Adsorpsi Zat Warna Oleh Karbon Aktif
-
Upload
rifaatul-mahmudah -
Category
Documents
-
view
1.401 -
download
11
Transcript of Adsorpsi Zat Warna Oleh Karbon Aktif
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA
ADSORSI ZAT WARNA OLEH KARON AKTIF
NAMA : FADLIAH
NIM : H31108264
KELOMPOK : VI(ENAM)
HARI/TGL.PERC : SENIN/ 29 MARET 2010
ASISITEN : BAKTI WIGUNA MOO
LABORATUORIUM KIMIA FISIKAJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Secara alamiah air permukaan selalu kelihatan berwarna walaupun
sebenarnya tidak berwarna. Warna air permukaan juga dapat disebabkan oleh air
limbah industri seperti pada proses dyeing di pabrik tekstil dan pulping di pabrik
kertas, pertambangan/mining, refining/kilang minyak, industri makanan-minuman
dan kimia. Dye wastes atau dye stuff adalah penyebab warna yang sangat tinggi.
Bubur kayu (pulping wood) juga menghasilkan turunan (derivative) lignin yang
tahan terhadap pengolahan biologi (biological treatment seperti activated sludge).
Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan
merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak
dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di
permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras,
interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan
dalam waktu tertentu.
Salah satu adsorban yang biasa diterapkan dalam pengolahan air minum
(juga air limbah) adalah karbon aktif atau arang aktif. Arang ini digunakan untuk
menghilangkan bau, warna, dan rasa air termasuk ion-ion logam berat. Karena
merupakan fenomena permukaan maka semakin luas permukaan kontaknya makin
tinggilah efisiensi pengolahannya. Syarat ini dapat dipenuhi oleh arang yang
sudah diaktifkan sehingga menjadi porus dan kaya saluran kapiler.
Dalam percobaan ini, dilakukan penentuan adsorpsi zat warna Rhodamin
B dari larutan oleh karbon aktif, sehingga dengan melekukan percobaan ini kita
akan lebig memahami sifat adsorpsi karbon, serta dapat menentukan adsorpsi zat
warna Rhodamin B oleh karbon. Hal inilah yang meletarbelakangi sehingga
percobaan ini dilakukan.
1.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dilakukannya percobaan ini adalah untuk mempelajari dan
memahami penentuan adsorpsi zat warna dari laruan dengan menggunakan karbon
aktif.
1.2.2 Tujuan Percobaan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah :
1. Menemukan model yag sesuai untuk adsorpsi zat warna Rhodamin B oleh
karbon aktif.
2. Menghitung kapasitansi adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif.
1.3 Prinsip Percobaan
Menentukan model adsorbansi yang sesuai untuk Rhodamin B oleh karbon
aktif dengan cara menghitung konsetrasi larutan Rhodamin B setelah adsorpsi
oleh karbon aktif dengan konsentrasi awal yang bervariasi yang diaduk dengan
waktu pengadukan 30 menit melalui absorbansi dengan spektronik 20 D+.
1.4 Manfaat Percobaan
Dengan melakukan percobaan ini, kita akan lebih memahami sifat karbon
sebagai adsorban, mengetahui model yang sesuai untuk asorpsi Rhodamin B oleh
karbn aktif, dapat menentukan konsentrasi lartan Rhodamin B setelah adsorbansi,
serta lebih terampil dalam menggunakan alat-alat laboratorium.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah larutan Rhodamin 10
ppm, larutan Metilen blue 10 ppm, karbon aktif, aquadest, kertas saring,
aluminium foil, kertas label, dan tissue rol.
3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam percobaaan ini adalah erlemeyer 500 mL, labu
ukur 50 mL, labu ukur 100 mL, cawan petri, gelas kimia 400 mL, gelas kimia
1000 mL, spektrometer spectronik 20 D+, buret 50 mL, magnetik stirrer, statif,
klem, pipet tetes, pompa vakum, corong Buchner, batang pengaduk magnetik, dan
sendok tanduk.
3.3 Prosedur Percobaan
- Dibuat larutan standar dengan konsentasi 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm, dan
8 ppm masing-masing 50 mL dengan menencerkan larutan Metilen blue
10 ppm, kemudian ditentukan absorbansinya pada panjang gelombang (λ)
590 nm.
- Dibuat larutan contoh dengan konsentrasi 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm,
dan 25 ppm masing-masing 100 mL dengan mengencekan larutan Rhodamin
100 ppm.
- Dibersihkan dan dikeringkan 5 buah erlemeyer 500 mL, kemudian masing-
masing dimasukkan 1 g karbon aktif.
- Ditambahkan 100 mL larutan Rhodamin contoh dengan konsentrasi 5, 10, 15,
20 dan 25 ppm.
- Kelima erlemeyer ditutup menggunakan aluminium foil, kemudian diaduk
menggunakan magnetik stirrer selama 30 menit.
- Larutan kemudian disaring menggunakan penyaring vakum. Kemudian
diukur absorbansi larutan pada panjang gelombang (λ) 590 nm.
- Dibuat kurva standar dan ditentukan konsentrasi larutan setelah adsorpsi
dengan menggunkan kurva standar.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Data Kurva Klibrasi/ Standar Rodhamin B
Konsentrasi (ppm) Absorban
0 0
0,5 0,121
1 0,168
2 0,317
4 0,574
Data Absorbansi Larutan Rodhamin B setelah adsorpsi
Massa adsorben (g) Konsentrasi (M) Absorban
1 2 0,182
1 4 0,306
1 6 0,372
1 8 0,314
1 10 0,764
4.2 kurva kalibrasi
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
f(x) = 0.1344 x − 0.1672R² = 0.929424234628249
Konsentrasi Vs Absorban
Konsentrasi
Abso
rban
4.3 Perhitungan
4.3.1. Perhitungan Konsentrasi Larutan setelah Adsorpsi
Dari kurfa rhodamin B diperoleh persamaan garis :
y = 0,134x –(-0,167)
x =
y−(−0 , 167 )0 ,134
dimana x = konsentrasi larutan setelah adsorpsi
y = adsorbans larutan setelah adsorpsi
maka berdasarkan persamaan garis tesebut diperoleh konsentrasi masing–
masing setelah adsorpsi :
1. Untuk konsentrasi awal 2 ppm
x =
absorban−(−0 ,167 )0 , 134
x =
0 ,182−(−0 ,167 )0,134
x = 2,6044
2. Untuk konsentrasi awal 4 ppm
x =
absorban−(−0 ,167 )0,134
x =
0,306−(−0 ,167 )0,134
x = 3,5299
3. Untuk konsentrasi awal 6 ppm
x =
absorban−(−0 ,167 )0,134
x =
0,372−(−0 ,167 )0,134
x = 4,0224
4. Untuk konsentrasi awal 8 ppm
x =
absorban−(−0 ,167 )0,134
x =
0,314−(−, 167 )0,134
x = 3,5896
5. Untuk konsentrasi awal 10 ppm
x =
absorban−(−0 ,167 )0,134
x =
0,764−(−0 , 167 )0,134
x = 6,9478
4.3.2 Perhitungan Efektifitas Adsorpsi
efektifitas adsorpsi(qe ;xm )= ( co−ce ) x V larutan ( l )
massa adsorpben ( g )
Dimana : Co = konsentrasi awal
Ce = konsentrasi setelah adsorpsi
1. Untuk konsentrasi awal 2 ppm
qe=(2−2,6044 ) x 0.1l
1 g=−0,06044
mgg
2. Untuk konsentrasi 4 ppm
qe=( 4−3,5299 ) x0.1 l
1g=0,04701
mgg
3. Untuk konsentrasi 6 ppm
qe=(6−4,0224 ) x0.1 l
1g=0,19776
mgg
4. Untuk konsentrasi 8 ppm
qe=( 8−3,5896 ) x 0.1l
1 g=0.44104
mgg
5. Untuk konsentrasi 10 ppm
qe=(10−6,9478 ) x0.1 l
1 g=0,30522
mgg
4.4 Kurva Isotermal Adsorpsi
No Co Ce qe (x/m) Ce/qe log Ce log qe (x/m)
1
2
3
4
2
4
6
8
2,604
4
3,529
9
0.06044
0.04701
0.19776
0.44104
43,0907
75,0883
20,3398
8,1389
0,4157
0,5478
0,6045
0,5550
-1,2187
- 1,3278
- 0,7039
- 0,3555
5 10 4,022
4
3,589
6
6,947
8
0.30522 22,7633 0,8418 - 0,5154
1. Kurva isotermal adsorpsi Langmuir
y = -5,007 + 54,61
slope = -5,007
intercept = 54,61
R2 = 0.099
Kapasitas adsorpsi (Qo) = 1
slope= 1
−5,007=−0,1997
mgg
adsorben
Energi adsorpsi (b) = 1
Qo x Intercept= 1
−0,1997 x 54,61=−0,0917 l /mg
3. Kurva isotermal adsorpsi Freundlich
2 3 4 5 6 7 8-4
6
16
26
36
46
56
66
76
f(x) = − 5.00771997317148 x + 54.6102515793616R² = 0.0995880152890652
ce/qe vs ce
ce
ce/q
e
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
-1.4-1.2
-1-0.8-0.6-0.4-0.2
0
f(x) = 1.57916816958189 x − 1.76064355783528R² = 0.327289893723043
log ce/qe vs log ce
log ce
log
ce/q
e
y = 1,579x – 1,760
slope = 1,579
intercept = - 1,760
R2 = 0,327
maka;
kapasitas adsorpsi (k) = Inv. log Intercept = 0,6668 mg/g adsorben
intercept adsorpsi (b) = 1
slope= 1
1,579=0,6333
gl
4.5 Pembahasan
Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan
merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak
dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di
permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras,
interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan
dalam waktu tertentu. Contohnya antara lain dehumidifikasi, yaitu pengeringan
udara dengan desiccant (penyerap), pemisahan zat yang tidak diinginkan dari
udara atau air menggunakan karbon aktif, ion exchanger untuk zat terlarut di
dalam larutan dengan ion dari media exchanger. Artinya, pengolahan air minum
dengan karbon aktif hanyalah salah satu dari terapan adsorpsi.
0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9
-1.4-1.2
-1-0.8-0.6-0.4-0.2
0
f(x) = 1.57916816958189 x − 1.76064355783528R² = 0.327289893723043
log ce/qe vs log ce
log ce
log
ce/q
e
Dalam percobaan ini, yang akan ditentukan adalah nilai kapasitas adsoprsi
zat warna oleh karbon aktif, dimana zat warna yang digunakan adalah Rodhamin
B, selain itu akan ditentukan juga energi adsorpsi karbon aktif.
Dalam menentukan nilai kapasitas adsorpsi suatu zat, maka dapat
digunakan beberapa model yaitu model Langmuir dan model freundlich.
Percobaan ini membutuhkan ketelitian yang akurat dalam menghitung dan
mengukur hasil percobaan.
Percobaan ini diawali dengan menimbang 1 g suatu karbon aktif secara
teliti, karbon aktif digunakan sebagai zat yang nantinya akan menyerap zat warna
dari suatu larutan berwarna. Perlakuan selanjutnya adalah membuat larutan zat
warna (Rodhamin B) dengan konsentrasi yang berbeda-beda yaitu 2 ppm, 4 ppm,
6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm dengan cara mengencerkannya hingga volume 100 mL
dengan menggunakan aquadest, hal ini dimaksudkan agar hasil adsorpsi yang
dilakukan oleh karbon aktif dapat dibandingkan satu dengan yang lainnya.
Larutan zat warna yang telah diencerkan, masing-masing dipindahkan ke
Erlenmeyer dan memasukkan magnet dari magnetik stirer, selanjutnya karbon
aktif dimasukkan ke dalam larutan tadi dan Erlenmeyer ditutup dengan aluminium
foil agar selama pengadukan nantinya tidak ada larutan yang terpercik keluar labu.
Setelah itu masing-masing Erlenmeyer diletakkan diatas magnetik stirer untuk
proses pengandukan. Magnetik stirer berfungsi sebagai alat untuk
menghomogenkan larutan yang berada di dalam labu Erlenmeyer tersebut. Lama
waktu yang digunakan adalah 30 menit dengan menggunakan stopwatch, hal ini
dimaksudkan agar larutan zat warna dengan karbon aktif benar-benar tercampur
sempurna. Sementara larutan zat warna diauduk, dibuat larutan standar sebanyak
4 dengan konsentrasi 0.5; 1; 2; dan 4 ppm dengan cara pengenceran larutan warna
sampai volume 50 mL. Larutan stansar tersebut diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektronik 20D+ dan sebagai blanko digunakan aquadest. Adapun
hasil absorpbansinya berturut-turut adalah 0,121; 0,168; 0,317; 0,574 nm
Setelah 30 menit, magnetik stirer dimatikan dan campuran didiamkan
selama 10 menit agar karbon aktif mengendap ke dasar labu. Setelah itu, larutan
disaring dengan menggunakan penyaring Buchner agar karbon aktif terpisah
dengan zat warna. Sebanyak ±10 mL saringan pertama dibuang untuk
menghindari adsorpsi seluloid maupun zat warna dari kertas saring.
Setelah semua larutan disaring maka diukurlah adsorbansinya dengan
menggunakan spektronik 20D+ dan sebagai blanko digunakan aquadest. Adapun
hasil adsorpbansinya berturut-turut dari konsentrasi 2; 4; 6; 8; dan 10 ppm adalah
0,182; 0,306; 0,372; 0,314; 0,764. Nilai adsorbansi diukur pada panjang
gelombang 590 nm. Dari data yang diperoleh kemudian dihitung konsentrasi
larutan setelah adsorpsi dan dibuat kurva standar, kurva isotermal adsorpsi
Langmuir dan Freundlich.
Untuk kurva isotermal adsorpsi Langmuir diperoleh slope = -5,007,
intercept = 54,61, R2 = 0,099, kapasitas adsorpsi = -0,1997 mgg
, dan energi
adsorpsi = −0,0917l
mg, sedangkan untuk kurva isotermal Freundlich diperoleh
slope = 1,579, intercept = - 1,760, R2 = 0,327, kapasitas adsorpsi = 0,6668 mg/g
dan energi adsorpsi¿0,6333gl
.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, karbon aktif sangat baik
digunakan untuk mengadsorpsi suatu zat warna dengan kapasitas adsorpsi
−0,1997mgg
untuk adsorpsi Langmuir dan 0,6668 mg/g untuk adsorpsi freundlich.
Dari kedua kurva menunjukkan nilai R yang berbeda, freundlich memiliki nilai R
yang lebih mendekati 0,9 jadi dapat disimpulkan bahwa kurva yang sesuai untuk
percobaan ini adalah isotermal freunlich.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya tarik atom
atau molekul pada permukaan zat padat. Energi ptensial permukaan dan molekul
turun dengan mendekatnya molekul ke permukaan, yang menyatakan energi
potensial dua atom sebagai fungsi jarak. Molekul yang teradsorpsi dapat dianggap
membentuk fasa dua dimensi. Dalam fasa dua dimensi molekul dapat
mempertahankan dua derajad kebebasan (Alberty dan Daniels, 1983).
Adsorpsi terbagi dua, yaitu fisisorpsi (adsorpsi fisika) dan khemisorpsi
(adsorpsi kimia). Gaya yang menybabkan adsorpsi fisika adalah sama seperti yang
menyebabkan kondensasi gas untuk membentuk cairan dan umumnya dikenel
sebagai van der Waals. Banyaknya yang teradsorpsi dapat berupa beberapa
lapisan momolekul. Adsorpsi fisika dapat dengan mudah dibalik dengan
menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut, dan banyaknya adsorpsi
akan makin kecil pada suhu yang menaik (Alberty dan Daniels, 1983).
Khemisorpsi mencakup pembentkan ikatan kimia. Oleh karena itu,
sifatnya lebih spesifik daripada adsorpsi fisika. Dalam khemisorpsi, ikatannya
dapat sedemikian kuatnya, sehingga spesies aslinya tak dapat lagi ditemukan
(Alberty dan Daniels, 1983).
Dalam Fisisorpsi ( kependakan diri “ adsorpsi fisika”), terdapat interaksi
van der Waals ( contoh disperse atau antaraksi dipolar) antara adsorpat dan
subtrakt. Antaraksi van der Waals mempunyai jarak jauh tetapi lemah, dan energi
yang dilepaskan jika partikel terfisisorpsi mempunyai orde besaran yang sama
dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat diadsorpsi sebagai
vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul yang melambung
pada permukaan seperti batuan itu, akan kehilangan energinya perlahan-lahan dan
akhirnya teradsorpsi pada permukaan itu, dalam prose situ disebut akomodasi
(Atkins, 1997).
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan
sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel
dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap arang tersebut
dilakukan aktifasi dengan aktif faktor bahan-bahan kimia ataupun dengan
pemanasan pada temperatur tinggi, yang disebut arang aktif
(Sembiring dan Sinaga, 2003).
Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben karena selain dapat
menyerap logam dapat pula menarik warna dari suatu larutan. Arang aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya
selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Daya
serap arang aktif sangat besar, yaitu 25 - 1000% terhadap berat arang aktif
(Masykur dan Pranoto., 2003).
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik yang
umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi (Anonim, 2008):
1. Isotermal Langmuir
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa:
a. Adsorben mempunyai permukaan yang homogen dan hanya dapat
mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Tidak
ada interaksi antara molekul-molekul yang terserap.
b. Semua proses adsorpsi dilakukan dengan mekanisme yang sama.
c. Hanya terbentuk satu lapisan tunggal saat adsorpsi maksimum.
2. Isotermal Freundlich
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang cair, isoterm
adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan empirik yang dikemukakan oleh
Freundlich. Isoterm ini berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai
permukaan yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi penyerapan yang
berbeda-beda. Persamaan ini merupakan persamaan yang paling banyak
digunakan saat ini. Persamaannya adalah
x/m = kC1/n
dengan,
x = banyaknya zat terlarut yang teradsorpsi (mg)
m = massa dari adsorben (mg)
C = konsentrasi dari adsorbat yang tersisa dalam kesetimbangan
k,n,= konstanta adsorben
Dari persamaan tersebut, jika konstentrasi larutan dalam kesetimbangan
diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat dalam adsorben sebagai absis pada
koordinat logaritmik, akan diperoleh gradien n dan intersep k. Dari isoterm ini,
akan diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini akan
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena dengan isoterm ini dapat
ditentukan efisiensi dari suatu adsorben.
3. Isotermal Brunauer, Emmet, and Teller (BET)
Isoterm ini berdasar asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan yang
homogen. Perbedaan isoterm ini dengan Langmuir adalah BET berasumsi bahwa
molekul-molekul adsorbat bisa membentuk lebih dari satu lapisan adsorbat di
permukaannya. Pada isoterm ini, mekanisme adsoprsi untuk setiap proses adsorpsi
berbeda-beda. Mekanisme yang diajukan dalam isoterm ini adalah:Isoterm
Langmuir biasanya lebih baik apabila diterapkan untuk adsorpsi kimia, sedangkan
isoterm BET akan lebih baik daripada isotherm Langmuir bila diterapkan untuk
adsoprsi fisik.
Penggunaan karbon aktif sebagai media adsorpsi gas CO dan NO2 pada
emisi gas buang kendaraan bermotor. Dari hasil penelitian diketahui bahwa media
karbon aktif yang dipasang sepanjang 5 cm, 10 cm dan 15 cm pada tabung
adsorpsi memberikan hasil penurunan konsentrasi gas CO sebesar 76,316 %,
80,866 % dan 82,785 %. Pada konsentrasi TiO2 15 %, 10 % dan 15 % yang
ditambahkan pada media karbon aktif dengan panjang media 15 cm memberikan
penurunan konsentrasi CO sebesar 83,88 %, 87,5 % dan 92,76 % (Basuki, 2007).
Jumlah teradsorpsi per gram padatan bergantung pada luas permukaan
spesifik dari padatan, konsentrasi padatan, konsentrasi kesetimbangan zat terlarut
dalam larutan (atau tekanan dalam kasus adsorpsi dari fase gas, suhu dan sifat
molekul yang terlibat. Dari pengukuran pada suhu tetap, kurva jumlah molekul
yang teradsorpsi per gram adsorben ( N) terhadap konsentrasi kesetimbangan zat
terlarut (c) diperoleh. Kurva ini disebut isotermal adsorpsi (Atkins, 1997).
Absorben adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan
diabsorpsi pada permukaannya, baik secara fisik maupun secara reaksi
kimia.Absorben sering juga disebut sebagai cairan pencuci.
Persyaratan absorben :
1. Memiliki daya melarutkan bahan yang akan diabsorpsi yang sebesar
mungkin (kebutuhan akan cairan lebih sedikit, volume alat lebih kecil).
2. Selektif.
3. Memiliki tekanan uap yang rendah.
4. Tidak korosif.
5. Mempunyai viskositas yang rendah.
6. Stabil secara termis.
7. Murah.
Jenis-jenis bahan yang dapat digunakan sebagai absorben adalah air (untuk
gas-gas yang dapat larut, atau untuk pemisahan partikel debu dan tetesan cairan),
natrium hidroksida (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti asam) dan asam
sulfat (untuk gas-gas yang dapat bereaksi seperti basa) (Endang, 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pecobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan :
1. Model yang sesuai untuk adsorpsi zat warna Rhodamin B oleh karbon aktif
adalah model persamaan Freunlich
2. Dari kurva isotermal Freundlich diperoleh nilai kapasistansi adsorpsi
Rhodamin B adalah 0,6668 mg/g adsorban.
5.2 Saran
5.2.1 Untuk Laboratorium
Sebaiknya dalam percobaan selanjutnya alat-alat yang digunakan dalam
laboratorium merupakan alat-alat yang layak pakai agar kesalahan dalam
percobaan dapat diminimalisir.
5.2.2 Untuk asisten
Cara membimbing praktikan dalam percobaan sudah baik dan tetap
dipertahankan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Isotherm Adsorpsi (online), http://smk3ae.wordpress.com, diakses 20 November 2009, pukul 15.00 WITA, Makassar.
Alberty, R. A., Danniels, F., 1983, Kimia Fisika versi S1 edisi kelima jilid 1, diterjemahkan oleh N.M. Surdia, Erlangga, Jakarta.
Atkins, P. W., 1997, Kimia Fisika, Jilid 2, Erlangga, Jakarta.
Endang, K., 2007, Larutan Absorben (online), http://lppm.uns.ac.id/tag/larutan-absorben/, diakses 1 April 2010, pukul 11.48 WITA, Makassar.
Masykur, A., Pranoto, M., 2003, Penurunan Kadar Timbal dan Zat Warna Tekstil dalam Larutan dengan Menggunakan Karbon Aktif Bagasse, ENVIRO PPLH-Lemit UNS Surakarta, (online) 2(1), http://enviro.co.id, diakes 22 April 2009.
Sembiring, T. M. dan Sinaga, T. S., 2003, Arang Aktif Pengenalan dan Proses Pembuatannya, USU Digital Library, (online), http://usudigitallibray.co.id, diakses 21 April 2009.
BAGAN KERJA
Rodamin B 10 ppm
- Diencerkan menjadi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm di
dalam labu ukur 100 mL sebagai larutan contoh.
- Diencerkan rodamin B 10 ppm menjadi konsentrasi 0,5 ppm, 1 ppm, 2
ppm, dan 4 dan 8 ppm di dalam labu ukur 50 mL sebagai larutan
standar.
- Ditimbang 1 g karbon aktif sebanyak empat kali dengan teliti dan tepat
kemudian dibungkus dengan aluminium foil.
- Dimasukkan larutan contoh rodamin B dengan konsentrasi 2 ppm, 4
ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm ke dalam erlenmeyer.
- Dimasukkan karbon aktif ke dalam erlemeyer secara bersamaan dan
ditutup dengan aluminium foil.
- Diaduk menggunakan magnetik stirrer selama 30 menit.
- Semua larutan disaring dalam corong Buchner.
- Diukur absorbansinya menggunakan spektronik 20D+ dengan panjang
gelombang 590 nm dan dicatat.
- Diukur juga absorbansi larutan contoh rodamin B menggunakan
spektronik 20D+ dengan panjang gelombang 590 nm dan dicatat.
- Ditentukan konsentrasi melalui kurva standar setelah adsorpsi.
LEMBAR PENGESAHAN
Makassar, 1 April 2010
Asisten Praktikan
(BAKTI WIGUNA MOO) ( FADLIAH)