ANALISIS ASPEK KOMPETENSI - repository.ipb.ac.id · M.Life. Env. Sc. RINGKASAN ... knowledge dan...
Transcript of ANALISIS ASPEK KOMPETENSI - repository.ipb.ac.id · M.Life. Env. Sc. RINGKASAN ... knowledge dan...
ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II
JAWA TIMUR
NIAM WAHIDI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II
JAWA TIMUR
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh: NIAM WAHIDI
E24104049
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
NIAM WAHIDI. E24104049. Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di bawah bimbingan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut. M.Life. Env. Sc.
RINGKASAN
Pengelolaan hutan khususnya kegiatan pemanenan merupakan kegiatan yang beresiko tinggi. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam kegiatan ini merupakan hak bagi pekerja. Meskipun peran pengusaha terhadap perlindungan K3 sangat dibutuhkan, tetapi masih ada pengusaha yang belum menerapkan peraturan K3 bagi pekerja sehingga berpengaruh terhadap kurangnya pemahaman pekerja tentang arti pentingnya K3. Kondisi ini diduga karena adanya pengaruh aspek kompetensi pada pengusaha dan pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai analisis aspek kompetensi penerapan K3 yang bertujuan mengetahui kondisi penerapan K3 di lokasi penelitian dengan penilaian berdasarkan standar ILO, mengidentifikasi aspek-aspek kompetensi meliputi knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap) pada perusahaan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk dan pekerja bidang penebangan, penyaradan dan pengangkutan dan mengusulkan alternatif strategi yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi.
Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuisioner kepada responden serta observasi terhadap kondisi nyata di lapangan dengan dasar standar ILO. Pengolahan dan analisis data menggunakan Uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui perbandingan antara penilaian responden terhadap aspek kompetensinya dengan penilaian berdasarkan standar ILO dan uji korelasi Spearman rank untuk mengetahui hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi yang dilakukan pengujian. Penilaian dalam metode uji menggunakan Skala Likert.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan KPH Nganjuk dan pekerja pada kegiatan pemanenan masih kurang memahami, melaksanakan, dan menerapkan peraturan K3. Knowledge, skill dan attitude pada pekerja tidak berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO sedangkan aspek kompetensi pada perusahaan yang tidak berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO adalah knowledge dan skill, tetapi aspek kompetensi tersebut perlu ditingkatkan karena ditinjau dari nilai kesenjangan masih bernilai negatif. Lain halnya pada attitude perusahaan yang berbeda nyata dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Hubungan yang signifikan antar ketiga aspek kompetensi terjadi pada perusahaan dan pekerja bidang penebangan. Pada pekerja bidang penyaradan hanya terdapat hubungan yang signifikan antara knowledge dengan attitude, sedangkan pekerja bidang pengangkutan hanya terdapat hubungan signifikan antara knowledge dengan skill. Alternatif strategi yang diusulkan adalah dengan adanya kerjasama antara perusahaan dan pekerja yaitu perusahaan memberikan penyuluhan bagi pekerja mengenai K3, memberikan pelatihan-pelatihan kerja bagi pekerja, dan menerapkan peraturan K3 bagi pekerja. Pihak pekerja dengan kesadarannya mau mengikuti penyuluhan dan pelatihan serta melaksanakan peraturan K3. Untuk mendukung tercapainya alternatif strategi diperlukan penyuluh yang berkompeten karena hanya dengan pendidikan dan pengalaman saja tidak menjamin terhadap meningkatnya aspek kompetensi. Kata kunci: pemanenan, kompetensi, keselamatan, kesehatan
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Analisis Aspek
Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan
Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” adalah
karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2009
Niam Wahidi E 24104049
PERNYATAAN
Pernyataan ini dibuat sebagai ethical cleaner, dimana dengan ini saya
menyatakan bahwa pengambilan data dalam skripsi yang berjudul “Analisis aspek
Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan
Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur” Tidak
melanggar kode etik kemanusiaan.
Bogor, Januari 2009
Niam Wahidi E 24104049
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH
Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
Nama : Niam Wahidi Nrp : E 24104049 Departemen : Hasil Hutan
Mengetahui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M. Life. Env. Sc. NIP: 132 231 999
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus: 28 Januari 2009
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala
curahan rahmat, kasih sayang dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada
bulan Mei sampai dengan bulan Juli adalah keselamatan dan kesehatan kerja
dengan judul ”Analisis Aspek Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja dalam Kegiatan Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II
Jawa Timur”.
Pengelaolaan huatan terutama pemanenan kayu merupakan kegiatan yang
beresiko tinggi sehingga perlu adanya perhatian terhadap perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Walaupun pemerintah sudah membuat
peraturan perundangan mengeanai K3, tetapi pada kenyataan di lapangan masih
ada pihak perusahaan yang belum mematuhi peraturan perundangan tersebut
sehingga berpengaruh terhadap pekerja yang kurang mengerti terhadap arti
pentingnya K3. Analisis terhadap aspek kompetensi yang meliputi aspek
knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan), dan attitude (sikap) pada
perusahaan dan pekerja pada bidang pemanenan diharapkan dapat membantu
mengatasi hal tersebut.
Penulis menyadari dalam pembuatan karya tulis ini banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk
memperbaiki pembuatan karya ilmiah yang akan datang. Penulis berharap semoga
skripsi ini dapat memberikan kontribusi pemikian bagi semua yang
berkepentingan.
Bogor, Januari 2009
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya;
2. Orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan bantuan dan
dorongannya baik material maupun spiritual;
3. Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M. Life. Env. Sc selaku dosen pembimbing;
4. Bapak Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.For.Sc selaku dosen penguji
wakil dari Departemen Silvikultur;
5. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris Mustari, M.Sc selaku dosen penguji wakil dari
Departemen Konservasi Hutan;
6. Segenap Dosen Fakultas Kehutanan IPB atas pendidikan dan ilmu yang
diberikan;
7. Bapak Ir. Ririh Prabowo selaku Administratur KPH Nganjuk;
8. Bapak wakil Administratur, Asper, Mantri, Mandor dan semua pegawai
(bagian kantor maupun lapangan) KPH Nganjuk atas bantuannya selama
melaksanakan praktek;
9. Aqza (GMSK),Ni’mah, Nia, Hanif, Wiwid, Yayu, Indah, Tri Wahyu, Dewi,
Qosim, Nashihuddin, Yocky, Tyas, dan semua teman-teman dari Rembang.
10. Fauzi, Arman, Ipul, Imam, Harzan, Arif, Adhon, Jarot, Achsan, Gita, Putri,
Rika, Juli, Kiki, teman- teman Pemanenan dan Pengolahan.
11. Sirkis Nugroho, Adit, Roni, Dodi, Fuad, Agus, Edy, Adi, Satrio, Dani, Tito,
Kin Ching, Arif, Ridi, Rido, Ijunk, Umar, Baji, Fachri, Danang, Aziz, Sugi,
Uut, Anton, Ilham serta bagi semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu penulis ucapkan terima kasih.
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Niam Wahidi, lahir di Rembang pada tanggal 1
April 1985 dari pasangan Bapak Tasmukan dan Ibu Supangatun. Penulis adalah
anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara.
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SD Negeri Bonang 1
pada tahun 1992 sampai dengan tahun tahun 1998. Kemudian penulis melanjutkan
sekolah di SMP Negeri 1 Lasem pada tahun 1998 sampai dengan tahun 2001.
Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Lasem pada tahun 2001
sampai dengan tahun 2004 dan pada tahun 2004 sampai tahun 2009 penulis
melanjutkan perguruan tinggi di Program Studi Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB dengan judul “Analisis Aspek
Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Kegiatan
Pemanenan Kayu di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur”, di
bawah bimbingan Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut. M.Life. Env. Sc.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................ ii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 3 1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 3 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5 2.1 Perhutani ...................................................................................... 5 2.2 Hutan Jati dan Pemanenannya di Perhutani................................ 5 2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ..................................... 8 2.4 Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja........................................ 9 2.5 Knowledge, Skill dan Attitude ...................................................... 12 2.6 Pengertian Pelatihan .................................................................... 14 2.7 Pengertian Kebutuhan pelatihan .................................................. 14 2.8 Analisis Kebutuhan Pelatihan ...................................................... 15 2.9 Skala Likert .................................................................................. 16
BAB III METODOLOGI ................................................................................. 18 3.1 Kerangka Pemikiran..................................................................... 18 3.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data ....................................... 20 3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................... 20 3.5 Pengolahan dan Analisis Data...................................................... 21
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN..................................... 27 4.1 Letak............................................................................................ 27 4.2 Bagian Hutan............................................................................... 27 4.3 Keadaan Lapangan...................................................................... 28 4.4 Tempat Pengumpulan Kayu........................................................ 29 4.5 Iklim ............................................................................................ 29 4.6 Tegakan....................................................................................... 30 4.7 Kegiatan Pemanenan Kayu ......................................................... 30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................... 38 5.1 Hasil ............................................................................................ 38 5.1.1 Perusahaan ......................................................................... 38 5.1.2 Pekerja Bidang Penebangan............................................... 40
v
5.1.3 Pekerja Bidang Penyaradan................................................ 43 5.1.4 Pekerja Bidang Pengangkutan............................................ 45 5.1.5 Pendidikan dan Pengalaman Kerja dengan Aspek
Kompetensi ........................................................................ 48 5.2 Pembahasan................................................................................. 53 5.2.1 Persepsi Perusahaan terhadap K3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya............................................. 55 5.2.2 Persepsi Pekerja Bidang Penebangan terhadap K3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya .................... 59 5.2.3 Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan terhadap K3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya .................... 64 5.2.4 Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan terhadapK3 dan Hubungan antara Aspek Kompetensinya .................... 68 5.2.5 Pendidikan dan Pengalaman Kerja dengan Aspek Kompetensi ........................................................................ 71 5.2.5.1 Pengaruh Pendidikan Pekerja terhadap Knowledge Skill dan Attitude .................................................... 71 5.2.5.2 Pengaruh Pengalaman Pekerja terhadap Knowledge Skill dan Attitude .................................................... 72
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 73 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 73 6.2 Saran............................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 75
LAMPIRAN..................................................................................................... 76
vi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tingkat Knowledge dalam Skala Likert............................................ 23 2. Tingkat Skill dalam Skala Likert ....................................................... 23 3. Tingkat Attitude dalam Skala Likert.................................................. 25 4. Daftar Pembagian Wilayah KPH Nganjuk Secara Administratif...... 28 5. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPerusahaan .......................... 38 6. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Perusahaan .......... 39 7. Uji Korelasi Spearman Rank Perusahaan.......................................... 40 8. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPekerja Bidang Penebangan 41 9. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Penebangan ....................................................................................... 41
10. Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Penebangan............... 42 11. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPekerja Bidang Penyaradan 43 12. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan ........................................................................................ 44 13. Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Penyaradan ............... 45 14. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadapPekerja Bidang
Pengangkutan .................................................................................... 45 15. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan .................................................................................... 46 16. Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Pengangkutan ........... 47 17. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja Bidang Penebangan........................................................................... 48 18. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja Bidang Penyaradan ........................................................................... 49 19. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja Bidang Pengangkutan ....................................................................... 50 20. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja Bidang Penebangan........................................................................... 50 21. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja Bidang Penyaradan ........................................................................... 51 22. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja Bidang Pengangkutan ....................................................................... 52 23. Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penebangan...................... 63 24. Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penebangan...................... 67 25. Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penebangan...................... 71
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Kerangka Pemikiran Studi ................................................................. 19 2. Diagram Alir Analisis Data................................................................ 22 3. Kegiatan Penebangan Pohon.............................................................. 32 4. Kegiatan Penjarangan (Posisi Chainsaw Berada di Atas).................. 33 5. Kegiatan Pemangkasan Cabang dan Pembagian Batang ................... 34 6. Kegiatan Penyaradan Manual dengan Tenaga Manusia .................... 35 7. Kegiatan Pemuatan kayu.................................................................... 36 8. Kegiatan Pengangkutan Kayu............................................................ 36 9. Kegiatan Pembongkaran Kayu........................................................... 37
10. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Perusahaan KPH Nganjuk..................................................................................... 56
11. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang Penebangan ........................................................................................ 60
12. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang Penyaradan ......................................................................................... 65
13. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang Pengangkutan ..................................................................................... 69
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman 26. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Secara Umum ............................................................................................ 77 27. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Penebangan............................... 78 28. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Penebangan ............................. 79 29. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Sikap dalam Bidang Penebangan.......................................... 80 30. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Penyaradan ............................... 81 31. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Penyaradan .............................. 82 32. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Sikap dalam Bidang Penyaradan........................................... 83 33. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Pengangkutan ........................... 84 34. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Pengangkutan .......................... 85 35. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Berdasarkan sikap dalam bidang pengangkutan ........................................ 86 36. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Pengetahuan terhadap
Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk .............................................................. 87 37. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Keterampilan terhadap
Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk .............................................................. 89 38. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Sikap terhadap Pelaksanaan
K3 di KPH Nganjuk................................................................................... 91
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor kehutanan merupakan salah satu sektor industri yang kegiatannya
memiliki resiko kecelakaan yang tinggi, terutama pada kegiatan pemanenan hutan
karena lokasi kerja (hutan) biasanya relatif terisolasi, terbatas aksesnya
terhadap sarana kesehatan. Selain itu iklim tropis di Indonesia dengan suhu
dan kelembaban yang tinggi dapat memberikan beban kerja yang lebih tinggi
bagi tubuh dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan dan stamina pekerja pada
saat melakukan pekerjaan-pekerjaan fisik yang berat. Di samping itu
penggunaan peralatan kerja sangat memerlukan tingkat kompetensi yang tinggi
meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan prosedur
kerja sehingga kurangnya tingkat kompetensi tersebut dapat memicu terjadinya
kecelakaan kerja.
Terjadinya kecelakaan kerja dapat mempengaruhi ekonomi, kehilangan
waktu kerja, kerusakan alat, kematian, kelainan atau cacat, kekacauan organisasi,
dan kesedihan. Waktu yang terbuang dapat mengakibatkan kerugian bagi
perusahaan dan pekerja itu sendiri. Perusahaan akan kehilangan produksi yang
seharusnya diperoleh. Sedangkan pekerja akan kehilangan pendapatan sebesar
waktu yang hilang. Di sisi lain perlindungan K3 merupakan hak bagi pekerja. Hal
ini menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan
Data kecelakaan kerja yang tersedia di Direktorat Pengawasan Norma
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Departemen Tenaga Kerja (DEPNAKER)
pada tahun 1999 menunjukkan bahwa angka kecelakaan di sektor kehutanan
dan penebangan kayu menduduki peringkat keempat setelah sektor pertanian
dan peternakan, sektor tekstil dan sektor garmen. Untuk itu meningkatkan
keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kepentingan pemerintah,
pengusaha dan pekerja secara bersama-sama dan langkah-langkah untuk
meningkatkannya harus dibicarakan dan disetujui bersama oleh ketiga mitra
kerja International Labour Organization (ILO) tersebut. Penerapan
2
keselamatan dan kesehatan kerja akan berhasil apabila didasarkan pada kerja
sama dan niat baik serta partisipasi dari para pihak yang bersangkutan (ILO,
2002).
Perhatian pemerintah terhadap permasalahan tersebut ditunjukkan dengan
adanya peraturan perundengan mengenai K3 yaitu Undang-Undang
Keselamatan Kerja No. 1 Tahun 1970, serta standar ILO tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja di Kehutanan yang harus dipatuhi. Selain itu Undang-
Undang No. 23/1992 tentang Kesehatan memberikan ketentuan mengenai
kesehatan kerja dalam Pasal 23 yang menyebutkan bahwa kesehatan kerja
dilaksanakan supaya semua pekerja dapat bekerja dalam kondisi kesehatan yang
baik tanpa membahayakan diri mereka sendiri atau masyarakat, dan supaya
mereka dapat mengoptimalkan produktivitas kerja mereka sesuai dengan program
perlindungan tenaga kerja (Departemen Kesehatan, 2002).
Sumberdaya manusia khususnya pekerja pada kegiatan pemanenan tidak
dapat terlepas dari masalah-masalah keselamatan dan kesehatan. Akan tetapi
rendahnya kesadaran pekerja terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
merupakan fakta yang terjadi di lingkungan kerja. Walaupun demikian, perlu
ditekankan bahwa masalah kurangnya pemahaman mengenai K3 bukan hanya
masalah pekerja saja karena pada kenyataannya dapat dikatakan bahwa seluruh
lapisan masyarakat pada umumnya memiliki kesadaran yang rendah terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja (Markkanen, 2004).
Pengusaha yang masih memiliki kesadaran yang rendah terhadap
perlindungan K3 belum menerapkan peraturan K3 bagi pekerja. Hal ini dapat
mengakibatkan rendahnya kesadaran pekerja terhadap K3 karena kurang
mengetahui terhadap pentingnya pelaksanaan peraturan K3. Hal ini menunjukkan
adanya kesenjangan antara perhatian pemerintah dengan adanya peraturan
perundengan mengenai K3 dengan kondisi di lapangan, yaitu rendahnya
kesadaran pengusaha dan pekerja. Hal ini diduga adanya pengaruh aspek
kompetensi yang meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill) dan
sikap (attitude) pada perusahaan dan pekerja. Oleh karena itu dilakukan penelitian
mengenai analisis aspek kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
3
Perhutani merupakan perusahaan yang menggunakan tenaga kerja manusia
yang bersifat padat karya sehingga perhatian terhadap peraturan K3 merupakan
hal yang sangat penting. Perum Perhutani sebagai pengelola sumberdaya hutan di
Pulau Jawa menuju Sertifikasi Ekolabel mempunyai komitmen, yaitu 1)
menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan hutan lestari di seluruh wilayahnya
dengan sasaran mendapatkan sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari sebagai bentuk
pengakuan dunia internasional; 2) pengelolaan sumberdaya hutan dilakukan
dengan tetap mempertahankan dan meningkatkan kelestarian produksi, kelestarian
lingkungan dan kelestarian sosial kemasyarakatan; 3) bersama-sama dengan
masyarakat sekitar hutan menjalin kemitraan dalam bentuk implementasi
Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) untuk memberikan
kemanfaatan sosial, ekonomi dan lingkungan yang berimbang; 4) meningkatkan
kapasitas dan kesejahteraan sumberdaya manusia sebagai aset perusahaan yang
berharga dan memberi jaminan kesehatan dan keselamatan kerja melalui
pemenuhan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku; 5) penerapan sistem
penghargaan (reward) dan hukuman (punishment) secara transparan dan konsisten
(Perhutani, 2009).
Analisis kompetensi penerapan K3 yang dilakukan terhadap perusahaan dan
pekerja di Perhutani KPH Nganjuk diharapkan dapat membantu untuk mengetahui
tingkat kompetensi yang akan dibandingkan dengan penilaian berdasarkan standar
ILO. Selain itu kesenjangan yang terjadi pada perbandingan tersebut dapat diatasi
dengan alternatif strategi untuk meningkatkan komptensi yang masih kurang dari
standar ILO. Dengan asumsi bahwa meningkatnya kompetensi penerapan K3
dapat meningkatkan kualitas kerja karyawan/pekerja dan dapat meningkatkan
kinerja perusahaan sehingga dapat mengurangi tingkat kecelakaan kerja.
1.2. Perumusan Masalah
Pemanenan kayu merupakan serangkaian aktivitas yang dilaksanakan
untuk mengubah pohon atau memindahkan kayu dari suatu tempat ke tempat
lain, sehingga bermanfaat bagi kehidupan masyarakat (Departemen Kehutanan,
1999). Pemanenan terdiri dari kegiatan penebangan, penyaradan, pengulitan,
muat bongkat dan pengangkutan. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat beresiko
terhadap keselamatan dan kesehatan para pekerja sehingga sangat perlu adanya
4
upaya-upaya untuk mengatasinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan kesadaran semua pihak, baik perusahaan maupun pekerja untuk
memperhatikan peraturan K3. Tingkat kesadaran tersebut dapat diketahui
dengan mengidentifikasi persepsi dari pihak perusahaan dan pihak pekerja
(bidang penebangan, bidang penyaradan dan bidang pengangkutan) mengenai
K3 yang meliputi aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) yang
kemudian dibandingkan dengan penilaian berdasarkan standar ILO.
Permasalahan yang ingin disampaikan dalam penelitian ini adalah ada atau
tidaknya kesenjangan persepsi perusahaan dan pekerja terhadap kompetensi
penerapan K3 dengan standar ILO dan cara-cara atau alternatif strategi yang
digunakan untuk mengatasi kesenjangan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui kondisi penerapan K3 di KPH Nganjuk dengan penilaian
berdasarkan standar ILO.
2. Mengidentifikasi aspek- aspek kompetensi penerapan K3 yang meliputi aspek
knowledge, skill, dan attitude pada perusahaan dan pekerja bidang
penebangan, penyaradan dan pengangkutan dengan berdasarkan standar ILO.
3. Mengusulkan alternatif strategi yang diharapkan dapat meningkatkan
kompetensi penerapan K3.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dalam
pengelolaan hutan, baik perusahaan maupun pekerja khususnya di KPH Nganjuk
Perum Perhutani Unit II Jawa Timur untuk dijadikan sebagai indikator dalam
mengukur tingkat kompetensi yang berkaitan dengan aspek K3 sehingga dapat
mempermudah dalam mengidentifikasi permasalahan kompetensi penerapan K3
dan cara mengatasinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perhutani
Perusahaan Negara Perhutani didirikan pada tahun 1961 untuk mengelola
kawasan hutan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan sebagian Kalimantan, dengan
tujuan untuk menghasilkan devisa dari kegiatan kehutanan. Kemudian pada
tahun 1972 perusahaan negara Perhutani di Jawa Timur dan Jawa Tengah
menjadi Perum Perhutani, sedangkan yang di Kalimantan menjadi PT. Inhutani,
tahun 1978 Jawa Barat juga menjadi bagian dari Perum Perhutani.
Perum Perhutani sebagai badan usaha milik negara (BUMN) telah
berkiprah sejak tahun 1972 berdasarkan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1972
dan telah mengalami beberapa kali perubahan dasar hukum. Terakhir
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2003, Perhutani mengemban
tugas dan tanggung jawab pengelolaan di pulau Jawa, dengan wilayah hutan
yang dikelola seluas 2,426 juta hektar, terdiri dari hutan produksi seluas 1,767
juta hektar dan sisanya hutan lindung. Secara struktural Perum Perhutani di
bawah Kementerian Negara BUMN dengan pembina teknis Departemen
Kehutanan.
Perum Perhutani mempunyai tugas dan wewenang menyelenggarakan
perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan perlindungan hutan di wilayah
kerjanya. Adapun maksud dan tujuan perusahaan adalah menyelenggarakan
usaha di bidang kehutanan untuk memproduksi barang dan jasa yang bermutu
dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta turut aktif dalam
melaksanakan dan menunjang pelaksanaan program pemerintah di bidang
ekonomi dan pembangunan pada umumnya. Dalam penyelenggaraan
pengusahaan hutan dan usaha lain, Perum Perhutani harus memperlakukan
prinsip-prinsip ekonomi, kelestarian serta terjaminnya keselamatan kekayaan
negara (Prakosa, 1997).
6
2.2 Hutan Jati dan Pemanenannya di Perhutani
Sejarah kayu jati dimulai dari para raja-raja di pulau jawa. Kayu jati
diperkenalkan dari India oleh raja-raja Majapahit lebih dari 1000 tahun yang lalu.
Pengelolaan hutan jati secara sistematis dimulai semenjak masa kolonialisme
Belanda di Indonesia, yaitu pada tahun 1874. Sistem yang digunakan adalah
sistem tumpangsari.
Beberapa keistimewaan kayu jati diantaranya: 1) kayu jati memiliki
kombinasi sifat –sifat kayu yang ideal, seperti kekuatan, keawetan, dan keindahan.
Kandungan zat ekstraktif (tectoquinon) yang menyebabkan tahan rayap, 2)
adanya lingkaran tahun yang jelas menyebabkan memiliki penampang yang indah
pada sisi transversalnya, 3) perbedaan warna yang jelas antara masa pertumbuhan
dan masa dormansi, 4) memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
Hutan jati memiliki status yang khusus, hutan ini dikelola oleh Perum
Perhutani. Perusahaan ini sebelumnya terdiri dari 5 unit, 2 unit di Pulau Jawa dan
3 unit di luar Pulau Jawa. Selanjutnya hutan jati di luar Pulau Jawa di kelola oleh
INHUTANI, sedangkan yang berada di pulau jawa di kelola oleh PERHUTANI.
Perum Perhutani memiliki tiga unit diantaranya Unit 1 di Jawa Tengah, Unit 2 di
Jawa Timur, Unit 3 di Jawa Barat dan Banten.
Pemanenan hutan merupakan kegiatan kehutanan yang mengubah pohon
dan biomasa lainnya menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain,
sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat (Suprapto, 1979).
Menurut Conway (1976) pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan
yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke
tempat penggunaan atau pengolahan dengan melalui proses penebangan (timber
cutting), penyaradan (skidding atau yarding), pengangkutan (transportation),
pengukuran (scaling) dan pengujian (grading).
Departemen Kehutanan (1999) menyatakan bahwa pemanenan kayu
merupakan serangkaian aktivitas yang dilaksanakan untuk mengubah pohon atau
memindahkan kayu dari suatu tempat ke tempat lain, sehingga bermanfaat bagi
kehidupan masyarakat. Pemanenan terdiri dari kegiatan penebangan,
penyaradan, pengulitan, muat bongkat dan pengangkutan. Sedangkan Suprapto
(1979) menyebutkan bahwa pemanenan kayu dapat diartikan sebagai
7
serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon dan biomasa lainnya
menjadi bentuk yang dapat dipindahkan ke lokasi lain sehingga bermanfaat bagi
kehidupan ekonomi dan kebudayaan masyarakat.
Berdasarkan sistem silvikulturnya, pemanenan hutan jati menggunakan
sistem tebang pilih permudaan buatan. Dilihat dari derajat mekanisasinya, sistem
pemanenan yang diterapkan terdiri dari sistem manual dan sistem semi mekanis.
Sembilan tahapan pemanenan hutan jati yakni: persiapan pemanenan, klem dan
penandaan pohon, teresan, perencanaan jalan sarad, penebangan, pembagian
batang, penyaradan, pemuatan, dan pengangkutan
Tahap persiapan meliputi pembagian blok tebang, penentuan luas, dan
jumlah blok tebang. Tujuan pembagian blok tebang adalah untuk memudahkan
pengawasan pemanenan hutan. Setelah perencanaan pemanenan ini maka
selanjutnya pengukuran diameter yang dimasukkan ke dalam daftar hasil
pengukuran diameter yang disebut klemstaat. Hasil pengukuran dituliskan di dua
tempat yakni pada ketinggian sekitar 1,3 (dbh) dan di bagian bawah pohon
(banir). Tahap ke tiga yakni teresan yaitu, penoresan melingkar pohon sampai
pada kambium. Tujuan adanya teresan adalah untuk mempermudah pekerjaan
penebangan, penyaradan dan pengangkutan, dan menjaga kualitas kayu yang akan
di tebang. Teresan dilakukan dua tahun sebelum penebangan pohon. Ketentuan
teresan yang benar adalah takik teres setinggi-tingginya 25 cm dari permukaan
tanah dan kedalaman sayatan harus memotong kambium. Sisi negatif teresan
adalah bahwa dengan teresan kayu cenderung mudah retah-retak waktu tumbang
dan lahan tidak produktif selama teresan. Untuk meningkatkan produktivitas lahan
teresan maka dibangun sistem tumpang sari yang dilakukan melalui kerjasama
dengan masyarakat sekitar hutan.
Peralatan pemanenan yang digunakan adalah gergaji (gergaji manual dan
gergaji mesin). Perlengkapan utama penebangan jati lainnya adalah kapak, yang
biasa digunakan dalam pembuata takik rebah, pengeprasan banir dan
pemangkasan cabang. Sedangkan alat bantu yang biasa digunakan adalah baji
yang digunakan untuk membantu memastikan arah rebah pohon, dan mencegah
agar gergaji tidak terjepit pada waktu pemotongan pohon.
8
Pengamanan kayu jati dapat dilakukan dengan tiga macam cara yaitu:
1) Pengamanan administrasi: pengamanan secara preventif dengan melihat dan
mengukur kecukupan administrasi tebangan jati yang dipersyaratkan.
2) Pengamanan teknis: pengamanan terhadap aspek pelaksanaan penebangan.
3) Pengamanan polisionis: pengamanan dengan adanya petugas kehutanan
(Wakwau, 2008).
2.3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Menurut Leon C. Megginson dalam Mangkunegara (2002), istilah
keselamatan mencakup kedua istilah resiko keselamatan dan resiko kesehatan.
Dalam bidang kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan. Keselamatan kerja
menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau
kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari
lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan,
dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan dengan perlengkapan
perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang
membutuhkan pameliharaan dan latihan. Sedangkan kesehatan kerja
menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau
rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Resiko kesehatan merupakan
faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang
ditentukan, lingkungan yang dapat membuat stres emosi dan gangguan fisik.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara filosofi adalah suatu
pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempumaan baik
jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada
umumnya, hasil karya dan dayanya menuju masyarakat adil dan makmur. Dari
segi keilmuwan maka K3 dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat kerja. K3 adalah segala daya dan upaya atau pemikiran yang
ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempumaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya
9
dan budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja menuju
masyarakat adil dan makmur (Mangkunegara, 2002).
Menurut Suma'mur (1981), kecelakaan adalah kejadian tak terduga dan
tidak diharapkan, serta mengakibatkan kerugian hilangnya hari kerja satu hari
atau lebih (Depnaker RI), tak terduga oleh karena dibelakang peristiwa itu tidak
terdapat unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Sedangkan
kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan hubungan
kerja perusahaan.
Menurut Dessler (1997), terdapat tiga alasan dasar dari kecelakaan di
tempat kerja yaitu: (1) kejadian yang bersifat kebetulan membantu terjadinya
kecelakaan namun kurang lebih di luar kontrol manajemen; (2) kondisi tidak
aman merupakan alasan utama dari kecelakaan. Misalnya peralatan pelindung
yang tidak memadai, peralatan rusak, prosedur yang berbahaya, gudang yang
tidak aman, dan penerangan yang tidak memadai; serta (3) tindakan-tindakan
yang tidak aman yang dilakukan oleh pihak karyawan seperti membuang bahan-
bahan berbahaya, bekerja dengan kecepatan tidak aman dan membuat peralatan
keamanan tidak beroperasi.
2.4 Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja
Terjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor
fisik dan faktor manusia. Oleh sebab itu kecelakaan kerja juga merupakan bagian
dari kesehatan kerja. Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan
tidak diharapkan akibat dari kerja.
Sumakmur (1989) membuat batasan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu
kecelakaan yang berkaitan dengan hubungan kerja dengan perusahaan. Hubungan
kerja disini berarti kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu
melaksanakan pekerjaan. Oleh sebab itu, kecelakaan akibat kerja ini mencakup 2
permasalahan pokok, yakni a) kecelakaan adalah akibat langsung pekerjaan b)
kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan.
Dalam perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas
lagi sehingga mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada
saat perjalanan atau transpor ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain
kecelakaan lalu lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari
10
tempat kerja atau dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk
kecelakaan kerja.
Penyebab kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:
a. Perilaku pekerja itu sendiri (faktor manusia) yang tidak memenuhi
keselamatan, misalnya karena kelengahan, kecerobohan, ngantuk, kelelahan,
dan sebagainya.
b. Kondisi-kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition, misalnya lantai licin, pencahayaan kurang, silau, mesin yang
terbuka, dan sebagainya.
Menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja
ini diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan:
- Terjatuh
- Tertimpa benda
- Tertumbuk atau terkena benda-benda
- Terjepit oleh benda
- Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
- Pengaruh suhu tinggi
- Terkena arus listrik
- Kontak bahan-bahan berbahaya atau radiasi.
b. Klasifikasi menurut penyebab:
- Mesin, misalnya mesin pembangkit tenaga listrik, mesin penggergajian kayu,
dan sebagainya.
- Alat angkut, alat angkut darat, udara dan air.
- Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas, instalasi pendingin,
alat- alat listrik, dan sebagainya.
- Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi, misalnya bahan peledak, gas, zat-zat kimia,
dan sebagainya.
- Lingkungan kerja (di luar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah).
- Penyebab lain yang belum masuk tersebut di atas.
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan:
- Patah tulang
11
- Dislokasi (keseleo)
- Regang otot (urat)
- Memar dan luka dalam yang lain
- Amputasi
- Luka di permukaan
- Geger dan remuk
- Luka bakar
- Keracunan-keracunan mendadak
- Pengaruh radiasi
- Lain-lain
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh:
- Kepala
- Leher
- Badan
- Anggota atas
- Anggota bawah
- Banyak tempat
- Letak lain yang tidak termasuk dalam klasifikasi tersebut.
Klasifikasi-klasifikasi tersebut bersifat jamak karena pada kenyataannya
kecelakaan akibat kerja biasanya tidak hanya 1 faktor tetapi banyak faktor
(Notoatmodjo, 2003).
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alat
kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit akibat
kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.
WHO membedakan empat kategori penyakit akibat kerja:
1. Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya penyakit radang
paru-paru (Pneumoconiosis) yang disebabkan karena menghirup debu.
2. Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya tumor paru-
paru (Carcinoma bronchogenic).
3. Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-
faktor penyebab lainnya, misalnya radang menahun pada Bronkus pada sistem
pernafasan (Chronic bronchitis).
12
4. Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada
sebelumnya, misalnya sulit bernafas atau asma (asthma).
Faktor penyebab penyakit akibat kerja sangat banyak, tergantung pada bahan
yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun cara kerja, sehingga
tidak mungkin disebutkan satu per satu. Pada umumnya faktor penyebab dapat
dikelompokkan dalam 5 golongan:
1. Golongan fisik: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan yang
sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap,
gas, larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis: bakteri, virus atau jamur
4. Golongan fisiologis: biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja dan cara
kerja
5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stress.
2.5 Knowledge (Pengetahuan), Skill (Keterampilan), dan Attitude (Sikap)
Knowledge atau pengetahuan merupakan perpaduan yang cair dari
pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan
kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman dan informasi baru.
Ini berarti bahwa pengetahuan berbeda dari informasi. Informasi dapat menjadi
pengetahuan bila terjadi proses-proses seperti pembandingan, konsekwensi,
penghubungan, dan perbincangan. Pengetahuan dapat dibagi ke dalam empat
jenis, yaitu a) pengetahuan tentang sesuatu; b) pengetahuan tentang mengerjakan
sesuatu; c). pengetahuan menjadi diri sendiri; dan d) pengetahuan tentang cara
bekerja dengan orang lain. Sedang tingkatan pengetahuan dapat dibagi tiga yaitu:
1) mengetahui bagaimana melaksanakan; 2) mengetahui bagaimana memperbaiki;
dan 3) mengetahui bagaimana mengintegrasikan (Tambotoh, 2007).
Pengetahuan atau kepandaian merupakan arti dari ilmu. Pengetahuan atau
kepandaian tersebut tidak saja berkenaan dengan masalah keadaan alam, tapi juga
termasuk “kebatinan” dan persoalan-persoalan lainnya. Sebagaimana yang sudah
dikenal mengenai beberapa macam nama ilmu, maka tampak dengan jelas bahwa
13
cakupan ilmu sangatlah luas, misalnya ilmu ukur, ilmu bumi, ilmu dagang, ilmu
hitung, ilmu silat, ilmu tauhid, ilmu mantek, ilmu batin (kebatinan), ilmu hitam,
dan sebagainya.
Ada juga yang membedakan antara pengetahuan (knowledge) dan ilmu
(science). Pengetahuan diartikan hanyalah sekadar “tahu”, yaitu hasil tahu dari
usaha manusia untuk menjawab pertanyaan “what”, misalnya apa batu, apa
gunung, apa air, dan sebagainya. Sedangkan ilmu bukan hanya sekadar dapat
menjawab “apa” tetapi akan dapat menjawab “mengapa” dan “bagaimana” (why
dan how), misalnya mengapa batu banyak macamnya, mengapa gunung dapat
meletus, mengapa es mengapung dalam air.
Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila
memenuhi tiga kriteria, yaitu obyek kajian, metoda pendekatan dan bersifat
universal. Tidak selamanya fenomena yang ada di alam ini dapat dijawab dengan
ilmu, atau setidaknya banyak pada awalnya ilmu tidak dapat menjawabnya. Hal
tersebut disebabkan ilmu yang dimaksud dalam terminologi di sini mensyaratkan
adanya fakta-fakta (Gagoeng, 2008).
Secara sederhana definisi skill atau keterampilan adalah kemampuan
mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana.
Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah.
Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan, serta
bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan
penyimpangan dan perkecualain (Chandra, 2003).
Attitude atau sikap adalah konsep yang merepresentasikan suka atau tidak
sukanya seseorang pada sesuatu. Sikap adalah pandengan positif, negatif, atau
netral terhadap "objek sikap", seperti manusia, perilaku, atau kejadian. Seseorang
pun dapat menjadi ambivalen terhadap suatu target, yang berarti ia terus
mengalami bias positif dan negatif terhadap sikap tertentu.
Sikap muncul dari berbagai bentuk penilaian. Sikap dikembangkan dalam
tiga model, yaitu afeksi, kecenderungan perilaku, dan kognisi. Respon afektif
adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu.
Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu.
14
Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap.
Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari lingkungannya.
2.6 Pengertian Pelatihan
Menurut Arep dan Tanjung (2002), pelatihan merupakan salah satu usaha
untuk mengembangkan sumber daya manusia terutama dalam hal pengetahuan,
kemampuan, keahlain, dan sikap. Pengetahuan yang dimaksud adalah
pengetahuan tentang ilmu yang harus dikuasai pada suatu posisi. Kamampuan
yang dimaksud adalah kemampuan untuk menangani tugas-tugas yang
diamanahkan. Keahlain yang dimaksud adalah beberapa keahlain yang
diperlukan agar suatu pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Sedangkan
sikap yang dimaksud adalah emosi dan kepribadian yang harus dimiliki agar
suatu pekerjaan berhasil dengan sukses.
Pelatihan adalah pembelajaran yang dirancang untuk menyegarkan
dan/atau meningkatkan kinerja orang-orang dalam mengerjakan pekerjaan
mereka. Konsep pembelajaran menunjuk pada peningkatan kemampuan
psikomotor, kognitif, serta afektif. Orang-orang yang dimaksud adalah orang-
orang dewasa yang memiliki kinerja dibawah standar. Pekerjaan yang dimaksud
adalah tugas-tugas khusus yang dimiliki mereka, serta kinerja adalah cara-cara
mereka melakukan tugas-tugas atau pekerjaannya (Hickerson dan Middleton,
1975).
2.7 Pengertian Kebutuhan Pelatihan
Kebutuhan adalah kesenjangan antara kondisi sekarang (aktual) dengan
yang seharusnya atau lebih diinginkan. Ada empat kategori kebutuhan, yaitu: (1)
kebutuhan keamanan dalam bidang ekonomi, sosial, psikologi, dan spiritual; (2)
kebutuhan pengalaman baru, gagasan baru, dan cara-cara baru dalam
mengerjakan sesuatu; (3) kebutuhan keakraban seperti persahabatan,
kebersamaan, keramahtamahan, dan perasaan ikut memiliki; (4) kebutuhan
pengakuan, seperti status, prestise gengsi, prestasi, dan penghargaan. Kebutuhan
merupakan penggerak utama perilaku sehingga tercipta ketidakseimbangan
15
akibat dari kurangnya pengetahuan dan keterampilan. Hal ini akan melahirkan
kebutuhan akan pelatihan (Boyle, 1981).
Kebutuhan pelatihan lahir dari kebutuhan memperkecil kesenjangan
kompetensi guna memperbaiki kinerja. Kebutuhan pelatihan adalah kesenjangan
kompetensi yang dapat diatasi dengan diadakannya pelatihan. Kompetensi
adalah kemampuan dan keterampilan yang disyaratkan bagi seseorang untuk
melaksanakan tugas pokoknya, sedangkan kompetensi aktual adalah
kemampuan kerja yang telah dimiliki dalam melaksanakan tugas pokoknya
(Badan PSMP, 2001). Kesenjangan kompetensi meliputi masalah kognitif
(kurang pengetahuan), masalah psikomotor (kurang keterampilan), dan masalah
afektif (sikap, nilai-nilai dan minat yang kurang mendukung optimalisasi
kinerja).
Pemrograman pelatihan tidak dapat didasarkan pada kebutuhan yang dapat
dirasakan saja. Tidak semua kebutuhan seseorang merupakan kebutuhan yang
diketahui (perceived needs) olehnya, walaupun itu merupakan kebutuhan aktual
(actual needs) atau riil (real needs) maupun terasakan (felt needs) baginya
(Alimin, 2004). Suatu kebutuhan terasakan adalah hal-hal yang diyakini perlu
diperhatikan oleh seseorang, meskipun belum menjadi kebutuhan nyata baginya.
Sebaliknya, mungkin saja ada kebutuhan nyata seseorang yang belum
dipahaminya.
2.8 Analisis Kebutuhan Pelatihan
Menurut Irianto (2001), sebelum menetapkan program pelatihan yang akan
dilaksanakan dalam suatu organisasi sebaiknya dilakukan analisa kebutuhan
pelatihan terlebih dahulu. Analisis kebutuhan pelatihan merupakan sebuah
analisis kebutuhan yang secara spesifik dimaksudkan untuk menentukan apa
sebetulnya pelatihan yang memang menjadi prioritas. Informasi kebutuhan
tersebut akan dapat membantu perusahaan dalam menggunakan sumber daya
(waktu, dana, dan lain-lain) secara efektif sekaligus menghindari kegiatan yang
tidak perlu. Tujuan analisis kebutuhan pelatihan adalah untuk mencari atau
mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan oleh karyawan dalam rangka
menunjang kebutuhan perusahaan atau organisasi. Analisis kebutuhan pelatihan
16
dilakukan melalui sebuah proses tanya jawab (asking questions getting answer).
Pertanyaan diajukan kepada karyawan dan kemudian membuat verifikasi dan
dokumentasi tentang berbagai masalah yang pada akhirya kebutuhan pelatihan
dapat diketahui untuk memecahkan masalah tersebut.
Analisis kebutuhan pelatihan dengan pendekatan kompetensi kerja
meliputi analisis pekerjaan dan analisis tugas. Analisis pekerjaan adalah proses
sistematis untuk mendefinisikan suatu pekerjaan, menentukan kesenjangan
kinerja yang ada, sebagai dasar pemilihan sasaran belajar dalam pelatihan.
Analisis tugas adalah perincian sasaran belajar tersebut atas komponen
pengetahuan dan keterampilan (Badan PSMP, 2001).
Informasi yang diperlukan dalam analisis tugas ialah: (1) tugas-tugas
umum (major task), yakni dimensi-dimensi umum yang penting dari suatu
pekerjaan, berupa perilaku yang berhubungan erat dengan fungsi pada
pekerjaan; (2) ukuran-ukuran tugas (task measures), yakni dasar mengevaluasi
kinerja, secara formal dinyatakan sebagai ukuran komponen-komponen
pekerjaan; (3) tugas-tugas khusus (duties), yakni tindakan-tindakan teramati
spesifik yang dilakukan pekerja untuk menyelesaikan tugas-tugas umum; serta
(4) persyaratan (conditions), yakni alat-alat, perlengkapan, dan lain-lain yang
memungkinkan dan memudahkan terlaksananya tugas-tugas (Hickerson dan
Middleton, 1975).
2.9 Skala Likert
Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert (1932). Dikenal juga
dengan nama skala sikap. Skala Likert merupakan skala yang paling banyak
dipakai dalam inventori kepribadian karena bentuknya yang simpel dan mudah
dalam penggunaannya serta tidak sulit dalam melakukan skoring. Namun
demikian, diperlukan kaidah-kaidah tersendiri dalam membuat item pada Skala
Likert. Beberapa cara untuk membuat Skala Likert antara lain: 1) membuat item
dengan singkat, padat, dan simpel; 2) tidak lebih dari 20 kata dalam sebuah
pernyataan; 3) menghindari terjadinya makna ganda; 4) Satu pernyataan hanya
terdiri dari satu ide tunggal; 5) menghindari pernyataan yang tidak mungkin
dipilih oleh seorangpun atau sebaliknya; 6) menghindari terjadinya double
17
negative dalam satu pernyataan; 7) menghindari penggunaan kata yang tidak
dipahami oleh responden yang dituju.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian
gejala sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya
disebut sebagai variabel penelitian (Ridwan dan Sunarto, 2007).
Skala Likert paling banyak digunakan untuk pengukuran perilaku. Skala
yang terdiri dari pernyataan dan disertai jawaban setuju-tidak setuju, sering-tidak
pernah, cepat-lambat, baik-buruk dan sebagainya (tergantung dari tujuan
pengukuran).
Tujuan menggunakan Skala Likert adalah untuk menggambarkan secara
kasar posisi individu dalam kelompoknya (posisi relatif), membandingkan skor
subyek dengan kelompok normatifnya, dan menyusun skala pengukuran yang
sederhana dan mudah dibuat.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Kerangka Pemikiran
Perum Perhutani memiliki pekerja yang secara umum bekerja dalam
bidang penebangan, penyaradan dan pengangkutan. Di setiap bidang tersebut,
para pekerja memiliki resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan dalam
melaksanakan pekerjaannya. Untuk itu, perlu diperhatikan masalah Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3).
Dalam meningkatkan kualitas K3 bagi pekerja, dapat dilakukan dengan
menentukan kebutuhan pelatihan bagi pekerja. Dalam menentukan kebutuhan
pelatihan K3 dapat diperoleh dengan berbagai cara, yaitu dengan menganalisis
secara langsung keadaan K3 di perusahaan, menentukan jenis kebutuhan
pelatihan yang paling diperlukan, maupun dengan mengidentifikasi kondisi
sumberdaya manusia (SDM) perusahaan tentang K3. Identifikasi kondisi SDM
ini dilakukan dengan cara mengetahui tingkat pemahaman dan kemampuan
manajemen perusahaan dalam penyelanggaraan K3, serta mengetahui tingkat
pemahaman, keterampilan dan kepatuhan pekerja dalam melaksanakan K3 pada
bidang penebangan penyaradan dan pengangkutan. Kemudian keduanya
dibandingkan dengan standar International Labour Organization (ILO) untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi
perusahaan terhadap kompetensinya tentang K3 dengan penilaian berdasarkan
standar ILO dan tingkat kesenjangan yang terjadi antara pekerja pada kegiatan
pemanenan (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) terhadap
kompetensinya tentang K3 dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Selain itu
ada juga faktor-faktor yang kemungkinan mempengaruhi tingkat pemahaman,
keterampilan dan kepatuhan pekerja dalam melaksanakan K3, di antaranya
adalah tingkat pendidikan, dan pengalaman. Apabila diketahui adanya pengaruh
dari kedua faktor tersebut, maka dapat digunakan untuk menentukan kebutuhan
pelatihan K3. Secara skematis keterangan tersebut dapat dapat dilihat pada
Gambar 1.
19
Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Manajemen KPH Nganjuk
Pekerja pada kegiatan pemanenan (penebangan,
penyaradan, dan pengangkutan) di KPH Nganjuk
Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan terhadap kompetensinya
tentang K3 dengan penilaian berdasarkan standar ILO
Mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi
pekerja terhadap kompetensinya tentang K3
dengan penilaian berdasarkan standar ILO
Mengetahui tingkat kompetensi perusahaan dan pekerja tentang K3
dari penilaian berdasarkan standar ILO
Mengetahui hubungan antar aspek kompetensi
Menentukan kebutuhan pelatihan K3 bagi pekerja
Meningkatnya kinerja perusahaan dan pekerja
= Input =
=
Proses
Output
Keterangan :
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Studi
Pengaruh pendidikan dan
pengalaman pekerja terhadap kompetensinya
tentang K3
Menentukan alternatif strategi dalam meningkatkan kompetensi perusahaan dan
pekerja tentang K3
= Fokus Utama dalam Penelitian
20
Pelatihan dan pemberian pendidikan K3 bagi perusahaan dan pekerja
diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Perum
Perhutani untuk meningkatkan kinerja perusahaan dan pekerja, khususnya di KPH
Nganjuk.
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, penelitian ini mencoba untuk
mengetahui tingkat kebutuhan pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
bagi pekerja serta menganalisis keadaan K3 di KPH Nganjuk Perum Perhutani
Unit II Jawa Timur.
3.2 Tempat dan Waktu Pengumpulan Data
Penelitian dilaksanakan di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa
Timur pada bulan Mei s/d Juli 2008.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ada dua cara, yaitu:
1. Wawancara
Merupakan metode pengumpulan data dengan melalui tanya jawab dan
pengisian kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang persepsi
perusahaan dan pekerja pada kegiatan pemanenan (penebangan, penyaradan,
dan pengangkutan) terhadap kompetensi penerapan peraturan K3 (knowledge,
skill, dan attitude).
Pengambilan responden dilakukan secara acak sederhana (simple random
sampling) Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 6 responden untuk masing-
masing pekerjaan, hal ini dikarenakan kondisi lapangan yang kurang mendukung
sehingga data yang digunakan merupakan sebaran yang tidak normal. Akan
tetapi sampel tersebut sudah mencukupi dari sampel minimal dalam analisis non
parametrik yaitu sebanyak 5 sampel.
2. Observasi
Merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan
langsung terhadap kondisi riil di lingkungan kerja yang berkaitan dengan K3.
21
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data
disajikan pada Gambar 2. Diagram Alir Analisis Data.
Data mengenai persepsi dari perusahaan dan pekerja terhadap pelaksanaan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di KPH Nganjuk ditunjukkan oleh
jawaban responden atas pernyataan-pernyataan yang terdapat pada kuisioner.
Kemudian pernyataan-pernyaaan tersebut diberi nilai yang nantinya akan
dibandingkan dengan penilaian berdasarkan standar ILO.
Adapun penentuan nilai tersebut dilakukan dengan menggunakan Skala
Likert. Cara pengukuran adalah dengan menghadapkan seorang responden
dengan sebuah pernyataan berupa kuisioner persepsi dan kemudian diminta
untuk memberi pernyataan: ”sangat setuju”, ”setuju”, ” ragu-ragu”, ”tidak
setuju”, ”sangat tidak setuju”. Jawaban-jawaban ini diberi skor 5, 4, 3, 2,1 secara
berurutan (Singarimbun dan Effendi, 1987).
Pernyataan dan nilai berdasarkan Skala Likert disajikan pada Tabel 1,
Tabel 2, dan Tabel 3.
Tabel 1. Tingkat Knowledge dalam Skala Likert
Pernyataan responden Nilai
Sangat mengetahui 5
Mengetahui 4
Cukup mengetahui 3
Kurang mengetahui 2
Sangat kurang mengetahui 1
Tabel 2. Tingkat Skill dalam Skala Likert
Tanggapan responden Nilai
Sangat mampu 5
Mampu 4
Cukup mampu 3
Kurang mampu 2
Sangat kurang mampu 1
22
Bidang Pekerjaan
Skill
Attitude
Persepsi Responden terhadap Kompetensi Penerapan K3
Penilaian Berdasarkan Standar ILO
Knowledge
Skill
Attitude
Kesenjangan
Kesenjangan
Kesenjangan
Sebagai Strategi untuk Meningkatkan Kompetensi
Ada / Tidaknya Hubungan signifikan
Input =
= Proses
= Output
Knowledge
Uji Kruskal-Wallis
Gambar 2. Diagram Alir Analisis Data
= Perbandingan
Keterangan :
Knowledge Skill Attitude
Uji korelasi Spearman Rank
23
Tabel 3. Tingkat Attitude dalam Skala Likert
Tanggapan responden Nilai
Sangat mau 5
Mau 4
Ragu-ragu 3
Kurang mau 2
Sangat kurang mau 1
Nilai dari setiap pernyataan tersebut kemudian dijumlahkan dan dibagi
dengan jumlah responden yang ada, sehingga diperoleh skor rata-rata persepsi
perusahaan dan pekerja terhadap pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk, kemudian
dari skor rata-rata tersebut dibuat beberapa interval nilai tanggapan dalam
kategori ”Skala Likert” yang dihubungkan dengan tingkat persepsi seperti yang
terlihat pada tabel tingkat persepsi berdasarkan Skala Likert
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara
persepsi perusahaan dan pekerja terhadap kompetensinya mengenai K3 di KPH
Nganjuk digunakan analisis non parametrik yang pengolahan datanya
merupakan pengujian hipotesis kerja (H0), yaitu:
H0 = tidak ada perbedaan yang signifikan.
Ha = ada perbedaan yang signifikan.
Secara statistik dengan menggunakan beberapa metode yaitu: uji
Kruskal-Wallis dan uji korelasi Spearman Rank (Barizi & Nassution AH, 1983).
a. Uji Kruskal-Wallis digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan dan pekerja terhadap
kompetensinya dengan penilaian berdasarkan standar ILO. Perhitungan
dalam uji ini menggunakan rumus sebagai berikut:
( ) ( )131
12 2
+−⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛+
= ∑ NnR
NNH
i
ihitung
Keterangan:
Hhitung: nilai stasistik hitung
N : jumlah ukuran sampel dari keseluruhan sampel
Ri : jumlah peringkat dari sampel ke-i
24
ni : jumlah ukuran sampel ke-i
Setelah dihitung dengan menggunakan SPSS maka akan didapatkan nilai
Asyim.Sig. Nilai Asyim.Sig. dibandingkan dengan α pada tingkat kepercayaan
99% dengan derajat bebas tertentu. Kriteria keputusan untuk uji nyata ini adalah
sebagai berikut: (a) apabila nilai α > Asyim.Sig., maka tolak H0 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden terhadap
kompetensinya mengenai K3 di KPH Nganjuk, dan (b) apabila nilai α <
Asyim.Sig., maka terima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara persepsi responden terhadap kompetensinya mengenai K3 di
KPH Nganjuk.
b. Uji korelasi Spearman Rank, digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya
hubungan antar variabel kompetensi yaitu antara knowledge dengan skill,
antara knowledge dengan attitude, dan antara skill dengan attitude. Selain itu
digunakan untuk tingkat atau eratnya hubungan pendidikan dan pengalaman
dengan aspek kompetensi.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
( )16
1 2
2
−−= ∑
nnd
rs
Keterangan:
rs : nilai Korelasi Spearman Rank
d2 : selisih setiap pasangan rank
n : Jumlah pasangan rank untuk Spearman (5 < n < 30)
Menurut Umar (2002) nilai koefisien korelasi berkisar antara –1
sampai +1, yang kriteria pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut:
1. Jika nilai r > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier positif, yaitu
makin besar nilai variabel X makin besar pula nilai variabel Y atau makin
kecil nilai variabel X makin kecil pula nilai variabel Y.
2. Jika nilai r < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier negatif, yaitu
makin besar nilai variabel X makin kecil nilai variabel Y atau makin kecil
nilai variabel X maka makin besar pula nilai variabel Y .
3. Jika nilai r = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X
dan variabel Y.
25
4. Jika nilai r =1 atau r = -1, maka dapat dikatakan telah terjadi hubungan
linier sempurna, berupa garis lurus, sedangkan untuk r yang makin mengarah
ke angka 0 (nol) maka garis makin tidak lurus.
Batas-batas nilai koefisien korelasi diinterpretasikan sebagai berikut
(Nugroho, 2005):
1. 0,00 sampai dengan 0,20 berarti korelasinya sangat lemah.
2. 0,21 sampai dengan 0,40 berarti korelasinya lemah.
3. 0,41 sampai dengan 0,70 berarti korelasinya kuat.
4. 0,71 sampai dengan 0,90 berarti korelasinya sangat kuat.
5. 0,91 sampai dengan 0,99 berarti korelasinya sangat kuat sekali.
6. 1.00 berarti korelasinya sempurna.
Setelah dibandingkan dengan rs tabel pada tingkat kepercayaan 95%
dan 99% dengan derajat bebas tertentu , maka Kriteria keputusan untuk uji
nyata ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai rs hitung > rs tabel , maka tolak H0
yang berarti bahwa terdapat hubungan antara tingkat perbedaan persepsi
responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan persepsi responden
dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi responden dengan
tingkat ketergantungan terhadap hutan, dan (b) apabila nilai rs hitung < rs tabel ,
maka terima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
perbedaan persepsi responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan
persepsi responden dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi
responden dengan tingkat ketergantungan terhadap hutan
Bila dilanjutkan untuk mencari signifikan, maka digunakan rumus Zhitung:
11−
=
n
rZ s
hitung
Setelah dibandingkan dengan Ztabel pada tingkat kepercayaan 95%
dan 99% dengan derajat bebas tertentu, maka Kriteria keputusan untuk uji nyata
ini adalah sebagai berikut: (a) apabila nilai Z hitung > Z tabel , maka tolak H0 yang
berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat perbedaan
persepsi responden dengan tingkat ekonomi, tingkat perbedaan persepsi
responden dengan tingkat pendidikan dan tingkat perbedaan persepsi
responden dengan tingkat ketergantungan terhadap hutan, dan (b) apabila nilai
26
Zhitung < Ztabel , maka terima H0 yang berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat
ekonomi, tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat pendidikan dan
tingkat perbedaan persepsi responden dengan tingkat ketergantungan terhadap
hutan.
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak
Kesatuan pemangkuan hutan (KPH) Nganjuk berada di wilayah kabupaten
Nganjuk dan kabupaten Madiun dengan batas hutan sebagai berikut:
a. Bagian utara : KPH Bojonegoro
b. Bagian timur : KPH Nganjuk
c. Bagian selatan : KPH Kediri
d. Bagian barat : KPH Saradan
Sedangkan secara astronomis atau berdasarkan garis lintang, wilayah KPH
Nganjuk terdiri terletak pada: 7o 20’ LS s/d 7o 50’ LS dan 4o 56’ BT sampai 5o 04’
BT.
4.2 Bagian Hutan
Bagian hutan adalah suatu areal hutan yang ditetapkan sebagai satu kesatuan
produksi dan satu kesatuan ekploitasi. Diharapkan dari model pengelolaan hutan
seperti ini dapat dihasilkan dapat dihasilkan kayu setiap tahun secara terus-
menerus dalam jumlah yang memenuhi syarat pengelolaan hutan yang baik yang
sesuai dengan asas kelestarian hutan. Di KPH Nganjuk ada 2 bagian hutan (BH),
yaitu Bagian Hutan Tritik dan Bagian Hutan Berbek
Suatu petak dibatasi dengan alur yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada
saatnya dapat ditingkatkan sebagai jalan angkutan. Adapun pembagian petak-
petaknya adalah sebagai berikut:
1. Bagian Hutan Tritik, meliputi Petak 1 s/d 262
2. Bagian Hutan Berbek, meliputi Petak 1 s/d 190
Secara administrasi KPH Nganjuk dibagi menjadi 2 BH, 5 bagian kesatuan
pemangkuan hutan (BKPH) dan 22 resort pemangkuan hutan (RPH). Adapun
pembagiannya dapat dilihat pada Tabel 4. berikut:
28
Tabel 4. Daftar pembagian Wilayah KPH Nganjuk Secara Administratif No. BH BKPH RPH PETAK
Tritik Tritik Turi
Tritik
Jeruk
Bendosewu
Kedungrejo
1-6,30-44,46-49
45,50-54,68-6975-80,82-88,110-111
81,89-96,112-115,234,235
55-60,70,236-241,261,262
24-29,242-260
Tamanan Tamanan
Wedegan
Balo
Brengkok
7-13,61-67,71,97-100,116-117
14-21,127-137,140
118-123,138,139,141-48,229-231
72-74, 101-109,124-126,232,233
1.
Wengkal Senggowar
Wengkal
Cabean
Ngluyu
187,188,202,219
22,23,149-163,183-186,192
164-182,226-118
189-191,193-201,220-225
Berbek Bagor Awar-awar
Tunglur
Malangbong
Gawok
Sudimorogeneng
1-10,14-23
24-30,41-53,64,65
11-13,40,66-75,125-127
76-82,88,89,128-125
31,33,54-63,83-87
2.
Berbek Tirip
Maguan
Klonggean
Jatirejo
Suwaru
90-96,113-115,121-124,136,118
97,119,120,137-150
108-112,116,117,151-156,160-164
34-39,98-107,157,158,159
165-190
4.3 Keadaan Lapangan
Keadaan lapangan KPH Nganjuk dibagi menjadi 2 bagian hutan, yaitu:
a. Bagian Hutan Tritik
Keadaan lapangan wilayah bagian hutan Tritik datar sampai dengan
curam yang terletak pada lereng sebelah selatan pegunungan Kendeng. Sebelah
barat alur CM (lereng Gunung Pandan) yang pada umumnya miring ke barat
daya, sedangkan di sebelah timur alur CM miring ke arah selatan. Sebelah
barat-selatan dari alur A (bagian hutan Krondong), dari selatan keadaan
lapangan berbukit dan bergelombang. Bukit yang tertinggi bernama gunung
Sumber Wungu (komplek petak 245 s/d 251) di ujung barat laut dan disebelah
utara alur A lapangan sangat berjurang-jurang, kecuali petak-petak yang
terletak disekitar dukuh Jarak dimana lapangannya sedikit rusak dan
29
bergelombang. Khusus untuk petak 90 s/d 96 kondisi topografinya sangat
curam sehingga pembukaan wilayahnya perlu dipertimbangkan secara matang.
b. Bagian Hutan Berbek
Keadaan lapangan wilayah bagian hutan Berbek adalah landai dan
bergelombang sampai dengan miring. Bagian hutan Berbek ini terletak
disebelah utara lereng pegungngan Wilis, di sebelah barat berbatasan dengan
kali Widas. Lapangan dengan kondisi curam terdapat pada petak 36, 38, 98, 99
dan 100. Di sebelah Selatan-Tenggara Kali Konang dengan keadaan lapangan
berbukit-bukit sampai dengan curam.
4.4 Tempat pengumpulan kayu (TPK)
Tempat pengumpulan kayu digunakan sebagai tempat penampungan kayu
untuk mempermudah pemasaran produksi hasil hutan, sehingga biaya eksploitasi
dapat ditekan serendah mungkin.
Tempat pengumpulan kayu (TPK) sampai dengan akhir tahun 2004 adalah
sebagai berikut:
a. TPK Awar-awar, luas: 1,7300 ha,
b. TPK Tamanan, luas: 0,8223 ha,
c. TPK Senggowar, luas: 1,3499 ha.
4.5 Iklim
Wilayah hutan KPH Nganjuk terletak pada suatu daerah dengan musim
hujan dan musim kemarau yang jelas. Pada beberapa tempat di sekitar wilayah
hutan terdapat beberapa stasiun hujan sehingga dapat diketahui adanya bulan
basah, bulan lembab, dan bulan kering.
4.6 Tegakan
Koondisi hutan di KPH Nganjuk apabila dilihat dari sebaran kelas hutan per
bagian hutan adalah potensial untuk produksi kayu Jati. Dari luas tegakan yang
tidak produktif tetapi baik untuk Jati di antarnya adalah tanah kosong (TK),
tanaman kayu lain (TKL), tanaman Jati bertumbuhan kurang (TJBK) dan hutan
alam kayu lain (HAKL) sebaiknya diusahakan penanaman kembali dengan jenis
30
Jati, sesuai dengan kelas perusahaannya karena KBD dan Bonita yang masih
memungkinkan untuk ditanami jenis Jati. Selain itu untuk mengantisipasi
kerusakan hutan akibat pencurian kayu,maka ditanami juga jenis Jati yang berdaur
pendek, yaitu Jati Plus Perhutani (JPP) dan jenis lain yang bernilai ekonomis
tinggi dan berdaur pendek, yaitu Fast Growing Species (FGS), seperti: mindi,
sengon, dan akasia.
4.7 Kegiatan Pemanenan Kayu
Kegiatan pemanenan kayu di KPH Nganjuk menggunakan sistem tebang
habis permudaan buatan (segera menanami kembali lokasi-lokasi yang dilakukan
tebang habis) yang hanya boleh dilaksanakan pada areal hutan produksi. Jenis
kayu yang dipanen di KPH Nganjuk adalah jenis Jati dan Rimba (Sono brit),
tetapi yang lebih diutamakan adalah jenis Jati karena harganya lebih tinggi
dibangdingkan dengan jenis Rimba.
Dua tahun sebelum dilaksanakan penebangan Jati, terlebih dahulu
dilaksanakan teresan yaitu dengan membuat koakan melingkar yang dibuat rata
tanah serendah mungkin dari permukaan tanah sampai memotong jaringan
kambium pada tanaman Jati dengan keliling minimal 40 cm dengan maksud agar
pada saat penebangan akan mendapatkan kayu yang kering udara sehingga
kualitasnya baik dan ringan dalam pengangkutan. Seiring dengan kegiatan
tersebut dilakukan juga penomoran pohon yang yanga akan ditebang.
Pengamatan langsung kondisi riil di lapangan terhadap penerapan K3
menunjukkan bahwa pihak perusahaan dan pekerja masih memiliki kesadaran
yang rendah terhadap pentingnya perlindungan K3. Pihak manajemen perusahaan
belum menerapkan peraturan K3 dan juga belum menyediakan alat pelindung diri
(APD) bagi pekerja sehingga dapat dikatakan bahwa kegiatan pemanenan di KPH
Nganjuk memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Selain itu resiko
kecelakaan kerja juga dapat dipengaruhi oleh kondisi topografi pada lokasi kerja
yang beragam, cuaca panas pada siang hari, resiko jatuhnya cabang dan ranting
yang kering pada pohon yang di teres, dan kondisi lingkungan kerja yang buruk
ketika hujan sehingga pada kondisi-kondisi yang tidak memungkinkan dan sangat
31
berbahaya apabila dilakukan kegiatan, maka kegiatan tersebut diberhentikan untuk
sementara waktu sampai kondisi kembali normal.
Kegiatan penebangan di KPH Nganjuk menggunakan chainsaw yang
penggunaannya memiliki resiko kecelakaan kerja. Dalam hal ini sebenarnya ada
perhatian dari pihak perusahaan yang tertulis pada buku petunjuk kerja yang
menganjurkan pemakaian alat-alat pengaman dan menyediakan kotak P3K
(pertolongan pertama pada kecelakaan), tetapi pada kenyataan di lapangan
ternyata belum demikian karena pekerja penebangan belum menggunakan alat-
alat pengaman dan kotak P3K juga belum tersedia. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena kurangnya perhatian dari pihak perusahaan terhadap
pentingnya perlindungan K3 bagi pekerja atau kurangnya kesadaran dari pekerja
penebangan terhadap K3 (keselamatan dan kesehatan kerja). Kondisi kegiatan
penebangan ditunjukkan pada Gambar 3.
Penebangan yang dilakukan di KPH Nganjuk ada 4 jenis, yaitu Tebangan A,
tebangan B, tebangan D, dan tebangan E. Tebangan A merupakan kegiatan
penebangan dengan sistem tebang habis permudaan buatan pada jenis Jati dengan
dilakukan teresan. Tebangan B merupakan kegiatan penebangan dengan sistem
tebang habis permudaan buatan pada jenis Rimba tanpa dilakukan teresan.
Tebangan D merupakan kegiatan penebangan yang dilakukan karena adanya
becana alam yang tidak terduga dan perlu untuk dilakukan tebangan, misalnya
pada pohon yang hampir roboh karena disambar petir. Sedangkan tebangan E
merupakan kegiatan penebangan yang dilakukan dengan tujuan mengatur jarak
antar pohon agar diperoleh tegakan akhir dengan massa kayu yang sebesar-
besarnya sesuai dengan tujuan pembangunan hutan dan kemampuan tempat
tumbuh yang bersangkutan, biasanya disebut dengan istilah penjarangan.
Kegiatan penjarangan juga memiliki resiko kecelakaan kerja karena pekerja
penebangan berada di lokasi yang cenderung gelap dan kemungkinan besar dapat
terjadi pemantulan arah rebah pohon. Selain pekerja tidak menggunakan peralatan
pelindung yang memadai, terdapat pekerja pada kegiatan penjarangan yang juga
melakukan tindakan yang sangat beresiko, yaitu memotong batang pohon yang
tersangkut dengan posisi chainsaw berada di atas.
32
Sumber: koleksi pribadi Gambar 3. Kegiatan Penebangan Pohon
Menurut ILO (2002) apabila merobohkan pohon yang tersangkut pekerja
tidak diperbolehkan melakukan hal-hal sebagai berikut: a) bekerja dibawah pohon
yang tersangkut; b) merobohkan pohon penahan; c) memanjat pohon yang
tersangkut; d) memotong panjang pohon dari tunggak pohon yanmg tersangkut
kecuali untuk kayu kecil yang diameter dasarnya kurang dari 20 cm; e)
merobohkan pohon lain ke pohon yang tersangkut. Sedangkan metode yang aman
dilakukan terhadap pohon yang tersangkut adalah sebagai berikut: a) memotong
engsel secara tidak sama agar lepas dari poros pohon, kemudian gelindingkan
pohon tersebut menggunakan kabel atau kait pemutar yang memiliki ukuran dan
kekuatan yang sesuai untuk melepas tajuk dari pohon dari pohon yang menahan,
menyebabkan batang pohon tersebut dari pohon meluncur ke bawah dari pohon
yang menahannya; b) mengungkit pohon pohon yang tersangkut dari arah
sandarannya, dengan menggunakan batang kayu yang kuat sampai pohon tersebut
jatuh ke tanah. Kondisi kegiatan penjarangan di lokasi penelitian ditunjukkan pada
Gambar 4.
Sebelum kegiatan penebangan dilakukan, terlebih dahulu ditentukan arah
rebah pohon dengan mempertimbangkan kerusakan (pecah banting) seminimal
mungkin. Pada kenyataan di lapangan sering terjadi ketidak sesuaian arah rebah
pohon dengan rencana yang ditentukan. Hal ini disebabkan karena kondisi
kemiringan pohon yang tidak sesuai dengan arah rebah yang ditentukan. Selain itu
33
hal tersebut dapat disebabkan karena kesalahan dalam membuat takik rebah dan
takik balas.
Sumber: koleksi pribadi Gambar 4. Kegiatan Penjarangan (Posisi Chainsaw Berada di Atas)
Setelah pohon rebah, dilakukan pemangkasan cabang- cabang yang rata
dengan batangnya dan kemudian dilakukan pembagian batang (bucking) dengan
prinsip menghimpun cat- cat di suat potongan batang kayu sedemikian rupa,
sehingga dapat diperoleh nilai kayu yang setinggi- tingginya. Manajemen batang
per batang adalah urutan pelaksanaan pemotongan yang dimulai dari pangkal ke
ujung, dengan tetap memperhatikan mutu kayu pada cabang yang dapat dipungut
untuk kayu pertukangan. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan potongan.
berikutnya apabila ditemukan cacat pada permukaan bontos setelah dipotong.
Pada pembagian batang jati terdiri dari 3 sortimen kayu, yaitu:
1. Sortimen kayu bundar kecil jati (A I) dengan panjang 0,40 m – 15,00 m dan
diameter 4–19 cm.
2. Sortimen kayu bundar sedang jati (A II) dengan panjang 0,40–15,00 m dan
diameter 22–28 cm.
3. Sortimen kayu bundar besar jati (A III) dengan panjang 0,40 –15,00 m dan
diameter 30–130 cm.
Sortimen AI dan A II disebut juga dengan istilah kayu bundar tidak bernomor.
Sedangkan untuk sortimen A III disebut juga dengan istilah kayu bundar
34
bernomor karena pada saat pembagian batang, sortimen A III diberi nomor
batang.
Sumber: koleksi pribadi Gambar 5. Kegiatan Pemangkasan Cabang dan Pembagian Batang
Setelah pembagian batang selesai, maka dilakukan penyaradan yang
dilakukan secara manual dengan tenaga manusia. Pekerja penyaradan melakukan
pemindahan batang tanpa menggunakan alat pelindung diri (APD). Batang
tersebut dipindahkan dengan cara dipikul secara perorangan dengan meletakkan
kayu di atas bahu pada batang dengan ukuran kecil (sortimen A 1) sampai dengan
sedang (sortimen A II) dengan diameter dan panjang tertentu yang masih dapat
dijangkau untuk dipikul. Batang yang berukuran besar (A III) dipikul secara
bersama-sama oleh dua orang atau lebih menggunakan alat bantu berupa batang
berukuran tertentu dan kawat yang dilingkarkan pada batang, disebut dengan
istilah “ender”. Batang yang disarad biasanya dipindahkan dari areal tebang ke
tempat pengumpulan (TP), tetapi batang yang ringan biasanya langsung dimuat ke
atas truk. Hal ini menunjukkan bahwa pada kegiatan penyaradan di KPH Nganjuk
tergolong masih kurang memperhatikan K3 karena pekerja penyaradan melakukan
kegiatan pemindahan kayu dengan menggunakan tangan dan peralatan bantu yang
digunakan masih sangat terbatas tanpa menggunakan APD.
International Labour Organization (2002) menyebutkan jika
memungkinkan penyaradan secara manual harus menghindarkan pemindahan
kayu dengan menggunakan tangan dan jika mengguanakan tangan, jarak harus
35
dijaga sependek mungkin dengan menggunakan suatu arah rebah yang tepat dan
jaringan jalan sarad yang cukup dekat, penggunaan perkakas bantu seperti kait,
penjepit atau sapi-sapi. APD harus disediakan dan dikenakan sesuai dengan
ketentuan dan Jika tidak ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan
hukum nasional, berat kayu yang harus ditangani dengan tangan oleh satu pekerja
tidak boleh melebihi suatu tingkatan yang mungkin membahayakan keselamatan
atau kesehatan. Selain itu beban kerja yang melebihi kapasitasnya dapat
mempengaruhi kesehatan pekerja (Yovi et al, 2006).
Sumber: koleksi pribadi Gambar 6. Kegiatan Penyaradan Manual dengan Tenaga Manusia (Dipikul)
Dalam melakukan penyaradan manual perlu memperhatikan teknik
penyaradan yang benar. Para pekerja harus menjaga punggung mereka dalam
keadaan lurus dan menggunakan otot kaki mereka saat pengangkatan. Beban
harus dijaga tetap dekat dengan tubuh dan dengan keseimbangan yang baik. Para
pekerja harus memilih jalan mereka hati-hati dan menghindari rintangan (ILO,
2002). Sedangkan Pusat Kesehatan Kerja (2009) menyebutkan bahwa mengangkat
beban merupakan pekerjaan yang cukup berat, terutama teknik yang dilakukan
tidak benar dapat berakibat cidera pada punggung. Pencegahan dapat dilakukan:
beban yang diangkat tidak terlalu berat, tidak berdiri terlalu jauh dari beban, tidak
mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi hendaknya menggunakan
tungkai bawah sambil berjongkok, dan hendaknya menggunakan pakaian yang
tidak terlalu ketat sehingga pergerakan tidak terhambat.
36
Sumber: koleksi pribadi Gambar 7. Kegiatan Pemuatan Kayu
Setelah kegiatan penyaradan dan pemuatan, maka dilakukan kegiatan
pengangkutan yaitu memindahkan kayu dari TP ke TPK (tempat pengumpulan
kayu) dengan menggunakan truk. Truk yang digunakan untuk mengangkut kayu
tersebut bukanlah milik Perhutani KPH Nganjuk, tetapi milik operator truk/ supir
itu sendiri yang sudah berpengalaman dalam mengoperasikan truk.
Sumber: koleksi pribadi Gambar 8. Kegiatan Pengangkutan Kayu
Pada kegiatan pengangkutan operator truk dalam melaksanakan kegiatan
pengangkutan belum mematuhi peraturan lalu-lintas yang juga ada kaitannya
dengan K3 karena kesadaran yang kurang, maka operator truk mau menggunakan
sabuk keselamatan hanya karena takut dengan adanya pemeriksaan polisi.
37
Sumber: koleksi pribadi Gambar 9. Kegiatan Pembongkaran Kayu
Setelah kayu sampai ke TPK, dilakukan pembongkaran yang dilakukan oleh
pekerja penyaradan yang juga ikut ke TPK dan pekerja TPK sendiri. Kondisi
kegiatan pembongkaran kayu ditunjukkan pada Gambar 9.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil
5.1.1 Perusahaan
a. Perbandingan Persepsi Perusahaan dengan Penilaian Berdasarkan Standar ILO
Perbandingan antara persepsi perusahaan KPH Nganjuk dari hasil
kuisioner yang berkaitan dengan knowledge, skill dan attitude dengan penilaian
berdasarkan standar ILO dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan yang
signifikan dengan metode uji Kruskal-Wallis (H0: tidak terdapat perbedaan
yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar
ILO, sedangkan H1: terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi
responden dengan penilaian berdasarkan standar ILO). Dari perhitungan SPSS
memberikan hasil yang ditulis pada Tabel 5, adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadap Perusahaan Nilai Knowledge Nilai Skill Nilai Attitude Chi-Square 0.432 5.437 15.983 Asymp. Sig. 0.51 0.02 0.00 α(Alpha) 0.01 0.01 0.01
Hasil pengujian terhadap knowledge perusahaan menyatakan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan dengan
penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. = 0,51 yang
berarti H0 diterima. Hasil pengujian terhadap skill perusahaan menyatakan
bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara persepsi perusahaan
dengan penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. =
0,02 yang berarti H0 diterima. Hasil pengujian terhadap attitude perusahaan
menyatakan bahwa terdapat perbedaaan yang signifikan antara persepsi
perusahaan dengan penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 >
Asymp. Sig. = 0,00 yang berarti H0 ditolak.
39
b. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Perusahaan
Berdasarkan pengambilan data melalui kuisioner yang diberikan kepada
perwakilan dari pihak perusahaan KPH Nganjuk dapat diketahui perbedaan
antara penilaian berdasarkan standar ILO dengan persepsi perusahaan yang
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Perusahaan
Knowledge Skill Atiitude Persepsi
Perusaha-an
Standar ILO Selisih
Persepsi Perusaha
-an
Standar ILO Selisih
Persepsi Perusaha
-an
Standar ILO Selisih
Total Nilai 64.00 52.00 -12.00 61.17 53.50 -7.67 59.33 34.00 -25.33
Rataan 3.76 3.06 -0.71 3.60 3.15 -0.45 3.49 2.00 -1.49
Dituliskan pada Tabel 6 bahwa knowledge perusahaan KPH Nganjuk
diperoleh nilai persepsi perusahaan = 3,76 dan nilai berdasarkan standar ILO =
3,06 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,71. Berdasarkan uji Kruskal-
Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan. Skill
perusahaan KPH Nganjuk diperoleh nilai persepsi perusahaan = 3,60 dan nilai
berdasarkan standar ILO = 3,15 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,45.
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan
yang signifikan. Attitude perusahaan KPH Nganjuk diperoleh nilai persepsi
perusahaan = 3,49 dan nilai berdasarkan standar ILO = 2,00 dengan selisih dari
nilai standar ILO = -1,49. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut
dianggap ada perbedaan yang signifikan dan bernilai negatif.
c. Hubungan antar Aspek Kompetensi pada Perusahaan
Ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi
pada perusahaan KPH Nganjuk (antara knowledge dengan skill, antara
knowledge dengan attitude dan antara skill dengan attitude) dapat diketahui
dengan menggunakan metode uji korelasi yang disajikan pada Tabel 7 yang
merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang disebutkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% antara
knowledge dengan skill yang dimiliki pihak perusahaan KPH Nganjuk dengan
40
nilai korelasi Spearman Rank = 0,500 dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,041 < α =
0,05 yang berarti H0 ditolak.
Disebutkan juga bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada selang
kepercayaan 95% antara knowledge dengan attitude yang dimiliki pihak
perusahaan KPH Nganjuk dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,677 dan
nilai Sig.(2-tailed) = 0,003 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak.
Tabel 7. Uji Korelasi Spearman Rank Perusahaan
Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .500* .677*
Sig. (2-tailed) . .041 .003
Knowledge
N 17 17 17
Koefisien korelasi .500* 1.000 .584*
Sig. (2-tailed) .041 . .014
Skill
N 17 17 17
Koefisien korelasi .677* .584* 1.000
Sig. (2-tailed) .003 .014 .
Spearman's rho
Attitude
N 17 17 17
*. Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Selain itu juga disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
pada selang kepercayaan 95% antara skill dengan attitude yang dimiliki pihak
perusahaan KPH Nganjuk dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,584 dan
nilai Sig.(2-tailed) = 0,014 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak.
5.1.2 Pekerja Bidang Penebangan
a. Perbandingan Persepsi Pekerja Bidang Penebangan dengan Penilaian
Berdasarkan Standar ILO
Perbandingan antara persepsi pekerja bidang penebangan dari hasil
kuisioner yang berkaitan dengan knowledge, skill dan attitude dengan
penilaian berdasarkan standar ILO dapat diketahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan dengan metode uji Kruskal-Wallis. Dari
perhitungan SPSS memberikan hasil yang ditulis pada Tabel 8.
41
Tabel 8. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadap Pekerja Bidang Penebangan
Nilai Knowledge Nilai Skill Nilai Attitude Chi-Square 5.905 6.009 2.338 Asymp. Sig. 0.015 0.014 0.126 α (Alpha) 0.01 0.01 0.01
Hasil pengujian terhadap knowledge pekerja bidang penebangan
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara persepsi
pekerja bidang penebangan dengan penilaian berdasarkan standar ILO karena
α = 0,01 < Asymp. Sig. = 0,015 yang berarti H0 diterima. Hasil pengujian
terhadap skill pekerja bidang penebangan menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaaan yang signifikan antara persepsi pekerja bidang penebangan dengan
penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. = 0,014
yang berarti H0 diterima. Hasil pengujian terhadap attitude pekerja bidang
penebangan menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan
antara persepsi pekerja bidang penebangan dengan penilaian berdasarkan
standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. = 0,126 yang berarti H0 diterima.
b. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Penebangan
Berdasarkan pengambilan data melalui kuisioner yang diberikan kepada
perwakilan dari pihak pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk dapat
diketahui perbedaan antara penilaian berdasarkan standar ILO dengan persepsi
pekerja bidang penebangan yang disajikan pada Tabel 9 sebagai berikut:
Tabel 9. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Penebangan
Knowledge Skill Atiitude
Persepsi pekerja
penebang-an
Standar ILO Selisih
Persepsi pekerja
penebang-an
Standar ILO Selisih
Persepsi pekerja
penebang-an
Standar ILO Selisih
Total Nilai 43.390 39.330 -4.060 43.000 36.990 -6.010 40.330 34.000 -6.330
Rataan 3.94 3.57 -0.36 3.91 3.36 -0.55 3.67 3.09 -0.57
Dituliskan pada Tabel 9 bahwa knowledge pekerja bidang penebangan di
KPH Nganjuk diperoleh nilai persepsi pekerja bidang penebangan = 3,94 dan nilai
berdasarkan standar ILO = 3,57 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,36.
42
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan
yang signifikan. Skill pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk diperoleh nilai
persepsi pekerja bidang penebangan = 3,91 dan nilai berdasarkan standar ILO =
3,36 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,55. Berdasarkan uji Kruskal-
Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan. Pada
Attitude pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk diperoleh nilai persepsi
pekerja bidang penebangan = 3,67 dan nilai berdasarkan standar ILO = 3,09
dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,57. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis,
selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan.
c. Hubungan antar Aspek kompetensi pada Pekerja Bidang Penebangan
Ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi
pada pekerja bidang penebangan dapat diketahui dengan menggunakan metode
uji korelasi Spearman Rank yang disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja Bidang Penebangan
Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .798* .699*
Sig. (2-tailed) . .003 .017
Knowledge
N 11 11 11
Koefisien korelasi .798* 1.000 .865*
Sig. (2-tailed) .003 . .001
Skill
N 11 11 11
Koefisien korelasi .699* .865* 1.000
Sig. (2-tailed) .017 .001 .
Spearman's rho
Attitude
N 11 11 11
*. Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 10 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang
disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Knowledge dengan
skill pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk pada selang kepercayaan
95% dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,798 dan nilai Sig.(2-tailed) =
0,003 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Selain itu juga disebutkan bahwa
43
terdapat hubungan yang signifikan antara knowledge dengan attitude pekerja
bidang penebangan di KPH Nganjuk pada selang kepercayaan 95% dengan
nilai korelasi Spearman Rank = 0,699 dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,017 < α =
0,05 yang berarti H0 ditolak. Hubungan yang signifikan juga terjadi antara skill
dengan attitude pekerja bidang penebangan pada selang kepercayaan 95%
dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,685 dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,001 <
α = 0,05 yang berarti H0 ditolak.
5.1.3 Pekerja Bidang Penyaradan
a. Perbandingan Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan dengan Penilaian
Berdasarkan Standar ILO
Perbandingan antara persepsi pekerja bidang penyaradan dari hasil
kuisioner yang berkaitan dengan knowledge, skill dan attitude dengan
penilaian berdasarkan standar ILO dapat diketahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan dengan metode uji Kruskal-Wallis. Dari
perhitungan SPSS memberikan hasil yang ditulis pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadap Pekerja Bidang Penyaradan
Nilai Knowledge Nilai Skill Nilai Attitude Chi-Square 0.000 0.028 0.837 Asymp. Sig. 1.000 0.087 0.360 α (Alpha) 0.01 0.01 0.01
Hasil pengujian terhadap knowledge pekerja bidang penyaradan
menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara persepsi
pekerja bidang penyaradan dengan penilaian berdasarkan standar ILO karena
α = 0,01 < Asymp. Sig. = 1,000 yang berarti H0 diterima. Hasil pengujian
terhadap skill pekerja bidang penyaradan menyatakan bahwa tidak terdapat
perbedaaan yang signifikan antara persepsi pekerja bidang penyaradan dengan
penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. = 0,087
yang berarti H0 diterima. Hasil pengujian terhadap attitude pekerja bidang
penyaradan menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan
antara persepsi pekerja bidang penyaradan dengan penilaian berdasarkan
standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. = 0,360 yang berarti H0 diterima.
44
b. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan
Berdasarkan pengambilan data melalui kuisioner yang diberikan kepada
perwakilan dari pihak pekerja bidang penyaradan di KPH Nganjuk dapat
diketahui perbedaan antara penilaian berdasarkan standar ILO dengan persepsi
persepsi pekerja bidang penyaradan disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan
knowledge skill atiitude
Persepsi Pekerja
Penyarad-an
Standar ILO Selisih
Persepsi Pekerja
Penyarad-an
Standar ILO Selisih
Persepsi Pekerja
Penyarad-an
Standar ILO Selisih
Total Nilai 22.180 20.990 -1.190 21.990 21.330 -0.660 21.830 17.000 -4.830
Rataan 3.70 3.50 -0.20 3.66 3.55 -0.11 3.64 2.83 -0.81
Dituliskan pada Tabel 12 bahwa knowledge pekerja bidang penyaradan
di KPH Nganjuk diperoleh nilai persepsi pekerja bidang penyaradan = 3,70 dan
nilai berdasarkan standar ILO = 3,50 dengan selisih dari nilai standar ILO =
-0,20. Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada
perbedaan yang signifikan. Skill pekerja bidang penyaradan di KPH Nganjuk
diperoleh nilai persepsi pekerja bidang penyaradan = 3,66 dan nilai berdasarkan
standar ILO = 3,55 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,11. Berdasarkan
uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan yang
signifikan. Attitude pekerja bidang penyaradan di KPH Nganjuk diperoleh nilai
persepsi pekerja bidang penyaradan = 3,64 dan nilai berdasarkan standar ILO =
2,83 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,81. Berdasarkan uji Kruskal-
Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan yang signifikan.
c. Hubungan antar Aspek Kompetensi pada Pekerja Bidang Penyaradan
Dengan menggunakan metode uji korelasi Spearman Rank, dapat
diketahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi
pada pekerja bidang penyaradan yang disajikan pada Tabel 13.
45
Tabel 13. Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja bidang Penyaradan
Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .742 .955*
Sig. (2-tailed) . .091 .003
Knowledge
N 6 6 6
Koefisien korelasi .742 1.000 .647
Sig. (2-tailed) .091 . .165
Skill
N 6 6 6
Koefisien korelasi .955* .647 1.000
Sig. (2-tailed) .003 .165 .
Spearman's rho
Attitude
N 6 6 6
*. Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 13 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara knowledge
dengan attitude pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk pada selang
kepercayaan 95% dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,955 dan nilai
Sig.(2-tailed) = 0,003 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak.
5.1.4 Pekerja Bidang Pengangkutan
a. Perbandingan Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan dengan Penilaian
Berdasarkan Standar ILO
Perbandingan antara persepsi pekerja bidang Pengangkutan dari hasil
kuisioner yang berkaitan dengan knowledge, skill dan attitude dengan
penilaian berdasarkan standar ILO dapat diketahui ada atau tidaknya
perbedaan yang signifikan dengan metode uji Kruskal-Wallis. Dari
perhitungan SPSS memberikan hasil yang ditulis pada Tabel 14.
Tebel 14. Hasil Analisis Kruskal-Wallis terhadap Pekerja Bidang Pengangkutan
Nilai Knowledge Nilai Skill Nilai Attitude Chi-Square 5.633 5.926 2.270 Asymp. Sig. 0.018 0.015 0.132 α (Alpha) 0.01 0.01 0.01
46
Hasil pengujian terhadap knowledge pekerja bidang pengangkutan
disebutkan bahwa tidak terdapat perbedaaan yang signifikan antara persepsi
pekerja bidang pengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar ILO
karena α = 0,01 < Asymp. Sig. = 1,000 yang berarti H0 diterima. Hasil
pengujian terhadap skill pekerja bidang pengangkutan disebutkan bahwa tidak
terdapat perbedaaan yang signifikan antara persepsi pekerja bidang
pengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 <
Asymp. Sig. = 0,087 yang berarti H0 diterima. Hasil pengujian terhadap
attitude pekerja bidang pengangkutan disebutkan bahwa tidak terdapat
perbedaaan yang signifikan antara persepsi pekerja bidang pengangkutan
dengan penilaian berdasarkan standar ILO karena α = 0,01 < Asymp. Sig. =
0,360 yang berarti H0 diterima.
b. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan
Berdasarkan pengambilan data melalui kuisioner yang diberikan kepada
perwakilan dari pihak pekerja bidang pengangkutan di KPH Nganjuk dapat
diketahui perbedaan antara penilaian berdasarkan standar ILO dengan persepsi
pekerja bidang pengangkutan dapat dilihat pada Tabel 15 yang menuliskan
bahwa knowledge pekerja bidang pengangkutan di KPH Nganjuk diperoleh
nilai persepsi pekerja bidang pengangkutan = 4,06 dan nilai berdasarkan
standar ILO = 3,89 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,17.
Tabel 15. Penilaian Berdasarkan Standar ILO dan Persepsi Pekerja Bidang
Pengangkutan
knowledge skill atiitude
Persepsi Pekerja
Pengang-kutan
Standar ILO Selisih
Persepsi Pekerja
Pengang-kutan
Standar ILO Selisih
Persepsi Pekerja
Pengang-kutan
Standar ILO Selisih
Total Nilai 36.510 35.000 -1.677 35.500 33.833 -1.680 32.330 30.167 -2.830
Rataan 4.06 3.89 -0.17 3.94 3.76 -0.19 3.59 3.35 -0.31
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada
perbedaan yang signifikan. Skill pekerja bidang pengangkutan di KPH Nganjuk
diperoleh nilai persepsi pekerja bidang pengangkutan = 3,94 dan nilai
berdasarkan standar ILO = 3,76 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,19.
47
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan
yang signifikan. Attitude pekerja bidang pengangkutan di KPH Nganjuk
diperoleh nilai persepsi pekerja bidang pengangkutan = 3,59 dan nilai
berdasarkan standar ILO = 3,35 dengan selisih dari nilai standar ILO = -0,31.
Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, selisih tersebut dianggap tidak ada perbedaan
yang signifikan.
c. Hubungan antar Aspek kompetensi pada Pekerja Bidang Pengangkutan
Adanya hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi pada pekerja
bidang pengangkutan dapat diketahui dengan menggunakan metode uji korelasi
Spearman Rank yang disajikan pada Tabel 16 .
Tabel 16. Uji Korelasi Spearman Rank Pekerja bidang Pengangkutan
Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .709* .230
Sig. (2-tailed) . .033 .552
Knowledge
N 9 9 9
Koefisien korelasi .709* 1.000 .315
Sig. (2-tailed) .033 . .410
Skill
N 9 9 9
Koefisien korelasi .230 .315 1.000
Sig. (2-tailed) .552 .410 .
Spearman's rho
Attitude
N 9 9 9
*. Terdapat hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 16 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS yang
disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Knowledge dengan
skill pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk pada selang kepercayaan
95% dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,709 dan nilai Sig.(2-tailed) =
0,033 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak.
48
5.1.5 Pendidikan dan Pengalaman Kerja dengan Aspek Kompetensi
Uji korelasi Spearman Rank dalam hal ini digunakan untuk mengetahui ada
atau tidaknya hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pengalaman kerja
dari pihak pekerja (pekerja bidang penebangan, pekerja bidang penyaradan dan
pekerja bidang pengangkutan) dengan knowledge, skill dan attitude.
1. Pengaruh Pendidikan Pekerja terhadap Knowledge, Skill dan Attitude
a. Pekerja Bidang Penebangan
Hasil analisis dengan metode uji korelasi Spearman Rank antara
pendidikan dari pihak pekerja bidang penebangan dengan aspek kompetansi.
disajikan pada Tabel 17 sebagai berikut:
Tabel 17. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja Bidang Penebangan
Pendidikan Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 -.097 .144 .060
Sig. (2-tailed) . .712 .582 .818
Pendidikan
N 17 17 17 17
Koefisien korelasi -.097 1.000 .666* .725*
Sig. (2-tailed) .712 . .004 .001
Knowledge
N 17 17 17 17
Koefisien korelasi .144 .666* 1.000 .851*
Sig. (2-tailed) .582 .004 . .000
Skill
N 17 17 17 17
Koefisien korelasi .060 .725* .851* 1.000
Sig. (2-tailed) .818 .001 .000 .
Spearman's rho
Attitude
N 17 17 17 17
* Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 17 yang disajikan ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan
yang signifikan antara pendidikan dengan aspek kompetensi. Hal ini dapat
terjadi karena pada kenyataannya para pekerja bidang penebangan sudah
berpengalaman dan cukup mampu dalam melaksanakan pekerjaannya walaupun
pendidikannya rendah.
b. Pekerja Bidang Penyaradan
49
Ada atau tidaknya hubungan antara pendidikan yang dimiliki pekerja
bidang penyaradan dengan aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 18
Tabel 18. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja Bidang
Penyaradan Pendidikan Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .371 .451 .314
Sig. (2-tailed) . .174 .092 .254
Pendidikan
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .371 1.000 .380 .097
Sig. (2-tailed) .174 . .162 .731
Knowledge
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .451 .380 1.000 .526*
Sig. (2-tailed) .092 .162 . .044
Skill
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .314 .097 .526* 1.000
Sig. (2-tailed) .254 .731 .044 .
Spearman's rho
Attitude
N 15 15 15 15
* Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Hasil analisis dengan metode uji korelasi Spearman Rank ternyata
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
yang dimiliki pekerja bidang penyaradan dengan aspek kompetensi.
c. Pekerja Bidang Pengangkutan
Analisis terhadap pendidikan yang dimiliki pekerja bidang
pengangkutan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan
dapat dilihat pada Tabel 19.
50
Tabel 19. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pendidikan Pekerja Bidang Pengangkutan
Pendidikan Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .371 .451 .314
Sig. (2-tailed) . .174 .092 .254
Pendidikan
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .371 1.000 .380 .097
Sig. (2-tailed) .174 . .162 .731
Knowledge
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .451 .380 1.000 .526*
Sig. (2-tailed) .092 .162 . .044
Skill
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .314 .097 .526* 1.000
Sig. (2-tailed) .254 .731 .044 .
Spearman's rho
Attitude
N 15 15 15 15
• Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 20. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap pengalaman Pekerja Bidang Penebangan
Pengalaman Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .199 .472 .303
Sig. (2-tailed) . .444 .056 .237
Pengalaman
N 17 17 17 17
Koefisien korelasi .199 1.000 .666* .725*
Sig. (2-tailed) .444 . .004 .001
Knowledge
N 17 17 17 17
Koefisien korelasi .472 .666* 1.000 .851*
Sig. (2-tailed) .056 .004 . .000
Skill
N 17 17 17 17
Koefisien korelasi .303 .725* .851* 1.000
Sig. (2-tailed) .237 .001 .000 .
Spearman's rho
Attitude
N 17 17 17 17
*. Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
51
2. Pengaruh Pengalaman Kerja Pekerja terhadap Knowledge, Skill dan Attitude
a. Pekerja Bidang Penebangan
Antara pengalaman kerja dari pihak pekerja bidang pengangkutan
dengan aspek kompetensi dianalisis dengan metode korelasi Spearman Rank.
Hasil analisis disajikan pada Tabel 20 yang menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja dimiliki pekerja bidang
penebangan dengan aspek kompetensi.
b. Pekerja Bidang Penyaradan
Analisis terhadap pengalaman kerja yang dimiliki pekerja bidang
penyaradan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan
dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja Bidang
Penyaradan Pengalaman Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .251 .183 -.318
Sig. (2-tailed) . .367 .513 .248
Pengalaman
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .251 1.000 .380 .097
Sig. (2-tailed) .367 . .162 .731
Knowledge
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .183 .380 1.000 .526(*)
Sig. (2-tailed) .513 .162 . .044
Skill
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi -.318 .097 .526(*) 1.000
Sig. (2-tailed) .248 .731 .044 .
Spearman's
rho
Attitude
N 15 15 15 15
*. Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 21 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS
yang meyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pengalaman kerja dengan aspek kompetensi pekerja bidang peyaradan.
52
c. Pekerja Bidang Pengangkutan
Analisis terhadap pengalaman kerja yang dimiliki pekerja bidang
pengangkutan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang signifikan
dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Uji Korelasi Spearman Rank terhadap Pengalaman Pekerja Bidang
Pengangkutan Pengalaman Knowledge Skill Attitude
Koefisien korelasi 1.000 .251 .183 -.318
Sig. (2-tailed) . .367 .513 .248
Pengalaman
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .251 1.000 .380 .097
Sig. (2-tailed) .367 . .162 .731
Knowledge
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi .183 .380 1.000 .526*
Sig. (2-tailed) .513 .162 . .044
Skill
N 15 15 15 15
Koefisien korelasi -.318 .097 .526* 1.000
Sig. (2-tailed) .248 .731 .044 .
Spearman's
rho
Attitude
N 15 15 15 15
*. Hubungan yang signifikan pada taraf nyata 0,05.
Tabel 22 merupakan hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS
yang menyebutkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara
pengalaman kerja dengan aspek kompetensi pekerja bidang pengangkutan.
53
5.2 Pembahasan
Responden dari pihak perusahaan sebanyak 6 orang yang terdiri dari 1 orang
sebagai KBKPH (kepala bagian kesatuan pemangkuan hutan), 2 orang sebagai
KRPH (kepala resort pemangkuan hutan), dan 3 orang sebagai mandor. Penelitian
terhadap perusahaan juga dilakukan karena perusahaan merupakan pihak yang
sangat berpengaruh dan berhak memberikan keputusan yang harus disepakati dan
dijalankan bersama.
Pihak pekerja bidang penebangan yang dipilih sebagai responden terdiri dari
6 orang pekerja yang mengoperasikan chainsaw (gergaji mesin). Kegiatan
penebangan dilakukan mulai dari merebahkan pohon berdiri dengan chainsaw,
dan dilakukan pembagian batang dengan ukurannya tertentu sesuai dengan
kebutuhan pasar. Kegiatan penebangan merupakan kegiatan yang beresiko tinggi
sehingga alat pelindung sangatlah dibutuhkan untuk menjaga keselamatan dalam
bekeja. Alat pelindung diri (APD) yang harus digunakan pada kegiatan
penebangan dengan chainsaw sesuai dengan standar ILO antara lain:
a. Sepatu keselamatan untuk perlindungan kaki;
b. Celana keselamatan untuk perlindungan lengan kaki;
c. Pakaian terpasang tutup untuk perlindungan tubuh, tangan dan lengan kaki;
d. Sarung tangan untuk perlindungan pergelangan tangan;
e. Topi pengaman untuk perlindungan kepala;
f. Goggle untuk perlindungan mata;
g. Klep (mesh) untuk perlindungan mata/ wajah; dan
h. Earmuff untuk perlindungan pendengaran.
Responden dari pihak pekerja bidang penyaradan yang dipilih terdiri dari 6
orang yang melakukan kegiatan penyaradan secara manual. Para pekerja masing-
masing memikul sendiri balok yang ukuran kecil sampai dengan sedang dengan
berat yang masih dapat dijangkau. Sedangkan balok yang berukuran besar dipikul
secara bersama- sama dengan alat bantu yang disebut “Blandut”, terbuat dari
kawat. Kegiatan penumpukan/ pemuatan dilakukan sekaligus oleh pekerja bidang
penyaradan. Penyaradan manual merupakan kegiatan yang beresiko karena
pekerjaan tersebut masih berada di areal kegiatan tebangan sehingga perlu
54
menggunakan alat pelindung. Alat pelindung diri (APD) yang harus digunakan
dalam kegiatan penyaradan manual berdasarkan standar ILO antara lain:
a. Sepatu keselamatan untuk perlindungan kaki,
b. Pakaian terpasang tutup untuk perlindungan tubuh, tangan dan lengan kaki,
c. Sarung tangan untuk perlindungan pergelangan tangan,
d. Topi pengaman untuk perlindungan kepala (bila menyarad kayu dekat dengan
pohon-pohon tidak stabil atau kayu-kayu bercabang),
e. Klep (mesh) untuk perlindungan mata/ wajah; dan
f. Earmuff untuk perlindungan pendengaran (bila tingkat bising di tempat posisi
tempat kerja melebihi 85 dB(A)).
Responden dari pihak pekerja bidang pengangkutan yang dipilih terdiri dari
6 orang operator truk / supir truk. Kegiatan pengangkutan dilakukan dari TPn
(tempat pengumpulan sementara) ke TPK (tempat pengumpulan kayu). Terkadang
truk masuk ke petak tebang dengan maksud untuk memudahkan kegiatan
penyaradan. Walaupun kegiatan pengangkutan dengan menggunakan truk tidak
terlalu beresiko tetapi bagi operator truk perlu menggunakan alat pelindung
berupa sabuk pengaman selama mengoperasikan truk. Ketentuan supir (operator
truk) dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan berdasarkan standar ILO antara
lain:
a. Memegang lisensi legal yang diharuskan sesuai dengan jenis truk yang mereka
operasikan.
b. Mematuhi peraturan lalu lintas nasional terus-menerus.
c. Mengetahui pengetahuan menyeluruh mengenai instruksi dan peraturan untuk
beroperasi khususnya jenis truk yang sedang mereka kemudikan.
d. Dapat melakukan pemeliharaan rutin dan perawatan kecil.
e. Mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa truk dimuati dengan
benar, aman, dan tidak berlebihan dalam memuat kayu.
Para responden diharapkan memberikan keterangan yang jelas dari
tanggapannya terhadap kuisioner yang diberikan. Kemudian tanggapan dan
keterangan tersebut dibandingkan terhadap penilaian bedasarkan standar ILO
dengan metode uji Kruskal-Wallis. Metode uji ini digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan
55
penilaian berdasarkan standar ILO. Ada maupun tidak ada perbedaan yang
signifikan, kedua hasil uji Kruskal-Wallis tersebut ditinjau kembali rata-rata nilai
dari penilaian berdasarkan standar ILO dengan menggunakan Skala Likert bernilai
antara “1” sampai dengan “5”. Sehingga dapat diketahui tingkat kompetensi yang
dimiliki responden berdasarkan standar ILO. Apabila telah diketahui perbedaan,
maka dari perbedaan tersebut ditinjau selisihnya dengan cara penilaian, yaitu
dengan menghitung selisih antara penilaian bardasarkan standar ILO dikurangi
nilai dari persepsi responden sehingga dapat diketahui bernilai positif atau negatif.
Sedangkan korelasi Spearman Rank digunakan untuk mengetahui adanya
hubungan yang signifikan atau tidak di antara aspek kompetensi (knowledge
dengan skill, knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude). Sehingga
dengan mengetahui hubungan antar aspek tersebut akan dapat digunakan sebagai
strategi dalam meningkatkan suatu kompetensi, yaitu dengan cara meningkatkan
kompetensi lain yang mempengaruhi.
Pembahasan berdasarkan hasil uji yang dilakukan terhadap masing-masing
responden adalah sebagai berikut:
5.2.1. Persepsi Perusahaan terhadap K3 dan Hubungan antar Aspek
kompetensinya
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam pembahasan mengenai persepsi
perusahaan terhadap K3 dan hubungan antar aspek kompetensinya disajikan pada
Gambar 10. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang
Penebangan.
Perusahaan KPH Nganjuk merupakan salah satu perusahaan di provinsi jawa
timur yang belum menerapkan peraturan K3. Padahal K3 merupakan hal yang
sangat penting untuk diperhatikan demi kelancaran sistem kerja di perusahaan.
Untuk itu dilakukan pengujian dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis
terhadap knowledge perusahaan pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 <
Asyimp.Sig = 0,511. Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat
kepercayaan 99% pada pengujian knowledge perusahaan tidak terdapat perbedaan
yang nyata antara persepsi perusahaan dengan penilaian berdasarkan standar ILO
56
Perusahaan KPH Nganjuk
Uji korelasi Spearman Rank
Skill Nilai = 3.60
Attitude Nilai = 3.49
Persepsi Perusahaan terhadap K3
Penilaian Berdasarkan Standar ILO
Knowledge Nilai =3.06
Skill Nilai = 3.15
Attitude Nilai = 2.00
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
Berbeda Nyata Negatif
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,511
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,020
α = 0,01 > Asyimp.Sig = 0,000
Knowledge Skill Attitude
Sebagai Strategi untuk Meningkatkan Kompetensi
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Input =
= Proses
= Output
Uji Kruskal-Wallis
Knowledge Nilai =3.77
Gambar 10. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Perusahaan KPH Nganjuk
= Perbandingan
Keterangan :
57
terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilainya pada knowledge
perusahaan = 3,06. Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert, maka
knowledge perusahaan berada pada tingkat cukup mengetahui. Hal ini dapat
diketahui walaupun pihak perusahaan (Perhutani KPH Nganjuk) berpendidikan
tinggi dan ditunjang dengan buku-buku petunjuk pelaksanaan kerja, tetapi masih
belum mengetahui pembuatan peraturan-peraturan mengenai K3 dan
menetapkannya bagi pekerja. Selain itu pada waktu memberikan tanggapan pada
kuiasioner yang telah diberikan, ternyata pihak perusahaan masih kurang dalam
memberikan penjelasan terhadap tanggapan yang disampaikan.
Pengujian skill perusahaan dengan metode Kruskal-Wallis pada taraf nyata 0,01
diperoleh hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,020. Maka H0 diterima, dengan kata
lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian skill perusahaan tidak terdapat
perbedaan yang nyata antara persepsi perusahaan dengan penilaian berdasarkan
standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilainya pada
skill perusahaan = 3,15. Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert, maka
skill
perusahaan barada pada tingkat cukup mampu. Hal ini dapat diketahui walaupun
pihak perusahaan di KPH Nganjuk berpendidikan tinggi dan ditunjang dengan
buku-buku petunjuk pelaksanaan kerja, tetapi masih belum mampu membuat
peraturan-peraturan mengenai K3 dan menetapkannya bagi pekerja.
Pengujian attitude perusahaan dengan metode Kruskal-Wallis pada taraf
nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 > Asyimp.Sig = 0,000. Maka H0 ditolak,
dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian attitude
perusahaan terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi perusahaan dengan
penilaian berdasarkan standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika dilihat selisih
nilai dari perbedaan tersebut adalah bernilai negatif yaitu -1,49, sedangkan jika
ditinjau dari rata-rata nilainya pada attitude perusahaan = 2,00. Sehingga bila
dilihat berdasarkan Skala Likert, maka attitude perusahaan barada pada tingkat
tidak mau (masih rendah). Hal ini disebabkan karena pada kenyataannya pihak
perusahaan di KPH Nganjuk masih belum menetapkan peraturan K3 bagi pekerja,
belum mengadakan pelatihan-pelatihan K3 secara rutin dan juga belum
menyediakan peralatan K3 bagi pekerja.
58
Upaya untuk meningkatkan kompetensi perusahaan perlu dilakukan dengan
cara mengetahui hubungan antar aspek kompetensi yaitu dengan menggunakan
metode uji korelasi Spearman Rank. Hasil analisis menyebutkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% antara knowledge dengan
skill yang dimiliki pihak perusahaan KPH Nganjuk dengan nilai korelasi
Spearman Rank = 0,50 dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,041 < α = 0,05 yang berarti H0
ditolak. Berdasarkan batas-batas nilai koefisien korelasi (Nugroho, 2005), maka
nilai korelasi 0,50 menunjukkan adanya hubungan yang kuat. Disebutkan juga
bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada selang kepercayaan 95% antara
knowledge dengan attitude yang dimiliki pihak perusahaan KPH Nganjuk dengan
nilai korelasi Spearman Rank = 0,677 yang menunjukkan adanya hubungan yang
kuat dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,003 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Selain itu
juga disebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada selang
kepercayaan 95% antara skill dengan attitude yang dimiliki pihak perusahaan
KPH Nganjuk dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,584 yang menunjukkan
adanya hubungan yang kuat dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,014 < α = 0,05 yang
berarti H0 ditolak.
Kompetensi pihak perusahaan yang perlu ditingkatkan terlebih dahulu
adalah attitude karena berdasarkan penilaian dengan standar ILO nilainya paling
rendah dibandingkan nilai knowledge dan skill. Berdasarkan penilaian dengan
standar ILO terhadap attitude pekerja bidang penebangan, hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk meningkatkan attitude adalah:
1. Pihak perusahaan seharusnya menyusun pedoman kebijakan K3,
2. Pihak perusahaan seharusnya melakukan pemberian tugas-tugas terhadap
pekerja sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan keterampilan
mereka.
3. Pihak perusahaan seharusnya menyediakan peralatan-peralatan yang
dibutuhkan pekerja, cara kerja, organisasi kerja serta pemeliharaan tingkat
keterampilan yang tinggi.
4. Pihak perusahaan seharusnya menerapkan hukum, peraturan dan kode praktek
yang berhubungan dengan K3, mengetahui pemeliharaan prosedur untuk
menjamin dan meningkatkan kompetensi para pekerja,
59
5. Pihak perusahaan seharusnya malakukan pemeriksaan kesehatan terhadap
para pekerja.
Selain itu juga perlu meningkatkan knowledge dan skill pihak perusahaan
yang berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk meningkatkan
attitude karena berdasarkan hasil analisis dengan uji korelasi Spearman Rank,
attitude mempunyai hubungan yang signifikan dengan knowledge dan skill.
Sehingga knowledge dan skill yang ditingkatkan akan mempengaruhi attitude
untuk meningkat.
Pasal 14 bab 10 pada UU no 1 tahun 1970 tentang ketenagakerjaan
dinyatakan bahwa.pengurus (perusahaan) diwajibkan secara tertulis menempatkan
dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang
diwajibkan, sehelai Undang-undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang
berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah
dilihat dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;
memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan
kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat
yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli
keselamatan kerja; dan menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan
diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai
dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja.
5.2.2. Persepsi Pekerja Bidang Penebangan terhadap K3 dan Hubungan
antar Aspek kompetensinya
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam pembahasan mengenai persepsi
pekerja bidang penebangan terhadap K3 dan hubungan antar aspek kompetensinya
disajikan pada Gambar 11. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi
Pekerja Bidang Penebangan.
Pengujian dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis terhadap knowledge
pekerja di bidang penebangan pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 <
Asyimp.Sig = 0,015. Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat
60
Pekerja Bidang Penebangan
Uji korelasi Spearman Rank
Knowledge Nilai = 3.94
Skill Nilai = 3.91
Attitude Nilai = 3.67
Persepsi Pekerja Bidang Penebangan terhadap K3
Penilaian Berdasarkan Standar ILO
Knowledge Nilai =3.57
Skill Nilai = 3.36
Attitude Nilai = 3.09
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,015
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,014
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,126
Knowledge Skill Attitude
Sebagai Strategi untuk Meningkatkan Kompetensi
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Input =
= Proses
= Output
Uji Kruskal-Wallis
Gambar 11 Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang Penebangan
= Perbandingan
Keterangan :
61
kepercayaan 99% pada pengujian knowledge pekerja di bidang penebangan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja di bidang penebangan
dengan penilaian berdasarkan standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau
dari rata-rata nilainya pada knowledge pekerja bidang penebangan = 3,57.
Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert, maka knowledge pekerja bidang
penebangan berada pada tingkat antara cukup mengetahui dan mengetahui. Hal ini
dapat terjadi walaupun pada kenyataannya para pekerja bidang penebangan di
KPH Nganjuk memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah, tetapi dapat
memberikan sedikit keterangan terhadap kuisioner yang mereka tanggapi
berdasarkan pengalaman selama bekerja.
Pengujian skill pekerja bidang penebangan dengan metode uji Kruskal-
Wallis pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,014.
Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian
skill pekerja di bidang penebangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara persepsi pekerja di bidang penebangan dengan penilaian berdasarkan
standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilai pada skill
pekerja bidang penebangan = 3,36. Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert,
maka skill pekerja bidang penebangan barada pada tingkat cukup mampu. Hal ini
diketahui bahwa pada kenyataannya pekerja bidang penebangan cukup mampu
dalam melaksanakan kegiatan penebangan, tetapi untuk melaksanakan peraturan
K3 masih kurang karena di perusahaan belum menerapkan peraturan K3.
Pengujian attitude pekerja bidang penebangan dengan metode uji Kruskal-
Wallis pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,126.
Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian
attitude pekerja di bidang penebangan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara persepsi pekerja di bidang penebangan dengan penilaian berdasarkan
standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilai pada
attitude pekerja bidang penebangan = 3,09. Sehingga bila dilihat berdasarkan
Skala Likert, maka attitude pekerja bidang penebangan barada pada tingkat cukup
mengetahui. Hal ini diketahui bahwa pada kenyataannya pekerja bidang
penebangan belum mau melaksanakan peraturan-peraturan K3 karena belum
ditetapkannya peraturan-peraturan yang tegas dari pihak perusahaan.
62
Upaya untuk meningkatkan kompetensi pekerja bidang penebangan perlu
dilakukan dengan cara mengetahui hubungan antar aspek kompetensi yaitu
dengan menggunakan metode uji korelasi Spearman Rank. Hasil analisis dengan
program SPSS menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
Knowledge dengan skill pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk pada selang
kepercayaan 95% dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,798 yang
menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,003
< α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Selain itu hasil analisis juga menyebutkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara knowledge dengan attitude
pekerja bidang penebangan di KPH Nganjuk pada selang kepercayaan 95%
dengan nilai korelasi Spearman Rank = 0,699 yang menunjukkan adanya
hubungan yang kuat dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,017 < α = 0,05 yang berarti H0
ditolak. Hubungan yang signifikan juga terjadi antara skill dengan attitude pekerja
bidang penebangan pada selang kepercayaan 95% dengan nilai korelasi
Spearman Rank = 0,685 dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,001 < α = 0,05 yang berarti H0
ditolak.
Kompetensi pekerja bidang penebangan yang perlu ditingkatkan terlebih
dahulu adalah attitude karena berdasarkan penilaian dengan standar ILO nilainya
paling rendah dibandingkan nilai knowledge dan skill. Berdasarkan penilaian
dengan standar ILO terhadap attitude pekerja bidang penebangan, hal-hal yang
perlu diperhatikan untuk meningkatkan attitude adalah:
1. Para pekerja bidang penebangan seharusnya harus selalu menentukan batas-
batas dalam zona penebangan sesuai dengan standar ILO yaitu dua kali
panjang pohon tertinggi yang akan ditebang. Dua orang atau lebih yang yang
melakukan
2. Para pekerja bidang penebangan seharusnya memilih alat kerja (chainsaw)
yang tepat sesuai dengan volume pekerjaan dengan gergaji rantai yang
mempunyai tenaga yang cukup dan dilengkapi dengan bilah gergaji yang
paling ringan, paling pendek yang dapat dipakai untuk menghasilkan
kombinasi ergonomis yang baik,
63
3. Para pekerja bidang penebangan seharusnya selalu memilih dan menggunakan
alat pelindung diri pada kegiatan penebangan untuk menghindari terjadinya
kecelakaan kerja.
Perbandingan antara Kondisi Riil di Lapangan dengan Kondisi Ideal
Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penebangan disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Kondisi Riil di lapangan dibandingkan dengan kondisi ideal berdasarkan standar
ILO pada Kegiatan Penebangan
Kondisi Riil di lapangan Kondisi Ideal berdasarkan standar ILO
a. Menggunakan sepatu pada umumnya
sehingga perlindungan kaki masih
kurang.
a. Menggunakan sepatu keselamatan
untuk perlindungan kaki.
b. Menggunakan celana pada umumnya
sehingga perlindungan lengan kaki
masih kurang.
b. Menggunakan celana keselamatan
untuk perlindungan lengan kaki.
c. Menggunakan pakaian pada
umumnya.
c. Menggunakan pakaian terpasang
tutup untuk perlindungan tubuh,
tangan dan lengan kaki.
d. Ada yang menggunakan sarung
tangan ada yang tidak
menggunakannya.
d. Menggunakan sarung tangan untuk
perlindungan pergelangan tangan.
e. Menggunakan topi pada umumnya
sehingga perlindungan kepala masih
kurang.
e. Menggunakan topi pengaman untuk
perlindungan kepala (bila menyarad
kayu dekat dengan pohon-pohon
tidak stabil atau kayu-kayu
bercabang).
f. Tidak menggunakan goggle untuk
perlindungan mata.
f. Menggunakan goggle untuk
perlindungan mata.
g. Tidak menggunakan klep (mesh)
untuk perlindungan mata/ wajah.
g. Menggunakan klep (mesh) untuk
perlindungan mata/ wajah.
h. Menggunakan daun untuk
perlindungan pendengaran.
h. Menggunakan earmuff untuk
perlindungan pendengaran.
64
Selain itu juga perlu meningkatkan knowledge dan skill pihak pekerja
bidang penebangan yang berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan
untuk meningkatkan attitude karena berdasarkan hasil analisis dengan uji korelasi
Spearman Rank, attitude mempunyai hubungan yang signifikan dengan
knowledge dan skill. Sehingga knowledge dan skill yang ditingkatkan akan
mempengaruhi attitude untuk meningkat.
5.2.3. Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan terhadap K3 dan Hubungan
antar Aspek kompetensinya
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam pembahasan mengenai persepsi
pekerja bidang penyaradan terhadap K3 dan hubungan antar aspek kompetensinya
disajikan pada Gambar 5. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja
Bidang Penyaradan.
Pengujian dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis terhadap knowledge
(pengetahuan) pekerja di bidang penyaradan pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 1,000. Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat
kepercayaan 99% pada pengujian knowledge pekerja di bidang penyaradan tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja bidang penyaradan
dengan penilaian berdasarkan standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau
dari rata-rata nilai pada knowledge pekerja bidang penyaradan = 3,50. Sehingga
bila dilihat berdasarkan Skala Likert, maka knowledge pekerja bidang penyaradan
berada pada tingkat antara cukup mengetahui dan mengetahui. Hal ini dapat
diketahui walaupun pekerja bidang penyaradan di KPH Nganjuk sebagian besar
pendidikannya rendah, tetapi memiliki modal pengalaman kerja yang cukup
dalam melakukan pekerjaan.
Pengujian skill pekerja bidang penyaradan dengan metode uji Kruskal-
Wallis pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,087.
Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian
skill pekerja di bidang penyaradan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
persepsi pekerja di bidang penyaradan dengan penilaian berdasarkan standar ILO
terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilai pada skill pekerja
bidang penyaradan = 3,55. Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert, maka
65
Pekerja Bidang Penyaradan
Uji korelasi Spearman Rank
Skill Nilai = 3,66
Attitude Nilai = 3,64
Persepsi Pekerja Bidang Penyaradan terhadap K3
Penilaian Berdasarkan Standar ILO
Knowledge Nilai =3,49
Skill Nilai = 3.55
Attitude Nilai = 2,83
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 1,000
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,087
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,360
Knowledge Skill Attitude
Sebagai Strategi untuk Meningkatkan Kompetensi
Tidak Terdapat Hubungan signifikan
Terdapat Hubungan signifikan pada SK
95%
Tidak Terdapat Hubungan signifikan
Input =
= Proses
= Output
Knowledge Nilai =3,69
Uji Kruskal-Wallis
= Perbandingan
Gambar 5. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang Penyaradan
Keterangan :
66
skill pekerja bidang penyaradan berada pada tingkat antara cukup dan mampu
melaksanakan. Hal ini disebabkan karena kegiatan penyaradan di KPH Nganjuk
dilaksanakan secara manual dengan tenaga manusia sehingga dengan pengalaman
selama bekerja mereka mampu melaksanakan kegiatan penyaradan.
Pengujian attitude pekerja bidang penyaradan dengan metode uji Kruskal-
Wallis pada taraf nyata 0,01 diperoleh hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,360.
Maka H0 diterima, dengan kata lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian
attitude pekerja di bidang penyaradan tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara persepsi pekerja di bidang penyaradan dengan penilaian berdasarkan
standar ILO terhadap pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilai pada
attitude pekerja bidang penyaradan = 2,83. Sehingga bila dilihat berdasarkan
Skala Likert, attitude pekerja bidang penyaradan berada pada tingkat ragu-ragu.
Hal ini dapat diketahui walaupun pekerja bidang penyaradan di KPH Nganjuk
belum mau melaksanakan peraturan K3 secara penuh karena belum ada peraturan
yang tegas dari pihak perusahaan KPH Nganjuk.
Upaya untuk meningkatkan kompetensi pekerja bidang penyaradan perlu
dilakukan dengan cara mengetahui hubungan antar aspek kompetensi yaitu
dengan menggunakan metode uji korelasi Spearman Rank. Hasil analisis dengan
menggunakan program SPSS menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara knowledge dengan attitude pekerja bidang penyaradan di KPH
Nganjuk pada selang kepercayaan 95% dengan nilai korelasi Spearman Rank =
0,955 yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat sekali dan nilai
Sig.(2-tailed) = 0,003 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak. Kompetensi pekerja
bidang penyaradan yang perlu ditingkatkan terlebih dahulu adalah attitude karena
berdasarkan penilaian dengan standar ILO nilainya paling rendah dibandingkan
nilai knowledge dan skill. Berdasarkan penilaian dengan standar ILO terhadap
attitude pekerja bidang penebangan, hal-hal yang sangat perlu diperhatikan
adalah:
1. Pekerja bidang penyaradan seharusnya merencanakan jaringan jalan sarad
sesuai dengan metode arah penyaradan agar lebih efektif karena penyaradan
dilakukan secara manual dengan tenaga manusia.
67
2. Pekerja bidang penyaradan seharusnya selalu menggunakan alat pelindung diri
dalam melakukan kegiatan untukmenghindari terjadinya kecelakaan kerja.
Selain itu juga perlu meningkatkan knowledge pihak pekerja bidang penyaradan
yang berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk meningkatkan
attitude karena berdasarkan hasil analisis dengan uji korelasi Spearman Rank,
attitude mempunyai hubungan yang signifikan dengan knowledge. Sehingga
knowledge yang ditingkatkan akan mempengaruhi attitude agar dapat meningkat.
Perbandingan antara Kondisi Riil di Lapangan dengan Kondisi Ideal
Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Penyaradan disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24. Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal Berdasarkan
Standar ILO pada Kegiatan Penyaradan
Kondisi Riil di lapangan Kondisi Ideal berdasarkan standar ILO
a. Menggunakan sepatu pada
umumnya sehingga perlindungan
kaki masih kurang.
a. Menggunakan sepatu keselamatan
untuk perlindungan kaki.
b. Menggunakan pakaian pada
umumnya.
b. Menggunakan pakaian terpasang
tutup untuk perlindungan tubuh,
tangan dan lengan kaki.
c. Ada yang menggunakan sarung
tangan ada yang tidak
menggunakannya.
c. Menggunakan sarung tangan untuk
perlindungan pergelangan tangan.
d. Menggunakan topi pada umumnya
sehingga perlindungan kepala masih
kurang.
d. Menggunakan topi pengaman
untuk perlindungan kepala (bila
menyarad kayu dekat dengan
pohon-pohon tidak stabil atau
kayu-kayu bercabang).
e. Tidak menggunakan klep (mesh)
untuk perlindungan mata/ wajah.
e. Menggunakan klep (mesh) untuk
perlindungan mata/ wajah.
f. Menggunakan daun untuk
perlindungan pendengaran.
f. Menggunakan earmuff untuk
perlindungan pendengaran.
68
5.2.4. Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan terhadap K3 dan Hubungan
antar Aspek kompetensinya
Kerangka pemikiran yang digunakan dalam pembahasan mengenai persepsi
pekerja bidang pengangkutan terhadap K3 dan hubungan antar aspek
kompetensinya disajikan pada Gambar 6. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat
Kompetensi Pekerja Bidang Pengangkutan.
Pengujian dengan menggunakan metode Kruskal-Wallis terhadap knowledge
(pengetahuan) pekerja di bidang pengangkutan pada taraf nyata 0,01 diperoleh
hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,018. Maka H0 diterima, dengan kata lain pada
tingkat kepercayaan 99% pada pengujian knowledge pekerja di bidang
pengangkutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja di
bidang pengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar ILO terhadap
pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilainya pada knowledge pekerja
bidang pengangkutan = 3,89. Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert,
maka knowledge pekerja bidang pengangkutan berada pada tingkat mengetahui.
Hal ini dapat diketahui pada pekerja bidang pengangkutan di KPH Nganjuk
adalah operator truk (menggunakan truk sebagai alat pengangkutan) yang sudah
berpengalaman dalam mengoperasikan truk.
Pengujian skill pekerja bidang pengangkutan pada taraf nyata 0,01 diperoleh
hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,015. Maka H0 diterima, dengan kata lain pada
tingkat kepercayaan 99% pada pengujian skill pekerja di bidang pengangkutan
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja di bidang
pengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar ILO terhadap pelaksanaan
K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilainya pada skill = 3,76. Sehingga bila dilihat
berdasarkan Skala Likert, maka skill pekerja bidang pengangkutan berada pada
tingkat mampu melaksanakan. Hal ini dapat diketahui pada pekerja bidang
pengangkutan adalah operator truk yang sudah terbiasa dalam mengoperasikan
truk sehingga mampu melaksanakan kegiatan pengangkutan, akan tetapi masih
belum mampu melaksanakan peraturan K3.
Pengujian Attitude (sikap) pekerja bidang pengangkutan pada taraf nyata
0,01 diperoleh hasil α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,132. Maka H0 diterima, dengan
kata lain pada tingkat kepercayaan 99% pada pengujian attitude pekerja di bidang
69
Gambar 6. Diagram Alir Analisis terhadap Tingkat Kompetensi Pekerja Bidang Pengangkutan
Pekerja Bidang Pengangkutan
Uji korelasi Spearman Rank
Skill Nilai = 3,94
Attitude Nilai = 3,59
Persepsi Pekerja Bidang Pengangkutan terhadap K3
Penilaian Berdasarkan Standar ILO
Knowledge Nilai =3,89
Skill Nilai = 3.76
Attitude Nilai = 3,35
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
Tidak Berbeda Nyata
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,018
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,015
α = 0,01 < Asyimp.Sig = 0,132
Knowledge Skill Attitude
Sebagai Strategi untuk Meningkatkan Kompetensi
Terdapat Hubungan signifikan pada SK 95%
Tidak Terdapat Hubungan signifikan
Tidak Terdapat Hubungan signifikan
Input=
= Proses
= Output
Knowledge Nilai =4,06
Uji Kruskal-Wallis
= Perbandingan
Keterangan :
70
pengangkutan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja di
bidang pengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar ILO terhadap
pelaksanaan K3. Jika ditinjau dari rata-rata nilainya pada attitude pekerja bidang
pengangkutan = 3,35. Sehingga bila dilihat berdasarkan Skala Likert, maka
attitude pekerja bidang pengangkutan berada pada tingkat ragu-ragu. Hal ini
disebabkan karena mereka masih belum mau melaksanakan peraturan K3 secara
keseluruhan.
Upaya untuk meningkatkan kompetensi pekerja bidang pengangkutan perlu
dilakukan dengan cara mengetahui hubungan antar aspek kompetensi yaitu
dengan menggunakan metode uji korelasi Spearman Rank. Hasil analisis dengan
menggunakan program SPSS menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara Knowledge dengan skill pekerja bidang pengangkutan di KPH
Nganjuk pada selang kepercayaan 95% dengan nilai korelasi Spearman Rank =
0,71 yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat kuat dan nilai Sig.(2-
tailed) = 0,033 < α = 0,05 yang berarti H0 ditolak.
Kompetensi pekerja bidang pengangkutan yang perlu ditingkatkan terlebih
dahulu adalah attitude karena berdasarkan penilaian dengan standar ILO nilainya
paling rendah dibandingkan nilai knowledge dan skill. Berdasarkan penilaian
dengan standar ILO terhadap attitude pekerja bidang pengangkutan, hal-hal yang
sangat perlu diperhatikan adalah:
1. Para pekerja bidang pengangkutan seharusnya melaksanakan peraturan
keselamatan lalu lintas dalam melakukan kegiatan.
2. Para pekerja bidang pengankutan seharusnya menggunakan alat sesuai dengan
kapasitas kemampuannya.
3. Para pekerja bidang pengangkutan seharusnya menghindarkan terjadinya
beban kerja berlebih dalam melakukan kegiatan.
Selain itu juga perlu meningkatkan knowledge pihak pekerja bidang
pengangkutan yang berkaitan dengan hal-hal yang seharusnya dilakukan untuk
meningkatkan attitude karena berdasarkan hasil analisis dengan uji korelasi
Spearman Rank, attitude mempunyai hubungan yang signifikan dengan
knowledge. Sehingga knowledge yang ditingkatkan akan mempengaruhi attitude
untuk meningkat.
71
Perbandingan antara Kondisi Riil di Lapangan dengan Kondisi Ideal
Berdasarkan Standar ILO pada Kegiatan Pegangkutan disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25. Kondisi Riil di Lapangan Dibandingkan dengan Kondisi Ideal Berdasarkan
Standar ILO pada Kegiatan Pengangkutan
Kondisi Riil di lapangan Kondisi Ideal berdasarkan standar ILO
a. Kurang mematuhi peraturan lalu
lintas nasional.
a. Mematuhi peraturan lalu lintas
nasional terus-menerus.
b. Mengetahui pengetahuan yang
cukup mengenai instruksi dan
peraturan untuk beroperasi
khususnya jenis truk yang sedang
mereka kemudikan.
b. Mengetahui pengetahuan
menyeluruh mengenai instruksi dan
peraturan untuk beroperasi
khususnya jenis truk yang sedang
mereka kemudikan.
c. Dapat melakukan pemeliharaan
rutin dan perawatan kecil.
c. Dapat melakukan pemeliharaan
rutin dan perawatan kecil.
d. Selalu memuat kayu melebihi
kapasitas muat truk.
d. Mempunyai tanggung jawab untuk
memastikan bahwa truk dimuati
dengan benar, aman, dan tidak
berlebihan dalam memuat kayu.
5.2.5 Pendidikan dan Pengalaman kerja dengan Aspek Kompetensi
5.2.5.1. Pengaruh Pendidikan Pekerja terhadap Knowledge, Skill dan Attitude
Pendidikan yang diteliti adalah pendidikan formal (SD,SMP,SMA, dan
setrusnya) yang tidak mengajarkan pelatihan kerja. Hasil analisis pada masing-
masing bidang pekerjaan adalah sebagai berikut:
a. Pekerja Bidang Penebangan
Tabel 17 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pendidikan yang dimiliki pekerja bidang penebangan
dengan aspek kompetensi.
b. Pekerja Bidang Penyaradan
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 18 menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan yang dimiliki pekerja
bidang penyaradan dengan aspek kompetensi.
72
c. Pekerja Bidang Pengangkutan
Hasil analisis pada Tabel 19 ternyata menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan yang signifikan antara pendidikan yang dimiliki pekerja bidang
pengangkutan dengan aspek kompetensi.
Dari ketiga hasil analisis korelasi Spearman Rank terhadap pekerja di
KPH Nganjuk menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
antara pendidikan dengan aspek kompetensi. Hal ini terjadi karena kurikulum
pada pendidikan formal tidak mengajarkan kompetensi mengenai pekerjaan-
pekerjaan pada masing-masing bidang kerja (penebangan, penyaradan, dan
pengangkutan).
5.2.5.2. Pengaruh Pengalaman Pekerja terhadap Knowledge, Skill dan
Attitude
a. Pekerja Bidang Penebangan
Tabel hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengalaman kerja dengan aspek kompetensi pekerja bidang
pengangkutan.
b. Pekerja Bidang Penyaradan
Tabel hasil analisis korelasi dengan menggunakan SPSS menyebutkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja
dengan aspek kompetensi pekerja bidang peyaradan.
c. Pekerja Bidang Pengangkutan
Tabel hasil analisis korelasi dengan menggunakan SPSS menyebutkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman kerja
dengan aspek kompetensi pekerja bidang pengangkutan.
Dari ketiga hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang signifikan antara pengalaman kerja yang dimiliki pekerja dengan aspek
kompetensi. Hal ini dapat terjadi karena di KPH Nganjuk masih kurang
dalam menyelenggarakan pelatihan kerja mengenai teknik kerja yang benar
yang mendukung aspek K3 dan meningkatkan keterampilan pekerja sehingga
semakin lama pengalaman pekerja tidak berpengaruh terhadap meningkatnya
knowledge, skill dan attitude.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Perusahaan dan pekerja di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Nganjuk
tergolong cukup mengetahui dan cukup mampu dalam kegiatan pengelolaan
hutan, tetapi masih kurang mau memperhatikan pentingnya perlindungan
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
penerapan K3 di KPH Nganjuk masih kurang baik.
Penilaian berdasarkan standar ILO terhadap aspek pengetahuan, keterampilan,
dan sikap dalam menerapkan K3 pada perusahaan dan pekerja bidang
penebangan, penyaradan, dan pengangkutan di KPH Nganjuk menunjukkan
bahwa aspek sikap nilainya lebih rendah dibandingkan dengan aspek pengetahuan
dan keterampilan sehingga aspek sikap perlu diutamakan untuk ditingkatkan
terlebih dahulu.
Alternatif strategi yang diharapkan dapat meningkatkan kompetensi
penerapan K3 yaitu dengan pembentukan sikap yang dimulai dari pihak
perusahaan KPH Nganjuk karena penilaian berdasarkan standar ILO terhadap
sikap perusahaan lebih rendah dibandingkan terhadap sikap pekerja. Pembentukan
sikap pada pihak perusahaan dapat dilakukan dengan peninjauan terhadap
langkah-langkah Perum Perhutani dalam memperoleh sertifikasi Pengelolaan
Hutan Lestari (PHL) yang berisi komitmen-komitmen Perum Perhutani di
antaranya adalah jaminan kesehatan dan keselamatan kerja. Dengan demikian
diharapakan pihak perusahaan mau memperhatikan pentingnya perlindungan K3
bagi pekerja yang nantinya akan dapat membentuk sikap pekerja untuk mau
memperhatikan dan melaksanakan peraturan K3 sesuai dengan kesadarannya.
6.2 Saran
1. Perusahaan dan pekerja di KPH Nganjuk perlu meningkatkan kesadarannya
untuk memperhatikan perlindungan K3.
2. Perusahaan KPH Nganjuk perlu menyediakan peralatan K3 bagi pekerja dan
mensosialisasikan penggunaannya.
74
3. Perlu diterapkannya peraturan-peraturan mengenai K3 di KPH Nganjuk yang
bersifat tegas bagi pekerja dengan diberlakukannya pemberian sanksi bagi
pekerja yang melanggar dan memberikan penghargaan bagi pekerja yang
mematuhi sehingga memotivasi pekerja untuk mau melaksanakan peraturan
K3.
4. perlu adanya penyuluhan dan pelatihan mengenai K3 bagi pekerja dengan
penyuluh dan pelatih yang berkompeten karena hanya dengan pendidikan dan
pengalaman saja masih belum menunjang untuk meningkatkan kompetensi.
DAFTAR PUSTAKA
Alimin. 2004. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kebutuhan Pelatihan Petani Sayur-Sayuran: Kasus di Kecamatan Sukanagara Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Arep I, Tanjung H. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit
Universitas Trisakti. Jakarta. (Badan PSMP) Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. 2001.
Pedoman Penyelenggaraan Diklat Pertanian. Bagian Proyek Pengembangan Petugas Pertanian Pusat, Badan PSMP, Departemen Pertanian. Jakarta.
Boyle PG. 1981. Planning Better Programs. McGraw-hill Book Company.
New York. Chandra I. 2003. Bahan Bakar Pemimpin Sikap, Skil, Sensitivitas, Pendekatan
Sistem dan Spiritualitas. http://www.google.com/m/search?client=ms-opera-mini&mrestrict=xhtml&q=Definisi+keterampilan. [diunduh tanggal 18 Desembar 2008].
Conway S. 1976. Logging Practices. New York: Miller Freeman Publication,
Icn. [Dephut] Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang No.41 tahun 1999
Tentang Kehutanan. Jakarta: Dephut. Dessler JM. 1987. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke 7.
Frenhallindo. Jakarta. Gagoeng. 2008. Pengertian Pengetahuan, Ilmu, dan Filsafat.
http://www.google.co.id/search?hl=id&sa=X&oi=spell&resnum=0&ct=result&cd=1&q=pengertian+pengetahuan&spell=1. [diunduh tanggal 20 Desember 2008].
Hickerson FJ. dan Middleton, J. 1975. Helping People Learn: A Modul for
Trainers. East-West Center, East-West Communication Institute. Honolulu.
Irianto J. 2001. Prinsip prinsip Dasar Manajemen Pelatihan Dari Analisis
Kebutuhan sampai Evaluasi Program Pelatihan. Insan Cendekia. Surabaya.
ILO. 2002. Standar ILO Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan
Kehutanan. Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI
76
Mangkunegara AR. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Myers IB, Mc Caulley MH. 1985. Manual: a guide to the development and use of
the Myers-Briggs type indicator. http://www.wikipedia.com [diunduh tanggal 7 Januari 2008]
Notoatmodjo S. 2003.Kecelakaan Kerja. http://www.geocities.com/klinikikm/
kesehatan-kerja/kecelakaan- kerja.htm. [diunduh tanggal 20 Desember 2008].
[Perum Perhutani] Perusahaan Umum Kehutanan Negara. 2009. Perum Perhutani
Sertifikasi Ekolabel.http://www.perumperhutani.com/index.php? option=comconten&task=view&id=26&Itemid=43#. [diunduh tanggal 30 Januari 2009].
[Pusat Kesehatan Kerja]. 2009. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Laboratorium
Kesehatan. www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task= viewarticle&artid=127&Itemid=3. [diunduh tanggal 31 Januari 2009].
Ridwan dan Sunarto H. 2007. Pengantar Statistika.Alfabeta.Bandung. Suma'mur PK. 1981. Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan. PT.
Gunung Agung. Jakarta. Suprapto RS. 1979. Pemanenan Hasil Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Tambotoh. 2007. Pengertian Manajemen Pengetahuan.
http://speedytown.com/jesusinlife/index.php?topic=535.0. [diunduh tanggal 20 Desember 2008].
Umar H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Gramedia. Jakarta. Wakwau. 2008. Pemanenan Hutan. http:// wordpress.com. [diunduh tanggal 20
Desember 2008].
Yovi EY, Takimoto Y, Ichihara K, Matsubara C. 2006. A study of workload and work efficiency in timber harvesting by using chainsaw in pine plantation forest in Java Island (2): thinning operation . Applied Forest Science.
LAMPIRAN
78
Lampiran 1.Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Secara Umum
Tanggapan No Pernyataan
SS S R TS STS
1 Ada kerja sama erat dengan pengusaha untuk
mempromosikan kesehatan dan keselamatan kerja
2 Ada hak untuk berperan serta dalam pembinaan K3
3 Ada tugas untuk berperan serta dalam pembinaan K3
4 Ada hak untuk memperoleh informasi tentang resiko
K3 dalam pekerjaannya
5 Adanya kewajiban untuk memperhatikan K3 baik bagi
diri sendiri maupun lingkungan sekitar
6 Ada keharusan mematuhi upaya K3 yang ditentukan
7 Ada keharusan menggunakan dan memelihara APD
saat bekerja.
8 Adanya aturan baku sesuai bidang kerja dalam hal
pengoperasian alat
9 Adanya kewajiban untuk melaporkan setiap
kecelakaan atau gangguan kesehatan yang timbul
selama bekerja
10 Adanya hak untuk memperoleh pemeriksaan kesehatan
11 Adanya pengaturan pembagian kerja menurut umur,
bentuk badan, status kesehatan, dan keterampilan
12 Mengetahui dasar-dasar pertolongan pertama pada
kecelakaan
Keterangan : SS (Sangat setuju); S (Setuju); R (Ragu- ragu); TS (Tidak stuju); STS
(Sangat tidak setuju)
79
Lampiran 2. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Penebangan
Tanggapan No Pernyataan
ST T R TT STT
1 Mengetahui cara merencanakan arah rebah pohon
2 Mengetahui jarak aman (batas-batas zona penebangan)
3 Mengetahui cara menebang pada beragam kondisi topografi di lokasi penebangan.
4 Mengetahui kebutuhan alat kerja (chainsaw/ gergaji) sesuai dengan volume pekerjaan (diameter pohon).
5 Mengetahui peralatan pendukung yang harus tersedia
pada operasi penebangan.
6 Mengetahui cara pemeliharaan/ perawatan alat
7 Mengetahui jenis APD yang harus digunakan pada
kegiatan penebangan
8 Mengetahui cara penggunaan alat (chainsaw/ gergaji)
dengan efektif dan efisien untuk mendukung aspek K3
bagi pekerja.
9 Mengetahui cara mengoperasikan alat sesuai ketentuan
10 Mengetahui teknik penebangan sesuai dengan petunjuk
teknis
11 Mengetahui aspek yang dapat menimbulkan kick back atau pembalikan.
Keterangan : ST (Sangat tahu); T (Tahu); R (Ragu- ragu); TT (Tidak tahu); STT (Sangat
tidak tahu)
80
Lampiran 3. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Penebangan
Tanggapan No Pernyataan
SB B R TB STB
1 Dapat menentukan arah rebah pohon sesuai dengan
kondisi pohon
2 Dapat menentukan batas-batas dalam zona penebangan
3 Dapat menebang pada beragam kondisi topografi di lokasi penebangan.
4 Dapat menentukan atau memilih alat kerja yang tepat (chainsaw/ gergaji) sesuai dengan volume pekerjaan (diameter pohon).
5 Dapat memilih dan menggunakan peralatan pendukung
pada operasi penebangan
6 Dapat melakukan pemeliharaan/ perawatan alat.
7 Dapat memilih dan menggunakan APD yang harus
dipakai pada kegiatan penebangan
8 Dapat menggunakan alat (chainsaw/ gergaji) dengan efektif dan efisien untuk mendukung aspek K3 bagi pekerja.
9 Dapat mengoperasikan alat sesuai ketentuan
10 Dapat melakukan penebangan sesuai dengan petunjuk teknis.
11 Dapat menghindarkan aspek yang berpotensi menimbulkan kick back atau pembalikan
Keterangan : SB (Sangat bisa ); B (Bisa); R (Ragu- ragu); TB (Tidak bisa); STB (Sangat
tidak bisa)
81
Lampiran 4. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Sikap dalam Bidang Penebangan
Tanggapan No Pernyataan
SM M R TM STM
1 Menentukan arah rebah sesuai dengan kondisi pohon.
2 Menentukan batas-batas dalam zona penebangan
3 Menebang pada beragam kondisi topografi di lokasi penebangan.
4 Menentukan atau memilih alat kerja yang tepat (chainsaw/ gergaji) sesuai dengan volume pekerjaan (diameter pohon).
5 Memilih dan menggunakan peralatan pendukung pada operasi penebangan.
6 Melakukan pemeliharaan/ perawatan alat.
7 Memilih dan menggunakan APD yang harus dipakai pada kegiatan penebangan.
8 Menggunakan alat (chainsaw/ gergaji) dengan efektif dan efisien untuk mendukung aspek K3 bagi pekerja.
9 Mengoperasikan alat sesuai ketentuan.
10 Melakukan penebangan sesuai dengan petunjuk teknis.
11 Menghindarkan aspek yang berpotensi menimbulkan kick back atau pembalikan.
Keterangan : SM (Sangat Mau); M (Mau); R (Ragu- ragu); TM (Tidak mau); STM
(Sangat tidak mau)
82
Lampiran 5. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Penyaradan
Tanggapan No Pernyataan
ST T R TT STT
1 Mengetahui cara menyarad sesuai dengan kondisi topografi di lokasi penyaradan.
2 Mengetahui cara merencanakan jaringan jalan sarad sesuai dengan metode arah penyaradan
3 Mengetahui cara memperkecil berat beban dan memperkecil kerusakan pada tegakan tinggal.
4 Mengetahui waktu penyaradan yang tepat untuk alasan keselamatan dan pertimbangan lingkungan.
5 Mengetahui penggunaan perkakas bantu dalam penanganan kayu secara manual.
6 Mengetahui jenis APD yang harus digunakan pada kegiatan penyaradan.
Keterangan : ST (Sangat tahu); T (Tahu); R (Ragu- ragu); TT (Tidak tahu); STT (Sangat
tidak tahu)
83
Lampiran 6. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Penyaradan
Tanggapan No Pernyataan
SB B R TB STB
1 Dapat menyarad sesuai kondisi topografi di lokasi penyaradan.
2 Dapat merencanakan jaringan jalan sarad sesuai dengan metode arah penyaradan
3 Dapat memperkecil berat beban dan memperkecil kerusakan pada tegakan tinggal.
4 Dapat Menentukan waktu penyaradan yang tepat untuk alasan keselamatan dan pertimbangan lingkungan.
5 Dapat Menggunakan perkakas bantu dalam penanganan kayu secara manual.
6 Dapat memilih jenis APD yang harus digunakan pada kegiatan penyaradan.
Keterangan : SB (Sangat bisa ); B (Bisa); R (Ragu- ragu); TB (Tidak bisa); STB (Sangat
tidak bisa)
84
Lampiran 7. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Sikap dalam Bidang Penyaradan
Tanggapan No Pernyataan
SM M R TM STM
1 Menyarad pada beragam kondisi topografi di lokasi penyaradan.
2 Merencanakan jaringan jalan sarad sesuai dengan metode arah penyaradan
3 Memperkecil berat beban dan memperkecil kerusakan pada tegakan tinggal.
4 Menentukan waktu penyaradan yang tepat untuk alasan keselamatan dan pertimbangan lingkungan.
5 Menggunakan perkakas bantu dalam penanganan kayu secara manual.
6 Memilih dan menggunakan APD sesuai dengan kebutuhan.
Keterangan : SM (Sangat Mau); M (Mau); R (Ragu- ragu); TM (Tidak mau); STM
(Sangat tidak mau)
85
Lampiran 8. Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Pengetahuan dalam Bidang Pengangkutan
Tanggapan No Pernyataan
ST T R TT STT
1 Mengetahui penggunaan alat angkut dengan efektif dan efisien untuk mendukung aspek K3 bagi pekerja.
2 Mengetahui jenis APD yang harus digunakan pada kegiatan pengangkuatan.
3 Mengetahui penggunaan jalan sesuai dengan kondisi cuaca (basah atau kering) pada kegiatan pengangkutan.
4 Mengetahui cara pemeliharaan/ perawatan alat pengangkutan.
5 Mengetahui peraturan keselamatan lalu lintas dalam penggunaan alat angkut.
6 Mengetahui cara merancang permukaan untuk bekerja dan berjalan pada kendaraan.
7 Mengetahui penggunaan alat sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
8 Mengetahui batas maksimum beban kerja yang diperbolehkan alam melakukan kegiatan pengangkutan.
9 Mengetahui waktu yang tepat untuk melaksanakan pengangkutan dengan tujuan meminimumkan resiko K3.
Keterangan : ST (Sangat tahu); T (Tahu); R (Ragu- ragu); TT (Tidak tahu); STT (Sangat
tidak tahu)
86
Lmapiran 9. Lembar Kuisioner Persepsi Pekerja terhadap Pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Keterampilan dalam Bidang Pengangkutan
Tanggapan No Pernyataan
SB B R TB STB
1 Dapat menggunakan alat angkut dengan efektif dan efisien untuk mendukung aspek K3 bagi pekerja.
2 Dapat memilih jenis APD yang harus digunakan pada kegiatan pengangkuatan.
3 Dapat menggunakan jalan sesuai dengan kondisi cuaca (basah atau kering) pada kegiatan pengangkutan.
4 Dapat melakukan pemeliharaan/ perawatan alat pengangkutan.
5 Dapat menerapkan peraturan keselamatan lalu lintas dalam penggunaan alat angkut.
6 Dapat merancang permukaan untuk bekerja dan berjalan pada kendaraan.
7 Dapat menggunakan alat sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
8 Dapat mengukur beban kerja terhadap dirinya dalam kegiatan pengangkutan.
9 Dapat merencanakan pengangkutan pada waktu yang tepat dengan tujuan meminimumkan resiko K3.
Keterangan : SB (Sangat bisa ); B (Bisa); R (Ragu- ragu); TB (Tidak bisa); STB (Sangat
tidak bisa)
87
Lampiran 10. Kuisioner persepsi Pekerja terhadap pelaksanaan K3 di KPH
Nganjuk Berdasarkan Sikap dalam bidang Pengangkutan
Tanggapan No Pernyataan
SM M R TM STM
1 Menggunakan alat angkut dengan efektif dan efisien untuk mendukung aspek K3 bagi pekerja.
2 Memilih dan menggunakan APD yang tepat dalam kegiatan pengangkuatan.
3 Menggunakan jalan sesuai dengan kondisi cuaca (basah atau kering) pada kegiatan pengangkutan.
4 Melakukan pemeliharaan/ perawatan alat pengangkutan.
5 Menerapkan peraturan keselamatan lalu lintas dalam penggunaan alat angkut.
6 Merancang permukaan untuk bekerja dan berjalan pada kendaraan.
7 Menggunakan alat sesuai dengan kapasitas kemampuannya.
8 Menghindarkan terjadinya beban kerja berlebih pada kegiatan pengangkutan.
9 Melakukan pengakutan pada waktu yang tepat untuk meminimumkan resiko K3.
Keterangan : SM (Sangat Mau); M (Mau); R (Ragu- ragu); TM (Tidak mau); STM
(Sangat tidak mau)
88
Lampiran 11. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Pengetahuan terhadap
Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Tanggapan No Pernyataan
ST T R TT STT
1 Mengetahui tanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
2 Mengetahui cara mengurangi bahaya pada, atau di daerah sekitar tempat kerja kehutanan sampai pada tingkat serendah mungkin
3 Mengetahui cara menyusun pedoman kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan.
4 mengetahui cara sistematik untuk mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
5 Mengetahui teknik pemberian tugas-tugas sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan ketrampilan mereka.
6 Mengatahui cara membuat catatan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
7 Mengetahui cara memilih peralatan yang dibutuhkan pekerja, cara kerja dan organisasi kerja serta pemeliharaan tingkat keterampilan yang tinggi.
8 Mengetahui hukum, peraturan dan kode praktek yang relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
9 Mengetahui pemelihararaan prosedur untuk menjamin dan meningkatkan kompetensi para pekerja.
10 Mengetahui penyediaan supervisi yang akan memastikan bahwa para pekerja dan kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.
11 Mengetahui jaminan bahwa semua operasi kehutanan di perusahaan telah direncanakan, diorganisir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
12 Mengetahui pemeriksaan kesehatan secara teratur terhadap para pekerja
13 Mengetahui penyediaan pengobatan, pencegahan dan vaksinasi yang direkomendasikan oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.
14 Mengetahui penyediaan bantuan pertolongan pertama dan perawatan medis yang diperlukan pekerja.
89
Lanjutan Lampiran 11.
Keterangan No Pernyataan ST T R TT STT
15 Mengetahui pengambilan langkah- langkah tepat untuk menghentikan operasi dan mengungsiakan para pekerjaketika ada suatu bahaya yang mendadak dan serius terhadap keselamatan, kesehatan atau lingkungan kerja.
16 Mengetahui teknik pemberian tugas terhadap pekerja dengan cara yang jelas dan tepat sesuai dengan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja
17 Mengetahui cara merencanakan, mengorganisir dan melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan
Keterangan : ST (Sangat tahu); T (Tahu); R (Ragu- ragu); TT (Tidak tahu); STT (Sangat
tidak tahu)
90
Lampiran 12. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Keterampilan terhadap
Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Tanggapan No Pernyataan
SB B R TB STB
1 Dapat bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
2 Dapat mengurangi bahaya pada, atau di daerah sekitar tempat kerja kehutanan sampai pada tingkat serendah mungkin
3 Dapat menyusun pedoman kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan.
4 Dapat mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
5 Dapat melakukan pembagian tugas-tugas sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan ketrampilan mereka.
6 Dapat membuat catatan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
7 Dapat cara memilih peralatan yang dibutuhkan pekerja, cara kerja dan organisasi kerja serta pemeliharaan tingkat keterampilan yang tinggi.
8 Dapat menerapkan hukum, peraturan dan kode praktek yang relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
9 Dapat melakukan pemelihararaan prosedur untuk menjamin dan meningkatkan kompetensi para pekerja.
10 Dapat menyediakan supervisi yang akan memastikan bahwa para pekerja dan kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.
11 dapat mmberikan jaminan bahwa semua operasi kehutanan di perusahaan telah direncanakan, diorganisir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
12 dapat melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur terhadap para pekerja
13 Dapat menyediakan pengobatan, pencegahan dan vaksinasi yang direkomendasikan oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.
14 Dapat memberikan penyediaan bantuan pertolongan pertama dan perawatan medis yang diperlukan pekerja.
91
Lanjutan Lampiran 12..
Keterangan No Pernyataan SB B R TB STB
15 Dapat melakukan pengambilan langkah- langkah tepat untuk menghentikan operasi dan mengungsiakan para pekerjaketika ada suatu bahaya yang mendadak dan serius terhadap keselamatan, kesehatan atau lingkungan kerja.
16 Dapat memberikkan kejelasan teknik pemberian tugas terhadap pekerja dengan cara yang jelas dan tepat sesuai dengan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja
17 Dapat merencanakan, mengorganisir dan melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan
Keterangan : SB (Sangat bisa ); B (Bisa); R (Ragu- ragu); TB (Tidak bisa); STB (Sangat
tidak bisa)
92
Lampiran 13. Kuisioner Persepsi Perusahaan Berdasarkan Sikap terhadap
Pelaksanaan K3 di KPH Nganjuk
Tanggapan No Pernyataan
SM M R TM STM
1 Bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan.
2 Mengurangi bahaya pada, atau di daerah sekitar tempat kerja kehutanan sampai pada tingkat serendah mungkin
3 Menyusun pedoman kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja bagi karyawan.
4 Mengidentifikasi potensi bahaya dan pengaruhnya terhadap keselamatan dan kesehatan kerja.
5 Melakukan pemberian tugas-tugas sesuai dengan umur, bentuk badan, status kesehatan dan ketrampilan mereka.
6 Membuat catatan tentang kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
7 Memilih peralatan yang dibutuhkan pekerja, cara kerja dan organisasi kerja serta pemeliharaan tingkat keterampilan yang tinggi.
8 Menerapkan hukum, peraturan dan kode praktek yang relevan dengan keselamatan dan kesehatan kerja.
9 Melakukan pemelihararaan prosedur untuk menjamin dan meningkatkan kompetensi para pekerja.
10 Menyediaan supervisi yang akan memastikan bahwa para pekerja dan kontraktor melaksanakan pekerjaan dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja.
11 Menjamin bahwa semua operasi kehutanan di perusahaan telah direncanakan, diorganisir dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.
12 Memeriksaan kesehatan secara teratur terhadap para pekerja
13 Menyediakan pengobatan, pencegahan dan vaksinasi yang direkomendasikan oleh pelayanan kesehatan yang kompeten.
14 Menyediakan bantuan pertolongan pertama dan perawatan medis yang diperlukan pekerja.
93
Lanjutan Lampiran13.
Keterangan No Pernyataan SM M R TM STM
15 Mengambil langkah-langkah tepat untuk menghentikan operasi dan mengungsiakan para pekerjaketika ada suatu bahaya yang mendadak dan serius terhadap keselamatan, kesehatan atau lingkungan kerja.
16 Memberikan teknik pemberian tugas terhadap pekerja dengan cara yang jelas dan tepat sesuai dengan syarat- syarat keselamatan dan kesehatan kerja
17 Mengetahui cara merencanakan, mengorganisir dan melaksanakan pekerjaan sedemikian rupa untuk memperkecil resiko kecelakaan dan gangguan kesehatan
Keterangan : SM (Sangat Mau); M (Mau); R (Ragu- ragu); TM (Tidak mau); STM
(Sangat tidak mau)