ANALISIS AKURASI MODEL GROVER DAN MODEL OHLSON...
-
Upload
nguyendiep -
Category
Documents
-
view
236 -
download
0
Transcript of ANALISIS AKURASI MODEL GROVER DAN MODEL OHLSON...
ANALISIS AKURASI MODEL GROVER DAN MODEL OHLSON
DALAM MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA
PERUSAHAAN PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI
BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2010-2014
SYAFITRIANI
130462201152
PROGRAM STUDI AKUNTANSI, FAKULTAS EKONOMI,
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
2017
ABSTRACT
The purpose of this research is to know whether Grover model and Ohlson
model capable to predict the financial distress condition toward mining company
listed on Indonesia Stock Exchange and to know which is the most accurate models in
predict financial distress toward mining company.
The objects of this research are entire mining company listed on Indonesia
Stock Exchange year 2010-2014 whit total population 27 mining company. The
method of sample election using purposive sampling. The type of data used is
secondary data and using literature review method and documentation to collect the
data. The sample of 55 company is taken every year. This research method using
quantitative method. The analysis used is logistic regression which is processed by
using SPSS version 21.0 on computer to test the hypotesis and strengthen the
calculation results.
The results of this research show that Grover model (Sig Value 0,009<0,05
Sig Level) affected by the condition of financial distress ini mining company listed
on Indonesia Stock Exchange meanwhile Ohlson model (Sig Value 0,106>0,05)Sig
Level) can’t predict the condition of financial distress in mining company listed on
Indonesia Stock Exchange year 2010-2014 is Grover model.
Keywords : Grover Model, Ohlson Model, Financial Distress.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu Negara di dunia yang kaya akan sumber daya
alam. Sejak lama Indonesia terkenal dengan penghasil sumber daya alam terbesar,
diantaranya bahan tambang seperti minyak bumi, batu bara dan kekayaan alam
lainnya. Seiring dengan persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif ditengah
kondisi perekonomian yang selalu mengalami perubahan, perusahaan diharapkan
mampu bersaing dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dalam jangka
panjang (going concern). Namun dalam kenyataanya tidak semua perusahaan yang
mengalami kesulitan dalam perjalannya yang berujung pada kebangkrutan. Maka dari
itu diperlukan alat untuk memprediksi financial distress sebagai informasi awal
sebelum terjadi kebangkrutan suatu perusahaan (Vitarianjani, 2015).
Seiring dengan persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif ditengah
kondisi perekonomian yang selalu mengalami perubahan, perusahaan diharapkan
mampu bersaing dalam mempertahankan kelangsungan hidup usahanya dalam jangka
panjang (going concern). Namun dalam kenyataanya tidak semua perusahaan yang
mengalami kesulitan dalam perjalannya yang berujung pada kebangkrutan. Maka dari
itu diperlukan alat untuk memprediksi financial distress sebagai informasi awal
sebelum terjadi kebangkrutan suatu perusahaan (Vitarianjani, 2015).
Prediksi financial distress (kesulitan keuangan) yang akurat menjadi hal yang
sangat krusial bagi setiap perusahaan. Hal ini dikarenakan financial distress
umumnya dapat mengarah pada kebangkrutan atau kegagalan sebuah perusahaan.
Oleh karena itu, dengan mengetahui tingkat prediksi financial distress, perusahaan
dapat segera melakukan tindakan proteksi bisnis lebih baik atau bertindak untuk
mengurangi resiko kerugian bisnis atau bahkan menghindarinya (Christianti, 2013).
Kebangkrutan suatu usaha merupakan akhir dari kesulitan keuangan yang
dialami oleh perusahaan. Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai
ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat
jatuh tempo. Kebangkrutan suatu usaha disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang berasal dari bagian dalam manajemen
perusahaan itu sendiri, misalnya manajemen yang tidak efisien, ketidakseimbangan
dalam modal yang dimiliki dengan jumlah hutang piutang yang dimiliki perusahaan
dan lain sebagainya. Sedangkan faktor eksternal berasal dari luar perusahaan,
misalnya kondisi perokonomian (Rompon, 2012).
Analisis laporan keuangan juga bisa digunakan untuk mengamati kondisi
kebangkrutan perusahaan yaitu dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan
(Marcelinda et al, 2014). Beberapa model prediksi yang telah dikembangkan untuk
menjadi alat prediksi kondisi financial distress diantaranya adalah yang telah
dikemukan oleh Grover (1968) dan Ohlson (1980). Menurut Grover (1968) dalam
Prihantini (2013), model Grover merupakan model yang diciptakan dengan
melakukan pendesainan dan penilaian ulang terhadap model Altman Z-Score dengan
menambah 13 rasio keuangan. Sedangkan Menurut Ohlson (1980) dalam Christianti
(2013), model Ohlson terinspirasi dari penelitian-penelitian sebelumnya, juga
melakukan studi mengenai financial distress dengan memliki 9 variabel yang terdiri
dari beberapa rasio keuangan.
Dari beberapa penelitian tentang perbandingan model prediksi kondisi
financial distress yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat beberapa perbedaan
hasil prediksi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Prihanthin (2013) dan Christianti
(2013) terdapat perbedaan hasil penelitian. Prihanthini (2013) menyatakan bahwa
model Grover merupakan model prediksi yang paling sesuai diterapkan pada
perusahaan Food and Beverage di Indonesia. sedangkan Christianti (2013)
menyatakan bahwa model Ohlson yang paling efektif dan akurat dalam memprediksi
kondisi financial distress perusahaan Manufaktur di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Apakah model Grover dan Ohlson
dapat memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan Pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia serta model manakah yang paling akurat dalam
memprediksi financial distress di perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Dengan diketahuinya model dengan akurasi tertinggi, maka
perusahaan atau investor dapat mengaplikasikan model tersebut untuk memprediksi
kondisi financial distress pada perusahaan Pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Pengertian Kesulitan Keuangan dan Kebangkrutan
Financial distresss atau kesulitan keuangan terjadi sebelum kebangkrutan
benar-benar dialami oleh perusahaan. Plat dan Plat (2002) mendefinisikan financial
distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Kesulitan keuangan adalah suatu situasi dimana arus
kas operasi perusahaan tidak memadai untuk melunasi kewajiban-kewajiban lancar
(seperti hutang dagang atau beban bunga) dan perusahaan terpaksa melakukan
tindakan perbaikan (Ramadhani, 2009).
Ramadhani (2009) menyatakan Kebangkrutan sebagai kegagalan keuangan
atau kegagalan dalam arti ekonomi merupakan keadaan dimana perusahaan
kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak bisa menutupi biayanya sendiri.
Ini berarti bahwa nilai sekarang dari arus kas sebenarnya lebih kecil dari kewajiban
atau laba lebih kecil dari modal kerja. Kegagalan terjadi bila arus kas yang
sebenarnya dari perusahaan tersebut jauh dibawah arus kas yang diharapkan.
Kebangkrutan suatu perusahaan ditandai dengan financial distress, yaitu keadaan
dimana perusahaan lemah dalam menghasilkan laba atau perusahaan cenderung
mengalami defisit. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
bahwa kebangkrutan terjadi setelah perusahaan mengalami financial distress atau
kesulitan kuangan sehingga keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau
tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-kewajiban kepada debitur.
Model Prediksi Kebangkrutan
Model Grover
Grover (1968) dalam Prihantini (2013) mengungkapkan bahwa model ini
merupakan salah satu alat untuk memprediksi financial distress. Model Grover ini
merupakan model yang diciptakan dengan melakukan pendesainan dan penilaian
ulang terhadap model Altman Z-Score. Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai
dengan model Altman Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas
rasio keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan dengan 35
perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak bangkrut pada tahun 1982
sampai 1996. Hasil penelitiannya dirumuskan sebagai berikut:
G-Score = 1,650 WCTA+ 3,404 EBITTA - 0,016 NITA + 0,057
Menurut Grover (1968) dalam Prihantini (2013), model dikategorikan
sebagai berikut:
(a) perusahaan dalam keadaan bangkrut dengan skor kurang atau sama dengan -
0,02 (Z ≤ -0,02).
(b) perusahaan yang dikategorikan dalam keadaan tidak bangkrut adalah lebih
atau sama dengan 0,01 (Z ≥ 0,01).
Model Ohlson
Menurut Ohlson (1980) dalam Christianti (2013), model ini menggunakan
analisis logistik untuk menggembangkan model prediksi kebangkrutan dengan
sembilam variabel yang terdiri dari beberapa rasio keuangan. Rasio yang digunakan
adalah rasio leverage, likuiditas dan probabilitas. Berdasarkan sampel 105
perusahaan bangkrut dan 2058 perusahaan tidak bangkrut dalam penelitian yang
dilakukan James A. Ohlson. Ohlson menggunakan analisis logistik untuk
menghindari masalah tentang asumsi-asumsi pada model Multiple Discriminant
Analysis (MDA) yang dilakukan Altman, yaitu data yang diuji memerlukan
persyaratan normalitas data (Hidayat,2015). Persamaan model Ohlson (1980) dalam
Christianti (2013) adalah sebagai berikut:
O = -1,32 - 0,407 LTAGNP + 6,03 TLTA – 1,43 WCTA + 0,0757 CACL
– 2,37 D - 1,83 NITA + 0,285 CFFOTL - 1,72 F - 0,521 NI
Ohlson (1980) dalam Putra (2016) menyatakan bahwa model ini memiliki cutoff
point optimal pada nilai 0,38 sebagai berikut :
(a) perusahaan yang memiliki nilai O di atas 0,38 berarti perusahaan tersebut
diprediksi mengalami kebangkrutan (O > 0,38)
(b) Sebaliknya, jika nilai O skor perusahaan kurang dari 0,38, maka perusahaan
diprediksi tidak mengalami kebangkrutan (O <0,38).
Kerangka Pemikiran
Dari semua yang telah disampaikan maka dapat disusun sebuah sekema yang
mendasari penelitian ini, sebagaimana tampak pada gambar berikut:
Gambar 1
Model Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian ini dilakukan pada perusahaan Pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2010-2014 yang berjumlah 27 perusahan
Pertambangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahan
Pertambangan yang memiliki kriteria tertentu. Pengambilan sampel dalam penelitian
ini menggunakan teknik purposive sampling. Adapun kriteria sampel yang digunakan
dalam penelitian sebagai berikut (1) Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) secara berturut-turut periode 2010-2014, (2) Perusahaan
Pertambangan yang menerbitkan laporan keuangan secara lengkap selama tahun
2010-2014, dan (3) Perusahaaan Pertambangan yang menyajikan laporan keuangan
dalam mata uang rupiah periode 2010-2014. Jadi total sampel yang digunakan
sebanyak 11 perusahaan Pertambangan dikalikan 5 tahun, yaitu 55 perusahaan
Pertambangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan dan
dokumentasi. Untuk memperoleh data sekunder yang digunakan dari penelitian ini
maka peneliti mencari dan mengumpulkan data yang di butuhkan adalah laporan
keuangan tahunan perusahaan yang telah diaudit, perusahaan Pertambangan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun tutup buku 31 Desember. Data dalam
penelitian ini diperoleh dari website Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id.
Variabel Penelitian
Variabel Dependen
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah financial distress. Menurut
Plat dan Plat (2002) dalam Ramadhani (2011), mendefinisikan financial distress
sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya
kebangkrutan ataupun likuidasi. Perusahaan yang mengalami financial distress
dengan indikasi, yaitu selama dua tahun mengalami laba bersih (net income) negatif
dan lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran dividen (Wulandari, 2014).
Dalam penelitian ini financial distress diukur dengan menggunakan variabel dummy
yaitu:
Score 0 : jika perusahaaan yang tidak mengalami financial distress.
Score 1 : jika perusahaan yang mengalami financial distress.
Score 1 menjelaskan untuk perusahaan yang mengalami financial distress
dengan indikasi: selama 2 tahun mengalami laba bersih negatif dan lebih dari satu
tahun tidak melakukan pembayaraan dividen. Sedangkan Score 0 sebaliknya yaitu
untuk perusahaan yang tidak mengalami financial distress dengan indikasi: selama 2
tahun mengalami laba bersih positif dan lebih dari satu tahun melakukan pembayaran
dividen.
Variabel Independen
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah model Grover dan model
Ohlson.Variabel-variabel yang digunakan oleh kedua model tersebut adalah sebagai
berikut:
Model Grover
G-Score = 1,650 WCTA +3,404 EBITTA - 0,016 NITA + 0,057
(Sumber: Grover, 1968 dalam Prihantini, 2013)
1. WCTA (Working Capital / Total Asset)
Rasio ini dapat dikategorikan dalam rasio likuiditas. Mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Dimana semakin baik
kemampuan perusahaan maka semakin besar nilai WCTA tersebut. Rasio ini
memiliki koefisien negatif, yang dapat memperbesar nilai G skor. Dalam
model ini G skor yang semakin besar menunjukkan kinerja perusahaan yang
semakin baik (Hidayat, 2015). Perhitungan rasio ini dengan cara:
Aset Lancar − Kewajiban Lancar
Total Aset
2. EBITTA (Earning Before Interest and Taxes / Total Assest)
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari
aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model
tersebut. Beberapa indikator yang dapat digunakan dalam mendeteksi adanya
masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah
piutang dagang meningkat, penjualan menurun, terlambatnya hasil penagihan
piutang, kredibilitas perusahaan berkurang serta kesediaan memberi kredit
pada konsumen yang tidak membayar pada waktu yang ditetapkan (Hidayat,
2015). Perhitungan rasio ini dengan cara:
Laba Sebelum Bunga dan Pajak
Total Aset
3. NITA (Net Income/Total Assets)
Rasio ini mengukur probabilitas perusahaan (Hidayat, 2015). Rasio ini juga
disebut sebagai Return On Assets (ROA). Dimana hasil pengembalian atas
aset merupakan rasio yang menunjukkan seberapa besar kontribusi aset dalam
menciptakan laba bersih. Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk
mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap
rupiah dana yang tertanam dalam total aset. Rasio ini dihitung dengan
membagi laba bersih terhadap total aset (Hery, 2016:193). Perhitungan rasio
ini dengan cara:
Laba Bersih
Total Asset
Model Ohlson
O = -1,32 - 0,407 LTAGNP + 6,03 TLTA – 1,43 WCTA + 0,0757 CACL
– 2,37 D - 1,83 NITA + 0,285 CFFOTL - 1,72 F - 0,521 NI
(Sumber: Ohlson, 1980 dalam Christiani, 2014)
1. LTAGNP (Log (Total Assets/GNP Price-Level Index)
Rasio untuk mengukur ukuran perusahaan (firm size). Dimana rasio ini
lebih fokus pada eksternal perusahaan, seperti ketidakpastian kondisi
ekonomi makro (GNP price-level index). Semakin besar nilai rasio ini,
maka semakin baik kinerja perusahaan. Ketidakpastian kondisi ekonomi
makro (GNP price-level index) merupakan salah satu faktor ekternal
penyebab terjadinya kebangkrutan (Hidayat, 2015). Perhitungan rasio ini
dengan cara:
log (Total Aktiva
GNP Indeks Tingkat Harga)
2. TLTA (Total Liabilities/Total Assets)
Rasio ini disebut juga sebagai rasio yang melihat perbandingan utang
perusahaan, yaitu diperoleh dari perbandingan total utang dibagi dengan
total aset. Rasio ini merupakan salah satu rasio leverage. Rasio leverage
adalah mengukur seberapa besar perusahaan dibiayai dengan utang.
Penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan
karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang
ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan
sulit untuk melepaskan beban utang tersebut (Fahmi, 2012: 127).
Perhitungan rasio ini dengan cara:
Total Hutang
Total Aktiva
3. WCTA (Working Capital / Total Asset)
Rasio ini dapat dikategorikan dalam rasio likuiditas. Mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
Dimana semakin baik kemampuan perusahaan maka semakin besar nilai
WCTA tersebut. Rasio ini memiliki koefisien negatif, yang dapat
memperkecil nilai O skor. Dalam model ini O skor yang semakin kecil
menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik (Hidayat, 2015).
Perhitungan rasio ini dihitung dengan rumus:
Aset Lancar − Kewajiban Lancar
Total Aset
4. CACL (Current Asset/Current Liabilities)
Rasio ini adalah salah satu rasio likuiditas. Rasio lancar merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan
menggunakan total aset lancar yang tersedia. Dengan kata lain, rasio
lancar ini menggambarkan seberapa besar jumlah ketersediaan aset lancar
yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total kewajiban lancar.
Oleh sebab itu, rasio lancar dihitung sebagai hasil bagi antara total aset
lancar dengan total kewajiban lancar (Hery, 2016: 152). Rasio ini
digunakan dalam model Ohlson. Perhitungan rasio ini dengan cara:
Aktiva Lancar
Hutang Lancar
5. D (jika Total Liabilities>Total Assets maka diberi nilai 1 ; jika Total
Liabilities<Total Assets maka diberi nilai 0)
Rasio ini mengukur likuiditas perusahaan. Cara menghitungnya adalah
dengan memberikan nilai 1 jika total utang perusahaan melebihi total
asetnya dan sebaliknya (Hidayat, 2015). Jika bernilai (1) berarti sering
terjadi exess total utang atas total aset, maka perusahaan rawan atas
adanya financial distress (Ismail, Syafudin dan Nugraha, 2012). Karena
penggunaan utang yang terlalu tinggi akan membahayakan perusahaan
karena perusahaan akan masuk dalam kategori extreme leverage (utang
ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang yang tinggi dan
sulit untuk melepaskan beban utang tersebut (Fahmi, 2012: 127).
6. NITA (Net Income/Total Assets)
Rasio ini mengukur probabilitas perusahaan (Hidayat, 2015). Rasio ini
juga disebut sebagai Return On Assets (ROA). Dimana hasil
pengembalian atas aset merupakan rasio yang menunjukkan seberapa
besar kontribusi aset dalam menciptakan laba bersih. Dengan kata lain,
rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah laba bersih
yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam dalam total
aset. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap total aset
(Hery, 2016:193). Perhitungan rasio ini dengan cara:
Laba Bersih
Total Asset
7. CFFOTL (Cash Flow From Operations/Total Liabilities)
Rasio ini mengukur solvabilitas perusahaan, dimana dana yang digunakan
untuk kegiatan utama perusahaan, yaitu: dana yang tersedia dari kegiatan
operasi yang dibiayai dengan kewajiban perusahaan atau dengan hutang.
Rasio tersebut menunjukkan kemampuan perusahaan memberikan
jaminan kepada debitur (Hidayat, 2015). Perhitungan rasio ini dengan
cara:
Dana Yang Tersedia Dari Kegiatan Operasi
Total Hutang
8. F (jika Net Income Negatif maka diberi nilai 1 ; jika Net Income Positif
maka diberi nilai 0)
Rasio ini mengukur profitabilitas perusahaan. Cara menghitungnya adalah
dengan memberikan nilai 1 jika laba bersih perusahaan negatif (Hidayat,
2015). Jika kondisi laba bersih perusahaan sering negatif atau rugi, maka
besar resiko akan terjadi financial distress (Ismail, Syafudin dan Nugraha,
2012).
9. NI (Nit – Nit- 1) / (NIt + Nit-1)
Rasio ini mengukur perubahan profitabilitas perusahaan. NI merupakan
laba bersih untuk periode t dan sebelumnya. Nilai positif rasio ini
menunjukkan kondisi yang baik (Hidayat, 2015).
Hasil dan Pembahasan
Distribusi perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
berdasarkan kondisi financial distress akan ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 1
Distribusi Perusahaan Pertambangan Berdasarkan Kondisi Financial Distress
Financial Distress
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid
0
1
Total
45
10
55
70,3
15,6
85,9
81,8
18,2
100,0
81,8
100,0
Sumber : Data sekunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Bedasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sampel penelitian adalah
sebanyak 55 perusahaan dari lima tahun penelitian berturut-turut yaitu tahun 2010-
2014. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa dari 55 pengamatan, 45 perusahaan
(70,3 persen) tidak mengalami kondisi financial distress. Dan sisanya sebanyak 10
perusahaan (15,6) mengalami kondisi financial distress.
Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi atau gambaran dari
kesimpulan data yang dilihat dari jumlah sampel, nilai minimum, nilai maximum, nilai
mean dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Berikut adalah tabel statistik
deskriptif yang dimaksud.
Tabel 2
Statistik Dekriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Grover 55 -,22 2,25 ,7331 ,67883
Ohlson 55 -1,92 4,21 1,0596 1,53463
Valid N
(listwise)
55
Sumber : Data sekunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Dari penguji deskriptif statistik yang tersaji pada tabel 4.3 dapat diketahui
bahwa jumlah sampel adalah 55. Selain itu dapat diketahui bahwa Grover merupakan
variabel independen (X1) memiliki nilai minimum atau nilai terkecil sebesar -0.22
yaitu oleh perusahaan Central Omega Resaurces Tbk pada tahun 2010, dan nilai
maximum atau nilai terbesar sebesar 2,25 oleh perusahaan Tambang Batubara Bukit
Asam Tbk pada tahun 2011. sedangkan nilai rata-rata yang dimiliki Grover sebesar
0.7331 atau 73,31% dengan nilai standar deviasi adalah sebesar 0.67883.
Selanjutnya Ohlson merupakan variabel independen (X2) memiliki nilai minimum
sebesar -1.92 yaitu oleh perusahaan Aneka Tambang (persero) Tbk pada tahun 2014.
Sedangkan nilai maximum sebesar 4.21 oleh perusahaan Bara Jaya Internasional Tbk
pada tahun 2013. Kemudian nilai rata-rata yang dimiliki Ohlson sebesar 1.0596 atau
105.96% dengan nilai standar deviasi adalah sebesar 1.53463.
Uji Hosmer and Lemeshow Test (Goodness-of-Fit-Test)
Uji Hosmer and Lemeshow Test (Goodness-of-Fit-Test) atau sering disebut
juga uji kesesuaian model. Pengujian ini digunakan untuk menguji ketepatan atau
kesesuaian data pada model regresi logistik atau untuk mengetahui apakah ada
perbedaan antara hasil observasi dengan kemungkinan hasil prediksi. Data dapat
dikatakan adanya kesesusaian data pada model jika memiliki nilai signifikan lebih
besar dari 0,05 (5%).
Tabel 3
Uji Hosmer and Lemeshow Test (Goodness-of-Fit-Test)
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 3,300 7 ,856
Sumber : Data sekunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa besarnya nilai statistik Hosmer and
Lemeshow Goodness of Fit sebesar 3,300 dan degree of feedom adalah 7 dengan
probabilitas signifikansi 0,856 yang mana lebih besar dari nilai signifikansi 0,05
(0,856 > 0,05). Dengan demikian Ho diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa
pada model regresi logistik yang digunakan telah memenuhi kecukupan data (fit) dan
dapat digunakan dalam pengujian selanjutnya.
Uji Omnibus Test of Model Coefficient (Overall Model Fit)
Uji Omnibus Test of Model Coefficient (Overall Model Fit) dilakukan untuk
menguji apakah variabel-variabel independen secara serentak berpengaruh terhadap
variabel dependen yaitu financial distress. Dengan nilai signifikan < 0,05 maka
variabel independen secara serentak mempengaruhi variabel dependen. Namun jika
nilai signifikan > 0,05 maka variabel independen secara serentak tidak
mempengaruhi variabel dependen.
Jika pengujian Omnibus Test of Model Coefficient menunjukkan hasil yang
signifikansi maka secara keseluruhan variabel independen dimasukkan dalam model
atau dengan kata lain tidak ada variabel yang dikeluarkan dalam model. Hasil
Omnibus Test of Model Coefficient dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4
Uji Omnibus Test of Model Coefficient (Overall Model Fit)
Sumber : Data sekunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Dari pengujian regresi logistik dengan melihat tabel 4.5 diketahui nilai Chi-
Square sebesar 15,544 dengan degree of freedom adalah 3. Adapun tingkat
signifikansi sebesar 0,000 yang mana lebih kecil dari nilai signifkasi 0,05. Maka HO
ditolak dan Ha diterima, sehingga hasil uji Omnibus Test of Model Coefficient dapat
disimpulkan bahwa dengan signifikansi 5% variabel model Grover dan Ohlson secara
bersama-sama berpengaruh terhadap financial distress.
Selain itu, menilai keseluruhan model dilakukan dengan cara memperhatikan
angka pada -2 Log Likelihood (-2LL) Block Number = 0 dan -2 Log Likelihood (-
2LL) Block Number = 1.
Tabel 5
Overall Model Fit
Interation -2 Log Likelihood
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Df Sig.
Step 1
Step 15,544 2 ,000
Block 15,544 2 ,000
Model 15,544 2 ,000
Step 0 52,155
Step 1 36,611
Sumber : Data Skunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Pada tabel diatas terlihat bahwa angka awal -2LL Block Number = 0 adalah
52,155 sedangkan -2LL Block Number = 1 adalah 36,611. Dari model tersebut
ternyata overall model fit pada -2LL Block Number = 0 menunjukkan adanya
penurunan pada -2LL Block Number = 1 sebesar 15,544. Penurunan likelihood ini
menunjukkan bahwa keseluruhan model regresi logistik yang digunakan merupakan
model yang baik.
Selain itu nilai overall percentage correct di block 1 senilai 83,6 lebih tinggi
dibandingkan nilai overall percentage correct di block 0 senilai 81,8. Hal ini juga
mengartikan bahwa model regresi dengan estimator pada variabel independen tepat
dalam mengestimasi pengaruh variabel independen terhadap financial distress. Hal
ini terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 6
Overall Percetage
Interation Nilai Overall Percetage
Step 0 81,8
Step 1 83,6
Sumber : Data Skunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Model Summary (R²)
Model summary dalam regresi logistik memiliki interprestasi yang mirip
dengan koefisien determinasi pada persamaan regresi linear. Cox dan Snell’s R
Square merupakan ukuran R2 pada persamaan regresi linear yang didasarkan pada
teknik estimasi likelihood dengan nilai maksimum kurang dari satu sehingga sulit
diinterpretasikan. Negelkerke R Square merupakan modifikasi dari koefisien Cox dan
Snell’s untuk memastikan bahwa nilainya bervariasi dari 0 sampai 1. Hal ini
dilakukan dengan cara membagi nilai nilai Cox dan Snell’s R Square dengan nilai
maksimumnya. Nilai Negelkerke R Square dapat diinterprestasikan seperti nilai R2
pada persamaan regresi linear. Uji Model Summary dilakukan untuk melihat seberapa
besar model yang digunakan dalam variabel independen yang terdiri dari model
Grover dan model Ohlson mampu menjelaskan variabel dependen yaitu financial
distress. Hasil model summary dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 7
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R Square
1 36,611a ,246 ,402
a. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates
changed by less than ,001.
Sumber : Data Skunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Dari hasil pengolahan data dengan metode regresi logistik diketahui bahwa uji
model -2Log Likelihood menghasilkan sebesar 36,611 dari koefisien determinasi
yang dilihat dari Nagelkerke R Square adalah 0,402. Artinya adalah variabel
independen yaitu Model Grover dan Ohlson mampu menjelaskan variasi dari
variabel dependen yaitu financial distress 40,2%, sedangkan sisanya yaitu sebesar
59,8% dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan dalam model.
Uji Signifikasi Variabel Independen secara Parsial
Uji Signifikasi Variabel Independen secara Parsial dilakukan untuk menguji
apakah variabel independen secara terpisah atau parsial dapat mempengaruhi
variabel dependen. Pengujian ini dilakukan untuk melihat tiap-tiap variabel
independen dalam mempengaruhi variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan
membandingkan t-hitung dengan t-tabel, dimana jika t-hitung >t-tabel maka
hipotesis variabel independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen. Jika
nilai t-hitung <t-tabel maka variabel independen secara parsial tidak
mempengaruhi variabel dependen. Jika menggunakan nilai signifikan < 0,05
maka variabel independen secara parsial dikatakan berpengaruh terhadap variabel
dependen. Hasil uji Signifikasi Variabel Independen secara Parsial dapat dilihat
pada tabel sebagai berikut:
Tabel 8
Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) 95% C.I.for
EXP(B)
Lower Upper
Step
1a
Grover -4,222 1,623 6,765 1 ,009 ,015 ,001 ,353
Ohlson -,491 ,303 2,617 1 ,106 ,612 ,338 1,109
Constant ,953 ,883 1,164 1 ,281 2,593
a. Variable(s) entered on step 1: Grover, Ohlson.
Sumber : Data Skunder yang diolah SPSS versi 21.0 (2017)
Berdasarkan tabel diatas maka model regresi logistik yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
Y= Ln =p
1−p=b0+ b1X1+ b2X2 + e
Financial distress = 0,953 – 4,222b1 - 0,491b2
Keterangan:
Y= Ln =p(Tepat)
1−p(Tidak Tepat)= financial distress
b0 = Konstanta
X1 = Model Grover
X2 = Model Ohlson
e = Standar Error
Pernyataan diatas mempunyai makna sebagai berikut:
1. Variabel konstan dalam model regresi logistik mempunyai koefisien
positir sebesar 0,953 yang berati jika variabel lain dianggap tetap maka
kondisi financial distress perusahaan mengalami peningkatan sebesar
0,953 satuan.
2. Variabel model Grover mempunyai koefisien negatif sebesar 4,222 yang
berarti setiap penuruanan satu (1) satuan pada model Grover akan
mengalami penurunan kondisi financial distress sebesar 4,222 satuan.
3. Variabel Model Ohlson mempunyai koefisien negatif sebesar 0,491 yang
berarti setiap penurunan satu (1) satuanpada model Ohlson akan
mengalami penurunan kondisi financial distress sbesar 0.491 satuan.
H1: Model Grover dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress pada
Perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
HO1 = Model Grover tidak mempunyai pengaruh terhadap financial distress
Ha1 = Model Grover mempunyai pengaruh terhadap financial distress
Dari hasil pengujian tepisah yang dlakukan dalam penelitian dapat dilihat
dalam tabel 4.8 diatas bahwa variabel Grover mempunyai nilai wald sebesar 6,765
dari koefisien regresi logistik untuk variabel model Grover negatif yaitu 4,222.
Adapun nilai signifikansi sebesar 0,009 lebih kecil 0,05 (0,009 < 0,05) sehingga HO1
dinyatakan bahwa model Grover tidak berpengaruh signifikan terhadap financial
distress ditolak atau gagal diterima. Sedangkan Ha1 yang menyatakan bahwa model
Grover berpengaruh signifikan terhadap financial distress dapat diterima. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa model Grover mempunyai pengaruh
signifikan terhadap financial distress.
H2: Model Ohlson dapat Memprediksi Kondisi Financial Distress pada
perusahaan Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
HO2 = Model Ohlson tidak mempunyai pengaruh terhadap financial distress
Ha2 = Model Ohlson mempunyai pengaruh terhadap financial distress
Dari hasil pengujian tepisah yang dlakukan dalam penelitian dapat dilihat
dalam tabel 4.8 diatas bahwa variabel Grover mempunyai nilai wald sebesar 2,617
dari koefisien regresi logistik untuk variabel model Grover negatif yaitu 0,419.
Adapun nilai signifikansi sebesar 0,106 lebih kecil 0,05 (0,106 < 0,05) sehingga HO1
dinyatakan bahwa model Grover tidak berpengaruh signifikan terhadap financial
distress diterima atau gagal ditolak. Sedangkan Ha1 yang menyatakan bahwa model
Grover berpengaruh signifikan terhadap financial distress dapat diterima. Dengan
demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa model Grover mempunyai pengaruh
signifikan terhadap financial distress.
Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa:
1. Model Grover dapat memprediksi financial distress perusahaan
Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2010-
2014.
2. Model Ohlson tidak dapat memprediksi financial distress perusahaan
Pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2010-
2014.
3. Perbandingan model analisis yang paling akurat dalam memprediksi
kondisi financial distress perusahaan Pertambangan di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2010-2014 adalah model Grover. Tingkat akurasi
prediksi yang dihasilkan model Grover berdasarkan hasil uji hipotesis
dimana nilai koefesien determinasi yang dilihat dari Nagelkerke R Square
model Grover menghasilkan nilai tertinggi yaitu sebesar 0,333 (3,33%)
dibandingkan model Ohlson yang menghasilkan nilai terendah yaitu
sebesar 0,002 (0,2%) yang digunakan dalam penelitian ini untuk
memprediksi kondisi financial distress pada perusahaan Pertambangan di
Bursa Efek Indonesia.
Adapun saran yang mungkin bisa digunakan untuk menyempurnakan penelitian,
antara lain:
1. Pada penelitian selanjutnya, dapat menggunakan sektor perusahaan yang
berbeda serta jumlah sampel dan periode penelitain sebaiknya ada
penambahan lagi. Penelitian selanjutnya juga dapat menggunakan model-
model prediksi yang lain yang ada seperti, model Altman, Springate,
Zmijewski, Fulmer, CA-Score dan model lainnya
2. Bagi investor dan manajemen perusahaan dapat menggunakan model Grover
untuk memprediksi perusahaan yang financial distress pada perusahaan
Pertambangan di Bursa Efek Indonesia.
DAFTAR PUSAKA
Andrianti. 2016. Analsisi Ketepatan Model Altman, Springate. Zmijweski.Ohlson,
dan Grover Sebagai Detector Kebangkrutan (Studi Kasus Pada Perusahaan
yang Delisting di Bursa Efek Indonesia (BEI) Pada 2010-2014).Malang : UIN
Maulana Malik Ibrahim
Christiani, Ari. 2013. Analisis Prediksi Financial Distress: Perbandingan Model
Altman Dan Ohlson. Jurnal Ekonomi dan Bisnis , vol. 7 no.2, p. 77-89. ISSN:
1978-3116
Gunawan, Barbara, Rahadien Pamungkas, dan Desi Susilawati. 2017. Perbandingan
Prediksi Financial Distress dengan Model Altman, Grover dan Zmijewski.
Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 18 No. 1, Hlm: 119-127.
Ghozali, Imam. 2013. Analisis Multivariate Program Dengan Program IBM SPSS
21. Edisi Ke 7. Badan Penerbit Universitas Diponegoro : Semarang.
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multrivariate Dengan Program IBM SPSS
19. Edisi Ke 5. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang
Ghozali, Imam. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Hartono. 2011. Metodologi Penelitia. Pekanbaru: Zanafa
Herry. 2016. Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Grasindo
Hidayat, Gustina. 2015. Analisis Dalam Memprediksi Kebangkrutan dengan
Menggunakan Multiple Discriminant Analysis dan Logit pada Industri Farmasi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2014. Bandung :
Universitas Telkom Bandung
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2009. Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan.
Jakarta: Salemba
Jogiyanto. 2008. Metodologi Penelitian Sistem Informasi: Pedoman dan Contoh
Melalkukan Penelitian di Bidang Sistem Teknologi Informasi. Yogyakarta:
Andi
Listyarini, Fitri. 2016. Analisis Perbandingan Prediksi Kondisi Financial Distress
Dengan Menggunakan Model Altman, Springate Dan Zmijewski Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2011-
2014.Jurnal akuntansi: UMRAH. Tanjungpinang
Marcelinda, Sheilly Olivia, Hadi Paramu dan Novi Puspitasari. 2014. Analisis
Akurasi Prediksi Kebangkrutan Model Altman Z-Score pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. e-Jurnal Ekonomi Bisnis
dan Akuntansi. Volume 1 (1) : 1-3
Prihanthini, Ni Made Evi Dwi dan Maria M. Ratna Sari. 2013. Prediksi Kebangkrutan
dengan Model Grover, Altman Z-Score, Springate dan Zmijewski pada
Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana. ISSN: 2302-8556
Putra, Ivan Gumilar Sambas dan Rahma Septiani. Analisis Perbandingan Model
Zmijewski Dang Rover Pada Perusahaan Semen Di BEI 2008-2014. Jurnal
Riset Akuntansi Dan Keuangan. JRAK Vol 4, No3, 2016.Pp49-62.
Rismawaty. 2012. Analisis Perbandingan Model Prediksi Financaial Distrees
Altman, Springate, Ohlson dan Zmijewski (Studi empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Makassar : Universitas
Hasanuddin
Ramadhani, A. S., dan Lukviarman, N.2009. Perbandingan Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi, Dan
Altman Modifikasi Dengan Ukuran Dan Umur Perusahaan Sebagai Variabel
Penjelas (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Dibursa Efek
Indonseia). Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No.1, P.15-28
Sangadji, Etta Mamang dan Sopiah.2010.Metodologi Penelitian Pendekatan Praktis
dalam Penelitian.Yogyakarta : C.V ANDI
Sugiyono, 2014. Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kaulitataif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sujarweni, V. W. 2015. Metodologi Penelitian Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press.
Wulandari, Veronita, Emrinaldi Nur DP dan Julita. 2014. Analisis Perbandingan
Model Altman, Springate, Ohlson, Fulmer, CA-Score dan Zmijewski Dalam
Memprediksi Financial Distress (studi empiris pada Perusahaan Food and
Beverages yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). JOM
FEKON Vol. 1 No. 2
Vitarianjani, Novadea. 2015. Prediksi Kondisi Financial Distress dan Faktor yang
Mempengaruhi Studi Empiris pada Perusahaan Batubara yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2014. Artikel Ilmiah Mahasiswa 2015