Amazing Guardian2

133
Amazing Guardian (Chouzetsu no Hogosha) Part 2 Ran Orihara

Transcript of Amazing Guardian2

  • Amazing Guardian

    (Chouzetsu no

    Hogosha) Part 2

    Ran Orihara

  • Bab 1

    Semua mata memandang tiga sosok yang berkilauan itu dari kejauhan. Ada yang berbisik-bisik,

    ada pula yang diam-diam berusaha mengambil foto mereka melalui ponsel berkamera. Bukan

    hanya pengunjung, bahkan para pramusaji di sana pun bolak-balik mencuri pandang ke sebuah

    meja yang terletak paling ujung, tepat di samping jendela. Namun ketiga orang yang berada di

    meja itu tidak terlalu peduli keadaan di sekitar. Selain karena sibuk berdiskusi tentang hal yang

    krusial, sepertinya mereka juga sudah terbiasa menjadi pusat perhatian di kota Gifu, yang

    memiliki sejarah panjang sejak Sengoku Jidai. ( Sengoku Jidai: Zaman Sengoku atau zaman

    perang saudara di Jepang. Berlangsung sekitar tahun 1493-1573.)

    Jadi, apa kau mau menerimanya? tanya Izumi sambil memandang Asa.

    Sudah jelas harus diterima dong. Kaze yang duduk di sebelahnya langsung menimpali, Kita

    tahu sendiri, satu-satunya orang yang bisa mengendalikan Tuan Putri memang cuma Naito,

    kan?

    Benar juga. Izumi mengangguk setuju, Kurasa itu jalan terbaik.

    Brak! Asa menggebrak meja, Kalian bisa serius sedikit nggak sih? desisnya pelan. Meski ingin

    membentak dengan suara lebih keras, namun ia terpaksa menahan diri. Karena bagaimanapun

    juga, mereka berada di sebuah famiresu, ( Famiresu: Singkatan dari family restaurant) yang

    merupakan tempat umum. Asa jelas tidak mau mempermalukan diri sendiri kalau sampai

    mengamuk di sini.

    Kaze dan Izumi berpandangan, lalu sama-sama menghela napas panjang. Seolah memiliki

    pemikiran yang sama.

    Tuan Putri, kurasa nggak ada lagi laki-laki yang lebih pantas untukmu daripada Naito, ucap

    Kaze sambil menyerumput segelas jus di depannya.

    Ya. Itu sudah pasti. Izumi menguap lebar, tidak terlalu ambil pusing. Saat teman-teman

    sekelas menggosipkan kalian berdua, aku juga nggak begitu kaget mendengarnya. Apalagi

    melihat sikap Naito padamu selama ini...

    Asa yang melihat kedua lelaki di depannya bisa begitu santai, jadi merasa konyol sendiri dengan

    kegelisahannya. Memangnya bagaimana sikap Naito padaku? Bukannya dia juga

    memperlakukan semua orang sama rata?

    Tentu saja tidak. Kaze otomatis menggeleng sambil tersenyum lebar, Karena selalu

    bersamanya hampir sepanjang waktuk, makanya Tuan Putri nggak sadar. Mungkin hanya orang

    buta yang tidak bisa melihat bagaimana dia begitu menjagamu.

    Sekarang Kaze benar-benar paham. Selama ini dia selalu menerka-nerka, bahkan kadang tidak

    begitu mengerti dengan kedekatan yang tidak biasa antara Asa dan Naito, namun saat ini...

    semua sudah jelas. Masalahnya sekarang, tinggal bagaimana keputusan si Tuan Putri setelah

    mengetahui perasaan laki-laki itu padanya.

    Kamu terlalu manja pada kebaikan Naito. Izumi memberikan komentar yang kontan membuat

    Asa membelalak lebar. Dibanding Kaze, nada bicara laki-laki berkacamata itu jauh lebih tegas.

    Selama ini, Naito selalu di sisimu, mati-matian menahan perasaan karena tidak ingin

    membuatmu susah. Sekarang, sudah waktunya kau lebih memperhatikan dia.

    Asa langsung menundukkan kepala. Ia sama sekali tidak mampu melawan perkataan Izumi,

    kata-kata itu benar-benar tertancap di dalam benaknya. Tapi aku nggak tahu harus

    bagaimana....

    Izumi dan Kaze saling berpandangan sesaat, sebelum kembali melihat gadis yang masih

  • menundukkan kepala di depan mereka. Keduanya lalu menyunggingkan senyum, penuh

    pengertian.

    Kurasa, jalan terbaik adalah bersikap seperti dirimu yang biasa, ujar Izumi, nada suaranya tidak

    sekeras tadi. Mungkin memang ini mengagetkan buatmu, tapi sedikit demi sedikit, mulailah

    memahami perasaannya.

    Kurasa Naito benar-benar memikirkanmu. Kaze menambahkan, Sejak awal dia sama sekali

    tidak memintamu untuk memberinya jawaban. Itu pasti karena dia tahu Tuan Putri akan

    kebingungan seperti ini.

    Asa terpana. Sungguh-sungguh takjub. Selama ini, dia selalu menganggap Kaze dan Izumi

    sebagai tukang mempermalukan wanita yang tak pernah serius, tapi mereka ternyata mampu

    mengucapkan kata-kata yang bisa menenangkannya. Asa jadi merasa sangat bersyukur

    memiliki teman-teman seperti mereka. Terima kasih...

    Izumi mengangguk sekali, lalu membenahi letak kacamatanya. Tapi kuharap kamu bisa segera

    menjawab perasaannya secepat mungkin. Kesempatan bagus nggak akan datang dua kali.

    Wajah Asa yang semula penuh haru, sontak digantikan oleh ekspresi kebingungan, Apa

    maksudmu?

    Maksudku... siapa lagi sih yang mau denganmu kalau bukan Naito. Perempuan berkepribadian

    ganda yang otoriter dan seenaknya sendiri. Tidak akan ada yang bisa tahan pacaran dengan

    gadis sepertimu selain dia, kan?

    Belum sampai Asa membalas ejekan Izumi yang terang-terangan, Kaze sudah menimpali lebih

    dulu, Benar sekali. Butuh mental dan fisik sekuat baja untuk tahan berada di samping Tuan

    Putri. Kurasa nggak ada orang yang lebih cocok selain Naito.

    Kerutan-kerutan di wajah Asa semakin bertambah, aura lembut penuh bunga-bunga tadi

    seketika berubah. Berganti menjadi mendung tebal berwarna hitam pekat. Kurang ajar... berani

    sekali kalian! ia menggeram sambil mengepalkan kedua tangan, berusaha keras menahan diri

    untuk tidak meledak. Kutarik semua kata-kata dan rasa syukurku tadi!

    Tapi itu memang kenyataan. Kaze yang pandai melihat keadaan malah makin bersemangat

    menggodanya. Tentu, Tuan Putri yang sangat menjaga image-nya ini tidak mungkin berani

    marah-marah di tempat umum. Karena itulah, kedua laki-laki ini sengaja mengajak Asa untuk

    mengobrol di restoran yang ramai pengunjung. Paling tidak, dengan begini mereka bisa bicara

    seenaknya tanpa harus takut mendapat sentakan dari Sang Ketua OSIS. Apalagi si penjinak,

    Eisei Naito sedang tidak ada, bisa gawat kalau gadis ini tiba-tiba mengamuk. Izumi dan Kaze

    tidak mau membuang energi untuk melawan Asa. Merepotkan dan cuma buang-buang waktu.

    Hei, apa kalian pikir aku ini cewek yang nggak laku? Meski aku nggak pernah berpacaran, tapi

    banyak yang sudah menyatakan cinta padaku, tahu!

    Izumi dan kaze terdiam sesaat, menatap Asa hampa lalu menghela napas panjang. Sama sekali

    tidak menunjukkan rasa kagum.

    Laki-laki yang sudah menyatakan cinta padamu itu menyukai si Tuan Putri Asa. Izumi

    menekankan nada suara pada kata-kata akhirnya, Tapi kalau melihat dirimu yang sekarang....

    Laki-laki itu tak melanjutkan ucapannya, tapi justru bertukar pandang dengan Kaze, secara

    kompak mereka berdua menggeleng-gelengkan kepala, menunjukkan keputusasaan.

    Tidak mungkin, tukas keduanya dalam nada yang sama, seperti meremehkan gadis yang

    duduk di hadapan mereka.

    Kumohon tutup mulut kalian. Dibarengi dengan senyum hangat keibuan dan suara merdu yang

    mengalun lembut, Asa menendang kedua laki-laki itu bergantian. Ucapan dan tindakannya

    benar-benar tidak cocok!

    Kaze dan Izumi sontak merintih, Aduh! Mereka langsung merunduk, memegang kaki masing-

    masing.

    Lihat! sentak Izumi, ada sedikit air mata di sudut matanya karena rasa sakit akibat tendangan

    Asa yang tidak main-main. Kau yang kasar seperti ini, mana ada laki-laki normal mau?!

  • Kaze bahkan cuma bisa meringis, Tuan Putri, apa kamu berkaki kuda? Jangan-jangan kakiku

    retak lagi.

    Jangan berlebihan! Asa balas membentak mereka berdua, tanpa sedikit pun rasa kasihan.

    Memang nggak ada gunanya aku bercerita pada kalian. Bukannya mendapat pencerahan, tapi

    malah menyulut emosiku saja.

    Kaze langsung menghela napas panjang, Untung saja dari awal aku sudah mengetahui sifat

    Tuan Putri yang sesungguhnya... coba kalau tidak? Bisa-bisa aku tertipu.

    Asa terdiam sejenak. Ia menautkan kedua alis sambil menopangkan kepala di tangan kirinya,

    kelihatan tersinggung dengan ucapan Kaze. Apa sifatku seburuk itu? Sampai kalian

    mengejekku habis-habisan begini?

    Bukan buruk tepatnya. Tapi yang pasti kau sama sekali bukan tipeku, Asa, jawab Izumi tanpa

    kompromi.

    Kaze langsung mengangguk setuju, Ya, tipe sepertimu itu benar-benar merepotkan. Dan terlalu

    berbahaya.

    Jadi maksud kalian, aku tipe yang paling kalian benci?

    Bisa dibilang begitu, jawab Izumi serta merta. Ia lalu menerawang jauh, seolah berada di dunia

    fantasinya sendiri. Dan tiba-tiba lelaki itu malah senyam-senyum, membayangkan sesuatu, Tipe

    yang kusukai adalah yang seperti usagi. ( Usagi: Kelinci)

    Haa? Asa sontak terperangah, wajahnya tampak terheran-heran, Kau sinting ya?

    Izumi yang masih sibuk dengan imajinasinya sama sekali tak peduli, Gadis impianku adalah

    yang mungil dan manis. Rasanya jadi seperti ingin melindungi.

    Kau pasti lolicon. ( Lolicon: Lolita Complex adalah sebutan bagi pria dewasa yang memiliki

    ketertarikan seksual pada anak di bawah umur.) Asa langsung menunjukkan wajah jijik yang

    dibuat-buat, Shinjiranai. ( Shinjiranai: Tidak bisa kupercaya)

    Izumi sontak melotot, sangat kaget mendengar komentar gadis itu. Ka... kau salah! Suaranya

    tergagap, wajahnya pun langsung berubah menjadi semerah kepiting yang baru selesai direbus

    dalam air mendidih. Antara malu dan marah, Aku bukan lolicon!

    Sudahlah, tidak perlu mengelak. Menyukai gadis imut seperti usagi di usiamu yang sudah tujuh

    belas tah?? Hah, kalau bukan lolicon, lalu apa namanya itu? Asa menggeleng-gelengkan

    kepala, sengaja menunjukkan ekspresi prihatin, Tenang saja. Sebagai teman aku akan

    menerimamu apa adanya.

    Asa, kau itu....

    Kalau kau, Kaze? Asa buru-buru menyela ucapan Izumi, Bagaimana tipe idamanmu?

    Kaze yang sejak tadi asyik memperhatikan, kontan memamerkan senyum menggoda. Tentu

    saja yang seksi dan dewasa. Aku suka wanita bertipe leopard. Wanita yang lebih tua boleh juga,

    jawabnya bangga.

    Asa tercengang, memandang lelaki flamboyan itu dengan tatapan hampa. Jelas, kau Oedipus

    complex.6 (6 Oedipus Complex: Sebutan bagi laki-laki yang menyukai wanita yang jauh lebih

    tua.)

    Berbeda dari Izumi, Kaze malah tersenyum sambil mengedipkan sebelah mata. Seperti biasa,

    penuh percaya diri. Terima kasih.

    Itu bukan pujian, gerutu Asa lalu menghela napas berat, Cukup. Aku mau pulang saja.

    Aku juga. Kaze melirik jam tangannya sekilas, Ini sudah jam delapan.

    Selang beberapa menit, obrolan kecil mereka pun berakhir. Ketiganya memutuskan untuk

    segera bergegas. Dan tepat ketika bersamaan keluar dari pintu masuk famiresu, Izumi langsung

    melambaikan tangan kanannya. Asa, kami pulang dulu, ucapnya sambil lalu, Ja! ( Ja: Dah!

    bahasa slang Jepang, singkatan dari ja mata yang artinya sampai jumpa.)

    Eh? Asa sontak mengangkat sebelah alis, sedikit terkejut. Kalian nggak ke rumahku dulu?

    Ini sudah malam. Lagipula arah rumah kita kan berlawanan, jawab Kaze malas-malasan, Hati-

    hati di jalan ya.

  • Tanpa menunggu tanggapan Asa, kedua laki-laki itu malah berbalik, cepat-cepat

    meninggalkannya.

    Hei! Tunggu...

    Oh ya... Izumi menoleh lagi, spontan memotong ucapannya, Kalau ada orang aneh

    mengganggumu, jangan menyelesaikannya dengan kekerasan. Oke?

    Aku setuju, tambah Kaze, yang jelas tidak menunjukkan kekhawatiran sama sekali. Meski ada

    yang menggodamu di jalan, berbelas kasihanlah sedikit, Tuan Putri.

    Asa hanya bisa termangu, kehabisan kata-kata. Dia bahkan tetap berdiri mematung sampai

    kedua sahabatnya itu benar-benar menghilang dari pandangan. Saat tersadar, ia pun tak bisa

    berhenti menggerutu. Mereka berdua memang menyebalkan. Bisa-bisanya membiarkan aku

    berjalan malam-malam sendirian! Padahal kalau di depan perempuan lain mereka bisa jadi

    sangat manis. Sialan!

    Asa langsung cemberut. Dengan terpaksa, ia mulai berjalan sendirian di trotoar yang sepi.

    Padahal belum terlalu malam, namun sudah tidak terlihat orang-orang berlalu lalang. Hanya ada

    lampu jalan yang menemani setiap langkah kakinya. Meski sebenarnya jarak dari famiresu ke

    rumah Asa bisa ditempuh sepuluh menit dengan berjalan kaki, tapi tetap saja dia sebal. Izumi

    dan Kaze benar-benar tidak pernah memperlakukannya sebagai seorang wanita.

    Memikirkan hal itu membuat Asa mengomel lagi, Padahal Naito saja sela... eh? Tiba-tiba dia

    berhenti di tempat, tanpa sadar menutup mulutnya dengan satu tangan, detak jantung gadis itu

    serasa berhenti sedetik saat menyadari bahwa ia spontan saja mengucapkan nama tersebut.

    Tanpa bisa dikendalikan, ingatan-ingatan kecil itu kembali muncul begitu saja. Kenangan

    bersama Eisei Naito, sahabat kecilnya yang selalu ada kapan pun dibutuhkan..

    Kau terlalu manja pada kebaikan Naito.

    Asa menarik napas panjang saat perkataan Izumi terngiang kembali di telinganya. Ia tak

    sanggup memikirkan apa-apa lagi. Ya, meski sulit untuk mengakui, namun ucapan itu memang

    tepat sasaran. Karena Naito selalu ada untuknya, Asa menjadi tidak peka dan menganggap

    keberadaan laki-laki tersebut sebagai sesuatu yang wajar. Sangat terlambat memang, tapi

    akhirnya gadis itu menyadari bahwa selama ini ia tidak pernah mencoba untuk memikirkan

    perasaan Naito.

    Asa kembali berjalan, kali ini tanpa semangat sama sekali. Langkah kakinya kemudian

    melambat, sampai akhirnya ia benar-benar berhenti di depan sebuah taman kecil. Taman

    berbentuk lingkaran itu dipenuhi rerumputan hijau di setiap sisinya. Ada empat buah ayunan dan

    beberapa permainan kecil yang terletak tepat di tengah-tengah. Masih bisa diingatnya, ini adalah

    taman yang dulu sering ia kunjungi bersama Naito untuk sekadar bermain. Namun entah

    mengapa, sekarang ingatan itu justru membuatnya sedih. Ia mulai menundukkan kepala

    perlahan-lahan, rambutnya tergerai, menutupi sebagian wajahnya.

    Naito.... Asa bergumam tanpa sadar.

    Apa? Tiba-tiba sebuah suara terdengar begitu dekat.

    Heh?! Asa langsung terlonjak. Ia sontak mengangkat kepala, menoleh ke arah taman yang

    berada di sisi kanannya, di mana arah sumber suara itu berasal. Tepat di depan matanya,

    seorang laki-laki berpakaian kasual, dengan t-shirt putih dan celana jins abu-abu duduk di atas

    pembatas kecil, yang memisahkan taman dan jalan tempat Asa berdiri. Meski dalam cahaya

    remang-remang, namun wajah dengan mata setajam elang itu tetap mampu memancarkan

    pesonanya.

    Na... Naito!! Kali ini Asa menjerit dengan suara tergagap. Ia mundur selangkah, benar-benar

    kaget bukan kepalang.

    Pelankan suaramu, Naito langsung berdiri di samping Asa, menempelkan telapak tangannya di

    atas bibir gadis itu, hanya sesaat, namun sanggup membuat Asa tersentak. Ini sudah malam,

    kamu bisa membuat orang-orang terbangun, ucapnya datar.

  • Kau membuatku kaget, tahu! Meski jengkel, Asa berusaha bicara dalam volume suara yang

    lebih pelan.

    Naito tak menanggapi. Ia cuma tersenyum simpul, menunjukkan ekspresi kalem yang biasa

    menghiasi wajahnya.

    Detik berikutnya, tiba-tiba suasana berubah hening. Naito tetap bergeming, menjulang tinggi

    dengan tatapan mata yang terus terpaku pada Asa. Mau tidak mau, gadis itu jadi salah tingkah.

    Ia tidak pernah berada di situasi seperti ini sebelumnya... begitu aneh dan canggung. Asa tiba-

    tiba menghirup napas panjang-panjang, tak tahan lagi. Bagaimanapun juga dia merasa diam

    bukanlah jalan keluar.

    Kenapa kau ada di sini? tanyanya kemudian, berusaha memperdengarkan nada biasa, bahkan

    terkesan ketus.

    Aku menunggumu, jawab Naito polos.

    Hah? Asa otomatis mengerjap-ngerjapkan matanya, tak mengerti.

    Tanpa berkata apa-apa, Naito mengambil ponsel dalam sakunya lalu memperlihatkannya pada

    gadis itu.

    Naito, jemput Tuan Putri sekarang. Kami baru saja meninggalkannya di famiresu dekat rumah

    kalian. Meski dia kuat, bahaya juga melihat seorang gadis jalan sendirian malam-malam.Kaze

    Ckkk.... Asa berdecak kesal. Setelah membaca e-mail yang dikirimkan Kaze pada Naito,

    sekarang ia sepenuhnya paham. Kaze dan Izumi memang sengaja membuatnya berduaan saja

    dengan Naito malam ini.

    Ayo pulang! Satu ucapan singkat itu langsung membuyarkan pikiran Asa. Namun belum

    sempat ia menjawab, Naito sudah beranjak lebih dulu, berjalan di depannya.

    Asa bingung. Ia jadi serba salah dan akhirnya terpaksa mengekor di belakang Naito tanpa

    banyak bicara. Ia bisa melihat punggung Naito yang lebar. Jangkauan langkah kakinya juga jauh

    lebih panjang dari Asa. Baru saja ia sadari, rasanya entah sejak kapan sahabat kecilnya itu

    berubah. Padahal waktu SD, tinggi mereka hampir sama, namun sekarang kepala Asa bahkan

    tidak melebihi pundak Naito. Mencoba lagi memperhatikannya dengan saksama, dan ia harus

    dikejutkan oleh kenyataan yang sama sekali tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Wajah manis

    Naito saat kecil sudah berubah. Ia terlihat lebih dewasa sekarang. Garis dan struktur wajah yang

    kuat, telapak tangan yang besar, dan manik mata berwarna cokelat tua yang begitu dalam. Ya,

    Asa harus mengakui, Naito bukan lagi laki-laki kecil yang selama ini selalu menemaninya

    bermain.

    Bersikap seperti diriku yang biasa... Asa bergumam pelan, mengingat lagi pembicaraannya

    dengan Kaze dan Izumi beberapa saat lalu. Memang aku yang biasa itu seperti apa? tanyanya

    pada diri sendiri. Memikirkan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun tetap saja, tak ada satu

    jawaban pun muncul di dalam kepalanya.

    Asa. Panggilan itu membuat ia tersadar dari lamunan. Dilihatnya Naito yang berada di

    depannya juga berhenti berjalan.

    Asa tak segera menjawab panggilan tersebut. Ia justru sibuk memperhatikan Naito yang kini

    melihatnya dengan pandangan heran. Meski laki-laki itu memiliki langkah kaki yang panjang,

    namun anehnya jarak yang memisahkan mereka hanya berkisar satu meter. Lagi-lagi Asa baru

    menyadarinya sekarang.

    Kenapa berhenti? Kamu capek?

    Asa buru-buru menggeleng sebagai jawaban, yang langsung membuat Naito mengernyitkan

    dahi. Namun ia tak bertanya apa pun lagi dan membalikkan badan, kembali berjalan di depan

    gadis itu. Asa tahu, Naito adalah tipe orang yang berjalan cepat, namun bila bersama Asa, laki-

    laki itu sebisa mungkin menyeimbangi langkahnya yang jauh lebih kecil dan lebih lambat.

    Berusaha untuk ada di sampingnya dalam keadaan apa pun. Kini Asa merasa jadi orang paling

  • tolol di dunia. Selama ini Naito selalu menjaganya, membuat dia merasa nyaman dan bahagia.

    Tetapi sayangnya... gadis itu sama sekali tak pernah mau melihat.

    Sesaat setelah memikirkan berbagai hal yang sejak tadi memenuhi pikirannya, Asa tiba-tiba

    menepuk kedua pipinya dengan sedikit keras, berteriak dalam hati. Kebingungan seperti ini

    sama sekali bukan sifatku. Aku nggak bisa seperti ini terus, batinnya.

    Ia lalu memandang Naito yang semakin jauh berjalan. Asa masih sempat menghembuskan

    napas, meremas tangan untuk membulatkan tekad, dan mendadak saja ia berlari. Dan tiba-tiba

    ia memegang lengan kiri Naito dengan kuat.

    Naito sontak berhenti di tempat sambil menoleh padanya, Ada apa? Ia menunjukkan ekspresi

    terkejut dan bingung di saat bersamaan. Naito tetap membiarkan Asa menggenggam lengannya.

    Namun bisa dirasakannya tangan gadis itu gemetaran.

    Naito... Asa mengawali kalimatnya di tengah napas yang memburu. Ia lalu mendongakkan

    kepala ke atas, menatap Naito lurus-lurus. Aku nggak bisa berpura-pura nggak terjadi apa-apa

    di antara kita.

    Naito terkesiap, bahkan tak sanggup berkedip selama beberapa detik, tanpa sengaja

    menunjukkan ekspresi yang sangat jarang dia perlihatkan di depan orang lain.

    Setelah mendengar semua yang kamu katakan padaku, pandanganku terhadap Naito jadi

    berubah. Aku nggak bisa melihatmu sama seperti dulu lagi, lanjut gadis itu tanpa sekali pun

    melepaskan pandangannya. Sinar mata Asa yang kuat sanggup membuat Naito tertegun,

    Karena itu aku... hmmm... aku... Ia mendadak berhenti bicara, terlihat bingung menyusun kata-

    kata. Dan saat Asa sadari, wajahnya sendiri mulai memerah. Ia sama sekali tidak menyangka

    bisa segugup ini menghadapi Naito.

    Naito masih belum menanggapi ucapan Asa yang berapi-api. Ia justru memperhatikan Asa

    dalam diam, berpikir sejenak. Detik berikutnya, Naito tiba-tiba saja menyunggingkan sebuah

    senyum hangat, penuh arti, Arigatou, ( Arigatou: Terima kasih) ujarnya dalam suara pelan,

    yang nyaris seperti berbisik.

    Asa kembali menatapnya. Belum sempat ia bertanya apa maksud ucapan terima kasih itu, Naito

    sudah lebih dulu meletakkan salah satu telapak tangannya di atas kepala Asa. Mengusapnya

    lembut.

    Tak perlu buru-buru. Naito menurunkan tangannya dari atas kepala gadis itu, lalu menyentuh

    wajah Asa dengan sangat hati-hati. Aku akan menunggu sampai kamu bisa melihatku... ia lalu

    menunjukkan tatapan serius, ... sebagai seorang laki-laki.

    Eh? Jantung Asa berbisik. Ia tak tahu pasti perasaan apa yang paling dirasakannya saat

    mendengar ucapan Naito tersebut, namun ia tak bisa menahan diri untuk tersenyum, Aneh

    sekali, tukasnya.

    Naito menautkan kedua alis. Ucapan Asa itu jelas seperti sebuah penolakan, atau bahkan

    mungkin ekspresi tidak percaya. Akhirnya ia cuma berdiri diam, menurunkan tangannya dari

    wajah Asa perlahan-lahan.

    Gadis itu masih tersenyum. Ia lantas bergegas lebih dulu, meninggalkan Naito di belakangnya.

    Tetapi baru beberapa langkah berjalan, Asa kembali menoleh pada Naito yang masih belum

    bergerak dari tempatnya. Aneh... ia kembali mengulang ucapannya, lalu menatap Naito lekat,

    aku sama sekali tidak membenci kata-katamu tadi.

    Apa? Naito kembali dibuat terkejut. Padahal selama ini ia hampir selalu bisa menebak isi

    pikiran Asa, namun anehnya, setiap kata baru yang meluncur dari mulut gadis itu selalu

    membuatnya kaget. Mungkin, inilah salah satu alasan yang membuat Naito tak akan bisa

    melepaskan diri dari Asa. Sejak dulu, selalu saja, gadis itu tidak pernah berhenti membuatnya

    terkesima.

    Sekarang aku bersyukur karena kamu sudah mau mengungkapkan semua isi hatimu padaku.

    Asa tersenyum kecil, lantas menoleh ke arah Naito yang sudah berjalan di sampingnya. Mulai

    saat ini, jangan pernah menyembunyikan apa pun dariku ya? ungkapnya serius. Ia menatap

  • Naito dalam-dalam, menunggu jawaban darinya.

    Hening sesaat, sebelum akhirnya Naito membalas tatapan mata itu sambil menganggukkan

    kepala sekali.

    Bagus. Asa terlihat puas.

    Asa merasa heran sekaligus takjub, sama sekali tak menyangka perasaan kalut dan cemas yang

    melandanya sejak kejadian di ruang OSIS, bisa tiba-tiba menghilang begitu saja sekarang.

    Ternyata aku memang nggak bisa tanpa Naito, gumamnya tanpa sadar.

    Naito sontak menoleh pada Asa, meski sayup-sayup, ia masih jelas mendengar gumaman Asa,

    yang langsung menimbulkan debaran aneh di dadanya. Bahagia, malu, dan gugup bercampur

    menjadi satu, hanya bisa berusaha menahan agar perasaan itu tidak meledak tiba-tiba.

    Walaupun sebenarnya tak kelihatan secara kasat mata, namun Asa selalu saja berhasil

    membuat Naito terlihat seperti orang bodoh.

    Kamu barusan bilang apa? tanyanya, berusaha memastikan apa yang didengarnya tidak salah.

    Asa langsung menggeleng, menunjukkan senyum jail sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya,

    Rahasia!

    Naito termangu selama beberapa detik, namun akhirnya ia pun membalas senyuman itu.

    Syukurlah, dia sudah kembali seperti biasa, batinnya.

    Mungkin, tak ada yang lebih membuat laki-laki itu bahagia selain bisa melihat Asa kembali

    tersenyum. Gadis yang brilian, kuat, sekaligus berhati lembut. Satu-satunya orang yang bisa

    membuat Naito mengeluarkan berbagai macam ekspresi, hanya dengan berada di sampingnya.

    *

  • Bab 2

    Selamat pagi semuanya. Dengan menggunakan keigo,9 (9 Keigo : Bahasa formal, halus, dan

    sopan) yang terdengar begitu anggun dan menghanyutkan, Asa menyapa murid-murid kelas 1

    yang bergerombol di koridor tempatnya berjalan.

    S... selamat pagi Putri Asa, ucap mereka bersahutan. Mata para murid kelas 1 itu terlihat

    berbinar-binar penuh kekaguman saat melihat sang ketua OSIS berjalan melewati mereka.

    Rambut panjang hitamnya terkena angin semilir, yang entah darimana datangnya. Hebatnya,

    keanggunan sempurna Asa mampu mempengaruhi atmosfer di sekitar mereka. Tidak hanya itu,

    ketiga pangeran yang berada di sampingnya juga memiliki andil besar sehingga membuat

    semua mata tak sanggup mengalihkan pandangan. Seperti melihat domino manusia, beberapa

    korban berjatuhan, pingsan dalam kebahagiaan, yang bisa dipastikan semua itu karena

    senyuman maut Mitsuno Kaze, wajah imut Shirokawa Izumi, atau mata indah Eisei Naito yang

    mampu menghipnotis orang yang melihatnya. Berlebihan jelas, tetapi yah, ini adalah hari-hari

    biasa di SMA Hogosha Gakuen.

    Begitu mereka berempat masuk ke ruang khusus anggota OSIS di lantai tiga, Asa langsung

    menjentikkan jarinya sambil berucap, Guardian time! yang terdengar seperti sebuah kode

    rahasia.

    Jadi... Kaze tiba-tiba bertanya, setelah menutup pintu di belakang mereka, bagaimana

    kelanjutan hubungan kalian berdua?

    Kalian berdua siapa? tanya Asa tak terlalu peduli, ia kemudian duduk di singgasananya, dan

    langsung mengambil cermin tangan dari laci meja kerjanya, sibuk bercermin.

    Siapa lagi? Tentu saja Tuan Putri dan Naito, kan? Kaze sedikit terkejut, padahal awalnya dia

    berencana untuk menggoda kedua sahabatnya itu, namun yang ada malah dia sendiri yang

    sekarang dibuat penasaran. Kenapa mereka bersikap seperti tidak terjadi apa-apa sih? batinnya.

    Kalau Izumi sepertinya tidak terlalu ambil pusing dan lebih memilih bermain dengan laptop di

    hadapannya, Kaze ternyata bersikap sebaliknya. Ia kelihatan bersemangat untuk ikut campur.

    Jadi, sekarang kalian sudah resmi pacaran? Akhirnya Kaze menembak Asa dan Naito

    langsung.

    Hah? Asa mengerutkan kening. Meski sibuk mengurusi wajahnya, ia masih sempat

    menunjukkan mimik heran, Kau bicara apa sih?

    Kaze terperangah, sungguh tak habis pikir dengan jawabannya. Padahal kemarin malam Asa

    terlihat bimbang dan cemas. Namun kalau melihat kesantaian gadis di depannya saat ini, pasti

    tidak akan ada lagi yang percaya bahwa peristiwa kemarin pernah terjadi.

    Tunggu dulu... Tuan Putri... kenapa reaksimu itu, Kaze kehabisan kata-kata, sampai tak sadar

    jika ia tergagap-gagap saat bicara, maksudku, paling tidak seharusnya kamu tersipu malu,

    kan?

    Tersipu malu? Kali ini Asa menurunkan cermin dari tangannya sambil memandang Kaze,

    berpikir sejenak, lalu memiringkan kepalanya sedikit, Kenapa?

    Kenapa?! Kaze mengulang ucapan gadis itu dengan nada tak percaya, ia menggeleng-

    gelengkan kepala, antara kesal dan tak sabar. Sebenarnya apa sih yang terjadi pada mereka

    berdua kemarin? batinnya.

    Karena tak puas dengan reaksi Asa, ia pun langsung melayangkan pandangan pada Naito.

    Diperhatikannya laki-laki itu sibuk memeriksa buku anggaran klub-klub ekstrakulikuler di

    Hogosha Gakuen. Nampaknya ia juga tak perduli pada obrolan Kaze dan Asa barusan, meski

  • jelas-jelas itu berhubungan dengan dirinya.

    Naito. Kaze memanggilnya sampai sang wakil ketua OSIS tersebut balik menatapnya, terang-

    terangan menuntut sebuah penjelasan. Namun Naito hanya mengangkat bahu sebagai jawaban.

    Ia malah mengalihkan pandangan pada Asa, bertatapan sejenak, lalu keduanya sama-sama

    melempar senyum satu sama lain, membuat Kaze yang melihat mereka tak bisa lagi menahan

    rasa penasaran yang sudah bertumpuk.

    Hei! Sebenarnya hubungan kalian berdua sekarang ini...

    Kenapa kau penasarannya banget sih? potong Asa tiba-tiba, Kau cemburu ya? Maaf saja

    kalau begitu. Tapi aku nggak suka tipe playboy sepertimu, lanjutnya acuh tak acuh.

    Cemburu?! Kaze langsung menjerit, bereaksi seperti sesak napas meski ia tak memiliki

    penyakit asma, Tuan Putri, meski cuma bercanda... tolong jangan mengatakan sesuatu yang

    mengerikan seperti itu.

    Jadi bukan ya? Asa berkata cuek sambil memainkan rambut panjangnya, namun tiba-tiba ia

    menepuk kedua tangannya sekali, seolah mengerti, Ah, kalau bukan aku, berarti yang kau suka

    itu Naito?

    Ha!! Kaze menahan napas, Haaah? detik berikutnya ia melotot tanpa sempat berkedip. Tiba-

    tiba saja bulu kuduk di sekujur tubuhnya berdiri, dan ketika tanpa sengaja menatap Naito lagi, ia

    langsung buang muka. Terlihat ngeri. Tuan Putri, jangan keterlaluan! Aku ini sangat mencintai

    perempuan, tahu!

    Hmm... Asa cuma mengeluarkan suara gumaman. Berusaha menahan tawa yang sudah ingin

    meledak. Ternyata asyik juga menggoda laki-laki jahil ini, pikirnya.

    Hei. Izumi yang darI awal memang tak mau bertukar kebodohan Kaze ataupun Asa, akhirnya

    buka mulut untuk pertama kali, Daripada kalian ribut-ribut terus, bukannya lebih baik membaca

    permohonan dari para target?

    Ya. Naito yang pertama kali bereaksi. Ia melihat jarum jam di tangannya menunjukkan angka

    08.10 Kita masih punya waktu dua puluh menit sebelum pelajaran pertama dimulai.

    Oke, Izumi, bacakan permohonan baru yang masuk hari ini, ucap Asa sambil memutar-mutar

    kursi beroda yang didudukinya. Ia kemudian mengalihkan pandangan pada Kaze yang tepat

    berada di depannya. Menatap laki-laki itu dengan heran, Kenapa masih berdiri di situ? Cepat

    kembali ke tempatmu.

    Mau tak mau Kaze menurut juga, meski ia masih belum merasa lega karena pembicaraan

    mereka terpotong begitu saja. Ditambah lagi sekarang Asa malah seenaknya sendiri

    menuduhnya menyukai Naito. Ini namanya senjata makan tuan, rencana mau menjahili, malah

    dia sendiri yang kena batunya.

    Ini aneh. Izumi bergumam pelan, ia semakin sibuk memperhatikan layar laptop di depannya.

    Terlihat berpikir keras.

    Kaze yang sudah duduk di sebelahnya langsung ikut-ikutan melihat, Apanya yang aneh?

    Izumi meliriknya sekilas sebelum menjawab dengan suara lantang, agar Asa dan Naito juga ikut

    mendengar, Permohonan pada Guardian menurun. Kemarin memang tidak terlalu kelihatan

    perbedaannya, tapi menurut data statistik hari ini... jumlah permohonan yang masuk pada kita

    memang tak seperti biasanya.

    Naito dengan sigap mengecek data statistik yang dibuat Izumi melalui laptop miliknya. Dalam

    tiga hari menurun hingga 15 persen, tambahnya dengan nada curiga. Ini memang terlihat

    janggal.

    Apa? Kaze sontak menunjukkan wajah cemas. Sebuah kemungkinan terburuk tiba-tiba terlintas

    dipikirannya, Jadi maksud kalian... Ia berhenti sejenak, kemudian bertatapan dengan Asa, yang

    sepertinya memiliki pemikiran sama dengannya.

    Tingkat kepopuleran kita sedang menurun?! Hampir berbarengan, keduanya menjerit histeris

    sambil berdiri dari kursi masing-masing.

    Hah! Izumi sampai nyaris terjatuh dari tempatnya, Socchi ka yo?!10 (10. Diterjemahkan

  • secara harfiah berarti, Yang sebelah itu kah? namun dalam pembicaraan ini, bisa diartikan,

    Jadi itu yang kalian pikirkan yang merupakan ungkapan perasaan kesal karena apa yang

    dikatakan lawan bicara tidak sesuai dengan ekspresi pembicara.) bentaknnya keras, benar-

    benar tidak menyangka bahwa itulah kekhawatiran utama Asa dan Kaze, Harusnya kalian

    memikirkan hal yang lebih penting dari itu!

    Memangnya ada yang lebih penting dari itu?! Asa balas membentak, yang langsung direspons

    dengan anggukan setuju oleh Kaze.

    Tidak salah lagi. Kombi satu ini sepertinya selalu haus akan puji-pujian dan popularitas. Entah

    mereka cuma bercanda atau memang memiliki sifat-sifat dasar narciss yang sudah ada dari

    sananya. Izumi langsung memijat-mijat dahinya sendiri, mendadak merasa pusing dan letih

    menghadapi mereka berdua. Asa dan Kaze ini memang nggak seharusnya disatukan. Melawan

    mereka cuma membuatku ikut-ikutan menjadi orang bodoh, rutuknya dalam hati.

    Sebentar lagi bel masuk pasti berbunyi. Sambil menopangkan kepala di salah satu tangan,

    Naito tiba-tiba bicara di tengah memanasnya suasana di antara mereka, dengan nada datar.

    Lebih baik kita segera membaca e-mail yang masuk.

    Meski sebenarnya ucapan itu sama sekali tidak terdengar seperti perintah, namun tanpa banyak

    ba-bi-bu, Asa, Izumi, dan Kaze langsung menganggukkan kepala setuju. Tak salah lagi, bila laki-

    laki yang dijuluki si ketua bayangan ini sudah mengeluarkan giginya, pasti tak ada satu orang

    pun yang sanggup melawan. Bahkan Takagi Asa, yang merupakan ketua OSIS sah sekaligus

    pemimpin Guardian generasi keenam pun sering kali kalah kuasa.

    Dia bisa langsung menguasai keadaan meski cuma membuka mulut sekali saja, Izumi masih

    sempat menunjukkan perasaan kagumnya meski cuma dalam hati. Penjinak yang satu ini

    memang hebat.

    Izumi, kenapa kau malah melamun? Pertanyaan Asa langsung membuyarkan seluruh

    pikirannya. Cepat baca.

    Ah, oke. Izumi buru-buru memfokuskan pandangan pada layar di depannya lagi. Matanya

    menelusuri beberapa e-mail yang masuk.

    Komita dari kelas 2-B ingin memiliki wajah semanis Hinagizawa Kanon. (. Tokoh fiktif idola

    Jepang dalam novel Bokutachi no Unmei yang memiliki image natural.)

    Asa menggebrak mejanya, Hoi Izumi, sudah kubilang berapa kali, hah? Saring permohonan

    yang bermutu! tukasnya kesal, Dasar si Komita, kapan dia mau berhenti mengirim e-mail tak

    masuk akal seperti itu.

    Izumi tidak ambil pusing dengan amukan Asa, ia justru kembali membacakan permohonan aneh

    yang baru masuk tiga puluh menit lalu, Fukazawa Yuko dari kelas 3-C ingin berhenti sekolah

    dan minta bantuan Guardian untuk menikahkannya dengan raja minyak Arab.

    Hahaha... Kaze kontan tertawa terbahak-bahak samnil memukul-mukul mejanya sendiri,

    membuat suasana jadi heboh, Menikah dengan raja minyak Arab? Hahaha... impian yang besar

    sekali!

    Berisik! Asa membentak Kaze, benar-benar kesal bukan main. Izumi, kau juga! Sudah

    kubilang berapa kali sih? Cari permohonan ya...

    Aku menemukan satu permohonan yang sepertinya cukup bermutu, potong Naito tiba-tiba.

    Ternyata, di saat mereka bertiga ribut, laki-laki itu sudah selesai mengecek satu per satu e-mail

    yang masuk.

    Oh ya? Kemarahan Asa langsung surut seketika. Cepat bacakan.

    Sungguh hebat, dalam sekejab mata, ketenangan dan kedamaian pun kembali. Rasanya

    pemikiran Izumi beberapa saat lalu memang tepat. Naito memenuhi kualifikasi sebagai seorang

    penjinak. Ucapannya sama sekali tidak pernah mengandung kata yang terkesan menggurui

    apalagi memerintah, namun cukup ampuh membuat lawan biacara patuh dan dengan senang

    hati menurutinya. Mungkin itu adalah satu dari sekian banyak kekuatan Naito yang mencolok.

    Laki-laki itu dapat mempengaruhi orang meski ia sendiri tidak bermaksud demikian... Si persuasif

  • alami.

    Sasaki Kenta dari kelas 2-E menginginkan Guardian untuk menyelesaikan masalah yang saat

    ini terjadi di klub melukis. Naito mulai membaca deretan kata yang tadi sempat menarik

    perhatiannya, Entah sejak kapan, klub melukis mempunyai sebuah tradisi yang hanya diketahui

    oleh kami, para anggotanya. Setiap anggota yang pernah terpilih untuk mewakili sekolah dalam

    kompetisi melukis atau pernah mendapat penghargaan akan mendapat satu bintang sebagai

    tanda jasa. Sebaliknya, anggota yang tidak pernah mengikuti kompetisi atau memiliki jumlah

    bintang paling sedikit akan menjadi... Tiba-tiba ia menggantungkan ucapannya, membuat tiga

    pasang mata yang sejak tadi menatapnya terlihat semakin tegang, ...garakuta. (. Garakuta:

    Sampah/sesuatu yang tidak berguna.) Naito menyelesaikan kalimat tersebuat dalam ekspresi

    keruh.

    Garakuta? Ketiga anggota OSIS lainnya terlihat tak percaya. Mereka buru-buru beranjak dari

    bangku masing-masing, lalu berdiri mengelilingi tempat duduk Naito, menunjukkan rasa

    penasaran sekaligus tidak habis pikir.

    Menganggap seseorang sebagai garakuta... itu benar-benar tradisi aneh dan kejam. Kaze yang

    pertama kali mengeluarkan reaksi keras, Apa gunanya mereka melakukan itu? tanyanya pada

    Naito.

    Awalnya semua anggota klub melukis cuma menganggapnya sebagai permainan sekaligus cara

    untuk memotivasi setiap anggotanya supaya bisa membuat karya yang lebih baik, namun tradisi

    itu berlanjut sampai akhirnya melampaui batas.

    Izumi spontan memajukan wajahnya di depan laptop milik Naito, membuat sendiri kalimat

    terakhir dalam e-mail tersebut. Aku sudah mencapai batasku. Aku ingin Guardian

    menyelesaikan masalah di klub melukis yang belakangan ini menjadi semakin parah.

    Setelah Izumi menyelesaikan perkataannya, ketiga laki-laki itu secara bersamaan menatap Asa

    yang sejak tadi cuma diam sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Gadis itu kemudian

    berjalan pelan, kembali menuju meja kerjanya dan langsung melayangkan pandangan pada

    layar di depannya. Ternyata, foto dari biodata lengkap Sasaki Kenta baru saja dikirimkan oleh

    Naito ke laptopnya.

    Asa terlihat serius memperhatikan profil laki-laki itu, seperti mempelajari sesuatu. Tanpa sadar,

    ia mulai mengetuk-ngetukkan kelima jemari tangan kanannya dalam irama lambat. Suasana

    sunyi senyap, tidak ada satu orang pun yang membuka mulut. Di sinilah detik-detik paling

    menegangkan. Satu keputusan dari pemimpin Guardian akan menentukan langkah mereka

    berikutnya.

    Asa mendadak berhenti mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, Sasaki Kenta... seru Asa tegas

    sambil melihat ketiga laki-laki di depannya bergantian, Target lock on! perintahnya.

    Naito, Izumi, dan Kaze langsung menganggukkan kepala sebagai jawaban. Terlihat lega karena

    sang pemimpin mau menerima permohonan itu.

    Jadi... Asa merenggangkan otot-ototnya sebentar sebelum berdiri dari tempat duduk. Ia lantas

    mengembangkan senyum lebar sambil berucap, Kita mulai malam ini.

    *

  • Bab 3

    Di pekarangan rumah putih bertingkat dua itu terdapat sebuah gudang yang dibangun terpisah

    dari rumah induk. Tempat itu hanya memiliki satu ruangan dengan kaca-kaca bening yang

    sekelilingnya terbuat dari kayu jati. Dibentuk sedemikian rupa sehingga terlihat seperti sebuah

    studio mini. Berbagai macam peralatan melukis tergeletak di meja panjang yang berada tepat di

    sebuah kanvas besar.

    Meski sekarang sudah hampir pukul 11 malam, ternyata lampu di dalam studio mini itu masih

    menyala, menunjukkan masih ada kegiatan di sana. Seorang laki-laki terlihat sedang sibuk

    mewarnai gambar dalam kanvasnya. Ia memiliki perawakan kecil, dengan mata cukup lebar.

    Hidung kecil menghiasi wajahnya yang berbentuk lonjong. Rambut hitamnya dipotong cepak

    seperti buah nanas. Bolak-balik ia menghapus keringat dari dahi dengan punggung tangan.

    Meski ia tetap fokus menyelesaikan hasil karyanya, raut wajahnya terlihat tertekan, seolah

    sedang dikejar-kejar oleh sesuatu.

    Srak. Srak. Srak.

    Irama suara kuas di atas kanvas itu mendadak berubah, semakin cepat dan kasar, membuat

    siapa pun pasti menutup telinga mendengar suara tidak menyenangkan yang ditimbulkannya.

    Kuas itu terus bergerak sampai akhirnya gambar pemandangan alam dalam lukisan tersebut

    perlahan-lahan tak terlihat lagi. Sasaki Kenta, dengan penuh emosi mencoret-coret lukisannya

    sendiri dengan kuas besar yang ia pegang. Seperti orang kehilangan akal, napas Kenta

    memburu, mimik wajah yang penuh rasa ketakutan itu seperti menunjukkan sebuah tekanan

    besar yang tidak bisa ia hadapi. Tak sanggup menahan amarah akan sesuatu hal, Kenta tiba-

    tiba menendang kayu penyangga di hadapannya hingga kanvas di atasnya ambruk.

    Sialan! Kenta merintih tanpa suara, ia terduduk lemas di lantai sambil memegangi kepalanya

    yang serasa ingin pecah. Ia benar-benar sudah mencapai batasnya. Tanpa bisa dikendalikan,

    Kenta mulai memukul-mukulkan tangannya di atas permukaan lantai kayu di bawahnya.

    Sialan!!

    Sayang sekali. Tiba-tiba, sebuah suara merdu terdengar di belakangnya.

    Kenta sontak menoleh. Ia langsung terbelalak lebar, detak jantungnya bahkan sempat berhenti

    sedetik, Si... siapa?

    Guardian time! Suara merdu itu kembali terdengar.

    Kenta langsung berjingkat, mundur sejauh mungkin. Empat sosok berjubah hitam tiba-tiba saja

    muncul di hadapannya. Tentu saja sebagai manusia normal, kaget adalah reaksi paling dasar

    yang bisa ia keluarkan. Dandanan mereka yang sangat mencolok membuat Kenta semakin

    shock. Ia berusaha keras menenangkan pikirannya yang sempat kacau, sebelum akhirnya

    sanggup mencerna apa yang diucapkan orang asing di depannya barusan.

    Ka... kalian benar-benar Gu... Guardian? tanya Kenta tergagap, antara tak percaya dan takut-

    takut. Diperhatikannya lagi empat orang yang berdiri di hadapannya. Ia sampai menahan napas

    selama beberapa detik, merasakan sensasi aneh. Baginya, penampilan Guardian

    memperlihatkan sebuah kontradiksi. Padahal pakaian hitam yang mereka kenakan memberikan

    kesan misterius dan menyeramkan, namun mata serta rambut mereka yang berwarna cemerlang

    sanggup membuat Kenta terpesona.

    GOTCHA! Keempatnya bersamaan menjentikkan jari sambil menunjuk wajah Kenta yang

    masih terperangah.

    Salam kenal, Sasaki Kenta. Purple menyapa laki-laki itu dengan wajah bersahabat, Kami

  • sudah membaca permohonanmu.

    Kenta menelan ludah sekali, tidak langsung merespons apa yang baru saja pemimpin Guardian

    itu ucapkan. Siapa namamu? Ia justru melontarkan pertanyaan lain.

    Kamu bisa memanggilku Purple. Satu-satunya perempuan dalam gerombolan itu menjawab

    dengan senyum yang masih tersungging di bibirnya. Ini Blue, Gold, dan Red. Ia lalu

    memperkenalkan tiga orang yang berdiri mengelilinginya.

    Sikap Purple yang terkesan santai membuat debaran jantung Kenta perlahan kembali normal,

    Apa kalian benar-benar bisa membantuku? Ia terdengar ragu.

    Sebelum itu... Laki-laki yang berambut biru menimpali, lantas berjalan melewati Kenta,

    mengambil kanvas yang tergeletak di lantai. Apa lukisan ini memang sengaja dibuang?

    tanyanya seperti mengintrogasi. Ia kemudian meletakkan kanvas tersebut di atas meja, lalu

    menoleh kepada Kenta.

    Kentan sontak mundur selangkah, sedikit gentar saat matanya beradu dengan mata Blue yang

    berwarna kuning terang, pekat seperti warna mentega. Seolah sorot setajam pedang itu sanggup

    mengulitinya dalam sekejap. Karya yang jelek harus dibuang. ucapnya dalam bisikan, meski

    berusaha ditutupi, namun kesedihan dalam suaranya tetap terasa.

    Hmm... Purple masih sempat tersenyum simpul, Maksudmu, lukisan itu adalah garakuta?

    Kenta sontak membelalakkan mata. Kedua tangannya mengepal keras-keras. Pertanyaan yang

    diucapkan Purple dengan ringan ternyata sanggup membuat laki-laki itu gemetaran. Y... ya. Kau

    benar, jawabnya setelah terdiam selama beberapa saat. Ia berusaha menguatkan diri

    semampunya.

    Kalau begitu, kita sampai ke pokok masalah, tukas Gold tiba-tiba, Sekarang ceritakan pada

    kami apa yang sebenarnya terjadi di klub melukis.

    Kenta menghembuskan napas berat. Kemudian menatap satu per satu anggota Guardian

    dengan mata sayu, menunjukkan perasaan tertekan dan putus asa. Garakuta. Itu adalah

    sebutan untuk anggota klub melukis Hogosha Gakuen yang dianggap tidak kompeten. Awalnya,

    garakuta hanyalah sebutan bagi anggota yang memiliki bintang paling sedikit. Namun, beberapa

    waktu belakangan, tradisi itu berubah menjadi sesuatu yang berlebihan dan... menakutkan.

    Kenta memulai ceritanya, mencoba memperdengarkan nada biasa, meskipun sesekali ia tak

    bisa menahan getaran dalam suaranya. Bukan hanya sekadar nama, tapi mereka yang

    mendapat predikat garakuta akan benar-benar diperlakukan seperti sampah oleh anggota

    lainnya.

    Hah? Red yang pertama kali bereaksi, Diperlakukan seperti sampah? Maksudmu ini ijime?

    (. Ijime: Penindasan/bullying)

    Kenta langsung menggeleng lemah, Bukan ijime. Ia menggigit bibir bawahnya tanpa sadar,

    Sesuai namanya, menjadi garakuta berarti harus siap dibuang ke tempat yang paling pantas

    untuknya... Kenta menarik napas sekali, sebelum melanjutkan kalimat terakhirnya dengan suara

    lirih, ...yaitu tempat sampah.

    Deg!

    Keempat anggota Guardian tersentak seketika. Meski tak membuka mulut, tapi ekspresi kaget di

    wajah mereka sudah cukup menunjukkan bahwa apa yang terjadi benar-benar di luar dugaan.

    Saat menjadi garakuta, kau akan dimasukkan ke dalam tempat pembuangan sampah yang

    berada di depan ruang klub melukis. Permasalahannya, posisi ruangan klub kami berada di

    tempat paling ujung gedung sekolah, sehingga tidak ada seorang pun selain anggota klub

    melukis yang lewat, ujar Kenta dengan dahi berkerut-kerut. Laki-laki itu lalu mendengus keras,

    memaksakan diri tersenyum, yang justru membuatnya tampak makin tertekan, Siapa sangka, di

    sekolah semacam Hogosha Gakuen ada tradisi aneh, yang sama sekali tidak diketahui oleh

    siswi atau guru lain.

    Sebenarnya, darimana asal tradisi garakuta itu? tanya Gold tak habis pikir, Tadi kau bilang,

    awalnya ini hanya sebutan saja, kan? Lalu bagaimana bisa tradisi itu berubah jadi berlebihan

  • seperti sekarang?

    Tradisi garakuta dimulai setahun lalu. Penciptanya tak lain adalah ketua klub melukis, Kak Niita

    Hosoya yang sekarang berada di kelas 3-B, jelas Kenta. Ia tidak pernah sekalipun melupakan

    kejadian itu, seolah semua terpatri dalam pusat ingatannya. Tradisi memberikan nama

    panggilan garakuta pada mereka yang belum pernah mengikuti kompetisi melukis awalnya cuma

    dianggap sebagai cambuk agar mereka lebih berusaha dan melepas predikat itu dari dirinya.

    Namun, sebulan lalu mendadak saja Kak Hosoya... Kenta tiba-tiba berhenti bicara, lantas

    kembali menggigit bibir bawahnya. Terlihat sangat gugup.

    Mendadak apa? tanya Red tak sabar, yang membuat Gold sontak menepuk pundak laki-laki itu

    agar sedikit lebih tenang.

    Hari itu, Kak Hosoya menyuruh semua anggota klub melukis untuk memperlakukan garakuta

    seperti sampah yang sebenarnya. Sesaat Kenta berhenti bicara, napasnya mulai memburu. Ada

    rasa takut dan sesal yang kuat saat kembali mengingat peristiwa tersebut, Ka... karena garakuta

    adalah benda yang tidak berguna, jadi tak satu pun dari kami boleh memperlakukannya sebagai

    manusia. Kami membuangnya bersama dengan sampah-sampah lain di sana.

    Gold langsung menggeleng-gelengkan kepala, tak menyangka dengan apa yang baru saja

    didengarnya. Meski kau mengatakannya sebagai tradisi, tapi apa yang dilakukan Niita sama

    saja dengan penindasan.

    Bukan. Kenta langsung menyanggah pendapat Gold, Menindas seseorang berarti

    menyakitinya, karena itu kukatakan... garakuta berbeda dengan ijime. Selama kau menjadi

    garakuta, tidak akan ada yang mendekatimu. Tidak akan ada yang menyakitimu. Ia lalu

    memandang Guardian bergantian, tanpa berusaha menutupi sorot matanya yang nampak

    terluka, Karena dari awal, kau hanya dianggap sampah. Sebuah benda rusak yang sepantasnya

    dibuang.

    Tradisi itu jelas salah. Purple yang sejak tadi serius mendengar cerita Kenda, akhirnya

    menanggapi, Kenapa semua orang menuruti Niita untuk terus melakukan tradisi itu?

    Kak Hosoya adalah ketua yang baik, jawab Kenta lirih, Ia dengan senang hati mengajari para

    junior dan menjadi panutan bagi anggota lainnya.

    Jadi itu alasan yang membuat kalian menurutinya? tanya Gold dengan nada tak percaya,

    Orang baik tidak mungkin tega melakukan hal seperti itu.

    Kenta sontak menggeleng keras, Alasan utama tradisi itu berlanjut adalah karena anggota lain

    merasa apa yang diperbuat Kak Hosoya sekarang ini sangatlah berguna.

    Haa? Red melongo, benar-benar tak terima, Apa maksudnya berguna? Apa kalian tidak

    memikirkan perasaan anggota yang harus menjadi garakuta?

    Kenta memandang Red selama beberapa detik dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Antara

    setuju, tapi juga mengandung keragu-raguan. Masalahnya, sejak kasus pertama garakuta yang

    dibuang ke tempat pembuangan sampah... seminggu kemudian, garakuta itu berhasil

    mengalahkan Kak Hosoya, yang biasanya menempati nomor satu dalam pameran lukisan yang

    diadakan sekolah.

    Hmm... Blue spontan mengangguk, ia terlihat sudah paham permasalahnnya, Jadi... sejak

    kejadian tersebut, anggota klub lainnya merasa tradisi garakuta bekerja lebih efektif untuk

    'memaksa' mereka menghasilkan karya yang jauh lebih bagus.

    Ya. Kenta tak membantah. Pendapat Blue memang benar adanya.

    Apa kamu pernah menjadi garakuta? tanya Purple tiba-tiba. Ia menyibakkan jubah panjangnya,

    lalu berjalan beberapa langkah menuju tempat Kenta, yang sontak terpaku saat melihatnya dari

    jarak lebih dekat.

    Ti... tidak, jawab Kenta terbata-bata, Hanya sekadar melihat saja membuatku sangat bersalah

    dan menyesal karena tidak bisa berbuat apa-apa. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana

    perasaanku bila harus berada di posisi garakuta.

    Purple berpikir sejenak sebelum kembali bertanya, Pertama kali Niita memerintahkan

  • anggotanya untuk membuang garakuta, apakah orang itu menurut begitu saja? selidiknya.

    Ehmm... sebenarnya aku merasa ada yang ganjil. Bukan garakuta, tapi sikap Kak Hosoya yang

    aneh, jawab Kenta dengan kening berlipat, Pada hari itu, aku merasa sikap Kak Hosoya

    berubah. Walaupun dia memang selalu terlihat serius saat melukis, namun ia jauh lebih pendiam

    dibanding biasanya, dan juga tidak terlalu fokus. Aku pikir Kak Hosoya mungkin tertakan karena

    dia sudah kelas tiga dan juga harus memikirkan masalah klub. Ditambah dengan mengurus

    pameran lukisan yang rutin diadakan sekolah, jelas Kenta sambil menerawang jauh, berusaha

    kembali mengingat peristiwa penting tersebut. Namun yang lebih membuat kami semua kaget

    adalah ketika Kak Hosoya mengumumkan bahwa mulai hari itu, siapa pun yang memiliki predikat

    garakuta harus benar-benar menjadi sampah.

    Kenta kembali terdiam, seolah bingung untuk melanjutkan cerita. Melalui ekspresinya ia bahkan

    menunjukkan ketidakyakinan pada ingatannya sendiri. Korban garakuta pertama yang akhirnya

    bisa mengalahkan Kak Hosoya adalah Kak Tachibana Yayoi. Teman seangkatan Kak Hosoya,

    sekaligus... Kenta menggantungkan kelimatnya selama beberapa saat, sebelum menyelesaikan

    ucapan terakhirnya dalam gumaman, Pacarnya.

    Pacar?! Gold dan Red menjerit bersamaan.

    Bagaimana bisa? Ini nggak masuk akal. Gold sampai tak bisa berhenti menggeleng-gelengkan

    kepala, Kenapa ada orang setega itu? Apalagi pacarnya sendiri...

    Lalu... Purple memotong ucapan Gold, ia kelihatan lebih tertarik pada hal lain, Bagaimana

    keadaan Tachibana Yayoi?

    Kenta terdiam cukup lama. Kali ini ia sedikit kebingungan menjawab pertanyaan tersebut, Kak

    Yayoi tak banyak bicara, tapi aku merasa ia ketakutan, atau mungkin terpukul dengan sikap Kak

    Hosoya yang tiba-tiba berubah. Apalagi saat itu luka di tangan Kak Yayoi baru saja sembuh.

    Luka?

    Keseleo saat olahraga. Kenta langsung menjawab pertanyaan Red, ekspresinya mulai

    mengeruh, Tapi gara-gara itu, Kak Yayoi tidak diperbolehkan melukis selama tiga minggu. Jadi,

    meski biasanya prestasi Kak Yayoi cukup baik, ia harus rela mendapat predikat garakuta untuk

    pertama kali dalam hidupnya... karena anggota yang lain berhasil melampaui selama dia absen.

    Seperti memutar kembali adegan film di dalam otaknya, Kenta mulai membayangkan peristiwa

    yang terjadi beberapa bulan lalu. Sore hari di dalam ruang ekstra kulikuler klub melukis yang

    total berjumlah sepuluh orang, sang ketua Niita Hosoya tiba-tiba saja memberikan sebuah

    pengumuman yang mengejutkan mereka semua.

    *

  • Bab 4

    Mulai hari ini, garakuta tidak akan diperbolehkan berada di ruangan klub melukis. Hosoya

    berkata dalam suara keras, bernada perintah. Agar tidak mencemari tempat ini, dia harus

    dibuang di tempatnya yang paling layak... ia mengangkat jari telunjuk tangan kanannya, lalu

    mengarahkannya pada sebuah bak abu-abu berukuran besar, yang terlihat dari dalam jendela

    ruang klub melukis, ...di sana.

    Kesembilan anggota klub melukis yang mendengar ucapan Hosoya langsung menghentikan

    kesibukan masing-masing. Tidak ada yang bergerak, tidak ada yang bicara. Semua mata hanya

    mengikuti arah telunjuk Hosoya dengan perasaan cemas dan juga takut. Wajah serius Hosoya

    yang sama sekali tak menunjukkan senyum membuat para anggotanya shock. Ini adalah kali

    pertama sang ketua yang terkenal baik dan bijaksana itu menunjukkan ekspresi menyeramkan.

    Kenapa kalian masih diam saja? Di tengah keheningan yang mencekam, Hosoya memandang

    anggotanya satu per satu. Hingga akhirnya tatapan matanya berhenti pada seorang gadis yang

    tidak jauh dari tempatnya berdiri. Cepat buang garakuta itu dari tempat ini.

    Apa? anggota klub melukis saling bertatapan dalam ekspresi bingung dan tak percaya. Mereka

    tetap bergeming tanpa ada yang berani bergerak sedikitpun. Semua mata ikut melayangkan

    pandangan pada gadis bernama Tachibana Yayoi yang baru saja dipanggil garakuta oleh

    Hosoya. Pikiran mereka seolah penuh dengan tanda tanya, sama sekali tak bisa memahami apa

    yang sebenarnya sedang terjadi.

    Melihat manusia di sekelilingnya hanya berdiri kaku seperti patung, Hosoya sontak menghela

    napas keras, Kalau kalian tidak ada yang mau membuangnya, maka aku akan melakukannya

    sendiri, tukasnya. Ia lalu berjalan mendekati Yayoi dengan wajah tanpa ekspresi. Secepat kilat,

    tiba-tiba saja ia menarik satu tangan gadis itu dengan kasar dan langsung menyeretnya keluar

    ruangan. Yayoi tersentak. Meski ia sempat membuka mulut, namun tak ada satu kata pun keluar

    dari bibirnya.

    Blam!

    Hosoya menutup pintu dari luar.

    Setelah sempat terpaku selama beberapa saat, delapan anggota klub melukis yang dengan jelas

    melihat kejadian tak terduga itu akhirnya sadar. Mereka buru-buru meletakkan alat melukis yang

    mereka pegang. Tanpa ada yang memerintah, mereka semua langsung menyusul Hosoya yang

    sudah keluar lebih dulu sambil membawa Yayoi paksa.

    Hampir berbarengan, semua anggota klub tiba-tiba menghentikan langkah kaki mereka begitu

    sampai di luar ruangan. Eh? Delapan pasang mata terbelalak lebar, bersamaan dengan suara

    irama jantung yang mendadak bergerak semakin cepat. Ketakutan dan ketegangan memenuhi

    tempat itu. Di depan semua anggota klub melukis, Hosoya baru saja mendorong tubuh Yayoi

    masuk ke dalam tempat pembuangan sampah yang bau busuk, bercampur bersama plastik-

    plastik sampah lainnya.

    Kak Yayoi... Seorang gadis kelas satu sontak menutup mulutnya, ia meneteskan air mata.

    Benar-benar tak tega melihat apa yang sedang terjadi.

    Belum sempat ada yang bicara, Hosoya sudah lebih dulu bergerak. Setelah melakukan hal yang

    tidak berperikemanusiaan seperti itu, ia lantas membalikkan badan, menatap anggota klub

    melukis yang balas memandangnya dengan ekspresi ngeri. Kegiatan klub kita belum selesai,

    siapa yang menyuruh kalian berhenti? tanyanya dengan nada biasa, seperti tidak terjadi apa-

    apa.

  • Beberapa dari mereka terlihat tak percaya, yang lain hanya bisa menelan ludah dan menghindari

    tatapan mata Hosoya, seolah takut bila laki-laki itu melakukan sesuatu yang mengerikan pada

    mereka.

    Ayo. Hosoya menggerakkan tangannya, memberi isyarat pada kedelapan anggota klub untuk

    mengikutinya masuk ke ruangan. Dan detik berikutnya, tiba-tiba saja ia tersenyum. Senyum

    hangat seorang kakak senior yang biasa dilihat oleh para anggota klub saat mengajari mereka

    melukis. Namun kali ini senyum itu tidak berhasil menenangkan suasana. Rasanya ada sesuatu

    yang menakutkan di balik wajah lembut Hosoya. Sesuatu yang membuat atmosfer di tempat itu

    semakin terasa mencekam.

    Ketika mereka semua sudah masuk ke dalam ruangan klub, tidak ada satu pun yang berani

    berkomentar. Beberapa kali mereka mencuri-curi pandang ke arah luar jendela, melihat Yayoi

    tergolek lemah di dalam tempat pembuangan sampah yang berbentuk persegi panjang.

    Tubuhnya terlentang di atas tumpukan sampah. Seragam putih serta blazer-nya lusuh, rambut

    panjangnya yang halus terkotori oleh berbagai macam jenis sampah yang bahkan tidak layak

    untuk disentuh.

    Kak Hosoya... Kenta memanggil dengan suara lirih, ialah satu-satunya orang yang berani

    memanggil kakak kelasnya itu setelah apa yang terjadi barusan.

    Ada apa? tanya Hosoya ramah, ia tidak memandang Kenta langsung, karena sudah disibukkan

    kembali dengan lukisan di hadapannya.

    A... apa Kak Yayoi ti... tidak apa-apa? tanyanya dengan suara bergetar, ia benar-benar

    mengeluarkan seluruh keberanian yang dimiliki. Anggota yang lain pun hanya bisa menjadi

    penonton bisu dengan tetap memasang telinga baik-baik. Menunggu dalam kecemasan dan

    ketakutan akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya. Bahkan, jika keadaan dirasa mulai gawat,

    mereka sudah berancang-ancang untuk kabur duluan.

    Hosoya lagi-lagi tersenyum, tanpa mempedulikan keresahan yang terjadi di sekitarnya. Ia

    kemudian meletakkan kuasnya, menatap Kenta yang terlihat gemetaran, Yayoi siapa?

    tanyanya polos.

    Eh? Bukan hanya Kenta, anggota yang lainnya pun langsung menatap Hosoya tak percaya.

    Wajah innocent dan senyum hangatnya benar-benar membuat mereka menjadi semakin

    bingung.

    Yang baru saja kakak bawa keluar...

    Yang baru saja aku bawa keluar itu garakuta. Hosoya sontak memotong ucapan Kenta, Aku

    hanya membuang sampah yang memang seharusnya dibuang di tempatnya. Ia bahkan

    menatap satu per satu anggota klubnya dengan tatapan menenangkan, seolah yang

    diperbuatnya adalah hal terpuji, Tidak baik kan kalau kita membuang sampah sembarangan?

    Itulah yang terjadi di klub kami. Kenta mengakhiri ceritanya pada Guardian. Ia lalu mendesah,

    terlihat lelah. Setelah itu, keadaan menjadi semakin rumit.

    Gold mengangkat sebelah alis, mata hijau zamrudnya menatap Kenta lurus-lurus, Apanya yang

    rumit?

    Keesokan harinya aku melihat Kak Hosoya dan Kak Yayoi bersikap seperti biasa. Saat istirahat

    siang maupun saat pulang sekolah, mereka berdua tertawa bersama seolah tak terjadi apa-apa.

    Hal itu membuat kami resah. Kenta lalu mengerutkan kening, benar-benar tak mengerti, Tapi

    saat kegiatan klub di mulai, sikap Kak Hosoya kembali aneh. Semua itu terus berlanjut, sampai

    akhirnya anggota klub melukis lainnya mengikuti jejak Kak Yayoi dan diperlakukan sama seperti

    garakuta.

    Tentu saja tradisi itu hanya berlaku di klub melukis. Sekalipun kau menjadi garakuta dan tidak

    dianggap sebagai manusia... hal itu hanya terjadi selama beberapa jam, ungkap Kenta dalam

    ekspresi yang kian muram, ia bahkan meremas tangannya untuk menahan emosi yang sudah

    lama ia tahan, Semua akan kembali seperti biasa setelah kegiatan klub selesai. Semua orang

  • melupakan apa yang sudah mereka lakukan, bahkan garakuta pun tak mengatakan apa pun.

    Dalam gumaman, suaranya mulai bergetar, A... aku hanya ingin kembali di saat klub melukis

    menjadi tempat yang... menyenangkan.

    Kenta tak bisa lagi menahan kesedihannya. Ia tiba-tiba terduduk di lantai sambil menutup

    sebagian wajahnya dengan tangan kiri, terlihat ingin menangis. Bukan hanya karena persoalan

    garakuta, tetapi sikap para anggota klub yang sudah berubah di matanya membuat Kenta makin

    frustasi. Kesenangan dan kebersamaan yang selalu memenuhi klub melukis perlahan-lahan

    menghilang. Yang ada sekarang hanyalah ketegangan, tekanan, dan keambisiusan untuk

    mendapatkan bintang terbanyak.

    Tangan kanan Kenta yang gemetaran tanpa sadar menggapai satu tangan Purple yang masih

    berdiri di depannya. Ia menundukkan kepala dalam-dalam, Tolong aku, ucapnya lirih,

    memohon.

    Purple bisa merasakan tangan Kenta yang dingin gemetaran, namun gadis itu tak langsung

    merespons. Dengan wajah tanpa ekspresi, ia hanya menundukkan kepala, menatap Kenta yang

    terduduk di lantai. Ia berpikir sejenak, sebelum akhirnya memutuskan untuk bersimpu di depan

    laki-laki itu, hingga wajah Purple sejajar dengannya. Pelan-pelan ia menarik tangan Kenta yang

    masih menutupi wajahnya sendiri.

    Laki-laki itu langsung tersentak saat melihat Purple mengembangkan bibir, menunjukkan seulas

    senyum penuh arti. Jarak wajah mereka begitu dekat, hingga Kenta bisa melihat gurat-gurat

    halus di mata biru Purple yang sedalam lautan. Guardian akan menyelesaikan masalahmu, ujar

    gadis itu tanpa keraguan. Tatapannya tegas, namun mimik wajahnya begitu mententramkan.

    Pasti.

    Kenta sontak menahan napas. Perasaan baru mulai memenuhi relung hatinya. Sebuah

    keyakinan yang sanggup menghilangkan kecemasan dalam dirinya sedikit demi sedikit.

    Oh ya... Purple lalu bangkit dan berjalan menuju meja panjang di belakang Kenta, mengambil

    kanvas yang tadi sempat dipegang oleh Blue. Aku tidak terlalu paham tentang lukisan. Tapi

    yang aku tahu... ia menggantung ucapannya, lalu mendekati Kenta lagi, menatap laki-laki itu

    dengan sorot mata lembut, Lukisanmu ini sama sekali bukan garakuta.

    Eh? Laki-laki itu langsung termangu. Kata-kata Purple seakan merasuk ke dalam hatinya.

    Padahal ini pertama kalinya ia berinteraksi dengan Guardian, namun ajaibnya, ia sama sekali tak

    meragukan mereka. Entah darimana harapan itu datang, tapi ia percaya bahwa kelompok

    misterius di depannya ini adalah orang-orang terpilih yang bisa menolongnya.

    *

  • Bab 5

    Keesokan hari, anggota Guardian berkumpul di dalam ruangan OSIS. Meski sudah memasuki

    jam istirahat siang, mereka masih belum berniat untuk beranjak.

    Sekarang apa yang harus kita lakukan, Tuan Putri? tanya Kaze tanpa sedikitpun mengalihkan

    pandangan dari rekaman CCTV di hadapannya.

    Masih ada beberapa hal yang perlu kita pastikan, jawab Asa sambil melipat kedua tangannya

    di depan dada. Seperti Kaze, Izumi, maupun Naito, ia juga serius memperhatikan layar di

    hadapannya.

    Di dalam rekaman video itu, terlihat aktivitas anggota klub melukis di ruangan mereka beberapa

    bulan lalu, tepatnya hari di mana tradisi garakuta yang mengerikan itu dimulai. Semua anggota

    klub terlihat konsentrasi pada lukisan masing-masing, tak ada yang bicara satu sama lain. Dan,

    seperti yang sudah diceritakan oleh Kenta, tradisi garakuta itu memang terjadi di sana. Di dalam

    rekaman tersebut, Hosoya menarik tangan Yayoi. Dengan sentakan keras ia menyeret Yayoi

    keluar ruangan, hingga gadis itu sedikit kesulitan mengikuti langkah kakinya.

    Sayang sekali, posisi tempat pembuangan sampah tidak terjangkau oleh kamera kita, ucap

    Izumi kemudian, matanya menelusuri jajaran monitor di depannya. Di sana ia bisa melihat

    punggung para anggota klub yang sedang berdiri mengelilingi Hosoya di luar pintu masuk klub

    melukis, alat canggih itu tidak bisa merekam tempat di mana Hosoya membuang garakuta. Tapi

    paling tidak, kita sudah tahu jelas bahwa Niita Hosoya memang melakukan perbuatan yang

    benar-benar tidak bisa diterima.

    Tanpa berkata apa-apa, Asa hanya meresponsnya dengan satu anggukan kepala.

    Lalu, apa lagi yang mau kamu pastikan? tanya Naito yang berdiri di sampingnya. Ia hanya

    menoleh pada gadis itu sekilas, lalu kembali pada kegiatannya semula.

    Asa tak langsung menjawab. Ia justru beranjak dari tempatnya, meninggalkan ketiga laki-laki

    yang masih serius melihat rekaman video, Sekarang kita perlu memfokuskan penyelidikan pada

    Niita dan Tachibana.

    Gadis itu lalu memiringkan kepalanya sedikit, berpikir dalam diam. Seolah ada sesuatu yang

    bergerak di dalam otaknya. Seandainya tujuan Niita mengubah tradisi garakuta adalah untuk

    membuat anggota klubnya lebih termotivasi, aku masih bisa paham. Yang tidak kumengerti

    adalah kenapa ia harus memilih itu saat kekasihnya sendiri garakuta? Apalagi gadis itu juga baru

    saja sembuh dari lukanya...

    Dan yang lebih aneh lagi adalah sikap Tachibana, timpal Kaze sambil berjalan mendekati

    tempat Asa, Meski ia sudah diperlakukan seperti itu, tapi keesokan harinya ia bisa bersikap

    seperti tidak terjadi apa-apa.

    Membuat anggota klub kebingungan, lalu membuat mereka semua mengikuti permainan Niita,

    sahut Izumi yang baru saja selesai melihat rekaman CCTV. Ia kemudian berdiri berhadapan

    dengan kedua rekannya yang lain, Apa yang diperbuat oleh Niita pada Tachibana benar-benar

    keterlaluan. Tapi hasilnya, gadis itu bisa melampaui Niita dan membuat anggota yang lain

    terpengaruh. Dan pada akhirnya, tujuan awal dari tradisi garakuta berjalan sesuai dengan yang

    diinginkan oleh Niita. Seolah...

    Seolah... Naito melanjutkan ucapan Izumi, ...sudah direncanakan. Ia menekankan nada suara

    pada kata terakhirnya.

    Ketika anggota OSIS kontan menoleh pada Naito yang masih belum beranjak dari depan monitor

    CCTV. Tak ada yang menanggapi pendapatnya, tapi tak ada pula yang menyanggah. Dalam

  • diam, mereka setuju dengan kesimpulan Naito. Tradisi yang diciptakan Niita berjalan rapi,

    memberikan hasil persis yang ia inginkan, tetapi juga menimbulkan keganjilan baru.

    Karena Niita dan Tachibana adalah sepasang kekasih... Mendadak sebuah kemungkinan

    muncul di kepala Kaze, Jangan-jangan Tachibana juga ikut ambil bagian dari rencana garakuta

    itu?

    Izumi sontak menatap Kaze dengan mata membulat, seperti mendapat pencerahan, Maksudmu

    mereka bersandiwara?

    Kaze mengangguk dengan penuh semangat. Kalau mereka bersandiwara, semua petunjuk

    yang kita dapat jadi cocok, kan? Tachibana tidak merasa sakit hati dan bisa bersikap seperti

    biasa karena ia adalah bagian dari rencana yang dibuat oleh Niita. Mereka bersekongkol.

    Tapi kenapa Niita mau berbuat sejauh itu? Asa tiba-tiba mengeluarkan sebuah pertanyaan

    yang kontan membuat Kaze harus berpikir ulang. Seandainya jika dia hanya dikalahkan oleh

    Tachibana, mungkin kasus ini tidak terlalu rumit, tapi kenyataannya... setelah kasus pertama,

    anggota lainnya secara bergantian mengambil posisi Niita. Apa itu semata-mata hanya demi

    membuat anggotanya termotivasi? Atau dia sengaja mengalah demi membuat mereka percaya

    bahwa tradisi garakuta buatannya memang berguna? Asa melontarkan runtutan pertanyaan,

    yang kali ini ia tanyakan pada dirinya sendiri.

    Setelah berpikir cukup lama, Asa merasa ada beberapa hal yang masih mengganjal. Seperti ada

    celah-celah kosong dalam kasus ini yang belum bisa diisi.

    Mungkin ada baiknya kita menyelidiki hubungan antara Niita dan Tachibana, ucap Naito di

    tengah-tengah kesunyian, Lagipula, keterlibatan Tachibana dalam kasus ini juga masih

    perkiraan kita saja.

    Ya. Asa mengangguk setuju, Sebelum bertatap muka dengan mereka langsung, kita harus

    pastikan semuanya. Ia memutuskan untuk kembali duduk di bangkunya. Berpikir dalam waktu

    beberapa detik, lantas mengacungkan jari telunjuk pada tiga lelaki yang berdiri di depan

    mejanya.

    Izumi, kau selidiki latar belakang Niita Hosoya, perintah Asa ringan, Tanyakan juga pendapat

    orang-orang di sekitar Niita tentang dirinya. Kumpulkan informasi sebanyak mungkin.

    Gadis itu lalu melayangkan pandangan pada laki-laki di sebelah Izumi, Kaze, kau bertugas

    menyelidiki Tachibana Yayoi. Tampaknya kau akan lebih termotivasi jika menyelidiki perempuan,

    daripada laki-laki.

    Kaze sontak mengangkat ibu jarinya sambil memamerkan senyuman maut, yang justru membuat

    Asa mengeluarkan ekspresi kecut.

    Dan terakhir, Naito... Asa melemparkan pandangan pada laki-laki ketiga, Kumpulkan foto

    lukisan semua anggota klub, sebelum dan sesudah kejadian garakuta yang pertama.

    Kaze sontak mengerutkan kening, terlihat heran dengan perintah yang diberikan pada Naito,

    Mengumpulkan lukisan? Untuk apa?

    Aku ingin melihat sampai mana mereka berubah, jawab Asa yang masih sibuk menyeruput

    secangkir teh hangat di atas mejanya. Itu mungkin juga bisa dijadikan petunjuk, misalnya saja...

    sejauh mana tradisi garakuta yang dibuat Niita bisa mempengaruhi mereka.

    Oh, benar juga. Kaze langsung mengangguk-angguk mengerti.

    Di lain sisi, meski Izumi diam saja, nyatanya ia terus memperhatikan semua gerak-gerik Asa. Ia

    menatap gadis itu dengan mimik bosan, pasrah, tapi juga mengandung sedikit rasa jengkel,

    Setelah memberikan perintah pada kami bertiga, lantas apa yang akan kau lakukan sekarang,

    Ketua? sindirnya tajam, Ingin tetap menikmati secangkir teh hangatmu sampai jam istirahat

    selesai? Atau mau berkeliling mengitari koridor sekolah dan mengadakan jumpa fans?

    Hmm... Asa bergumam kecil, seolah berpikir. Dengan gerakan anggun ia meletakkan cangkir

    tehnya di tempat semula. Setelah mengubah posis duduknya sedikit, Asa kemudian

    menyilangkan kaki dan melipat kedua tangannya di depan dada, menatap Izumi dengan lagak

    seperti seorang bos besar, Tentu saja dua-duanya. Memang apalagi yang bisa kuperbuat selain

  • itu? jawabnya santai, seolah apa yang diucapkannya adalah hal terwajar yang memang

    sepantasnya ia lakukan.

    Kaze dan Izumi bersamaan menghela napas berat. Ya, ini adalah Tuan Putri yang biasa. Sama

    sekali tidak ada kejutan. Si otoriter bernama Takagi Asa ini memang tidak ada duanya dalam

    memperlakukan anak buahnya sesuka hati. Naito, yang sejak awal hanya diam memperhatikan,

    malah menyunggingkan senyum samar melihat reaksi mereka. Sikap semena-mena Asa

    bukanlah sesuatu yang baru baginya. Namun meski begitu, Naito sama sekali tak pernah

    merasa keberatan ataupun mengeluh. Entah apa yang membuatnya bisa menerima kelakuan

    Asa yang sering kali membuat Kaze dan Izumi benar-benar ingin menjitak kepala gadis itu.

    Kenapa kalian masih berdiri di sana? tanya Asa heran. Dengan wajah dihiasi senyuman, ia

    memandang tiga laki-laki di depannya sambil melambaikan tangan kanannya. Jelas sekali, itu

    adalah kalimat tanya dan pose mengusir paling halus, tapi juga paling menyakitkan yang pernah

    ada!

    Tanpa perlu berlama-lama, Naito, Kaze, serta Izumi pun beranjak menuju pintu keluar. Dan tepat

    sebelum salah satu dari mereka membuka pegangan pintu, tiba-tiba suara di belakang mereka

    memanggil lagi.

    Selamat bekerja. Asa menyemangati. Sederet giginya yang putih sedikit terlihat di antara

    senyumnya yang hangat, Dan selalu ingat pesanku... Ekspresi kalem Asa tiba-tiba digantikan

    oleh sorot mematikan, Jangan sampai ketahuan, desisnya mengancam. Oke? bibir gadis itu

    tiba-tiba mengembang lagi.

    Hai', hai'. (. Iya, iya.) Kaze menjawab malas-malasan sambil keluar ruangan diikuti oleh

    Naito dan Izumi.

    Hai'-nya satu kali saja! (. Di Jepang kalau mengucapkan Hai dua kali atau lebih, sering

    dianggap tidak serius dan kurang sopan.) Suara Asa masih sayup-sayup terdengar saat

    ketiganya menutup pintu di belakang mereka.

    Naito. Kaze dan Izumi sama-sama menepuk pundak laki-laki itu. Kemudian memandangnya

    dengan tatapan hampa, tapi juga sarat akan keprihatinan.

    Seandainya aku yang menjadi teman masa kecil Asa, aku mungkin sudah kabur dari dulu.

    Izumi mengemukakan pendapat yang langsung diamini oleh laki-laki flamboyan di sebelahnya.

    Naito, kalau aku boleh memberi komentar singkat... Kaze buru-buru menyahuti, Kurasa,

    seleramu terhadap perempuan memang aneh.

    Meski mereka berdua menunjukkan rasa heran yang begitu nyata, Naito tetap terlihat tenang-

    tenang saja. Ia justru memamerkan senyum tipis yang mempesona. Dia hanya gadis SMA

    biasa. Sama sekali tidak ada yang aneh darinya.

    Kaze dan Izumi cuma bisa termangu. Biasa dari segi mana?! mereka menjerit keras, yang

    sayangnya cuma bisa di dalam hati saja. Setelah lebih dari satu tahun mengenal Naito,

    sepertinya menanggapi ucapan laki-laki itu sama sekali tidak terlalu bermanfaat, apalagi kalau

    nekat membantahnya, itu jauh lebih tidak mungkin. Meski Naito terlihat sebagai laki-laki tenang

    nan damai, namun terkadang, keteguhan serta kekuatan dalam setiap kata yang keluar dari

    mulutnya sanggup membuat lawan bicara memutuskan untuk bungkam tanpa banyak ba bi bu.

    Jika harus dibuat analoginya, mungkin mereka akan merasa seperti pelari maraton yang sudah

    lebih dulu menyerah, bahkan sebelum garis start dibuat. Ya, sampai sebegitu besarnya

    pengaruh Naito bagi mereka.

    *

  • Bab 6

    Di dalam kelas 2-B, pelajaran matematika dimulai sesaat setelah bel pelajaran siang berbunyi.

    Pak Satake memberikan sebuah soal geometri yang langsung diselesaikan oleh Naito dalam

    hitungan menit. Ia menulis angka-angka di atas papan tulis tanpa membawa buku materi, atau

    kalau diperhatikan, ia bahkan tidak terlihat sedang menghitung, seolah semua mengalir begitu

    saja dari dalam otaknya.

    Kalau murid laki-laki cuma diam memperhatikan tanpa berpikir apa-apa, tidak begitu yang terjadi

    dengan murid perempuan. Hampir semua memperhatikan punggung tegap Naito dengan

    berbagai macam ekspresi. Kagum, terpana, bahkan ada yang sampai meleleh. Walaupun

    mungkin Pak Satake berpikir ketenangan dalam kelas tersebut terjadi karena semua murid fokus

    memperhatikan pelajaran, tapi kenyataannya adalah mereka sibuk memperhatikan orang yang

    sedang mengerjakan soal di papan tulis.

    Bagus sekali Eisei. Pak Satake memuji Naito setelah laki-laki itu selesai menyelesaikan soal

    yang dibuatnya, Sempurna.

    Naito hanya mengangguk sopan, lalu tanpa banyak basa-basi, ia kembali ke tempat duduknya

    dengan wajah cuek yang biasa. Bisa diduga, detik-detik saat ia kembali ke tempat duduk, mata

    cewek-cewek di kelas itu mengikuti gerak-gerik Naito sampai kembali ke bangkunya, tepat

    berada di samping jendela.

    Komita yang duduk di deretan depan iseng-iseng memperhatikan sekelilingnya yang penuh aura

    bunga-bunga. Ia tak bisa lagi menyembunyikan seringaian lebarnya yang terkesan jahil. Komita

    mungkin bisa bereaksi seperti itu karena dia adalah satu dari segelintir gadis di kelas 2-B yang

    tidak terlalu memuja-muja Naito. Alasan utamanya adalah karena ia sudah memiliki pacar, meski

    pacarnya jelas tidak bisa menyaingi ketampanan Naito, namun itu tidak terlalu penting. Baginya,

    cinta adalah segalanya. Dan itu bisa Komita dapatkan dari cowok yang sekarang juga terdaftar di

    klub atletik, sama seperti dirinya.

    Putri Asa. Komita tiba-tiba menoleh ke arah belakang, tepat di mana gadis yang sering

    dipanggil tuan putri itu duduk. Bagaimana kelanjutan hubunganmu dengan Eisei? tanyanya

    dalam bisikan.

    Asa menatap gadis itu sebentar, lalu mengangkat bahu sekali. Biasa-biasa saja, jawabnya

    ringan.

    Apa?? Komita tak bisa menutupi kekecewaannya pada tanggapan Asa itu, ia menginginkan

    suatu jawaban yang lebih heboh dan menakjubkan. Kok cuma biasa-biasa? Memang Eisei tidak

    menyatakan apa-apa padamu?

    Haaa... Asa menghembuskan napas sekali. Ia sempat melirik ke depan, melihat Pak Satake

    sedang sibuk menulis soal baru dan tidak terlalu memperhatikan mereka. Gadis itu kemudian

    mengalihkan pandangan pada Komita lagi. Baru saja ia menyadari sebuah fakta baru. Secara

    tidak langsung, Komita ini sebenarnya adalah orang yang membuat Asa mengerti tentang

    perasaan Naito padanya. Ia lalu menimbang-nimbang sebentar, berpikir untuk bercerita pada

    Komita. Apalagi, gadis ceria itu mungkin adalah teman yang paling dekat dengan Asa di kelas 2-

    B, selain ketiga anggota OSIS, yang semuanya adalah laki-laki.

    Naito sudah mengatakan semuanya padaku. Asa berkata pelan, Dan dia bilang dia mau

    menungguku.

    Sebuah senyum lebar spontan menghiasi wajah Komita, Romantis sekali. Ia kontan menutup

    mulut, berusaha keras menahan suaranya agar tidak meledak.

  • Selama ini perasaan gadis itu selalu mengatakan, tidak ada orang yang lebih cocok berada di

    samping Asa selain Naito, Bukan hanya karena tampang mereka yang cakep, tapi ada satu hal

    yang lebih penting. Satu hal yang membuat Komita mengagumi mereka berdua. Dan itu adalah

    ekspresi di saat mereka berdua sedang bersama. Entah apa hanya Komita yang berpikir

    demikian, namun gadis itu yakin apa yang dia lihat tidak mungkin salah. Keduanya selalu terlihat

    bersinar saat sedang bersama.

    Putri Asa, sampai kapan kamu mau membiarkannya menunggu? tanya Komita ingin tahu,

    Meski kelihatannya tidak ada apa-apa, tapi siapa sih yang tahu isi hati manusia selain manusia

    itu sendiri?

    Asa sontak menautkan kedua alisnya, terlihat tidak paham, Apa maksudmu?

    Komita membalas pertanyaan Asa dengan seulas senyum samar. Rasanya, ia seperti

    menemukan sisi baru dari putri yang dijadikan panutan oleh hampir semua siswa di Hogosha

    Gakuen itu. Meski selalu terlihat sebagai gadis yang cerdas dan dewasa, tapi gadis ini

    sebenarnya cukup polos. Kalau dari apa yang kulihat, Eisei itu sebenarnya sangat

    menginginkan jawaban dari Putri Asa secepat mungkin, kan?

    Komita, apa kamu mendengar apa yang kukatakan tadi? Asa telihat sedikit kesal dengan

    pendapat gadis itu, seolah-olah Komita menganggap Naito sedang berusaha menyudutkannya,

    Naito sama sekali tidak pernah memaksaku untuk segera memberinya jawaban kok.

    Komita tak bisa lagi menahan tawa. Ia memang memiliki tingkat kepekaan yang jauh lebih tinggi

    dari orang lain, dan merasa sudah bisa memahami situasi ini dari dua sisi. Sisi Asa, maupun sisi

    Naito, yang sebenarnya cukup susah untuk ditebak.

    Yappari ne...16 (16. Yappari nee: Sesuai dugaanku.) Komita tanpa sadar bergumam, terlihat

    puas.

    Asa makin dibuat bingung, wajahnya seolah menunjukkan ia sedang kehilangan arah, Yappari?

    Bukan apa-apa. Komita buru-buru menggelengkan kepala, dan tiba-tiba saja mengganti topik

    pembicaraan. Putri Asa... Eisei itu pintar sekali ya.

    Asa hanya mengangguk dalam diam. Terkadang, ia merasa tidak bisa menangkap apa yang

    sedang dibicarakan Komita. Gadis itu sering kali berbicara tak tentu arah dan melantur,

    contohnya saja saat ini.

    Eisei memang pintar... Komita mengulangi perkataannya sendiri, kali ini disertai oleh seringaian

    aneh, tapi juga menakutkan. dia menyelesaikan kalimat terakhirnya dalam bisikan yang sangat

    pelan, hingga membuat Asa langsung mendekatkan wajahnya.

    Barusan kamu bilang apa?

    Oke, kita selesaikan soal selanjutnya. Suara Pak Satake yang tiba-tiba berkumandang di kelas

    sontak membuat Komita memutar tubuhnya menghadap depan. Hanya sekilas, menyempatkan

    diri menoleh kembali ke arah Asa. Tapi bukannya menjawab pertanyaan gadis itu barusan,

    Komita justru menunjukkan sebuah senyum lebar, yang membuat Asa otomatis memiringkan

    kepala, benar-benar tak mengerti apa maunya.

    Komita yang sudah kembali memperhatikan papan tulis, ternyata tetap tak bisa berhenti

    tersenyum. Pelan-pelan ia menoleh ke arah belakang, tepat di samping jendela. Sudut matanya

    mencari tempat Naito duduk. Meski laki-laki itu sangat pandai dan selalu memegang ranking

    satu dalam bidang akademik, namun dia sepertinya juga tidak terlalu memperhatikan pelajaran

    dan hanya melihat Pak Satake dengan tatapan tanpa ekspresi. Yah, orang pintar memang

    bermacam-macam.

    Eisei ternyata menyeramkan. Komita bergumam kecil. Kata-kata 'Aku akan menunggumu'

    memang terkesan indah, tapi tetap saja itu sama dengan pemaksaan. Ia lalu terkikik sendiri.

    Setelah mendengar cerita singkat Asa, sekarang ia bisa menarik kesimpulan berdasarkan

    asumsi pribadinya. Entah dari mana kepercayaan dirinya itu muncul, tapi Komita selalu yakin

    bahwa pemikiran pasti tepat sasaran. Aku nggak menyangka, diam-diam Eisei ternyata memiliki

    jiwa monopoli yang kuat sekali. Ia lalu menopangkan kepala pada salah satu tangan, kembali

  • asyik menganalisis kisah percintaan orang lain di dalam otaknya.

    Agar Putri Asa tidak bisa menolak cintanya, Eisei menggunakan kata-kata halus dan

    menawarkan diri untuk menunggu. Tapi sayangnya Putri Asa sama sekali tak menangkap

    maksud di balik pernyataannya itu. Kuakui, Eisei mungkin mengambil langkah yang cerdas... tapi

    sekaligus, sangat licik. Sesaat, diliriknya Naito dengan ekspresi penuh kemenangan, seolah

    telah menangkap buruan besar. Laki-laki itu mengucapkan kalimat yang membuat Putri Asa

    tidak akan bisa pergi ke mana-mana.

    Komita kemudian melayangkan pandangan pada Asa, dan gadis itu pun balik melihatnya dengan

    tatapan yang seakan bertanya Ada apa? namun Komita hanya menggeleng sekali,

    memamerkan senyum manisnya.

    'Aku akan menunggu sampai kamu bisa melihatku sebagai seorang laki-laki'. Hah! Tidak salah

    lagi, pernyataan Eisei itu tujuannya hanya satu! Kesimpulan terakhir yang terlintas dalam benak

    Komita kontan memunculkan senyum penuh gairah di wajahnya, seakan dia baru saja berhasil

    menemukan kunci untuk membuka peti harta karun. Ya, hanya ada satu tujuan... yaitu untuk

    mengurung Putri Asa selamanya.

    ***

    Bagaimana hasil penyelidikan kalian? tanya Asa setelah beberapa kali menguap. Ia duduk di

    kursinya dengan santai sambil memakan senbei, 17 (17. Senbei: Semacam kue beras.) salah

    satu cemilan yang terkenal di Takayama.18 (18. Takayama: Nama kota di perfektur Gifu.)

    Izumi masih sempat memandang gadis itu dengan tatapan pasrah tapi juga mengandung

    kekesalan, sebelum akhirnya membacakan hasil pengamatan yang sudah ia tulis rapi di dalam

    buku catatan khusus. Niita Hosoya. Ketua klub melukis Hogosha Gakuen, sering menjuarai

    lomba melukis sejak duduk di bangku SMP. Di kelasnya 3-B, ia cukup terkenal karena memiliki

    pribadi periang dan sangat peduli pada orang lain. Menurut beberapa orang di kelasnya, Niita

    bahkan sering membantu teman-temannya yang berada dalam masalah. Tetapi... Izumi

    menggantung ucapannya sebentar, kemudian menunjukkan ekspresi curiga, Ada sedikit

    perbedaan pendapat dari anggota klub melukis. Menurut sebagian dari mereka, saat berada di

    klub, Niita menjadi lebih dewasa dan serius. Awalnya mereka merasa maklum, karena sebagai

    ketua klub ia punya tanggungjawab besar sehingga bersikap seperti itu wajar-wajar saja.

    Namun perubahan itu semakin parah setelah ia memerintahkan anak-anak klub untuk

    membuang garakuta. Mereka merasa Niita punya dua kepribadian. Kepribadian ceria saat

    berada di sekolah, dan satu lagi, kepribadian muram yang hanya diketahui oleh anggota

    klubnya.

    Sambil tetap mengunyah senbei, pikiran Asa mulai melayang. Ia tak memberikan komentar apa

    pu, namun sebagian kecil dari otaknya mulai bekerja, menyimpan semua hasil penyelidikan

    Izumi dalam memorinya.

    Lalu, bagaimana dengan hasil pengamatanmu? Asa melemparkan pandangan pada Kaze yang

    berdiri di sebelah Naito.

    Menurut beberapa orang yang dekat dengan Tachibana Yayoi, seperti Nao, Sachiko, Mimi...

    Kau tidak perlu mengatakan dari siapa kau mendapatkan informasi. Asa langsung memotong

    ucapan Kaze dengan nada bosan, Aku sudah tahu kalau semua informanmu pasti perempuan.

    Aku nggak peduli.

    Oke. Oke. Kaze langsung menurut, tapi ekspresi puas tetap saja menghiasi wajahnya.

    Bertugas sekaligus bersenang-senang bersama beberapa cewek, mungkin itulah alasan utama

    dia ikhlas-ikhlas saja meski harus berkeliling sekolah dan bersusah payah mendapatkan

    informasi tentang para target dari orang-orang terdekat mereka. Mempengaruhi orang lain,

    terutama lawan jenis dengan bermodal wajah tampan dan kata-kata manis. Berkat kepercayaan

    dirinya yang di atas rata-rata orang normal itu, tidak heran bila Kaze sadar benar apa kelebihan

  • yang dia miliki, dan berusaha menggunakannya semaksimal mungkin.

    Sebenarnya, aku punya berita yang cukup mengagetkan. Kaze memandang Asa, Naito, dan

    Izumi bergantian, Tachibana sudah pacaran dengan Niita sejak kelas satu. Mereka sama-sama

    berada di klub melukis, sama-sama sering ikut kompetisi. Tidak berlebihan kalau aku bilang,

    mereka berdua adalah pasangan emas yang dikagumi oleh banyak orang.

    Tunggu dulu... Izumi tiba-tiba menyela, seolah ia baru ingat akan sesuatu. Apa kau

    mendengar selentingan kabar yang hanya diketahui oleh anggota klub melukis tentang

    hubungan mereka, yang sebenarnya tidak begitu baik?

    Tepat sekali, Izumi! Kaze sontak menjentikkan jari, Yang memberitahuku kalau mereka adalah

    pasangan sempurna dan disukai oleh banyak orang adalah teman-teman Tachibana di kelas. Ia

    menekankan kata-kata terakhirnya seolah menunjukkan arti tersembunyi, Tetapi, tidak ada satu

    pun dari mereka yang terdaftar di klub melukis.

    Jadi maksud kalian... Naito tiba-tiba mengangkat sebelah alisnya, seakan ia sudah bisa

    menebak ke arah mana cerita ini berjalan.

    Ya. Izumi dan Kaze spontan mengangguk.

    Hubungan mereka berdua tidak semanis seperti yang terlihat di sekolah. Izumi memberikan

    kesimpulan akhir dari hasil penyelidikan. Perbedaan sifat yang ditunjukkan Niita Hosoya di

    sekolah dan klub melukis, serta hubungan yang tidak begitu baik antara dia dan pacarnya hanya

    diketahui oleh anggota klub melukis. Semua itu terlihat begitu janggal. Seolah ada yang ditutupi.

    Sesuatu yang tidak disadari oleh orang di luar mereka.

    Ada rumor yang beredar di klub melukis. Kaze mulai menjelaskan, Saat Niita mengikuti

    kompetisi di tingkat perfektur beberapa bulan lalu, sebagian anggota klub melukis mengatakan ia

    tertarik pada seorang gadis dari sekolah lain, dan sepertinya gadis itu juga menyukainya.

    Kemudian Niita pun...

    ...berselingkuh dengan gadis itu, timpal Izumi yang langsung diamini oleh Kaze. Tapi tidak ada

    bukti kuat. Mereka hanya pernah memergoki gadis itu datang ke klub melukis sekolah kita untuk

    membicarakan masalah kompetisi, tidak lebih. Tapi sepertinya hal tersebut membuat hubungan

    Niita dan Tachibana retak, jadi rumor itu pun sempat menyebar di kalangan mereka sendiri.

    Kaze melanjutkan penjelasan Izumi, sambil mengingat-ingat kembali semua informasi yang

    dikumpulkannya, Hanya rumor sesaat. Ia menekankan kalimatnya, Bisa dibilang, tidak ada

    yang berani menyinggung