Adab Berbicara

55
Bab. Adab-Adab Berbicara Allah ta’ala berfirman : “ Dan janganlah kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak mempunyai ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggung jawabannya “ (Al-Israa` : 36 ) Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Barang siapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada antara jenggotnya dan yang berada diantara kedua kakinya, maka saya akan menjaminnya surga “ 1 Diantara adab-adab berbicara : 1. Menjaga Lisan Yang sepatutnya bagi seorang muslim adalah memperhatikan lisannya dengan baik. Menghindari perkataan yang batil, perkataan dusta, ghibah, adu domba, perkataan yang keji, secara ringkas dari semua itu adalah menjaga lisannya dari segala yang Allah dan Rasul-Nya haramkan. Seseorang mungkin mengucapkan suatu kalimat yang akan mencelakakan kehidupan dunianya dan juga akhiratnya. Dan bisa pula mengucapkan suatu kalimat dimana dengan kalimat tersebut Allah akan mengangkatnya beberapa derajatnya. Yang menunjukkan hal itu adalah sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “ Sesungguhnya seorang hamba akan berbicara dengan suatu ucapan yang sama sekali dia memperoleh kejelasannya,maka diapun 1 Takrijnya akan disebutkan nanti

Transcript of Adab Berbicara

Page 1: Adab Berbicara

Bab. Adab-Adab Berbicara

Allah ta’ala berfirman :

“ Dan janganlah kalian mengikuti apa-apa yang kalian tidak mempunyai

ilmu tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,

semuanya akan diminta pertanggung jawabannya “ (Al-Israa` : 36 )

Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“ Barang siapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada antara

jenggotnya dan yang berada diantara kedua kakinya, maka saya akan

menjaminnya surga “1

Diantara adab-adab berbicara :

1. Menjaga Lisan

Yang sepatutnya bagi seorang muslim adalah memperhatikan lisannya

dengan baik. Menghindari perkataan yang batil, perkataan dusta, ghibah,

adu domba, perkataan yang keji, secara ringkas dari semua itu adalah

menjaga lisannya dari segala yang Allah dan Rasul-Nya haramkan.

Seseorang mungkin mengucapkan suatu kalimat yang akan

mencelakakan kehidupan dunianya dan juga akhiratnya. Dan bisa pula

mengucapkan suatu kalimat dimana dengan kalimat tersebut Allah akan

mengangkatnya beberapa derajatnya. Yang menunjukkan hal itu adalah

sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“ Sesungguhnya seorang hamba akan berbicara dengan suatu ucapan yang

sama sekali dia memperoleh kejelasannya,maka diapun dijerumuskan diapi

neraka lebih jauh dari pada arah timur “ Dan pada riwayat Muslim dan

Ahmad : “ Lebih jauh melebihi jarak antara timur dan barat “2

Dan juga pada riwayat Ahmad : “ Sesungguhnya seseorang akan berbicara

dengan suatu ucapan untuk membuat orang-orang yang duduk

1 Takrijnya akan disebutkan nanti2 HR. Al-Bukhari ( 6477 ), dan lafazh diatas adlah lafazh riwayat beliau, Muslim ( 2988 ) dan Ahmad ( 8703 )

Page 2: Adab Berbicara

menyertainya tertawa, maka dia dicampakkan melebihi jauhnya bintang

tsurayya “3

Dan sebagaimana suatu kalimat akan dapat menjadi penyebab

kemurkaan Allah, juga suatu kalimat dapat menjadi sebab pengangkatan

derajat dan kebahagiaan. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Sesunguhnya seorang hamba akan mengucapkan suatu kalimat dari

keridhaan Allah dimana dia sama sekali tidak memperhatikannya, maka

Allah mengangkatnya beberapa derajatkarena kalimat tersebut. Dan

sesungguhnya seorang hamba akan mengucapkan suatu kalimatdari

kemurkaan Allah yang dia sama sekali tidak menyadarinya, hingga dia

dicampakkan ke neraka jahannam “4

Dan pada pertanyaan Mu’adz bin Jabal radhiallahu ‘anhu kepada

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang amalan yang akan

memasukkan kedalam surga dan menjauhkan dari api neraka, kemudian

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan rukun-rukun Islam, dan

beberapa pintu kebaikan. Kemudian beliau bersabda:

“ Maukah saya beritahukan kepadamu yang mengumpulkan semuanya itu ?

Beliau menjawab : Tentulah wahai Nabi Allah.

Maka beliau 3 lantas mengeluarkan lidahnya dan mengatakan: Jagala ini.

Saya berkata : Wahai Nabi Allah, akankah kami disiksa karena apa yang

kami ucapkan?

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Celakalah engkau wahai

Mu’adz. Apakah kaum manusia akan ditelungkupkan wajah-wajah mereka

kedalam api neraka atau kerongkongan mereka kecuali karena hasil dari

lisan mereka ? “5

Bahkan perkara ini tidak hanya sebatas ini saja. Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam telah memberikan jaminan surga bagi yang menjaga

3 Al-Musnad ( 8967 )4 HR. Al-Bukhari ( 6478 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Ahmad ( 8206 ), Malik ( 1849 ) dengan lafazh yang berbeda dengan lafzahAl-Bukhari dan Ahmad.5 HR. At-Tirmidzi ( 2616 ), dan beliau berkata : hadits hasan shahih, Ahmad ( 21511 ), Ibnu Majah ( 3973 )

Page 3: Adab Berbicara

lisannya dan juga kemaluannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda :

“ Barang siapa yang dapat memberi jaminan atas apa yang ada antara

jenggotnya dan yang berada diantara kedua kakinya, maka saya akan

menjaminnya surga “6

Jadi wajib bagi seorang muslim untuk menjaga lisan dan kemaluannya

dari hal-hal yang Allah haramkan, untuk mengharapkan keridhaan-Nya, dan

berharap meraih ganjaran pahala dari-Nya. Dan hal itu suatu yang mudah

bagi yang Allah mudahkan baginya.

Faedah : Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu [ Hammad bin Zaid

mengatakan ] Saya tidak mengetahui kecuali hadits ini beliau riwayatkan

secara marfu’ , beliau berkata : “ Apabila bani Adam bangun pada pagi hari,

maka seluruh anggota tubuhnya menegur lisan, dan mengatakan : Takwalah

engaku kepada Allah, karena apabila engkau lurus maka kamipun akan

lurus, dan apabila engkau menyimpang maka kamipun akan menyimpang “7

Dan sabda beliau: “ Anggota tubuhnya menegur lisannya”, maknanya bahwa

seluruh anggota tubuhnya tunduk dan merendah dihadapan lisan, taat

kepadanya. Apabila engkau wahai lisan, lurus maka kamipun kaan lurus, dan

apabila engkau menyelisihi dan menyimpang dari jalan yang lurus, maka

kami akan mengikutimu, maka bertakwlaah engkau kepada Allah bagi kami8.

Dan hadits ini tidaklah kontradiktif dengan saba beliau Shallallahu ‘alaihi

wa sallam - dari hadits An-Nu’man bin Basyir - : “ Ketahuilah bahwa pada

jasad seseorang erdapat segumpal daging, apabila daging tersebut baik,

maka seluruh jasad akan menjadi baik, dan apabila segumpal daging

tersebut rusak maka akan rusaklah seluruh jasad. Ketahuilah bahwa

segumpal daging itu adalah hati “9

6 HR. Al-Bukhari dari hadits Sahl bin Sa’ad ( 6474 ),Ahmad ( 22316 ) an At-Tirmidzi ( 2408 ) dengan perbedaan pada lafazh-lafazhnya. 7 HR. Ahmad ( 11498 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, berkata pen-tahqiq Al-Musnad : Sanadnya hasan ( 18 / 402 ), ( 11908 ) dan At-tirmidzi ( 2407 )8 Lisan Al-‘Arab ( 5 / 150 ), bahasan: كفر9 Hr. Al-Bukhari ( 52 ) dan Muslim ( 1599 )

Page 4: Adab Berbicara

At-Thibi mengatakan10 : Lisan merupaka penerjemah hati dan

penggantinya pada bagian zhahir tubuh. Apabila suatu perkara disandarkan

kepadanya maka itu berupa majaz dalam hukum. Seperti perkataan anda :

Dokter menyembuhka seorang yang sakit. Al-Maidani mengatakan tentang

sabda beliau : Seseorang bergantung dengan dua hal yang kecil pada

dirinya, kedua hal tersebut adalah hati dan lisan. Maknanya seseorang akan

benar dan menjadi sempurna kepribadiannya dengan dua hal tersebut.

Zuhair menggubah sbeuah sya’ir:

Dan selamanya anda akan menyaksikan seorang yang diam akan kagum

Bertmabah dan berkurangnya dia pada ucapannya

Lisan seorang setengah dan setengah lagi hati sanubarinya

Maka tidak lagi tersisa selain bentuk daging dan darah.

2. Ucapkan perkataan yang baik atau diamlah

Adab Nabawi pada perkataan bagi orang-orang yang ingin berbicara

supaya berbicara dengan pelan dan memikirkan perkataannya yang ingin dia

katakan dengannya, jika perkataan itu baik maka bagus untuk dikatakan dan

hendaklah dia mengatakannya, jika perkataan itu buruk maka hendaklah dia

berhenti darinya maka hal itu baik bagi dirinya. Diriwayatkan dari Abu

Hurairah radhiallahu ‘anhu beliau berkata : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda : “Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka

janganlah dia menyakiti tetangganya, Barang siapa beriman kepada Allah

dan Hari Akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya, Barang siapa

beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaklah dia berkata yang baik atau

diam”.11

Sabda beliau : “hendaklah dia berkata yang baik atau diam”. Berkata Ibnu

Hajar : “ Perkataan ini adalah Jawami’ul kalam dikarenakan semua perkataan

bisa dia berupa kebaikan, bisa berupa keburukan dan bisa juga bermuara

kepada salah satu dari keduanya. Termasuk dalam cakupan kebaikan semua

10 Tuhfah Al-Ahwadzi ( 7 / 75 ) dengan sedikit perubahan.11 HR. Al-Bukhari ( 6018 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 47 ), dan Ahmad ( 75751 ).

Page 5: Adab Berbicara

yang dituntut dari perkataan-perkataan yang wajib ataupun yang sunnah,

diperbolehkan padanya tentang perbedaan jenisnya, dan masuk padanya

segala perkataan yang bermuara kepadanya. Adapun selainnya maka hal

tersebut adalah keburukan atau yang bermuara kepada hal yang buruk,

maka disaat hendak memperdebatkannya diperintahkan untuk berdiam diri

”.12

3. Kalimat yang baik adalah shadaqah

Hadist Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu yang telah lalu pembahasannya

menunjukkan kepada kita bahwa seseorang diperintahkan untuk bicara yang

baik-baik atau diam, kemudian syariat menyukai dalam berbicara yang baik

dikarenakan padanya ada dzikir kepada Allah, kebaikan pada agama dan

dunia mereka, dan kebaikan diantara mereka… serta selainnya hal-hal

tersebut dari tinjauan yang bermanfaat. Ganjaran yang diberikan atas hal itu

adalah mendapatkan pahala. Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu

‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Setiap ruas

dari manusia atasnya terdapat shadaqah, setiap hari yang terbit padanya

matahari : dengan dia berbuat adil diantara dua orang adalah shadaqah,

seorang lelaki pada peliharaannya dan membawakannya atau

mengangkatkan barangnya adalah shadaqah, kalimat yang baik adalah

shadaqah, dan setiap langkah yang dia langkahkan untuk shalat adalah

shadaqah, serta menyingkirkan gangguan dari jalan adalah shadaqah”.13

Terkadang suatu kalimat yang baik akan menjauhkan pembicaranya dari

api neraka. Dari ‘Adi bin Hatim radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut perihal api neraka neraka lalu beliau

memalingkan wajahnya dan berlindung darinya, kemudian beliau berkata : “

Takutlah bertakwalah kepada neraka walau dengan sebutir kurma, barang

siapa yang tidak mendapatinya maka dengan kalimat yang baik”.14

12 Kitab Fathul Baari ( 10 / 461 ).13 HR. Al-Bukhari ( 2989 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 1009 ), dan Ahmad ( 27400 ).14 HR. Al-Bukhari ( 6563 ), dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau, Muslim ( 1016 ), dan Ahmad ( 17782 ) tanpa menyebutkan penggalan hadits yang terakhir dan An-Nasa’I ( 2553 ).

Page 6: Adab Berbicara

4. Keutamaan sedikit berbicara dan makruhnya banyak

berbicara

Telah diterangkan lebih dari sebuah hadits tentang anjuran untuk sedikit

berbicara. Karena banyak berbicara dapat menjadi sebabtergelincirnya

seseorang dalam dosa. Jadi seseorang yang banyak berbicara tidaklah

berasa aman dari lisannya yang lepas dan kekeliruannya. Oleh karena itulah,

ada anjuran untuk sedikit berbicara dan larangan banyak berbicara.

Al-Mughirah bin Syubah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau bersabda:

“ Sesungguhnya Allah telah mengharamkan bagi kalian perbuatan durhaka

kepada ibu, sebagai larangan yang keras. Dan mengubur hidup-hidup anak

wanita, dan membenci jika kalian mengutip perkataan, banyak birtanya dan

menghambur-hamburkan harta “

Sabda beliau : “ Dan membenci jika kalian mengutip perkataan “, yaitu

menceburkan diri pada kabar dan cerita-cerita orang tentang keadaan dan

perbuatan mereka yang tidak mendatangkan manfaat. Demikian yang

dikatakan oleh An-Nawawi15.

Banyak berbicara adalah suatu yang tercela dalam syariat. Jabir bin

Abdullah radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesunggunya oang yang paling saya cintai

diantara kalian dan yang paling dekat majlisnya kepadaku pada hari kiamat

adalah yang paling terpuji akhlaknya. Dan sesungguhnya yang paling saya

benci dan paling jauh majlisnya dariku pada hari kiamat adalah orang-orang

yang banyak cakap, oang-orang yang memfasihkan bicaranya serta al-

mutafaihiquun. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah kami telah

mengetahui apa itu ats-tsatsaaruun16 – yang banyak cakap – dan juga al-

15 Muslim, Syarh An-Nawawi jilid 6 ( 12 / 10 )16 Didalam Al-LisanL ats-tsartsaar al-mutasyaddiq adalah yang banyak bicara ... ats-tsartsarah min al-kalam: adalah banyak bicara dan sering diulang-ulangi ... Dikatakan: Laki-laki tsartsaar, wanita tsartsaarah, dan suatu kaum tsatsaaruun.Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: Yang paling saya benci diantara kalian adalah ats-tsartsaaruun dan al-mutafaiqihuun. Yaitu mereka yang banyak berbicara dan berlebihan dalam berbicara

Page 7: Adab Berbicara

mutasyaddiquun, namun apakah itu al-mutaaihiquun ? Beliau menjawab:

Yakni orang-orang yang angkuh “17

Faedah: Abu Hurairah berkata : “ Tidak ada kebaikan pada perkataan

yang berlebihan ”. Umar bin Al-Khaththab mengatakan: “Barang siapa yang

banyak berbicara maka akan sering tergelincir “

Ibnu Al-Qasim mengatakan: “ Saya telah mendengar dari Malik, beliau

berkata: “ Tidak ada kebaikan pada banyak berbicara, dan hal itu meruapkan

tingkah kaum wanita dan anak-anak. Tingkah laku mereka selamanya adalah

berbicara dan tidak diam …

Lainnya mengatakan:

Seseorang meninggal karena kesalahan lisannya

Dan seseorang tidaklah meningal karena kesalahan kakinya

Tergelincirnya dia dari mulutnya yang akan menghempaskan kepalanya

Sementara tergelincirnya dia dengan kakinya akan bersih perlahan-lahan18

5. Peringatan akan ghibah dan an-namimah adu domba19

Sangat banyak kutipan dari Al-Qur`an ataupun As-Sunnah yang

menunjukkan larangan melakukan ghibah dan namimah. Dengan

konsukuensi ancaman yang sangat berat. Larangan terhadap kedua

perbuatan tersebut juga telah maklum adanya ditengah-tengah kaum

hingga menyimpang dari kebenaran. ( 4 / 102 ). Bahasan: ثرر17 HR. At-Tirmidzi dari hadits Jabir ( 2018 )dan lafazh diatas adalah lafazh beliau. At-Tirmidzi mengatakan: Hadist hasan gharib, Ahmad dari hadits Abu Tsa’labah al-Khusyani ( 17278 )18 Kutipan-kutipan terdahulu dari Al-Adab Asy-Syar’iyah karya Ibnu Muflih ( 1 / 66 – 67 ) dengan sedikit perubahan.19 Ghibah: Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan didalam sabda beliau: “ Menyebutkan perihal saudaramu dengan suatu yang dibencinya. Disbeutkan dalam hadits Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tahukah kalian apakah ghibah itu ? Para sahabat mengatakan: Allah dan Rasulunya yng lebih mengetahui. Beliau bersabda: Anda menyebutkan perihal saudara anda yang dibencinya.Ada yang berkata: Bagaimanakah jika yang dikatakan tersebut benar ada pada saudaraku seperti yang saya ucapkan? Beliau bersabda: apabila benar ada padanya seperti yang engkau katakan, maka sungguh anda telah mengghibahnya. Dan apabila tidak seperti yang anda katakan maka sungguh anda telah berdusta terhadapnya “ HR. Muslim ( 2589 ), Ahmad ( 7106 ), At-Tirmidzi ( 1934 ), Abu Daud ( 4874 ) dan Ad-Darimi ( 2714 ) dengan pebedaan sedikit pada lafazh-lafazhnya.Dan karakteristik ghibah adalah: Setiap yang anda sampaikan kepada orang lain perihal kekurangan seorang muslim maka termasuk perkara ghibah yang diharamkan. ( Al-Adzkar karya An-Nawawi hal. 486 ).Adapun an-namimah/mengadu domba : Para ulama mengatakan: an-namimah adalah mengutip perkataan sebagian orang lalu disampaikan kepada sebagian lainnya dengan tujuan mendatangkan kerusakan diantara mereeka ( An-Nawawi syarh Muslim jilid 1 ( 2 / 93 ) )

Page 8: Adab Berbicara

muslimin seluruhnya. Akan tetapi, kita masih akan menjumpai sangat

banyak orang yang tidak berhati-hati dalam mempergunakan lisaannya

berbicara menyangkut kehormatan dan daging orang-orang. Akan tetapi

inilah hiasan syaithan bagi mereka, untuk mencerai beraikan persatuan

mereka dan mengobarkan kemarahan didalam hati sebagian dari mereka

atas sebagian lainnya.

Sementara syariat didatangkan untuk menyatukan kalimat, menyatukan

hati, berbaik sangka kepada orang lain dan mengatakan perkataan yang

benar dan yang baik … Sedangkan syaithan selalu berusaha untuk mencerai

beraikan persatuan, memisahkan hati sebagian orang dengan sebagian

lainnya, bebruruk sangka kepada orang lain dan mengucapkan perkataann

yang batil dan yang buruk.

Dari Jabir radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: Saya telah mendengar Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Sesungguhnya syaithan telah putus

asa untuk disembah oleh orang-orang yang mendirikan shalat dijazirah Arab,

akan tetapi syaithan tidak berputus asa untuk menghasut diantara mereka

“20

Makna hadits diatas : bahwa sesungguhnya syaithan telah berputus asa

menggoda para penduduk jazirah Arab untuk menyembahnya, akan tetapi

syaithan senantiasa berusaha menghasut mereka untuk saling bermusuhan,

kebencian, peperangan, menyebar fitnah dan lain sebagainya. Demikian

yang dikatakan oleh An-Nawawi21.

Ghibah dan namiman adalah salah satu benih lebencian dan permusuhan

yang ditanamkan diengah-tengah menusia. Dan Allah telah mengabarkan

perihal syaithan bahwa dia adalah musuh kita. Dan seorang musuh tidak

akan emnghendaki kebaikan pada diri kita – dan hal itu tidak kita sangsikan

lagi – dan Allah telah memerintahkan kita untuk memusuhinya dan

memeranginya

20 HR. Muslim ( 2812 ), Ahmad ( 13957 ) dan At-Tirmidzi ( 1937 )21 Muslm,bi-syarh An-Nawawi jilid. 9 ( 17 / 131 )

Page 9: Adab Berbicara

“Sesunggunya syaithan adala musuh bagi kalian, maka jadikanlah dia

sebagai musuh, sesungguhnya syaithan akan mengajak kepada golongannya

agar mereka semuatermasuk penghuni neraka sa’iir “ (Fathir : 6)

Ghibah dan namimah, termasuk salah satu senjata Iblis dan kelompoknya,

untuk mencerai beraikan kaum manusia. Menanamkan kebencian dihati

sbeagian kaum manusia kepada sebagian lainnya. Dan kedua hal tersebut

termasuk diantara penyakit yang akan membinasakan individu serta

mencerai beraikan jama’ah.

Penyakit tersebut akan menyebabkan indibidu masyarakan berada dalam

bahaya dengan mendapatkan ancaman Allah akibat orang yan

dighibahinya atau namimah yang diucapkannya. Dan penyakit ini akan

menimbulkan pemutusan silaturrahim antara sesama keluarga dan kerabat

dan sesama kaum manusia.

Ada baiknya kita akan sebutkan sebagian yang berkaitan dengan kedua hal

tersebut. Dan seorang yang mendapatkan taufik adalah yng menundukkan

hatinya kepada kebenaran sertamenjaga lisannya terhadap makhluk Allah.

Allah ta’ala berfirman :

“Dan janganlah sebagian dari kalian menghibah sebagian lainnya. Apakah

salah seorang diantara kalian akan memakan daging bangkai saudaranya,

maka kalian tentunya merasa jijik. Maka bertakwalah kepada Allah

sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat dan Maha Pengasih “ (Al-

Hujurat : 12 )

Dan dari hadits Abu Barzah Al-Aslami, beliau berkata: Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Wahai segenap orang yang

merasa amandenganlisannya namun belumlah iman masuk kedalam

hatinya. Janganlah kalian mengghibah kaum muslimin dan janganlah kalian

mencari-cari aurat mereka. Karena sesungguhnya seseorang yang mencari-

cari aurat mereka maka Allah akan mencari-cari auratnya. Dan barang siapa

Page 10: Adab Berbicara

yang Alah mencari-cari auratnya niscaya Allah akan mempermalukannya

dirumahnya “22

Dari Abu Wail dari Hudzaifah beliau menyampaikan bahwa seseorang

menyampaikan berita untuk tujuan namimah. Maka Hudzaifah mengatakan:

Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “

Tidak akan masuk surga seseorang yang melakukan namimah “, pada

riwayat lainnya : “ pengadu domba “23 Dan keduanya semakna.

Faedah : Ghibah diperbolehkan pada enam tempat :

Pertama : Ketidak adilan, maka diperbolehkan bagi yang didhalimi untuk

mengadukan ketidak adilan yang dia alami kepada penguasa atau halim dan

selain keduanya yang mana padanya punya pemerintahan, atau

berkehendak untuk berlaku adil pada orang yang mendhaliminya.

Kedua : Meminta pertolongan agar merubah kemungkaran, dan

mengembalikan kemaksiatan kepada kebenaran. Hendaklah dia berkata

kepada orang yang dia harapkan kekuasaannya uantuk menghilangkan

kemungkaran dengan : Si fulan berbuat demikian, maka diapun

mengasingkannya darinya dan sejenisnya, dengan maksud sebagai

perantara untuk menghilangkan kemungkaran, akan tetapi kalau maksudnya

tidak demikian maka hal itu adalah keharaman.

Ketiga : Meredakan masalah, maka dia berkata kepada mufti / yang

memberi fatwa : Ayahku telah mendhalimiku , atau saudaraku…dan semisal

hal tersebut, maka hal ini diperbolehkan sesuai keperluan, akan agar lebih

berhati-hati agar dia berkata : Apakah engkau mengatakan kepada laki-laki

atau seseorang siapa saja yang menyuruhnya berbuat demikian? Yang mana

dia akan tercapai dengannya tujuan tanpa adanya ketentuan yang pasti,

dengan demikian maka penentuan tersebut diperbolehkan.

Keempat : Peringatan kepada kaum muslimin dari kejelekan dan

menasehati mereka … termasuk pula men-jarh kaum yang cacat sifatnya

22 HR. Abu Daud ( 4880 ) dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau. Al-Albani mengatakan : hasan shahih. Ahmad ( 19277 )23 HR. Al-Bukhari ( 6056 ), Muslim ( 105 ) dan lafazh diatas adalah lafazh riwayat beliau, Ahmad ( 22814 ), At-Tirmidzi ( 2026 ) dan Abu Daud ( 4879 )

Page 11: Adab Berbicara

baik para perawi hadits atukah para saksi. Diantaranya pula musyawarah

untuk menjalin kekerabatan dengan seseorang … dengan syarat tujuan dari

itu smeua adalah untuk nasihat. Dan hal ini yang sering terjadi kesalah

pahaman. Seorang pembcara terkadang terbawa rasa dengki pada hal-hal

itu, dan syaithan mengaburkannya. Dan syaithan menampakkan seolah-olah

hal tersebut suatu nasihat, maka mestilah hal itu lebih dicermati.

Kelima : Apabila yang dibicarakan adalah seseorang yang menampakkan

perbuatan fasiknya atau bid’ahnya seperti seseorang yang terang-terangan

meminum khamar, menyakiti orang banyak, memungut rente, mengambil

pajak dari harta orang, melakukan perkara-perkara yang batil maka

diperbolehkan untuk menyebutkan karena perbuatan yang dilakukannya

terang-terangan. Namun haram menyebut aib-aibnya yang lain kecuali

karena lain sebab yang diperbolehkan sebagaimana yang telah kami

sebutkan.

Keenam : Untuk tujuan identifikasi. Apabila seseorang lebih terkenal dengan

suatu julukan, seperti Al-A’masy – yang penglihatannya kabur - , Al-A’raj –

yang pincang kakinya -, Al-Asham – yang tuli -, Al-A’maa – yang buta -, Al-

Ahwal – yang matanya juling – dan lain sebagainya. Diperbolehkan

mengidentifikasi mereka dengan julukan itu. Dan diharamkan penggunaan

julukan itu secara mutlak untuk tujuan penghinaan. Dan sekiranya

memungkinkan mengidentifikasinya selain dengan julukan itu, hal tersebut

lebih utama.

Inilah enam perkara yangdisebutkan oleh par aulama, dan sebagian

besarnya adalah perkara-perkara yang disepakati oleh mereka. Dan

argumentasinya berupa hadits-hadits yang shahih sangatlah populer,

demikian yang dikatakan oleh An-Nawawi24.

Faedah lainnya : Tindakan yang sepatutnya bagi seseorang yang

mengetahui namimah:

24 Riyadh Ash-Shalihin 450 -451

Page 12: Adab Berbicara

Pertama : Tidaklah membenarkannya karena seorang pembawa namimah

adalah seorang yang fasik.

Kedua : Melarangnya dari perbuatan itu dan menasihatinya dan mencela

perbuatan yang dilakukannya tersebut.

Ketiga : Membencinnya karena Allah, disebabkan pelaku perbuatan namimah

adalah perbuatan yang dibenci Allah ta’ala. Dan wajib membenci seseorang

yang Allah benci.

Keempat : Tidak berprasangka buruk terhadap saudaranya yang tidak

berada dihadapannya.

Kelima : Segala cerita yang sampai kepadanya tidak mendorongnya untuk

mencari-cari dan menilik informasi tentang kabar itu.

Keenam : Tidak meridhai bagi dirinya sendiri apa yang dilarangnya bagi

pelaku namimah. Tidaklah dia menceritakan suatu namimah darinya dengan

mengatakan : Fulan menceritakan demikian, hingga diapun menjadi pelaku

namimah. Dengan begitu dia melakukan suatu yang dia telah larang.

Inilah akhir perkataan Abu Hamid Al-Ghazali rahimahullah. Semua yang

berkaitan dengan namimah ini apabila tidak terdapat mashlaha syar’iyah.

Namun apabila suatu kebutuhan mengharuskan hal tersebut, maka tidaklah

mengapa untuk disampaikan. Demikian yang dikatakan oleh An-Nawawi25.

6. Larang menceritakan semua yang didengarkan

Hal itu disebabkan karena perkataan yang didengar dari orang-orang ada

yang benar dan ada juga yang dusta. Apabila seseorang menceritakan

segala yang didengarnya, maka pastilah akan mencritakan suatu yang

dusta. Dengan inilah seorang yang menceritakan segala yang didengarnya

diaktegorikan seorang yang menyampaikan kedustaan.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Cukuplah seorang berdosa, ketika

25 Syarh Shahih Muslim jilid 1 ( 2 / 92 – 94 )

Page 13: Adab Berbicara

menceritakan segala yang didengarnya “ Pada riwayat lainnya : “ Termasuk

kedustaan seseorang apabila dia menceritakan segala yang didengarnya “26

7. Peringatan terhadap Kedustaan

Kedustaan adalah penyampaian kabar yang menyalahi keadaan yang

sebenarnya. Dan perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang dialrang oleh

Allah didalam Kitab-Nya dan melalui lisan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa

sallam.

Allah ta’ala befirman :

“ Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan jadilah

kalian orang-orang yang benar “27

Makna yang tersirat pada ayat diatas adalah : janganlah kalian menjadi

kelompok orang-orang yang berdusta.

Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Bahwa Nabi Shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya kejujuran akan menuntun

kepada perbuatan baik dan perbuatan yang baik akan menuntun kepada

surga. Dan seseorang akan berkata jujur hingga dia tetulis disisi allah

sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan akan menuntun

kepad perbuatan fajir. Dan perbuatan fajir akan menuntun kepada neraka.

Dan seseorang akan berdusta hingga akan tertulis disisi Allah bahwa dia

adalah seorang pendusta “28

Ibnu Hajar mengatakan : “ Ar-Raghib mengatakan asal kata al-fajru

berarti suatu yang pecah. Berarti al-fujur memecahkan/menyingkap penutup

keagamaan seseorang. Dan kalimat ini juga dipergunakan untuk

menunjukkan makan kecenderungan kepada perbuatan fasad dan terbawa

kepada perbuatan maksiat. Dan merupakan kalimat yang menyatukan

segala bentuk keburukan29.

26 HR. Muslim ( 5 ) didalam Al-Muqaddimah, dan lafazh diatas adalah lafazh beliau dan Abu Daud ( 4992 )27 QS. At-Taubah : 11928 HR. Al-Bukhari ( 6094 ) dan lafazh diatas adalah lafazh Al-Bukhari, Muslim ( 2607 ), Ahmad ( 3631 ), at-Tirmidzi ( 1971 ) Abu Daud ( 4989 ), Ibnu Majah ( 46 )dan Ad-Darimi ( 2715 )29 Fathul Bari ( 10 / 524 )

Page 14: Adab Berbicara

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Bahwa Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :Tnda seorang munafik ada tiga:

Apabila berbicar adia berdusta, apabila berjanji dia menyalahi, dan apabila

diberi kepercayaan dia berkhianat “30

Barang siapa yang memiliki sifat dusta maka pada dirinya ada ciri orang-

orang munafik.

Dari Samurah bin Jundub radhiallahu ‘anhu pada hadits Ru’ya Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahwa beliau bersabda :

“ … Akan tetapi malam itu saya melihat dua orang yangmendatangiku lalu

keduanya menggandeng tanganku dan mengeluarkanku dari tanah Maqdis.

Dan seseorang sedang duduk dan seseorang sedang berdiri dan pada

tangannya penjepit-penjepit dari besi – sebagian pengikut Musa berkata dari

Musa - : Bahwa dia memasukkan penjepit itu didalam rahangnya hingga

sampai kedalam tengkuknya, lalu tengkuk yang satnya juga diperbuat hal

yang serupa dengan itu. Kemudian rahangnya dikembalikan seperti sedia

kalam, lalu diperbuat lagi yang semisalnya.

Saya berkata : Apakah ini ?

Keduanya mengatakan : Berlalulah dairnya … “

Dan pada akhir hadits beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada

kedua orang tersebut : Kalian berdua telah mengajakku berkeliling pada

malam ini, maka beritahukanlah semua yang telah aku lihat.

Keduanya mengatakan : Adapun seseorang yang anda lihat, yang rahangnya

dijepit maka dia adalah seorang pendusta , menceritakan cerita yang dusta

hingga cerita itu dibawanya hingga menyebar keseluruh pelosok, maka pad

ahari kiamat dilakukan hal tersebut baginya … al-hadits “31

Faedah : Kedustaan yang paling besar adalah kedustaan kepada Allah dan

kedustaan kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan bersumpah

kepada Allah dengan sumpah yang dusta untuk menguasai harta seorang

muslim.

30 HR. Al-Bukhari ( 6095 ), Muslim ( 59 ), Ahmad ( 8470 ), At-Tirmidzi ( 2631 ) dan An-Nasaa`I ( 5021 ) 31 HR. Al-Bukhari ( 1386 ) dan Ahmad ( 19652 )

Page 15: Adab Berbicara

Adapun kedustaan kepada Allah, dapat dengan mentakwilkan dan

menafsirkan kalam Allah tanpa dasar ilmu. Diantara hal itu adalah

mendudukkan beberapa nash-nash Al-Qur`an dengan sejumlah kejadian

yang bermunculan. Para ulama As-Salaf, telah merasa berat untuk

menafsirkan kalam Allah subhanahu wata’ala tanpa dasa rilmu, dan ada

banyak perkataan dari mereka tentang hal itu :

Abu Bakar Ash-Shiddiq mengatakan: “ Demi Tanah yang aku pijak dan langit

yang menaungiku , apabila aku mengatakan sesuatu didalam Kitabullah

yang tidak kau ketahui … “

Dari Ibnu Abbas, beliau ditanya tentang sebuah ayat , apabila ayat tersebut

ditanyakan kepada sebagian dari kalian, maka dia akan

mengatakan/menafsirkan ayat tersebut, lalu beliau enggan untuk

mengatakan/menafsirkan ayat tersebut …

Masruq mengatakan : Berhati-hatilah dalam menafsirkan karena tafsir

adalah meriwayatkan dari Allah.

Ibnu Taimiyah mengatakan : Inilah beberapa atsar dan atsar-atsar lain yang

semisalnya dari para Imam As-Salaf yang mengindikasikan keengganan

mereka berbicara dalam masalah tafsir tanpa dasar ilmu pada mereka.

Adapun perkataan yang diektahui baik dari tinjauan etimloginya maupun

secara syara’ maka hal tersebut tidak mengapa32.

Adapun kedustaan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dapat

berupa pemalsuan hadits, danmenyangka bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam telah mengatakannya, melakukannya atai membenarkannya. Dan

berdusta kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan ancaman

berupa api neraka.

Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan : Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda :” janganlah kalian berdusta kepadaku, karena barang

siapa yang berdusta kepadaku maka pastilah dia akan disengat dengan api

neraka “ pada riwayat lainnya : “ akan disengat dengan api neraka “33

32 Beberapa kutipan dari Al-Fatawa ( 13 / 371 – 374 )33 HR. Al-Bukhari ( 106 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, ( Muslim ( 1 ), ahmad ( 630 ), At-Tirmidzi ( 2660 ) dan Ibnu Majah ( 31 )

Page 16: Adab Berbicara

Adapun bersumpah atas nama Allah untuk mengambil harta seorang

muslim, telah diriwayatkan oleh Abduyllah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu,

beliau berkata: Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“ Barang siapa yang bersumpah dengan sumpah yang dusta untuk

merampas harta seorang muslim atau mengatakannya kepada saudaranya,

maka dia akan menjumpai Allah , sementara Allah sangat murka kepadanya

… “34

Dari Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam , beliau bersabda : Termasuk dosa-dosa besar : Berbuat syirik

kepada Allah , durhaka kepada kedua orang tua, membunuh seorang

muslim dan sumpah yang dusta35 “36

Dan Dari Ibnu Mas’ud beliau mengatakan : “ kami mengkategorikan

termasuk dosa yang tidak ada kaffarahnya diatnaranya adalah sumpah yang

dusta, yaitu seseorang yang bersumpah – pengakuan - terhadap harta

saudaranya dengan sumpah yang dusta untuk menguasai harta tersebut “37

Faedah lainnya : kedustaan diperbolehkan ada tiga hal :

Pertama : Untuk mengadakan perdamaian di antara kaum manusia.

Kedua : Didalam berperang.

Ketiga : Seorang suami yang berbincang kepada Istrinya dan istri kepada

suaminya.

Dalil hal itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Kultsum binti

Kultsum bin Abi Mu’ith radhiallahu ‘anha, beliau berkata : Saya telah

mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Bukanlah

dikatakan seorang pendusta yang bertujuan mengadakan perbaikan

34 Hr. Al-Bukhari ( 6659 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 138 ),ahmad ( 3566 ),At-Tirmidzi ( 1269 ), Abu Daud ( 3243 ) dan Ibnu Majah ( 2323 ).35 Diaktakan sebagai al-ghamuuus, karena sumpah yang dusta akan menjerumuskan pelakunya kepada dosa dan api neraka. ( Al-Fath 11 / 564 )36 HR. Al-Bukhari ( 6675 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau,Ahmad ( 6845 ), At-Tirmidzi ( 3021 ), An-Nasaa`I ( 4011 ) dan Ad-Darimi ( 2360 )37 Ibnu Hajar mengatakan : Hadist diatas diriwayatkan oleh Abi bin Iyas didalam Musnad Syu’bah dan Isma’il Al-Qadhi didalam Al-Ahkam dari hadits Ibnu Mas’ud ( Fathul Bari 11 / 566 )

Page 17: Adab Berbicara

ditangah-tengah kaum manusia, hingga memberi hasil kebaikan ataukah

mengatakan suatu kebaikan “38

Dan pada riwayat Abu Daud: Beliau mengatakan : “ Tidaklah saya

mendengar dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan

sedikitpun juga kedustaan kecuali pada tiga perkara yang pernah Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan : “ Tidaklah saya mengkategorikan

seseorang sebagai pendusta apabila dia mendamaikan antara kaum mausia.

Dia mengatakan suatu perkataan yang tidak ingin dia ucapkan kecuali untuk

tujuan mendamaikan, dan seseorang yang berbicara disaat peperangan dan

seseorang yang berbicara kepada istrinya dan seorang wanita yang

berbicara kepada suaminya “39

Para ulama berbeda pendapat dalam menganalisa makna hadits ini.

Mayoritas ulama berpendapat bolehnya berdusta pada tiga hal yang

disebutkan diatas. Dan sebagian lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan hadits diatas bukanlah dusta yang sebenarnya, melainkan hanya

sebatas at-tauriyah40 dan al-ma’aaridh41 42.

Dan kemungkinan sebab dari perbedaan pendapat mereka karena

memandang lafazh tambahan yang ada pada hadits diatas, apakah lafazh

tersebut lafazh yang mudraj atau diriwayatkan secara marfu’ dan shahih.

38 HR. Al-Bukhari ( 2692 )39 HR. Abu Daud ( 4921 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau. Al-Albani menshahihkannya. Dan asal hadits ini terdapat didalam Ash-Shahihain. Al-Bukhari meriwayatkannya ( 2692 ) dengan lafazh : “ Bukanlah dikatakan seorang pendusta yang bertujuan mendamaikan antara kaum manusia, maka dia akan menghasilkan kebaikan ataukah mengatakan suatu kebaikan “. Dan Muslim ( 2605 ) dengan kedua lafazh tersebut semuanya. Akan tetapi beliau menambahkan tambahan dari eprkataan Az-Zuhri : “ Ibnu Syihab mengatakan : Dan saya tidak mendengarkan sedikitpun juga dari beliau, bahwa beliau membolehkan sedikitpun dari perkataan manusia yang berupa kedustaan ... “.Dan Ibnu Hajar berpendapat seperti itu, dan mengatakan bahwa lafazh tambahan tersebut adalah lafazh yang mudraj ( lihat Al-Fath 5 / 353 )Al-Albani mengkritik hal itu didalam Ash-Shahihah ( 545 ) dan beliau menerangkan bahwa lafazh tmabahan tersebut diriwayatkan secara marfu’ dan shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Silahkan anda melihatnya kembali jika berkenan. Dan diantara yang juga meriwayatkan hadits ini adalah Ahmad ( 26731 ) dan At-Tirmidzi ( 1938 )40 Yakni menampakkan sesuatu yang menyalahi maksud yang sebenarnya, penj41 Yakni sindiran dengan perkataan, penj42 Lihat Muslim bi-syarh An-Nawawi jilid 8 ( 16 / 135 ), Fathul Bari ( 5 / 353 ) dan Syrh Riyadh Ash-Shalihih karya Ibnu ‘Utsiamin ( 1 / 272 )

Page 18: Adab Berbicara

Lafazh diatas lafazh yang shahih secara marfu’ – sebagaimana yang telah

kami terangkan – dengan begitu jelaslah pendapat bolehnya berdusta pada

tiga perkara yang telah disebutkan sebelumnya.

Dan hadits ini ada beberapa syahid penguat lainnya :

Adapun riwayat syahid untuk mendamaikan antara kaum manusia, adalah

hadits yang telah dikemukakan sebelumnya.

Syahid riwayat berdusta ketika berperang, adalah hadits Jabir bin

Abdullah radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi

wa sallam bersabda :

“ Siapakah yang akan menuntaskan Ka’ab bin Al-`Asyraf ? karena

sesungguhnya dia telah menyakiti Allah dan Rasul-Nya.

Muhammad bin Maslamah mengatakan : Apakah anda menyukai jika saya

membunuhnya , wahai Rasulullah ?

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : Benar.

Maslamah mengatkaan : Izinkanlah aku akan berdua bersamanya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Silahkan engkau berdua

bersamanya.

Maslamah lalu mendatanginya dan berkata kepadanya: “ Dan menyebutkan

perbincangan antara mereka berdua. Dan beliau berkata : Sesunguhnya

orang ini telah menekan kami dengan shadaqah dan sungguh dia telah

menyulitkan kami.

Dan ketika dia mendengarnya, dia mengatakan : Dan demi Allah dia juga

telah menjemukan kami dengannya … al-hadits “43

Yang dijadikan argumen pada hadits diatas adalah

Abda beliau : “ Izinkanlah saya akan berdua dengannya “, “ Sungguh dia

telah menekan kami dengan shadaqah “, yaitu : Meminta kami untuk

menempatkan shadaqah pada masing-masing tempatnya.

Dan : “ Dan sungguh dia telah menyulitkan kami “, yakni : Membebani kami

dengan segala macam perintah dan larangan44.

43 HR. Al-Bukhari ( 3031 ), dan beliau menjadikannya pada bab yang beliau beri judul: Bab. Al-Kadzib fi Al-Harb, dan Muslim ( 1801 ) dan lafazh diatas adalah lafaz beliau, dan Abu Daud ( 2768 )44 Fathul Bari ( 1 / 184 )

Page 19: Adab Berbicara

Adapun syahid pembolehan berdusta kepada istri untuk menyenangkan

hatinya : Hadist yang diriwayatkan oleh Atha’ bin Yasaar, bahwa beliau

berkata: Seseorang menjumpai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dan

berkata : Wahai Rasulullah, bolehkan aku berdusta kepada istriku ?

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Tidak, Allah tidaklah

menyukai kedustaan.

Orang tersebut berkata: “ Wahai Rasulullah, - perbuatan itu – untuk

mendamaikannya dan menyenangkan hatinya.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak mengapa bagimu “45

An-Nawawi mengatakan: “ Adapun dusta kepada istri dan dusta seorang

istri kepada suaminya. Yang dimaksud dengan dusta ini adalah dengan

manampakkan kasih sayang dan janji yang bukan suatu keharusan sertalain

sebagainya.

Adapun memperdayai hingga menghalangi haknya atau mengambil yang

bukan haknya baik suami atau istri,maka hal tersebut haram sesuai dengan

ijma’ kaum muslimin , wallahu a’lam46.

Al-Albani mengatakan : Tidak termasuk dusta yang diperbolehkan

dengan menjanjikan sesuatu kepada istri yang sebenarnya dia tidak

berkeinginan untuk menepatinya, atau memintanya memilih , bahwa dia

akan membeli suatu kebutuhannya – istri – tertentu dengan harga demikian,

melebihi harga yang sebenarnya hanya untuk menjadikannya ridha. Karena

hal itu akan dapat terungkap sehingga menjadi sebab istri berburuk sangka

kepada suaminya. Dan hal itu akan mendatangkan kerusakan bukan

perbaikan47.

8. Larangan berbuat keji dan mengatakan perkataan yang

keji48

45 Al-Albani mengatakan didalam Ash-Shahihah : Diriwayatkan oleh Al-Humaidi didalam Musnadnya ( no. 329 ). As-Silsilah ( 1 / 817 ) no. ( 498 ). Dan hadits seperti yang anda lihat adalah hadits yang mursal. Akan tetapi silahkan lihat didalam As-Silsilah pada tempat yang 46 Syarh Shahih Muslm jilid 8 ( 16 / 135 )47 As-Silsilah Ash-Shahihah ( 1 / 818 )

Page 20: Adab Berbicara

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan manusia yang paling

sempurna kahlaknya. Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat jauh

dari sifat seorang yang berkata buruk dan rendahan. Dan beliau Shallallahu

‘alaihi wa sallam telah melarang dari perkataan yang keji, melaknat,

perkataan yang kotor dan perkataan-perkataan batil lainnya.

Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan, beliau berkata: Bahwa Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Bukan seorang mukmin apabila dia

senang menghujat49, senang melaknat, seorang yang berkata keji dan

berkata buruk “50

Perkataan yang keji, dapat berarti beberapa makna. Terkadang bermakna

makian dan celaan dan perkataan dusta, sebagaimana didalam hadits

Abdullah bin Amru radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata : Tidaklah Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang berkata keji dan sering berkata

kotor. Dan beliau seringkali mengatakan: Sesungguhnya sebaik-baik kalian

adalah yang paling baik akhlaknya “51

Dan terkadang bermakna : Berlebihan dalam berkata dan menjawab

perkataan52. Sebagaimana didalam hadits Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau

berkata: Sekelompok Yahudi datang dan mengatakan : As-saamu ‘alaika

wahai Abul Qasim.

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : wa’alaika.

Aisyah berkata : Saya mengatakan : bahkan jawablah: As-saamu wa adz-

dzaamu – kematian dan celaan bagi kalian - 53.

48 Didalam Al-Lisan : Seseorang berlaku fahisy, apabila dia mengatakan perkatan yang fahisy / keji. Seperti dikatakan: Seseorang telah mengatakan perkataan yang keji, dia seorang yang berkata keji, ucapannya keji ... Dan al-faahisy adalah seroang yang berkata keji dan kotor demikian juga perbuatannya. Dan al-mutafahhisy adalah seseorang yang berlebihan dalam mencaci orang dan bersengaja melakukannya. ( 6 / 325 – 326 ) bahasan : فحش49 Didalam Al-Lisan: Dan pada sebuah hadits: Tidaklah seorang mukmin seorang yang senang menghujat. Yakni sering melanggar kehormatan orang lain dengan mencela, ghibah dan semisalnya. Dan kaliamt tersebut berasal dari kalimat : tha’ana ( menghujat ) dengan wazan/timbangan : Fa’aalun.. Dan dari sinilah perkataan yang menghujat, dapat dengan harakat al-fathah dan adh-dhammah, apabila orang tersebut mencelanya. Diantaranya juga mencela nasab. ( 12 / 266 ) bahasan: طعن50 HR. Ahmad ( 3938 ), al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 312 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau. Al-Albani menshahihkannya, dan At-Tirmidzi ( 1977 )51 HR. Al-Bukhari ( 3559 ), Muslim ( 2321 ), Ahmad ( 6468 ) dan At-Tirmidzi ( 1975 )52 Lihat : Lisan Al-‘Arab ( 6 / 325 )53 Adz-Dzaamu : aib/celaan ( lihat Lisan Al-‘Arab ( 12 / 219 ) bahasan: ذام

Page 21: Adab Berbicara

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Wahai Aisyah

janganlah engkau menjadi seorang yang berkata keji “

Aisyah berkata : Tidakkah anda mendengar apa yang mereka katakan ?

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Tidakkah hal tersebut telah

terjadi pada mereka apa yang mereka katakan. Saya berkata : Dan bagi

kalian. “54

Peringatan : Seorang yang sering melaknat tidak menjadi seorang yang jujur.

Dia akan diharamkan dari syafa’at dan perskasian pada hari kiamat. Dan

barang siapa yang melaknat sesuatu namun sesuatu itu tidak pantas

dilaknat, maka laknatnya akan kembali kepadanya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Tidaklah pantas bagi seorang yang

jujur untuk sering melaknat “55

Dari Abu Ad-Darda`, beliau berkata : Saya telah mendengar Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Sesungguhnya orang-orang yang

sering melaknat tidak akanmenjadi saksi dan pemberi syafa’at pada hari

kiamat “56

Dan dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau berkata: Bahwa

seseorang melaknat angin disisi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , lalu

beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“ Janganlah engkau melaknat angin , karena angin hanyalah suatu yang

mendapat perintah. Dan sesungguhnya siapa saja yang melaknat sesuatu

yang tidak sepantasnya dilaknat maka laknat tersebut akan kembali

kepadanya “57

An-Nawawi mengatakan: “ Pada hadits diatas terdpat larangan melaknat

dan siapa saja yang berakhlak demikian tidak akan tterdapat pada dirinya

sifat-sifat terpuji. Dikarenakan laknat adalah doa yang dimaksudkan untuk

54 HR. Al-Bukhari ( 6024 ), Muslim ( 2165 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Ahmad ( 242330 ), At-Tirmidzi ( 2701 ) dan Ibnu Majah ( 3690 )55 HR. Muslim ( 2597 ), Ahmad ( 8242 ) dan Al-Bukhri didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 317 )56 HR. Muslim ( 2598 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Ahmad ( 26981 ), Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 316 ) danAbu Daud ( 4907 )57 HR. At-Tirmidzi ( 1978 ), Abu Daud ( 4908 ) dan Al-Albani menshahihkannya.

Page 22: Adab Berbicara

menjauhkan seseorang dari rahmat Allah ta’ala. Dan doa seperti ini bukanlah

akhlak kaum mukminin yang Allah sifati mereka sebagai kaum yang saling

menebar rahmat, tolong menolong dalam kebaikan dan takwa, menjadikan

mereka layaknya suatu bangunan yang saling menguatkan sebagian dengan

sebagian lainnya, bagaikan sebuah tubuh yang satu, dan seorang mukmin

mencintai segala sesuatu untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai

sesuatu untuk dirinya. Maka siapa saja yang mendoakan laknat saudaranya

sesama muslim yakni menjauhkannya dari rahmat Allah ta’ala, berarti dia

telah berada pada puncak pemutusan silaturrahim dan saling berjauhan. Dan

ini tujuan yang seorang muslim disukai untuk menerapkannya kepada

seorang kafir dan mendoakan laknat baginya. Dari sinilah pada sebuah

hadits yang shahih disebutkan : “ Melaknat seorang mukmi bagaikan

membunuhnya “58

Dikarenakan seorang yang membunuh akan memutuskan saudaanya dari

segala manfaat dniawiyah, sementara ini – laknat – akan memutuskannya

dari nikmat akhirat dan rahmat Allah ta’ala59.

Peringatan lainnya : Termasuk dosa yang paling besa bahkan tergolong

dosa-dosa besar, jikalau seseorang melaknat kedua orang tuanya.

Dari Abdullah bin ‘Amru radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Sesungguhnya tergolong dosa-dosa

besar seseorang melaknat kedua orang tuanya. Ada yang mengatakan :

Wahai Rasulullah, bagaimanakah seseorang akan melaknat kedua orang

tuanya ?

Beliau menjawab : Orang tersebut mencaci bapak orang lain, lalu orang

tersebut mencaci bapaknya dan mencaci ibunya.” Pada lafazh Muslim : “

Beliau bersabda : Temasuk dosa-dosa besar seseorang menghujat kedua

orang tuanya. Para sahabat mengatakan: Wahai Rasulullah : Apakah

mungkin seseorang menghujat kedua orang tuanya ?

58 Penggalan hadits diatas, diriwayatkan oleh Al-Bukhari ( 6047 ), Muslim ( 110 ) dan Ahmad ( 15950 )59 Shahih Muslim bi-syarh An-Nawawi jilid 8 ( 16 / 127 )

Page 23: Adab Berbicara

Beliau bersabda: “ Benar. Dia mencaci bapak orang lain lalu orang tersebut

mencaci bapaknya dan mencaci ibu orang lain lalu orang tersebut mencaci

ibunya “60

9. Keutamaan seseorang meninggalkan perdebatan walau

dia dalam keadaan benar

Al-Miraa`u dalam arti etimologinya bermakna : Bersengketa dan berdebat. …

Asalnya dari bahasa adalah al-jidaal, dan seseorang mengindikasikan dalam

perdebatannya suatu perkataan dan sikap-sikap mental yang

mengindikasikan permusuhan dan selainnya.

Berasal dari kalimat: mariyat asy-syaah, Apabila anda memeras dan

mengeluarkan susunya61.

Dari Abu Umamah radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Saya adalah pemuka dihamparan62

surga bagi siapa saja yangmeninggalkan perdebatan walau dia dalam

keadaan beanr. Dan di pertengahan surga bagi seseorang yang

meninggalkan kedustaan walau dlam keadaan bercanda, dan dibagian surga

yang tertinggi bagi yang terpuji akhlaknya “63

Pada hadits tersebut diterangkan bahwa siapa saja yang meninggalkan

perdebatan walau dia dalam keadaan jujur dan benar maka dia akan diberi

janji melalui lisan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah rumah

dihalaman surga.

60 HR. Al-Bukhari ( 5973 ),Muslim ( 90 ), ahmad ( 6493 ), At-Tirmidzi ( 1902 ) dan Abu Daud ( 5141 )61 Lisan Al-‘Arab ( 15 / 278 ), bahasan: مرا62 Didalam Al-Lisan ( 7 / 152 ), bahasan ربض : Ibnu Khalwaih mengatakan : rubudh al-madinah, dengan harakat adh-dhammah pada huruf ar-raa` huruf al-baa, berarti pondasinya, dan dengan harakat al-fathah, berarti yang berada disekitarnya.Dan pada hadits disebutkan: Saya adalah pemuka di rabadh al-jannah, yakni degan harakat fathah pada al-baa, maknanya yang disekitarnya diluar darinya. Penyerupaan dengan bangunan yang berada di sekitar kota dan berada dibawah benteng.63 HR. Abu Daud ( 4800 ).Al-Albani menghasankannya, lihat Ash-Shahihah ( 273 ). Dan dari hadits Anas bin Malik, diriwayatkan At-Tirmidzi ( 1993 ), Ibnu Majah ( 51 ), dengan mengganti lafazh hamparan surga dengan pertengahan surga.

Page 24: Adab Berbicara

Didalam A-Tuhfah : “ Hal itu dikarenakan dia telah berpaling dari

perusakan hati orang yang diajaknya berdebat dan mengahalunya

merupakan keluhuran jiwa dan penampakan kemuliaan keutamaan dirinya64.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam

, beliau bersabda: memperdebatkan Al-Qur`an adalah kekufuran “65

Yakni memperdebatkan segala yang ada di dalam Al-Qur`an.

Dari Jundub bin Abdillah radhiallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa

sallam , beliau bersabda : “ Kalian bacalah Al-Qur`an atas apa yang dapat

menyatukan hati-hati kalian, dan apabila kalian bersengketa maka berdirilah

“66

Perengketaan yang dimaksud didalam hadits diatas adalah perbedaan

dalam memahami maknanya. Dan mungkin juga yang dimaksud adalah

perbedaan dalam tata cara pelaksanaannya. Dan ketika terjadi perbedaan

pendapat yang akan menyebabkan keburukan terhadap Al-Qur`an, seorang

muslim diperintahkan untuk menghentikan hal itu hingga tidak terjadi

keburukan dan perdebatan tidak mencuat semakin membesar.

An-Nawawi mengatakan : Perintah untuk meninggalkan perbedaan

tentang Al-Qur`an oleh para ulama dipahami pada perbedaan yang tidak

diperbolehkan ataukah perbedaan yang akan menimbulkan sesuaut yang

tidak diperbolehkan. Seperti perbedaan tentang Al-Qur`an itu sendiri atau

pada salah satu kandungan maknanya yang tidak ditoleransi adanya ijtihad,

ataukah perbedaan yang akan menyebabkan keraguan dalam masalah-

masalah furu’ agama. Adapun diskusi para ulama berkaitan dengan hal itu

untuk mendapatkan faedah dan menampilkan kebenaran, dan perbedaan

mereka dalam hal itu bukan suatu yang terlarang, melainkan suatu yang

diperintahkan dan keutamaannya nampak jelas. Kaum muslimin telas

sepakat akan hal ini dizaman sahabat hingga sekarang wallahu a’lam67.

64 Tuhfah Al-Ahwadzi ( 6 / 109 )65 HR. Ahmad ( 7789 ), Abu Daud ( 4603 ). Ibnul Qayyim mengatakan : Hasan. Lihat ‘Aun Al-Ma’bud jilid 6 ( 12 / 230 ). Al-Albani mengatakan : Hasan shahih.66 HR. Al-BUkhari ( 5060 )Muslim ( 2667 ), Ahmad ( 18337 ), Ad-Darimi ( 3359 ) 67 Syarh Shahih Muslim jilid 8 ( 16 / 188 )

Page 25: Adab Berbicara

Pada hadits diatas juga berisikan sugesti untuk membentuk

jama’ah/persatuan dan kesatuan. Serta peringatan dari perpecahandan

perselishan, larangan memperdebatkan Al-Qur`n tanpa alasan yang benar.

Dan diantara hal buruk dari perkara itu , jikalah nampak suatu argumentasi

ayat kepada suatu permasalahan yang menyelisihi pendapat nalar, maka

dengan segala bantuan nalar , analisa yang mendalam untuk mentakwilkan

ayat itu agar sesuai dengan nalar tersebut dan terjadi kesimpang siuran

dalam pertentangan itu. Sebagaimana disebutkan didalam Al-Fath68.

Faedah: As-Sa’di rahimahullah didalam menafsirkan firman Allah ta’ala :

“ Dan janganlah engkau mendebat mereka kecuali dengan perdebatan yang

zhahir “ ( QS. Al-Kahfi : 22 )

Beliau berkata: “ Dan janganlah engkau mendebat “ yakni bersengketa dan

menyampaikan argumentasi bagi mereka.

“ Kecuali dengan perdebatan yang zhahir “ yakni yang didasari dengan ilmu

dan keyakinan, dan juga terkandung faedah.

Adapun perdebatan yang didasari dengan kejahilan dan mereka-reka suatu

yang tidak diketahui, ataukah perdebatan yang tidak mendatangkan faedah,

tidak terdapat faedah agama dengan mengetahuinya , seperti –

memperdebatkan – jumlah Ashhabul kahfi, dan lain sebagainya, maka hal itu

pada banyaknya perdebatan dan analisa yang berkelanjutan tiada henti

hanya melalaikan waktu dan memberi pengaruh pada kecenderungan hati

tanpa faedah “69

10. Larangan membuat suatu kaum tertawa dengan

perkataan dusta

Sebagian manusia terlihat cenderung untuk mengada-adakan dan membuat

suatu perkataan dusta lalu disandarkan kepada dirinya atau kepada orang

lain dengan tujuan menjadikannya sebagai anekdot lucu bagi yang ada

68 Fathul Bari ( 8 / 721 )69 Taisiir Al-Kariim Ar-Rahman ( 5 / 24 ), surah Al-Kahfi : 22

Page 26: Adab Berbicara

dimajlis. Dan orang yang memprihaitnkan itu tidaklah mengetahui bahwa dia

telah tergelincir pada suatu perkara yang amat berat.

Mu’awiyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu berkata: Sya telah mendengar

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Celakalah bagi yang

menceritakan sesuatu kemudian dia berusta pada ceritanya dengan tujuan

membuat kaum yang mendengarnya tertawa. Celakalah dia celakalah dia “70

11. Apabila seseoang menceritakan sesuatu kepada

saudaranya lalu dia berpaling maka yang diceritakannya

adalah suatu amanah

Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan bahwa Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “ Apabila seseorang menceritakan

suatu cerita kepada saudaranya lalu dia berpaling menengok maka cerita

tersebut adalah suatu amanah “71

Beliau –semoga Allah mengampuninya- menerangkan hadits di atas,

dengan mengatakan: “ Ini adalah adab nabawiyah yang sangat agung.

Dimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengkategorikan seseorang yang

menengok kekanan dan kekiri sewaktu menceritakan sesuatu sebagai suatu

penyampaian rahasia untuk dijaga dan tidak disebar luaskan. Ibnu Raslan

mengatakan: Dikarenakan menengoknya dia adalah pemberitahuan kepada

orang yang diajaknya berbicara bahwa dia khawatir orang lain akan

mendengar ucapakannya, dan dia telah mengkhususkan dirinya dengan

rahasianya tersebut. Jadi menengoknya dia sama dengan ucapan: Simpanlah

ini dariku baik-baik, yakni dengarlah dariku lalu simpanlah dan ini

merupakan amanah bagimu72.

12. Mendahulukan yang lebih tua dalam berbicara

70 HR. Abu Daud ( 4990 ), al-albani menghasankannya, Ahmad ( 19519 ), At-Tirmidzi ( 2315 ), Ad-Darimi ( 2702 ) dan Al-Baghawi didalam Syarh As-Sunnah ( 4131 )71 HR. Abu Daud ( 4868 ), Al-Albani menghasankannya, Ahmad ( 14644 ) dan At-Tirmidzi ( 1959 )72 ‘Aun Al-Ma’bud jilid 7 ( 13148 )

Page 27: Adab Berbicara

Dalil akan hal itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Rafi’ bin Khudaij dan

Shal bin Abu Hatsmah, keduanya mengatakan: Bahwa Abdullah bin Sahl dan

Muhaishah bin Mas’ud keduanya mendatangi Khaibar maka keduanya

terpisah dalam peperangan, kemudian Abdullah bin Sahl terbunuh,

datanglah Abdurrahman bin Sahl, Huwaishah dan Muhaishah keduanya anak

Mas’ud kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , kemudian mereka

membicarakan perkara sahabat mereka, mulailah dengan Abdurrahman dan

dia adalah orang yang paling kecil pada kaum tersebut, maka Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya : “ Agungkanlah orang tua”.-

Berkata Yahya ( Ibnu Mas’ud ) yakni diharapkan pembicaraan dari yang lebih

tua …al-hadits.73

Dan pula dikecualikan berdasarkan dengan perbuatan Ibnu Umar radhiallahu

‘anhuma, dimana beliau tidaklah mengedepankan dirinya dihadapan yang

lebih tua dari beliau.

Beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “

Kabarkan kepadaku suatu pohon, dimana perumpamaan pohon tersebut

laksana seorang muslim yang selalu memberi makan kapan saja seizin Rabb-

Nya dan daun-daunnya tidak berguguran.

Maka terbersit didalam hatiku bahwa pohon tersebut juga adalah pohon

korma. Namun saya tidak menyukai berbicara sementara ada Abu Bakar dan

Umar. Namun tatkala keduanya tidak memberi tanggapan bicara, Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Pohon tersebut adalah pohon

kurma.

Kemudian tatkala saya keluar bersama bapakku, saya berkata : Wahai ayah,

sesungguhnya telah terbersit didalam hatiku bahwa ohon tersebut adalah

pohon kurma.

Beliau – Umar – berkata: Lalu apakah yang menghalangi engkau sehingga

tidak mengatakannya, seandainya engkau mengatakannya, maka engkau

lebih saya sengangi dari pada ini dan ini.

73 HR Al-Bukhari ( 6142 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 1669 ), At-Tirmidzi ( 1422 ), An-Nasa’I ( 4713 ), Abu Daud ( 4521 ), Ibnu Majah ( 2677 ). Dan lafazh dari Ahmad ( 15664 ), Malik ( 1630 ), dan Ad-Darimi ( 2353 ).

Page 28: Adab Berbicara

Ibnu Umar mengatakan : Tiada yang menghalangiku, selain saya melihat

anda dan abu Bakar tidak berbicara.”

Pada riwayat Muslim : “ Saya lalu berniat untuk mengatakannya, akan tetapi

dikaum tersebut ada orang-orang yang dituakan, hingga saya segan untuk

berbicara “.

Pada riwayat Ahmad : “ Lalu saya memperhatikan, ternyata saya adalah

yang termuda dari kaum yang ada, maka sayapun terdiam “74

Saya katakan : Atsar-atsar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk

mengedepankan yang lebih tua atsar-atsar yang populer, sebagaimana

beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengedepankan yang lebih tua ketika

bersiwak, sebagaimana telah disebutkan didalam adab-adab bertamu.

13. Tidak memotong pembicaraan

Diantara adab berbicara, adalah tidak memotong pembicaraan orang lain.

Dikarenakan mereka terkadang senang dalam melanjutkan perkataannya,

apabila sebagian diantara mereka berbicara dan memotong perkataan

pembicara, hal itu akan menjadikan pendengar sulit memahami dan menjadi

marah kepada yang memotong pembicaraan mereka.

Hal tersebut juga dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu

Hurairah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Ketika kami bersama Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam didalam suatu majlis, dan beliau lagi berbicara

kepada suatu kaum, seorang Arab badui datang dan bertanya : Kapankah

daangnya hari kiamat.

Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan

pembicaraannya. Sebagian kaumm tersebut mengatakan: beliau mendengar

ucpan orang itu namun tidak menyukainya. Sebagian lainnya mengatakan :

Bahkan beliau tidaklah mendengarnya. Hingga beliau menyelesaikan

pembicaraannya,beliau berkata : Dimanakan yang menanyakan waktu

terjadinya hari kiamat ?

74 HR. Al-Bukhari ( 6044 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 2811 ), Ahmad ( 4585 ), At-Tirmidzi ( 2867 ) dan Ad-Darimi ( 282 )

Page 29: Adab Berbicara

Orang tersebut mengatakan : Saya berada disini wahai Rasulullah .

Beliau bersabda : “ Apabila amanah telah diabaikan, maka nantikanlah

datangnya hari kiamat “

Orang itu bertanya : Bagaimanakah amanah diabaikan ?

Beliau bersabda: “ Apabila suatu perkara diserahkan kepada bukan ahlinya

maka nantikanlah datangnya hari kiamat “75

Yang menjadi acuan pada hadits diatas adalah sabda beliau: “ Namun

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melanjutkan pembicaraannya “,

yakni beliau tidak memutuskan pembicaraan beliau. Hal itu dikarenakan

yang berhak adalah yang membuka majlis bukan sipenanya ini. Maka

sepantasnyalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memotong

pembicaraan beliau hingga menyelesiakannya.

Namun dikecualikan juga dengan perkataan penerjemah Al-Qur`an, Ibnu

Abbas radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan kepada ‘Ikrimah : “

Berbicaralah kepada kaum muslimin pada setiap jum’at sekali. Apabila anda

mengabaikannya maka jadikanlah dua kali, dan apabila mesti diperbanyak

maka tiga kali. Dan janganlah engkau menjadikan kaum muslimin menjadi

bosa dengan Al-Qur`an ini. Dan janganlah engkau menjumpai suatu kaum

yang tengah memperbincangkan sesuatu kemudian engkau

menceritakannya kepada mereka hingga memotong percakapan mereka dan

menjadikan mereka bosan. Akan tetapi diamlah engkau, apabila mereka

memintamu untuk menceritakan kepaa mereka maka beritahukanlah kepada

mereka, disaat mereka berkemauan untuk mendengarnya …al-hadits76

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma telah menerangkan bahwa sebab dari

larangan memotong pembicaraan, karena hal tersebut akan menyebabkan

kejenuhan dan kebisanan pada diri mereka. Kemudian beliau

mengarahkannya untuk duduk mendengarkan dengan baik. Apabila mereka

meminta anda untuk menceritakan – yakni hadits dan selainnya, penj- maka

75 HR. Al-Bukhari ( 59 ) dan Ahmad ( 8512 )76 HR. Al-BUkhari ( 6327 )

Page 30: Adab Berbicara

beritahukanlah kepada mereka, karena hal tersebut akan lebih menjadikan

penyampaian anda diterima.

14. Tenang dalam berbicara dan tidak tergesa-gesa.

Tergesa-gesa dalam bebricara akan menjadi sebab utama tidak

terpahaminya suatu penyampaian dengan baik oleh pendengar. Olehnya itu

perkataan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah tergesa-gesa yang

akan menjadikan setiap yang duduk menyimaknya akan memahami yang

beliau katakan.

Pada sebuah hadits, dari Aisyah – ummul mukminin radhiallahu ‘anha –

berkata : “ Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila

menyampaikan suatu hadits, jikalau ada yang berkehendak untuk

menghitungnya niscaya dia akan dapat menghitungnya “. Pada riwayat

Muslim : “ Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah

menyampaikan suatu hadits dengan cepat sebagaimana kalian

menyampaikannya dengan cepat “

Pada riwayat Ahmad : “ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah

berbicara dengan cepat sebgaimana kalian berbicara dengan cepat. Beliau

berbicara dengan tanda pemisah yan akan dapat dihafalkan oleh yang

mendengarnya “77

Perkataan Aisyah : “ Bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah

menyampaikan hadits dengan cepat sebagaimana kaliam menyampakannya

dengan cepat “. An-Nawawi mengatakan : “ Memperbanyak dan saling

menyambungnya “78

Ibnu Hajar mengatakan : “ Maksudnya bahwa menyembung penyampaian

suatu hadits dengan tergesa-gesa , sebagiannya disampaikan setelah

sebagian lainnya agar yang mendengarkannya tidak tersamar “79

15. Merendahkan suara di saat berbicara

77 HR. Al-Bukhari ( 3568 ), Muslim ( 2493 ), Ahmad ( 25677 ), At-Tirmidzi ( 3639 ) dan Abu Daud ( 3654 )78 Syarh Muslim ilid 8 ( 16 / 45 )79 Fathul Bari ( 6 / 669 )

Page 31: Adab Berbicara

Allah ta’ala berfirman:

“Dan pelankanlah suaramu, karena sesungguhnya seburuk-buruk suara

adalah suara keledai “ ( QS. Lukman : 19 )

Firman Allah ta’ala : “ Dan pelankanlah suaramu “, suatu adab bersama

kaum manusia dan juga kepada Allah.

“ Dan sesungguhnya seburuk-buruk suara “ yakni yang paling jelek dan

paling hina , “ adalah suara keledai “.

Seandainya mengeraskan suara mengandung suatu faedah dan

mashlahat, tidaklah menjadi ciri khusus keledai yang anda telah ketahui

kehinaan dan kebodohannya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Sa’di80.

Tidak disangsikan lagi jikalau mengeraskan suara kepada dorang lain

merupakan adab yang buruk, dan menunjukkan ketidak hormatan kepada

orang lain.

Asy-Syaikh Taqiyuddin mengatakan : “ Barang siapa yangmengangkat

suaranya kepada orang lain, setiap yang berakal sehat akanmengetahui

bahwa dia memiliki sikap kurang hormat kepada orang lain … Ibnu Zaid

emngatakan : seandainya mengangkat suara suatu yang baik tidaklah Allah

menjadikannya bagi seekor keledai81.

16. Beberapa lafazh dan kalimat yang harus dihindari

Dari lisan-lisan sebagian pembicara, terlepas beberapa ungkapan dan

lafazh-lafazh yang dilarang oleh syara’. Sebagian besar diantara mereka

tidaklah mengetahui hukumnya. Dan sebagian mengetahui hukumnya akan

tetapi mengucapkannya karena lupa. Dan yang paling buruk adalah yang

mengucapkannya dengan sengaja sementara dia mengetahuinya.

Pada kesempatan ini tidaklah memungkinkan bagi kita untuk mencakup

semua lafazh-lafazh tersebut, akan tetapi cukuplah bagi kita untuk

menyebutkan sebagiannya secara ringkas, karena sesuatu yang tidak dapat

dijangkau seluruhnya tidaklah lantas ditinggalkan sebagian besarnya.

80 Taisiir Al-Kariim Ar-Rahman fii Tafsiir Kalaam Al-Mannan ( 6 / 160 ) 81 Al-Adab Asy-Syar’iyah ( 2 / 26 )

Page 32: Adab Berbicara

Masalah: Sebagian kaum muslimin mengatakan bahwa membenarkan

lafazh bukan suatu yang urgen jikalau hati yang mengucapkannya selamat.

Jawab : Apabila yang dimaksud adalh membenarkan lafazh-lafazh

tersebut disesuaikan dengan bahasa Arab, maka perkataan ini benar

adanya. Karena bukanlah suatu yang urgen – dari tinjauan aqidah yang

selamat – jikalau lafazh-lafazh tersebut tidak selaras dengan bahasa Arab,

selama maknanya dapat dipahami dan selamat.

Namun jikalau yang dimaksudkan disini dengan memperbaiki lafazh-

lafazh pembicaraan, adalah meninggalkan lafazh-lafazh yang menunjukkan

kekufuran dan kesyirkan, maka perkataan tersebut tidaklah benar, bahkan

membenarkan lafazh-lafazh tersebut suatu yang urgen. Dan tidak mungkin

diaktakan kepada seseorang : silahkan lisan anda bebas mengucapkan

apapun juga selama niat anda benar, melainkan kita katakan: dengan

perkataan-perkataan tertentu yang telah disampaikan oleh syariat Islam.

Demikian yang dikatakan oleh Ibnu ‘Utsaimin82.

a. Lafazh-ladazh pengkafiran, tabdi’ – tuduhan sebagai pelaku bid’ah –

dan tafsiq – tuduhan sebagai seorang fasik –

Telah diketahui sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Siapa saja yang

mengatakan kepada saudaranya wahai kafir, maka sungguh kalimat itu

tertuju kepada salahsatu dari keduanya “ Dan pada riwayat Abu Daud : “

Siapa saja seorang muslim yang mengkafirkan seorang muslim lainnya,

maka apabila dia memang seorang yang kafir, apabila tidak maka yang

menuding itulah yang kafir “83

Sekelompok manusia yang Allah butakan mata hati mereka dan

melanggar kehormatan orang lain dengan ucapan takfir, tabdi’ dan tafsiq.

Seolah-olah Allah mereka smebah dengan perkataan itu. Diantara mereka

ada yang menggunakan ungkapan takfir, tabdi’ atau tafsiq secara mutlak

dengan hati yang lapang, sementara para ulama as-salaf dari generasi

82 Fatawa Al-‘Aqidah ( Daar Al-Jiil, Maktabah As-Sunnah ) cet. 2 1414 H ( hal. 730 )83 HR. Al-BUkhari ( 6104 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 60 ), Ahmad ( 4673 ), At-Tirmidzi ( 2637 ), Abu Daud ( 4687 ) dan Malik ( 1844 )

Page 33: Adab Berbicara

sahabat dan para Imam Islam yang meniti jalanpetunjuk mereka – seperti

Abu Hanifah, Malik,Asy-Syafi’I dan Ahmad – mereka demikian berhati-hati

dengan ibarat itu. Terlebih dalam ungkapan takfir. Dimana mereka

tidaklah mengucapkan sedikitpun dari lafazh itu kecuali setelah ada pada

mereka dalil-dalil yang tidak ada keraguan lagi padanya. Dan juga telah

tertiadakan pada diri seseorang yang dituju segala penghalang, dan

argumen telah tersampaikan kepadanya.

Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam dalam khuthbah beliau pada hari ‘Iedul Adha

mengatakan: “ … Sesungguhnya darah kalian, harta benda kalian dan

kehormatan kalian haram atas diri sesama kalian.Sebagaimana haramnya

hari ini bagi kalian , pada bulan ini, dan dinegeri ini. Dan yang hadir

seharusnya menyampaikan kepada yang tidak hadir, dan karena yang

hadir bisa jadi menyampaikannya kepada yang lebih memahaminya “84

b. Perkataan seseorang: Bahwa celakalah kaum manusia.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu beliau berkata: bahwa Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “ Apabila seseorang mengatakan

bahwa kaum manusia telah celaka, maka dialah yang paling celaka

diantara mereka “85

Sabda beliau : “ Maka dialah yang paling celaka diantara mereka “,

dengan hukum rafa’ – sebagai khabar mubtada`, penj - dan juga

diriwayatkan dengan fathah – yakni fi’il madhi wazan af’ala,penj – yakni

dialah yang menyebabkan mereka celaka, bukan mereka yang binasa

secara hakikatnya “86

An-Nawawi mengatakan: “ Para ulama sepakat atas celaan ini,

sesungguhnya dia bagi orang yang mengatakannya adalah untuk

meremehkan orang lain, menyombongkan diri dihadapan mereka,

84 HR. Al-Bukhari ( 67 ) dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, Muslim ( 1679 ), ahmad ( 19873 ), Ad-Darimi ( 1916 )85 HR. Muslim ( 2623), Ahmad ( 9678 ), Abu Daud ( 4983 ), Malik ( 1845 ), Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 759 )86 Lihat Syarh Shahih Muslim jilid 8 ( 16 / 150 )

Page 34: Adab Berbicara

mengutamakan dirinya atas mereka dan menjelekkan keadaan- keadaan

mereka dikerenakan dia tidak mengetahui rahasia Allah pada ciptaan-

Nya, mereka berkata : Adapun yang mengatakan demikian dalam

keadaan sedih ketika dia melihat pada dirinya dan pada orang lain ada

kekurangan dalam perkara agama maka hal tersebut tidak mengapa.

Sebagaimana dia berkata : Saya tidak mengetahui ummat Nabi

Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali mereka semuanya mendirikan

shalat. Demikianlah penafsiran Imam Malik dan diikuti oleh kaum

muslimin.

Al-Khaththabi mengatakan : “ Maknanya bahwa seseorang akan selalu

mencela kaum muslimin dan menyebutkan keburukan mereka dan

mengatakan kaum manusia telah rusak dan semsial perkataan itu.

Apabila dia melakukan hal itu maka dialah orang yang paling binasa dan

paling buruk keadaannya diantara mereka. Karena dosa yang

menyertainya karena mencela dan melecehkan mereka. Dan terkadang

hal tersebut akan mengakibatkan sifat ‘ujub – kekaguman pada diri

sendiri – dan memandang bahwa dirinyalah yang paling baik diantara

mereka. Wallahu a’lam87.

c. Bersumpah kepada selain Allah

Hanya Allah subhanahu wata’ala semata yang boleh bersumpah

dengan nama makhluk-Nya yang dikehendaki-Nya. Karena Dialah Al-

Khalik yang dapat berbuat sekehendaknya pada kerajaan-Nya. Sementara

kaum manusia, jin, pepohonan, gunung, langit dan bumi adalah makhluk

ciptaan-Nya, maka Allah dapat bersumpah dengan segala yang Dia

kehendaki.

Adapun makhluk, tidaklah diperbolehkan bersumpah dengan selain

penguasa mereka dan yang menciptakan mereka. Al-Hafidz mengatakan:

“ para ulama berpendapat , hikmah dari larangan bersumpah kepada

selain Allah karena bersumpah kepada sesuatu menunjukkan

87 Syarh Muslim jilid 8 ( 16 / 150 )

Page 35: Adab Berbicara

pengagungan kepada sesuatu tersebut. Sedangkan keagungan yang

sebenarnya hanya teruntuk kepada Allah semata88.

Sumpah yang dilakukan oleh makhluk dapat dengan salah satud ari

tiga huruf sumpah , yaitu: al-wawu, al-baa`, at-taa`. Anda mengatakan:

Tallahi, Billahu dan Wallahi.

Ataukah bersumpah dengan ‘izzah Allah, sifat-sifat-Nya, kalimant-kalimat-

Nya.

Al-Bukhari mengatakan : Bab. Al-Halaf bi-‘izzatillahi wa shifatihi wa

kalimaatihi – Bab. Bersumpah dengan ‘izzah/kemuliaan Allah, sifat-sifat-

Nya dan kalimat-kalimat-Nya -, kemudian beliau mengatakan : … Abu

Hurairah mengatakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Seseorang

akan berada diantara surga dan neraka, lalu dia berkata: Wahai Rabb-ku,

palingkanlah wjaahku dari api neraka , Demi kemuliaan-Mu saya tidaklah

memohon kepada selain Engkau.”89

Dan sumpah juga dapat dengan meniyandarkan salah satu makhluk

ciptaan Allah kepada-Nya, seperti menyandarkan ka’bah, langi dan bumi

kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaiman perkataan anda:” Demi

Rabb ka’bah, demi Rabb langit dan lain sebagainya, dengan mensucikan

Allah jalla wa ‘ala dari penyandaran makhluk-makhluk Allah yang

dianggap buruk penyebutannya. Walaupun Allah yang menciptakannya,

akan tetapi adab berasama allah mengharuskan seperti itu.

Sebagaimana doa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal : “

Dan segala keburukan tidaklah disandarkan kepada Engkau “90

Sedangkan Allah adalah oencipta segala kebaikan dan keburukan.

Dan ada beberapa lafazh yang telah didengarkan dari Nabi Shallallahu

‘alaihi wa sallam , yang temasuk kedalam tiga lafazh sumpah

sebelumnya. Seperti sabda beliau :Ayyamillah, sabda beliau : Demi Zat

88 Fathul Baari ( 11 / 540 )89 Shahih Al-Bukhari, Kitab Al-Aiman wa An-Nudzur90 HR. Muslim ( 771 ), Ahmad ( 805 ), At-Tirmidzi ( 3422 ), An-Nasaa`I ( 897 ), Abu Daud ( 760 ) dan Ad-Darimi ( 1314 )

Page 36: Adab Berbicara

yang jiwaku berada ditangan-Nya. Dan sabda beliau : Tidaklah Demi Zat

yang membolak-balikkan hati “91

Dan barang siapa yang bersumpah kepada selain Allah, maka dia telah

kafir atau telah berbuat syirik, sebagaimana yang diterangkan didalam

hadits Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma. At-Tirmidzi meriwayatkan : “

Bahwa Ibnu Umar telah mendengar seseoran mengatakan : Tidaklah demi

Ka’bah. Maka Ibnu Umar mengatakan : Janganlah bersumpah kepada

selain Allah karena saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam bersabda : “ Barang siapa yang bersumpah kepada selain Allah

maka dia telah kafir atau berbuat syirik “92

Hadist tersebut sebagaimana yang anda lihat berlaku umum pada

larangan bersumpah kepada segala sesuatu selain Allah. Dan beberapa

hadits lainnya dalam lafazh yang lebih spesifik. Seperti larangan

bersumpahdengannenek moyang. Dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma,

beliau berkata : “ Bahwa beliau menjaumpai Umar bin Al-Khathtba diatas

kendaraan sementara Umar bersumpah dengan nama bapaknya. Maka

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru kepadanya : “

Ketahuilah sesungguhnya Allah telah melarang kalian bersumpah atas

naman nenek moyang kalian, barang siapa yang bersumpah hendaknya

dia bersumpah atas nama Allah dan jika tidak maka diamlah “93

Dan diantaranya bersumpah dengan amanah. Dari Buraidah

radhiallahu ‘anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

bersabda : “ Barang siapa yang bersumpah dengan amanah maka dia

bukan bagian dari kami “94

Dan juga termasuk dari hal itu , adalah larangan bersumpah dengan Nabi,

bersumpah dengan kehidupan,denganmengatakan : Demi kehidupanku

91 HR. Al-Bukhari ( 6627 ), ( 6628 ) dan ( 6629 )92 HR. At-Tirmidzi ( 1535 ), dan beliau mengatakan : Hadist hasan, Ahmad ( 6036 ), Abu Daud ( 3251 ) dan Al-Albani menshahihkannya.93 HR. Al-Bukhari ( 6646 ), Muslim ( 1646 ), Ahmad ( 4534 ), At-Tirmidzi ( 1533 ), an-Nasaa`I ( 3766 ), Abu Daud ( 3249 ), Ibnu Majah ( 2094 ), Malik ( 1027 ) dan Ad-Darimi ( 2341 )94 HR. Abu Daud ( 3253 ), dan lafazh diatas adalah lafazh beliau, al-albani menshahihkannya, Ahmad ( 22471 )

Page 37: Adab Berbicara

ataukah demi kehidupan si fulan dan lains ebagainya yang berupa

sumpah kepada selain Allah.

d. Bersumpah dengan kalimat talak.

Telah tersebar disebagian kaum manusia yang jahil sumpah dengan

talak. Dengan mengatakan : Bagiku talak, untuk melakukan hal ini ,

ataukah mengatakan: Bagiku – berlaku – talak tiga , saya tidak akan

melakukannya dan lain sebagainya.

Orang yang jahil ini bisa menyebabkan kehancuran rumah tnagganya,

kezhaliman kepada keluarganya yang sama sekali tidak berdosa. Namun

dosa adalah dosa yang diperbuatsi pandir ini yang mempergunakan

lisannya tanpa memperhatikan dan melihat akibat dari semua perkara

tersebut. Bisa jadi perkara yang dia hendak sumpahkan tersebut adalah

sesuatu yang tidak bernila, semisal seseorang bersumpah bagi seseorang

lainnya agr dia masuk kedalam rumahnya.

Bersumpah dengan talak ini, perkara yang diperselisihkan oleh para

ulama, ketika yang terjadi adalah melanggar sumpahnya. Mayoritas

ulama berpendapat bahwa seseorang yang melanggar sumpahnya wajib

jatuh talak. Dan sebagian ulama berpendapat disamakan dengan sumpah

al-yamiin, dan harus baginya untuk membayar kaffarah sumpah tersebut

ketika dia melanggarnya.

Ibnu ‘Utsaimin mengatakan dalam salah satu jawaban beliau : “ Adapun

mereka yang bersumpah dengan talak untuk melakukan hal demikian,

atau mengharuskan talak jika tidak melakukan hal demikian, ataukah jika

engkau melakukan hal demikian maka istriku tertalak, ataukah jika

engkau tidak melakukan hal meikian akan istrikau tertalak dan yang

serupa dengan sighat-sighat itu, maka perbuatan ini adalah perbuatan

yang menyalahi tuntunan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Sebagian

besar ulama bahkan ini pendapat mayoritas ulama : Bahwa apabila dia

melanggar sumpahnya maka wajib jatuh talak darinya kepada istrinya.

Walau pendapat yang terpilih , apabila kalimat talak dipergunakan dalam

Page 38: Adab Berbicara

pemakaian sumpah al-yamiin, yaitu ketika diniatkan hanya untuk

mendorong dilakukannya sesuatu, menolak sesuatu, untuk membenarkan

atau mendustakan atau mempertegas pernyataan, maka hukumnya

adalah huku sumpah al-yamin. Berdasarkan firman Allah ta’ala :

“ Wahai Nabi mengapakah engkau mengharamkan apa yang Allah telah

halalkan bagimu, hanya untuk mendapatkan keridhaan istri-istrimu. Dan

Allah adalah Zat yang Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas kalian semua untuk berlepas

dari sumpah kalian “ (QS. At-Tahrim : 1 – 2 )

Allah menjadikan pengharaman – istri – sebagai suatu sumpah yamiin.

Dan juga berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

Sesunguhnya semua maal berdasarkan niatnya, dan masing-masing

orang disesuaikan dengan niatnya “

Dan orang ini tidaklah meniatkan talak, melainkan hanya meniatkan

sumpah biasa ataukah hanya meniatka suatu yang semakna dengan

sumpah yamiin. Apabila dia melanggar sumpahnya maka cukup baginya

untuk membayarkan kaffarah sumpahnya. Inilah pendapat yang terpilih95

e. Perkataan seseorang kepada seorang munafik : tuan atau wahai

tuanku

Diteangkan didalam hadits Buraidah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Janganlah kalian

mengatakan kepada seorang munafik tuan. Karena apabila dia seorang

tuan maka sesungguhnya kalian telah membuat Rabb kalian ‘azza wajalla

murka kepada kalian “96

Sabda beliau : “ Apabila dia seorang tuan “ yakni yang dipertuan suatu

kaum atau yang mempunyai hamba sahaya laki-laki dan wanita dan harta

yang melimpah ,” Maka sesungguhnya kalian telah membuat murka Rabb

kalian ‘azza wajalla “, maknanya kalian telah menjadikannya murka

95 Fatawa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al –‘Utsaimin ( 2 / 796 )96 HR. Abu Daud ( 4977 ),dan lafazh diatas adlah lafazh beliau. Al-Albani menshahihkannya, Ahmad ( 22430 )dan Al-Bukhari didalam Al-Adab Al-Mufrad ( 760 )

Page 39: Adab Berbicara

karena telah mengagungkan orang tersebut, sedangkan dia tidak

selayaknya berhak dengan pengagungan. Bagaimana pula jikalau dia

bukan seorang tuan dari salah satu dari makna tersebut, dan dia

bersamaandenganitu hal tersebut adalah suatu kedustaan dan

kemunafikan … Ibnu al-Atsir mengatakan : “ Janganlah kalian

mengatakan kepada seorang munafik tuan, karena jikalau dia seorang

tuan bagi kalian maka dia adalah seorang mnafik, dimana keberadaan

kalian lebih rendah dari keadaannya. Dan Allah tidaklah meridhai hal itu

bagi kalian. Demikian disebutkan didalam ‘Aun Al-Ma’bud97

Catatan penting : Sebagian besar kaum muslimin yang mempelajari

percakapan bahasa Inggris tersebar meluas penggunaan kalimat : Mister,

dalam percakapan mereka mengikuti kebiasaan orang-orang Inggris.

Yang semakna dengan kalimat tuan atau tuanku. Dan larangan berlaku

pada seorang munafik, maka lebih utama tentunya terlarang dalam

menyapa seorang kafir dan memanggilnyadenganlafazh ini. Dan ibrah

adalah mengikuti makna bukan dengan bentukan katanya. Wallahu a’lam.

Ibnul Qayyim mengatakan didalam Ahkam Ahlu Adz-Dzimmah : Pasal.

Menyapa ahlul kitab dengan tuanku dan maula-ku. Dan adapun menyapa

dengan kalimat tuan kami dan maula kami dan semisalnya adlah

perbuatan yang pasti haram98.

f. Mencela masa/zaman

Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah ‘azza wajalla berfirman :

“ Adam Adam telah menyakitiku, dia menghina masa sedangkan Aku

adalah masa. Ditanganku segala perkara, Aku membolak-balikkan malam

dan siang “99

Pada riwayat Ahmad : “ Janganlah kalian mencela masa, karena

sesungguhnya Allah ‘azza wajalla berfirman : Akulah masa, hari demi hari

97 Syarh Sunan Abu Daud jilid 7 ( 13 / 221 )98 ( 3 / 1322 )99 HR. Al-Bukhari ( 4826 ), Muslim ( 2246 ), Ahmad ( 7204 ), Abu Daud ( 5274 ) dan Malik ( 1846 )

Page 40: Adab Berbicara

dan malam demi malam milik-Ku,Aku memperbaruinya dan

mensilihgantikannya dan Aku mendatangkan kekuasaan setelah

kekuasaan – yang pertama “100

Termasuk kebiasaan dizaman Jahiliyah bahwa mereka apabila

ditimpakan bencana atau musibah mereka mencela masa. Dan sebagian

ummat ini – walau mereka minoritas – yang memangdianggap sebagai

orang-orang jahil, anda akan menjumpainya menceritakan hal itu dari

mereka ketika ditimpa musibah.

Dan pada hadits diatas berisikan larangan mencela masa. Hal itu

disebabkan karena mencela masa tiada lain adalah mencela Sang

Pencipta masa, Yang mengaturnya dan Yang membolak-balikkannya.

Maka mereka dilarang untuk mencela masa agar mereka tidak terperosok

dalam mencela Sang Pencipta masa101.

Masalah : Apakah dikatakan ini “ zaman tandus/gersang “ atau zaman

pengkhianatan atau wahai zaman yang mengecewakan yang saya telah

melihatmu ditempat tersebut ?

Jawab : Ibnu ‘Utsaimin – hafidzahullah – mengatakan: Ungkapan-

ungkapan ini yang disebutkan pada soal ditinjau dari dua sisi :

Pertama : Jika ungkapan-ungkapan tersebut berupa celaan yang

hinaan pda zaman, maka ini suatu yang haram, tidak dipebolekan.

Dikarenakan apapun yang terjadi pada suatu zaman, maka datangnya

dari Allah ‘azza wajalla. Barang siapa yang mencelanya berarti mencela

Allah. Dari sinilah Allah ta’ala berfirman didalam hadits qudsi : “ Anak

Adam telah menyakiti-Ku dengan mencela masa, sedangkan Akulah

masa, Ditangan-Ku segala perkara, Aku membolak-balikkan siang dan

malam “

Tinjauan yang kedua : Mengatakannya sebagai pemberitahuan , dan

ini suatu yang diperbolehkan. Diantaranya firman Allah ta’ala berkenaan

100 HR. Ahmad ( 10061 ). Ibnu Hajar mengatakan : Sanadnya shahih. Lihat Fathul Bari ( 10 / 581 )101 Lihat Fathul Bari ( 8 / 438 ) dan Syarh Shahih Muslim jilid 8 ( 15 / 4 )

Page 41: Adab Berbicara

dengan Luth ‘alaihis salam : “ Dan beliau berkata inilah hari yang amat

sulit “

Yakni hari yang keras . Dan semua orang mengatakan : Ini adalah hari

yang sangat keras/sulit. Hari ini terdapat perkara ini dan ini, dan ini

perkataan yang tidak mengapa.

Adapun perkataan : “ Ini zaman pengkhianatan “, adalah ungkapan

celaan karena sifat khianat/menipu adalah sifat tercela dan tidak

diperbolehkan.

Sedangkan perkataan : “ Wahai zaman yang mengecewakan yang mana

saya melihatmu berada dizaman tersebut “ Apabila yang dimaksud yakni

wahai kekecewaanku/kegagalanku, maka ini tidaklah mengapa. Dan

bukan tergolong celaan kepada masa. Dan apabila yang dimaksud adalah

zaman atau hari maka ini termasuk celaan dan tidak diperbolehkan “102

g. Perkataan : Haram bagimu atau haram bagimu melakukan hal

demikian

Tidak diperbolehkan menyifati sesuatu dengan pegharaman kecuali

sesuatu tersebut telah diharamkan oleh Allah atau Rasul-Nya. Hal itu

adalah menyifati sesuatu yang bukan suatu yang haram dengan

pengharaman – walaupun niatnya selamat -. Pada hal tersebut

mengandung unsur melampaui batas pada sisi Rububiyah Allah. Dan

mempersangkakan seolah-olah hal tersebut sesuatu yang haram, padahal

tidak demikian. Dan yang lebih selamat bagi seseorang pada agamanya

supaya menjauhi lafazh ini.103

Dan dikhawatirkan atas orang yang mengatakannya termasuk kedalam

keumuman firman Allah Ta’ala :

“ Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh

lidahmu secara dusta “ Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan

kebohongan terhadap Allah. Seseungguhnya orang-orang yang mengada-

102 Fatawa Al-‘Aqidah ( hal. 614 – 615 )103 Silahkan lihat Fatawa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Asyraf Abdul Makshud. Daar ‘Alimul Kutub, cet. Kedua 1412 H ( 1 / 200-201 )

Page 42: Adab Berbicara

adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung “. (An-Nahl : 116

)

Berkata Asy-Syaukani : “ Dan maknanya adalah janganlah kalian

mengharamkan dan mjanganlah kalian mengahalalkan, dikarenakan

perkataan yang engkau ucapkan dengannnya lisan-lisan kalian tanpa

adanya hujjah”.104

104 Fathul Qaadir ( 3 / 227 )