After Stroke Coping
Transcript of After Stroke Coping
-
7/24/2019 After Stroke Coping
1/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
41
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRATEGI
COPING PADA PENDERITASTROKE RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Nur Hasan, Elina Raharisti Rufaidah
1Program Studi Psikologi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Sahid Surakarta
Abstract
Stroke is a disease impaired of blood vessel in the brain suddenly. Stroke will beeffect of limitation in moving, communicating and thinking. Physical changes that occur
in patients with stroke will be increased of stress, tension, anxiety and frustration. Theappropriate of coping strategies is required to overcome. The coping strategies by strokepatients will be influenced by social support. Social support can reduce the psychological
tension and stabilize the emotions of the people with stroke.
The purpose of this study are to know the correlation between social support with
coping strategies in patients with stroke, to determine the level of social support receivedby stroke patients, and to find coping strategies that are often raised by people withstroke. Subjects used is stroke patients, totaling 30 people. The sampling technique usedis purposive non-random sampling.
The analysis of the product moment shows the correlation of 0.563 with p =0.000 (p = 0.01), its means there is a positive and significant correlation between socialsupport with coping strategies in patients with stroke. Effective contribution (SE) ofsocial support for coping strategies by 31.7%, so there is still has 68.3% another factorthat affects the appearance of coping strategies in patients with stroke.
Keywords : Coping Strategies, Social Supports, Stroke Patients
-
7/24/2019 After Stroke Coping
2/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
42
Abstrak
Stroke adalah penyakit terganggunya pembuluh darah pada otak secaramendadak. Stroke mengakibatkan keterbatasan baik dalam bergerak, berkomunikasi dan
berfikir. Perubahan fisik yang terjadi pada penderita stroke meningkatkan stress, tegang,cemas dan frustrasi. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan strategi coping tang tepat.Strategi coping yang dimunculkan oleh penderita stroke akan sangat dipengaruhi olehdukungan sosial. Dukungan social mampu mengurangi ketegangan psikologis danmenstabilkan kembali emosi para penderita stroke.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungansocial dengan strategi coping pada penderita stroke, untuk mengetahui tingkat dukungansocial yang diterima oleh penderita stroke, dan untuk mengetahui strategi coping yang
sering dimunculkan oleh penderita stroke. Subjek penelitian adalah penderita stroke,berjumlah 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive nonrandom sampling.
Dari hasil analisisproduct momentmenunjukkan korelasi sebesar 0,563 dengan p
= 0,000 (p = 0,01) yang berarti ada hubungan positif yang signifikan antara dukungansocial dengan strategi coping pada penderita stroke. Sumbangan efektif (SE) dukungansocial terhadap strategi coping sebesar 31,7%, sehingga masih ada 68,3% factor lain yangmempengaruhi munculnya strategi coping pada penderita stroke.
Kata Kunci : Dukungan Sosial, Penserita Stroke, Strategi Coping
-
7/24/2019 After Stroke Coping
3/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
43
PENDAHULUAN
Stroke adalah salah satu
bagian dari penyakit yang mengalami
peningkatan yang cukup signifikan
dari tahun ke tahun, namun penyakit
ini juga menjadi momok bagi siapa
saja. Disamping pola pengobatan dan
terapi yang harus dilakukan secara
berkala, penyakit stroke juga dapat
mengakibatkan kecacatan yang
menahun bagi penderitanya. Stroke
atau Cerebral Vasculer Accident (
CVA ) adalah penyakit syaraf yang
paling sering terjadi dan merupakan
problem kedokteran yang sangat
penting karena menjadi penyebabkematian nomor tiga setelah penyakit
jantung dan kanker (Bonita, 1992).
Stroke dapat mengakibatkan
dampak yang banyak mengubah
kehidupan penderita dari kondisi
sebelumnya. Berdasarkan hasil
penelitian World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa
seperlima sampai dengan setengah dari
penderita stroke mengalami kecacatan
menahun yang mengakibatkan
munculnya keputus asaan, merasa diri
tak berguna, tidak ada gairah hidup,
disertai keinginan berbicara, makan
dan bekerja yang menurun. Namun
duapuluh lima persennya (25%) dapat
bekerja seperti semula(Hidayati,
2003).
Feibel (dalam Hartanti, 2002)
melaporkan bahwa sepertiga dari 113
penderitastrokmengalami depresi atau
tekanan yang sangat besar dan akan
semakin memberat dan makin sering
dijumpai sesudah 6 bulan sampai 2
tahun setelah serangan stroke. Ada
banyak gejala yang timbul bila terjadi
serangan stroke, seperti lumpuh
separuh badan, mulut mencong, bicara
pelo, sulit menelan, sulit berbahasa
(kurang dapat mengungkapkan apa
yang ia inginkan), tidak dapat
membaca dan menulis, kepandaian
mundur, mudah lupa, penglihatan
terganggu, pendengaran mundur,
perasaan penderita akan lebih sensitif,
gangguan seksual, bahkan sampai
mengompol, dan tidak dapat buang air
besar sendiri. Penyakit ini juga
mengakibatkan dementia,
-
7/24/2019 After Stroke Coping
4/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
44
dampak dari penyakit stroke dimana
penderita akan mengalami penurunan
kemampuan mental yang gejalanya
tidak ingat lagi dengan kejadian yang
baru saja terjadi, lupa dengan jalan
pulang ke rumah, dan lupa akan hari
dan tanggal.
Berdasarkan beberapa dampak
yang ditimbulkan oleh penyakit stroke
di atas maka akan sangat
mempengaruhi pula fungsi psikologis
dari penderita. Secara psikologis,
penderita stroke memiliki perubahan
dan keterbatasan dalam bergerak,
berkomunikasi, dan berfikir yang
nantinya akan sangat mengganggu
fungsi peran penderita. Perubahan
fisik membuat mereka merasa terasing
dari orang - orang dan mereka
memiliki persepsi bahwa dirinya tidak
berguna lagi karena hidup mereka
lebih banyak bergantung pada orang
lain, perasaanperasaan tersebut akan
mulai timbul akibat keterbatasan
fungsi fisik dari penderita. Kondisi
stroke yang demikian, penderita akan
merasa dirinya cacat dan kecacatan ini
menyebabkan citra diri terganggu,
merasa diri tidak mampu, jelek,
memalukan, dan sebagainya. Sebagian
penderita stroke bahkan tidak dapat
melakukan pekerjaan seperti biasa.
Orang-rang yang menderita stroke
yang pada sebelumnya menduduki
jabatan penting terpaksa harus
melepaskan jabatanya tersebut karena
dampak yang ditimbulkan stroke.
Kondisi-kondisi tersebutlah yang
mengakibatkan turunnya harga diri dan
meningkatkan stres. Kondisi tersebut
dirasakan sebagai suatu bentuk
kekecewaan atau krisis yang dialami
oleh penderita. Hal tersebut
menimbulkan ketegangan, kecemasan,
frustasi dalam menghadapi hari esok.Tekanan tekanan tersebutlah yang
biasanya mengganggu proses
pengobatan secara medis maupun
psikologis, sehingga akan semakin
tinggi pula resiko psikologis yang
dihadapi oleh penderita. Namun
dampak dari suatu penyakit, akan
sangat dipengaruhi oleh bagaimana
penderita menilai penyakit tersebut,
sehingga penderita dapat mengolah
tekanan yang dialami.
-
7/24/2019 After Stroke Coping
5/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
45
Bentuk pengolahan yang
dilakukan oleh penderita dari perasaan
cemas dan tekanan dapat dilakukan
dengan cara strategi coping. Strategi
coping diartikan sebagai proses atau
cara untuk mengelola dan mengolah
tekanan psikis (baik secara eksternal
maupun internal) yang terdiri atas
usaha baik tindakan nyata maupun
tindakan dalam bentuk intrapsikis
(peredaman emosi, pengolahan input
dalam kognitif). Strategi coping
tujuannya adalah untuk menyesuaikan
diri terhadap tuntutan atau tekanan
baik dari dalam maupun dari luar
penderita stroke. Hal tersebut
dilakukan ketika ada tuntutan yangdirasa oleh penderita menantang atau
membebani (Lazarus dan Folkman,
1984).Strategi copingjuga melibatkan
kemampuan-kemampuan khas
manusia seperti pikiran, perasaan,
pemrosesan informasi, proses belajar,
mengingat dan sebagainya. Implikasi
proses copingtidak terjadi begitu saja,
tetapi juga melibatkan pengalaman
atau proses berfikir seseorang (Herber,
2003).
Perilaku coping yang positif
dapat memberikan manfaat agar
seseorang mampu dan dapat
melanjutkan kehidupan walaupun ia
memiliki masalah, yaitu untuk
mempertahankan keseimbangan
emosi, mempertahankan citra diri (self
image) yang positif, mengurangi
tekanan lingkungan atau
menyesuaikan diri terhadap hal-hal
yang negatif dari hubungan yang
mencemaskan terhadap orang lain
(Firdaus, 2004). Pearlin dan Scroler
(dalam Setianingrum, 2004)
menambahkan bahwa copingberkaitan
dengan bentuk-bentuk usaha yang
dilakukan individu untuk melindungidari tekanan-tekanan psikologis yang
ditimbulkan pula oleh pengalaman
sosial. Sehingga secara psikologis
coping memberikan efek pada
kekuatan (perasaan tentang konsep diri
dan kehidupan), reaksi emosi, tingkat
depresi atau kecemasan serta
keseimbangan antara perasaan negatif
dan positif.
Lazarus dan Folkman (1984)
membagi coping menjadi 2 bentuk,
-
7/24/2019 After Stroke Coping
6/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
46
yaitu: Problem Fokus Coping (PFC)
atau coping yang berorientasi pada
masalah dan Emotional Focused
Coping (EFC) atau strategi coping
yang berorientasi pada emosi. Selain
itu Pareek (1998) membagi strategi
copingdalam delapan bentuk, yaitu:
1. Impulnitive, individu menganggap
tidak ada lagi yang dapat dilakukan
untuk menghadapi masalah yang
dihadapi.
2. Intrapunative, tindakan individu
untuk menyalahkan dirinya sendiri
terhadap masalah yang dihadapi
3. Ekstrapunitive, tindakan agresif
yang dilakukan individu untuk
mengatasi permasalahan yang
dihadapi
4. Devensive, pengingkaran individu
ketika menghadapi masalah.
5. Ipersitive, rasa optimis individu
bahwa waktu akan menyelesaikan
masalah yang dihadapi.
6.
Intropersitive, individu percaya
bahwa harus bertindak sendiri
untuk mengatasi masalahnya.
7. Intrapersitive, harapan individu
terhadap orang lain untuk dapat
menyelesaikan masalahnya.
8. Interpersitive, kepercayaan
individu bahwa kerjasama dengan
orang lain akan dapat membantu
menyelesaikan masalah yang kini
dihadapi.
Perilaku coping yang
munculkan oleh individu terdapat
beberapa aspek didalamnya. Menurut
Carver, dkk (dalam Hapsari dkk, 2002)
mengungkapkan beberapa aspek yang
terdapat dalam strategi coping adalah:
keaktifan diri, perencanaan,
penerimaan dan religiusitas.
Sedangkan Pestonjee (dalam Lazarus
dan Folkman, 1984) membagi aspek
strategi coping menjadi dua, yaitu :
1. Pendekatan (approach) yaitu usaha
individu secara aktif menghadapi
masalah dan menyelesaikannya
sehinggan tidak lagi menekan
2. Penolakan (avoidance) yaitu usaha
untuk mengurangi ketegangan
dengan menghindari masalah.
Strategi coping akan sangat
mengandalkan adanya faktor
-
7/24/2019 After Stroke Coping
7/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
47
kepribadian dan faktor lingkungan,
serta masih banyak lagi faktor yang
melatar belakangi munculnya strategi
coping oleh penderita stroke, seperti :
jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia,
dan status sosial ekonomi yang
dimiliki penderita. Penggunaan
Emotion Focused Coping memang
akan lebih sesuai untuk mengatasi
stress yang diakibatkan oleh kondisi-
kondisi yang tidak dapat diubah.
Rutter (dalam Puspitasari ,
2009) berpendapat bahwa strategi
coping stress yang paling efektif
adalah strategi yang sesuai dengan
jenis stress dan situasi. Hal senada
juga dikatakan oleh Rasmun (dalam
Puspitasari, 2009) mengenai coping
stress yang efektif menghasilkan
adaptasi yang menetap yang
merupakan kebiasaan baru dan
perbaikan dari situasi yang lama,
sedangkan coping stress yang tidak
efektif berakhir dengan maladaptif
yaitu perilaku yang menyimpang dari
keinginan normatif dan dapat
merugikan diri sendiri maupun orang
lain atau lingkungan.
Penderita stroke juga
termasuk makhluk sosial, strategi
coping yang dimunculkan pada
penderita stroke akan sangat
dipengaruhi pula oleh dukungan
lingkungan sekitarnya baik secara
moriil maupun materiil, dan dukungan
ini akan menjadi lebih penting untuk
membangun kepribadian penderita
ketika menghadapi permasalahan atau
tekanan yang menurut penderita sulit
dihadapi. Dukungan antar individu
dengan lingkungan sosial bersifat
timbal balik, dimana lingkungan
mempengaruhi individu dan individu
mempengaruhi perkembangan
lingkungan.
Dukungan sosial menurut
Kahn dan Antonuccio (dalam
Saranson, 1998) merupakan transaksi
interpersonal yang melibatkan salah
satu faktor atau lebih dari karakteristik
berikut ini: afeksi (ekspresi menyukai,
mencintai, mengagumi dan
menghormati), penegasan (ekspresi
persetujuan, penghargaan terhadap
ketepatan, kebenaran dari beberapa
tindak pernyataan, pandangan) dan
-
7/24/2019 After Stroke Coping
8/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
48
bantuan (transaksi-transaksi dimana
bantuan dan pertolongan dapat
langsung diberikan seperti barang,
uang, informasi, nasehat, waktu).
Ditambahkan oleh Katz dan Kahn
(dalam Setyowati, 1999) bahwa
dukungan sosial merupakan perasaan
positif, menyukai kepercayaan dan
perhatian dari orang lain yang berarti
dalam hidup manusia, pengakuan
kepercayaan seseorang dan bantuan
langsung dalam bentuk-bentuk
tertentu. Selanjutnya Hopfoll (dalam
Setyowati, 1999) menyatakan bahwa
dukungan sosial sebagai interaksi
sosial atau hubungan sosial yang
memberikan bantuan yang nyata atauperasaan kasih sayang kepada
individu atau kelompok yang
dirasakan oleh yang bersangkutan,
sebagai perhatian atau cinta.
Hubungan interpersonal yang tercipta
dalam suatu dukungan sosial memiliki
beberapa aspek yang masing-msing
memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut
Hause (1985) mengklasifikasikan
aspek dalam dukungan sosial dalam 4
klasifikasi, yaitu :
1. Aspek ekonomi
Setiap individu membutuhkan
dukungan yang berupa empati,
cinta, kepercayaan dan kebutuhan
untuk didengarkan orang- orang
disekitarnya serta membutuhkan
orang lain untuk mendiskusikan
perencanaan hidupnya mendatang.
2. Askep Penghargaan
Aspek penilaian dapat berupa
pemberian penghargaan, sebagai
timbal balik terhadap apa yang
telah dilakukan dan dapat pula
berwujud umpan balik,
perbandingan soial ataupun
persetujuan
3.
Aspek InformasiAspek ini dapat berupa dukungan
sosial secara tidak langsung
tergadap individu, memberikan
informasi yang dibutuhkan ataupun
nasehat-nasehat yang dibutuhkan
oleh individu tersebut.
4. Aspek instrumental
Aspek ini dapat berupa saran untuk
mempermudah individu dalam
berperilaku yang bertujuan positif
dan dapat berupa uang, benda
-
7/24/2019 After Stroke Coping
9/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
49
ataupun pekerjaan.
Kemampuan copingseorang
penderita stroke akan sangat
memerlukan input input dari luar
individu, yaitu dari lingkungan
sosialnya atau berupa dukungan sosial.
Sumber sumber dukungan sosial
dapat berasal dari keluarga sebagai
lingkup sosial terkecil, kemudian
lingkup sosial yang lebih luas yaitu
lingkungan tempat tinggal, rekan
(sekerja atau komunitas), ataupun dari
atasannya. Dukungan sosial dapat
diartikan sebagai kesenangan, bantuan,
yang diterima seseorang melalui
hubungan formal dan informal dengan
yang lain atau kelompok (Gibson
dalam Andarika, 2004).
Sarason (1998) menambahkan
bahwa dukungan sosial akan sangat
membantu individu untuk melakukan
penyesuaian atau perilaku copingyang
positif serta pengembangan
kepribadian dan dapat berfungsi
sebagai penahan untuk mencegah
dampak psikologis yang bersifat
gangguan. Bentuk dukungan sosial
yang diberikan oleh lingkungan sosial
dapat berupa kesempatan untuk
bercerita, meminta pertimbangan,
bantuan nasehat, atau bahkan tempat
untuk mengeluh, perhatian emosional,
bantuan instrumental, pemberian
informasi, pemberian penghargaan
atau bentuk penilaian kepada individu
yang berupa penghargaan dari
lingkungan sosialnya. Orford (dalam
Sirait, 2000) menambahkan ada lima
bentuk dukungan sosial, yaitu :
dukungan materi, dukungan emosi,
dukungan penghargaan, dukungan
informasi, dan integritas social.
Selain itu House (1985)
membagi dukungan sosial menjadi 3
bentuk:
1. Instrumental aid (bantuan
instrumental)
Menyebutkan bahwa bantuan
instrumental merupakan tindakan
atau materi yang diberikan pada
orang lain yang memungkinkan
pemenuhan tanggungjawab utuh
dapat membantu untuk mengatur
situasi yang menekan.
-
7/24/2019 After Stroke Coping
10/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
50
2. Social-emotional aid (bantuan
sosial-emosional)
Merupakan pernyataan tentang
cinta, perhatian, penghargaan atau
empati dan sebagian dari kelompok
yang berfungsi untuk memperbaiki
perasaan negatif yang khusunya
disebabkan oleh stres.
3. Informational aid (bantuan
informasi)
Komunikasi tentang opini atau
kenyataan yang relevan tentang
kesulitan pada saat ini, misal:
nasehat atau informasi untuk
menjadikan individu lebih mampu
untuk mengatasi tekanan yang kini
dirasakannya.
Stroke merupakan penyakit
gangguan fungsional otak fokal
maupun global akut dengan gejala dan
tanda sesuai dengan bagian otak yang
terkena, yang sebelumnya tanpa
peringatan; dan dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan cacat atau
kematian; akibat gangguan aliran
darah ke otak karena pendarahan
ataupun non pendarahan (Junaidi,
2005). WHO (World health
organization) (dalam Hidayati, 2003)
menyebutkan bahwa secara patologis
stroke dapat diklasifikasikan menjadi
tiga, yaitu:
1. Infark otak, yaitu kelainan dalam
pembuluh darah arteri dalam otak
akibat dari penyumbatan, yang
mengakibatkan pemenuhan volume
aliran darah di otak diikuti jaringan
darah di otak.
2. Pendarahan sub-arakhroidal, yaitu
pecahnya pembuluh darah dan
menyebabkan perembesan pada
parenkim otak.
3. Pendarahan intra-serebral, yaitu
pecahnya pembuluh darah arteri
yang merupakan cabang dari
pembuluh darah supervicial
sehingga terjadi perembesan pada
pembuluh darah kapiler yang suatu
saat bisa pecah dan terjadi
perdarahan yang lebih luas.
Menurut Junaidi (2005) gejala
dan tanda yang sering dijumpai pada
penderita stroke akut adalah: adanya
kelumpuhan fokal, mati rasa sebelah
badan, mulut mencong, bicara menjadi
-
7/24/2019 After Stroke Coping
11/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
51
pelo, sulit menelan, sulit berbahasa,
bicara tidak lancar, tidak memahami
pembicaraan orang lain, tidak mampu
membaca dan menulis, sulit berjalan,
tidak dapat berhitung, onset, serangan
kelumpuhan sementara, penglihatan
terganggu, pendengaran terganggu,
mudah mengangis dan tertawa,
kelopak mata sulit dibuka, banyak
tidur, gerakan tidak terkoordinasi,
gangguan kesadaran.
Kondisi stroke mengakibatkan
berbagai aspek dalam kehidupan
terganggu, yaitu aspek fisik dan aspek
psikis. Secara fisik kerusakan pada
pembuluh darah di otak yang
disebabkan oleh penyumbatan,
pemecahan ataupun pembengkakan
akan sangat mengganggu fungsi peran
dari penderitanya. Secara psikis
kondisi stroke akan mengakibatkan
depresi, kemarahan, kehilangan
kesadaran dan harga diri, isolasi dan
kelebihan emosi (Shimberg, 1998).
Kondisi penderita stroke
sangat mempengaruhi fungsi peran
penderita, baik dalam berfikir,
bergerak, ataupun berkomunikasi.
Keterbatasan tersebut juga
mempengaruhi fungsi peran psikologis
penderita, sehingga penderita sangat
membutuhkan dukungan baik dari
keluarga, maupun dari lingkungan
sosialnya sebagai pembentuk strategi
coping yang dimunculkan oleh
penderita stroke terhadap lingkungan
yang berbeda dan dengan kondisi yang
berbeda pula. Oleh karena itu
dukungan sosial diharapkan akan
mengurangi ketegangan psikologis dan
menstabilkan kembali emosi para
penderita stroke, mendatangkan
perasaan aman dalam diri seseorang.
Ini dapat menjadikan penderita merasatenang yang pada akhirnya lebih
percaya diri dalam menyelesaikan
setiap permasalahan psikis yang
dialami karena penyakit stroke.
Berdasarkan latar belakang
permasalahan diatas, maka peneliti
membuat rumusan masalah sebagai
berikut: Apakah ada hubungan antara
dukungan sosial dan strategi coping
pada panderitastroke? .
-
7/24/2019 After Stroke Coping
12/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
52
METODE
Subjek dalam penelitian ini
adalah penderitastrokeyang berada di
RSUD DR. Moewardi Surakarta yang
sedang rawat inap. Teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Purposive Non Random
Sampling. Peneliti mengambil sampel
semua penderita Stroke yang ada di
Bangsal Angrek I. Akan tetapi,
mengingat penderita stroke memiliki
riwayat yang sangat komplek maka
peneliti mengambil sampel yang lolos
skrining test MMSE (Mini Mental
State Examination), dengan skor 15
point ke atas. Pasien dengan skor 18
point ke atas, dalam artian pasien
dalam kondisi sadar penuh (compos
metis) dan mampu berkomunikasi
secara verbal.
Skala yang digunakan dalam
penelitian ini secara keseluruhan
terdiri atas dua macam skala, yaitu:
1. Skala Strategi Coping
Strategi copingpada penderita
Strokediungkap dengan skala strategi
coping yang disusun oleh Anggarini
(2009), berdasarkan aspek-aspek
strategi coping menurut Carver, dkk
(dalam Hapsari, Usmi, dan Taufik,
2002) yaitu keaktifan diri,
perencanaan, penerimaan, dan
religiusitas. Skala ini mempunyai
korelasi validitas yang bergerak dari
(rbt) 0,344 sampai 0,910 dengan nilai
p yang bergerak pada kisaran 0,000
sampai dengan 0,014 (p < 0,05).
Sedangkan reliabilitas dari skala
strategi coping menunjukan (rtt)
sebesar 0,959.
2. Skala Dukungan Sosial
Dukungan sosial diungkapdengan skala dukungan sosial yang
disusun oleh oleh Setiawan (2007)
dengan mengacu pada aspek-aspek
dukungan sosial dari Hause (1985)
yaitu informatif, penghargaan,
instrumental dan aspek emosional.
Skala ini mempunyai koefisien
validitas berkisar antara 0,257
samapai dengan 0,601 dengan p 0,6. Nugroho (dalam
Setiawan (2007). Dari hasil analisis
diketahui nilai Cronbach alphaaitem
dukungan sosial sebesar 0,808.
Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah korelasi
Product Moment Pearson sehingga
analisis datanya menggunakan metode
statistik. Teknik analisis data yang
digunakan untuk mengetahui
hubungan antara Dukungan Sosial dan
Strategi CopingPada Penderita Stroke
adalah Korelasi Product Moment
Pearson (Hadi, 2000). Sedangkan
untuk mengetahui perbedaan strategi
copingantara pria dan wanita, peneliti
menggunakan analisa uji- T.
HASIL
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas sebaran
bertujuan untuk mengetahui
normal atau tidaknya penyebaran
dari variabel penelitian dari
populasi. Berdasarkan dari uji
normalitas pada variabel dukungan
sosial diperoleh nilai p = 0,981 (p
> 0,05) yang berarti dukungan
sosial mempunyai sebaran yang
normal. Variabel strategi coping
memperoleh nilai p = 0,876 (p >
0,05), yang berarti strategi coping
memiliki sebaran normal.
b. Uji Linearitas
Uji linearitas hubungan
bertujuan untuk mengetahui
linearitas hubungan antara variabel
bebas dengan variabel tergantung.
Berdasarkan hasil uji linearitas
hubungan dengan variabeldukungan sosial dengan strategi
coping pada penderita stroke
diperoleh nilai F beda = 0,651
dengan p = 0,793 (p > 0,05) yang
berarti korelasinya linier.
2. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji asumsi,
langkah selanjutnya adalah
melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis yang diajukan
-
7/24/2019 After Stroke Coping
14/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
54
dengan teknik analisis korelasi
Product Moment. Berdasarkan
hasil perhitungan diperoleh nilai
korelasi (r) sebesar 0,563 dengan
(p = 0,001), yang berarti adanya
hubungan positif yang signifikan
antara dukungan sosial dan strategi
coping pada penderita Stroke.
Semakin tinggi dukungan sosial
yang diperoleh penderita stroke
maka akan semakin positif
strategi coping yang dimunculkan
oleh penderita stroke, dan begitu
pula sebaliknya.
Peranan atau sumbangan
efektif dukungan sosial terhadap
strategi coping pada penderita
stroke adalah sebesar SE = 31.7%
dan 68.3% dari faktor lain yang
tidak diteliti oleh peneliti.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis
dengan menggunakan teknik analisis
korelasi Product Moment diperoleh
nilai r sebesar 0,563 dengan p = 0,000
(p = 0,01) yang dapat diartikan bahwa
adanya hubungan positif yang
signifikan antara dukungan sosial
dengan strategi coping pada penderita
stroke. Artinya, semakin tinggi
dukungan sosial yang diperoleh
penderita akan semakin baik pula
strategi copingyang dimunculkan oleh
penderita stroke, begitu pula
sebaliknya. Hal ini berarti hipotesis
yang diajukan diterima.
Hal ini menunjukkan bahwa
dukungan sosial dengan aspek-aspek
yang ada didalamnya dapat dijadikan
sebagai prediktor untuk memprediksi
strategi coping pada penderita
stroke. Secara psikologis,
apabila dukungan dari lingkungan
sosial penderita stroke mampu
mengoptimalkan aspek emosional,
penghargaan, informasi, dan
instrumental berupa perhatian, nasehat,
saran, pemberian pekerjaan, dsb, maka
dukungan sosial tersebut akan mampu
meningkatkan strategi copingpada
penderita stroke sehingga
penderita merasa bahwa dirinya masih
dibutuhkan, diperhatikan, dan merasa
bahwa dirinya tidak berbeda dengan
manusia yang lain. Dukungan sosial
-
7/24/2019 After Stroke Coping
15/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
55
akan mengurangi ketegangan
psikologis dan menstabilkan kembali
emosi para penderita stroke
(Andarika, 2004), semakin
tingginya dukungan sosial yang
diperoleh seseorang maka semakin
rendah ketegangan psikologis pada
orang tersebut, sehingga dapat
menciptakan penyesuaian diri yang
positif dalam masyarakat (Sarafino,
1998). Dukungan sosial yang
diberikan kepada individu, secara
emosional akan merasa lega, karena
individu merasa bahwa dirinya
diperhatikan, mendapatkan dukungan,
saran atau kesan yang menyenangkan
pada dirinya (Koentjoro, 2003).
Dukungan dari lingkungan
sosial penderita akan mampu
meningkatkan atau membuat cara
pandang yang akan mempengaruhi
munculnya strategi copingyang positif
pada penderita stroke. Hal ini sesuai
dengan pendapat dari Cutrona (dalam
Rusmini 2003) bahwa orang akan
lebih dapat menyelesaikan tugas yang
berat dan sulit apabila mendapatkan
dukungan dari lingkungan sosialnya.
Dukungan dari lingkungan sosial
keluarga dapat meringankan rasa sakit
pada penderita stroke sebagai bentuk
pengobatan secara psikis bagi
penderita (Rusmini, 2003). Dukungan
ini sangat penting untuk membentuk
ketenangan, kenyamanan, dan sebagai
pembuktian keeksistensiannya sebagai
manusia yang hidup bersama dalam
lingkup sosial.
Hasil penelitian ini
menujukkan rerata empirik dukungan
sosial 85.7000 yang berarti dukungan
sosial pada penderita stroke pada
subjek penelitian tergolong sedang
(cukup), dapat diartikan bahwa adanya
interaksi atau hubungan yang
diberikan pada penderita stroke dari
lingkungan sosial penderita dalam
bentuk pemberian saran, informasi,
nasehat, perhatian, dan persetujuan.
Dukungan sosial tersebut mencakup
dukungan dalam hal emosional,
instrumental, penghargaan atau
penilaian, maupun dukungan dalam
bentuk informasi yang dibutuhkan
subjek. Dukungan sosial yang cukup
bermanfaat untuk menurunkan
-
7/24/2019 After Stroke Coping
16/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
56
kemungkinan sakit dan mempercepat
kesembuhan baik secara fisik maupun
secara psikologis (Ruwaida, 2002).
Dengan adanya dukungan sosial yang
sesuai dengan apa yang dibutuhkan
oleh individu maka individu tersebut
akan merasa lebih percaya diri, serta
sikap yang dapat menerima kenyataan,
dapat mengembangkan kesadaran diri,
berfikir positif, memiliki kemandirian,
dan mempunyai kemampuan untuk
memiliki serta mencapai segala
sesuatu yang diinginkan, jika
memperoleh dukungan sosial berupa
perhatian, menghargai, dan dicintai
oleh orang lain (Antony dalam
Anggoro, 2006). Menambahkan pulaViktor (dalam Anggoro, 2006) bahwa
dengan adanya dukungan sosial maka
individu akan lebih optimis dalam
menghadapi kehidupan saat ini
ataupun pada masa yang akan datang,
lebih terampil memenuhi kebutuhan
psikologisnya dan mempunyai tingkat
kecemasan yang lebih rendah,
mempertinggi interpersonal skill,
mempunyai kemampuan mengatasi
sesuatu dan penuh semangat hidup.
Sedangkan rerata empirik dari
strategi coping sebesar = 60.7000
yang berarti strategi coping yang
diterima oleh subjek atau penderita
stroketergolong tinggi artinya usaha
yang dilakukan atau dimunculkan oleh
penderitastroketergolong tinggi untuk
mengolah, mengurangi dan
meminimalisir tekanan stroke dengan
merencanakan langkah-langkah untuk
pengobatan, lebih banyak
berinstropeksi diri, dan banyak
mengisi waktu luang dengan
berinteraksi dengan meminta nasehat
ataupun saran baik dengan keluarga
atau tetangga. Hal ini sesuai pendapat
dari Firdausi (2004) yangmengungkapkan bahwa perilaku
copingyang positif dapat memberikan
manfaat kepada sesorang untuk dapat
melanjutkan hidup dengan
mempertahankan keseimbangan
emosi, citra diri yang positif,
merencanakan kembali masa depan,
menyesuaikan diri dengan lingkungan
dan lebih mendekatkan diri kepada
Tuhan YME. Perilaku coping yang
tinggi (Positif) dapat memberikan
-
7/24/2019 After Stroke Coping
17/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
57
manfaat agar seseorang dapat
melanjutkan masa depan walaupun ia
memiliki masalah, yaitu untuk
mempertahankan keseimbangan
emosi, mempertahankanself-image
yang positif, mengurangi tekanan
ligkungan atau menyesuaikan diri
terhadap hal-hal negatif dan hubungan
yang mencemaskan orang lain (Taylor
dalam Firdausi, 2004).
Strategi coping akan
dimunculkan apabila seseorang
menghadapi situasi yang dirasa
mengancam (Billing, dkk, 2000), baik
mengancam secara psikis maupun
secara fisik, serta mengancam
eksistensinya sebagai manusia yang
berada dalam lingkungan sosialnya.
Maka ketika seseorang ini
membutuhkan dukungan dari
lingkungan sosialnya untuk
memunculkan strategi coping yang
positif. Hasil penelitian ini
membuktikan bahwa hipotesis yang
diajukan peneliti dapat terbukti, yaitu
adanya hubungan yang positif antara
dukungan sosial dengan strategi
copingpada penderitastroke,
meskipun strategi coping tidak hanya
dipengaruhi oleh variabel dukungan
sosial saja, hal ini diketahui dari
sumbangan efektif (SE) dukungan
sosial terhadap strategi coping31,7 %,
sehingga masih ada 68,3 % faktor lain
yang mempengaruhi strategi coping
yang dimunculkan oleh penderita
stroke, seperti: jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status sosial-ekonomi,
perkembangan usia, konteks
lingkungan dan sumber individu
(Pramadi dan Lasmono, 2003).
Berdasarkan jenis kelamin
menurut hasil analisis t-test
menunjukkan rerata yang beda antara
laki-laki dan perempuan dalam
memunculkan strategi coping, rerata
pada perempuan sebesar = 54.7500
dan rerata laki-laki sebesar 64.6667
dengan p = 0,08 (p > 0,05). Hal ini
dipertegas (Nursasi 2002) perbedaan
jenis kelamin menunjukkan adanya
perbedaan dalam pemilihan coping.
Wanita tampak lebih bersemangat
dalam mencari jalan keluar
dibandingkan pria, dan jenis coping
yang berfokus pada emotional kurang
-
7/24/2019 After Stroke Coping
18/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
58
diminati oleh para pria. Setiap individu
mempunyai strategi coping masing-
masing dan akan disesuaikan dengan
keadaan masing-masing. Menurut
Rutter ( dalam Puspitasari ,2009 )
coping stress yang paling efektif
adalah strategi yang sesuai dengan
jenis stress dan situasi. Lazarus dan
Folkman (1984) membagi coping
menjadi 2 bentuk, yaitu: Problem
Focused Coping (PFC) atau coping
yang berorientasi pada masalah dan
Emotional Focused Coping(EFC) atau
strategicopingyang berorientasi pada
emosi. Cheng (2001) mengungkapkan
bahwa strategi copingyang
berorientasi pada emosi (EFC) adalahstrategi yang kurang tepat dalam
meredamkan stress karena kondisi
emosional individu yang tidak stabil
sehingga tidak atau kurang efektif
apabila menggunakan copong jenis ini.
Hal ini dipertegas lagi oleh
Tanumidjojo,dkk (dalam Puspitasari,
2009) bahwa strategi copingakan
sangat mengandalkan adanya faktor
kepribadian dan faktor lingkungan,
serta masih banyak lagi faktor yang
melatar belakangi munculnya strategi
copingoleh penderita stroke, seperti :
jenis kelamin, tingkat pendidikan, usia,
dan status sosial ekonomi yang
dimiliki penderita.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa pria dan
wanita mempunyai strategi coping
tertentu dalam menghadapi
permasalahan dan situasi yang
dihadapi, serta faktor dari dalam diri
individu.
DAFTAR RUJUKAN
Andarika, R. 2004. Burnout pada
Perawat Putri RS. St. Elizabeth
Semarang Ditinjau Dari
Dukungan Sosial. Jurnal
PSYCHE. Palembang
Anggarani, F. 2009. Hubungan antara
dukungan sosial dan strategi
coping pada pasca stroke.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Surakarta. UMS
Anggoro, F. 2006. Hubungan antara
Dukungan Sosial dan
-
7/24/2019 After Stroke Coping
19/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
59
KecenderunganBerfikir Positif
dengan Daya Tahan Terhadap
Stress pada Wanita Karier.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Surakarta : UMS.
Arikunto, S. 2006. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta : Rineka Cipta.
Arina. 2005. Askep Pasien dengan
Gangguan Vascularisasi
Cerebral (Stroke) (Tinjauan
Pustaka). Hand Out Kuliah.
(Tidak Diterbitkan). Surakarta:
Fakultas Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala
Psikologi. Yogyakarta :
Pustaka Belajar Offset.
. 2007. Reliabilitas dan
Validitas. Yogyakarta : Pustaka
Belajar Offset.
Basuki, L. Yudiarso, A. Tanumidjojo.
2004. Stress dan PerilakuCoping Pada Remaja
Penyandang Diabetes Mellitus
Tipe-1. Jurnal Anima , Vol.19,
No. 4, 399406.
Billing, A.G., Cronkite, R.C. and
Moos, R.H. 2000. Coping,
stress, and social resources
among adult with unipolar
depression. Journal of
Personality and Social
Psychology, 47, 877-891.
Bonita, R. 1992. Epidemioligy Of
Stroke.New York: John Wiley
and Sons.
Cahyaningtias, N. 2002. Hubungan
antara Dukungan Sosial
dengan MotifBerprestasi Anak
Underchiever. Skripsi ( tidak
diterbitkan ). Surakarta : UMS.
Chaplin, J. P. 2001. Kamus Psikologi
Lengkap. Diterjemahkan oleh
Dr. Kartini Kartono. Jakarta :
Rajawali Press.
Cheng. 2001. Strees, Coping dan
Penyakit. Jakarta : Arta Karya
Firdausi. 2004.Depresi, Upaya
dan Cara Mengatasinya.
Semarang : Dahara.
Firdausi. 2004. Depresi, Upaya dan
cara mengatasinya. Semarang :
Dahara.
-
7/24/2019 After Stroke Coping
20/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
60
Hadi, S. 2000. Metodologi Research
Jilid I. Yogyakarta : Andy.
Hapsari, R. A. Usmi, K. Taufik. 2002.
Perjuangan Hidup Pengungsi
Kerusuhan Etnis (Studi
Kualitatif tentang Bentuk-
Bentuk perilaku coping pada
Pengungsi di Madura).
Indigenous, Vol. 6, No. 2, 122-
129.
Hartanti. 2002. Peran Sense of Humor
dan Dukungan sosial Pada
Tingkat Depresi Penderita
Dewasa Pasca Stroke. Anima,
Indonesian Psychological
Journal. Vol. 17. No. 2. H.
107-119.
Hause, J. S.and Kahn, R. L. 1985.
Measurement and Consept of
Social Support. New York :
Academic Press Inc.
Herber. 2003. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya :Airlangga University Press.
Hidayati, V. H. 2003. Depresi Pasca
Stroke Pada Lansia di Panti
Wreda Ditinjau dari
Penerimaan Diri dan
Efektivitas Komunikasi
Interpersonal. Skripsi. (Tidak
Diterbitkan). Semarang:
Fakultas Psikologi Universitas
Khatolik Soegijapranata.
Johnson, D. W and Johnson, P. F.
1999. Joining Together Group
Theory and Group Skills.
Fourth Edition. New Jersey :
Prentice Hall.
Junaidi, Iskandar. 2005. Panduan
Praktis Pencegahan dan
Pengobatan Stroke. Jakarta:
PT. Buana Ilmu Populer
Kelompok Gramedia.
Kuntjoro, Z.S. 2002. Dukungan Sosial
Pada Lansia. www.e-
psikologi.com
Lazarus, R. S, and Folkman, S. 1984.
Coping and Adaptation, New
York /London: The Guilford
Press.
Lumbantobing. 2001. Gangguan
Fungsi Luhur pada Penderita
Stroke. Makalah, Bangkalan:
Jawa Timur.
http://www.e-psikologi.com/http://www.e-psikologi.com/http://www.e-psikologi.com/http://www.e-psikologi.com/ -
7/24/2019 After Stroke Coping
21/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
61
Marlina. 2001. Jantung dan Stroke.
Jakarta : Buwana.
Mutadin. 2004. Pengelolaan Stress.
Palembang : Wijaya Pustaka.
Pareek, P. 1998. Psikologi Populer
Depresi dan Elasi. Jakarta :
Arcan.
Pramadi, A dan Lasmono. 2003.
Penyesuaian Psikologi.
Semarang : Cetak Aksara.
Puspitasari, E.P. 2009. Peran
Dukungan Keluarga Pada
Penanganan Penderita
Skizofrenia. Skripsi. (Tidak
diterbitkan). Surakarta.
Fakultas Psikologi UniversitasMuhammadiyah Surakarta.
Rusmini, S. 2003. Stroke dalam
Lingkungan Sosial. Yogyakarta
: Deboss.
Rustiana, H. 2003. Gambaran post
traumatic stress disorder (
PTSD ) dan perilaku coping
anak anak korban kerusuhan
Maluku. Tazkiyah. Vol. 3.
No.1, 4663.
Ruwaida, A.Salmah, L. Rosana, D.
2006. Hubungan Antara
Kepercayaan Diri dan
Dukungan Keluarga dengan
Kesiapan Menghadapi Masa
Menepouse.Indegenous, Jurnal
ilmiah berkala psikologi. Vol.
8, No. 2, Hal.7699.
Sarafino, E. P. 1998. Health
Psychology: Biopsychological
Interactions. New York: John
Wiley And Sons.
Sarason, I. G. 1998. Abnormal
Psychology.6th
Ed. New Jersey
: Pentice Hall.
_______. 1985. Life events, Social
Support, and Illnes. Journal
Psychosomatic
Medicine vol 47, No. 2 (March/April
1985).
Setianingrum. 2004. Strategi Coping
Menghadapi Kecemasan pada
Pasien Paraplegia. Skripsi(tidak diterbitkan ). Surakarta :
Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Setyowati, D. R. 1999. Hubungan
-
7/24/2019 After Stroke Coping
22/23
TALENTA PSIKOLOGI
Vol. II, No. 1, Februari 2013
62
Antara Dukungan Sosial
dengan Kecemasan
Menghadapi Sempitnya
Lapangan Pekerjaan. Skripsi
(tidak diterbitkan). Surakarta :
Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Setiawan, M. S. F. 2007. Hubungan
Antara Dukungan Sosial Dan
Kestabilan Emosi Dengan
Kecenderungan Depresi
Postpartum Di Rumah Sakit
Bersalain Taman Harapan
Baru Bekasi. Surakarta :
program studi psikologi
Universitas Sahid Surakarta.
Simberg. 1998. Depresi pada Pasien
Stroke. Jiwa Indonesia
Psychiatry Quart. Vol. XXVIII.
No. 3.
Sirait, Y. 2000. Penyakit dan Budaya
Sosial. Bandung : Rosdakarya.
Thomas, E. 1998. Stroke, Penyebab
dan Pencegahannya. Alih
bahasa : Dr. Andry Hartono.
Jakarta : Pustaka Press.
Wahyu, R. M, 2006.Hubungan Antara
Konsep Diri dan Perilaku
Coping denganInterksi Sosial
pada Anak Asuh.Skripsi (tidak
diterbitkan ). Surakarta :
Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
-
7/24/2019 After Stroke Coping
23/23