ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK … · Kata kunci: tebu, faktor produksi commit to...
Transcript of ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK … · Kata kunci: tebu, faktor produksi commit to...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU
PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010
Skripsi
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
TINO PAHLEVI
NIM. F0106078
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul:
ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU
PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010
Surakarta, 19 Maret 2011
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing I
Dr. Guntur Riyanto, M.si__
NIP: 195809271986011001
Pembimbing II
Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si
NIP: 197306052009122001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI
Telah disetujui dan diterima dengan baik oleh Tim Penguji Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, guna melengkapi tugas –
tugas dan memenuhi syarat – syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Surakarta, April 2011
Tim Penguji Skripsi
1.Nurul Istiqomah, SE, M.Si (…………………….)
NIP: 198006012005012021 Ketua
2. Dr. Guntur Riyanto, M. Si (…………………….)
NIP: 195809271986011001 Pembimbing
3. Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si (…………………….)
NIP: 197306052009122001 Anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
MOTTO
”Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidupku dan Matiku hanya
untuk
Allah, Tuhan seluruh alam”
(QS AL An’aam: 162)
Kejujuran adalah mata uang yang laku dimana-mana. Bawalah
sekeping kejujuran dalam saku anda, itu melebihi mahkota raja
diraja sekalipun.
(anonim)
Tiadanya keyakinanlah yang membuat orang takut menghadapi
tantangan, dan saya percaya pada diri saya sendiri
(Muhammad Ali )
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul “Analisis Determinan Produksi Tebu pada Pabrik
Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten Tahun 2010”. Skripsi ini disusun
untuk memenuhi syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi
Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis tentunya tidak dapat melupakan jasa baik dari semua pihak. Maka
pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
1. Dr. Guntur Riyanto, M.Si selaku pembimbing I yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga penulis
mampu menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. Evi Gravitiani, SE, M.Si selaku pembimbing II skripsi yang dengan sabar
telah membimbing dan memberikan pengarahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Orang tua, Ibu dan Bapak tersayang yang selalu mendoakan dan memberikan
restunya yang senantiasa mengiringi setiap langkahku dalam meraih cita-cita
yang telah banyak memberi dukungan doa, dana, dan apapun itu sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. DR. Bambang Sutopo, M. Com, Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.
5. Bapak Drs. Kresno Saroso Pribadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Ekonomi
Pembangunan FE UNS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
6. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
yang telah memberikan ilmu yang berguna bagi penulis dari awal hingga
sekarang.
7. Seluruh Staff dan Karyawan PT. Perkebunan Nusantara IX dan PG. Gondang
Baru Klaten yang telah banyak membantu penulis dalam mengumpulkan data
yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi.
8. Semua pegawai di Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
atas pelayanan yang diberikan.
9. Mbak-mbak ku tersayang (Pipit dan Lenny)
10. Yunika Wulansari yang selalu menemani penulis dalam suka dan duka.
Terima kasih untuk kebersediaannya mendengarkan keluh kesah dan selalu
memberi dukungan serta semangat kepada penulis selama penelitian sampai
menyusun skripsi ini.
11. Semua sahabat-sahabat terbaikku Rahadian, Raka, Apri, Mario, Darmo,
Darmin. Penghuni D’Kriuks kalian tetap sahabatku semua
12. Kakak tingkat, teman seangkatan dan adik-adik tingkat Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret semua jurusan terutama jurusan Ekonomi
Pembangunan. Terima kasih atas segala yang diberikan sehingga aku dapat
berkembang sampai saat ini. Mohon maaf tidak disebutkan satu per satu,
semoga dapat terwakili.
13. Semua pihak yang telah memberikan bantuan yang bermanfaat dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
Penulis sadar bahwa segalanya tak ada yang sempurna dan tidak dapat
disangkal pula jika dalam skripsi ini terdapat kekurangan. Maka dari itu penulis
mengharapkan segala kritik dan saran yang membangun dan berguna bagi penulis
demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak
yang membaca.
Surakarta, Maret 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………….... ii
HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI………………………………….. iii
HALAMAN MOTTO……………………………………………………………. iv
KATA PENGANTAR .......................................................................................... v
DAFTAR ISI........................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii
ABSTRAK ............................................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ……………………………………………….. 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ..................................................................................... 11
1. Teori Produksi ............................................................................ 11
2. Ekonomi Pertanian …………………………………………….. 33
3. Perkebunan ……………………………………………..…….... 36
B. Kerangka Pemikiran ……………………………………………….. 42
C. Hipotesis……………………………………………………………. 42
D. Penelitan Terdahulu ………………………………………………... 43
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 46
B. Teknik Pengumpulan Data ............................................................... 46
C. Jenis dan Sumber Data ..................................................................... 47
D. Definisi Operasional Variabel .......................................................... 48
1. Produksi Tebu (Kw) ................................................................... 48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
2. Luas Lahan (Ha) ......................................................................... 48
3. Tenaga Kerja (HOK) ……………..……………………………. 48
4. Pupuk (Kw)……………...……………………………………... 48
5. Jumlah Bibit (Kw) ………….………………………………….. 48
6. Jenis (Varietas Unggul) ………………….…………...………... 49
E. Teknik Analisis Data………………….……………………..……... 49
1. Metode Regresi Linier Berganda.………....……………….. 49
2. Uji Statistik …………………………...………………….... 50
a. Uji t ………………………………………………….….. 50
b. Uji F …………………………………………………….. 51
c. Uji koefisien determinasi (R2) …………………………... 53
3. Uji Asumsi Klasik…………………………………….…….. 53
a. Uji multikolinearitas……………………………………… 53
b. Uji heteroskedastisitas ………………………………….. 53
c. Uji autokorelasi …………………………………………. 54
4. Pendekatan Dummy…………………………………..……. 55
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian........................... ..................... 57
B. Gambaran Umum PG. Gondang Baru Klaten................................... 69
C. Keadaan Pertanian ............................................................................ 73
D. Karakteristik Responden .................................................................. 75
E. Hasil Analisis Kuantitatif .................................................................. 78
1. Data Penelitian ……..………………………………………….. 78
2. Analisis Data ………….……………………………..……..….. 78
3. Metode Regresi Linier Berganda ………..........................…….. 79
4. Uji Asumsi Klasik……………………………………………..... 79
5. Uji Statistik……………………………………………............... 87
6. Interprestasi Ekonomi…………………………………............... 93
7. Pendekatan Dummy……………………………………............. 97
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 101
B. Saran ................................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR TABEL
TABEL Halaman
1.1 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman,
Indonesia (Ton),1995-2008.................................................................... 4
4.1 Luas Wilayah Kabupaten Klaten Menurut Kecamatan ......................... 58
4.2 Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Klaten
Tahun 2005 s/d 2009.............................................................................. 61
4.3 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Kabupaten Klaten Tahun 2009............................................................... 62
4.4 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Umur
Kabupaten Klaten Tahun 2009............................................................... 63
4.5 Komposisi Penduduk Menurut Mata Pencharian
Kabupaten Klaten Tahun 2009............................................................... 64
4.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Kabupaten Klaten Tahun 2009............................................................... 66
4.7 Kepadatan Penduduk per km2 Kabupaten Klaten Tahun 2009.............. 67
4.8 Pasar Menurut Jenisnya Kabupaten Klaten 2006-2009.......................... 68
4.9 Sarana Kesehatan Kabupaten Klaten 2005-2009.................................... 69
4.10 Luas Panen, Produksi Tani Tebu Kabupaten Klaten 2009.................... 74
4.11 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Umur............................................ 75
4.12 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Jumlah Tanggungan..................... 76
4.13 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Pendidikan................................... 77
4.14 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Luas Garapan............................... 77
4.15 Hasil Regresi Linier............................................................................... 79
4.16 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan dan Tenaga Kerja….................. 80
4.17 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan Dan Jumlah Pupuk………...…. 80
4.18 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan Dan Jumlah Bibit……………... 81
4.19 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan Dan Variabel Dummy………... 81
4.20 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja Dan Jumlah Pupuk……....…. 81
4.21 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja Dan Jumlah Bibit………..….. 82
4.22 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja Dan Variabel Dummy………. 82
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
4.23 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Pupuk Dan Jumlah Bibit ………….. 82
4.24 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Pupuk dan Variabel Dummy ……… 83
4.25 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Bibit dan Variabel Dummy .………. 83
4.26 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Luas Lahan dan
variabel dummy….…………………………………………………… 84
4.27 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Tenaga Kerja dan
variabel dummy……………………………………………................. 84
4.28 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Jumlah Pupuk dan
variabel dummy………………………………………………............. 85
4.29 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi, Jumlah Bibit dan
variabel dummy……………………………….…………………..….. 85
4.30 Hasil Uji Park…………………….………………………….………… 86
4.31 Tabel Hasil Uji B-G Persamaan Jumlah Produksi, Luas Lahan
Tenaga Kerja, Jumlah Pupuk, Jumlah Bibit dan Jenis Bibit…………... 87
4.32 Varietas bibit unggul………………………..……………………...… 97
4.33 Hasil Estimasi Pendekatan Dummy Produksi Tebu………………….. 98
4.34 Hasil Estimasi Pendekatan Dummy Produksi Tebu………………….. 99
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR GAMBAR
TABEL Halaman
2.1 Kurna Isoquant...................................................................................... 15
2.2 Kurva TC, VC, TC ….……………………………………………….. 25
2.3 Kurva AFC, AVC, ATC, MC ……..……………………...…………. 26
2.4 Kurva Hubungan Antara Kurva Produksi Dengan Kurva Biaya…….. 29
2.5 Kurva TPP............................................................................................. 30
2.6 Kurva APP............................................................................................ 31
2.7 Kurva MPP............................................................................................ 31
2.8 Kurva Hubungan TPP, APP dan MPP……………………………….. 32
2.9 Skema Kerangka Pikiran....................................................................... 42
3.1 Daerah Kritis Uji t................................................................................. 51
3.2 Daerah Kritis Uji F................................................................................ 52
4.1 Daerah Kritis Uji t Luas Lahan Terhadap Produksi………………….. 88
4.2 Daerah Kritis Uji t Tenaga Kerja Terhadap Produksi………………... 89
4.3 Daerah Kritis Uji t Jumlah Pupuk Terhadap Produksi……………….. 90
4.4 Daerah Kritis Uji t Jumlah Bibit Terhadap Produksi……………….… 91
4.5 Daerah Kritis Uji t Jenis Bibit Terhadap Produksi…………………… 92
4.6 Daerah Kritis Uji F................................................................................ 92
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
ABSTRAK
ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA
GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010
Tino pahlevi
F0106078
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten
Klaten.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, tenaga
kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit. Data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan
data menggunakan metode wawancara dengan disertai kuisioner yang telah
disusun terlebih dahulu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan
program Eviews versi 3. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil
(Ordinary Least Squares/ OLS).
Hasil penelitian menunjukkan variabel luas lahan, tenaga kerja, jumlah
pupuk dan jumlah bibit berpengaruh terhadap produksi tebu sedangkan variabel
jenis bibit tidak berpengaruh terhadap produksi tebu.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah produksi tebu PG.Gondang Baru Klaten, maka diajukan saran sebagai
berikut hasil produksi tebu di Pabrik Gula Gondang di Kabupaten Klaten masih
dapat ditingkatkan dengan menambah faktor-faktor produksi yang digunakan
antara lain luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit. Petani yang
berhasil didaerah tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan berapa besar
panambahan faktor produksi tersebut, Berdasarkan hasil empirik ditemukan
bahwa faktor jenis bibit tidak berpengaruh pada produksi tebu. Ada
kecenderungan para petani tidak mau mencoba hal yang baru atau menerapkan
inovasi baru dari jenis tebu yang digunakan. Petani diharapkan untuk
menggunakan jenis varietas tebu yang baru atau varietas tebu unggul sehingga
dapat meningkatkan produksi tebu.
Kata kunci: tebu, faktor produksi, Kabupaten Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
ABSTRAK
ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA
GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010
Tino pahlevi
F0106078
The purpose of this study was to analyze the factors affecting sugarcane
production in New Gondang Sugar Factory in Klaten district..
Variables used in this study are land, labor, the amount of fertilizer, seed
number and types of seeds. Data used in this research using primary and
secondary data. Methods of data collection using the interview method with
accompanying questionnaire have been prepared in advance. Data processing was
done using Eviews program support version 3. The method used is least squares
methods (Ordinary Least Squares / OLS).
The results showed variable land, labor, the amount of fertilizer and seed
number affect the production of sugarcane while the variable type seedlings did
not affect the production of sugar cane.
Based on the results of research on the factors that affect the amount of
sugar cane production New PG.Gondang Klaten, then proposed the following
suggestions as a result of production of sugarcane in the Sugar Factory Gondang
in Klaten regency still can be improved by adding the factors of production such
as land use, energy work, the amount of fertilizer, seed number. Farmers who
work in the area can be used as guidance in determining how much panambahan
these production factors, Based on empirical results found that the factor type of
seed has no effect on sugarcane production. There is a tendency of the farmers are
not willing to try new things or implement new innovations of this type of cane is
used. Farmers are expected to use new varieties of sugar cane or sugar cane
varieties superior in order to increase sugar cane production.
Key words: sugarcane, production factors, Klaten Regency
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ABSTRAK
ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU PADA PABRIK GULA
GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010
Tino pahlevi
F0106078
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten
Klaten.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, tenaga
kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit. Data yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan
data menggunakan metode wawancara dengan disertai kuisioner yang telah
disusun terlebih dahulu. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan bantuan
program Eviews versi 3. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil
(Ordinary Least Squares/ OLS).
Hasil penelitian menunjukkan variabel luas lahan, tenaga kerja, jumlah
pupuk dan jumlah bibit berpengaruh terhadap produksi tebu sedangkan variabel
jenis bibit tidak berpengaruh terhadap produksi tebu.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah produksi tebu PG.Gondang Baru Klaten, maka diajukan saran sebagai
berikut hasil produksi tebu di Pabrik Gula Gondang di Kabupaten Klaten masih
dapat ditingkatkan dengan menambah faktor-faktor produksi yang digunakan
antara lain luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit. Petani yang
berhasil didaerah tersebut dapat dijadikan acuan dalam menentukan berapa besar
panambahan faktor produksi tersebut, Berdasarkan hasil empirik ditemukan
bahwa faktor jenis bibit tidak berpengaruh pada produksi tebu. Ada
kecenderungan para petani tidak mau mencoba hal yang baru atau menerapkan
inovasi baru dari jenis tebu yang digunakan. Petani diharapkan untuk
menggunakan jenis varietas tebu yang baru atau varietas tebu unggul sehingga
dapat meningkatkan produksi tebu.
Kata kunci: tebu, faktor produksi, Kabupaten Klaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pertanian Indonesia adalah pertanian tropikal, karena sebagian besar
daerahnya berada di daerah khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir
menjadi dua. Disamping pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lain yang
ikut memberi corak pertanian Indonesia. Pertama, bentuknya sebagai
kepulauan dan kedua, topografinya yang bergunung-gunung. Letaknya yang
berhubungan antara dua lautan besar yaitu Lautan Indonesia dan Lautan
pasifik, serta dua benua (daratan) yaitu Australia dan Asia, juga ikut
mempengaruhi iklim Indonesia terutama dalam perubahan arah angin dari
daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Bentuk tanah bergunung-
gunung memungkinkan adanya variasi suhu udara yang berbeda-beda pada
suatu daerah tertentu. Pada daerah pegunungan yang makin tinggi, pengaruh
iklim tropik makin berkurang dan digantikan oleh semacam iklim sub-tropik
(setengah panas) dan iklim setengah dingin (Mubyarto, 1994 : 6).
Kondisi tanah yang beragam dan iklim yang baik untuk pertanian
memungkinkan penanaman berbagai jenis komoditi pertanian, seperti karet,
kopi, lada, tanaman holtikultura. Usaha tani merupakan tumpuan sebagian
besar petani di Indonesia. Kegiatan ini belum mampu meningkatkan
pendapatan petani secara riil. Keseluruhan mata rantai kegiatan ekonomi di
sektor pertanian memiliki nilai tambah yang paling kecil.
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Umumnya jenis tanah di Indonesia dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Tanah pegunungan berapi yang umunya sangat subur dengan susunan
tanah yang baik
2. Tanah datar aluvial yang subur tapi dengan susunan yang agak berat
3. Tanah tersier yang kurang subur
Perkembangan ekonomi di sektor pertanian sangatlah penting karena
merupakan salah satu penopang hidup di negara agraris, perkembangan di
sektor pertanian akan memberikan dampak yang positif bagi sektor lain
sehingga perlu penanganan yang serius. Usaha-usaha di sektor pertanian
meliputi bidang-bidang pertanian, tanaman pangan, perkebunan, perikanan,
peternakan dan kehutanan. Sektor pertanian khususnya yang menyangkut
tanaman perkebunan rakyat masih mempunyai prospek yang cerah dalam
rangka usaha peningkatan produksi untuk mencukupi kebutuhan domestik
maupun ekspor.
Tebu (sugar cane) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku
gula dan vetsin. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis.
Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam
sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak
dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatera.
Proses pembuatan gula adalah batang tebu yang sudah dipanen diperas
dengan mesin pemeras (mesin press) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air
perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula
pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air. Daun
tebu yang kering (dalam bahasa Jawa, dadhok) adalah biomassa yang
mempunyai nilai kalori cukup tinggi. Ibu-ibu di pedesaan sering memakai
dadhok itu sebagai bahan bakar untuk memasak, selain menghemat minyak
tanah yang makin mahal, bahan bakar ini juga cepat panas. Konversi energi
pabrik gula, daun tebu dan juga ampas batang tebu digunakan untuk bahan
bakar boiler, yang uapnya digunakan untuk proses produksi dan pembangkit
listrik.
Secara historis, industri gula merupakan salah satu industri perkebunan
tertua dan terpenting di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia
pernah mengalami era kejayaan industri gula pada tahun 1930-an dengan
jumlah pabrik gula (PG) yang beroperasi 179 pabrik, produktivitas sekitar
14,80%, dan rendemen 11−13,80%. Produksi puncak mencapai sekitar 3 juta
ton dan ekspor gula 2,40 juta ton. Berbagai keberhasilan tersebut didukung
oleh kemudahan dalam memperoleh lahan yang subur, tenaga kerja murah,
prioritas irigasi, dan disiplin dalam penerapan teknologi (Simatupang, 1999).
Industri gula Indonesia kini hanya didukung oleh 60 PG yang aktif,
yaitu 43 PG dikelola oleh BUMN dan 17 PG oleh swasta (Dewan Gula
Indonesia 2000). Luas areal tebu yang dikelola pada tahun 1999 mencapai
341.057 ha yang umumnya terkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Lampung, dan Sulawesi Selatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Tabel 1.1 Produksi Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (Ton) 1995 - 2008*
Tahun Karet Kering
Minyak Sawit
Biji Sawit Coklat Kopi Teh Kulit Kina
Gula Tebu 1)
Tembakau 1)
1995 341,000 2,476,400 605,300 46,400 20,800 111,082 300 2,104,700 9,900 1996 334,600 2,569,500 626,600 46,800 26,500 132,000 400 2,160,100 7,100 1997 330,500 4,165,685 838,708 65,889 30,612 121,000 500 2,187,243 7,800 1998 332,570 4,585,846 917,169 60,925 28,530 132,682 400 1,928,744 7,700 1999 293,663 4,907,779 981,556 58,914 27,493 126,442 917 1,801,403 5,797 2000 375,819 5,094,855 1,018,971 57,725 28,265 123,120 792 1,780,130 6,312 2001 397,720 5,598,440 1,117,759 57,860 27,045 126,708 728 1,824,575 5,465 2002 403,712 6,195,605 1,209,723 48,245 26,740 120,421 635 1,901,326 5,340 2003 396,104 6,923,510 1,529,249 56,632 29,437 127,523 784 1,991,606 5,228 2004 403,800 8,479,262 1,861,965 54,921 29,159 125,514 740 2,051,642 2,679 2005 432,221 10,119,061 2,139,652 55,127 24,809 128,154 825 2,241,742 4,003 2006 554,634 10,961,756 2,363,147 67,200 28,900 115,436 800 2,307,000 4,200 2007 578,486 11,437,986 2,593,198 68,600 24,100 116,501 500 2,623,800 3,100
2008* 613,487 11,623,822 2,646,577 71,300 25,600 114,861 500 2,800,900 3,200 Catatan :
1) Termasuk produksi yang menggunakan bahan mentah dari perkebunan rakyat
*) Angka sementara
Sumber : www.bps.go.id
Produktifitas gula dari tahun 1995-1997 terus mengalami kenaikan
tetapi pada saat krisis moneter terjadi yaitu pada tahun 1998 produksi gula
mengalami penurunan yang cukup banyak dari 2,187,243 ton menjadi
1,928,744 ton dan puncaknya pada tahun 2000 sebesar 1,780,130 ton. Tahun
2001 sektor perkebunan khususnya gula mulai mengalami peningkatan dalam
hal hasil produksi dengan meningkatnya produksi sebesar 44,445 ton dari
tahun sebelumnya setelah itu produksi gula terus meningkat dari tahun ke
tahun.
Penurunan produksi dan kenaikan defisit gula disebabkan oleh
berbagai faktor internal dan eksternal yang saling terkait. Penurunan produksi
disebabkan oleh penurunan areal dan produktivitas. Contoh, rendemen ( kadar
kandungan gula didalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dicapai pada tahun 1970-an masih sekitar 10%, tetapi rata-rata rendemen pada
5 tahun terakhir hanya 6,92% (Dewan Gula Indonesia 1999). Kebijakan
pemerintah yang lebih memihak kepada usaha tani padi juga menyebabkan
menurunnya areal tebu (Soentoro, 1999). Contoh, rasio antara harga dasar
gabah dan harga provenue (harga jual) yang semula sekitar 2,40, pada dekade
terakhir terus menurun menjadi 1,80 pada tahun 1998. Harga gula di pasar
internasional yang terus menurun dan mencapai titik terendah pada tahun 1999
juga menjadi penyebab kemunduran industri gula Indonesia. Penurunan harga
gula ini terutama disebabkan oleh kebijakan hampir semua negara produsen
dan konsumen utama yang melakukan intervensi terhadap industri dan
perdagangan gula. Hampir semua negara menerapkan tarif impor lebih dari
50%. Di samping itu, kebijakan dukungan harga (price support) dan subsidi
ekspor masih dilakukan oleh negara-negara besar seperti Eropa Barat dan
Amerika Serikat. Hal ini memposisikan Indonesia pada situasi persaingan
yang tidak adil (unfair).
Ada dua tipe pengusahaan tanaman tebu secara umum. Pabrik gula
(PG) swasta, kebun tebu dikelola dengan menggunakan manajemen
perusahaan perkebunan (estate) dimana PG sekaligus memiliki lahan HGU
(Hak Guna Usaha) untuk pertanaman tebunya, seperti Indo Lampung dan
Gula Putih Mataram. Untuk PG milik BUMN, terutama yang berlokasi di
Jawa, sebagian besar tanaman tebu dikelola oleh rakyat, dengan demikian PG
di Jawa umumnya melakukan hubungan kemitraan dengan petani tebu. Pabrik
Gula secara umum lebih berkonsentrasi pada pengolahan, sedangkan petani
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
sebagai pemasok bahan baku tebu dengan sistem bagi hasil petani
memperoleh sekitar 66% dari produksi gula petani, sedangkan PG sekitar 34%
(Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian).
Industri gula terus mengalami kemunduran dengan membiarkannya
jelas akan menimbulkan masalah bagi Indonesia karena alasan berikut.
Pertama, industri gula melibatkan sekitar 1,40 juta petani dan tenaga kerja
yang mempunyai ketergantungan ekonomi yang sangat kuat pada industri
gula. Walaupun sebagian dari mereka dapat melakukan kegiatan lain di non
gula, sebagian dari mereka sulit untuk beralih pada usaha tani yang lain
(Bakrie dan Susmiadi 1999).
Kebangkrutan industri gula juga berkaitan dengan investasi yang
sangat besar yang tidak dapat dialihkan ke bidang lain atau disebut investasi
terperangkap. Nilai investasi untuk membangun satu PG berkisar antara US$
130−170 juta sehingga investasi yang terperangkap untuk 60 PG sekitar Rp50
triliun (Susmiadi, 1998). Kedua, gula merupakan kebutuhan pokok yang
mempunyai pengaruh langsung terhadap inflasi dengan ketergantungan
kebutuhan pokok yang harganya sangat fluktuatif dengan koefisien keragaman
harga tahunan sekitar 48% akan berpengaruh negatif terhadap upaya
pencapaian ketahanan pangan (Pakpahan, 2000). Simatupang et al. (2000)
menyebutkan bahwa ketahanan pangan merupakan salah satu indikator
stabilitas ekonomi. Beban devisa untuk mengimpor gula akan terus meningkat
yang pada 5 tahun terakhir telah mencapai US$ 200 juta (Direktorat Jenderal
Perkebunan, 2000).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
Perbaikan sistem produksi tebu di tingkat petani di Pulau Jawa
memiliki arti yang sangat strategis, khususnya pada wilayah-wilayah yang
secara teknis dan ekonomis mempunyai potensi untuk dikembangkan. Sekitar
80 persen bahan baku pabrik gula (PG) di Pulau Jawa sampai saat ini berasal
dari tebu rakyat. Produktifitas tebu dan harga gula yang rendah serta biaya
usahatani yang makin meningkat, telah mendorong terjadinya penurunan
kualitas bahan baku yang disediakan petani.
Pertanian seharusnya tidak lagi dilihat sebagai usaha kecil yang tidak
memiliki prospek dimasa depan, baik dilihat secara keuntungan maupun
kualitas produk. Pentingnya usahatani yang baik dalam aspek pertanian
maupun aspek ekonomi yang mampu meningkatkan efisiensi. Analisis
usahatani digunakan untuk mengoptimalisasi produk sehingga dapat dilihat
efisiensi penggunaan faktor produksi. Faktor-faktor produksi di dalam
pertanian lebih berhubungan dengan sumber daya seperti tanah, tenaga kerja
dan modal. Faktor pendukung lain seperti bibit, pupuk, pestisida dan alat-alat
produksi yang mampu menunjang produksi. Kegiatan penyelenggaraan
usahatani setiap petani berusaha agar hasil panennya banyak, dengan
penelitian yang lebih mendalam tampak bahwa petani mengadakan
perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan walaupun tidak secara
tertulis. Petani harus mengahadapi pilihan antara menggunakan bibit lokal
yang sudah biasa digunakan dengan bibit unggul yang belum pernah
digunakan, walaupun tanpa ditulis diatas kertas petani akan memperhitungkan
untung ruginya (Mubyarto, 1989:67).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Pabrik gula seharusnya menjadi lebih ringan dan sederhana tugas dan
pekerjaanya, dimana hanya bertugas menggiling tebu untuk dijadikan gula
namun kenyataan yang terjadi tidak demikian, pekerjaan teknis memang
menjadi jauh lebih ringan, tetapi dalam pekerjaan non-teknis beban pekerjaan
menjadi lebih berat. Pabrik gula menjadi bagian dari pemerintah yang
bertugas mengadakan bimbingan dan penyuluhan kepada petani Tebu Rakyat
Intensifikasi dan menjadi salah satu anggota terpenting dalam satuan
pelaksana program-program pemerintah yang berhubungan dengan Tebu
Rakyat Intensifikasi. Berdasarkan uraian di atas, maka diadakan sebuah
penelitian yang berjudul ”ANALISIS DETERMINAN PRODUKSI TEBU
PADA PABRIK GULA GONDANG BARU DI KABUPATEN KLATEN
TAHUN 2010”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh luas lahan terhadap jumlah produksi tebu pada
Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?
2. Apakah terdapat pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap jumlah produksi
tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?
3. Apakah terdapat pengaruh jumlah pupuk terhadap jumlah produksi tebu
pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?
4. Apakah terdapat pengaruh jumlah bibit terhadap jumlah produksi tebu
pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Apakah terdapat pengaruh jenis bibit terhadap jumlah produksi tebu pada
Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas penelitian ini bertujuan untuk :
1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap
jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten
Klaten tahun 2010
2. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja
terhadap jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang di Kabupaten
Baru Klaten tahun 2010
3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah pupuk
terhadap jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di
Kabupaten Klatentahun 2010
4. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah bibit terhadap
jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten
Klaten tahun 2010
5. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis bibit terhadap
jumlah produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten
Klaten tahun 2010
D. Manfaat
Manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini adalah :
1. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana
penambah pengetahuan dan sebagai salah satu satu syarat untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
memperoleh gelar gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret Surakarta
2. Bagi Pemerintah, khususnya pemerintah Kabupaten Klaten, hasil
penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan dalam menentukan
kebijakan mengenai peningkatan pendapatan masayarakat melalui
peningkatan produksi tebu.
3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan
informasi dan wawasan serta dapat dijadikan bahan kajian dan
pertimbangan dalam melakukan penelitian pada permasalahan usaha tani
khususnya tebu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Teori Produksi
a. Definisi Produksi
Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi
output. Input merupakan faktor–faktor produksi yang digunakan dalam
proses produksi dan output adalah barang dan jasa yang dihasilkan
dalam proses produksi (Sugiarto, 2002:202 ). Sesuai dengan pengertian
produksi di atas, maka produksi pertanian dapat diartikan sebagai
usaha untuk memelihara dan mengembangkan suatu komoditi untuk
kebutuhan manusia. Proses produksi adalah untuk menambah guna dan
manfaat, maka dilakukan proses penanaman dari bibit dan dipelihara
untuk memperoleh manfaat atau hasil dari suatu komoditi pertanian.
Proses produksi pertanian membutuhkan macam-macam faktor
produksi seperti modal, tenaga kerja tanah dan manajemen pertanian
yang berfungsi mengkoordinasikan ketiga faktor produksi yang lain
sehingga benar-benar mengeluarkan hasil produksi (output).
Sumbangan tanah adalah berupa unsur-unsur tanah yang asli dan sifat-
sifat tanah yang dapat diusahakan dengan hasil pertanian tetapi untuk
memungkinkan diperolehnya produksi diperlukan tangan manusia
yaitu tenaga kerja petani (labor). Faktor produksi modal adalah
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
sumber-sumber ekonomi diluar tenaga kerja yang dibuat oleh manusia.
Modal dilihat dalam arti uang atau dalam arti keseluruhan nilai
sumber-sumber ekonomi non-manusiawi (Mubyarto, 1994:70). Modal
juga sering diartikan sebagai barang dan jasa yang diinvestasikan
dalam bentuk bibit, obat-obatan, tanah serta faktor produksi lainnya.
Teori produksi mengandung pengertian mengenai usaha tani yang
dilakukan petani dalam tingkat teknologi tertentu mampu
mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi seefisien
mungkin untuk menghasilkan produksi maksimal
b. Faktor Produksi
Faktor produksi merupakan input yang digunakan dalam proses
produksi, dibidang pertanian output yang dihasilkan dalam bentuk
hasil produksi fisik membutuhkan sumber daya yang digunakan
sebagai faktor produksi berupa tanah, tenaga kerja, bibit, pupuk serta
teknologi sebagai penunjang dalam usaha tani dengan tujuan
menghasilkan output yang maksimal.
1) Tanah merupakan faktor produksi yang paling penting. Hal ini
terbukti dari besarnya balas jasa yang diterima oleh tanah
dibandingkan faktor-faktor produksi lain. Tingkat produktifitas
tanah dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, sarana dan
prasarana yang ada sebagai penunjang dalam meningkatkan
produksi pertanian. Ada kemungkinan pemilik faktor produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
tanah menyakapkan tanahnya pada petani penggarap dengan sistem
bagi hasil.
2) David Ricardo dalam Mubyarto (1994:90), mengungkapkan
teorinya tentang sewa tanah diferensial, dimana ditunjukan bahwa
tinggi rendahnya sewa tanah adalah disebabkan oleh perbedaan
kesuburan tanah, makin subur tanah makin tinggi harga tanah.
3) Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi utama dalam
usaha tani. Tenaga kerja adalah manusia yang dengan aktifitasnya
mencurahkan tenaga kerja untuk memenuhi apa yang menjadi
tuntutan hidup, dalam hal ini adalah syarat hidup yang baik bagi
usaha tani tebu. Tenaga kerja dalam usaha tani tidak hanya
mengembangkan tenaga (labor) saja, tapi juga mengatur organisasi
produksi secara keseluruhan. (Mubyarto, 1994:124).
4) Bibit merupakan salah satu faktor produksi yang sangat
menentukan keberhasilan usaha tani. Pemilihan bibit yang baik dan
tahan terhadap hama sangat menunjang untuk menghasilkan output
yang maksimal.
5) Pupuk juga merupakan faktor produksi yang mendukung
keberhasilan usaha tani. Pupuk dibedakan menjadi dua yaitu :
i) Pupuk organik adalah pupuk yang dihasilkan dari sisa kotoran
ternak atau sisa-sisa mahluk hidup yang karena alam dengan
bantuan mikro organisme mengalami pembusukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
ii) Pupuk anorganik adalah pupuk buatan yang dihasilkan oleh
manusia melalui proses pabrikasi, dengan meramu bahan-
bahan kimia yang mengandung kadar hava tinggi.
c. Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output
maksimum yang diproduksi dan input yang diperlukan guna
menghasilkan output tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik
tertentu (Samuelson dan Nordhes, 1996:128). Fungsi produksi
menggambarkan tingkat pengetahuan teknik atau teknologi yang
dipakai oleh suatu perusahaan, suatu industri atau suatu perekonomian
secara keseluruhan.
Penyajian fungsi dapat dilakukan melalui bentuk tabel, grafik
atau dalam persamaan matematis. Fungsi produksi yaitu suatu fungsi
yang menunjukan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan
faktor-faktor produksi (input). Bentuk matematis sederhana fungsi
produksi ini dijelaskan sebagai berikut: (Mubyarto, 1994: 68).
Y = f (X1,X2,X3,…Xn)
Dimana:
Y = Hasil produksi fisik
X1,X2,X3….Xn = Faktor-faktor produksi
Fungsi diatas menunjukkan semua faktor produksi merupakan
variabel. Berdasarkan faktor produksi yang digunakan dalam jangka
pendek faktor tenaga kerja dianggap sebagai faktor tetap dan berlaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
tambahan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing return),
produk marginal setiap unit input akan menurun sebanyak penambahan
jumlah input yang bersangkutan, dengan asumsi semua input lainnya
konstan (Samuelson dan Nordhes, 1996:130).
Berbagai kombinasi input menghasilkan tingkat output yang
menunjukkan kombinasi dua faktor produksi yang menghasilkan
output yang sama, jumlah output yang berbeda kurva isoquantnya juga
berbeda. Kombinasi input K dan L menghasilkan satu tingkat produksi
tertentu.
Gambar 2.1. Kurva Isoquant Sumber : Nopirin, (2000:319.).
Kurva yang semakin tinggi (ke kanan atas) menunjukan jumlah
output yang semakin lebih besar. Titik yang terletak pada kurva yang
lebih tinggi mengambarkan jumlah kedua faktor produksi yang lebih
banyak sehingga outputnya lebih besar jumlahnya. Turun miring dari
kiri ke kanan bawah (berlereng negatif) untuk memperoleh jumlah
yang sama, apabila salah satu faktor produksi dikurangi, maka faktor
produksi yang lain harus ditambah. Kurva isoquant cembung ke arah 0,
ciri ini mencerminkan berlakunya the law of disminishing return. Hal
Qo L O
K
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
ini menjelaskan bahwa setiap unit input (K dan L) akan menurun
sebanyak penambahan jumlah input yang bersangkutan.
Kurva isoquant ini digambarkan hanya dengan dua dimensi
(absis dan ordinat) maka hanya menganalisa dua faktor produksi saja
(K dan L) dalam kenyataannya digunakan lebih dari dua faktor
kombinasi kurva isoquant menggambarkan kemungkinan secara teknis
kombinasi faktor produksi untuk menghasilkan sejumlah output.
Makin produktif faktor tenaga kerja (L) menggantikan modal (K)
maka kurva isoquant makin curam, sebaliknya makin produktif faktor
modal maka semakin besar kemampuannya untuk menggantikan
tenaga kerja sehingga kurva isoquant semakin landai.
d. Fungsi Produksi Constant Elasticity of Substitution (CES)
Fungsi produksi CES ini secara terpisah berasal dari kelompok
ekonom yang berbeda: yang satu terdiri dari K.J. Arrow, H.B.
Chenery, B.S. Minhas, dan RM. Solow; dan kelompok lainnya terdiri
dari Murray Brown dan De Cani. Keduanya berbeda satu sarna lain,
dan pada akhirnya mungkin akan termasuk dalam tingkatan returns to
scale. Murray Brown dan De Cani ( 1963 ) menggunakan fungsi ini
dengan ambisius sekali untuk memisahkan efek atau pengaruh
perubahan output, keekonomisan skala, perubahan teknis dan
perubahan faktor harga relatif pada permintaan pekerja, data ekonomi
Amerika Serikat selama periode 1890 sampai 1958.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Fungsi produksi ini menyatakan bahwa penghitungan dasar
tingkatan substitusi akan sangat diperlukan, tapi tidak hanya terbatas
pada nilai apapun. Fungsi ini disebut Produksi CES ( Constant
Elasticity of Substitution ). Di sini dijelaskan fungsi produksi Cobb-
Douglas dan Leontief adalah kasus istimewa dalam hubungan CES,
ketika substitusi elastisitas tersebut dinyatakan konstan, maka hal itu
hanya dianggap perubahan relatif faktor input dan harga tidak
menunjukkan elastisitas tersebut. Nilai elastisitas ditentukan oleh
teknik yang dipakai dan perubahan teknik yang dipakai tersebut akan
mempengaruhi variasi-variasi elastisitas pada setiap level pada faktor
input dan harga. Jadi konstansi elastisitas mengacu pada invariannya
dalam kaitannya dengan perubahan faktor persediaan relatif dan bukan
pada transformasi dari teknik yang dipakai.
Karakteristik dari teknik-teknik yang bersifat abstrak akan
mudah dikenali dengan penggunaan fungsi produksi CES. Hal tersebut
berarti fungsi produksi tersebut memungkinkan kita untuk mengetahui
perubahan efisiensi suatu teknik, yaitu perubahan returns to scale yang
ditentukan secara teknis, perubahan dalam intensitas modal sebuah
teknik dan perubahan substitusi pekerja untuk modal, dan lain-lain.
Beberapa penelitian terkini menggunakan fungsi CES dengan
elastisitas substitusi di bawah kesatuan yang juga dianggap lebih
sesuai untuk fungsi produksi jika dibandingkan dengan penggunaan
bentuk Cobb-Douglas. Fungsi produksi Cobb-Douglas, elastisitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
substitusi seimbang dengan kesatuan, tapi dalam fungsi produksi CES,
elastisitas substitusi adalah konstan dan tidak semata-mata berbanding
lurus dengan kesatuan. Keempat ekonom, Arrow, Chenery, Minhas
dan Solow dalam Agung (2008:39) juga telah mengusulkan fungsi
produksi CES ini. Persamaan fungsi tersebut ialah:
Q=Q(K,L)=A[α +(1α)
dimana,
Q = output
K = input kapital
L = input tenaga kerja
dengan A>0,0<α<1 dan ≥-1
A dinyatakan sebagai parameter efisiensi, α sebagai parameter
distribusi, dan sebagai parameter substitusi
1. Sifat Fungsi Produksi CES
a. Sifat Homogen Linier
Kalau semua input dinaikkan dengan suatu faktor proposional
ϲ yang sama, maka
Q(ϲK,ϲL)=A[α(ϲK +(1-α)(ϲL
=cQ(K,L)
Yang berarti bahwa output Q(K.L) akan naik menjadi cQ(K,L),
yaitu dengan faktor proporsional yang sama pula.
b. Elastisitas K dan L
Dengan memperhatikan logaritma natural fungsi CES, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
InQ=InA-1/ .In[α +(1-α)
diperoleh turunan partial terhadap K sebagai berikut:
δInQ/δK=-1/ .(α ) /[α +(1-α)
Selanjutnya, diperoleh elastisitas output terhadap K sebagai
berikut:
(δInQ/δK)*K= (δInQ/ δInK)=α /[α +(1+α)
=α (Q/K
Dengan cara yang sama, diperoleh elastisitas untuk L seperti
ini:
(δInQ/δL)*L== (δInQ/ δInL=(1+α) α +(1+α)
Dengan menjumlahkan kedua elastisitas untuk di atas,
diperoleh:
(δInQ/δK)+ (δInQ/δL)=1
Elastisitas untuk K dan L merupakan fungsi dari input bivariat
(K, L) sehingga bukanlah suatu konstanta. Akan tetapi,
jumlahnya konstan, yaitu sama dengan satu sesuai dengan
pengertian constan return to scale
2. Keuntungan Fungsi Produksi CES dibandingkan dengan Fungsi
Produksi Cobb Douglas:
a. Fungsi CES menunjukan fungsi produksi semua tipe returns
dapat dianalisa, karena s tidak semata-mata berbanding lurus
dengan satu ( s ≠ 1 ), tapi lebih menunjukan bentuk umum
teknik-teknik produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
b. Fungsi produksi CES akan menjadi pertimbangan sejumlah
parameter penting. Maka dari itu fungsi tersebut meliputi
lingkup variasi substitutabilitas dan efisiensi yang luas.
c. Estimasi fungsi CES ini sangat mudah. Beberapa perubahan
akan dibutuhkan, jika kita menulis output per unit pekerja
sebuah fungsi modal per unit pekeja, maka , sehingga
fungsi produksi akan menjadi lebih mudah.
d. Fungsi tersebut akan melenyapkan semua kesulitan dalam
fungsi produksi Cobb-Douglas dan terbebas dari asumsi-asumsi
yang tidak realistis dalam fungsi tersebut.
3. Batasan-batasan Dalam Fungsi Produksi CES
a. Fungsi produksi CES yang mengombinasikan dua unsur
kekuatan yang mempengaruhi dalam satu parameter v.
Pertama-tama, pada skala ekonomi, dapat memberikan hasil
sebuah ekspansi skala operasi teknologi yang bersangkutan.
Dengan kata lain, kaitannya dengan skala operasi, sebuah
perubahan teknis dapat mengakibatkan tindakan output. Dalam
aplikasi empiris kedua kekuatan tersebut dapat mempengaruhi
homogeniatas parameter v, dan dengan mudah menentukan
salah satunya.
b. Uzawa dalam Agung (2008:39) telah mempelajari fungsi ini
dan menyimpulkan bahwa sangat sulit untuk
menggeneralisasikannya ke dalam n – faktor produksi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
c. Batasan dalam fungsi produksi CES diasosiasikan dengan
bentuk dasarnya spesifikasi elastisitas substitusi yang bervariasi
terhadap perubahan dalam faktor proporsi. Perlu diingat bahwa
kita memungkinkan elastisitas substitusi (s) terhadap perubahan
dalam kaitannya dengan variasi-variasi tertentu dari teknik-
teknik yang mendasarinya, dan bukan sebagai respon terhadap
perubahan dalam faktor proporsi. Tapi hal tersebut merupakan
‘spesifikasi apriori’ tapi kita tidak tahu apakah elastisitas
substitusi ( s ) bisa berubah bervariasi manakala faktor proporsi
berubah. Jika struktur sesungguhnya menggambarkan
elastisitas sebuah variabel yang mengacu pada perubahan
faktor proporsi dan selanjutnya dinyatakan bahwa elastisitas
berubah dengan alasan teknis, maka kita menganggapnya
berasal dari perubahan teknis lebih dari sebelumnya. Kecuali
jika fungsi umum tersebut ditentukan seluruhnya tingkatan
polinomial n, maka kesulitannya akan tampak. Karena dengan
adanya data yang tersedia itu sudah tidak memungkinkan dan
teknik-teknik statistik untuk memperoleh estimasi keseluruhan
dari fungsi produksi umumnya, dan juga karena mereka
semata-mata tidak puas dengan kriteria neoklasik ( sifat-sifat
fungsi CES ), maka kita tanpa ada potensi-potensi kesalahan
yang spesifik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
d. Kesulitan yang keempat dari fungsi CES ini yaitu bahwa K
parameter intesitas modal, berdimensi (bukan tidak
berdimensi).
Masih terdapat suatu permasalahan empirik selain
kesulitan-kesulitan teoritis diatas, yaitu fungsi produksi CES
relatif sulit untuk disesuaikan dengan data. Terlepas dari
batasan-batasan tersebut diatas, fungsi produksi CES dalam
aplikasinya sangat berguna untuk membuktikan teorema Euler,
yaitu untuk menggambarkan constant return to scale, yang
menunjukan rata-rata tersebut, dan produk marginal (K) dan
pekerja (L) bersifat homogen dalam tataran 0, dan juga untuk
menentukan elastisitas substitusi.
e. Biaya Produksi
1. Definisi Biaya Produksi
Produksi adalah kegiatan untuk mengubah input menjadi
output, perusahaan tidak hanya menentukan input apa saja yang
diperlukan, tetapi juga harus mempertimbangkan harga dari input –
input tersebut yang merupakan biaya produksi dari output.
Biaya produsi sebenarnya merupakan cerminan dari
produksi. Bila produksi merujuk kapada jumlah input yang dipakai
dan jumlah fisik output yang dihasilkan, biaya produksi merujuk
kepada biaya perolehan input tersebut (nilai uang). Biaya produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
sangat penting peranannya bagi perusahaan dalam menentukan
jumlah output ( Sugiarto, 2002 : 248 ).
Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur
dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan
terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Pengorbanan sumber
ekonomis mengandung sifat ekonomis adanya kelangkaan. Biaya
dibedakan menjadi dua macam: pengorbanan sumber ekonomi
yang telah terjadi dan kemungkinan akan terjadi. Pengorbanan
yang telah terjadi mengandung biaya historis untuk mencapai
tujuan tertentu dan biaya yang akan terjadi saat melakukan suatu
proses produksi.
Biaya produksi dapatlah didefinisikan sebagai semua
pengeluaran yang dilakuakn oleh firma (perusahaan) untuk
memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang
akan digunakan untuk menciptakan barang-barang firma tersebut
(Sukirno, 1994:207).
Biaya produksi yang dikeluarkan perusahaan ada dua jenis
yaitu: biaya eksplisit dan biaya tersembunyi. Biaya eksplisit adalah
pengeluaran-pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran
dengan uang untuk mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan
mentah yang diperlukan dalam kegiatan produksi firma tersebut,
sedangkan biaya tersembunyi adalah tafsiran pengeluaran keatas
faktor-faktor produksi yang dimiliki firma itu sendiri. Pengeluaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
seperti antara lain adalah pembayaran untuk keadilan produsen,
modalnya sendiri yang digunakan dalam perusahaan dan
pembangunan perusahaan yanb dimilikinya.
Berdasarkan definisi diatas biaya produksi dapatlah
didefinisikan sebagai semua pengorbanan ekonomis yang
dilakukan oleh petani untuk memperoleh faktor-faktor produksi
untuk menghasilkan suatu output.
Secara umum biaya produksi yang dikeluarkan digolongkan
menjadi dua yaitu : biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel
(variable cost). Biaya tetap merupakan total rupiah yang harus
dikeluarkan walaupun tidak beroperasi, biaya tetap tidak berubah
meskipun output berubah, biaya variabel merupakan biaya yang
bervariasi sesuai dengan perubahan tingkat ouput termasuk biaya
bahan baku dan termasuk pula semua biaya yang tidak tetap
contohnya bibit, pupuk, tenaga kerja dan lain-lain. Jumlah dari biya
tetap dan biaya variabel disebut biaya total.
TC = TFC + VC
Dimana :
TC = Total Cost
FC = Fixed Cost
VC = Variabel Cost
2. Kurva biaya rata-rata (AC), biaya Marginal (MC), biaya Tetap
rata-rata (AFC) dan biaya variabel rata-rata jangka pendek (MC)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
Kurva biaya total dan biaya rata-rata diperoleh dari upaya
petani mencari kombinasi penggunaan faktor produksi dengan
biaya paling rendah (least cost combination) dengan begitu bentuk
serta kedua kurva biaya ini tergantung pada teknologi produksi
(yang tercermin pada fungsi produksi) dan harga faktor produksi.
Jika harga faktor produksi turun atau petani tersebut menggunakan
teknologi baru yang lebih efisien maka kedua kurva biaya tersebut
akan bergeser kebawah, sebaliknya apabila harga faktor produksi
naik atau teknologinya sudah usang, kedua kurva akan bergeser
keatas. Kedua kurva selalu bergerak bersama-sama
Gambar 2.2: Kurva TC, VC, TC Sumber : Samuelson dan Nordhes (1996:145)
Besarnya biaya tetap untuk jangka pendek adalah tetap,
berapapun output yang diproduksi, jadi besarnya biaya tetap (FC)
tidak tergantung dengan berapapun output yang dihasilkan.
Sedangkan biaya variabel sangat tergantung dengan jumlah output
yang akan dihasilkan dari faktor produksi (input) yang ada. Biaya
0 Q
Biaya tetap
Biaya variabel
T
Biaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
variabel rata-rata diperoleh dengan membagi total biaya variabel
dengan jumlah output yang dihasilkan.
AVC =
Dimana :
AVC = Average Variabel Cost
TVC = Total Variabel Cost
Q = Quantitas
Biaya marginal setiap output adalah tambahan biaya yang
diperlukan untuk memproduksi 1 unit output tambahan, biaya tetap
rata-rata didefinisikan sebagai pembagian antara biaya tetap
dengan kuantitas output yang dihasilkan oleh karena biaya tetap
total adalah konstan, maka dengan membagi biaya ini dengan
kenaikan output akan diperoleh kurva biaya rata-rata yang
menurun.
Gambar 2.3 : Kurva AFC, AVC, ATC, MC Sumber : Nopirin, (2000: 340)
Bia
ya (
Rp)
0 Produks
MC AT
AV
AF
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
Hubungan antara MC dan AC biaya total rata-rata (AC)
adalah biaya tetap rata-rata (AFC) ditambah dengan biaya variabel
rata-rata (AVC). Biaya variabel rata-rata adalah biaya variabel total
TVC dibagi dengan jumlah output maka apabila MC dibawah AC,
AC akan menurun dan apabila MC diatas AC maka AC menaik.
Dan pada MC=AC maka AC minimum dengan demikian MC
memotong AC dari bawah dan pada titik AC minimum.
Keuntungan maksimum diperoleh apabila jarak vetikal TR-TC
paling besar. Jarak vertikal TR-TC paling besar apabila lereng
kurva TC adalah MC. Dengan demikian keuntungan maksimum
akan diperoleh apabila produsen menghasilkan sejumlah output
dimana : MR=MC (Nopirin, 2000 : 341).
3. Hubungan Antara Biaya Produksi Dan Fungsi Produksi
Biaya produksi perusahaan ditentukan oleh bagaimana
fungsi produksi perusahaan tersebut, yang menunjukkan kombinasi
input yang diperlukan untuk menghasilkan sejumlah output
tertentu, beserta harga yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan
input tersebut. Fungsi produksi jangka pendek menghubungkan
output dengan jumlah input variabel saja, karana besarnya input
tetap tidak berubah. Hubungan antara fungsi produksi dengan
biaya produksi digambarkan dengan ilustrasi berikut ( Sugiarto,
2002 : 253 ).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Diketahui fungsi produksi jangka pendek perusahaan adalah:
Q = F ( K, L )
Q = output ( fungsi dari L dan pemakaian K tetap )
L = tenaga kerja ( input variabel )
K = kapital ( input tetap )
Diketahui untuk setiap kapital sewanya adalah sebesar r (
rent ) dan upah setiap unit tenaga kerja adalah w ( wage ), maka
biaya total ( TC ) yang diperlukan untuk memproduksi Q adalah
jumlah kapital dikalikan dengan sewa kapital ditambah dengan
jumlah tenaga kerja yang dipakai dikalikan dengan upahnya.
Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
TC = ( K x r ) + ( L x w )
K tetap maka besarnya K x r juga tetap, dalam sudut
pandang ekonomi biaya ini disebut biaya tetap total ( TFC ),
sedangkan L x w akan bervariasi sesuai dengan jumlah L yang
digunakan. Biaya ini dalam ekonomi disebut sebagai biaya variabel
total ( TVC ). Sebagimana telah dikemukakan sebalumnya biaya
total merupakan jumlah biaya tetap dan biaya variabel.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Gambar 2.4 : Kurva Hubungan Antara Kurva Produksi Dengan Kurva Biaya Sumber : Sugiarto ( 2002: 254 )
Gambar di atas menunjukkan jumlah output yang
dihasilkan dari pemakaian sejumlah input variabel dalam ukuran
fisik. Jika input variabel diukur dengan satuan uang, maka gambar
2.4 juga menunjukkan hubungan antara jumlah output yang
dihasilkan dengan biayanya, sehingga kurva TP juga
mencerminkan kurva biaya variabel total.
Kurva TVC bermula dari titik 0 dan semakin lama semakin
bertambah tinggi. Keadaan ini menggambarkan bahwa waktu tidak
ada produksi TVC=0, dan semakin besar produksi semakin besar
nilai ongkos berubah total (TVC). Bentuk kurva TVC yang pada
akhirnya semakin tegak menggambarkan bahwa produksi
dipengaruhi oleh hukum hasil lebih yang semakin berkurang, yaitu
apabila produksi sudah semakin banyak, sejumlah ongkos produksi
tertentu yang dikeluarkan akan menghasilkan jumlah produksi
yang semakin sedikit.
Output unit (Q) TP
TVC
Input variabel
Biaya variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
4. Hubungan TPP, APP,MPP
Produksi total atau Total Physical Product (TTP)
menunjukkan total output yang diproduksi dalam unit fisik, jadi
kurva produksi adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara
jumlah output yang dihasilkan pada berbagai tingkat penggunaan
input variabel dan input-input yang lain dianggap konstan. Kurva
produksi tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :
TPP f(x) atau Q = f(x)
dimana, TPP = Q = produksi total
x = jumlah input variabel yang digunakan
Gambar 2.5 : Kurva TPP Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)
Produksi rata-rata atau Average Physical Product (APP)
adalah output rata-rata per unit input yang digunukan pada suatu
proses produksi, jadi kurva produksi rata-rata adalah kurva yang
menunjukkan output rata-rata per unit input pada berbagai tingkat
penggunaan input tersebut. APP dapat dirumuskan sebagai berikut:
AAPx= , dimana:
AAPx = average physical product
TPPx = total physical product
X
Y
TPP
0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
X = jumlah input X yang digunakan
Gambar 2.6 : Kurva APP Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)
Produktifitas marginal atau Marginal Physical Product
(MPP) adalah mengukur seberapa besar tambahan output yang
dihasilkan apabila satu input variabel bertambah satu unit sedang
input yang lain tetap. Kurva marginal adalah kurva yang
menunjukkan tambahan atau kenaikan dari TPP yaitu DTPP atau
DQ, yang disebabkan oleh penggunaan tambahan satu unit input
variable. MPP dapat dirumuskan sebagai berikut :
MPP= , dimana:
MPPx = marginal physical product
ΔTPP = tambahan atau kenaikan output
ΔX = tambahan input x yang digunakan
Gambar 2.7 : Kurva MPP Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)
Y
0 X
MPP
X
Y
AP
0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Dalam fungsi produksi terdapat tiga tahap yang masing-
masing mempunyai sifat-sifat khusus yang dapat digunakan untuk
melihat tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi.
Hubungan antara TPP, APP dan MPP dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 2.8 : Kurva Hubungan TPP, APP dan MPP Sumber : Sadono Sukirno ( 1997)
Terdapat hubungan yang istimewa antara TPP, MPP dan
APP. Hubungan antara ketiga kurva tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a) Penggunaan input variabel (X) sampai pada titik dimana TPP
cekung terhadap titik origin, maka MPP naik demikian pula APP.
b) Pada titik A, MPP mencapai nilai maksimum, kurva TPP
telah berubah bentuknya dari cekung menjadi cembung terhadap
titik origin.. Titik ini disebut titik infeksi.
APP
TPP
MPP Tenaga Kerja
MPP APP
Tenaga Kerja
TPP C B
A
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
c) Pada titik B, APP mencapai nilai maksimum, kurva MPP
memotong APP dari atas (MPP-APP), dan kurva TPP
bersinggungan dengan garis lurus dari titik origin dengan slope
terbesar.
d) Pada titik C, TPP mencapai maksimum dan MPP bernilai nol.
Gambar ini menunjukkan berlakunya Law of Dcminishing Return
atau hukum hasil lebih yang semakin berkurang. Hukum ini
menyatakan hahwa :
“Apabila faktor produksi yang dapat dirubah jumlahnya
(tenaga kerja) terus menerus ditambah satu unit, pada mulanya
produk total akan semakin bamyak pertambahannya, tetapi
sesudah mencapai suatu tingkat terten/u produksi tamhahan akan
semakin berkurang dan akhirnya ia mencapai tingkat yang
maksimum dan kemudian menurun” (Sukirno, 1996).
2. Ekonomi Pertanian
a. Definisi Ekonomi Pertanian
Pertanian merupakan mata pencaharian sebagaian besar
penduduk Indonesia yang merupakan negara agrikultur. Ekonomi
pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan ilmu
pertanian yang memberikan arti sebagai berikut, suatu ilmu yang
mempelajari dan membahas serta menganalisis pertanian secara
ekonomi, atau ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian (Daniel,
2002; 9).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pengertian ekonomi pertanian yang demikian mempunyai arti
ilmu pertanian bukan hanya mempelajari tentang bercocok tanam
tetapi suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian,
baik mengenai subsektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor
perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan.
Ilmu ekonomi pertanian menjadi satu ilmu tersendiri yang
mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses
pembangunan dan memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Ekonomi pertanian mencakup analisis ekonomi dari proses (teknis)
produksi dan hubungan-hubungan sosial dalam produksi pertanian,
hubungan antar faktor produksi, serta hubungan antara faktor produksi
dan produksi itu sendiri. Dalam kebijakan pembangunan nasional,
pembangunan pertanian merupakan langkah awal dan mendasar bagi
pertumbuhan industri. Salah satu subsektor pertanian yang
berkembang adalah subsektor perkebunan.
b. Sejarah Ekonomi Pertanian
Ilmu ekonomi pertanian merupakan cabang ilmu yang masih
sangat muda. Ilmu ekonomi modern dianggap lahir dengan penerbitan
buku Adam Smith yang berjudul Wealth of Nations pada tahun 1776 di
Inggris, maka ilmu ekonomi pertanian dilahirkan awal abad ke-20 atau
akhir abad ke-19 dengan terjadinya depresi pertanian pada tahun 1890.
Di Amerika Serikat mata pelajaran Rural Economic pertama-
tama diajarkan pada tahun 1892 di Universitas Ohio. Mata pelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Economic of Agriculture mulai diberikan di Universitas Cornell pada
tahun 1901 dan Farm Management pada tahun 1903. Tahun1910
beberapa universitas di Amerika Serikat sudah memberikan kuliah-
kuliah yang teratur dalam Agricultural Economics.
Di Indonesia, ilmu ekonomi pertanian baru dikembangkan
mulai tahun 1950-an yang di pelopori oleh Prof. Sukanto
Reksohadiprodjo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo, masing-masing
dosen di Universitas Gadjah Mada dan Universitas Indonesia
(Mubyarto, 1984;1).
c. Fungsi Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian mempunyai fungsi yang tidak kalah
pentingnya dari ilmu ekonomi maupun ilmu pertanian itu sendiri. Dia
bisa berada di awal atau sebelum ilmu pertanian, bisa seiring dan bisa
juga sesudah. Semua fungsinya amat menentukan akan kemajuan
pertanian. Ekonomi pertanian bukan sekedar gabungan antara ilmu
ekonomi dengan ilmu pertanian, tetapi mempunyai arti yang sangat
penting bagi pertanian dan juga bagi ekonomi.
Ilmu ekonomi pertanian mempelajari faktor sumber daya atau
faktor produksi dilengkapi dengan permasalahan, potensi dan
kebijakan serta kemitraan, kelembagaan dan faktor pendukung lainnya.
Sebelum proses produksi atau usaha tani dijalankan (baik dalam
subsektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor perkebunan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
subsektor peternakan, maupun subsektor perikanan) perlu dilakukan
perencanaan yang matang.
Dalam pelaksanaan di lapangan, pertanian juga membutuhkan
ilmu ekonomi pertanian, kalau pupuk diberikan sekian banyak, berapa
hasil yang akan diterima, bila pupuk dikurangi atau ditambah berapa
keuntungan yang akan diperoleh, begitu juga dengan pengaturan
tenaga kerja dan obat-obatan. Di ekonomi pertanian, semua itu akan
diperhitungkan dan dipelajari secara mendalam (Daniel, 2002:6).
3. Perkebunan
a. Pengertian Perkebunan
Pengertian perkebunan sudah lama dikenal, sejak pemerintahan
kolonial Belanda. Tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan
besar. Pada tahun 1870 dengan keluarnya undang-undang agraria
pengaturan perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia lebih tegas
dan jelas. Keluarnya undang-undang agraria mempunyai tujuan utama
mengundang penanaman modal swasta ke Indonesia untuk berusaha
mengembangkan produk-produk pertanian yang diperlukan pasaran
dunia, terutama Eropa, setelah merdeka pemerintah Indonesia
mengambil alih perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Belanda,
tepatnya sejak tahun 1957 (Syamsulbahri, 1996:1).
Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program
lima tahunan (Pelita) tahap demi tahap telah memfokuskan program
pembangunannya terutama dalam sektor tanaman pangan, sedangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
sektor perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan
produksi dan diversifikasi tanaman ekspor. Pada tahun 1992
pemerintah telah berhasil membuat Undang-Undang Nomor 12 tentang
budidaya tanaman, dengan adanya undang-undang tersebut pemerintah
telah memberikan kebebasan kepada petani untuk menentukan pilihan
jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta kewajiban pemerintah
dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996: 1).
Sejarah perkebunan sebelum penjajahan Belanda di Indonesia,
perkebunan belum terorganisir secara struktural. Selama dekade
penjajahan Belanda, Inggris dan Jepang pengelolaan perkebunan
beralih ke penguasa, dalam hal ini penjajah. Pada zaman Belanda
dikenal “sistem tanam paksa”, setelah merdeka pengelolaan
perkebunan masih seperti zaman Belanda, barulah tahun 1957 terjadi
perubahan pengelolaan perkebunan. Pada tahun tersebut terjadi
pengambilalihan perkebunan dari orang-orang asing oleh pemerintah
Republik Indonesia. Dambaan petani untuk menjadi tuan di tanahnya
sendiri sangat diharapkan, karena manejer-manejer perkebunan telah
diisi oleh putra-putri Indonesia. Kenyataan tersebut tidak bisa
terwujud, karena di dalam negeri sudah terlalu lama mengalami
peperangan untuk merebut kemerdekaan.
Tahap dicanangkannya program-program Pelita, subsektor
perkebunan mulai dilakukan pembenahan-pembenahan oleh
pemerintah. Pada Pelita III hingga V dilaksanakan serangkaian usaha-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
usaha intensifikasi, rehabilitasi dan diversifikasi perkebunan. Pada
Pelita III perkembangan sektor perkebunan amat mencolok, terutama
ditinjau dari perluasan areal perkebunan baik di Jawa maupun diluar
Jawa (Syamsulbahri, 1996: 3).
Kesatuan pengertian dari perkebunan itu sendiri perlu diketahui
sebelum mempelajari lebih jauh tentang perkebunan. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan dalam pemahaman selanjutnya,
terutama tanaman perkebunan tahunan. Perkebunan dapat diartikan
berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman dan produk yang
dihasilkan.
Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai
usaha untuk menciptakan lapangan pekerjaan, peningkatan pendapatan
dan devisa negara dan pemeliharaan kelestarian sumber daya alam
(SDA).
Perkebunan berdasarkan pengelolaannya dibagi menjadi 4,
yaitu:
1. Perkebunan rakyat
2. Perkebunan besar
3. Perkebunan perusahaan inti rakyat
4. Perkebunan unit pelaksana proyek
Perkebunan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan
sebagai usaha budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat,
pemerintah, maupun swasta selain tanaman pangan dan hortikultura.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
Perkebunan berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha
budidaya tanaman yang ditujukan untuk menghasilkan bahan industri
(misalnya karet, tembakau, cengkeh, kapas), bahan industri makanan
(misalnya kelapa, kelapa sawit dan kakao) dan makanan (misalnya,
tebu, teh, kopi dan kayu manis).
Pengertian perkebunan dapat diartikan sebagai: “usaha
budidaya tanaman baik oleh pemerintah, swasta, rakyat maupun secara
bersama-sama dalam skala luas maupun sempit areal lahan yang
digunakan namun bertujuan untuk mendapatkan peningkatan
pendapatan dan devisa negara, tanpa mengabaikan penyerapan tenaga
kerja dan pelestarian sumber daya alam” (Syamsulbahri, 1996: 15).
b. Manajemen Perkebunan
Manajemen dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber-
sumber daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dimana
sifatnya universal yang berarti dapat berlaku secara umum untuk
berbagai organisasi. Dalam perkembangannya, perkebunan dijadikan
sebagai satu subsektor dari sektor pertanian. Dimana subsektor
perkebunan dijadikan andalan dalam memasukkan devisa negara dari
sektor non migas. Pengelolaannya ada yang dilakukan oleh
pemerintah, swasta maupun oleh rakyat. Sistem pengelolaan
perkebunan di Indonesia ada keterpaduan antara unsur-unsur yang
membentuk subsektor perkebunan yang meliputi pemerintah, swasta
dan masyarakat (Syamsulbahri, 1996: 16).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
1. Perkebunan Rakyat
Perkebunan rakyat yang sering disebut juga pola swadaya
menduduki hampir 80% dari total areal perkebunan yang ada di
Indonesia. Pengelolaannya masih terbatas, dalam artian belum ada
pembagian pengelolaan untuk masing-masing sistem. Seorang
petani tanaman perkebunan dapat berfungsi dan bertindak sebagai
pelaksanaan setiap kegiatan usahanya.
2. Perkebunan Besar
Perkebunan besar swasta dan perkebunan milik negara
sering disebut sebagai satu plantation atau estate dimana
pengelolaannya jelas untuk masing-masing sub-sistem, akan tetapi
merupakan satu kesatuan manajemen. Manajemen perkebunan
yang meliputi manajemen tanaman, manajemen pengolahan hasil
dan manajemen pemasaran komoditi perkebunan.
Beberapa ciri dari perkebunan besar, antara lain: hamparan
lahan relatif luas, tanaman dan tata tanam yang seragam,
pemakaian bibit unggul dan teknologi relatif maju, perencanaan
terperinci dan pengawasan yang ketat, standarisasi (prosedur,
prestasi, hasil, mutu dan biaya), penggunaan tenaga kerja terampil
atau terlatih, disiplin dalam berbagai bidang, akomodasi pekerja di
sekitar unit kerja, wadah organisasi dan mekanisme koordinasi.
Pola organisasi perusahaan perkebunan umumnya dapat
digambarkan sebagai organisasi intern yang mengatur hubungan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
antara kantor direksi dengan kebun atau pabrik. Atas dasar laporan-
laporan harian, bulanan serta tugas-tugas pengawasan dilakukan
oleh aparat direksi. Seluruh kegiatan administrasi kebun/pabrik
dikoordinir oleh kantor direksi.
3. Perusahaan Perkebunan Inti Rakyat
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) Direktorat
Jenderal Perkebunan mengartikan sebagai usaha pengembangan
perkebunan dengan menggunakan perkebunan besar inti yang
membantu dan membimbing perkebunan rakyat sekitarnya sebagai
plasma dalam suatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan,
utuh dan berkesinambungan. Perusahaan inti merupakan
perusahaan perkebunan besar baik milik swasta maupun milik
negara, sedangkan kebun plasma merupakan areal wilayah plasma
yang dibangun oleh perusahaan inti dengan tanaman perkebunan
yang diperuntukkan bagi petani peserta.
4. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek
Unit pelaksana proyek merupakan salah satu pendekatan
yang dilakukan dalam pembinaan dan pelaksanaan proyek
perkebunan, setiap unit pelaksanaan proyek perkebunan ditentukan
oleh luas areal perkebunan rakyat yang dibina, dimana
pembinaannya dilaksanakan mulai dari pembibitan, penanaman
sampai dengan pengolahan dan pemasaran hasil. Pembinaan
dilakukan secara menyeluruh termasuk juga peningkatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
keterampilan para petani dengan mengadakan kursus-kursus,
latihan-latihan dan bimbingan di dalam inti proyek.
B. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran perlu dijelaskan secara sederhana tentang
hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat. Dengan demikian
kerangka pemikiran dalam melakukan penelitian ini adalah produksi tebu
sebagai variabel terikat yang dipengaruhi oleh luas lahan, jumlah tenaga kerja,
jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit sebagai variabel bebas. Berdasarkan
rumusan masalah dan tujuan penelitian dapat disusun kerangka konseptual
sebagai berikut :
Gambar 2.9 Skema Kerangka Pikiran
C. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi tebu pada
PG. Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010
Luas lahan (X1)
Jumlah tenaga kerja (X2)
Jumlah produksi tebu (Y)
Jenis bibit (X5)
Jumlah bibit (X4)
Jumlah pupuk (X3)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
2. Jumlah tenaga kerja diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi
tebu pada PG. Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010
3. Jumlah pupuk diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi tebu
pada PG. Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010
4. Jumlah bibit diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi Tebu
Pada PG. Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010
5. Jenis bibit diduga berpengaruh positif terhadap jumlah produksi Tebu
Pada PG. Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010
D. Penelitian terdahulu
Studi Anugrahadi (2009) dengan mengambil judul “Analisis
Usahatani Tebu Wilayah Kabupaten Karanganyar”. Penelitian ini
menganalisis tentang bagaimana faktor produksi luas lahan, tenaga kerja,
pupuk dan bibit terhadap produksi tebu, faktor produksi luas lahan, tenaga
kerja, pupuk dan bibit secara bersama-sama terhadap produksi tebu, dan yang
ketiga untuk mengetahui tingkat kesejahteraan petani dari usaha tani tebu
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
dengan cara wawancara dengan sampel petani tebu yang ada di Karanganyar.
Pengujian yang dilakukan adalah uji statistik yaitu uji t, uji f, koefisien
determinasi dan uji asumsi klasik yaitu uji multikololinearitas, uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
Hasil regresi dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara parsial
luas lahan dan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap jumlah
produksi, tenaga kerja dan bibit berpengaruh positif dan tidak signifikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
terhadap jumlah produksi jumlah produksi dan secara bersama-sama luas
lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk dan jumlah bibit signifikan terhadap jumlah
produksi. Berdasarkan perhitungan pendapatan usahatani tebu disimpulkan
usaha tsni tebu mampu memberi tingkat kesejahteraan pada tingkat tertentu.
Studi yang dilakukan oleh Sukatami (2009) dengan mengambil judul
“Analisis Determinan Produksi Usaha Tani Padi Sawah Di Kecamatan Sei
Bingai Kabupaaten Langkat”. Penelitian ini menganalisis tentang luas lahan,
benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja secara parsial terhadap produksi
usahatani padi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross section.
Pengujian yang dilakukan adalah uji statistik yaitu uji t, uji f, koefisien
determinasi dan uji asumsi klasik yaitu uji multikololinearitas dan uji
heteroskedastisitas.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa luas lahan, benih, tenaga
kerja dan pupuk berpengaruh secara signifikan terhadap produksi tani
sedangkan pestisida tidak berpengaruh signifikan
Studi oleh Sihombing (2010) dengan mengambil judul “ Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Hasil Produksi Kelapa Sawit Pada PT. Perkebunan
Nusantara III (Persero) Medan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh luas lahan, tenaga kerja dan pupuk secara parsial
terhadap hasil produksi kelapa sawit. Jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series yang bersifat
kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Pengujian yang dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
adalah uji statistik yaitu uji t, uji f, koefisien determinasi dan uji asumsi klasik
yaitu uji multikololinearitas dan uji autokolerasi.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah variabel luas lahan dan
tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil
produksi kelapa sawit dan variabel pupuk berpengaruh positif dan secara
statistik tidak signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul “Analisis Determinan Produksi Tebu pada
Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten”. Metode yang digunakan
adalah metode survei dengan petani tebu sebagai unit analisisnya. Obyek
penelitian dibatasi petani yang melakukan usaha tani di wilayah Kabupaten
Klaten dan melakukan pengolahan tebu di Pabrik Gula Gondang Baru
Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah.
B. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel secara acak,
yaitu suatu metode pemilihan ukuran sampel dari suatu populasi dimana setiap
anggota populasi mempunyai peluang yang sama dan semua kemungkinan
penggabungannya yang diseleksi sebagai sampel (Weirsma dalam
Sevilla,1993:163). Pengambilan sampel dengan cara dipermudah, merupakan
strategi pengambilan sampel yang memudahkan peneliti (Sevilla,1993:167).
Populasi dari penelitian ini adalah 157 petani tebu di wilayah
Kabupaten Klaten yang melakukan proses giling di Pabrik Gula Gondang
Baru Klaten. Perhitungan mencari sampel dalam penelitian menggunakan
rumus Slovin dalam Sevilla,(1993:161) sebagai berikut:
n=
46
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e =nilai kritis (batasan ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran
ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel).
n=
=61,08
Hasil perhitungan n diperoleh 61 sampel, maka sampel ditentukan 61
petani tebu wilayah Kabupaten Klaten yang melakukan proses giling di Pabrik
Gula Gondang Baru.
C. Jenis dan Sumber Data
1. Data Primer
Data yang diperoleh melalui metode interview yaitu metode
pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara langsung dengan
responden mengenai permasalahan yang diteliti disertai kuisioner yang
telah disusun terlebih dahulu dalam hal ini petani sebagai obyek
penelitian.
2. Data Sekunder
Merupakan data yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh instansi
atau lembaga yang relevan dengan penelitian dan diperoleh dengan cara
mengumpulkan data-data yang ada di Biro Pusat Statistik Kabupaten
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Klaten, data Pabrik Gula Gondang Baru Klaten yang telah ada dan diambil
keterkaitan dengan masalah yang diteliti dan sebagainya.
D. Definisi Operasional Variabel
1. Produksi Tebu
Produksi tebu adalah jumlah hasil produksi tebu dalam satu musim tanam.
Produksi tebu dihasilkan petani dari lahan tebu yang dimiliki atau disewa
dihitung dalam satuan kwintal (Kw).
2. Luas lahan
Luas lahan adalah luas tanah yang digunakan petani untuk produksi tebu
dalam satu musim tanam diukur dalam satuan hektar (Ha).
3. Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan untuk proses produksi
tebu dalam satu masa tanam. Tenaga kerja diukur menggunakan satuan
hari orang bekerja (HOK). 1 HOK=7 jam.
4. Pupuk
Pupuk adalah banyaknya jumlah pupuk yang digunakan petani dalam satu
musim tanam. Pupuk diukur menggunakan satuan kwintal (Kw).
5. Jumlah Bibit
Jumlah bibit adalah banyaknya jumlah yang digunakan petani dalam
proses produksi tebu. Jumlah bibit diukur menggunakan satuan kwintal
(Kw).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
6. Jenis bibit
Jenis bibit adalah jenis bibit tebu yang digunakan petani dalam proses
produksi tebu. Jenis bibit diukur menggunakan satuan varietas unggul.
E. Teknik Analisis Data
1. Metode Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Square)
Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk
menguji hipotesis bagaimana pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja,
jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit terhadap hasil produksi tebu,
maka digunakan rumus regresi berganda dalam bentuk transformasi
logaritma sebagai berikut :
Y= + + + + + ei
Dimana:
Y = Produksi
LH = Luas Lahan
TK= Jumlah Tenaga Kerja
JP = Jumlah Pupuk
JMLB = Jumlah Bibit
JNSB = Jenis Bibit
= Koefisien Intersep
= Koefisien Luas Lahan
= Koefisien Tenaga Kerja
= Koefisien Jumlah Pupuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
= Koefisien jumlah Bibit
= Koefisien jenis Bibit
Ui = Variabel Pengganggu
2. Uji Statistik
a. Uji t
Uji t adalah pengujian koefisien regresi secara individual untuk
mengetahui kemampuan dari masing-masing variabel independen dalam
mempengaruhi variabel dependen dengan menganggap variabel lain tetapi
menggunakan derajat keyakinan 5% (Gujarati,1995:119). Hipotesis yang
akan diuji adalah adalah sebagai berikut:
1) Ho : β1 = 0
Variabel independen secara individu tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
2) Ha : β1 ≠ 0
Variabel independen secara individu berpengaruh terhadap variabel
dependen.
Menghitung nilai adalah:
Nilai t hitung =
Keterangan:
= koefisien regresi
Se( = standard error koefisien regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Ho ditolak
Ho diterima
- KN;t 2α - KN;t 2α -
Ho ditolak
Gambar. 3.1 Daerah Kritis Uji t Sumber: Gujarati(1995)
Kriteria pengujian:
a) Apabila nilai –t tabel < t hitung < t tabel, maka Ho diterima. Artinya
variabel independen secara signifikan atau jika nilai probabilitas <
tingkat α (derajat signifikansi) 5% maka koefisien regresi signifikan
pada tingkat tertentu.
b) Apabila nilai t hitung < -t tabel atau t hitung > t tabel, maka H0
ditolak. Artinya varibel independen mampu mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan atau jika nilai probabilitas < tingkat α
(derajat signifikansi) 5% maka koefisien regresi signifikan pada
tingkat tertentu.
b. Uji F
Pengujian secara serentak ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-
sama dengan menentukan hipotesis sebagai berikut: (Gujarati,1995:134)
1) Ho : β1 = β2 = β3 = β4 = 0
Semua parameter sama dengan nol atau semua variabel independen
tersebut bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
dependen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Ho diterima Ho ditolak
F (a; K-1; N-K
2) Ha : β1≠ β2≠ β3≠β4≠ 0
Semua parameter tidak sama dengan nol atau semua variabel
independen tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen.
Nilai F hitung = ( )
( )( )KN.R1
1KR2
2
---
Keterangan:
2R = koefisien regresi
N = jumlah sampel atau data
K= banyaknya parameter
Gambar. 3.2 Daerah Kritis Uji f Sumber: Gujarati(1995)
Kriteria pengujian:
a) Apabila nilai F hitung < F tabel, maka Ho diterima. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa semua koefisien regresi secara bersama-sama
tidak signifikan pada taraf signifikansi 5%.
b) Apabila nilai F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Dalam hal ini
dapat dikatakan bahwa semua koefisien regresi secara bersama-sama
tidak signifikan pada taraf signifikansi 5%.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
c. Uji koefisien determinasi (R2)
Uji ini bertujuan mengetahui tingkat ketepatan yang paling baik
dalam analisis regresi, yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien
determinasi (R2 adjusted) antara nol dan satu. Koefisien determinasi nol
berarti variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen bila mendekati satu variabel independen semakin
berpengaruh terhadap variabel dependen.
3. Uji Asumsi Klasik
a) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan dimana terdapat
hubungan yang linier diantara variabel-variabel r2xi,xj = 1, adalah
koefisien yang diestimasi tidak dapat ditentukan dan standar error dari
koefisien menjadi sangat besar. Untuk mendeteksi adanya
multikolinearitas yaitu membandingkan nilai koefisien korelasi setiap
variabel penjelas (r2xi,xj), dengan nilai koefisien determinasi (R2
xi,xj,…
xn). Apabila nilai (r2xi,xj) lebih kecil daripada nilai (R2
xi,xj,… xn) maka
tidak terdapat masalah multikolinearitas di dalam model.
b) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi karena varians yang ditimbulkan
oleh variabel penggangu tidak konstan untuk semua variabel penjelas.
Akibat dari adanya heteroskedastisitas ini antara lain uji signifikansi
(uji t dan uji F) menjadi tidak tepat dan koefisien regresi menjadi tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
mempunyai varians yang minimum walaupun penaksir tersebut tidak
bias dan konsisten. Hipotesis pengujian adalah sebagai berikut:
Ho = tidak terdapat heteroskedastisitas
Ha = terdapat heteroskedastisitas
Bila nila t hitung < t tabel pada taraf signifikansi tertentu dan
df = N – k, maka Ho diterima, yang berarti tidak terdapat hubungan
yang signifikansi antara residual dengan variabel penjelasnya atau
dengan kata lain tidak terdapat masalah heteroskedastisitas dalam
model.
Ada beberapa metode untuk dapat mendeteksi ada tidaknya
masalah heterokedastisitas dalam model empiris, seperti menggunakan
uji Park (1966), uji Glesjer (1969), uji White (1980), uji Breusch-
Pagan Godfrey. Dalam penelitian ini digunakan uji Park yakni dengan
melogkan nilai (residu/ disturbance term). Kemudian diregres
dengan variabel-variabel independen.
c. Autokorelasi Autokorelasi ditemukan jika terdapat korelasi antara variabel
gangguan sehingga penaksir tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil
maupun dalam sampel besar. Tinter tahun 1965 mendefinisikan
autokorelasi sebagai korelasi kelambanan (lag correlation) suatu
deretan tertentu dengan dirinya sendiri, tertinggal oleh sejumlah unit
waktu sedangkan menurut Tintner serial korelasi sebagai korelasi
kelambanan (lag correlation) antara dua seri atau rangkaian yang
berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
tidaknya autokorelasi yaitu, uji d Durbin-Watson (Durbin-Watson d
test), uji Lagrange Multiplier (LM Test), uji Breusch-Godfrey
(Breusch-Godfrey Test) dan uji ARCH (ARCH Test). Dalam penelitian
ini untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi akan digunakan
Lagrange Multiplier Test. Langkah dari Lagrange Multiplier Test
adalah sebagai berikut:
i) Melakukan regresi terhadap variabel independen dengan
menempatkan nilai residual dari hasil regresi OLS sebagai variabel
dependennya..
ii) Memasukkan nilai R² hasil regresi OLS ke dalam rumus (n- 1)R²,
dimana n adalah jumlah observasi.
iii) Membandingkan nilai R² dari hasil regresi tersebut dengan nilai x²
dalam tabel statistik Chi Square. Kriterianya adalah jika nilai
probabilitas obs*R-squared lebih besar dari 0,05 maka tidak
terdapat masalah autokorelasi dan sebaliknya bila nilai probabilitas
obs*R-squared lebih kecil dari 0,05, maka terdapat autokorelasi.
4. Pendekatan Dummy
Varaibel dummy digunakan untuk mengetahui apakah ada
perbedaan hasil produksi tebu jika menggunakan jenis bibit PS.862, PS.
851 dan menggunakan jenis bibit deverson. Persamaan perhitungan yang
digunakan sebagai berikut:
P= + TK+ + +ei
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
a) Model regresi
Model regresi untuk produksi sebagai variabel terikat (Y) dan
penggunaan jenis bibit sebagai variabel (X) sebagai berikut
P = Produksi tebu
D = Variabel dummy
β = Koefisien regresi dummy
b) Perumusan hipotesis
D = 0 kalau menggunakan jenis bibit PS. 862
D = 1 kalau menggunakan jenis bibit PS.851
D=2 kalau menggunakan jenis bibit deverson (campuran beberapa
jenis bibit)
c) Uji perbedaan koefisien arah atau regresi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1. Letak Geografis
Kabupaten Klaten terletak secara geografis antara 7°32'19" -
7°48'33" LS dan antara 110°26'14" - 110°47'51" BT. Letak kabupaten
Klaten cukup strategis karena berada diantara kota Surakarta, yang
merupakan salah satu pusat perdagangan dan Daerah Istimewa Yogyakarta
yang dikenal sebagai kota pelajar dan kota wisata. Batas-batas wilayah
kabupaten Klaten.
Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali
Sebelah Timur : Kabupaten Sukoharjo
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunung Kidul (DI Yogyakarta)
Sebelah Barat : Kabupaten Sleman (DI Yogyakarta)
2. Luas Daerah dan Pembagian Administratif
Kabupaten Klaten mempunyai luas wilayah sebesar 65.556 ha,
terbagi dalam 26 kecamatan, 401 desa/kelurahan. Dari 65.556 ha luas
Kabupaten Klaten, 50,97 persen (33.412 ha) merupakan lahan pertanian
dan 39,29 persen (25.760 ha) merupakan lahan bukan pertanian dan yang
sisanya 9,74 persen adalah bukan lahan pertanian.
57
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Tanel 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan, Tanah Sawah dan Tanah Kering Kabupaten Klaten Tahun 2009 (Ha)
NO KECAMATAN TANAH SAWAH TANAH KERING LUAS WILAYAH
1 2 3 4 5 1 KLATEN SELATAN 840 604 1.444 2 KLATEN TENGAH 337 65 402 3 KLATEN UTARA 373 665 1.038 4 WEDI 1.556 882 2.438 5 KEBONARUM 724 242 966 6 NGAWEN 1.049 648 1.697 7 KALIKOTES 753 547 1.300 8 JOGONALAN 1.588 1.082 2.670 9 GANTIWARNO 1.625 939 2.564
10 PRAMBANAN 1.257 1.186 2.443 11 MANISRENGGO 1.512 1.184 2.696 12 KEMALANG 54 5.112 5.166 13 KARANGNONGKO 764 1.910 2.674 14 JATINOM 608 2.945 3.553 15 KARANGANOM 1.692 714 2.406 16 TULUNG 1.739 1.461 3.200 17 POLANHARJO 1.829 555 2.384 18 PEDAN 882 1.035 1.917 19 KARANGDOWO 2.049 874 2.923 20 CAWAS 218 1.129 1.347 21 TRUCUK 1.915 1.466 3.381 22 BAYAT 816 3.127 3.943 23 DELANGGU 1.332 546 1.878 24 CEPER 1.572 873 2.445 25 JUWIRING 2.008 971 2.979 26 WONOSARI 2.243 871 3.114
JUMLAH 31.335 31.633 62.968 Sumber: Kabupaten Klaten Dalam Angka 2009
Seiring dengan perkembangan keadaan, terjadi perubahan
penggunaan dari lahan pertanian ke non pertanian. Hal ini ditunjukan dari
luas lahan sawah yang terus mengalami penurunan (tahun 2009: 0,03
persen), sedangkan lahan bukan pertanian mengalami kenaikan (tahun
2009 sebesar 0,03 persen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3. Keadaan Alam
Topografi Kabupaten Klaten terletak diantara Gunung Merapi dan
pegunungan Seribu dengan ketinggian antara 75-160 meter diatas
permukaan laut yang terbagi menjadi wilayah lereng Gunung Merapi di
bagian utara areal miring, wilayah datar dan wilayah berbukit di
bagian selatan.
Keadaan iklim Kabupaten Klaten termasuk iklim tropis dengan
musim hujan dan kemarau silih berganti sepanjang tahun, temperatur
udara rata-rata 28-30o Celsius dengan kecepatan angin rata-rata sekitar 153
mm setiap bulannya dengan curah hujan tertinggi bulan Januari (350mm)
dan curah hujan terrendah bulan Juli (8mm).
Letak ketinggian dari permukaan laut, terbagi menjadi tiga
ketinggian yaitu :
a) 3,72% terletak diantara ketinggian 0- 100 meter diatas permukaan laut.
b) 83,52% terletak diantara ketinggian 100- 500 meter diatas permukaan
laut.
c) Sisanya yaitu12,76% , terletak diantara ketinggian 500- 2500 meter
diatas permukaan laut.
Jenis tanah dan persebarannya, Kabupaten Klaten tersusun dari
lima macam tanah, antara lain :
i) Litosol : terdapat di daerah kecamatan Bayat
ii) Regosol : terdapat di daerah kecamatan Cawas, Trucuk, Kalikotes,
Kebonarum, Karangnongko, Ngawen, Ceper, Pedan, Karangdowo,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Juwiring, Wonosari, Delanggu, Pulonharjo, Karanganom, Tulung dan
Jatinom.
iii) Grumosol kelabu tua : terdapat di daerah Kecamatan Bayat, Cawas
sebelah selatan.
iv) Regosol kelabu dan kelabu tua: terdapat di daerah kecamatan Klaten
Tengah dan Kalikotes sebelah selatan.
v) Regosol coklat keabuan: sebanyak 20 desa, sedangkan yang paling
sedikit adalah Kecamatan Kalikotes dan terdapat di daerah kecamatan
Kemalang, Manisrenggo, Prambanan, Jogonalan, Gantiwarno dan
Wedi.
4. Aspek Demografi
Penduduk merupakan salah satu unsur penting untuk terciptanya
suatu negara. Salah satu modal dasar pembangunan nasional adalah jumlah
penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia yang produktif dan
potensial bagi terwujudnya pembangunan.
Jumlah penduduk Kabupaten Klaten berdasarkan registrasi tahun
2009 sebanyak 1.303.910 jiwa yang terdiri dari dari laki-laki 637.939 jiwa
dan perempuan 665.971 jiwa. Jumlah penduduk mengalami pertambahan
sebanyak 3.416 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 0.26% jika
dibandingkan tahun 2008.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Tabel 4.2 Pertumbuhan Penduduk Kota Klaten Tahun 2005-2009
Sumber: Kabupaten Klaten Dalam Angka 2009
Melihat tabel di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2009
penduduk Kota Klaten mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 0,26%
dari tahun 2008 yaitu mengalami pertambahan penduduk sebesar 3.416
jiwa. Dampak dari pertumbuhan penduduk salah satunya adalah tingkat
kepadatan penduduk yang semakin meningkat.
Pertumbuhan penduduk Kota Klaten dari tahun 2005-2009 yang
tertinggi terjadi pada tahun 2006, yaitu sebesar 0,55 persen atau
mengalami pertambahan penduduk sebesar 7.184 jiwa. Sedangkan
pertumbuhan penduduk terendah terjadi pada tahun 2009 yang mengalami
penurunan jumlah penduduk sebesar 3.416 jiwa atau 0,26 persen.
a. Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jumlah penduduk Kabupaten Klaten jika dilihat dari rasio jenis
kelamin selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, di mulai
dari tahun 2005 sampai tahun 2009. Meskipun peningkatan yang
terjadi tidak terlalu signifikan. Ini dapat dilihat daalm tabel di bawah
ini:
Tahun Jumlah
Penduduk (jiwa)
Pertambahan Jiwa dari kurun waktu sebelumnya
(jiwa)
Pertumbuhan Penduduk
(%) 2005 2006 2007 2008 2009
1.286.058 1.293.242 1.296.987 1.300.494 1.303.910
4.272 7.184 3.745 3.507 3.416
0,33 0,55 0,29 0,27 0,26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Kota Klaten Menurut Jenis Kelamin Tahun 2005-2009
Sumber: Kabupaten Klaten Dalam Angka 2009
Berdasarkan hasil estimasi survei penduduk antar sensus
(2006) tahun 2009 penduduk Kota Klaten mencapai 1.303.910 jiwa
dengan rasio jenis kelamin sebesar 95,79 yang artinya bahwa pada
setiap 100 penduduk perempuan terdapat sebanyak 95 penduduk laki-
laki.
b. Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Berdasarkan teori tentang beban ketergantungan yaitu
penduduk tergantung dari hasil produksi angkatan kerja ataupun
sebaliknya beban tanggungan yang dipikul oleh angkatan kerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup bagi penduduk secara menyeluruh.
Penduduk pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua kriteria
yaitu penduduk usia kerja adalah penduduk berusia 14 tahun dan
penduduk bukan usia kerja yang berumur dibawah 14 tahun dan
penduduk yang berumur diatas 65 tahun. Berdasarkan tabel 4.4 terlihat
bahwa tidak seluruh penduduk memiliki kemampuan (produktif)
sehingga dapat dikatakan bahwa penduduk yang menjadi beban
tanggungan penduduk lain dapat dihitung sebagai berikut:
Tahun Jenis Kelamin Jumlah
Penduduk (jiwa)
Rasio Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
2005 2006 2007 2008 2009
627.751 631.231 633.552 635.528 637.939
658.307 662.011 663.435 664.966 665.971
1.286.058 1.293.242 1.296.987 1.300.494 1.303.910
95,34 95,35 95,50 95,57 95,79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
=
Tabel 4.4 Penduduk dalam Kelompok Umur Kota Klaten No Kelompok Umur Jumlah Penduduk 1 0-14 316.234 2 15-64 871.660 3 65< 116.016
Jumlah 1.303.910
Sumber: Kabupaten Klaten dalam Angka 2009
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa usia produktif
(15 tahun–64 tahun) penduduk Kabupaten Klaten menunjukkan
angka terbesar yaitu 871.660 jiwa, sedangkan usia non produktif (65
keatas) menunjukkan angka 116.016 jiwa. Rasio Ketergantungan
(Dependency Ratio) adalah perbandingan antara jumlah penduduk
berumur 0-14 tahun, ditambah dengan jumlah penduduk 65 tahun
keatas dibandingkan dengan jumlah penduduk usia 15-64 tahun. Rasio
ketergantungan dapat dilihat menurut usia yakni Rasio Ketergantungan
Muda dan Rasio Ketergantungan Tua. Data ini rasio ketergantunganya
sebagai berikut:
=
=0,49
Ukuran rasio ketergantungan adalah sebagai berikut:
DR< 62,33% adalah baik
DR> 62,33% adalah buruk
Berdasarkan perhitungan angka didapat angka 0,49 artinya 100
orang usia produktif menanggung 49 orang usia non produktif. Jadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
menurut hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ukuran rasio
ketergantungan di Klaten dalam kategori baik. Rasio ketergantungan
(dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara
kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara apakah
tergolong negara maju atau negara yang sedang berkembang.
Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang
penting. Semakin tingginya persentase dependency ratio menunjukkan
semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang
produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan
tidak produktif lagi.
c. Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Di Kabupaten Klaten terdapat beberapa jenis mata pencaharian
yang menjadi pendapatan penduduk. Jenis mata pencaharian penduduk
Kabupaten Klaten dapat dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Jenis Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Klaten No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) 1 Pertanian 145.514 25,6 2 Pertambangan & galian,
listrik, gas & air bersih 7.795 1,37
3 Industri 115.580 20,34 4 Bangunan 36.702 6,45 5 Perdagangan 150.080 26,4 6 Komunikasi 26.037 4,58 7 Keuangan 4.822 0,85 8 Jasa 81.660 14,37
Jumlah 568.190 99,96 Sumber : Kabupaten Klaten Dalam Angka (2009)
Mata pencaharian penduduk suatu daerah dapat digunakan
untuk mengetahui kesejahteraan penduduknya. Berdasarkan Tabel 4.5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
diketahui bahwa sebagian penduduk Kabupaten Klaten bermata
pencaharian di bidang perdagangan yaitu dengan persentase 26,41%.
Sedangkan untuk sektor pertanian, memiliki persentase yang masih
cukup besar yaitu sebesar 25,61%. Hal ini karena luas lahan pertanian
yang ada digunakan secara produktif untuk tanaman pangan. Jadi
selain di bidang perdagangan, penduduk Kabupaten Klaten sebagian
besar juga bermata pencaharian di bidang pertanian tanaman pangan.
d. Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Pemerintah telah mencanangkan program pendidikan wajib
belajar 9 tahun bagi anak Indonesia, hal ini merupakan kepedulian
pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Jumlah penduduk
Kabupaten Klaten yang tergolong cukup besar menyebabkan banyak
timbul keberagaman dalam kehidupan masyarakatnya. Salah satunya
adalah tingkat pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu indikator
kemajuan masyarakat. Jika penduduk di suatu daerah telah
mengenyam pendidikan, maka potensi untuk pengembangan daerah
tersebut besar. Peningkatan pendidikan merupakan peningkatan
kualitas sumber daya manusia, sehingga mampu meningkatkan tingkat
produktifitas seseorang. Keadaan penduduk Kabupaten Klaten
menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
Tabel 4.6 Tabel Berdasarkan Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 1 Tidak/belum pernah sekolah 161.781 12,44 2 Tidak/belum tamat SD/MI 175.047 13,46 3 Tamat SD 381.435 29,33 4 Tamat SLTP 237.990 18,30 5 Tamat SLTA 126.538 9,73 6 Tamat SMK 129.269 9,94 7 Tamat D1/D2/D3 37.194 2,86 8 Tamat S1/S2/S3 51.240 3,94
Jumlah 1.300.494 100 Sumber : Kabupaten Klaten Dalam Angka (2009)
Berdasarkan Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa mayoritas
penduduk di Kabupaten Klaten adalah tamat SD yang mencapai
29,33%, kemudian urutan kedua adalah jumlah penduduk yang tamat
SLTP yaitu sebesar 18,30%. Sedangkan jumlah penduduk setingkat
akademi atau perguruan tinggi (tamat D1-D2, tamat D3 dan tamat
S1/S2/S3) yaitu sebesar 6,80%, yang mempunyai urutan terakhir
diantara tingkat pendidikan yang lain.
Hal ini dipengaruhi oleh tingkat ekonomi penduduk yang
berkaitan dengan biaya pendidikan semakin tinggi. Meskipun
demikian, dapat dikatakan bahwa tingkat pendidikan penduduk
Kabupaten Klaten cukup baik karena sebagian besar penduduk telah
berpendidikan dan banyak yang telah mengikuti program wajib belajar
9 tahun.
e. Kepadatan Penduduk
Persebaran penduduk di Kabupaten Klaten masih belum
merata. Kepadatan penduduk didaerah perkotaan secara umum lebih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
tinggi dibandingkan daerah pedesaan. Perincian mengenai kepadatan
penduduk per desa dan per km2 di Kabupaten Klaten dapat dilihat
dalam tabel. 4.7 berikut:
Tabel. 4.7 Kepadatan penduduk per km2 Kabupaten Klaten Tahun Luas ( ) Jumlah Penduduk Kepadatan/ 2005 655.56 1.281.786 1.995 2006 655.56 1.286.058 1.962 2007 655.56 1.293.242 1.973 2008 655.56 1.300.494 1.984 2009 655.56 1.303.910 1.989
Sumber : Kabupaten Klaten Dalam Angka (2009)
Berdasarkan tabel di atas, kepadatan penduduk dari tahun ke-
tahun mengalami kenaikan. Tahun 2009 sendiri kepadatan penduduk
di Kabupaten Klaten sudah mencapai 1.989 jiwa per .
5. Keadaan Sarana dan Prasarana
a. Sarana Ekonomi
Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu
indikator keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut.
Perkembangan perekonomian dapat dilihat dari ketersediaan sarana
perekonomian yang memadai. Sarana perekonomian tersebut dapat
berupa lembaga-lembaga perekonomian baik yang disediakan
pemerintah atau pihak swasta serta dari swadaya masyarakat setempat.
Salah satu sarana yang dapat menunjang jalannya perekonomian di
suatu daerah adalah pasar, sebab di pasar inilah terjadi transaksi jual
beli barang atau jasa. Banyaknya pasar di Kabupaten Klaten dapat
dilihat pada tabel berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Tabel. 4.8 Pasar Menurut Jenisnya di Kabupaten Klaten Tahun 2006 – 2009 Jenis Pasar 2006 2007 2008 2009 Departement Store 1 1 1 1 Pasar Swalayan 5 5 5 5 Pusat Perbelanjaan 1 1 1 1 Pasar Umum 54 54 55*) 55 Pasar Hewan 12 12 12 12 Pasar Buah 1 1 1 1 Pasar Sepeda 7 7 7 7 Pasar Ikan 0 0 0 0 Lain-lain 12 12 12 12 Jumlah 93 93 94 94
Keterangan:*) termasuk pasar perseorangan
Sumber : Kabupaten Klaten Dalam Angka (2009)
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa sarana perekonomian di
Kabupaten Klaten berkembang dengan adanya berbagai jenis pasar
yaitu pasar umum, pasar hewan dan pasar swalayan. Pasar umum
memiliki jumlah yang paling banyak dibandingkan jumlah pasar yang
lain, karena hampir setiap kecamatan di Kabupaten Klaten memiliki
pasar umum. Hal ini dapat berpengaruh pada perekonomian yang ada
di Kabupaten Klaten.
b. Sarana Kesehatan
Kesehatan merupakan syarat manusia untuk melakukan
berbagai aktifitas termasuk melakukan kegiatan ekonomi. Kesehatan
tercapai jika lingkungan disekitar terjaga kebersihanya serta sistem
sanitasi yang memadai. Sarana dan prasarana kesehatan merupakan
penunjang dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Sarana dan
prasarana kesehatan di Kabupaten Klaten dapat dilihat pada tabel 4.9
berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Tabel 4.9 Sarana Kesehatan Kabupaten Klaten tahun 2005-2009 Uraian/Tipe 2005 2006 2007 2008 2009 SWASTA Rumah Sakit Balai Pengobatan Rumah Bersalin Dokter Praktek Apotek
6 11 6 40 25
6 6 8
104 69
6 6 18
106 87
6 28 19
222 16
6 28 19
222 16
NEGERI Rumah Sakit Apotek Daerah Toko Obat Berijin Balai Pengobatan Paru-paru Puskesmas
1 1 1 1 34
1 1 9 1 34
1 1 9 1 34
1 1 3 1 34
1 1 3 1 34
Jumlah 126 239 269 331 331 Sumber : Kabupaten Klaten Dalam Angka (2009)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten,
pada tahun 2009 jumlah fasilitas kesehatan yang ada terdiri dari 7 RS
yang terbagi dalam 6 RS swasta dan 1 RS negeri, 34 Puskesmas, 19
Rumah Bersalin, 28 Balai Pengobatan, 16 Apotek dan 222 Dokter
Praktek.
B. Gambaran Umum PG. Gondang Baru Klaten
Tebu yang memiliki nama Latin Saccharum officinarum L. Tebu
merupakan tanaman yang berasal dari Papua New Guinea. Tahun 8000 SM,
tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon dan Kaledonia Baru. Ekspansi
tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea berlangsung pada 6000 SM,
dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina dan India.
Bermula dari India kemudian tebu dibawa ke China pada tahun 800
SM, dan mulai dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun
475 SM. Raja Darius dari Persia ketika menaklukkan India pada 510 M, dia
menemukan tebu yang diistilahkan sebagai batang rerumputan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
menghasilkan madu tanpa lebah. Penemuan berharga ini kemudian
dirahasiakan dan dijual kepada bangsa lain dengan harga tinggi.
Bangsa Arab menguasai Persia pada 642 M, dan menemukan
keberadaan tebu yang kemudian dipelajari dan mulai diolah menjadi gula
kristal. Bangsa Arab ketika menguasai Mesir pada 710 M, tebu ditanam secara
besar-besaran di tanah Mesir yang subur. Masa inilah ditemukan teknologi
kristalisasi, klarifikasi, dan pemurnian. Gula di bawa dari menyebar ke
Maroko dan menyeberangi Laut Mediterania ke benua Eropa, tepatnya di
Spanyol (755 M) dan Sisilia (950 M). Di Inggris, gula pertama kali diketahui
tercatat pada 1099 M. Keberadaan gula sebagai komoditas yang bernilai tinggi
semakin terasa pasca perang Salib (1096-1292M). Sebuah catatan
perdagangan di Inggris, gula dihargai 2 Shilling/lb, nilai ini setara dengan
beberapa bulan upah buruh rata-rata pada saat itu. Raja Henry III ketika
berkunjung Venice, diadakan sebuah pesta mewah yang menggunakan alat-
alat makan yang terbuat dari gula.
Venice merupakan pusat pemurnian gula di Eropa pada abad ke-15.
Pada 1498, Vasco da Gama berlayar ke India dan membuka perdagangan gula
disana. Di salah satu perjalanannya, Columbus membawa tebu ke Kepulauan
Karibia. Iklim dan kondisi alam yang cocok menjadikan tanaman tebu tumbuh
dengan pesat, ditanam di Barbados, Antigua, dan Tobago. Hampir seluruh
hutan digantikan oleh perkebunan tebu dan dibudidayakan secara massal.
Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, jutaan orang dikirim dari Afrika
dan India untuk menjadi budak di penggilingan tebu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
Dalam kehidupan sehari-hari, kegunaan gula sangat penting untuk
kebutuhan hidup manusia. Gula bisa dikatakan merupakan salah satu
kebutuhan pokok manusia, untuk mengantisipasi keadaan ini, maka
didirikanlah Pabrik Gula yang bertujuan untuk dapat mencukupi kebutuhan
masyarakat akan gula. Daerah Jawa Tengah sendiri sebenarnya terdapat 50
pabrik gula dari 180 pabrik gula yang tersebar di seluruh Jawa.
Banyak pabrik gula yang akhirnya berubah fungsi untuk keperluan
perang bagi Jepang karena perang dunia dan penjajahan Belanda. Sebagian
pabrik gula juga ada yang sengaja dihancurkan oleh Jepang. Produksi gula
sangat perlu ditingkatkan kinerjanya untuk memperoleh biaya operasi yang
makin kecil, sehingga dapat diperoleh nilai ekonomis yang makin besar dan
ini merupakan salah satu tujuan dari Pabrik Gula Gondang Baru.
Semula pabrik ini bernama Pabrik Gula Gondang Winangun.
Didirikan tahun 1860 oleh NV Klatensche Cultuur Maatscahapij yang
berkedudukan di Amsterdam, Netherland. Pabrik Gondang Baru ini dikelola
oleh NV Mirandolle Vaut dan Co yang berkedudukan di Semarang. Mulanya
pabrik ini menggunakan turbin air sebagai penggerak mesinnya. Setelah James
Watt menemukan mesin uap, maka pabrik ini mulai mengganti turbin air
menjadi mesin uap sebagai penggerak utama untuk memperbesar kapasitas
penggilingan. Tahun 1930-1935 pabrik ini tidak beroperasi sama sekali
dikarenakan krisis ekonomi. Tahun 1935-1942 kemudian pabrik ini mulai
beroperasi lagi tapi dibawah kendali orang yang berbeda. Pabrik ini
dikendalikan oleh Beermers, warga Negara Belanda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Pada tahun 1942-1945, karena Jepang mulai menduduki Indonesia,
pabrik ini juga tidak lepas dari penguasaan Belanda. Niskio dan Inogaki
adalah orang yang mengambil alih pabrik ini dibantu oleh MFH Breemers.
Setelah revolusi kemerdekaan Indonesia, maka pada tahun 1945 pabrik ini
bisa kembali ke tangan Indonesia dan kemudian dikelola oleh Badan
Penyelenggara Perusahaan Gula Negara (BPPGN), kemudian pimpinan
beralih ke tangan Indonesia dipegang oleh Bapak Doekoet mulai tahun 1945
sampai 1948.
Setelah beberapa kali berada dalam keadaan timbul tenggelam,
akhirnya pada bulan Desember 1957, Pabrik ini diserahkan kepada PPN
Semarang yang dipimpin oleh Bapak Imam Supeno. Saat itulah Pabrik yang
dulunya bernama Pabrik Gula Gondang Winangun berganti nama menjadi PT.
Pabrik Gula Gondang Baru. Dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 164
tanggal 1 Juli 1964, Pabrik Gula Gondang Baru dimasukkan pada PPN
(Perusahaan Pekebunan Negara) V, Solo, Jawa Tengah, dan berganti nama
menjadi PG.Gondang Baru.
Di masa keemasannya, pemerintah kolonial Belanda sangat serius
menggarap industri gula di Indonesia. Mereka mengirimkan teknologi dan
ahli-ahli terbaiknya untuk menggarap komoditi ini. Masa kejayaan ini
berlangsung hingga 1925, sampai kemudian pada 1930 Indonesia dihantam
oleh krisis ekonomi namun setelah itu pabrik-pabrik gula ini kembali
beroperasi. Pasca kemerdekaan, industri ini diambil alih oleh rakyat Indonesia,
sayang industri ini tidak dapat dikelola dengan baik dan mendapat berbagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
macam masalah mulai dari serbuan gula impor dan juga regenerasi alat-alat
pabrik yang tidak terencana.
Pabrik ini terletak kurang lebih 5 km dari kota Klaten, tepatnya
museum yang dulunya adalah Pabrik Gula tersebut berada di Desa Plawikan
Kecamatan Jogonalan, Kabupaten Klaten. Letak PG Gondang Baru sangat
strategis karena berada persis di tepi jalan utama/ jalan raya yang
menghubungkan kota Yogyakarta dengan Kota Solo. Pabrik ini dibangun pada
1860 dan merupakan satu–satunya pabrik gula di Indonesia yang masih
menggunakan mesin uap sebagai penggeraknya. Alasan mengapa tempat ini
dijadikan sebagai tempat dibangunnya Pabrik karena didasari berbagai faktor.
Faktor tersebut antara lain :
1. Bahan baku
Bahan baku mudah diperoleh dari daerah sekitar Klaten, Wonosari,
Semarang, dan Ceper.
2. Sumber Air
Dalam prosesnya, pabrik gula ini sangat membutuhkan air, hal ini dapat
diperoleh dan dipenuhi karena lokasi pabrik dekat dengan sungai.
3. Tenaga Kerja
SDM merupakan faktor yang sangat penting untuk berlangsungnya proses
produksi. Pabrik dapat dengan mudah memperoleh tenaga kerja
dikarenakan penduduk Klaten yang cukup padat.
C. Keadaan Pertanian
1. Luas dan Produksi Tanaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Keadaan lahan, iklim dan jenis tanah serta kondisi pengairan
disuatu daerah akan mempengaruhi penggunaan lahan pertanian.
Kabupaten Klaten sebagian tanahnya merupakan tanah pertanian yang
memiliki potensi cukup baik. Data dari Dinas Pertanian Kebupaten Klaten
selama tahun 2009 dapat dilihat dalam tabel 4.10 berikut ini:
Tabel 4.10. Luas Panen, Produksi Tani Tebu 2009 Kabupaten Klaten No Kecamatan Luas Area Produksi/ton Produktifitas
1 Prambanaan 10.62 39.81 3.75 2 Gantiwarno 261.71 887.58 3.39 3 Wedi 29.88 90.64 3.03 4 Bayat 55.46 168.05 3.03 5 Cawas 2.41 6.93 2.88 6 Trucuk 5.25 18.51 3.53 7 Kalikotes 30.44 105.60 3.47 8 Kebonarum - - - 9 Jogonalan 146.69 460.40 3.14 10 Manisrenggo 49.18 171.20 3.48 11 Karangnongko 305.05 1318.42 4.32 12 Ngawen 10.95 44.67 4.08 13 Ceper 45.59 137.83 3.02 14 Pedan 45.44 129.39 2.85 15 Karangdowo 6.42 20.34 3.17 16 Juwiring - - - 17 Wonosari 27.82 71.03 2.55 18 Delanggu 5.30 1 3.86 2.61 19 Polanharjo 1.44 4.71 3.27 20 Karanganom 44.36 157.72 3.56 21 Tulung 18.19 70.96 3.90 22 Jatinom 13.38 57.27 4.29 23 Kemalang - - - 24 KlatenSelatan 33.05 149.30 4.57 25 KlatenTengah 17.33 77.47 4.47 26 Klaten Utara 27.31 123.75 4.51
Total 1.193,25 4.324,93 3.62 Sumber : Kabupaten Klaten Dalam Angka (2009)
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tahun 2009 produksi
tebu Kabupaten Klaten mencapai 4.324,93 ton dengan total luas lahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
1.193,25 Ha. Kecamatan Karangnongko menjadi penghasil terbanyak
dengan total produksi 1318.42 ton.
D. Karakteristik Responden
Karakteristik responden yang dimaksud adalah karakteristik demografi
dan karakteristik sosial ekonomi, yang merupakan karakteristik demografi
adalah jumlah petani sampel berdasarkan tingkat umur dan jumlah petani
sampel berdasarkan jumlah tanggungan keluarga. Karakteristik sosial ekonomi
meliputi jumlah petani sampel berdasarkan tingkat pendidikan dan jumlah
petani berdasarkan luas lahan garapan.
1. Karakteristik Demografi
a. Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Umur
Petani sampel termuda berumur 35 tahun dan tertua berumur
65 tahun. Tabel 4.11 berikut ini memperlihatkan jumlah petani sampel
berdasarkan tingkat umur.
Tabel 4.11 Jumlah Petani Sampel Berdasarkan Tingkat Umur Umur Responden Usaha Tani Tebu Persentase (%)
35-39 2 3,27 40-44 9 14,75 45-49 11 18,04 50-54 12 19,67 55-59 17 27,86 60-64 6 9,83 65-69 4 6,55
Jumlah 61 100 Sumber: Data Primer Diolah 2011
Berdasarkan tabel tersebut responden paling besar berada pada
usia antara 55-59 tahun dengan persentase sebesar 27,86%. Jumlah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
responden paling kecil berada pada usia antara 35-39 tahun dengan
persentase sebesar 3,27%.
b. Jumlah Sampel Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggunggan keluarga terdiri dari suami/istri, anak yang
hidup dalam satu atap. Tabel 4.12 berikut ini dapat dilihat jumlah
petani berdasarkan tanggungan keluarga.
Tabel 4.12 Petani Sampel Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah Tanggungan Keluarga
Usaha Tani Tebu Persentase (%)
1 2 3,28 2 18 29,5 3 23 37,71 4 13 21,31 5 5 8,2
Jumlah 61 100 Sumber: data Primer yang diolah 2011
Berdasarkan tabel tersebut petani dengan jumlah tanggungan 3
orang merupakan persentase terbesar dari responden. Petani dengan
jumlah tanggungan 1orang merupakan persentase terkecil dari
responden.
2. Karakter Sosial Ekonomi
a. Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pendidikan mempunyai pengaruh bagi petani dalam adopsi
teknologi dalam mengelola usahatani, semakin tinggi tingkat
pendidikan diharapkan pola pikir semakin rasional. Tabel 4.13 berikut
ini menunjukkan jumlah petani berdasarkan tingkat pendidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Tabel 4.13 Jumlah Sampel Berdasarkan Tingkat Pendidikan Pendidikan Usahatani Tebu Persentase (%)
SD 15 24,6 SLTP 18 29,5 SLTA 23 37,7
Diploma/PT 5 8,20 Jumlah 61 100
Sumber: Data Primer Diolah 2011
Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa tingkat
pendidikan petani tebu sebagai responden paling banyak adalah
tamatan SLTA yaitu 23 responden atau 37,7 % dari keseluruhan
petani yang dijadikan sampel. Sedang responden yang tingkat
pendidikannya tamat SLTP berjumlah 18 responden atau 29,5%, tamat
SD berjumlah 15 responden atau 24,5%, dan sisanya sejumlah 5
responden atau 8,1 % yang tingkat pendidikannya sampai tamat
Perguruan Tinggi atau Diploma.
b. Jumlah Sampel Berdasarkan Luas Lahan Garapan
Jumlah keuntungan usahatani petani tebu ditentukan oleh luas
lahan garapan, produktifitas dan kesuburan tanah, jenis komoditi yang
diusahakan serta tingkat penerapan teknologi pertanian.
Tabel 4.14 Jumlah Sampel Berdasarkan Luas Lahan Garapan Luas Lahan (Ha) Usahatani Tebu Persen (%)
0,01-4,59 41 67,21 4,60-9,09 14 22,95 9,10-13,59 1 1,64 13,60-18,09 1 1,64 18,10-22,59 2 3,28 22,60-27,09 1 1,64 27,10-31,59 1 1,64
Jumlah 61 100 Sumber: Data Primer Diolah 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
Bedasarkan luas lahan garapan responden paling banyak
dengan luas lahan0,01 Ha sampai dengan 4,59 Ha dengan jumlah
responden sebesar 41 orang atau 67,21%.
E. Hasil Analisis Kuantitatif
1. Data Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari luas lahan
(LH), tenaga kerja(TK), jumlah pupuk(JP), jumlah bibit(JMLB) dan jenis
bibit(JNSB). Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini menggunakan
data primer yang diperoleh langsung dari petani. Data yang digunakan
dalam penelitian ini dapat dilihat dalam halaman lampiran.
2. Analisis Data
Kebenaran hipotesis yang telah dikemukakan, yaitu tentang
analisis determinan produksi tebu di pada PG. Gondang Baru Klaten
dibuktikan menggunakan alat analisis regresi berganda dengan program
olah data Eviews 3. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
data primer yang berasal dari petani tebu di Kabupaten Klaten.
Variabel dependen adalah jumlah produksi, sedangkan variabel
independen terdiri dari luas lahan, jumlah tenaga kerja, jumlah pupuk,
jumlah bibit dan jenis bibit. Pengaruh masing-masing variabel independen
diuji menggunakan uji t. Pengujian pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama-sama menggunakan uji F. Hasil analisis
regresi berganda juga akan menguji besarnya pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen dengan menggunakan uji
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
(koefisien determinasi). Pengujian ekonometrika yaitu pengujian terhadap
validitas asumsi klasik meliputi uji autokorelasi, multikoleniaritas, dan
heteroskedastisitas juga akan dilakukan dalam penelitian ini.
3. Metode Regresi Linier Berganda (Ordinary Least Square)
Hipotesis diuji menggunakan analisis regresi linier berganda
sehingga dapat mengetahui pengaruh variabel luas lahan, jumlah tenaga
kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit dan jenis bibit terhadap variabel jumlah
produksi tebu di PG. Gondang Baru Klaten.
Tabel 4.15 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi. Luas Lahan, Tenaga Kerja, Jumlah Pupuk, Jumlah bibit dan Jenis Bibit
variabel Coefficient t-statistic probabilitas C 293.5140 2.049607 0.0453 LH 1.130398 0.038804 0.9692 TK 4.706541 4.344207 0.0001 JP -11.09676 -0.675607 0.5022 JMLB -0.180079 -0.222312 0.8249 D1 -479.2545 -2.203014 0.0319 D2 82.88100 0.399946 0.6908 R-squared 0.961510 F-statistic 224.8252 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: hasil olahan eviews3, 2011
Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat dilihat bahwa dari 5 variabel
yang ada yaitu luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit, dan
jenis bibit yang signifikan pada tingkat 5% dan berpengaruh positif pada
jumlah produksi tebu hanya variabel tenaga kerja.
4. Uji Asumsi Klasik
a) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah suatu keadaan di mana satu atau lebih
variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
bebas lainnya. Multikolinearitas merupakan suatu masalah yang sering
muncul dalam ekonomi karena dalam ekonomi, sesuatu tergantung
pada sesuatu yang lain (everything depends on everything else). Ada
berbagai cara untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas di
antaranya dengan menggunakan progam Eviews3, dengan meregres
antar variabel bebas dan dilihat tingkat signifikannya. Jika signifikan
pada tingkat 0,05 berarti terdapat multikolinearitas.
Tabel. 4.16 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan dan Tenaga Kerja Variabel dependen: luas lahan variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 0.353835 0.729869 0.4684 TK 0.006447 13.64941 0.0000
Sumber: data diolah, eviews3, 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa terjadi
multikolinearitas antara luas lahan dan tenaga kerja dilihat dari nilai
probabilitasnya sebesar 0,000.
Tabel. 4.17 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan dan Jumlah Pupuk Variabel dependen: luas lahan variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 0.468694 0.958196 0.3419 JP 0.096699 13.33385 0.0000
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa terjadi
multikolinearitas antara luas lahan dan jumlah pupuk dilihat dari nilai
probabilitasnya sebesar 0,000.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Tabel. 4.18 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan dan Jumlah Bibit
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa terjadi
multikolinearitas antara luas lahan dan jumlah bibit dilihat dari nilai
probabilitasnya sebesar 0,000.
Tabel. 4.19 Hasil Regresi Persamaan Luas Lahan dan Variabel Dummy Variabel dependen: luas lahan variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 3.258250 2.709606 0.0088 D1 3.033750 1.651632 0.1040 D2 1.249855 0.690914 0.4924
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antara luas lahan dan variabel dummy (jenis bibit)
dilihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0,4924.
Tabel. 4.20 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja dan Jumlah Pupuk Variabel dependen: tenaga kerja variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 17.53724 1.291111 0.2017 JP 15.00593 74.51291 0.0000
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa terjadi
multikolinearitas antara tenaga kerja dan jumlah pupuk dilihat dari
nilai probabilitasnya sebesar 0,000.
Variabel dependen: luas lahan variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 0.517371 0.966415 0.3378 JMLB 0.013196 11.90108 0.0000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Tabel. 4.21 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja dan Jumlah Bibit Variabel dependen: tenaga kerja variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 28.93506 0.761352 0.4495 JMLB 2.035187 25.85496 0.0000
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa terjadi
multikolinearitas antara tenaga keja dan jumlah bibit dilihat dari nilai
probabilitasnya sebesar 0,000.
Tabel. 4.22 Hasil Regresi Persamaan Tenaga Kerja dan Variabel Dummy Variabel dependen: tenaga kerja variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 373.1667 2.364279 0.0214 D1 607.6111 2.520190 0.0145 D2 312.3596 1.315508 0.1935
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antara tenaga kerja dan variabel dummy (jenis bibit)
dilihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0,1935.
Tabel. 4.23 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Pupuk dan Jumlah Bibit Variabel dependen: jumlah pupuk variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 0.891559 0.36297 0.7182 JMLB 0.135193 26.5464 0.0000
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa terjadi
multikolinearitas antara jumlah pupuk dan jumlah bibit dilihat dari
nilai probabilitasnya sebesar 0,000.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Tabel. 4.24 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Pupuk dan Variabel Dummy Variabel dependen: jumlah pupuk variabel Coefficient t-statistic probabilitas C 23.75000 2.261553 0.0275 D1 38.47222 2.398292 0.0197 D2 22.56579 1.428355 0.1586
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antara jumlah pupuk dan variabel dummy (jenis
bibit) dilihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0,1586.
Tabel. 4.25 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Bibit dan Variabel Dummy Variabel dependen: jumlah bibit variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 195.1367 2.586746 0.0122 D1 245.2878 2.128641 0.0375 D2 120.4786 1.061616 0.2928
Sumber: data diolah, eviews3 2011
Berdasarkan regresi di atas dapat diketahui bahwa tidak terjadi
multikolinearitas antara jumlah bibit dan variabel dummy (jenis bibit)
dilihat dari nilai probabilitasnya sebesar 0,2928.
Hasil regresi variabel luas, tenaga kerja jumlah pupuk dan
jumlah bibit mengalami masalah multikolinieritas. Menurut Gujarati
(1995) masalah multikolinieritas dapat diperbaiki dengan cara:
Informasi apriori, kombinasi data cross section dan data time series,
menghilangkan variabel yang bermasalah, transformasi variabel,
menambah atau mengganti data baru dan mengurangi multikolinieritas
dalam regresi polynomial. Dalam penelitian ini menggunakan cara
menghilangkan variabel yang bermasalah. Variabel yang bermasalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
dianggap variabel yang penting dalam penelitian ini, sehingga dalam
penelitian ini akan dilakukan regresi secara terpisah.
Tabel 4.26 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi. Luas Lahan dan Variabel Dummy variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 306.8786 0.866745 0.3897 LH 444.3964 12.20027 0.0000 D1 564.6456 1.082964 0.2834 D2 726.8933 1.442580 0.1546
R-squared 0.742067 F-statistic 54.66240 Prob(F-statistic) 0.00000
Sumber: hasil olahan eviews3, 2011
Berdasarkan regresi di atas maka persamaan jumlah produksi,
luas lahan dan variabel dummy dapat ditulis sebagai berikut:
PROD: 306,8789+444,3964LH+564,6456D1+726,8933D2
Tabel 4.27 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi. Tenaga Kerja dan Variabel Dummy variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 300.4488 2.214128 0.0308 TK 3.897413 36.14985 0.0000 D1 -455.2780 -2.183411 0.0331 D2 64.93005 0.328183 0.7440
R-squared 0.961069 F-statistic 469.0414 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: hasil olahan eviews3, 2011
Berdasarkan regresi di atas maka persamaan jumlah produksi,
tenaga kerja dan variabel dummy dapat ditulis sebagai berikut:
PROD: 300,4488+3,897413TK-455,2780D1+64,93005D2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Tabel 4.28 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi. Jumlah Pupuk dan Variabel Dummy variabel Coefficient t-statistic probabilitas C 374.2596 2.383870 0.0205 JP 58.12942 30.89067 0.0000 D1 -323.5346 -1.342334 0.1848 D2 -2.41167 -0.127678 0.8989 R-squared 0.947495 F-statistic 342.8709 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: hasil olahan eviews3, 2011
Berdasarkan regresi di atas maka persamaan jumlah produksi,
jumlah pupuk dan variabel dummy dapat ditulis sebagai berikut:
PROD: 374,2596+58,12942JP-323,5346D1-29,41167D2
Tabel 4.29 Hasil Regresi Persamaan Jumlah Produksi. Jumlah Bibit dan Variabel Dummy variabel Coefficient t-statistic probabilitas C 238.9467 0.988413 0.3271 JMLB 7.768333 19.49723 0.0000 D1 7.356204 0.020262 0.9839 D2 346.4067 0.996313 0.3233 R-squared 0.878541 F-statistic 137.4317 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber: hasil olahan eviews3, 2011
Berdasarkan regresi di atas maka persamaan jumlah produksi,
jumlah bibit dan variabel dummy dapat ditulis sebagai berikut:
PROD: 238,9467+7,768333JMLB+7,356204D1+346,4067D2
b) Uji Heteroskedastisitas
Uji ini untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi
terjadi ketidaksamaan varians residual dari satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika varians residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain itu tetap, maka disebut homoskedastisitas. Dan
jika yang terjadi adalah sebaliknya disebut heteroskedastisitas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Sedangkan model yang baik adalah tanpa heteroskedastisitas. Cara
mendeteksi adalah pertama dengan menggunakan uji Park, yakni
dengan me-log kan nilai (residu/ disturbance term) kemudian
diregres dengan variabel-variabel independen. Jika signifikan pada
a=5% maka terdapat masalah heteroskedaktisitas. Jika tidak signifikan,
maka tidak terdapat masalah heteroskedaktisitas dalam model tersebut.
Tabel. 4.30 Uji Heteroskedastisitas Park
Sumber: data diolah eviews3, 2011
Berdasarkan hasil estimasi tabel diatas dengan menggunakan
uji park pada model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat
dilihat dari probabilitas semua variabelnya yang lebih dari tingkat
signifikan 0,05%.
c) Uji Autokorelasi Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai adanya korelasi antara
unsur-unsur variabel pengganggu sehingga penaksir tidak lagi efisien
baik dalam sampel kecil ataupun sampel besar. Masalah autokorelasi
dideteksi menggunakan Lagrange Multiplier Test.
Uji ini dilakukan dengan meregresi semua variabel bebas dan
variabel tidak bebas, kemudian dilakukan uji Breusch Godfrey
Variabel dependen: LN_RES2 variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 10.47863 24.88087 0.0000 LH -0.147909 -1.726467 0.0900 TK 0.004316 0.301809 0.7640 JP 0.034373 0.711604 0.4798 JMLB -0.002250 -0.944585 0.3491 D1 0.200094 0.312755 0.7557 D2 -0.213939 -0.351039 0.7269
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
terhadap residu dari hasil regresi model tersebut. Dari model tersebut
akan diperoleh nilai observasi R square untuk kemudian dibandingkan
dengan α = 0,05 atau 5 %.
Kriteria pengujiannya adalah jika nilai probabilitas obs*R-
squared lebih besar dari 0,05 maka tidak terdapat masalah autokorelasi
dan sebaliknya bila nilai probabilitas obs*R-squared lebih kecil dari
0,05, maka terdapat autokorelasi.
Tabel 4.31 Hasil Uji B-G Persamaan Jumlah Produksi, Luas Lahan, Tenaga Kerja, Jumlah Pupuk, Jumlah Bibit dan Jenis Bibit
Sumber: data diolah eviews3, 2011
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan pada tiap variabel
yang dapat dilihat pada tabel di atas , tidak terjadi autokolerasi. Ini
dapat ditunjukkan dari nilai probabilitas obs*R-squared yang lebih
besar dari 0,05 maka tidak terdapat autokolerasi.
5. Uji statistik
a) Uji t statistik
Ini dimaksudkan untuk menguji pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen secara individual. Yang diuji dalam hal ini
F-statistic : 1.309478 Probability 0.283622 Obs*R-squared 3.088136 Probability 0.213511
Coefficient t-statistic probabilitas C 3.162874 0.021816 0.9827 LH 1.762843 0.058426 0.9536 TK -0.025483 -0.023222 0.9816 JP 0.160660 0.009690 0.9923 JMLB -0.004177 -0.005111 0.9959 D1 -0.639032 -0.002912 0.9977 D2 -2.744910 -0.013114 0.9896 RESID(-1) -0.039053 -0.257660 0.7977
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Ho ditolak
Ho diterima
-2,003
2,003
Ho ditolak
adalah signifikasi dari koefisisen regresi. Adapun pengujian secara
individual sebagai berikut :
i. Pengaruh Variabel Luas Lahan (LH)
Hipotesis :
Ho : β1 = 0 Luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi
Ha : β1 ≠ 0 Luas lahan berpengaruh signifikan terhadap jumlah
produksi
Hasil pengujian variabel luas lahan menunjukkan bahwa
variabel tersebut mempunyai nilai uji t sebesar 12,20027 dengan
probabilitas sebesar 0,000. Nilai t-tabel dalam persamaan ini
adalah 2,003 (df = 56; 61 – 5). Dimana Nilai t-hitung lebih dari
nilai t-tabel dan nilai signifikansi t tersebut lebih kecil dari taraf
sigifikan (0,05), maka hal ini berarti bahwa luas lahan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap produksi tebu.
Gambar. 4.1 Daerah Kritis Uji t Luas Lahan Terhadap Produksi Sumber: Gujarati(1995)
ii. Pengaruh Variabel Tenaga Kerja (TK)
Hipotesis :
12,20027
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
Ho ditolak
Ho diterima
-2,003
2,003
Ho ditolak
Ho : β1 = 0 Tenaga Kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi
Ha : β1 ≠ 0 Tenaga Kerja berpengaruh signifikan terhadap jumlah
produksi
Hasil pengujian variabel tenaga kerja (TK) menunjukkan
bahwa variabel tersebut mempunyai nilai uji t sebesar 36,14985
dengan probabilitas sebesar 0,000 Nilai t-tabel dalam persamaan
ini adalah 2,003 (df = 56; 61 – 5). Dimana Nilai t-hitung lebih dari
nilai t-tabel dan nilai signifikansi t tersebut lebih besar dari taraf
signifikan (0,05), maka hal ini berarti bahwa tenaga kerja memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap produksi tebu.
Gambar. 4.2 Daerah Kritis Uji t Tenaga Kerja Terhadap Produksi Sumber: Gujarati(1995)
iii. Pengaruh Jumlah Pupuk (JP)
Hipotesis :
Ho : β1 = 0 Jumlah pupuk tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi
Ha : β1 ≠ 0 Jumlah pupuk berpengaruh signifikan terhadap jumlah
produksi
36,14985
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Ho ditolak
Ho diterima
-2,003
2,003
Ho ditolak
Hasil pengujian variabel Jumlah pupuk menunjukkan
bahwa variabel tersebut mempunyai nilai uji t sebesar 30,89067
dengan probabilitas sebesar 0,000 Nilai t-tabel dalam persamaan
ini adalah 2,003 (df = 56; 61 – 5). Dimana nilai t-hitung lebih dari
nilai t-tabel dan nilai signifikansi t tersebut lebih besar dari taraf
signifikan (0,05), maka hal ini berarti bahwa jumlah pupuk
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi tebu.
Gambar. 4.3 Daerah Kritis Uji t Jumlah Pupuk Terhadap Produksi Sumber: Gujarati(1995)
iv. Pengaruh Variabel Jumlah Bibit (JB)
Hipotesis :
Ho : β1 = 0 Jumlah Bibit tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi
Ha : β1 ≠ 0 Jumlah Bibit berpengaruh signifikan terhadap jumlah
produksi
Hasil pengujian variabel jumlah bibit menunjukkan bahwa
variabel tersebut mempunyai nilai uji t sebesar 19,49723 dengan
probabilitas sebesar 0,0000 Nilai t-tabel dalam persamaan ini
adalah 2,003 (df = 56; 61 – 5). Dimana nilai t-hitung lebih dari
nilai t-tabel dan nilai signifikansi t tersebut lebih kecil dari taraf
30,89067
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Ho ditolak Ho diterima
-2,003
2,003
Ho ditolak
signifikan (0,05), maka hal ini berarti bahwa jumlah bibit memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap produksi tebu.
Gambar. 4.4 Daerah Kritis Uji t Jumlah Bibit Terhadap Produksi Sumber: Gujarati(1995)
v. Pengaruh Variabel Jenis Bibit (JNSB)
Hipotesis :
Ho : β1 =0 Jenis Bibit tidak berpengaruh signifikan terhadap
jumlah produksi
Ha : β1 ≠ 0 Jenis Bibit berpengaruh signifikan terhadap jumlah
produksi
Hasil pengujian variabel jenis bibit menunjukkan bahwa
variabel tersebut mempunyai nilai uji t sebesar 0,399946 dengan
probabilitas sebesar 0,6908 Nilai t-tabel dalam persamaan ini
adalah 2,003 (df = 56; 61 – 5). Dimana nilai t-hitung kurang dari
nilai t-tabel dan nilai signifikansi t tersebut lebih besar dari taraf
signifikan (0,05), maka hal ini berarti bahwa Jenis Bibit tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produksi tebu.
19,4972
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Ho ditolak Ho diterima
-2,003
2,003
Ho ditolak
Ho diterima Ho ditolak
2,53
Gambar. 4.5 Daerah Kritis Uji t Jenis Bibit Terhadap Produksi Sumber: Gujarati(1995)
b) Uji F statistik
Uji F dilakukan untuk menunjukan apakah semua variabel
independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap
variabel dependen. Kriteria pengujian uji F adalah sebagai berikut:
Gambar. 4.6 Daerah Kritis Uji f Sumber: Gujarati(1995)
a) Apabila nilai F hitung < 2,53, maka Ho diterima. Artinya variabel
independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen secara signifikan.
b) Apabila nilai F hitung > 2,53, maka Ho ditolak. Artinya variabel
independen secara bersama-sama mampu mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan.
Berdasarkan hasil pengolahan didapatkan bahwa nilai F hitung
adalah 224,8252 dengan probabilitas sebesar 0,00000. Sedangkan nilai
F tabel dengan tingkat signifikansi 5%; 5-1; 61-5 adalah 2,53. Karena
0,6908
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
F hitung > F tabel, maka Ho ditolak. Hal ini berarti secara bersama-
sama faktor luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit dan
jenis bibit mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produksi
tebu pada derajat signifikansi 5%.
c) Koefisien determinasi
Koefisien determinan ( ) pada persamaan jumlah produksi
sebesar 0,961510. Nilai 0,9615 menunjukkan bahwa variasi dependen
variabel sebesar 96,15% mampu dijelaskan variasi independen
variabel, sisanya sebesar 3,85% dijelaskan oleh variabel-variabel
diluar variabel yang digunakan dalam persamaan.
6. Interpretasi Ekonomi
a) Pengaruh Luas Lahan terhadap Jumlah Produksi Tebu
Niliai koefisien regresi variabel luas lahan 444,3964
menyatakan bahwa apabila variabel luas lahan mengalami peningkatan
sebesar 1 Ha maka akan meningkatkan jumlah produksi tebu sebesar
444,3964 Kw dengan asumsi bahwa variabel lainnya dianggap nol atau
konstan.
Faktor luas lahan dalam penelitian ini merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap produksi tebu dengan nilai probabilitas sebesar
0,0000 signifikan pada taraf 5% dan arah hubungan kedua variabel
tersebut bersifat positif. Hasil ini menjelaskan bahwa peningkatan luas
lahan akan meningkatkan produksi tebu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Pengaruh yang signifnikan dari luas lahan terhadap jumlah
produksi tebu diduga karena luas lahan merupakan salah satu faktor
dari produksi yang sangat penting bagi produksi pertanian. Tanah
menjadi tempat dari proses produksi pertanian. Penambahan pada luas
lahan akan menambah hasil produksi.
Hal ini sesuai dengan teori yaitu lahan sebagai salah satu faktor
produksi yang merupakan pabriknya hasil pertanian yang mempunyai
kontribusi yang cukup besar terhadap usaha tani. Besar kecilnya
produksi dari usaha tani antara lain dipengaruhi oleh luas sempitnya
lahan yang digunakan (Mubyarto, 1989).
b) Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Jumlah Produksi Tebu
Nilai koefisien regresi variabel tenaga kerja sebesar 3,897413
menyatakan bahwa apabila variabel tenaga kerja mengalami
peningkatan sebesar 1 HOK maka akan meningkatkan jumlah produksi
tebu sebesar 3,897413 Kw dengan asumsi bahwa variabel lainnya
dianggap nol atau konstan.
Faktor tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap produksi tebu dengan nilai probabilitas sebesar
0,000 signifikan pada taraf 5% dan arah hubungan kedua variabel
tersebut bersifat positif. Hasil ini menjelaskan bahwa peningkatan
tenaga kerja akan meningkatkan produksi tebu.
Hubungan yang positif antara variabel tenaga kerja dan jumlah
produksi diduga karena tenaga kerja merupakan faktor produksi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
penting selain modal. Penambahan tenaga kerja yang dilakukan diikuti
dengan penambahan jumlah produksi.
c) Pengaruh Jumlah Pupuk terhadap Jumlah Produksi Tebu
Nilai koefisien regresi variabel jumlah pupuk sebesar 58,12942
menyatakan bahwa apabila variabel jumlah pupuk mengalami
peningkatan sebesar 1 Kw maka akan meningkatkan jumlah produksi
tebu sebesar 58,12942 Kw dengan asumsi bahwa variabel lainnya
dianggap nol atau konstan.
Faktor jumlah pupuk dalam penelitian ini merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap produksi tebu dengan nilai probabilitas
sebesar 0,000 signifikan pada taraf 5% dan arah hubungan kedua
variabel tersebut bersifat positif. Hasil ini menjelaskan bahwa
peningkatan jumlah pupuk akan meningkatkan produksi tebu.
Hasil ini menjelaskan bahwa penggunaan pupuk juga
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas maupun
kuantitas produksi tebu yang dapat diperoleh. Dengan menggunakan
pupuk yang efektif dan efisien, maka kualitas tanah sebagai media
tanam tebu akan memberikan zat-zat yang dibutuhkan oleh tanaman
untuk menghasilkan produksi tebu yang lebih optimal.
d) Pengaruh Jumlah Bibit terhadap Jumlah Produksi Tebu
Nilai koefisien regresi variabel jumlah bibit sebesar 7,768333
menyatakan bahwa apabila variabel jumlah bibit mengalami
peningkatan sebesar 1 Kw maka akan meningkatkan jumlah produksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
tebu sebesar 7,768333 Kw dengan asumsi bahwa variabel lainnya
dianggap nol atau konstan.
Faktor jumlah bibit dalam penelitian ini merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap produksi tebu dengan nilai probabilitas sebesar
0,0000 signifikan pada taraf 5% dan arah hubungan kedua variabel
tersebut bersifat positif. Hasil ini menjelaskan bahwa peningkatan
jumlah bibit akan meningkatkan produksi tebu.
e) Pengaruh Jenis Bibit terhadap Jumlah Produksi Tebu
Hasil estimasi Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan
bahwa variabel jenis bibit tergantung variabel lain mempunyai
pengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap jumlah produksi tebu.
Koefisien variabel jenis bibit yaitu sebesar 82,8810 dan tidak
signifikan pada tingkat signifikansi 5% yang ditunjukkan dengan
probabilitas sebesar 0,6908. Faktor jenis bibit dalam penelitian ini
merupakan faktor yang tidak berpengaruh terhadap produksi tebu.
Pengaruh tidak signifikan antara jenis bibit dan jumlah
produksi diduga karena jenis bibit pada usahatani tebu digunakan
hanya pada saat tanam pertama, karena usahatani tebu menggunakan
sistem keprasaan hingga 3 sampai 4 kali. Jenis bibit juga digunakan
untuk mengganti bibit-bibit keprasaan yang mengalami kerusakan.
Tanaman tebu dikatakan varietas unggul tebu apabila potensi
hasil tinggi, tipe kemasakan, mempunyai kesesuaian terhadap fisik
lahan, tahan terhadap jasad pengganggu tertentu, serta mempunyai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
sifat-sifat agronomis lainnya. Dalam aplikasinya, peggunaan varietas
tebu unggul harus dilakukan bersama-sama dengan penggunaan bibit
tebu yang berkualitas. Perolehan teknologi ini menjadi dambaan para
praktisi industri gula, karena biaya aplikasinya murah. Masa produktif
suatu varietas unggul antara 5–6 tahun, sehingga diperlukan dinamisasi
varietas tebu unggul dalam kurun waktu tertentu Berikut ini
ditampilkan tabel dengan tipe kemasakan dari beberapa varietas tebu
unggul :
Tabel. 4.32 Varietas bibit unggul
Varietas Tipe kemasan
Awal Tengah Lambat PS.862 PS.851 PS.863 PS.864 PS.921 PS.951
* * *
* * * * *
*
*
Berbagai upaya pemanfaatan varietas tebu unggul dan penataan
kebun tebu pada satu wilayah tertentu diharapkan dapat meningkatkan
produktifitas dan rendemen gula. Dan pada akhirnya, program
percepatan swasembada gula pada tahun 2014 dapat tercapai.
7. Pendekatan Dummy
Pendekatan dummy ini digunakan untuk mengetahui apakah ada
pengaruh penggunaan jenis bibit PS.862, PS.851 dan deverson (campuran
berbagai jenis bibit) dengan tingkat produksi tebu yang nantinya akan
mempengaruhi hasil produksi tebu. Uji pendekatan dummy dapat dihitung
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
dengan menjumlahkan koefisien dari persamaan regresi sebagai berikut:
:P= + TK+ + +ei
Tabel 4.33 Hasil Estimasi Pendekatan Dummy Produksi Tebu variabel Coefficient t-statistic probabilitas
C 293.5140 2.049607 0.0453 LH 1.130398 0.038804 0.9692 TK 4.706541 4.344207 0.0001 JP -11.09676 -0.675607 0.5022 JMLB -0.180079 -0.222312 0.8249 D1 -479.2545 -2.203014 0.0319 D2 82.88100 0.399946 0.6908 R-squared 0.961510 F-statistic 224.8252 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : data diolah,E-views 3,2011 Berdasarkan hasil perhitungan persamaan regresi diperoleh nilai:
Y= (D1)+ (D2)
Y=293,5140-479,2545(D1)+82,88100(D2)
Y=293,5140-479,2545 (1)+82,88100=-102,8595
Y=293,5140-479,2545 (0)+ 82,88100=376,395
Nilai signifikansi diatas menunjukkan perbedaan antara kategori
yang ditampilkan dengan PS862 sebagai referensi. Terlihat bahwa ada
perbedaan produksi tebu antara jenis bibit PS862 dan PS851 (p=0,0319)
;p<0,05) dan tidak ada perbedaan antara jenis bibit PS862 dan Deverson
(p-=0,6908 ;p>0,05).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
Tabel 4.34 Hasil Estimasi Pendekatan Dummy Produksi Tebu
Sumber : data diolah,E-views 3,2011
Berdasarkan hasil perhitungan persamaan regresi diperoleh nilai
Y= (D1)+ (D2)
Y=-185,7405+479,2545 (0)+ 562,1355=376,1355
Nilai signifikansi diatas menunjukkan perbedaan antara kategori
yang ditampilkan dengan PS.851 sebagai referensi. Terlihat bahwa ada
perbedaan produksi tebu antara jenis bibit PS.851 dan Deverson
(p=0,0149) ;p<0,05).
Kesimpulan yang didapatkan dari hasil regresi diatas adalah
penggunaan jenis bibit PS.851 lebih baik daripada penggunaan jenis bibit
PS.862 dilihat dari nilai koefisiennya yang mempunyai arah negatif.
Penggunaan jenis bibit PS.862 lebih baik daripada penggunaan jenis bibit
Deverson yang akan menigkatkan produksi sebesar 376,395 kw, kemudian
perbandingan antara penggunaan jenis bibit PS.851 dengan Deverson
mempunyai pengaruh yang lebih baik yang akan meningkatkan hasil
produksi tebu sebesar 376,1355 kw. Penggunaan PS.851 lebih disarankan
variabel Coefficient t-statistic probabilitas C -185.7405 -0.966676 0.3380 LH 1.130398 0.038804 0.9692 TK 4.706541 4.344207 0.0001 JP -11.09676 -0.675607 0.5022 JMLB -0.180079 -0.222312 0.8249 D1 479.2545 2.203014 0.0319 D2 562.1355 2.514350 0.0149 R-squared 0.961510 F-statistic 224.8252 Prob(F-statistic) 0.000000
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
untuk digunakan karena mempunyai pengaruh yang paling besar daripada
jenis bibit PS.862 dan Deverson terhadap produksi tebu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
BAB V
PENUTUP
Bab ini akan menyajikan beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan
hasil penelitian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya. Berdasarkan
kesimpulan yang ada, penulis berusaha memberikan saran sehubungan dengan
permasalahan yang telah dikemukakan, sehingga hal ini dapat menjadi bahan
masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan.
A. Kesimpulan
1. Pengaruh Luas Lahan terhadap Jumlah Produksi Tebu
Faktor luas lahan dalam penelitian ini merupakan faktor yang berpengaruh
positif dan signifikan terhadap produksi tebu pada Pabrik Gula Gondang
Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010.
2. Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Jumlah Produksi Tebu
Faktor tenaga kerja dalam penelitian ini merupakan faktor yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi tebu pada Pabrik
Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010.
3. Pengaruh Jumlah Pupuk terhadap Jumlah Produksi Tebu
Faktor jumlah pupuk dalam penelitian ini merupakan faktor yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi tebu pada Pabrik
Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010.
101
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
4. Pengaruh Jumlah Bibit terhadap Jumlah Produksi Tebu
Faktor jumlah bibit dalam penelitian ini merupakan faktor yang
berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi tebu pada Pabrik
Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010.
5. Pengaruh Jenis Bibit terhadap Jumlah Produksi Tebu
Faktor jenis bibit dalam penelitian ini merupakan faktor yang berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi tebu pada Pabrik Gula
Gondang Baru di Kabupaten Klaten tahun 2010.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah produksi tebu PG.Gondang Baru Klaten, maka diajukan saran sebagai
berikut :
1. Hasil produksi tebu di Pabrik Gula Gondang Baru di Kabupaten Klaten
masih dapat ditingkatkan dengan menambah faktor-faktor produksi yang
digunakan antara lain luas lahan, tenaga kerja, jumlah pupuk, jumlah bibit.
Petani yang berhasil didaerah tersebut dapat dijadikan acuan dalam
menentukan berapa besar panambahan faktor produksi tersebut.
2 Berdasarkan hasil empirik ditemukan bahwa faktor jenis bibit tidak
berpengaruh pada produksi tebu. Ada kecenderungan para petani tidak
mau mencoba hal yang baru atau menerapkan inovasi baru dari jenis tebu
yang digunakan. Petani diharapkan untuk menggunakan jenis varietas tebu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
yang baru atau varietas tebu unggul sehingga dapat meningkatkan
produksi tebu.