ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi...

104
ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU DI INDONESIA RIA ASMARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Transcript of ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi...

Page 1: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR – FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU DI INDONESIA

RIA ASMARA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 2: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat
Page 3: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Daya saing dan

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Produksi Susu di Indonesia adalah karya saya

dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau

dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir

tesis ini.

Bogor, Agustus 2012

Ria Asmara

NRP. H151080181

Page 4: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 5: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

ABSTRACT

RIA ASMARA. Analysis of Competitiveness and the Factors that affect Milk

Production in Indonesia. Under the supervision of SRI MULATSIH and ALLA

ASMARA.

The aims of this study are (1) to analyze the development of milk industry in

Indonesia, (2) to analyze the competitiveness of Indonesian milk, and (3) to

analyze the factors that affect milk production in Indonesia. Data was from the

Central Statistics Agency (BPS), the Directorate General of Animal Husbandry,

Joint Cooperative Milk Indonesia (GKSI), International Financial Statistics (IFS)

and Commodity Trade Statistics Database (Comtrade). This study used time

series yearly data 2002 to 2010 of volume of milk production, domestic milk

prices, corn prices and the number of cows. The method to analyze the

competitiveness of Indonesian milk is Porter's Diamond approaches. Porter's

Diamond analysis indicates a fundamental weakness of domestic milk

competitiveness lies in the condition factor, supporting and related industries,

government intervention, strategy structure and rivalry. Conversely, factors

thought to contribute greatly to the condition competitiveness is demand

conditions. The method to determine the factors that affect milk production in

Indonesia is the panel data regression. The result that milk production is

significantly affected by number of cows and not significantly affected by price of

domestic milk and price of corn.

Keywords: Competitiveness, Dairy Production

Page 6: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 7: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

RINGKASAN

RIA ASMARA. Analisis Daya Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Susu di Indonesia. Dibawah bimbingan SRI MULATSIH and ALLA

ASMARA.

Subsektor peternakan merupakan salah satu sub sektor yang berkontribusi

besar terhadap sektor pertanian. Pada tahun 2009, Badan Pusat Statistik mencatat

bahwa subsektor peternakan menyumbang Rp 36.743.60 Milyar (12.39 persen)

dari jumlah total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian secara nasional.

Hal tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan peningkatan

kebutuhan protein hewani, jumlah penduduk yang selalu bertambah dan

peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang mendorong

peningkatan kebutuhan produk ternak. Konsumsi susu di Indonesia masih

tergolong rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya. Konsumsi rata-rata

susu di Indonesia pada tahun 2009 hanya sekitar 10.47 liter per kapita per tahun,

sedangkan Philipina 20 kg/kapita/tahun, Malaysia 20 kg/kapita/tahun, Thailand

20-25 kg/kapita/tahun, dan Singapura 32 kg/kapita/tahun liter per kapita per

tahun, sehingga masih ada potensi permintaan susu di Indonesia akan tumbuh.

Meskipun konsumsi susu masih sangat rendah, namun produksi susu dalam

negeri belum mampu memenuhi konsumsi yang rendah ini, sehingga untuk

memenuhi konsumsi susu dalam negeri dilakukan dengan mengimpor susu dari

luar negeri lebih kurang sebesar 70 persen dari kebutuhan.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis perkembangan industri

persusuan di Indonesia, (2) Menganalisis bagaimana daya saing produksi susu

Indonesia, (3) Menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi

susu di empat sentra utama produksi susu Indonesia (Jawa Timur, Jawa Tengah

Jawa Barat dan Yogyakarta). Penelitian ini menggunakan data primer dan

sekunder. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan analisis Porter’s Diamond untuk mengetahui daya saing susu

domestik. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Produksi susu di Indonesia menggunakan panel data.

Analisis Porter’s Diamond menunjukkan kelemahan mendasar daya saing

susu domestik terletak pada kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis

dengan bentuk usaha perseorangan, rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga

sampai dengan empat ekor dan teknologi yang bersifat konvensional. Industri

pendukung dan terkait melibatkan peranan koperasi dan IPS (Industri Pengolahan

Susu) dimana ketergantungan pemasaran susu kepada IPS membuat bargaining

position koperasi susu (KPS) sebagai representasi peternak sapi perah menjadi

lemah dalam menetapkan harga susu domestik. Intervensi pemerintah melalui

penghapusan kebijakan rasio impor memperburuk kondisi persusuan nasional.

Sedangkan untuk Kondisi strategi, struktur dan persaingan antara susu domestik

dan susu impor belum kondusif. Hal ini dikarenakan harga susu impor lebih

kompetitif dengan spesifikasi kualitas yang lebih unggul

Sebaliknya, faktor yang diduga berkontribusi besar terhadap kondisi daya

saing adalah kondisi permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai

permintaan turunan atas produk susu olahan distimulasi oleh peningkatan

pendapatan perkapita masyarakat, peningkatan jumlah penduduk dan awareness

Page 8: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

akan manfaat susu. Tingginya nilai impor susu Indonesia merupakan faktor

kesempatan untuk meningkatkan produksi susu Indonesia.

Hasil analisis menggunakan metode regresi data panel menunjukkan

bahwa variable jumlah sapi perah (COW) berpengaruh signifikan pada taraf

nyata (α) 1 persen. Untuk variable harga susu sapi domestik (PRICEDOM) dan

variable harga jagung (PCORN) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

produksi susu. Nilai Adjusted R square pada model sebesar 0.9935 yang artinya

variasi variabel jumlah produksi susu sapi (PROD) dijelaskan 99.35 persen oleh

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah pr

oduksi susu sapi domestik (PROD) di Indonesia, dan sebesar 0.65 persen

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model.

Kata Kunci: Daya saing, Produksi Susu

Page 9: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang

wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

Page 10: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 11: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI SUSU DI INDONESIA

RIA ASMARA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

Page 12: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ratna Winandi, M.S

Page 13: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Judul Tesis : Analisis Daya saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Susu di Indonesia.

Nama : Ria Asmara

NRP : H151080181

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui

Komisi Pembimbing

Diketahui

Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr

Ketua

Dr. Alla Asmara, S.Pt,M.Si

Anggota

Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 25 Juli 2012 Tanggal Lulus:

Page 14: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat
Page 15: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

PRAKATA

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Segala puji hanya untuk Allah SWT, pencipta dan pemelihara alam

semesta beserta isinya. Berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun

tesis ini. Sholawat dan salam semoga tercurah kepada Rosulullah SAW, yang

telah mengajarkan Islam sebagai jalan hidup sehingga membawa keselamatan

bagi manusia sejagad raya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan

kepada: Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc., Agr. selaku Ketua Komisi Pembimbing

dan Bapak Dr. Alla Asmara S.Pt., M.Si. selaku Anggota Komisi Pembimbing

yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ibu Dr. Lukytawati Anggraeni, SP,

M.Si. selaku wakil program studi dan Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, M.S. selaku

dosen penguji luar komisi yang telah memberikan masukan dan saran untuk

perbaikan tesis ini.

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung

Nuryartono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi. Kepada para dosen

di Program Studi Ilmu Ekonomi, atas segala didikan dan pengajarannya. Kepada

seluruh staf di Program Studi Ilmu Ekonomi, atas segala bantuannya. Kepada

seluruh rekan-rekan di Program Studi Ilmu Ekonomi atas semangat dan

kebersamaannya.

Ucapan terimakasih yang tak terkira penulis sampaikan kepada kedua

orang tua, suami dan anak-anak serta seluruh keluarga atas do’a dan

pengorbanannya yang telah memberikan kekuatan yang luar biasa kepada penulis.

Akhirnya, besar harapan penulis agar tesis ini dapat bermanfaat dan

memberikan kontribusi positif bagi dunia pendidikan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bogor, Agustus 2012

Ria Asmara

Page 16: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 17: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung, pada tanggal 19 Oktober 1977, dari pasangan

Bapak Subroto dan Ibu Srilukito Wardani. Penulis merupakan putri pertama dari dua

bersaudara.

Sekolah Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri-I Metro pada tahun

1996. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Unila (Universitas

Lampung) melalui jalur UMPTN pada Program Studi Ilmu Ekonomi Studi

Pembangunan, Fakultas Ekonomi Unila. Penulis menyelesaikan kuliah sarjana pada

tahun 2001.

Tahun 2002 menikah dengan Darmayulis Putra, dan dikaruniai tiga putra:

Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah

Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk

melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB pada mayor Ilmu Ekonomi.

Page 18: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 19: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xxiii

DAFTAR TABEL ................................................................................................. xx

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xxii

DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xxiv

1. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ................................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5

1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 7

2.1. Usaha Ternak Sapi Perah............................................................................. 7

2.2. Produksi Susu .............................................................................................. 7

2.2.1. Teori Produksi ................................................................................. 8

2.2.2. Fungsi Produksi ............................................................................... 10

2.2.3. Fungsi Penawaran Susu Sapi ........................................................... 10

2.3. Struktur Pasar Susu Segar di Indonesia ..................................................... 12

2.4. Konsep Daya Saing .................................................................................... 13

2.5. Teori Keunggulan Kompetitif ..................................................................... 14

2.6. Panel Data .................................................................................................. 17

2.7. Penelitian Terdahulu .................................................................................. 24

2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian .................................................................. 28

2.9. Hipotesis Penelitian ................................................................................... 30

III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 31

3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................................... 31

3.2. Metode Analisis ......................................................................................... 31

3.2.1. Porter’s Diamond............................................................................. 32

3.2.2. Model Panel Data ............................................................................ 32

3.3. Uji Asumsi ................................................................................................. 33

3.3.1. Uji Homoskedastisitas ..................................................................... 33

3.3.2. Uji Autokorelasi .............................................................................. 33

3.4.3. Uji Multikolinearitas ....................................................................... 34

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERSUSUAN NASIONAL .................. 35

4.1. Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia ....................... 35

4.2. Produksi Susu Nasional ............................................................................. 39

4.3. Produksi Susu Sapi di Pulau Jawa ............................................................. 43

4.4. Perkembangan Konsumsi Susu di Indonesia ............................................. 45

4.5. Perkembangan Impor Susu di Indonesia .................................................... 46

4.6. Harga Susu ................................................................................................. 49

4.7. Industri Pengolahan Susu ........................................................................... 52

4.8.Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Susu di Indonesia ................. 54

Halaman

Page 20: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

4.9. Kebijakan Negara Maju Dibidang Persususan .......................................... 55

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 57

5.1. Analisi Daya saing Susu Domestik (Pendekatan Porter’s Diamond) ........ 57

5.1.1. Kondisi Faktor ................................................................................. 57

5.1.1.1. Sumberdaya Alam ............................................................. 57

5.1.1.2. Sumberdaya Manusia ........................................................ 59

5.1.1.3. Sumberdaya Modal ........................................................... 60

5.1.2. Kondisi Permintaan ........................................................................ 60

5.1.3. Industri Terkait dan Pendukung ..................................................... 60

5.1.4. Setrategi, Struktur dan Persaingan ................................................ 61

5.1.5. Pemerintah ..................................................................................... 62

5.1.6. Kesempatan .................................................................................... 62

5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi

Indonesia .................................................................................................... 64

VI.KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 67

6.1. Kesimpulan ................................................................................................ 67

6.2. Saran .......................................................................................................... 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 69

LAMPIRAN ........................................................................................................... 73

Page 21: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

DAFTAR TABEL

1. Kontribusi Subsektor Pertanian Terhadap PDB Tahun 2006-2010 .............. 1

2. Volume Impor Susu Indonesia Tahun 2005-2010 ........................................ 3

3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi .............................................................. 34

4. Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2006-2010....................... 38

5. Produksi Susu Berdasarkan Jenis Sapi ......................................................... 41

6. Standarisasi Bahan Baku Susu Menurut Total Kandungan Bakteri (TPC)

Pada Industri Pengolahan Susu ..................................................................... 42

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu di Indonesia ................ 64

8. Hasil Perhitungan Intersep Per Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur dan Yogyakarta) ................................................................................ 65

Halaman No.

Page 22: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 23: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

DAFTAR GAMBAR

1. Produksi dan Konsumsi Susu Indonesia Tahun 2005-2009 ........................ 2

2. Kurva Produk Total, Produk Rata-Rata dan Produk Marjinal ...................... 9

3. Model Determinan Keunggulan Kompetitif Nasional Porter’s Diamond .... 14

4. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel ......................... 18

5. Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 30

6. Perkembangan Populasi Sapi Tahun 1998 - 2010 ........................................ 36

7. Perkembangan Produksi Susu Nasional Tahun 1991-2010 .......................... 40

8. Produksi Susu di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogja ........... 43

9. Populasi sapi perah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogja ... 44

10. Perkembangan Impor Susu Indonesia Tahun 1989-2010 ............................. 48

11. Trade Balance Komoditas Susu .................................................................... 48

12. Harga Susu Internasional (Oceania Area) ..................................................... 49

13. Harga Susu Olahan Dalam Negeri ................................................................ 49

14. Harga Susu Peternak, IPS dan Disparitas Harga........................................... 50

15. Saluran Pemasaran Susu ............................................................................... 51

16. Pola Agribisnis Peternakan Sapi Perah ......................................................... 53

17. Pohon Industri Susu ...................................................................................... 54

18. Jumlah Sapi Perah dan Produksi Susu Tahun 2007 - 2010 .......................... 57

19. Ringkasan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya saing

Susu Domestik dengan Pendekatan Porter’s Diamond ................................. 63

No. Halaman

Page 24: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 25: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kompilasi Data Penduga Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu

Indonesia Periode 2002-2010 (dalam Bentuk Logaritma Natural) ................ 75

2. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu

di Indonesia: Regresi Data Panel .................................................................... 76

3. Uji Multikolinearitas ....................................................................................... 76

4. Uji Heteroskedastisitas .................................................................................... 77

Halaman No.

Page 26: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan salah satu sub sektor yang berkontribusi

besar terhadap sektor pertanian. Tabel 1 menujukkan bahwa pada tahun 2010,

subsektor peternakan menyumbang Rp 38,135.2 Milyar (16.11 persen) dari

jumlah total Produk Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian secara nasional.

Kontribusi subsektor peternakan pada periode 2006-2010 menunjukkan trend

yang terus meningkat. Hal tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring

dengan peningkatan kebutuhan protein hewani, jumlah penduduk yang selalu

bertambah dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang

mendorong peningkatan kebutuhan produk ternak.

Tabel 1. Kontribusi Subsektor Pertanian Terhadap PDB Tahun 2006 - 2010

Subsektor Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

Bahan

Makanan

129,548.6 133,888.5 142,000.4 149,057.8 151,749.5

Perkebunan 41,318.0 43,199.2 44,783.9 45,608.3 46,750.9

Peternakan 33,430.2 34,220.7 35,425.3 36,648.9 38,135.2

Kehutanan 16,686.9 16,548.1 16,543.3 1 6,843.6 1 7,192.5

Perikanan 41,419.1 43,652.8 45,866.2 47,775.1 50,578.1

Jumlah

Pertanian

262,402.8 211,308.4 222,209.6 231,315.0 236,635.6

PDB

Nasional

1,847,126.7 1,964,327.3 2,082,456.1 2,177,741.7 2,310,689.8

Sumber: Statistik Peternakan, Ditjennak 2011

Catatan: Kontibusi setiap subsektor pertanian dinyatakan dalam satuan Milyar

Rupiah berdasarkan harga kostan tahun 2010

Salah satu dari subsektor peternakan yang memiliki banyak manfaat dan

berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah agribisnis persusuan.

Konsumsi susu di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara

Asia lainnya. Pada tahun 2009, konsumsi susu di Indonesia rata-rata baru

mencapai 10,47 kg/kapita/tahun, masih jauh dibawah negara ASEAN yaitu

Philipina 20 kg/kapita/tahun, Malaysia 20 kg/kapita/tahun, Thailand 20-25

kg/kapita/tahun, dan Singapura 32 kg/kapita/tahun (Departemen Perindustrian,

2009). Sehingga masih ada potensi permintaan susu akan tumbuh. Meskipun

Page 27: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

2

konsumsi susu di Indonesia masih rendah namun produksi susu di Indonesia

belum mampu memenuhi konsumsi susu yang rendah ini.

Sumber: Kementrian pertanian, 2010

Gambar 1. Produksi dan konsumsi Susu Indonesia Tahun 2005-2009

Gambar 1 menunjukkan bahwa terjadi gap yang sangat luas antara

produksi dan konsumsi susu di Indonesia. Dimana, trend produksi sebesar 3,67

persen dan trend konsumsi sebesar 4,21 persen. Besaran trend tersebut

mengindikasikan bahwa peningkatan konsumsi lebih besar dibandingkan dengan

peningkatan produksi.

Untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri, Indonesia mengimpor

susu dari beberapa negara mitra dagang seperti New Zealand, Australia, Amerika

Serikat, Belanda, Singapura, Denmark, Jerman, Kanada dan Belgia. Di satu sisi

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam dan sumberdaya

manusia yang memiliki potensi besar sebagai negara penghasil pangan termasuk

susu, tetapi di sisi lain Indonesia justru menjadi negara pengimpor untuk

pemenuhan kebutuhan susu. Tahun 2012 produksi susu dalam negeri baru bisa

memasok tidak lebih dari 30 persen dari permintaan nasional, sisanya 70 persen

berasal dari impor.

Tabel 2 menunjukkan bahwa volume impor susu Indonesia berfluktuasi

dari tahun ketahun dan memiliki trend yang cenderung meningkat. Meningkatnya

impor dari tahun ketahun akibat dari semakin luasnya gap antara produksi susu

dengan konsumsi susu, dimana peningkatan produksi lebih rendah jika

dibandingkan dengan peningkatan konsumsi.

536 583.5 567.7 574.4 647

2,068.80 2,046.102,324.3 2,345.3 2,374.3

0

500

1000

1500

2000

2500

2005 2006 2007 2008 2009

produksi (000 ton) konsumsi (000 ton)

Page 28: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

3

Tabel 2. Volume Impor Susu Indonesia Tahun 2005-2010

Tahun Impor (Kg) Trend %

2005 86,761,070 -

2006 86,361,898 -0.46

2007 90,767,131 5.10

2008 277,102,311 -15.05

2009 103,800,916 34.63

2010 132,227,142 27.38

Keterangan: Hanya jenis milk powder, fat < 1,5 persen

Sumber: COMTRADE (2010)

Pengembangan sapi perah merupakan salah satu alternatif untuk

meningkatkan produksi susu domestik, dimana hal ini diharapkan akan

mengurangi tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Hanya saja,

pengembangan usaha sapi perah di sentra populasi sapi perah banyak mengalami

kendala dan hambatan.

Adanya era perdagangan bebas menyebabkan produk susu segar impor dapat

memasuki pasaran Indonesia dengan mudah. Disatu sisi, hal ini dapat memberikan

kesempatan pada konsumen untuk memilih produk susu yang mereka inginkan sesuai

dengan kualitas dan harga yang dapat mereka jangkau. Tapi di sisi lain, hal ini dapat

menyebabkan keterpurukan para peternak sapi perah karena tidak mampu untuk

bersaing dalam hal harga dan kualitas. Kondisi ini dikwatirkan akan menyebabkan

para peternak sapi perah tidak bergairah untuk meneruskan usaha peternakan sapi

perahnya.

1.2. Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Yogyakarta

merupakan sentra pruduksi susu di Indonesia. Jawa timur merupakan sentra

populasi sapi perah terbesar di Indonesia, selanjutnya adalah Provinsi Jawa

Tengah, Jawa Barat dan Yogyakarta. Populasi sapi perah Jawa Timur awal tahun

2010 mencapai 221.743 ekor, Jawa Tengah 120.677 ekor, Jawa Barat 117.337

ekor dan Yogyakarta 5.495 ekor. Sebagai sentra produksi susu, saat ini Jawa

Timur masih kekurangan stok susu. Kebutuhan susu di provinsi ini mencapai

sekitar 1.600 ton/ hari, sementara baru terpenuhi sekitar 1.035 ton/hari. Artinya

Page 29: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

4

masih ada kekurangan susu sekitar 500 ton lebih per hari. Begitu juga dengan

provinsi yang lain, stok susu masih sangat kurang. Sehingga untuk memenuhi

konsumsi susu, lebih kurang 70 persennya diimpor dari luar negeri.

Besarnya jumlah impor susu nasional menjadikan Indonesia menjadi net

importir dan juga menunjukkan prospek pasar yang sangat besar dalam usaha

peternakan sapi perah untuk menghasilkan susu segar sebagai produk substitusi

impor. Mengingat kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa

wilayah Indonesia memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan

agribisnis persusuan maka terdapat kerugian yang diperoleh Indonesia akibat

dilakukannya impor susu.

Bentuk kerugian tersebut ialah terkurasnya devisa nasional, hilangnya

kesempatan terbaik (opportunity loss) yang berasal dari menganggurnya atau

tidak dimanfaatkannya potensi sumberdaya yang ada untuk pengembangan

agribisnis persususan, dan hilangnya potensi revenue yang seharusnya diperoleh

pemerintah dari pajak apabila agribisnis persusuan dikembangkan secara baik

(Daryanto, 2007).

Hal tersebut menunjukkan bahwa perlu adanya peran pemerintah melalui

kebijakan yang digulirkan. Namun instrument kebijakan yang diharapkan bisa

mendorong produksi susu dalam negeri justru dikurangi. Sejak ditandatanganinya

kesepakatan antara pemerintah RI dengan International Monetery Fund (IMF)

pada Januari 1998 tentang penghapuasan tataniaga SSDN (Susu Segar Dalam

Negeri), sistem rasio BUSEP (Bukti Serap) telah dihapus. Ketentuan tersebut

menjadikan komoditas susu telah memasuki era pasar bebas meskipun seharusnya

kesepakatan pasar bebas baru dimulai pada tahun 2003. Hal ini berarti bahwa

komoditas susu memasuki pasar bebas lebih awal dari kesepakatan waktu yang

telah ditetapkan.

Demikian juga dengan kebijakan bea masuk susu impor yang relatif

rendah. Pada November tahun 2008, untuk mengatasi permasalahan kurangnya

Supply susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen, pemerintah

melakukan program pemberian insentif fiskal berupa penanggungan bea masuk

atas impor barang dan bahan oleh industri pengolahan susu (permenkeu No.

145/PMK.011/2008). Hal tersebut juga diperparah dengan dikeluarkannya

Page 30: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

5

kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor masuk dari lima persen

menjadi nol persen berdasarkan permenkeu No. 19/PMK.011/2009.

Kebijakan-kebijakan tersebut semakin menguatkan IPS dalam menekan

harga beli susu kepada peternak, dan memperburuk kondisi peternak sapi perah,

karena mendapatkan harga yang lebih rendah dan posisi tawar yang lemah.

Rendahnya harga ini tentunya tidak akan memicu peternak sapi perah domestik

untuk mengembangkan usaha ternaknya. Kondisi ini akan semakin memperburuk

kondisi persusuan nasional, karena Indonesia akan semakin tergantung dengan

susu impor.

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan di atas, usaha ternak sapi

perah banyak menghadapi tantangan dan kendala. Kendala-kendala tersebut,

menjadi penyebab rendahnya produksi susu dalam negeri sehingga IPS harus

mengimpor susu untuk memenuhi kebutuhan susu dalam negeri. Oleh karena itu,

untuk memenuhi permintaan susu dalam negeri yang meningkat maka perlu

dilakukan kajian tentang kondisi agribisnis persusuan di Indonesia. Mengingat

kondisi geografis, ekologi, dan kesuburan lahan di beberapa wilayah, Indonesia

memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan agribisnis persusuan agar

Indonesia tidak menjadi net importir untuk produk susu.

Masalah yang ingin dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan industri persusuan di Indonesia?

2. Bagaimana kondisi daya saing produksi susu di Indonesia?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi susu di empat sentra

utama produksi susu Indonesia (Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan

Yogyakarta)?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

dikemukakan maka yang menjadi tujuan penelitian adalah:

1. Menganalisis perkembangan industri persusuan di Indonesia

2. Menganalisis bagaimana daya saing produksi susu Indonesia.

Page 31: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

6

3. Menganalisis faktor-faktor yang diduga mempengaruhi produksi susu di

empat senta utama produksi susu Indonesia ( Jawa Timur, Jawa Tengah

Jawa Barat dan Yogyakarta).

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi Pemerintah, selaku

pengambil kebijakan terutama menyangkut masalah persusuan yang merupakan

sub sektor penyedia bahan pangan sekaligus penyerap tenaga kerja. Manfaat lain,

sebagai bahan literatur untuk penelitian selanjutnya.

Page 32: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Ternak Sapi Perah

Usaha ternak sapi perah dibagi menjadi dua bentuk berdasarkan Surat

Keputusan Menteri Pertanian No. 751/kpts/Um/10/1982 tentang Pembinaan dan

Pengembangan Usaha Peningkatan Produksi Dalam Negeri. Pertama, peternakan

sapi perah rakyat yaitu usaha ternak sapi perah yang diselenggarakan sebagai

usaha sampingan yang memiliki sapi perah kurang dari 10 ekor sapi laktasi

(dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan kurang dari 20 ekor sapi perah

campuran. Kedua, perusahaan peternakan sapi perah, yaitu usaha ternak sapi

perah untuk tujuan komersil dengan produksi utama susu sapi, yang memiliki

lebih dari 10 ekor sapi laktasi (dewasa) atau memiliki jumlah keseluruhan lebih

dari 20 ekor sapi perah campuran.

Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), usaha ternak sapi perah di

Indonesia berdasarkan tipologinya dapat diklasifikasikan menjadi: (1) usaha

ternak sebagai usaha sampingan, dengan tingkat pedapatan kurang dari 30 persen;

(2) usaha ternak sebagai mix farming dengan tingkat pendapatan sebesar 30

sampai dengan 70 persen; dan (3) usahaternak sebagai usaha pokok dimana

tingkat pendapatan petani dari usaha ini dapat menghidupi peternak secara layak.

Usaha sapi perah memerlukan persyaratan tertentu sehingga tidak semua

daerah di Indonesia dapat diusahakan. Faktor biologis sapi perah memerlukan

kondisi lingkungan tertentu dan dukungan sarana dan prasarana yang ada

terutama Industri Pengolahan Susu (IPS) serta adanya pasar konsumen yang

cukup mendukung (Simatupang et al., 1993).

2.2. Produksi Susu

Menurut Direktorat Jenderal Peternakan (2006), susu adalah hasil

pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat

digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi

komponen-komponennya atau ditambah bahan-bahan lain. Seekor sapi perah

dewasa setelah melahirkan anak akan mampu memproduksi air susu melalui

kelenjar susu, yang secara anatomis disebut ambing. Produksi air susu ini

Page 33: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

8

dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan pangan dengan kadar protein

yang tinggi.

Produksi susu adalah hasil produksi ternak betina berupa susu segar dalam

waktu tertentu dan wilayah tertentu termasuk diberikan kepada anaknya, rusak,

diperdagangkan, dikonsumsi dan diberikan kepada orang lain (Ditjennak 2010).

Kemampuan sapi perah dalam menghasilkan susu ditentukan oleh faktor genetik,

lingkungan, dan pemberian pakan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi

produksi susu antara lain umur, musim beranak, masa kering, masa kosong, besar

sapi, manajemen pemeliharaan dan pakan. Sapi perah umur dua tahun akan

menghasilkan susu sekitar 70 sampai 75 persen dari produksi susu tertinggi sapi

yang bersangkutan. Pada umur tiga tahun akan menghasilkan susu 80 sampai 85

persen, sedangkan umur empat sampai lima tahun akan menghasilkan susu 92

persen sampai 98 persen (Schmidt et al., 1998)

2.2.1. Teori Produksi

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan

diantara tingkat produksi suatu barang dengan jumlah tenaga kerja yang

digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi tersebut. Dalam analisis

tersebut dimisalkan bahwa faktor-faktor produksi lainnya adalah tetap jumlahnya,

yaitu modal dan tanah jumlahnya dianggap tidak mengalami perubahan. Satu-

satunya faktor produksi yang dapat diubah adalah tenaga kerja (Sukirno, 2004).

Produksi merupakan konsep arus (flow concept), dimana produksi

merupakan kegiatan yang diukur sebagai tingkat-tingkat output per unit

periode/waktu. Sedangkan outputnya sendiri senantiasa diasumsikan konstan

kualitasnya. Jadi jika kita berbicara mengenai peningkatan produksi, itu berarti

peningkatan tingkat output dengan mengasumsikan faktor-faktor lain yang

sekiranya berpengaruh tidak berubah sama sekali (konstan) (Miller dan

Meiner,1999).

Page 34: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

9

(i) Kurva Produk Total

(ii) Kurva Produk Rata-rata dan

Kurva Produk Marjinal

Sumber: Lipsey et al. (1995)

Gambar 2. Kurva Produk Total, Produk rata-rata dan Poduk Marjinal

Gambar 2 menggambarkan kurva produk rata-rata dan produk marjinal.

Meskipun produk total, produk rata-rata dan produk marjinal digambarkan

menjadi tiga kurva yang berlainan, tetapi semuanya merupakan aspek hubungan

tunggal yang sama, yang diuraikan oleh fungsi produksi. Dengan perubahan

tenaga kerja pada kapital yang tetap, menyebabkan perubahan output.

0 qi

0 qi

MP AP

Titik Balik

Produktivitas Rata-rata Maksimum

Pro

du

k T

ota

l P

rod

uk P

er

Un

it

Titik Maksimum

Page 35: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

10

2.2.2. Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah persamaan yang menunjukkan hubungan antara

tingkat output dan tingkat persamaan input-input. Setiap produsen dalam teori

dianggap mempunyai satu fungsi produksi, yaitu:

Q = f (x1, x2, x3,...Xn) (2.1)

X1,x2,x3,...Xn = beberapa input yang digunakan (2.2)

Fungsi produksi menggambarkan kombinasi persamaan input dan

teknologi yang dipakai oleh suatu perusahaan. Pada keadaan teknologi tertentu,

hubungan antara input dan output tercermin pada fungsi produksinya. Suatu

fungsi produksi menggambarkan kombinasi input yang dipakai dalam proses

produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang sama dapat

digambarkan dengan kurva isokuan (isoquant), yaitu kurva yang menggambarkan

berbagai kombinasi faktor produksi yang menghasilkan produksi yang sama

(Joestan dan Fathoorozi 2003)

Fungsi produksi menunjukkan sifat hubungan diantara faktor-faktor

produksi dan tingkat produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor produksi dikenal

pula dengan istilah input dan jumlah produksi selalu juga disebut output. Fungsi

produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus, seperti berikut:

Q = f(K,T,M,L) (2.3)

dimana K adalah jumlah stok modal, L jumlah tenaga kerja dan ini meliputi

berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawanan, M adalah kekayaan alam,

dan T adalah tingkat teknologi yang digunakan. Sedangkan Q adalah jumlah

produksi yang dihasilkan oleh berbagai jenis faktor-faktor produksi tersebut, yaitu

secara bersama digunakan untuk memproduksi barang yang sedang dianalisis sifat

produksinya (Sukirno 2004).

2.2.3. Fungsi Penawaran Susu Sapi

Fungsi penawaran dapat diturunkan dengan memaksimumkan fungsi

keuntungan (Henderson and Quandt 1980). Dengan menggunakan teknologi

tertentu, fungsi produksi susu sapi dapat di formulasikan sebagai berikut:

Q = f (S, P, O) (2.4)

Page 36: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

11

dimana:

Q = jumlah produksi susu

S = jumlah sapi

P = jumlah pakan

O = faktor produksi lain

Jika PS, P

P, dan P

O masing-masing harga faktor produksi S, P, dan O, maka fungsi

biaya dirumuskan sebagai berikut:

C = PS*S + P

P*P + P

O* O + C

O (2.5)

dimana:

C = biaya total

CO = biaya tetap

Dari persamaan (2.4) dan (2.5) dapat dirumuskan fungsi keuntungan:

π = PQ

*f (S, P, O) – (PS* S + P

P* P + P

O* O + C

O) (2.6)

dimana:

π = keuntungan

PQ = harga susu sapi

Dengan memaksimumkan persamaan (2.6) didapat:

PQ

*S = PS (2.7)

PQ

* P = PP

(2.8)

PQ

* O = PO

(2.9)

Artinya saat keuntungan maksimum, nilai produk marginal masing-masing faktor

produksi sama dengan harga faktor produksi itu sendiri. Dari persamaan (2.7),

(2.8), dan (2.9) diketahui bahwa S, P, dan O merupakan peubah endogen,

sedangkan PQ, PS, PP, dan PO peubah eksogen. Oleh karena itu fungsi

permintaan faktor produksi diformulasikan sebagi berikut:

SD = f (P

Q, P

S, P

P, P

O) (2.10)

PD = f (P

Q, P

P, P

S, P

O) (2.11)

OD= f (P

Q, P

O, P

S, P

P) (2.12)

dimana SD, P

Ddan O

Dmasing-masing merupakan permintaan terhadap sapi perah,

pakan ternak dan faktor produksi lain.

Dengan mensubtitusi persamaan (2.10), (2.11) dan (2.12) ke dalam

persamaan(2.4), maka di dapatkan fungsi penawaran susu sapi sebagai berikut:

QS = f(PQ, P

S, P

P, P

O) (2.13)

Page 37: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

12

Selain harga pokok dan harga faktor produksi, penawaran juga

dipengaruhi oleh teknologi (Koutsoyiannis, 1979). Namun karena keterbatasan

data, teknologi tidak dimasukkan sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

2.3. Struktur Pasar Susu Segar di Indonesia

Saat ini industri pengolahan susu nasional masih sangat bergantung pada

impor bahan baku. Apabila kondisi tersebut tidak dibenahi dengan membangun

sebuah sistem agribisnis berbasis peternakan yang baik, maka Indonesia akan

terus menjadi negara pengimpor hasil ternak khususnya susu sapi (Daryanto,

2009). Permasalahan yang dihadapi oleh usaha ternak sapi perah, tidak hanya

akibat ketidakmampuan usaha ternak untuk memenuhi permintaan dalam negeri.

Setidaknya menurut Ilham dan Swatika (2001) konsumsi susu segar masyarakat

masih sangat terbatas sehingga pemasaran susu segar tergantung pada IPS.

Diperkirakan sekitar 88 sampai 91 persen produksi susu usaha ternak sapi

perah rakyat dipasarkan ke IPS. Harga jual tersebut ditentukan berdasarkan syarat

teknis atau kualitas susu yang dicerminkan oleh kandungan total solid susu (11-

12,5 persen). Fakta di lapangan menyebutkan hal tersebut dilakukan dengan

mengukur Berat Jenis (BJ), kandungan lemak susu, dan kandungan bakteri

(dibawah satu juta). Mekanisme penentuan harga dilakukan secar sepihak oleh

IPS. Peternak hanya menerima yang telah ditentukan oleh IPS, berdasarkan

kriteria yang disebutkan di atas, bahkan koperasi primer maupun GKSI tidak

mempunyai kekuatan dalam menentukan harga susu, karena keberadaannya hanya

bersifat sebagai perantara yang memperoleh fee untuk setiap liter susu yang

dipasarkan ke IPS. Saat ini IPS hanya akan membeli bila harga SSDN lebih

murah dari bahan baku impor. Bila terjadi sebaliknya, dengan dicabutnya sistem

rasio, diduga IPS akan lebih memilih untuk menggunakan bahan baku asal impor.

Hingga saat ini belum ada upaya IPS menjalin kemitraan agar produksi SSDN

dapat bersaing dengan produk impor. Hal ini disebabkan masih ada keterkaitan

antara IPS sebagai usaha multinasional dengan industri persusuan di masing-

masing negara investor/produsen (Ilham dan Swastika 2001)

Page 38: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

13

2.4. Konsep Daya saing

Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing dapat diidentikkan dengan

produktivitas, yakni tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang

digunakan. Peningkatan produktivitas ini dapat disebabkan oleh peningkatan

jumlah input fisik modal maupun tenaga kerja, peningkatan kualitas input yang

digunakan, dan peningkatan teknologi (total factor productivity).

National Competitiveness Council mendefinisikan daya saing sebagai

kemampuan untuk menerima keberhasilan sebagai pemimpin pasar untuk

memberikan standar kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang. Definisi ini

kemudian diterangkan melalui sebelas kriteria yang harus dipenuhi dalam

membangun daya saing, yaitu performa ekonomi (economic performance),

internasionalisasi (internationalization), modal (capital), pendidikan (education),

produktivitas, kompensasi tenaga kerja, dan biaya tenaga kerja per unit

(productivity, labour compensation, and unit labour cost), perpajakan (taxation),

ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology), informasi

kemasyarakatan (information Society), infrastruktur transportasi (transport

infrastructure), serta pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup

(environmental protection and management). Kesebelas kriteria tersebut

kemudian dilengkapi dengan dua kriteria krusial lainnya yaitu kondisi regulasi

dalam suatu negara (regulatory environment), dan kualitas kehidupan (quality of

life).

Daya saing adalah suatu konsep komparatif dari kemampuan dan

pencapaian dari suatu perusahaan, subsektor atau negara yang memproduksi

menjual dan menyediakan barang-barang kepada pasar. Daya saing diterapkan

pada pasar yang mengarah pada pasar persaingan sempurna. Konsep daya saing

bisa juga bisa diterapkan pada suatu komoditi, sektoral atau bidang, wilayah dan

negara. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi

suatu komoditi dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang

terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan

(Simanjuntak, 1992)

Page 39: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

14

2.5. Teori Keunggulan Kompetitif

Porter (1990) menyatakan empat atribut yang merupakan faktor penentu

keunggulan bersaing industri nasional, yakni kondisi faktor (factor condisions),

kondisi permintaan (demand conditions), industri terkait dan pendukung (related

and supporting industries), serta setrategi, struktur, dan persaingan (firm strategy,

structure, and rivalry). Sementara itu atribut determinan eksternal dikategorikan

menjadi pemerintah (government) dan terdapatnya kesempatan (chance events).

Komprehensivitas determinan baik secara internal maupun eksternal ini secara

sistemik dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengidentifikasian daya saing

(competitiveness) nasional.

Sumber: Porter (1990)

Gambar 3. Model Determinan Keunggulan Kompetitif National Porter’s

Diamond

Penjelasan lebih spesifik mengenai determinan keunggulan kompetitif

national Porter’s Diamond dijelaskan sebagai berikut:

a. Kondisi Faktor (factor conditions)

Kondisi faktor direpresentasikan dengan factor sumberdaya yang dimiliki

suatu negara yang berhubungan dengan proses produksi. Kontribusi sumberdaya

sebagai modal dasar dalam membangun keunggulan kompetitif merupakan suatu

hal yang tidak dapat dipungkiri.

Chance Firm Strategy,

structure

And rivalry

Factor

conditions

Demand

condition

Related

And supporting

industries

Goverment

Page 40: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

15

Porter (1990) mengklasifikasikan kondisi faktor produksi tersebut

berdasarkan teori ekonomi klasik menjadi lima kelompok meliputi tenaga kerja,

tanah, sumberdaya alam, kapital, dan infrastruktur. Tingkat signifikansi faktor

produksi terhadap keunggulan kompetitif didasarkan pada kemampuan faktor

produksi untuk menghasilkan manfaat yang spesifik dan berkesinambungan.

b. Kondisi Permintaan (Demand Conditions)

Kondisi permintaan domestik sangatlah mempengaruhi penentuan daya

saing nasional. Suatu Negara dikatakan memperoleh benefit dari kondisi

permintaan ketika permintaan domestik mampu memberikan gambaran yang

representative mengenai preferensi konsumen. Konsumen lokal dapat membantu

perusahaan nasional dengan cara memberikan sinyal “early warning system”

sehingga perusahaan dapat melakukan tindakan antisipatif untuk bersaing di pasar

domestik maupun global. Secara umum, konsumen dapat menekan perusahaan

untuk melakukan inovasi dan membangun daya saing terhadap produk asing.

Besarnya permintaan domestik menurut Porter (1990) mempunyai pengaruh yang

kurang siknifikan dibandingkan dengan karakter dari permintaan domestik itu

sendiri.

c. Industri Terkait dan Pendukung (Related and Supporting Industries)

Eksistensi industri terkait dan pendukung sebagai sebuah sistem akan

mempengaruhi daya saing secara global. Struktur industri hulu dan hilir yang kuat

akan memberikan kemudahan bagi upaya pencapaian peningkatan daya saing.

Diantaranya adalah: (1) aliran informasi dan perubahan teknologi akan

meningkatkan tingkat inovasi dan improvisasi. (2) keterkaitan industri akan

menghasilkan banyak keahlian baru dan menyedikan potensi bagi perusahaan lain

untuk masuk kedalam industri untuk meningkatkan persaingan.

d. Strategi, struktur, dan Persaingan (Firm Strategy, Structure and Rivalry)

Tingkat persaingan domestik dapat menghasilkan tuntutan kepada

perusahaan untuk mengadopsi inovasi dan perbaikan (improvement) dari segi

kualitas. Pesaing domestik memberikan tekanan satu sama lainnya untuk

meminimumkan biaya, meningkatkan kualitas dan pelayanan, dan menstimulasi

penemuan-penemuan baru. Karakteristik persaingan domestik juga dicirikan

Page 41: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

16

dengan diversifikasi motif yang mendasari persaingan itu sendiri. Persaingan

dalam memperebutkan market share dan teknologi.

e. Pemerintah (government)

Pemerintah berperan sebagai katalisator untuk mendorong perusahaan untuk

mengarahkan kinerjanya pada taraf yang lebih baik. Pemerintah tidak dapat secara

langsung meningkatkan daya saing perusahaan, melalui instrument kebijakan

yang kondusif perusahaan dapat menerima efek positif dari tindakan fasilitas

pemerintah tersebut.

Permasalahan yang terjadi dalam penetapan kebijakan pemerintah adalah

seringkali kebijakan-kebijakan tersebut secara orientatif ditujukan untuk jangka

pendek. Deregulasi terhadap kebijakan yang menghambat inovasi dan faktor

dinamis lainnya, seperti halnya proteksi diperlukan untuk menciptakan manfaat

yang berkesinambungan.

Prinsip dasar yang perlu dikembangkan oleh pemerintah dalam membuat

kebijakan suportif diantaranya dengan sikap pro perubahan, mendukung

persaingan domestik, dan menstimulasi inovasi. Pendekatan kebijakan pemerintah

dengan prinsip tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing nasional

secara keseluruhan (Porter, 1990).

f. Kesempatan (Chance Events)

Kesempatan, seperti halnya pemerintah berada diluar perusahaan dalam

menentukan daya saing. Beberapa hal yang dianggap sebagai suatu keberuntungan

merupakan suatu bentuk dari kesempatan. Sebagai ilustrasi, pergerakan nilai tukar

(exchange rate) merupakan determinan penting dalam kegiatan ekspor-impor di

pasar internasional. Depresiasi nilai tukar mata uang domestik dapat dianggap

sebagai suatu indikator yang membuka kesempatan lebih luas kepada para negara

importir untuk mengurangi kegiatan impor dan menyerap produk domestik.

Faktor non ekonomi seperti stabilitas politik disinyalir mempunyai

pengaruh yang besar terhadap perekonomian suatu negara. Lingkungan yang

kondusif memberikan kenyamanan bagi pelaku usaha untuk membangun daya

saing.

Page 42: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

17

2.6. Panel Data

Panel data adalah bentuk data yang merupakan gabungan data dari time

series dan cross section. Dalam teori ekonometrika, bentuk panel data dapat

mengatasi masalah pengestimasian yang kurang baik akibat sedikitnya jumlah

observasi jika hanya menggunakan data time series atau cross section saja.

Baltagi (2005) mengungkapkan bahwa penggunaan data panel

memberikan banyak keuntungan, antara lain:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang

dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.

2. Dengan mengkombinasikan data time series dan cross section, data panel

dapat memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antarpeubah,

meningkatkan derajat kebebasan dan lebih efisien.

3. Lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Karena berkaitan dengan

observasi cross section yang berulang, maka data panel lebih baik dalam

mempelajari perubahan dinamis.

4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana

tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja.

Kendati demikian, analisis data panel data juga memiliki keterbatasan di

antaranya adalah:

1. Masalah dalam disain survei panel, pengumpulan dan manajemen data.

Masalah yang umum dihadapi diantaranya: cakupan (coverage), nonresponse,

kemampuan daya ingat responden (recall), frekuensi dan waktu wawancara.

2. Distorsi kesalahan pengamatan (measurement errors). Measurement errors

umumnya terjadi karena respon yang tidak sesuai.

3. Masalah selektivitas (selectivity) yang mencakup hal-hal berikut:

a. Self-selectivity. Permasalahan ini muncul karena data yang dikumpulkan

untuk suatu penelitian tidak sepenuhnya dapat menangkap fenomena yang

ada.

b. Nonresponse. Permasalahan ini muncul dalam panel data ketika ada

ketidaklengkapan jawaban yang diberikan oleh responden.

Page 43: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

18

c. Attrition, yaitu jumlah responden yang cenderung berkurang pada survey

lanjutan yang biasanya terjadi karena responden pindah, meninggal dunia

atau biaya menemukan responden yang terlalu tinggi.

4. Cross-section dependence. Sebagai contoh, apabila macro panel dengan

unitanalisis negara atau wilayah dengan deret waktu yang panjang

mengabaikan cross-country dependence akan mengakibatkan kesimpulan

yang tidak tepat (misleading inference).

Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu

dilakukan berdasarkan pertimbangan statistik. Hal ini ditujukan untuk

memperoleh dugaan yang efisien. Namun demikian, ada pendapat yang

mengatakan bahwa penggunaan pendekatan Pooled Least Square dirasakan

kurang sesuai dengan tujuan digunakannya data panel.

Gambar 4. Pengujian Pemilihan Model Dalam Pengolahan Data Panel

FIXED

EFFECT

RANDOM

EFFECT

POOLED

LEAST

SQUARE

Hausman

Test

LM Test

Chow Test

Page 44: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

19

Penjelasan Gambar 4:

1. Chow Test

Chow Test atau beberapa buku menyebutnya pengujian F Statistics adalah

pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau

Fixed Effect. Terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku

yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan saja setiap unit

cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan

dengan hipotesa sebagai berikut:

H0: Model PLS (Restricted)

H1: Model Fixed Effect (Unrestricted).

Dasar penolakan terhadap hipotesa nol adalah dengan menggunakan F-Statistik

seperti yang dirumuskan oleh Chow:

(2.14)

Dimana:

RRSS = Restricted Residual Sum Square

URSS = Unrestricted Residual Sum Square

N = Jumlah data cross section

T = Jumlah data time series

K = Jumlah variabel penjelas,

Chow Test ini mengikuti distribusi F-statistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika nilai CHOW

Statistics (F-Stat) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka cukup bukti

untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol sehingga model yang

digunakan adalah model fixed effect, begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut

sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk

menguji stabilitas dari parameter (stability test).

2. Hausman Test

Hausman Test adalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan

dalam memilih apakah menggunakan model fixed effect atau model random effect.

Penggunaan model fixed effect mengandung suatu unsur trade off yaitu hilangnya

derajat kebebasan dengan memasukkan variabel dummy. Namun, penggunaan

)/(

)1/()(

KNNTURSS

NURSSRRSSCHOW

Page 45: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

20

metode random effect pun harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi

dari setiap komponen galat.

Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0: Random Effects Model

H1: Fixed Effects Model.

Sebagai dasar penolakan Hipotesa nol maka digunakan statistik hausman dan

membandingkannya dengan chi square.

Statistik hausman dirumuskan dengan:

bMMbm1

10

' ~ KX 2

Dimana adalah vektor untuk statistik variabel fix effect, b adalah vektor statistik

variabel random effect, )( 0M adalah matriks kovarians untuk dugaan FEM dan

)( 1M adalah matriks kovarians untuk dugaan REM.

3. LM Test

LM Test atau lengkapnya The Breusch – Pagan LM Test digunakan

sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect versus

Pooled Least Square.

H0: PLS

H1: Random Effect.

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang

mengikuti distribusi dari Chi Squre .

Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari

hasil estimasi model pooled.

Strategi Pengujian

Secara umum, dalam pengujian estimasi model-model data panel diperlukan

sebuah strategi. Strategi yang dapat dilakukan adalah dengan menguji:

a) RE vs FE (Hausman Test),

b) PLS vs FE (Chow Test).

Kerangka pengambilan keputusan dalam memilih sebuah model yang digunakan

adalah sebagai berikut:

Jika (b) tidak signifikan maka kita menggunakan Pooled Least Square.

(2.15)

Page 46: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

21

Jika (b) signifikan namun (a) tidak signifikan maka kita menggunakan

Random Effect Model .

Jika keduanya signifikan, maka kita menggunakan Fixed Effect Model.

Penggunaan data panel memberikan banyak manfaat bagi dunia statistik dan

perkembangan ilmu ekonomi. Beberapa manfaat penggunaan panel data:

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu. Panel data memberi peluang

perlakuan bahwa unit-unit ekonomi yang dianalisis seperti individu, rumah

tangga, perusahaan hingga negara adalah heterogen.

2. Memberi informasi yang lebih banyak, lebih beragam, mengurangi

kolinearitas (collinearity), meningkatkan derajat bebas (degree of freedom)

dan lebih efisien. Data time series memiliki kecenderungan tingkat

kolinearitas yang tinggi. Variabel seperti harga dan pendapatan dalam model

permintaan rokok memiliki tingkat kolineritas yang tinggi. Dengan

menggunakan panel data, penambahan dimensi cross-section dapat

memperkaya keragaman dan informasi pada dua variabel tersebut (harga dan

pendapatan), sehingga akan menghasilkan estimasi yang lebih akurat.

3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Salah satu

kekurangan apabila menggunakan pendekatan cross section adalah tidak dapat

menggambarkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi. Penelitian tentang

kondisi perekonomian seperti pengangguran, mobilitas pendapatan, dan

kemiskinan lebih baik jika menggunakan panel. Apabila data-data yang

berkaitan dengan isu tersebut diatas tersedia dalam rentang waktu yang relatif

panjang, akan dapat diperoleh informasi yang berhubungan dengan kecepatan

penyesuaian terhadap perubahan kebijakan ekonomi. Dengan panel data, dapat

diketahui apakah kondisi seperti pengangguran dan kemiskinan merupakan

kondisi yang temporer atau permanen.

4. Lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat

dideteksi oleh pure cross section atau pure time series.

5. Dapat membangun dan menguji model perilaku (behavioral models) yang

lebih kompleks dibanding pure cross section atau data time series. Sebagai

contoh, studi mengenai efisiensi tehnik (technical efficiency) lebih baik jika di

lakukan dengan metode panel data. Restriksi yang lebih sedikit juga dapat

Page 47: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

22

diberlakukan dalam panel (distributed lag model) dibandingkan purely time

series.

6. Micro panel data merupakan pengukuran yang lebih akurat dibanding variabel

yang sama yang diukur pada tingkat makro. Dengan metode panel. bias yang

berasal dari agregasi data-data invidu maupun perusahaan dapat dikurangi

atau bahkan dihilangkan.

7. Macro panel data mempunyai deret waktu (time series) yang lebih panjang

dan tidak seperti masalah nonstandard distribution dari unit root test dalam

metode time series. Panel unit root test memiliki standard asymptotic

distribution.

Model regresi data panel yang umum digunakan diantaranya:

a. Common Effect Model

Model ini mengasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai

kurun waktu.

Persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut:

Yit = α + βXit+εit (2.16)

Untuk i = 1,….., N

t = 1……..T

dimana N adalah jumlah unit cross section dan T adalah jumlah periode

waktunya. Implikasinya akan diperoleh sebanyak T persamaan deret lintang

(cross section) yang sama. Selain itu diperoleh persamaan deret waktu (time

series) sebanyak N persamaan untuk setiap T periode observasi. Untuk

mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, dapat diperoleh dalam

bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak N x T observasi.

b. Fixed Effect Model (FEM)

FEM digunakan ketika efek individu dan efek waktu mempunyai korelasi

dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat

komponen eror dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intercept.

Untuk one way komponen eror:

yit = αi +λi+Xitβ+u it (2.17)

Sedangkan untuk two way komponen eror :

yit = αi +λi+μt+Xitβ+u it (2.18)

Page 48: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

23

Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik, yaitu Pooled Least

Square (PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy varibel (LSDV), dan

two way error component fixed effect model.

c. Random Effect Model (REM)

REM digunakan ketika efek individu dan efek waktu tidak berkorelasi

dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya acak. Keadaan ini membuat

komponen eror dari efek individu dan efek waktu dimasukkan ke dalam eror.

Untuk one way komponen eror

yit = αi +Xitβ+u it+λi (2.19)

Untuk two way komponen eror

yit = αi +Xitβ+u it+λi+μt (2.20)

Asumsi yang digunakan dalam REM adalah:

E = 0

E =

E = 0 untuk semua i dan t

E = untuk semua i dan t

Dimana untuk one way eror component: =

E = 0 untuk semua i, t dan j

E = 0 untuk i ≠ j dan t ≠ s

E = 0 untuk i ≠ j

Dari semua asusmi di atas, yang paling penting adalah E = 0.

Pengujian asumsi ini menggunakan hausmant test. Uji hipotesis yang digunakan

adalah

Ho : = 0 tidak ada korelasi antara komponen eror dengan peubah

bebas

H1 : ≠ 0 ada korelasi antara komponen eror dengan peubah bebas

H = ( ) ( )-1

( ) x2

(k)

Dimana: M = matriks kovarians untuk parameter β

k = derajat bebas

Page 49: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

24

Jika H > maka komponen eror mempunyai korelasi dengan peubah bebas

dan artinya model yang valid digunakan adalah REM

Penduga REM dapat dihitung dengan dua cara yaitu pendekatan between

estimator (BE) dan Generalized Least Square (GLS)

2.7. Penelitian Terdahulu

Wang et. al. (2010) mengkaji pertumbuhan dan kesenjangan regional dari

pasar susu China sejak tahun 1980, meneliti permintaan konsumen perkotaan

untuk tiga produk susu utama (susu cair, yogurt, dan susu bubuk), menganalisis

pola impor produk susu utama China sejak tahun 1995, dan mendiskusikan

potensi peran China di pasar susu dunia dan implikasinya untuk perdagangan.

Penelitian ini menggunakan data time-series dan cross-sectional untuk

menganalisis trend, perbedaan produksi susu China dan konsumsi produk susu

melalui analisa grafis dan regresi. Sedangkan untuk menganalisis kecendrungan

dan pola produk susu China impor menggunakan data tahun 1995-2008. Hasil dari

penelitian ini adalah bahwa pasar susu China telah berkembang pesat dalam dua

dekade terakhir tetapi ada kesenjangan yang signifikan antar daerah dan kelompok

pendapatan. Hasil estimasi elastisitas penghasilan menunjukkan bahwa

pendapatan per kapita terus meningkat, permintaan produk susu, terutama yoghurt

dan susu cair, diharapkan tumbuh pada tingkat yang signifikan. Kecenderungan

impor dan analisis pola menunjukkan bahwa impor susu China kemungkinan akan

terus tumbuh dan memberikan kesempatan untuk eksportir produk susu besar

seperti Amerika Serikat, Selandia Baru dan Australia.

Du Toit et. al. (2010) mengkaji faktor yang mempengaruhi daya saing

jangka panjang dari 11 produsen susu komersial dari Timur Griqualand, Afrika

Selatan menggunakan panel data periode 1990 – 2006. Hasil dari regresi

menunjukkan bahwa jumlah sapi, skala produksi, produksi tahunan per ekor,

teknologi dan perubahan kebijakan dari waktu kewaktu, dan rasio pendapatan

terhadap perdagangan total susu mempengaruhi daya saing jangka panjang dari

produsen susu. Untuk meningkatkan daya saing di pasar susu, produsen harus

mempertimbangkan untuk meningkatkan jumlah sapi, produsen harus

mempertimbangkan pemanfaatan padang rumput dan hijauan berbasis sistem

Page 50: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

25

produksi untuk menurunkan biaya pakan dan memilih sapi dengan seliksi yang

unggul.

Buxton (1985) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi

susu di Amerika Serikat selama 4 tahun pada 48 negara bagian. Penelitian ini

menguji elastisitas supply susu (yaitu, persentase perubahan jumlah susu yang

dihasilkan karena perubahan faktor utama produksi susu). Faktor-faktor utama

yang mempengaruhi produksi susu adalah: (1) Harga susu, peningkatan 1 persen

harga susu yang diterima peternak, meningkatkan produksi susu nasional sekitar

setengah persen selama 4 tahun. Dampak terbesar terjadi pada tahun pertama

(0.175) dan tahun kedua (0.182) setelah harga berubah. Dampak pada tahun

perubahan harga relatif kecil (0.036). (2) Biaya input. Dimana biaya input

diwakili oleh harga pakan (jerami alfalfa dan jagung). Peningkatan 1 persen harga

jerami alfalfa per ton menurunkan produksi susu nasional sebesar 0.164 persen

selama periode 4 tahun, dan peningkatan harga jagung per bushel (gantang)

menurunkan produksi susu sebesar 0.075 persen. Harga jerami alfalfa

berpengaruh signifikan di 28 negara bagian. Harga jagung berpengaruh signifikan

terhadap supply susu di 14 negara bagian, terutama di bagian utara. (3) Laba

dalam suatu perusahaan pertanian alternatif. Faktor ini diukur oleh harga daging

sapi. Penurunan 1 persen pada perubahan harga daging sapi meningkatkan

produksi susu nasional sebesar 0.056 persen selama periode 4 tahun. (4) Kondisi

ekonomi umum. Kondisi ini diukur dengan tingkat pengangguran. Pengangguran

mempengaruhi produksi susu nasional sebesar 0.085 persen. Dampak dari tingkat

penganguran pada produksi susu signifikan pada 16 negara bagian.

Amalia (2008) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing

dan impor susu Indonesia. Metode penelitian yang digunakan terdiri atas:

pertama, metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan Porter’s diamond

untuk menganalisis kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing susu

domestik ditengah serbuan impor susu pasca penghapusan kebijakan ratio impor.

Kedua, metode Engle-Grenger Cointegration dan Error Correction Model (ECM),

untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor susu baik dalam

jangka panjang maupun jangka pendek.

Page 51: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

26

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu

domestik melalui pendekatan Porter’s Diamond menghasilkan implikasi

penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada

kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha

perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai empat

ekor, komposisi ketenagakerjaan yang didominasi pekerja harian dengan tingkat

pendidikan rendah, dan teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi

terhadap rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang

diduga berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi

permintaan. Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas

produk susu olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan perkapita

masyarakat, peningkatan populasi dari urbanisasi, peningkatan awareness akan

manfaat susu, dan peningkatan persaingan antar IPS untuk menghasilkan produk

susu olahan yang terdiferensiasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhan

konsumen.

Industri pendukung dan terkait melibatkan peranan koperasi primer

peternak dihadapkan pada permasalahan mismanajemen dan pemborosan akibat

diversifikasi usaha yang tidak relevan dan menjadi biaya yang besar bagi

koperasi. Kondisi strategi, struktur, dan persaingan antar susu domestik dan

impor belum kondusif untuk meningkatkan daya saing susu domestik. Hal ini

dikarenakan harga susu impor lebih kompetitif dengan spesifikasi kualitas yang

lebih unggul. Ketergantungan pemasaran susu kepada IPS membuat bargaining

position GKSI sebagai representasi peternak sapi perah menjadi lemah dalam

menetapkan harga susu domestik.

Intervensi pemerintah melalui penghapusan kebijakan rasio impor

memberikan pengaruh yang beragam bagi setiap determinan. Implikaasi yang

menarik dalam penelitian ini adalah peningkatan persaingan menyebabkan

keluarnya usaha yang tidak mampu bersaing meningkatkan efisiensi agregat usaha

peternakan sapi perah. Determinan kesempatan dengan indikator pergerakan nilai

tukar riil rupiah mempengaruhi daya saing susu domestik.

Impor susu Indonesia dari sisi permintaan (impor demand) dalam jangka

panjang dipengaruhi secara signifikan oleh harga riil susu impor, harga riil susu

Page 52: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

27

domestik, nilai tukar riil rupiah, dan pendapatan perkapita. Produksi susu

domestik tidak mempengaruhi impor susu pada jangka panjang. Hal ini diduga

karena terdapat variabel antara yang tidak mampu dijelaskan oleh model

persamaan yang dibangun. Impor susu dalam jangka pendek dipengaruhi secara

signifikan oleh produksi susu domestik, harga riil susu impor lag pertama,

pendapatan perkapita saat ini dan lag ketiga, nilai tukar riil rupiah pada lag kedua

serta dummy penghapusan kebijakan rasio impor. Penghapusan kebijakan rasio

diterapkan pada waktu yang relatif bersamaan dengan krisis ekonomi 1997, oleh

karena itu efek netto peningkatan impor susu yang terjadi relatif kecil dalam

jangka pendek. Harga riil susu domestik tidak berpengaruh terhadap impor susu

karena bargaining position GKSI masih lemah dalam negosiasi penetapan harga

dengan IPS.

Feryanto (2010) menganalisis daya saing dan dampak kebijakan

pemerintah terhadap komoditas susu sapi lokal di Jawa Barat. Tujuan penelitian

ini adalah untuk: (1) menganalisis tingkat efisiensi finansial dan ekonomi usaha

ternak yang memproduksi susu sapi segar di daerah sentra sapi perah Jawa Barat,

(2) menganalisis dam mengukur keunggulan komparatif dan kompetitif komoditas

susu sapi di daerah sentra sapi perah Jawa Barat, (3) Menganalisis dampak

kebijakan pemerintah terhadap daya saing peternakan sapi perah di sentra sapi

perah Jawa Barat, dan (4) menganalisis sensitivitas perubahan harga output dan

input terhadap daya saing peternakan sapi perah di daerah sentra sapi perah Jawa

Barat. Harga bayangan susu impor didasarkan pada harga satu kilogram full

Cream Milk Powder (FCMP) setara dengan delapan susu segar dalam negeri

berdasarkan harga bordernya (cif) di pelabuhan impor (Tanjung Priuk).

Sedangkan, harga susu privat disesuaikan dengan harga aktual yang riil diterima

peternak. Berdasarkan analisis PAM secara keseluruhan, peternak di ketiga lokasi

penelitian (Kecamatan Lembang, Kecamatan Pengalengan dan Kecamatan

Cikajang) memiliki keuntungan privat dan ekonomi, hal ini ditunjukkan

keuntungan privat dan ekonomi yang lebih besar dari nol untuk ketiga lokasi.

Berdasarkan nilai private cost ratio (PCR) dan Domestic Resource Cost Ratio

(DRC) yang diperoleh, ketiga lokasi memiliki keunggulan kompetitif (PCR<1),

yang menunjukkan masing-masing peternak hanya mengeluarkan tambahan

Page 53: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

28

kurang dari satu untuk dapat bersaing dengan produk sejenis. Nilai indikator

keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai DRC<1. Indikator DRC ini

menunjukkan bahwa produk susu sapi segar akan lebih menguntungkan

diproduksi di sentra produksi susu Provinsi Jawa Barat daripada harus

mengimpornya.

Analisis dampak kebijakan dalam tabel PAM ditunjukkan oleh hasil

pengusahaan susu sapi perah di ketiga lokasi penelitian yakni nilai trasfer output

(OT) bernilai negatif atau mengalami kerugian. Hal ini menunjukkan harga

domestik susu lebih rendah dari harga internasionalnya, yang mengidikasikan

adanya desintensif terhadap output susu. Hasil trasfer input (IT) usahaternak sapi

perah menunjukkan nilai yang positif, dan nilai koefisien proteksi input nominal

(NPCI) untuk ketiga lokasi yang lebih besar dari satu, hal ini mengkondisikan

bahwa peternak yang menggunakan input tersebut mengalami kerugian, karena

menanggung biaya input yang lebih mahal. Hasil analisis dampak kebijakan

pemerintah terhadap input-output menunjukkan nilai trasfer bersih (TB), yang

negatif untuk ketiga lokasi penelitian yang berbeda. Indikator ini memberikan

informasi kebijakan yang diterapkan pemerintah memberikan kerugian bagi

pengusahaan susu sapi perah. Sedangkan dilihat dari nilai koefisien proteksi

efektif (EPC) sebesar 0,80 (Kecamatan Lembang dan Kecamatan Pengalengan),

dan sebesar 0,74 (Kecamatan Cikajang) menunjukkan bahwa kebijakan

pemerintah tidak berdampak positif dan tidak memberikan insentif kepada

peternak sapi perah, karena nilai tambah keuntungan peternak menjadi lebih

rendah dari yang seharusnya.

Berdasarkan analisis sensitivitas yang dilakukan, asumsi sekenario yang

digunakan yakni perubahan harga susu akibat penurunan tarif impor dan kenaikan

harga pakan ternak secara umum pengusahaan susu sapi perah ternyata akan

menurunkan daya saing pengusahaan sapi perah di provinsi Jawa Barat. Sehingga

untuk tetap memberikan keuntungan dan insentif bagi peternak, sebaiknya

pemerintah mengambil kebijakan untuk menetapkan tarif impor susu lebih besar

dari lima persen (kondisi sekarang), yakni 15 persen.

Page 54: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

29

2.8. Kerangka Pemikiran Penelitian

Berdasarkan pemikiran yang telah dijabarkan diatas, maka penelitian ini

dilakukan dengan dilatarbelakangi oleh realitas yang terjadi dimana konsumsi

susu di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan negara Asia

lainnya. Meskipun konsumsi susu di Indonesia masih sangat rendah, namun

produksi susu domestik belum mampu memenuhi konsumsi, untuk memenuhi

konsumsi susu domestik adalah dengan impor susu.

Impor susu yang masuk ke Indonesia sangat besar yaitu lebih kurang 70

persen dari total konsumsi, artinya produksi susu di Indonesia hanya mampu

memenuhi lebih kurang 30 persen dari konsumsi susu. Mengingat kondisi

geografis, ekologi dan sumberdaya alam Indonesia yang sangat mendukung untuk

pengembangan persusuan nasional, maka banyak sekali kerugian Indonesia

dengan dilakukannya impor susu ini. Sehingga perlu adanya upaya untuk

pengembangan agribisnis persususan di Indonesia.

Upaya pengembangan agribisnis persusuan nasional banyak mengalami

kendala dan hambatan, diantaranya dengan adanya liberalisasi perdagangan.

Adopsi liberalisasi perdagangan pada komoditas susu telah menyebabkan

pergerakan harga susu domestik relatif lebih tinggi dibandingkan dengan susu

impor yang faktanya unggul dari segi kualitas. Hal ini memberikan tantangan

yang lebih besar bagi produsen untuk mengembangkan produksi susu nasional

karena secara implikatif telah meningkatkan preferensi konsumen susu untuk

melakukan impor susu.

Isu krusial yang menjadi benang merah menghadapi fenomena

peningkatan impor susu tersebut adalah daya saing (competitiveness). Rendahnya

kualitas susu domestik merefleksikan lemahnya daya saing susu domestik.

Metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan Porter,s Diamond dijadikan

alat analisis untuk menganalisa kondisi daya saing susu domestik. Sementara itu,

analisa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu Indonesia diestimasi

dengan panel data dengan model regresi linier.

Page 55: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

30

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian

2.9. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini didasarkan pada teori-

teori yang ada dalam penelitian terdahulu yaitu bahwa produksi susu

diopengaruhi oleh harga susu domestik (berhubungan positif), harga jagung

sebagia proksi harga pakan, (berhubungan negatif), jumlah sapi (berhubungan

positif).

Analisis Daya saing

Rekomendasi

kebijakan

Domestik Impor

Faktor-faktor yang mempengaruhi

produsi susu

Produksi susu domestik

rendah

70 % konsumsi susu dari

impor

Porter’s diamond Metode panel

Pemenuhan Kebutuhan Susu

Domestik Indonesia

Page 56: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

31

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Adapun data primer

digunakan untuk menjawab analisis Porter’s Diamond yaitu berupa data tentang

kondisi sosial peternak sapi perah rakyat dengan mengambil sampel dua lokasi

peternakan sapi perah rakyat yang terletak di Jawa Barat yaitu wilayah Kebon

Pedes Bogor dan Pengalengan Bandung. Pengambilan sampel pada dua wilayah

ini diharapkan dapat mewakili kondisi peternak sapi perah rakyat pada wilayah

dataran tinggi dan dataran rendah. Data primer diperoleh dengan melakukan

kegiatan wawancara langsung dengan peternak.

Sedangkan data sekunder digunakan untuk menganalisis faktor-faktor

yang mempengaruhi produksi susu di Indonesia. Adapun data yang digunakan

adalah data tahun 2002-2010, berupa data volume produksi susu, harga susu

domestik, harga jagung dan jumlah sapi perah pada empat provinsi di Jawa, yaitu

Jawa Barat, Jawa Tengan, Jawa Timur dan Yogyakarta. Pemilihan keempat

provinsi sentra tersebut berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan, yang

menyatakan bahwa Pulau Jawa merupakan sentra utama produksi susu. Namun

karena adanya keterbatasan data maka, dari lima provinsi yang ada di Pulau Jawa,

hanya empat provinsi yang digunakan dalam penelitian ini.

Data sekunder tersebut diperoleh dari berbagai sumber seperti, Badan

Pusat Statistik (BPS), Direktorat Jendral Peternakan, GKSI (Gabungan Komperasi

Susu Indonesia), International Financial Statistics (IFS) dan COMTRADE

(Commodity Trade Statistics Database).

3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: pertama,

metode deskriptif untuk menjelaskan fenomena yang terjadi berkaitan dengan

kondisi daya saing susu domestik sebagai bahan baku susu domestik pasca

penghapusan kebijakan rasio impor dengan menggunakan pendekatan Porter’s

Diamond. Kedua, metode kuantitatif menggunakan panel data untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu Indonesia.

Page 57: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

32

3.2.1. Porter’s Diamond

Analisis deskriptif faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing

susu domestik dilakukan dengan menggunakan pendekatan Porter’s Diamond

berdasarkan referensi terkait dan data-data publikasi statistik sebagai pendukung.

Kondisi faktor secara fokus menganalisis kondisi produksi susu domestik,

komposisi ketenagakerjaan (sumberdaya manusia), pemodalan, dan infrastruktur

pada subsistem usaha peternakan sapi perah. Kondisi permintaan menyoroti

konsumsi produk susu olahan yang digerakkan diantaranya oleh peningkatan

pendapatan perkapita masyarakat dan populasi. Koperasi dan industri pakan

dijadikan sebagai objek penganalisisan determinan industri terkait dan

pendukung. Sementara strategi, struktur, dan persaingan lebih dalam menganalisis

kondisi persaingan antara susu domestik dan impor sebagai input IPS.

Pemerintah sebagai faktor eksternal melakukan intervensi melalui

penghapusan kebijakan rasio impor yang memiliki dampak beragam terhadap

determinan kondisi faktor, kondisi permintaan, industri terkait dan pendukung,

serta setrategi, struktur, dan persaingan. Determinan kesempatan dipresentasikan

oleh pergerakan nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.

3.2.2. Model Panel Data

Model yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi produksi susu di Indonesia dalam penelitian ini adalah:

PROD = f (PDOM, PCORN, COW)

Persamaan diatas menunjukkan produksi susu Indonesia merupakan

fungsi dari PDOM , PCORN, COW dengan:

PDOM = Harga Susu Domestik (Rupiah)/kg

PCORN = Harga Jagung (Rupiah)/kg

COW = Jumlah Sapi (Ekor)

Fungsi tersebut secara ekonometrika dapat dituliskan dalam bentuk fungsi

persamaan regresi yaitu:

PRODt= α0 + α1PDOM + α2 PCORN + α3 COW + ε1

Page 58: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

33

dimana: α0 = intersep

α1 = nilai dugaan besaran parameter (n = 1,2,3,...)

ε1 = unsur sisa (galat)

3.3. Uji Asumsi

3.3.1. Uji Homoskedastisitas

Salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam persamaan regresi adalah

bahwa taksiran parameter dalam model regresi bersifat BLUE (Best linier

Unbiased Estimate) maka var (ui) harus sama dengan (konstan), atau semua

residual atau error mempunyai varian yang sama. Kondisi itu disebut dengan

homoskedastisitas. Sedangkan bila varian tidak konstan atau berubah-rubah

disebut dengan heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas

dapat menggunakan metode General Least Square (Cross Section weights) yaitu

dengan membandingkan sum square resid pada weighted statistics dengan sum

square resid unweighted statistics. Jika sum square resid pada weighted statistic

lebih kecil dari sum square resid unweighted statistics maka terjadi

heteroskedastisitas.

3.3.2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah

atau korelasi antar eror masa lalu dengan eror masa sekarang. Uji autokorelasi

yang dilakukan tergantung pada jenis data dan sifat model yang digunakan.

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi

adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin Watson (DW). Untuk

mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan

membandingkan DW statistiknya dengan DW tabel. Adapun kerangka identifikasi

autokorelasi terangkum dalam Tabel 3. Korelasi serial ditemukan jika eror dari

periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan

melihat pola random eror dari hasil regresi.

Page 59: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

34

Tabel 3. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

4-DL<DW<4 terdapat korelasi serial negatif

4-DU<DW<4-DL hasil tidak dapat ditentukan

2<DW<4-DU tidak ada korelasi serial

DU < DW < 2 tidak ada korelasi serial

DL < DW < DU hasil tidak dapat ditentukan

0 < DW < DL terdapat korelasi serial positif

Sumber: Gujarati (2006)

3.4.3. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah adanya hubungan linier yang sempurna diantara

beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi. Untuk regresi

k variabel, meliputi variabel yang menjelaskan X1, X2,…………Xk (dimana X1=1

untuk semua pengamatan yang memungkinkan unsur intersep). Suatu hubungan

linier yang sempurna dikatakan ada apabila kondisi berikut ini dipenuhi:

+ +……………………………. =0……………(12)

Dimana λi,λ2,λk adalah konstanta sedemikian rupa sehingga tidak

semuanya secara simultan sama dengan nol.

Page 60: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

35

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI PERSUSUAN NASIONAL

4.1. Perkembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Indonesia

Peternakan sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad ke-19 yaitu

dengan mengimpor sapi-sapi bangsa Ayrshire, Jersey, dan Milking shorthorn dari

Australia. Pada permulaan abad ke-20 dilanjutkan dengan mengimpor sapi-sapi

Fries-Holland (FH) dari Belanda. Sapi perah yang dewasa ini dipelihara di

Indonesia pada umumnya adalah sapi FH yang memiliki produksi susu tertinggi

dibandingkan sapi jenis lainnya (Sudono, 1999). Kondisi peternakan sapi perah di

Indonesia saat ini adalah skala usaha kecil (dua sampai lima ekor) dilakukan

sebagai usaha sampingan atau usaha utama, masih jauh dari teknologi serta

didukung oleh manajemen usaha dan permodalan yang masih lemah

(Erwidodo,1993).

Yusdja (2005) memaparkan bahwa usaha sapi perah telah berkembang

sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha – usaha swasta dalam

usaha sapi perah di sekitar Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Mulai

tahun 1977, Indonesia mulai mengembangkan agribisnis sapi perah ditandai

dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. SKB ini merumuskan

kebijakan dan program pengembangan agribisnis sapi perah di Indonesia.

Setidaknya terdapat dua dasar yang digunakan yakni agribisnis sapi perah

dikembangkan melalui koperasi/KUD sapi perah dan pemasaran susu diatur oleh

koperasi dan Industri Pengolahan Susu.

Selain itu Yusdja (2005) juga memperlihatkan bahwa industri sapi perah di

Indonesia mempunyai struktur relatif lengkap yakni peternak, pabrik pakan, dan

pengolahan susu yang relatif maju dan kapasitas yang cukup tinggi, dan

tersedianya kelembagaan peternak yakni Gabungan Koperasi Susu Indonesia

(GKSI). Sementara itu struktur produksi susu sapi perah terdiri atas UB (usaha

besar) dengan kepemilikan sapi lebih dari 100 ekor. UM (usaha menengah)

dengan kepemilikan sapi 30 – 100 ekor. UK (usaha kecil) dengan kepemilikan

sapi 10 – 30 ekor dan UR (usaha rakyat) dengan kepemilikan sapi 1 – 9 ekor. UR

pada umumnya merupakan anggota koperasi. UK berkembang di Sumatera Utara,

sedangkan UB dan UM berkembang di Pulau Jawa. Situasi kontribusi produksi

Page 61: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

36

peternakan sapi perah sekarang adalah US, UM, UK dan UR masing-masing 1, 5,

7, 90 persen. Selanjutnya kelompok US, UM, UK disebut sebagai pihak swasta

atau US.

Perkembangan usaha sapi perah di Indonesia ditunjukkan dari

perkembangan populasi sapi yang terus meningkat. Gambar 6 menunjukkan

bahwa sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 2010, populasi sapi perah

meningkat dari sekitar 52,000 ekor menjadi 488,448 ekor.

Gambar 6 juga menunjukkan bahwa peningkatan populasi yang terjadi

pada tahun 1997 diikuti dengan penurunan pada tahun 1998. Hal ini tidak

terlepas dari sifat komoditi ternak yang sangat liquid. Pada saat peternak

membutuhkan uang, maka dengan mudahnya ternak dijual. Apalagi pada saat

krisis ekonomi, harga daging sapi sangat menggairahkan. Namun sejak tahun

1999 usaha ternak sapi perah ini sudah kembali meningkat mendekati jumlah pada

tahun 1997 (Pradana, 2010)

Peningkatan jumlah populasi sapi perah ini tidak terlepas dari campur

tangan pemerintah dengan disediakannya paket kredit sapi perah yang disalurkan

lewat koperasi sapi perah maupun KUD yang mempunyai unit usaha sapi perah.

Namun program kredit sapi perah cenderung mengutamakan aspek pemerataan

dan kurang sekali mempertimbangkan efisiensi dan kesesuaian wilayah.

Akibatnya usaha sapi perah yang dirintis menghadapi banyak masalah dan pada

ahirnya terjadi kemacetan dalam pelunasan kredit (Erwidodo, 1993 dan Taryoto et

al., 1993).

Sumber: Statistik Peternakan, Ditjenak 1998 - 2011

Gambar 6. Perkembangan Populasi Sapi Tahun 1998 - 2010

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

19

69

19

71

19

73

19

75

19

77

19

79

19

81

19

83

19

85

19

87

19

89

19

91

19

93

19

95

19

97

19

99

20

01

20

03

20

05

20

07

20

09

populasi (ekor/head)

Page 62: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

37

Dalam usaha meningkatkan populasi sapi perah, pemerintah telah

mengimpor bibit unggul sapi perah dari New Zeland, Australia dan USA. Tahun

1979 sapi perah yang diimpor berjumlah 3,467 ekor, tahun 1982 meningkat

30,725 ekor. Tahun 1987 dan 1989 kembali dilakukan impor masing-masing

5,000 ekor dan 14,065 ekor. (CIC dalam Suhartini, 2001).

Kemudian untuk meningkatkan produktifitas peternak sapi, pemerintah

memprogramkan bantuan pengadaan satu juta ekor bibit sapi dalam lima tahun.

Program bantuan pengadaan satu juta ekor bibit sapi tersebut dilakukan melalui

mekanisme kredit usaha pembibitan sapi terpadu. Kebijakan ini tertuang dalam

Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 131/PMK.05/2009 Tentang

Kredit Usaha Pembibitan Sapi yang berlaku mulai 18 Agustus 2009.

Dalam Permenkeu tersebut dijelaskan bahwa Kredit Usaha Pembibitan

Sapi (KUPS), adalah kredit yang diberikan bank pelaksana kepada Pelaku Usaha

pembibitan sapi yang memperoleh subsidi bunga dari Pemerintah. Pelaku Usaha

pembibitan sapi yang dimaksudkan adalah perusahaan pembibitan, koperasi,

kelompok/gabungan kelompok peternak yang melakukan usaha pembibitan sapi.

KUPS untuk pelaku usaha yang berbentuk Perusahaan Pembibitan

diberikan selama 2 (dua) tahun sejak ditetapkannya Permenkeu Nomor

131/PMK.05/2009, dengan subsidi bunga sesuai dengan jangka waktu kredit

paling lama 6 (enam) tahun. KUPS untuk pelaku usaha yang berbentuk Koperasi

dan Kelompok/Gabungan Kelompok Peternak diberikan sampai dengan tahun

2014, dengan subsidi bunga berakhir paling lambat tahun 2020.

Tingkat bunga KUPS ditetapkan sebesar tingkat bunga pasar yang berlaku

untuk kredit sejenis, dengan ketentuan paling tinggi sebesar suku bunga

penjaminan simpanan pada Bank Umum yang ditetapkan oleh Lembaga Penjamin

Simpanan ditambah 6 persen. Sedangkan, beban bunga KUPS kepada Pelaku

Usaha ditetapkan sebesar 5 persen. Dengan demikian, selisih tingkat bunga KUPS

dengan beban bunga pada Pelaku Usaha merupakan subsidi Pemerintah.

Sementara itu, ketentuan penetapan tingkat bunga KUPS berlaku selama jangka

waktu kredit (Kementrian Keuangan, 2009)

Page 63: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

38

Usaha peternakan sapi perah masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa pada tahun 2010 lebih kurang 98.5

persen populasi sapi perah nasional berada di Pulau Jawa.

Tabel 4. Sebaran Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2006-2010 (Ekor)

Wilayah

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 Share 2010

(%)

Aceh 28 26 32 35 42 0.0085

Sumut 6,526 2,093 2,290 2,301 2,642 0.5408

Sumbar 608 688 768 826 857 0.1754

Riau 27 49 82 122 110 0.0225

Sumsel 188 109 59 51 86 0.0176

Bengkulu 128 189 599 688 783 0.1603

Lampung 198 230 263 221 140 0.0286

Babel 0 40 73 99 109 0.0223

DKI Jkt 3,343 3,685 3,355 2,920 3,238 0.6629

Jabar 97,367 103,489 111,250 117,337 120,475 24.664

Jateng 115,158 116,260 118,423 120,677 122,489 25.077

Yogya 7,231 5,811 5,652 5,495 3,466 0.709

Jatim 136,497 139,277 212,322 221,743 231,408 47.376

Banten 0 7 14 15 28 0.0057

Bali 70 105 126 134 127 0.0260

Kalbar 33 33 173 84 72 0.0147

Kalsel 133 135 124 96 112 0.0229

Kaltim 0 0 0 6 24 0.0049

Sulut 0 0 0 0 17 0.0034

Sulsel 1,398 1,784 1,919 1,826 2,198 0.4499

Gorontalo 0 12 17 17 21 0.0042

Sulbar 0 0 5 8 5 0.0010

Indonesia 369,008 374,069 457,577 474,701 488.448 100

Sumber: Statistik Peternakan, Ditjennak 2011

Page 64: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

39

Berkaitan dengan pengkonsentrasian usaha peternakan sapi perah tersebut,

Sutardi (1981) mengemukakan bahwa usaha peternakan sapi perah di Indonesia

terletak pada dua wilayah ekstrim yaitu (1) wilayah yang memiliki kondisi fisik

alam yang rendah akan tetapi memiliki kondisi sosial ekonomi yang tinggi dan (2)

wilayah dengan kondisi alam yang tinggi tetapi mempunyai kondisi sosial

ekonomi yang rendah. Pada dasarnya, tipe wilayah (1) merupakan dataran rendah

yang terletak disekitar kota besar dan bersuhu panas; dan tipe wilayah (2)

menggambarkan perdesaan yang terletak di dataran tinggi dan bersuhu sejuk.

Wilayah yang cocok untuk pengembangan usaha peternakan sapi perah di

Indonesia adalah daerah pegunungan dengan ketinggian minimum 800 meter di

atas permukaan laut.

4.2. Produksi Susu Nasional

Peternak sapi perah yang memproduksi susu menurut BPS (2009) terdiri

dari 12 perusahaan pembibitan, 341 perusahaan peternakan sapi perah skala

menengah dan besar serta 127.211 orang peternak rakyat. Peternak rakyat

tergabung dalam 95 koperasi sapi perah (KPS) dibawah naungan GKSI

(Gabungan Koperasi Susu Indonesia) sebagai koperasi sekundernya.

Peternak rakyat yang memelihara 2 sampai 4 ekor, menghasilkan produki

susu rata-rata 11 liter/ekor/hari. Sementara peternak skala menengah dan besar

yang memelihara lebih dari 50 ekor sampai 2.000 ekor, produktivitas susunya bisa

mencapai 25 liter/ekor/hari.

Secara nasional produksi susu yang 90% berasal dari peternakan rakyat,

perkembangannya berjalan lamban, bahkan cenderung berfluktuasi (Gambar 7).

Pada tahun 2007 ketika harga susu dunia rendah, produksi susu nasional turun.

Beberapa peternak tidak bisa menutupi biaya produksinya karena harga beli IPS

ikut turun, sehingga banyak yang bangkrut dan menjual sapi perahnya.

Peternak skala menengah dan besar yang memelihara diatas 50 ekor

jumlahnya tidak lebih dari 10%. Perusahaan peternakan besar umumnya

merupakan anak perusahaan dari IPS (industri pengolahan susu). Lokasi peternak

peternak rakyat anggota koperasi sapi perah dan peternak besar sebagian besar di

Page 65: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

40

daerah pegunungan yang dingin pada ketinggian diatas 700m diatas permukaan

laut.

Peternak skala menengah umumnya mengolah susu sendiri dalam bentuk

susu pasteurisasi dan menjual ke konsumen melalui pedagang loper. Umumnya

lokasi peternak skala menengah di pinggir kota, dekat dengan konsumen.

(Mulatsih dan Boediyana. 2010)

Sumber: Ditjenak (2011)

Gambar 7. Perkembangan Produksi Susu Nasional Tahun 1991-2010

Berfluktuasinya produksi susu nasional diantaranya disebabkan oleh

peningkatan populasi sapi perah yang ditempuh melalui impor sapi perah bibit,

pengembangan teknologi inseminasi buatan, dan kemudahan akses kredit yang

diberikan oleh pemerintah pada usaha peternakan sapi perah. Injeksi modal usaha

melalui kredit koperasi ini secara operasional memiliki kelemahan. Program sapi

perah cenderung mengutamakan aspek pemerataan dan kurang

mempertimbangkan efisiensi dan kesesuaian wilayah. Akibatnya usaha ternak

sapi perah menghadapi banyak masalah dan pada ahirnya terjadi kemacetan dalam

pelunasan kredit (Taryoto et al., 1993).

Produksi susu nasional yang cenderung meningkat ini, masih belum

mampu memenuhi kebutuhan konsumsi susu nasional. Lebih kurang 70 persen

konsumsi susu dipenuhi dari impor. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih

terbuka lebar peluang untuk pengembangan agribisnis persususan.

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

Produksi (ton)

Page 66: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

41

Kemampuan sapi perah dalam menghasilkan susu ditentukan oleh faktor

genetik, lingkungan, dan pemberian pakan. Faktor lingkungan yang

mempengaruhi produksi susu antara lain umur, musim beranak, masa kering,

masa kosong, besar sapi, manajemen pemeliharaan dan pakan. Suhartini (2001),

menyebutkan bahwa 30 persen kemampuan berproduksi sapi perah dipengaruhi

oleh kemampuan genetiknya, sementara 70 persen lainnya dipengaruhi oleh

keadaan lingkungan, tata laksana, iklim, penyakit, dan sebagainya. Tabel 5

menunjukkan bahwa, masing-masing genetik sapi perah menghasilkan produksi

susu yang berbeda-beda.

Tabel 5. Produksi Susu Berdasarkan Jenis Sapi

No Bangsa Sapi

Perah

Produksi Susu

(kg/tahun)

Persentase

Lemak Susu (%)

1 Ayshire 5000 4,0

2 Brown Swiss 5000 – 5500 4,0

3 Guernsey 4500 4,7

4 Fries Holland 5750 3,7

5 Jersey 4000 5,0

Sumber: Blakely dan Bade (1991)

Susu segar mempunyai sifat fisik yang spesifik. Susu segar merupakan komoditi

peternakan yang paling mudah rusak (perishable) dibandingkan dengan komoditi

peternakan lainnya. Selain itu, wujudnya yang berbentuk cair dan memakan

banyak tempat (voluminous) mengakibatkan penanganan pasca panen harus

dilakukan dengan penuh kehati-hatian (Departemen Pertanian dalam Karliyenna,

1990)

Beberapa kualifikasi teknis yang harus dipenuhi oleh susu segar terlebih

pada fungsinya sebagai input Industri Pengolahan Susu (IPS), adalah:

(1) Warna, bau, rasa, kekentalan: tidak ada perubahan

(2) Berat Jenis (BJ) pada suhu 27.50 sekurang-kurangnya 1.0280

(3) Kadar lemak (fat)

(4) Kadar bahan kering tanpa lemak (SNF) sekurang-kurangnya 8.0

persen

(5) Derajat asam: 4.5 – 70 SH

(6) Uji alkohol 70 persen: negatif

Page 67: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

42

(7) Uji didih: negatif

(8) Katalase setinggi-tingginya 3 cc

(9) Titik beku -0.5200 C sampai -0.560

0 C

(10) Angka refraksi 34.0

(11) Kadar protein sekurang-kurangnya 2.7 persen

(12) Angka reduktase dua sampai dengan lima jam, dan

(13) Jumlah kuman yang dapat dibiakkan tiap cc setinggi-tingginya tiga

Juta

Seluruh kriteria kualitas susu tersebut dirujuk berdasarkan standar SK

Direktorat Jenderal Peternakan No. 17/Kpts/DJP/Deptan/1983. Tidak semua

kriteria tersebut dapat diaplikasikan melalui serangkaian pengujian pada usaha

peternakan. Keterbatasan pengetahuan dan fasilitas menjadi sebuah kendala dalam

mengukur kualitas. Kualitas merupakan dasar penetapan harga susu segar sebagai

bahan baku industri. Berat (BJ) atau Total Solid (TS) dan kandungan lemak (fat)

merupakan kriteria yang digunakan oleh Industri Pengolahan Susu (IPS). Kriteria

penting lainnya adalah Total Plate Cone (TPC). Tabel 6 berikut ini menyajikan

standarisasi bahan baku susu menurut total kandungan bakteri (TPC) (Nurdin

dalam Amalia, 2008).

Tabel 6. Standarisasi Bahan Baku Susu Menurut Tolal Kandungan Bakteri (TPC)

pada Industri Pengolahan Susu (IPS)

Standar Total Kandungan Bakteri per cc

Grade I 1 – 500,000

Grade II 500,000 – 1,000,000

Grade III 1,000,000 – 3,000,000

Grade IV 3,000,000 – 5,000,000

Grade V 5,000,000 – 10,000,000

Grade VI 10,000,000 – 15,000,000

Grade VII 15,000,000 – 20,000,000

Grade VII > 20,000,000

Sumber: Nurdin dalam Amalia 2008

Page 68: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

43

4.3. Produksi Susu Sapi di Pulau Jawa

Berdasarkan catatan statistik Derektorat Jendral Peternakan tahun 2010,

tidak semua provinsi di Indonesia memiliki sapi perah, konsentrasi terbesar dari

populasi sapi perah terdapat di Pulau Jawa. Perkembangan populasi ternak yang

cukup besar tersebut didukung oleh keberadaan sarana dan prasarana yang

menunjang usaha ternak sapi perah seperti IPS, Balai Inseminasi Buatan,

lingkungan geografis dan para peternak yang telah lama bergelut dengan sapi

perah. Disamping itu, faktor positif yang menunjang perkembangan populasi sapi

perah di Pulau Jawa adalah karena di pulau ini merupakan sumber pasar yang

potensial untuk produksi susu dengan jumlah populasi penduduk yang lebih

banyak dibandingkan dengan daerah lain (Firman, 2007).

Produksi susu di Pulau Jawa memegang peranan penting dalam

menentukan total produksi susu nasional. Berdasarkan data statistik peternakan

2010, menunjukkan bahwa Pulau Jawa menyumbang 99,1 persen produksi susu

nasinal yaitu sebesar 919.495 ton dan sisanya 8.343 ton dari beberapa provinsi di

luar Pulau Jawa.

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, Statistik Peternakan 2011

Gambar 8. Produksi Susu di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan yogja

199 208 215 202 212 225 225255 262

80 83 78 71

131

7090 92 100

197236 238 240 244 249

312

462

528

5 6 7 9 11 7 7 5 50

100

200

300

400

500

600

Pro

du

ksi S

usu

(R

ibu

Lit

er)

Tahun

Jabar Jateng Jatim yogja

Page 69: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

44

Sumber: Direktorat Jendral Peternakan, Statistik Peternakan 2011

Gambar 9. Populasi sapi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogja

Gambar 8 dan 9 menunjukkan bahwa Jawa Timur merupakan sentra

penghasil susu terbesar di Indonesia. Sekitar 58.06 persen susu dari total produksi

susu Indonesia tahun 2010 dihasilkan oleh Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan

Statistik Peternakan 2010, jumlah sapi perah di Jawa Timur mencapai 232,001

ekor yang menghasilkan 528,100 ton susu segar, dan terus meningkat dengan rata-

rata pertumbuhan dari tahun 2002-2010 sebesar 14,07 persen, dengan sentra

utama di Kabupaten Malang dan Pasuruan.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu sentra peternakan sapi perah

terbesar di Indonesia setelah Jawa Timur. Berdasarkan Statistik Peternakan 2011,

jumlah sapi perah di Jawa Barat mencapai 124,792 ekor yang menghasilkan

262,177 ton susu segar, dan cenderung terus meningkat dengan rata-rata

pertumbuhan dari tahun 2002-2010 sebesar 3.67 persen. Sentra utama produksi

susu di Kabupaten Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten

Bandung dengan total share dari kedua kabupaten tersebut sebesar 49.22 persen

pada tahun 2009 (Ditjenak, 2010).

Provinsi Jawa Tengah merupakan sentra produksi susu ketiga setelah

Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat. Berdasarkan Statistik Peternakan 2011,

jumlah sapi perah di Jawa tengah mencapai 123,091 ekor yang menghasilkan

100,150 ton susu segar, dan fluktuatif dengan rata-rata pertumbuhan dari tahun

0

50

100

150

200

250

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

po

pu

lasi

sap

i (ri

bu

eko

r)

_JABAR _JATENG _JATIM _YOGJA

Page 70: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

45

2002-2010 sebesar 8,26 persen. Yang menjadi sentra utama produksi susu di

Kabupaten Jawa Tengah adalah Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Semarang

dengan total share dari kedua kabupaten tersebut sebesar 77.16 persen pada tahun

2010.

Produksi susu di Yogyakarta merupakan produksi terendah jika

dibandingkan dengan Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa tengah. Selain itu,

produksi susu di Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki trend yang cenderung

menurun. Antara tahun 2002 – 2010 produksi tertinggi terjadi pada tahun 2006

yaitu sebesar 11.06 ton. Sedangkan pada tahun 2007 terjadi penurunan yang

sangat drastis yaitu sebesar 6.99 ton hal ini diduga akibat adanya bencana alam

meletusnya Gunung Merapi dan gempa bumi. Selain itu, penurunan produksi juga

diduga akibat dari terjadinya krisis, sehingga usaha yang tidak mampu bertahan

mentup usahanya.

4.4. Perkembangan Konsumsi Susu Indonesia

Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat Indonesia dan peningkatan

jumlah populasi penduduk Indonesia merupakan dua faktor utama terjadinya

evolusi pola konsumsi rumah tangga di indonesia. Pergeseran konsumsi juga

terjadi di pos pengeluaran untuk bahan makanan. Rumah tangga cenderung untuk

mengalihkan sebagian alokasi pengeluaran untuk bahan makan pokok ke bahan

makanan lain yang mempunyai kadar kalori dan protein yang lebih tinggi seperti

ikan, telur, daging unggas, daging sapi, dan susu (Febiosa, 2005).

Konsumsi susu masyarakat di Indonesia didominasi oleh produk susu

olahan dibandingkan susu segar. Penyebab kondisi tersebut adalah: pertama,

kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap susu segar domestik; kedua,

jangkauan penyebaran susu segar terbatas karena sifatnya yang mudah rusak dan

terbatasnya akses terhadap cold storage; ketiga, keunggulan susu olahan yang

praktis dan relatif tahan lama apabila disimpan; dan keempat, harga susu segar

yang langsung disalurkan kepada konsumen relatif lebih mahal dibandingkan

dengan produk susu olahan. Faktor-faktor tersebut menyebabkan konsumsi susu

segar terbatas pada konsumen yang tinggal di daerah peternakan dan masyarakat

kota yang berpendapatan tinggi (Simatupang, et al., 1993).

Page 71: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

46

Secara nasional potensi permintaan produk susu sangat tinggi, dengan

populasi penduduk tertinggi kelima di dunia. Komposisi penduduk bayi dan

balita yang jumlahnya sekitar 21 juta jiwa, merupakan penggerak permintaan

produk susu. Konsep pemasaran yang dilakukan oleh 23 IPS, memberikan pilihan

yang lebih luas kepada konsumen untuk mengkonsumsi produk susu olahan.

Jika pada food standard Codex hanya dikenal 2 (dua) formula susu yaitu

infant formula dan adult formula, pada industri susu nasional juga terdapat susu

formula pertumbuhan. Demikian juga susu kental manis (Sweetened Condensed

milk), yang sebenarnya tidak memenuhi standar kualitas susu karena mengandung

laktosa 62,5-64,5% (Bylund dalam Mulatsih dan Boediyana, 2010), justru

memiliki segmen pasar paling luas karena banyak variasi penggunaannya (sebagai

campuran minum kopi, teh, membuat kue, pudding, es dan lain sebagainya).

Konsumsi susu perkapita meningkat dari 6,8 kg pada tahun 2005, menjadi

7,7 kg tahun 2008 dan 10,47 kg pada tahun 2010. Pertumbuhan konsumsi susu

yang mencapai 17%/th (33,8% selama periode 2008-2010) dan pertumbuhan

produksi susu segar dalam negeri yang hanya 5,21%, mendorong peningkatan

impor bahan baku susu (Mulatsih dan Boediyana, 2010)

4.5. Perkembangan Impor Susu di Indonesia

Rendahnya produksi susu segar dalam negeri berakibat mendorong

peningkatan impor bahan baku susu. Bahan baku susu impor merupakan produk

setengah jadi (intermediate products) yang telah di proses menjadi bentuk bubuk.

Varian bahan baku impor tersebut dijelaskan sebagai berikut:

1. Non Fat Dry Milk Powder (NFDM)

Non Fat Dry Milk Powder (NFDM) yang juga dikenal dengan sebutan

susu bubuk skim merupakan hasil dari proses pengeringan dan pasteurisasi

susu segar tanpa bahan tambahan (aditif) apapun. Bahan baku susu ini

mempunyai kadar lemak yang rendah (kurang dari satu persen) sehingga

baik untuk kesehatan. Mayoritas bahan baku susu yang di impor oleh IPS

adalah dalam bentuk NFDM karena secara luas digunakan sebagai

campuran untuk mereduksi kadar lemak susu segar yang diperoleh dari

para peternak sapi perah.

Page 72: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

47

2. Full Cream Milk Powder (FCMP)

Full Cream Milk Powder (FCMP) merupakan bahan baku susu yang

diproduksi melalui proses pasteurisasi. FCMP mempunyai kandungan

solid susu sekaligus lemak yang tinggi, yakni sebesar 20 persen dan baik

digunakan dalam pembuatan susu bayi formula.

3. Butter Milk Powder (BMP)

Butter Milk Powder (BMP) adalah bahan baku susu yang merupakan

produk sampingan dari pengolahan cream menjadi mentega (butter) yang

dikenal dengan proses churning.

4. Anhydrous Milk Fat (AMF)

Anhydrous Milk Fat (AMF) adalah kandungan lemak yang terdapat dalam

susu maupun krim yang dihasilkan dalam proses churning.

5. Lactose

lactose adalah komposit dari dua kandungan gula yang ada di dalam setiap

jenis susu yaitu glukosa dan galaktosa. Laktosa memberikan rasa manis

dan merupakan komponen yang menyumbangkan kalori sebesar 40 persen

pada susu segar.

Impor susu di indonesia secara langsung mulai dilakukan pada saat

Industri Pengolahan Susu (IPS) mulai dirintis di dekade 70-an. Gambar 10

menunjukkan impor susu Indonesia memiliki trend yang cenderung terus

meningkat. Meningkatnya trend impor susu memberikan kekhawatiran pada

pelaku internal industri persusuan prihal penyerapan produksi susu domestik.

Untuk mengatasi kekhawatiran ini pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri

pada tahun 1982. Kebijakan ini secara garis besar meregulasi penyerapan IPS

dengan instrumen rasio impor. IPS diharuskan untuk menyerap sejumlah susu

domestik sebelum melakukan impor sesuai dengan rasio yang ditetapkan oleh tim

koordinasi pengembangan persusuan nasional.

Krisis di tahun 1997 memberikan andil dalam perkembangan volume

impor susu Indonesia. Harga impor yang melonjak membuat IPS menurunkan

volume impor susu, berkaitan dengan hal tersebut pada tahun 1998 kebujakan

rasio impor di cabut. Langkah ini dilakukan dalam rangka memenuhi serangkain

persyaratan Letter of Intent (LoI) IMF dalam program recovery perekonomian

Page 73: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

48

Indonesia. Pencabutan tersebut memberikan peluang bagi IPS untuk

meningkatkan volume impor susu.

Sumber: COMTRADE (2010)

Keterangan: Hanya jenis milk powder, fat < 1,5 persen

Gambar 10. Perkembangan Impor Susu Indonesia Tahun 1989-2010

Sebagai negara yang bukan merupakan negara asal sapi perah, ekspor susu

Indonesia relatif kecil. Sebaliknya Indonesia menjadi net importir susu dan

produk turunannya, dengan trade balance yang negatif (Gambar 11). Defisit trade

balance tertinggi (US$ -741.578.000) terjadi pada tahun 2007, dimana harga susu

dunia meningkat. Tahun 2009, nilai defisit trade balance turun ke level US$ -

376,8, namun pada kwartal I tahun 2010 meningkat 114,4 persen dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya.

Sumber : Pusat Data Perdagangan, Kementerian Perdagangan dalam Mulatsih dan

Boediyana ( 2010)

Gambar 11. Trade Balance Komoditas Susu

020000000400000006000000080000000100000001200000014000000

19

89

19

90

19

91

19

92

19

93

19

94

19

95

19

96

19

97

19

98

19

99

20

00

20

01

20

02

20

03

20

04

20

05

20

06

20

07

20

08

20

09

20

10

impor susu (kg)

2005 2006 2007 2008 2009

trade balance -387,801 -438,862 -741,578 -569,159 -393,127

export 133,444 127,363 136,800 305,298 217,383

import -521,245 -566,225 -878,387 -974,457 -610,510

-1,200,000-1,000,000

-800,000-600,000-400,000-200,000

0200,000400,000

US

$ 0

00

Page 74: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

49

4.6. Harga Susu

Selama kurun waktu 1996-2009, harga susu dunia (skim milk powder)

berfluktuasi, terutama pada tiga tahun terakhir (periode 2007-2009) (Gambar 12).

Harga susu dunia naik 94% dari tahun 2006 ke tahun 2007, kemudian turun 24%

pada tahun 2008 dan turun kembali 31% pada tahun 2009.

Sumber: Understanding Dairy Market dalam Mulatsih dan Boediyana (2010)

Gambar 12. Harga Susu Internasional (Oceania Area)

Di dalam negeri harga susu dibedakan antara susu olahan siap minum yang

merupakan output dari IPS (industri pengolahan susu) dengan susu segar yang

merupakan output dari peternak. Berbeda dengan harga susu dunia, harga susu

bubuk olahan dan susu kental manis dalam negeri selama kurun waktu 2007-2010

selalu meningkat (Gambar 13). Selama kurun waktu 2007-2009, peningkatan

harga susu bubuk dan kental manis masing-masing 38,9% dan 14%.

Sumber: Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag dalam Mulatsih dan

Boediyana (2010)

Gambar 13. Harga Susu Olahan Dalam Negeri

1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

world price 1,92 1,73 1,44 1,31 1,87 2,04 1,38 1,76 2,01 2,22 2,21 4,29 3,27 2,25

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

US$

/to

n

18,000

25,000 27,000 26,8006,800

7,250 7,390 7,750

2007 2008 2009 2010

Milk Powder (400 gr) Sweetened Condensed Milk (395 gr)

Page 75: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

50

Harga susu segar di tingkat peternak (farm gate price) cenderung stabil

(Gambar 14). Selama periode 2007-2010 meskipun terjadi kenaikan harga

(8,2%), namun kenaikkannya jauh lebih rendah dari kenaikan harga susu bubuk

yang mencapai 38,9% pada periode yang sama, sehingga disparitas harga jual

susu segar oleh peternak dengan harga jual susu bubuk olahan oleh IPS semakin

besar (asumsi 1 kg susu bubuk setara dengan 8 liter susu cair).

Sumber: Fresh milk: Direktorat Pemasaran Domestik, Ditjen PPHP, 2009

Milk powder: Kemendag, 2010 dalam Mulatsih dan Boediyana (2010)

Gambar 14. Harga Susu Peternak, IPS dan Disparitas Harga

Sekitar 80% produksi susu peternak rakyat dijual ke IPS (sebagai single

market) melalui koperasi (Gambar 15). Harga beli koperasi dari peternak

mengikuti harga beli IPS dari koperasi. Harga beli IPS relatif stabil, meskipun

harga susu dunia serta harga susu bubuk dan susu kental manis dalam negeri juga

naik.

2007 2008 2009 2010

Milk powder 5,625 7,813 8,438 8,375

Fresh milk 2370 2876 2895 2973

Disparity 3,255 4,937 5,543 5,402

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

10,000

Rp

/ltr

e

Page 76: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

51

Sumber: Mulatsih dan Boediyana (2010)

Gambar 15. Saluran Pemasaran Susu

Struktur industri pengolahan susu terkonsentrasi pada lima IPS besar

(Nestle, Ultra Jaya, Frisian Flag, Indomilk, dan Sari Husada). Konsentrasi

industri tersebut, menguatkan posisi IPS dalam menetapkan harga beli susu

peternak dan harga jual susu olahan melalui kartel terselubung. Harga beli susu

yang ditetapkan IPS merupakan kesepakatan dengan koperasi untuk jangka waktu

beberapa bulan. Harga yang ditetapkan mendekati harga minimum pasar dunia.

Bila harga dunia sedang tinggi, IPS tidak akan menaikkan harga, namun

memberikan insentif dalam bentuk bonus. Ketika harga susu dunia turun, IPS

juga tidak menurunkan harga beli, namun dengan mencabut bonus.

Ketergantungan yang sangat tinggi terhadap IPS , menyebabkan peternak berada

pada posisi tawar yang lemah.

Koperasi yang menjual ke IPS skala kecil, memperoleh perlakuan yang

berbeda. IPS skala kecil (seperti Diamond), harga beli susu segar cenderung

mengikuti harga dunia. Bila harga dunia naik, harga beli lebih tinggi

10% Importir produk

susu olahan

Susu segar Peternak

Koperasi Primer (KUD) unit susu

IPS

Bahan baku susu

Pedagang perantara (retailer)

Konsumen akhir

Pedagang perantara (retailer)

Produk berbahan baku susu domestik

Produk berbahan baku

susu impor

Rp3300/lt 80%

Rp3800/lt

26% WMP US$4000/ton

setara Rp 4500/lt

Rp11000/lt

20% 80%

Pedet 10%

Rp8375/lt

Page 77: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

52

dibandingkan harga IPS besar, sebaliknya jika harga turun, harga beli lebih rendah

dari harga IPS besar, kadang-kadang sampai dibawah biaya produksi peternak.

Akibatnya peternak yang tergantung pada IPS skala kecil akan bangkrut bila

harga susu dunia turun. Harga yang diterima peternak merupakan harga beli

pokok ditambah dengan bonus kualitas susu (total plate count dan total solid).

Pada Gambar 15 ditunjukkan bahwa margin harga tingkat retailer dengan harga

peternak sebesar Rp 7.700,-. Margin harga tersebut dinikmati oleh IPS (paling

besar) dan retailer. Kerugian ditanggung oleh peternak dan konsumen. Peternak

rugi karena menerima harga murah, sementara konsumen rugi karena harus

membayar mahal.

Peternak tidak punya banyak pilihan dalam menjual susu segarnya selain

dari IPS, karena daya serap konsumen langsung (termasuk industri rumah tangga

yang memproduksi dodol susu, karamel, dan krupuk susu) hanya 5%. Pada harga

yang ditetapkan IPS, pendapatan peternak relatif kecil sehingga sangat rentan

terhadap penurunan harga. Jika terjadi penurunan harga, peternak langsung

merugi (mulatsih dan Boediyana, 2010)

4.7. Industri Pengolahan Susu

Susu segar dari peternak sebagian besar disalurkan ke Industri Pengolahan

Susu (IPS) melalui koperasi, hanya sebagian kecil disalurkan oleh peternak

langsung ke loper atau untuk kebutuhan industri rumah tangga. Dalam hal ini IPS

menjadi sangat penting dalam bisnis persusuan. Karena IPS hampir menyerupai

oligopsoni. Kendati demikian, dalam bisnis persusuan tidak dapat dipisahkan

antara sub sistem off farm I (pra poduksi), on farm (budidaya) dan off farm II

(pasca produksi dan pemasaran hasil subsistem pendukungnya). Gambar 16

merupakan pola agribisnis peternakan sapi perah rakyat.

Gambar 16 menjelaskan bahwa susu segar dari peternak akan ditampung

di koperasi, dalam hal ini koperasi berperan seabagai lembaga pengumpul dan

penyalur susu dari peternak. Setelah mendapat perlakuan khusus dari koperasi

susu dijual ke IPS. IPS merupakan industri yang mengolah bahan baku berupa

susu menjadi susu olahan dengan berbagai jenis. Industri pengolahan susu

meliputi usaha pembuatan susu bubuk, susu kental manis, susu asam, kepala

susu/krim susu termasuk pengawetannya seperti sterilisasi dan pasteurisasi.

Page 78: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

53

Sumber: GKSI 2007

Gambar 16. Pola Agribisnis Peternakan Sapi Perah

Jenis diversifikasi produk susu meliputi : susu cair (UHT, pasteurisasi),

susu bubuk, susu kental manis, keju, mentega, yoghurt, dan es krim. Susu segar

dan produk olahannya disajikan dalam Gambar 17.

Industri Pengolahan Susu (IPS) mempunyai peranan penting dan strategis

dalam upaya penyediaan dan pencukupan gizi masyarakat. IPS mempunyai

peluang besar dalam upaya penyediaan produk susu bagi penduduk Indonesia,

dimana menurut data Badan Pusat Statistik, tahun 2010 jumlah penduduk di

Indonesia mencapai 237 juta jiwa. Konsumsi susu rata-rata penduduk Indonesia

tahun 2009 baru mencapai 10,47 kg/kapita/tahun, masih jauh dibawah negara

ASEAN yaitu Philipina 20 kg/kapita/tahun, Malaysia 20 kg/kapita/tahun,

Thailand 20-25 kg/kapita/tahun, dan Singapura 32 kg/kapita/tahun (Departemen

Perindustrian 2009)

Industri pengolaha susu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok

yaitu: (1) kelompok industri hulu, kelompok industri ini menghasilkan susu segar.

(2) kelompok industri antara, produk yang dihasilkan pada kelompok ini adalah

susu pasteurisasi, susu UHT dan susu fermentasidan kelompok industri hilir.

(3) kelompok industri hilir, produk yang dihasilkan pada kelompok ini adalah

susu bubuk, susu kental manis, makanan bayi, keju, mentega, es krim dan

yoghurt.

Institusi off farm I on farm off farm II

Peternak

Koprasi/KUD

susu

IPS

Hijauan

Obat hewan

Konsentrat

penyuluhan

Dairy

Milk center

Milk process

Milk

Treatment

Pasar Industri

Pasar

Kelembagaan pendukung: perbankan, lembaga penelitian/SDM (PT asosiasi dsb)

Page 79: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

54

Sumber: Departemen Perindustrian 2009

Gambar 17. Pohon Industri Susu

4.8. Kebijakan Pemerintah Terhadap Komoditas Susu di Indonesia

Pengembangan susu segar dalam negeri (SSDN) dimulai sejak tahun 1978.

Pemasaran SSDN dibantu pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama Tiga

Menteri (SKB Menteri Perdagangan dan Koperasi, Menteri Perindustrian dan

Menteri Pertanian Nomor: 236/KPB/VII/82; No. 341/M/SK/7/1982; No.

521/Kpts/Un/7/1982 tanggal 21 Juli 1982), yang mengkaitkan impor susu dengan

kewajiban pembelian SSDN (Bukti Serap/BUSEP) melalui sistem Rasio Susu.

Kebijakan pembelian SSDN oleh IPS tersebut kemudian dimantapkan dengan

Instruksi Presiden Nomo 2 tahun 1985 tanggal 15 Januari 1985 tentang

Pembinaan dan Pengembangan Persusuan Nasional.

Tata niaga SSDN dengan sistim rasio yang diterapkan sampai tahun 1998,

berjalan dengan baik karena sistim ini sangat fleksibel dalam menghadapi

Susu Segar

Kepala Susu

Yoghurt

Susu Dadih/

Tahu Susu

Anhydrose

Milk Fat

Ice Cream

Keju

Susu

Pasteurisasi

Susu UHT

Susu Bubuk

- Full Milk Powder

- Susu Formula

Susu Kental

Manis

Whey

Mentega

Skim Milk

Powder

Page 80: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

55

perubahan produksi susu segar, impor bahan baku susu, rencana produksi IPS

maupun fluktuasi harga. Kebijakan tersebut mampu mengatur keseimbangan

antara impor bahan baku susu dan produksi SSDN, sehingga peternakan sapi

perah bisa berkembang sebagai asset nasional.

LOI-IMF yang mendesak penghapusan segala bentuk barrier (tariff

maupun non-tarif) dan subsidi, sejak 1 Februari 1998 diberlakukan Inpres No

4/1998 tentang pencabutan kewajiban IPS membeli SSDN dan penurunan tariff

impor bahan baku susu. Tarif impor bahan baku susu menjadi 5 persen, jauh

dibawah tariff rata-rata dunia yang nilainya masih sekitar 20 persen (UN

COMTRADE, 2008 dalam Mulatsih dan Boediyana. 2010).

Upaya pemerintah untuk menyelamatkan SSDN, tanpa melanggar LOI-

IMF, adalah dengan mengkampanyekan minum susu segar. Melalui Keputusan

Menteri Pertanian No. 2182/KPTS/PD.420/5/2009, tanggal 1 Juni dicanangkan

sebagai Hari Susu Nusantara, dengan Slogan “Hanya Susu Segar Untukku”.

Beberapa pemerintah daerah sentra produksi SSDN mencipkan captive market

untuk SSDN. Sebagai contoh, Pemda Sukabumi, Jawa Barat membuat program

“Gerimis Bagus” (gerakan minum susu bagi usia sekolah), dengan membagikan

susu pasteurisasi gratis kepada anak sekolah dasar (SD).

Kebijakan lainnya untuk mengefisienkan produksi SSDN, adalah

Peraturan Menteri Keuangan No. 131/PMK/05/ 2009, yang memberikan kredit

bersubsidi (suku bunga 5%) untuk pengadaan sapi perah bibit melalui program

KUPS (kredit usaha pembibitan sapi). Namun semua kebijakan yang ada belum

bisa menekan impor bahan baku susu yang semakin besar.

4.9. Kebijakan Negara Maju di Bidang Persusuan

Susu termasuk kedalam 35 sensitive products yang masih banyak diproteksi.

Horn et al, dalam Mulatsih dan Boediyana, 2010), mensinyalir tidak kurang dari

38 wilayah di AS dan EU yang tidak mematuhi kesepakatan WTO. Sebagai

contoh di EU mengenakan tariff impor susu antara 50 sampai 200% (Jean et al,

dalam Mulatsih dan Boediyana, 2010). Indonesia sejak recovery ekonomi tahun

1998, harus mematuhi LOI dengan IMF yang isinya antara lain penghapusan tariff

impor. Tariff impor produk susu saat ini hanya 5%. Akibatnya harga susu impor

Page 81: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

56

menjadi sangat kompetitif dibandingkan susu dari peternak local, dan mendorong

impor.

Menurut PSE-KP Litbang Departemen Pertanian (2009) dalam Feryanto

(2010) menyebutkan terdapat lima prilaku negara maju yang berupaya untuk

melindungi produksinya dan mengupayakan komoditasnya masuk ke pasar

negara-negara berkembang. Adapun kelima perilaku tersebut adalah: pertama,

menekan negara berkembang menurunkan tarif, sementara negara maju

melakukan non tariff barrier dengan sanitary phytosanitary (SPS), Non-Trade

Concerns (NTCs), lingkungan hidup, dan pandangan masyarakat. Kedua,

melakukan lobi dengan pemerintah negara-negara berkembang yang memiliki

kemampuan untuk memutuskan agar tercipta kerjasama bilateral untuk menembus

pasar negera berkembang. Ketiga, membagi negara-negara berkembang yang

sebelumnya bergabung ke dalam G20 dan G33, sehingga kekuatan negara

berkembang akan semakin lemah dan dengan demikian akan semakin mudah

untuk menembus pasar negara-negara berkembang yang rendah dari segi produksi

susu dan pemenuhan asupan nilai gizi. Keempat, negara-negara maju lebih

cenderung untuk menurunkan tarif impor minor dan mempertahankan tarif produk

utama. Kelima, negara maju ternyata memanfaatkan Multinational Corporation

(MNC) yang memiliki cabang-cabang di negara berkembang untuk mengakses

pasar negara berkembang tersebut.

Kebijakan yang diterapkan oleh negara maju untuk melindungi komoditas

susu dan produk turunannya adalah dengan menetapkan tarif bea masuk ataupun

non tarif yang berbentuk hambatan teknis. Menurut Litbang Departemen

Perdagangan (2009) dalam Feryanto (2010) negara-negara maju seperti Canada,

Amerika Serikat, dan Australi menerapkan kebijakan untuk memproteksi

komoditas susu dan turuannya dari serbuan produk sejenis dari negara lain.

Faktanya Amerika Serikat menerapkan tarif masuk sebesar 17.50 sampai 18.50

persen untuk produk susu dan turunannya, Canada menerapkan tarif bea masuk

sebesar tujuh persen, sedangkan Australia menetapkan zero tariff untuk komoditas

susu, namun menetapkan non tariff barrier dalam bentuk sanitary certificate, dan

manufacture certificate.

Page 82: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

57

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Analisis Daya saing Susu Domestik (Pendekatan Porter’s Diamond)

Pendekatan Porter’s Diamond digunakan untuk mengidentifikasi kondisi

faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing susu domestik sebagai bahan baku

produk susu olahan (bahan baku susu domestik).

5.1.1. Kondisi Faktor

5.1.1.1. Sumberdaya Alam

Kondisi sumberdaya alam yang mendukung peternakan sapi perah dalam

kajian ini adalah genetika, jumlah sapi, iklim dan lingkungan serta lahan. Dari sisi

genetik bangsa sapi perah yang digunakan di Indonesia ada 2 yaitu Frisian

Holstein (FH) dan persilangannya (sekitar 374 ribu ekor), Hissar dan Sahiwal

serta persilangannya dengan FH (sekitar 3 ribu ekor). Melalui intensifikasi

Inseminasi Buatan yang berlangsung lebih dari 5 generasi, maka persentase darah

FH sudah lebih dari 97 persen, sehingga sapi-sapi persilangan FH yang ada

sekarang lebih tepat disebut sapi FH. Sapi FH sangat unggul di negeri asalnya,

namun jika dipelihara di wilayah beriklim serta kondisi sosial budaya yang

berbeda maka keunggulan tersebut akan berbeda dalam hal susu yang

dihasilkannya (Diputra dan Priyanti 2010). Peternak sapi perah rakyat di

Indonesia rata-rata kurang memperhatikan silsilah keturunan sapi yang

dimilikinya. Tidak memiliki catatan yang rapi tentang silsilah sapinya, sehingga

sering terjadi perkawinan dengan kerabat dekat dan menghasilkan anak yang

kualitasnya kurang baik.

Sumber: Ditjennak 2011

Gambar 18. Jumlah Sapi Perah dan Produksi Susu Tahun 2007 – 2010

374,067 457,577 474,701 488,448 567,682 646,953 827,249 909,533

2007 2008 2009 2010

jumlah sapi (ekor) produksi susu (Ton)

Page 83: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

58

Gambar 18 menunjukkan bahwa jumlah sapi perah dari tahun ketahun

terus mengalami peningkatan. Persentase peningkatan jumlah sapi terbesar terjadi

pada tahun 2007 -2008 yaitu sebesar 22.32 persen. Sedangkan persentase

peningkatan jumlah sapi dari tahun 2008 -2010 terus mengalami penurunan yaitu

3.74 persen di tahun 2009 dan 2.90 persen di tahun 2010. Hal ini menunjukkan

bahwa secara kuantitas jumlah sapi perah terus mengalami peningkatan dari tahun

ketahun, namun persentase peningkatannya memiliki trend terus menurun.

Penurunan persentase penambahan jumlah sapi perah ini menunjukkan bahwa,

tidak ada gairah dari peternak untuk terus meningkatkan usahanya. Jika ini

berlangsung terus menerus ditahun-tahun mendatang, maka tidak hanya

persentase peningkatannya saja yang turun, tetapi jumlah sapinya pun akan turun.

Sedangkan produktivitas ternak sapi sangat rendah 8 – 12 liter/ekor/hari dibanding

luar negeri yang potensi produksinya bisa mencapai 20 liter/hari, dikarenakan

rendahnya kualitas dan kuantitas pakan ternak dan cara berternak yang kurang baik.

Faktor yang kedua adalah Iklim dan lingkungan. Dimana sentra produksi

susu di Pulau Jawa rata-rata memiliki agroklimat yang mendukung perkembangan

sapi perah, yaitu suhu yang sejuk, dataran tinggi, supply konsentrat yang cukup

(kualitas dan jumlahnya), serta air yang berlimpah (Luthan, 2011)

Faktor yang ketiga adalah lahan. Hampir di seluruh wilayah peternakan

sapi perah rakyat di Indonesia tidak ada sistem yang menjamin pengadaan sumber

pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun. Di beberapa tempat, tidak ada

sumber hijauan dan sistem yang memungkinkan pengiriman pakan tersebut dari

daerah lain. Seperti misalnya wilayah Kebon Pedes Bogor, wilayah ini terletak di

dataran rendah di tengah-tengah kota yang sangat padat penduduknya. Di wilayah

ini tidak tersedia lahan khusus untuk pakan hijauan. Sehingga kebutuhan pakan

hijauan dipenuhi dari membeli sisa hasil pertanian seperti pohon jagung. Selain

dari sisa hasil pertanian, pakan hijauan juga diperoleh dari sumber-sumber lain

seperti rumput lapang dan sampah sayuran yang ada di pasar-pasar tradisional.

Sedangkan di Pengalengan Bandung, karena wilayah ini jauh dari

perkotaan dan terletak di dataran tinggi dengan luas lahan yang cukup memadai,

maka pasokan pakan hijaun relatif lebih baik meskipun belum bisa dikatakan

mencukupi. Hanya sebagian kecil, yaitu sebanyak 26 persen peternak yang

Page 84: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

59

memiliki atau menguasai kebun rumput untuk penyediaan hijauan, selebihnya

yaitu sebesar 74 persen peternak sepenuhnya mengandalkan pemenuhan pakan

hijauan dari rumput lapang dan membeli hijauan dari sisa hasil pertanian (KPBS,

2008)

5.1.1.2. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor pendukung di sub

sektor peternakan. Berdasarkan hasil survey ke wilayah peternakan rakyat yang

ada di Kebon Pedes dan Pengalengan diperoleh hasil bahwa, tenaga kerja pada

kedua peternakan sapi perah rakyat tersebut rata-rata terdiri dari anggota keluarga

dengan tingkat pendidikan yang didominasi oleh jenjang Sekolah Dasar (SD) atau

lebih rendah (tidak lulus SD). Berdasarkan data sensus verifikasi keanggotaan dan

kepemilikan sapi perah Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS) tahun

2008, dengan jumlah peternak yang diverifikasi sebanyak 4.647 orang tercatat

bahwa sebanyak 82 persen dari total anggota hanya berpendidikan/berijazah SD

atau lebih rendah (tidak lulus SD), 17 persen lulus Sekolah Lanjutan Tingkat

Pertama (SLTP) dan lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sedangkan

sisanya lebih kurang sebesar 1 persen lulus Diploma dan Sarjana. Berdasarkan

pengelompokan umur menunjukkan bahwa 42 persen peternak berumur antara 20-

40 tahun dan 35 persen peternak beumur antara 41-60 tahun. Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa rata-rata umur peternak masih produktif.

Tenaga kerja wanita khususnya istri peternak memiliki andil yang besar

dalam kegiatan sapi perah, keterlibatan mereka dalam hal membantu pekerjaan di

kandang seperti kegiatan sanitasi dan pemberian pakan. Penggunaan tenaga di

luar anggota keluarga oleh peternak relatif sangat kecil. Keterlibatan tenaga luar

ini terutama dalam menangani pekerjaan fisik berat dan pekerjaan yang

memerlukan tenaga pengangkutan seperti pada kegiatan penyediaan

hijauan/menyabit rumput dan pengiriman/setor susu.

Rata-rata pengalaman beternak para peternak sudah cukup lama,

pengalaman ini bukan diperoleh dari pendidikan formal melainkan diperoleh dari

turun temurun keluarga. Jadi perilaku peternak untuk bisa beternak diperoleh dari

turun temurun.

Page 85: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

60

5.1.1.3. Sumber Daya Modal

Sumber daya modal merupaka sumber daya utama dalam usaha ternak sapi

perah. Besar kecilnya modal, akan berdampak pada kondisi skala usaha.

Erwidodo (1993) dan (Swastika et al., 2005) menyatakan bahwa peternakan sapi

perah di Indonesia umumnya merupakan usaha keluarga di perdesaan dalam skala

kecil, sedangkan usaha skala besar masih sangat terbatas dan umumnya

merupakan usaha sapi perah yang baru tumbuh. Komposisi peternak sapi perah

diperkirakan terdiri dari 80 persen peternak kecil dengan kepemilikan sapi perah

kurang dari empat ekor, 17 persen peternak dengan kepemilikan sapi perah empat

sampai tujuh ekor, dan tiga persen kepemilikan sapi perah lebih dari tujuh ekor.

5.1.2. Kondisi Permintaan

Delgado et al. (1999) memprediksi bahwa pada tahun 2020 rataan

konsumsi susu per kapita per tahun di Asia Tenggara sebesar 16 kg. Dengan

demikian, tersedia potensi pasar yang besar di Indonesia. Apabila dikaitkan

dengan hasil proyeksi menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia selama

lima belas tahun mendatang terus meningkat yaitu dari 233.5 juta pada tahun 2010

menjadi 273.2 juta pada tahun 2025. Disamping itu kecenderungan konsumsi susu

per kapita di masa mendatang terus meningkat (BPS, 2009).

Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan meningkatnya

pendapatan perkapita, permintaan akan produk susu pun terus meningkat.

Tingginya potensi permintaan akan produk susu merupakan kekuatan utama

industri persusuan Indonesia. kekuatan tersebut diprediksi akan meningkat secara

kontinyu dimasa yang akan datang seiring dengan meningkatnya pendapatan

perkapita masyarakat Indonesia. Febiosa (2005) menyatakan bahwa konsumsi

susu perkapita di Indonesia berpotensi untuk terus ditingkatkan karena produk

susu olahan bersifat elastis terhadap peningkatan pendapatan perkapita.

5.1.3. Industri Terkait dan Pendukung

Koperasi sebagai bagian terkait yang menghimpun peternak sapi perah

mempunyai peran yang sangat penting bagi pembangunan usaha peternakan sapi

perah. Koperasi sangat membantu peternak dalam penyediaan sarana dan

Page 86: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

61

prasarana produksi, khususnya pakan konsentrat, peralatan produksi, pelayanan

kesehatan ternak, serta mengumpulkan susu dari anggota, dan menjualnya kepada

IPS (industri pengolahan susu). Sebelum dijual ke IPS, susu yang ditampung oleh

koperasi didinginkan untuk mengurangi kerusakan selama perjalanan ke IPS. Susu

segar yang ditampung oleh koperasi terutama dijual kepada IPS. Selain dijual ke

Koperasi, ada juga susu dari peternak yang dijual kepada loper (pedagang

pengecer) susu dan ada juga yang langsung dijual ke industri rumah tangga.

Industri rumah tangga tersebut mengolah susu segar dari peternak menjadi susu

pasteurisasi, dodol susu, kerupuk susu, karamel susu dan sebagainya yang

kemudian hasil langsung dijual kepada konsmen lokal.

5.1.4. Strategi, Struktur dan Persaingan

Strategi utama yang dilakukan oleh usaha peternakan sapi perah adalah

bergabung dalam wadah koperasi peternak pada lingkup daeran dan GKSI pada

lingkup nasional. Hal ini dilakukan untuk menciptakan market power yang

diharapkan dapat mempengaruhi harga melalui proses pemasaran susu secara

kolektif.

Kondisi infrastruktur terutama jalan raya kurang mendukung industri

persusuan nasional. Wilayah-wilayah yang strategis untuk peternakan sapi perah

dengan sumberdaya alam yang mendukung biasanya terletak jauh di luar kota,

sehingga susu dari peternak yang disalurkan oleh koperasi butuh waktu beberapa

jam untuk sampai ke IPS. Meskipun koperasi sudah memberikan perlakuan

khusus terhadap susu segar dari peternak dengan proses pendinginan 2-3 derajat

celsius, namun karena buruknya infrastruktur jalan raya, dalam perjalanan dari

komperasi menuju IPS butuh waktu lama. Sehingga susu segar sering mengalami

kerusakan karena perkembangan mikro organisme.

Tingginya cemaran mikro organisme tersebut menyebabkan lemahnya

posisi tawar koperasi terhadap IPS. Sehingga IPS lebih memilih bahan baku susu

impor dibandingkan dengan susu segar dalam negeri. Akibat rendahnya harga

bahan baku susu impor maka, susu segar dari peternak rakyat tidak mampu

bersaing dengan bahan baku susu impor dalam hal kualitas dan harga.

Page 87: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

62

5.1.5. Pemerintah

Beberapa instrumen kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintah selama ini

adalah adanya (a) rasio impor bahan baku susu yang dikaitkan dengan keharusan

serap susu segar domestik, atau yang lebih dikenal dengan rasio BUSEP (Bukti

Serap), dan (b) penerapan tarif impor untuk bahan baku susu impor maupun

produk susu (susu bubuk, keju dan mentega). Namun, Sejak ditandatanganinya

kesepakatan antara Pemerintah RI dengan IMF pada bulan Januari 1998 tentang

penghapusan tataniaga SSDN, maka sejak saat itu sistem rasio BUSEP juga telah

dihapus.

Sejak bulan November tahun 2008, untuk mengatasi permasalahan

kurangnya supply susu serta tingginya harga susu di tingkat konsumen,

pemerintah memberikan insentif fiskal berupa penanggungan bea masuk atas

impor barang dan bahan oleh industri pengolahan susu (Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 145/PMK.011/2008). Hal tersebut juga diperparah dengan

dikeluarkannya kebijakan terbaru mengenai penghapusan tarif impor masuk dari

lima persen menjadi nol persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.

19/PMK.011/2009 pada bulan April dan efektif diberlakukan sejak 1 Juni 2009.

Kondisi ini menyebabkan harga susu impor (bubuk) jauh lebih murah hingga 15

persen dibandingkan susu lokal, sehingga semakin memperburuk kondisi

peternak sapi perah, karena tidak dapat bersaing dengan susu impor.

5.1.6. Kesempatan

Tingginya permintaan susu domestik, yang sebagian besar yaitu sebesar

70 persen masih tergantung pada impor, merupakan peluang dan kesempatan

untuk meningkatkan produksi susu domestik. Namun tanpa dukungan pemerintah

dalam bentuk subsidi, pinjaman atau yang lainnya, peluang dan kesempatan ini

sulit untuk dimanfaatkan mengingat kondisi peternak sapi perah rakyat sangat

kekurangan modal untuk meningkatkan skala usahanya.

Page 88: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

63

Gambar 19. Ringkasan Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya saing

Susu Domestik dengan Pendekatan Porter’s Diamond

Strategi, Struktur dan Persaingan

Industri Pendukung dan

Terkait

Kondisi Faktor Kondisi

permintaan

- Koperasi sangat membantu peternak dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi (+)

- IPS mengolah bahan baku susu menjadi susu olahan

dengan berbagai jenis

- Peningkatan produksi dan produktivitas bahan baku susu domestik

pasca penghapusan kebijakan rasio impor direspon dengan penurunan

penyerapan bahan baku susu domestik (-) - Kebijakan rasio impor meningkatkan preferensi IPS untuk melakukan

impor bahan baku(-)

Pemerintah

- Usaha peternakan sapi perah beraliansi untuk memasarkan bahan baku susu domestik dalam format

koperasi (GKSI) (+)

- Infrastruktur berupa jalan raya, tidak mendukung (-) - Spesifikasi bahan baku susu impor yang unggul dan

penghapuasan kebijakan rasio impor meningkatkan

preferensi IPS untuk melakukan impor bahan susu (-)

- Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha

perseorangan dan dengan kepemilikan sapi perah tiga sampai dengan empat ekor (-)

- Komposisi ketenagakerjaan didominasi pekerja

dengan tingkat pendidikan rendah (-)

- Teknologi konvensional (-)

- Peningkatan pendapatan per kapita masyarakat menggerakkan peningkatan derived demand bahan baku

susu domestik (+)

- Populasi penduduk yang besar meningkatkan derived demand bahan baku susu (+)

- Mayoritas IPS yang berasal dari investasi PMA tidak

ditujukan untuk mengutamakan penyerapan bahan baku susu domestik (-)

Kesempatan Tingginya impor lebih kurang 70

persen, merupakan peluang bagi peternak untuk meningkatkan

produksinya.

Page 89: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

64

5.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi

Indonesia

Hasil pengujian pada model data panel statis yaitu pooled least square

(PLS), fixed effect model (FEM), dan random effect model (REM) diperoleh hasil

bahwa metode yang dipilih adalah fixed effect model (FEM). Pengujian asumsi

dasar (multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi). Dilakukan untuk

memperoleh hasil estimasi yang BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Hasil

pengujian pada model terpilih ditemukan tidak terdapatnya multikolinearitas,

heteroskedastisitas dan autokorelasi (Lampiran 3 dan 4)

Tabel 7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu Sapi Indonesia

Variabel FEM

Koefisien Probabilitas

LNPRICEDOM 0.001995 0.9428

LNPCORN -0.050679 0.7360

LNCOW 0.468287 0.0000

C 0.214100 0.7362

R Squared 0.9935 -

Adj R-Squared 0.9922 -

Keterangan : Variabel tidak bebas = PROD

Pada Tabel 7, variable jumlah sapi perah (COW) berpengaruh signifikan

pada taraf nyata (α) 1 persen. Untuk variable harga susu sapi domestik

(PRICEDOM) dan variable harga jagung (PCORN) tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap produksi susu. Nilai R square pada model sebesar 0.9935

yang artinya variasi variabel jumlah produksi susu sapi (PROD) dijelaskan 99.35

persen oleh faktor-faktor penduga model (harga domestik, harga jagung dan

jumlah sapi) dan 0.65 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat

dalam model. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap jumlah produksi susu sapi

(PROD) di Indonesia adalah jumlah sapi perah (COW), sebesar 0.47 persen.

Koefisien variabel jumlah sapi perah (COW) sebesar 0.4682 yang

menunjukkan bahwa peningkatan jumlah sapi perah (COW) sebesar 1 persen

Page 90: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

65

akan meningkatkan jumlah produksi susu sapi domestik (PROD) sebesar 0.4682

persen. Sapi perah merupakan salah satu komponen dari produksi susu sapi,

sehingga kenaikan jumlah sapi akan meningkatkan produksi susu sapi.

Koefisien variabel harga susu sapi domestik (PRICEDOM) sebesar 0.0019

yang menunjukkan bahwa penurunan harga susu sapi domestik (PRICEDOM)

sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah produksi susu sapi domestik (PROD)

sebesar 0.0019 persen. Variabel harga susu tidak siknifikan berpengaruh terhadap

produksi susu, diduga disebabkan karena ketika sapi laktasi sudah ber produksi,

tidak dapat dihentikan tiba-tiba. Jadi meskipun harga susu sangat rendah, sapi

harus tetap di perah pada waktunya. Masa laktasi pada sapi lebih kurang 10 bulan

atau sekitar 305 hari. Sehingga dalam masa laktasinya ini produksi tidak dapat

dihenti/kan hingga masa keringnya.

Koefisien variabel harga jagung (PCORN) sebesar -0.5067 yang

menunjukkan bahwa kenaikan harga jagung (PCORN) sebesar 1 persen akan

menurunkan jumlah produksi susu sapi domestik (PROD) sebesar 0.5067

persen. Variabel harga jagung juga tidak signifikan mempengaruhi produksi susu,

hal ini diduga karena jagung hanyalah bagian kecil dari komponen konsentrat.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Intersep Per Provinsi (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa

Timur dan Yogyakarta) Crossid Effect

Jawa Barat 0.200611

Jawa Tengah -0.280641

Jawa Timur 0.099046

Yogyakarta -0.019016

Hasil perhitungan dari intersep untuk masing-masing Provinsi dapat dilihat

pada Tabel 8. Hasil tersebut merupakan hasil dari model fixed effect yang

didasarkan adanya perbedaan intersep antar provinsi yang dianalisis yaitu Provinsi

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta, namun intersepnya sama

antar waktu (time invariant). Sesuai dengan konsep data panel Model fixed effect

bahwa intersep akan berbeda-beda untuk setiap provinsi, koefisien determinan

tidak berubah. Adapun perbedaan intersep untuk masing-masing provinsi

Page 91: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

66

merupakan hasil penjumlah antara koefisien intersep pada model sebesar

0.214100 dengan koefisien pengaruh fixed effect yang diperlihatkan pada Tabel 8

setelah persamaan regresi. Misalkan, intersep untuk Provinsi Jawa Barat sebesar

0.214100 + 0.200611 = 0.41471; intersep untuk Provinsi Jawa Tengah sebesar

0.214100 -0.280641 = -0.0655; Intersep untuk Provinsi Jawa Timur sebesar

0.214100 + 0.099046=0.31315 dan intersep untuk Yogyakarta sebesar 0.214100-

0.019016 =0.19508, Pada Tabel 8 terlihat intersep sebagai pengaruh fixed effect

bervariasi negatif dan positif dimana nilai bervariasi dari -0,019016 sampai

dengan 0,280641. Sehingga intersep Provinsi yang dianalisis untuk model

produksi susu bervariasi dari -0.0655 sampai dengan 0.41471. Artinya, produksi

susu dikeempat Provinsi yang dianalisis mengalami penurunan dan peningkatan

yang bervariasi dari -6.55 persen dari total produksi susu sampai dengan

peningkatan sebesar 41.47 persen dari total produksi susu.

Page 92: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi daya saing susu

domestik melalui pendekatan Porter’s Diamond menghasilkan implikasi

penelitian bahwa kelemahan mendasar daya saing susu domestik terletak pada

kondisi faktor. Skala usaha yang tidak ekonomis dengan bentuk usaha

perseorangan dan rata-rata kepemilikan sapi perah sebanyak tiga sampai dengan

empat ekor, teknologi yang bersifat konvensional berkontribusi terhadap

rendahnya kapasitas produksi susu domestik. Sebaliknya, faktor yang diduga

berkontribusi besar terhadap kondisi daya saing adalah kondisi permintaan.

Permintaan akan susu domestik sebagai permintaan turunan atas produk susu

olahan distimulasi oleh peningkatan pendapatan perkapita masyarakat,

peningkatan populasi dan awareness akan manfaat susu.

Industri pendukung dan terkait melibatkan peranan koperasi dan IPS.

Sedangkan untuk kondisi strategi, struktur dan persaingan antara susu domestik

dan impor belum kondusif untuk meningkatkan daya saing susu domestik. Hal ini

dikarenakan harga susu impor lebih kompetitif dengan spesifikasi kualitas yang

lebih unggul. Ketergantungan pemasaran susu kepada IPS membuat bargaining

position GKSI representasi peternak sapi perah menjadi lemah dalam menetapkan

harga susu domestik

Intervensi pemerintah melaui penghapusan kebijakan rasio impor

memperburuk kondisi persusuan nasional. Tingginya nilai impor susu Indonesia

merupakan faktor kesempatan untuk meningkatkan produksi susu Indonesia.

Hasil analisis menggunakan metode panel menunjukkan bahwa variable

jumlah sapi perah (COW) berpengaruh signifikan pada taraf nyata (α) 1 persen.

Untuk variable harga susu sapi domestik (PRICEDOM) dan variable harga jagung

(PCORN) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap produksi susu. Nilai R

square pada model sebesar 0.9935 yang artinya variasi variabel jumlah produksi

susu sapi (PROD) dijelaskan 99.35 persen oleh faktor-faktor penduga model

(harga domestik, harga jagung dan jumlah sapi) dan 0.65 persen dijelaskan oleh

variabel lain yang tidak terdapat dalam model.

Page 93: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

68

6.2 Saran

Saran yang dapat direkomendasikan kepada pihak-pihak terkait dalam

rangka peningkatan daya saing susu domestik diantaranya adalah pemerintah

perlu memberikan dukungan nyata dalam rangka mengembangkan usaha

peternakan sapi perah. Upaya ini dapat ditempuh melalui kemudahan akses usaha

peternakan sapi perah terhadap kredit serta pendanaan bagi program penelitian

dan pengembangan susu domestik. Hal ini dikarenakan kondisi faktor seperti

skala usaha yang tidak ekonomis akibat kepemilikan sapi perah yang sedikit,

kemampuan sumberdaya manusia yang belum optimal, akses teknologi yang

minim, dan pengawasan kualitas produk yang kurang baik merupakan kelemahan

mendasar yang terjadi pada subsistem on farm industri persusuan nasional. Tujuan

utama peningkatan kapasitas produksi dan kualitas susu domestik merupakan

langkah prioritas yang perlu dilakukan dengan segera.

Page 94: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

69

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, S. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya saing dn

Impor Susu Indonesia [skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Harga Konsumen perdesaan kelompok

makanan. BPS Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka Tahun 2008. BPS Jawa

Barat, Bandung.

Blakely, J and D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan, edisi ke-4. Gajah Mada

University press. Yogyakarta.

Baltagi. 2005. Econometric Analysis of Panel Data. Third Edision. John Wiley

and Sons Ltd, Chichester.

Boediyana,T. 2007. Persusuan di Indonesi Pra dan Paska Liberalisasi. Dewan

Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia.

Jakarta.

Buxton B. M. 1985. Factors Affacting Milk Production. National Economics

Division, Economic Research Service, U.S. Department of Agriculture.

Agricultural Economic Report No. 527

[COMTRADE] Commodity Trade Statistics Database. 2010. Acces From world

Integrated Trade Solution (WITS)

Database.http://wits.worldbank.org/witsweb/default.aspx.

washington,Dc: World Bank.

Daryanto, A. 2007. ”Persusuan Indonesia Kondisi Permasalahan dan Arah

kebijakan”. http:/ariefdaryanto.wordpress.com/2007/09/23/persusuan-

indonesia-kondisi-permasalahan-dan-arah-kebijakan/.[2 Juni 2012]

___________. 2009. Dinamika Daya saing Industri Peternakan. IPB press, Bogor.

___________.2010.”Pentingnya Merevitalsasi Industri Susu”.

http://www.mb.ipb.ac.id/artikel/view/id/a57ab49750ca6de535a0dca2522

80ea9.html. [2 Juni 2012].

Departemen Perindustrian, 2009. Roadmap Industri Susu. Direktorat Jenderal

Industri Agro dan Kimia. Departemen Perindustrian. Jakarta.

Diputra, B.R.P. dan A. Priyanti. 2010. Technology of Forage Feed Supply

Sustainability to Support Dairy Farms in Indonesia.

http://www.deptan.go.id/pedum2012/PETERNAKAN. [31 Mei 2012].

Page 95: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

70

Direktorat Jenderal Peternakan. 1998 - 2011. Statistik Peternakan. Deptan,

Jakarta.

Du Toit J. P., G.F. Ortmann and S. Ramroop. 2010. Factors influencing the long-

term competitiveness of commercial milk producers: evidence from

panel data in East Griqualand, South Africa. Agrekon, Vol 49, No 1

Erwidodo. 1993. Kemungkinan Deregulasi Industri Persusuan di Indonesia.

Makalah Disampaikan Pada Seminar di Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor, tanggal

12 Juni 1993.

Falatehan, A. Faroby. 1998. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Perdagangan Udang Indonesia di Jepang [skripsi]. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Feryanto. 2010. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemrintah

Terhadap Komoditas Susu Sapi Lokal di Jawa Barat [tesis]. Sekolah

Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Firman, A. 2007. Manajemen Agribisnis Sapi Perah: Suatu Telaah Pustaka.

Fakultas Peternakan, Universitas Padjajaran, Bandung.

Gujarati D. 2006. Dasar-dasar ekonometrika. Jakarta: Erlangga.

Henderson, J. M. And R. E. Quant. 1980. Microeconomic Theory: A

Mathematical Approach. Third Edition, International Student Edition.

McGraw-Hill International Book Company, Tokyo.

Ilham. N. dan D. K. S. Swatika. 2001. Analisis Daya saing Susu Segar Dalam

Negeri Pasca Krisis Ekonomi dan Dampak Kebijakan Pemerintah

Terhadap Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Jurnal Agro

Ekonomi, 19(1):19-43.

Joesran dan Fathorrozi. 2003. Teori Ekonomi Mikro. Salemba Empat, Jakarta.

Karliyenna, L. 1990. Penawaran dan Permintaan Susu Segar di Jakarta, Bogor,

Tangerang, dan Bekasi Jawa Barat [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Koo, V.W. dan P.L. Kennedy. 2005. International Trade and Agriculture.

Blackwell Publishing, Massachusetts.

Koutsoyiannis, A. 1979. Modern Microeconomics. Second Edision. The

Macmillan Press Ltd. London.

Kementrian Keuangan 2009. Siaran Pers. Departemen keuangan Republik

Indonesia Biro Hubungan Masyarakat. Jakarta 31 Agustus 2009.

Page 96: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

71

Kementan, 2010. Dit. BudidayaTernak Ruminansia. Disampaikan pada Forum

Komunikasi Pengembangan Industri Pengolahan Susu Melalui

Pendekatan Klaster. Jakarta, Nopember 2010.

Lipsey, R.G., P.N. Courant, D.D. Purvis, dan P.O. Steiner. 1995. Pengantar

Mikroekonomi. J. Wasana dan Kirbrandoko. [penerjemah]. Binarupa

Aksara, Jakarta.

Luthan, F. 2011. Pedoman Teknis Pengembangan Budidaya Sapi Perah Pola

PMUK. Direktorat Budidaya Ternak Direktorat Jenderal Peternakan dan

Kesehatan Hewan 2012. Jakarta November 2011.

Miller, R. L., R. E. Meiners. Teori Ekonomi Mikro Intermediate. Raja Grafindo

Persada, Jakarta.

Mulatsih, S. dan T. Boediyana. 2010. Impacts of An FTA in Indonesia-EU

Export-Import (Cases for Milk). Institute of Globe Justice 2010.

National Competitiveness Council. 2006. ”Anual Competitiveness Report 2006”.

http://www.forfas.ie/ncc/reports/ncc_annual_06/index.html. [10 Agustus

2012]

Nurdin, A. 2006. Analisis Sumber-Sumber Pertumbuhan Produksi Susu Segar

Peternakan Sapi Perah di Indonesia [Tesis]. Sekolah Pascasarjana,

Universitas Indonesia, Depok.

Porter, M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The Free Press, New

York.

Pradana, M. N. 2010.Agribisnis Sapi Perah di Indonesia (Tinjauan Umum).

http://www.iasa-pusat.org/latest/agribisnis-sapi-perah-di-indonesia-

tinjauan-umum.html. [24 April 2012]

Priyanti, A dan Saptati, RA. 2009. Dampak Harga Susu Dunia Terhadap Harga

Susu dalam Negeri di Tingkat Peternak: Kasus Koperasi Peternak Sapi

Bandung Utara di Jawa Barat.

Qingbin Wang, Robert Parsons dan Guangxuan Zhang (2010). China’s dairy

markets: trends, disparities, and Implications for trade. China

Agricultural Economic Review.Vol. 2, No.3. pp 356-371.

Schmidt, G. H. L. D. Van Vleck dan M. F. Hutjuers. 1998. Principles of Dairy

Science. 2nd Edition. Prentice-Hall. Englewood Cliffs.

Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Haris Munandar. [penerjemah].

Erlangga, Jakarta.

Siregar, P. 2009. Analisis Dampak Penghapusan Tarif Impor Susu Terhadap

Daya saing Komoditi Susu Sapi Lokal (Studi Kasus: Peternak Anggota

Page 97: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

72

Simanjuntak, S. 1992. Analisis Daya saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah

Terhadap Perusahaan Kelapa sawit Indonesia [tesis]. Fakultas

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Simatupang P., E. Jamal, M.H. Torop dan C. Muslim. 1993.Agribisnis Komoditas

Peternakan. Monograph Series No.8. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi

Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Sudono, A. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Diktat Kuliah. Jurusan Ilmu

Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suhartini, S.H. 2001. Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Keragaan

Industri Persusuan di Indonesia [tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor, Bogor.

Sukirno, S. 2004. Pengantar Teori Mikro ekonomi. Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Sukirno, S. 2006. Makroekonomi. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Surifani, D. M. 2004. Permintaan Impor Kedelai Indonesia dari Amerika Serikat

dan Aliran Impor Kedelai Indonesia[skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanan. Departemen Ilmu Makanan

Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yusdja, Y. 2005. “Kebijakan Ekonomi Industri Agribisnis Sapi Perah di

Indonesia”. Analisis Kebijakan Pertanian, 3: 257-268.

Taryoto, A. H., B. Rachman, Sunarsih, Agustian dan P. Setiadi. 1993. Analisis

Perbandingan Kelembagaan pada Usahatani Susu Sapi Perah di Jawa

Barat dan Jawa Timur. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor.

Page 98: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

73

LAMPIRAN

Page 99: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

74

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 100: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

75

Lampiran 1. Kompilasi Data Penduga Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Susu di Indonesia Periode 2002-2010 (dalam Bentuk

Logaritma Natural)

LNPROD LNPDOM LNPCORN LNCOW

5.297782 7.135225 3.350054 10.75

5.31776 7.34628 3.33163 10.79

5.333105 7.557336 3.343409 10.83

5.305104 7.768391 3.360783 10.76

5.326108 7.979447 3.423082 10.81

5.352592 8.190502 3.497897 10.87

5.352592 8.401558 3.536053 10.95

5.407132 8.709465 3.571942 11.00

5.418595 8.729235 3.618571 11.06

4.903459 7.843849 3.166726 11.01

4.918586 6.940176 3.127753 11.08

4.893534 7.225415 3.12969 10.95

4.849376 7.510654 3.154424 10.97

5.116926 7.795893 3.231979 10.98

4.84769 8.081131 3.31492 10.99

4.953025 8.36637 3.409426 11.01

4.962663 8.758727 3.411451 11.03

5.000651 8.774468 3.467312 11.05

5.295475 7.939515 3.277151 11.11

5.372805 6.766187 3.126781 11.12

5.375962 7.053939 3.139879 11.12

5.380045 7.34169 3.16346 11.13

5.387923 7.629442 3.234517 11.15

5.396679 7.917194 3.320769 11.17

5.49453 8.204945 3.415808 11.59

5.664529 8.559486 3.389343 11.64

5.722716 8.631414 3.468347 11.68

3.724194 7.456107 3.276002 7.83

3.747955 7.581277 3.138934 8.13

3.860757 7.706448 3.128399 8.28

3.945074 7.831618 3.17667 8.34

4.043873 7.956788 3.229938 8.21

3.844726 8.081959 3.312177 7.99

3.850217 8.207129 3.374565 7.97

3.702258 8.371474 3.374198 7.94

3.698014 8.426612 3.45393 7.94

Sumber: Ditjen Peternakan, Badan Pusat Statistik, 2002-2010

Page 101: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

76

Lampiran 2. Hasil Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Susu di

Indonesia: Regresi Data Panel

Dependent Variable: LNPROD

Method: Panel EGLS (Cross-section SUR)

Date: 06/11/12 Time: 09:42

Sample: 2002 2010

Periods included: 9

Cross-sections included: 4

Total panel (balanced) observations: 36

Linear estimation after one-step weighting matrix

Cross-section SUR (PCSE) standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LNPDOM 0.001995 0.027580 0.072331 0.9428

LNPCORN -0.050679 0.148877 -0.340409 0.7360

LNCOW 0.468287 0.068349 6.851366 0.0000

C 0.214100 0.629493 0.340115 0.7362 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.993591 Mean dependent var 124.0969

Adjusted R-squared 0.992265 S.D. dependent var 88.61025

S.E. of regression 1.040122 Sum squared resid 31.37375

F-statistic 749.3577 Durbin-Watson stat 2.011355

Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.990840 Mean dependent var 4.890678

Sum squared resid 0.140468 Durbin-Watson stat 2.111002

Lampiran 3. Uji Multikolinearitas

LNPROD LNPDOM LNPCORN LNCOW

LNPROD 1.000000 0.000562 0.272800 0.957963

LNPDOM 0.000562 1.000000 0.795633 -0.009181

LNPCORN 0.272800 0.795633 1.000000 0.172051

LNCOW 0.957963 -0.009181 0.172051 1.000000

Page 102: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

77

Lampiran 4. Uji Heteroskedastisitas

-.12

-.08

-.04

.00

.04

.08

.12

.16

.20

5 10 15 20 25 30 35

LNPROD Residuals

Page 103: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

78

Halaman ini sengaja dikosongkan

Page 104: ANALISIS DAYA SAING DAN FAKTOR FAKTOR YANG … · Izzah Aisyah Yulis (2003), Muhammad Jundi Khilafah Yulis (2005), dan Najmah Mujahidah Yulis (2007). Pada tahun 2008 penulis mendapat

Halaman ini sengaja dikosongkan