AMDAL PT UNITEX

37
LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN PT. UNITEX Tbk BOGOR Matakuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) Disusun Oleh: Kelompok 2 Nadita Anggiasari (1111101000024) Ruditho Priyandi (1111101000041) Ahmad Afif Mauludi (1111101000051) Selly Tri Minati (1111101000069) Nurani Fitri (1111101000055) Meitama Arief Budhiman (1111101000079) Juwita Wijayanti (1112101000044) Nurmarani (1112101000051) Yolanda Mutiara (1112101000064) Putri Dewi Riani (1112101000077) Azizah (1112101000083) Ukhty Rahmah Sari Manap (1112101000084) PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

description

Berikut merupakan salah satu paper terkait AMDAL di PT UNITEX, tbk Bogor yang bergerak dalam bidang tekstil. laporan berikut merupakan laporan yang dibuat oleh sekelompok mahasiswa UIN syarif Hidayatullah Jakarta Semester 5 & 7 untuk memenuhi tugas persyaratan menuju Ujian Akhir Semester

Transcript of AMDAL PT UNITEX

Page 1: AMDAL PT UNITEX

LAPORAN KUNJUNGAN LAPANGAN

PT. UNITEX Tbk BOGOR

Matakuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Nadita Anggiasari (1111101000024)

Ruditho Priyandi (1111101000041)

Ahmad Afif Mauludi (1111101000051)

Selly Tri Minati (1111101000069)

Nurani Fitri (1111101000055)

Meitama Arief Budhiman (1111101000079)

Juwita Wijayanti (1112101000044)

Nurmarani (1112101000051)

Yolanda Mutiara (1112101000064)

Putri Dewi Riani (1112101000077)

Azizah (1112101000083)

Ukhty Rahmah Sari Manap (1112101000084)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

Page 2: AMDAL PT UNITEX

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT Yang Maha Kuasa, karena berkat

nikmat sehat-Nya, penyusun dapat laporan kujungan lapangan yang berjudul

“Laporan Kunjungan Lapangan PT. Unitex Tbk Bogor” ini dengan semaksimal

mungkin.

Laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis

Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Laporan ini diharapkan dapat memberi

gambaran umum mengenai kegiatan operasional di PT UNITEX Tbk serta kajian

dampaknya terhadap lingkungan.

Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

laporan ini. Mohon maaf apabila di dalam penyusunan laporan ini terdapat

kesalahan, dan semoga laporan ini berguna bagi kita semua.

Jakarta, 27 Desember 2014

Penyusun

Page 3: AMDAL PT UNITEX

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….

i

ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ………………………………...

B. TUJUAN ……………………………………………...

1

2

BAB II DESKRIPSI KEGIATAN

A. DESKRIPSI PERUSAHAAN ………………………..

B. LOKASI DAN KESESUAIAN LOKASI DENGAN

TATA RUANG ……………………………………….

C. JENIS PRODUK, KAPASITAS, DAN BAHAN

BAKU …………………………………………………

D. TENAGA KERJA …………………………………….

E. SARANA DAN PRASARANA ………………………

F. PENGGUNAAN AIR DAN BAHAN BAKAR

MINYAK (BBM) ……………………………………..

3

3

4

7

9

9

BAB III DAMPAK YANG DITIMBULKAN

A. POLUSI UDARA ……………………………………..

B. AIR LIMBAH ………………………………………...

C. LIMBAH DOMESTIK ……………………………….

D. LIMBAH PADAT PABRIK ………………………….

E. KESEDIAAN KESEMPATAN KERJA ……………...

11

12

14

14

14

BAB IV PENGELOLAAN LINGKUNGAN

A. ISTARALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH

(IPAL) ………………………………………………...

B. TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS)

…………………………………………………………

16

23

BAB V PENUTUP ………………………………………………… 29

LAMPIRAN ……………………………………………………………….. 30

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 32

Page 4: AMDAL PT UNITEX

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pencemaran lingkungan di dunia saat ini sudah sangat memprihatinkan.

Efek yang saat ini sudah sangat dirasakan ialah cuaca ekstreem, tingkat insidens

penyakit menular yang tidak kunjung menurun, penyakit tular vector yang

menjadi penyakit tahunan dan masih banyak lagi. Hal-hal tersebut diakibatkan

oleh banyaknya polusi udara , air maupun tanah akibat emisi kendaraan bermotor,

emisi dari industry, dan lain-lain. Emisi dari industri contohnya, bukan hanya

masyarakat sekitar yang terkena pengaruh akibat limbah yang dikeluarkan, tetapi

para pekerja industry tersebut juga sangat rentan dari cemaran baik emisi maupun

bahan baku yang digunakan.

Sebagaimana telah kita ketahui bahwa air merupakan suatu kebutuhan yang

sangat vital sifatnya. Dalam waktu sehari, satu orang membutuhkan kurang lebih

15 liter untuk kebutuhan memasak dan mandi cuci kakus. Namun sayangnya saat

ini untuk mendapatkan air bersih dengan kualitas yang sesuai dengan yang telah

ditentukan oleh pemerintah sudah sangat sulit untuk didapatkan.

Sumber air bersih dewasa ini sudah banyak sekali yang telah

terkontaminasi. Sumber kontaminan tersebut dapat berasal dari berbagai tempat,

salah satu contohnya ialah limbah industri. Selain air bersih, udara yang bersih

dan layak untuk dihirup saat ini juga sudah sangat sulit untuk didapatkan. Tingkat

pencemaran udara sudah semakin tinggi akibat penggunaan bahan bakar fosil

sebagai satu-satunya sumber energy dan bahan-bahan lain yang secara alamiah

memang berbahaya bila digunakan tidak aman namun menjadi bahan baku dalam

proses industri.

Dari berbagai dampak akibat industry tersebut maka diperlukan kajian studi

AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) untuk mengetahui berbagai

bidang terkait yang dapat terkena dampak akibat didirikannya suatu industri.

Dalam hal ini, kami mengambil satu contoh industry tekstil di wilayah Bogor

Jawa barat yakni PT.UNITEX Tbk. Industry ini memproduksi kain yang mana

menggunakan kapas sebagai bahan baku dari proses industry tersebut. Selain itu,

Page 5: AMDAL PT UNITEX

2

hal yang dapat kami analisis ialah limbah yang dihasilkan, apakah telah tersedia

sistem pengolahan limbah dan apa saja dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

B. TUJUAN

a. Umum

Mengetahui berbagai dampak penting yang dapat ditimbulkan oleh

adanya proses industri tekstil dari PT. UNITEX Tbk.

b. Khusus

1. Menganalisis berbagai proses yang terlibat dalam industry tekstil PT.

UNITEX Tbk

2. Menganalisis dampak dari penggunaan bahan baku yang digunakan

terhadap pekerja

3. Menganalisis dampak sosial ekonomi, kesehatan masyarakat, fisika,

biologi dan dampak di bidang lainnya

Page 6: AMDAL PT UNITEX

3

BAB II

DESKRIPSI KEGIATAN

A. DESKRIPSI PERUSAHAAN

PT UNITEX Tbk adalah asebuah perusahaan patuangan Indonesia – Jepang

yang bergerak dalam bidang tekstil terpadu (fully integrated textile manufacture).

PT UNITEX Tbk mulai didirikan pada tahun Juni 1971 dan mulai beroperasi

secara komersial pada September 1972. Pada tanggal 12 Mei 1982, PT UNITEX

Tbk menjadi perusahaan Go Public dan merupakan perusahaan ke – 11 yang

memasuki Bursa Efek Jakarta.

B. LOKASI DAN KESESUAIAN DENGAN TATA RUANG

PT. UNITEX Tbk berada di

Jalan Raya Tajur No. 1 Desa

Sindangrasa, Kecamatan Ciawi, Bogor

16001. Lokasi pabrik dipilih di Bogor

karena kemudahan memperoleh

tenaga kerja dan pengangkutan bahan

baku serta hasil produksi. Lokasi

pabrik dekat dengan sungai Cibalok

juga memudahkan untuk memperoleh

air yang diperlukan untuk proses

produksi. Pabrik berada di tanah seluas 152.155 m2 dan luas bangunan 53.800 m

2,

tidak termasuk dengan perumahan karyawan. Terdapat bangunan utama yaitu

bangunan administrasi, pemintalan (spinning), penenunan (weaving), pencelupan

(dyeing), sarana dan prasarana (utility), pengolahan air bersih (water treatment)

dan pengolahan air limbah (waste water treatment) (Sormin, 2012).

Bogor Timur memilki total luas wilayah 1101,57 Ha, terdiri dari enam

kelurahan yaitu Sindang Sari, Sindang Rasa, Tajur, Katulampa, Baranangsiang,

dan Sukasari. Pada Tabel 2.1 menunjukan bahwa kelurahan Sindang Rasa tidak

Gambar 2.1 PT UNITEX Tbk tampak atas.

Page 7: AMDAL PT UNITEX

4

menunjukan luas inkonsistensi terhadap pemanfaatan ruang kecamatan Bogor

Timur. Hal ini bisa disimpulkan bahwa PT. UNITEX Tbk sudah sesuai lokasinya.

Tabel 2.1

Total Luas Inkonsistensi Pemanfaatan Ruang Kecamatan Bogor Timur

Sumber: (Bangun, 2008)

C. JENIS PRODUK, KAPASITAS, DAN BAHAN BAKU

Sebagai sebuah perusahaan tekstil terpadu, PT. UNITEX Tbk melakukan

kegiatan operasionalmnya dimulai dari pemintalan (spinning), penenunan

(weaving), dan pencelupan (dyeing finishing). Dalam web PT. Unitex, dijabarkan

bahwa dalam proses produksinya mereka menggunakan kapas dan polyster

sebagai bahan baku dalam proses pembuatan benang.

1. Bagian Pemintalan (spinning) adalah bagian yang memproses bahan baku

kapas dan polyester menjadi benang.

a. Seksi Blowing dan Carding

Tugas seksi ini merupakan proses dalam pembuatan benang, dimana

bahan baku kapas atau polyester dimasukkan dalam mesin Blowing untuk

diuraikan gumpalan-gumpalan seratnya, dibersihkan kotoran-kotorannya,

dan diaduk sehingga terjadi pencampuran yang merata antara beberapa

jenis kapas. Dari proses ini dihasilkan “Lap” yang selanjutnya diproses

dalam mesin Carding dan menghasilkan "Sliver".

b. Seksi Combing, Drawing dan Finishing

Tugas seksi ini adalah melanjutkan seksi sebelumnya yaitu melalui

proses Pre-drawing yang berfungsi meluruskan dan mensejajarkan serat,

memperbaiki kerataan serat dan membuat sliver dengan berat persatuan

Page 8: AMDAL PT UNITEX

5

panjang tertentu. Tugas seksi ini juga membuat campuran antara

polyester dengan kapas melalui proses Drawing.

c. Seksi Ring Spinning dan Finishing

Tugas dari seksi ini adalah menyiapkan benang dari hasil pemintalan

dalam bentuk "Cones" dengan mesin Mach Conner.

2. Bagian Weaving adalah bagian yang memproses benang menjadi kain. Proses

ini diawali dari mempersiapkan benang dalam seksi persiapan hingga

terbentuk anyaman benang tate yang siap masuk mesin tenun, selanjutnya

diproses dalam mesin tenun.

a. Seksi Persiapan (Jumbi)

Tugas seksi ini adalah menggulung ulang dari bentuk Cones menjadi

bentuk Hank (relling), melakukan proses pengkajian untuk benang-

benang tertentu yang perlu dikanji, mempersiapkan benang tate pada

mesin Warper dan pengkanjian benang tate yang telah tergulung pada

Beam dalam mesin Zising, dan membuat anyaman benang tate pada

Dropper, Herdo dan Osa sesuai dengan desain dan jenis anyaman yang

diinginkan.

b. Seksi Pertenunan (Shokki)

Tugas seksi ini adalah melakukan proses pertenunan hingga

menghasilkan kain sesuai dengan yang diinginkan. Mesin yang

digunakan adalah mesin Toyoda, ISL dan AJL.

3. Bagian Dyeing adalah bagian pemolesan kain terhadap warna, penampilan

dan pegangan (handling). Departemen ini merupakan bagian pemrosesan kain

yang terakhir mulai dari bahan baku kapas dan polyester sampai pada produk

kain yang siap dipasarkan.

a. Seksi Sarashi

Seksi ini merupakan gabungan unit kerja yang mempersiapkan kain

mentah (grey cloth) sampai kain tersebut siap untuk dicelup warna sesuai

dengan order.

b. Seksi pencelupan

Tugas seksi ini adalah kain yang berasal dari seksi persiapan (sarashi)

diproses kembali melalui proses Heat Setting dimana berfungsi untuk

Page 9: AMDAL PT UNITEX

6

menstabilkan serat ester dan menghilangkan garis-garis lipatan,

Pencelupan, Resin Finish yang berfungsi untuk memperbaiki kehalusan

kain, dan Sanforized dimana berfungsi untuk mengurangi penyusutan

kain pada saat dibuat baju atau dicuci.

c. Seksi Resin/Finish

Tugas seksi ini adalah untuk menyempurnakan hasil proses pencelupan

dengan memberikan cairan Chemical Resin dan proses penyusutan

dengan menggunakan mesin Sanforized.

d. Seksi Hozen

Tugas seksi ini adalah mendukung kelancaran proses produksi dibagian

dyeing dan celup benang dalam hal memastikan bahwa semua mesin

produksi dapat beroperasi dengan baik. Seksi ini juga bertugas untuk

melakukan perbaikan apabila terdapat kerusakan pada mesin atau sarana

produksi lainya.

e. Seksi Laborat

Tugas seksi ini adalah untuk mencari resep-resep pencelupan, pengujian

warna dan pengujian terhadap sifat fisik kain sesuai standar internasional.

4. Bagian Celup Benang

Bagian ini pada dasarnya merupakan bagian yang berdiri sendiri dalam

departemen dyeing. Seluruh aktifitas mulai dari persiapan sampai dengan

pengeringan dilakukan dalam seksi ini dan tidak terkait secara langsung

dengan seksi-seksi lain. Pada bagian celup benang ini terdapat dua seksi yaitu

seksi celup benang sendiri dan seksi soft winder.

a. Proses yang dilakukan pada seksi celup benang adalah proses pencelupan

benang hasil produksi bagian spinning yang sebelum ditenun dicelup

terlebih dahulu.

b. Sedangkan proses yang dilakukan pada seksi soft winder adalah proses

penggulungan benang kembali dari hasil spinning sehingga dapat

dilakukan proses celup pada seksi celup benang.

Sedangkan dari seluruh kegiatan operasional yang dilakukan oleh PT.

UNITEX Tbk, terdapat kapasitas atau kemampuan produksi yang mampu

dilakukan oleh industri tersebut (Tabel 2.2). Dengan mengetahui kapasitas ini

Page 10: AMDAL PT UNITEX

7

nantinya akan mempermudah dalam melakukan analisis besar dampak yang

dilakukan serta besar upaya yang dilakukan untuk pengelolaan limbah.

Tabel 2.2

Kapasitas Produksi PT. Unitex Tbk

Sumber: PT. UNITEX Tbk (www.unitex.co.id)

D. TENAGA KERJA

Seperti yang tercantum dalam web PT. UNITEX Tbk, tenaga kerja yang

bekerja di PT. UNITEX Tbk berjumlah sebesar 869 pegawai dimana, untuk laki-

laki berjumlah 681 pegawai dan perempuan berjumlah 188 pegawai. Semua

pegawai dibagi kedalam 11 sektor yang terdiri dari Biro Koordinasi Pusat (BPK),

Pemintalan (Spinning), Pentenunan (Weaving), Pencelupan (Dyeing), Pencelupan

Benang (Yarn Dyeing), Teknik Produksi (Technical Production), Jaminan Mutu

(Guarantee of Quality), Peralatan (Utility), General Affair & Personal,

Accounting dan Marketing. Berikut jumlah pegawai di masing-masing sektor.

a. Biro Koordinasi Pusat (BKP)

Bagian ini berfungsi untuk mengontrol produksi sesuai dengan order yang

diterima. Terdiri dari 14 pegawai laki-laki dan 2 pegawai perempuan.

b. Spinning

Pemintalan atau bagian yang memproses bahan baku kapas dan polyester

menjadi benang. Terdiri dari 156 pegawai laki-laki dan 19 pegawai

perempuan.

c. Weaving

Pentenunan atau bagian yang memproses benang menjadi kain. Terdiri dari

274 pegawai laki-laki dan 107 pegawai perempuan.

Page 11: AMDAL PT UNITEX

8

d. Dyeing

Pencelupan atau bagian pemolesan kain terhadap warna, penampilan dan

pegangan (handling). Terdiri dari 51 pegawai laki-laki dan 6 pegawai

perempuan.

e. Yarn Dyeing

Pencelupan benang atau bagian proses pencelupan benang hasil produksi

bagian spinning yang sebelum ditenun dicelup terlebih dahulu.Terdiri dari 43

pegawai laki-laki dan 3 pegawai perempuan.

f. Techinal Production

Bagian yang bertanggung jawab dalam hal proses penaggulangan masalah

apabila terdapat ketidaksesuaian antara hasil rencana dengan hasil proses

produksi. Terdiri dari 21 pegawai laki-laki dan 10 pegawai perempuan.

g. Quarantee of Control

Bagian yang berfungsi untuk melakukan pengontrolan mengenai kualitas

hasil produksi, baik kualitas produksi kain grey (kain mentah), kualitas kain

finish (kain jadi) maupun kualitas produksi benang. Terdiri dari 22 pegawai

laki-laki dan 22 pegawai perempuan.

h. Utility

Bagian yang berfungsi untuk menyediakan sarana dan prasarana yang

dibutuhkan oleh departemen lainnya. Terdiri dari 47 pegawai laki-laki dan 2

pegawai perempuan.

i. General Affair and Pesonal

Bagian humas untuk hubungan ke luar dan personalia perusahaan. Terdiri dari

41 pegawai laki-laki dan 7 pegawai perempuan.

j. Accounting

Bagian pencatatan dan akuntansi, pembayaran dan pengelolaan dokumen.

Terdiri dari 6 pegawai laki-laki dan 3 pegawai perempuan.

k. Marketing

Bagian pemasaran, penjualan dan administasi. Terdiri dari 6 pegawai laki-laki

dan 7 pegawai perempuan.

Page 12: AMDAL PT UNITEX

9

E. SARANA DAN PRASARANA

Sarana utama PT. UNITEX Tbk berupa gedung produksi, kantor

administrasi dan pemasaran, kantin, toilet, masjid, lapangan olahraga dan lainnya.

Sarana dan prasarana untuk proses produksi di

PT. UNITEX Tbk di sediakan oleh bagian

Utilitas perusahaan. Adapun sarana dan

prasarana yang disediakan oleh Departemen

Utilitas meliputi penyediaan sumber energi

listrik, uap air panas, air bersih, pengatur suhu

ruangan pabrik (AC), pemasangan peralatan.

Disamping itu Departemen Utilitas juga

mengelola air limbah sisa proses pencelupan

dari Departemen Dyeing. Selain itu terdapat

instalasi atau peralatan pemintalan, pentenunan, pencelupan hingga instalasi

pengolahan air limbah (IPAL).

Sarana dan prasarana yang diberikan PT. UNITEX Tbk bagi kesejahteraan

karyawan adalah pakaian, topi dan sepatu seragam, makan di kantin perusahaan,

kepesertaan JAMSOSTEK seluruh karyawan, penyediaan klinik dan mobil

ambulance serta penggantian pengobatan bagi karyawan dan keluarganya,

koperasi karyawan yang menyediakan kebutuhan sehari-hari, simpan pinjam dan

bidang usaha lainnya, fasilitas barber shop khusus karyawan, sarana olahraga

(bulu tangkis, volley ball, tenis meja, tenis lapangan, basketball, yudo, futsal, dan

sepak bola) , gedung serikat pekerja dan koperasi karyawan, antar jemput dengan

bus karyawan, perumahan yang dikelola oleh koperasi karyawan, piknik tahunan,

bonus tahunan dan THR, pesta keluarga besar di PT. UNITEX Tbk setiap tanggal

17 agustus yang diikuti karyawan beserta keluarganya. Semua fasilitas

kesejahteraan karyawan di atur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara

perusahaan dengan SPN (Serikat Pekerja) unit kerja PT. UNITEX Tbk.

F. PENGGUNAAN AIR DAN BAHAN BAKAR MINYAK (BBM)

Banyak industri tekstil yang memanfaatkan bahan bakar minyak maupun

batubara dalam proses produksinya namun akibat keterbatasan bahan tersebut

Gambar 2.2 Salah satu gedung produksi bagian spinning

Page 13: AMDAL PT UNITEX

10

berbagai industri mulai mencari teknologi alternatif yang lebih efisien, hemat

energi serta ramah lingkungan yaitu teknologi plasma, seperti kapas, rayon

viskosa, polyester, nilon, akrilik dan rayon asetat. PT. UNITEX Tbk merupakan

salah satu industri tekstil yang menggunakan teknologi plasma pada bahan

bakunya yaitu kapas, sehingga dapat disimpulkan, PT. UNITEX Tbk tidak

menggunakan bahan bakar minyak untuk bahan produksinya. Selain itu, mesin

yang digunakan dalam proses produksi juga tidak menggunakan bahan bakar

minyak.

Penggunaan bahan bakar minyak pada PT. UNITEX Tbk hanyalah berasal

dari fasilitas kesejahteraan yang tersedia di industri tersebut, seperti mobil

ambulan, bis antar jemput karyawan, serta bahan bakar minyak yang digunakan

pada kantin perusahaan.

Selain teknologi plasma, PT. UNITEX Tbk banyak menggunakan air pada

proses produksinya khususnya pada proses dyeing yang didalamnya terdapat seksi

pencelupan. Biasanya, air tersebut dicampurkan oleh zat warna atau cairan kimia

lain seperti cairan Chemical Resin. Selain itu, juga tedapat proses celup benang

yang terbagi menjadi seksi celup benang sendiri dan seksi soft winder. Seksi celup

benang sendiri adalah proses pencelupan benang hasil produksi bagian spinning

yang sebelum ditenun dicelup terlebih dahulu, sedangkan seksi soft winder adalah

proses penggulungan benang kembali dari hasil spinning sehingga dapat

dilakukan proses celup pada seksi celup benang sendiri. Melihat proses tersebut,

maka tidak heran jika sebagian besar limbah yang dihasilkan oleh PT. UNITEX

Tbk merupakan limbah cair. Air hasil pengolahan limbah cair di PT. UNITEX

Tbk langsung dialirkan ke sungai Ciliwung, karena air tersebut tidak melebihi

baku mutu lingkungan.

Penggunaan air lainnya pada perusahaan tersebut berasal dari fasilitas

kesejahteraan karyawan seperti pada kantin, klinik, Barber Shop, dan lainnya. PT.

UNITEX Tbk juga memberikan sumbangan air bersih untuk perumahan dan

masjid yang ada di lingkungan sekitar.

Page 14: AMDAL PT UNITEX

11

BAB III

DAMPAK YANG DITIMBULKAN

A. POLUSI UDARA

Menurut Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1999 tentang Pengendalian

Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuknya

atau dimasukkannya zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam udara ambien

oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat

tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami maupun kegiatan

manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara, panas, radiasi atau

polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara mengakibatkan

dampak pencemaran udara yang dapat bersifat langsung di lokasi lokal, regional,

maupun global.

Berdasarkan sumber pencemar, pencemar udara dibedakan menjadi dua

yaitu pencemar primer dan pencemar sekunder. Pencemar primer adalah substansi

pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon

monoksida (CO2) adalah salah satu contoh pencemar udara primer karena

merupakan hasil dari pembakaran. Contoh lainnya yakni partikulat, CO, dan SO2.

Sedangkan yang dimaksud dengan pencemar sekunder adalah substansi

pencemar yang terbentuk dari reaksi atau oleh interaksi kimiawi pencemar-

pencemar primer di atmosfer. Contoh nyata dari pencemar sekunder adalah smog

fotokimia (London Smog). Berdasarkan pengamatan di lapangan, maka PT

UNITEX Tbk menghasilkan sumber pencemar udara baik primer maupun

sekunder akibat kegiatan operasional industri. Sumber pencemar primer dapat

berupa partikulat kapas dalam proses spinning yang berpotensi menyebabkan

penyakit bisinosis. Sedangkan sumber pencemar sekunder yang dihasilkan oleh

PT UNITEX Tbk dapat berupa karbon monoksida, nitrogen oksida, dan sulfur

oksida yang merupakan hasil keluaran dari aktivitas kendaraan bermotor dengan

bahan bakar solar ataupun bensin. Bila zat-zat ini ter-biomagnifikasi didalam

tubuh manusia maka akan menimbulkan risiko penyakit tertentu. Misalnya gas

Page 15: AMDAL PT UNITEX

12

CO merupakan racun bagi fungsi-fungsi darah, dan SO2 dapat menimbulkan

penyakit sistem pernapasan.

Didalam PT UNITEX Tbk, sumber pencemar (emisi) tersebut dapat

berupa sumber bergerak seperti kendaraan bermotor; sumber bergerak spesifik

seperti mobil ambulans, kendaraan operasional, kendaraan angkut; sumber tidak

bergerak (stasioner) seperti alat operasional, atau sumber tidak bergerak spesifik

seperti alat pemintalan.

B. AIR LIMBAH

Air limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan dan terutama terdiri

dari air yang telah dipergunakan dan sekitar 0,1 % dari padanya berupa benda -

benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Kotoran - kotoran itu

merupakan campuran dari zat - zat mineral dan organik dalam banyak bentuk,

seperti partikel - partikel besar dan kecil benda padat, sisa-sisa bahan larutan

dalam keadaan terapung, koloid dan setengah koloid (Mahida, 1981).

Setiap kegiatan produksi PT UNITEX Tbk, maka dapat dipastikan bahawa

akan meninggalkan residu berupa limbah, baik berbentuk cair, maupun padatan.

Jika limbah tersebut berbentuk cair, maka limbah tersebut sebagian besar berasal

dari sisa kegiatan operasional seperti penghilangan kanji (desizing), pemerseran

(mercerizing), pemutihan (bleaching), pencelupan (dyeing), pencapan (printing)

dan penyempurnaan (finishing). Namun, secara garis besar proses yang paling

banyak menghasilkan limbah cair adalah proses pencelupan (dyeing) dan

pembilasan kanji (desizing) dimana memerlukan air dalam jumlah besar, sehingga

jumlah limbah cair yang dihasilkan relatif tinggi. Semakin besar kapasitas

produksi, maka akan semakin besar pula limbah yang akan dihasilkan. Banyaknya

limbah tersebut seringkali menyebabkan peningkatan debit air limbah yang masuk

ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) (Andalusia, 2006).

Menurut Widyanto dan Soerjani (1983) dalam Suryani (2010), bahan

kontaminan dalam air limbah industri tekstil adalah akibat dari proses

dyeing/finishing, contohnya antara lain adalah NaOH, Na2CO3, deterjen, coloring,

substances, starch, wax, pectines, alkohol dan acids. Kemudian bahan lainnya

yang digunakan sebagai bahan koagulasi (Na2SO4, ZnSO4, H2SO4), bahan yang

dipakai dalam proses dulling, finishing, bleaching, water treatment, effluent

Page 16: AMDAL PT UNITEX

13

treatment dan zat untuk pembebas sulfur. Sementara bahan pengotor seperti debu,

pasir, bahan dari pulp yang tidak larut, selulosa dan serat rayon yang lolos

merupakan bagian dari limbah padat hasil produksi perusahaan tekstil (Suratmo,

1991).

Lalu berdasarkan hasil pemeriksaan mutu limbah cair tertanggal 6 Oktober

2014 yang dilakukan oleh Balai Lingkungan Keairan, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sumber Daya Air terhadap PT UNITEX Tbk maka dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Hasil Pengukuran Limbah Cair Berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 6/1999

No. Parameter Satuan

Hasil Pemeriksaan

Metode

Bak Mutu

Limbah Cair

Industri Tekstil

Kadar

Maksimum

Inlet Outlet

1. BOD-5 mg/L 124 36 APHA-AWWA-WEF 5210-B-2005 60

2. COD mg/L 328 97 SNI 6989.2:2009 150

3. TSS mg/L 142 30 APHA-AWWA-WEF-2540-D-2005 50

4. Fenol Total mg/L 0.042 0.013 APHA-AWWA-WEF-5530-C-2005 0.5

5. Krom Total mg/L <0.018 <0.018 APHA-AWWA-WEF 3030-B-

2005/ 3111-B-2005

1.0

6. Amonia Total mg/L 3.56 3.02 SNI 06-2479-1991 8.0

7. Sulfida mg/L 0.28 <0.04 APHA-AWWA-WEF 4500.S-F-

2005

0.3

8. Minyak & Lemak mg/L 0.9 <0.1 APHA-AWWA-WEF 5520-B-2005 3.0

9. pH - 9.8 7.2 SNI 06-6989.11-2004 6.0 – 9.0

10. Debit l/detik 9.83 Perhitungan -

11 Debit m3/bulan 25491 Perhitungan 42000

Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diketahui bahwa seluruh parameter

yang diukur disaat outlet berada di bawah nilai baku mutu yang ditetapkan oleh

pemerintah Jawa Barat tahun 1999. Selain itu dapat pula dilihat selisih nilai pada

hasil pengukuran inlet dan outlet yang mengindikasikan bahwa proses pengolahan

limbah yang dilakukan oleh PT UNITEX Tbk sudah sangat baik. Hal ini tentu saja

mendukung prestasi yang telah dicapai oleh PT UNITEX Tbk sendiri pada 1991

dalam PROKASIH (Program Kali Bersih No 1) di Indonesia, serta peringkat hijau

oleh BAPEDAL pada penilaian proper PROKASIH.

Page 17: AMDAL PT UNITEX

14

C. LIMBAH DOMESTIK

Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi,

dapur, tempat cuci pakaian, dan lain sebagainya, yang secara kuantitatif limbah

tersebut terdiri atas zat organik baik padat maupun cair, bahan berbahaya dan

beracun (B3), garam terlarut dan lemak (Kristianto, 2002). Limbah domestik yang

mungkin dihasilkan oleh PT UNITEX Tbk adalah berasal dari toilet dan air

limbah kantin. Limbah domestik berbentuk padat akan diendapkan dalam septic

tank, sedangkan limbah berbentuk cair akan dialirkan menuju Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL). Selain itu limbah domestic yang berasal dari

kantin contohnya seperti sisa bahan makanan, serta pembungkus makanan dan

minuman akan dibuang ke tempat pembuangan sampah.

D. LIMBAH PADAT PABRIK

Berdasarkan sumbernya maka limbah padat pabrik dikategorikan sebagai

limbah non domestik. Limbah non domestik yaitu limbah yang berasal dari

pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan, dan transportasi serta sumber-

sumber lainnya (Kristianto, 2002). Limbah padat pabrik yang dihasilkan oleh PT

UNITEX Tbk dapat berupa sisa kapas, wol, sutra, nilon, polyester, akrilik, sisa

benang, kain, serta bahan pembungkus seperti plastik, kertas, dan limbah padat

dari IPAL berupa lumpur dari kolam pengendapan.

E. KESEDIAAN KESEMPATAN KERJA DAN SOSIAL EKONOMI

PT. UNITEX Tbk memiliki jumlah karyawan

sebanyak 882 orang. Dengan rincian BKP 12 orang,

spinning 173 orang, weaving 387 orang, Dyeing 59

orang, yarn dyeing 45 Orang, technical production

28 orang, guarantee quality 45 orang, utility 49

Orang, general & personal 62 orang, accounting 9

orang, dan marketing 13 orang. Berdasarkan data

BPS (2013) terdapat 422.528 orang yang termasuk

pada angkatan kerja pada tahun 2012. Bila dihitung

berdasarkan angka tersebut (dengan asumsi pekerja

merupakan penduduk Kota Bogor) maka daya serap

PT. UNITEX Tbk adalah 2 per mil dari seluruh

Gambar 3.1 Wawancara dengan Tukang Bubur disekitar PT UNITEX Tbk

Page 18: AMDAL PT UNITEX

15

angkatan kerja di Kota Bogor pada tahun 2012.

Kemudian untuk mengetahui dampak secara sosial dan ekonomi keberadaan

PT UNITEX Tbk terhadap masyarakat, maka dilakukanlah wawancara terhadap

penjual bubur yang berlokasi di depan PT UNITEX Tbk (teks terlampir). Dari

wawancara tersebut diketahui bahwa dengan adanya PT UNITEX Tbk, Pak Apud

(penjual bubur) mengalami kenaikan dalam segi ekonomi karena dapat berjualan

bubur di sekitar PT UNITEX Tbk, namun karena dinamika organisasi perusahaan

(pergantian pemimpin perusahaan) Pak Apud sempat mengalami penurunan

penghasilan, bahkan terancam tidak dapat berjualan kembali di sekitar PT

UNITEX Tbk. Diketahui pula bahwa masyarakat sekitar tidak merasa bahwa

linkungan sekitar tidak dipengaruhi oleh limbah PT UNITEX Tbk. Hal tersebut

menunjukkan bahwa PT UNITEX Tbk telah menangani limbahnya dengan baik.

Diketahui pula pengetahuan masyarakat yang kurang terhadap limbah dan

pengelolaan limbah. Namun, kesimpulan ini tidak dapat digeneralisasi karena

hanya mewawancarai satu orang saja.

Page 19: AMDAL PT UNITEX

16

BAB IV

PENGELOLAAN LINGKUNGAN

A. INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL)

Pengolahan air limbah PT. UNITEX Tbk dilakukan dalam rangka

mengendalikan atau membatasi terbuangnya bahan-bahan pencemar ke

lingkungan perairan di sekitarnya. Meskipun bahan-bahan pencemar ini tidak

sepenuhnya dapat dihilangkan dari air limbah, namun diharapkan dapat memenuhi

ambang baku mutu air buangan yang ditetapkan pemerintah. Untuk itu pada tahun

1988 PT. UNITEX Tbk membangun instalasi air limbah (IPAL) di atas tanah

seluas 4000m2. Biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan IPAL beserta

penyempurnaannya hingga tahun 1995 adalah sebesar 4 milyar. Dalam

perkembangan selanjutnya IPAL terus mengalami perbaikan dan penambahan

instalasi sejalan dengan peningkatan produksi kapasitas IPAL di PT. UNITEX

Tbk.

Gambar 4.1. Proses Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX Tbk

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang terdapat di PT. UNITEX Tbk

melakukan penanganan air limbah secara berkesinambungan selama 24 jam

dengan kapasitas pengolahan maksimu sebesar 3000m3 per hari. Proses

penanganan air limbah PT. UNITEX dilakukan dengan cara fisika, kimia dan

biologi dengan tahapan seperti berikut (Irawan, 2006).

Page 20: AMDAL PT UNITEX

17

Page 21: AMDAL PT UNITEX

18

1. Pengolahan pendahuluan (Pre Treatment)

Sebelum dilakukan proses pengolahan awal, maka limbah terlebih

dahulu ditampung di penampungan umum. Limbah ini masih berupa limbah

campuran antara limbah padat dan lim ah air. Pada kolam umum ini maka

suhu lim ah yang masuk erkisar C dengan pH . Selanjutnya dilakuakn

pengolahan pendahuluan berupa penyaringan air limbah, baik menggunakan

saringan kasar maupun halus. Saringan kasar berupa rangka berjeruji (iron

bars) dengan jara antar jeruji 50mm, 20mm, dan 10mm. Penyaringan ini

bertujuan untuk menyaring sisa-sisa benang atau kain yang terbawa dalam air

limbah pada saat proses, sedangkan saringan halus berfungsi untuk

menyaring padatan tersuspensi lainnya (Jamhari, 2006).

Pada awal berdirinya IPAL pada tahun 1988, PT. UNITEX Tbk

memisahkan air limbah berwarna dengan air umum (tidak berwarna). Namun

sejak Maret 2001, kedua macam air tersebut dicampurkan menjadi satu tangki

melalui pipa yang saling berhubungan. Hal ini dilakukan untuk

menghomogenkan karakteristik air limbah (mengencerkan bahan pencemar

yang terdapat pada salah satu air limbah tersebut) sehingga lebih mudah

dalam proses pengolahan selanjutnya.

Setelah melalui fase

penyaringan, maka limbah

tersebut akan dialirkan ke

cooling tower guna

menurunkan suhu lim ah.

Pada awal masuk lim ah

terse ut ersuhu C dengan

pH 11, namun setelah

memasuki cooling tower

maka suhu akan turun

menjadi C dengan pH 11. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses

selanjutnya yakni tahap koagulasi dan sedimentasi dimana terdapat syarat

khusus terkait suhu limbah dan pH. Dari cooling tower, maka limbah

dialirkan ke kolam equalisasi untuk menghomogenkan llimbah.

Gambar 4.2 Cooling Tower PT. UNITEX Tbk

Page 22: AMDAL PT UNITEX

19

2. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)

Proses pengolahan pertama air

limbah PT. UNITEX Tbk adalah

proses kimia, yaitu koagulasi,

flokulasi, dan sedimentasi dimana

bertujuan agar zat padat terlarut

maupun tersuspensi dapat

dihilangkan.

Menurut Irawan (2006) air

limbah yang terdapat pada tangki

ekualisasi dialirkan ke tangki

koagulasi 1 (volume 14,2m3) untuk

penambahan bahan kimia SPT atau

ferro sulfat sebagai bahan koagulan

untuk mengikat zat warna terlarut

maupun yang tersuspensi. Koagulan

ini hanya bisa bekerja pada pH

diatas 8. Hasil dari pemberian fero

sulfat ini adalah menurunnya pH

menjadi 8. Hal ini dikarenakan

syarat untuk masuk ke kolam aerasi

adalah pH dan suhu C.

Selanjutnya memasuki kolam

flokulasi dimana dilakukan

penambahan flokulan (polymer

deflox) yang bertujuan untuk

memperbesar pembentukan gumpalan/flok sehingga mudah untuk diendapkan

di kolam sedimentasi I (primary clarifier) dengan volume 407 m3. Lalu

limbah tersebut dialirkan ke kolam sedimentasi dimana flokulan-flokulan dari

kolan flokulasi diendapkan. Endapan ini lalu dialirkan menuju belt filter press

(pengepresan lumpur) untuk dipisahkan airnya. Lumpur hasil pengepresan

Gambar 4.3 Proses flokulasi untuk menghilangkan warna

Gambar 4.4 Proses pemberian fero sulfat

Gambar 4.5 Kolam Sedimentasi

Page 23: AMDAL PT UNITEX

20

selanjutnya ditangani sebagai limbah, sedangkan limbah cairnya

dikembalikan ke dalam tangki ekualisasi. Air yang terpisahkan dari tangkI

sedimentasi (supernatant) di atas lalu dialirkan ke tangki aerasi untuk

selanjutnya mengalami pengolahan tahap kedua secara biologi (Secondary

Treatment). Selain itu dimensi masing-masing unit pengolahan air limbah PT.

UNITEX Tbk dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Dimensi Unit-unit Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX

3. Pengolahan Kedua (Secondary Treatment)

Sistem lumpur aktif PT. UNITEX Tbk merupakan sistem aerobik yang

terdiri atas tangki aerasi, tangki penjernih (tangki sedimentasi I atau

secondary clarifier dengan volume 407 m3), sistem pemompaan untuk

mengembalikan lumpur (Return Activated Sludge) yang terendapkan dalam

tangki sedimentasi II dan untuk membuang kelebihan lumpur (Wasting

Sludge) ke belt filter press serta sistem pemompaan udara (aerasi).

PT. UNITEX Tbk memiliki 3 tangki aerasi yang saling berhubungan

dengan total kapasitas 2175 m3, 7 buah pengaduk (surface aerator) dengan

kecepatan pengadukan 1440rpm dan blower yang berfungsi sebagai alat

pemasok udara ke dalam air. Pengaduk dan blower juga berfungsi untuk

Page 24: AMDAL PT UNITEX

21

mencegah timbulnya gumpalan, serta penggerak laju aliran limbah (Jamhari,

2006).

Proses pengolahan biologi

air limbah berlangsung pada

tangki aerasi I (tangki berbentuk

oval), tangki aerasi II dan III

(berbentuk empat persegi

panjang). Dalam tangki aerasi,

air limbah bercampur dengan

massa mikroorganisme (lumpur

aktif) dan terjadi penguraian

bahan organik serta pembentukan sel-sel mikroorganisme baru. Pada proses –

penguraian bahan organik oleh lumpur aktif diperlukan suplai oksigen yang

memadai. Konsentrasi oksigen tidak boleh terlalu tinggi ataupun rendah,

berkisar antara 1-2 mg/l. Jika konsentrasi oksigen terlalu tinggi serta debit air

yang masuk besar maka flok – flok di tangki sedimentasi II akan sulit

diendapkan, sehingga menimbulkan adanya lumpur mumbul (rising sludge)

yang disebut carry over. Untuk mengatasi hal ini dilakukan penanganan

dengan cara mengurangi jumlah kerja pengaduk (surface aerator) pada tangki

aerasi agar lumpur yang terbawa ke tangki sedimentasi II lebih kecil,

memperbesar konsentrasi koagulan (polymer) agar flok-flok yang terbentuk

lebih cepat diendapkan serta penambahan Alum (Al2(SO4)3) yang membantu

dalam proses penjernihan dan

mampu menurunkan kekeruhan air,

karena jika terjadi carry over

kekeruhan air akan meningkat

tinggi.

Proses selanjutnya

berlangsung dalam tangki

sedimentasi II, disini terjadi

pemisahan antara air yang telah

’ ersih’ ( erkurang nilai BODnya) dengan lumpur aktif dari tangki aerasi.

Gambar 4.6 Kolam Aerasi II dengan lumpur aktif

Gambar 4.7 Lumpur Aktif Dari Bak Pengendap Akhir Dikembalikan Ke Bak Aerasi Tahap Pertama

Page 25: AMDAL PT UNITEX

22

Lumpur dalam tangki sedimentasi II sebagian (atau sekitar 90 m3/jam)

dikembalikan (sebagai return activated suldge) ke tangki aerasi I untuk

regenerasi mikroorganisme serta untuk menjaga keseimbangan sistem

biologi, sedangkan sebagian lagi akan dialirkan ke dalam belt filter press

sebagai lumpur buangan (wasting activated sludge).

4. Pengolahan Tersier (Tertiery Treatment)

Pengolahan ketiga merupakan pengolahan lanjutan setelah pengolahan

biologi dengan lumpur aktif dalam tangki aerasi (pengolahan kedua),

bertujuan untuk mengikat partikel tersuspensi (partikel mikroorganisme dan

koloid) yang masih lolos dari pengolahan sebelumnya, meliputi proses

koagulasi, flokulasi dan sedimentasi (Rachmawati, 1994). Air limbah hasil

pengolahan biologi pada tangki aerasi akan mengalir menuju tangki

sedimentasi II untuk dilakukan pengendapan. Kemudian air limbah yang telah

diendapkan tersebut akan mengalir menuju tangki koagulasi II, untuk proses

penghilangan padatan tersuspensi

dan penjernihan air dengan

menggunakan Al2(SO4)3 dan

polymer. Selanjutnya, air limbah

akan dialirkan ke tangki

sedimentasi III (volume 207 m3)

dan ditambahkan antifoam untuk

menghilangkan busa yang timbul

pada effluent. Tangki sedimentasi

III merupakan tahapan akhir dari

proses pengolahan air limbah PT. UNITEX Tbk. Air limbah pada tangki

sedimentasi III telah melalui tahapan proses penjernihan dan telah melalui

pengukuran uji seperti pH, temperatur, dan warna. Kualitas air limbah pada

tangki sedimentasi III telah sesuai dengan baku mutu lingkungan sebelum

dibuang ke badan air. Sebelum dialirkan ke saluran akhir, sebagian air limbah

olahan dialirkan ke kolam ikan, untuk menguji apakah air tersebut sudah

layak untuk dibuang ke badan air serta tidak berbahaya bagi makhluk hidup

di lingkungan sekitar.

Gambar 4.8 Air hasil olahan sebelum dibuang ke lingkungan dimana sisi ujung kiri atas terdapat kolam ikan

Page 26: AMDAL PT UNITEX

23

B. TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA (TPS)

PT UNITEX Tbk dalam menyimpan sampah padatnya hanya menggunakan

sebuah ruangan terpisah. Sampah ini pada umumnya berupa limbah B3 padat

sebagai sisa dari produksi industri. Menurut Peraturan Pemerintah No. 18 tahun

1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3),

Penyimpanan adalah kegiatan menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh

penghasil dan/atau pengumpul dan/atau pemanfaat dan/atau pengolah dan/atau

penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara. Kemudian menurut

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 30 tahun 2009 tentang Tata Laksana

Perizinan Dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Serta Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya Dan

Beracun Oleh Pemerintah Daerah. Penyimpanan limbah B3 adalah kegiatan

menyimpan limbah B3 yang dilakukan oleh penghasil, pengumpul, pemanfaat,

pengolah dan/atau penimbun limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara.

Untuk dapat melakukan penyimpanan limbah B3 sementara harus

mendapatkan izin. Berikut data minimal yang harus dilampirkan agar

mendapatkan izin penyimpanan limbah B3 sementara:

Selain itu lokasi untuk penyimpanan limbah B3 yang dimiliki oleh PT

UNITEX Tbk dinilai sudah memenuhi persyaratan teknis, dimana persyaratan

Page 27: AMDAL PT UNITEX

24

teknis ini akan meminimalkan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan

sekitarnya. Persyaratan teknis tersebut antara lain:

1. Letak lokasi TPS berada di area kawasan kegiatan;

2. Merupakan daerah bebas banjir;

3. Letak bangunan berjauhan atau pada jarak yang aman dari bahan lain yang

mudah terkontaminasi dan/atau mudah terbakar dan atau mudah bereaksi

atau tidak berdekatan dengan fasilitas umum.

Kemudian syarat-syarat bangunan yang dapat digunakan untuk menyimpan

limbah B3 sementara antara lain sebagai berikut:

1. Bangunan untuk tempat pengumpulan dan tempat penyimpanan sementara

limbah B3 harus memenuhi persyaratan teknis antara lain:

a) memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai

dengan jenis, karakteristik dan jumlah limbah B3 yang disimpan.

b) bangunan beratap dari bahan yang tidak mudah terbakar, dan memiliki

ventilasi udara yang memadai.

c) terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak

langsung.

d) memiliki sistem penerangan

(lampu/cahaya matahari) yang

memadai.

e) lantai harus kedap air, tidak

bergelombang, kuat dan tidak

retak.

f) mempunyai dinding dari bahan

yang tidak mudah terbakar.

g) bangunan dilengkapi dengan

simbol

h) dilengkapi dengan penangkal petir jika diperlukan.

i) bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpan limbah B3

yang mudah terbakar maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3

harus:

Gambar 4.9 Simbol B3 pada bangunan TPS

Page 28: AMDAL PT UNITEX

25

1) tembok beton bertulang atau bata merah atau bata tahan api

2) lokasi harus dijauhkan dari sumber pemicu kebakaran dan atau

sumber panas

j) Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpanan limbah B3

yang mudah meledak maka bangunan tempat penyimpanan limbah B3

harus:

1) kontruksi bangunan baik lantai, dinding maupun atap harus dibuat

dari bahan tahan ledakan dan kedap air. Kontruksi lantai dan

dinding harus lebih kuat dari kontruksi atap, sehingga bila terjadi

ledakan yang sangat kuat akan mengarah ke atas (tidak kesamping).

2) suhu dalam ruangan harus dapat dikendalikan tetap dalam kondisi

normal.

k) Bila tempat penyimpanan yang digunakan untuk menyimpanan limbah B3

yang mudah reaktif, korosif dan beracun maka bangunan tempat

penyimpanan limbah B3 harus:

1) kontruksi dinding harus dibuat mudah lepas, guna memudahkan

pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat.

2) kontruksi atap, dinding dan lantai harus tahan terhadap korosi dan

api.

l) dan hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah:

1) Jika yang disimpan 100% limbah B3 berupa fasa cair, maka tempat

penyimpanan memerlukan bak penampung (untuk menampung jika

terjadi bocor/tumpahan) dengan volume minimal 110% dari

volume kemasan terbesar yang ada.

2) lokasi bak penampungan sebaiknya berada didalam tempat

penyimpanan dan jika bak penampung berada diluar tempat

penyimpanan, maka:

a. bak penampung harus dalam keadaan tertutup;

b. bak penampung harus dibuat kedap air;

c. saluran dari lokasi tumpahan dalam tempat penyimpanan

menuju bak penampung harus dalam keadaan tertutup dan

Page 29: AMDAL PT UNITEX

26

dibuat melandai dengan kemiringan minimal 1% menuju bak

penampung.

3) Penyimpanan limbah B3 fasa cair yang mudah menguap dalam

kemasan, harus menyisakan ruang 10% dari total volume kemasan;

a. Jika yang disimpan berupa fasa padat, maka :

b. tempat penyimpanan tidak memerlukan bak penampung.

c. lantai tempat penyimpanan tidak perlu ada kemiringan.

m) Jika yang disimpan limbah B3 yang memiliki sifat self combustion, perlu

dipertimbangkan untuk mengurangi kontak langsung dengan oksigen.

n) Jika limbah B3 yang disimpan berupa fasa padat dimana kandungan air

masih memungkinan terjadi rembesan atau ceceran (misal sludge IPAL),

maka:

1) tempat penyimpanan memerlukan bak penampung dengan volume

bak penampung disesuaikan dengan perkiraan volume ceceran.

2) bak penampung harus dibuat kedap air.

3) kemiringan lantai minimal 1% menuju saluran bak penampung.

o) Jika yang disimpan berupa limbah B3 dengan karakteristik berbeda, maka:

1) perlu ada batas pemisah antara setiap jenis limbah yang berbeda

karakteristik.

2) memerlukan bak penampung dengan volume yang disesuaikan.

3) bak penampung harus dibuat kedap air.

4) kemiringan lantai minimal 1% mengarah ke saluran bak

penampung.

p) Jika bangunan tempat penyimpanan berada lebih tinggi dari bangunan

sekitarnya, maka diperlukan penangkal petir;

q) Luas area tempat penyimpanan: Luas area tempat penyimpanan

disesuaikan dengan jumlah limbah yang dihasilkan/dikumpulkan dengan

mempertimbangkan waktu maksimal penyimpanan selama 90 hari .

2. Jika menyimpan dalam jumlah yang besar per satuan waktu tertentu seperti fly

ash, bottom ash, nickel slag, iron slag, sludge oil, drilling cutting maka tempat

penyimpanan dapat didesain sesuai dengan kebutuhan tanpa memenuhi

sepenuhnya persyaratan yang ditetapkan pada butir 1 (satu) di atas.

Page 30: AMDAL PT UNITEX

27

3. Tempat penyimpanan limbah B3 dapat berupa tanki atau silo.

Sementara itu terdapat beberapa dasar hukum yang mengatur tentang

penyimpanan sementara limbah B3, yang antara lain:

1. Undang-Undang RI No.32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Peraturan Pemerintah RI Nomor 18 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun.

3. Peraturan Pemerintah RI Nomor 85 Tahun 1999, tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah

Bahan Berbahaya dan Beracun.

4. Peraturan MENLH Nomor 18 Tahun 2009, tentang Tata Cara Perizinan

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

5. Peraturan MENLH Nomor 30 Tahun 2009, tentang Tata Laksana Perizinan

dan Pengawasan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta

Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun oleh Pemerintah Daerah.

6. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 1 Tahun 1995, tentang Tata Cara dan

Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan

Berbahaya dan Beracun.

7. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 2 tahun 1995 , tentang Dokumen

Lingkungan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Gambar 4.10 Adanya titik koordinat TPS, Standar Operasional Prosedur (SOP), Panduan tindakan darurat Kebakaran, serta Kotak P3K didalam bangunan TPS

Page 31: AMDAL PT UNITEX

28

8. Keputusan Kepala Bapedal Nomor 5 Tahun 1995 + Lampiran Kepka Bapedal

No.5 th 1995, tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun.

9. Peraturan Daerah Kota Batam Nomor 8 Tahun 2003, tentang Pengendalian

Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup.

PT UNITEX Tbk mengaku limbah B3 yang dihasilkan selama 1 bulan

berkisar 100m3 atau rata-rata 10 karung dengan daya tampung 10m

3. Limbah B3

ini akan dikirim ke Badan Pengolah B3 yang bertanggung jawab terhadap proses

pemusnahan limbah B3 PT UNITEX Tbk. Harga yang biasanya dibayarkan

adalah Rp 600.000 per ton.

Page 32: AMDAL PT UNITEX

29

BAB V

PENUTUP

Dari kunjungan lapangan yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

PT UNITEX Tbk berstatus layak operasi. Hal ini dapat diketahui dengan

melakukan kajian pada kesesuaian lokasi industri dengan tata ruang,

membandingkan proses produksi yang dilakukan dengan dampak yang

ditimbulkan, serta tingkat kepedulian terhadap lingkungan.

Saran yang dapat diajukan yakni perlunya pembaruan pada utilitas IPAL

yang dinilai sudah terlampau tua, serta perlunya peningkatan upaya kesehatan

preventif dan promotif terhadap keberlangsungan kegiatan operasional di PT

UNITEX Tbk.

Page 33: AMDAL PT UNITEX

30

Lampiran 1

Wawancara Tukang Bubur

Keterangan:

M: Mahasiswa

A: Pak Apud

M: Bagaimana pendapat anda mengenai keberadaan PT Unitex Tbk di wilayah

anda?

A: Biasa aja, karena saya kurang paham di dalam seperti apa.

M: Apakah anda merasakan dampak positif atau negatif dari adanya PT Unitex

Tbk?

A: Biasa-biasa saja

M: Apakah anda merasakan terganggu dengan keberadaan PT Unitex Tbk?

A: Kadang-kadang ya, kadang-jadang tidak. Dulu sempet ngga boleh jualan disini.

Saya jualan dari tahun 90-an. Dulu sebelum pemimpin perusahaan ganti saya

boleh jualan keliling di dalam sampai komplek. Sekarang ga boleh, bahkan

sempat ingin diusir dari sini tapi saya berdalih ini (tempat pak apud jualan) punya

PEMDA bukan PT.Unitex jadi saya teta disini. Dulu sempat disuruh pindah ke

dalam, tapi pendapatan saya menurun karena karyawan jarang yang beli dan orang

yang lewat dipinggir jalan ga tau saya jualan di dalam. Akhirnya saya pindah lagi

keluar, pendapat lebih naik walau tidak sebanyak dulu keliling

M: Di PT Unitex Tbk menghasilkan limbah, apakah anda terganggu dengan

limbah tersebut?

A: Tidak

M: Dengan adanya PT Unitex Tbk, apakah anda merasakan adanya polusi udara

yang berubah di daerah anda?

A: Tidak

M: Jika adanya pencemaran dari PT Unitex Tbk, apa yang anda lakukan?

A: tidak tahu, tidam begitu paham

M: Apakah ada anggota keluarga anda yang bekerja di PT Unitex Tbk?

A: tidak

Page 34: AMDAL PT UNITEX

31

M: Dari segi ekonomi, apakah ada peningkatan dalam pendapatan keluarga?

A: iya, karena saya berjualan disekitar PT. Unitex

M: Apakah lingkungan mengalami perubahan sebelum dan sesudah ada PT.

Unitex?

A: Tidak tahu, baru berjualan sekitar tahun 90-an, dimana PT.Unitex sudah

berdiri, sebelumnya saya tinggal di Tasik.

Page 35: AMDAL PT UNITEX

32

DAFTAR PUSTAKA

Andalusia, 2006. Mempelajari Pengolahan Air Bersih (Water Treatment) dan

Pengolahan Pengolahan Air Limbah (Wastewater Treatment) PT. UNITEX,

Bogor. [Skripsi]. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara : Medan.

Bangun, Ekayana Putri P. 2008. Analisis Inkonsistensi Tata Ruang dan Faktor-

Faktor yang Mempengaruhi Pola Penggunaan Lahan di Kota Bogor.

Fakultas Pertanian Institusi Pertanian Bogor.

CRS Group Engineers In . 97 . Operator’s Po ket Guide to A tivated Sludge.

Houston Texas.

Irawan, Iwan. 2006. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) PT. UNITEX

[Skripsi]. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam, Institut Pertanian Bogor: Bogor. 40 hlm.

Jamhari. 2006. Mempelajari Penerapan Teknologi dan Penanganan Limbah

Industri Tekstil di PT. UNITEX, Ciawi – Bogor, Jawa Barat. [Skripsi].

Departemen Teknologi dan Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian, Institut Pertanian Bogor: Bogor.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 1995. Tentang Baku Mutu

Limbah Cair Kegiatan Industri.

Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi. Online. Tersedia:

http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/ekologi-industri-

philip-kristanto-25873.html diakses pada 25 Desember 2014.

Mahida, U. N 1981. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Alih

Bahasa : G.A Ticoalu. C.V. Rajawali. Jakarta.

MetCalf and Eddy. 2004. Wastewater Engineering Treatment and Use. 4th

edition. McGraw-Hill Companies, Inc : NewYork. 1542 hlm.

Putra, Y. 2011. Pengelolaan Limbah Rumah Tangga (Upaya Pendekatan Dalam

Arsitektur). Skripsi. Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas

Sumatra Utara. Tersedia:

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:k-

Page 36: AMDAL PT UNITEX

33

TRlL0nf0MJ:download.portalgaruda.org/article.php%3Farticle%3D60911%

26val%3D4187+&cd=3&hl=en&ct=clnk

Rachmawati, T. S. 1994. Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX

dan Kontribusi Air Limbah Terolah Terhadap Perairan. [Skripsi].

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan, Institut Pertanian Bogor: Bogor. Hlm 143

Sugiharto, 1987.Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah. Universitas Indonesia

Press. Jakarta. 190 hlm.

Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 Tentang Baku Mutu

Limbah Cair Kegiatan Industri di Jawa Barat

Suratmo, F. G. 1991. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press. Online. Tersedia:

http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/buku/detail/analisis-

mengenai-dampak-lingkungan-f-gunarwan-suratmo-21298.html diakses

pada 25 Desember 2014.

Suryani, Novita. Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX

Serta Dampaknya Terhadap Perairan. Bogor : departemen manajemen

sumberdaya perairan. Fakultas perikanan dan ilmu kelautan. Institut

pertanian bogor. Skripsi

Sormin, Kety Rohani. 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang

Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT Unitex Tahun 2011.

Skripsi S1 Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia: Depok.

Suryani, Novita. 2010. Kajian Efisiensi Sistem Pengolahan Air Limbah PT.

UNITEX Serta Dampaknya Terhadap Perairan. Tesis. Fakultas Ilmu

kelautan dan Perikanan Institut Pertanian Bogor. Tersedia:

http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/62807 diakses pada 25

Desember 2014

Utami, Devy Nandya. 2009. Plasma dalam Industri Tekstil. (Online) Terdapat di

http://majarimagazine.com/2009/05/plasma-dalam-industri-tekstil/ diakses

pada 25 Desember 2014.

Page 37: AMDAL PT UNITEX

34

UNITEX. Kegiatan Produksi. (Online) Terdapat di

http://www.unitex.co.id/kegiatan_produksi.htm diakses pada 25 Desember

2014.

UNITEX. Bagian Dyeing. (Online) Terdapat di

www.unitex.co.id/detil_dyeing.htm diakses pada 25 Desember 2014.

UNITEX. Sumber Daya Manusia. (Online) Terdapat di

http://www.unitex.co.id/sdm.htm diakses pada 25 Desember 2014.

UNITEX. Kepegawaian. Online. Diakses dari http://www.unitex.co.id/index.htm

pada 25 Desember 2014