AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR AQUADES CACING LAUT Nereis sp. CACING TANAH...
Transcript of AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR AQUADES CACING LAUT Nereis sp. CACING TANAH...
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR AQUADES CACING LAUT Nereis sp., CACING TANAH Lumbricus rubellus DAN Eisenia
foetida TERHADAP Escherichia coli
SKRIPSI
Oleh:
AHMAD HAPPY MU’AMAR SYAIFULLAH NIM. 135080301111062
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG 2017
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR AQUADES CACING LAUT Nereis sp., CACING TANAH Lumbricus rubellus DAN Eisenia foetida
TERHADAP Escherichia coli
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan Pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Brawijaya
Oleh:
AHMAD HAPPY MU’AMAR SYAIFULLAH NIM. 135080301111062
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG November, 2017
i
iii
IDENTITAS TIM PENGUJI
Judul : AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KASAR AQUADES CACING
LAUT Nereis sp., CACING TANAH Lumbricus rubellus DAN Eisenia foetida TERHADAP Escherichia coli
Nama Mahasiswa : AHMAD HAPPY MU’AMAR SYAIFULLAH
NIM : 135080301111062
Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan
PENGUJI PEMBIMBING:
Pembimbing 1 : Dr. Ir. HARTATI KARTIKANINGSIH, MS.
Pembimbing 2 : EKO WALUYO, S.Pi, M.Sc
PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:
Dosen Penguji 1 : Dr. Ir. BAMBANG BUDI SASMITO, MS
Dosen Penguji 2 : ABDUL AZIZ JAZIRI, S.Pi, M.Sc
Tanggal Ujian : 28 November 2017
iv
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam laporan skripsi yang saya tulis
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam
daftar pustaka.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Malang, November 2017 Mahasiswa
Ahmad Happy Mu’amar S. NIM. 135080301111062
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan yang Maha Esa
karena berkat segala dari-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini.
Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua yang pihak berkontribusi
dalam penyelesaian laporan skripsi ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada:
1. Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, semangat dan
dukungan dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi ini.
2. Ibu Dr. Ir Hartati Kartikaningsih, MS dan Bapak Eko Waluyo, S.pi, M.Sc
selaku dosen pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan waktu,
bimbingan, saran dan bantuan dalam penyelesaian laporan
3. Bapak Dr. Ir. Bambang Budi Sasmito dan Bapak Abdul Aziz Jaziri S.Pi, M.Sc
selaku dosen penguji I dan II yang telah memberikan saran perbaikan
terhadap penulisan laporan
4. Teman-teman seperjuangan dalam Tim Cacing : Afik, Valdi, Rani, Khun, Iis,
Dio, Panji, Udin, Amir, Firli, Wibi, Fanny, Silvi, Intan, Nadia, Iyan. Tim
Sargassum: Rifqi, Shella, Mita, Aufa dan Tim Gelatin: Fendy, Liza, Faisal
5. Mbak Megawati Kusuma, S.Gz. selaku laboran Laboratorium Keamanan
Hasil Perikanan yang telah mencukupi kebutuhan lab selama penelitian
6. Teman-teman Pertamax Petralite Premium Solar: Rifqi, Minwo, Miko, AW,
Lori, Afik, Riza, Dita, Firli, Rianda, Gesi, Ganis, Riza, Khun, Prilli, Daniar,
Yulia.
7. Teman-teman program studi Teknologi Hasil Perikanan, wabilkhusus
angkatan 2013.
8. Semua pihak yang berkontribusi dalam penyelesaian laporan ini.
vi
RINGKASAN
AHMAD HAPPY MU’AMAR SYAIFULLAH (135080301111062). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut Nereis sp., Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida terhadap Eschericia coli. (di bawah bimbingan Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, MS dan Eko Waluyo, S.Pi, M.Sc).
Escherichia coli merupakan salah satu bakteri gram negatif yang sebagian besar merupakan bakteri patogen. Beberapa penyakit seperti diare, peradangan selaput lendir pada saluran kemih dan penyakit lain pada sistem pencernaan telah dilaporkan disebabkan oleh Escherichia coli. Penanggulangan dampak negatif bakteri ini biasa dilakukan dengan pemberian antibiotik sintetis, namun penggunaan antibiotik sintetis secara terus-menerus akan menimbulkan efek samping merugikan serta terbentuknya resistensi terhadap antibiotik yang digunakan. Oleh karena itu, diperlukan penelitian mengenai senyawa alami yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap Escherichia coli. Berbagai penelitian terdahulu menunjukan bahwa cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan cacing tanah Eisenia foetida memiliki manfaat sebagai antibakteri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya aktivitas antibakteri dari cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan cacing tanah Eisenia foetida yang diekstraksi menggunakan pelarut aquades dengan metode dekokta terhadap bakteri Escherichia coli. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Keamanan Hasil Perikanan, Laboratorium Penanganan Hasil Perikanan, Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya Malang dan Laboratorium Sentral FMIPA Universitas Negeri Malang pada Bulan februari – Juni 2017.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental dengan variabel bebas jenis cacing dan konsentrasi ekstrak, sedangkan variabel terikat adalah aktivitas antibakteri. Uji aktivitas antibakteri menggunakan uji daya hambat metode difusi cakram, dilanjutkan dengan uji Minimum Inhibition Concentration (MIC) dan Minimum Bactericidal Concentration (MBC). Pengamatan bakteri yang terpapar ekstrak dilakukan dengan pewarnaan sederhana dan Scanning Electron Microscope.
Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat aktivitas antibakeri yang bersifat bakteriostatik dari ketiga ekstrak cacing. Hasil terbaik ditunjukan ekstrak cacing tanah Lumbricus rubellus pada konsentrasi 100.000 ppm dengan daya hambat 3,07 mm, MIC 12.500 ppm dan MBC >100.000 ppm. Hasil pengamatan bakteri dengan pewarnaan yang dilakukan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100 kali dan Scanning Electron Microscope perbesaran 15.000 kali menunjukan adanya penurunan jumlah koloni dan perubahan morfologi berupa lipatan dan kerutan pada sel bakteri Escherichia coli yang terpapar ekstrak Nereis sp., Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida.
Disarankan untuk dilkukan uji lanjutan mengenai identifikasi dan karakterisasi dugaan senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak aquades cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida serta
dilakukan penelitian mengenai manfaat dari ekstrak ketiga jenis cacing tersebut selain sebagai antibakteri.
vii
KATA PENGANTAR
Penulis menyajikan laporan penelitian yang berjudul “Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut Nereis sp., Cacing Tanah Lumbricus
rubellus dan Eisenia foetida terhadap Eschericia coli.” sebagai salah satu syarat
untuk meraih gelar sarjana perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Brawijaya, di bawah bimbingan:
1. Dr. Ir. Hartati Kartikaningsih, MS
2. Eko Waluyo, S.Pi, M.Sc
Laporan skripsi ini berisikan tentang penelitian yang memanfaatkan tiga
jenis cacing (cacing laut Nereis sp. serta cacing tanah Lumbricus rubellus dan
Eisenia foetida) sebagai bahan antibakteri terhadap Eschericia coli. Oleh karena
Eschericia coli merupakan bakteri patogen yang dapat menyebabkan gangguan
kesehatan khususnya pada sistem pencernaan, maka diharapkan ekstrak kasar
aquades dari ketiga cacing tersebut dapat menjadi alternatif pengobatanya.
Malang, November 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
IDENTITAS TIM PENGUJI ....................................................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................ iv UCAPAN TERIMA KASIH......................................................................... iv RINGKASAN ............................................................................................. vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii DAFTAR ISI............................................................................................... viiii DAFTER TABEL ....................................................................................... x DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiii
1. PENDAHULUAN ................................................................................... Error! Bookmark not defined.
1.1 Latar Belakang ................................................................................ Error! Bookmark not defined. 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... Error! Bookmark not defined. 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. Error! Bookmark not defined. 1.4 Hipotesis .......................................................................................... Error! Bookmark not defined. 1.5 Kegunaan Penelitian ....................................................................... Error! Bookmark not defined. 1.6 Waktu dan Tempat Penelitian ......................................................... Error! Bookmark not defined.
2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.1 Cacing.............................................................................................. Error! Bookmark not defined. 2.2 Cacing Laut Nereis sp. ................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.3 Cacing Tanah Lumbricus rubellus .................................................. Error! Bookmark not defined. 2.4 Cacing Tanah Eisenia foetida ......................................................... Error! Bookmark not defined. 2.5 Ekstraksi Metode Dekokta .............................................................. Error! Bookmark not defined. 2.6 Pelarut Aquades .............................................................................. Error! Bookmark not defined. 2.7 Uji Akivitas Antibakteri ..................................................................... Error! Bookmark not defined.
2.7.1 Uji Daya Hambat Metode Cakram (Kirby-Bauer) ..................... Error! Bookmark not defined. 2.7.2 Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan MBC
(Minimum Bactericidal Concentration) ................................... Error! Bookmark not defined. 2.8 Escherichia coli ............................................................................... Error! Bookmark not defined. 2.9 Pengamatan Bakteri ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
2.9.1 Pengamatan dengan Pewarnaan Sederhana .......................... Error! Bookmark not defined. 2.9.2 Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) .. Error! Bookmark not defined.
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN ................................................. Error! Bookmark not defined.
3.1 Materi Penelitian .............................................................................. Error! Bookmark not defined. 3.1.1 Alat Penelitian ........................................................................... Error! Bookmark not defined. 3.1.2 Bahan Penelitian....................................................................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Metode Penelitian ............................................................................ Error! Bookmark not defined. 3.3 Analisis Data.................................................................................... Error! Bookmark not defined. 3.4 Prosedur Penelitian ......................................................................... Error! Bookmark not defined. 3.5 Penelitian Pendahuluan .................................................................. Error! Bookmark not defined.
3.5.1 Preparasi Sampel. .................................................................... Error! Bookmark not defined. 3.5.2 Pembuatan Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut Nereis sp.,
Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida ......... Error! Bookmark not defined. 3.5.3 Pembuatan Kurva Standar Brown ............................................ Error! Bookmark not defined.
ix
3.6 Penelitian Utama ............................................................................. Error! Bookmark not defined. 3.6.1 Sterilisasi Alat ........................................................................... Error! Bookmark not defined. 3.6.2 Peremajaan Bakteri .................................................................. Error! Bookmark not defined. 3.6.3 Pembuatan Suspensi Bakteri ................................................... Error! Bookmark not defined. 3.6.4 Uji Daya Hambat Metode Difusi Cakram ................................. Error! Bookmark not defined. 3.6.5 Penentuan Minimum Inhibition Concentration (MIC) dan
Minimum Bactericidal Concentration (MBC) .......................... Error! Bookmark not defined. 3.6.6 Pengamatan Bakteri dengan Pewarnaan ................................ Error! Bookmark not defined. 3.6.7 Pengamatan Bakteri dengan Scanning Electron Microscope . Error! Bookmark not defined.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .......................................... Error! Bookmark not defined.
4.1 Karakteristik Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut Nereis sp., Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Cacing Tanah Eisenia foetida ............................................................................................ Error! Bookmark not defined.
4.2 Kepadatan Suspensi Bakteri Uji ..................................................... Error! Bookmark not defined. 4.3 Uji Daya Hambat ............................................................................. Error! Bookmark not defined. 4.4 Minimum Inhibition Concentration (MIC) ........................................ Error! Bookmark not defined. 4.5 Minimum Bacterisidal Consentration (MBC) ................................... Error! Bookmark not defined. 4.6 Pengamatan Bakteri ........................................................................ Error! Bookmark not defined.
4.6.1 Pengamatan Bakteri dengan Pewarnaan ................................ Error! Bookmark not defined. 4.6.2 Pengamatan Bakteri dengan Scanning Electron Microscope . Error! Bookmark not defined.
5. PENUTUP ............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... Error! Bookmark not defined. 5.2 Saran ............................................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ................................................................................................ Error! Bookmark not defined.
x
DAFTER TABEL
Tabel Halaman
1. Kriteria Daya Hambat Antibiotik ............................................................ Error!
Bookmark not defined.
2. Desain Rancangan Acak Lengkap Faktorial Uji Daya Hambat ........... Error!
Bookmark not defined.
3. Kriteria Zona Hambat ............................................................................ Error!
Bookmark not defined.
4. Desain Percobaan Uji MIC ................................................................... Error!
Bookmark not defined.
5. Larutan Brown dan Jumlah Kepadatan Escherichia coli ...................... Error!
Bookmark not defined.
6. Desain Penanaman Uji Daya Hambat .................................................. Error!
Bookmark not defined.
7. Hasil Pembuatan Ekstrak Aquades ...................................................... Error!
Bookmark not defined.
8. Kepadatan Suspensi Bakteri Escherichia coli ...................................... Error!
Bookmark not defined.
9. Diameter Zona Bening .......................................................................... Error!
Bookmark not defined.
10. Hasil Absorbansi MIC (λ 686 nm) ....................................................... Error!
Bookmark not defined.
11. Hasil Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) ........................ Error!
Bookmark not defined.
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Cacing Laut Nereis sp........................................................................... Error!
Bookmark not defined.
2. Cacing Tanah Lumbricus rubellus ........................................................ Error!
Bookmark not defined.
3. Cacing Tanah Eisenia foetida ............................................................... Error!
Bookmark not defined.
4. Bakteri Escherichia coli ......................................................................... Error!
Bookmark not defined.
5. Mekanisme Kerja SEM ......................................................................... Error!
Bookmark not defined.
6. Alur Prosedur Penelitian ....................................................................... Error!
Bookmark not defined.
7. Daya Hambat Ekstrak Nereis sp. (a), Lumbricus rubellus (b), dan
Eisenia foetida (c) ................................................................................ Error! Bookmark not defined.
8. Mekanisme dari Peptida Antimikroba ................................................... Error!
Bookmark not defined.
9. Mekanisme Resistensi Bakteri Gram-Negatif terhadap Peptida
Antimikroba ........................................................................................... Error! Bookmark not defined.
10. Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Nereis sp. ...................... Error!
Bookmark not defined.
11. Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Lumbricus rubellus ........ Error!
Bookmark not defined.
12. Escherichia coli terpapar Ekstrak aquades Eisenia Foetida .............. Error!
Bookmark not defined.
13. Pengamatan Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Nereis sp.
menggunakan Scanning Electron Microscope .................................. Error! Bookmark not defined.
14. Pengamatan Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Lumbricus
rubellus menggunakan Scanning Electron Microscope .................... Error! Bookmark not defined.
15. Pengamatan Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Eisenia
foetida menggunakan Scanning Electron Microscope ...................... Error! Bookmark not defined.
xii
16. Ecsherichia coli Normal dan Setelah Pemberian Peptida
Antimikroba.. ................................................................................. … 70
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Prosedur Preparasi Sampel .................................................................. Error!
Bookmark not defined.
2. Pembuatan Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut dan Caing Tanah ... Error!
Bookmark not defined.
3. Pembuatan Larutan Standar Brown ..................................................... Error!
Bookmark not defined.
4. Penentuan Panjang Gelombang .......................................................... Error!
Bookmark not defined.
5. Pembuatan Kurva Standar Brown ........................................................ Error!
Bookmark not defined.
6. Prosedur Peremajaan Isolat ................................................................. Error!
Bookmark not defined.
7. Pembuatan Suspensi Bakteri ............................................................... Error!
Bookmark not defined.
8. Uji Daya Hambat Metode Difusi Cakram .............................................. Error!
Bookmark not defined.
9. Uji MIC (Minimum Inhibition Concentration) ......................................... Error!
Bookmark not defined.
10. Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) ................................. Error!
Bookmark not defined.
11. Pengamatan Bakteri dengan Pewarnaan ........................................... Error!
Bookmark not defined.
12. Preparasi Pengamatan Bakteri dengan SEM .................................... Error!
Bookmark not defined.
13. Dokumentasi Penepungan dan Ekstraksi Sampel ............................. Error!
Bookmark not defined.
14. Dokumentasi Pembuatan Suspensi ................................................... Error!
Bookmark not defined.
15. Dokumentasi Uji Daya Hambat .......................................................... Error!
Bookmark not defined.
xiv
16. Dokumentasi Uji MIC (Minimum Inhibition Concentration) ................ Error!
Bookmark not defined.
17. Dokumentasi Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration) ........... Error!
Bookmark not defined.
18. Dokumentasi Pengamatan Bakteri dengan Pewarnaan .................... Error!
Bookmark not defined.
19. Dokumentasi Pengamatan Bakteri menggunakan SEM .................... Error!
Bookmark not defined.
20. Perhitungan Rendemen Ekstrak ......................................................... Error!
Bookmark not defined.
21. Perhitungan Regresi untuk Penentuan Kepadatan Bakteri ............... Error!
Bookmark not defined.
22. Pembuatan Larutan ............................................................................ Error!
Bookmark not defined.
23. Hasil Uji Daya Hambat ........................................................................ Error!
Bookmark not defined.
24. Hasil Absorbansi Uji MIC .................................................................... Error!
Bookmark not defined.
25. Hasil Pengamatan Uji MBC ................................................................ Error!
Bookmark not defined.
26. Komposisi Media ................................................................................. Error!
Bookmark not defined.
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Escherichia coli merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan
berbagai penyakit terutama pada sistem pencernaan. Escherichia coli termasuk
bekteri gram negatif yang bersifat patogen sehingga keberadaanya merugikan
bagi kesehatan. Menurut Wistreich (1999), sakit perut dapat disebabkan oleh
adanya bakteri-bakteri merugikan yang ada dalam saluran pencernaan. Bakteri
penyebab penyakit saluran pencernaan salah satunya adalah Eschericia coli.
Lestari, et al (2013) menyatakan bahwa Escherichia coli merupakan bakteri yang
menyebabkan penyakit diare. Wabah infeksi bakteri Escherichia coli yang meluas
sangat meresahkan tak terkecuali di Indonesia. Escherichia coli digambarkan
sebagai komunitas bakteri coli dengan membangun segala perlengkapan
patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan. Escherichia coli adalah salah satu
baketri gram negatif termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh
makanan berupa zat organik di lingkunganya.
Menurut Polapa (2015), Eschericia coli adalah bakteri gram negatif
berbentuk batang yang secara normal hidup di saluran pencernaan manusia dan
hewan. Meskipun secara normal hidup di saluran pencernaan, banyak kasus
diare yang disebabkan oleh bakteri ini. Ditambahkan oleh Indriati, et al (2012),
Escherichia coli yang merupakan bakteri normal didalam usus manusia akan
menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan lain. Sifatnya
unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus, misalnya diare pada
anak seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain
di luar usus. Menurut Elfidasari, et al (2011), Escherichia coli tersebar di banyak
tempat dan kondisi dengan rentang suhu pertumbuhan 80C – 460C, tetapi suhu
2
optimum pertumbuhanya 370C. Oleh karena itu, bakteri ini dapat hidup dalam
tubuh manusia dan vertebrata lain. Bakteri ini juga berbahaya apabila hidup di
luar usus seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan
selaput lendir (sistitis).
Pertumbuhan bakteri Escherichia coli biasa dihambat dengan memberikan
antibiotik, namun penggunaan antibiotik secara terus-menerus akan
menimbulkan sifat resisten bakteri target terhadap antibiotik yang diberikan.
Pengobatan pada pentakit diare juga biasanya menggunakan antibiotik, namun
obat sintetik ini dapat menyebabkan resisten pada saluran pencernaan (Indriati,
et al. 2012). Salah satu upaya untuk mengurangi resistensi, pemberian antibiotik
harus berdasarkan pola bakteri penyebab infeksi dan kepekaan bakteri terhadap
antibiotik (Nurmala, et al. 2015). Saat ini telah banyak terjadi resistensi bakteri
Escherichia coli sebagai penyebab infeksi saluran kemih terhadap antibitotik
sehingga angka kesakitan semakin tinggi. Escherichia coli memiliki resistensi
yang tinggi terhadap clindamycin, pipemidic acid, penicillin G, streptomycin
masing-masing sebesar 100% (Endriani, et al. 2010). Pemberian antibiotik
sintetis secara terus menerus dapat menimbulkan resistensi bakteri patogen
terhadap antibiotik sintetik yang dapat meningkatkan prevalensi penyakit infeksi
(Hayati, et al. 2011). Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk memperoleh
bahan alami yang berpotensi sebagai antibakteri Escherichia coli.
Potensi senyawa antibakteri alami salah satunya dapat diperoleh dari
golongan hewan annelida termasuk cacing, baik cacing laut maupun cacing
tanah. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa cacing laut Nereis sp.
cacing tanah Lumbricus rubellus dan cacing tanah Eisenia foetida memiliki
senyawa yang bersifat antibakteri. Jekti, et al. (2008) melaporkan adanya
senyawa antibakteri dari cacing laut kelas polychaeta yang mampu menghambat
3
pertumbuhan bakteri Pseudomonas auroginosa, Escherichia coli, Klebsiella sp.,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus auerus, dan Streptococcus
pneumoniae. Cacing laut ini memiliki kandungan bromophyrrole yang mampu
menghambat respirasi mikroba. Menurut Aninda (2016), cacing laut
Siphonosoma australe selain bermanfaat sebagai antihiperglikemik, juga memiliki
kandungan steroid yang bersifat antibakteri. Deloffre, et al (2003) menyatakan
bahwa cacing laut Nereis diversicolor memiliki senyawa metalloprotein tipe II
(MPII) yang bersifat antibakteri dan berperan dalam sistem pertahanan diri
terhadap lingkungan. Ditambahkan oleh Tasiemski, et al (2006), cacing laut
Nereis diversicolor memiliki peptida hedistin yang bersifat antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Vibrio alginolyticus.
Cacing tanah Lumbricus sp. memiliki senyawa aktif yang telah
dimanfaatkan sebagai bahan obat, pelembut kulit dan antiinfeksi. Ekstrak cacing
tanah lumbricus sp. juga memiliki senyawa antibakteri yang bersifat bakterisidal
pada Staphylococus aureus dan Shigella flexneri dan bersifat bakteristatik
terhadap Streptococcus beta hemoliticus dan Vibrio cholerae (Suryani, 2010).
Air rebusan cacing tanah Lumbricus rubellus dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli pada konsentrasi 20%. Kemampuan antibakteri dari air
rebusan cacing tanah Lumbricus rebellus ini karena memiliki senyawa
antimikroba yaitu lumbricin (Indriati, et al. 2012). Istiqomah, et al (2014)
menambahkan bahwa ekstrak kering cacing tanah Lumbricus rubellus juga dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella pullorum dan Staphylococcus
aureus.
Cacing tanah Eisenia foetida dalam mekanisme pertahan diri pada
lingkungan melibatkan senyawa antibakteri. Senyawa antibakteri ini terdiri dari
beberapa protein seperti lisozim dan fetidin (Grdisa, et al. 2013). Popovic, et al
4
(2005) melaporkan bahwa Eisenia foetida mengandung glikolipoprotein G-90
yang berguna sebagai antibakteri. Liu, et al (2004) menemukan adanya peptida
antibakteri OEP3121 pada cacing tanah Eisenia foetida yang berguna dalam
melawan mikroba yang resisten terhadap beberapa obat-obatan. Govindarajan
dan Prabakaran (2012) menambahkan bahwa Eisenia foetida mampu
menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen yaitu Pseudomonas
aeruginosa dan Escherichia coli.
Senyawa antibakteri yang terdapat pada cacing laut Nereis sp., cacing
tanah Lumbricus rubellus, dan cacing tanah Eisenia foetida dapat diperoleh
melalui ekstraksi pelarut. Pelarut yang biasa digunakan untuk mengekstraksi
senyawa aktif alami adalah aquades. Ekstraksi menggunakan pelarut aquades
dilakukan dengan ekstraksi dekokta. Ekstraksi menggunakan metode dekokta
dengan pelarut aquades merupakan salah satu metode yang cukup baik karena
kebnyakan masyarakat menggunakan metode yang hampir mirip dengan
dekokta yaitu perebusan simplisia mencapai suhu 90° C selama 30 menit untuk
memperoleh cairan rebusan yang digunakan sebagai obat tradisional (Rohmah,
2016). Pemilihan pelarut yang akan digunakan dalam proses ekstraksi harus
memperhatikan sifat kandungan senyawa yang akan diisolasi. Sifat yang penting
adalah polaritas suatu senyawa (Septiana, et al. 2012). Menurut sudarmadji, et al
(1996), pada prinsipnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama
polaritasnya.
Keberadaan Escherichia coli akan menimbulkan efek merugikan terutama
jika berada dalam tubuh manusia, beberapa penyakit akan ditimbulkan oleh
adanya bakteri ini. Sifat resistensi Escherichia coli terhadap beberapa antibiotik
sintetis yang biasa digunakan menjadi salah satu kendala dalam mengatasi
pertumbuhan bakteri ini, oleh karena itu diperlukan penelitian mengenai bahan
5
alami yang berpotensi memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manfaat dari ekstrak aquades cacing
laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus, dan cacing tanah Eisenia
foetida sebagai antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu ada atau tidaknya aktivitas
antibakteri ekstrak cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus, dan
cacing tanah Eisenia foetida terhadap Escherichia coli serta ada atau tidaknya
perubahan morfologi dan koloni Escherichia coli yang terpapar ekstrak dengan
pengamatan menggunakan mikroskop cahaya dan Scanning Electron
Microscope.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan aktivitas
antibakteri ekstrak cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus, dan
cacing tanah Eisenia foetida terhadap Escherichia coli berdasarkan hasil uji daya
hambat, uji MIC (Minimum Inhibition Concentration), uji MBC (Minimum
Bactericidal Concentration) dan pengaruh paparan ekstrak ketiga cacing
terhadap perubahan morfologi dan koloni bakteri yang diamati dengan mikroskop
cahaya dan Scanning Electron Microscope.
1.4 Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
H0 : diduga tidak terdapat pengaruh aktivitas antibakteri dari interaksi jenis
spesies cacing dan konsentrasi ekstrak yang berbeda terhadap Escherichia
coli dan tidak terdapat perubahan morfologi dan koloni bakteri terpapar
6
ekstrak yang diamati dengan mikroskop cahaya dan Scanning Electron
Microscope.
H1 : diduga terdapat pengaruh aktivitas antibakteri dari interaksi jenis spesies
cacing dan konsentrasi ekstrak yang berbeda terhadap Escherichia coli
dan terdapat perubahan morfologi dan koloni bakteri terpapar ekstrak yang
diamati dengan mikroskop cahaya dan Scanning Electron Microscope.
1.5 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini adalah diharapkan peneliti mendapatkan adanya
aktivitas antibakteri ekstrak cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus
rubellus, dan cacing tanah Eisenia foetida terhadap bakteri Escherichia coli.
1.6 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2017 - Juni 2017. Proses
preparasi sampel, pembuatan ekstrak kasar, uji aktivitas antibakteri, dan
pengamatan mikroorgansime dengan pewarnaan dilaksanakan di Laboratorium
Keamanan Hasil Perikanan, Laboratorium Parasit dan Penyakit Ikan, dan
Laboratorium Perekayasa Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang. Pengamatan Scanning Electron
Microscope
7
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cacing
Cacing dalam pandangan sebagian orang hanya dihubungkan dengan
cacing tanah, atau paling tidak cacing parasit intestinal. Cacing (annelida) adalah
salah satu cabang terbesar dari hewan yang mencakup ribuan spesies. Annelida
berarti cincin atau segmen, karakteristik yang memisahkan cacing dari filum
hewan lain. Tubuh annelida terdiri dari beberapa segmen dimana pencernaan
dan aliran darah utamanya mengalir melewati segemen-segmen tersebut (Russel
dan Denning, 2000). Secara tradisional annelida dibagi menjadi polichaeta dan
clitellata, termasuk organisme purba dan secara ekologis penting yang termasuk
didalamnya 16.500 spesies yang berhabitat di lautan, perairan tawar dan daratan
(Purschke, et al. 2014). Filum Annelida antara lain dibagi menjadi kelas
Oligochaeta, Hirudinea dan Polychaeta. Rambut yang keras dan pendek pada
cacing dinamakan seta. Apabila pada tiap segmen ada banyak seta maka cacing
dimasukkan dalam kelas Polychaeta, apabila seta sedikit masuk ke dalam kelas
Oligochaeta, dan bila tidak memiliki seta maka termasuk kelas Hirudinea. Kelas
Polycaheta umumnya hidup di lautan dan banyak dimanfaatkan sebagai bahan
pangan. Kelas Oligochaeta misalnya adalah cacing tanah Lumbricus sp. dan
cacing tanah Eisenia foetida (Simandjutak dan Waluyo,1982).
Suhardi (1982), menyatakan bahwa tubuh annelida adalah perkembangan
dari coelomata tidak bersegmen seperti priapulida, sipuncula atau echiurida.
Semua bagian tubuh pada tiap segmen merupakan pengulangan dari bagian-
bagian tubuhnya. Saluran pencernaan filum annelida telah lengkap dan
berbentuk tubuller disepanjang anterior hingga posterior. Wijarni (1984)
menambahkan bahwa tubuh annelida telah mempunyai koelom dan kitin yang
8
terbagi menjadi ruas-ruas segmen yang sama, baik dibagian luar ataupun dalam,
kecuali saluran pencernaan yang tersusun melewati anterior hingga posterior.
Annelida memiliki mulut pada ujung anterior yang disebut prostomium.
Makanan masuk melalui prostomium kemudian masuk ke dalam faring. Makanan
melewati esofagus dan disimpan sementara di tembolok, selanjutnya dicerna di
lambung dan usus halus dan sisa pencernaan dikeluarkan melalui anus. Cacing
memiliki alat pembantu yaitu seta, yang berfungsi sebagai jangkar supaya lebih
kokoh pada tempat geraknya. Alat pembantu gerak lainnya adalah lendir yang
diproduksi oleh kelenjar lendir pada epidermis. Pada bagian anterior cacing
terdapat kileteum yang berguna dalam perkembang biakan (Simandjutak dan
Waluyo,1982).
Cacing bernafas melalui kulit, sehingga kulit cacing harus tetap lembap
untuk menjamin difusi O2 dan CO2 tetap berjalan baik. Lapisan tipis pada kulit
yang disebut kutikula menjadi tempat pertukaran udara. Di bawah kutikula
terdapat pembuluh darah untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Sistem syaraf terdiri
dari simpul syaraf (ganglion) yang terdapat pada anterior dan simpul syaraf di
ventral serta serabut-serabut syaraf. Sistem peredaran darah cacing diatur oleh 5
pasang jantung. Darah cacing mengandung hemoglobin sebagai pembawa O2.
Cacing memiliki ginjal yang berfungsi mengeluarkan sisa nitrogen (Oemarjati dan
Wardhana, 1990). Suhardi (1982), menyatakan bahwa annelida memiliki sistem
peredaran darah yang berlangsung di dalam pembuluh darah. Sistem syaraf
terdiri atas pusat syaraf yang terletak di bagian punggung yang dilanjutkan oleh
tali syaraf ke arah belakang di daerah perut tubuh yaitu 1 ganglion dan 1 pasang
syaraf untuk tiap segmen.
9
2.2 Cacing Laut Nereis sp.
Cacing laut Nereis sp. termasuk dalam kelas polychaeta keluarga nereidae.
Morfologi badan luarnya tersusun atas segmen-segmen, memiliki sepasang
parapodia dan berseta pada setiap segmen badanya (Rasidi, 2012). Polychaeta
memiliki segmentasi yang jelas dengan banyak somit, banyak seta. Pada bagian
kepala dapat dikenal dengan adanya tentakel dan tidak mempunyai klitelium
(Suhardi, 1982). Cacing laut Nereis sp. dapat hidup pada berbagai sedimen dari
lumpur berpasir hingga pasir saja. Cacing laut keluarga nereidae memiliki saluran
transportasi berupa darah yang mengandung hemoglobin sebagai sarana
transportasi oksigen (Wilson dan Ruff, 1988).
Morfologi anterior cacing laut Nereis sp. dapat dilihat pada gambar 1.
Klasifikasi cacing laut Nereis sp. menurut Wilson dan Ruff (1988) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Annelida Kelas : Polychaeta Ordo : Phyllodocida Famili : Nereidae Genus : Nereis Spesies : Nereis sp.
Gambar 1. Cacing Laut Nereis sp.
Cacing laut polychaeta banyak ditemukan di perairan pantai mangrove.
Habitat cacing laut umumnya berpasir dan berlumpur yang mengandung bahan
dekomposit. Polychaeta secara ekologi berperan penting sebagai makanan
hewan dasar seperti ikan dan udang (Junardi dan wardoyo, 2008). Habitat cacing
laut yang ekstrim memungkinkan cacing laut memiliki senyawa tertentu sebagai
10
pertahanan diri terhadap lingkungan. Deloffre, et al (2003) menyatakan bahwa
cacing laut Nereis diversicolor memiliki senyawa metalloprotein tipe II (MPII)
yang bersifat antibakteri dan berperan dalam sistem pertahanan diri terhadap
lingkungan. Aninda (2016) menambahkan, cacing laut selain bermanfaat sebagai
antihiperglikemik, juga memiliki kandungan senyawa yang bersifat antibakteri.
2.3 Cacing Tanah Lumbricus rubellus
Cacing tanah Lumbricus rubellus termasuk dalam kelompok epigaesis,
merupakan jenis cacing yang aktif di permukaan tanah. Warna tubuh cacing
tanah Lumbricus rubellus gelap dan memiliki kemampuan penyamaran yang
efektif. Cacing tanah Lumbricus rubellus memiliki kemampuan mendekomposisi
limbah organik (Maulida, 2015). Bentuk tubuh cacing tanah Lumbricus rubellus
silindris dengan tubuh bagian belakang klitelium memipih dorsal lateral dan
bagian
depan atau kepala lebih memipih dari pada bagian belakang atau ekor.
Lumbricus rubellus berwarna merah tua gelap, perut kuning dan memiliki panjang
2,5-10,5 cm. Bagian ekor Lumbricus rubellus berwarna kuning dengan segmen
tubuh berjumlah 95-120 segmen (Dika, 2006).
Cacing tanah Lumbricus sp. memiliki senyawa aktif yang telah
dimanfaatkan sebagai bahan obat, pelembut kulit dan antiinfeksi (Suryani, 2010).
Kandungan asam amino cacing tanah Lumbricus rubellus lengkap serta terdapat
juga lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor dan sulfur, asam suksinat dan asam
hialuronat (Sasmito, 2000). Air rebusan cacing Lumbricus rubellus dipercaya
mengobati penyakit infeksi pencernaan (Deni, 2015). Lumbricus rubellus memiliki
senyawa yang bersifat antibakteri. Kemampuan antibakteri dari air rebusan
cacing tanah Lumbricus rebellus ini karena memiliki senyawa antimikroba yaitu
lumbricin (Indriati, et al. 2012).
11
Gambar 2 menunjukan spesies cacing tanah Lumbricus rubellus. Klasifikasi
cacing tanah Lumbricus rubellus menurut Maulida (2015) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Annelida Kelas : Clitellata Ordo : Oligochaeta Famili : Lumbricidae Genus : Lumbricus Spesies : Lumbricus rubellus
Gambar 2. Cacing Tanah Lumbricus rubellus
2.4 Cacing Tanah Eisenia foetida
Cacing tanah Eisenia foetida merupakan salah satu jenis cacing tanah
yang dibudidayakan secara komersial. Cacing ini memiliki perkembangbiakan
yang cepat serta produktivitas tinggi. Eisenia foetida termasuk hewan tingkat
rendah yang tidak bertulang belakang, sering disebut red wiggler, brandling dan
manure worm. Eisenia foetida mempunyai cincin-cincin kuning dan merah hati
sepanjang tubuhnya, ujung ekor pipih, bagian dorsal berwarna merah muda,
bagian ventral berwarna putih kemerahan dan ekor berwarna orange. Panjang
tubuh Eisenia foetida sekitar 7 cm dengan diameter tiga mm (Permata, 2006).
Menurut Fadaee (2012), nama lokal cacing Eisenia foetida antara lain cacing
macan, cacing bawang, cacing pipih, cacing cadillac dan cacing untuk umpan
pancing.
Cacing Eisenia foetida memiliki warna tubuh coklat tua dengan belang
kuning antar segmen tubuhnya, bentuk bulat dengan panjang sekitar 32-130 mm
12
dan segmen tubuh berjumlah sekitar 80-110 segmen. Lubang jantan (male pore)
umumnya terdapat pada segmen ke-15, sedangkan lubang betina (female pore)
terdapat pada segmen ke-14. Lambung sederhana terdapat di depan usus.
Esofagus mengandung kelenjar kalsiferus yang berfungsi untuk menetralisir
media jika dalam kondisi asam. Klitelium berbentuk saddle, terdapat dibagian
posterior dari lubang jantan (Afriyansyah, 2010).
Gambar 3 menunjukan foto dokumentasi cacing tanah Eisenia foetida.
Klasifikasi cacing tanah Eisenia Foetida menurut Permata (2006) sebagai berikut:
Kingdom : Animalia Filum : Annelida Kelas : Clitellata Sub Kelas : Oligochaeta Ordo : Haplotaciada Famili : Lumbricidae Genus : Eisenia Spesies : Eisenia foetida
Gambar 3. Cacing Tanah Eisenia foetida
Eisenia foetida memiliki manfaat dalam perbaikan ekosistem tanah,
menyuburkan lahan pertanian, meningkatkan manfaat limbah organik,
meningkatkan daya serap air permukaan tanah, mengurai pencemaran
lingkungan, umpan ikan, kosmetik, dan bahan obat (Permata, 2006). Cacing
tanah Eisenia foetida dalam mekanisme pertahan diri pada lingkungan
melibatkan senyawa antibakteri. Senyawa antibakteri ini terdiri dari beberapa
protein seperti lisozim dan fetidin (Grdisa, et al. 2013). Popovic, et al (2005)
13
menambahkan bahwa Eisenia foetida mengandung glikolipoprotein G-90 yang
berguna sebagai antibakteri.
2.5 Ekstraksi Metode Dekokta
Ekstraksi dalam penelitian saintifikasi menurut Mukhriani (2014) bertujuan
untuk mengetahui adanya suatu senyawa yang dapat berfungsi sebagai obat.
Pemilihan metode ekstraksi tergantung pada sifat bahan dan senyawa yang akan
diisolasi. Menurut Yuliani dan Satuhu (2012), ekstraksi adalah proses penarikan
komponen aktif yang terkandung dalam suatu bahan menggunakan pelarut yang
sesuai dengan kelarutan komponen aktifnya. Deri, et al (2015) menambahkan
bahwa Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan senyawa kimia yang
dapat larut dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dalam proses
ekstrasi ini, bahan aktif akan terlarut oleh zat penyari yang sesuai sifat
kepolaranya. Hayati, et al (2011) menyatakan bahwa dalam bidang pengobatan,
bahan-bahan hasil proses ekstraksi yang berbentuk ekstrak banyak digunakan
karena lebih spesifik mengandung zat-zat hasil ekstraksi. Proses ekstraksi pada
simplisia nabati berupa cacing Lumbricus rubellus juga dapat meningkatkan
keseimbangan asam amino bahan. Beberapa metode ekstraksi menurut
Istiqomah (2013) antara lain maserasi, perkolasi, refluks, sokletasi, digesti, infusa
dan dekokta.
Metode dekokta merupakan metode ekstraksi yang mudah dilakukan tanpa
menggunakan peralatan laboratorium maupun industri dan lebih aplikatif
diterapkan langsung oleh masyarakat umum (Lestari, 2016). Berdasarkan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2008), metode dekokta
dilakukan dengn cara menyiapkan sediaan cair yang dibuat dengan
mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90o C selama 30 menit.
Cara pembuatan ekstrak dengan metode ini adalah dengan mencampur simplisia
14
halus dengan air destilasi sepuluh kali jumlah simplisia dan dipanaskan mulai
suhu 90o C selama 30 menit. Ekstrak disaring dengen kain flanel selagi panas.
Proses ekstraksi dalam penelitian ini juga melibatkan proses evaporasi.
Warbung, et al (2013) mengemukakan bahwa proses penguapan atau evaporasi
dapat memengaruhi kemampuan senyawa aktif dalam menghambat
pertumbuhan bakteri. Evaporasi menurut Mukhriani (2014) dilakukan dengan
cara sampel dimasukkan bersama pelarut ke dalam labu yang dihubungkan
dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik didih. Uap
terkondensasi dan kembali ke dalam labu. Destilasi uap memiliki proses yang
sama dan biasanya digunakan untuk mengekstraksi minyak esensial (campuran
berbagai senyawa menguap). Selama pemanasan, uap terkondensasi dan
destilat (terpisah sebagai 2 bagian yang tidak saling bercampur) ditampung
dalam wadah yang terhubung dengan kondensor.
2.6 Pelarut Aquades
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquades. Pemilihan
pelarut aquades didasarkan pada sifat senyawa target yang akan diekstraksi dari
bahan. Menurut Septiana, et al (2012), pemilihan pelarut yang akan digunakan
dalam proses ekstraksi harus memperhatikan sifat kandungan senyawa yang
akan diisolasi. Sifat yang penting adalah polaritas suatu senyawa. Sudarmadji, et
al (1996) menyatakan bahwa pada prinsipnya suatu bahan akan mudah larut
dalam pelarut yang sama polaritasnya. Irvan (2015) menambahkan bahwa
alasan pemilihan pelarut dalam proses ekstraksi diantaranya pelrut mampu
melarutkan senyawa yang akan diekstrak, mudah dipisahkan dan dimurnikan
kembali. Besarnya konsentrasi pelarut merupakan slah satu faktor yang sangat
berpengaruh pada kecepatan perpindahan massa dari solute ke solvent.
15
Aquades merupakan air murni hasil destilasi. Aquades adalah pelarut yang
paling mudah didapat dan murah, bersifat netral dan tidak berbahaya sehingga
aman bila digunakan dalam bahan pangan. Aquades atau air isuling memiliki
kadar mineral sangat minim sehingga baik digunakan. Kelemahan pelarut
aquades terletak pada proses evaporasi yang lebih lama karena titik didihnya
lebih tinggi dibandingkan dengan pelarut lainnya (Sibuea, 2015). Berdasarkan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (2008), Aquades memiliki kemampuan
yang baik untuk mengekstraksi sejumlah bahan simplisia. Penggunaan pelarut
aquades dinilai lebih aman karena sediaan ditujukan penggunaannya pada
rongga mulut, tetapi penyarian dengan metode ini menghasilkan filtrat yang tidak
stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan kapang karena bakteri dan kapang
mudah tumbuh pada media berair.
2.7 Uji Akivitas Antibakteri
Antibakteri menurut (Maharani, et al. 2016) adalah zat yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri dan digunakan secara khusus untuk
mengobati infeksi. Aktivitas suatu zat yang bersifat antibakteri dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti konsentrasi bahan, pH, komposisi medium, suhu, jenis
bakteri uji dan kemampuan antibakteri dalam medium. Nugraha (2014)
menambahkan bahwa antibakteri merupakan senyawa yang mampu
menghambat pertumbuhan dan mencegah reproduksi bakteri. Senyawa
antibakteri yang terkandung dalam beberapa jenis ekstrak diketahui mampu
menghambat pertumbuhan bakteri patogen.
Mekanisme penghambatan bakteri patogen oleh antibakteri dapat melalui
beberapa cara antara lain menghambat sintesis dinding sel, merusak
permeabilitas membran sel, menghambat sintesis RNA (proses transkripsi) dan
menghambat sintesis protein (proses translasi) dan replikasi DNA (Nugraha,
16
2014). Senyawa antibakteri mampu menghambat atau membunuh
mikroorganisme melalui beberapa mekanisme antara lain mengambat
pembentukan dinding sel; merusak membran sel; mengganggu sintesis protein;
dan mengambat metabolisme asam nukleat. Potensi biologis suatu senyawa
sebagai antibakteri dinyatakan dalam bentuk mikrogram dengan membandingkan
jumlah penghambatan pertumbuhan bakteri yang disebabkan senyawa selama
pengujian dalam kondisi terkontrol (Pelczar, et al. 1977).
Pengujian aktivitas antibakteri menurut Kusmiyati dan Agustini (2006)
dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Metode difusi
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu metode silinder, lubang dan cakram
(Kirby-Bauer). Metode pengenceran dapat dilaukan dengan mengencerkan zat
antibakteri dan dimasukkan ke dalam tabung - tabung reaksi steril. Ke dalam
masing - masing tabung itu ditambahkan sejumlah bakteri uji yang telah diketahui
jumlahnya pada interval waktu tertentu. Pengujian aktivitas antibakteri dalam
penelitian ini menggunakan metode difusi cakram (kirby-Bauer) dan metode
dilusi (pengenceran) dengan pengujian MIC (Minimum Inhibitory Concentration)
dilanjutkan dengan pengujian MBC (Minimum Bactericidal Concentration).
2.7.1 Uji Daya Hambat Metode Cakram (Kirby-Bauer)
Uji daya hambat metode cakram (Kirby-Bauer) merupakan cara yang
paling sering digunakan untuk menentukan kepekaan bakteri terhadap berbagai
macam antibakteri. Pada cara ini, digunakan cakram kertas (paper disc) yang
berfungsi sebagai tempat menampung zat antibakteri. Kertas cakaram tersebut
diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian
diinkubasi pada waktu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari
mikroba uji (Prayoga, 2013). Kepekaan suatu antibakteri ditentukan oleh
diameter zona hambat yang terbentuk. Penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
17
zat antibakteri terlihat sebagai wilayah yang jernih sekitar pertumbuhan
mikroorganisme. Lebar daerah hambatan ini tergantung pada konsentrasi obat
yang digunakan (Wigati, 2016).
Dasar percobaan uji daya hambat bakteri adalah dengan membiarkan
senyawa berdifusi kedalam perbenihan padat. Kadar senyawa tertinggi tercapai
pada daerah di dekat tempat pemberian obat dan makin jauh makin berkurang.
Hambatan akan terlihat sebagai daerah yang tidak menunjukan adanya
pertumbuhan bakteri di sekitar cakram. Lebar daerah hambatan tergantung pada
daya resap senyawa kedalam agar dan kepekaan bakteri uji terhadap senyawa
(Soleha, 2015). Kelebihan metode cakram (Kirby-Bauer) ini diantaranya mudah
dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus, dan relatif murah (Prayoga,
2013).
Lebar diameter zona bening dijadikan sebagai parameter melihat kekuatan
senyawa antibakteri yang terkandung dalam ekstrak. Semakin besar diameter
zona bening yang terbentuk mengindikasikan semakin kuat senyawa antibakteri
dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Tabel 1 menunjukan kriteria kekuatan
daya hambat berbagai antibiotik dengan metode difusi cakram.
Tabel 1. Kriteria Daya Hambat Antibiotik
Antibiotik Konsentrasi pada cakram tiap
ml
Wilayah penghambatan (mm)
Resisten Intermediate Peka
Ampicilin 0,01 mg <11 12 >14 Kloramfenikol 0,03 mg <12 13-17 >18 Erythromycin 0,015 mg <13 14-17 >18 Gentamycin 0,01 mg <13 14-17 >18 Streptomycin 0,01 mg <11 12-14 >15 Tetracyclin 0,03 mg <14 15-19 >19
Sumber: Lay (1994)
Jawetz, et al (1996) menyatakan bahwa semakin besar diameter zona
bening maka semakin terhambat pertumbuhan bakteri uji, sehingga diperlukan
standar acuan untuk menentukan apakah bakteri itu resisten atau peka terhadap
18
suatu antibiotik. Faktor yang memengaruhi metode Kirby-Bauer antara lain: (1)
konsentrasi mikroba uji, (2) konsentrasi antibiotik yang terdapat dalam cakram,
(3) jenis antibiotik, (4) pH medium.
2.7.2 Uji MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration)
Beberapa bahan antimikroba tidak membunuh, tetapi hanya menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Bahan antimikroba bersifat bakteriostatik bila
digunakan dalam konsentrasi kecil, namun bila digunakan dalam konsentrasi
tinggi akan mematikan mikroorganisme (Lay, 1994). Prayoga (2013) menyatakan
bahwa obat yang digunakan untuk membasmi mikroba memiliki ketentuan yaitu
harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut
haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba tetapi tidak toksik untuk hospes.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, antibakteri dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Antibakteri yang mempunyai sifat menghambat pertumbuhan bakteri
(Aktivitas bakteriostatik)
2. Antibakteri yang mempunyai sifat membunuh bakteri (aktivitas bakterisidal)
Menurut Soleha (2015), minimum inhibitory concentration (MIC) merupakan
konsentrasi terendah zat antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri dengan hasil yang dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau
kekeruhan pada biakan cair, sedangkan minimum bactericidal concentration
(MBC) merupakan konsentrasi terendah zat antibakteri yang dapat membunuh
99,9% bakteri pada biakan selama waktu yang ditentukan. Prayoga (2013)
menambahkan bahwa dalam menghambat pertumbuhan bakteri ataupun
membunuhnya, terdapat kadar minimal. Kadar minimal tersebut masing-masing
dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
Antibakteri tertentu dapat meningkat aktivitasnya dari bakteriostatik menjadi
19
bakterisisal apabila kadar antibakterinya ditingkatkan melebihi kadar hambat
minimal (KHM).
MIC merupakan petunjuk konsentrasi antibiotik yang mampu menghambat
pertumbuhan mikroorganisme dan juga memberikan petunjuk mengenai dosis
yang diperlukan dalam pengobatan penyakit. MIC didefinisikan sebagai
konsentrasi terendah bahan antimikroba yang menghambat pertumbuhan,
sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah bahan antimikroba yang
mematikan. Konsentrasi terendah ini dapat ditentukan menggunakan
pengenceran tabung. Inokulum isolat bakteri yang ditambahkan pada deret
pengenceran tabung yang berisi antibiotik dan pertumbuhan mikroorganisme
dilihat dari kekeruhan di dalam tabung. MIC dapat pula ditentukan dengan
penggunaan berbagai konsentrasi antibiotik dan dibandingkan dengan tabung
kontrol negatif dan positif (Lay, 1994). Penentuan konsentrasi minimum antibiotik
yang dapat membunuh bakteri atau MBC dilakukan dengan menanam bakteri
pada pembenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam media baru
kemudian di inkubasi semalam pada suhu 370 C (Soleha, 2015). Berdasarkan hal
ini, maka perlu dilakukan pengujian MIC (Minimum Inhibitory Concentration) dan
MBC (Minimum Bactericidal Concentration).
2.8 Escherichia coli
Escherichia coli adalah bakteri fakultatif anaerob, berbentuk batang,
bersifat gam negatif dan merupakan flora normal intestinal (Noviana, 2004).
Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif berbentuk batang yang secara normal
hidup di saluran pencernaan manusia dan hewan. Meskipun secara normal hidup
di saluran pencernaan, banyak kasus diare yang disebabkan oleh bakteri ini
(Polapa, 2015). Escherichia coli yang merupakan bakteri normal didalam usus
manusia akan menimbulkan penyakit bila masuk ke dalam organ atau jaringan
20
lain. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus,
misalnya diare pada anak seperti juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada
jaringan tubuh lain di luar usus (Indriati, et al. 2012),
Menurut Elfidasari, et al (2011), Escherichia coli tersebar di banyak tempat
dan kondisi dengan rentang suhu pertumbuhan 80C – 460C, tetapi suhu optimum
pertumbuhanya 370C. Oleh karena itu, bakteri ini dapat hidup dalam tubuh
manusia dan vertebrata lain. Bakteri ini juga berbahaya apabila hidup di luar usus
seperti pada saluran kemih, yang dapat mengakibatkan peradangan selaput
lendir (sistitis). Menurut Anshari (2011), dalam suatu biakan, Escherichia coli
membentuk koloni bulat konveks, halus dengan pinggir-pinggir yang nyata,
bersifat aerob, meragikan karbohidrat dan mempunyai struktur antigenik yang
kompleks. Bakteri ini juga paling banyak digunakan sebagai indikator sanitasi
karena air maupun makanan yang terdeteksi adanya Escherichia coli yang
bersifat patogen, jika termakan atau terminum dapat menyebabkan keracunan.
Pada umumnya Escherichia coli berwarna putih, kadang-kadang berwarna putih
kekuningan, coklat keemasan, jingga kemerahan atau merah dengan karakter
berombak-ombak, basah dan homogen. Escherichia coli memiliki sistem
membran ganda dimana membran luarnya diselimuti oleh membran luar
permeabel. Bakteri ini mempunyai dinding sel tebal dengan peptidoglikan, yang
terletak diantara membran dalam dan membran luarnya. Gambar 4. menunjukan
gambar bakteri Eschericia coli.
Escherichia coli merupakan bagian famili Enterobacteiciae, berbentuk
batang pendek (coccobasil), gram negatif, ukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian
bergerak dan beberapa strain memiliki kapsul dan tidak membentuk spora serta
bersifat anaerob fakultatif, kebanyakan bersifat motil dengan menggunakan
flagella (Sari, 2015). Organisme ini tersebar luas di alam, biasanya lazim terdapat
21
dalam sel pencernaan manusia dan hewan. Escherichia coli tersebar diseluruh
dunia dan ditularkan bersama air atau makanan yang terkontaminasi oleh fases.
Escherichia coli tidak dapat mengurangi asam sitrat dan garam sitrat sebagai
sumber karbon tunggal dan tidak menghasilkan pigmen, tetapi kadang-kadang
menghasilkan pigmen berwarna kuning. Escherichia coli bersifat aerob atau
fakultatif anaerob, dapat tumbuh pada media buatan. Koloni terlihat basah,
mengkilat, tidak bening, bulat dengan tepi yang terlihat halus dan rata. Koloni
muda terlihat granuler halus dan makin tua menjadi granuler kasar
(Wasitaningrum, 2009). Klasifikasi taksonomi Escherichia coli menurut Tantri
(2016) sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria Divisi : Protobacteria Kelas : Gamma Protobacteria Bangsa (Ordo) : Enterobacteriales Suku (Familia) : Enterobactericeae Marga (Genus) : Escherichia Spesies : Escherichia coli
Gambar 4. Bakteri Escherichia coli (Anshari, 2011)
Escherichia coli memiliki potensi untuk menyebabkan penyakit. Escherichia
coli yang bersifat patogen dapat dibagi menjadi tiga sub kelompok utama
tergantung pada sifat patogen mereka, yaitu commensal atau nonpathogenic,
infeksi usus yang menyebabkan patogen dan ekstraintestinal patogen E. coli
(ExPEC). Escherichia coli pada usus yang bersifat phatogen mencakup banyak
22
pathotype seperti enterotoxigenic (ETEC), enteropathogenic (EPEC),
enterohemorrhagic (EHEC), semua jenis strain ini menyebabkan infesi pada usus
manusia (Iswara, 2015). Escherichia coli termasuk salah satu bakteri Coliform
yang dapat menularkan penyakit pada manusia atau hewan lingkungan perairan
yang tercemar (Kusumawardani, 2016). Keberadaanya dalam air mempunyai
korelasi yang tinggi terhadap ditemukanya patogen di makanan. Makanan yang
sering terkontaminasi adalah susu, air minum, sayuran, buah-buahan, ikan dan
makanan laut lainya. Kontaminasi Escherichia coli juga bisa melalui alat
pengolahan makanan yang dicuci dengan air yang terkontaminasi bakteri ini
(Sari, 2015).
Escherichia coli termasuk bakteri gram negatif bagian famili
Enterobactericeae, dinding sel pada bakteri gram negatif menurut Hendrayati
(2012), terdiri dari peptidoglikan dan membran luar. Dinding sel berperan penting
sebagai proteksi terhadap tekanan osmotik internal dan juga berperan dalam
pembelahan sel. Pada umumnya dinding sel bersifat permeabel non selektif,
namun membran luar ekstrasitopalsmik bekteri gram negatif dapat menghambat
perpindahan molekul-molekul berukuran besar. Membran luar ini merupakan
suatu lipid bilayer dengan protein, lipoprotein dan polisakarida. Variasi pada
membran luar inilah yang menyebabkan terdapatnya sifat patogenitas dan
resistensi mikroba. Noviana (2004) melaporkan bahwa Escherichia coli telah
mengalami resistensi terhadap berbagai antibiotik diantaranya streptomisin dan
tetrasiklin.
Istiqomah (2014) menyatakan bahwa bakteri gram negatif memiliki struktur
yang lebih kompleks, yaitu kompleks molekul liposakarida yang melindungi
senyawa toksik dan antibiotik, serta membuat lapisan tipis peptidoglikan dan
plasma membran. Struktur dinding sel yang lebih kompleks dan stabil
23
menyebabkan resistensi bakteri gram negatif lebih tinggi dibandingkan golongan
bakteri gram positif yang hanya mempunyai lapisan tunggal peptidoglikan.
Campbell, et al (2002) menambahkan bahwa Bakteri gram negatif umumnya
lebih resisten terhadap antibiotik dibandingkan dengan bakteri gram positif
karena membran bagian luar menghalangi masuknya obat-obatan. Bakteri gram
negatif memiliki dinding sel yang lebih kompleks dibandingkan dengan bakteri
gram positif.
2.9 Pengamatan Bakteri
2.9.1 Pengamatan dengan Pewarnaan Sederhana
Pengamatan bakteri menggunakan pewarnaan sederhana dapa dilakukan
dengan bantuan mikroskop cahaya. Menurut Lay (1994), mikroskop merupakan
alat bantu yang memungkinkan obyek yang sangat kecil (mikroskopis) dapat
diamati. Mikroskop cahaya memiliki tiga sistem lensa, yaitu lensa obyektif, lensa
okuler, dan kondensor. Mikroorganisme sulit dilihat dengan mikroskop cahaya,
karena tidak menadsorbsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang
menyebabakan zat warna digunakan untuk mewarnai mikroorganisme atau latar
belakangnya. Zat warna mengadsorbsi atau membiaskan cahaya sehingga
kontras mikroorganisme dan sekelilingnya ditingkatkan. Waluyo (2008)
menambahkan bahwa pada umumnya bekteri tidak memiliki zat warna sehingga
bersifat tembus cahaya. Sitoplasma sel bakteri memiliki indeks bias yang hampir
sama dengan indeks bias lingkunganya yang bersifat cair. Kontras antara sel dan
latar belakangnya dapat diperjelas dengan pemberian zat warna. Penelitian ini
menggunakan teknik pewarnaan sederhana untuk mengamati bakteri uji dibawah
mikroskop cahaya.
Pewarnaan sederhana merupakan salah satu teknik pewarnaan positif,
yaitu prosedur pewarnaan yang menghasilkan pewarnaan mikroorganisme.
24
Pewarnaan sederhana hanya menggunakan satu macam zat warna untuk
meningkatkan kontras antara mikroorganisme dan sekelilingnya. Lazimnya,
prosedur pewarnaan sederhana menggunakan zat warna bermuatan basa
seperti kristal violet, biru metilen, karbol fuksin basa, safranin atau hijau malakit.
Pewarnaa sederhana sering digunakan untuk melihat bentuk, ukuran dan
penataan mikroorganisme. Dengan pewarnaan sederhana dapat juga terlihat
penataan bakteri, pada kokus dapat terlihat penataan seperti rantai
(streptokokus), buah anggur (stafilokokus), pasangan (diplokokus), bentuk kubus
yang terdiri dari 4 atau 8 kokus (sarcinae) (Lay, 1994).
Pada pengamatan morfologi sel mikroorganisme, seringkali dilakukan
fiksasi diikuti dengan pewarnaan. Fiksasi dapat dilakukan dengan cara
melewatkan pada api atau merendam pada methanol. Tujuan dilakukan fiksasi
adalah untuk melekatkan bakteri pada gelas objek dan mematikan bakteri (Lay,
1994).
2.9.2 Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)
SEM merupakan mikroskop elektron yang dapat digunakan untuk
mengamati morfologi permukaan dalam skala mikro dan nano. Teknik analisis
SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan dan medan
elektromagnetik sebagai lensanya (Rianita, et al. 2014). Scanning Electron
Microscope (SEM) bekerja berdasarkan prinsip scan sinar elektron pada
permukaan sampel, yang selanjutnya informasi yang didapatkan diubah menjadi
gambar. Pada SEM gambar dibuat berdasarkan deteksi elektron baru atau
elektron pantul yang muncul dari permukaan sampel ketika permukaan sampel
tersebut discan dengan sinar elektron. Elektron sekunder atau elektron pantul
yang terdeteksi selanjutnya diperkuat sinyalnya, kemudian besar amplitudonya
25
ditampilkan dalam gradasi gelap-terang pada layar monitor CRT (cathode ray
tube) (Oktaviana, 2009). Gambar 5. menunjukan mekanisme kerja SEM.
Sujatno, et al (2015) menyatakan bahwa meskipun sinyal data yang
dihasilkan cukup kuat dibanding mikroskop optik atau XRD, tetapi karena
seringkali obyek pengamatan yang terbilang kecil dan mengandung komponen
non konduktif, seperti lapisan pasivasi oksida pada permukaan, SEM dapat
memberikan kontras yang relatif rendah terlebih pada perbesaran tinggi. Oleh
karena itu SEM harus dioperasikan dengan pengaturan parameter elektron
seperti high voltage, spot size, bias dan beam current juga parameter optik
seperti kontras, fokus dan astigmatismus yang tepat sehingga diperoleh hasil
gambar yang optimal secara ilmiah dan tidak memberikan interpretasi ganda.
Selain itu, proses pengambilan gambar dan analisis kimia dengan SEM
sangatlah dipengaruhi oleh jenis sampel berikut cara penangannya serta teknik
preparasinya di samping kemampuan operasional dari operatornya.
Gambar 5. Mekanisme Kerja SEM (Hafner, 2007)
26
3. MATERI DAN METODE PENELITIAN
3.1 Materi Penelitian
Materi penelitian ini meliputi alat penelitian dan bahan penelitian.
Penjelasan mengenai alat dan bahan penelitian dijelaskan pada sub bab berikut.
3.1.1 Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat untuk
pembuatan ekstrak kasar cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus
dan cacing tanah Eisenia foetida, alat-alat untuk uji aktivitas antibakteri dengan
metode difusi cakram serta MIC dan MBC, pengamatan morfologi bakteri dengan
pewarnaan sederhana, dan pengamatan morfologi bakteri uji menggunakan
perangkat scanning electron microscope.
Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan ekstrak kasar cacing laut
Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan cacing tanah Eisenia foetida
adalah loyang, saringan, baskom, blender, mortal, alu, sendok bahan, hot plate,
termometer, spatula, gelas beker 1000 ml, magnetic stirrer IKA produksi Jerman
tahun 2010, rotary evaporator IKA RV-10 produksi Malaysia tahun 2014, kulkas
merk Daichi produksi Jepang tahun 2005, oven Memmert UN 55 produksi
Jerman tahun 2015, gelas ukur 100 ml, labu ukur 100 ml, timbangan digital merk
A&D produksi Jepang tahun 2010, timbangan analitik Mettler Toledo AL-204
produksi Italia tahun 2010 dan botol vial 10 ml. Alat-alat yang digunakan untuk uji
aktivitas antibakteri adalah autoklav merk Hirayama produksi Jepang tahun 2004,
timbangan digital merk A&D produksi Jepang tahun 2010, cawan petri, tabung
reaksi merk Pyrex Iwaki beserta raknya, botol semprot, sprayer, bunsen, laminar
air flow Biobase produksi China tahun 2015, spektofotometer Spectroquant
Pharo 300 produksi Jerman tahun 2011, inkubator Memmert UN 55 produksi
27
Jerman tahun 2015, freezer merk Sansio produksi Jepang tahun 2005,
mikropipet blue tip merk eppendorf produksi Jerman tahun 2016, jarum lop, jarum
ose, vortex mixer merk IKA produksi tahun 2008, dan jangka sorong Sellery 54-
808 produksi China tahun 2017. Alat-alat untuk pengamatan morfologi bakteri
adalah kaca objek, pipet tetes, cuvet, bunsen, mikroskop Olympus CX22
produksi Jepang tahun 2014 dan Scanning Electron Microscopy TM 3000
Hitachi with SwiftED 3000 X-Ray Microanalysis produksi Jepang tahun 2016.
3.1.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan-bahan
untuk pembuatan ekstrak kasar cacing laut laut Nereis sp., cacing tanah
Lumbricus rubellus dan cacing tanah Eisenia foetida, bahan-bahan untuk uji
aktivitas antibakteri dengan metode difusi cakram serta MIC dan MBC,
pengamatan morfologi bakteri dengan pewarnaan sederhana, dan pengamatan
morfologi bakteri uji menggunakan perangkat scanning electron microscope.
Sampel cacing tanah Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus dalam kondisi
hidup yang diperoleh dari CV. Alam Organik di Kelurahan Sukun, Kota Malang,
Provinsi Jawa Timur. Sampel cacing laut Nereis sp. diperoleh dari pesisir
Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur (LS 6,894o, BT 112,147o). Bahan-bahan
untuk proses ekstraksi adalah aquades, alumunium foil, kertas label, kertas
saring whatmann no 41, plastic wrap dan air. Bahan-bahan uji aktivitas
antibakteri adalah biakan murni Escherichia coli yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya, aquades, cotton swab,
media Muller Hilton Agar merk Himmedia produksi India tahun 2017, media
Nutrient Agar merk Oxoid produksi Inggris tahun 2016, media Trypton Soy Broth
merk Oxoid produksi Inggris tahun 2016 , NaCl pa merk Oxoid produksi Inggris
tahun 2016, alkohol, kertas cakram steril merk Oxoid (diameter 6 mm) produksi di
28
Inggris tahun 2017, kertas cakram chloramphenikol 30 ppm oxoid (diameter 6
mm) produksi di Inggris tahun 2017, dan ampicillin komersil produksi Kimia
Farma tahun 2017. Bahan-bahan untuk pengamatan morfologi bakteri dengan
pewarnaan adalah kristal violet merck, aquades, dan cover glass dan object
glass. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji SEM adalah cover slide, Phosphat
Buffer Solid, etanol dan glutaraldehyde.
3.2 Metode Penelitian
Metode penelitian atau metode ilmiah adalah prosedur atau langkah-
langkah dalam mendapatkan pengetahuan ilmiah dan menyusun ilmu
pengetahuan (Suryana, 2010). Metode penelitian merupakan usaha untuk
menemukan, mengembangkan dan melakukan verifikasi terhadap kebenaran
suatu peristiwa atau pengetahuan. Metode penelitian membicarakan berturut-
turut megenai suatu penelitian dilakukan, yaitu dengan alat apa dan prosedur
bagaimana suatu penelitian dilakukan (Hamdi, 2014).
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, tujuan penelitian
eksperimental menurut Dahlan (2013) adalah untuk mengetahui hubungan antar
variabel. Suryana (2010) menyatakan bahwa metode eksperimen adalah metode
penelitian untuk menguji apakah variabel-variabel eksperimen efektif atau tidak.
Untuk menguji efektif tidaknya harus digunakan variabel kontrol. Penelian ini
menggunakan metode eksperimen untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh ekstrak kasar aquades cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus
rubellus dan cacing tanah Eisenia foetida terhadap bakteri Escherichia coli.
Eksperimen yang dilaksanakan adalah mengetahui pengaruh konsentrasi
berbeda dari ekstrak kasar aquades ketiga cacing terhadap kriteria zona hambat,
serta mengetahui sifat bakteriostatik atau bakterisidal dari Escherichia coli yang
terpapar ekstrak kasar aquades ketiga cacing melalui pengujian MIC dan MBC.
29
Eksperimen untuk uji daya hambat metode difusi cakram (Kirby-Bauer)
adalah dengan rancangan acak lengkap faktorial dengan enam perlakuan
dengan tiga kali pengulangan pada masing masing variabel. Variabel bebas yang
digunakan adalah konsentrasi ekstrak (0, 10, 100, 1.000, 10.000 dan 100.000
ppm) dan kontrol positif (kloramfenikol 30 ppm). Variabel terikat adalah diameter
zona bening dengan satuan mm pada ekstrak dan kontrol positif. Tabel 2.
menunjukan desain percobaan uji daya hambat metode difusi cakram dalam
penelitian ini.
Tabel 1. Desain Rancangan Acak Lengkap Faktorial Uji Daya Hambat
No Eksperimen
Faktor 1 Faktor 2 Escherichia coli (X)
R1 R2 R3
1 Ekstrak aquades Nereis sp. (A)
0 ppm (a) AaX1 AaX2 AaX3 10 ppm (b) AbX1 AbX2 AbX3 100 ppm (c) AcX1 AcX2 AcX3 1.000 ppm (d) AdX1 AdX2 AdX3 10.000 ppm (e) AeX1 AeX2 AeX3 100.000 ppm (f) AfX1 AfX2 AfX3
2
Ekstrak aquades Lumbricus rubellus (B)
0 ppm (a) AaX1 AaX2 AaX3 10 ppm (b) AbX1 AbX2 AbX3 100 ppm (c) AcX1 AcX2 AcX3 1.000 ppm (d) AdX1 AdX2 AdX3 10.000 ppm (e) AeX1 AeX2 AeX3 100.000 ppm (f) AfX1 AfX2 AfX3
3
Ekstrak aquades Eisenia foetida(C)
0 ppm (a) AaX1 AaX2 AaX3 10 ppm (b) AbX1 AbX2 AbX3 100 ppm (c) AcX1 AcX2 AcX3 1.000 ppm (d) AdX1 AdX2 AdX3 10.000 ppm (e) AeX1 AeX2 AeX3 100.000 ppm (f) AfX1 AfX2 AfX3
4 Kontrol positif (D)
Kloramfenikol (D) 30 ppm (g)
DgX1 DgX2 DgX3
Variabel kontrol digunakan untuk menguji efektif atau tidaknya variabel-
variabel eksperimen. Kontrol positif dan negatif untuk mengetahui kebenaran
bahwa penghambatan memang disebabkan oleh senyawa antibakteri. Kontrol
positif yang digunakan adalah kloramfenikol. Nilai diameter zona hambat ekstrak
dibandingkan dengan penelitian Permadani, et al (2015) dan nilai diameter
30
kontrol positif berdasarkan metode Bonang dan Koeswardono (1982). Tabel 3.
menunjukkan kriteria zona hambat.
Tabel 2. Kriteria Zona Hambat
Jenis antibiotik Diameteri daerah hambatan
Resisten Agak resisten Peka Sangat peka
Ekstrak ≤ 5 mm 6-10 mm 11-20 mm ≥ 21 mm Chloramfenikol 30 ppm <12 mm 13-17 mm >18 mm -
Uji MIC dilaksanakan menggunakan pengenceran tabung. Penentuan nilai
MIC menggunakan metode eksperimental dengan variabel bebas berupa
konsentrasi ekstrak dari ketiga jenis cacing dan kontrol positif. Konsentrasi
ekstrak yang diberikan adalah 0, 12.500, 25.000, 50.000, dan 100.000 ppm.
Konsentrasi kontrol positif adalah 10.000 ppm. Variabel terikat adalah nilai
serapan Optical Density (OD) sebelum dan sesudah inkubasi 8 jam pada
spektofotometer UV vis (λ 686 nm). Penurunan nilai OD pada konsentrasi
terendah dianggap menjadi nilai MIC. Penentuan nilai MBC dilakukan dengan
memindahkan suspensi uji MIC yang diisolasi pada media TSB steril yang tetap
berwarna jernih. Desain uji MIC ditunjukan oleh Tabel 4.
Tabel 3. Desain Percobaan Uji MIC
No Eksperimen
Faktor 1 Faktor 2 Escherichia coli (X)
R1 R2 R3
1 Ekstrak aquades Nereis sp. (A)
100.000 ppm (a) AaX1 AaX2 AaX3 50.000 ppm (b) AbX1 AbX2 AbX3 25.000 ppm (c) AcX1 AcX2 AcX3 12.500 ppm (d) AdX1 AdX2 AdX3 0 ppm (e) AeX1 AeX2 AeX3
2
Ekstrak aquades Lumbricus rubellus (B)
100.000 ppm (a) AaX1 AaX2 AaX3 50.000 ppm (b) AbX1 AbX2 AbX3 25.000 ppm (c) AcX1 AcX2 AcX3 12.500 ppm (d) AdX1 AdX2 AdX3 0 ppm (e) AeX1 AeX2 AeX3
3
Ekstrak aquades Eisenia foetida(C)
100.000 ppm (a) AaX1 AaX2 AaX3 50.000 ppm (b) AbX1 AbX2 AbX3 25.000 ppm (c) AcX1 AcX2 AcX3 12.500 ppm (d) AdX1 AdX2 AdX3 0 ppm (e) AeX1 AeX2 AeX3
4 Kontrol positif (D)
Ampicilin 100.000 ppm (f) DfX1 DfX2 DfX3
31
Suspensi hasil uji MIC diamati di bawah mikroskop cahaya perbesaran
100 x dengan zat warna safranin. Pengamatan dengan Scanning Electron
Microscope hanya dilakukan pada suspensi nilai MIC dari ketiga jenis sampel.
3.3 Analisis Data
Analisis data meliputi data suspensi isolat, data uji daya hambat dan data
uji minimum inhibition concentration. Pembuatan kurva standar brown untuk
penentuan jumlah suspensi menggunakan bantuan aplikasi MS Excell 2013.
Sumbu Y adalah nilai OD dan sumbu X adalah ketetapan suspensi. Setelah
diperoleh kurva dilanjutkan dengan analisis regresi sehingga diperoleh rumus
berikut:
Y= a+bX
Dengan : Y= nilai OD X= kepadatan suspensi a= koefisien b=koefisian
Nilai daya hambat dianalisis dengan ANOVA untuk mengetahui perbedaan
konsentrasi tiap ekstrak dan kontrol. Taraf nyata yang digunakan adalah 5%.
Apabila ditemukan perbedaan nyata pada tiap perlakuan, maka dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%. Analisis data menggunakan
aplikasi SPSS 16 for Windows.
Nilai MIC dianalisis dengan statistika deskriptif meliputi rerata dan standar
deviasi hasil pengujian. Analisis data menggunakan aplikasi MS. Excell 2013.
Penentuan MBC ditentukan dengan pengamatan visual.
3.4 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian yang dilaksanakan terdiri dari penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Alur penelitian diawali dengan preparasi sampel yaitu
proses pembuatan tepung cacing dari sampel cacing segar. Tepung yang
32
didapat diekstrak dengan metode dekokta menggunakan pelarut aquades. Hasil
ekstarksi kemudian dievaporasi dengan rotary evaporator sehingga diperoleh
ekstrak kental. Ekstrak kental dari hasil evaporasi digunakan untuk pengujian
aktivitas antibakteri melalui pengujian daya hambat metode cakram (Kirby-Bauer)
dan pengujian minimum inhibition concentration (MIC) dilanjutkan dengan
pengujian minimum inhibition concentration (MBC). Biakan bakteri pada tabung
isolat uji MIC diamati menggunakan pewarnaan sederhana dengan bantuan
mikroskop cahaya perbesaran 100 kali dan tabung yang menunjukan nilai MIC
diamati morfologinya menggunakan scanning electron microscope (SEM)
perbesaran 15.000 kali untuk membuktikan pengaruh paparan ekstrak terhadap
bakteri uji Escherichia coli. Gambar 6. menunjukan alur prosedur penelitian.
Gambar 1. Alur Prosedur Penelitian
33
Pengujian daya hambat beserta pengukuran zona bening yang dihasilkan,
pengujian MIC dan MBC masing-masing dilakukan pengulangan sebanyak tiga
kali untuk memperoleh data yang mendekati kebenaran. Sudarmadji, et al (1996)
menyatakan bahwa untuk memperoleh data yang mendekati kebenaran dapat
ditempuh dengan cara statistik, misalnya dengan pengulangan yang cukup
sehingga harga rata-rata secara teoritis lebih mendekati kebenaran dibandingkan
dengan satu angka yang diperoleh tiap satu kali pengukuran saja.
3.5 Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan meliputi tahapan preparasi sampel, pembuatan
ekstrak kasar aquades cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus
dan cacing tanah Eisenia foetida serta pembuatan kurva standar Brown untuk
penentuan kepadatan suspensi bakteri. Parameter yang diamati pada penelitian
pendahuluan ini adalah rendemen ekstrak cacing terhadap berat tepung cacing
sampel, panjang gelombang serapan maksimum larutan standar Brown pada
spektrofotometer UV-vis dan kurva standar Brown.
3.5.1 Preparasi Sampel (Sudarmi, et al. 2012).
Preparasi sampel yang dilaksanakan bertujuan untuk memperoleh tepung
cacing laut dan cacing tanah. Sampel cacing laut dan cacing tanah segar
dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel dengan dicuci pada air
mengalir hingga bersih, dikeluarkan kotoran dan isi perut cacing, dicuci kembali
kemudian ditiriskan dan dikeringkan di lemari pengering oven merk Memmert UN
55 produksi Jerman tahun 2015 pada suhu 500C selama 8 jam atau hingga
benar-benar kering. Sampel kering selanjutnya ditepungkan menggunakan
blender dan tepung yang dihasilkan disimpan dalam wadah plastik zip lock.
Prosedur proses preparasi sampel ditunjukan pada Lampiran 1.
34
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut Nereis sp., Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida (Hayati, et al. 2011)
Pembuatan ekstrak kasar dilaksanakan menggunakan metode dekokta
dengan pelarut aquades mengacu pada penelitian Hayati, et al (2011) dengan
modifikasi. Tepung cacing hasil preparasi sampel ditimbang sebanyak 50 gram
dan dilarutkan dalam 500 mL aquades. Larutan dipanaskan menggunakan hot
plate IKA produksi Jerman tahun 2015 selama 30 menit terhitung sejak larutah
bersuhu 900C.
Larutan kemudian dipisahkan dengan cara disaring sehingga didapatkan
filtrat. Filtrat dipekatkan dengan cara diuapkan menggunakan rotary evaporator
IKA-RV 10 produksi Malaysia tahun 2014 pada suhu 600C selama 30 menit
hingga konsistensinya kental. Ekstrak kental yang didapatkan dimasukan dalam
wadah tertutup dan disimpan pada suhu 40C sebelum siap digunakan dalam
pengujian aktivitas antibakteri. Diagram alir proses pembuatan ekstrak kasar
aquades cacing laut Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan cacing
tanah Eisenia foetida ditunjukan pada Lampiran 2.
3.5.3 Pembuatan Kurva Standar Brown (modifikasi Bonang dan Koeswardono, 1982 dan Zamani, et al. 2016)
Kurva standar Brown digunakan untuk mengetahui kepadatan suspensi
bakteri uji, kurva standar ini didapat dari hasil olah data larutan Brown. Prosedur
pembuatan larutan standar Brown mengacu pada metode Bonang dan
Koeswardono (1982). Sebanyak 7 mL barium sulfat (BaSO4) 1% dicampurkan
dalam 49 mL natrium sitrat 1%. Larutan tersebut dibagi dalam 10 tabung dengan
proporsi sesuai Tabel 5. Pada masing-masing tabung ditambahkan larutan
natrium sitrat 1% hingga volume 10 mL sesuai Tabel 5. Kepadatan suspensi
bakteri Escherichia coli berdasarkan standar Brown ditunjukan pada Tabel 5.
Pembuatan laruran standar Brown ditunjukan pada Lampiran 3.
35
Tabel 4. Larutan Brown dan Jumlah Kepadatan Escherichia coli
Nomor tabung
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Barium sulfat 1% + natrium sitrat 1% (ml)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Natrium sitrat 9 8 7 6 5 4 3 2 1 -
Kepadatan Escherichia coli x 106
CFU/ ml
379 757 1.136 1.515 1.894 2.272 2.651 3.030 3.408 3.787
Larutan Brown 1-10 kemudian dicari absorbansi maksimal menggunakan
spektrofotometer UV-vis berdasarkan metode Zamani, et al (2016) pada panjang
gelombang (λ) 550 nm, 650 nm, dan 750 nm. Hasil pembacaan absorbansi
diulang tiga kali, rata-rata nilai absorbansi yang menunjukan korelasi positif
dengan kenaikan nomor tabung reaksi dan memperoleh nilai R2 yang paling
mendekati 1 berdasarkan analisis regresi linier digunakan sebagai panjang
gelombang yang digunakan untuk pembuatan kurva standar Brown dan
penentuan kepadatan suspensi bakteri. Prosedur penentuan panjang gelombang
ditunukan pada Lampiran 4.
Kurva dibuat menggunakan aplikasi Minitab 17 dan dianalisis regresi linier.
Sumbu Y adalah absorbansi dan sumbu X adalah panjang gelombang. Regresi
linier dibuat sehingga diperoleh rumus Y=a+bX. Rumus ini dijadikan untuk
penentuan kepadatan suspensi dengan spektrofotometer UV-vis Spectroquant
pharo 300 produksi Jerman tahun 2011. Pembuatan kurva standar ditunjukan
pada Lampiran 5.
3.6 Penelitian Utama
Penelitian utama yang dilaksanakan meliputi penentuan kepadatan
suspensi bakteri, uji daya hambat, uji MIC dan MBC, pengamatan bakteri uji
dengan pewarnaan sederhana dan pengamatan lanjutan menggunakan SEM
pada perbesaran 15.000 kali.
36
3.6.1 Sterilisasi Alat (Warbung, et al. 2013)
Sterilisasi peralatan sangat dibutuhkan dalam setiap pengujian mikrobiologi
untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Peralatan yang akan digunakan dalam
penelitian dicuci dengan sabun dan bibilas dengan air mengalir. Peralatan dan
bahan yang akan digunakan untuk uji aktivitas antibakteri disterilsasi
menggunakan autokalv dengan suhu 1210C pada tekanan 1 atm selama 20
menit, sedangkan untuk peralatan berbahan plastik yang tidak tahan panas
disterilkan pada suhu dan tekanan yang sama selama 15 menit. Peralatan
berbahan logam disterilkan dengan cara dipanaskan langsung pada bunsen
hingga memijar.
3.6.2 Peremajaan Bakteri (Yusriana, et al. 2014)
Isolat bakteri Escherichia coli didapat dari Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Isolat bakteri tersebut disimpan pada
suhu 40C dan dilakukan peremajaan. Peremajaan bakteri dilakukan untuk
merawat isolat murni agar tetap tumbuh baik. Metode peremajaan bakteri
mengacu pada Yusriana, et al (2014). Isolat bakteri dari cawan petri diambil
menggunakan jarum ose steril dengan cara digores dan dipindahkan pada media
NA miring 5 ml dalam tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 370C
selama 24-48 jam. Prosedur peremajaan isolat bakteri ditunjukan pada
Lampiran 6.
3.6.3 Pembuatan Suspensi Bakteri (Ngajow, et al. 2013)
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Escherichia coli
yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas
Brawijaya. Metode pembuatan suspensi bakteri mengacu pada Ngajow et al.,
(2013) dengan modifikasi. Bakteri uji diambil 4-10 ose dari media NA miring yang
tealah diinkubasi, kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi NaCl
37
fisiologis 0,9%. Suspensi tersebut dihomogenkan menggunakan vortex mixer
hingga kekeruhanya setara dengan standar Brown. Pembuatan suspensi bakteri
ditunjukan pada Lampiran 7.
Kepadatan suspensi bakteri dtentukan berdsarkan tingkat kekeruhan yang
pengukuranya menggunakan spektrofotometer UV-vis dan dibandingkan dengan
kurva standar. Dasar teknik ini adalah banyaknya cahaya yang diabsorbsi
sebanding dengan banyaknya sel bakteri pada batas-batas tertentu (Lay, 1994).
Jumlah bakteri pada suspensi didapatkan dengan mengkalibrasi nilai kerapatan
optik (otical density / OD) ke dalam jumlah bakteri dalam satuan CFU/mL. kurva
kalibrasi dibuat dengan sumbu X sebagai jumlah hidup dan sumbu Y sebagai
nilai OD. Kurva pembanding untuk pengukuran OD menggunakan larutan
Standar Brown.
Panjang gelombang yang digunakan untuk mengukur suspensi bakteri
menggunakan spektrofotometer UV-vis adalah 650 nm. Nilai OD suspensi bakteri
dibandingkan dengan kurva standar Brown. Kepadatan suspensi bakteri yang
digunakan untuk uji aktivitas antibakteri setara dengan larutan Brown 2 yaitu 757
x 106 CFU/mL. Jumlah kepadatan ini sudah memenuhi syarat untuk pengujian
aktivitas antibakteri. Menurut Mulyati (2009), pada pengujian antibakteri kisaran
jumlah kepadatan inokulum yang digunakan 107 CFU/mL, ditambahkan oleh
Hermawan, et al (2007), syarat jumlah bakteri uji untuk pengujian aktivitas
antibakteri dengan metode difusi adalah 105-108 CFU/mL.
3.6.4 Uji Daya Hambat Metode Difusi Cakram (Hasyim, et al. 2012)
Media yang digunakan dalam uji daya hambat metode difusi cakaram pada
penelitian ini adalah Muller-Hinton Agar (MHA). Pembuatan media mengacu
pada penelitian Hasyim, et al (2013). Media MHA ditimbang sebanyak 6,84 gram
38
kemudian dilarutkan ke dalam 180 ml aquades. Media distrelisasi menggunakan
autoklav pada suhu 1210C dengan tekanan 1 atm selama 15 menit.
Bakteri uji Escherichia coli diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi,
Fakultas Kedokteran, Universitas Brawijaya. Suspensi bakteri dibuat
menggunakan larutan NaCl fisiologis 0,9%, kepadatanya diukur menggunakan
spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 650 nm dan disetarakan
dengan standar Brown sehingga diperoleh jumlah kepadatan sebesar 784 x 106
CFU/mL. Penanaman bakteri pada media mengacu pada penelitian Halim dan
Zubaidah (2013) menggunakan cotton swab steril. Cotton swab steril dicelupkan
dalam suspensi dan diperas secara melingkar pada bagian dalam tabung reaksi,
kemudian digoreskan berkesinambungan pada media MHA secara merata.
Kontrol positif yang digunakan adalah antibiotik kloramfenikol, sedangkan
kontrol negatifnya adalah DMSO (dimetil sukfoksida) 10%. Kontrol positif dibuat
untuk mengetahui sifat bakteri uji terhadap antibiotik kloramfenikol. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap faktorial dengan
perlakuan masing-masing 6 konsentrasi pada ketiga cacing berbeda. Konsentrasi
ekstrak yang dibuat yaitu 0, 10, 100, 1000, 10.000, 100.000 ppm menggunakan
pelarut DMSO 10%. Desain penanaman uji daya hambat ditunjukan pada
Tabel 6.
Tabel 5. Desain Penanaman Uji Daya Hambat
Ulangan cawan
Konsentrasi ekstrak pada cakram pada DMSO 10% Kontrol positif kloramfenikol
1 0
ppm 10
ppm 100 ppm
1.000 ppm
10.000 ppm
100.000 ppm
30 ppm
2 0
ppm 10
ppm 100 ppm
1.000 ppm
10.000 ppm
100.000 ppm
30 ppm
3 0
ppm 10
ppm 100 ppm
1.000 ppm
10.000 ppm
100.000 ppm
30 ppm
Kertas cakram merk oxoid yang telah disterilkan dicelupkan ke dalam
masing-masing konsentrasi ekstrak sampai jenuh, kemudian diletakan diatas
39
media yang telah ditanami bakteri menggunakan pinset steril. Inkubasi dilakukan
selama 8 jam pada suhu 370 C menggunakan inkubator Memmert UN 55
produksi Jerman tahun 2015. Parameter yang diamati adalah zona hambat yang
dihasilkan tiap-tiap kertas cakram. Zona hambat ditandai dengan adanya zona
bening disekitar kertas cakram. Pengukuran zona hambat menggunakan jangka
sorong Sellery 54-808 produksi China tahun 2017 dengan cara hasil pengukuran
diameter zona bening dikurangi dengan diameter kertas cakram yang digunakan
(6mm), pengukuran dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Prosedur uji daya
hambat ditunjukan pada Lampiran 8.
DMSO (dimetil sulfoksida) 10% digunakan karea DMSO merupakan salah
satu pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa baik polar maupun
non polar. Selain itu DMSO tidak memberikan daya hambat pertumbuhan bakteri
sehingga tidak mengganggu hasil pengamatan pengujian aktivitas antibakteri
dengan metode difusi agar (Handayani, et al. 2009). Antibiotik kloramfenikol
digunakan sebagai kontrol positif untuk pengujian aktivitas antibakteri pada
pengujian dengan metode difusi agar. Kloramfenikol melancarkan efek
antimikrobial dengan cara mengganggu sintesis protein (Waluyo, 2008).
Diameter zona bening yang dihasilkan dianalisis dengan ANOVA pada
taraf nyata 5% menggunakan aplikasi SPSS 16. Apabila ditemukan perbedaan
nyata dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur/ Tukey) pada taraf nyata 5%
untuk membedakan tiap perlakuan konsentrasi.
3.6.5 Penentuan Minimum Inhibition Concentration (MIC) dan Minimum
Bactericidal Concentration (MBC)
MIC merupakan konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dalam kaldu yang dapat ditentukan dengan mengukur
kekeruhan setelah inkubasi (Lay, 1994). Uji MIC dilaksanakan menggunakan
40
metode pengenceran tabung dengan modifikasi metode uji MIC Bonang dan
Koeswardono (1982). Pengujian dilakukan dengan menyiapkan enam tabung
reaksi berisi 5 ml media TSB steril, kemudian ditambahkan ekstrak cacing
sehingga terbentuk larutan dengan berbagai konsentrasi. Konsentrasi yang
digunakan adalah 0, 12.500, 25.000, 50.000, dan 100.000 ppm. Pemilihan
rentang konsentrasi ekstrak berdasarkan uji hasil zona hambat yang menunjukan
adanya hambatan ekstrak.
Media TSB dibuat dengan melarutkan 8,1 gram media ke dalam 270 mL
aquades, kemudian media distrelisasi dengan autoklav pada suhu 1210 C
tekanan 1 atm selama 15 menit. Tahap selanjutnya menyiapkan 6 tabung reaksi
yang akan diisi masing-masing konsentrasi beserta tabung kontrol positif. Kontrol
positif (tabung 6) menggunakan 0,05 gram ampicilin dengan TSB 5 mL sebagi
pengencer sehingga konsentrasinya menjadi 10.000 ppm. Pembuatan
konsentrasi ekstrak diawali dengan membuat larutan stok ekstrak konsentrasi
200.000 ppm dengan melarutkan 4 gram ekstrak ke dalam 20 mL TSB steril
(b/v). Tabung 1,2,3,4,5 masing-masing diisi 5 mL TSB steril. Sebanyak 5 mL dari
larutan stok ekstrak 200.000 ppm diambil dan dimasukan ke dalam tabung 1
sehingga konsentrasi tabung 1 menjadi 100.000 ppm. Selanjutnya dari tabung 1
konsentrasi 100.000 ppm diambil sebanyak 5 mL dan dimasukan dalam tabung 2
sehingga konsentrasi tabung 2 menjadi 50.000 ppm. Langkah yang sama
dilanjutkan pada tabung 3 dan 4 sehingga konsentrasi tabung 3 dan 4 berturut-
turut adalah 25.000 dan 12.500 ppm. pengambilan 5 mL ekstrak dari tabung 5
dibuang (tidak dipakai), hal ini untuk menyetarakan volume setiap tabung,
sedangkan tabung 5 tetap berisi 5 mL TSB steril yang berfungsi sebagai kontrol
negatif. Volume akhir larutan pada tiap-tiap tabung reaksi sebanyak 5 mL.
Selanjutnya pada ke enam tabung reaksi (0, 12.500, 25.000, 50.000, 100.000
41
ppm dan kontrol positif) dimasukan masing-masing sebanyak 1 mL suspensi
bakteri Escherichia coli yang telah dikethui kepadatanya tiap mL.
Setiap selesai pencampuran, larutan dihomogenkan dengan vortex mixer
selama 1 menit. Sebelum diinkubasi keenam tabung tersebut diukur optical
density (OD) menggunakan spektrofotometer UV-vis (λ 686 nm). Seluruh tabung
selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama 8 jam. Selesai
inkubasi selama 8 jam tiap-tiap tabung kembali dilakukan pengukuran optical
density (OD) menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang
yang sama, langkah ini dilakukan untuk membandingkan nilai OD sebelum dan
setelah inkubasi sehingga dapat ditentukan nilai MIC. Nilai MIC ditentukan
berdasarkan rata-rata nilai OD masing-masing konsentrasi yang menunjukan
adanya penurunan absorbansi setelah dilakukan inkubasi, konsentrasi terkecil
dimana terjadi penurunan absorbansi dianggap sebagai nilai MIC. Prosedur uji
MIC ditunjukan pada Lampiran 9.
Penentuan nilai MBC dilaksanakan berdasarkan metode Lay (1994).
Suspensi dalam tabung uji MIC setelah inkubasi selama 8 jam dipindahkan ke
dalam media TSB baru 5 mL. Suspensi MIC yang mengalami penurunan niali
absorbansi diambil menggunakan jarum ose kemudian dipindahkan ke dalam
media TSB baru. Tabung tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 240C.
Pengamatan hasil inkubasi dilakukan dengan melihat ada tidaknya kekeruhan,
kekeruhan ini mengindikasikan adanya pertumbuhan bakteri dalam media TSB.
Apabila dalam media TSB terdapat pertumbuhan koloni bakteri berarti ekstrak
cacing ersifat bakteriostatik, sedangkan apabila tidak ada pertumbuhan koloni
bakteri (warna media jernih) berarti ekstrak bersifat bekterisidal. Nilai MBC
ditentukan ketika tidak ditemukanya kekeruhan media uji pada konsentrasi
42
terendah. Pengulangan pengujian MIC dan MBC dilakukan sebanyak tiga kali.
Prosedur uji MBC ditunjukan pada Lampiran 10.
3.6.6 Pengamatan Bakteri dengan Pewarnaan (Lay, 1994)
Pewarnaan dilakukan dalam pengamatan bakteri untuk meningkatkan
kontras bakteri dan lingkungan sekelilingnya. Pengamatan ini menggunakan
bantuan mikroskop merk Olympus CX22 produksi Jepang tahun 2014. Prosedur
pewarnaan menggunakan metode Lay (1994). Biakan cair yang telah diberi
perlakuan ekstrak disiapkan terlebih dahulu. Kaca objek yang akan digunakan
dibersihkan menggunakan alkohol, oleskan suspensi MIC dengan cotton swab ke
bagian tengah kaca objek kemudian teteskan zat warna safranin, dicuci dan
dikeringkan dengan kertas saring. Pengamatan dilakukan menggunakan
mikroskop dengan perbesaran 100 kali. Prosedur pengamatan bakteri dengan
pewarnaan ditunjukan pada Lampiran 11.
3.6.7 Pengamatan Bakteri dengan Scanning Electron Microscop (Anita,
2016)
Pengamatan menggunakan SEM dilakukan pada suspensi yang ditetapkan
sebagai nilai MIC dari tiga spesies cacing. Preparasi SEM menggunakan metode
Anita (2016), preparasi SEM bakteri Escherichia coli dimulai dengan fiksasi
kimiawi preparat dalam larutan glutaraldehide 2% selama selama 3 jam pada
suhu 40C. Suspensi kemudian dicuci menggunakan buffer phosphate pH 7,4
pada suhu 40C dan diaduk. Dilanjutkan dengan proses dehidrasi oleh etanol
bertingkat (20%, 50%, 70%, 96%, absolut) masing-masing selama 15 menit.
Suspensi dioleskan pada cover glass dan dilanjutkan dengan pelapisan emas
paladium. Preparat yang telah siap selanjutnya dimasukan ke perangkant SEM
TM 3000 Hitachi with SwiftED 3000 X-ray microanalysis dan dilakukan eksplorasi
43
dan observasi terhadap sampel uji. Proses preparasi pengamatan bakteri
menggunakan SEM ditunjukan pada Lampiran 12.
Fiksasi berfungsi mematikan sel tanpa mengubah struktur sel yang akan
diamati. Selanjutnya sampel didehidrasi. Dehidrasi pada objek yang diamati
bertujuan tidak hanya membersihkan kelebihan larutan fiksasi namun
membersihkan spesimen dan partikel-partikel lain yang melekat. Larutan etanol
paling banyak digunakan sebab menyebabkan pengerasan jaringan. Proses
dehidrasi merupakan cara untuk membuang air dari dalam sel, sehingga tidak
mengganggu proses pengamatan (Anita, 2016).
44
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Ekstrak Kasar Aquades Cacing Laut Nereis sp., Cacing Tanah Lumbricus rubellus dan Cacing Tanah Eisenia foetida
Sampel cacing yang dipakai berupa cacing laut Nereis sp. dan dua cacing
tanah yaitu Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida. Ketiga sampel cacing terlebih
dahulu ditepungkan sebelum diekstraksi dengan metode dekokta menggunakan
pelarut aquades. Filtrat hasil ekstraksi dievaporasi menggunakan evaporator
untuk menguapkan pelarut yang masih tercampur sehingga diperoleh ekstrak
kental.
Sebanyak 50 gram tepung cacing laut Nereis sp. yang dilarutkan dalam
500 mL aqudes mengasilkan 20 gram ekstrak kental. Efisiensi evaporasi sebesar
92,8% dimana dari larutan sebelum evaporasi 485 mL diperoleh sisa pelarut hasil
evaporasi sebanyak 450 mL. Kenampakan ekstrak yang diperoleh yaitu
berwarna kehitaman, kental dan bau amis menyengat, Tepung cacing tanah
Lumbricus rubellus sebanyak 50 gram yang dilarutkan dalam 500 mL aquades
meghasilkan 15,5 gram ekstrak kental. Efisiensi evaporasi sebesar 93,8%
dimana dari larutan sebelum evaporasi 490 mL diperoleh sisa pelarut hasil
evaporasi sebanyak 460 mL. Kenampakan ekstrak yang diperoleh yaitu
berwarna coklat kehitaman, kental dan bau agak amis. Tepung cacing tanah
Eisenia foetida sebanyak 50 gram yang dilarutkan dalam 500 mL aquades
menghasilkan 10,6 gram ekstrak kental. Efisiensi evaporasi sebesar 96,9%
dimana dari larutan sebelum evaporasi 490 mL diperoleh sisa pelarut hasil
evaporasi sebanyak 475 mL. Kenampakan ekstrak yang diperoleh yaitu coklat
kehitaman, kental dan agak amis. Hasil ekstraksi aquades dari ketiga sampel
cacing ditunjukan pada tabel 7.
45
Volume pelarut hasil evaporasi yang berkurang dibandingkan dengan
volume pelarut awal disebabkan oleh adanya pelarut yang menguap pada saat
proses ekstraksi dan masih adanya pelarut yang menempel pada residu tepung
cacing sampel, seperti yang dinyatakan oleh Sundari, et al (2015) bahwa
penurunan volume air setelah perlakuan panas disebabkan karena pemanasan
suhu tinggi. Perhitungan rendemen ekstrak ditunjukan pada Lampiran 20.
Tabel 1. Hasil Pembuatan Ekstrak Aquades
No Ekstrak
Aquades Foto Ekstrak Berat Rendemen
Persentase Pelarut
Terevaporasi
1 Nereis sp.
20 gram
40 % 92,8 %
2 Lumbricus
rubellus
15,5 gram
31 % 93,8 %
3 Eisenia foetida
10,6 gram
21,2 % 96,9 %
Aquades digunakan dalam proses ekstraksi karena dengan pelarut ini
memungkinkan dilakukan ekstraksi dengan cara sederhana dan metode
tradisional seperti perebusan yang mirip dengan metode dekokta. Rohmah
(2016), menyatakan bahwa kebanyakan masyarakat menggunakan cara yang
hampir mirip dengan ekstraksi metode dekokta dengan pelarut aquades, yaitu
menaikan suhu mencapai 90oC selama 30 menit untuk membuat air rebusan
cacing sebagi obat.
46
4.2 Kepadatan Suspensi Bakteri Uji
Suspensi bakteri uji yang digunakan dalam uji aktivitas antibakteri
ditentukan kepadatanya sdalam CFU/mL menggunakan kurva standar Brown.
Kurva standar Brown diperoleh dari regresi linier absorbansi larutan standar
Brown 1 sampai Brown 10. Absorbansi optimum larutan standar Brown
didapatkan pada panjang gelombang 650 nm. Panjang gelombang optimum
yang dipilih berdasarkan hasil kurva regresi yang sesuai dengan hukum Lambert-
Beer. Menurut Sudarmadji, et al (1996), hukum Lambert-Beer adalah hubungan
lineralitas absorbansi dengan konsentrasi larutan sampel. Pada panjang
gelombang 550 nm dan 750 nm terjadi penyimpangan hukum Lambert-Beer yaitu
dengan adanya penambahan konsentrasi larutan, absorbansi tidak bertambah
secara liniar.
Analisis regresi linier hasil aplikasi minitab 17 diperkuat dengan
perhitungan melalui MS Excell berdasarkan metode Prajitno (1985) untuk
memeroleh nilai masing-masing koefisien. Kepadatan suspensi bakteri
Escherichia coli yang digunkanan dalam penelitian ditunjukan pada tabel 8.
Perhitungan rumus regresi linier yang diperoleh ditunjukan pada Lampiran 21.
Rumus regresi linier untuk perhitungan kepadatan suspensi bakteri uji sebagai
berikut :
Y = 0,01319 + 1,597x10-10X
Keterangan: Y : absorbansi pada λ 650 nm X : kepadatan suspensi bakteri (CFU/mL)
Tabel 2. Kepadatan Suspensi Bakteri Escherichia coli
Jenis Uji Absorbansi (Y) Kepadatan dalam 106 CFU/mL
(X)
Uji Daya Hambat 0,138 ± 0,001 784
Uji MIC 0,162 ± 0,001 932
47
Kepadatan suspensi bakteri Escherichia coli dalam larutan NaCl fisiologis
0,9% yang diperoleh setelah pengukuran adalah sesuai dengan Brown 2.
Kepadatan ini sudah dianggap layak untuk digunakan sebagai suspensi bakteri
uji pada uji aktivitas antimikroba dimana kepadatanya setara dengan 108 CFU/ml,
sesuai dengan pernyataan Hermawan, et al (2007), syarat jumlah bakteri uji
untuk pengujian aktivitas antibakteri adalah 105-108 CFU/mL. Hendrayati, et al
(2012) menyatakan bahwa dalam penelitian mengenai aktivitas antibakteri
digunakan suspensi bakteri Escherichia coli dengan kepadatan suspensi sebesar
108 CFU/mL.
4.3 Uji Daya Hambat
Daya hambat yang dihasilkan ekstrak sampel dapat diketahui dengan
adanya zona bening disekitar cakram, kekuatan daya hambat berbanding lurus
dengan besarnya diameter zona bening dalam satuan milimeter. Pengukuran
dilakukan dengan cara menghitung total diameter yang terbentuk dikurangi
dengan diameter kertas cakram yang digunakan (6mm). Uji daya hambat beserta
pengukuran zona bening yang dihasilkan dilakukan pengulangan sebanyak tiga
kali. Daya hambat berbagai konsentrasi ekstrak sampel ditunjukan pada Tabel 9.
Zona hambat yang diperoleh dilakukan uji rancangan acak lengkap faktorial
pada taraf 5% dan dilakukan uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) atau tukey. Hasil
analisis ANOVA pada taraf 5% menunjukan bahwa terdapat perbedaan nyata
dari perlakuan yang diberikan. Notasi yang berbeda pada rata-rata diameter tiap-
tiap perlakuan menunjukan terdapat beda nyata, sehingga perlu dilakukan uji
lanjut. Berdasarkan uji lanjut BNJ untuk membedakan perlakuan antar sampel
didapatkan bahwa ekstrak kasar aquades cacing tanah Lumbricus rubellus
kosentrasi 100.000 ppm memiliki daya hambat paling kuat terhadap bakteri
48
Escherichia coli dibandingkan dengan perlakuan lain. Data daya hambat
ditunjukan pada Lampiran 23.
Tabel 3. Diameter Zona Bening
No Jenis Ekstrak Konsentrasi Zona Bening
(mm)
1
Ekstrak Aquades Nereis sp.
0 ppm 0±0a
10 ppm 0±0a
100 ppm 0±0a
1000 ppm 0±0a
10.000 ppm 0±0a
100.000 ppm 2,02±0,01c
Kloramfenikol 30 ppm 18,56±0,13f
2
Ekstrak Aquades Lumbricus rubellus
0 ppm 0±0a
10 ppm 0±0a
100 ppm 0±0a
1000 ppm 0±0a
10.000 ppm 2,08±0,11c
100.000 ppm 3,07±0,07e
Kloramfenikol 30 ppm 18,64±0,04f
3
Ekstrak Aquades Eisenia foetida
0 ppm 0±0a
10 ppm 0±0a
100 ppm 0±0a
1000 ppm 0±0a
10.000 ppm 1,84±0,04b
100.000 ppm 2,56±0,06d
kloramfenikol 30 ppm 18,57±0,03f
Bakteri Escherichia coli menunjukan sifat yang tergolong resisten terhadap
ekstrak kasar aquades Nereis sp., Lumbricus rubellus maupun Eisenia foetida
berdasarkan kriteria zona hambat menurut Permadani, et al (2015) dimana
diameter zona bening yang dihasilkan kurang dari 5 mm. Berdasarkan kriteria
daya hambat menurut Bonang dan Koeswardono (1982), bakteri Escherichia coli
menunjukan sifat yang tergolong peka terhadap kontrol positif berupa antibiotik
kloramfenikol, dimana diameter zona bening yang dihasilkan lebih dari 18 mm.
Zona bening yang dari berbagai ekstrak ditunjukan pada Gambar 7.
49
(a) (b)
(c)
Gambar 1. Daya Hambat Ekstrak Nereis sp. (a), Lumbricus rubellus (b), dan Eisenia foetida (c)
Keterangan : 1 : kontrol positif kloramfenikol 2 : konsentrasi 100.000 ppm 3 : konsentrasi 10.000 ppm 4 : konsentrasi 1000 ppm 5 : konsentrasi 100 ppm 6 : konsentrasi 10 ppm 7 : konsentrasi 0 ppm
Antibiotik kloramfenikol yang digunakan sebagai kontrol positif terbukti
efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, terlihat dari
besarnya diameter zona yang dihasilkan. Gunawan (2007) menyatakan bahwa
bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphilococcus aureus dan Salmonella
thypi merupakan bakteri-bakteri yang sensitif terhadap kloramfenikol. Dian, et al
(2015) menyatakan bahwa kloramfenikol adalah antibiotik spektrum luas yang
1
2
3
4
5
6
7
5
6
1
2
3
4
7 7
1
2
3
4
5
6
50
efektif terhadap beberapa jenis bakteri. Bakteri Escherichia coli termasuk dalam
kategori sensitif terhadap antibiotik kloramfenikol (30 ppm) dengan hasil diameter
zona hambat sebesar 20 mm. Ditambahkan oleh Sasongko (2014), Escherichia
coli memiliki tingkat resistensi yang relatif kecil terhadap antibiotik kloramfenikol,
sehingga penggunaan kloramfenikol untuk infeksi Escherichia coli masih efektif.
Mekanisme kloramfenikol dalam menghambat bakteri adalah dengan cara
menghambat sintesis protein sel bakteri. Antibiotik ini menghalangi pelekatan
asam amino pada rantai peptida yang baru timbul pada ribosom (Wasitaningrum,
2009). Kloramfenikol akan menghambat peptidil transferase pada fase
pemanjangan sehingga mengganggu sisntesis protein dalam waktu 3-5 jam
setelah pemakaian oral (Taufiq, et al. 2015), obat ini memblokir ikatan asam
amino pada rantai peptida yang mulai timbul pada unit 50s ribosom dengan
mengganggu kerja peptidil transferase (Erviani, 2013). Enzim peptidil tranferase
inilah yang membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang masih
melekat pada tRNA-nya, dan asam terakhir peptida yang masih berkembang, hal
ini menyebabkan proses sintesis protein terhenti seketika (Dian, et al. 2005),
Hasil penelitian menunjukan adanya lima kelompok daya hambat dari
seluruh ekstrak yang masing-masing kelompok menunjukan perbedaan nyata.
Ekstrak Lumbricus rubellus 100.000 ppm menunjukan daya hambat tertinggi
sebesar 3,07 mm, berbeda nyata terhadap kelompok kedua yaitu ekstrak Eisenia
foetida 100.000 ppm dengan daya hambat 2,56 mm. Kelompok ketiga adalah
ekstrak Lumbricus rubellus 10.000 ppm dan ekstrak Nereis sp. 100.000 ppm
masing-masing dengan 2,08 mm dan 2,02 mm. Kelompok ke empat yaitu ekstrak
Eisenia foetida 10.000 ppm dengan daya hambat sebesar 1,84 mm. Kelompok
kelima yaitu ekstrak Nereis sp. 10-10.000 ppm, Lumbricus rubellus 10-1000 ppm
dan Eisenia foetida 10-1000 ppm yang tidak menghasilkan daya hambat
51
terhadap Escherichia coli (0 mm). Daya hambat semakin besar seiring
bertambahnya konsentrasi ekstrak yang diberikan, hal ini sesuai pernyataan
Pelczar dan Chan (1977) bahwa semakin besar tingkat konsentrasi antibakteri
yang diberikan maka sifat toksiknya akan semakin tinggi terhadap bakteri uji.
Ekstrak aquades cacing laut Nereis sp. menghasilkan zona penghambatan
terhadap Escherichia coli sebesar 2,08 mm, hasil ini menunjukan adanya
senyawa yang bersifat antibakteri terhadap Escherichia coli dalam ekstrak
tersebut. Tasiemski, et al (2006) melaporkan bahwa cacing laut Nereis sp.
memiliki peptida antimikroba bernama hedistin yang bersifat antibakteri.
Penelitian Jekti, et al (2008) membuktikan bahwa cacing laut dari kelas polycheta
yang telah difraksinasi mampu memberikan aktivitas penghambatan terhadap
beberapa bakteri diantaranya Escherichia coli, Klebsiella sp. dan Staphylococcus
aureus masing-masing 5 mm, 2 mm dan 5 mm. Zat antibakteri pada cacing laut
berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap bakteri pada habitat aslinya.
Deloffre, et al (2003) melaporkan adanya hemerythrin yang bersifat
sebagai antibakteri. Senyawa tersebut dihasilkan oleh cacing laut Nereis
diversicolor. Protein hemerythrin berfungsi sebagai cadmium scavenger atau
pemakan cadmium dan iron scavenger atau pemakan zat besi yang digunakan
cacing tersebut dalam mempertahankan diri dari serangan bakteri. Protein
hemerythrin tersebut diproduksi dan diekspresikan dalam pusat haematopoitik
yang melayang bebas dalam cairan lambung sebelum disimpan dalam
granulosit. Pada saat terjadi gangguan bakteri maka protein hemerythrin tersebut
akan dibawa ke pembuluh darah dan aktif sekitar 10 jam setelah infeksi terjadi.
Ekstrak aquades Lumbricus rubellus mulai menunjukan penghambatan
terhadap Escherichia coli pada konsentrasi 10.000 ppm yaitu sebesar 2,08 mm,
sedangkan pada konsentrasi 100.000 ppm besar penghambatan 3,07 mm.
52
Penelitian Deni (2015) membuktikan adanya aktivitas antibakteri ekstrak air
cacing Lumbricus rubellus terhadap bakteri gram negatif Salmonella thypi
sebesar 9,875 mm dengan konsentrasi ekstrak 50%. Penelitian Indriati, et al
(2012) juga menunjukan adanya aktivitas antinakteri dari air rebusan cacing
Lumbricus rubellus terhadap Escherichia coli pada konsentrasi 80% sebesar 7,92
mm. Kemampuan antibakteri dari air rebusan cacing tanah Lumbricus rebellus ini
karena memiliki senyawa antimikroba yaitu lumbricin. Menurut Tasiemski (2008),
Lumbricin merupakan senyawa antibakteri dalam cacing tanah yang termasuk ke
dalam golongan peptida antimikroba yang umumnya dimiliki hewan sebagai
bentuk pertahanan diri terhadap mikroorganisme di lingkungan aslinya.
Suryani, et al (2015) menyatakan bahwa Lumbricin adalah senyawa
peptida yang disusun oleh asam amino yang lengkap terutama prolin, dan secara
in vitro mampu menghambat bakteri seperti Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus. Menurut Cho, et al (1998), Lumbricin I merupakan senywa peptida
antimikroba yang diisolasi dari cacing Lumbricus rubellus. Lumbricin I
mempunyai aktivitas antimikroba berspektrum luas yang dapat menghambat
bakteri gram positif, gram negatif. Menanisme aksi antibakteri dari lumbricin
belum diketahui dengan pasti sampai saat ini, mekanisme dari sekian banyak
peptida antimikroba berbeda-beda. Secara umum sifat antibakteri dari peptida ini
dengan cara merusak keseimbangan formasi membran sel atau dengan
berinteraksi dengan DNA atau RNA setelah penetrasi ke dalam membran sel.
Deri, et al (2015) menunjukan adanya senyawa alkaloid dari cacing tanah
Lumbricus rubellus yang diekstraksi menggunakan pelarut air. Alkaloid ini juga
diduga berpotensi sebagai senyawa antibakteri. Ditambahkan oleh Indriati, et al
(2012) bahwa dari serangkaian pengujian kimia menunjukan senyawa aktif yang
dimiliki cacing tanah adalah golongan alkaloid yang mengandung atom nitrogen
53
dan bersifat basa. Aktivitas antibakteri alkaloid menurut Oktavia, et al (2013)
yaitu dengan cara mengubah susunan rantai DNA pada inti sel bakteri.
Ekstrak aquades Eisenia foetida menunjukan penghambatan terhadap
Escherichia coli pada konsentrasi 10.000 ppm dan 100.000 ppm masing-masing
sebesar 1,84 mm dan 2,56 mm. Govindarajan dan Prabakaran (2012)
melaporkan bahwa cacing tanah Eisenia foetida mampu menghambat bakteri
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa. Menurut Grdisa, et al (2013),
senywa antibakteri pada cacing tanah Eisenia foetida berfungsi dalam
mekanisme pertahan diri pada lingkungan. Senyawa antibakteri ini terdiri dari
beberapa protein seperti lisozim dan fetidin. Ditambahkan oleh Suryani (2010),
mekanisme imunitas cacing melibatkan enzim lysosomal (lisozim) untuk
melindungi diri dari serangan mikroba patogen.
Liu, et al (2004) melaporkan senyawa peptida yang bersifat antibakteri
pada Eisenia foetida yang disebut OEP3121 dengan sequensi asam amino
ACSAG dengan berat molekul 510,8 Da. Menurut Istiqomah, et al (2014), cacing
tanah Eisenia foetida telah dilaporkan memiliki senyawa bioaktif yang dapat
menghambat bakteri patogenik. Senyawa aktif tersebut antara lain
glikolipoprotein G-90 dan Fetidin. Popovic, et al (2005) melaporkan bahwa efek
penghambatan terbaik dari glikolipoprotein G-90 yang terdapat pada Eisenia
foetida terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Streptococcus pyogenes
diperoleh pada konsentrasi 10µg/mL. Senyawa ini disintesis dan disekresikan
oleh coelomocutes pada cacing ketika bakteri menyerang, coelomocytes
mensekresi protein yang menyerang bakteri, membentuk agregasi dan
menghambat pertumbuhan poliferasi bakteri. Protein-protein yang disekresikan
menyerang lektin (semacam monosakarida) dari membran sel dan membentuk
ikatan dari fosfolipid membran sel sehingga menyebabkan sitolisis.
54
Menurut Wahyuni (2014), aktivitas antibakteri dari ekstrak cacing laut dan
cacing tanah diduga dengan merusak membran plasma bakteri karena
mengandung polipeptida. Membran plasma mengendalikan transport berbagai
metabolit ke luar dan ke dalam sel yang bersifat semi permeabel. Antibakteri
yang merusak membran plasma akan menghambat atau merusak kemampuan
membran plasma sebagai penghalang osmosis, juga mengganggu sejumlah
proses biosintesis yang diperlukan dalam membran. Willey, et al (2009)
menyatakan bahwa Peptida antimikroba memiliki kemampuan untuk merusak
membran plasma bakteri patogen dengan cara interaksi elektrostatik dengan
dinding sel bakteri sehingga terbentuk lubang ionik atau celah yang
menyebabkan terjadinya perubahan pada permeabilitas membran sel.
Ditambahkan oleh Rinanda, et al (2014) bahwa interaksi antara peptida
antimikroba dengan sel bakkteri dipengaruhi daya elektrostatik. Interaksi kation
peptida antimikroba dan anion membran sel bakteri menyebabkan perubahan
permeabilitas sel sehingga senyawa antibakteri bisa menembus ke dalam
sitoplasma dan menyebabkan kerusakan sel.
Peptida antimikroba yang telah ditemukan mayoritas merupakan kationik
peptida antimikroba, yang menyerang membran sel bakteri dengan berinteraksi
dengan muatan negatif dari membran sel dan menyebabkan disintegrasi struktur
lapisanya. Peptida antimikroba dapat membunuh bakteri dengan cara
menganggu beberapa jalur penting dalam sel seperti replikasi DNA dan sisntesis
protein. Efek antibakteri dari peptida antimikroba tidak hanya karena perusakan
membran tetapi juga bisa dari masuknya senyawa ini dalam sel bakteri (Bahar
dan Ren, 2013).
55
Gambar 2. Mekanisme dari Peptida Antimikroba (Bahar dan Ren, 2013)
Zona hambat dari ekstrak aquades Nereis sp., Lumbricus rubellus, dan
Eisenia foetida terhadap Escherichia coli tergolong kecil, hal ini menandakan
bahwa bakteri Escherichia coli bersifat resisten terhadap ketiga jenis ekstrak
tersebut. Resistensi ini disebabkan karena sifat bakteri Escherichia coli yang
termasuk dalam bakteri gram negatif. Bakteri gram negatif lebih resisten
terhadap zat antibakteri dibanding bakteri gram positif. Rahayu (2000),
menyatakan bahwa daya tahan yang lebih kuat pada bakteri gram negatif
dibanding bakteri gram positif disebabkan karena perbedaan struktur dinding sel.
Susunan komponen dinding sel bakteri gram negatif lebih kompleks dibanding
gram positif sehingga lebih sulit ditembus senyawa antimikroba.
Makagansa, et al (2015) menyatakan bahwa perbedaan struktur dinding sel
menentukan aktivitas senyawa antibakteri. Bakteri gram positif memiliki struktur
dinding sel dengan lebih banyak peptidoglikan, sedikit lipid dan dinding sel
mengandung polisakarida (asam teikoat), sedangkan bakteri gram positif seperti
Escherichia coli mempunyai dinding sel dengan kandungan lipid yang tinggi (11-
22%) dan struktur dinding sel multilayer yaitu lipoprotein, membran luar fosfolipid
dan lipopolisakarida.
56
Gambar 3. Mekanisme Resistensi Bakteri Gram-Negatif terhadap Peptida
Antimikroba (Nizet, 2006)
Bakteri gram negatif menggunakan beberapa mekanisme untuk
menimbulkan resistensi dari serangan peptida antimikroba. Bakteri ini dapat
mengubah struktur permukaan untuk menolak peptida antimikroba, membentuk
biofilm untuk meningkatkan resistensi, memompa peptida atimkroba keluar sel,
memproduksi protease untuk mendegradasi peptida antimikroba dan mengubah
respon imun untuk mencegah induksi (Band dan Weiss, 2015). Resistensi bakteri
terhadap peptida antimikroba karena modifikasi muatan anion normal permukaan
sel dengan molekul bermuatan kation, akibatnya peptida antimkroba yang
bermuatan positif tertolak sebelum dapan menjangkau membran sitoplasma
(Nizet, 2006). Pada penelitian ini belum dapat dipastikan mekanisme aksi
penghambatan ekstrak aquades Nereis sp., Lumbricus rubellus, dan Eisenia
foetida terhadap Escherichia coli. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut secara
molekuler dengan mengisolasi dan mengkarakterisasi senyawa aktif dari ketiga
cacing untuk dapat mengetahui bagian sel bakteri yang diserang sehingga
pertumbuhanya terhambat.
57
4.4 Minimum Inhibition Concentration (MIC)
Tujuan pengujian MIC adalah untuk mengetahui konsentrasi terendah dari
ekstrak yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. MIC
dapat diketahui dengan adanya penurunan absorbansi pada biakan cair
trypticase soy broth setelah dilakukan inkubasi. Absorbansi yang tinggi
menunjukan tingginya kekeruhan dan meningkatnya kekeruhan pada biakan cair
menandakan adanya pertumbuhan koloni bakteri. Hasil uji MIC menunjukan
bahwa MIC ekstrak aquades Nereis sp pada konsentrasi 50.000 ppm, sedangkan
ekstrak aquades Lumbricus rubellus dan ekstrak aquades Eisenia foetida pada
konsentrasi 12.500 ppm. Nilai absorbansi yang diamati sebelum dan sesudah
inkubasi ditunjukan pada Tabel 10, sedangkan data absorbansi sebelum dan
sesudah inkubasi ditunjukan pada Lampiran 24.
Tabel 4. Hasil Absorbansi MIC (λ 686 nm)
No Sampel Konsentrasi
Optical Density
Escherichia coli sebelum
inkubasi
Optical Density
Escherichia coli setelah
inkubasi
1 Ekstrak Aquades Nereis sp.
100.000 ppm 50.000 ppm 25.000 ppm 12.500 ppm 0 ppm Ampicilin 10.000 ppm
1,876±0,002 1,112±0,001 0,726±0,002 0,389±0,002 0,036±0,001 0,317±0,003
1,786±0,002 1,046±0,001 0,767±0,002 0,447±0,003 0,118±0,003 0,036±0,003
2 Ekstrak Aquades Lumbricus rubellus
100.000 ppm 50.000 ppm 25.000 ppm 12.500 ppm 0 ppm Ampicilin 10.000 ppm
1,565±0,005 1,006±0,004 0,677±0,005 0,372±0,001 0,032±0,000 0,322±0,001
1,379±0,003 0,905±0,004 0,556±0,002 0,304±0,001 0,120±0,001 0,032±0,001
3 Ekstrak Aquades Eisenia foetida
100.000 ppm 50.000 ppm 25.000 ppm 12.500 ppm 0 ppm Ampicilin 10.000 ppm
1,477±0,001 0,986±0,002 0,598±0,002 0,366±0,001 0,028±0,001 0,337±0,002
1,226±0,001 0,855±0,003 0,489±0,002 0,308±0,001 0,111±0,002 0,042±0,001
58
Ampicilin yang digunakan sebagai kontrol positif terbukti mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli. Mekanisme penghambatan
oleh ampicilin menurut Yanti (2014), yaitu dengan cara menghancurkan
peptidoglikan pada sel bakteri. Hal ini disebabkan karena gugus amino pada
ampicilin mampu menembus membran terluar pada bakteri gram positif maupun
negatif. Menurut Siswandono dan Soekarjo (1995), ampicilin mampu
menghambat biosintesis peptidoglikan yang menyebabkan lemahnya dinding sel
sehingga sel menjadi pecah.
Jekti, et al (2008) melaporkan bahwa konsentrasi hambat minimum (MIC)
dari ekstrak cacing laut nyale (polychaeta) terhadap bakteri Escherichia coli pada
konsentrasi 100 ppm. Suryani (2010) melaporkan bahwa MIC dari ekstrak
aquades cacing tanah Lumbricus sp. terhadap bakteri Vibrio cholerae dan
shigella flexneri berturut-turut 167.000 ppm dan 20.800 ppm. Penelitian Deni
(2015) membuktikan bahwa kadar hambat minimum ekstrak cacing tanah
Lumbricus rubellus terhadap salmonella thypi yaitu lebih dari 350.000 ppm.
Senyawa antibakteri dapat bersifat bakteriostatik, yaitu hanya dapat
menghambat pertumbuhan bakteri, namun sifatnya bisa meningkat menjadi
bakterisidal jika konsentrasinya ditambah. Menurut Krisnata, et al (2014),
senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas bakteriostatik dapat meningkat
menjadi bakterisid jika kadar senyawa antibakteri itu ditingkatkan melebihi kadar
hambat minimal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Nuraini (2007), bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi kemampuan zat antibakteri dalam menghambat
bakteri diantaranya adalah konsentrasi zat dan sifat mikroba.
4.5 Minimum Bacterisidal Consentration (MBC)
Sifat bakterisidal atau bakteriostatik dari antibakteri ekstrak dapat diketahui
melalui uji MBC. Suspensi bakteri yang telah terpapar ekstrak dalam tabung
59
pengujian MIC dipindahkan pada media steril baru, kemudian diinkubasi untuk
mengetahui sifat senyawa antibakteri dari ekstrak. Hasil uji MBC ditunjukan pada
Tabel 11. Dokumentasi uji MBC ditunjukan pada Lampiran 25.
Hasil uji MBC menunjukan terdapat kekeruhan pada semua tabung uji,
kecuali tabung kontrol positif ampicilin 10.000 ppm. Kekeruhan pada tabung uji
menandakan masih adanya pertumbuhan dari bakteri Escherichia coli yang telah
terpapar ekstrak. Hasil ini menunjukan bahwa ekstrak aquades cacing laut Nereis
sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida bersifat bakteriostatik
terhadap Escherichia coli. Berdasarkan penelitian ini, nilai konsentrasi bunuh
minimum (MBC) dari ketiga ekstrak terhadap Escherichia coli diatas
100.000 ppm.
Tabel 5. Hasil Uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration)
No. Sampel Konsentrasi Kekeruhan
1
Ekstrak aquades
Nereis sp.
12.500 ppm Keruh
25.000 ppm Keruh
50.000 ppm Keruh
100.000 ppm Keruh
2 Ekstrak aquades
Lumbricus rubellus
12.500 ppm Keruh
25.000 ppm Keruh
50.000 ppm Keruh
100.000 ppm Keruh
3 Ekstrak aquades
Eisenia foetida
12.500 ppm Keruh
25.000 ppm Keruh
50.000 ppm Keruh
100.000 ppm Keruh
4 Kontrol Ampicillin 10.000 ppm Bening
Ekstrak 0 ppm Keruh
4.6 Pengamatan Bakteri
4.6.1 Pengamatan Bakteri dengan Pewarnaan
Bakteri dari suspensi uji MIC yang telah dilakukan pewarnaan diamati
menggunakan mikroskop cahaya. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop
cahaya perbesaran 100 kali belum dapat diketahui perubahan morfologi dari
60
bakteri Escherichia coli yang terpapar ekstrak, perbedaan hanya terlihat pada
kerapatan koloniya saja. Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang
dapat menyerap zat warna merah seperti safranin. Lay (1994), menyatakan
bahwa bakteri gram negatif akan berwarna merah karena mempunyai dinding sel
dengan kandungan lipid yang tinggi. Lipid akan larut oleh larutan pemucat
sehingga sel bakteri menyerap zat warna merah dari safranin.
Hasil pengamatan bakteri Escherichia coli yang terpapar ekstrak aquades
Nereis sp. menunjukan adanya bakteri pada tiap konsentrasi yang diamati, hanya
saja terdapat pemisahan serta berkurangnya kepadatan koloni yang terlihat pada
konsentrasi 50.000 ppm dan 100.000 ppm. Hal ini sesuai dengan hasil MIC yang
menunjukan bahwa konsentrasi minimal ekstrak aquades Nereis sp. untuk
menghambat pertumbuhan Escherichia coli yaitu 50.000 ppm. kontrol positif
ampicilin 10.000 ppm menunjukan koloni yang lebih sedikit dibandingkan
perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak. Gambar 10. menunjukan hasil
pengamatan bakteri Escherichia coli yang terpapar ekstrak aquades Nereis sp.
menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100 kali.
Escherichia coli yang terpapar ekstrak aquades Lumbricus rubellus
menunjukan pemisahan serta berkurangnya kepadatan koloni seiring
meningkatnya konsentrasi ekstrak. Hal ini sesuai dengan hasil MIC ekstrak
aquades Lumbricus rubellus terhadap Escherichia coli 12.500 ppm. kontrol positif
ampicilin 10.000 ppm menunjukan koloni yang lebih sedikit dibandingkan
perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak. Gambar 11. menunjukan hasil
pengamatan bakteri Escherichia coli yang terpapar ekstrak aquades Lumbricus
rubellus menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100 kali.
Escherichia coli yang terpapar ekstrak aquades Eisenia foetida juga
menunjukan pemisahan serta berkurangnya kepadatan koloni seiring
61
meningkatnya konsentrasi ekstrak. Hal ini sesuai dengan hasil MIC ekstrak
aquades Eisenia foetida terhadap Escherichia coli yaitu 12.500 ppm. Gambar
12. menunjukan hasil pengamatan bakteri Escherichia coli yang terpapar ekstrak
aquades Eisenia foetida menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100 kali.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 4. Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Nereis sp. (Perbesaran 100 kali)
(a) 0 ppm (b) 12.500 ppm (c) 25.000 ppm (d) 50.000 ppm (e) 100.000 ppm (f) Kontrol positif ampisilin 10.000 ppm
62
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 5. Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Lumbricus rubellus (Perbesaran 100 kali)
(a) 0 ppm (b) 12.500 ppm (c) 25.000 ppm (d) 50.000 ppm (e) 100.000 ppm (f) Kontrol positif ampisilin 10.000 ppm
63
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 6. Escherichia coli terpapar Ekstrak aquades Eisenia Foetida (Perbesaran 100 kali)
(a) 0 ppm (b) 12.500 ppm (c) 25.000 ppm (d) 50.000 ppm (e) 100.000 ppm (f) Kontrol positif ampisilin 10.000 ppm
64
4.6.2 Pengamatan Bakteri dengan Scanning Electron Microscope
Pengamatan menggunakan scanning electron microscope dilakukan pada
perbesaran 15.000 kali, dari hasil pengamatan tidak ditemukan kerusakan
morfologi secara menyeluruh pada sel bakteri Escherichia coli. Sel bakteri yang
terpapar ekstrak hanya mengalami sedikit kerusakan seperti adanya pengerutan
atau lipatan pada permukaan sel serta pemisahan koloni bakteri. Hasil ini
disebabkan karena ekstrak aquades Nereis sp., Lumbricus rubellus dan Eisenia
foetida bersifat bakteriostatik terhadap Escherichia coli. Hasil pengamatan SEM
pada Escherichia coli yang terpapar ekstrak aquades Nereis sp., Lumbricus
rubellus dan Eisenia foetida berturut-turut ditunjukan pada Gambar 13, 14
dan 15.
Senyawa bakteriostatik menyerang bakteri dengan cara menghambat
sintesis protein dengan mengikat ribosom, sedangkan bakterisidal mencegah
pertumbuhan dan menyebabkan kematian, namun tidak menyebabkan sel
bakteri menjadi lisis. Berbeda dengan bakterisidal, bakteriostatik bekerja dengan
cara membuat lisis sel-sel bakteri. Proses lisisnya sel bakteri terlihat dari
penurunan jumlah sel ataupun kekeruhan setelah bahan tersebut ditambahkan
(Brock dan Madigan, 1994). Sedangkan sedikitnya jumlah sel bakteri yang tanpa
mengalami lisis atau kerusakan sel bakteri kemungkinan disebabkan karena
penghambatan pembelahan sel bakteri (Hendrayati, 2012).
Wahyuni (2014), menyatakan bahwa antibakteri ekstrak cacing laut dan
cacing tanah menghambat pertumbuhan bakteri diduga dengan merusak
membran plasma bakteri karena mengandung polipeptida. Menurut Parhusip
(2006), membran sel yang mengalami gangguan fungsi permeabilitas tidak
menyebabkan kematian sel mikroba, tetapi diduga hanya memperlambat proses
metabolik dalam sel mikroba sehingga hanya menghambat pertumbuhan sel.
65
Gambar 7. Pengamatan Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Nereis
sp. menggunakan Scanning Electron Microscope (Perbesaran 15.000 kali)
Gambar 8. Pengamatan Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades
Lumbricus rubellus menggunakan Scanning Electron Microscope (Perbesaran 15.000 kali)
66
Gambar 9. Pengamatan Escherichia coli terpapar Ekstrak Aquades Eisenia
foetida menggunakan Scanning Electron Microscope (Perbesaran 15.000 kali)
Nizet (2006) menyatakan bahwa sasaran utama peptida antimikroba pada
bakteri target yaitu membran sitoplasma. Peptida antimikroba harus dapat
menembus permukaan sel bakteri sebelum dapat menjangkau bagian ini. Bakteri
gram negatif seperti Escherichia coli memiliki struktur permukaan multilayer
meliputi matriks peptidoglikan dalam ruang periplasma dibawah membran luar.
Membran luar mengandung ikatan kompleks lipid A, polisakarida inti dan rantai
spesifik (O) polisakarida yang disebut lipopolisakarida (LPS). Lipid A dalam
polisakarida ini yang dimodifikasi oleh bakteri gram negatif menjadi bermuatan
kationik sehingga peptida antimikroba yang juga bermuatan positif (kationik)
akan tertolak sebelum dapat menjangkau bagian membran sitoplasma sel
bakteri.
Sel Escherichia coli yang diberi perlakuan peptida antimikroba Human
Epididimis 2 (HE2) diamati permukaan sel menggunakan scanning electrone
67
microscope. Morfologi Escherichia coli tanpa perlakuan menunjukan permukaan
sel yang normal dan halus, sedangkan morfologi sel setelah pemberian peptida
antimikroba HE2 menunjukan perubahan yaitu adanya kerutan dan lipatan pada
permukaan sel (Yenugu, et al. 2004). Moorfologi Escherichia coli setelah
pemberian peptida antimikroba α-helical peptidyl-glycylleucine-carboxyamide
(PGLa) menunjukan ukuran sel yang lebih pendek daripada kondisi normal, hal
ini mengindikasikan bahwa Escherichia coli tidak tumbuh maksimal setelah
diberi perlakuan peptida antimikroba (Hartman, et al. 2010).
(a)
(b) (c)
Gambar 16. Escherichia coli Normal (a) dan Setelah Pemberian Peptida Antimikroba HE2 (b) dan PGLa (c) (Yenugu, et al. 2004; Hartman, et al. 2010)
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukan adanya aktivitas antibakteri yang bersifat
bakteriostatik dari ekstrak aquades cacing laut Nereis sp., cacing tanah
Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida terhadap Escherichia coli. Aktivitas
antibakteri terbaik pada ekstrak Lumbricus rubellus dengan daya hambat 3,07
mm pada konsentrasi ekstrak 100.000 ppm dan MIC 12.500 ppm. Hasil
pengamatan mikroskopis pada Escherichia coli yang terpapar ekstrak
menggunakan mikroskop cahaya menunjukan adanya penurunan jumlah koloni,
sedangkan hasil scanning electron microscope menunjukan perubahan
morfologi berupa kerutan dan lipatan pada permukaan sel bakteri.
5.2 Saran
Sebaiknya dilkukan uji lanjutan mengenai identifikasi dan karakterisasi
dugaan senyawa antibakteri yang terdapat dalam ekstrak aquades cacing laut
Nereis sp., cacing tanah Lumbricus rubellus dan Eisenia foetida serta dilakukan
penelitian mengenai manfaat dari ekstrak ketiga jenis cacing tersebut selain
sebgai antibakteri.
69
DAFTAR PUSTAKA
Afriyansyah, B. 2010. Vermicomposting oleh cacing tanah (Eisenia foetida dan Lumbricus rubellus) pada empat jenis bedding. Tesis. Sekolah
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor
Aninda, G. R. 2016. Aktivitas ekstrak cacing laut Siphonosoma australe sebagai antihiperglikemik pada tikus galur Sprague dawley yang diinduksi streptozotocin. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Anita, Y. 2016. Ekstrak kasar teh Sargassum cristaefolium dengan pelarut berbeda terhadap morfologi Vibrio parahaemolyticus menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Skripsi. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang
Anshari, M. H. 2011. Pengaruh penambahan senyawa polisiloksan pada komposit katun dan poliester dengan nanosilver terhadap stabilitas antibakteri. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Indonesia
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Acuan Sediaan Herbal :Volume Keempat Edisi Pertama. Jakarta
Bahar, A. A. dan D. Ren. 2013. Antimicrobial peptides. Pharmaceuticals 6: 1543-1575
Band, V. I. dan D. S. Weiss. Mechanism of antimicrobial peptides resistance in gram-negative bacteria. Antibiotics 4: 18-41
Bonang, G. dan E. S. Koeswardono. 1982. Mikrobiologi Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik. Gramedia. Jakarta
Brock, T. D. dan M. T. Madigan. 1994. Biology of Microorganism: Fifth Edition. Prentice Hall International. New Jersey
Campbell, N. A., J. B. Reece dan L. G. Mitchell. 2002. Biologi Edisi Kelima. Erlangga . Jakarta
Cho, J. H., C. B. Park, Y. G. Yoon, dan S. C. Kim. 1998. Lumbricin I, a novel proline rich antimicrobial peptide from the earthworm: purification, cDNA cloning and molecular characterization. Biochim Biophys Acta.1408 : 67-76
Dahlan, M. S. 2013. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Salemba Medika. Jakarta
Deloffre, L., B. Salzet, D. Vieau, J. C., Andries, dan M. Salzet. 2003. Antibacterial properties of hemerythrin of the sand worm Nereis diversicolor. Neuroendocrinology Lett. 24(1-2) :39-45. ISSN 0172–780X
70
Deni, F. 2015. Uji daya hambat ekstrak air cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella thypi secara in vitro. Skripsi.
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Deri, I. R., K. M. Yuliawati dan E. R. Sadiyah. 2015. Isolasi dan karakterisasi senyawa alkaloid dari cacing tanah (Lumbricus rubellus Hoffmeister). Prosiding Penelitian SPeSIA Unisba. ISSN 2460-6472
Dian, R., Fatinawali dan F. Budiarso. 2015. Uji resistensi bakteri Escherichia coli yang diisolasi dari plak gigi terhadap merkuri dan antibiotik kloramfenikol. Jurnal e-Biomedik 3 (1)
Dika, E. 2006. Performa produksi cacing tanah Lumbricus rubellus yang
mendapat pakan sisa makanan dari warung tegal. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor
Elfidasari, D., A .M. Saraswati, G. Nufadianti, R. Samiah, V. Setiowati. 2011. Perbandingan kualitas es di lingkungan Universitas Al azhar Indonesia dengan restoran fast food di daerah senayan dengan indikator jumlah Escherichia coli terlarut. Jurnal Al- Azhar Indonesia Seri Sanis dan Teknologi 1 (1)
Endriani, R., F. Andrini dan D. Alfina. 2010. Pola resistensi bakteri penyebab infeksi saluran kemih (ISK) terhadap antibakteri di Pekanbaru. Jurnal Natur Indonesia 12 (2)
Erviani, A. 2013. Analisis multidrug resistensi terhadap antibiotik pada Salmonella thypi dengan teknik multiplex PCR. J.Ilmiah Biologi 1 (1) :
51-60. ISSN 2302-1616
Fadaee, R. 2012. A review on earthworm Eisenia foerida and its aplication. Annals of Bological Research 3(2): 2500-2506. ISSN 0976-1233
Govindarajan, B dan V. Prabakaran. 2012. Antibacterial activity of vermiwash of Eisenia foetida (earthworm). Int. J. Bio. Tech. 3 (3) 15-16. ISSN: 0976- 4313
Grdisa, M., K. Grsic dan M. D. Grdisa. 2013. Earthworms – role in soil fertility to the use in medicine and as a food. University of Zagreb. ISJ 10: 38-45
Gunawan, S. G. 2007. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen Farmakalogi dan Terapeutik. Fakultas kedokteran. Universitas Indonesia
Hafner, B. 2007. Scanning Electron Microscope Primer. Characterization Facility University of Minnesota
Halim, C.N., dan E. Zubaidah. 2013. Studi kemampuan probiotik isolat bakteri asam laktat penghasil eksopolisakarida tinggi asal sawi asin (Brassica juncea). J. Pang. dan Agro. 1(1): 129-137
Hamdi, A. S., dan E. Bahruddin. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Deepublish
71
Handayani, D., M. Deapati, Marlina, dan Meilan. 2009. Skrining aktivitas antibakteri beberapa biota laut dari perairan Pantai Painan, Sumatera Barat. Fakultas Farmasi Universitas Andalas Padang
Hartman H., M. Berditsch., J. Hawecker., M. F. Ardakani., D. Gerthsen dan A. S. Ulrich. 2010. Damage of the bacterial cell envelope by antimicrobial peptides gramicidin s and PGLa as revealed by transmission and scanning electron microscopy. Antimicrob. Agent Chemoter. 54 : 3132-3142
Hasyim, Z., D. R. Husain dan P. Lestari. 2012 Potensi ekstrak cacing biru Peryonix excavatus sebagai senyawa antibakteri pada pelarut kloroform terhadap beberapa bakteri patogen. Prosiding SNSMAIP. ISSN: 978-602-98559-1-3
Hayati, S. N., H. Herdian, E. Damayanti, L. Istiqomah, dan H. Julendra. 2011. Profil asam amino ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) terenkapsulasi dengan metode spray drying. J. Tek. Ind. 34: 1-7. ISSN: 0126-1533
Hendrayati, T. I. 2012. Perubahan morfologi Escherichia coli akibat paparan ekstrak etanol biji kakao (Theobroma cacao) secara in vitro. Skripsi.
Fakultas Kedokteran. Universitas Jember
Hermawan, A., Hana, W., dan Wiwik, T. 2007. Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Eschericia coli dengan metode difusi disk. Skripsi. Universitas Airlangga
Indriati, G., M. Sumitri., dan R. Widiana. 2012. Pengaruh air rebusan cacing tanah (Lumbricus rubelus) terhadap pertumbuhan bakteri Escherchia coli. J.Prosiding Semirata BKS PTN-B MIPA 978-602-9115-20-8
Irvan., P. B. Manday., dan J. Sasmitra. 2015. Ekstraksi 1,8-cineole dari minyak daun Eucslyptus urophylla dengan metode soxhletasi. J.Teknik Kimia USU 4 (3)
Istiqomah. 2013. Perbandingan metode ekstraksi maserasi dan sokletasi terhadap kadar piperin buah cabe jawa (Piperis retrofracti fructus).
Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Istiqomah, L., E. Damayanti, H. Julendra, D. Istika dan S. Winarsih. 2014. Daya hambat granul ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) terhadap bakteri patogenik in vitro. J. Sain Vet. 32 (1): 93-104. ISSN: 0126-0421
Iswara, A. 2015. Pola sensitivitas Escherichia coli terhadap antibiotik metrodinazole. The Second University Research Coloqium. ISSN 2407-9189
Jawetz, E., J. L, Melnick, dan E. Adelberg. 1996. Medical Microbiology. Apleton and Lange. New York
72
Jekti, D. S. D., A. A. Purwoko, dan Z. Muttaqin. 2008. Nyale cacing laut sebagai bahan antibakteri. J. Ilm. Das. 9 (1):120-126
Junardi., E. Rusmiyanto., dan P. Wardoyo. 2008. Struktur komunitas dan karakteristik substrat cacing laut (Polychaeta) di perairan pantai mangrove Peniti Kalimantan Barat. J.Biodiversitas 9 (3) : 213-216
Krisnata, A. B., Y. Rizka, D. Mulawarmanti. 2014. Daya hambat ekstrak daun mangrove (Avicennia marina) terhadap pertumbuhan bakteri mixed periodontopatogen. Denta J. Ked. Gigi 8 (1): 11-22. ISSN: 1907-5987
Kusmiyati dan N. W. S Agustini, 2006. Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri Dari MikroalgaPorphyridium cruentum. Pusat Penelitian Bioteknologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong
Kusumawardani, A. 2016. Gambaran kepekaan berbagai antibiotik dan profil plasmid Escherichia coli isolat air sumur gali Kabupaten Demak. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Semarang
Lay, B. W. 1994. Analisis Mikroba dalam Laboratorium. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Lestari, Ayu., M. Jamhari dan I.N. Kundera. 2013. Daya hambat ekstrak daun tembelek (Lantara camara L.) terhadap pertumbuhan bakteri Escherichia coli. e-Jipbiol 1: 42-49. ISSN 2338-1795
Liu, Y. Q., Z. J. Sun, C. Wang, S. J Li dan Y. Z. Liu. 2004. Purification of novel antibacterial short peptide in earthworm Eisenia foetida. Acta Biochimica et Biophysica Sinica 36 (4): 297-302. ISSN 0582-9879
Makagansa, C., C. F. Mamuaja dan L. C. Mandey. 2015. Kajian aktivitas antibakteri ekstrak biji pangi (Pangium edule Reinw) terhadap Staphylococcus aureus, Bacillus cereus, Pseudomonas aeruginosa dan Escherichia coli secara in vitro. J. Ilmu dan Teknologi Pangan 3 (1)
Maharani, T., D. Sukandar dan S. Hermanto. 2016. Karakterisasi senyawa hasil isolasi dari ekstrak etil asetat daun namnam (Cynometra cauliflora L.) yang memiliki aktivitas antibakteri. J. Kim. Val. 2 (1): 55-62. ISSN: 2460-
6065
Maulida, A. A. A. 2015. Budidaya Cacing Tanah Unggul Ala Adam Cacing. Agro Media Pustaka. Jakarta
Mukhriani. 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif. J. Kes. 7(2): 361-367. ISSN: 2086-3098
Mulyati, E. S. 2009. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun ciremai (Phyllantus acidus L. Skell) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dan Bioautografinya. Skripsi. Fakultas Farmasi.
Universitas Muhamadiyah Surakarta
73
Ngajow, M., J. Abidjulu dan V. S. Kamu. 2012. Pengaruh antibakteri ekstrak kulit batang matoa (Pometia pinnata) terhadap bakteri Staphylocccus aureus secara in vitro. J. MIPA Unsrat 2 (2); 128-132
Nizet, V. 2006. Antimicrobial peptide resistance mechanisms of human bacterial pathogens. Curr. Issues Mol. Biol. 8 (1):222-238
Noviana, H. 2004. Pola kepekaan antibiotika Escherichia coli yang diisolasi dari berbagai spesimen klinis. J kedokter Trisakti 23 (4)
Nugraha, R. N. 2014. Uji daya hambat tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan konsentrasi berbeda terhadap Aeromonas salmonicida dan Streptococcus pyogenes. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Brawijaya Malang
Nurmala, I. G. N. Virgiandhy, Andriani dan D. F. Liana. 2015. Resistensi dan sensitivitas bakteri terhadap antibiotik di RSU dr. Soedarso Pontianak Tahun 2011-2013. Resistensi dan Sensitivitas Bakteri 3 (1)
Nuraini, A. D. 2007. Ekstraksi komponen antibakteri dan antioksidan dari biji teratai (Nymphaea pubescebs Willd). Skripsi. Institut Pertanian Bogor
Oemarjati, B. S. dan W. Wardhana. 1990. Taksonomi Avertebrata: Pengantar Praktikum Laboratorium. Penerbit Universitas Brawijaya. Jakarta
Oktavia, G. A. E., M. Ibrahim dan L. Lisdiana. 2013. Pengaruh pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahagoni) terhadap penghambatan pertumbuhan Escherichia coli dengan metode difusi cakram. J. LenteraBio 2 (3)
Oktaviana, A. 2009. Teknologi Penginderaan. Makalah. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret
Parhusip, A. J. N. 2006. Kajian mekanisme antibakteri ekstrak andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) terhadap bakteri patogen
pangan.Thesis .Intitut Pertanian Bogor
Permadani I. A., P. Surjowardojo, Sarwiyono. 2015. Daya hambat ekstrak daun beluntas (Pluchea indica L.) menggunakan pelarut ethanol terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Esherichia coli
penyebab mastitis pada sapi perah. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya
Permata, D. 2006. Reproduksi cacing tanah (Eisenia foetida) dengan memanfaatkan daun dan pelepah kimpul (Xhanthosoma sagittifolium)
pada media kotoran sapi perah. Skripsi, Fakultas Peternakan. Institiut Pertanian Bogor
Pelczar, M. J., R. D. Reid dan E. C. S. Chan, 1977. Microbiology. McGraw Hil. Caloocan City
74
Polapa, F. S. 2015. Potensi antibakteri dari ekstrak kasar bakteri asosiasi karang batu yang terinfeksi penyakit Brown Band (BrB) terhadap bakteri patogen Staphylococcus aurues dan Escherichia coli. Skripsi. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin, Makassar
Popovic, M., M. Grdisa dan T.J. Hrzenjak. 2005. Glycolipoprotein G-90 obtained from the earthworm Eisenia foetida exerts antibacterial activity. Veterinarski arhiv 75 (2): 119-128. ISSN: 0372-5480
Prayitno, D. 1985. Analisis Regresi dan Korelasi untuk Penelitian Pertanian. Liberty. Jogjakarta
Prayoga, E. 2013. Perbandingan efek ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)
dengan metode difusi disk dan sumuran terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Purschke, G., C. Bleidorn, dan T. Struck. 2014. Systematic, evolution and phylogeny of annelida: a morphological perspective. Memoirs of Museum Victoria 71: 247-269. ISSN: 1447-2546
Rahayu, W. P. 2000. Aktivitas antimkroba bumbu masakan tradisional hasil olahan industri terhadap bakteri patogen dan perusak. Bul. Teknol. dan Industri Pangan 11 (2)
Rasidi. 2012. Pembenihan cacing laut Dendronereis pinnaticiris suatu upaya awal penyediaan benih cacing laut untuk budidaya. J.Media Akuakultur 7 (2)
Rianita, Y., C. S. Widodo dan Masruroh. 2014. Studi identifikasi komposisi obat dan limbah balur benzonquinon (BQ) hasil terapi pembaluran dengan scanning Electron Microscope (SEM). Phys. Stud. Jour. 2 (1): 43-47. ISSN: 1978-8738
Rohmah, I. S. 2016. Uji efektifitas daya antelmintik dekokta daun buah mangga (Mangifera indica Linn.) terhadap Ascais suum, Goeze secara in vitro. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis
Rinanda, T. 2014. Broad spectrum antimicrbobial activity of Lumbricus rubellus powder against drug resistant microbes. J. Proceedings of the 4th Annual International Conference Syiah Kuala University (AIC Unsyiah)
Russel, B dan D. Denning. 2000. The biology of annelids. BioMedia Associates
Sari, M. 2015. Uji bakteriologis dan resistensi antibiotik terhadap bakteri Escherichia coli dan Shigella sp. pada makanan gado-gado di kantin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta
Sasmito. 2000. Analisis senyawa dalam ekstrak cacing tanah (Lumbricus rubellus) dan efek aprodisiaka. Majalah Farmasi Indonesia 11 (4): 224-233
75
Sasongko, H. 2014. Uji resistensi bakteri Escherichia coli dari sungai boyong kabupaten Sleman terhadap antibiotik amoksisilin, kloramfenikol, sulfametoxasol dan streptomisin. Jurnal Bioedukatika 2 (1). ISSN 2338-6630
Septiana, A. T., dan A. Asnani. 2012. Kajian sifat fisikokimia ekstrak rumput laut alga coklat Sargassum duplicatum menggunakan berbagai pelarut dan metode ekstraksi. Agrointek 6 (1): 22-30. ISSN: 1907-8056
Sibuea, F. S. Y. 2015. Ekstraksi tanin dari kluwak (Pangium edule R.) menggunakan pelarut etanol dan aquades dan aplikasinya sebagai pewarna makanan. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang
Simandjutak, A. K., dan D. Waluyo. 1982. Cacing Tanah Budidaya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta
Siswandono dan Soekardjo. 1995. Kimia Medisinal. Erlangga. Surabaya
Soleha, T. U. 2015. Uji kepekaan terhadap antibiotik. J. Kes. Unila 5 (9):121-123.
ISSN: 2339-1277
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1996. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta
Sudarmi, Masfria dan E. W. Manik. 2012. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol cacing tanah (Megascolex sp.) terhadap bakteri Salmonella thyphosa, Escherichia coli, Shigella dysenteriae. Prosiding Forum Ilmiah Nasional. Buletin Khasanah Lingkungan RONA 11(2)
Suhardi. 1982. Evolusi Avertebrata. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta
Sujatno, A., R. Salam, Bandriyana dan A. Dimyati. 2015. Studi scanning electron microscope (SEM) untuk karakterisasi proses oksidasi paduan zirkonium. J.For. Nuklir 9 (2): 44-50. ISSN: 1978-8738
Sundari, D., Almasyhuri, dan A. Lamid. 2015. Pengaruh proses pemasakan terhadap komposisi zat gizi bahan pangan sumber protein. Jurnal Media Litbangkes. 25(4):235-242
Suryana. 2010. Metodolgi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Buku ajar : Universitas Pendidikan Indonesia
Suryani, L. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak cacing tanah (Lumbricus sp.) terhadap berbagai bakteri patogen secara in vitro. Mutiara Medika 10 (1):16-21
Suryani, Y., L. W. Sophia., T. Cahayanto., I. Kinasih. 2015. Uji Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Infusum Cacing Tanah (Lumbricus Rubellus) Dengan Tambahan Kitosan Udang Pada Salmonella Thypi. ISSN 1979-8911 9(2):16-21
76
Tantri, B. U. N. 2016. Identifikasi bakteri Escherichia coli, Shigella sp., dan Salmonella sp. pada air sumur di wilayah pembuangan limbah tahu dan
limbah ikan Kota Bandar Lampung. Skripsi. Fakultas Kedokteran. Universitas Lampung
Tasiemski, A. 2008. Antimicrobial peptides in annelids. Université de Lille1, France, ISJ 5: 75-82
Tasiemski, A., D. Schikorski, F. L. Marrec-Croq, C. P-V. Camp, C. Boidin-Wichlacz and P. E. Sautiere. 2006. Hestidin: a novel antimicrobial peptide containing bromotryptophan constitutively expressed in the nk cells-like of the marine annelid, Nereis diversicolor. Dev. and Comp. Immun., 31: 749–762
Taufiq, S., U. Yuniarni dan S. Hazar. 2015. Uji aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji buah pepaya (Carica papaya L.) terhadap Escherichia coli dan Salmonella thyphi. Prosiding Penelitian Spesial Unisba: 652-651
Wahyuni, L. R. 2014. Uji aktivitas antibakteri ekstrak kubis (Brassica oleracea L.var.capitata L) terhadap bakteri Eschericia coli.Laporan Penelitian.UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Waluyo. 2008. Teknik Metode Dasar Mikrobiologi. UMM Press. Malang
Warbung, Y. Y., V. N. S. Wowor, dan J. Posangi. 2013. Daya hambat ekstrak spons laut Callyspongia sp. terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. J. E-Gigi 1 (2): 1-12
Wasitaningrum, I. D. A. 2009. Uji resistensi bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dari isolat susu sapi segar terhadap beberapa antibiotik. Skripsi. Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta
Wigati, P. E. A. 2016. Uji daya hambat ekstrak kasar mikroalga Skeletonema costatum terhadap aktivitas Staphylococcus aureus. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya
Wijarni dan D. Arfiati. 1984. Diktat Avertebrata Air. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya
Wilson, W. H. dan R. E. Ruff. 1988. Sandworm and Bloodworm. US Fish and Wildlife Service. Lousiana
Willey J. M., L. M. Sherwood, and C. J. Woolverton. 2009. Prescott's Principles of Microbiology. McGraw-Hill International Edition, New York
Wistreich, G. 1999. Microbiology prespectives: A photographic survei of the microbial world. Prentice, New Jersey
Yanti, Y. N., dan S. Mitika. 2017. Uji efektivitas antibakteri ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis panicuata nees) terhadap bakteri Staphylococcus aureus. J. Ilmiah Ibnu Sina 2 (1)
77
Yenugu, S., K. G. Hamil., F. S. French dan S. H. Hall. 2004. Antimicrobial actions of the human epididymis 2 (HE2) protein isoform, HE2alpha, HE2beta and HE2beta2. Reproduc. Bio. Endocrino. 2: 61
Yuliani, S dan S. Satuhu. 2012. Panduan Lengkap Minyak Asiri. Jakarta: Penebar Swadaya
Yusriana, C. S., C. S. Budi., dan T. Dewi. 2014. Uji daya hambat infusa daun nangka (Artocarpus heterophyllus) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. J.Permata Indonesia 5 (2) : 1-7
Zamani, N. P., dan M. Muhaemin. 2016. Penggunan spektofotometer sebagai deteksi kepadatan sel mikroalga laut. J. Maspari. I 8 (1): 39-48.