Acara 2 Lipida
-
Upload
nabil-makarim -
Category
Documents
-
view
97 -
download
1
Transcript of Acara 2 Lipida
ACARA II
LIPIDA
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lipida merupakan senyawaan trigliserida dari gliserol. Dalam
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu
molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam
lemak tersebut berbeda –beda), yang membentuk satu molekul trigliserida
dan satu molekul air. Lipida alami adalah campuran dari trigliserida
majemuk yang berbeda-beda dan karenanya dapat mengandung sejumlah
asam lemak yang beraneka ragam.
Pada dasarnya ada dua tipe asam lemak, yaitu asam lemak jenuh
dan tidak jenuh. Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang
mengandung ikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak
jenuh mempunyai rantai zig-zig yang dapat cocok satu sama lain, sehingga
gaya tarik van der walls tinggi, menyebabkan biasanya berwujud padat.
Sedangkan asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang
mengandung satu ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Trigliserida
tak jenuh ganda (poliunsaturat) cenderung berbentuk minyak.
Sekitar dua per tiga lemak yang tersedia dalam bahan pangan
berasal dari lemak hewani dan sepertiga lainnya dari sumber nabati.
Hampir 70% dari semua minyak dan lemak yang dihasilkan dunia adalah
minyak nabati. Minyak ini diperoleh dari biji-biji tanaman seperti kacang
tanah, jagung, kedelai, bunga matahari, zaitun, kapas, inti buah kelapa
sawit, dan kelapa.
Lemak dalam bahan pangan yang dikonsumsi akan memberikan
rasa kenyang, karena lemak akan meninggalkan lambung secara lambat,
yaitu sampai 3,5 jam setelah dikonsumsi tergantung dari ukuran dan
komposisi pangan. Hal ini akan memperlambat waktu pengosongan perut,
sehingga akan memperlambat timbulnya rasa lapar.
Peranan lemak dalam bahan pangan, yang utama adalah sebagai
sumber energi. Lemak merupakan sumber energi yang dapat menyediakan
energi sekitar 2,25 kali lebih banyak daripada yang diberikan oleh
karbohidrat (pati, gula) atau protein. Istilah lemak atau minyak lebih
umum digunakan daripada lipida. Lemak bersifat padat pada suhu ruang,
sedangkan minyak bersifat cair.
2. Tujuan Praktikum
Pada praktikum kimia pangan, acara II, Lipida, kali ini bertujuan
untuk
a. Mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap kenampakan minyak.
b. Menguji ketengikan minyak dengan metode Kreiss Test.
c. Menguji angka asam minyak.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Di dalam rumah tangga penggorengan seringkali dilakukan
terputus, artinya minyak yang sudah terpakai didinginkan dan kemudian
digunakan lagi untuk menggoreng bahan pangan lainnya. Penggorengan
terputus ini mengakibatkan kerusakan minyak semakin cepat karena
terjadi penambahan hidroperoksida selama pendinginan yang diikuti
dengan dekomposisi jika minyak dipanaskan lagi. Minyak goreng yang
beredar di pasaran umumnya terbuat dari bahan nabati seperti minyak
sawit, minyak kedele, minyak jagung, minyak biji matahari, dan
sebagainya. Minyak kedele mengandung asam lemak jenuh 14%, asam
lemak tak jenuh tunggal 28%, dan asam lemak tak jenuh ganda 58%.
Minyak kelapa mengandung asam lemak jenuh 86%, asam lemak tak
jenuh tunggal 12%, dan asam lemak tak jenuh ganda 2%. Minyak sawit
mengandung asam lemak jenuh 49%, asam lemak tak jenuh tunggal 42%,
dan asam lemak tak jenuh ganda 9% (Khomsan, 2004).
Ada 2 macam lemak di dalam makanan yaitu lemak jenuh & lemak
tidak jenuh. Lemak tidak jenuh terdiri dari lemah tidak jenuh tunggal dan
lemak tidak jenuh ganda. Lemak jenuh ada yang berasal dari hewan dan
tumbuh-tumbuhan, contoh: lemak sapi dan lemak yang berasal dari VCO.
Sehingga semua makanan yang mengandung lemak berisi campuran jenis
lemak tersebut. Asam lemak yang terkandung di dalam minyak, seperti
asam lemak jenuh dan tak jenuh memiliki persentase yang berbeda-beda.
Pada lemak sapi, kandungan asam lemak didominasi oleh asam lemak tak
jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1;9), diikuti asam lemak jenuh yaitu
asam palmitat (C16:0) dan asam palmitoleat (C16:1), kemudian diikuti
asam-asam lemak yang lain. Sedangkan minyak virgin coconut oil (VCO)
memiliki kandungan asam lemak jenuh seperti, asam laurat (C12:0), asam
miristat (C14:0) dan asam palmitat (C16:0) serta asam lemak yang lain
(Diska, 2009).
VCO yang berkualitas tidak mudah tengik karena
kandungan asam lemak jenuhnya tinggi sehingga proses
oksidasi tidak mudah terjadi. Akan tetapi bila kualitas VCO
rendah, ketengikan akan terjadi lebih awal. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh oksigen, keberadaan air, dan
mikroba yang akan mengurai kandungan lemak yang
berada di dalam VCO. Secara fisik, VCO harus berwarna
jernih yang menandakan bahwa di dalamnya tidak
tercampur oleh bahan dan kotoran lain. Apabila di dalam
VCO masih terdapat kandungan air, biasanya akan ada
gumpalan berwarna putih. Gumpalan tersebut
kemungkinan juga merupakan komponen blondo dari
protein yang tidak tersaring semuanya. Tercampurnya
komponen seperti ini secara langsung akan berpengaruh
terhadap kualitas VCO. Tengik ini terjadi karena proses
oksidasi yang disebabkan tingginya kadar air dalam VCO.
Selain kadar air yang tinggi, protein yang masih tersisa
dari proses penyaringan juga dapat mempercepat
ketengikan VCO bila melebihi ambang batas 0,5%. Di dasar
botol VCO terkadang terdapat butiran kecil, halus dan
putih. Hal itu menandakan protein yang mengendap akibat
penyaringan yang kurang sempurna. Protein yang terdapat
pada VCO merupakan sarana mikroba untuk tumbuh
sehingga menyebabkan ketengikan pada VCO (Rahayu,
2006).
Dua larutan diperlukan. Yang pertama adalah 1% larutan
phloroglucinol dalam 95% etil alkohol dan yang kedua 50% HCL. Larutan
phloroglucinol ini dibuat dengan mencampurkan 1 gram kristal
phloroglucinol dalam 100 cc 95% etil alkohol. Pertama, rendam biji inti di
dalam larutan phloroglucinol sekitar 1 menit. Kedua, angkat biji inti itu
dari larutan phloroglucinol dan biarkan kelebihan larutan tadi menetes.
Ketiga, letakkan di dalam, larutan HCl 50% sampai berubah warna jadi
merah (Patterson, 2005).
2. Tinjauan Teori
Lemak dan minyak biasanya dibedakan berdasar titik lelehnya.
Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedang minyak berwujud cair.
Titik leleh lemak atau minyak bergantung pada strukturnya, biasanya
meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda
dua karbon dalam komponen asam lemak juga berpengaruh. Trigliserida
yang kaya akan asam lemak tidak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat,
biasanya berwujud minyak. Trigliserida yang kaya akan asam lemak
jenuh, seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak.
Trigliserida dalam minyak zaitun cair terutama mengandung asam oleat
tak jenuh. Tetapi lemak sapi padat terutama terdiri dari asam stearat jenuh
(Wilbraham, 1992).
Telah dikenal adanya harga-harga khusus yang digunakan untuk
menentukan sifat-sifat lemak seperti : derajat ketidakjenuhan, keasaman
dari hidrolisis dan rata-rata berat molekul. Sifat-sifat ini tergantung pada
asal dari lemak. Angka asam mengukur derajad dari hidrolisis atau
“ketengikan” (rancidity) dari lemak, yang diartikan sama dengan berapa
milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralisir asam lemak bebas di
dalam 1 gram lemak (Sastrohamidjojo, 2005).
Semakin panjang rantai atom karbonnya maka asam lemak
cenderung bersifat padat, tetapi makin tinggi tingkat ketidakjenuhannya,
maka asam lemak cenderung bersifat cair pada suhu ruang karena titik
cairnya rendah. Selama digunakan untuk menggoreng sifat fisio-kimia
minyak akan berubah, semakin lama digunakan semakin banyak
perubahan yang terjadi. Misalnya minyak tersebut akan semakin kotor
akibat terbentuknya warna coklat (reaksi browning), semakin kental
(akibat terjadinya polimerisasi asam-asam lemak) dan kadar peroksidanya
bertambah. Minyak jelantah yang sudah terlalu lama digunakan dapat
membahayakan tubuh, karena banyak mengandung senyawa peroksida
(radikal) serta asam lemak tidak jenuh trans (Muchtadi, 2009).
Substansi yang mempunyai sifat plastis akan berubah bentuknya
jika ditekan, dan tetap pada bentuk terakhirnya meskipun sudah tidak
ditekan lagi. Mereka tidak kembali ke bentuk asalnya. Lemak bersifat
plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak
disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-
masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa pada suatu
suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian lagi dalam bentuk
kristal-kristal padat. Lemak yang mengandung kristal-kristal kecil, akibat
proses pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan
sifat lebih plastis. Margarin yang dengan mudah dioleskan meskipun baru
saja diambil dari dalam almari pendingin, akan lebih nyaman
dibandingkan dengan mentega, yang rentangan suhu plastisnya sempit dan
sama sekali padat pada suhu almari pendingin (Gaman, 1992).
Uji angka asam dengan 5 gram lemak leleh yang dicampur
sempurna dengan larutan yang mengandung 25 ml dietil eter dan 25 ml
95% etanol. Kemudian dititrasi dengan larutan 0,1 N NaOH menggunakan
1 ml laarutan indicator phenilphtalein dan dikocok teratur sampai berubah
warna jadi pink di mana warna itu bertahan minimal selama 15 detik
setelah perubahan warna tercapai. Uji angka asam dihitung dengan
rumus : mg KOH / g sampel = (56,1.N.V) / W. Di mana : N = normalitas
NaOH, V = volume NaOH (ml), W = berat dari minyak sampel (Nagre,
2011).
Angka asam merupakan penentuan keasamaan sebagai dasar dari
intensitas hidrolisis. Metode ini meliputi penetralan larutan asam yaitu
sodium hidroksida 0,1 N, menggunakan phenolphthalein sebagai
inidikator. Keasaman ditunjukkan sebagai gram asam oleat dalam 100
gram sampel. Reaksi Kreis digunakan saat kita mengidentifikasi adanya
aldehid pada tahap oksidasi lemak. Aldehid epihidrinik terbentuk selama
proses oksidasi lemak, disekitar lingkungan yang asam, bereaksi dengan
phluoroglucine, memberikan warna pada komponen. Intensitas warna itu
tergantung dari kuantitas aldehid epihidrinik dan proses oksidasi itu
sendiri (Pop, 2011).
Komponen yang memberikan hasil positif pada Kreis Test. Uji
tersebut dimulai saat 5-10 gram dari suatu komponen atau suatu campuran
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah 1 ml larutan HCl dan
kemudian 1 ml phloroglucinol jenuh. Jika telah mengalami oksidasi lemak
akan memberikan warna merah secara cepat, yang menandakan uji positif
di mana warna merah akan terlihat pada lapisan HCl dengan waktu kurang
dari 15 menit (Patton, 1951).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Tabung reaksi
b. Gelas beaker
c. Pipet tetes
d. Pipet volum
e. Propipet
f. Neraca digital
g. Tabung Erlenmeyer
h. Pemanas dan pendingin balik
6 tabung reaksi diisi 10 ml minyak kedelai, minyak kelapa murni, minyak kelapa kampung, minyak kelapa sawit, VCO, lemak sapi
Tiap tabung dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 ml yang berisi air dingin suhu<100C
Di amati perubahan warna, bau dan kenampakannya
1 ml minyak baru/jelantah ditambah 1 ml HCl digojog homogen
Ditambah 1 ml phloroglucinol 1% dan dibiarkan 10 menit
Amati lapisan warna pink yang terjadi
Campuran itu digojog homogen lagi
i. Seperangkat alat titrasi
2. Bahan
a. Air dingin dengan suhu kurang dari 100C
b. Minyak kedelai
c. Minyak kelapa yang sudah dimurnikan
d. Minyak kelapa kampung
e. Minyak kelapa sawit
f. VCO
g. Lemak sapi
h. Minyak sayur baru
i. Minyak jelantah
j. Larutan HCl
k. Phloroglucinol 1%
l. Alkohol 96%
m. Indikator phenolphthalein
n. Larutan KOH 0,1 N
3. Cara Kerja
a. Pengaruh suhu<100C terhadap kenampakan beberapa jenis minyak
b. Pengujian ketengikan minyak dengan metode Kriess test
10 gram minyak baru/jelantah ditimbang dan dimasukkan dalam Erlenmeyer 100 ml
Ditambah 50 ml alkohol 96% dan didihkan 10 menit dengan pemanas yang dilengkapi dengan pendingin balik
Dihitung angka asam yang didapat dan angka asam untuk minyak baru dengan minyak jelantah dibandingkan
Ditambah 5 tetes Phenolphtalein dan dititrasi dengan larutan standar KOH 0,1 N sampai tepat warna merah jambu
c. Pengujian angka asam minyak
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.1 Kenampakan beberapa jenis minyak dalam suhu dingin
Kel
SampelT suhu kamar T < 100C
Warna BauKenampakan
Warna BauKenampakan
1Minyak kedelai
Kuning bening
Tidak berbau
CairKuning bening
Tidak berbau
Cair agak
kental
2Minyak kelapa murni
Bening kekuning
an
Tidak berbau
CairKuning bening
Tidak berbau
Lebih kental
3Minyak kelapa
kampung
Putih kekuningan keruh
menyengat
CairPutih keruh
Agak menyengat
Lebih kental
4Minyak kelapa sawit
Kuning bening
Tidak berbau
CairLebih pekat
Tidak berbau
Lebih kental
5 VCO BeningTidak berbau
CairBening, bintik keruh
Tidak berbau
Cair
6Lemak
sapiPutih susu
Asam menyengat
Agak kental
Putih susu
Asam menyengat
Beku
Sumber : Laporan Sementara
Pada percobaan yang pertama, seperti yang ditunjukkan pada tabel 1.1,
akan dilakukan percobaan untuk mengetahui pengaruh suhu dingin terhadap
warna, bau, dan kenampakan beberapa jenis minyak. Pada suhu kamar (suhu
di dalam ruang laboratorium), minyak kedelai yang semula berwarna kuning
bening dan tidak berbau akan bersifat tetap pada suhu < 100C. Namun
kenampakannya dari cair menjadi cair agak kental. Menurut tinjauan pustaka,
minyak kedelai ini terdiri dari 14% asam jenuh dan 86% asam lemak tidak
jenuh. Bentuk dari asam lemak tidak jenuh itu agak lurus, sehingga pada suhu
kamar akan berwujud cair. Selain itu, asam lemak tidak jenuh memiliki titik
cair lebih rendah dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini menyebabkan
kenampakan minyak kedelai pada suhu<100C tetap cair agak sedikit kental.
Wujud agak kental tersebut diakibatkan karena minyak kedelai juga
mengandung 14% asam lemak jenuh yang punya titik cair yang lebih tinggi.
Hal yang terjadi pada warna, bau, dan kenampakan awal minyak
kedelai juga berlaku untuk minyak kelapa yang dimurnikan. Sebab asam
lemak yang menyusun minyak kelapa yang dimurnikan juga mengandung
14% asam lemak tidak jenuh. Karena yang lebih dominan adalah asam lemak
jenuhnya, maka pada suhu<100C minyak kelapa ini menjadi lebih kental. Beda
halnya dengan minyak kelapa kampung. Minyak ini belum dimurnikan
sehingga warna awalnya masih keruh kekuningan dan berbau menyengat.
Walaupun begitu, kandungan asam lemaknya sama dengan minyak kelapa
yang dimurnikan. Pada kelapa sawit mengandung 49% asam lemak jenuh dan
51% asam lemak tidak jenuh. Karena kandungan asam lemak jenuhnya sedikit
lebih besar dari asam lemak tidak jenuhnya, maka pada suhu dingin,
kenampakannya cair sedikit kental, di mana tingkat kekentalan minyak sawit
akan kurang dari tingkat kekentalan minyak kelapa.
Meskipun VCO lebih banyak mengandung asam lemak jenuh, namun
karena asam lemak jenuh tersebut berantai panjang, maka dalam suhu dingin,
wujudnya akan tetap berbentuk cair. Dari semua jenis minyak, hanya lemak
sapi yang mempunyai kenampakan yang paling beda. Sebab, lemak sapi ini
terdiri dari asam lemak jenuh. Dimana bentuk asam lemak jenuh itu lebih
bengkok/melengkung, sehingga mudah dimampatkan menjadi padat. Jadi pada
suhu kamar, lemak sapi ini sudah berwujud sedikit kental. Lalu karena titik
cair asam lemak jenuh yang lebih tinggi, maka pada suhu dingin, wujudnya
sudah beku.
Tabel 1.2 Uji ketengikan minyak dengan metode Kreiss Test
Kel SampelWarna
Sebelum Sesudah
1 Minyak lamaKuning keemasan, ada 3
lapisanAtas=kuning pucat
Bawah=putih
2 Minyak baruAtas=kuning emas bening
Bawah=bening
Atas=kuning muda keruh
Bawah=putih keruh
3 Minyak lamaAtas=kuning tua bening
Bawah=kuning muda keruhAtas=kuning pucatBawah=putih keruh
4 Minyak baruAtas=kuning bening
Bawah=beningAtas=kuning keruhBawah=putih keruh
5 Minyak lama Kuning orange tua Kuning tua
6 Minyak baruAtas=kuning bening
Bawah=beningAtas=kuning keruh
Bawah=beningSumber : Laporan Sementara
Kemudian tabel 1.2 menyajikan salah satu uji kualitatif ketengikan
minyak yaitu metode Kreiss Test. Ketengikan itu sendiri menyatakan rusaknya
lemak atau minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada
proses ketengikan. Pertama adalah oksidasi. Hal ini terjadi sebagai hasil reaksi
antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen
bergabung dengan okatan ganda molekul trigliserida dan dapat membentuk
senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini
dipercepat oleh panas, cahaya, logam-logam dalam konsentrasi amat kecil,
khususnya tembaga.
Kemudian yang kedua adalah karena hidrolisis suatu enzim lipase
yang memecah lemak jadi gliserol dan asam lemak. Lipase dapat terkandung
secara alami pada minyak. Asam lemak hasil hidrolisis ini dapat memberikan
rasa tengik dan bau tidak sedap. Ketengikan hidrolitik ini dapat juga terjadi
jika minyak dipanaskan dalam keadaan ada air.
Pada data yang ada, minyak sayur baru yang belum digunakan untuk
menggoreng, jika diuji kualitasnya dengan metode kreis test akan memberikan
hasil yang negatif. Karena hasil warnanya pada antara 2 lapisan tidak terdapat
lapisan berwarna merah atau merah muda. Sebab pada tinjauan pustaka yang
ada, metode kreis test memberikan hasil yang positif (jika minyak itu tengik)
jika terdapat warna merah antara 2 lapisan minyak atas dan bawah. Namun,
pada minyak jelantah yang diuji, tidak menunjukkan hasil positif. Hal ini
terlihat dari tabel 1.2, di mana antara 2 lapisan minyak, tidak terdapat lapisan
berwarna merah atau merah muda
Sehingga terdapat penyimpangan di dalam praktikum kali ini.
Penyimpangan bisa terjadi karena pencampuran antara minyak dengan larutan
HCl tidak tergojog secara sempurna (kurang digojog homogen). Selain itu
dapat pula terjadi karena tabung reaksi yang digunakan kurang bersih,
sehingga masih terdapat senyawa lain yang menempel pada dinding dalam
tabung reaksi yang bisa membuat uji Kreis test ini menjadi terganggu.
Tabel 1.3 Pengujian angka asamKel
Sampel Berat (gram) V KOH (ml) Angka asam
1 Minyak lama 10,7 2,4 1,2562 Minyak baru 10,7 0,5 0,263 Minyak lama 10,12 1,5 0,834 Minyak baru 10,9 0,8 0,415 Minyak lama 10,002 2 1,116 Minyak baru 10,8 0,7 0,36
Sumber : Laporan Sementara
Pada tabel 1.3, akan disajikan mengenai metode lain uji kualitatif
minyak, yaitu dengan uji angka asam. Angka asam menunjukkan banyaknya
asam lemak bebas yang terdapat dalam suatu minyak . Angka asam
dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terrdapat dalam satu gram minyak.
Angka asam yang dihasilkan pada minyak lama adalah 1,256; 0,83;
dan 1,11. Sehingga rata-ratanya adalah 1,0653. Sedangkan pada minyak baru,
angka asamnya sebesar 0,26; 0,41; dan 0,36. Dengan rata-ratanya adalah
0,343. Sehingga berdasarkan praktikum ini, angka asam minyak baru lebih
kecil dibandingkan angka asam minyak lama. Jika dibandingkan dengan
tinjauan pustaka yang ada, maka hal ini memang benar. Sebab, pada minyak
yang lama (minyak jelantah) yang telah dipakai berulang kali dalam proses
penggorengan, akan menyebabkan perubahan pada kandungan minyak itu
sendiri. Pemanasan yang berkali-kali menyebabkan kerusakan karena
teroksidasi oleh udara dan oleh suhu tinggi. Minyak jelantah akan semakin
kental akibat polimerisasi asam-asam lemak. Jika diuji angka asamnya, maka
asam-asam lemak yang berada dalam jumlah yang banyak ini akan terukur
oleh uji angka asam ini. Sedangkan minyak baru, masih mengandung asam
lemak esensial dan asam lemak tak jenuh. Sehingga asam lemak di dalamnya
tidak terlalu banyak terbentuk sebab belum digunakan untuk penggorengan.
E. KESIMPULAN
Dari praktikum acara II, Lipida, dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu
1. Untuk minyak yang mengandung tingkat ketidakjenuhannya tinggi, maka
pada suhu<100C akan tetap memiliki wujud cair sebab titik cairnya lebih
rendah.
2. Minyak yang mengandung tingkat kejenuhannya tinggi, maka pada
suhu<100C akan memiliki wujud padat karena titik cairnya lebih tinggi.
3. Yang termasuk asam lemak tidak jenuh adalah minyak kedelai, minyak
kelapa dimurnikan, minyak kelapa kampung, minyak kelapa sawit, dan
VCO.
4. Yang termasuk asam lemak jenuh adalah lemak sapi.
5. Ketengikan terjadi karena ada 2 proses yang menyebabkan yaitu oksidasi
dan hidrolisis.
6. Warna pada metode Kreiss test untuk minyak baru menunjukkan hasil
negatif sehingga tidak ada ketengikan dalam minyak baru.
7. Berdasarkan teori, metode Kreiss test akan memberikan warna merah
muda pada lapisan HCl untuk minyak jelantah.
8. Terjadi penyimpangan saat praktikum sehingga menyebabkan warna saat
metode kreiss test pada minyak jelantah tetap tidak menimbulkan warna
merah muda pada lapisan HCl.
9. Uji angka asam bertujuan sebagai salah satu uji kualitatif minyak yang
menyatakan banyaknya asam lemak bebas dalam suatu minyak.
10. Angka asam dinyatakan dengan rumus (ml KOH x N KOH x BM
KOH)/berat minyak.
11. Angka asam minyak sayur baru dan minyak jelantah secara berturut-turut
adalah 0,343 dan 1,0653.
12. Angka asam minyak jelantah lebih besar daripada angka asam minyak
baru karena dalam minyak jelantah banyak terdapat polimerisasi asam
lemak akibat penggorengan berkali-kali sehingga mengalami kerusakan.
DAFTAR PUSTAKA
Diska, dkk. 2009. Pengaruh Diet Tinggi Lemak Hewani dan Nabati terhadap Kualitas Spermatozoa pada Tikus Jantan Strain Wistar. Padang.
Gaman, dkk. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi (terjemahan Murdijati, dkk). Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Khomsan, Ali. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Muchtadi, Deddy. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Alfabeta. Bandung.
Nagre, dkk. 2011. Comparative Physico-chemical Evaluation of Kombo Kernel Fat Produced by Three Different Processes. African Journal of Food Science and Technology. Vol 2. No 4. Hal 83-91. Ghana.
Patterson. 2005. Phloroglucinol Increment Core Dye Instructions. http://www.forestry-suppliers.com. Diakses pada hari hari Sabtu, 12 November 2011, jam 22.05 WIB.
Patton, dkk. 1951. Compounds Producing the Kreis Color Reaction With Particular Reference to Oxidized Milk Fat. The Journal of the American Oil Chemists Society. Hal 391-393. Pennsylvania.
Pop, Flavia. 2011. Installation of Hydrolysis and Oxidation Processes in Alimentary Animal Fats Under Different Storage Conditions. Journal of Agroalimentary Processes and Technology. Vol 17. No 1. Hal 30-35. Romania.
Rahayu, Triastuti. 2006. Kualitas VCO berdasarkan Kadar Protein, Kadar Air dan Logam Berat (Fe dan Pb) berbagai Produk VCO (Virgin Coconut Oil). Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Vol 7. No 1. Hal 1-10. Surakarta.
Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan Protein. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Wilbraham, dkk. 1992. Kimia Organik dan Hayati (terjemahan Suminar). ITB. Bandung.
LAMPIRAN
1. Rumus :
Angka asam = ((ml KOH).(N KOH).(BM KOH))/(Berat minyak lama)
a. Kelompok 1, minyak lama
Angka asam = (2,4 . 0,1 . 56) / (10,7) = 1,256
b. Kelompok 2, minyak baru
Angka asam = (0,5 . 0,1 . 56) / (10,7) = 0,26
c. Kelompok 3, minyak lama
Angka asam = (1,5 . 0,1 . 56) / (10,12) = 0,83
d. Kelompok 4, minyak baru
Angka asam = (0,8 . 0,1 . 56) / (10,9) = 0,41
e. Kelompok 5, minyak lama
Angka asam = (2 . 0,1 . 56) / (10,002) = 1,11
f. Kelompok 6, minyak baru
Angka asam = (0,7 . 0,1 . 56) / (10,8) = 0,36