Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto
-
Upload
harissetiana -
Category
Documents
-
view
375 -
download
3
Transcript of Analisa Lingkungan Usaha Persuteraan Alam Di PPUS Candiroto
ANALISA LINGKUNGAN BISNIS USAHA PERSUTERAAN ALAM
DI KECAMATAN BEJEN, KABUPATEN TEMANGGUNG JAWA
TENGAH
Oleh : Haris Setiana
I. Pendahuluan
Kegiatan persuteraan alam merupakan salah satu peluang
bisnis di Indonesia yang belum banyak dilakukan, padahal usaha
ini memiliki banyak kelebihan. Waktu yang singkat dalam
budidaya murbei hingga panen kokon adalah salah satu
kelebihannya. Kelebihan lainnya adalah mudah dilakukan, tidak
memerlukan tempat yang luas, dapat dilakukan sebagai kegiatan
rumah tangga dan keuntungan yang dihasilkan cukup tinggi.
Kegiatan persuteraan alam sebenarnya telah lama dikenal
dan dilakukan oleh manusia. Sebagai bangsa yang tercatat
sebagai pelopor budidaya, bangsa Cina sejak sekitar tahun 200
SM sudah memiliki pabrik benang sutera yang besar dan dapat
memasarkannya ke berbagai penjuru dunia. Usaha ini terus
menyebar ke berbagai negara seperti Jepang, Korea, India, dan
akhirnya sampai ke Indonesia.
Kebutuhan akan benang sutera dunia mencapai 700 ton per
tahun, sedangkan produksi hanya sebesar 81,2 ton, sehingga
Indonesia harus mengimpor benang sutera sekitar 618,8 ton
pada tahun 2005. Pemerintah menargetkan produksi benang
sutera nasional mencapai 400 ton pada tahun 2010, sehingga
impor bisa ditekan hanya sekitar 275 ton (Seno, 2006). Maka
peluang untuk berusaha di bidang persuteraan alam di Indonesia
cukup besar, karena negara Indonesia memiliki iklim serta daerah
yang keadaan biofisiknya cocok untuk budidaya sutera alam, baik
untuk penanaman tanaman murbei sebagai sumber pakan ulat
sutera, juga untuk pembudidayaan ulat sutera.
Kegiatan persuteraan alam ini dalam pelaksanaannya
melibatkan petani, pengusaha serta pemerintah. Petani sebagai
produsen awal yang memelihara ulat sutera (Bombyx mori) dan
menanam daun murbei (Morus sp.) sebagai pakan bagi ulat.
Sedangkan peran pengusaha sebagai penampung hasil produksi
petani yang kemudian dilakukan kegiatan pengolahan lebih
lanjut. Pemerintah disini berperan sebagai pembina kegiatan
persuteraan alam ini. Pemerintah saat ini perlu memperhatikan
dan menggalakkan budidaya ulat sutera karena komoditi sutera
dianggap penting sedangkan produksi di dalam negeri masih
rendah. Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi benang
sutera mulai diusahakan, diantaranya adalah dengan pembukaan
dan perluasan daerah pemeliharaan baru, perbaikan penanaman
murbei, perbaikan pembibitan ulat sutera dan intensifikasi
pemeliharaan ulat sutera. Usaha persuteraan alam belum banyak
dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Bejen karena usaha
tersebut begitu dikenal. Maka perlu dilakukan suatu analisa
lingkungan bisnis usaha persuteraan alam yang dapat
menentukan upaya-upaya pengembangan kegiatan persuteraan
alam yang diharapkan dapat menjadi daya tarik para petani
sutera untuk lebih menekuni usahanya sehingga dapat
meningkatkan taraf hidup petani sutera serta dapat merangsang
masyarakat lainnya untuk melakukan usaha persuteraan alam.
II. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam
Budidaya ulat sutera memiliki tujuan untuk menghasilkan
benang sutera sebagai bahan sandang (Guntoro, 1994).
Persuteraan alam merupakan kegiatan agroforestry yang
mempunyai rangkaian yang cukup panjang sejak penanaman
murbei, pembibitan ulat, sutera, pemeliharaan ulat sutera,
processing (pengolahan) kokon, pemintalan serat, pertenunan
dan pemasaran kain sutera. Kegiatan ini sudah lama dikenal dan
dibudidayakan sebagian masyarakat Indonesia (Sunanto, 1997).
Usaha persuteraan alam, khususnya produksi kokon dan
benang sutera dirasakan sangat menguntungkan karena cepat
mendapatkan hasil dan memiliki nilai ekonomi tinggi, teknologi
yang digunakan relatif sederhana, tidak memerlukan
keterampilan khusus, dapat dilakukan sebagai usaha pokok
ataupun sambilan, serta dapat dilakukan oleh pria, wanita,
dewasa maupun anak-anak. Oleh karena itu, kegiatan ini
merupakan salah satu alternatif untuk meningkatkan peranan
sektor kehutanan dan perkebunan dalam mendorong
perekonomian masyarakat di pedesaan, memberikan lapangan
pekerjaan serta mendukung kegiatan reboisasi dan penghijauan
(Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas, 2000).
Perkembangan ulat sutera alam pada tahun-tahun terakhir ini
menunjukkan prospek yang cukup baik. Dapat tergambarkan
dari jumlah produksi raw silk dunia yang terus menurun selama
enam tahun terakhir dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton,
sedangkan kebutuhan dunia cukup besar dan stabil yaitu
sebesar 81.546 ton. Kebutuhan akan benang sutera ini
diprediksi akan terus meningkat seiring dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk serta semakin membaiknya
kondisi perekonomian.
Indonesia memiliki potensi lahan yang masih luas, iklim yang
mendukung, tenaga kerja yang cukup banyak dan murah serta
teknologi persuteraan alam yang telah dikuasai, tetapi
perkembangan kegiatan persuteraan alam di Indonesia selama
ini masih mengalami pasang surut seperti komoditas lainnya.
Tingkat produksi sutera alam di dalam negeri masih rendah
yakni hanya 30 % dari kebutuhan nasional, khususnya untuk
memenuhi kebutuhan industri sutera rakyat. Dan dengan
peningkatan kebutuhan benang sutera negara-negara Eropa
dari 30 gram/kapita/tahun menjadi 100 gram/kapita/tahun,
maka memberi peluang yang sangat prospektif bagi
persuteraan alam di Indonesia, dimana persuteraan alam
sifatnya padat karya sehingga sangat cocok bagi Indonesia yang
penduduknya cukup padat terutama di pedesaan (Sunanto,
1997).
Kegiatan usaha persuteraan alam yang telah berkembang di
Indonesia terdapat di propinsi Sulawesi Selatan, D.I. Yogyakarta,
Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera Barat. Dari lima propinsi
tersebut dihasilkan benang sutera rata–rata per tahun sebesar
140 ton. Sesungguhnya kebutuhan benang sutera mencapai 400
ton per tahun. Hal ini menunjukkan masih terdapat peluang
pasar dalam negeri sebesar 260 ton per tahun yang setara
dengan 4500-5000 ha areal tanaman monokultur murbei.
Dengan demikian telah terbuka peluang usaha yang cukup
besar dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi
untuk mengisi pasar sutera alam baik di dalam maupun di luar
negeri (Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, 1999).
Program kemitraan di bidang persuteraan alam dimaksudkan
sebagai bentuk upaya kerjasama yang berlandaskan kepada
semangat kekeluargaan dan kebersamaan antara yang kuat
dengan yang lemah dalam rangka pemberdayaan yang lemah,
agar tidak menjadi korban dalam persaingan usaha dengan
tujuan tercapainya tujuan–tujuan pembangunan persuteraan
alam(Atmosoedarjo et al, 2000).
Kegiatan persuteraan alam di Perum Perhutani dimulai sekitar
tahun 1960 sebagai proyek Prosperity Approach. Kegiatan ini
merupakan salah satu cara pendekatan pengamanan hutan
sekaligus sebagai diversifikasi produkyang cepat menghasilkan.
Akan tetapi hingga saat ini usaha persuteraan alamdi Perum
Perhutani belum menunjukkan angka yang menggembirakan
karena potensi usaha belum didayagunakan secara optimal.
Penyebabnya adalah belum adanya keterpaduan usaha
persuteraan alam mulai dari sektor hulu (budidaya murbei dan
ulat sutera) sampai dengan sektor hilir (industri raw silk dan
twist silk) (Sunanto, 1997).
III. Analisis SWOT
Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat)
adalah suatu analisa lingkungan internal dan eksternal. Analisa
internal lebih menitik beratkan pada kekuatan (strength) dan
kelemahan (weakness) yang dimiliki oleh organisasi, sedangkan
analisa eksternal untuk menggali dan mengidentifikasi semua
peluang (opportunity) yang ada dan yang akan datang serta
ancaman (threat) dari pesaing dan calon pesaing (Cahyono,
1999).
Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal
peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor
internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses).
Analisis SWOT tidak hanya dipakai untuk menyusun strategi di
medan pertempuran, melainkan banyak dipakai dalam
penyusunan strategi bisnis yang bertujuan untuk menyusun
strategi jangka panjang sehingga arah dan tujuan perusahaan
dapat dicapai dengan jelas dan dapat segera diambil keputusan,
berikut semua perubahannya dalam menghadapi pesaing
(Rangkuti, 2000).
IV. Identifikasi dan Evaluasi Faktor Internal dan Faktor
Eksternal dalam Usaha Persuteraan Alam
Identifikasi dan evaluasi faktor internal dan eksternal pada
usaha persuteraan alam ini dilakukan dengan menggunakan
metode SWOT. Metode SWOT adalah membandingkan antara
faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats)
dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) (Rangkuti, 2000).
Analisis ini menghasilkan peubah-peubah yang bersifat
strategis unsur internal dan unsur eksternal serta nilai pengaruh
yang bersifat strategis terhadap pengembangan usaha
persuteraan alam Selanjutnya dengan menggunakan diagram
SWOT dan matriks SWOT akan menghasilkan arahan strategi
dalam pengembangan usaha persuteraan alam.
4.1. Kekuatan
a. Kondisi biofisik lingkungan menunjang
Kesesuaian suhu udara akan mempermudah usaha
persuteraan alam, karena tidak memerlukan perlakuan-
perlakuan khusus. Suhu udara ideal untuk pemeliharaan
ulat sutera adalah 20oC–30oC. Suhu seperti ini biasanya
terdapat di tempat yang memiliki ketinggian sekitar 400 m
dpl- 800 m dpl. Selain itu dalam pemeliharaan ulat sutera
dibutuhkan kelembaban ideal yang berkisar antara 70%-
90% (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1995).
Secara umum, daerah Kecamatan Bejen merupakan
daerah pegunungan dengan suhu udara rata-rata 25oC –
26oC dan memiliki kelembaban udara sekitar 80%-90%
serta mempunyai tanah yang cukup subur. Kondisi ini
sangat menunjang terhadap pemeliharaan ulat sutera dan
penanaman tanaman murbei sebagai bahan makanan ulat
sutera.
b. Keuntungan yang cukup tinggi
Keuntungan usaha kokon per kotak per siklus produksi
di Kabupaten Garut yaitu Rp 35.278, di Sukabumi Rp
139.397, sedangkan di Soppeng Rp 83.288 (Tim Peneliti
IPB, 2006). Bila diusahakan dalam skala yang cukup besar
serta didukung oleh para petani sutera yang lain, maka
usaha ini akan menghasilkan cukup banyak keuntungan.
Namun saat ini pengusahaan sutera alam masih dilakukan
secara sederhana dengan modal yang minim sehingga
keuntungan yang didapatkan tidak begitu banyak.
c. Dapat dilakukan oleh pria, wanita, dewasa dan anak-anak
Memelihara ulat sutera tidak terlalu sulit. Setiap orang
baik pria maupun wanita dan baik dewasa maupun anak-
anak dapat melakukannya dengan bekal keterampilan
yang cukup mengenai cara-cara pemeliharaan ulat sutera
yang benar. Tetapi pada kenyataan di lapangan, usaha ini
masih didominasi oleh orang dewasa pria dan wanita.
d. Peningkatan penghasilan
Sebagian besar masyarakat di Kecamatan Kecamatan
Bejen memiliki mata pencaharian sebagai petani.
Penghasilan yang mereka dapatkan telah cukup dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka. Apabila
kegiatan persuteraan alam mereka lakukan sebagai usaha
sampingan, maka mereka akan mendapatkan penghasilan
tambahan selain dari pekerjaan utama mereka.
e. Ketersediaan sumberdaya manusia
Adanya kegiatan persuteraan milik Perum Perhutani di
wilayah Kecamatan Bejen telah memberikan kesempatan
masyarakat untuk ikut bekerja, sehingga rata-rata
masyarakat sekitar pabrik sutera milik Perum Perhutani
menguasai cara budidaya ulat sutera.
Karena kegiatan ini memiliki sifat yang padat karya,
sehingga dapat memperluas lapangan pekerjaan sehingga
dapat menambah penghasilan masyarakat.
f. Waktu dari penanaman murbei hingga produksi kokon
singkat
Hal lain yang menarik dari usaha persuteraan alam ini
adalah relatif singkatnya masa penanaman murbei hingga
pemeliharaan ulat. Mulai penanaman tanaman murbei dan
melakukan pemanenan daun murbei pertama hanya
sekitar 9-12 bulan. Dan pada pemeliharaan ulat sutera,
dalam waktu sekitar sebulan, kokon dapat dipanen dan
dapat segera dijual.
Pemeliharaan ulat sebanyak 12 kali dalam setahun
dapat saja dilakukan di Indonesia, asal tersedia paling
sedikit empat bagian kebun murbei yang berlainan waktu
penanamannya dan sedikitnya harus ada dua tempat
pemeliharaan ulat sutera (Atmosoedarjo et al, 2000).
g. Pemanfaatan lahan kehutanan
Kawasan hutan di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara
dapat dimanfaatkan dengan pola agroforestry. Pola ini
adalah solusi yang tepat dalam rangka memanfaatkan
lahan di bawah tegakan serta memanfaatkan lahan yang
sebelumnya digunakan untuk tumpangsari palawija oleh
masyarakat sekitar kawasan hutan.
h. Teknologi cukup sederhana
Kegiatan persuteraan alam sebenarnya tidak begitu
sulit. Teknologi yang digunakan cukup sederhana
sehingga petani dapat dengan mudah melakukannya. Alat
yang digunakan dalam usaha persuteraan alam adalah rak
atau sasag kayu, kotak bingkai yang terbuat dari papan,
rak bertingkat, seriframe, floss removal dan lain-lain.
Selain itu prasarana berupa rumah ulat kecil dan rumah
ulat besar juga perlu dibangun untuk menunjang kegiatan
persuteraan alam.
Kegiatan seperti budidaya murbei, pemeliharaan ulat
sutera dan produksi kokon cukup mudah dilakukan. Yang
diperlukan dalam usaha persuteraan alam adalah keuletan
dan ketelatenan, karena ulat sutera perlu diberi makan
daun murbei yang cukup secara rutin.
4.2. Kelemahan
a. Keterbatasan modal
Kegiatan usaha persuteraan alam sebenarnya tidak
memerlukan biaya/modal yang banyak. Dalam skala kecil,
usaha persuteraan alam dapat dilakukan sebagai kegiatan
rumah tangga. Walaupun demikian, permodalan
merupakan kendala yang paling utama yang dihadapi para
petani sutera di wilayah Kecamatan Kecamatan Bejen.
Secara sederhana usaha tani persuteraan alam dalam
satu hektar memerlukan biaya sebesar Rp 10.548.000.
Untuk selanjutnya penerimaan yang akan diperoleh
setahap demi setahap akan meningkat seiring dengan
volume pemeliharaan ulat sutera yang dilakukan.
b. Sarana dan prasarana kurang memadai
Saat ini baru ada satu rumah ulat kecil dan satu rumah
ulat besar yang berada pada kawasan hutan yang dekat
dengan lokasi tanaman murbei. Rumah ulat besar tersebut
memiliki 4 tingkat rak dan dapat menampung sekitar 8
boks ulat sutera. Selain itu terdapat pula 3 rumah kokon
yang terdapat di Kecamatan Bejen.
Sarana dan prasarana dalam produksi ulat sutera
dirasakan masih sangat minim. Karena sebenarnya
Kecamatan Bejen berpotensi besar dalam menghasilkan
tanaman murbei dalam jumlah yang sangat banyak
sehingga apabila rumah ulat ditambah maka akan dapat
menampung lebih banyak ulat sutera dan dapat
menghasilkan kokon lebih banyak.
c. Keterbatasan akses pemasaran
Semua kegiatan usaha selain produksi bagus, harga
bagus juga paling penting adalah pemasaran yang
menjanjikan dan menjamin. Dan untuk ulat sutera ini
pasaran cukup menjanjikan yaitu dengan jumlah produksi
kokon yang cukup besar, dan untuk bahan jadinya pun
pangsa pasar sudah menunggu.
Namun di lapangan selama ini permintaan yang datang
untuk memenuhi kebutuhan akan kokon masih berasal
dari sekitar daerah Jawa Tengah. Hal ini terjadi karena
produksi kokon belum dapat dilakukan secara kontinu dan
kokon yang dihasilkan masih belum dapat memenuhi
standar kualitas yang bagus.
d. Kelembagaan masyarakat masih lemah
Salah satu titik lemah dari pelaksanaan kegiatan
rehabilitasi lahan hutan dan lahan dalam hal ini usaha
persuteraan alam adalah belum berkembangnya
kelembagaan masyarakat serta tingkat kemampuan dan
persepsi masyarakat yang sangat beragam dalam
melaksanakan dan memahami rehabilitasi hutan dan
lahan (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Brantas, 2000).
Kelembagaan yang ada masih belum begitu kuat. LMDH
(Lembaga Masyarakat Desa Hutan) yang baru terbentuk
masih berusaha untuk mengarahkan KTH-KTH (Kelompok
Tani Hutan) yang ada di Kecamatan Bejen untuk
melakukan usaha persuteraan alam.
e. Tenaga pelatihan masih terbatas
Hingga saat ini baru sedikit tenaga ahli yang benar-
benar ahli dan khusus membidangi persuteraan alam.
f. Kualitas sumberdaya manusia rendah
Tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Bejen yang
rendah menyebabkan masyarakat kurang dapat menerima
sesuatu yang baru, seperti usaha persuteraan alam.
Hingga saat ini, mereka belum berani melakukan usaha
persuteraan alam. Selain kendala utama yakni rendahnya
permodalan, mereka akan berani melakukan usaha
persuteraan alam setelah adanya contoh masyarakat yang
berhasil dalam usaha persuteraan alam.
g. Kurangnya penerapan teknologi standar
Dalam kaitannya dengan pemeliharaan ulat sutera, ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan yakni keadaan
ruangan dan alat harus steril, membersihkan tangan
dengan larutan desinfektan sebelum memulai pekerjaan
dan meminimalkan keluar masuknya orang ke dalam
ruangan,. Selain itu makan, minum serta merokok dalam
ruangan juga merupakan hal yang tidak boleh dilakukan
pada kegiatan pemeliharaan ulat sutera (Guntoro, 1994).
Teknologi yang digunakan dalam usaha persuteraan
alam tidak perlu peralatan canggih. Usaha ini dapat
dilakukan hanya dengan menggunakan alat-alat yang
yang cukup sederhana. Masalah yang sering terjadi adalah
petani kurang dapat menjaga kebersihan ruangan untuk
ulat. Merokok dan kurangnya sanitasi terhadap ulat sutera
merupakan hal-hal yang sering terjadi. Padahal bila
penyakit sudah masuk ke ruangsan ulat dapat menjadikan
panen ulat sutera sampai gagal total.
Kelompok petani sutera alam yang telah memperoleh
keterampilan menerapkan teknologi serikultur ulat sutera
standar nasional dan alat pemintal kokon yang
bermanfaat dalam meningkatkan produksi kokon/benang
sutera. Selain itu introduksi serikultur ulat sutera standar
nasional dan alat pemintal kokon menjadi benang sutera
alam mendukung manajemen usaha persuteraan alam di
wilayah tersebut (Herminanto dan Mujiono, 2006).
h. Anggapan rendahnya nilai ekonomi sutera alam
Usaha persuteraan alam masih belum populer di daerah
Kecamatan Bejen. Padahal dengan potensi lingkungan
yang terdapat di Kecamatan Bejen, usaha tersebut akan
dapat menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Selain
itu juga pada tingkat mikro menunjukkan usaha tani
murbei dan kokon mampu memberikan keuntungan jika
dilakukan secara lebih intensif dengan pembinaan yang
berkelanjutan (Tim Peneliti IPB, 2006).
4.3. Peluang
a. Permintaan akan benang sutera meningkat tiap tahun
Kegiatan persuteraan alam mempunyai prospek yang
baik dan diperkirakan permintaan sutera akan meningkat
antara 2 – 3 % per tahun (ISA) sementara FAO
meramalkan lebih besar hingga 5%, sementara
peningkatan permintaan di Indonesia sendiri diperkirakan
mencapai 12,24% (Kuncoro, 2000 dalam Pemda
Kabupaten Tasikmalaya, 2003). Proyeksi dalam tahun
2000 menunjukkan bahwa permintaan akan produk sutera
akan meningkat menjadi 179,24 ton sedangkan produksi
hanya akan mencapai 148,98 ton. Sehingga dari angka ini
dapat disimpulkan bahwa Indonesia sebenarnya bukan
dalam posisi menawarkan produk sutera tetapi dalam
posisi untuk dimasuki produk sutera dari luar negeri
(Kuncoro,1995 dalam Atmosoedarjo et al, 2000).
Tingkat produksi sutera alam di dalam negeri masih
rendah yakni hanya 30% dari kebutuhan nasional,
khususnya untuk memenuhi kebutuhan industri sutera
rakyat. Oleh karena itu usaha persuteraan alam akan
memiliki peluang yang sangat bagus.
b. Harga jual kain sutera yang tinggi
Dalam usaha persuteraan alam, harga tertinggi
diperoleh pada saat penjualan produk berupa kain. Harga
kokon berkisar antara Rp 20.000- Rp 24.000/kg, kokon
tersebut dapat dijadikan benang yang kemudian dapat
dijual dengan harga sekitar Rp 450.000/kg dengan asumsi
bahwa 8 kg kokon dapat dipintal menjadi 1 kg benang.
Selanjutnya apabila benang tersebut ditenun menjadi kain
maka akan dihasilkan kain sutera dengan harga Rp
70.000/m dengan asumsi bahwa 1 kg benang dapat
ditenun menjadi 12 m kain sutera. Hal inilah yang menjadi
salah satu alasan petani sutera untuk mengembangkan
usaha persuteraan alam. Namun usaha persuteraan alam
di Kecamatan Bejen baru sampai tahap pemintalan
benang karena belum tersedianya alat tenun.
c. Adanya dukungan dari pemerintah
Dalam rangka pemberian modal kepada para petani
sutera, pemerintah juga menerbitkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 50/Kpts : II/1997, yang ditindak lanjuti
oleh Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan
Rehabilitasi Lahan No.03/Kepts/V/1997 (Atmosoedarjo et
al, 2000).
Usaha persuteraan alam di daerah ini pada awalnya
mendapatkan dukungan dari pemerintah seperti modal
usaha dan penyediaan sarana dan prasarana berupa
rumah ulat kecil dan rumah ulat besar. Seiring dengan
berkembangnya usaha persuteraan alam ini, maka petani
mengharapkan bantuan modal yang lebih besar untuk
kemajuan usaha persuteran alam. Akan tetapi setelah
sekian lama mengajukan permohonan pinjaman lunak
untuk upaya pengembangan persuteraan alam, pinjaman
tersebut belum juga turun.
e. Masih ada lahan kehutanan yang tidak produktif
Pengembangan persuteraan alam merupakan salah
satu upaya untuk meningkatkan daya dukung lahan bagi
pemenuhan kebutuhan manusia melalui kegiatan
budidaya tanaman murbei yang dikombinasikan dengan
pemeliharaan ulat sutera dan penanganan pasca
panennya (Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah
Brantas, 2000).
Persuteraan alam di Indonesia sudah ada sejak 1960-
an, khususnya di Sulawesi Selatan. Kebanyakan lokasi
budidaya ulat sutera (serikultur) dilakukan di daerah-
daerah kritis, karena tanaman murbei yang merupakan
makanan pokok ulat sutera dijadikan sebagai tanaman
penghijauan (Widagdo dan Sasangka, 2006).
Usaha persuteraan alam mencakup 2 kegiatan utama,
yakni penanaman tanaman murbei dan pemeliharaan ulat
sutera. Tanaman murbei dapat ditanam di bawah tegakan
hutan karena selain dapat menghasilkan panen daun
murbei, tanaman murbei juga berfungsi sebagai pencegah
banjir dan erosi tanah, karena tanaman murbei memiliki
perakaran yang cukup kuat.
f. Adanya pola kemitraan
Dalam usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen
terdapat pola kemitraan. Bentuk dari pola kemitraannya
adalah bentuk vertikal yaitu antara petani dan pemerintah
(PPUS Candiroto) serta petani dan pabrik pemintalan
benang sutera di Regaloh. Pabrik pemintalan benang
sutera berfungsi sebagai wadah penampung dan
pemasaran produk kokon dari petani. Tujuan dari adanya
pola kemitraan pada usaha persuteraan alam adalah
melindungi para petani sutera yang memiliki modal lemah
dalam persaingan usaha.
4.4. Ancaman
a. Adanya hama dan penyakit tanaman murbei dan ulat
sutera
Salah satu kunci keberhasilan dari pemeliharaan ulat
sutera adalah keahlian petani sutera dalam
menghindarkan ulat-ulatnya dari serangan hama dan
penyakit. Kegiatan tersebut tidak dapat dikatakan
mudah, dimana petani harus menghindarkan ulat
suteranya dengan jumlah ratusan ribu bahkan jutaan dari
serangan hama dan penyakit. Tetapi, walaupun sulit,
kegiatan tersebut harus tetap dijalankan agar petani
tersebut dapat menghasilkan kokon dengan jumlah yang
optimal. Dalam mengusahakan tanaman murbei banyak
menghadapi masalah gangguan hama dan penyakit,
serangannya dapat mengakibatkan kerusakan tanaman,
dengan demikian akan menyebabkan kekurangan daun
murbei untuk pakan ulat kecil maupun ulat besar
(Samsijah dan Andadari, 1992b).
Pada pengusahaan ulat sutera di Kecamatan Bejen
hampir tidak ditemukan hama dan penyakit yang
mengganggu produksi daun murbei.
b. Kurang stabilnya mutu bibit/telur sutera
Bibit ulat sutera dan pakan berupa daun murbei
merupakan sarana produksi terpenting. Bibit ulat berupa
telur dibeli oleh para peternak dari dua pusat pembibitan,
yakni Pusat Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto,
Jawa Tengah dan di Kesatuan Pengusahaan Sutera alam
di Soppeng, Sulawesi Selatan. Sedangkan bibit tanaman
murbei umumnya dikembangkan oleh peternak ulat
sendiri (Guntoro, 1994). Selama ini bibit/telur ulat sutera
diperoleh dengan memesan telur ulat ke KPSA Soppeng,
Sulawesi Utara. Harga telur ulat sutera Rp 25.000/box (±
20.000 butir). Dan kendala yang terjadi adalah perlakuan
terhadap telur ulat sutera yang kurang baik pada saat
pengiriman. Selain itu kadang-kadang telur ulat sutera
telah menetas pada saat masih di perjalanan, padahal
ulat sutera yang baru menetas harus segera mendapat
perlakuan berupa pemberian kapur dan kaporit dan
memberikan makanan secepatnya. Sehingga banyak ulat
yang mati karena tidak mendapatkan makanan
secepatnya.
c. Ketergantungan petani sutera kepada pihak lain masih
sangat tinggi
Petani sutera di Kecamatan Bejen memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pemerintah.
Mereka sangat mengharapkan bantuan berupa modal
usaha serta sarana dan prasarana sehingga kegiatan
persuteraan alam dapat berjalan dengan lancar. Di sisi
lain, usaha persuteraan alam membutuhkan modal yang
tidak sedikit. Kondisi ini sangat meyulitkan, karena para
petani enggan melakukan kegiatan persuteraan alam bila
tidak mendapatkan bantuan modal.
e. Persaingan dengan komoditas lainnya
Selain sutera alam, daerah Kecamatan Bejen memiliki
komoditas lain berupa palawija dan buah-buahan berupa
kopi, cengkeh dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena
Kecamatan Bejen merupakan daerah yang cukup subur
untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan. Telah sejak lama mata pencaharian sebagai
petani hortikultura dijalankan oleh sebagian besar
masyarakat Kecamatan Bejen. Karena pertanian palawija
dapat menghasilkan pendapatan yang cukup tinggi
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
f. Harga kokon masih rendah
Di daerah penghasil sutera biasanya para petani sutera
tidak mengolah sendiri hasil kokonnya, akan tetapi
menjualnya kepada pereeling setempat. Harga kokon saat
ini adalah berkisar antara Rp 20.000- Rp 27.000/kg dalam
kedaan basah. Perdagangan kokon yang diuraikan di atas
berlangsung dengan syarat-syarat yang sangat sederhana.
Pengujian mutu nyaris tidak dilakukan, atau dengan kata
lain tidak ada standarisasi (Atmosoedarjo et al, 2000).
Namun kenyataannya, para petani di Kecamatan Bejen
masih merasa bahwa harga kokon masih cukup rendah.
Karena menurut petani setempat, biaya produksi seperti
harga telur ulat sutera, formalin dan kaforit makin
meningkat tiap tahunnya. Namun harga jual kokon masih
tetap sama yakni berkisar antara Rp 20.000 - Rp 24.000.
V. Arahan Strategi Pengembangan Usaha Persuteraan Alam
Agar analisis strategis dapat memberikan informasi lebih
banyak sehingga memenuhi tujuan, maka perlu kajian yang
lebih mendalam, Hasil kajian tersebut dijelaskan berikut ini.
a. Kekuatan
Dari peubah-peubah yang bersifat strategis unsur
kekuatan diperoleh hasil bahwa pengaruh yang paling kuat
adalah kondisi biofisik lingkungan yang sangat menunjang
bagi keberhasilan usaha persuteraan alam di Unsur Internal.
Ketinggian tempat di daerah Kecamatan Bejen adalah
500 m dpl – 700 m dpl. Besarnya curah hujan berkisar pada
2.518 mm pertahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 138
hari. Temperaturnya berkisar antara 25°C-26°C, dengan
kelembaban udara sekitar 80% - 90%. Dan berdasarkan
persyaratan teknis budidaya tanaman murbei, khususnya
mengenai jenis dan tingkat keadaan pH tanah pada wilayah
Kecamatan Bejen, sangat mendukung untuk pertumbuhan
tanaman murbei. Sehingga dengan kondisi seperti itu
ketersediaan makanan bagi ulat sutera dapat terjamin.
b. Kelemahan
unsur kelemahan yang dirasakan sebagai kelemahan
mayor atau kelemahan yang paling berpengaruh adalah
keterbatasan modal. Pemerintah diharapkan dapat
memberikan bantuan modal berupa kredit usaha dengan
bungan yang rendah agar usaha persuteraan alam di
Kecamatan Bejen tidak terhambat. Selain itu peubah sarana
dan prasarana yang kurang memadai juga berpengaruh
terhadap berkembangnya usaha persuteraan alam di
Kecamatan Bejen. Karena hingga saat ini prasarana berupa
rumah ulat dan sarana berupa alat-alat yang dibutuhkan
untuk usaha persuteraan alam masih sangat kurang.
Padahal sarana dan prasarana tersebut dapat mendukung
kegiatan pengenalan dan pelatihan bagi masyarakat
Kecamatan Bejen agar masyarakat mendapat pelatihan
mengenai usaha persuteraan alam. Dan diharapkan setelah
mendapatkan pelatihan tersebut, masyarakat dapat
melakukan kegiatan tersebut sebagai usaha rumah tangga.
c. Peluang
Peluang usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen
sangat prospektif. Banyak peluang yang ada dalam usaha
tersebut, dan yang paling utama adalah terus meningkatnya
permintaan akan kokon dan kain sutera tiap tahunnya. Hal
tersebut menjadi sangat prospektif karena banyak hal yang
menunjang dalam usaha tersebut yang juga menjadi
kekuatan daerah Kecamatan Bejen dalam usaha persuteraan
alam. Namun hal tersebut perlu ditunjang dengan niatan dan
modal yang cukup kuat, agar usaha persuteraan alam dapat
berkembang dengan baik di Kecamatan Bejen.
Jalinan kerjasama antar berbagai pihak yang terkait
seperti petani, pengusaha, akademisi dan terutama sangat
berperan dalam pengembangan usaha persuteraan alam di
Kecamatan Bejen. Dengan adanya kerjasama tersebut
diharapkan para petani akan mendapatkan kredit usaha
yang dapat digunakan untuk pengembangan usaha mereka.
d. Ancaman
Ancaman yang paling berpengaruh dalam usaha
persuteraan alam di Kecamatan Bejen adalah adanya
penghasilan yang lebih besar selain dari usaha persuteraan
alam. Hal ini karena usaha persuteraan alam di Kecamatan
Bejen belum cukup besar dan kuat, sehingga kontribusi
dalam memenuhi pendapatan petani belum begitu terasa.
Dalam mengusahakan tanaman murbei banyak menghadapi
masalah gangguan hama dan penyakit. Upaya mengatasi
gangguan hama dan penyakit perlu diketahui dan dikenal
terlebih dahulu apakan itu hama atau penyakit serta
bagaimana tanda atau gejala kerusakan yang dapat
ditimbulkan sehingga penaggulangan secara dini dapat
dilakukan (Samsijah dan Andadari, 1992b).
Upaya untuk mengurangi ketergantungan petani
terhadap pihak lain yakni dengan melakukan penguatan
kelembagaan yang ada serta seringnya dilakukan kegiatan
penyuluhan dan bimbingan yang intensif agar para petani
mampu lebih mandiri.
VI. Strategi Pengembangan
Usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen memiliki banyak
kekuatan internal yang mendukung selain itu juga peluang yang
ada juga cukup baik sehingga strategi yang dapat dilakukan
adalah dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk
memanfaatkan peluang peluang yang ada.
Berdasarkan hasil analisis strategis, didapatkan beberapa
informasi penting yang dapat dijadikan sebagai acuan strategi
pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen.
unsur kekuatan yang memiliki nilai pengaruh yang paling
besar adalah kondisi biofisik lingkungan yang menunjang usaha
persuteraan alam. Kecamatan Kecamatan Bejen berada pada
ketinggian 500 m dpl – 700 m dpl dengan suhu udara berkisar
antara 25°C-26°C, dengan kelembaban udara sekitar 80% -
90%. Kondisi tersebut sangat menunjang bagi kegiatan
pembudidayaan tanaman murbei sehingga pakan ulat sutera
dapat terjamin ketersediaannya.
Kebutuhan yang paling penting adalah adanya permodalan
dalam usaha persuteraan alam. Sedangkan di Kecamatan Bejen
permodalan merupakan unsur kelemahan yang sangat
mempengaruhi usaha tersebut. Masyarakat masih
membutuhkan bantuan berupa kredit usaha serta penyediaan
sarana dan prasarana dari pemerintah atau dari para investor.
Beberapa analisis menyatakan bahwa sutera alam
mempunyai prospek yang baik, dan diperkirakan permintaan
sutera akan meningkat antara 2 – 3 % per tahun (ISA)
sementara FAO meramalkan lebih besar hingga 5%, sementara
peningkatan permintaan di Indonesia sendiri diperkirakan
mencapai 12,24%. Peluang tersebut sangat baik dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat Kecamatan Bejen untuk
mengembangkan usaha persuteraan alam.
Ancaman yang paling berpengaruh dalam usaha persuteraan
alam di Kecamatan Kecamatan Bejen adalah adanya
penghasilan yang lebih besar selain dari usaha persuteraan
alam. Hal ini karena usaha persuteraan alam di Kecamatan
Kecamatan Bejen belum cukup besar dan kuat, sehingga
kontribusi dalam memenuhi pendapatan petani belum begitu
terasa. Petani murbei dan ulat sutera adalah sektor masyarakat
yang terpengaruhi dan merupakan kunci keberhasilan usaha
persuteraan alam di Kecamatan Bejen. Oleh karena itu petani
harus lebih aktif dalam upaya pengembangan usaha
persuteraan alam.
Pengembangan usaha persuteraan alam memiliki beberapa
tujuan salah satunya adalah meningkatkan kegiatan
persuteraan alam agar dapat memenuhi permintaan akan
benang sutera yang makin meningkat tiap tahunnya. Maka
diharapkan pengembangan usaha persuteraan alam dapat
memenuhi kebutuhan akan benang sutera juga dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kecamatan Bejen.
Permodalan merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan
dalam pengembangan usaha persuteraan alam. Pemerintah
perlu memberikan fasilitas kepada petani agar para petani dan
pengusaha persuteraan alam. mendapatkan kredit usaha untuk
melakukan usaha pesuteraan alam. Namun bantuan tersebut
hingga saat ini belum dapat terpenuhi, oleh karena itu pada
pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan Bejen,
permodalan merupakan kendala utamanya.
Lembaga yang berhubungan langsung dengan
pengembangan usaha persuteraan alam antara lain PPUS
Candiroto dan KPH Kedu Utara karena Kecamatan Kecamatan
Bejen adalah merupakan bagian dari wilayahnya. Keterlibatan
PPUS Candiroto dan KPH Kedu Utara meliputi penyusunan
rencana pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan
Bejen serta pembinaan dan penyuluhan pada para petani.
Peningkatan kualitas sumberdaya manusia perlu dilakukan
dalam usaha persuteraan alam. Selain itu pengembangan usaha
sutera alam juga membutuhkan beberapa implikasi yang perlu
diperhatikan, di antaranya reorientasi arah dan kebijakan
pengembangan secara terpadu dan beroreintasi ekonomi,
perlunya iklim usaha yang kondusif, revitalisasi dan optimalisasi
lembaga pendukung dan lembaga pelayanan, peningkatan
keterlibatan dan investasi pemerintah, pembinaan intensif,
pemberian kredit usaha, penelitian dan pengembangan
teknologi secara dinamis (Tim Peneliti IPB, 2006).
Dari hasil analisis strategis dapat dirumuskan beberapa
strategi yang dapat dilakukan dalam rangka pengembangan
usaha persutraan alam di Kecamatan Bejen, antara lain
pemanfaatan kondisi alam untuk memperluas usaha,
pemanfaatan sumberdaya manusia, pemberian kredit usaha dan
penguatan kelembagaan.
VI. KESIMPULAN
1. Pada pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan
Kecamatan Bejenn dapat diketahui unsur kekuatan yang
paling berpengaruh adalah kondisi biofisik yang menunjang
usaha persuteraan alam. Unsur kelemahan yang paling
berpengaruh adalah keterbatasan modal. Unsur peluang
yang paling berpengaruh adalah meningkatnya permintaan
akan kain sutera tiap tahun. Sedangkan unsur ancaman yang
paling berpengaruh adalah adanya penghasilan yang lebih
menjanjikan dari bidang selain persuteraan alam.
2. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan usaha persuteraan alam di Kecamatan
Kecamatan Bejen, antara lain pemanfaatan kondisi alam
untuk memperluas usaha, pemanfaatan sumberdaya
manusia, pemberian kredit usaha dan penguatan
kelembagaan.
DAFTAR PUSTAKA
Atmosoedarjo, H.S, J. Kartasubrata, W. Saleh, dan W. Moerdoko.
2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Wana Jaya.
Jakarta.
Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas. 2000.
Petunjuk Kerja Pengembangan Persuteraan Alam. Balai
Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Brantas.
Surabaya.
Cahyono, B. 1999. Manajemen Strategi. Badan Penerbit IPWI.
Jakarta.
Eriyatno, 1998. Ilmu Sistem : Meningkatkan Mutu dan Efektivitas
Manajemen. IPB Press. Bogor.
Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Kanisius. Yogyakarta.
Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Budidaya Ulat
Sutera. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.
Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis.
Gramedia. Jakarta.
Samsijah dan L. Andadari. 1992a. Teknik Pengolahan Kokon dan
Benang Sutera.Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hutan. Bogor.
Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam.
Kanisius. Yogyakarta.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1995. Budidaya Ulat Sutera. Penebar
Swadaya. Jakarta.