tersedia (297)
Jumlah observasi dalam penelitian. 173
Tabel 2
Pengukuran Variabel
Variabel Jenis Variabel Definisi Pengukuran
Political
Competition
(POLCOM)
Independen
Rasio koalisi partai
pendukung kepala
daerah pemenang
pemilu
Jumlah anggota dewan partai
pendukung kepala daerah dibagi dengan
jumlah total anggota dewan
Local
Government Size
(SIZE)
Independen Jumlah Pendapatan Logaritma Natural atas Aset
Leverage (LEV) Independen Perbandingan antara
utang dengan total aset
Total Kewajiban Pemerintah Daerah
dibagi Total Aset Pemerintah Daerah
Local
Government
Wealth
(WEALTH)
Independen Rasio Pengelolaan
Belanja
Total pendapatan asli daerah dibagi
dengan total belanja
Local
Governmant
Type (TYPE)
Independen Tipe pemerintah
daerah
Jenis pemerintah daerah (Kota atau
Kabupaten)
Internet Financial
Local
Government
Reporting
(IFLGR)
Dependen Pelaporan keuangan
melalui internet
Probabilitas pemerintah daerah untuk
melakukan pelaporan keuangan dengan
internet, 1 jika pemerintah daerah
melaporkan informasi keuangannya di
internet, dan 0 jika sebaliknya
Notasi:
= Probabilitas pemerintah daerah untuk Internet Financial Reporting dan Non
Internet Financial Reporting
X1, X2 … X5 = Pengukuran atas POLCOM, SIZE, LEV, WEALTH, TYPE
β0, β1, β2 … β5 = Koefisien regresi
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Aditya Rahman P., Sutaryo, dan Agus Budiatmanto
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI Manado, 25-28 September 2013 1323
SESI III/1
TABEL 3
Deskripsi Statistik Data Penelitian
Variabel N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
POLCOM 173 0,02 0,71 0,2899 0,15278
SIZE 173 25,46 32,80 28,0779 0,79688
LEV 173 0,0000056 0,1526570 0,008550175 0,0164952134
WEALTH 173 0,01 1,00 0,0706 0,08451
TYPE 173 0,00 1,00 0,2312 0,42283
IFLGR 173 0,00 1,00 0,3757 0,48571
Valid N (listwise) 173
Keterangan: POLCOM= Political Competition, SIZE= Local Government Size, LEV= Leverage,
WEALTH= Local Government Wealth, TYPE= Local Government Type
Sumber: hasil pengolahan data
Tabel 4
Hasil Uji Binary Logistic Regresion
Var. B S.E. Wald Sig.
POLCOM -2,484 1,199 4,292 0,038
SIZE -0,026 0,260 0,010 0,920
LEV -41,367 21,153 3,825 0,051
WEALTH 20,797 4,796 18,808 0,000
TYPE -0,266 0,501 0,281 0,596
Constant -0,912 0,466 3,827 0,050
Keterangan: POLCOM= Political Competition, SIZE= Local Government Size, LEV= Leverage,
WEALTH= Local Government Wealth, TYPE= Local Government Type
Sumber: hasil pengolahan data
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1324
SESI I/12
Penentu Jumlah Temuan BPK atas
Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan
(Internal Control Compliance Comments)
Pemerintah Daerah di Indonesia
SEPTIANA IRMA HAPSARI
SUTARYO
IBRAHIM FATWA WIJAYA
Universitas Sebelas Maret
Abstract: This study develops a statistical model to reports Internal control compliance
comments (ICC Comments) issued by Republic Indonesia Supreme Audit Board (BPK-RI)
pursuant to audits of Indonesian’s local governments. The purpose of the study is to analyze
factors that affect the numbers of ICC comments received by local government. This study
has 487 selected samples to the local government for year 2011. This study uses data of local
government financial statetements in 2011 in the form of softcopy from Republic Indonesia
Supreme Audit Board (BPK-RI) and other media publications.
The results showed that government grade, unqualified audit opinions, and education
background affect the numbers of ICC comments received by the local governments. Only
auditee size does not affect the number of ICC comments. Limitation of this study is only use
one period year and did not examine auditors characteristics besides unqualified audit
opinions and education background due to the unavailability of data.
Keywords: agency theory, auditing, internal control compliance comments, local
government, management letter
Corresponding author: [email protected]
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1325
SESI I/12
A. Pendahuluan
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai dengan diterbitkannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang diperbarui
dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah. Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya otonomi daerah maka terjadi perubahan dalam pengelolaan
keuangan dibuktikan dengan lahirnya tiga paket undang-undang di bidang keuangan
negara yaitu UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan
atas Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Negara. Ketiga paket undang-
undang ini mengatur pengelolaan keuangan negara secara lebih demokratis dan mengatur
adanya sanksi bagi para pengelola keuangan negara. Hal ini menimbulkan konsekuensi
bagi pemerintah daerah, yakni diberikan kewenangan untuk mengelola keuangan daerah
masing-masing sehingga muncul adanya tuntutan transparansi dan akuntabilitas. Oleh
karena itu, laporan keuangan pemerintah daerah akan diaudit oleh BPK RI sebagai auditor
eksternal pemerintah daerah di Indonesia.
Sebagai usaha transparansi pengelolaan keuangan oleh pemerintah daerah dan
pemeriksaan keuangan daerah oleh BPK, maka BPK merilis laporan hasil pemeriksaan
(LHP) yang berisikan tiga bab meliputi keuangan, pengendalian internal, dan kepatuhan.
Dalam LHP tersebut BPK memberikan hasil temuan beserta rekomendasi sebagai
perbaikan sistem keuangan, pengendalian internal maupun kepatuhan. Jumlah temuan
maupun rekomendasi dalam LHP dipengaruhi oleh pelaksanaan sistem pengelolaan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1326
SESI I/12
keuangan daerah, sistem pengendalian internal, dan pelaksanaan perundang-undangan
yang berlaku. Adanya permasalahan dalam penerapan sistem pengendalian internal dan
kepatuhan atas pelaksanaan undang-undang pada ini menjadi motivasi bagi peneliti untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut.
Penelitian serupa tentang internal control compliance comments (ICC comments)
telah dilakukan dengan meneliti management letter comments (ML comments) pada
beberapa kota di luar negeri. Menurut Hayes et al. (2005), management letter
menunjukkan adanya kelemahan dalam pengendalian internal dan kepatuhan atas
perundang-undangan serta kondisi yang dilaporkan lainnya. Penelitian terdahulu oleh
Wallace (1981) menyimpulkan bahwa pengungkapan permasalahan pengendalian intern
secara terbatas berguna dalam berkomunikasi dengan publik namun lebih bermanfaat
untuk manajemen kota. Wallace (1992) menyelidiki isi management letter yang
dikeluarkan oleh perusahaan publik di Amerika Serikat, hasilnya manajer menganggap
management letter tidak terlalu baik karena manajemen dapat dianggap lalai jika terjadi
kegagalan dalam menetapkan pengendalian internal. Selanjutnya Cox dan Wichmann
(1993) menyelidiki kualitas sistem pengendalian intern, termasuk ML comments pada
pemerintah daerah Amerika Serikat. Kontras dengan temuan Wallace (1992), Cox dan
Wichmann melaporkan bahwa pimpinan pemerintah daerah mempertimbangkan ML
comments sebagai sumber informasi yang berharga.
Penelitian selanjutnya oleh Manson et al. (2001) menemukan bahwa manajer dan
auditor menganggap ML comments sebagai hal yang berharga terlebih untuk
mengembangkan hubungan dengan klien. Penelitian terbaru oleh Johnson et al. (2012)
menemukan menemukan bahwa faktor-faktor penentu komentar management letter bagi
pemerintah daerah di Florida serupa tetapi tidak identik untuk komentar pada management
letter tahun awal dan pengulangan tahun berikutnya. Penelitian ini juga menemukan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1327
SESI I/12
bahwa ML comments memainkan peran berharga dalam mengkomunikasikan saran untuk
perbaikan auditee.
B. Tinjauan Pustaka dan Pengembangan Hipotesis
1. Agency Theory pada Organisasi Pemerintah
Hubungan keagenan dalam teori agensi muncul ketika ada penugasan dari
individu (prinsipal) kepada individu lain (agen). Menurut Jensen & Meckling (1976)
masalah keagenan dapat muncul karena setiap individu diasumsikan akan mempunyai
preferensi untuk memaksimalkan utilitas pribadi yang kemungkinan besar berlawanan
dengan kepentingan individu lain. Berdasarkan asumsi ini kemungkinan akan terjadi
kegagalan oleh agen dalam melaksanakan tugas dikarenakan agen lebih memilih untuk
memaksimalkan kepentingan pribadi.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 partisipan pada
organisasi pemerintahan meliputi rakyat, bupati atau walikota, dan DPRD. Dalam
undang-undang tersebut, bupati dan walikota mempunyai tanggung jawab atas
perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban program pemerintah sehingga
berperan sebagai eksekutif. Mekanisme pemilihan bupati dan walikota oleh rakyat
menunjukkan adanya pelimpahan wewenang dari rakyat kepada bupati dan walikota.
Hal ini menunjukkan bahwa Bupati dan Walikota berperan sebagai agen dan rakyat
merupakan prinsipal dalam rerangka hubungan keagenan.
Dalam UU Nomor 32 tahun 2004 DPRD merupakan mitra kerja bupati dan
walikota yang berperan dalam fungsi pengawasan dan legislasi. DPRD adalah
representasi rakyat dalam pengambilan keputusan formal karena DPRD dipilih secara
langsung oleh rakyat. Hal ini menunjukkan DPRD berfungsi sebagai saluran untuk
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1328
SESI I/12
mengakomodasi kepentingan rakyat dalam pengambilan keputusan oleh pihak
eksekutif.
2. Monitoring pada Organisasi Pemerintah
Pengertian audit pada sektor publik dapat diperoleh dengan mencermati
gambar 1.
INSERT GAMBAR 1
Menurut Rai (2008), hubungan antara ketiga pihak pada gambar 1 dapat
dijelaskan bahwa pihak pertama (auditor) adalah pihak yang mengaudit akuntabilitas
pihak kedua terhadap pihak ketiga dan memberikan atestasi kepada pihak ketiga.
Hubungan audit tersebut berlaku dalam pemerintahan di Indonesia. Pada tingkat
pemerintah daerah, yang bertindak sebagai pihak pertama (auditor) adalah Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai auditor eksternal pemerintah; pihak kedua
(auditee) adalah para bupati dan walikota; pihak ketiga adalah legislatif (DPRD).
Bupati dan walikota memiliki hubungan akuntabilitas dengan DPRD. Akuntabilitas ini
diaudit oleh BPK kemudian BPK memberikan atestasi kepada legislatif dalam bentuk
laporan hasil audit. Menurut pasal 20 UU No. 15 tahun 2004, pemerintah wajib
menindaklanjuti laporan hasil pemeriksaan BPK yang memuat adanya kelemahan
dalam pengendalian intern, kecurangan, penyimpangan dari ketentuan perundang-
undangan, dan ketidakpatuhan.
3. Management Letter Comments
Auditor sering kali mengidentifikasi dan mengkomunikasikan adanya temuan
terkait kurang signifikannya pengendalian internal yang dilakukan oleh klien/
manajemen organisasi. Menurut Hayes et al. (2005: 521) bentuk komunikasi tersebut
berupa surat terpisah dari auditor yang disebut management letter yang berisi saran
untuk peningkatan pengendalian internal yang berfokus pada keuangan, kepatuhan, dan
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1329
SESI I/12
proses operasional. Sesuai dengan Petunjuk Teknis Pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia yang diterbitkan oleh BPK, Ketua tim
pemeriksa dari BPK RI akan menyampaikan management letter pada saat berakhirnya
pemeriksaan (exit briefing), berisi temuan pemeriksaan yang perlu mendapatkan
perhatian. Berdasarkan management letter tersebut, dilakukan proses penyusunan
Laporan Hasil Pemeriksaan yang terdiri dari Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan
Pemerintah, Hasil Pemeriksaan atas Pengendalian Intern, dan Hasil Pemeriksaan atas
Kepatuhan.
4. Internal Control Compliance Comments (ICC comments)
Pemahaman secara menyeluruh mengenai konsep pengendalian internal
(internal control) pada pemerintah daerah dijelaskan melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Dalam peraturan
tersebut dijelaskan bahwa Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai di lingkungan pemerintah pusat dan daerah untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan
yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
Audit kepatuhan (compliance audit) pada pemerintahan menjadi hal yang
penting juga untuk diperhatikan selain pengendalian internal (internal control).
Menurut Arens (2005: 14) audit kepatuhan dilakukan untuk menentukan apakah
auditee telah mengikuti serangkaian prosedur yang spesifik, tata cara, dan peraturan
yang telah ditetapkan oleh otoritas yang lebih tinggi. Menurut Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara yang dikeluarkan oleh BPK RI, auditor harus menyiapkan laporan
hasil pemeriksaan atas kepatuhan yang mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1330
SESI I/12
ketentuan peraturan perundang-undangan termasuk pengungkapan atas penyimpangan
administrasi, pelanggaran atas perikatan perdata, penyimpangan yang mengandung
unsur tindak pidana, dan ketidakpatutan yang signifikan.
5. Pengembangan Hipotesis
1) Auditee Size dengan ICC Comments
Auditee size atau ukuran auditee diukur sebagai logaritma natural dari
pendapatan total pemerintah daerah. Pembahasan mengenai auditee size dianggap
akan berpengaruh terhadap pemberian komentar dalam Internal Control
Compliance Comments (ICC comments) baik untuk hubungan yang positif maupun
negatif. DeFond dan Jiambalvo (1991) mengungkapkan bahwa ukuran entitas
merupakan faktor penentu adanya pengendalian internal yang baik pada entitas
yang bersangkutan.
Penelitian oleh Ge dan McVay (2005) mengungkapkan bahwa entitas
yang lebih besar memiliki lingkup yang lebih luas dalam kegiatan koordinasi dan
kontrol sehingga dapat memiliki kemungkinan relatif lebih tinggi untuk
menghasilkan komentar dalam management letter. Hal ini berarti ICC comments
yang akan diperoleh entitas juga akan relatif lebih banyak. Khrisnan (2005)
melaporkan adanya hubungan positif antara auditee size terhadap kemungkinan
adanya masalah pengendalian internal. Pandangan berbeda menyatakan bahwa
organisasi yang lebih besar memiliki kontrol yang lebih baik (DeFond dan
Jiambalvo, 1991). Hal ini menurut Johnson et al. (2012) akan menurunkan
kemungkinan untuk menerima komentar dalam management letter. Apabila jumlah
komentar dalam management letter relatif sedikit/ menurun maka begitu pun
dengan jumlah ICC comments juga akan relatif lebih sedikit. Penelitian oleh Ge
dan McVay (2005), Doyle et al. (2007), dan Ashbaugh-Skaife et al. (2007)
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1331
SESI I/12
menemukan hubungan negatif antara ukuran entitas dan kemungkinan masalah
pengendalian internal.
Atas dasar teori di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut.
H1 : Auditee size berpengaruh terhadap ICC comments dalam laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah.
2) Government Grade dengan ICC Comments
Keberadaan government grade yang diperoleh pemerintah daerah
menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah mempunyai peringkat, penghargaan
atau prestasi atas pelaksanaan good corporate governance. Menurut Dwyer dan
Wilson (1989) dalam Johnson et al. (2012), pemerintah yang menerima
sertifikat/penghargaan cenderung dikelola lebih baik daripada pemerintah non
penerima penghargaan. Hasilnya perolehan penghargaan oleh pemerintah
berpengaruh terhadap jumlah komentar yang diterima pada ICC comments
sehingga pemerintah penerima peringkat/penghargaan akan memperoleh lebih
sedikit komentar dalam ICC comments dibandingkan dengan pemerintah non
penerima.
Cox dan Wichmann (1993) melaporkan bahwa pemerintah yang
mendapatkan sertifikat terkait pengelolaan keuangan memiliki persepsi yang lebih
tinggi untuk memperkuat pengendalian internalnya daripada pemerintah non
penerima. Pengendalian internal yang lebih baik harus dikaitkan dengan sedikit
permasalahan yang timbul sehingga akan berpengaruh terhadap penerimaan lebih
sedikit komentar dalam ICC comments.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini merumuskan hipotesis
sebagai berikut.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1332
SESI I/12
H2 : Government grade berpengaruh terhadap ICC comments dalam laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah.
3) Unqualified Audit Opinions dengan ICC Comments
Unqualified audit opinion atau pendapat wajar tanpa pengecualian
merupakan pendapat auditor atas laporan keuangan yang menunjukkan bahwa
laporan keuangan telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material.
Zhang et al. (2012) mengungkapkan keberadaan auditor independen dapat
dihubungkan dengan pengungkapan permasalahan pengendalian internal. Auditor
mempunyai keharusan untuk menerbitkan clean opinion atau unqualified audit
opinion ketika tidak terdapat permasalahan potensial dalam pengendalian internal
perusahaan.
Hasil penelitian Johnson et al. (2012) mengungkapkan bahwa pendapat
wajar tanpa pengecualian atau unqualified audit opinion berpengaruh negatif
terhadap komentar dalam management letter. Maka keberadaan pendapat wajar
tanpa pengecualian juga akan berpengaruh negatif terhadap ICC comments-nya.
Opini auditor wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa tidak ada komentar
yang merendahkan dalam manajemen keuangan pemerintah daerah.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini merumuskan hipotesis
sebagai berikut.
H3 : Unqualified audit opinions berpengaruh terhadap ICC comments dalam
laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah.
4) Education Background dengan ICC Comments
Latar belakang jenjang pendidikan yang ditempuh oleh auditor mulai
jenjang sarjana hingga pasca sarjana menjadi faktor penentu kualitas hasil
pemeriksaan atas pengendalian internal dan kepatuhan (ICC comments). Batubara
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1333
SESI I/12
(2008) mengemukakan bahwa auditor/ pemeriksa dituntut untuk mempunyai
keahlian yang lebih tinggi daripada pelaksana, sehingga pemeriksa dapat
melakukan penilaian atas ketaatan pelaksana terhadap penerapan standar yang
berlaku.
Latar belakang pendidikan akuntansi merupakan sebuah keharusan bagi
pemeriksa laporan keuangan dan semakin tinggi jenjang pendidikan pemeriksa
maka pengetahuan di bidang akuntansi akan semakin komprehensif (Setyaningrum,
2012). Penelitian ini menduga bahwa tinggi jenjang pendidikan auditor
berpengaruh positif terhadap banyaknya komentar dalam internal control
compliance comments (ICC comments) yang diterima oleh pemerintah daerah. Hal
ini dikarenakan semakin tinggi jenjang pendidikan auditor, maka kualitas audit
akan semakin baik dan pemberian komentar dalam ICC comments dapat semakin
komprehensif.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penelitian ini merumuskan hipotesis
sebagai berikut.
H4 : Education background berpegaruh terhadap ICC comments dalam laporan
hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah.
Penelitian ini selain menggunakan empat variabel utama di atas, juga
memasukkan dua variabel kontrol yaitu variabel geographical type (tipe geografis) dan
council type (tipe pemerintah daerah). Variabel kontrol dimasukkan ke dalam penelitian
berfungsi untuk mengendalikan atau menghilangkan pengaruh tertentu pada model
penelitian (Sekaran, 2007). Geographical type perlu dikontrol karena pemerintah
daerah di Pulau Jawa cenderung lebih maju dalam pengorganisasian lembaga
dibandingkan pemerintah daerah di luar Pulau Jawa. Council type dikontrol karena tipe
pemerintah daerah kota dipandang lebih kompleks daripada pemerintah kabupaten.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1334
SESI I/12
C. Metode Penelitian
1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian adalah Pemerintah Daerah Kota/ Kabupaten di
seluruh Indonesia pada tahun 2011. Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling dengan kriteria pengambilan sampel adalah pemerintah kota/
kabupaten di seluruh Indonesia tahun 2011, pemerintah kota/ kabupaten yang
menerbitkan laporan keuangan pemerintah daerah secara lengkap tahun 2011 dan
telah diaudit oleh BPK RI, dan menyajikan seluruh data dan informasi di laporan
keuangan pemerintah daerah dan laporan hasil pemeriksaan BPK RI, yang dibutuhkan
dalam pengukuran variabel dan analisis data untuk pengujian hipotesis penelitian.
Dalam penelitian ini terdapat sebanyak 524 pemerintah daerah kota/
kabupaten pada tahun 2011. Atas jumlah itu, 487 pemerintah daerah terpilih sebagai
sampel penelitian dengan kriteria yang dapat dilihat pada tabel 1.
INSERT TABEL 1
2. Data dan Sumber Data
Sumber data penelitian ini merupakan data sekunder (secondary data). Data
sekunder adalah data yang telah ada dan tersedia sehingga tidak perlu dikumpulkan
sendiri oleh peneliti (Sekaran, 2007). Data sekunder tersebut berupa softcopy laporan
hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di seluruh
Indonesia yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK RI). Data lainnya
berupa softcopy Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 120-2818 tahun 2013
tentang Penetapan Peringkat dan Status Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
Secara Nasional tahun 2011 yang diperoleh dari www.kemendagri.go.id.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1335
SESI I/12
3. Variabel dan Pengukuran Variabel
Variabel dalam penelitian ini sebagaimana yang digunakan dalam penelitian
Johnson et al., (2012). Variabel dependen adalah jumlah komentar pada internal
control compliance comments (ICC Comments), sedangkan variabel independennya
terdiri dari auditee size, government grade, unqualified audit opinion dan education
background. Penelitian ini juga menambahkan variabel kontrol yang terdiri dari
geographical type dan council type. Lebih lanjut variabel dapat dijelaskan pada tabel.
INSERT TABEL 2
D. Analisis Data Dan Pembahasan
1) Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model yang dikembangkan
oleh Johnson et al. (2012) dengan model regresi berganda sebagai berikut.
ICCC = β0 + β1 GOVSIZE + β2 GRADE + β3 CLEAN + β4 EDU +
β5 GEO + β6 COUNCIL + e
Keterangan :
GOVSIZE = Auditee size (ukuran auditee)
GRADE = Government grade (peringkat pemerintah)
CLEAN = Unqualified audit opinions (opini wajar tanpa pengecualian)
EDU = Education background (latar belakang pendidikan)
GEO = Geographical Type (tipe geografis)
COUNCIL = Council Type (tipe pemerintah daerah)
ICCC = Internal control and compliance comments (komentar ICC)
β0,β1,....,β8 = koefisien regresi
e = errors
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1336
SESI I/12
2) Pembahasan
a) Statistik Deskriptif Sampel
Statistik deskriptif memberikan gambaran secara umum atas data yang
digunakan dalam penelitian meliputi nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan
standar deviasi . Hasil statistik deskriptif disajikan dalam tabel berikut.
INSERT TABEL 3
Hasil statistik deskriptif pada tabel menunjukkan bahwa penelitian
menggunakan 487 sampel. Rata-rata jumlah komentar atas ICC comments yang
diperoleh oleh pemerintah kabupaten dan kota di Indonesia sebanyak 17 buah
komentar. Jika dilihat dari government size/ ukuran pemerintah yang diukur
menggunakan logaritma dari total pendapatan diperoleh nilai rata-rata 4,77. Rata-
rata peringkat pemerintah daerah atas evaluasi penyelenggaraan pemerintahan
adalah peringkat tinggi dengan simbol angka 3, diartikan bahwa penyelenggaraan
pemerintahan telah dinilai baik. Dilihat dari opini audit BPK, rata-rata pemerintah
daerah kab/kota yang memperoleh opini wajar tanpa pengecualian lebih sedikit
daripada selain opini wajar tanpa pengecualian sebanyak 11,70%. Jika dilihat dari
sisi latar belakang pendidikan, sebanyak 82,55% jenjang pendidikan ketua tim
merupakan pendidikan pasca sarjana. Untuk variabel kontrol tipe geografis dan tipe
pemerintah di indonesia menunjukkan sebanyak 22,79% pemerintah daerah berada
di pulau jawa sisanya di luar pulau jawa dan sebanyak 18,69% bentuk
pemerintahan di indonesia adalah pemerintahan kota sedangkan sisanya adalah
pemerintahan kabupaten.
Sebelum dilakukan uji hipotesis, terlebih dahulu telah dilakukan uji asumsi
klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas, dan
multikolinearitas dengan hasil yang disajikan pada tabel berikut.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1337
SESI I/12
INSERT TABEL 4
Berdasarkan tabel diketahui diketahui bahwa sebelumnya data tidak
terdistribusi normal sehingga dilakukan proses outlier pada 487 data, hingga
diperoleh 312 data terdistribusi normal. Kemudian dilanjutkan pengujian
normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov hingga diperoleh data terdistribusi normal
yang dibuktikan dengan nilai sig sebesar 0,217 dimana lebih besar dari tingkat
signifikansi penelitian 5%. Hasil uji autokorelasi menunjukkan nilai 0,212 tidak
signifikan pada 0,05 sehingga tidak terjadi autokorelasi antar residual. Hasil uji
heterokedastisitas menunjukkan nilai probabilitas (sig) dalam tiap model regresi
lebih besar dari 0,05 atau 5% sehingga dinyatakan bahwa tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas. Selanjutnya hasil uji multikolinieritas di atas menunjukkan
nilai tolerance untuk semua variabel lebih besar dari 0,1 dan nilai VIF untuk semua
variabel lebih kecil dari 10. Hal ini berarti model-model regresi yang digunakan
tidak terjadi gejala multikolinieritas atau seluruh variabel terjadi homokedastisitas.
b) Hasil Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model regresi
berganda dengan hasil pengujian secara ringkas disajikan dalam tabel 5 berikut.
INSERT TABEL 5
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan uji signifikansi-F, uji
koefisien determinasi, dan uji signifikansi-t. Nilai probability value (sig) lebih
kecil dari 5% maka dapat dinyatakan bahwa model regresi layak (fit) untuk
digunakan sebagai model dalam penelitian. Nilai adjusted R2 adalah 0,368
mengindikasikan bahwa variabel internal control compliance comments (ICCC)
mampu dijelaskan oleh variabel independen berupa COUNCIL, EDU, CLEAN,
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1338
SESI I/12
GRADE, GEO sebesar 36,8% dan sisanya sebesar 63,2% dijelaskan oleh variabel
lain di luar model penelitian ini.
Hasil pada tabel 5 menunjukkan bahwa hipotesis 1 ditolak. Artinya
keberadaan auditee size tidak berpengaruh terhadap internal control compliance
comment dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
daerah. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Johnson et al. (2012) yang
menggambarkan adanya hubungan positif, maupun penelitian dari Ge dan McVay
(2005), Doyle et al. (2007), dan Ashbaugh-Skaife et al. (2007) yang
menggambarkan hubungan negatif antara auditee size dengan kemungkinan
masalah pengendalian internal. Tidak berpengaruhnya auditee size terhadap ICC
comments disebabkan karena permasalahan aset/ kekayaan daerah masih menjadi
masalah bagi seluruh pemerintah daerah di Indonesia mengingat kompleksitasnya
pengelolaan aset daerah.
Hipotesis 2 diterima untuk model government grade berpengaruh terhadap
ICC comments dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
daerah. Pengaruh government grade terhadap jumlah komentar ICC comments
adalah pengaruh yang negatif. Hasil ini konsisten dengan logika teori dalam
pengembangan hipotesis bahwa pemerintah daerah yang memperoleh penghargaan
atas kinerja pemerintahannya telah mempunyai pengendalian internal yang baik
sehingga komentar yang diterima atas internal control and compliance comments
akan lebih rendah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Cox dan Wichmann (1993)
bahwa persepsi pengendalian internal pemerintah daerah yang mendapat
penghargaan lebih tinggi dibandingkan dengan pemerintah yang tidak
mendapatkan penghargaan.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1339
SESI I/12
Hipotesis 3 diterima untuk model unqualified opinion berpengaruh terhadap
ICC comments dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
daerah. Pengaruh unqualified opinion terhadap jumlah ICC comments adalah
pengaruh negatif. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemerintah
daerah yang mendapatkan opini audit wajar tanpa pengecualian dari BPK RI akan
memperoleh komentar yang lebih sedikit dalam internal control compliance
comments dibandingkan dengan perolehan opini audit lainnya. LKPD yang
memperoleh opini Wajar tanpa pengecualian (WTP) umumnya memiliki
pengendalian intern yang telah memadai, sedangkan masih banyaknya opini non
WTP untuk LKPD menunjukkan efektivitas SPI pemerintah daerah yang belum
optimal. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Johnson et al. (2012) yang
menyimpulkan bahwa pendapat unqualified audit opinion mempunyai pengaruh
negatif atas komentar dalam pengendalian internal dan kepatuhan.
Hipotesis 4 diterima untuk model education background berpengaruh
terhadap ICC comments dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah. Pengaruh education background terhadap jumlah ICC
comments adalah pengaruh yang positif. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan
bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan dari seorang auditor maka pemerintah
daerah akan memperoleh komentar yang semakin banyak dalam ICC comments.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Setyaningrum (2012) bahwa latar
belakang pendidikan akuntansi akan mempengaruhi pengetahuan akuntansi yang
semakin komprehensif dari seorang auditor. Hal ini akan mempengaruhi keputusan
pengambilan keputusan yang semakin berkualitas dari seorang auditor.
Pada variabel kontrol, tipe geografis (geographical type) dan tipe
pemerintah daerah (council type) berpengaruh terhadap jumlah komentar dalam
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1340
SESI I/12
ICC comments. Tipe geografis berpengaruh positif terhadap ICC Comments
mengindikasikan bahwa pemerintah daerah yang terletak di pulau jawa
mendapatkan komentar atas ICC Comments relatif lebih sedikit daripada
pemerintah daerah di luar pulau jawa. Sedangkan tipe pemerintah daerah
berpengaruh negatif terhadap ICC Comments mengindikasikan bahwa berdasarkan
kompleksitasnya, pemerintah kota mendapatkan komentar yang lebih banyak atas
ICC Comments daripada pemerintah kabupaten.
E. Penutup
1. Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh
pada penentuan jumlah temuan BPK atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan
(internal control compliance comments) pemerintah daerah di Indonesia. Hasil
penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis yang diajukan bahwa government grade,
unqualified opinion, education background berpengaruh terhadap jumlah komentar
pada ICC comments dalam laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah. Sedangkan variabel auditee size tidak mempengaruhi jumlah
komentar dalam ICC comments. Penelitian ini juga berhasil membuktikan bahwa model
prediksi yang dikembangkan dalam penelitian layak (fit) untuk digunakan sebagai
model penelitian. Dengan demikian, para pemakai laporan keuangan dapat
menggunakan informasi dalam laporan hasil pemeriksaan sistem pengendalian intern
dan laporan hasil kepatuhan atas perundang-undangan untuk pengambilan keputusan
terkait peningkatan kinerja pemerintah daerah.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1341
SESI I/12
2. Keterbatasan
Penelitian ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Penelitian ini hanya menggunakan satu tahun periode
pengambilan sampel yaitu tahun 2011. Selain itu penelitian ini tidak meneliti
karakteristik auditor secara lengkap hanya menggunakan education background dan
unqualified audit opinion karena ketidaktersediaan data.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1342
SESI I/12
DAFTAR REFERENSI
Arens, Alvin A., Elder, Randal J., dan Beasley, Mark S. 2012. Auditing and Assurance Services: An Integrated
Approach, 14th
Edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Aushbaugh-Skaife, H., Collins, D. W., dan Kinney Jr, W. R. 2007. The Discovery and Reporting of Internal
Control Deficiencies Prior to SOX-Mandated Audits. Journal of Accounting and Economics 44:
166-192.
Batubara, Rizal Iskandar. 2008. Analisis Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Kecakapan Profesional,
Pendidikan Berkelanjutan dan Independensi terhadap Kualitas Hasil Pemeriksaan (Studi Empiris
pada Bawasko Medan). Tesis. Universitas Sumatera Utara
Cox, Clifford T., dan Wichmann Jr, H. 1993. The Perceived Quality of Internal Control Systems and Reports for
State and Local Governments. Auditing: A Journal of Practice and Theory 12 (2): 98-107.
DeFond, Mark L., dan Jiambalvo, James. 1991. Incidence and Circumstances of Accounting Errors. The
Accounting Review 66 (3): 643-655.
Doyle, J., Ge, W., McVay, S. 2007. Determinants of weaknesses in internal control over financial reporting.
Journal of Accounting and Economics 44:193-223.
Ge, Weili., dan McVay, Sarah. 2005. The Disclosure of Material Weaknesses in Internal Control after The
Sarbanes–Oxley Act. Accounting Horizons 19 (3): 137–158.
Hayes, Rick., Dassen, Roger., Schilder, Arnold., dan Wallage Philip. 2003. Principles of Auditing: An
Introduction to International Standards on Auditing. London: Prentice Hall.
Jensen, M., dan Meckling, W. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership
Structure. Journal of Financial Economics 3: 305-360.
Johnson, Laurence E., Lowensohn, S., Reck, Jacqueline L., dan Davies, Stephen P. 2012. Management Letter
Comments: Their Determinants and Their Association with Financial Reporting Quality in Local
Goverment. Journal Account Public Policy 31: 575-592.
Krishnan, Jayanthi. 2005. Audit Committee Quality and Internal Control: An Empirical Analysis. The
Accounting Review 80 (2): 649-675.
Manson, Stuart., Sean, McCartney., dan Michael, Sherer. 2001. The Value of Management Letters to Unlisted
Companies. British Accounting Review 33: 549-568.
Setyaningrum, Dyah. 2012. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Audit BPK RI. Simposium
Nasional Akuntansi XV. Banjarmasin. 20-23 September 2013.
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2008 Tentang Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara. Badan Pemeriksa Keuangan, Jakarta.
Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor: 120-2818 tahun 2013 Tentang Penetapan Peringkat dan Status
Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Secara Nasional tahun 2011. Kementerian Dalam
Negeri, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.
Sekaran, Uma. 2007. Research Methode for Bussines: Metode Penelitian untuk Bisnis edisi 4. Jakarta: Salemba
Empat.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Kementerian Keuangan, Jakarta.
_____________ Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Kementerian Keuangan, Jakarta.
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1343
SESI I/12
_____________ Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Kementerian Keuangan Negara, Jakarta.
_____________ Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.
_____________ Nomor 25 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Kementerian Dalam Negeri, Jakarta.
Wallace, Wanda A. 1981. Internal Control Reporting Practices in The Municipal Sector. The Accounting Review
56 (3): 666-689.
Wallace, Wanda A. 1992. Whose Prevails in Disclosure Practices?. Auditing: A Journal of Practices and
Theory 11 (suplement): 79-105
Zhang, Y., Zhou, J. & Zhou, N. 2007. Audit Committee Quality, Auditor Independence, and Internal Control
Weaknesses. Journal of Accounting and Public Policy 26: 300-327.
LAMPIRAN
Gambar 1
Sumber: Leo Herbert dalam Rai (2008: 28)
Tabel 1
Hasil Pemilihan Sampel
No Kriteria Sampel Jumlah
1 Pemerintah daerah kota/ kabupaten di seluruh Indonesia tahun 2011. 524
2 Pemerintah daerah kota/ kabupaten yang tidak menerbitkan laporan
keuangan pemerintah daerah secara lengkap tahun 2011.
(27)
3 Pemerintah daerah yang tidak menyajikan seluruh data dan informasi di
laporan keuangan pemerintah daerah dan data tidak terdapat dalam laporan
hasil pemeriksaan BPK RI
(10)
Jumlah observasi dalam penelitian. 487
Sumber : Data sekunder yang diolah
Fungsi
Atestesi
Fungsi
Audit
Fungsi
Akuntabilitas
Pihak Pertama:
Auditor
Pihak Ketiga:
Penerima akuntabilitas
dan hasil audit
Pihak Kedua:
Auditee
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1344
SESI I/12
Tabel 2
Variabel Penelitian
No Variabel Jenis
Variabel
Akronim Definisi Operasional
1 Internal control
compliance comments
Dependen ICCC Jumlah total komentar yang diberikan
oleh BPK atas laporan pengendalian
intern dan laporan kepatuhan terhadap
perundang-undangan untuk pemerintah
kota/ kabupaten di Indonesia
Tabel 2 Lanjutan
2 Auditee Size Independen GOVSIZE logaritma natural dari pendapatan total
pemerintah dalam laporan hasil
pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah.
3 Government grade Independen GRADE Skala linkert untuk peringkat/
penghargaan pemerintah daerah dengan
angka 1 untuk rendah, 2 untuk sedang,
3 untuk tinggi, dan 4 untuk sangat
tinggi.
4 Unqualified audit
opinions
Independen CLEAN Variabel dummy yang diukur dengan
angka 1 untuk opini wajar tanpa
pengecualian dan 0 untuk opini
lainnya.
5 Education background Independen EDU Variabel dummy untuk jenjang
pendidikan auditor yang diukur dengan
angka 1 untuk pasca sarjana dan 0
untuk belum pasca sarjana.
6 Geographical type Kontrol GEO Variabel dummy yang diukur dengan
angka 1 untuk pemerintah daerah di
pulau jawa dan 0 untuk pemerintah
daerah di luar pulau jawa.
7 Council type Kontrol COUNCIL Variabel dummy yang diukur dengan
angka 1 untuk pemerintah kota dan 0
untuk pemerintah kabupaten.
Tabel 3
Hasil Uji Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ICCC 487 0,00 45,00 17,0616 5,95942
GOVSIZE 487 0,00 6,90 4,7731 2,66643
GRADE 487 2,00 4,00 2,9733 0,41239
CLEAN 487 0,00 1,00 0,1170 0,32180
EDU 487 0,00 1,00 0,8255 0,37996
GEO 487 0,00 1,00 0,2279 0,41993
COUNCIL 487 0,00 1,00 0,1869 0,39020
Valid N (listwise) 487
Keterangan:
ICCC = Internal control compliance comments, GOVSIZE = Auditee size, CLEAN = Unqualified opinion, EDU
= Education background, GEO = Geographical type, COUNCIL = Council type
Sumber: Data sekunder yang diolah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id
Septiana Irma Hapsari, Sutaryo, dan Ibrahim Fatwa Wijaya
SIMPOSIUM NASIONAL AKUNTANSI XVI
Manado, 25-28 September 2013 1345
SESI I/12
Tabel 4
Hasil Pengujian Asumsi Klasik
Uji N K-S Z Tolerance VIF Sig
Normalitas 487 1,524 0,019
Normalitas 312 1,054 0,217
Autokorelasi 312 0,212
Heterokedastisitas 312
GRADE 0,425
CLEAN 0,163 EDU 0,131 GEO 0,919 COUNCIL 0,279 GOVSIZE 0,860 Multikolinieritas 312
GRADE 0,768 1,302
CLEAN 0,921 1,086
EDU 0,983 1,018
GEO 0,793 1,262
COUNCIL 0,959 1,042
GOVSIZE 0,722 1,385
Keterangan:
ICCC = Internal control compliance comments, CLEAN = Unqualified opinion, EDU = Education
background, GEO = Geographical type, COUNCIL = Council type, GOVSIZE = Auditee size,
K-S Z = Kolmogorov-Smirnov Z, VIF = Variance Inflation Factor
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 5
Hasil Uji Regresi Berganda
Variabel Independen ICC comments
Coef. Prob.
Konstan 20,999 0,000
GOVSIZE 0,104 0,118
GRADE -1,725 0,000***
CLEAN -4,275 0,000***
EDU 1,271 0,003***
GEO -1,695 0,000***
COUNCIL 0,782 0,056**
R-squared 0,379
Adj. R-squared 0,368
Prob(F-statistic) 0,000***
Keterangan:
ICCC = Internal control compliance comments, GOVSIZE = Auditee size, CLEAN = Unqualified opinion, EDU
= Education background, GEO = Geographical type, COUNCIL = Council type
***signifikan pada sig = 1%
**signifikan pada sig = 5%
*signifikan pada sig = 10%
Sumber: Data Sekunder yang diolah
File ini diunduh dari:
www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id