ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH...

9
1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki Satrio Nugroho (1) , Yeyes Mulyadi (2) , Murdjito (3) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan Abstrak Karakteristik pipa polyethylene adalah beratnya yang ringan sehinga mudah mengapung di permukaan. Untuk mendapatkan stabilitas pipa polyethylene, ditambahkan concrete weight pada pipa polyethylene dengan berat dan jarak tertentu. Apabila concrete weight terlalu ringan, jaringan pipa tidak akan stabil di dasar laut. Tetapi apabila beton pemberat terlalu berat, maka jaringan pipa tersebut akan sulit untuk diinstalasi. Oleh karena itu, analisa mengenai kestabilan pipa polyethylene bawah laut pada saat operasi dan instalasi dipilih menjadi inti pembahasan pada tugas akhir ini. Dari hasil analisa didapatkan bahwa concrete weight desain 1 dengan berat 28.318 kg dan jarak antar concrete weight 3 m lebih unggul dalam stabilitas span dan memberikan tegangan yang kecil pada pipa saat instalasi, desain 2 dan 3 dengan berat 100 kg dan jarak antar concrete weight 5 m lebih unggul dalam stabilitas vertical dan horizontal tetapi memberikan tegangan yang besar pada pipa saat instalasi. Saat instalasi dengan metode S-Lay, tegangan terbesar yang terjadi pada daerah overbend sebesar 210.03 % SMYS dan pada daerah sagbend sebesar 48.11% SMYS, yaitu saat pemodelan dengan water filling rate 70% dan radius curvature 60 m dengan menggunakan concrete weight desain 2 dan 3. Oleh karena itu, untuk pemasangan pipa polyethylene bawah laut dari Probolinggo ke P. Gili Ketapang digunakan beton pemberat desain 1 dengan water filling rate 30% dan radius curvature 50 m pada saat instalasi. Kata kunci: Polyethylene, concrete weight, S-Lay, water filling rate, radius curvature 1. Pendahuluan Pipa PE memiliki karakteristik yang berbeda dengan pipa baja, disambung dengan butt fusion, diberi pemberat dari concrete weight dan ditenggelamkan di dasar laut dengan mengisikan air pada salah satu ujungnya dan udara pada ujung yang lain. Metoda itu hampir sama sampai sekarang. Dimana lebih banyak penekanan pada desain dan perhitungan - perhitungan untuk memastikan proses instalasi yang aman dan menghindari kerusakan. Inovasi lain adalah penggunaan dengan panjang sampai 500m, pipa, tersebut dibuat tanpa sambungan, ditarik oleh tongkang ke lokasi dan disambung dengan flange connections. Transit pipeline merupakan saluran pipa bawah air yang digunakan untuk menyalurkan fluida dari suatu daratan ke daratan yang lain. Di dalam situasi-situasi yang lain perlu melintasi sungai dan laut untuk menyediakan air di perkotaan dan pulau. Air dapat dipindahkan oleh gaya, berat atau dengan pemompaan. Gambar 1. Contoh profil dari suatu PE-pipeline jenis transit pipeline (Pipe Life, 2002) Instalasi pipa adalah proses pemasangan pipa di laut. Hal yang harus diperhatikan adalah besarnya tegangan (stress) yang terjadi pada pipe pada saat proses tersebut. Mulai dari saat pipa masih diatas laybarge, stinger, dan saat pipa menyentuh seabed. Ada dua kategori area yang harus dianalisa, yaitu overbend dan sagbend. 2. DASAR TEORI Pada suatu proses perancangan pipa bawah laut maka pipa harus dipastikan stabil di dasar laut selama masa operasinya. Stabilitas pipa sangat dipengaruhi oleh beban yang terjadi pada system tersebut, terutama beban-beban lingkungan, yaitu : 2.1 Gelombang Mousselli (1981) menyatakan bahwa teori gelombang yang akan digunakan dalam perancangan dapat ditentukan dengan menggunakan formulasi matematika dari teori gelombang linier sebagai berikut: 2 . T g H dan 2 . T g d 1 Hasil dari formulasi matematika tersebut kemudian disesuaikan dengan grafik Daerah Aplikasi Teori Gelombang “Regions of Validity of Wave Theories”, sehingga dapat diketahui teori gelombang yang akan digunakan. Persamaan kecepatan dan percepatan partikel gelombang pada arah horisontal untuk teori

Transcript of ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH...

Page 1: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

1

ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY

Riki Satrio Nugroho(1)

, Yeyes Mulyadi(2)

, Murdjito(3)

1Mahasiswa Teknik Kelautan,

2,3Staf Pengajar Teknik Kelautan

Abstrak

Karakteristik pipa polyethylene adalah beratnya yang ringan sehinga mudah mengapung di permukaan. Untuk

mendapatkan stabilitas pipa polyethylene, ditambahkan concrete weight pada pipa polyethylene dengan berat dan

jarak tertentu. Apabila concrete weight terlalu ringan, jaringan pipa tidak akan stabil di dasar laut. Tetapi apabila

beton pemberat terlalu berat, maka jaringan pipa tersebut akan sulit untuk diinstalasi. Oleh karena itu, analisa

mengenai kestabilan pipa polyethylene bawah laut pada saat operasi dan instalasi dipilih menjadi inti pembahasan

pada tugas akhir ini. Dari hasil analisa didapatkan bahwa concrete weight desain 1 dengan berat 28.318 kg dan

jarak antar concrete weight 3 m lebih unggul dalam stabilitas span dan memberikan tegangan yang kecil pada

pipa saat instalasi, desain 2 dan 3 dengan berat 100 kg dan jarak antar concrete weight 5 m lebih unggul dalam

stabilitas vertical dan horizontal tetapi memberikan tegangan yang besar pada pipa saat instalasi. Saat instalasi

dengan metode S-Lay, tegangan terbesar yang terjadi pada daerah overbend sebesar 210.03 % SMYS dan pada

daerah sagbend sebesar 48.11% SMYS, yaitu saat pemodelan dengan water filling rate 70% dan radius

curvature 60 m dengan menggunakan concrete weight desain 2 dan 3. Oleh karena itu, untuk pemasangan pipa

polyethylene bawah laut dari Probolinggo ke P. Gili Ketapang digunakan beton pemberat desain 1 dengan water

filling rate 30% dan radius curvature 50 m pada saat instalasi.

Kata kunci: Polyethylene, concrete weight, S-Lay, water filling rate, radius curvature

1. Pendahuluan

Pipa PE memiliki karakteristik yang berbeda dengan

pipa baja, disambung dengan butt fusion, diberi

pemberat dari concrete weight dan ditenggelamkan

di dasar laut dengan mengisikan air pada salah satu

ujungnya dan udara pada ujung yang lain. Metoda

itu hampir sama sampai sekarang. Dimana lebih

banyak penekanan pada desain dan perhitungan -

perhitungan untuk memastikan proses instalasi yang

aman dan menghindari kerusakan. Inovasi lain

adalah penggunaan dengan panjang sampai 500m,

pipa, tersebut dibuat tanpa sambungan, ditarik oleh

tongkang ke lokasi dan disambung dengan flange

connections.

Transit pipeline merupakan saluran pipa

bawah air yang digunakan untuk menyalurkan

fluida dari suatu daratan ke daratan yang lain. Di

dalam situasi-situasi yang lain perlu melintasi

sungai dan laut untuk menyediakan air di

perkotaan dan pulau. Air dapat dipindahkan oleh

gaya, berat atau dengan pemompaan.

Gambar 1. Contoh profil dari suatu PE-pipeline

jenis transit pipeline (Pipe Life, 2002)

Instalasi pipa adalah proses pemasangan pipa di laut.

Hal yang harus diperhatikan adalah besarnya

tegangan (stress) yang terjadi pada pipe pada saat

proses tersebut. Mulai dari saat pipa masih diatas

laybarge, stinger, dan saat pipa menyentuh seabed.

Ada dua kategori area yang harus dianalisa, yaitu

overbend dan sagbend.

2. DASAR TEORI

Pada suatu proses perancangan pipa bawah laut

maka pipa harus dipastikan stabil di dasar laut

selama masa operasinya. Stabilitas pipa sangat

dipengaruhi oleh beban yang terjadi pada system

tersebut, terutama beban-beban lingkungan, yaitu :

2.1 Gelombang

Mousselli (1981) menyatakan bahwa teori

gelombang yang akan digunakan dalam perancangan

dapat ditentukan dengan menggunakan formulasi

matematika dari teori gelombang linier sebagai

berikut:

2.Tg

H dan

2.Tg

d 1

Hasil dari formulasi matematika tersebut kemudian

disesuaikan dengan grafik Daerah Aplikasi Teori

Gelombang “Regions of Validity of Wave Theories”,

sehingga dapat diketahui teori gelombang yang akan

digunakan.

Persamaan kecepatan dan percepatan partikel

gelombang pada arah horisontal untuk teori

Page 2: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

2

gelombang Stokes Orde 2 dapat diketahui dari

persamaan berikut (Chakrabarti, 1987):

• Kecepatan horisontal:

θππ

θπ

2cossinh

2cosh

4

3cos

sinh

cosh4

kd

ks

T

H

L

H

kd

ks

T

Hu

+= 2

• Percepatan horisontal:

θππ

θπ

2sinsinh

2cosh3sin

sinh

cosh242

22

kd

ks

L

H

T

H

kd

ks

T

H

t

u

+=

∂ 3

dengan :

d : kedalaman laut, m

k : angka gelombang

H : tinggi gelombang pada kedalaman yang

ditinjau, m

T : periode gelombang, detik

Ω : frekuensi gelombang, rad/detik

H : kedalaman laut, m

s : jarak vertikal titik yang ditinjau dari dasar

laut, m

y :jarak vertikal suatu titik yang ditinjau

terhadap muka air diam, m

L : panjang gelombang pada kedalaman yang

ditinjau, m

g : percepatan gravitasi, m/detik2

2.2 Arus

Selain gelombang, arus laut juga memberikan gaya

terhadap struktur lepas pantai. Arus akibat pasang

surut memiliki kecepatan yang semakin berkurang

seiring dengan bertambahnya kedalaman sesuai

fungsi non-linear. Sedangkan arus yang disebabkan

oleh angin memiliki karakter yang sama, tetapi

dalam fungsi linear.

Kecepatan arus tersebut dirumuskan dalam

formulasi matematis berikut : 7/1

00

=

Y

Y

U

U

4

dengan :

U : kecepatan arus pada ketinggian y dari

seabed, m/detik

U0 : kecepatan arus yang diketahui pada y0,

m/detik

D : diameter luar pipa, m

y : kedalaman laut, m

y0 : ketinggian orbit partikel dari seabed, m

2.3 Kecepatan Efektif Partikel Air

Mousselli (1981) memberikan persamaan kecepatan

efektif sebagai berikut:

∫=D

e dyyUD

U0

22)(

1 5

dengan :

U :kecepatan horisontal partikel air pada

ketinggian y dari seabed, m/detik

U0 :kecepatan horisontal partikel air yang

diketahui pada y0, m/detik

Ue :kecepatan efektif partikel air pada

ketinggian y0, m/detik

D :diameter luar pipa, m

y :kedalaman laut, m

y0 :ketinggian orbit partikel dari seabed,m

2.4 Koefisien Hidrodinamis

Banyak penelitian telah dilakukan untuk

mendapatkan harga koefisien hidrodinamis, baik

dilakukan di laboratorium maupun langsung

dilakukan di lapangan. Hasil penelitian sangat

beragam. Ketidakseragaman hasil penelitian tersebut

disebabkan oleh banyak faktor, antara lain jumlah

dan arah gelombang, perbedaan teori gelombang

yang digunakan, kekasaran akibat marine growth,

arus, formasi vortex dan lain sebagainya. Perintis

dalam penelitian nilai koefisien hidrodinamis

tersebut adalah Keulegan dan Carpenter

(Chakrabarti,1987).

Penelitian di laboratorium dilakukan untuk

mendapatkan hubungan antara Cd, Cm dan Cl

dengan Reynold Number (Re). Sarpkaya (1981)

merumuskannya sebagai berikut:

v

DU e=Re 6

dengan :

Ue : kecepatan efektif partikel, m/detik

D : diameter luar pipa, m

v : kecepatan kinematis fluida, (1.0 x 10-5

ft2/s untuk air laut)

2.5 Beban Hidrodinamis

2.5.1 Gaya Drag (FD)

Nilai gaya drag yang terjadi pada suatu struktur

silinder dapat dituliskan dengan persamaan berikut

ini:

2...2

1UeDCF DD ρ= 7

dengan:

FD : gaya drag per satuan panjang , N/m

ρ : massa jenis fluida, kg/m3

CD : koefisien seret

D : diameter pipa, m

Ue : kecepatan efektif partikel air, m/s

2.5.2 Gaya Inertia (FI)

Gaya inersia terjadi pada struktur akibat gaya oleh

perubahan perpindahan massa air yang disebabkan

oleh keberadaan pipa. Faktor yang mempengaruhi

gaya inersia adalah percepatan partikel air.

Perubahan perpindahan massa diakibatkan oleh

adanya fluktuasi percepatan arus. Nilai gaya inersia

yang terjadi pada suatu struktur silinder dapat

dituliskan dengan persamaan berikut ini:

[ ] )/(4/. 2 dtdUDCF MI πρ= 8

Page 3: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

dengan:

FI : gaya inersia per satuan panjang,

ρ : massa jenis fluida, kg/m3

CM : koefisien inersia

D : diameter pipa, m

dU / dt: percepatan efektif partikel air,

2.5.3 Gaya Lift (FL)

Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah

vertikal, gaya ini terjadi apabila terdapat konsentrasi

streamline pada pipa. Konsentrasi steramline

diatas silinder pipa yang mengakibatkan gaya angkat

keatas. Jika terjadi celah sempit antara silinder dan

seabed, konsentrasi steamline dibawah silinder pipa

akan mengakibatkan gaya angkat negatif kearah

bawah.

2...2

1UeDCF LL ρ=

dengan :

FL : gaya angkat per satuan panjang,

ρ : massa jenis fluida, kg/m3

D : diameter luar pipa, m

Ue : kecepatan efektif partikel, m/s

CL : koefisien lift

2.5.4 Gaya Apung (Buoyancy) Seperti yang telah dibahas pada Hukum Archimedes,

semua benda yang berada di dalam air akan

mengalami gaya apung (buoyancy). Adapun bunyi

Hukum Archimedes adalah:

“Benda yang tercelup ke dalam zat cair akan

mengalami gaya angkat yang besarnya setara dengan

berat volume zat cair yang dipindahkan”

Gambar 2. Gaya apung pada benda yang tercelup

pada zat cair (Indiyono , 2004)

Karena tekanan pada setiap titik di permukaan benda

setara dengan specific weight dari fluida dan

kedalaman, maka total gaya yang bekerja pada

bagian kiri dan kanan benda tersebut menjadi sama

dan dapat diabaikan (kesetimbangan gaya arah

horizontal, ΣFX = 0). Sedangkan untuk arah vertikal,

besarnya gaya yang bekerja pada benda arah atas

dan bawah tidak sama besar, hal ini disebabkan

karena kedalaman rata-rata permukaan

aya inersia per satuan panjang, N/m

ercepatan efektif partikel air, m/s2

Gaya angkat adalah gaya hidrodinamik dalam arah

vertikal, gaya ini terjadi apabila terdapat konsentrasi

steramline terjadi

diatas silinder pipa yang mengakibatkan gaya angkat

keatas. Jika terjadi celah sempit antara silinder dan

dibawah silinder pipa

akan mengakibatkan gaya angkat negatif kearah

9

gaya angkat per satuan panjang, N/m

el, m/s

Hukum Archimedes,

semua benda yang berada di dalam air akan

). Adapun bunyi

“Benda yang tercelup ke dalam zat cair akan

mengalami gaya angkat yang besarnya setara dengan

indahkan”

Gaya apung pada benda yang tercelup

(Indiyono , 2004)

Karena tekanan pada setiap titik di permukaan benda

dari fluida dan

kedalaman, maka total gaya yang bekerja pada

enda tersebut menjadi sama

dan dapat diabaikan (kesetimbangan gaya arah

FX = 0). Sedangkan untuk arah vertikal,

besarnya gaya yang bekerja pada benda arah atas

dan bawah tidak sama besar, hal ini disebabkan

rata permukaan bagian atas

benda lebih kecil dari kedalaman rata

permukaan bagian bawah benda. Hal ini

menyebabkan besar gaya yang bekerja ke arah

bawah menjadi lebih kecil daripada besar gaya yang

bekerja ke arah atas, perbedaan besar gaya tersebut

umumnya dikenal sebagai buoyancy

cair terhadap benda. Apabila benda dalam keadaan

setimbang, maka gaya angkat ke arah atas akan sama

dengan berat benda ke arah bawah. Dari pernyataan

tersebut, maka dapat diambil rumusan sebagai

berikut:

gvρB Tw ⋅⋅=

Sehingga, gaya apung yang terjadi pada pipa :

gDB ow

=

2

4

πρ

dengan :

B : Gaya angkat (buoyancy)

ρ : Massa jenis zat cair,

g : Percepatan gravitasi,

V :Volume benda yang tercelup,

Kita asumsikan bahwa gaya dari arus dan

gelombang yang dapat disusun menjadi

Drag Force (FD) dalam arah horizontal dan sebuah

Lift Foce (FL) dalam arah vertical bekerja secara

bersamaan pada pipa. Untuk menghindari

pergeseran, dua gaya tersebut harus diimbangi

dengan berat system dan gaya gesek antara concrete

weight dengan seabed.

Menurut Mousselli (1981) kestabilan pipa dapat

terjadi jika gaya-gaya yang bekerja memenuhi

persamaan kesetimbangan statis sebagai berikut:

• Kesetimbangan gaya horisontal (x)

FD + FI – Fr – W sin

• Kesetimbangan gaya vertikal (y)

N + FL – W cosθ = 0

Jika pipa meletak di dasar laut, maka gaya gesek

(Fr) akan berbanding lurus dengan gaya normal (N)

dan koefisien gesek antara permukaan pipa dengan

dasar laut, dengan persamaan berikut:

Fr = µ N

Kombinasi dari persamaan 2.12

mensubstitusikan pada persamaan

diperoleh:

FD + FI + µ (FL – W cos

3

benda lebih kecil dari kedalaman rata- ata

permukaan bagian bawah benda. Hal ini

menyebabkan besar gaya yang bekerja ke arah

bawah menjadi lebih kecil daripada besar gaya yang

bekerja ke arah atas, perbedaan besar gaya tersebut

buoyancy (FB) dari zat

cair terhadap benda. Apabila benda dalam keadaan

setimbang, maka gaya angkat ke arah atas akan sama

dengan berat benda ke arah bawah. Dari pernyataan

tersebut, maka dapat diambil rumusan sebagai

10

Sehingga, gaya apung yang terjadi pada pipa :

11

buoyancy), N

Massa jenis zat cair, kg/m3

Percepatan gravitasi, m/s2

:Volume benda yang tercelup, m3

Kita asumsikan bahwa gaya dari arus dan

gelombang yang dapat disusun menjadi sebuah

) dalam arah horizontal dan sebuah

arah vertical bekerja secara

bersamaan pada pipa. Untuk menghindari

pergeseran, dua gaya tersebut harus diimbangi

dengan berat system dan gaya gesek antara concrete

Menurut Mousselli (1981) kestabilan pipa dapat

yang bekerja memenuhi

persamaan kesetimbangan statis sebagai berikut:

Kesetimbangan gaya horisontal (x)

W sinθ = 0 12

Kesetimbangan gaya vertikal (y)

= 0 13

Jika pipa meletak di dasar laut, maka gaya gesek

r) akan berbanding lurus dengan gaya normal (N)

n gesek antara permukaan pipa dengan

dasar laut, dengan persamaan berikut:

14

2.12 dan 2.13 dengan

mensubstitusikan pada persamaan 2.14 akan

W cosθ) = W sinθ 15

Page 4: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

4

2.9 Tegangan pada overbend

Tegangan pada overbend di kontrol oleh jari-jari

stinger, depature angle dan pengaturan roller.

Gambar 3. Tegangan Pada Daerah Overbend

(Bai. Y, 2001)

R

rEb

.=σ 16

dengan :

bσ :tegangan bending, MPa

E : modulus Young. MPa

r : jari-jari luar diameter pipa, m

R : jari-jari stinger, m

2.10 Tegangan pada sagbend

Persamaan catenary shape pada sagbend

Gambar 4. Catenary Shape Model

(Bai, Y. 2001)

Persamaannya diekspresikan sebagai berikut :

−= 1cosh

h

s

s

h

T

xw

w

Tz 17

dengan :

x : jarak horizontal dari touch down point

z : kedalaman

Th : gaya horisontal pada dasar laut

Ws : berat pipa tercelup per.unit

dan

θθθ

coscoshcos2

2

h

s

h

s

T

xw

T

w

dx

zd

ds

d== 18

dengan :

θ : sudut terhadap x-aksis

s : panjang bentang pipa

Hubungan curvature dan strain untuk pipa :

R

r=ε 19

Komponen TV adalah sebanding dengan berat pipa

yang tercelup :

sV wT = 20

3. METODOLOGI PENELITIAN

Untuk melakukan analisa stabilitas system pipa

dilakukan check stabilitas pada lokasi I, II dan III.

Pemilihan lokasi didasarkan pada variasi

kemiringan. Sehingga lokasi I dapat mewakili

stabilitas system pipa pada kemiringan seabed yang

landai (3.04°), lokasi II mewakili stabilitas system

pipa pada seabed datar (0°), dan lokasi III mewakili

stabilitas system pipa pada kemiringan seabed yang

curam (48.01°). Data gelombang di dapatkan dari

konversi data angin ke gelombang pada lokasi II.

Sehingga perlu dilakukan perhitungan refraksi untuk

mendapatkan data gelombang pada lokasi I dan III.

Setelah dilakukan analisa concrete weight,

selanjutnya dilakukan analisa laying dengan variasi

water filling rate dan radius curvature. Diagram alir

pengerjaan penelitian dapat dilihat dalam gambar

berikut ini

Gambar 5. Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir

Mulai

Pengumpulan data

• Data Pipa

• Data Lingkungan

• Data Beton Pemberat

• Data Barge

Perhitungan Beban

Analisa On Bottom

Analisa Free Span Statis

Analisa Instalasi

Kesimpulan

Selesai

Page 5: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

5

4. PEMBAHASAN

4.1 Analisa Data Lingkungan Untuk mendapatkan tinggi dan periode gelombang

digunakan konversi data angin ke gelombang, data

angin yang digunakan untuk analisa kondisi operasi

digunakan data angin periode 100 tahunan dari data

angin 10 tahun. Periode ulang dicari dengan

menggunakan metode Weibull. Sedangkan data arus

pada ketiga lokasi didapatkan dari hasil pengukuran

di lapangan. Hasil perhitungan data lingkungan pada

ketiga lokasi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini

Tabel 1. Data Lingkungan Kondisi Operasi

Lokasi I

DATA GELOMBNG UNIT 100

TAHUNAN

Kedalaman maksimum

terhadap LWS (d) m 8.00

Kecepatan Arus

(0.8d) m/s 0.76

Gelombang

Laut

Tinggi Signifikan (Hs) m 0.48

Periode (Tp) s 4.66

Tabel 2. Data Lingkungan Kondisi Operasi

Lokasi II

DATA GELOMBANG UNIT 100

TAHUNAN

Kedalaman maksimum

terhadap LWS (d) m 26.00

Kecepatan Arus

(0.8d) m/s 0.73

Gelombang

Laut

Tinggi Signifikan (Hs) m 1.16

Periode (Tp) s 6.22

Tabel 3. Data Lingkungan Kondisi Operasi

Lokasi III

DATA GELOMBANG UNIT 100

TAHUNAN

Kedalaman maksimum

terhadap LWS (d) m 7.00

Kecepatan Arus

(0.8d) m/s 0.78

Gelombang

Laut

Tinggi Signifikan (Hs) m 0.68

Periode (Tp) s 3.56

4.2 Data Pipa HDPE

Jenis material pipa yang digunakan untuk

menyalurkan air bersih dari Probolinggo ke P. Gili

Ketapang adalah HDPE 100 SDR-17. Data lengkap

mengenai pipa HDPE 100 SDR-17 dapat dilihat

dalam tabel di bawah ini

Tabel 4. Properties Pipa HDPE 100 SDR17

Uraian Simbol Unit HDPE-

100

Diameter luar OD m 0.203

Diameter

dalam ID m 0.176

Masa jenis γ Kg/m3 960

Modulus

Elastisitas E0 MPa 1050

Poisson’s ratio ν 0.45

Coefficient

termal α

oC

-1 0.2 10

-3

Minimum

Require

Strength

MRS MPa 10

Kuat tarik σt MPa 24

Tekanan

Internal Pi MPa 0.788

4.3 Data Design Beton pemberat

Design beton pemberat yang digunakan dalam

analisa ini terdiri dari 3 alternatif design. Data

lengkap ketiga alternatif design dapat dilihat dalam

tabel di bawah ini.

Tabel 5. Data Design Beton pemberat

Uraian Sim

bol

Unit Design

1

Design

2

Design

3

Massa Jenis ρc Kg/m3 2400 2400 2400

Panjang p m 0.10 0.25 0.15

Lebar l m 0.355 0.418 0.384

Tinggi t m 0.355 0.418 0.384

Gap pipa gp m 0.076 0.108 0.091

Berat di

Udara wc Kg 28.318 100 50

Berat

Terendam wsc Kg 16.224 57.292 28.646

Jarak Antar

Concrete L m 3 5 5

4.4 On Bottom Stability

Perancangan dan analisis didasarkan pada DnV RP

E305, On-Bottom Stability Design of Submarine

Pipelines. Beban lingkungan yang diperhitungkan

pada analisa On Bottom Stability adalah beban

lingkungan pada kondisi operasi, yaitu dengan

menggunakan periode ulang 100 tahunan.

Berdasarkan perhitungan stabilitas pada ketiga

alternatif desain pada setiap lokasi maka didapatkan

nilai klestabilan ketiga desain pada ketiga lokasi

seperti dalam tabel dan grafik di bawah ini

Tabel 6. Stabilitas pada Sistem Pipa Desain 1 Lokasi I Loklasi II Lokasi III

Vertical 2.234 2.236 1.827

Horizontal 0.705 2.202 0.897

Page 6: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

Tabel 7. Stabilitas pada Sistem Pipa Desain 2

Lokasi I Loklasi II

Vertical 3.185 3.188

Horizontal 0.125 5.132

Tabel 8. Stabilitas pada Sistem Pipa Desain 3

Lokasi I Loklasi II

Vertical 3.386 3.390

Horizontal 0.128 5.272

Gambar 6. Stabilitas Alternatif desain di lokasi I

Gambar 7. Stabilitas Alternatif desain di lokasi II

Gambar 8. Stabilitas Alternatif desain di lokasi III

Berdasarkan table dan grafik di atas dapat diketahui

bahwa desain III memiliki nilai stabilitas paling

tinggi diantara ketiga desain yang lain, kecuali untuk

stabilitas horizontal di lokasi I. Oleh sebab itu,

apabila akan digunakan desain III maka perlu

treatment khusus agar pipa tetap memenuhi kriteria

kestabilan dilokasi I, yaitu dengan cara dipendam di

dalam tanah.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Fa

cto

r S

afe

ty

1 2 3

Alternatif Design

Stabilitas Beton Pemberat di Lokasi I

0

1

2

3

4

5

6

Fa

cto

r S

afe

ty

1 2 3

Alternatif Design

Stabilitas Beton Pemberat di Lokasi II

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Fa

cto

r S

afe

ty

1 2 3

Alternatif Design

Stabilitas Beton Pemberat di Lokasi III

Stabilitas pada Sistem Pipa Desain 2 Loklasi II Lokasi III

3.188 2.464

5.132 2.940

ada Sistem Pipa Desain 3 Loklasi II Lokasi III

3.390 2.599

5.272 3.020

Stabilitas Alternatif desain di lokasi I

Stabilitas Alternatif desain di lokasi II

if desain di lokasi III

Berdasarkan table dan grafik di atas dapat diketahui

bahwa desain III memiliki nilai stabilitas paling

tinggi diantara ketiga desain yang lain, kecuali untuk

stabilitas horizontal di lokasi I. Oleh sebab itu,

desain III maka perlu

treatment khusus agar pipa tetap memenuhi kriteria

kestabilan dilokasi I, yaitu dengan cara dipendam di

4.5 Analisa Free Span Statis

Pipa diasumsikan terisi air penuh, hal ini

dikarenakan untuk mendapatkan nilai q

Berdasarkan data pada alternatif desain, maka dapat

dilakukan perhitungan moment bending maximum,

hasil perhitungan pada ketiga alternatif desain dapat

dilihat dalam tabel berikut ini

Tabel 9. Maximal Bending Moment

Alternatif

Design

Ws

(N/m)

Desain 1 232.634

Desain 2 232.634

Desain 3 232.634

Gambar 9. Grafik Bending Moment pada ketiga

Alternatif Design

Tegangan buckling pada pipa akibat free span

dihitung dengan menghitung tegangan buckling pada

pipa tanpa tumpuan terlebih dahulu. Degree of

ovaling yang diijinkan sebesar 1

koreksi akibat ovaling didapatkan sebesar 0.65

Kemudian nilai tegangan buckling

tumpuan digunakan untuk menghitung

buckling pada pipa dengan tumpuan pada jarak

tertentu dengan menggunakan persamaan.

Tabel 10. Tegangan Buckling pada Ketiga

Alternatif Design

Alternatif

Design

L

(m)

Desain I 2.90

Desain II 4.75

Desain III 4.70

4.6 Analisa Instalasi

Dalam tugas akhir ini digunakan metode yang

digunakan adalah S-Lay, data barge yang digunakan

adalah ALPHA DMB 88. Analisa dilakukan dengan

menggunakan bantuan software OFFPIPE, dimana

dengan software ini dapat diketahui tegangan yang

terjadi pada pipa pada waktu instalasi. Analisa yang

digunakan adalah statis, lokasi yang digunakan

adalah lokasi II dengan tinggi gelombang 0.87 m

Stabilitas Beton Pemberat di Lokasi I

Stabilias Vertical

Stabiliat Horizontal

Stabilitas Beton Pemberat di Lokasi II

Stabilias Vertical

Stabiliat Horizontal

Stabilitas Beton Pemberat di Lokasi III

Stabilias Vertical

Stabiliat Horizontal

0

100

200

300

400

500

1 2Ben

din

g m

om

en

t (N

.m)

Alternatif Desain

Bending Moment Maksimal

6

Statis

Pipa diasumsikan terisi air penuh, hal ini

dikarenakan untuk mendapatkan nilai qmax.

rdasarkan data pada alternatif desain, maka dapat

dilakukan perhitungan moment bending maximum,

hasil perhitungan pada ketiga alternatif desain dapat

Maximal Bending Moment

qmax

(N/m)

L

(m)

M

(Nm)

246.792 2.90 172.960

246.787 4.75 464.011

246.787 4.70 454.293

afik Bending Moment pada ketiga

Alternatif Design

Tegangan buckling pada pipa akibat free span

hitung tegangan buckling pada

pipa tanpa tumpuan terlebih dahulu. Degree of

besar 1 - 1.5 %. Faktor

dapatkan sebesar 0.65

Kemudian nilai tegangan buckling pada pipa tanpa

digunakan untuk menghitung tegangan

buckling pada pipa dengan tumpuan pada jarak

unakan persamaan.

Tegangan Buckling pada Ketiga

Alternatif Design

Pbuckling1

(MPa)

Pbuckling

(MPa)

0.619 0.085

0.619 0.052

0.619 0.052

Dalam tugas akhir ini digunakan metode yang

Lay, data barge yang digunakan

adalah ALPHA DMB 88. Analisa dilakukan dengan

menggunakan bantuan software OFFPIPE, dimana

ware ini dapat diketahui tegangan yang

terjadi pada pipa pada waktu instalasi. Analisa yang

digunakan adalah statis, lokasi yang digunakan

adalah lokasi II dengan tinggi gelombang 0.87 m

3Alternatif Desain

Bending Moment Maksimal

bending moment

Page 7: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

7

dan periode gelombang 4.48 s. Data lengkap barge

dapat dilihat dalam tabel berikut ini

Tabel 11. Data Barge DMB 88

LOA 62 m

Beam 11 m

Depth 3 m

Draft 1.99 m

Freeboard 1.5 m

Jumlah Barge Rollers 10

Kapasitas Tensioner 30 Ton

Analisa pada ketiga alternative desain dilakukan

dengan variasi water filling rate dan variasi radius

curvature. Variasi water filling rate menggunakan 3

variasi, yaitu 30%, 50% dan 70%. Pemilihan variasi

ini didasarkan pada pengisian air untuk instalasi pipa

polyethylene antara 30% - 70% Untuk variasi radius

curvature juga menggunakan tiga variasi yaitu 40m,

50m dan 60m.

Gambar 10. Grafik Tegangan pada Pipa Design 1

dengan Water Filling Rate 30%

Pada water filling rate 30 %, radius curvature 40 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 104.92%

SMYS pada daerah overbend dan 28.59 % SMYS

pada daerah sagbend. Radius curvature 50 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 84.37%

SMYS pada daerah overbend dan 28.59% SMYS

pada daerah sagband. Sedangkan radius curvature 60

m menghasilkan tegangan maximum sebesar

89.17% SMYS pada daerah overbend dan 28.57%

SMYS pada daerah sagbend. Ini menunjukkan

bahwa untuk design 1 pada variasi water filling rate

30%, tegangan terbesar daerah overbend terjadi pada

radius curvature 40 m. Sedangkan pada derah

sagbend tidak terjadi perubahan yang cukup

signifikan untuk ketiga variasi radius curvature

diatas.

Gambar 11. Grafik Tegangan pada Pipa Design 1

dengan Water Filling Rate 50%

Pada water filling rate 50%, radius curvature 40 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 130.87%

SMYS pada daerah overbend dan 30.39 % SMYS

pada daerah sagbend. Radius curvature 50 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 93.66%

SMYS pada daerah overbend dan 30.39% SMYS

pada daerah sagband. Sedangkan radius curvature 60

m menghasilkan tegangan maximum sebesar

120.40% SMYS pada daerah overbend dan 30.38%

SMYS pada daerah sagbend. Ini menunjukkan

bahwa untuk design 1 pada variasi water filling rate

50%, tegangan terbesar daerah overbend terjadi pada

radius curvature 40 m. Sedangkan pada derah

sagbend tidak terjadi perubahan yang cukup

signifikan untuk ketiga variasi radius curvature

diatas.

Gambar 12. Grafik Tegangan pada Pipa Design 1

dengan Water Filling Rate 70%

Pada desain 1 dengan water filling rate 70%, radius

curvature 40 m menghasilkan tegangan maximum

sebesar 123.40% SMYS pada daerah overbend dan

36.91% SMYS pada daerah sagbend. Radius

curvature 50 m menghasilkan tegangan maximum

sebesar 114.22% SMYS pada daerah overbend dan

36.29% SMYS pada daerah sagband. Sedangkan

radius curvature 60 m menghasilkan tegangan

maximum sebesar 161.89% SMYS pada daerah

overbend dan 35.91% SMYS pada daerah sagbend.

Ini menunjukkan bahwa untuk design 1 pada variasi

water filling rate 70%, radius curvature 60 m

memberikan tegangan terbesar pada daerah

overbend dan sagbend.

0

20

40

60

80

100

120

-250 -150 -50 50 150

% S

MY

S

Global X coordinate (m)

Tegangan Pipa Design 1 Water Filling Rate 30%

Radius 40

Radius 50

Radius 60

0

20

40

60

80

100

120

140

-200 -100 0 100

% S

MY

S

Global X coordinate (m)

Tegangan Pipa Design 1 Water Filling Rate 50%

Radius 40

Radius 50

Radius 60

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

-200 -100 0 100

% S

MY

S

Global X coordinate (m)

Tegangan Pipa Design 1 Water Filling Rate 70%

Radius 40

Radius 50

Radius 60

Page 8: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

8

Gambar 13. Grafik Tegangan pada Pipa

Design 2 & 3 dengan Water Filling Rate 30%

Pada water filling rate 30%, radius curvature 40 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 100.57%

SMYS pada daerah overbend dan 40.36 % SMYS

pada daerah sagbend. Radius curvature 50 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 87.82%

SMYS pada daerah overbend dan 40.22% SMYS

pada daerah sagband. Sedangkan radius curvature 60

m menghasilkan tegangan maximum sebesar

134.77% SMYS pada daerah overbend dan 40.27%

SMYS pada daerah sagbend. Ini menunjukkan

bahwa untuk design 2 & 3 pada variasi water filling

rate 30%, tegangan terbesar daerah overbend dan

sagbend terjadi pada radius curvature 40 m.

Gambar 14. Grafik Tegangan pada Pipa

Design 2 & 3 dengan Water Filling Rate 50%

Pada water filling rate 50%, radius curvature 40 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 118.94%

SMYS pada daerah overbend dan 43.54 % SMYS

pada daerah sagbend. Radius curvature 50 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 121.91%

SMYS pada daerah overbend dan 43.66% SMYS

pada daerah sagband. Sedangkan radius curvature 60

m menghasilkan tegangan maximum sebesar

173.15% SMYS pada daerah overbend dan 43.58%

SMYS pada daerah sagbend. Ini menunjukkan

bahwa untuk design 2 & 3 pada variasi water filling

rate 50%, tegangan terbesar daerah overbend terjadi

pada radius curvature 60 m. Sedangkan daerah

sagbend tegangan maximum pipa tidak ada

perubahan yang signifikan pada ketiga variasi radius

curvature tersebut.

Gambar 15. Grafik Tegangan pada Pipa

Design 2 & 3 dengan Water Filling Rate 70%

Sedangkan untuk design 2 & 3 pada water filling

rate 70%, radius curvature 40 m menghasilkan

tegangan maximum sebesar 118.66% SMYS pada

daerah overbend dan 47.46% SMYS pada daerah

sagbend. Radius curvature 50 m menghasilkan

tegangan maximum sebesar 157.58% SMYS pada

daerah overbend dan 48.03% SMYS pada daerah

sagband. Sedangkan radius curvature 60 m

menghasilkan tegangan maximum sebesar 210.03%

SMYS pada daerah overbend dan 48.11% SMYS

pada daerah sagbend. Ini menunjukkan bahwa untuk

design 2 & 3 pada variasi water filling rate 70%,

radius curvature 60 m memberikan tegangan

terbesar pada daerah overbend dan sagbend.

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dalam tugas akhir

ini adalah:

1. Berdasarkan analisa on bottom stability dan

analisa free span maka dapat diketahui bahwa

a. Desain concrete weight 1 dengan berat 28.318

kg dan jarak 3 m memiliki nilai stabilitas

vertical dan horizontal paling rendah diantara

tiga desain yang lain, tetapi berdasarkan analisa

free span desain concrete weight 1 memiliki

bending moment paling rendah yaitu sebesar

172.960 Nm.

b. Desain concrete weight 2 dengan berat 100 kg

dan jarak 5 m memiliki nilai stabilitas vertical

dan horizontal lebih tinggi dibandingkan dengan

design 1, tetapi berdasarkan analisa free span

desain concrete weight 2 memiliki bending

moment paling tinggi yaitu sebesar 464.011

Nm.

c. Desain concrete weight 3 dengan berat 2 kali 50

kg dan jarak 5 m memiliki nilai stabilitas

vertical dan horizontal paling tinggi

dibandingkan dengan tiga desain yang lain,

tetapi berdasarkan analisa free span desain

concrete weight 3 memiliki bending moment

diantara desain concrete 1 dan 2 yaitu sebesar

454.293 Nm.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

-300 -200 -100 0 100

% S

MY

S

Global X coordinate (m)

Tegangan Pipa Design 2 & 3 Water Filling Rate 30%

Radius 40

Radius 50

Radius 60

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

-300 -200 -100 0 100

% S

MY

S

Global X coordinate (m)

Tegangan Pipa Design 2 & 3 Water Filling Rate 50%

Radius 40

Radius 50

Radius 60

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

220

-200 -100 0 100

% S

MY

S

Global X coordinate (m)

Tegangan Pipa Design 2 & 3 Water Filling Rate 70%

Radius 40

Radius 50

Radius 60

Page 9: ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH …digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-9779-Paper.pdf · 1 ANALISA INSTALASI PIPA POLYETHYLENE BAWAH LAUT DENGAN METODE S-LAY Riki

9

2. Tegangan maximal pada daerah overbend akibat

variasi water filling rate adalah sebesar 161.89

% SMYS untuk desain 1 dan 210.03 % SMYS

untuk desain 2 dan 3, pada daerah sagbend

sebesar 36.91% SMYS untuk desain 1 dan

48.11% SMYS untuk desain 2 dan 3 yaitu pada

saat pemodelan dengan water filling rate 70%.

Semakin tinggi nilai water filling rate maka

semakin besar pula tegangan yang terjadi pada

pipa baik pada daerah overband atupun daerah

sagbend.

3. Tegangan maximal akibat variasi radius

curvature pada daerah overbend terjadi pada

radius curvature 60 m yaitu sebesar 210.03 %

SMYS , sedangkan tegangan pada daerah

sagbend terjadi perubahan sangat kecil.

Tegangan maximal pada daerah sagbend juga

terjadi pada radius curvature 60 m, yaitu sebesar

48.11% SMYS pada pipa dengan beton

pemberat desain ke 2 dan 3.

Sehingga untuk instalasi pipa PDAM dari

Probolinggo ke P. Gili dapat digunakan alternatif

desain 1. Tetapi untuk di Lokasi I dan III

memerlukan perlakuan khusus yaitu pada lokasi 1

pipa perlu di tanam, dan pada lokasi III pipa perlu di

anchor supaya tetap stabil di dasar laut. Pada saat

instalasi disarankan menggunakan water filling rate

sebesar 30% dan radius curvature 50 m, karena pada

kondisi ini tegangan yang terjadi pada pipa masih

memenuhi batas ketentuan DnV 1981.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian lebih

lanjut mengenai tugas akhir ini adalah:

1. Perlu dianalisa pengaruh bentuk concrete weight

terhadap kestabilan pipa baik pada kondisi

operasi ataupun kondisi instalasi.

2. Untuk mendapatkan desain yang optimum,

sebaiknya dilakukan analisa biaya.

3. Perlu dilakukan analisa lokal pada saat proses

instalasi

DAFTAR PUSTAKA

Bai, Y. 2001. Pipeline and Risers. EJSEVIER

SCIENCE Ltd. The Boulevard, Langford

LaneKidlington, Oxford OX5 IGB, UK.

Chakrabarti, S.K. 1987. Hydrodynamics of

Offshore Structure. Computational Mechanics

Publication. London.

Dawson, T.H. 1983. Offshore Structural

Engineering. Prentice-Hall, Inc. New Jersey.

Det Norske Veritas.1981.Rules For Submarine

Pipeline System. Det Norske Veritas, Norway.

Halliwell, Roy. 1986. An Introduction to Offshore

Pipelines. University College. Cork.

Idris, Krisnaldi.2008.Calculation of Concrete

Ballast Requirement for Sub-Sea HDPE

Pipeline.Journal Infrastruktur and Built Enviroment

Vol IV No.2

Indiyono, P. “Hidrodinamika Bangunan Lepas

Pantai”, SIC, Surabaya.

Mousselli, AH. 1981. Offshore Pipelines Design,

Analysis and Methods. PennWellBooks.

Oklahoma.

Pipelife Norge. 2002. Technical Catalogue for

Submarine Installations of Polyethylene Pipes.

AS

Soegiono.2005.Pipa Laut. Airlangga University

Press.Surabaya

The Plastics Pipe Institute, Inc, The Plastics Pipe

Institute Handbook of Polyethylene Pipe.

Trihatmojo, B.1999.Teknik Pantai.Yogyakarta:

Beta Offset.