Aik Kelompok 12
-
Upload
arif-usman -
Category
Documents
-
view
44 -
download
5
description
Transcript of Aik Kelompok 12
RSOALAN-PERSOALAN DALAM PERNIKAHAN
Makalah Ini Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Al Islam dan Kemuhammadiyahan
Dosen Pembibimbing : Nasrudin, M.Pd.
Disusun Oleh :
Kelompok 12
Kelas: V G
PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2011/2012
1
MOTTO
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Al-Mujaddilah : 11).
4 kewajiban penuntut ilmu menurut Imam Asy-Syafi’i:
1. Sangat semangat untuk menambah ilmu.
2. Sabar dalam meraih ilmu.
3. Mengikhlaskan niat karena Allah dalam menuntut ilmu.
4. Memohon karena Allah agar mudah mendapatkan ilmu.
(Sumber: Al-Majmu’ Syar Al-Muhadzdzab karya Yahya bin Syarf An-
Nawawi)
Kelompok 12 :
1. Riza Aji Wibowo (102144006)
2. Sahlan (102144030)
3. Slamet Suryanto (102144038)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
2
Puji syukur kehadirat Alloh,SWT kami telah menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya tanpa ada halangan apapun walaupun kami menyadari tidak
mungkin berhasil tanpa ada bimbingan dari pihak terkait.
Terwujudnya laporan hasil diskusi ini disusun sebagai tugas kelompok, tidak
lepas atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Nasrudin, M.Pd selaku pembimbing dalam penyusunan makalah ini,
dengan penuh ketelitian dan kecermatan.
2. Kedua orang tua yang telah membimbing dan memberikan doa restu.
3. Rekan-rekan mahasiswa terutama mahasiswa semester VG program studi
pendidikan matematika.
4. Staf perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purworejo yang telah
membantu kami dalam peminjaman buku-buku.
5. Semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
kami mohon saran dan pendapat dari berbagai pihak demi perbaikan dan
penyempurnaan isi makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya
dan pembaca pada umumnya, serta merupakan salah bentuk pengabdian kepada
Alloh SWT.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Purworejo, Desember 2012
Penulis
DAFTAR ISI
3
HALAMAN JUDUL............................................................................. . i
MOTTO……………………………………………………………….. ii
KATA PENGANTAR........................................................................... iii
DAFTAR ISI.......................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang....................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 1
C. Tujuan.................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
Persoalan-persoalan Dalam Pernikahan
A. Macam-macam persoaln seputar pernikan.…………………. 3
1. Nusyuz…………………...………………………………... 3
a. Pengertian Nusyus……………….……………….……. 3
b. Tanda-tanda Nusyuz……….………….………………. 3
c. Langkah menghadapi istri Nusyuz………………........ 4
2. Khulu…………………………………………………….. 4
a. Pengertian khulu………………………………………. 4
b. Persyaratan Khulu……………………………………. 4
3. TALAK…………………………………………………….... 5
a. Pengertian Talak………………………………………… 5
b. Klasifikasi Talak……………………………….………… 5
c. Hukum Talak……………………………………………. 8
4. IDDAH……………………………………………………… 9
4
a. Pengertian Iddah………………………………………… 9
b. Macam-macam Masa Iddah…………………………… 9
5. RUJUK……………………………………………………… 10
a. Pengertian Rujuk………………………………………… 10
b. Syarat dan Rukun Rujuk………………………………… 10
c. Syarat Lapadz Rujuk………………………….…………. 11
d. hukum Rujuk………………………….………………… 12
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
5
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah
Membentuk dan membina kehidupan keluarga bukan suatu hal yang mudah..
Hampir tidak didapati sebuah usrah (umah tangga) yang terbebas dari segala
macam problem dan perselisihan. Seperti masalah ekonomi, sosial, pendidikan,
bahkan masalah agama. Namun, setiap usrah bervariatif persoalan dan
problemnya yang dihadapi. Islam sangat menganjurkan suami dan isteri untuk
mengatasi berbagai problem yang mendera mereka berdua dan memecahkan
segala aral melintang yang menghadapi bahtera mereka, dan Islam juga
membimbing masing-masing dari suami isteri agar menempuh solusi terbaik,
sebagaimana ia juga menghasung mereka berdua agar sesegera mungkin
menempuh solusi terbaik bila muncul benih-benih perpecahan dan perbedaan
persepsi.
Dalam menghadapi persoalan hidup berumah tangga, agama Islam telah
menjelaskan secara rinci bagaimana menyelesaikan masalah-masalah dengan
pedoman hukum yang tercantum dalam Al-quran maupun dalam Sunnah
Rasulullah saw.
B . Rumusan Masalah
Dalam rumusan masalah ini penyusun akan menyampaikan berbagai hal
sebagai berikut.
1. Apa sajakah persoalan-persoalan seputar pernikahan?
2. Apakah pengertian dari masing-masing tiap poersoalan seputar pernikahan?
3. Bagaimana cara mengatasi persoalan seputar pernikahan secara Islam?
C. Tujuan
6
Makalah “Persoalan-Persoalan Seputar Pernikahan” disusun dengan tujuan
sebagai berikut.
1. Mengetahui apa saja persoalan-persoalan seputar pernikahan.
2. Mengetahui pengertian dari masing-masing tiap poersoalan seputar
pernikahan.
3. Mengetahui bagaimana cara mengatasi persoalan seputar pernikahan secara
Islam.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Macam-macam Persoalan Seputar Pernikahan
Persoalan-persoalan yang dihadapi ketika memasuki bahtera rumah tangga
sangat banyak. Hal tersebut terjadi karena hubungan antara suami dan istri yang
tidak berjalan mulus sesuai keinginan mereka seperti mereka waktu dulu sebelum
menikah. Berikut ini beberapa hukum persoalan yang sering dihadapi oleh setiap
muslim.
1. NUSYUZ
a. Pengertian Nusyuz
Secara bahasa, Nusyûz berarti penentangan atau lebih umumnya adalah
pelanggaran istri terhadap perintah dan larangan suami secara mutlak, akan
tetapi Nusyûz dapat juga terjadi pada suami apabila seorang suami tidak
menjalankan kewajiban yang menjadi hak-hak istri, seperti tidak memberikan
nafkah dan lain sebagainya.
b. Tanda-tanda Nusyuz
Di bawah ini dinyatakan beberapa gambaran yang menandakan seorang
isteri itu nusyuz :
1. Suami telah menyediakan rumah kediaman yang sesuai dengan keadaan
suami, tiba-tiba isteri tidak mahu berpindah ke rumah itu, atau isteri
meninggalkan rumah tanpa izin si suami.
2. Apabila kedua suami tinggal di rumah kepunyaan isteri dengan izin
isteri kemudian suatu masa isteri mengusir atau melarang suami
memasuki rumah tersebut.
8
3. Apabila isteri musafir tidak bersama suami ataupun bukan bersama
muhramnya (orang yang haram berkahwin dengannya) walaupun
perjalanan yang wajib seperti pergi menunaikan ibadat haji, kerana
perempuan yang musafir tanpa diiringi suami atau muhrimnya
dianggap sudah melakukan satu perkara yang salah (maksiat).
4. Apabila isteri bermuka masam atau pun ia memalingkan muka,
bercakap kasar dan sebagainya sedangkan suami berkeadaan lemah
lembut, bermanis muka dan sebagainya.
c. langkah-langkah Menghadapi Istri Nusyuz
Berkenaan langkah menghadapi istri Nusyûz Al-Qur’an menjelaskan:
“…wanita-wanita yang kamu khawatirkan Nusyûz-nya, maka nasehatilah
mereka, lalu pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan lalu pukullah
mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-
cari jalan untuk menyusahkannya…”(QS. An-Nisa : 34).
Berdasarkan ketentuan ayat tersebut, cara mengatasinya adalah Allah
mengajarkan suami untuk member nasihat, melakukan pisah ranjang atau
mendiamkanya di tempat tidur, dan jika tetap tidak membaik, maka boleh
dipukul ringan. Dalam fase yang ketiga tidak boleh dilakukan dengan kasar
dank eras apalagi sampai mengalirkan darah. Hanya bersifat memudahkan
istri kembli taat pada suami.
2. KHULU’
a. Pengertian Khulu’
Menurut bahasa, kata khulu’ berasal dari khala’ ats-tsauba idzaa
azzalaba yang artinya melepaskan pakaian; karena isteri adalah pakaian
suami dan suami adalah pakaian isteri. Allah SWT berfirman, ”Mereka itu
adalah pakaian bagimu dan kamu pun pakaian bagi mereka.” (Al-
Baqarah:187). Sedangkan menurut istilah khulu’ atau talak tebus artinya
talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaan dari pihak istri
kepada suami.
9
b. Persyaratan Khulu’
Jika persengketaan antara suami isteri kian parah dan tidak mungkin
lagi diambil langkah-langkah kompromistis supaya mereka bersatu
kembali atau pihak isteri sudah menggebu-gebu untuk bercerai dengan
suaminya, maka ia boleh menebus dirinya dari kekuasaan suaminya
dengan menyerahkan sejumlah harta kepadanya sebagai ganti dari
buruknya keadaan yang menimpa suaminya karena bercerai dengannya,
Allah SWT berfirman, ”Dan tidak halal bagi kamu mengambil dari
sesautu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
(suami isteri) khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang
diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya.” (Al-Baqarah:229).
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, Isteri Tsabit bin Qais bin Syammas
datang kepada Nabi saw. lalu bertutur, ”Ya Rasulullah, aku tidak
membenci Tsabit karena, imannya dan bukan (pula) karena perangainya,
melainkan sesungguhnya aku khawatir kufur.” Kemudian Rasulullah saw.
bersabda, ”Maka mau engkau mengembalikan kebunnya kepadanya?”
Jawabnya, ”Ya (mau)” kemudian ia mengembalikannya kepadanya dan
selanjutnya beliau menjawab suaminya (Tsabit) agar mencerainya.”
(Shahih: Irwa-ul Ghalil no:2036 dan Fathul Bari IX:395 no:5276).
Khulu’ boleh dilakukan baik ketika suci maupun dalam keadaan haid,
karena biasanya khulu’ karena kehendak dan kemauan istri. Oleh karena
itu, istri rela meski masa idahnya jadi panjang.
3. TALAK
a. Pengertian Talak
10
Yang dimaksud dengan talak adalah pemutusan tali perkawinan. Talak
merupakan sesuatu yang disyar’iatkan. Dan yang menjadi dasarnya adalah
Al-Qur’an dan al-Hadits serta ijma’.
b. Klasifikasi Talak
1. Talak dilihat dari Segi Lafadz
Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih (yang
dinyatakan secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran).
Talak sharih ialah talak yang difahami dari makna perkataan ketika
diharapkan, dan tidak mengandung kemungkinan makna yang lain.
Misalnya, ”Engkau telah tertalak dan dijatuhi talak. Dan semua kalimat
yang berasal dari lafazh thalaq. Dengan redaksi talak di atas, jatuhlah
talak, baik bergurau, main-main ataupun tanpa niat. Kesimpulan ini
didasarkan pada hadits dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau
bersabda, ”Ada tiga hal yang sungguh-sungguh, jadi serius dan
gurauannya jadi serius (juga) : nikah, talak, dan rujuk.” (Hasan: Irwa-ul
Ghalil no:1826 dan Tirmidzi II:328 no:1195).
Talak kinayah, ialah redaksi talak yang mengandung arti talak dan
lainnya. Misalnya ”Hendaklah engkau kembali kepada keluargamu”, dan
semisalnya. Dengan redaksi talak di atas maka tidak terjadi talak, kecuali
diiringi dengan niat. Jadi apabila sang suami menyertai ucapan itu dengan
niat talak maka jatuhlah talak; dan jika tidak maka tidak terjadi talak. Dari
Aisyah r.a. berkata,”Tatkala puteri al-Jaun menikah dengan Rasulullah
saw. dan beliau (kemudian) mendekatinya, ia mengatakan,
”’Auudzubillahi minka (aku berlindung kepada Allah darimu). Maka
kemudian beliau bersabda kepadanya, ”Sungguh engkau telah berlindung
kepada Dzat Yang Maha Agung, karena itu hendaklah engkau bergabung
11
dengan keluargamu.” (Shahih: Shahih Nasa’i no:3199, Fathul Bari IX:356
no:5254, Nasa’i VI:150).
2. Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz
Redaksi talak adakalanya berbentuk Munajazah dan adakalanya
berbentuk mu’allaqah.
Redaksi talak munajazah ialah pernyataan talak yang sejak
dikeluarkannya pernyataan tersebut pengucap bermaksud untuk
mentalak, sehingga ketika itu juga jatuhlah talak. Misalnya: ia berkata
kepada isterinya : ’Engkau tertalak’. Hukum talak munajazah ini terjadi
sejak itu juga, ketika diucapkan oleh orang yang bersangkutan dan tepat
sasarannya.
Adapun talak mu’allaq, yaitu seorang suami menjadikan jatuhnya talak
bergantung pada syarat. Misalnya, ia berkata kepada isterinya: Jika
engkau pergi ke tempat, maka engkau ditalak. Hukum talak mu’allaq ini
apabila dia bermaksud hendak menjatuhkan talak ketika terpenuhinya
syarat. Maka jatuh talaknya sebagaimana yang diinginkannya. Adapun
manakala yang dimaksud oleh sang suami dengan talak mu’allaq, adalah
untuk menganjurkan (agar sang isteri) melakukan sesuatu atau
meninggalkan sesuatu atau yang semisalnya, maka ucapan itu adalah
sumpah. Jika apa yang dijadikan bahan sumpah itu tidak terjadi, maka
sang suami tidak terkena kewajiban apa-apa, dan jika terjadi, maka ia
wajib membayar kafarah sumpah.
3. Talak Dilihat dari Segi Argumentasi
Ditilik dari sisi ini talak terbagi kepada talak sunni dan talak bid’i
Adapun yang dimaksud talak sunni ialah seorang suami menceraikan
isterinya yang sudah pernah dicampurinya sekali talak, pada saat
isterinya sedang suci dari darah haidh yang mana pada saat tersebut ia
belum mencampurinya. Allah SWT berfirman, ”Talak yang dapat
12
dirujuk dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan do’a yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
Adapun talak bid’i ialah talak yang bertentangan dengan ketentuan
syari’at. Misalnya seorang suami mentalak isterinya ketika ia dalam
keadaan haidh, atau pada saat suci namun ia telah mencampurinya ketika
itu atau menjatuhkan talak tiga kali ucap, atau dalam satu majlis.
Contoh, : Engkau ditalak tiga atau engkau ditalak, engkau ditalak,
engkau ditalak. Hukum talak ini adalah haram, dan pelakunya berdosa.
Jadi, jika seorang suami mentalak isterinya yang sedang haidh, maka
tetap jatuh satu talaknya. Namun jika itu adalah talak raj’i, maka ia
diperintahkan untuk rujuk kepada isterinya kemudian meneruskan
perkawinannya hingga suci. Kemudian haidh lagi, lalu suci kedua
kalinya. Dan kemudian kalau ia mau teruskanlah ikatan pernikahannya,
dan jika ia menghendaki, ceraikanlah sebelum mencampurinya.
Sebagaimana yang Nabi saw perintahkan kepada Ibnu Umar r.a..
Adapun dalil tentang jatuhnya talak bid’i ialah riwayat Imam Bukhari:
Dari Sa’id Jubir dari Ibnu Umar ra, ia berkata, ”Ia (isteriku) terhitung
untukku satu talak.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:128 dan Fathul Bari IX
no:5253).
4. Talak Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk
Talak terbagi menjadi dua yaitu talak raj’i (suami berhak untuk
rujuk) dan talak bain (tak ada lagi hak suami untuk rujuk kepada
isterinya). Talak raj’i adalah talak isteri yang sudah didukhul
(dicampuri) tanpa menerima pengembalian mahar dari isteri dan sebagai
talak pertama atau talak kedua. Allah SWT befirman, ”Talak (yang
dirujuki) dua klia. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang baik.” (Al-Baqarah:229).
Wanita yang dijatuhi talak raj’i suami berhak untuk rujuk dan dia
berstatus sebagai isteri yang sah selama dalam masa iddah, dan bagi
13
suami berhak untuk rujuk kepadanya pada waktu kapan saja selama
dalam massa iddah dan tidak dipersyaratkan harus mendapat ridha dari
pihak isteri dan tidak pula izin dari walinya. Allah SWT berfirman,
”Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru’. Tidak boleh menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Dan suami-suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti
(berakhirnya masa iddah) itu jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah.” (Al-Baqarah:228).
c. Hukum Talak
Hukum talak ada empat:
1. Wajib apabila terjadi perselisihan antara suami istri, sedangkan dua hakim
yang mengurus perkara keduanya sudah memandang perlu supaya
keduanya bercerai.
2. Sunat apabila suami tidak sanggup lagi membayar kewajibanya (nafkah)
dengan cukup, atau perempuan tidak menjaga kehormatan didinya.
3. Haram (bid’ah) dalam dua keadaan. Pertama, menjatuhkan talak sewaktu
istrinya haid. Kedua, menjatuhkan talak sewaktu suci yang telah
dicampurinya dalam waktu suci itu.
4. makruh, yaitu hukum asal dari talak yang tersebut di atas.
4. IDDAH
a. Pengertian Iddah
Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ’adad (bilangan dan
ihshaak (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah
hari dan masa haidh atau masa suci. Menurut istilah, kata iddah ialah
sebutan/nama bagi suatu masa di mana seorang wanita
menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh
suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran
14
bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa
bulan yang sudah ditentukan.
b. Macam-macam Masa Iddah
Barangsiapa yang ditinggal mati suaminya, maka, iddahnya empat
bulan sepuluh hari, baik sang isteri sudah dicampuri ataupun belum. Hal
ini mengacu pada firman Allah SWT, ”Orang-orang yang meninggal
dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para
isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.”
(Al-Baqarah :234).
Terkecuali isteri yang sudah dicampuri dan sedang hamil, maka masa
iddahnya sampai melahirkan, ”Dan wanita-wanita yang hamil, waktu
iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan kandungannya.”
(At-Thalaq : 4).
Wanita yang ditalak sebelum sempat dicampuri, maka tidak ada masa
iddah baginya, berdasarkan pada firmannya Allah SWT berfirman, ”Hai
orang-orang yang beriman, ’apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum
kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah
bagimu yang kamu minta, menyempurnakannya.” (Al-Ahzaab:49).
5. RUJUK
a. Pengertian Rujuk
Rujuk menurut bahasa artinya kembali, sedangkan menurut istilah adalah
kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan perkawinan dalam
masa iddah sesudah ditalak raj’i. sebagaimana Firman allah dalam surat al-
baqarah :228 “Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti
itu, jika mereka(para suami) itu menghendaki islah”. (Q.S.Al-Baqarah:228).
Bila sesorang telah menceraikan istrinya, maka ia dibolehkan bahkan di
anjurkan untuk rujuk kembali dengan syarat keduanya betul-betul hendak
15
berbaikan kembali (islah). Dalam KHI pasal 63 bahwa Rujuk dapat dilakukan
dalam hal:
a. Putusnya perkawinan karena talak, kecuali talak yang telah jatuh tiga kali
atau talak yang di jatuhkan qabla al dukhul.
b. Putus perkawinan berdasarkan putusan pengadilan dengan alasan atau
alasan-alasan selain zina dan khuluk.
b. Syarat dan Rukun Rujuk
1. Syarat Rujuk
a) Saksi untuk rujuk
Fuqaha berbeda pendapat tentang adanya saksi dalam rujuk, apakah ia
menjadi syarat sahnya rujuk atau tidak. Imam malik berpendapat bahwa
saksi dalam rujuk adalah disunnahkan, sedangkan Imam syafi’I mewajibkan.
Perbedaan pendapat ini disebabkan karena pertentangan antara qiyas dengan
zahir nas Al-qur’an yaitu: “…….dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
yang adil…..”
Ayat tersebut menunjukan wajibnya mendatangkan saksi. Akan tetapi
pengkiasan haq rujuk dengan hak-hak lain yang diterima oleh seseorang,
menghendaki tidak adanya saksi. Oleh karena itu, penggabungan antara
qiayas dengan ayat tersebut adalah dengan membawa perintah pada ayat
tersebut sebagai sunnah.
b) Belum habis masa iddah
c) Istri tidak di ceraikan dengan talak tiga
d) Talak itu setelah persetubuhan
Jika istri yang telah di cerai belum perah di campuri, maka tidak sah
untuk rujuk, tetapi harus dengan perkawinan baru lagi.
2. Rukun Rujuk
1). Suami yang merujuk
Syarat-syarat suami sah merujuk:
a) Berakal
16
b) Baligh
c) Dengan kemauan sendiri
d) Tidak di paksa dan tidak murtad
2) Ada istri yang di rujuk
Syarat istri yang di rujuk:
a) Telah di campuri
b) Bercerai dengan talak bukan dengan fasakh
c) Tidak bercerai dengan khuluk
d) Belum jatuh talak tiga.
e) Ucapan yang menyatakan untuk rujuk.
3) Kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) sama-sama suka, dan
yakin dapat hidup bersama kembali dengan baik.
4) Dengan pernyataan ijab dan qabul
c. Syarat lapadz (ucapan) rujuk:
a. Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk
engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
b. Tidak bertaklik — tidak sah rujuk dengan lafaz yang bertaklik, misalnya
kata suami “aku rujuk engkau jika engkau mahu”. Rujuk itu tidak sah
walaupun ister mengatakan mau.
c. Tidak terbatas waktu — seperti kata suami “aku rujuk engkau selama
sebulan
d. Hukum Rujuk
1) Wajib apabila Suami yang menceraikan salah seorang isteri-isterinya dan
dia belum menyempurnakan pembahagian giliran terhadap isteri yang
diceraikan itu.
2) Haram Apabila rujuk itu menjadi sebab mendatangkan kemudaratan
kepada isteri tersebut.
3) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
4) Makruh Apabila perceraian itu lebih baik diteruskan daripada rujuk.
17
5) Sunat Sekiranya mendatangkan kebaikan.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dari pembahasan materi tentang persoalan-persoalan dalam rumah
tangga di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Nusyûz berarti
penentangan atau lebih umumnya adalah pelanggaran istri terhadap
perintah dan larangan suami secara mutlak, akan tetapi Nusyûz dapat juga
terjadi pada suami apabila seorang suami tidak menjalankan kewajiban
yang menjadi hak-hak istri. Sedangkan pengertian khulu’ atau talak tebus
artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaan dari pihak
istri kepada suami.
Dan juga dapat disimpulkan pengertian talak adalah pemutusan tali
perkawinan. Talak ditinjau dari segi lafadz terbagi menjadi talak sharih
(yang dinyatakan secara tegas) dan talak kinayah (dengan sindiran),
18
sedangkan . Talak Dilihat dari Sudut Ta’liq dan Tanjiz berbentuk
Munajazah dan adakalanya berbentuk mu’allaqah. Talak Dilihat dari Segi
Argumentasi terbagi kepada talak sunni dan talak bid’I, sedangkan . Talak
Ditinjau dari Segi Boleh Tidaknya Rujuk terbagi menjadi dua yaitu talak
raj’i dan talak bain. Sedangkan pengertian iddah ialah sebutan/nama bagi
suatu masa di mana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan
setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik
dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’,
atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan. Pengertian rujuk
adalah kembalinya seorang suami kepada mantan istrinya dengan
perkawinan dalam masa iddah sesudah ditalak raj’i.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk pembaca sebagai suatu
pengalaman yang di dapat dari membaca yang semoga bisa berguna
ilmunya untuk pembaca di masa sekarang atau masa kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Ermayanti, Tri. 2011.Fiqih Munakahat (memahami Dasar-dasar
Pernikahan). Yogyakarta : Kanwa Publisher
http://www.unitagamakmb.com
19
20