AINUN AZIZAH
-
Upload
m-syaiful-islam -
Category
Documents
-
view
263 -
download
1
description
Transcript of AINUN AZIZAH
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAHPERBEDAAN FREKUENSI KEJADIAN SPOTTING
PADA AKSEPTOR BARU DAN LAMA KB SUNTIK DMPA
DI BPS Ny ANIK BASUKI DESA AMPEL DENTO
KECAMATAN PAKIS KABUPATEN MALANG
Disusun Oleh :
AINUN AZIZAH
AKADEMI KEBIDANAN WIDYAGAMA - HUSADA
MALANG
2006KARYA TULIS ILMIAH
PERBEDAAN FREKUENSI KEJADIAN SPOTTING
PADA AKSEPTOR BARU DAN LAMA KB SUNTIK DMPA
DI BPS Ny ANIK BASUKI DESA AMPEL DENTO
KECAMATAN PAKIS KABUPATEN MALANG
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan
Pendidikan Tinggi Diploma III Kebidanan
Disusun Oleh :
AINUN AZIZAH
(0302-01)
AKADEMI KEBIDANAN WIDYAGAMA - HUSADA
MALANG
2006LEMBAR PERSEMBAHAN
Perjalanan menuju ribuan kilometer
Dimulai dengan langkah pertama
Aku tahu, memang berat untuk memulai
Dengan semangat keyakinan hati
Kulalui dengan usaha dan doa
Dan dukungan dari orang-orang yang kusayangi
Berjuang demi cita-cita, cinta, dan harapan
Takkan mudah luntur meski tersapu gelombang
Karena semua telah diatur atas Kuasa-Nya
Perjuanganku belum berakhir sampai disini
Masih ada harapan
Masih ada peluang
Masih ada rintangan yang harus dihadapi
Belajar dari pengalaman
Belajar dari lingkungan
Belajar untuk hidup
Nikmatilah hidup, jalani hidup, mensyukuri hidup
Adalah arti sebenarnya sebuah kehidupan
Sebuah penantian
Sebuah awal
Sebuah langkah masa depan
Sebuah persembahan.....
Thanks to :
Teruntuk Allah Tuhanku pemilik kehidupan ini, ku panjatkan puji syukur atas kemudahan dan kesabaran yang telah Engkau berikan, tanpa-Mu takkan dapat kutapak masa depan.
Kepada ibu dan bapakku terima kasih atas kasih sayang, nasehat, doa dan pengorbanan kalian (materi, tenaga dan segalanya). Tak mungkin dapat kucapai cita-cita ini tanpa perjuangan dan dukungan kalian
Suamiku Imam Budiarto hangatnya cinta dan kasihmu memberiku kekuatan tuk merajut kehidupan. Kesabaran dan sayangmu memberikan semangat menyibak harapan.
Buat adik-adikku kalianlah semangat bagiku, belajarlah yang rajin jadilah anak yang bisa dibanggakan.
Buat sobatku yang cantik Hendri Kusniawati kebersamaan dan kekeluargaan kita tak akan kulupakan
Buat Nuansa Computer (Mas U-dek dan Mas Hadi) ma kasih tuk waktu kesabaran n supportnya, maaf jika selalu merepotkan....
My all friend angkatan 2003 semoga persahabatan dan persaudaraan kita bagaikan lingkaran yang tak berawal dan tak berakhir.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah S.W.T. atas segala Rahmat, Hidayah dan Karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Perbedaan Frekuensi Kejadian Spotting pada Akseptor baru dan lama KB Suntik DMPA sebagai satu persyaratan akademis dalam rangka menyelesaikan kuliah di Akademi Kebidanan Widyagama - Husada Malang.
Dalam Karya Tulis Ilmiah ini dijabarkan apakah ada perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA sehingga nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan konseling atau penyuluhan pada akseptor KB suntik DMPA.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada ibu Sulistiyah S.SiT. selaku pembimbing I dan bapak Ahsan S.Kp.,M.Kes. selaku pembimbing II yang telah memberikan petunjuk, koreksi, saran sehingga terwujudnya karya tulis ilmiah ini.
Terima kasih dan penghargaan kami sampaikan pula kepada yang terhormat :
1. Yuliyanik, S.KM, selaku Direktur Akademi Kebidanan Widyagama - Husada Malang.
2. Peni Indarwati, S.KM, selaku Penguji I.
3. Bidan Anik Basuki selaku bidan praktek swasta yang telah memberikan ijin untuk penelitian ini.
4. Kedua orang tuaku yang telah memberikan dukungan moril, materiil dan juga doa yang tiada hentinya.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.Malang, September 2006
Penulis
ABSTRACT
Azizah, Ainun 2006. The Difference of Spoting Occuring Frequency at New Acceptor and Old Injection KB DMPA at BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Science thesis.Midwifery Academy Widyagama Husada-Malang.
Lecturer : (1) Sulistiyah S.SiT., (2) Ahsan S.Kp.,Mkes
DMPA is still used by 90 country, for acceptor injection KB, side effect that is felt like disturbing menstruating pattern that never happen every month, but there is also cave of senggama, also great bleeding that happen rarely. Great Complaining for injection KB user is disturbing either bleeding spot, Amenorche and haid that is not regular.About 40% case of complaning menstruating until in the first end of year is about DMPA injection. Spot bleeding is great compalining that will decrease with great using. The purpose of this research is in order to know the difference between spoting at new acceptor and old injection KB DMPA.
Research design that is used in this research is by using observational study with control case. Sampling is taken from population of injection KB DMPA acceptor that have spotting at BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang 30 people with dividing 15 people at new acceptor and 15 people at old acceptor.Sampling technique that is used purposive sampling. This data is processed by using chi square test, with meaning ( 0.005.
From this result data processing we can get count value x2 = 7.032 that it value bigger than table x2 (3.841) so it can be concluded that there is difference between occuring frequency at new acceptor and old injection KB DMPA. It can happen because there is hormone unbalanced so endometrium ha histology changes.
Suggestion for that case is the role of midwifery in order to handle spotting problem like give advice and direction for handling and causing.
Bibliography: 13 bibliography ( 1998-2006)
Key word: Acceptor of Injection KB, spotting occuring
ABSTRAK
Azizah, Ainun. 2006. Perbedaan frekuensi kejadian spoting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Ampel Desa Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang. Karya Tulis Ilmiah. Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang.
Pembimbing : (1) Sulistiyah S.SiT, (2) Ahsan S.Kp., M.Kes
DMPA kini tetap dipakai disekitar 90 negara, bagi akseptor KB suntik efek samping yang dirasakan adalah gangguan pola haid menstruasi tak lagi terjadi setiap bulan, ada juga gangguan dari liang senggama, namun perdarahan hebar sangat jarang terjadi. Keluhan terbanyak para pemakai KB suntik adalah gangguan perdarahan baik berupa perdarahan bercak, Amenorche dan haid tidak teratur. Hampir 40% kasus mengeluh gangguan haid sampai akhir tahun pertama suntikan DMPA. Perdarahan bercak merupakan keluhan terbanyak yang akan menurun dengan makin lamanya pemakaian. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan mengetahui perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi observasional dengan jenis case control. Sampel diambil dari populasi akseptor KB suntik DMPA yang mengalami spotting di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang sebanyak 30 orang dengan pembagian 15 orang pada akseptor baru dan 15 orang pada akseptor lama. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Data ini diolah dengan menggunakan uji chi square, dengan tingkat kemaknaan adalah nilai ( 0,005.
Dari hasil pengolahan data didapatkan nilai x2 hitung = 7,032 yang nilainya lebih besar dari x2 tabel (3,841) sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA. Hal ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan hormone sehingga endometrium mengalami perubahan histologi.
Sarannya adalah diharapkan adanya peran bidan dalam mengatasi permasalahan spotting tersebut seperti dengan memberi suatu pengarahan mengenai penanganan dan penyebabnya.
Kepustakaan : 13 kepustakaan (Tahun 1998-2006)
Kata kunci : Akseptor KB suntik, Kejadian Spotting
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
iLEMBAR PERSETUJUAN
iiLEMBAR PENGESAHAN
iiiKATA PENGANTAR
iv
ABSTRACT
vi
ABSTRAK
viiDAFTAR ISI
viiiDAFTAR TABEL
xDAFTAR GAMBAR
xiDAFTAR LAMPIRAN
xiiBAB 1 PENDAHULUAN
11.1. Latar Belakang
1
1.2. Rumusan Masalah
3
1.3. Tujuan Penelitian
3
1.4. Manfaat Penelitian
4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
62.1. Konsep Keluarga Berencana
6
2.2. Konsep KB Suntik DMPA
10
2.3. Konsep Spotting
27
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
31
3.1. Kerangka Konseptual
31
3.2. Desain Penelitian
31
3.3. Hipotesa Penelitian
32
3.4. Populasi, Sampel dan Sampling
32
3.5. Kriteria Sampel
33
3.6. Variabel Penelitian
33
3.7. Definisi Operasional
34
3.8. Tempat dan Waktu Penelitian
35
3.9. Teknik Pengumpulan Data
35
3.10. Alat Ukur yang Digunakan
35
3.11. Analisa Data
36
3.12. Etika Penelitian
36
3.13. Jadwal Kegiatan Penelitian
37
BAB 4HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
38
4.2. Pembahasan
43
4.3.Keterbatasan Penelitian
48
BAB 5 PENUTUP
5.1. Kesimpulan
49
5.2. Saran 50DAFTAR PUSTAKALAMPIRANDAFTAR TABELNomor
Judul Tabel
Halaman
1 Definisi Operasional34
2Distribusi responden berdasarkan tingkat usia 39
3Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan39
4Distribusi responden berdasarkan jumlah anak40
5Distribusi responden berdasarkan pekerjaan41
6Distribusi responden berdasarkan frekuensi kejadian
spotting pada akseptor baru42
7Distribusi responden berdasarkan frekuensi kejadian
spotting pada akseptor lama42
8Distribusi responden berdasarkan frekuensi kejadian
spotting 43
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Judul Gambar
Halaman
3.1.
Diagram Kerangka Konseptual
31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Judul Lampiran
1. Pengantar informed concent
2.Lembar persetujuan menjadi responden
(informed consent)
3. Check list frekuensi kejadian spotting
4.Jadual pelaksanaan karya tulis ilmiah
5.Permohonan ijin penelitian
6.Surat ijin penelitian
7.Data karakteristik penelitian
8.Data perbedaan frekuensi kejadian spotting
9.Perhitungan uji chi square
10.Frequency tabel
11.CrosstabsBAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keluarga Berencana (KB) telah dikenal hampir diseluruh dunia, dinegara-negara maju, keluarga berencana bukan lagi merupakan suatu program atau gagasan, tetapi telah merupakan falsafah hidup masyarakatnya. Sedangkan dinegara-negara sedang berkembang keluarga berencana masih merupakan program yang pelaksanaannya harus terus ditingkatkan. (Mochtar, 1998)
Kontrasepsi hormonal jenis KB suntikan di Indonesia semakin banyak dipakai karena kerjanya yang efektif, pemakaiannya praktis, harganya relative murah dan aman. Cara ini mulai disukai masyarakat kita dan diperkirakan setengah juta pasangan memakai kontrasepsi suntikan untuk mencegah kehamilan. (Mochtar, 1998)
Menurut penelitian the national social and economic survey di Indonesia (1997-1998), akseptor suntik mencapai 21,1% dari total jumlah akseptor KB yang populer dipakai adalah depo provera 150 mg, noristerat 200 mg, depoprogestin 150 mg, dan depogeston 150 mg (Lusat, 2002:01)
DMPA kini tetap dipakai disekitar 90 negara, bagi akseptor suntik, efek samping yang dirasakan adalah gangguan pola haid misalnya, menstruasi tak lagi terjadi setiap bulan, ada juga gangguan dari liang senggama, namun perdarahan hebat sangat jarang terjadi. Akseptor yang menghentikan suntikannya akan terganggu kesuburannya empat sampai lima bulan ke depan. Efek lainnya adalah naiknya berat badan satu sampai lima kilogram. Keluhan lain munculnya jerawat, perubahan libido dan rasa nyeri pada daerah suntikan. Keuntungan lain misalnya naiknya kadar Hb (haemoglobin) yang bisa mencegah anemia. Hanya 1 per 100 wanita yang mengalami kehamilan dengan penggunaan DMPA. (Lusat, 2002:03)
Keluhan terbanyak para pemakai KB suntik DMPA adalah gangguan perdarahan, baik berupa perdarahan bercak, amenorea dan haid tidak teratur. Hampir 40% kasus mengeluh gangguan haid sampai akhir tahun pertama suntikan DMPA, perdarahan bercak merupakan keluhan terbanyak, yang akan menurun dengan makin lamanya pemakaian, tetapi sebaliknya jumlah kasus yang mengalami amenorea makin banyak dengan makin lamanya pemakaian. Hanya sedikit yang mengalami perdarahan banyak (menoragia), yakni kurang dari 0,5%. (FK-UGM, 2001)
Studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 29 Maret 2006 sampai dengan 15 April 2006 yang dilakukan di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang didapatkan 8 (80 %) dari 10 Akseptor Baru KB suntik DMPA mengalami spotting dan 6 (60 %) dari 10 Akseptor lama KB suntik DMPA mengalami spotting.
Berbagai alasan diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perbedaan kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di Bidan praktek swasta Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah, yaitu: Adakah perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat) di Bidan praktek swasta Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang?
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui perbedaan frekuensi kejadian spotting pada Akseptor baru dan lama KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat) di Bidan praktek swasta Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi karakteristik akseptor KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat).
2. Mengidentifikasi frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat).
3. Mengidentifikasi Frekuensi kejadian spotting pada akseptor lama KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat).
4. Mengidentifikasi tingkat perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat).
1.4. Manfaat Penelitian
Setelah penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang terkait:
1.4.1. Bagi Peneliti
Memperdalam pengetahuan/pemahaman tentang teknik-teknik riset dan mengetahui permasalahan yang dihadapi di masyarakat terutama tentang pemahaman Akseptor KB suntik DMPA tentang efek samping spotting.
1.4.2. Bagi Institusi Kesehatan
Memberikan masukan kepada petugas kesehatan khususnya bidan tentang perbedaan frekuensi kejadian spotting pada Akseptor baru dan lama KB suntik DMPA, dengan tujuan dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengatasi permasalahan efek samping tersebut.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi ibu-ibu dan dapat digunakan sebagai pedoman tentang perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
1.4.4. Bagi Perkembangan IPTEK
Menjelaskan lebih rinci tentang gambaran sebagai data pendahuluan yang mungkin dapat digunakan sebagai dasar bagi peneliti lain/sebagai pendukung.
1.4.5. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan program pendidikan sebagai literature untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Keluarga Berencana (KB)2.1.1. PengertianKeluarga berencana (family planning, planned parent hood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1998)
Menurut WHO (World Health Organisation) expert commite 1970: adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan tujuan tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kelahiran, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hartanto, 2003)
2.1.2.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Menggunakan Alat Kontrasepsi
Menurut Widianingrum, 1999 faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan alat kontrasepsi, yaitu :
a. Faktor status sosial (pendidikan, pekerjaan)
Kedudukan sosial dan ekonomi wanita yang berbeda dengan laki-laki dalam masyarakat memiliki dampak pada problem-problem kesehatan pada umumnya, yang pada gilirannya kedudukan wanita juga berdampak pada perbedaan kebutuhan pelayanan kesehatan dari pada lelaki
b. Aktifitas Masyarakat
Salah satu strategi yang membedakan wanita agar memiliki sikap dalam memenuhi kebutuhan kesehatan reproduksinya adalah memberikan dukungan pada wanita, pada pelaksanaan kegiatan yang memungkinkan wanita terlibat dalam kegiatan pengayaan dan partisipasi pada kegiatan pendidikan seperti perkumpulan kader-kader kesehatan, penyuluhan dan sebagainya. Sehingga dapat menimbulkan rasa percaya diri mereka dan mampu memilih dan bertanya tentang masalah yang berkaitan dengan kebutuhan dengan kebutuhan mereka, termasuk kebutuhan pemenuhan.
c. Peran pengambil keputusan dalam rumah tangga
Dalam studi tentang penggunaan alat kontrasepsi dilima kota besar di Indonesia, persetujuan suami merupakan faktor paling penting dalam memutuskan untuk memakai atau tidak memakai alat kontrasepsi yang dipandang suami sebagai alat pencegah kehamilan.
d. Umur/usia
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi akseptor KB, sebab umur berkaitan dengan potensi reproduksi dan perlu tidaknya seseorang memakai alat kontrasepsi.
e. Jumlah anak/paritas
Jumlah anak adalah banyaknya anak lahir hidup dan normal. Masih hidup dapat mempengaruhi akseptor dalam memilih jenis kontrasepsi yang akan digunakan.
f. Tempat tinggal
Tempat tinggal individu akan sangat mempengaruhi pandangan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan. Beberapa studi menjelaskan bahwa tempat tinggal merupakan faktor penting, seseorang yang tinggal diperkotaan biasanya memiliki informasi, kesempatan maupun bentuk pelayanan yang lebih banyak dari pada masyarakat pedesaan.
g. Pengalaman ber- KB
Pengalaman ber-KB adalah lama akseptor dalam keikutsertaannya secara aktif dalam keluarga berencana. Pengalaman pada masa lalu memberikan/mengarahkan pada setiap tingkah laku demikian juga dengan pengalaman menggunakan alat kontrasepsi. Pengalaman bahwa ia merasa cocok dengan alat kontrasepsi yang membuatnya untuk terua menggunakan alat kontrasepsi, sebaliknya efek samping yang timbul membuatnya untuk mengganti cara kontrasepsi yang lain.
2.1.3. Macam-macam Metode Kontrasepsi
Menurut Hartanto, 2003. Macam-macam metode kontrasepsi yaitu :
a. Metode sederhana
1) Tanpa alat
a) KB alamiah
(1) Metode kalender (ogino-khaus)
(2) Metode suhu badan basal (termal)
(3) Metode lendir serviks (billings)
(4) Metode simpto-termal
b) Coitus interuptus
2) Dengan alat
a) Mekanis (Barier)
(1) Kondom
(2) Diafragma
b) Kimiawi
(1) Spermisida
b. Metode modern
1) Kontrasepsi Hormonal
a) Per oral
b) Injeksi / suntikan
c) Sub-kutis (implant)
2) Intra uterin devices (IUD, AKDR)
3) Kontrasepsi mantap
Tubektomi
Vasektomi
2.2. Konsep KB suntik DMPA (Depo Medroksi Progesteron Asetat)
2.2.1. Pengertian
KB suntik DMPA adalah Derivat 17( hidroksi progesteron dibuat dalam bentuk suspensi air, dosis yang dipakai 150 mg diberikan secara suntikan intramuskuler setiap 3 bulan. (FK. UGM, 2001)
KB suntik DMPA adalah depo Medroxyprogesteron acetat yang dapat disuntikan dengan interval 3 bulan (12-14 minggu) intramuskuler (Manuaba, 2001)
Akseptor KB adalah seseorang yang menggunakan metode kontrasepsi tertentu (www.gatra.com)
2.2.2. Farmakologi dari kontrasepsi suntikan DMPA
Menurut Hartanto, 2003 farmakologi dari kontrasepsi DMPA adalah:
a. Tersedia dalam larutan mikrokristaline
b. Setelah 1 minggu penyuntikan 150 mg, tercapai kadar puncak, lalu kadarnya tetap tinggi untuk 2-3 bulan, selanjutnya menurun kembali.
c. Ovulusi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari penyuntikan, tetapi umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih.
d. Pada pemakaian jangka lama tidak terjadi efek akumulatif dari DMPA dalam darah/serum
2.2.3. Mekanisme Kerja
Menurut Mochtar, 1998 Mekanisme kerja DMPA adalah :
a. Menghalangi ovulasi dengan jalan menekan pembentukan LHRF (Luteinizing Hormone Releasing Faktor) dan FSHRF (Follicle stimulating hormone releasing factor).
b. Merubah lendir serviks menjadi kental sehingga menghambat penetrasi sperma.
c. Menimbulkan perubahan pada endometrium sehingga tidak memungkinkan terjadi nidasi.
d. Merubah kecepatan transportasi ovum melalui tuba.
2.2.4 Cara Kerja Depo Gestagen
Menurut Baziad Ali (2002) cara kerja Depo Gestagen yaitu : setelah penyuntikan Depo MPA dalam waktu 24 jam kadarnya dalam serum mencapai 2-5 Mg/ml, dan kadarnya bertahan cukup lama dan turun perlahan-lahan. Depo MPA menekan sekresi LH pre ovulatorik sehingga ovulasi paling sedikit akan tertekan untuk 3 bulan pertama. Depo MPA menyebabkan perubahan transformasi abortif sekretorik pada endometrium yang lambat laun akan menjadi atrofi, selain itu juga menghambat transportasi gamet oleh tuba serta mempengaruhi kapasitsai sperma. 2.2.5 Efektifitas
Menurut Hartanto, 2003 efektifitas kontrasepsi suntikan DMPA yaitu:
a. DMPA sangat efektif sebagai kontrasepsi. Kurang dari 1 per 100 wanita akan mengalami kehamilan dalam 1 tahun pemakaian DMPA.
b. Kontrasepsi suntikan sama efektifnya seperti POK dan lebih efektif daripada IUD
c. Dosis DMPA dengan daya kerja kontraseptif yang paling sering dipakai 150 mg setiap 3 bulan adalah dosis yang tinggi setelah suntikan 150 mg DMPA, ovulasi tidak akan terjadi untuk minimal 14 minggu. Sehingga terdapat periode tenggang waktu/waktu kelonggaran (grace period) selama 2 minggu untuk akseptor DMPA yang disuntik ulang setiap 3 bulan.
d. Penelitian dalam skala kecil akhir-akhir ini menemukan bahwa dosis lebih rendah dari DMPA 100 mg sekali setiap 3 bulan hampir sama efektifnya dengan suntikan 150 mg dengan angka kegagalan 0,44 per 100 wanita per tahun. Sedangkan pemberian sekali setiap 6 bulan dengan dosis 250, 300, 400 atau 450 mg DMPA umumnya menunjukkan angka kegagalan yang sedikit lebih tinggi 0 3,6 kehamilan per 100 wanita per tahun.
e. Efektifitas kontrasepsi suntikan dapat bervariasi mungkin tergantung kepada :
1) Waktu penyuntikan pada saat siklus haid
Disarankan untuk mulai menggunakan kontrasepsi suntikan selama 5-7 hari pertama dari siklus haid.
2) Metabolisme obatnya
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat suntikan belum diketahui dengan jelas. Faktor ras tampaknya memegang peranan misalnya :
DMPA 150 mg : wanita India berovulasi dalam waktu 2.5 bulan sedangkan wanita swedia tidak mengalami ovulusi untuk minimal 5 bulan
3) Berat badan akseptor
Tidak dijumpai perbedaan pada akseptor DMPA
4) Tehnik penyuntikan
(a) Semua obat suntik harus diisap ke dalam alat suntikan
(b) DMPA harus dikocok terlebih dahulu dengan baik
(c) Penyuntikan harus dilakukan dalam-dalam pada otot
(d) Jangan melakukan masase pada tempat suntikan
(e) Kedua hal terakhir ini sangat penting karena kalau tidak ditaati, maka pelepasan obat dari tempat suntikan akan dipercepat dengan akibat masa efektif kontrasepsinya menjadi lebih pendek.
2.2.6 Keuntungan
Menurut buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi, 2003 keuntungan kontrasepsi suntikan DMPA yaitu :
a. Sangat efektif
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
d. Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
e. Tidak memiliki pengaruh terhadap ASI
f. Sedikit efek samping
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
h. Dapat digunakan oleh perempuan usia > 35 tahun sampai perimeno pause
i. Membantu mencegah kanker endometrium dan kehamilan ektopik
j. Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
k. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
l. Menurunkan krisis Anemia bulan sabit (sickle cell)
2.2.7 Akseptor Yang Dapat Menggunakan Kontrasepsi Suntikan DMPA
Menurut buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi, (2003) yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan DMPA yaitu :
a) Usia reproduksi
b) Nullipara dan yang telah memiliki anak
c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektifitas tinggi
d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui
f) Setelah abortus atau keguguran
g) Telah banyak anak tetapi belum menghendaki tubektomi.
h) Perokok
i) Tekanan darah < 180 / 110 mmHg dengan masalah pembekuan darah atau anemia bulan sabit.
j) Menggunakan obat untuk epilepsi (fernitoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin).
k) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen.
l) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi.
m) Anemia defisiensi besi
n) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi.
2.2.8 Akseptor Yang Tidak Boleh Menggunakan Kontrasepsi Suntikan DMPA
Menurut buku panduan praktis pelayanan kontrasepsi, (Saifudin, 2003) yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi suntikan DMPA yaitu :
a. Hamil atau dicurigai hamil (risiko cacat pada janin 7 per 100.000 kelahiran)
b. Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya.
c. Tidak dapat menerima gangguan haid, terutama amenorchea
d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara.
e. Diabetes mellitus disertai komplikasi
2.2.9 Efek Samping
Menurut Dep. Kes. RI, 1999 efek samping KB suntik DMPA yaitu :
a. Gangguan siklus haid/menstruasi
b. Depresi
c. Keputihan (Leukorea)
d. Jerawat
e. Rambut rontok
f. Perubahan berat badan
g. Pusing/sakit kepala/migrain
h. Mual dan muntah
i. Perubahan libido/dorongan seksual
Menurut Hartanto, (2003) efek samping KB suntik DMPA yaitu :
a. Gangguan haid, ini yang paling sering terjadi dan yang paling mengganggu.
b. Berat badan bertambah
c. Sakit kepala
d. Pada sistem kardio vaskuler efeknya sangat sedikit mungkin ada sedikit peninggian dari kadar insulin dan penurunan HDL Kolesterol.
2.2.10 Perubahan-perubahan Yang Terjadi Pada Tubuh Selama Penggunaan Kontrasepsi Hormonal
1. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Endometrium
Pada endometrium terjadi perubahan sekretorik dan perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh pil kontrasepsi yang mengandung estrogen dan progesterone tetapi juga oleh sediaan yang mengandung progesterone saja seperti sediaan depo dan minipil. Perubahan pada endometrium hanya mengenai lapisan fungsionalis, sedangkan lapisan basalis sama sekali tidak dipengaruhi oleh hormon yang terkandung dalam pil tersebut.
Perubahan sekretorik yang terjadi sangat bergantung pada jenis kontrasepsi hormonal yang digunakan, apakah jenis monofosik ataukah jenis sekuensial. Pada pil kombinasi karena sejak awal sudah ada gestagen, tidak terjadi proliferasi endometrium. Pada keadaan ini terjadi perubahan sekretorik yang lebih awal. Namun, perubahan sekretorik yang terjadi tidak sebaik jika dipengaruhi oleh gestagen saja. Pada pemberian jenis sekuensial, perubahan yang terjadi pada endometrium menyerupai perubahan siklus haid wanita normal. Baik pemberian secara kombinasi maupun pemberian sekuensial dapat mencegah terjadinya hiperplasia endometrium. Penggunaan pil kombinasi monofasik jangka panjang dapat menyebabkan atrofi endometrium, pembuluh darah arteri (spiral) tidak tumbuh lagi, dan pembuluh-pembuluh darah yang tadinya melebar akan tertutup oleh thrombus. Secara umum dapat dikatakan bahwa sediaan kombinasi menyebabkan endometrium tidak aktif.
2. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Siklus Haid
Pemberian kontrasepsi hormonal dapat menyebabkan perubahan terhadap sekresi steroid seks dari ovarium sehingga keluhan-keluhan yang timbul sebelum atau selama haid seperti nyeri haid (dismenorea), sindroma premenstrual (PMS), dan mastodini (nyeri payudara) dapat diobati dengan pemberian kontrasepsi hormonal.
Pada akhir pemberian pil kontrasepsi umumnya akan terjadi perdarahan. Perdarahan yang terjadi ini tidak dapat dianggap sebagai darah haid dalam arti yang sebenarnya, yaitu yang terjadi dari suatu endometrium yang normal (fase sekretorik). Pada pemberian pil kombinasi terjadi perdarahan lucut, tetapi perdarahan yang terjadi bukan berasal dari suatu endometrium yang normal karena gestagen sudah ada sejak awal pada fase proliferasi. Seperti diketahui, bahwa haid yang normal terjadi akibat kadar progesteron yang turun, sedangkan pada penggunaan pil kombinasi, haid yang terjadi akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesterone atau akibat turunnya kadar hormon sintetik. Haid yang terjadi setelah penggunaan pil kombinasi atau pil sekuensial lebih tepat kalau dikatakan sebagai pseudo haid. Hal yang positif pada penggunaan pil kontrasepsi adalah haid menjadi teratur, jumlah darah haid yang keluar normal, dan nyeri haid hilang atau berkurang.
3. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Jumlah Darah Haid
Jumlah darah haid yang keluar selama penggunaan pil kontrasepsi akan berkurang hingga 50-70 terutama pada hari pertama dan kedua. Khasiat ini sangat jelas terlihat pada penggunaan pil yang mengandung gestoden. Setelah penggunaan jangka lama, jumlah darah yang keluar juga makin sedikit dan bahkan kadang-kadang sampai dapat terjadi amenorea.
Banyaknya darah yang keluar sangat bergantung pada dosis kontrasepsi hormonal yang digunakan. Makin kecil dosis estrogen dan progesterone, makin sedikit pula darah yang keluar, dan makin besar dosis estrogen dan progesteron, makin banyak pula darah yang keluar.
4. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Lamanya Perdarahan
Dengan berkurangnya jumlah darah yang keluar, biasanya lamanya perdarahan juga akan berubah pula. Pada penggunaan pil bertingkat lamanya perdarahan berkisar antara 3-5 hari. Perubahan terhadap lamanya perdarahan umumnya disebabkan oleh komponen gestagen dalam sediaan kontrasepsi hormonal tersebut. Pada wanita-wanita tertentu, perubahan terhadap lama perdarahan selama penggunaan pil kontrasepsi merupakan suatu gangguan, sehingga mereka sering meminta untuk dilakukan pengobatan. Kepada mereka perlu dijelaskan, bahwa hal tersebut bukan suatu kelainan sehingga tidak perlu dilakukan tindakan apa pun, apalagi menukarnya dengan pil jenis lain.
5. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Lamanya Siklus
Penggunaan pil kontrasepsi terutama jenis sekuensial membuat siklus haid teratur. Pada penggunaan pil jenis kombinasi monofasik didapatkan hampir 90% perdarahan lucut yang teratur.
6. Kontrasepsi Hormonal Dapat Dipengaruhi Untuk Tidak Terjadinya Perdarahan Lucut
Kadang-kadang ditemukan pada sebagian wanita tidak terjadinya perdarahan lucut pada penggunaan pil kontrasepsi. Pada keadaan seperti ini yang pertama kali harus dipikirkan adalah wanita tersebut hamil atau tidak. Tidak terjadinya haid setelah penggunaan pil kontrasepsi dikenal dengan istilah amenorea pascapil atau istilah anglo amerika adalah silent menstruation atau amenorea on the pill. Penyebabnya bukan oleh terlalu lamanya fungsi ovarium tertekan oleh kontrasepsi hormonal, melainkan karena efek langsung kontrasepsi hormonal terhadap endometrium. Pada umumnya amenorea terjadi pada penggunaan pil dengan dosis gestagen yang tinggi atau pada penggunaan depo gestagen. Jenis sediaan ini menyebabkan atrofi endometrium. Karena stratum basalis endometrium tidak atrofi, amenorea yang terjadi reversibel.
Tidak terjadinya haid disebabkan oleh kurang adekuatnya pengaruh estrogen terhadap endometrium, sehingga proliferasi endometrium kurang sempurna. Akibatnya gestagen yang terdapat dalam pil tersebut tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk melepas jaringan endometrium.
Perbandingan antara dosis estrogen dan progesterone dalam suatu pil menentukan sekali terhadap kejadian amenorea. Sebagai contoh, kejadian amenorea dijumpai tinggi pada penggunaan pil kombinasi yang mengandung 1 mg noretisteron + 50 (g mestranol bila dibandingkan dengan 1 mg noretisteron + 80 (g mestranol.
Angka kejadian amenorea pascapil berkisar antara 0,5-2,7%. Kalau terjadi amenorea, perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut :
Apakah ada tablet yang terlupa;
Apakah selama penggunaan pil terjadi gangguan pencernaan, seperti diare atau muntah karena penyebab lain, karena hal ini dapat mengganggu penyerapan tablet;
Apakah sedang menggunakan obat-obat tertentu yang dapat mengganggu metabolisme hormon;
Apakah kemungkinan terjadi kehamilan.
Andaikata tidak terjadi kehamilan dan wanita tersebut tetap ingin menggunakan pil, maka dapat dicoba ditukar dengan pil yang mengandung estrogen dosis tinggi, atau dapat juga dicoba diberi pil secara kontinyu selama beberapa bulan dan kemudian dihentikan. Bila terjadi perdarahan lucut, pil tersebut dapat diteruskan dan perlu dicari penyebab lain tidak terjadinya amenorea tersebut.
7. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Terjadinya Perdarahan Sela
Pada umumnya perdarahan bercak terjadi pada permulaan penggunaan pil kontrasepsi, dan jarang ditemukan pada penggunaan jangka panjang. Perdarahan seperti ini dijumpai pada penggunaan pil dengan dosis estrogen dan progesterone yang rendah. Dari banyak penelitian terbukti bahwa penggunaan pil dengan dosis estrogen dan progesterone tinggi jarang sekali ditemukan perdarahan bercak. Terhadap perdarahan bercak tersebut tidak perlu diberikan terapi maupun pengobatan apa pun dan jangan tergesa-gesa menukar dengan pil dosis tinggi, karena biar bagaimanapun pil kontrasepsi dosis tinggi dapat menimbulkan banyak efek samping. Lagi pula perdarahan jenis ini tidak membatalkan kegiatan ibadah seorang wanita.
Penyebab pasti terjadinya perdarahan sela ini belum banyak diketahui. Mengapa terjadinya hanya pada awal-awal penggunaan dan setelah penggunaan jangka panjang tidak terjadi lagi dan mengapa pula terjadi hanya pada penggunaan jenis pil kombinasi tertentu, hingga kini belum didapatkan jawaban yang pasti. Dari pengamatan terbukti bahwa komponen gestagenlah yang berperan terhadap terjadinya perdarahan sela. Pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi yang mengandung jenis komponen gestagen kuat seperti levonorgestrel, desogestrel, dan gestoden lebih sedikit ditemukan perdarahan sela. Diduga penyebab terjadinya perdarahan bercak adalah terjadinya pelebaran pembuluh darah vena kecil di endometrium dan vena tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal. Bila efek gestagen kurang, stabilitas stroma berkurang, yang pada akhirnya akan terjadi perdarahan. Bukti bahwa gestagen sangat berperan terhadap terjadinya perdarahan dapat dilihat pada proses haid yang normal. Pada suatu siklus haid yang normal, estrogen menyebabkan degenerasi pembuluh darah kapiler endometrium, dinding kapiler menipis, dan pembentukan endotel tidak merata. Dengan adanya pengaruh gestagen akan terbentuk kembali pembuluh darah kapiler yang normal dengan sel-sel endotel yang intak serta sel-sel yang mengandung kadar glikoprotein yang cukup, sehingga sel-sel endotel terlindung dari kerusakan.
Pada wanita yang sebelum penggunaan pil kontrasepsi sudah mengalami gangguan haid, pada pemberian pil kontrasepsi akan sangat mudah mengalami gangguan haid seperti perdarahan bercak.
Perdarahan sela ataupun perdarahan bercak dapat juga terjadi bila wanita yang sedang menggunakan pil kontrasepsi tersebut sedang menggunakan obat-obat tertentu seperti antibiotika tetrasiklin, amoksisillin, atau obat oral antidiabetika dan antituberkulostatika. Obat-obat ini dapat mempengaruhi metabolisme kontrasepsi hormonal di dalam hati, sehingga terjadi penurunan konsentrasinya di dalam darah. Andaikata selama penggunaan pil kontrasepsi tidak terjadi perdarahan sela, tetapi pada waktu bersamaan tiba-tiba terpaksa menandakan telah terjadi perdarahan sela, tetapi pada waktu bersamaan tiba-tiba terpaksa menggunakan obat-obat tertentu dan terjadi pula perdarahan sela, maka hal tersebut menandakan telah terjadi gangguan metabolisme hormon di hati, dan hal tersebut sebagai pertanda telah terjadi penurunan efektivitas dari pil kontrasepsi tersebut, yang pada akhirnya nanti dapat menyebabkan kehamilan. Dalam keadaan seperti ini sangat tidak dianjurkan untuk menukar dengan pil dosis tinggi, karena dosis yang tinggi tersebut tidak akan dapat mempengaruhi proses metabolisme oleh hati. Lagi pula setiap peningkatan dosis akan selalu diikuti dengan berbagai efek samping yang tidak diinginkan.
8. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Miometrium
Selama kehamilan biasanya terjadi penebalan miometrium. Penebalan ini terjadi akibat pengaruh estrogen dan progesterone, yang kadarnya memang sangat tinggi dalam kehamilan. Namun, pada penggunaan kontrasepsi hormonal yang juga mngandung estrogen dan progesteron tidak dijumpai pembesaran uterus. Bila pada uterus terdapat mioma, maka pemberian kontrasepsi hormonal kombinasi maupun sekuensial akan memicu pertumbuhan mioma, karena mioma banyak mengandung reseptor estrogen dan progesteron. Pada pemberian kontrasepsi hormonal dengan dosis estrogen dan progesteron yang rendah tidak terjadi pembesaran miom yang bermakna. Oleh karena itu, pada wanita dengan mioma lebih dianjurkan pemberian pil kontrasepsi dengan dosis estrogen dan progesteron yang rendah, atau yang mengandung komponen gestagen yang dominant. Seperti diketahui, bahwa gestagen memiliki sifat menghambat pertumbuhan mioma uteri dengan jalan menekan kerja estrogen. Pada wanita dengan mioma uteri yang mendapat pil kontrasepsi perlu dilakukan pemeriksaan USG lebih sering lagi. Pemberian kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung komponen gestagen saja seperti minipil maupun sediaan depo dapat menghambat pertumbuhan mioma uteri. Mioma tersebut akan mengalami degenerasi merah yang lambat laun akan membuat mioma tersebut nekrotik. Pada wanita dengan adenomiosis perlu hati-hati memberikan kontrasepsi hormonal yang mengandung estrogen dan progesteron, karena dapat memperburuk perjalanan penyakit tersebut. Kalaupun wanita tersebut ingin tetap menggunakan pil kontrasepsi, pilihlah jenis kombinasi dengan dosis gestagen yang tinggi, atau lebih baik lagi kalau diberikan kontrasepsi hormonal yang hanya mengandung gestagen.
9. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Serviks
Pemberian pil sekuensial membuat lender serviks jernih dengan viskositas yang rendah, sedangkan pemberian pil kombinasi lendir serviks menjadi kental dan porsio terlihat livid. Jenis pil kombinasi sering menyebabkan hipertrofi serviks, sehingga terjadi peningkatan sekresi lendir serviks, selaput lendirnya edematous, dan terjadi pseudodesidualisasi. Gestagen yang terdapat dalam pil kontrasepsi menyebabkan terbentuknya hyperplasia glandularis sampai terjadi adenomatos polipos servikalis (hyperplasia mikroglanduler). Perubahan ini biasanya jinak dan jarang sekali menimbulkan keluhan, dan kalaupun ada hanya berupa perdarahan lokal pos koital.
Hyperplasia adenomatos serviks sering dijumpai pada penggunaan pil sekuensial dosis tinggi. Dari hasil konisasi serviks terbukti bahwa hampir 44% wanita yang menggunakan pil sekuensial dosis tinggi menunjukkan adanya hiperplasi mikroglanduler pada serviks. Unsur gestagen yang terdapat dalam pil sekuensial tersebut sangat berperan pada pembentukan hyperplasia tersebut. Pada umumnya hyperplasia tersebut akan hilang begitu pil dihentikan, meskipun pada sebagian kecil wanita memerlukan waktu berbulan-bulan sampai kelainan tersebut menghilang.
Pada penggunaan kontrasepsi hormonal tidak jarang pula ditemukan displasia serviks, sehingga selama masih menggunakan pil sangat disarankan untuk melakukan pemeriksaan ginekologik secara teratur, seperti pemeriksaan pap smear setiap 6 bulan sampai satu tahun sekali.
10. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Vagina
Tidak jarang wanita mengeluh keputihan dan gatal-gatal selama penggunaan kontrasepsi hormonal. Keputihan yang terjadi perlu dibedakan, apakah wanita tersebut sedang menggunakan pil kombinasi atau pil sekuensial. Pada pil kombinasi dengan kandungan gestagen yang dominant terjadi penghambatan pematangan epitel vagina sehingga terjadi penurunan indeks karyopiknotik. Selain itu, gestagen dapat menghambat pula pembentukan glikogen dengan akibatnya pH vagina menjadi alkalis.
Selama penggunaan kontrasepsi hormonal terjadi peningkatan kejadian fluor vaginalis, pluritus vulvae, dan infeksi jamur, dan sebaliknya dijumpai penurunan angka kejadian infeksi akibat trikomonas maupun gonokokus. Akan tetapi, bukan berarti bahwa kontrasepsi hormonal dapat mencegah seorang wanita terkena penyakit gonorea. Justru di Amerika Serikat angka kejadian gonorea meningkat tajam pada wanita pengguna pil kontrasepsi karena mereka berpikir bahwa kalau sudah menggunakan pil kontrasepsi akan terhindar dari infeksi gonorea, sehingga mereka dengan bebas melakukan hubungan seks. Oleh karena itu, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika (FDA) mengharuskan pabrik pembuat pil kontrasepsi mencantumkan dalam brosurnya, bahwa pil kontrasepsi tidak dapat melindungi seorang wanita dari penyakit gonorea dan pil kontrasepsi tidak dapat pula digunakan untuk pengobatan gonorea.
11. Pengaruh Kontrasepsi Hormonal Terhadap Keluhan Yang Ada Kaitannya Dengan Siklus Haid
Meskipun banyak keuntungan yang diperoleh dari pil kontrasepsi, jangan lupa pula bahwa pada sebagian kecil wanita justru kadang-kadang dapat menimbulkan masalah atau keluhan seperti mudah lelah, kurang tenaga, sakit kepala, disforia, nyeri perut, perasaan tertekan, nyeri saat bernafas, dan nyeri payudara. Komponen estrogen dalam pil kontrasepsi dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, edema, dan penambahan berat badan, sedangkan komponen gestagen dapat menyebabkan peningkatan nafsu makan, mudah lelah, sulit berkonsentrasi, perasaan tertekan, dan kadang-kadang dijumpai pula penambahan berat badan. Perlu ditekankan disini, bahwa semua keluhan tersebut juga sering ditemukan pada wanita dengan siklus haid normal yang tidak menggunakan pil kontrasepsi.
Keluhan subjektif tersebut sering ditemukan pada tahap awal penggunaan pil, dan dengan makin lama penggunaan pil, keluhan tersebut akan menghilang dengan sendirinya. Nyeri haid, berupa premenstrual sindrom (PMS), ataupun jenis-jenis keluhan lain yang ada kaitannya dengan suatu siklus haid justru menghilang dengan pemberian kontrasepsi hormonal.
2.3 Konsep Spotting
2.3.1 Pengertian
Spotting adalah perdarahan berupa tetesan atau bercak-bercak (Dep. Kes. RI, 1999)
Spotting adalah perdarahan bercak/perdarahan sela (Baziad, 2002)
2.3.2 Mekanisme spotting
Menurut Dep. Kes. RI, 1999 Mekanisme spotting yaitu :
Adanya ketidak seimbangan hormon sehingga endometrium mengalami perubahan histologi. Keadaan amenore disebabkan atropi endometrium.
Menurut Baziad, 2002 Mekanisme spotting, yaitu:
Diduga penyebab terjadinya perdarahan bercak adalah terjadinya pelebaran pembuluh vena kecil diendometrium dan vena tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal. Bila efek Gestagen kurang, stabilitas stroma berkurang, yang pada akhirnya akan terjadi perdarahan. Bukti bahwa gestagen sangat berperan terhadap terjadinya perdarahan dapat dilihat pada proses haid yang normal. Pada suatu siklus haid yang normal, estrogen menyebabkan degenerasi pembuluh darah kapiler endometrium, dinding kapiler menipis dan pembentukan endotel tidak merata. Pengaruh gestagen akan terbentuk kembali pembuluh darah kapiler yang normal dengan sel-sel endotel yang intak serta sel-sel yang mengandung kadar glikoprotein yang cukup, sehingga sel-sel endotel terlindung dari kerusakan
2.3.3 Penanganan spotting
a. Menurut Baziad, 2002 yaitu :
Perdarahan sela atau perdarahan bercak dapat diatasi dengan pemberian estrogen, misalnya dengan memberikan 40-60 mg etinelestra diol/hari, atau dengan memberikan pil kombinasi. Lamanya pemberian cukup 10 hari saja. Andaikata pemberian tablet estrogen menimbulkan efek samping berapa gastrointestinal, maka dapat diberikan estrogen injeksi, seperti 10 mg estadiol valerat. Pemberian estrogen hanya dilakukan bila perdarahan sela, perdarahan bercak atau perdarahan banyak berlangsung lebih dari 7 hari.
b. Menurut Depkes RI, 1999 yaitu :
1) KIE
Jelaskan sebab terjadinya
Jelaskan bahwa gejala/keluhan tersebut dalam rangka penyesuaian diri bersifat sementara dan individu
Motivasikan agar tetap memakai suntikan
2) Tindakan medis
Bila ringan/tidak terlalu mengganggu tidak perlu diberi obat
Bila cukup mengganggu dapat diberikan pil KB 3x1 tablet per hari selama 7 hari. Biasanya dengan satu kuur sudah dapat diatasi.
c. Menurut Mochtar 1998 yaitu:
1) Berikan motivasi sehingga tidak perlu pengobatan khusus
2) bila perlu diobati pertama-tama berikan obat-obat anti perdarahan seperti tablet Daflon, Adona AC 17, metergin dan lain-lain.
3) Selanjutnya dapat diberikan tablet lynoral 0,05-0,1 mg per hari selama 7-10 hari; atau pil kontrasepsi kombinasi sampai perdarahan berhenti, atau suntikan ekstra depo-provera 150 mg misalnya 6 minggu sesudah suntikan terdahulu, atau tablet primolut N 5 mg 3x1 sehari selama 3 hari.
4) Perdarahan yang banyak dan tidak sembuh oleh pengobatan harus dilakukan kuretase
d. Menurut Hartanto, 2003 penanganan perdarahan yaitu:
Percobaan untuk mencegah perdarahan ireguler yang disebabkan oleh kontrasepsi suntikan pada umumnya tidak memuaskan. Meskipun pernah dicoba untuk menggunakan suplemen estrogen secara rutin, tetap tidak terbukti bahwa hal ini mengurangi atau menghentikan gangguan pola haid.
Sekarang sebagian para ahli tidak menganjurkan pemakaian rutin dari suplemen estrogen pada kontrasepsi suntikan, karena ia akan mengurangi sebagian keuntungan dari kontrasepsinya serta keharusan akseptor untuk selalu mengingat untuk minum tabletnya disamping efek samping dari estrogennya. Yang terpenting adalah konseling sebelum dan selama pemakaian kontrasepsi suntikan.
Jadi pada umumnya perdarahan bercak atau amenore tidak perlu diobati secara rutin. Yang perlu mendapat perhatian dan pertolongan medis adalah perdarahan hebat atau perdarahan yang lama.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Konseptual
Keterangan :
: Diteliti
: Tidak Diteliti
Gambar 3.1. Kerangka konsep perbedaan kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
3.2. Desain Penelitian
Rancangan penelitian ini adalah menggunakan studi observasional dengan jenis case control. Dalam penelitian ini peneliti ingin mempelajari tentang perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
3.3. Hipotesa Penelitian
Ada perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
3.4. Populasi, Sampel dan Sampling
3.4.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu-ibu yang menjadi akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang dengan jumlah 185 akseptor KB suntik DMPA.
3.4.2. Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang diambil adalah akseptor baru dan lama KB suntik DMPA yang mengalami spotting pada saat penelitian berlangsung akseptor datang untuk suntik KB DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang dengan jumlah 30 orang yang terbagi 15 akseptor baru dan 15 akseptor lama.
3.4.3. Sampling
Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yang dilakukan dengan mengambil responden yang ada selama penelitian sesuai dengan kriteria inklusi dan tujuan penelitian, ibu akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
3.5. Kriteria Sampel
Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.5.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti. Yang termasuk kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
a. Ibu akseptor baru dan lama KB suntik DMPA yang tersedia menjadi responden dan pada saat penelitian tidak drop out dengan alasan apapun.
b. Ibu akseptor baru dan lama KB suntik DMPA yang mengalami spotting.
c. Ibu akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS. Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah sampel yang tidak dapat digunakan dalam penelitian ini, dengan kriteria sebagai berikut :
a. Ibu akseptor baru dan lama KB suntik DMPA yang tidak tersedia menjadi responden.
b. Ibu akseptor baru dan lama yang bukan akseptor suntik DMPA yang tidak mengalami spotting.
c. Ibu akseptor baru dan lama yang tidak suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
3.6. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu :
3.6.1. Variabel independent (bebas)
Yang termasuk variabel independent dalam penelitian ini adalah akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
3.6.2. Variabel dependent (terikat)
Yang termasuk dalam variabel dependent dalam penelitian ini adalah frekuensi kejadian spotting.
3.7. Definisi operasional
Adalah mendefinisikan variabel berdasarkan keterangan alat ukur.
VariabelDefinisi operasionalAlat ukurSkala Data Kriteria
Frekuensi Kejadian spottingPerdarahan berupa tetesan/bercak-bercak pervaginam.Chek listNominal1. Jarang
( 2 kali dalam 1 siklus haid)
2. Sering
(> 2 kali dalam 1 siklus haid)
Akseptor KB suntik DMPAIbu-ibu yang mengikuti KB suntik DMPA Chek listNominal1. Akseptor baru (minimal 1 kali suntik maksimal 3 kali)
2. Akseptor lama (lebih dari 3 kali suntikan)
UmurLama waktu hidup semenjak dilahirkan sampai dengan sekarangKTPOrdinal1. 20-30 tahun
2. 31-40 tahun
PendidikanIjasah terakhir yang diperoleh akseptor KB suntik DMPAIjasahOrdinal1. Tinggi (> SMU)
2. Sedang (SMU dan SMP
3. Rendah (SD)
Paritas
(jumlah anak)Banyaknya anak yang dimilikiCheck list Nominal1. 1-2 anak
2. 3-5 anak
PekerjaanMata pencaharianKTPOrdinal1. IRT
2. Swasta
3. PNS
3.8. Tempat dan Waktu Penelitian
3.8.1. Tempat
Penelitian ini dilakukan di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
3.8.2. Waktu Pengambilan Data
Pengambilan data ini dilakukan pada tanggal 12 Juni 2006 sampai dengan 31 Agustus 2006.
3.9. Teknik Pengumpulan Data
3.9.1. Data Primer
Dimana pada data primer, data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung kepada ibu-ibu akseptor KB suntik DMPA dengan bantuan chek list.
3.9.2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari register KB di BPS Ny. Anik Basuki Desa tentang jumlah akseptor DMPA.
3.10. Alat Ukur yang Digunakan
Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah check list untuk mengetahui frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
3.11. Analisa Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisa secara deskriptif dan analitik untuk mempelajari tentang perbedaan kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA. Data diolah secara deskriptif yaitu tentang karakteristik yang menggunakan tabel distribusi responden dan disajikan dalam bentuk tabel. Data diolah secara analitik yaitu tentang perbedaan kejadian spotting dengan menggunakan uji chi square ( 0,05. Untuk mengetahui tingkat signifikan dan mengukur perbedaan yang lebih bermakna maka dilakukan pengujian dengan uji chi square dengan rumus
(Fo - Fh)2
X2 =
Fh
Tingkat kemaknaan dalam penelitian ini adalah nilai ( 0,05, artinya apabila dalam perhitungan didapatkan > ( 0,05 maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
3.12. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan objek manusia tidak boleh bertentangan dengan etika agar hak responden dapat dilindungi. Untuk itu perlu adanya izin dari institusi pendidikan penelitian boleh dilakukan dengan menggunakan etika sebagai berikut :
3.12.1. Inform Consent (Lembar Persetujuan Menjadi Responden)
Lembar persetujuan diedarkan kepada pasangan usia subur yang menjadi responden dengan tujuan agar responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta menanda tangani lembar persetujuan tersebut. Jika tidak bersedia maka peneliti harus tetap menghormati hak responden.
3.12.2. Anonimity (Tanpa Nama)
Nama pasangan usia subur yang menjadi responden tidak perlu dicantumkan pada lembar pengumpulan data. Untuk mengetahui keikutsertaan responden diberi kode pada masing-masing lembar.
3.12.3. Convendentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan subyek di jamin kerahasiaannya oleh peneliti. Hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan pada hasil test.
3.13. Jadwal Kegiatan Penelitian
Terlampir
BAB 4HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian perbedaan frekuensi kejadian spoting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA (Depo Medroxy Progesteron Asetat) yang dilaksanakan pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006 di BPS Ny. Anik Basuki Desa Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
4.1.1 Data Umum
4.1.1.1 Gambaran Tempat Penelitian
Bidan praktek swasta Ny. Anik Basuki berdiri sejak tahun 1994 dengan pelayanan Antenatal Care (ANC), persalinan, control nifas, imunisasi dan pemeriksaan kesehatan. Jumlah pasien setiap harinya rata-rata 25 pasien yang berasal dari Desa Ampel Dento, Curah Ampel, Bunut Wetan, Boro Bunut dan Madyopuro.
Jumlah responden dari penelitian ini 30 responden dari 185 akseptor KB suntik DMPA yang dating di bidan praktek swasta (BPS) Ny. Anik Basuki (yang sesuai dengan kriteria inklusi) mulai tanggal 12 Juni 2006 sampai dengan 31 Agustus 2006.
4.1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Akseptor KB Suntik DMPA
Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Usia Akseptor KB Suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
UsiaAkseptor baruAkseptor lama
JumlahPersentaseJumlahPersentase
20 301240,00 %620 %
31 40310,00 %930 %
Total1550 %1550 %
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian dari responden adalah dengan usia 20-30 tahun yaitu 40% pada akseptor baru dan 20% pada akseptor lama, sedangkan pada usia 31-40 tahun yaitu 10% pada akseptor baru dan 30% pada akseptor lama.
4.1.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Akseptor KB Suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
Tingkat PendidikanAkseptor baruAkseptor lama
JumlahPersentaseJumlahPersentase
Tinggi (> SMU)26,67 %413,33 %
Sedang (SMP dan SMU)1136,67 %1033,33 %
Rendah (( SD)26,67 %13,33 %
Total1550 %1550 %
Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian besar dari responden berpendidikan sedang yang terdiri dari 11 orang (36,67%) pada akseptor baru dan 10 orang (33,33%) pada akseptor lama.
4.1.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Paritas (Jumlah Anak)
Tabel 4.3Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Anak di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
Jumlah AnakAkseptor baruAkseptor lama
JumlahPersentaseJumlahPersentase
1 2 anak1136,67 %516,67 %
3 5 anak 413,33 %1033,33 %
Total1550 %1550 %
Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian dari responden mempunyai anak antara 1-2 orang yaitu dengan jumlah 11 orang (36,67%) pada akseptor baru dan 5 orang (16,67%) pada akseptor lama. Sedangkan yang mempunyai anak 3-5 orang yaitu dengan 4 orang (13,33%) pada akseptor baru dan 10 orang (33,33%) pada akseptor lama.
4.1.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Tabel 4.4Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
PekerjaanAkseptor baruAkseptor lama
JumlahPersentaseJumlahPersentase
IRT723,33 %516,67 %
Swasta 723,33 %620 %
PNS13,33 %413,33 %
Total1550 %1550 %
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada akseptor baru yang bekerja sebagai IRT sebanyak 7 orang (23,33%), swasta 7 orang (23,33%) dan PNS 1 orang (3,33%) sedangkan pada akseptor lama yang bekerja sebagai IRT sebanyak 5 orang (16,67%) swasta 6 orang (20%) dan PNS 4 orang (13,33%)
4.1.2 Data Khusus
4.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kejadian Spotting Pada Akseptor BaruTabel 4.5Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kejadian Spotting pada Akseptor baru KB Suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
FrekuensiKejadian SpottingJumlahPersentase
Sering1313,3%
Jarang286,7%
Total15100%
Dari data diatas didapatkan bahwa pada akseptor baru dengan frekuensi kejadian spottingnya sering sebanyak 13 orang (13,3%) sedangkan yang jarang sebanyak 2 orang (86,7%)
4.1.2.2 Distribusi Responden berdasarkan frekuensi kejadian spotting pada akseptor lama
Tabel 4.6Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kejadian Spotting pada Akseptor lama KB Suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
FrekuensiKejadian SpottingJumlahPersentase
Sering640%
Jarang960%
Total15100%
Dari data diatas didapatkan bahwa pada akseptor lama dengan frekuensi kejadian spottingnya sering sebanyak 6 orang (40%) sedangkan yang jarang sebanyak 2 orang (86,7%)
4.1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kejadian Spotting
Tabel 4.7Distribusi Responden Berdasarkan Frekuensi Kejadian Spotting pada Akseptor KB Suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki pada tanggal 12 Juni sampai dengan 31 Agustus 2006
Frekuensi Kejadian SpottingJenis akseptorTotal
Akseptor BaruAkseptor Lama JumlPersentase
jumlahpersentasejumlahpersentase
Sering1343,33 %620,00 %1963,33 %
Jarang 26,67 %930,00 %1136,67 %
Total 1550 %1550 %30100 %
Dari data diatas didapatkan jumlah responden pada akseptor baru KB suntik DMPA dimana frekuensi kejadian spottingnya sering sebesar 43,33% sedangkan yang jarang terjadi sebesar 6,67 %, dan pada akseptor lama frekuensi kejadian spotting yang sering terjadi sebesar 20 % sedangkan yang jarang terjadi sebesar 30 %.
Dari perhitungan uji chi square nilai x2 hitung = 7,032 dan x2 tabel = 3,841 dimana x2 hitung > x2 tabel. Atau dari uji chi square dengan komputer (SPSS) didapatkan nilai P 0,021 dimana nilai P < ( dapat diartikan bahwa ada perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
4.2 Pembahasan4.2.1 Usia Akseptor KB Suntik DMPA
Dari data penelitian pada tingkat usia akseptor KB suntik DMPA diketahui bahwa pada akseptor baru sebagian besar berusia 20-30 tahun sedangkan pada akseptor lama sebagian besar berusia 31-40 tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat Tukiran yang dikutip Widyaningrum A. (1999) umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang menjadi akseptor KB, sebab umum berkaitan dengan potensi reproduksi dan perlu tidaknya seseorang memakai alat kontrasepsi.
4.2.2 Pendidikan Akseptor KB Suntik DMPA
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan responden KB suntik DMPA diketahui bahwa sebagian besar dari responden berpendidikan sedang (SMP dan SMU). Semakin tinggi pendidikan seseorang semakin tinggi pula pengetahuan yang di dapat, yang akhirnya akan mempengaruhi pola pikir dan daya nalar seseorang, pendidikan itu menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya untuk mencapai kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah seseorang menerima informasi yang diberikan.
4.2.3 Jumlah Anak Akseptor KB Suntik DMPA
Distribusi responden berdasarkan jumlah anak responden KB suntik DMPA diketahui bahwa pada akseptor baru sebagian besar responden memiliki anak sebanyak 1-2 orang sedangkan pada akseptor lama sebagian besar memiliki anak sebanyak 3-5 orang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widyaningrum (1999) yaitu jumlah anak dapat mempengaruhi ibu dalam memilih alat kontrasepsi yang akan digunakan.
4.2.4 Pekerjaan Akseptor KB Suntik DMPA
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan pada akseptor KB suntik DMPA diketahui bahwa sebagian besar akseptor baik baru maupun lama kebanyakan bekerja di bidang swasta. Hal ini sesuai dengan pendapat Widyaningrum (1999) yaitu kedudukan sosial dan ekonomi wanita yang berbeda dengan laki-laki dalam masyarakat memiliki dampak pada problem-problem kesehatan pada umumnya, yang pada gilirannya kedudukan wanita juga berdampak pada perbedaan kebutuhan kesehatan dari pada lelaki.
4.2.5 Frekuensi Kejadian Spotting Pada Akseptor Baru KB Suntik DMPA
Distribusi responden berdasarkan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru KB suntik DMPA didapatkan hasil yaitu yang mengalami spotting dengan frekuensi > 2 kali dalam 1 siklus haid lebih banyak dari pada yang mengalaminya 2 kali dalam 1 siklus haid, dimana pada awal penggunaan frekuensi spotting yang terjadi akan sangat sering yaitu bias mencapai 4-5 kali dalam 1 siklus haid yang nantinya akan semakin menurun dengan semakin lamanya pemakaian alat kontrasepsi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Ali Baziad (2002) dimana gangguan haid merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada bulan-bulan pertama penyuntikan. Diketahui bahwa haid yang normal terjadi akibat kadar progesteron yang turun, sedangkan pada penggunaan kontrasepsi haid yang terjadi akibat turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron atau akibat turunnya kadar hormon sintetik pada wanita yang sebelum penggunaan kontrasepsi sudah mengalami gangguan haid, pada penggunaan kontrasepsi akan sangat mudah mengalami gangguan haid seperti perdarahan bercak.
4.2.6 Frekuensi Kejadian Spotting Pada Akseptor Lama KB Suntik DMPA
Distribusi responden berdasarkan frekuensi kejadian spotting pada akseptor lama KB suntik DMPA didapatkan hasil yaitu yang mengalami spotting dengan frekuensi 2 kali dalam 1 siklus haid lebih banyak dari pada yang mengalami spotting > 2 kali dalam 1 siklus haid, dimana pada awal penggunaan frekuensi spotting yang terjadi akan sangat sering yaitu bisa mencapai 4-5 kali dalam 1 siklus haid yang nantinya akan semakin menurun dengan semakin lamanya pemakaian alat kontrasepsi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Ali Baziad (2002) yaitu setelah satu atau dua tahun penyuntikan akan terjadi amenorrhea pada kebanyakan wanita.
4.2.7 Frekuensi Kejadian Spotting Pada Akseptor KB Suntik DMPA
Dari perhitungan nilai x2 hitung = 7,032 dan x2 tabel = 3,841 dimana x2 hitung > x2 tabel atau dari uji chi square dengan komputer (SPSS) didapatkan nilai P = 0,021 dimana P < (.
Berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh x2 hitung x2 tabel artinya bahwa ada perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
Kejadian spotting frekuensinya lebih sering terjadi pada akseptor baru KB suntik DMPA meskipun masih ada juga akseptor lama yang sering mengalami spotting dalam 1 siklus haid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ali Baziad (2002). Pada umumnya perdarahan bercak sering terjadi pada permulaan penggunaan kontrasepsi dan jarang ditemukan pada penggunaan jangka panjang. Penyebab pasti terjadinya perdarahan sela ini belum banyak diketahui. Mengapa terjadi hanya pada awal-awal penggunaan dan setelah penggunaan jangka panjang tidak terjadi lagi. Menurut pendapat Ali Baziad (2002) komponen gestagenlah yang berperan terhadap terjadinya perdarahan sela. Diduga penyebab terjadinya perdarahan bercak adalah terjadinya pelebaran pembuluh vena kecil di endometrium dan vena tersebut akhirnya rapuh sehingga terjadi perdarahan lokal. Bila efek gestagen kurang, stabilitas stroma berkurang yang pada akhirnya akan terjadi perdarahan. Pada wanita yang sebelum penggunaan kontrasepsi sudah mengalami gangguan haid, pada saat penggunaan kontrasepsi akan sangat mudah mengalami gangguan haid seperti perdarahan bercak.
Selain pendapat diatas ada juga pendapat dari Depkes RI (1999) kejadian spotting ini bisa juga disebabkan karena adanya ketidakseimbangan hormon sehingga endometrium mengalami perubahan histologi.
Umumnya perdarahan bercak atau amenorrhea tidak perlu diobati secara rutin, yang perlu mendapat perhatian dan pertolongan medis adalah perdarahan hebat atau perdarahan yang lama. Perdarahan yang tidak dapat diatasi harus diselidiki kemungkinan adanya penyakit lain seperti tumor, polip, infeksi dan sebagainya.
4.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian tentang perbedaan frekuensi kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA ini hanya dilakukan di tempat yaitu di BPS Ny. Anik Basuki maka kemungkinan bias dan kemungkinan pengambilan kesimpulan yang salah sangatlah besar, untuk itu peneliti mengharap masukan sehingga karya tulis ini benar-benar baik secara kualitas dan kuantitas.BAB 5PENUTUP
Berdasarkan hasil analisa yang dijelaskan pada BAB IV, peneliti dapat menarik kesimpulan dan implikasi agar dapat diperhatikan untuk peneliti lain yang ingin meneliti tentang perbedaan frekuensi kejadian spoting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
5.1. Kesimpulan
5.1.1 Distribusi responden berdasarkan karakteristik responden
1. Kejadian spotting lebih sering pada akseptor baru yang berusia 20-30 tahun.
2. Pada akseptor baru maupun lama sebagian besar berpendidikan sedang (SMP dan SMU).
3. Pada akseptor baru sebagian besar memiliki anak antara 1-2 orang sedangkan pada akseptor lama sebagian besar memiliki anak 3-5 orang.
4. Sebagian besar responden memiliki pekerjaan di bidang swasta.
5.1.2 Frekuensi kejadian spoting lebih sering terjadi pada akseptor baru KB suntik DMPA yang dihitung dalam kurun waktu 1 bulan.
5.1.3 Sedangkan pada akseptor lama KB suntik DMPA, frekuensi kejadian spoting lebih jarang terjadi yang dihitung dalam kurun waktu 1 bulan.
5.1.4 Ada perbedaan frekuensi kejadian spoting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA.
5.2. Saran
5.2.1 Memberikan penyuluhan pada akseptor baru KB suntik DMPA tentang efek samping spotting yang cenderung lebih sering terjadi pada saat awal penggunaan di BPS Ny. Anik Basuki.
5.2.2 Memberikan penyuluhan pada akseptor lama KB suntik DMPA tentang efek samping spotting yang akan berkurang dengan semakin lamanya pemakaian di BPS Ny. Anik Basuki.5.2.3 Memberikan penyuluhan pada akseptor KB suntik DMPA untuk tetap menggunakan kontrasepsi tersebut karena efek samping spotting bukanlah hal yang perlu dirisaukan.
5.2.4 Memberikan penyuluhan tentang alternatif kontrasepsi yang lain apabila terjadi spotting yang lebih parah bila terjadi perdarahan dan menganjurkan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit.DAFTAR PUSTAKA
Akademi Kebidanan Widyagama Husada, 2006, Buku Pedoman PenulisanProposal dan Karya Tulis Ilmiah, Malang, AKBID WIDYAGAMA.
Arikunto, Suharsimi, 2002, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta, Rineka Cipta.
Baziad, Ali, 2002, Kontrasepsi Hormonal, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Dep Kes RI, 1999, Pedoman Penanggulangan Efek Samping/Komplikasi Kontrasepsi, Jakarta, Dep Kes RI
Hartanto, Hanafi, 2003, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Jakarta, Sinar Harapan
Manuaba, Ida Bagus, 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta EGC
Mochtar, Rustam, 1998, Sinopsis Obstetri Operatif Obstetri Sosial, Jilid 2 Edisi 1,
Jakarta EGC
Notoatmodjo, Sukidjo, 2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta.
Manuaba, Ida Bagus, 2001, Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB, Jakarta EGC
Saifudin, Abdul Bari, 2003, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Siswosudarmo, HR, Anwar, Moch, Emilia, Ova, 2001, Teknologi Kontrassepsi, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press.
Widianingrum, 1999, Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana Dalam Perpektif
Klien Yogyakarta Gajah Mada Universitas Press
Wiknjosastro, Hanifa, 1999, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
JADWAL PELAKSANAAN KARYA TULIS ILMIAH (KTI)
AKADEMI KEBIDANAN WIDYAGAMA HUSADA MALANG
TA. 2005 2006NoKEGIATANWAKTU
MaretAprilMeiJuniJuliAgustusSept.
1234123412341234123412341234
1.Sosialisasi KTI
2.Pengajuan Judul
3.Persetujuan Judul dan Nama Pembimbing
4.Pembuatan Proposal
5.Pendaftaran Seminar Proposal
6.Seminar proposal
7.Pengambilan Data
8.Analisa Data
9.Pembuatan Lapotan KTI
10.Seminar KTI dan Revisi
11.Pengumpulan Laporan KTI
SURAT IJIN PENELITIAN
Saya bidan praktek swasta
Nama
: Ny. Anik Basuki
Alamat
: Ampel Dento Kecamatan Pakis
Memberi ijin kepada mahasiswa:
Nama
: Ainun Azizah
NIM
: 0302.01
Institusi: Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang
Untuk mengadakan penelitian tentang Perbedaan Frekuensi Kejadian Spoting pada Akseptor Baru dan Lama KB Suntik DMPA.
Malang,
2006
Bidan Praktek Swasta
Ny. Anik Basuki
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
(Informed Consent)
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama :
Umur :
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian, maka saya
(Bersedia / Tidak Bersedia)
Untuk berperan serta sebagai responden.
Apabila sesuatu hal yang merugikan diri saya akibat penelitian ini, maka saya akan bertanggung jawab atas pilihan saya sendiri dan tidak akan menuntut dikemudian hari.
Malang,
Yang menyatakan
Keterangan :
*Coret yang tidak perlu
Pengantar Informed Consent
Perkenalkan saya,
Nama : Ainun Azizah
Status : Mahasiswa Akademi Kebidanan Widyagama Husada Malang
Tujuan :ingin mengadakan penelitian dengan judul : Perbedaan kejadian spotting pada akseptor baru dan lama KB suntik DMPA di BPS Ny. Anik Basuki Ampel Dento Kecamatan Pakis Kabupaten Malang.
Apabila ibu tidak keberatan, mohon mengisi lembar pernyataan informed consent (terlampir). Adapun identitas dan hasil isian Kuesioner ibu akan kami jaga kerahasiaannya.
Peneliti
Ainun Azizah
DATA KARAKTERISTIK PENELITIAN
NoKarakteristik Akseptor KB Suntik DMPA
UsiaPendidikanParitasPekerjaan
132232
229231
328133
424212
520312
631231
723212
823322
937143
1034133
1125221
1223212
1324211
1431221
1540352
1625222
1728231
1826112
1925211
2025221
2129232
2231221
2322211
2423211
2534133
2632232
2731232
2824212
2936143
3032231
Keterangan :
Tingkat pendidikan
1. Tinggi (> SMU)
2. Sedang (SMP dan SMU)
3. Rendah ( ( SD)
Pekerjaan
1. IRT
2. Swasta
3. PNS
Data Perbedaan Frekunsi Kejadian Soting
NoAkseptor BaruAkseptor Lama
SeringJarangSeringJarang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Total10269
Keterangan:
Sering: > 2 kali dalam 1 siklus haid
Jarang: 2 kali dalam 1 siklus haid
Perhitungan Uji Square
X2 hitung: 7,032
X2 tabel: 3,841
Kesimpulan X2 hitung > X2 tabel = Ho ditolak
Faktor yang mempengaruhi
Umur/usia
Jumlah anak/paritas
Faktor status sosial (pendidikan dan pekerjaan)
Akseptor
Baru
Akseptor
KB Suntik
DMPA
Frekuensi Spotting
Aktifitas masyarakat
Peran pengambil Keputusan dalam rumah tangga
Tempat tinggal
Pengalaman ber - KB
Akseptor
Lama
(
EMBED Equation.3
PAGE
_1218970091.unknown