absorpsi obat secara in vitro
-
Upload
rina-nur-azizah -
Category
Documents
-
view
183 -
download
9
description
Transcript of absorpsi obat secara in vitro
Rina Nur Azizah (260110100104)
TEORI DASAR
Absorbsi adalah peroses yang terjadi dari waktu obat masuk kedalam tubuh
hingga obat masuk kedalam aliran darah untuk disirkulasikan. Kekuatan aksi obat
ditentukan oleh kecepatan absorbsi. Banyak faktor mempengaruhi kecepatan dan
besarnya absorbsi, termasuk bentuk dosis, jalur/rute masuk obat, aliran darah ke
tempat pemberian, fungsi saluran pencernaan (gastrointestinal), adanya makanan
atau obat lain, dan variable lainnya. Bentuk obat merupakan penentu utama
ketersediaan hayatinya (bagian dosis obat yang mencapai sirkulasi sistemik dan
mampu bekerja pada tubuh sel). Dalam bentuk obat intravena ketersediaan hayatinya
hampir mencapai 100%; obat oral hampir selalu kurang dari 100% ketersediaan
hayatinya karena beberapa tidak diserap dari saluran cerna dan beberapa menuju hati
dan sebagian di metabolism sebelum mencapai sistem sirkulasi (Abrams, 2005).
Proses absorpsi merupakan dasar penting dalam menentukan aktivitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorpsi akan
mempengaruhi efek obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. Obat pada
umumnya diabsorpsi dari saluran pencernaan secara pasif. Pada pemberian secara
oral, sebelum obat masuk ke peredaran darah dan didistribusikan ke seluruh tubuh,
terlebih dulu harus mengalami proses absorpsi pada saluran cerna. Obat pada
umumnya diabsorpsi dari saluran pencernaan secara difusi pasif melalui membran
selular. Obat-obat yang ditranspor secara difusi pasif hanyalah yang larut dalam lipid.
Makin baik kelarutannya dalam lipid, maka baik absorpsinya sampai suatu absorpsi
optimum tercapai. Obat-obat yang digunakan sebagian besar bersifat asam atau basa
organik lemah. Absorpsi obat dipengaruhi derajat ionisasinya pada waktu zat tersebut
berhadapan dengan membran. Membran sel lebih permeabel terhadap bentuk obat
yang tidak terionkan daripada bentuk obat yang terionkan (Shargel, 2005).
Derajat ionisasi tergantung pada pH larutan dan pKa obat seperti terlihat pada
persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut :
Untuk asam lemah :
pH = pKa + log fraksi obat yang terionkan fraksi obat yang tak terionkan
Untuk basa lemah :
pH = pKa - log fraksi obat yang terionkan fraksi obat yang tak terionkan
(Shargel, 2005).
Untuk dapat memberikan aktifitas farmakologi, suatu obat harus bekerja
spesifik pada targetnya (target kerja obat). Target kerja obat bisa berbentuk reseptor,
protein, dan dan enzim intraseluler. Oleh karena itu, agar obat tersebut dapat
berinteraksi dengan target kerja obat, maka obat tersebut harus dapat menembus
membran sel tubuh yang kaya akan lemak. Artinya, suatu obat dapat memberikan
aktifitas farmakologi apabila obat tersebut tidak berubah menjadi bentuk terionkan.
Hal ini dikarenakan apabila obat berubah menjadi terionkan, maka obat tersebut
bersifat polar sehingga tidak dapat menembus membran sel tubuh yang kaya akan
lemak (bersifat non-polar) sehingga pada akhirnya obat tidak dapat berinteraksi
dengan target kerja obat dan tidak memberikan efek farmakologis (Shargel, 2005).
Gambar Fosfolipid Bilayer (Shargel, 2005).
Absorpsi di lambung
Pada lambung, derajat keasaman (pH) bernilai 1-2. Hal ini menyebabkan
dalam lambung diabsorpsi terutama asam lemah dan zat netral yg lipofil. Obat yang
bersifat asam lemah, hanya sedikit sekali terurai menjadi ion dalam lingkungan asam
kuat di lambung, sehingga absorpsinya baik sekali di dalam organ ini. Contoh obat:
asetosal dan barbital (Shargel, 2005).
Sebaliknya, basa lemah terionisasi baik pada pH lambung dan hanya sedikit
diabsorpsi, seperti; alkaloida dan amfetamin. Lama perlewatan dalam lambung,
tergatung pada kondisi pengisian dan bahan kandungan lain yang terhadap dalam
lambung, pengosongan yang cepat pada pemberian obat pada saat lambung kosong.
Bahan yang peka terhadap asam harus dilindungi dari asam lambung dengan zat
penyalut yang tahan terhadap asam (Shargel, 2005).
Absorpsi di Usus Halus
Usus halus merupakan organ absorpsi terpenting baik untuk makanan maupun
untuk obat. Peningkatan luas permukaan diperlukan untuk absorpsi yang cepat dapat
dicapai melalui lipatan mukosa, jonjot mukosa dan mikrovili (Shargel, 2005).
Dalam usus halus berlaku kebalikannya, yaitu basa lemah yang diserap paling
mudah, misalnya alkaloida. Beberapa obat yang bersifat asam atau basa kuat dengan
derajat ionisasi tinggi dengan sendirinya diabsorpsi dengan sangat lambat. Zat lipofil
yang mudah larut dalam cairan usus lebih cepat diabsorpsi (Shargel, 2005).
Absorpsi dari usus ke dalam sirkulasi berlangsung cepat bila obat diberikan
dalam bentuk terlarut (obat cairan, sirup atau obat tetes). Obat padat (tablet, kapsul
atau serbuk), lebih lambat karena harus dipecah dulu dan zat aktifnya perlu dilarutkan
dalam cairan lambung-usus. Disini, kecepatan larut partikel (dissolution rate)
berperan penting. Semakin kecil, maka semakin cepat larut dan makin cpt diabsorpsi.
Sehingga, senyawa yang bersifat basa lemah, sangat baik diabsorpsi di usus halus,
karena hanya sedikit yang terionisasi (Shargel, 2005).
ASETOSAL
MEKANISME KERJA
Mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan
enzimcyclic endoperoxides.
Menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga
akhirnya menghambat agregasi trombosit.
Menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen.
Penghambatan inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan
stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack).
Pada endotel pembuluh darah, menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini
membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.
FARMAKOKINETIKA
Mula kerja : 20 menit -2 jam.
Kadar puncak dalam plasma: kadar salisilat dalam plasma tidak berbanding lurus
dengan besamya dosis.
Waktu paruh : asam asetil salisilat 15-20 rnenit ; asarn salisilat 2-20 jam tergantung
besar dosis yang diberikan.
Bioavailabilitas : tergantung pada dosis, bentuk, waktu pengosongan lambung, pH
lambung, obat antasida dan ukuran partikelnya.
Metabolisme : sebagian dihidrolisa rnenjadi asarn salisilat selarna absorbsi dan
didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan tubuh dengan kadar tertinggi pada
plasma, hati, korteks ginjal , jantung dan paru-paru.
Ekskresi : dieliminasi oleh ginjal dalam bentuk asam salisilat dan oksidasi serta
konyugasi metabolitnya.
FARMAKODINAMIK
Adanya makanan dalam lambung memperlambat absorbsinya ; pemberian bersama
antasida dapat mengurangi iritasi lambung tetapi meningkatkan kelarutan dan
absorbsinya. Sekitar 70-90 % asam salisilat bentuk aktif terikat pada protein plasma.
EFEK TERAPEUTIK
Menurunkan resiko stroke berulang pada penderita yang pernah menderita iskemi
otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko menderita stroke pada penderita
resiko tinggi seperti pada penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa
diberikan anti koagulan.
KONTRAINDIKASI
Hipersensitif terhadap salisilat, asma bronkial, hay fever, polip hidung, anemi berat,
riwayat gangguan pembekuan darah.
INTERAKSI OBAT
Obat anti koagulan, heparin, insulin, natrium bikarbonat, alkohol clan,angiotensin
converting enzymes.
EFEK SAMPING
Nyeri epigastrium, mual, muntah , perdarahan lambung.
EFEK TOKSIK
Tidak dianjurkan dipakai untuk pengobatan stroke pada anak di bawah usia 12 tahun
karena resiko terjadinya sindrom Reye. Pada orang tua harus hati- hati karena lebih
sering menimbulkan efek samping kardiovaskular. Obat ini tidak dianjurkan pada
trimester terakhir kehamilan karena dapat menyebabkan gangguan pada janin atau
menimbulkan komplikasi pada saat partus. Tidak dianjurkan pula pada wanita
menyusui karena disekresi melalui air susu.
DOSIS
FDA merekomendasikan dosis: oral 1300 mg/hari dibagi 2 atau 4 kali pemberian.
Sebagai anti trombosit dosis 325 mg/hari cukup efektif dan efek sampingnya lebih
sedikit.
(Raharja, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Abrams, Anne Collins, RN, MSN. 2005. Clinical Drug Therapy: Rationales for
Nursing Practice. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia.
Raharja, Kirana, Drs. 1997. Obat-Obat Penting, ed 5, 35, 39. Penerbit Elex Media
Computindo. Jakarta.
Shargel, Leon dkk, 2005, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics fifth
edition. The McGraw-Hill Companies. America.