Aksiologi f3
-
Upload
trie-rahayu -
Category
Education
-
view
666 -
download
1
Transcript of Aksiologi f3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian, Definisi, Hakikat, Karakteristik Aksiologi
Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berati nilai dan logos
berarti teori. Suriasumantri (1998: 234) mengatakan aksiologi sebagai teori nilai
yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut
Kamus Bahasa Indonesia (1995:19), aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan
bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika. Dalam
Encyclopedia of Philosophy (dalam Amsal:164) dijelaskan aksiologi disamakan
dengan value and valuation.
Menurut Latif (2014:230) aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari
hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari pengetahuan, dan sebenarnya ilmu
pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan di jalan yang baik pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai
ilmu pengetahuan yang lebih itu dimanfaatkan dijalan yang tidak benar. Menurut
Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral Conduct yaitu tindakan moral. Bidang ini melahirkan disiplin khusus
yaitu etika.
2. Estetic expression yaitu ekspresi keindahan. Bidang ini melahirkan keindahan.
3. Socio-politcal life yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat
sosial politik.
Pada hakikatnya aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari
tentang nilai secara umum. Sebagai landasan ilmu aksiologi mempertanyakan
untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan
cara penggunaan itu dan kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan moral? Bagaimanakah kaitan antara teknik, prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dan norma-norma moral atau
profesional? Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
1
bagaimana manusia mempergunakan ilmunya. Aksiologi dipahami sebagai teori
nilai.
Suriasumantri (1998: 234) mengatakan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut Francis
Bacon (dalam Latif, 2014:229) bahwasanya “Pengetahuan adalah kekuasaan”
apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau justru malapetaka yang disebabkan
oleh ilmu, kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan ilmu,
karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya. Lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik atau
buruk melainkan tergantung pada pemilik yang menggunakannya.
Erliana Hasan (dalam Latif, 2014:238) mengatakan ada dua karakteristik
yang berkaitan dengan teori nilai, yaitu sebagai berikut. Pertama, nilai objektif
atau subjektif. Nilai itu objektif jika ia tergantung pada subjek atau kesadaran
menilai. Sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan
validitasnya tergantung pada realitas subjek yang melakukan penilaian tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat fisik atau psikis. Suatu nilai dikatakan
objektif apabila memiliki kebenarannya tanpa memperhatikan dan penilaian
manusia. Kedua, nilai dikatan absolut atau abadi. Apabila nilai sudah berlaku dari
zaman dahulu hingga zaman sekarang dan akan berlaku sepanjang masa secara
absah, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras atau kelas
sosial. Dalam aksiologi terdapat dua penilaian yang umum digunakan, yaitu etika
dan estetika. Jadi dapat disimpulkan bahwa aksiologi merupakan cabang filsafat
yang mempelajari tentang teori nilai dan hakikat nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan manusia dan nilai
merupakan tolok ukur kebenaran, etika dan moral dalam penerapan ilmu pada
kehidupan sehari-hari.
B. Ilmu dan Moral
Menurut Latif (2014:307) ilmu adalah seperangkat atau kumpulan
pengetahuan yang teratur yang memiliki prosedur yang sistematis dan memiliki
2
logika atau rasionalitas yang didukung oleh fakta empiris secara objektif dan teruji
kebenarannya serta bersifat terbuka terhadap kritik. Menurut Beni Ahmad Saebeni
(dalam Latif, 2014:304) menyatakan bahwa istilah ilmu berasal dari bahasa Arab
“ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam penyerapan
kata, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu
sosial dapat berarti mengehtahui masalah sosial, dan lain sebagainya.
Selanjutnya menurut Fuad Ikhsan (dalam Latif, 2014:304) ilmu adalah
suatu cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Ilmu merupakan produk dari proses berfikir menurut langkah-
langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah, yang
terdiri dari cara berfikir logis dan didukung oleh fakta empiris. Selanjutnya
Sudarsono (2014) menegaskan secara umum ilmu itu merupakan pengetahuan,
diantara para filsuf dari berbagai aliran terdapat pemahaman umum bahwa ilmu
adalah suatu kumpulan yang sistematis dari pengetahuan atau pengetahuan yang
dihimpun dengan perantara metode ilmiah.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:423) ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang disusun secara bersistem menurut metode
tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu dibidang
pengetahuan ilmu. Ilmu bukan sekedar pengetahuan tetapi merangkum
sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara
sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang tertentu.
Sedangkan kata moral berasal dari bahasa latin yaitu, mos yang berarti
kebiasaan. Moral berasal dari bahasa latin yaitu, moralitas adalah istilah manusia
menyebut manusia atau orang lainnya dalam tindakan yang memepunyai nilai
positif. Moral juga dapat diartikan sebagai sikap, perilaku, tindakan, kelakuan
yang dilakukan seseorang pada saat mencoba melakukan sesuatu berdasarkan
pengalaman. Sedangkan manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral. Yang tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya sehingga moral adalah mutlak yang harus dimiliki manusia. Menurut K.
Bertens (dalam Latif, 2014:280), secara etimologis kata moral sama dengan etika,
meskipun kata asalnya beda. Pada tataran lain, jika kata moral dipakai sebagai
3
kata sifat artinya sama dengan etis, jika kata moral dipakai sebagai kata benda
artinya sama dengan etika. Moral yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Ada lagi istilah moralitas yang mempunyai arti sama dengan moral (dari kata sifat
latin moralitas), artinya suatu perbuatan atau baik buruknya. Moralitas yaitu sifat
moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Darsono (2010:247) mengemukakan moral adalah sistem nilai (sesuatu yang
dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai
pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya. Tujuan moral adalah mengarahkan sikap dan perilaku
manusia agar menjadi baik sesuai dengan ajaran dan paham yang dianutnya.
Manfaat moral adalah menjadi pedoman untuk bersikap dan bertindak atau
berperilaku dalam interaksi sosial yang dinilai baik atau buruk. Tanpa memiliki
moral, seseorang akan bertindak menyimpang dari norma dan nilai sosial dimana
mereka hidup dan mencari penghidupan.
Ilmu merupakan unsur dari pengetahuan manusia karena dengan ilmu
manusia dapat memenuhi kebutuhannya secara praktis sehingga ilmu merupakan
alat atau sarana untuk menolong hidup manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan
diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan konsep
ilmiah dalam memecahkan masalah praktis baik yang berupa perangkat keras
maupun perangkat lunak. Dalam tahap ini ilmu tidak hanya menjelaskan gejala
alam untuk tujuan pengertian atau pemahaman namun lebih jauh lagi
memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol
dan mengarahkan proses yang terjadi. Disinilah masalah moral muncul kembali
namun dalam kaitannya dengan faktor lain, kalau dalam kontempolasi moral
berkaitan dengan metafisika maka dalam tahap manipulasi ini masalah moral
berkaitan dengan cara penggunaan ilmu pengetahuan atau secara filsafati dalam
tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari segi aksiologi
keilmuan. Ilmu pengetahuan merupakan lanjutan konsepsional dari ciri “ingin
4
tahu” sebagai kodrat manusiawi. Tetapi ilmu pengetahuan itu menuntut
persyaratan-persyaratan khusus dalam pengaturannya (Bakker, 1990)
Teori tentang nilai dalam filsafat membahas tentang etika dan estetika
dimana makna etika mempunyai dua rati yaitu merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia dan suatu predikat
yang dipakai untuk emmebedakan perbuatan tingkah laku atau yang lainnya. Nilai
atau value dapat bersifat objektif kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan
objektif jika nilai-nilai tersebut tidak bergantung pada sabjek atau kesadaran yang
menilai. Salah satu nilai kegunaan ilmu yaitu dapat bermanfaat bagi seluruh umat
manusia. Tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah membuka pikiran kita untuk
mempelajari dengan serius proses logis dan imajinatif dalam kerja ilmu
pengetahuan (Keraf, 2011).
Setiap ilmu pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian
akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dapat diartikan sebagai penerapan
konsep ilmiah dalam memecahkan masalah-maslah praktis baik berupa perangkat
keras (hardware) maupun perangkat lunak (software). Dalam tahap ini tidak hanya
menjelaskan gejala alam dan tujuan pengertian dan pemahaman, namun lebih jauh
lagi memanipulasi faktor-faktor yang terkait dalam gejala tersebut untuk
mengontrol dan mengarahkan proses yang terjadi. Di sinilah masalah moral
muncul kembali namun kaitannya dengan faktor lain. Kalau dalam tahap
kontempolasi moral berkaitan dengan cara penggunaan ilmu pengetahuan. Atau
secara filsafat dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah moral ditinjau dari
segi aksiologi keilmuwan (Endrotomo, 2014).
Menurut Bakhtiar (2010) bahwa berdasarkan sejarah tradisi Islam ilmu
tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tetapi ia harus bergerak pada
arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia
atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu
pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, tetapi
kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya
dalam rangka penghambaan diri kepada sang pencipta.
5
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban
manusia sangat berhutang kepada ilmu dan teknologi. Berkat kemajuan dalam
bidang ini maka pemenuhan kebutuhan manusia bisa dilakukan secara lebih cepat
dan lebih mudah disamping penciptaan berbagai kemudahan dalam bidang-bidang
seperti kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan, dan komunikasi
(Suriasumantri, 2000:229).
Selanjutnya Jujun S. Suriasumantri (2000:229) mengatakan bahwa
perkembangan ilmu, sejak pertumbuhannya di awali dan dikaitkan dengan sebuah
kebutuhan kondisi realitas saat itu. Pada saat terjadi peperangan atau ada
keinginan manusia untuk memerangi orang lain, maka ilmu berkembang,
sehingga penemuan ilmu bukan saja ditujukan untuk menguasai alam melainkan
untuk tujuan perang, memerangi semua manusia dan untuk menguasai mereka. Di
pihak lain, perkembangan dan kemajuan ilmu sering melupakan kedudukan atau
faktor manusia. Penemuan ilmu semestinya untuk kepentingan manusia, jadi ilmu
yang menyesuaikan dengan kedudukan manusia, namun keadaan justru sebaliknya
yaitu manusialah yang akhirnya harus menyesuaikan diri dengan ilmu.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji secara hati-hati
dengan mempertimbangkan tiga dimensi filosofis ilmu. Pandangan Jujun S.
(1996:15 & ndash; 16) mengenai hal tersebut adalah sebagai berikut.
a. Untuk mendapatkan pengertian yang benar mengenai kaitan antara ilmu dan
moral maka pembahasan masalah ini harus didekati dari segi-segi yang lebih
terperinci yaitu segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
b. Menafsirkan hakikat ilmu dan moral sebaiknya memperhitungkan faktor
sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan
ilmu dalam lingkup perjalanan sejarah kemanusiaan.
c. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dijadikan objek
penelaahannya (objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah
moral yang berazaskan tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan
martabat manusia, dan tidak mencampuri masalah kehidupan.
d. Secara epistemologis, upaya ilmiah tercermin dalam metoda keilmuan yang
berporoskan proses logiko-hipotetiko-verifikatif dengan kaidah moral yang
6
berazaskan menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran,
tanpa kepentingan langsung tertentu dan berdasarkan kekuatan argumentasi
an sich.
e. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk
kemaslahatan manusia dengan jalan meningkatkan taraf hidupnya dan dengan
memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan /
kelestarian alam. Upaya ilmiah ini dilakukan dengan penggunaan dan
pemanfaatan pengetahuan ilmiah secara komunal universal.
Jadi ilmu bukan saja menimbulkan gejala dehumanisasi namun bahkan
kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana
yang membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun bahkan kemungkinan
mengubah hakikat kemanusiaan. Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang
membantu manusia mencapai tujuan hidupnya, namun juga menciptakan tujuan
hidup itu sendiri. Jadi, ilmu adalah aktivitas penelitian berupa metode ilmiah, dan
pengetahuan sistematis yang memiliki fakta empiris yang teruji kebenarannya
serta terbuka terhadap kritik dan bermanfaat bsgi kemaslahatan manusia.
C. Tanggung Jawab Sosial Ilmuwan
Latif (2014:242) sikap ilmuwan dilihat dari sudut pandang atau cara
berfikirnya, yang pada hakikatnya adalah mereka yang befikir dengan teratur dan
teliti. Bukan saja pikirannya yang mengalir melalui pola-pola yang teratur namun
juga segenap materi yang menjadi bahan pemikirannya dikaji dengan teliti. Di
sinilah kelebihan seorang ilmuwan dibanding cara berpikir orang awam. Ilmu
menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam
penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa
menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfataan pengetahuan dan teknologi
diperhatikan sebaik-baiknya.
Jujun Suriasumantri (2000:237) mengemukakan Ilmu merupakan hasil
karya perseorangan yang dikomunikasikan dan dikaji secara terbuka oleh
masyarakat. Penciptaan ilmu bersifat individual namun komunikasi dan
7
penggunaan ilmu adalah bersifat sosial. Kreativitas individu yang didukung oleh
sistem komunikasi sosial yang bersifat terbuka menjadi proses pengembangan
ilmu yang berjalan secara efektif. Seorang ilmuwan mempunyai tanggung jawab
sosial, bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya
terlibat secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena
dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat.
Fungsinya selaku ilmuwan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara
individual namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat
8
BAB II
PEMBAHASAN AKSIOLOGI
A. Penerapan Aksiologi dalam Kehidupan
Aksiologi yaitu bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik
dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara
dan tujuan (means and objective). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori
yang konsisten untuk perilaku etis. Nilai suatu ilmu berkaitan dengan kegunaan.
Guna suatu ilmu bagi kehidupan manusia akan mengantarkan hidup semakin tahu
tentang kehidupan. Kehidupan itu ada dan berproses yang membutuhkan tata
aturan. Aksiologi memberikan jawaban untuk apa ilmu itu digunakan. Ilmu tidak
akan menjadi sia-sia jika kita dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya dan
di jalan yang baik pula.
Teori tentang nilai dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan
estetika. Penerapananya dalam kehidupan sehari-hari dapat uraikan sebagai
berikut.
1. Etika
Etika berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep
individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap
sesuatu yang telah dilakukan. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara
kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada
prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang
filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis. Dalam etika, dipersoalkan mengenai masalah
kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika
Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis,
sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas
9
adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan
norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan
larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika
adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggung-jawabkan apa
yang ia lakukan. Di dalam etika, nilai kebaikan dari tingkah laku manusia menjadi
sentral persoalan. Maksudnya adalah tingkah laku yang penuh dengan tanggung
jawab, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, alam maupun
terhadap tuhan sebagai sang pencipta. Dalam pembahasan kefilsafatan Islam
istilah Etika disejajarkan dengan istilah Akhlak
(http://dedihendriana.wordpress.com/2007/..).
Etika dimaknai sebagai suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian
terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Etika menilai perbuatan manusia yang
berkaitan erat dengan norma-norma kesusilaan manusia atau diartikan untuk
mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak baik didalam
suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang
dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. Dalam
filsafat estetika dapat dilihat pada sudut indah dan jeleknya.
Nilai subjektif dapat bersifat subjektif dan objektif. Nilai dapat bersifat
subjektif jika selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi
manusia, seperti perasaan, intelektualitas. Hasil nilai subjektif selalu akan
mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Misalnya,
seorang melihat matahari yang sedang terbenam disore hari. Akibat yang
dimunculkannya adalah menimbulkan rasa senang karena melihat betapa
indahnya matahari terbenam itu. Ini merupakan nilai yang subjektif dari seseorang
dengan orang lain memiliki kualitas yang berbeda. Sedangkan Nilai objektif
muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang objektivisme.
Objektivisme ini didasarkan suatu gagasan berada pada objeknya, sesuatu yang
memiliki kadar secara realitas benar-benar ada. Misalnya, kebenaran tidak
tergantung pada pendapat individu, melainkan pada objektivitas fakta.
10
Berikut penerapan aksiologi yang berkaitan dengan etika baik yang
berkaitan dengan nilai subjektif maupun objektif.
1. Nilai Subjektif
Nilai subjektif dapat bersifat subjektif dan objektif. Nilai dapat bersifat
subjektif jika selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi
manusia, seperti perasaan, intelektualitas. Hasil nilai subjektif selalu akan
mengarah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang. Suriasumantri
(2000:231) mengemukakan dewasa ini ilmu bahkan sudah berada diambang
kemajuan yang mempengaruhi reproduksi dan penciptaan manusia itu sendiri.
Ilmu bukan lagi merupakan sarana yang membantu manusia mencapai tujuan
hidupnya, namun bahkan kemungkinan mengubah hakikat kemanusiaan itu
sendiri. Sebenarnya sejak saat pertumbuhannya ilmu sudah terkait dengan
masalah-masalah moral namun dalam perspektif atau pandangan yang berbeda.
Surajiyo (2009:147) mengemukakan moral berasal dari kata Latin mos jamaknya
mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi
dalam penilaian sehari-hari ada sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai
untuk perbuatan yang sedang dinilai.
Dalam kehidupan sehari-hari penerapan aksiologi yang berkaitan dengan
etika yang berkaitan dengan nilai subjektif yaitu rekayasa genetika. Rekayasa
reproduksi adalah suatu usaha manusia untuk mengembangbiakan makhluk hidup
dengan cara rekayasa tahapan-tahapan proses reproduksi yang berlangung secara
alami. Rekayasa reproduksi tidak hanya dilakukan pada tumbuhan dan hewan,
tetapi manusia juga bisa dijadikan objek dalam teknologi. Salah satu rekayasa
produksi yang dilakukan pada manusia adalah program bayi tabung. Hukum
pelaksanaan bayi tabung dalam Islam adalah mubah (boleh) jika berasal dari
sperma dan ovum suami istri yan sah. Namun akan menjadi haram apabila (a)
dititipkan pada rahim perempuan lain, (b) dibekukan apabila sperma yang
ditabung tersebut dari suami yang telah meninggal dunia, (c) sperma dan
11
aovumnya tak berasal dari pasangan suami isteri yang sah
(sumber:http//keperawatanrelogionhanifasa.wordpress).
2. Nilai Objektif
Nilai objektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang
objektivisme. Ini beranggapan pada tolok ukur suatu gagasan berada pada
objeknya, suatu yang memiliki kadar realitas benar-benar ada. Misalnya
kebenaran tidak bergantung pada pendapat individu, tetapi pada objektivitas fakta,
kebenaran tidak diperkuat atau diperlemah oleh prosedur. Demikian juga dengan
nilai orang yang berselera rendah tidak mengurangi keindahan suatu karya seni.
Berikut salah satu contoh penerapan aksiologi yang berkenaan dengan
nilai objektif. Dalam dunia kedokteran diciptakanlah obat-obat yang dimanfaatkan
untuk memulihkan kondisi kesehatan masyarakat dunia. Baik untuk keperluan
operasi maupun dikonsumsi untuk kesehatan. Secara objektif sesuai fungsinya
kegunaan obat adalah untuk menyembuhkan.
2. Estetika
Cabang lain dari aksiologi, yakni estetika. Estetika adalah cabang ilmu
yang membahas masalah keindahan. Bagaimana keindahan bisa tercipta dan
bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian terhadap keindahan
tersebut. Estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah keindahan.
Bagaimana keindahan bisa tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan
memberi penilaian terhadap keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu
berkaitan dengan baik dan buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah
dan benar seperti dalam epistemologi.
Keindahan bukanlah merupakan suatu kualitas objek, melainkan sesuatu
yang senantiasa bersangkutan dengan perasaan. Misalnya kita bangun pagi,
matahari memancarkan sinarnya kita merasa sehat dan secara umum kita
merasaakan kenikmatan. Meskipun sesungguhnya pagi itu sendiri tidak indah
12
tetapi kita mengalaminya dengan perasaan nikmat. Dalam hal ini orang cenderung
mengalihkan perasaan tadi menjadi sifat objek itu, artinya memandang keindahan
sebagai sifat objek yang kita serap. Padahal sebenarnya tetap merupakan
perasaan.
B. Nilai kegunaan ilmu
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2007:423) ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem atau berhubungan menurut metode-metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula. Dalam aksiologi, hal
yang paling dipermasalahkan ialah nilai. Disini nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang
apa yang dinilai. Selanjutnya, aksiologi dijelaskan sebagai kegunaan ilmu
pengetahuan bagi kehidupan manusia. Teori tentang nilai dalam filsafat dibagi
menjadi permasalahan etika dan estetika. Menurut (Rahmat , 2011) bahwa ilmu
pengetahuan diperoleh secara sahih dan andal dengan suatu penyelidikan ilmiah,
yaitu penelitian, maka ia merupakan sebuah proposisi yang timbul sebagai hasil
dari kesimpulan suatu proses pencarian pengetahuan yang sistematis dan
terkontrol.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk
apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat
sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia
pemikiran. Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut
mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang
suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka
sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari
teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua
teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan.
13
Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam
menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini
kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan
dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak
cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang
paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya
masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu
biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam
kehidupan manusia.
Adapun dalam Encyslopedia of philosophy (dalam Latif: 2014,234)
dijelaskan aksiologi disamakan dengan value and valuation:
1. Nilai digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih
sempit seperti baik, menarik dan bagus sedangkan dalam pengertian yang
lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban,
kebenaran dan kesucian
2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah
nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang
bernilai, seperti nilainya atau nilai dia.
3. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi
nilai atau dinilai.
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, maka tak dapat dibantah lagi bahwa
ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu seseorang
dapat mengubah wajah dunia. Salah satu contoh nilai kegunaan ilmu, yaitu adanya
250 payung raksasa yang menghiasi halaman Mesjid Nabawi di kota Madinah,
Saudi Arabiah yang telah hadir sejak tahun 2010 yang merupakan kerjasama
pemerintah Arab Saudi, Jepang, dan Jerman dibuat guna bisa bermanfaat bagi
jamaah haji mampu menyerap panas hingga 8 derajat celcius, garis-garis yang
berwarna biru dapat menyerap panas, dapat membuat sejuk dan teduh ketika
cuaca panas yang menyengat.
14
C. Tanggung Jawab Ilmuwan
Ilmu merupakan hasil karya ilmuwan yang dikomunikasikan dan dikaji
secara terbuka oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat – syarat
keilmuwan maka pasti akan diterima dan disunakan oleh masyarakat. Oleh karena
itu, ilmuwan memiliki tanggung jawab sosial yang besar. Tanggung jawab sosial
seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif yang benar: untung dan rugi, baik
dan buruknya, sehingga penyelesaian yang objektif dapat dimungkinkan. Hal ini
dikarenakan dia mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup manusia.
Ilmuwan juga meniliki fungsi untuk ikut bertanggung jawab agar produk
keilmuwan sampai dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sikap sosial seorang
ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaahan keilmuan yang dilakukan.
Ilmuwan juga harus berusaha mempengaruhi opini masyarakat berdasarkan
pemikirannya. Ilmuwan juga mempunyai cara berpilir yang berbeda dari
masyarakat awam. Masyarakat awam biasanya terpukau oleh jalan pikiran yang
cerdas. Kelebihan seorang ilmuwan juga nampak dalam cara berpikir yang cermat
dan teratur yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial.
Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan perspektif
yang benar: untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian yang
objektif dapat dimungkinkan. Di bidang etika tanggungjawab sosial seseorang
ilmuwan bukan lagi memberi informasi namun memberi contoh. Seorang
ilmuwan juga harus bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan pendapat
orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui kesalahannya.
Seorang ilmuwan secara moral tidak akan membiarkan hasil penelitian atau
penemuannya dipergunakan untuk menindas bangsa lain meskipun yang
mempergunakan bangsanya sendiri.
15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan
bagaimana manusia menggunakan ilmunya, aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Aksiologi adalah
ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang
sebenarnya dari pengetahuan.
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai
segi kenyataan dalam alam manusia. Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang
dijunjung tinggi) yang berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai
pedoman untuk bersikap dan bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya. Jadi hubungan antara ilmu dan moral adalah sangat erat
bahwa setiap usaha manusia untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan
pemahaman dari berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama dan paham
ideologi dalam bersikap dan bertindak.
Sementara itu tanggung jawab ilmuwan di masyarakat adalah suatu
kewajiban seorang ilmuan untuk mengetahui masalah sosial dan cara penyelesaian
permasalahan sosial tersebut. Seorang ilmuan mempunyai tanggung jawab sosial,
bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat
secara langsung di masyarakat namun yang lebih penting adalah karena dia
mempunyai fungsi tertentu dalam kelangsungan hidup bermasyarakat. Fungsinya
selaku ilmuan tidak berhenti pada penelaahan dan keilmuan secara individual
namun juga ikut bertanggung jawab agar produk keilmuan sampai dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat.
16
B. Implikasi Aksiologi terhadap Ilmu Pengetahuan
Dengan adanya ilmu filsafat yang mengkaji aksiologi, seorang ilmuwan
hendaknya bertanggungjawab terhadap hasil temuannya. Implikasi aksiologi di
dalam ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut.
1. Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang
hakiki.
2. Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak
mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.
3. Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatan taraf
hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta memberikan
keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.
C. Saran
Dewasa ini perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan semakin pesat.
Namun, pada kenyataannya manusia banyak yang menggunakan teknologi dan
ilmu pengetahuan secara menyimpang, maka hal ini yang menyebabkan bencana
pada manusia itu sendiri. Dalam kajian aksiologi, suatu ilmu hendaknya adalah
yang memberikan manfaat dan digunakan sebaik-baiknya oleh manusia. Agar
tidak terjadi bencana dalam kehidupan manusia. Untuk itu, tanggung jawab
ilmuwan haruslah "dipupuk" dan berada pada tempat yang tepat sesuai dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat serta agama, tanggung jawab
akademis dan tanggung jawab moral. Agar hendaknya produk keilmuwan sampai
dan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat.
17
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar, Amsal. 2007. Filsat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Kattsof, Louis O. 2004. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.
Keraf, A. Sonny, dkk. 2001. Ilmu Pengetahuan sebuah tinjauan
filosofis.Yogyakarta: Kanisius.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 20017. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Rahmat, aceng dkk. 2011. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kenca Predana Media
Group.
Suriasuantri, Jujun S. 2009. Filsafah Ilmu: Sebuah Pengembangan Populasi.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Surajiyo. 2009. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta : Bumi
Aksara.
Tafsir, Ahmad. 1990. Filsafat Umum. Bandung.
18