ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …
Transcript of ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN …
ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG,
DAN STABILITAS KEUANGAN TERHADAP EKSES
LIKUIDITAS BANK UMUM
TAHUN 2011-2015
JURNAL ILMIAH
Disusun oleh :
Anggara Putra Herdian Wibisono
125020102111003
JURUSAN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
LEMBAR PENGESAHAN PENULISAN ARTIKEL JURNAL
Artikel Jurnal dengan judul :
Analisis Dampak Kinerja Bank, Pasar Uang, dan Stabilitas Keuangan
Terhadap Ekses Likuiditas Bank Umum Tahun 2011-2015
Yang disusun oleh :
Nama : Anggara Putra Herdian Wibisono
NIM : 125020102111003
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Jurusan : S1 Ilmu Ekonomi
Bahwa artikel Jurnal tersebut dibuat sebagai persyaratan ujian skripsi yang
dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 18 Mei 2017.
Malang, 8 Juni 2017
Dosen Pembimbing,
Setyo Tri Wahyudi, SE., M.Ec., Ph.D
NIP. 19810702 200501 1002
1
ANALISIS DAMPAK KINERJA BANK, PASAR UANG, DAN STABILITAS KEUANGAN
TERHADAP EKSES LIKUIDITAS BANK UMUM TAHUN 2011-2015
Anggara Putra Herdian Wibisono
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kinerja bank, pasar uang, dan stabilitas sistem
keuangan terhadap ekses likuiditas. Faktor kinerja bank diwakili oleh variabel Loan to Funding
Ratio, Capital Adecuay Ratio, serta Non Performing Loan sedangkan pasar uang dijelaskan melalui
suku bunga PUAB dan Stabilitas Sistem Keuangan dengan Finansial Stability Index. Sampel
penelitian ini adalah bank umum yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2011-2015. Dengan
menggunakan metode data panel penelitian ini menemukan bahwa suku bunga PUAB berpengaruh
positif dan signifikan terhadap ekses likuiditas sedangkan variabel stabilitas sistem keuangan
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ekses likuiditas. Sementara variabel-variabel kinerja
bank LFR CAR serta NPL tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas Bank Umum.
Kata kunci: Ekses likuiditas, Loan to Funding Rasio, Car, NPL, PUAB, FSI.
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of bank performance, money market, and financial system
stability on excess liquidity. Bank performance factors are represented by Loan to Funding Ratio,
Capital Adecuay Ratio, and Non Performing Loan variables while the money market is explained
through the Interbank Money Market and Financial System Stability with Financial Stability Index.
The sample of this study are commercial banks listed on the Indonesian stock exchange in 2011-
2015. By using data panel method this research found that PUAB interest rate have positive and
significant effect to excess liquidity while financial system stability variable have negative and
significant effect to excess liquidity. While the performance variables of banks LFR CAR and NPL
did not affect the excess liquidity of commercial banks.
Keywords: Excess liquidity, Loan to Funding Ratio, Car, NPL, PUAB, FSI.
A. PENDAHULUAN
Likuiditas perbankan dalam perekonomian diibaratkan sebagai air yang dibutuhkan dalam proses
irigasi pada sebuah ladang. Ladang memerlukan jumlah air yang cukup untuk memperoleh hasil
panen yang maksimum dan sesuai harapan. Sama halnya dengan proses irigasi, kelebihan suplai air
atau kurangnya suplai air akan menghasilkan panen yang berbeda. Demikian pula, pemerintah
mengatur jumlah likuiditas perbankan agar sesuai dan memadai untuk produktivitas sektor riil.
Seperti halnya proses irigasi, suplai likuiditas yang terlalu tinggi atau terlalu rendah daripada
yang dibutuhkan dapat menyebabkan bencana dalam perekonomian. Dengan demikian kesesuaian
jumlah likuiditas dengan kebutuhan merupakan hal yang sangat penting sebagai upaya efisiensi
dalam perekonomian. Memastikan keseimbangan likuiditas dalam perekonomian merupakan cara
terbaik untuk menstabilkan sektor keuangan. Jika injeksi likuiditas terhadap perekonomian
khususnya sektor riil tidak maksimal maka hal ini bisa menjadi sebuah indikasi terjadinya ekses
likuiditas yang dialami perbankan. Ekses likuiditas perbankan adalah suatu kondisi di mana
tingginya dana pihak ketiga yang berhasil dihimpun tidak diiringi dengan penyaluran dana yang
sesuai. Sehingga dana yang terhimpun jauh lebih tinggi daripada penyalurannya. Hal ini
mengakibatkan perbankan memiliki jumlah likuiditas (reserve) dalam bentuk likuiditas yang
berlebihan.
2
Kelebihan likuiditas perbankan yang presisten dan terjadi secara terus menerus bisa
menimbulkan beberapa dampak buruk misalnya melemahkan kebijakan moneter dalam
mengendalikan inflasi selain itu jumlah ekses likuiditas yang terlampau tinggi merupakan sebuah
ancaman bagi perekonomian nasional khususnya berkaitan dengan stabilitas harga. Likuiditas yang
tinggi juga bisa menunjukkan indikasi bahwa perbankan tidak efisien dalam melakukan pengelolaan
asetnya. Misalnya jumlah kredit yang tidak sesuai target.
Perilaku pengelolaan aset dan liabilitas perbankan di Indonesia saat ini mengindikasikan adanya
likuiditas yang cukup banyak (surplus liquidity). Kelebihan ini diserap oleh bank sentral melalui
kebijakan moneter dengan pendekatan pasar atau non pasar. Pendekatan pasar dilakukan melalui
operasi moneter yang melibatkan transaksi antara bank sentral dengan perbankan yang bertujuan
untuk menarik atau melonggarkan likuiditas di pasar, melalui transaksi surat berharga pemerintah
ataupun Surat Berharga Bank Indonesia untuk mencegah dampak buruk ekses likuiditas. Ada
beberapa opsi penempatan Ekses likuiditas menurut Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Opsi yang paling diminati perbankan dalam menempatkan kelebihan likuiditas adalah
Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Fasilitas Simpanan Bank Indonesia (FASBI), atau bisa juga Surat
Utang Negara (SUN). Salah satu tujuan pemilihan penempatan dana tersebut adalah keuntungan.
Karena dari sejumlah dana yang ditempatkan di bank Indonesia misalnya SBI dan FASBI bank akan
memperoleh sejumlah bunga tertentu yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan data
yang dihimpun dari Otoritas Jasa Keuangan, SBI merupakan penempatan ekses likuiditas yang
sering digunakan bagi perbankan.
Gambar 1 :Ekses Likuiditas Berdasarkan Jenis Bank tahun 2013-2015
Grafik di atas menjelaskan ekses likuiditas berdasarkan Jenis bank selama periode Januari 2013
sampai dengan September 2015. Dapat disimpulkan bahwa jumlah ekses likuiditas yang dialami
perbankan di Indonesia tertinggi disumbang oleh bank Swasta Nasional Devisa, diposisi kedua bank
Persero sedangkan kelompok perbankan lain seperti bank swasta nasional non devisa, bank
campuran dan bank asing memiliki ekses likuiditas yang rendah yang berada di bawah kisaran 50
Milyar. Tingginya ekses likuiditas yang dialami oleh bank swasta nasional devisa dan bank Persero
seiring dengan jumlah aset yang dimiliki. Jumlah aset yang tinggi dan tidak diiringi pengelolaan
seperti penyaluran kredit, upaya pemenuhan modal minimum dan tingginya kredit gagal yang baik
membuat perbankan tidak efisien dan mengalami ekses likuiditas.
Ekses likuiditas perbankan Indonesia tidak terlepas dari faktor pengelolaan aset meliputi
penghimpunan dana dan penyaluran dana. Menurut data yang dihimpun dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) fenomena ekses likuiditas pada perbankan di Indonesia terjadi secara terus menerus. Hal ini
terjadi karena meningkatnya penghimpunan DPK namun tidak diiringi dengan penyaluran kredit
yang sesuai. Akibatnya perbankan memiliki kelebihan likuiditas yang selanjutnya diserap oleh Bank
Indonesia.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahu dampak kinerja
bank ditinjau dari aspek LFR, CAR dan NPL serta pasar uang, dan stabilitas sistem
keuangan terhadap ekses likuiditas Bank umum di Indonesia.
-
50.000
100.000
150.000
200.000
Ekse
s Li
kuid
itas Ekses BUSN
Ekses Persero
Ekses Bank Asing*
Ekses BUSN non devisa
Ekses Bank Campuran*
3
B. TINJAUAN PUSTAKA
Liquidity Preference Keynes
Teori uang Keynes merupakan bagian dari buku General Theory of Employment, Interest, and
Money 1923. Teori permintaan uang Keynes bisa dikatakan mengadopsi teori dari Cambridge,
namun ada perbedaan yang mencolok dengan teori moneter klasik. Perbedaan utama teori moneter
klasik dan keynes adalah pada penekanan fungsi uang yang lain, bukan hanya sebagai means of
exchange saja selain itu juga sebagai store of value. Teori ini selanjutnya dikenal dengan nama
Liquidity Preference.Menurut Keynes ada tiga motif individu atau perusahaan memegang kas yaitu
motif transaksi, motif berjaga, jaga dan motif spekulasi. Perbankan akan memgang kas berlabih
untuk melancarkan transaksi yang diperlukan, sementara mereka juga perlu memegang kas berlebih
untuk berjaga-jaga jika ada kondisi seperti krisis yang mendadak dan tidak bisa diprediksi,
sementara di sisi lain motif memegang uang karena adanya spekulasi suku bunga di masa yang akan
datang.
Sumber Dana dan Alokasi dana Bank
Sumber dana bank adalah usaha bank untuk menghimpun dana (funding) dari masyarakat.
Perolehan dana tergantung dari perbankan itu sendiri, apakah dari simpanan masyarakat atau dari
lembaga lainnya. Kemudian untuk membiayai operasinya, dana dapat pula diperoleh dari modal
sendiri, yaitu dengan mengeluarkan atau menjual saham. Perolehan dana disesuaikan dengan tujuan
penggunaan dana tersebut. Pemilihan sumber dana akan menentukan besar kecilnya biaya yang
ditanggung dan harus dilakukan secara tepat (Kasmir, 2012). Menurut Sinungan (1999) dana-dana yang digunakan sebagai alat operasional bank dapat
dikelompokkan menurut sumbernya ada tiga sumber utama penghimpunan dana oleh perbankan. Dana Pihak Kesatu, adalah dana dan modal sendiri yang berasal dari para pemegang saham. Dana
Pihak Kedua, adalah dana yang berupa pinjaman dari pihak luar dan terdiri dari, Pinjaman dari bank
lain dalam negeri, yang dikenal dengan pinjaman antar bank (interbank call money). Dana pihak
ketiga adalah dana berupa simpanan dari pihak masyarakat baik perorangan maupun badan usaha,
yang diperoleh bank dengan menggunakan berbagai instrumen produk simpanan yang dimiliki oleh
bank. Dana masyarakat merupakan dana terbesar yang dimiliki oleh perbankan dan hal ini sesuai
dengan fungsi utama bank yaitu menghimpun dana dari pihak – pihak yang kelebihan dana di
masyarakat. Dana bank yang terkumpul akan dialokasikan baik dengan prinsip prioritas yaitu
pemenuhan primary dan secondary reserve dan berdasar sifat aktiva misalnya kredit yang diberikan,
surat berharga, penyertaan, dll.
Kinerja Bank dan Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan penyediaan alat-alat likuid yang mudah diuangkan guna memenuhi
semua kewajiban yang segera harus dibayar. Dalam pemenuhan kebutuhan likuiditas bank, maka
suatu bank dapat dikatakan likuid apabila Memiliki sejumlah likuiditas sama dengan jumlah
likuiditasnya
Adapun menurut sumbernya, suatu bank dapat memperoleh alat-alat likuid yang diperlukan
tersebut di atas dapat diperoleh dari berbagai sumber misalnya didapat dari Aset bank yang akan
segera jatuh tempo. Kredit pinjaman kepada debitur atau cicilan pinjaman yang akan jatuh tempo
dapat dianggap sebagai sumber likuiditas.
Selain Kredit yang dipinjamkan, Pasar uang adalah sumber likuiditas bank. Namun harus diakui
bahwa tidak setiap bank mempunyai kemampuan untuk masuk ke pasar uang. Hal ini sangat
dipengaruh oleh besarnya suatu bank dan persepsi pasar uang atas Credit Worthines bank tersebut.
Opsi lain adalah Cadangan likuiditas. Khususnya bank yang tidak dapat segera memperoleh dana
pada saat diperlukan, bank tersebut biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas
biasanya dibentuk dengan memelihara saldo kas dan Giro BI pada batas maksimal yang
diperbolehkan. Atau bisa juga dengan sumber dana yang sifatnya Last Resort. Salah satu sumber
dana yang sifatnya Last Resort, yang umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line
of credit dari bank lain.
4
Likuiditas Bank Precautionary dan Involuntary
Likuiditas precautionary dalam penelitian tersebut didefinisikan sebagai rasio dana bank yang
ditempatkan dalam surat berharga bank sentral (ekses likuiditas) terhadap dana pihak ketiga.
Sedangkan likuiditas involuntary diperoleh dari residual hasil estimasi likuiditas precautionary.
Selanjutnya Likuiditas precautionary merupakan rasio dari gabungan kas (CASH), kewajiban giro
wajib minimum/reserve requirement (RR). Sedangkan Likuiditas involuntary merupakan rasio
antara gabungan surat berharga yang siap dijual dalam bentuk sekuritas di bank sentral (CBSEC),
penanaman dalam surat berharga pemerintah (GSEC) dan surat berharga lain (OSEC) dibandingkan
dengan total aset (TA). Penempatan sekuritas di Bank Sentral dapat berbentuk sertifikat Bank
Indonesia, term deposit, dan standing facility Bank Indonesia. Sebagian bank beranggapan rasio aset
likuid involuntary berkisar 15-18% sudah merupakan batasan waspada (Bataludhin 2014)
Ekses Likuiditas dan faktor yang mempengaruhinya
Di dalam Penelitian Vodová (2011) menjelaskan determinan likuiditas. Determinan yang
mempengaruhi peningkatan likuiditas bisa berasal dari berbagai sumber dan penyebab. Di inggris,
dengan membedakan antara variabel perbankan dan variabel makroekonomi dapat disimpulkan
bahwa bank memilih mengurangi jumlah likuiditas dikarenakan adanya perang bank sentral sebagai
Lender of Last Resort yang menjamin memberikan bantuan likuiditas bagi yang membutuhkan,
Margin bunga sebagai biaya memegang aset likuid, keuntungan perbankan, pertumbuhan kredit,
produk domestik bruto, suku bunga jangka pendek.
Sementara itu di negara berkembang peningkatan jumlah likuiditas perbankan dipengaruhi
oleh perilaku perbankan itu sendiri seperti besarnya perbankan yang ditunjukkan oleh total aset,
rasio antara modal dan total aset, aset prudential, Pangsa pasar yang ditunjukkan dari suku bunga
kredit, dan variabel makroekonomi seperti share produk domestik bruto serta inflasi. sementara
krisis akan mengurangi likuiditas perbankan. di negara berkembang, kurs yang fluktuatif juga akan
membuat perbankan semakin likuid.
Penelitian lain dengan melihat adanya suku bunga yang berdampak pada perilaku
perbankan Eropa dalam pengambilan risiko. Likuiditas di perbankan Eropa akan meningkat
dikarenakan Perilaku perbankan yang beraktivitas di dalam pasar uang, naiknya bunga pasar uang
antar bank, dan peningkatan total aset perbankan. Sedangkan likuiditas perbankan Eropa akan
mengalami penurunan karena adanya perubahan suku bunga yang diterpakan bank sentral dan
perilaku pengambilan risiko seperti rasio kredit yang diberikan terhadap total aset, maupun rasio
non performing loan terhadap pendapatan bunga.
Investigasi yang lain mengenai likuiditas perbankan dan determinannya menemukan
bahwa peningkatan likuiditas diakibatkan adanya situasi makro ekonomi mengalami keadaan buruk
sehingga perbankan dengan sekala kecil berakseptasi adanya penarikan dana atau permintaan kas
nasabah. Sedangkan berkurangnya likuiditas dipengaruhi oleh rasio kas dan simpanan atau
menunjukkan adanya penarikan dana oleh nasabah, dan suku bunga antar bank yang mencerminkan
biaya memegang likuiditas.
Sementara itu studi mengenai determinan likuiditas bank milik pemerintah yang ada di
Jerman yang berfokus pada faktor makroekonomi dan karakteristik dari perbankan itu sendiri,
menemukan bahwa peningkatan likuiditas bank yang ada di Jerman dikarenakan tergantung dari
jumlah likuiditas yang dimiliki sebelumnya, dan penetapan kuota simpanan oleh pihak ketiga. Dan
likuiditas bank di Jerman akan semakin berkurang saat ada peningkatan suku bunga sebagai
kebijakan moneter ketat, jumlah pengangguran karena akan mempengaruhi permintaan kredit.
Terlepas dari faktor makroekonomi dan perbankan. Pendekatan yang paling unik adalah berfokus
pada stabilitas politik. Faktor stabilitas politik seperti tingkat output ekonomi, suku bunga diskonto,
depresiasi kurs di pasar gelap, dan pertikaian politik meningkatkan likuiditas perbankan. sementara
rasio kas terhadap simpanan, dan reformasi ekonomi akan mengurangi jumlah likuiditas.
Kebijakan Moneter dalam Mengatur Ekses Likuiditas
5
Untuk mengatur likuiditas, maka Bank Indonesia melakukan Operasi Pasar Terbuka (OPT).
OPT adalah kegiatan transaksi di pasar uang dalam rangka Operasi Moneter yang dilakukan oleh
Bank Indonesia dengan Peserta Operasi Moneter. Operasi Pasar Terbuka dilakukan untuk mencapai
target suku bunga PUAB O/N sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. OPT terdiri dari 2
jenis, yaitu OPT Absorpsi yang dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari
indikator suku bunga di PUAB diperkirakan mengalami kelebihan likuiditas, yang diantaranya
diindikasikan melalui penurunan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam
OPT absorpsi ini adalah (i) Penerbitan SBI dan SBIS, (ii) Penerbitan SDBI (iii)Transaksi Reverse
Repo SBN, (iv) Transaksi Penjualan SBN secara outright, (v) Penempatan berjangka (Term Deposit)
dalam rupiah di Bank Indonesia dan (vi) Jual Valuta Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot,
forward atau swap). Peserta pada OPT Absorpsi adalah bank dan/atau lembaga perantara yang
melakukan transaksi untuk kepentingan bank.
OPT injeksi dilakukan apabila dari perkiraan perhitungan likuiditas maupun dari indikator suku
bunga di PUAB diperkirakan mengalami kekurangan likuiditas, yang diantaranya diindikasikan
melalui peningkatan suku bunga PUAB secara tajam. Instrumen yang digunakan dalam OPT injeksi
ini adalah (i) Transaksi Repo, (ii) Transaksi Pembelian SBN secara outright dan (iii) Beli Valuta
Asing terhadap Rupiah (dalam bentuk spot, forward atau swap). Peserta pada OPT Injeksi adalah
bank dan/atau lembaga perantara yang melakukan transaksi untuk kepentingan bank
Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Nwakanma et al (2014) dengan menggunakan VAR menjelaskan bahwa
ekses likuiditas di Nigeria dipengaruhi secara positif oleh permintaan uang, lag likuiditas, dan
monetisasi valuta asing, sementara temuan lain menunjukkan bahwa tingkat suku bunga tidak
signifikan mempengaruhi permintaan uang.
Vodová (2011) yang meneliti likuiditas perbankan di Ceko dengan data panel menemukan
bahwa Suku bunga pinjaman, Non Performing Loan (NPL) dan suku bunga PUAB berpengaruh
positif dan signifikan terhadap likuiditas perbankan. sedangkan variabel krisis keuangan, inflasi, dan
pertumbuhan GDP berpengaruh negatif dan signifikan terhadap likuiditas perbankan, sedangkan
variabel pengangguran, margin tingkat suku bunga, tidak berpengaruh terhadap likuiditas perbankan
Ceko.
Pontes dan Murta (2012) menemukan hasil yang berbeda mengenai ekses likuiditas di Cape
Verde Afrika. Dengan menggunakan metode TSLS ekses likuiditas perbankan Cape Verde
dipengaruhi oleh variabel involuntary. Jika di Indonesia dikenal dengan secondary reserve yang
merupakan penyangga likuiditas utama berupa surat-surat berharga misalnya sekuritas pemerintah.
Variabel lain yang menyebabkan ekses likuiditas di Cape Verde adalah aturan pemerintah mengenai
pasar keuangan dan tingkat suku bunga. Sedangkan krisis keuangan berdampak negatif pada ekses
likuiditas.
Nguyen dan Boateng (2015) memiliki metode berbeda dalam menjelaskan faktor yang
mempengaruhi tingginya cadangan pada negara berkembang. Penelitian secara kualitatif yang
dilakukan Nguyen menemukan tingginya cadangan perbankan dapat memicu adanya ekses
likuiditas hal ini tidak berasal dari faktor eksternal maupun internal saja melainkan adanya sifat dari
perbankannya itu sendiri karena adanya motif untuk dengan sengaja menimbun dana. Tingginya
cadangan perbankan dapat mempengaruhi inflasi dan harga aset. Sementara kebijakan bank sentral
untuk mengontrol tingginya cadangan likuiditas tidak bisa diterapkan karena perbankan pada negara
berkembang sangat berorientasi pada profit.
Distinguin et al. (2013) masih menggunakan metode kualitatif mencoba menjelaskan
hubungan antara kebijakan penyangga modal dan likuiditas yang ada di Amerika, menemukan
bahwa bank Amerika mengurangi modal ketika menciptakan likuiditas yang berlebih. Misalnya
untuk pendanaan aset dan liabilitas. Dalam kasus Amerika, berdasarkan tabungan inti bank-bank
yang memiliki permodalan kecil lebih meningkatkan solvabilitas untuk memenuhi likuiditas.
Distinguin menyarankan perlu adanya peraturan tentang pemenuhan kewajiban permodalan bank
besar dan kecil. Karena aturan Basel III hanya sesuai untuk mengatur bank dengan sekala besar saja.
Masih dengan metode kualitatif, Berger dan Bouwman (2009) menjelaskan penciptaan dan
pengelolaan likuiditas perbankan Amerika. Modal dan likuiditas perbankan Amerika memiliki
keterkaitan yang erat. Selain modal, aset perbankan juga mempengaruhi besarnya ekses likuiditas.
6
Sehingga perbankan dengan aset yang besar di Amerika memiliki ekses likuiditas yang lebih tinggi
daripada bank-bank dengan aset yang kecil. Penciptaan likuiditas perbankan Amerika mencapai
angka $ 2,8 Biliun pada tahun 2003.
Keister dan McAndrews (2009) dalam penelitiannya menjelaskan mengapa perbankan
memiliki cadangan berlebih. Menurut Keister kebijakan likuiditas The Fed dan Kondisi perbankan
memiliki keterkaitan yang erat. Aturan baru The Fed mengenai kewajiban memegang likuiditas
berpengaruh pada naiknya likuiditas perbankan Amerika. Penurunan jumlah kredit yang disalurkan
perbankan di Amerika juga mengakibatkan ekses likuiditas dan cadangan perbankan semakin
meningkat.
Kerangka Penelitian
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2016.
Pengembangan Hipotesis
A. Hubungan LFR (Rasio Kredit) dan Ekses likuiditas
H0 : LFR tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
H1 : LFR berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
B. Hubungan Rasio Kecukupan Modal (CAR) dan Ekses likuiditas
H0 : CAR tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
H1 : CAR berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
C. Hubungan Non Performing Loan (NPL) terhadap ekses likuiditas
H0 : NPL tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
H1 : NPL berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
D. Hubungan suku bunga PUAB dan ekses likuiditas
H0 : PUAB tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
H1 : PUAB berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
E. Hubungan stabilitas sistem keuangan (FSI) terhadap ekses likuiditas
H0 : FSI berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
H1 : FSI berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank umum
7
C. METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua bank umum yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia dan beroperasi aktif selama tahun 2011 sampai dengan 2015. Pemilihan Bank Umum
yang terdaftar di bursa efek.
Sampel yang terdiri dari beberapa bank umum tersebut diambil untuk bisa menjelaskan pola atau
karakteristik dari populasi yang ada tanpa perlu mengamati semua perbankan atau seluruh populasi.
Selanjutnya teknik pengambilan sampel atau teknik sampling dalam penelitian ini adalah metode
Peneliti menggunakan metode purposive sampling untuk memilih sampel bank yang ada di
Indonesia. Purposive sampling merupakan pengambilan sampel melalui pertimbangan-
pertimbangan.
Metode Pengumpulan Data
Tekik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Dimana data laporan
keuangan yang telah diunduh baik dari situs resmi Bursa Efek Indonesia dan website perbankan
yang bersangkutan akan disalin dan dipindahkan, selanjutnya dipelajari, dikelompokkan dan diolah
untuk memenuhi syarat estimasi dan pada akhirnya bisa menyimpulkan karakteristik dari ekses
likuiditas perbankan di Indonesia.
Metode dan Prosedur Analisis
Metode yang dipilih untuk melakukan analisis mengenai ekses likuiditas adalah regresi data
panel. Karena data panel dinilai mampu memberi banyak informasi, lebih bervariasi, sedikit
kolinearitas antar variabel, lebih banyak degree of freedom, dan lebih efisien. Selain itu data panel
dapat mendeteksi dan mengukur dampak yang secara sederhana tidak dapat dilihat pada data time-
series atau data cross-section (Gujarati, 2012).
Model data panel dimulai dengan membentuk tiga model data panel :
a) Common Effect Model
EKSESLIQit = 0+LFRitNPLit+ CARit + PUABt + FSIt + it
b) Fixed Effect Model
EKSESLIQit = 0i+LFRitNPLit+ CARit + PUABt+ FSIt
c) Random Effect Model
EKSESLIQit = 0+LFRitNPLit+ CARit + PUABt + FSIt + it
Keterangan:
i : (Crossection)Bank ke 1, Bank ke 2,...Bank 22
t : (Time Series) 1,2...40
EKSESLIQ : Ekses Likuiditas
LFR : Rasio Kredit (Loan to Funding Ratio)
NPL : Non Performing Loan (Kredit Bermasalah)
CAR : Reserve Requirement (Rasio kecukupan modal)
PUAB : Suku Bunga PUAB (Over Night)
FSI : Stabilitas sistem keuangan Financial Stability Index
Error term
Selanjutnya dilakukan Uji Chow, Langrange Multiplier, dan Hausman Test untuk menentukan
model data panel terbaik. Setelah terpilih model data panel terbaik maka dilakukan uji asumsi klasik
dan memastikan model terbebas dari masalah asumsi klasik sebelum dilakukan interpretasi data.
8
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan regresi data panel yang terbebas dari asumsi klasik maka disajikan data ringkasan
regresi berikut ini.
Variabel BUKU II BUKU III BUKU IV
Estimasi Random Effect Random Effect Fixed Effect
Konstanta 434288,1 1119169 13031234
(0,009) (0,1168) (0,0300)
LFRit -366588,8 381687,5 -24922801
(0,0720)* (0,6290) (0,0911)
CARit -43651,55 -1805603 62441731
(0,9030) (0,5206) (0,0633)
NPLit -966325,7 -11384378 41152699
(0,3873) (0,2323) (0,9761)
PUABt -182707,6 130200515 4,02E+08
(0,7181) (0,0022) (0,0001)
FSIt 26161,86 -497410,7 -5454786
(0,5178) (0,0013) (0,0813)
R2 0,027595 0,2178 0,77631
F-Stat (0,5312) (0,0000) (0,0000)
Tabel 1 : Ringkasan Hasil Regresi
Hasil pengujian statistik dan analisis regresi dapat diketahui bahwa secara umum ekses likuiditas
yang terjadi di Indonesia diakibatkan oleh stabilitas sistem keuangan dan pasar uang antar bank.
Sementara kinerja bank seperti penyaluran Kredit, kecukupan modal minimum, dan kredit gagal
tidak memicu adanya ekses likuiditas.
Boediono (1986) menyebutkan teori Keynes tentang tiga motif memegang uang antara lain motif
transaksi, motif berjaga-jaga dan motif spekulasi. Dari hasil penelitian ini, meningkatnya ekses
likuiditas selain disebabkan oleh faktor eksternal, faktor internal bank itu sendiri juga besar
pengaruhnya. Bank memiliki motif untuk berjaga jaga di saat kondisi perekonomian yang sedang
goyah dengan meningkatkan likuiditasnya. Artinya bank memang memiliki pilihan untuk
menimbun likuiditasnya (Nguyen & Boateng, 2015).
Kondisi pasar uang dan sistem keuangan yang tercermin dari angka indeks FSI berpengaruh
Negatif terhadap ekses likuiditas sesuai dengan temuan (Wuryandani et al. 2014). Angka indeks
semakin mendekati nol maka kondisi sistem keuangan akan semakin baik artinya tidak ada gejolak
dan stabil namun jika jauh dari angka nol misalnya satu dan dua poin menunjukkan stabilitas sistem
keuangan sedang tertekan dan bergejolak namun jika bernilai negatif maka menunjukkan sistem
keuangan dalam keadaan yang lesu dan tidak bergairah. Grafik di bawah menyajikan ekses likuiditas
dan indeks stabilitas sistem keuangan. Selama lima tahun terakhir ekses likuiditas mengalami tren
yang menaik. Sementara stabilitas sistem keuangan mengalami tren yang menurun. Angka Indeks
Stabilitas sistem keuangan disusun serta dilakukan perhitungan oleh bank Indonesia yang
selanjutnya di publish secara periodik kepada World Bank. Ada indikator baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri yang mampu merepresentasikan kondisi stabilitas sistem keuangan.
Stabilitas sistem keuangan ini berpengaruh kuat terhadap ekses likuiditas kelompok bank buku III
saja. Jika terjadi guncangan terhadap stabilitas sistem keuangan, likuiditas bank akan berkurang
bank akan menggunakan cadangan dan ekses likuiditasnya. Dalam kondisi ekonomi yang stabil,
bank akan berupaya mengelola likuiditasnya dengan menambah stok likuiditas dan akan
menggunakannya pada saat terjadi ketidakstabilan kondisi ekonomi. Karena Bank yang terdampak
krisis akan mengalami kesulitan likuiditas jadi perlu antisipasi yang maksimal. Lesunya
perekonomian membuat rendahnya aliran dana di tanah air. Suplai dana yang sedikit membuat bank
mengalami kesulitan likuiditas, pada kondisi seperti ini bank akan menggunakan sumber daya
likuiditas yang dimiliki.
Berkaca pada krisis 1997 di Indonesia terjadi spiral liquidity yang menyebabkan likuiditas hilang
di pasar uang, inflasi yang tinggi menyebabkan banyak perusahaan maupun bank mengalami
kebangkrutan. Likuiditas hilang dari pasaran, tingginya kredit gagal menyebabkan banyak nasabah
9
yang melakukan penarikan dana secara besar-besaran dan hilangnya kepercayaan masyarakat
terhadap perbankan. Setelah kejadian tersebut dimulailah pengaturan terhadap perbankan di tanah
air dimana pengaturannya dibuat untuk mencegah krisis tersebut kembali terjadi, salah satunya
adalah bantuan likuiditas Bank Indonesia atau yang sering disebut BLBI. Selain itu juga menerapkan
program lain restrukturisasi dan rekapitulasi perbankan dengan menerbitkan obligasi sebagai
penyertaan modal kepada 24 bank yang mengalami kesulitan likuiditas. Kejadian ini menjadi
pelajaran yang sangat berharga bagi perbankan di Indonesia. Sehingga sejak saat itu ketika
perekonomian dalam kondisi yang baik, bank akan berupaya memenuhi buffer dan melakukan
penguatan likuiditas tujuannya untuk berjaga-jaga, selanjutnya akan digunakan ketika kondisi
perekonomian sedang goyah. Pendapat mengenai krisis yang mempengaruhi ekses likuiditas juga
dikemukakan oleh Pontes dan Murta (2012) bahwa krisis yang terjadi bisa mengurangi ekses
likuiditas yang dimiliki perbankan. saat terjadi krisis tingkat ketidakpastian semakin meningkat
diiringi dengan meningkatnya risiko-risiko terutama likuiditas. Indeks stabilitas sistem keuangan
hanya berdampak pada bank-bank besar saja hal ini karena luasnya kegiatan bank baik bank buku
III saja dengan pangsa pasar yang luas dan mendominasi di Indonesia. Bahkan jangkauannya sudah
sampai mancanegara.
Masih lemahnya pasar uang di Indonesia juga dapat berpengaruh terhadap ekses likuiditas terlihat
dari variabel PUAB yang signifikan dalam mempengaruhi ekses likuiditas kelompok bank buku III
dan IV. Hal ini sesuai dengan penelitian Saxegard, 2016. Suku bunga PUAB merupakan beban dan
penalti akibat bank tidak memiliki pendanaan yang cukup dan meminjam antara bank lain. Suku
bunga PUAB memiliki persentase yang lebih tinggi ketimbang suku bunga acuan atau BI Rate yang
ditetapkan oleh bank Indonesia. Selain Itu besaran PUAB juga lebih besar dari suku bunga pinjaman
sehingga hal ini membuat bank terbebani jika harus melakukan pinjaman di pasar uang antar bank.
Bank berupaya untuk tidak meminjam di pasar uang dan akan lebih baik jika menyiapkan likuiditas
sendiri atau menimbun dana guna berjaga-jaga.
Implikasi Hasil Temuan
Kestabilan sistem keuangan dan pasar uang menjadi penyebab utama ekses likuiditas.
Ketidakstabilan ekonomi yang meningkat membuat ekses likuiditas semakin berkurang. Dalam
penelitian ini dapat diketahui bahwa adanya fenomena ekses likuiditas di Indonesia masih dalam
batas wajar. Karena ekses likuiditas akan berkurang jika dalam kondisi krisis. Dapat dikatakan jika
kinerja perbankan tanah air sudah baik dalam melakukan pengelolaan likuiditasnya. Di saat kondisi
perekonomian stabil, perbankan akan melakukan pencadangan likuiditas dan meningkatkan ekses
likuiditas yang akan digunakan pada saat kondisi perekonomian kurang stabil dan sulitnya ekses
likuiditas. Bank yang tidak dapat segera memperoleh dana pada saat diperlukan, bank tersebut
biasanya membentuk cadangan likuiditas. Cadangan likuiditas biasanya dibentuk dengan
memelihara saldo kas dan Giro BI pada batas maksimal yang diperbolehkan. Atau bisa juga dengan
sumber dana yang sifatnya Last Resort. Salah satu sumber dana yang sifatnya Last Resort, yang
umum digunakan oleh kebanyakan bank adalah fasilitas line of credit dari bank lain. Bank yang
menjalin hubungan koresponden dengan bank lain kemungkinan dapat meminta fasilitas standby
line of credit dari bank korespondennya tersebut. Selain itu, bank sentral bertindak sebagai lender
of last resort untuk dunia perbankan atau lembaga keuangan bukan bank. Namun bantuan dana dari
bank sentral biasanya baru akan dimanfaatkan oleh bank jika perbankan mengalami kesulitan
likuiditas apabila sumber-sumber likuiditas lainnya tidak cukup untuk mengatasi kesulitan likuiditas
yang dialaminya.
Bank komersial dapat memperoleh dana di pasar uang antar bank atau dari bank sentral. Ketika
bank melakukan penghimpunan dana yang bersifat eksogen. Konsekuensi dari penghimpunan dana
tersebut, bank harus memiliki jumlah aset yang menghasilkan bunga maupun tidak. Aset likuid yang
tidak menghasilkan bunga misalnya Reserve sedangkan kredit merupakan aset yang menghasilkan
bunga namun tidak likuid.
Adanya risiko likuiditas membuat bank membutuhkan cadangan (reserve). Risiko likuiditas
dapat terjadi karena aliran dana pihak ketiga (DPK) terjadi secara acak dan tidak dapat diprediksi.
Ketika aliran dana pihak ketika arus keluar melebihi cadangan yang dimiliki oleh bank, maka bank
harus menanggung biaya likuiditas yang besarnya proporsional terhadap jumlah kekurangan
cadangan. dalam situasi ini bank membutuhkan likuiditas dan harus meminjam kekurangan reserve
dengan menanggung penalti rate yang nilainya lebih besar dari bunga kredit. Penalti ini adalah
10
berupa suku bunga PUAB ketika melakukan pinjaman di pasar uang. Besaran penalti rate akan
meningkatkan suku bunga deposito, suku bunga kredit dan excess reserve yang dimiliki oleh bank.
Pada tiga tahun mendatang diperkirakan kondisi stabilitas sistem keuangan akan tetap stabil
mengingat ada banyak dana yang mulai masuk Indonesia seiring kebijakan tax amesty Presiden Joko
Widodo. Suplai dana yang masuk mampu dimanfaatkan untuk berbagai sektor pembangunan
nasional, selain itu bagi perbankan hal ini akan semakin mempermudah kinerja dan operasionalnya
memudahkan dalam penghimpunan dana karena banyaknya sumber dana baru dari para investor
baik dalam maupun luar negeri, bentuk dari kebijakan seperti tax amnesti merupakan kebijakan
jangka panjang yang akan terus berkembang sebagai salah satu cara memperkuat likuiditas nasional.
Kondisi pasar uang pada tahun-tahun mendatang diprediksi tidak jauh berbeda. Suku bunga PUAB
berfluktuatif mengikuti pola musiman yang kerap terjadi pada lima tahun terakhir. Dalam rentang
waktu 12 bulan tren suku bunga PUAB akan menaik. Sehingga diperkirakan ekses likuiditas bank
akan meningkat pada triwulan ketiga dan triwulan ke keempat. Bank akan berupaya untuk
meminimalisir biaya penggunaan agar tidak sampai melakukan transaksi peminjaman dana di pasar
uang.
Pada saat kondisi perekonomian yang buruk, kondisi sektor riil pun menjadi terlalu berisiko.
Akibatnya alokasi dana bank umum untuk sektor riil akan berkurang karena dinilai memilik risiko
yang lebih besar. Maka bank akan lebih memilih untuk mengalokasikan dananya pada treasury bond
atau surat-surat berharga. Jika bank umum terlalu banyak mengandalkan sekuritas tersebut maka hal
ini akan sangat merugikan bagi perekonomian suatu negara. Pasalnya aliran dana untuk sektor riil
tidak bisa terserap dan tersalurkan. Pertumbuhan ekonomi bisa terganggu mengingat bank
merupakan sektor finansial utama bagi suatu negara. Bank harus melakukan upaya-upaya untuk
tidak terus bergantung pada surat-surat berharga tersebut. Cara paling sederhana adalah dengan
melakukan analisis mendalam mengenai setiap sektor yang bisa dilakukan ekspansi kredit. Misalnya
sektor UMKM padat karya yang dinilai tahan terhadap guncangan perekonomian, bisa menjadi
target utama penyaluran kredit, sektor-sektor lain baik individu maupun korporasi juga bisa
dijadikan alternatif dengan syarat sektor tersebut harus berdampak luas. Langkah lain yang bisa
diterapkan adalah melakukan inovasi. Inovasi penting dalam hal produk perbankan baru ataupun
inovasi pelayanan baru yang berguna untuk menarik minat nasabah dan meningkatkan nilai
perusahaan. Saat kondisi bank dalam keadaan yang stabil maka sepatutnya bank berupaya untuk
melakukan inovasi dan tidak hanya berfokus pada profit semata. Jika bank terlalu fokus terhadap
profit maka bank bisa melakukan penghimpunan dana bahkan berlebih dan saat tiba kondisi
perekonomian yang tidak stabil mereka tidak memilik opsi lain selain mengamankan dananya pada
surat berharga dan menghindari sektor riil. Maka hal tersebut harus dihindari untuk bisa
memaksimalkan fungsi bank dalam kondisi perekonomian yang lesu.
11
E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan analisis dan perhitungan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa penyebab ekses
likuiditas adalah karena gangguan stabilitas sistem keuangan yang tercermin dari variabel FSI.
Selain stabilitas sistem keuangan, ekses likuiditas juga diakibatkan oleh suku bunga pasar uang antar
bank yang menyebabkan ketidakpastian untuk memperoleh likuiditas di pasar yang tercermin dari
variabel PUAB. Sementara variabel kinerja Bank antara lain LFR, CAR, dan NPL tidak signifikan
mempengaruhi ekses likuiditas pada seluruh kelompok bank. Hal ini terjadi karena kelebihan dana
bank saat LFR menurun, CAR meningkat, dan NPL meningkat, kelebihan dana tersebut tidak
ditempatkan pada instrumen penyerap ekses likuiditas di bank sentral melainkan dilakukan
penempatan di bank lain. Sehingga hal tersebut tidak berpengaruh terhadap ekses likuiditas bank
umum.
Pola likuiditas di Indonesia mengalami kelesuan pada semester awal tiap tahun dan baru
membaik ketika pada semester ke dua. Hal ini terjadi karena rendahnya suplai likuiditas baik dari
dalam negeri. Bank yang paling terkena dampak minimnya likuiditas adalah bank buku III. Karena
bank buku III sangat mengandalkan Pasar Uang Antar Bank Untuk Mendanai kebutuhan likuiditas
jangka pendek. Kondisi ini membuat bank buku III juga rentan terhadap kondisi keuangan yang
tidak stabil. Bank buku III di dalam PUAB mengandalkan suplai dana yang dilakukan oleh bank
buku I dan IV sementara bank buku II berlaku sebagai pemberi dana pada BPD namun juga tidak
menutup kemungkinan akan membutuhkan dana.
Saran
Berdasarkan analisis dan perhitungan dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa penyebab ekses
likuiditas adalah karena gangguan stabilitas sistem keuangan yang tercermin dari variabel FSI.
Selain stabilitas sistem keuangan, ekses likuiditas juga diakibatkan oleh suku bunga pasar uang antar
bank yang menyebabkan ketidakpastian untuk memperoleh likuiditas di pasar. Oleh karena itu perlu
pengembangan pasar keuangan (financial depending) guna memperluas instrumen likuiditas bank
di pasar uang yang mampu berfungsi sebagai penyangga likuiditas bank sekaligus memberikan
fleksibilitas yang optimum bagi bank dalam mengelola likuiditas.
Guna mendorong berkembangnya instrumen di pasar uang, ketergantungan bank umum terhadap
bank sentral dalam menempatkan likuiditas perlu dikurangi, antara lain dengan meninjau ulang
standing facility bank sentral serta melalukan pembenahan, agar menjamin kemudahan dan
kepastian dalam memperoleh dana.
Diupayakan bank harus menemukan sektor ekonomi yang mampu dimaksimlakan sebagai target
ekspansi usaha bank disaat kondisi perekonomian sedang tidak baik dan sektor riil berisiko tinggi.
Hal ini merupakan salah satu upaya untuk memanfaatkan ekses likuiditas agar tidak terparkir di bank
sentral misalnya penyaluran kredit pada sektor UMKM padat karya. Di sisi lain bank umum perlu
melakukan inovasi dan menciptakan produk baru yang dinilai mampu bertahan di tengah kondisi
perekonomian yang sedang melemah
12
DAFTAR PUSTAKA
Bataludhin, M. B. (2014). Dampak Presistensi Ekses Likuiditas terhadap Kebijakan
Moneter.
Berger, A. N., & Bouwman, C. H. S. (2009). Bank liquidity creation. Review of Financial
Studies, 22(9), 3779–3837. https://doi.org/10.1093/rfs/hhn104
Boediono. (1986). Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi No. 5 Ekonomi Moneter (3 ed.).
Yogyakarta: BBFE-Yogyakarta.
Dendawijaya, L. (2009). Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Distinguin, I., Roulet, C., & Tarazi, A. (2013). Bank regulatory capital and liquidity :
Evidence from US and European publicly traded banks. Journal of Banking and
Finance, 37(9), 3295–3317. https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2013.04.027
Gujarati, D. N. (2012). Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat.
Hasibuan, M. (2008). Dasar - Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Kasmir. (2012). Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Rajawali Pers.
Keister, T., & McAndrews, J. (2009). Federal Reserve Bank of New York Staff Reports.
New York, (406).
Kuncoro, M. (2013). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi (4 ed.). Ciracas, Jakarta:
Erlangga.
Miskhin, F. S. (2008). Ekonomi Uang, Perbankan, dan Pasar Uang (Edisi 8, Vol. Edisi 8).
Jakarta Selatan: Salemba Empat.
Nachrowi, D. (2006). Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan (Cetakan Pe).
Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI.
Nguyen, V. H. T., & Boateng, A. (2015). Bank excess reserves in emerging economies: A
critical review and research agenda. International Review of Financial Analysis, 39,
158–166. https://doi.org/10.1016/j.irfa.2015.02.005
Nopirin. (1998). Ekonomi Moneter Buku I. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Nwakanma, P. C., Mgbataogu, I., & Sc, M. (2014). Determinants of Excess Liquidity : The
Nigerian Experience, 7(6), 174–186.
OJK. Kondisi Ekses Likuiditas Perbankan Indonesia (2015).
Pontes, G., & Murta, F. T. S. (2012). The determinants of the bank’s excess liquidity and
the credit crisis: the case of Cape Verde. Faculdade de Economia da Universidade de
Coimbra.
Saxegaard, M. (2006). Excess Liquidity and Effectiveness of Monetary Policy: Evidence
from Sub-Saharan Africa. IMF Working Paper No. 06/115, 1–50.
https://doi.org/10.5089/9781451863758.001
Siamat, D. (1995). Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LPFEUI.
Siamat, D. (2001). Manajemen Lembaga Keuangan (Edisi Ke 3). Jakarta: Fakultas
Ekonomi Indonesia.
Sinungan, M. (1999). Manajemen Dana Bank. Jakarta: Bumi Aksara.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Vodová, P. (2011). Liquidity of Czech commercial banks and its determinants.
International Journal of Mathematical Models and Methods in Applied Sciences,
5(6), 1060–1067.
Wahyudi, S. T. (2016). Konsep dan Penerapan Ekonbometrika Menggunakan E-Views (1
ed.). Depok: Raja Grafindo Persada.
Widarjono, A (2013). Ekonometrika Pengantar dan Aplikasinya. Jakarta: Ekonosia.
Wuryandani, G., Ginting, R., Iskandar, D., & Sitompul, Z. (2014). Pengelolaan Dana Dan
Likuiditas Bank. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Januari 2014, 30.