Akuntan Baru vs Akuntan Arthur Andersen
-
Upload
r-onald-leopard -
Category
Documents
-
view
561 -
download
15
Transcript of Akuntan Baru vs Akuntan Arthur Andersen
Akuntan “Baru” vs Akuntan Arthur Andersen
(Oleh: Venus Gani, SE, Ak., MSi.)
Pengantar
Perubahan terus berlangsung di segala bidang dan juga di
segala profesi. Profesi akuntansipun mengalami perubahan.
Perubahan tersebut ada yang direspons dengan baik oleh para
akuntan tetapi ada pula yang tidak mau tahu dan tetap
menggunakan kaca mata lama. Lebih buruk lagi ada yang melawan
perubahan.
Sepak terjang para akuntan dan dunia pendidikan tidak lepas
dari pengaruh the Big Four Accounting Public Firms “the-4” (4
kantor akuntan publik terbesar di dunia). The-4 banyak
menentukan kebijakan di bidang akuntansi karena kebesarannya,
kekayaannya, ke profesionalannya. Di sinilah tempat berkumpulnya
para praktisi akuntansi yang diakui kehebatannya.
Bukan hanya di bidang akuntansi, the-4 tidak hanya
menyediakan jasa akuntansi dan pajak tetapi di segala bidang
bisnis, mulai pemasaran, teknologi informasi, pengoranisasian,
strategi perusahaan, manufacturing proses, dll. Dengan kata lain
mereka menjalankan bisnis multy-disciplinary practice (MDP). The-4
merupakan kumpulan orang-orang pandai yang sebagian besar diisi
oleh para akuntan. Maka menarik bagi kita belajar dari apa yang
terjadi di the-4.
Tabel 1. Pendapatan dan Pertumbuhan the Big Four Tahun 2006Kantor Akuntan Pendapatan Tingkat Tahun
(Juta $) Pertum- Bukubuhan (%)
PriceWaterhouseCoopers 21,986 9 Juni 2006Deloite Touche Tohmatsu 20,000 10 Mei 2009Ernst & Young 18,400 9 Juni 2006KPMG 16,880 8 Sept 2006Total 77,266
1
Total Pendapatan the-4 tahun 2006 sebesar $77.266 Juta
(lihat tabel 1). APBN Indonesia tahun 2009 sebesar Rp 988,1
Trilyun (lihat tabel 1b) kurs yang digunakan tanggal 25 Mei 2009.
Tabel 1b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2009 (Sumber Dep.Keu)
Kurs Pajak APBN & NK Asumsi Makro
SK Kurs 517/KM.1/2009 25 Mei 2009
1USD Amerika Serikat 10,334.40
1AUD Australia 8,008.33 1CAD Canada 9,014.18 1DKK Denmark 1,909.68 1HKD Hongkong 1,333.05 1MYR Malaysia 2,926.02
1NZD Selandia Baru 6,260.79
1NOK Norwegia 1,612.89 1GBP Inggris 16,183.46
APBN 2009 (dlm triliun)Pend. Negara 848,6 - Pen. Perpajakan 661,8 - Pen. Bukan Pajak 185,9 - Hibah 0,9Belanja Negara 988,1 - Belanja Pem. Pusat 685,0
- Belanja Daerah 303,1 Pembiayaan 139,5 - Dalam negeri 109,5 - Luar Negeri -14,5 - Tambh. Pmbyn Utang 44,5
Sumber: APBN Th.2009 Penyesuaian
Asumsi Makro 2009
PDB (Triliun Rp) 5.487,6Pertmbhn Ek.(%) 4.5 Inflasi (%) 6.0 Kurs ($/Rp) 11.000 SBI 3 bln (%) 7.50 Mnyk Ind (US$/brl) 45.0
Lift. Mnyk (Jt.brl/hr) 0.960
Prd. Batubara (Jt ton) 250
Lifting Gas (MMSCFD) 7.526,3
Sumber: APBN Th.2009
Apabila pendapatan the-4 dibawa ke tahun 2009 dengan tingkat
pertumbuhan 10%, maka hasilnya sebesar 1.062,8 Trilyun. Berarti
pendapatan the-4 sedikit melebihi pendapatan APBN. The-4 bisa
membuat suatu negara yang setara Indonesia dan bisa membiayai
kehidupan sebanyak penduduk Indonesia.
Tabel 2. Pendapatan dan Pertumbuhan the Big Six Tahun 1997Kantor Akuntan Pendapatan Pertumbuhan
($ milyar)Andersen worldwide 11.3 19%Ernst & Young 9.1 17%KPMG 9 11%Coopers & Lybrand International 7.5 14%Deloitte Touche Tohmatsu Int. 7.4 12%Price Waterhouse 5.6 12%
Dari pendapatan the Big Six tahun 1997 (lihat tabel 2), Arthur
Andersen (Andersen worldwide) menduduki peringkat pertama
sebesar $11,3 Milyar dengan tingkat pertumbuhan paling besar juga 2
3
sebesar 19%. Saat itu Price Waterhouse belum merger dengan
Coopers. Pada tahun 2002 Andersen Worlwide bangkrut. Maka
menarik bagi kita perusahaan jasa akuntansi terbesar yang memiliki
segalanya dapat bangkrut.
Pasar jasa-jasa akuntansi di Amerika tahun 1997 (Theodorus
M. Tuanakotta, 2007, hal 61) tumbuh 42% per tahun. Di Amerika
pertumbuhan yang fantastis datang dari bisnis konsultasi,
khususnya teknologi informasi (TI). Pendapatan dari jasa konsultasi
tahun 1997 mencapai $7,7 milyar. Jumlah ini hampir separuh dari
pendapatan seluruh jasa the Big Six di Amerika sebesar $17,4
Milyar. Berarti 50% dari pendapatan the Big Six disumbangan oleh
sektor konsultan khususnya TI.
The Big Six merupakan cermin dari kemapanan para akuntan.
Atrthur Andersen (AA) semula adalah yang terbesar sebelum Price
Waterhouse dan Coopers & Lybrand melakukan merger. Namun
nasibnya tragis pada tahun 2002 bangkrut. Banyak pihak secara
umum mengatakan kebangkrutannya karena kasus Enron dan
WorldCom. Kasus kebangkrutan perusahaan yang menyeret
akuntan publiknya adalah hal biasa pada kantor akuntan publik.
Sesungguhnya kebangkrutan AA karena masalah internnya.
Kebangkrutan AA karena keserakahan memburu uang tanpa
diikuti oleh tanggung jawab profesional. Namun yang tidak kalah
pentingnya adalah karena pertempuran para konsultan dan para
auditor yang ada di AA. Pada tahun 1950-an AA mulai merintis
suatu bidang konsultan teknologi informasi. Para konsultan ini
semula adalah auditor yunior di AA. Mereka tidak banyak
mendapatkan proyek/kerjaan dan dialihkan ke bisnis baru di bidang
teknologi informasi. Mereka mau belajar sendiri. Saat itu belum ada
sekolah khusus komputer.
4
Pelan tetapi pasti kebutuhan jasa konsultan TI berkembang
terus bahkan pada tahun 1990 divisi konsultan TI AA sudah dapat
menandingi IBM. Di AA selalu terjadi konflik antara para auditor
(audit dan pajak) dan konsultan TI. Pendapatan Konsultan TI
semakin besar terus dan mengalahkan pendapatan para auditor.
Konflik berkepanjangan hingga berakhir dengan keinginan untuk
memisahkan diri para konsultan dari para seniornya yang
membesarkannya (auditor). Pertempuran di AA dimenangkan oleh
para konsultan TI hingga pada tahun 2002 mereka berpisah dan
konsultan TI berubah menjadi perusahaan Accenture yang
sekarang ini sangat disegani di dunia konsultan teknologi informasi.
Meskipun demikian para karyawan Accenture tidak sedikit yang
berlatar belakang bisnis termasuk akuntansi. Sebaliknya para
auditor AA tercerai berai, AA bangkrut.
Kasus yang dialami oleh AA akan berulang dan terjadi lagi di
the-4 atau kantor akuntan publik lainnya. Karena mereka semua
menjalankan bisnis MDP. Mungkin di Amerika praktik MDP sudah
mulai di batasi sejak kasus AA, tetapi di negara lain belum tentu. Di
Indonesiapun praktik MDP masih dilakukan oleh para akuntan
publik. Sudah saatnya para akuntan jangan menjadi para akuntan
AA tetapi menjadi akuntan “baru”.
Sesungguhnya ketidakmampuan akuntan publik menjalankan
fungsinya tidak hanya terjadi di AA tetapi terjadi pula di the-4.
Namun kebetulan yang nasib buruk terjadi di AA. Persaingan antara
auditor dan konsultan TI pun terjadi pula di the-4. Tinggal
bagaimana mengelolanya. Di samping itu para auditor mau tidak
mau merubah dirinya dan belajar dari para konsultan TI. Dahulu
para konsultan TI Andersen adalah para auditor juga, mereka mau
belajar menyongsong perubahan dunia.
5
Melihat kenyataan ini, masalah yang dihadapi oleh akuntan
publik bukan hanya masalah etika. Umumnya masalah kegagalan
audit dikaitkan dengan masalah etika. Namun, tidak kalah
pentingnya kemampuan teknikal dalam mengaudit. Salah satu
bidang yang berkembang pesat adalah penggunaan database.
Penggunaan database mengubah pemrosesan informasi akuntansi,
oleh karenanya mengubah cara kerja auditor, ahli pajak, akuntan
manajemen dan profesi akuntansi lainnya.
Penguasaan Database membuat akuntan dapat meningkatkan
kemampuan teknikal yang dibutuhkan sekarang ini baik sebagai
akuntan eksternal maupun internal. Dengan penguasaan ini juga
dapat bekerjasama dengan para konsultan TI (ada bagian pasar
yang masih dapat diperoleh) ataupun dapat bekerja sebagai
konsultan TI. Saya menyebut akuntan “baru” itu adalah akuntan
database.
Arthur Andersen “The Big Five” Accounting Public Firm
Bangkrut karena kasus Enron dan WorldCom?
Kasus Enron dan WorldCom memberi dampak yang luar biasa
bagi dewan direktur, manajemen dan akuntan publik. Bagi kita,
kebangkrutan perusahaan adalah hal biasa. Ketika Enron yang
memiliki aktiva sebesar 62 milyar dollar dinyatakan bangkrut pada
Desember 2001. Itu adalah kebangkrutan terbesar dalam sejarah
Amerika Serikat (Romney dan Steinbart, 2006). Pada bulan Juni
2002, Arthur Andersen (Kantor Akuntan Publik sebagai auditornya),
satu dari perusahaan akuntan publik terbesar di dunia terkena
dampaknya sebagai pihak yang harus bertanggungjawab.
Kebangkrutan Enron menjadi tidak seberapa bila
dibandingkan dengan kebangkrutan susulan dari WorldCom dengan
kepemilikan aktiva lebih dari 100 milyar dollar pada bulan Juli 2002.
Arthur Andersen adalah perusahaan yang mengaudit laporan
keuangan perusahaan-perusahaan tersebut tidak termaafkan dan
sekaligus dibangkrutkan karena kasus tersebut.
Berita Kompas, 3 Juni 2009 hal 11 (Tabel 3 Kebangkrutan
Terbesar di Amerika Serikat) ”GM akan muncul kembali”, Worldcom
dan Enron merupakan kebangkrutan perusahaan terbesar di
Amerika Serikat sampai dengan tahun 2002. Pada tahun 2008 dan
2009 perusahaan yang bangkrut yang besarnya melebihi dari
Worldcom adalah Lehman Brothers dan Washington Mutual.
Kemudian di bawah Worldcom ada General Motor (GM). Ketiga
perusahaan ini bangkrut karena krisis finansial tahun 2008.
Tabel 3. Kebangkrutan Terbesar di Amerika Serikat (Sumber: AP,AFP,Reuters)Perusahaan Tgl BangkrutTotal Asset Total Asset Sebelum Bangkrut
Sebelum Bangkrut dlm Nilai Sekarang (dalam US$)Lehman Brothers 15-Sep-08 639,063,000,000 649 MilyarWashington Mutual 26-Sep-09 327,913,000,000 333 MilyarWorldcom 21-Jul-09 103,914,000,000 126 MilyarGeneral Motor 1-Jun-09 82,300,000,000 82,3 MilyarEnron 12-Feb-01 63,392,000,000 78,2 MilyarConseco 18-Dec-02 61,392,000,000 74,5 MilyarChrysler 30-Apr-09 39,300,000,000 39,3 MilyarTexaco 12-Apr-87 35,892,000,000 69 MilyarFinancial Corporation of America 9-Sep-88 33,864,000,000 62,5 MilyarRefco 17-Oct-05 33,333,172,000 37,3 MilyarGlobal Crossing 28-Jan-02 30,185,000,000 36,6 MilyarPacific Gas & Electric Co. 6-Apr-01 29,770,000,000 36,7 MilyarUAL Corporation 9-Dec-09 25,197,000,000 30,6 MilyarDelta Air Lines 14-Sep-05 21,801,000,000 24,4 MilyarDelphi Corporation 8-Oct-05 22,000,000,000 24,4 Milyar
Semua the Big Five Bermasalah
The Big Five adalah sebutan 5 accounting public firms (KAP)
terbesar di dunia termasuk Andersen. Penulis mengutip dari buku
Theodorus M. Tuanakotta, hal 243-244:
Bahwa Andersen bermasalah dan pada akhirnya bubar,
tidaklah berarti bahwa hanya AA yang bermasalah. Bahkan sesudah
hilangnya AA dari industri akuntansi, dan kantor akuntan peringkat
teratas menjadi the-4, terjadi banyak masalah.
6
Stephen Taub mengutip suatu kajian yang dibuat oleh Weiss
Rating berjudul “The Worsening Crisis of Confidence on Wall Street:
The Role of Auditing Firms”. Ada dua bagian dari kajian itu yang
dikutip Taub.
Tabel 4. KAP dan Klien dalam Weiss RatingKantor Akuntan Perusahaan
DiauditAndersen 11PriceWaterhouseCoopers 7Deloitte & Touche 5KPMG 5Ernst & Young 4Tullis Taylor 1
Pertama, kajian meliputi 33 perusahaan yang
memperdagangkan surat berharga (efek-efek) mereka di pasar
modal. Mereka melaporkan kesalahan akuntansi yang besar,
sehingga laporan keuangannya harus disajikan ulang. Dari 33
perusahaan tersebut, 94% memperoleh pendapat wajar tanpa
pengecualian. Tabel 4 berisi daftar kantor akuntan yang melakukan
audit ke 33 perusahaan tersebut. Kita lihat yang terbesar adalah
Andersen.
Nilai pasar saham-saham mereka anjlok dari jumlah nilai
pasar tertinggi sebesar $1,8 Trilyun menjadi $527 milyar. Ini berarti
kerugian total bagi pemegang saham sebesar hampir $1,3 trilyun.
Berdasarkan tabel 4 tersebut, dari 7 perusahaan yang diaudit
PwC mengeluarkan going concern warning untuk 2 perusahaan.
Going concern warning merupakan peringatan kepada pembaca
laporan keuangan bahwa perusahaan mempunyai masalah yang
mempunyai dampak negatif terhadap kelangsungan hidupnya.
Tabel 5. KAP dan Klien dengan Going ConcernKantor Akuntan Perusahaan PersenErnst & Young 46 65PriceWaterhouseCoopers 38 63Second-tiers accounting firms 34 59Arthur Andersen 48 56Deloitte & Touche 34 56KPMG 28 42
7
8
Bagian kedua dari kajian Weiss Ratings yang dikutip oleh
Taub berkaitan dengan 228 perusahaan yang setelah laporan audit
diterbitkan, mendaftarkan kebangkrutannya antara tanggal 1
Januari 2001 dan 30 Juni 2002. Diantaranya 42% memperoleh
pendapat wajar tanpa pengecualian. Going concern warning hanya
diberikan kepada 58% perusahaan.
The Big Five mengaudit 194 perusahaan dari 228 perusahaan
yang bangkrut, sedangkan sisanya (34) diaudit oleh kantor akuntan
yang lebih kecil. Lagi-lagi Andersen yang terburuk dengan jumlah
perusahaan terbanyak diaudit (48) dan yang mendapat peringatan
hanya 56%.
Dengan demikian jelaslah bagi kita masalah yang dihadapi
oleh Andersen juga dihadapi oleh the Big Four. Andersen sedang
bernasib buruk karena Worldcom dan Enron perusahaan dengan
asset terbesar sampai dengan tahun 2002 yang bangkrut, yang
pengaruhnya sangat besar sekali.
Dalam merespons masalah ini, Congress (Dewan Perwakilan
Rakyat) Amerika Serikat mengeluarkan Sarbanes-Oxley Act of 2002
(SOX). SOX diaplikasikan pada perusahaan publik dan auditor-nya
yang dimaksudkan untuk mencegah kecurangan laporan keuangan,
memperkuat pengendalian internal perusahaan dan
menghukum eksekutif perusahaan yang melakukan
kecurangan.
SOX memiliki pengaruh material pada dewan direktur,
manajemen dan akuntan pada perusahaan publik. SOX juga
memiliki pengaruh yang dramatis pada para akuntan publik dan
pengauditan perusahaan publik. Salah satu aspek penting dari SOX
(Romney dan Steinbart 2006): SOX membentuk 5 anggota Public
Company Accounting Oversight Board (PCAOB) untuk
mengawasi profesi auditing. SEC menunjuk anggota PCAOB dan
9
mengatur aktivitasnya. Akibatnya, non akuntan sekarang
mengatur profesi auditing, tiga anggota PCAOB bukan
akuntan. Fakta ini menunjukkan bahwa orang tidak perlu
bersertifikat akuntan publik namun dapat mengendalikan
praktik akuntan publik. Jika kita tidak dapat mengatur profesi
kita sendiri, maka pihak luar yang akan mengatur kita.
Apa Sesungguhnya Penyebab Kebangkrutan Arthur
Andersen?
Pada tahun awal berdirinya Arthur Andersen (AA) murni di
bidang auditor. Dalam perkembangannya pada tahun 1950-an, AA
memprektekkan jasa konsultasi termasuk teknologi informasi. Pada
tahun 1953, General Electrik minta bantuan AA menjadi konsultan
teknologi informasi. Sejak saat itu eksistensi divisi teknologi
informasi mulai diakui. Dengan demikian AA memiliki 2 divisi: Divisi
Auditor (terdiri dari Auditor Eksternal dan Perpajakan) dan Divisi
Konsultan Teknologi Informasi.
Pada tahun-tahun tersebut computer adalah hal yang baru,
tidak ada sekolah computer. Para konsultan belajar sendiri tentang
computer. Mereka sebelumnya adalah auditor juga. Kemudian
Pimpinan AA mendanai sekolah pelatihan computer untuk auditor
yang muda usianya. Saat itu pertumbuhan bisnis auditor sedang
baik sehingga para auditor yunior yang tidak mendapat proyek
harus belajar computer dan berada di divisi konsultan.
Perlahan tetapi pasti para konsultan AA mulai dapat
menandingi IBM di bidang jasa konsultan teknologi informasi tahun
1990 an. Di sisi lain, Mulai tahun 1970 an gelombang tuntutan pada
praktik auditor mulai melejit hingga sekarang. Perusahaan-
perusahaan banyak yang bangkrut dan para auditornya banyak
yang mendapat tuntutan hukum yang harus menerima denda
10
sangat besar berakibat mengurangi keuntungannya. Ini berlaku
pada seluruh akuntan public lain termasuk The Big Four sekarang
ini. Biaya asuransi professional meroket.
Sejak tahun 1960-an para auditor AA lebih tertarik sebanyak
mungkin mencari pelanggan dengan bisnis beraneka rupa dibidang
akuntansi dan keuangan tanpa memperhatikan kualitas auditor.
Orang-orang tua sudah harus pensiun saat umur 56 tahun.
Pimpinan banyak dipegang oleh orang muda bahkan pengetahuan
dan pengalaman belum cukup. Perhatian lebih banyak ke sisi
penjualan yang penting dapat klien. Tidaklah mengherankan
tuntutan kebangkrutan perusahaan juga banyak ditujukan pada AA.
Pada tahun 1970 an divisi konsultan sudah menghasilkan laba
per orang yang lebih tinggi dibandingkan divisi auditor. Dan divisi
konsultan wajib mensubsidi divisi auditor. Semula divisi auditor
yang melahirkan dan mensubsidi divisi konsultan. Pada tahun 1988
pertumbuhan bisnis konsultan 33%, sedangkan bisnis auditor hanya
14%.
Konflik antara divisi auditor dan konsultan terus berlangsung.
Hal ini dikarenakan perbedaan hak dan kewajiban antar mereka,
adanya tuntutan hukum bagi para auditor yang berdampak pada
kelangsungan hidup perusahaan, pembatasan otoritas divisi
konsultan, perbedaan pendapatan dan laba yang disumbangkan
oleh kedua divisi yang berbeda.
Sejak tahun 1970 para konsultan selalu mensubsidi para
auditor. Hal ini menyebabkan para konsultan ingin memperoleh
otoritas yang lebih besar dan akhirnya berujung dengan keinginan
untuk memisahkan diri dari para auditor. Perbedaan penghasilan
antara konsultan dan auditor sangat jauh.
Puncaknya terjadi pada tahun 1994 untuk pertama kalinya
pendapatan divisi konsultan sama dengan divisi auditor. Divisi
11
konsultan dengan jumlah tenaga kerja yang jauh lebih sedikit.
Tingkat laba tertinggi juga dihasilkan oleh divisi konsultan.
Permintaan jasa-jasa teknologi juga terdorong dengan munculnya
SAP (merupakan salah satu software Enterprise Resource Planning,
software terintegrasi yang meliputi seluruh fungsi perusahaan untuk
mencapai strategi perusahaan).
Meskipun mereka menggunakan gedung yang sama namun
begitu masuk ke ruangannya akan tampak beda sekali. Interaksi
dari kedua kubu tersebut adalah di lift. Orang-orang konsultan
berpakaian lebih parlente. Lantai auditor ditutup dengan karpet
hijau hutan. Dalam bukunya, Barbara Toffler menyebut karpet itu
kelihatan kumuh dan sedih, peninggalan zaman “baheula”.
Sebaliknya, di lantai konsultan terbuat dari kayu indah dengan kaca
es yang memberi kesan modern dan pertumbuhan pesat. Komentar
seorang partner di kantor New York pada akhir 1990-an: “Kalau
anda salah masuk ke lantai para konsultan, anda berdecak kagum.
Sampai anda balik ke lantai auditor, anda berasa berada di kandang
kelinci”.
Keinginan divisi konsultan untuk memisahkan diri tidak
terbendung lagi. Pada tahun 1998, hal ini mencapai puncaknya
mereka sepakat menggunakan pengacara sebagai penengah
(perkara arbitrase) kedua kubu. Pada tahun 2002 keputusan
arbitase keluar. Divisi Konsultan (sering disebut juga Andersen
Consulting) diputuskan untuk membayar $1 Milyar kepada divisi
Auditor (sering disebut Arthur Andersen). Dan sejak saat itu Divisi
Konsultan pisah dan menggunakan nama Accenture. Kita kenal
sekarang Accentur salah satu perusahaan terhebat di dunia di
bidang konsultan manajemen berbasis teknologi informasi.
Apa yang diraih divisi konsultan berbeda dengan divisi
auditor. Tuntutan hukum bagi auditor itu adalah hal biasa dan
12
sering terjadi. Namun bagi Arthur Andersen kasus Enron dan
Worldcom merupakan puncak gunung es dari masalah kompetensi
auditornya. Arthur Andersen akhirnya bubar bukan karena tuntutan
hukum saja, tetapi terlebih dari para klien meninggalkannya. Para
auditornya juga bubar tercerai-berai.
Berikut ini adalah kutipan dari buku Theodorus M. Tuanakotta
dalam bukunya “Setengah Abad Profesi Akuntansi” hal 122-123:
Tidak ada penjelasan yang sederhana mengenai perubahan
karakter dari suatu perusahaan raksasa Arthur Andersen (AA).
Ukuran raksasa ini memberi petunjuk bahwa dinosaurus AA ini
berhadapan dengan perubahan lingkungan hidup yang hebat, dan
sebagai makhluk bisnis ia harus bertahan.
Perubahan pertama bukan dari dirinya sendiri. Kehidupan
petani yang digambarkan oleh David Maister bukanlah di ladang
pertanian dengan satu jenis tanaman. Ada satu tanaman yang
tahan penyakit, memberi hasil panen yang stabil, namun tidak
istimewa. Petaninya adalah para auditor. Di ladang yang lain,
tumbuh tanaman lain. Baru, tetapi sangat menjanjikan. Petaninya
adalah para konsultan, khususnya konsultan TI. Semula hubungan
kedua kelompok tani ini rukun. Kalau yang satu gagal panen, yang
lain akan membantu. Lama-kelamaan “petani” konsultan semakin
makmur, dan secara alamiah ingin memisahkan diri.
Sementara itu, “petani” auditor sudah terlanjur hidup makmur
dengan subsidi dari “petani” konsultan. Gaya hidup tidak bisa
diubah. “Petani” auditor tersentak dari mimpi indahnya. Setelah
“petani” konsultan memisahkan diri, “petani” auditor mulai
menyadari, bahwa teman sejawatnya bukanlah petani, melainkan
pemburu. Tapi ia ingat masa-masa indah bersama “petani”
konsultan. Sekarang, darah yang mengalir dalam tubuhnya adalah
13
darah pemburu ulung yang sangat agresif, tetapi pemburu yang
tidak melupakan tanaman unggulan yang dikenalnya di masa lalu.
Dunia perburuan yang dimasuki Andersen mempunyai aturan
main yang berbeda dengan kesantunan alam petani. Aturan
mainnya adalah shoot anything that moves. Dalam dunia the Big
Six (enam perusahaan akuntan public yang menguasai dunia
dengan omzet luar biasa yang merupakan pelaku utama dan
menentukan di bidang akuntansi) aturan mainnya adalah
multidisciplinary practice (tidak hanya memberikan jasa akuntansi
dan pajak, tetapi semua bidang bisnis termasuk pemasaran,
teknologi informasi, strategy, dll).
Barbara Toffler melihat perubahan AA sebagai budaya yang
berkembang di mana uang adalah segala-galanya. Petinggi AA
menyalahkan Department of Justice (DOJ) sebagai penyebab
kematian AA. “Leslie Caldwell, (Director of the Enron Task Force
dari DOJ), menyatakan: “The government did not destroy Arthur
Andersen. The management destroyed Arthur Andersen.” Dengan
nada serupa Barbara Toffler menulis:
The fall of Arthur Andersen, I Believe, was no murder. It was
a suicide, set in motion long before there was ever an indictment.
Yet while the guilty verdict sealed Andersen’s fate, by the time it
came it was merely a formality, the last nail in a coffin whose grave
had been primed for burial.
Terjemahannya: Kejatuhan Arthur Andersen, saya percaya,
bukan karena dibunuh. Itu adalah bunuh diri, yang berlangsung
jauh sebelum indictment. Vonis yang menyatakan Andersen
bersalah sekedar memeteraikan nasib akhirnya. Namun, putusan itu
sebenarnya sekedar formalitas, paku terakhir yang dihunjamkan ke
peti mati di mana liang lahatnya sudah dipersiapkan.
14
Mungkin kalau hanya satu kasus orang tidak akan
menyalahkan AA. Bernie Sanders (House of Representatif,
Independent of Vermont) dalam dengan pendapatnya dengan
Mel Dick (partner audit WorldCom) menyatakan:
It appears very clearly that Arthur Andersen failed in their
audit of WorldCom, you failed in the audit of Enron, you failed in the
audit of Subbeam, you failed in the audit of Waste Management,
you failed in the audit of McKesson, you failed in the audit of Baptist
Foundation of Arizona. What was Arthur Andersen doing? I mean…it
is incomprehensible to me that a major accounting firm could have
such a dismal record in trying to determine what the financial health
of company is. It’s almost beyond comprehension.
Terjemahan: kelihatan jelas sekali, Arthur Andersen gagal
dalam audit mereka di WorldCom, Anda gagal dalam audit Enron,
Anda gagal dalam audit Waste Management, Anda gagal dalam
audit Mc Kesson, Anda gagal dalam audit Baptist Foundation of
Arizona. Apa yang Arthur Andersen lakukan? Maksud saya….
Tidaklah masuk akal kantor akuntan sebesar ini mempunyai rekam
jejak yang mengecewakan dalam upaya menentukan tingkat
kesehatan keuangan suatu perusahaan. Hampir-hampir tidak
masuk akal.
Kita dapat simpulkan bahwa kegagalan audit selalu mendera
KAP termasuk the Big Four. Data-data di atas terkait dengan audit
yang dilakukan the Big Four. Kita tahu bahwa klien the-4 terutama
perusahaan multinasional. Perusahaan multi nasional lebih
kompleks dan sistem informasinya sudah tentu berbasis teknologi
informasi.
Tidak perlu perusahaan multi nasional perusahaan menengah
saja sudah banyak menggunakan sistem informasi berbasis IT.
Akuntan hendaknya mempertimbangkan dampak teknologi
15
informasi atas audit. Dengan kata lain cara audit perusahaan
berbasis IT lain dengan perusahaan tidak berbasis IT.
Sistem Informasi Berbasis Double Entry
Dalam bisnis kita bicara berapa keuntungan perusahaan?
Berapa pendapatan perusahaan? Berapa biaya-biaya yang terjadi di
perusahaan? Berapa kekayaan perusahaan? Berapa kewajiban
Perusahaan? Berapa modal kerja perusahaan? Dan, pertanyaan-
pertanyaan lainnya. Informasi-informasi ini sangat penting dalam
pengambilan keputusan bisnis.
Bagaimana cara kita untuk mengetahui jumlah tersebut?
Tentu saja ada cara untuk memproses supaya dapat untuk
menghitung angka-angka tersebut. Maka muncullah teknik (tool)
double entry. Terima kasih pada yang menciptakan double entry
karena sudah melayani hingga sekarang ini (sudah berapa puluh
tahun atau bahkan sudah sudah lebih dari seratus tahun sejak
ditemukannya oleh Lucca Pacioli). Namun, keadaan sekarang
membutuhkan teknik yang lebih sesuai dengan tantangan yang
dihadapi. Kita perlu meng-upgrade teknik double entry tersebut.
Double berarti dua/ganda atau berpasangan. Entry berarti
masukan atau catatan. Berarti double entry(DE) memiliki
pemahaman catatan atau masukan berganda/berpasangan. Dalam
keseharian praktik DE diterapkan dibidang akuntansi.
Penggunaannya adalah dengan pembuatan jurnal di mana selalu
menggunakan sisi debit dan kredit. Jumlah total sisi debit dan kredit
harus sama. Pendebitan dan pengkreditan berkaitan dengan aktiva,
kewajiban, ekuitas pendapatan dan biaya.
Pemrosesan data dilakukan melalui jurnal, buku besar dan
buku pembantu, kemudian neraca saldo dan terakhir terbentuklah
laporan keuangan. Di sini terjadi beberapa kali pencatatan dari
bukti transaksi hingga tersusun laporan keuangan. Pada setiap
tahap selalu ada cara (proses check & recheck) untuk membuktikan
bahwa jumlah debit dan kredit harus sama. Dan terakhir
terbentuklah laporan keuangan (neraca dan laba rugi) yang jumlah
debit dan kreditnya juga harus sama. Demikianlah pemahaman
tentang double entry, lihat gambar 1.
Double entry hanya memproses data keuangan/akuntansi.
Semua transaksi yang dapat diukur secara layak pada aktiva,
kewajiban, ekuitas, pendapatan dan biaya. Data lainnya yang tidak
dapat diukur secara layak atau tidak bersifat keuangan, tidak akan
diproses.
Gambar 1. Sistem Informasi Berbasis Double-Entry
Cek = Periksa kesamaan debit dan kredit
BuktiTransaksi
Buat Jurnal
dan Cek
Catat& Cek
Jurnal
Buku Besar
Buku Pembantu
NeracaSaldo
Buat Neraca Saldo & Cek Cek
Penye-suaian & Cek
Laporan Keuangan
Sebagai contoh data yang tidak diproses berkaitan dengan
unit barang dijual/dibeli, nama pelanggan/supplier, nama sales,
nama petugas gudang, waktu pengiriman barang, keterlambatan
pembayaran pelanggan, history pembayaran pelanggan, kontrak-
kontrak yang dilakukan perusahaan & implementasinya, dan lain-
lain. Pemahaman diproses mengandung arti bahwa data tersebut
mudah untuk ditelusuri secara ekonomis. Mungkin data ini
dipelihara oleh perusahaan tetapi pada saat dilakukan audit atau
penelusuran membutuhkan pengorbanan (cost) yang tinggi, maka
data tersebut dianggap tidak diproses. Atau biasanya sangat jarang
data ini digunakan. 16
17
DE adalah suatu teknologi pengumpulan, pemrosesan data
hingga penyajian informasi pada pihak-pihak yang membutuhkan.
Namun, kenyataannya informasi yang disajikan lebih berfokus pada
transaksi akuntansi. Tanpa sadar, kita telah dituntun oleh
invisible hands untuk hanya memusatkan pada data-data
terkait dengan double entries.
Model Akuntansi Berbasis Database
Kita perlu mengubah bahwa data yang diproses tidak hanya
bisa memasukkan kolom debit dan kredit saja. Kita ingin
memasukkan semua data berkaitan dengan peristiwa atau kejadian
bisnis. Kita juga ingin menyajikan semua informasi untuk
pengambilan keputusan bisnis, tidak hanya terkait DE saja.
Secara singkat kita membutuhkan suatu alat yang
memungkinkan mutiple entries yang memungkinkan integrasi
data, cross functional analysis data dan fleksibilitas laporan.
Semua itu dapat dicapai dengan mengkombinasikan macam-macam
data dalam pools data di mana banyak program aplikasi dapat
mengaksesnya. Sebagai contoh suatu database yang di dalamnya
terdapat data buku besar akuntansi, jurnal transaksi, buku
pembantu, data salesman, data pelanggan, data penjualan, data
karyawan, data gaji karyawan, data keahlian yang dimiliki karyawan
dan lain-lain.
Fleksibilitas laporan memungkinkan laporan dapat direvisi
dengan mudah dan dihasilkan ketika diperlukan. Hal ini juga
mengandung pemahaman bahwa apabila ada kesalahan data, dapat
dengan mudah memeriksa permasalahannya dan memperoleh
informasi lengkap yang dapat dibandingkan dengan ringkasan
datanya atau dikenal dengan istilah auditable.
Keseluruh fungsi tersebut dapat dipenuhi dengan sistem
informasi berbasis database. Dengan menggunakan database
informasi yang terkumpul tidak hanya berhubungan dengan double
entry (informasi akuntansi moneter yang bisa di debit dan kredit)
saja. Sistem informasi berbasis database dapat di lihat pada
Gambar 2.
Gambar 2. Sistem Informasi Berbasis Database
BuktiTransaksi Proses
BukuBesar
BukuBantu
File-fileLainnya
Laporan Keuangan
Laporan2 Lainnya
Jurnal
Buku Besar
Buku Pembantu
Jurnal
Perbandingan Sistem Informasi Berbasis Double Entry dan
Sistem Informasi Berbasis Database
Pemrosesan data double entry umumnya dilakukan pada
perusahaan yang sistem informasinya diproses secara manual
(hanya untuk menghasilkan laporan keuangan atau berkaitan
dengan data akuntansi). Dengan kata lain, bila perusahaan sudah
memproses data menggunakan program komputer lebih
memungkinkan menggunakan database, namun penggunaan
program komputer tidak berarti menggunakan prinsip database.
Dalam double entry untuk menghasilkan laporan keuangan
tahapannya panjang: Bukti Transaksi – Jurnal – Buku Besar & Buku
Pembantu – Neraca Saldo – Penyesuaian – Laporan Keuangan.
Dengan menggunakan database tahapannya sangat singkat: Bukti
18
19
Transaksi – Laporan Keuangan. Belum lagi dalam double entry
setiap tahap perlu pengecekan kesesuaian debit dan kreditnya.
Penggunaan program komputer database tidak perlu pengecekan
debit dan kredit (program yang melakukan tanpa pengetahuan
user).
Tahapan yang panjang juga berakibat pada pemrosesan data
yang membutuhkan pengorbanan (cost) yang besar, staf akuntansi
yang lebih banyak dan waktu pemrosesan lama dan bila ada
kesalahan mencarinyapun membutuhkan pengorbanan yang besar.
Hal ini sangat berlawanan apabila perusahaan menggunakan
database.
Sekarang ini perusahaan kecil saja sudah menggunakan
program komputer. Harga komputer yang murah didukung dengan
software komputer yang murah tidaklah membebani bagi
perusahaan. Untuk perusahaan menengah ke atas sudah
menggunakan program komputer semua.
Namun, tidak sedikit praktisi akuntansi lebih senang membuat
laporan keuangan dengan cara manual atau menggunakan aplikasi
spreadsheet. Ternyata, pilihan perusahaan menggunakan software
komputer atau manual tergantung kemampuan staf akuntansinya.
Dengan demikian para praktisi akuntansi hendaknya sudah beralih
menggunakan database.
Pemrosesan data double entry hanya akan menghasilkan
laporan yang dapat didebit dan kredit saja. Pemrosesan Sistem
Informasi Berbasis Database tidak hanya menghasilkan data yang
dapat didebit dan kredit, data-data lain seperti jumlah produk
dihasilkan, jumlah produk rusak, waktu pengiriman barang, jumlah
pengiriman yang terlambat, jam masuk karyawan, lamanya waktu
yang dibutuhkan untuk membuat barang, lamanya waktu yang
dibutuhkan dari penerimaan pesanan sampai saat barang
20
dikirimkan, alamat pelanggan, alamat pemasok, pengiriman barang
dari pemasok yang terlambah, dan lain-lain sesuai kebutuhan
pemakai.
Teknik-teknik efektivitas operasional perusahaan (Just in
Time, Activity Based Cost System, Total Quality Management,
Balanced Scorecard, dll.) untuk perusahaan menengah ke atas lebih
mungkin menggunakan database. Teknik seperti ini sangat sulit
dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi secara double entry,
untuk menghasilkan laporan keuangan rutin saja sudah
membutuhkan pengorbanan yang besar, apa lagi untuk
menerapkan teknik tersebut.
Laporan-laporan keuangan yang bersifat ad-hoc dan What-If
Analysis dapat dihasilkan oleh perusahaan dengan mudah. Laporan
apapun sesuai keinginan pemakai dapat dihasilkan dalam waktu
yang singkat apabila perusahaan menggunakan database. Keahlian
dalam aplikasi database memungkinkan seseorang menjadi ahli
sistem informasi karena informasi apapun dapat dihasilkan dengan
cepat, akurat dan biaya minimal.
Penggunaan database akan mengubah cara auditor eksternal
maupun internal dalam melakukan audit. Tidak hanya audit
berkaitan dengan data debit dan kredit atau transaksi akuntansi
bersifat moneter yang dapat diukur secara layak dapat dilakukan
dengan mudah menggunakan database. Dengan menggunakan
Database Management System Software (DBMS), kita dapat
memunculkan data sesuai keinginan kita.
Audit akan menghabiskan waktu yang banyak dan biaya besar
apabila proses audit untuk perusahaan yang menggunakan
database tetapi auditor tidak bisa mengaudit menggunakan
database (contoh: bahasa SQL). Dan audit menggunakan database
dapat merubah pandangan bahwa kita tidak perlu menggunakan
21
sample, semua data dapat diaudit dalam waktu relatif singkat.
Tentu saja hal ini merubah cara kita dalam melakukan audit atas
perusahaan yang sudah menggunakan database dan perusahaan
yang belum menggunakan database. Perusahaan menengah ke atas
dapat dikatakan sudah menggunakan database semua. Perusahaan
kecil sebagian sudah menggunakan database.
Tahap audit menggunakan double entry lebih panjang dari
bukti transaksi sampai dengan laporan keuangan: Bukti Transaksi –
Jurnal – Buku Besar & Buku Pembantu – Neraca Saldo –
Penyesuaian – Laporan Keuangan. Dan sebalikanya dari laporan
keuangan sampai dengan bukti transaksi. Tahap audit
menggunakan database lebih pendek: Bukti Transaksi – Laporan
Keuangan dan sebaliknya.
Dalam melakukan audit tidaklah tepat tahap-tahap audit
double entry diterapkan pada sistem informasi berbasis database.
Bukti transaksi dapat juga dihasilkan dari proses program komputer
(tidak ada bukti manual atau dari pihak eksternal, contoh bukti
elektronik transaksi dari program komputer tanpa tanda tangan,
ATM, internet dan sms). Hal ini menambah perbedaan lagi dalam
proses audit.
Pengujian data akuntansi akan dilakukan setelah melihat
pengendalian internal pada perusahaan. Pengendalian internal yang
menggunakan double entry tanpa perlu ada pengendalian intern
program komputer, database dan operator yang
mengoperasikannya. Hal ini berbeda jauh dengan pengendalian
internal berbasis database. Pengendalian internal berbasis
database terkait dengan penggunaan software dan pendukungnya.
Sebagai contoh, program flowchart harus dipahami oleh auditor
yang akan memeriksa sistem informasi berbasis database.
Kenyataannya, tidak sedikit para auditor yang tidak memiliki
pengetahuan database. Bagaimana mungkin audit dapat dilakukan
dengan efektif dan efisien pada perusahaan menengah besar yang
semuanya sudah menggunakan database.
Tabel 6. Perbedaan Double Entri dan Database
No Keterangan Double Entry Database1 Basis Sistem Informasi Akuntansi Cenderung Manual, Otomatisasi/Kom-
bisa pakai excel, puterisasi basis databasesoftware sederhana (access, sql dan oracle,dll)
2 Akses Fisik Data Tidak Mungkin Harus Bisa3 Semua Data Bisa Diolah Jadi Laporan
sesuai keinginan Tidak Dapat Pasti Dapat4 Biaya Pemrosesan Mahal Murah5 Tahap Menghasilkan Laporan Keuangan Panjang dan Lama Singkat bahkan
Real Time6 Laporan Dihasilkan Debit dan Kredit Semua Laporan
Saja7 Penerapan Efektivitas Operasional Tidak Mungkin Pasti Mungkin8 Laporan Ad Hoc dan What If Analysis Sulit Bisa9 Biaya Audit Bukti Transaksi s/d Laporan
Keuangan Mahal Murah10 Waktu Audit Bukti Transaksi s/d Laporan Panjang Singkat
Keuangan11 Luas Pemeriksaan Bukti Transaksi s/d Sebagian/sampling Dapat Keseluruhan
Laporan Keuangan12 Pemahaman Program Flowchart Tidak Perlu Perlu13 Perusahaan Pemakai Perusahaan Kecil Perusahaan Kecil -
Perusahaan Besar
Lebih dari itu kita juga dapat melihat bagaimana pengendalian
internal perusahaan berjalan dengan baik melalui pengujian data
dan cara pemrosesannya untuk menghasilkan informasi. Dan tidak
kalah pentingnya, kita dapat mengaudit informasi yang dihasilkan
dengan mudah dan dapat dipercaya dengan melakukan audit
database-nya.
Dalam melakukan audit double entry, banyak data tidak
disimpan di satu tempat. Hal ini menyulitkan auditor dalam mencari
informasi yang dibutuhkan dalam audit dan membutuhkan waktu
lama, terkadang data sudah tidak ditemukan. Audit untuk
database dapat menemukan semua data baik yang terkait dengan
double entry dan data lainnya dalam satu tempat (database). Hal
ini memudahkan dalam audit. Kita menyadari bahwa tidak mungkin 22
23
bagi auditor dalam melakukan audit hanya membatasi pada data
double entries saja. Data-data lainnya juga perlu di audit.
Kesimpulan
Profesi dibidang akuntansi masih dibutuhkan yang berganti
adalah orang-orangnya. Mungkin nantinya akan semakin banyak
ahli akuntansi diambil dari ilmu lainnya bukan ilmu akuntansi. Bisa
jadi diambil alih oleh disiplin ilmu sistem informasi atau teknologi
informasi atau teknik industri atau ahli keuangan lainnya non
akuntansi.
Bagi para staf akuntansi, kita lihat apakah masih banyak yang
menyukai memproses akuntansi secara double entry (manual)
dibandingkan menggunakan database. Bila demikian, ternyata para
akuntan tidak bisa melihat kenyataan yang dihadapi sekarang ini
dan bahkan cenderung kembali ke masa sebelum adanya komputer.
Bagi para auditor ada salah satu pertanyaan penting, apakah
dalam mengaudit perusahaan yang akuntansinya berbasis database
sudah menggunakan bahasa database (contoh: Bahasa SQL) dan
sudah menguji pengendalian internalnya, salah satunya menguji
kelayakan software aplikasi yang digunakan termasuk flowchart
program komputer-nya? Bila jawabannya belum, tentu saja kualitas
auditnya menjadi tanda tanya.
Daftar Pustaka Tuanakotta, Theodorus M., Setengah Abad Profesi Akuntansi, Seri
Departemen Akuntansi FEUI, Penerbit: Salemba Empat, 2007. Kompas (3 Juni 2009, hal. 11), GM Akan Muncul Kembali. Romney, Marshall B. and Steinbart, Paul John, Accounting
Information Systems, Eleventh Edition, 2009 (Pearson Prentice Hall).
Badan Kebijakan Fiskal Dep-Keu, 25 Mei 2009:fiskal.depkeu.go.id, 2007