Alkaloid A
-
Upload
clinton-garcia -
Category
Documents
-
view
50 -
download
5
Transcript of Alkaloid A
Sumber AlkaloidaAwal alkaloida diketahui hanya terdapat dalam
tumbuhan, terutama tumbuhan berbunga, Angiospermae. Selanjutnya ternyata terdapat dalam hewan, serangga, biota laut, mikroor-ganisme dan tumbuhan rendah.
Contoh : sebangsa rusa (muskopiridina), seje-nis musang Kanada (kastoramina), feromon seks serangga (pirol) neurotoksik dari Gonya-ulax catenella (saksitoksina), bakteri Pseudo-monas aeruginosa (pirosiamina) cendawan (khanoklvina-1), marga lumut Lycopodium (likopodina)
N
CH3
O
CH2OHHN
N NH
HN
N
O
N
O
H2N
OHH
H
H
H
NHCH3
CH3
NH
HOH2C
H
N O
H3C
N
N
O
CH3
NO
CH3
MUSKOPIRIDIN KASTORAMIN SAKSITOKSIN PIROL
KHANOKLAVIN-1 LIKOPODIN PIROSIAMIN
Klasifikasi Alkaloida, senyawa organik bahan alam tidak
punya tatanama sistematik, karena itu dinyatakan dengan nama trivial, berakhiran –ina seperti pada karbohidrat dengan akhira - osa, misal : kuinina, morfina, strikh-nina.
Dibanding steroid dan flavonoid punya struktur dasar, alkaloida struktur beragam, klasifikasi alkaloida rumit dan belum ada klasifikasi seragam, umum digolong-kan berdasarkan pada :
1. Jenis cincin heterosiklik nitrogennya
2. Asal tumbuhan terdapatnya 3. Berdasar atas asal – usul biogenetinya
4. Aktivitas, asal – usul asam aminonya dan sifat kebasa – annya
1. Jenis cincin heterosiklik nitrogennya
Menurut klasifikasi ini dikenal, misalnya alka-loida pirolidina, piperidina, isokuinolina, indol, kuinolina dan sebagainya.
NH
NNH
PIROLIDINA PIPERDINA ISOKUINOLIN
N NH
KUINOLINA INDOL
2. Asal tumbuhan terdapatnya Dasar awal alkaloida ditemukan pada tumbuh-an,
misal : alkaloida tembakau, alkaloida Ama-ryllidaceae, alkaloida Erythrina dan sebagainya.
Kesulitan, ada alkaloida tidak hanya terdapat pada satu tumbuhan, misal : nikotina, selain dalam temba-kau dari Keluarga Solanaceae, juga terdapat dalam tumbuhan lain yang tidak ada hubungan sama sekali dengan tembakau.
Kelemahan lain, beberapa alkaloida berasal dari satu tumbuhan tertentu dapat mempunyai struktur yang sangat berbeda-beda.
3. Berdasar atas asal – usul biogenetinya Biosintesis menunjukkan bahwa alkaloida
berasal dari beberapa asam amino tertentu saja.
1.Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam amino ornitin dan lisin
2.Alkaloida aromatik jenis fenilalanin yang berasal fenilalanin, tirosin dan 3,4 – dihidroksifenil-alanin
3.Alkaloida aromatik jenis indol, yang berasal dari triptofan
ALKALOIDA ALISIKLIK
NH2
CHCOOH
NH2N
O
CH30
2HN CH3 OCHOCH2 C6H5
CH2OH N
CH2OHHO
ORNITIN HIGRINA HIOSIAMINA RETRONESINA
NH2
HC
NH
NH
N
COOH
NH
OO
CH2OH
LISIN ISO[PELETIERINA PSEUDOPELETIERINA LUPININA
ALKALOIDA FENILALANIN
NH2
COOH
N(CH3)2
R1
R2
HO
H3CO
H3CON(CH3)2
OCH3
N
HO N
OCH3
OCH3
H3CO
H3CO
OCH3
OCH3
CH3
O
O
NCH3
H3CO
H3CO
H3CO
H3CO
O
HO
HO
NCH3
R1 R2 HORDENINA MEZKALINA
H H FENILALANIN
H OH TIROSIN
OH OH 3,4 - DIHIDROKSI FENILALANIN
BERBERINA
KORIDINA LAUDANOSINA MORFINA
NH
NH2
COOH
NH
N(CH3)2NH
NH2
HO
OPO2H2
ALKALOIDA INDOL
NHOOC
NH
CH3
N
N
HO
H3CO
H
H
N
OO
TRIPTOFAN SEROLTININA FILOSIBINA
ASAM LISERGAT KUININA STRIKHNINA
4.Didasarkan atas aktivitas, asal–usul asam aminonya dan sifat kebasaannya - Alkaloida sesungguhnya, merupakan racun,
memiliki aktivitas fisiologis luas, hampir semuanya bersifat basa, mengandung unsur nitrogen pada cincin heterosiklinya, dibiosinte-sis dari asam amino, biasa terdapat sebagai garam organik dalam tumbuhan. Aturan ini di-kecualikan terhadap kolkhisina dan asam aristo-lokhat bersifat bukan basa dan tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quaterner yang sedikit bersifat asam.
- Protoalkaloida, merupakan amin se-derhana, atom nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosikliknya, bio-sintesisnya dari asam amino yang bersifat basa, misalnya :
COOHH3CO
H3CO
OCH3
NHCOCH3
O
OCH3 OCH3
O
ONO2
KOLKHISINA ASAM ARISTOLOKHAT - 11
Pseudoalkaloida, tidak diturunkan dari prekursor asam amino, biasanya bersifat basa. Ada dua seri alkaloida yang khas dari golongan ini, yaitu alkaloida steroidal (misal konessina) dan alkaloida purin (misal kofeina)
NH
NH2
OCH3
H3CO
H3CO
HC CH
NHCH3
CH3
OH
N(CH3)2
MEZKALINA EFEDRINA N,N - DIMETILTRI[TAMINA
N
HH
CH3
(H3C)2N
H
CH3
CH3
N
N N
N
O
H3C
CH3O
CH3
KONESINA KOFEINA
BiosintesisBiosintesis alkaloida dimulai dengan dasar pada
hasil analisis ciri struktur yang sama dalam berbagai molekul alkaloida. Kesimpulan hasil analisis dan didukung oleh penelitian menggu-nakan senyawa bertanda, terungkap mekanis-me biosintesis alkaloida.
Pictet dan Robinson, menemukan bahwa alka-loida aromatik mempunyai suatu struktur, yak-ni β – ariletilamina. Kedua menemukan alka-loida tertentu dari jenis 1 – benzilisokuinolin, seperti laudanosina, mengandung 2 unit β – ariletilamina yang berkondensasi
2 UNIT – ARILETILAMINA LAUDANOSINA
NH2
R1
R2
OCH3
OCH3
R1
R2
N
H3CO
H3CONH
R1
R2
CH3
R1
R2
Selanjutnya, Robinson mengamati kon-densasi antara dua unit β – ariletilamina reaksinya mengikuti kon-densasi Mannich.
Menurut reaksi Mannich, aldehida berkon-densasi dengan amina menghasilkan ikatan karbon – nitrogen bentuk imina (atau garam iminium), diiukuti sera-ngan atom karbon nukleofilik membentuk ikatan karbon – karbon. Atom karbon nukleofilik dapat beru-pa suatu enol atau suatu fenol.
Reaksi umum kondensasi Mannich
OC
HH
N+ H C N
O H
H C N
OH
H C N
C C
O H
ALDEHIDA AMINA
IMONIUM
ENOL / FENOL
C C
OH
H C N
C C
O
Berdasarkan reaksi Mannich maka biosintesis dari laudanosina sbb :
NH2
HO
HONH2
HO
HO
CHOHO
HO
MANNICH
N
O
HO
OH
OH
H
N
H3CO
H3CO
OCH3
OCH3
CH3
LAUDANOSINA
3,4- DIHIDROKSI FENILALANIN
Reaksi biosintesis tersebut didukung oleh ppercobaan demgan senyawa bertanda, seperti percobaan Barton, menunjukkan kondensasi Mannich dapat terjadi di dalam jaringan tumbuhan.
Pecobaan lain, kondensasi Mannich dapat in vitro pada suhu kamar dan pH netral. Reaksi pokok seperti biosintesis laudanosina, merupakan dasar dalam bio-sintesis alkaloida.
Selain reaksi dasar di atas, biosintesis alkaloida meli-batkan pula reaksi – reaksi sekunder, menyebabkan terbentuknya berbagai jenis struktur alkaloida. Salah satu reaksi sekunder, ialah reaksi rangkap oksidatif fenol pada posisi orto atau para gugus fenol. Reaksi ini berlangsung dengan radikal bebas, diikuti oleh rangkapan radikal menghasilkan ikatan karbon – karbon.
Rekasi – reaksi sekunder lainnya ialah metilasi dari oksigen menghasilkan gugus metoksi ( - OH ----- - OCH3 ) dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N- metil ( - NH ---- - NCH3 ) atau oksidasi gugus amina. Keragaman struktur alkaloida, disebabkan pula oleh keterlibatan fragmen kecil yang berasal dari jalur mevalonat, fenilpropanoid atau poliasetat.
Berbagai percobaan senyawa bertanda menunjukkan asam amino ornitin dan lisin adalah senyawa awal (prekursor) dalam biosintesis alkaloida alisiklik, seperti higrina, hiosiamina, isopeletierina dan pseudoisopeleteriena yang mempunyai cincin pirolidina dan piperidina, seringkali disebut sebagai alkaloida sederhana.
OH O O OO
(O)
Biosintesis alkaloida, ornitin atau lisin pertama berde-karboksilasi -----diamina yang sebanding. Selanjutnya diamina mengalami deaminasi oksidatif ---- amino-aldehida, yang berada dalam keseimbangan tautomerik dengan imina siklik. Senyawa terakhir, merupakan se-nyawa antara reaktif, bereaksi Mannich dengan karbon nukleofilik ----- berbagai alkaloida alisiklik.
Reaksi di bawah menunjukkan, alkaloida higrina ditu-runkan dari ornitin melalui N – metilimina reaktif, kemu-dian diserang asam asetoasetat (asetoasetil – Koenzim A) yang berfungsi sebagai senyawa karbon nukleofilik.
Reaksi sejenis dialami pula asam amino ornitin dalam menghasilkan hiosiamina. Pada biosin-tesis ini, higrina pertama terbentuk mengalami oksidasi pada gugus amina, diikuti reaksi Mannich, kedua menghasilkan tropinon. Senya-wa terakhir direduksi dan esterifikasi ----- hiosiamina (alkaloida tropan).
H2NH2N COOH H2NH2N H
O
NNH2
ORNITIN IMINA
N
CH3
+
COOH
CH2COCH3
N
O
CH3 COOH
N
O
CH3
- CO2
HIGRINA
NCH3 O NCH3
H3C
O NCH3 O(O)
TROPINON
NCH3
(H)
H
OH
C6H5 C - COOH
CH2OH
NCH3
H
OCOCH - C6H5
CH2OH
TROPINA HIOSIAMINA
Biosintesis dari alkaloida yang berasal dari lisin, seperti isopeletierina dan pseudopeletierina, mengikuti pokok – pokok reaksi sama seperti diuraikan untuk ornitin.
NH2
COOH
NH2
NCH3 O
NCH3 O
ISOPELETIERINA
PSEUDOPELETIERINA
Biosintesis nikotina dan anabasina, dengan senyawa bertanda menunjukkan cincin pirolidina nikotina dan cincin piperidina anabasina, berasal dari ornitin dan lisin. Sedang cincin piridina dari kedua alkaloida berasal dari asam nikotinat.
Dari percobaan ini diketahui gugus amino yang terikat dari ornitin digunakan membentuk cincin pirolidina dari nikotina. Ternyata pula bahwa - N – metilornitin digunakan pula tanpa menyingkirkan gugus metil. Berdasarkan hasil percobaan ini, maka :
H2N COOH H2NHN
CH3
** * * * *NH
O
H N*
CH3
N
COOH
*
N*
CH3
*
N
NIKOTINA
ASAM NIKOTINAT
Hubungan biogenetik berbagai alkaloida jenis fenilalanin, dari fenil alanin, tirosin dan 3,4 – dihidroksi fenilalanin, dijelaskan: modifikasi paling sederhana dari asam amino ini ialah dekarboksilasi menghasilkan alkaloida dengan karbon – ariletilamina, seperti hordenina dan mezkalina
NH2HO
COOH
NH2HO
N(CH3)2HO
TIROSIN HORDENINA
NH2HO
COOHHO
N(CH3)2H3CO
COOHH3CO
3,4 - DIHIDROKSI MEZKALINAFENILALANIN
Perubahan unit β – ariletilamina melalui norlaudano-sina dan retikulina---- berberina dan morfina menun-jukkan pula hubungan biogenetik antara kelompok alkaloida ini.
Biosintesis alkaloida indol hampir semuanya berasal dari asam amino triptofan. Alkaloida indol sederhana seperti serotinina dan psilosi-bina terbentuk sebagai hasil dekarboksilasi dari turunan triptofan yang seban-ding. Akan tetapi untuk alkaloida kompleks berasal dari pengga-bungan turunan asam mevalonat dan triptofan. Bentuk sederhana , satu molekul dimetilalil pirofosfat diinkorporasikan ke dalam triptofan ----- asam lisergat, lewat khanoklavina dan agroklavina, ketiga alkaloida ini ditemukan bersama – sama dalam Claviseps purpurea.
NH2HO
COOHCHO
HO
TIROSIN 3,4 - DIHIDROKSITITAMIN
NH2HO
HO-CO2
(O), CO2
NH
HO
HO
OH
OH
N
H3CO
H3CO
OCH3
OCH3
CH3
N
H3CO
HO
OH
OCH3
CH3
NORLAUDANOSINA LAUDANOSINA
RETIKULINA
N
H3CO
HO
OH
OCH3
(O) CH2
N
OCH3
OCH3
O
O
N
H3CO
HO
H
OH3CO
CH3
SALUTARIDINA BERBERINA
N
H3CO
HO
H
O
H3CO
CH3
SALUTARIDINA
N
H3CO
HO
H
H3CO
CH3
SALUTARIDINOL TEBAINA
N
H3CO
HO
H
H3CO
CH3
1 2
OAcOH
N
H3CO
H
H3CO
CH3
HO3
N
HO
H
H3CO
CH3
O
N
H3CO
H
O
CH3
O
N
HO
H
O
CH3
O
O
HH
N
H3CO
H
O
CH3
O
N
H3CO
H
O
CH3
O
H
N
H3CO
H
HO
CH3
O
HN
HO
H
HO
CH3
O
H
4
56
7
8
A
B
C
KETERANGAN
1. Reduksi karbonil 7. Reduksi karbonil2. Esterifikasi Asetil CoA 8. Demetilasi3. - A. Demetilasi4. Oksidasi B. Demetilasi 5. Demetilasi, hidroksilasi C. Reduksi6. Tautomerisasi keto-enol
KODEINONA NEOPINONA ORIPAVINA
KODEINA MORFINA MORFINONA
Bentuk lain keterlibatan asam mevalonat dalam biosintesis alkaloida indol ialah inkroporasi dua molekul asam mevalonat (dalam bentuk mono-terpen loganin) yang ditemukan dalam bebera-pa alkaloida, seperti striktosidina dan serpen-tina.
NH
NH2
COOH
NH
NH2
NH
N(CH3)2
HO
OPO3H2
TRIPTOFAN SEROTININA
PSILOSIBINA
NH
NH2
COOH
TRIPTOFAN
OOP
NH
H2N
HOH2C
NH
NHCH3
NH
NCH3HOOC
NH
NCH3
KHANOKLAVINA AGROKLAVINA ASAM LISERGAT
NH
NH2
COOH
TRIPTOFAN
OOP
O
HO
O - Glc
H3COOCO
OHC
O - Glc
H3COOC
LOGANINA SEKOLOGANINA
NH
NNH
NH
OH3COOC
O
O - Glc
H3COOC
SERPENTINA STRIKTOSDINA
Sifat – sifat a. Sifat Fisika, kebanyakan padatan kristal
dengan titik lebur tertentu, sedikit berbentuk amorf dan hanya ada beberapa berbentuk cair (nikotina dan koniina). Umum tidak berwarna, hanya beberapa berwarna, misalnya berberina dan serpentins (kuning), betanina (merah). Kelarutan alkaloida bebas hanya larut dalam pelarut organik, pseudo dan protoalkaloida larut dalam air, betanina (merah) bentuk garamnya dan alkaloida kuaterner larut dalam air. Alkaloida seringkali optik aktif dan biasanya hanya satu dari isomer optik dijumnpai di alam, beberapa terdapat dalam bentuk rasemat, kadang juga satu tumbuhan mengandung satu isomer dan tumbuhan lain mengandung enantiomernya
b. Sifat kimia, umunya bersifat basa, sifat ini ter-gantung pada adanya pasangan elektron dari nitro-gen. Jika gugus fungsional berdekatan nitrogen ber-sifat melepaskan elektron (misalnya gugus alkil) maka kesediaan elektron nitrogen naik dan senyawa bersi-fat basa. Sebagai contoh trietilamin lebih basa dari dietilamin dan dietilamin lebih basa dari etilamin. (C2H5)3 N (C2H5)2 N (C2H5) N
Sebaliknya, bila gugus fungsional berdekatan bersifat menarik elektron (gugus karbonil), maka ketersediaan pasangan elektron berkurang dan pengaruh ditimbul-kan alkaloida dapat bersifat netral atau bahkan sedikit bersifat asam. Misalnya senyawa yang mengandung amida
Inti piridin mengandung 6 π eletron di dalam cincin heterosikliknya, dengan demikian pasa-ngan elektron terdapat pada nitrogen dan piri-din bersifat basa. Ikatan rangkap karbon – nitrogen mengurangi kebasaannya dan piridin kurang basa daripada piperidin yang jenuh. Kebasaan quinolin dan isoquinolin mirip dengan piridin.
N N NN
PIRIDIN PIPERIDIN QUINOLIN ISOQUINOLIN
Sistem cincin anggota – lima, pirol hanya akan merupakan aromatik penuh (4 π + 2 elektron), bila pasangan elektron pada nitrogen dilibatkan dalam aromatisitas, sehingga pirol dan indol yang analog benzenoidnya buka basa. Kenya-taan senyawa tersebut bersifat asam karena pembentukan anion menaikkan ketersediaan elektron nitrogen. Namun demikian pirolidin bersifat basa sangat kuat seperti piperidin.
NH N
HNH
PIROL INDOL PIROLIDIN
Kebasaan alkaloida menyebabkan pada penyimpanannya sangat mudah mengalami dekomposisi, terutama jika ada panas dan sinar dengan oksigen, ----- reaksi berupa N – oksida.
Dekomposisi alkaloida selama atau setelah isolasi dapat menimbulkan berbagai persoalan. Untuk mengatasi masalah ini, maka dalam penyimpanannya biasa dibuat dalam bentuk garam dengan asam organik (tartrat, sitrat) atau asam anorganik (asam sulfat, asam klorida).
Deteksi Menunjukkan secara cepat alkaloida dalam
sampel dilakukan dengan pereaksi warna, umum adalah pereaksi Mayer. Pereaksi warna ini juga mengendapkan senyawa lain sampel, sehingga alkaloida perlu dimurnikan.
Metode mendeteksi alkloida harus memiliki minimal 3 ciri, a) cepat, menggunakan sampel sedikit dengan peralatan seder-hana, b) dapat terulang, dan c) sensitif.
Dua metode yang umum, yairu : prosedur Wall dan prosedur Kiang – Douglas.
Prosedur Wall, ekstraksi ±20 g sampel kering secara refluks dengan etanol 80%. Dingin saring, ampas dicuci etanol 80%, filtrat dikum-pul, diuapkan. Residu larutkan dengan air sua-sana asam (asam klorida 1%), disaring, tam-bah pereaksi endap seperti Mayer, siklotungstat atau pereaksi lain. Bila positif, maka larutan asam dibasakan kembali dan diekstraksi dengan pelarut organik. Lapisan organik asam-kan kembali dan lapisan air asam dites dengan pereaksi warna, jika positif maka dapat diyakini bahwa sampel mengandung alkaloida. Lapisan organik basa perlu juga dites untuk menen-tukan adanya alkaloida quaterner.
Prosedur Kiang – Douglas, sampel kering dibasakan dengan larutan amonia encer,ekstraksi dengan pelarut organik (kloroform), Ekstrak kloroform dipekatkan dan alkaloida diubah menjadi garam hidroklori dengan penambahan HCl 2 N. Filtrat larutan berair kemudian diuji dengan pereaksi alkaloida.
Kekurangan metode Kiang – Douglas adalah senyawa amonium kuaterner tidak dapat diubah menjadi ben-tuk basa bebasnya dengan cara penambahan amonia dan tetap tinggal dalam sampel sehingga tidak terde-teksi. Sedang prosedur Wall alkaloida quaterner mun-cul sebagai false – positive karena senyawa tersebut tidak dapat terekstraksi ke dalam pelarut organik da-lam suasana asam – basa.
Beberapa pereaksi endap; Mayer, Bouchardat, Dragendorff, Wagner, larutan tannin, lauran pikrat dalam air, larutan asam pikrolonat, larutan asam sublimat, larutan asam siliko-wolframat dan larutan emas klorida, Pereaksi warna; asam sulfat bebas NO, pereaksi Edman, perekasi Frohde, pereaksi Mandelin, pereaksi Marquis.
EkstraksiKeragaman golongan alkaloida ----- pola ekstraksi
dilakukan atas dasar sifat kebasaannya. Berdasarkan atas sifat ini ----- alkaloida diekstraksi dengan dua cara, yaitu :pertama ekstraksi dengan air dalam suasana asam kedua ekstraksi dengan pelarut organik dalam
suasana basa.Ekstraksi awal alkaloida umumnya dilakukan dengan
pelarut organik suasana basa. Beberapa alkaloida terdapat dalam biji, daun atau
bagian tumbuhan lain yang mengandung lilin bersifat sangat non – polar ----- mengganggu proses selanjutnya -----diawalemakkan dengan petroleum – eter. Ektrak petroleum – eter perlu dites alkaloidanya. Kalau banyak alkaloida yang tersari, diatasi -----membuatu suasana asam (alkaloida dalam bentuk garam) larut dalam air ----- iekstraksi dengan peteroleum – eter.