A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB...

27
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan berasal dari kata nikah yang memiliki arti ikatan (akad) perkawinan yang dilakuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama. Pengertian dari pernikahan sama halnya dengan perkawinan (Departemen Pendidikan Indonesia, 2008). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang perkawinan disebutkan bahwa : “Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan seksual, hak membesarkan anak secara legal dan membangun suatu divisi pekerjaan dengan pasangan (Rini dan Retnaningsih, 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat dari Walgito (2004) yang mengungkapkan pernikahan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Olson, DeFrain, dan Skogrand (2008) mengemukakan bahwa pernikahan merupakan suatu komitmen emosional yang sah dari dua orang untuk berbagi hubungan emosional dan fisik, tugas-tugas, serta sumber ekonomi. Srisusanti & Zulkaida (2013) menyatakan bahwa pada setiap individu yang melakukan pernikahan memiliki harapan untuk dapat memperoleh kepuasan

Transcript of A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB...

Page 1: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Pernikahan

1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

Pernikahan berasal dari kata nikah yang memiliki arti ikatan (akad)

perkawinan yang dilakuan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.

Pengertian dari pernikahan sama halnya dengan perkawinan (Departemen

Pendidikan Indonesia, 2008). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 1

Tahun 1974 Pasal 1 tentang perkawinan disebutkan bahwa :

“Pernikahan adalah ikatan lahir dan batin yang terjadi antara seorang

pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”.

Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara

pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan seksual, hak membesarkan

anak secara legal dan membangun suatu divisi pekerjaan dengan pasangan (Rini

dan Retnaningsih, 2008). Hal ini sejalan dengan pendapat dari Walgito (2004) yang

mengungkapkan pernikahan merupakan bersatunya seorang pria dengan seorang

wanita sebagai suami istri. Olson, DeFrain, dan Skogrand (2008) mengemukakan

bahwa pernikahan merupakan suatu komitmen emosional yang sah dari dua orang

untuk berbagi hubungan emosional dan fisik, tugas-tugas, serta sumber ekonomi.

Srisusanti & Zulkaida (2013) menyatakan bahwa pada setiap individu yang

melakukan pernikahan memiliki harapan untuk dapat memperoleh kepuasan

Page 2: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

15

pernikahan, memperoleh keharmonisan serta dapat merasakan kenyamanan,

ketentraman, dan dapat mengaktualisasikan diri pada masing-masing pasangan

secara meksimal. Lestari (2012) menyatakan bahwa kepuasan perkawinan

mengarahkan pada suatu perasaan positif yang dimiliki pasangan, yaitu suami dan

istri memiliki perasaan yang lebih pada kenikmatan, kesenangan, dan juga perasaan

kesukaan terhadap pernikahannya.

Karney, dkk (dalam Alihosseini, 2014) mendefinisikan bahwasannya

kepuasan pernikahan merupakan status bagi seorang suami dengan seorang istri

yang merasakan dirinya sejahtera dan senang dengan hubungan pernikahan yang

dijalaninya. Selanjutnya Fowers dan Olson (dalam Anindya & Soetjiningsih, 2017)

berpendapat, bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan subyektif yang dirasakan

oleh pasangan suami istri berkaitan dengan aspek yang ada dalam suatu pernikahan,

seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan

bersama pasangannya. Menurut Hendrick (dalam Sukmawati, 2014) kepuasan

pernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi

hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan

pernikahan merupakan suatu perasaan positif yang bersifat subyektif bagi suami

ataupun istri, yang berkaitan dengan adanya rasa sejahtera, bahagia, dan perasaan

puas karena telah terpenuhinya harapan serta terpenuhinya kebutuhan masing-

masing dalam hubungan pernikahan yang dijalani.

Page 3: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

16

2. Aspek-Aspek Kepuasan Pernikahan

Dalam menggali kepuasan pernikahan terdapat beberapa aspek kepuasan

pernikahan yang dapat menjelaskannya. Olson & Olson (2000) menyatakan

beberapa aspek dalam kepuasan pernikahan, yaitu :

a. Komunikasi

Lestari (2012) menyatakan bahwa komunikasi merupakan suatu aspek yang

penting dalam kepuasan pernikahan. Hal tersebut terjadi karena berkaitan

dengan hampir seluruh aspek dalam hubungan pasangan suami istri. Lebih

lanjut, Olson & Olson (2000) beranggapan jika hasil dari diskusi dan

pengambilan keputusan di dalam keluarga yang mencakup keuangan, anak,

karir, agama bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan

kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola serta keterampilan dalam

berkomunikasi.

Lestari (2012) keterampilan dalam berkomunikasi dapat terwujud dalam

kecermatan memilih kata yang digunakan dalam menyampaikan suatu informasi

pada pasangan. Pemilihan kata yang kurang tepat dapat menimbulkan kesalahan

persepsi pada pasangan yang diajak untuk berbicara. Selain itu, intonasi dalam

melakukan komunikasi juga perlu diperhatikan karena penekanan pada kata

yang berbeda, meskipun dalam kalimat yang sama juga dapat menimbulkan

respons perasaan yang berbeda pada pasangan. Olson & Olson (2000)

menyatakan bahwa komunikasi memiliki kemampuan untuk menyatukan dan

juga untuk memisahkan pasangan. Kemauan dan kemampuan dalam

Page 4: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

17

berkomunikasi sangat berkonstribusi terhadap kebahagiaan atau kepuasan pada

pasangan.

b. Fleksibilitas

Lestari (2012) fleksibilitas merefleksikan kemampuan pada pasangan suami

istri untuk berubah dan beradaptasi sesuai kondisi yang diperlukan. Olson &

Olson (2000) menyatakan bahwa fleksibilitas berfokus pada bagaimana

terbukanya pasangan suami/istri dan keluarga dalam hubungan diantaranya

seperti kepemimpinan, hubungan peran suami-istri serta keluarga, dan aturan-

aturan dalam menjalin hubungan tersebut. Lestari (2012) juga menyatakan

bahwa adanya kejelasan dalam pembagian peran menjadi tanggungjawab suami

dan istri yang tidak bersifat kaku serta dapat disesuaikan melalui kesepakatan

bersama berdasarkan situasi yang sedang dihadapi.

c. Kedekatan

Lestari (2012) kedekatan pasangan melihat sejauh mana tingkat kedekatan

fisik dan emosional yang dialami oleh pasangan suami istri dan sejauh mana

pasangan suami istri dapat menyeimbangkan antara keterpisahan dengan

kebersamaan. Sejauh mana pasangan suami istri dapat saling membantu dan juga

dapat mengungkapkan perasaan dekat secara emosi. Pentingnya kedekatan dan

kebersamaan dalam hal ini tidak mengharuskan pasangan suami istri untuk

selalu bersama.

d. Kecocokan Kepribadian

Lestari (2012) kecocokan kepribadian memiliki makna bahwasannya sifat

ataupun perilaku yang ada pada pasangan tidak dianggap sebagai dampak yang

Page 5: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

18

negatif menurut dirinya. Banyaknya kesamaan hobi dan sifat dalam diri

pasangan tidak dapat menentukan cocok atau tidaknya kepribadian seseorang

dengan pasangannya. Hal tersebut dirasa juga tidak akan menimbulkan masalah

selama masih terdapat penerimaan dan pengertian dalam diri masing-masing.

Selain itu, jika terdapat penerimaan pada diri istri terhadap kepribadian yang

sulit berubah, maka hal ini akan menimbulkan dampak positif pada kebahagiaan

pernikahan yang dirasakannya.

e. Resolusi Konflik

Olson & Olson (2000) konflik merupakan bagian alami dan tidak terelakkan

dari hubungan manusia. Hubungan pernikahan tidak selalu harmonis karena

adanya perbedaan yang dimiliki. Lestari (2012) resolusi konflik berkaitan

dengan sikap, perasaan, serta keyakinan seseorang terhadap penyelesaian

konflik dalam berhubungan untuk mengenali dan mencari pemecahan masalah

secara bersama sebagai strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi.

f. Relasi Seksual

Olson & Olson (2000) relasi seksual bertindak sebagai alat ukur emosional

dalam suatu hubungan yang dapat mencerminkan kepuasan pasangan.

Hubungan seksual yang baik, datang dari hubungan emosional yang baik dengan

pasangan suami istri. Pasangan suami istri dengan hubungan emosional yang

baik dipastikan memiliki hubungan fisik yang baik. Lestari (2012) menjelaskan

bahwasannya kualitas relasi seksual merupakan kekuatan penting bagi

kebahagiaan istri yang dalam hal ini lebih berfokus untuk dapat memahami

perspektif satu sama lain terhadap kebutuhan masalah seksual dan juga terhadap

Page 6: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

19

ketertarikan seksual. Selain itu, kemampuan dalam bersikap serta menunjukkan

afeksi terhadap pasangan ketika berhubungan seksual juga dinilai dapat

berpengaruh terhadap kepuasan relasi seksual.

g. Kegiatan Mengisi Waktu Luang

Kegiatan mengisi waktu luang yang dimaksud adalah kegiatan yang

dilakukan untuk memanfaatkan aktivitas jeda (time out) dari rutinitas pekerjaan

yang dilakukan secara personal ataupun dengan orang lain di luar anggota

keluarga untuk di ganti dengan kegiatan yang dilakukan bersama suami atau istri

sebagai anggota keluarga (Lestari, 2012).

h. Keluarga dan Teman

Lestari (2012) keluarga dan teman merupakan konteks yang dinilai paling

penting bagi pasangan dalam membangun hubungan yang berkualitas. Keluarga

yang di pandang sebagai family of origin banyak mempengaruhi kepribadian.

Keterlibatan orang tua dapat memperkuat atau memperlemah kualitas relasi pada

pasangan suami istri. Selain itu, keterlibatan teman juga dapat dijadikan sebagai

tempat untuk meminta pertimbangan dan bantuan bagi istri yang sedang

menghadapi persoalan dalam pernikahannya.

i. Pengelolaan Keuangan

Menurut Lestari (2012) pengelolaan keuangan merupakan bagian yang

penting dari persoalan ekonomi di dalam pernikahan. Suami dan istri harus

memiliki tanggungjawab secara bersama dalam hal menghitung keseimbangan

pendapatan dan pengeluaran keuangan keluarga. Hal ini dilakukan dengan

tujuan agar dapat meminimalisir persoalan ekonomi seperti ketidaksamaan

Page 7: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

20

dalam menentukan kebutuhan belanja, melakukan penghematan keuangan,

timbulnya perbedaan pandangan mengenai makna uang serta kurangnya

perencanaan dalam menyisihkan uang untuk ditabung.

j. Keyakinan Spiritual

Lestari (2012) menyatakan bahwa keyakinan spiritual dapat memberikan

pondasi atau landasan bagi nilai dan perilaku individu serta pasangan suami istri

dalam pernikahan. Spiritualitas merujuk pada kualitas batin yang dirasakan

suami ataupun istri dalam hubungannya dengan Tuhan, makhluk lain, dan nurani

mengenai ajaran agama yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Olson &

Olson (2000) berpendapat apabila keyakinan spiritual yang kuat, dinilai dapat

memperdalam rasa cinta dan membantu pasangan suami istri untuk mencapai

impian mereka.

Tokoh lain yang juga mengemukakan aspek kepuasan pernikahan adalah

Saxton (dalam Fatimah & Cahyono, 2013) mengatakan, bahwa aspek yang

menyusun kepuasan pernikahan terdiri dari :

a. Kebutuhan materil (biologis)

Kebutuhan materil merupakan terpenuhinya kebutuhan materi yang

dapat membawa kepuasan fisik atau biologis. Kepuasan fisik (biologis)

yang dimaksud meliputi terpenuhinya kebutuhan berupa makanan secara

mandiri, kehidupan rumah tangga yang teratur dan terawat, kondisi

keuangan yang stabil, serta perlindungan yang diberikan pasangan berupa

tempat tinggal.

Page 8: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

21

b. Kebutuhan seksual

Kepuasan atas kebutuhan seksual berupa adanya diskusi dan

interaksi hubungan seksual yang memuaskan dapat menjadi kunci kepuasan

dalam pernikahan. Seks juga dpat menjadi kekuatan dalam mencapai

kebahagiaan dan kepuasan pernikahan.

c. Kebutuhan psikologis

Kebutuhan psikologis meliputi kebutuhan akan persahabatan,

keamanan emosional, saling memahami keadaan pasangan, penerimaan

kondisi pasangan, menghormati pasangan, kesamaan pendapat dalam

menemukan solusi, serta hubungan afeksi dan kehangatan di antara

pasangan.

Berdasarkan dari kedua tokoh yaitu Olson & Olson dan Saxton di atas, dapat

diambil kesimpulan bahwa aspek kepuasan pernikahan dapat dilihat apabila

individu mampu untuk memenuhi beberapa aspek yaitu; komunikasi mencakup

komunikasi yang terbuka dengan pasangan, fleksibilitas yang mencakup

kemampuan pasangan untuk berubah dan beradaptasi saat diperlukan, kedekatan

yang mencakup tingkat kedekatan emosional yang dialami pasangan, kecocokan

kepribadian yang mencakup persepsi individu terhadap perilaku dan kepribadian

pasangannya, resolusi konflik yang mencakup penyelesaian konflik, relasi seksual

yang mencakup hubungan seksual dalam pernikahan, kegiatan mengisi waktu

senggang yang mencakup pengisian waktu luang dengan pasangan, keluarga dan

teman yang mencakup hubungan dengan keluarga besar dan juga teman sekitar,

pengelolaan keuangan yang mencakup pengaturan keuangan, keyakinan spiritual

Page 9: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

22

yang mencakup hubungan keagamaan, aspek kebutuhan materil, kebutuhan seksual

serta kebutuhan psikologis.

Berdasarkan dua teori tersebut, peneliti memilih menggunakan aspek kepuasan

pernikahan dari Olson & Olson (2000) yaitu; komunikasi, fleksibilitas, kedekatan,

kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual, kegiatan mengisi waktu

luang, keluarga dan teman, pengelolaan keuangan, serta keyakinan spiritual.

Peneliti memilih aspek-aspek menurut Olson & Olson (2000) karena aspek-aspek

kepuasan pernikahan menurut Olson & Olson (2000) lebih dapat mengungkap

kepuasan pernikahan dan lebih lengkap sehingga memudahkan peneliti dalam

menyusun skala psikologis.

3. Faktor Kepuasan Pernikahan

Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan

berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya :

a. Empati

Taufik (2012) empati merupakan suatu kemampuan untuk dapat memahami

apa yang sedang dipikirkan serta dirasakan oleh orang lain tanpa adanya

kehilangan kontrol dari dalam dirinya. Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Sari & Fauziah (2016) menunjukkan bahwa terdapat korelasi

positif yang signifikan antara empati dengan kepuasan pernikahan pada suami

yang memiliki istri bekerja. Hal ini menyatakan bahwa apabila empati suami

yang memiliki istri bekerja tinggi, maka semakin tinggi pula kepuasan

pernikahan yang dialami.

Page 10: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

23

b. Hubungan Interpersonal

Robbins (dalam Abadi, dkk , 2015) hubungan interpersonal merupakan

interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam situasi kerja dan dalam

organisasi sebagai bentuk motivasi untuk bekerjasama secara produktif

sehingga dapat dicapainya kepuasan ekonomi, psikologis, dan sosial.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Srisusanti & Zulkaida (2013)

diketahui bahwa hasil dari nilai yang paling tinggi pada faktor yang

mempengaruhi kepuasan pernikahan pada istri adalah faktor hubungan

interpersonal. Srisusanti & Zulkaida (2013) hal ini terjadi karena hubungan

interpersonal merupakan pondasi awal bagi pasangan suami-istri untuk

mencapai sebuah pernikahan yang bahagia. Jika hubungan antara suami-istri

sudah terjalin dengan baik maka diasumsikan pernikahan itu akan bahagia dan

individu yang terlibat, khususnya istri dapat merasakan kepuasan karena istri

ditakdirkan menjadi ibu yang mempunyai naluri kasih sayang dan kelembutan.

c. Kehadiran Anak

Bee & Mitchell (dalam Marini & Julinda, 2011) menyatakan bahwasannya

kehadiran anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan

pernikahan terutama pada wanita. Hendrick & Hendrick (dalam Marini &

Julinda, 2011) penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa

menambah stress panjang dan mengurangi waktu bersama pasangan. Marini &

Julinda (2011) menyatakan bahwa kehadiran anak dapat mempengaruhi

kepuasan pernikahan suami dan istri yang berkaitan dengan harapan akan

keberadaan anak tersebut.

Page 11: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

24

d. Jarak

Marini & Julinda (2011) jarak perpisahan yang semakin jauh menjadikan

kehidupan pasangan suami-istri menjadi semakin berat hingga dapat

menjadikan stress. Jarak yang semakin jauh sama dengan biaya (telepon dan

perjalanan) yang lebih tinggi dan juga membutuhkan energi serta waktu yang

lebih banyak. Gerstel & Gross (dalam Marini & Julinda, 2010) menambahkan,

bahwasannya ketika waktu berpisah semakin tinggi maka akan menyebabkan

ketidakpuasan dalam commuter marriage juga semakin tinggi.

e. Keterbukaan Diri (Self Disclosure)

Benokraitis (dalam Wardhani, 2012) self disclosure merupakan kesediaan

seseorang untuk dapat menceritakan tentang pikiran dan perasaan yang ada

dalam diri sendiri kepada orang lain, dengan harapan dapat menjadikan

komunikasi diantaranya benar-benar terbuka. Taylor (dalam Sadarjoen, 2005)

mengatakan bahwa luasnya keterbukaan serta ketulusan dalam relasi yang

intim dapat memberikan efek yang signifikan pada tingkat kepuasan kedua

pasangan dalam relasi mereka. Sadarjoen (2005) mengungkapkan

bahwasannya semakin tinggi keterbukaaan (self disclosure) kedua pasangan

satu sama lain, maka semakin besar pula kepuasan yang dimiliki.

Sadarjoen (2005) keterbukaan harus dilakukan dalam taraf yang sama.

Maksudnya adalah apabila hanya salah satu pasangan yang memberikan

informasi personal maupun privat secara sementara, maka interrelasi diantara

pasangan tidak akan berkembang. Keterbukaan dalam hal ini menyertakan

peran orang lain untuk mengetahui apa yang disukai, apa yang tidak disukai,

Page 12: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

25

pikiran-pikiran, serta perasaan-perasaan yang bagaimana yang dirasakan. Di

dukung dengan hasil penelitian Wardhani (2012) yang menyatakan

bahwasannya istri yang memiliki self disclosure yang tinggi maka persepsi istri

terhadap self disclosure suami pun akan tinggi, sehingga istri memiliki

kepuasan perkawinan yang tinggi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwasannya ada beberapa

faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan yaitu faktor empati, hubungan

interpersonal, kehadiran anak, jarak, dan keterbukaan diri (self disclosure). Pada

penelitian ini, peneliti memilih faktor empati untuk dijadikan sebagai variabel yang

dinilai turut mempengaruhi kepuasan pernikahan pada istri TNI AL yang

mengalami long distance marriage.

Peneliti memilih Empati sebagai variabel bebas, karena Gilbert (dalam

Howe, 2015) mengatakan, bahwa dengan adanya empati menjadikan istri dapat

memahami persoalan-persoalan yang dipandang dan dirasakan suami melalui sudut

pandang istri sehingga membuat istri menjadi lebih toleran dan pemaaf. Senada

dengan pendapat Johnson (dalam Howe, 2015) yang meyatakan bahwasannya para

istri yang memiliki empati yang baik cenderung dapat mengevaluasi hubungan-

hubungan yang dijalani yang mengakibatkan hubungan pernikahan dengan suami

terjalin secara positif dan dapat mengekspresikan kepuasan pada hubungan-

hubungan yang dimiliki dengan pasangan masing-masing. Hal ini didukung dengan

hasil penelitian yang dilakukan Sari & Fauziah (2016) menyatakan bahwa empati

berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Empati yang rendah berdampak pada

kepuasan pernikahan yang rendah pada suami yang memiliki istri bekerja.

Page 13: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

26

B. Empati

1. Pengertian Empati

Pengertian empati menurut pakar psikologi Titchener (dalam Howe, 2015)

menggunakan istilah empati yang secara etimologinya berasal dari kata Yunani

empatheia dengan arti memasuki perasaan, ikut merasakan keinginan ataupun

kesedihan yang dialami oleh orang lain. Allport (dalam Taufik, 2012)

mendefinisikan empati sebagai perubahan imajinasi seseorang ke dalam pikiran,

perasaan, dan perilaku orang lain.

Kohut (dalam Taufik, 2012) melihat empati sebagai suatu proses dimana

seseorang itu berpikir mengenai kondisi orang lain yang seakan-akan orang tersebut

sedang berada pada posisi orang lain. Selain itu, Kohut juga melakukan penguatan

mengenai definisi tersebut sehingga mengatakan bahwa empati juga merupakan

kemampuan berpikir objektif yang membahas tentang kehidupan terdalam dari

orang lain.

Hoffman (2000) mendefinisikan empati sebagai sebuah respon aktif yang

lebih tepat digunakan untuk keadaan orang lain daripada digunakan untuk keadaan

diri sendiri. Definisi tersebut di dukung dengan pendapat dari Cohen (dalam Howe,

2015) bahwa empati dapat juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk dapat

mengidentifikasi apa yang sedang dipikirkan ataupun dirasakan oleh orang lain

dengan tujuan untuk merespon pikiran dan perasaan mereka dengan sikap yang

tepat.

Rogers (dalam Taufik, 2012) memiliki dua pendapat mengenai pengertian

dari empati. Pendapat pertama mengemukakan bahwasannya empati melihat

kerangka berpikir dalam diri orang lain secara lebih akurat, sedangkan pendapatnya

Page 14: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

27

yang kedua mengemukakan bahwa empati merupakan proses pemahaman

mengenai orang lain dimana individu berperan seolah-olah masuk dalam diri orang

lain sehingga bisa merasakan dan mengalami sebagaimana yang dirasakan dan

dialami oleh orang lain tersebut tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri.

Hurlock (1978) menyatakan empati adalah kemampuan untuk dapat

meletakkan diri sendiri dalam posisi orang lain. Definisi tersebut didukung oleh

pendapat Ahmadi (2009) yang menyatakan bahwa, empati adalah suatu

kecenderungan untuk dapat merasakan suatu hal yang dilakukan apabila ada pada

situasi orang lain. Dengan adanya empati, orang akan menggunakan perasaannya

secara efektif untuk berada pada situasi orang lain didorong oleh adanya emosi yang

seolah-olah dapat ikut serta mengambil tiap bagian dalam gerakan-gerakan yang

dilakukan oleh orang lain.

Taufik (2012) mendefinisikan makna empati sebagai suatu kemampuan

untuk dapat memahami apa yang sedang dipikirkan serta dirasakan oleh orang lain.

Dalam hal ini, yang bersangkutan mampu memikirkan dan merasakan kondisi yang

dialami orang lain tanpa adanya kehilangan kontrol dari dalam dirinya.

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa empati adalah suatu

kemampuan yang dimiliki seseorang dalam memahami kondisi yang sedang

dialami, dipikirkan, serta dirasakan orang lain seperti seolah-olah masuk ke dalam

diri orang lain sehingga dapat memikirkan serta merasakan kondisi sebagaimana

yang dialami orang lain tersebut tanpa kehilangan identitas dirinya sendiri dan tanpa

kehilangan kontrol dari dalam dirinya.

Page 15: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

28

2. Aspek-Aspek Empati

Eisenberg, dkk (dalam Taufik, 2012) menyatakan bahwasannya empati

memiliki dua komponen yaitu komponen kognitif dan komponen afektif.

a. Komponen Kognitif

Fesbach (dalam Taufik, 2012) mendefinisikan komponen kognitif sebagai

kemampuan seseorang dalam membedakan dan mengenali kondisi emosional

yang berbeda. Komponen ini menghasilkan pemahaman terhadap perasaan

orang lain. Selanjutya Schieman & Gundy (dalam Taufik, 2012) mencirikan

bahwa seseorang yang empatik memiliki keahlian-keahlian terkait dengan

persoalan komunikasi, perspektif dan kepekaan dalam pemahaman kondisi

sosio-emosi orang lain. Eisenberg, dkk (dalam Taufik, 2012) menyatakan

bahwa terdapat lima tingkatan proses mekanisme kognitif dalam empati, yaitu

(1) differentiation of the self from others yaitu kemampuan membedakan diri

dan orang lain dalam hal membagikan respon-respon emosional yang

merefleksikan perasaan-perasaan orang lain sebagaimana perasaannya sendiri,

(2) differentiation of emotional states yaitu kemampuan dalam membedakan

kondisi emosional orang lain untuk dapat mengenali dan mengingat bentuk-

bentuk emosi yang berbeda, (3) social referencing and emotional meaning

yaitu ekspresi emosional yang ditampakan orang lain dijadikan sebagai

penuntun atau contoh perilaku bagi diri sendiri dalam sejumlah situasi yang

berbeda, termasuk saat berinteraksi, (4) labelling different emotional states

yaitu kemampuan individu dalam menyimak perasaan orang lain di sekitarnya

dengan memberikan label pada emosi dasar yang muncul serta mengantisipasi

Page 16: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

29

kebutuhan-kebutuhan emosionalnya, dan (5) cognitive role taking ability yaitu

kemampuan menempatkan diri sendiri ke dalam situasi orang lain dengan

tujuan untuk mengetahui secara lebih tepat mengenai pikiran ataupun perasaan

orang tersebut.

b. Komponen Afektif

Colley (dalam Taufik, 2012) mendefinisikan komponen afektif sebagai

kemampuan seseorang untuk menselaraskan pengalaman emosional pada

orang lain. Empati afektif merupakan suatu kondisi di mana pengalaman emosi

seseorang sama dengan pengalaman emosi yang sedang dirasakan oleh orang

lain, atau mengalami perasaan yang sama dengan orang lain. Oswald (dalam

Taufik, 2012) menggunakan konsep perspective taking yang terdiri atas

affective perspective taking sebagai kemampuan untuk dapat mengidentifikasi

mengenai apa dan bagaimana perasaan yang sedang dirasakan oleh orang lain.

Colley (dalam Taufik, 2012) menyatakan bahwa komponen afektif ini

terdiri atas simpati, sensivitas, dan sharing penderitaan yang sedang dialami

oleh orang lain seperti perasaan dekat terhadap kesulitan-kesulitan orang lain

yang dimajinasikan seakan-akan dialami oleh dirinya sendiri. Menurut

Fesbach, dkk (dalam Taufik, 2012) terdapat dua komponen afektif yang

diperlukan agar pengalaman empati terjadi, yaitu kemampuan untuk

mengalami secara emosi dan tingkat reaktivitas emosional yang memadai.

Kedua komponen ini merupakan kecenderungan individu untuk bereaksi

secara emosional terhadap situasi-situasi yang dihadapi, termasuk emosi yang

tampak pada orang lain.

Page 17: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

30

Selain dua komponen di atas, Batson dan Coke (dalam Watson, 1984)

menyatakan bahwa di dalam empati terdapat beberapa aspek, diantaranya yaitu :

a. Kehangatan

Kehangatan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk

bersikap hangat terhadap orang lain (Asih & Pratiwi, 2010).

b. Peduli

Peduli merupakan suatu sikap yang dimiliki seseorang untuk memberikan

perhatian terhadap sesama maupun lingkungan sekitarnya (Asih & Pratiwi,

2010).

c. Kelembutan

Kelembutan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk

bersikap maupun bertutur kata lemah lembut terhadap orang lain (Asih &

Pratiwi, 2010).

d. Kasihan

Kasihan merupakan suatu perasaan yang dimiliki seseorang untuk bersikap

iba atau belas asih terhadap orang lain (Asih & Pratiwi, 2010).

Berdasarkan beberapa tokoh yaitu Eisenberg, dkk (dalam Taufik, 2012) serta

Batson & Coke (dalam Taufik, 2012) di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

aspek empati terdiri atas komponen kognitif, komponen afektif, kehangatan,

kelembutan, peduli, dan kasihan. Berdasarkan beberapa terori tersebut, peneliti

memilih untuk menggunakan aspek empati dari Eisenberg, dkk (dalam Taufik,

2012) yaitu; komponen kognitif dan komponen afektif. Peneliti memilih aspek

menurut Eisenberg, dkk (dalam Taufik, 2012), karena aspek-aspek tersebut lebih

Page 18: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

31

dapat digunakan untuk mengukur empati yang dirasakan oleh istri TNI AL yang

mengalami long distance marriage.

C. Hubungan Antara Empati Dengan Kepuasan Pernikahan Pada Istri TNI AL

Fowers dan Olson (dalam Anindya & Soetjiningsih, 2017) berpendapat,

bahwa kepuasan pernikahan adalah perasaan subyektif yang dirasakan oleh

pasangan suami istri berkaitan dengan aspek yang ada dalam suatu pernikahan,

seperti rasa bahagia, puas, serta pengalaman-pengalaman yang menyenangkan

bersama pasangannya. Berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan Sari &

Fauziah (2016) empati merupakah hal berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan.

Hal ini menunjukkan bahwa empati yang rendah berdampak pada kepuasan

pernikahan yang rendah.

Menurut Taufik (2012), empati dapat dianggap sebagai suatu kemampuan

untuk dapat memahami apa yang sedang dipikirkan serta dirasakan oleh orang lain

seperti seorang istri yang memikirkan dan merasakan kondisi yang dialami suami

tanpa adanya kehilangan kontrol dari dalam diri istri. Adapun aspek empati menurut

Eisenberg, dkk (dalam Taufik, 2012) yaitu; komponen kognitif dan komponen

afektif.

Aspek kognitif didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seorang

istri dalam membedakan dan mengenali kondisi emosional yang sedang dialami

oleh suaminya (Fesbach dalam Taufik, 2012). Hasil dari adanya kemampuan ini

adalah timbulnya pemahaman istri terhadap perasaan suaminya (Taufik, 2012).

Yovetich & Drigotas (dalam Rini, 2009) mengatakan, bahwa makna

mengungkapkan informasi mengenai diri kepada orang lain dinilai mampu

Page 19: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

32

mendapatkan pemahaman terhadap orang yang memberi informasi. Melalui

informasi tersebut istri akan mampu mendapatkan pemahaman mengenai informasi

pada diri suami yang merupakan makna dari adanya keterbukaan diri pada suami

terhadap istrinya. Adanya keterbukaan diri ini akan mengembangkan kedekatan

antara individu dengan individu lainnya (Karina & Suryanto dalam Rahmawati,

2015).

Lebih lanjut, Billeter (dalam Rini, 2009) mengatakan, bahwa adanya

keterbukaan pada istri membantu suami untuk mengetahui hal-hal apa saja yang

disukai atau tidak disukai melalui pikiran dan perasaan yang diungkapkan istrinya.

Hal ini di dukung oleh penelitian Bograd & Spilka (dalam Rini, 2009) yang

menunjukkan bahwa kepuasan pernikahan antara suami dan istri dilihat dari

bagaimana seorang istri mampu menjadikan dirinya lebih terbuka dengan suaminya

dalam hubungan pernikahan yang sedang di jalani. Berdasarkan hal tersebut, dapat

disimpulkan bahwa ketika suami dapat mengetahui informasi mengenai apa yang

dirasakan dan dipikirkan istri melalui keterbukaan diri istri akan menjadikan istri

merasakan kepuasan pernikahan yang tinggi yaitu pada aspek kedekatan.

Yuniariandini (2017) mengatakan, bahwa kebahagiaan yang dirasakan dalam

sebuah pernikahan di dasari oleh adanya kedekatan diri yang dimiliki individu.

Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa dengan istri melakukan keterbukaan

informasi mengenai apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan kepada suaminya

dalam hubungan pernikahan dapat menjalin kedekatan antara suami dan istri

(Karina & Suryanto dalam Rahmawati, 2015).

Page 20: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

33

Howe (2015) mengatakan, bahwa istri dapat dianggap memiliki empati

ketika istri cenderung dapat menghasilkan komunikasi yang baik, akurat, dan

bersifat konstruktif. Empati membuat istri dapat menjadi lebih perhatian, bijaksana,

memiliki emosi yang cenderung stabil, lebih penyayang, kooperatif, dan peduli.

Senada dengan pendapat Gilbert (dalam Howe, 2015) yang mengatakan bahwa

dengan adanya empati menjadikan istri dapat memahami persoalan-persoalan yang

dipandang dan dirasakan suami melalui sudut pandang istri sehingga membuat istri

menjadi lebih toleran dan pemaaf.

Senada dengan pendapat Collins dan Miller (dalam Papalia, dkk., 2009)

yang menyatakan bahwa keintiman membutuhkan keterbukaan antar pasangan

seperti mengungkapkan informasi yang penting tentang dirinya terhadap pasangan.

Mounsour dan Mazaheri (dalam Safarzadeh, dkk., 2011) mengungkapkan bahwa

meningkatnya keintiman dan interaksi pasangan yang menyenangkan pada

pasangan dapat menyebabkan hubungan pernikahan menjadi lebih puas.

Kemampuan dalam membedakan dan mengenali kondisi emosional juga

berkaitan erat dengan aspek fleksibilitas. Olson & Olson (2000) menyatakan,

bahwa terbukanya pasangan suami/istri dan keluarga dalam hubungan diantaranya

seperti kepemimpinan, hubungan peran suami-istri serta keluarga, dan aturan-

aturan dalam menjalin hubungan. Hubungan yang fleksibel membuat pasangan

suami istri dapat berubah dan beradaptasi sesuai kondisi yang diperlukan (Lestari,

2012). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan kepekaan dan kemampuan

yang dimiliki seorang istri dalam membedakan dan mengenali kondisi emosional

yang sedang dialami oleh suaminya akan membuat pasangan lebih fleksibel dan

Page 21: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

34

mengerti apa yang harus dilakukan dalam keadaan tertentu. Olson & Olson (2000)

menyatakan bahwa fleksibilitas itu sendiri berfokus pada bagaimana terbukanya

pasangan suami/istri dan keluarga dalam hubungan diantaranya seperti

kepemimpinan, hubungan peran suami-istri serta keluarga, dan aturan-aturan dalam

menjalin hubungan tersebut.

Schieman & Gundy (dalam Taufik, 2012) mencirikan bahwa seseorang

yang empatik memiliki keahlian-keahlian yang terkait dengan kepekaan. Kepekaan

disini juga terkait dengan kegiatan seksual yang dilakukan oleh suami istri. Lestari

(2012) mengungkapkan bahwa salah satu kekuatan terpenting kebahagiaan istri

dalam hubungan pernikahannya adalah adanya kualitas hubungan seksual yang

baik. Kemampuan istri untuk dapat memahami perspektif suami terhadap

kebutuhan dan ketertarikan seksual, dapat menjadikan kebahagiaan yang dirasakan

istri meningkat.

Menurut Glenn (dalam Lestari, 2012) kebahagiaan dalam pernikahan

memiliki istilah yang sama dengan kepuasan pernikahan. Berdasarkan hal tersebut

dapat disimpulkan bahwa ketika istri mampu memahami perspektif dalam

kebutuhan dan ketertarikan seksual suaminya, maka akan menyebabkan kepuasan

pernikahan yang lebih tinggi yaitu pada aspek relasi seksual. Hal ini menunjukkan

bahwa relasi seksual bertindak sebagai alat ukur emosional dalam hubungan

pernikahan yang dapat mencerminkan kepuasan pernikahan (Olson & Olson,

2000).

Aspek Afektif didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seorang istri

untuk menselaraskan pengalaman emosional pada suami dan mengalami perasaan

Page 22: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

35

yang sama dengan apa yang dirasakan oleh suami. Mengalami perasaan dalam hal

ini yaitu, seorang istri memiliki pengalaman emosi yang sama dengan pengalaman

emosi yang sedang dirasakan oleh suami (Colley dalam Taufik, 2012).

Watiniyah & Ali (2015) berpendapat apabila istri dapat memposisikan diri

pada situasi perasaan dan pikiran yang sedang dialami oleh suaminya, maka hal

tersebut dapat menjadikan komunikasi antara suami dengan istri menjadi lebih

efektif, dimana masing-masing pasangan berusaha untuk mendengarkan agar dapat

memahami mengenai apa yang sedang di komunikasikan. Subiyanto (2011)

menambahkan, bentuk komunikasi paling ideal terjadi apabila dalam hubungan

suami-istri dapat saling merasakan apa yang sedang dirasakan pasangannya.

Zulkarnain & Marpaung (2014) komunikasi antara suami dan istri memegang

peranan yang penting dalam keberlangsungan hubungan pernikahan. Watiniyah &

Ali (2015) menambahkan penjelasan bahwa sebagian besar ketidakpuasan

pernikahan adalah bersumber dari adanya kegagalan dalam berkomunikasi.

Hasil penelitian Rachmawati & Mastuti (2013) menyatakan bahwa

pasangan suami istri yang menjalani long distance marriage seperti pada istri

BRIGIF 1 MARINIR TNI AL menghadapi masalah yang berbeda dengan pasangan

yang tinggal bersama, terlebih pada masalah komunikasi. Komunikasi yang baik

dapat terwujud dalam kecermatan ketika memilih kata yang digunakan untuk

menyampaikan suatu gagasan akan meningkatkan komunikasi pada pasangan

suami istri (Lestari, 2012). Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan, istri yang

mengalami long distance marriage serta mampu memposisikan diri mengenai

perasaan dan pikiran yang sedang dialami oleh suaminya menjadikan komunikasi

Page 23: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

36

dalam hubungan pernikahan menjadi lebih efektif dan membuat istri merasakan

kepuasan pernikahan yang lebih tinggi yaitu pada aspek komunikasi.

Selanjutnya, Oswald (dalam Taufik, 2012) menggunakan konsep

perspective taking yang terdiri atas affective perspective taking sebagai kemampuan

istri untuk dapat mengidentifikasi mengenai apa yang dirasakan dan bagaimana

perasaan yang dirasakan suaminya. Baskerville (dalam Royani, 2015) mengatakan

bahwa mengumpulkan dan mengakomodasi pendapat-pendapat dan kepentingan

dalam hubungan suami istri yang terlibat konflik, kemudian mencari jalan

keluarnya dengan tetap mengutamakan kepentingan pihak lain atas dasar masukan-

masukan yang diperoleh adalah salah satu hal yang dapat menyelesaikan konflik.

Seorang istri yang memiliki perspektif taking dapat benar-benar mengerti apa yang

sedang terjadi pada posisi suaminya. Perspective-taking yang dimiliki seorang istri

dapat membantu dalam penyelesaian konflik rumah tangganya, yaitu dapat

menempatkan diri sendiri ke dalam posisi orang lain yang dalam hal ini adalah

suaminya (Galinsky & Ku dalam Taufik, 2012). Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa ketika istri dapat membantu menyelesaikan konflik dalam

rumah tangganya dan dapat menempatkan diri ke dalam posisi suaminya akan

menjadikan istri merasakan kepuasan pernikahan yang tinggi yaitu pada aspek

resolusi konflik.

Peningkatan resolusi konflik dalam rumah tangganya dapat berupa

penyelesaian konflik atau pemecahan masalah dengan berfokus pada sikap,

perasaan serta keyakinan yang digunakan sebagai strategi untuk mendapatkan

solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam hubungan pernikahannya (Lestari,

Page 24: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

37

2012). Fesbach (dalam Taufik, 2012) menyatakan bahwa kemampuan seorang istri

dalam membedakan dan mengenali kondisi emosional suaminya dinilai dapat

menghasilkan pemahaman terhadap perasaan yang berbeda yang didapat oleh

istrinya. Penerimaan dan pengertian pada diri istri menyebabkan tidak timbulnya

masalah mengenai banyak atau sedikitnya kesamaan hobi serta sifat yang ada di

dalam diri suami. Berdasarkan hal ini, banyak atau sedikitnya kesamaan hobi dan

sifat juga tidak menentukan cocok atau tidaknya kepribadian diantara keduanya

(Lestari, 2012).

Menurut Walgito (2002) di dalam hubungan suami istri dituntut adanya

sikap saling pengertian antara istri dengan suami. Pengertian yang ada pada istri

membuat tindakan yang akan diambil oleh istri lebih tepat. Hal ini menyebabkan

langkah-langkah yang akan diambil menjadi lebih bijaksana. Selain itu jika terdapat

penerimaan atau pengertian pada diri istri terhadap kepribadian suami yang sulit

dirubah, maka hal tersebut tidak akan menimbulkan dampak negatif pada

kebahagiaan pernikahan yang dirasakan. Berdasarkan hal tersebut dapat

disimpulkan bahwa ketika istri memiliki penerimaan dan pengertian terhadap

kepribadian suaminya akan menimbulkan dampak positif bagi kebahagiaan pada

pernikahannya. Ketika istri merasakan kebahagiaan pada pernikahannya, istri

cenderung lebih dapat merasakan kepuasan pernikahan yang tinggi yaitu pada

aspek kecocokan kepribadian. Istri yang dapat meningkatkan kecocokan

kepribadian antara dirinya dengan kepribadian yang dimiliki suaminya tidak

memandang negatif sifat dan perilaku yang dimiliki suaminya (Lestari, 2012).

Page 25: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

38

Colley (dalam Taufik, 2012) menjelaskan suatu kondisi pengalaman emosi

yang dimiliki seorang istri sama dengan pengalaman emosi yang dirasakan oleh

suami atau dengan kata lain mengalami perasaan yang sama dengan pasangannya,

memiliki makna bahwa pasangan tersebut memiliki empati afektif yang terletak di

dalam dirinya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rogers & White

(dalam Wisnubroto, 2009) menunjukkan bahwa pasangan suami istri yang turut

merasakan apa yang sedang dirasakan pasangannya merupakan pasangan yang

mampu menjalin kelekatan sehingga menjadikan pasangan cenderung lebih dapat

merasakan kabahagiaan di dalam pernikahannya.

Wisnubroto (2009) mengatakan, bahwa seorang istri yang memiliki

kelekatan dinilai memiliki keluwesan di dalam struktur pernikahannya serta

memiliki aturan yang tidak kaku sehingga menyebabkan hubungan yang terjalin

antara istri dengan suami dapat semakin intim. Tidak adanya batasan yang kaku

antara status seorang istri dengan status seorang suami bukan berarti bahwa seorang

istri dapat berbuat sekehendaknya, namun seorang istri yang sadar dengan hak dan

kewajibannya menjadikannya tahu mengenai batasan-batasan yang tidak boleh

dilanggar. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ketika istri memiliki

keluwesan ketika berperan di dalam rumah tangganya, istri cenderung lebih dapat

merasakan kepuasan pernikahan yang tinggi yaitu pada aspek fleksibilitas.

Fleksibilitas ini berperan di dalam rumah tangga dalam memberikan kejelasan

mengenai pembagian peran dan tanggung jawab dengan suami yang tidak bersifat

kaku dan dapat disesuaikan melalui kesepakatan bersama berdasarkan situasi yang

sedang dihadapinya (Lestari, 2012).

Page 26: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

39

Menurut Johnson (dalam Howe, 2015) para istri yang memiliki empati yang

baik cenderung dapat mengevaluasi hubungan-hubungan yang dijalani secara

positif dan dapat mengekspresikan kepuasan pada hubungan-hubungan yang

dimiliki dengan pasangan masing-masing secara lebih baik. Hal ini di perkuat

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sari & Fauziah (2016) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara empati dengan kepuasan

pernikahan pada suami yang memiliki istri bekerja. Semakin tinggi empati suami

yang memiliki istri bekerja maka tingkat kepuasan pernikahan yang dialami

semakin tinggi. Sebaliknya, apabila suami memiliki empati yang rendah maka

tingkat kepuasan pernikahan juga akan menjadi semakin rendah.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa empati yang dimiliki

istri dapat diberikan dalam bentuk kognitif yaitu sebagai bentuk kemampuan dalam

membedakan dan mengenali kondisi emosional yang berbeda pada diri suami dan

dalam bentuk afektif yaitu sebagai bentuk kemampuan yang dimiliki istri untuk

dapat menyelaraskan pengalaman emosional pada suami. Adanya kemampuan

empati yang dimiliki seorang istri dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada

istri TNI AL yang mengalami long distance marriage.

Page 27: A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahaneprints.mercubuana-yogya.ac.id/4217/3/BAB II.pdfpernikahan dapat merujuk pada bagaimana pasangan suami istri mengevaluasi hubungan

40

D. Hipotesis

Ada hubungan positif antara empati dengan kepuasan pernikahan pada istri

TNI AL yang mengalami long distance marriage. Semakin tinggi empati yang

dimiliki, maka akan semakin tinggi kepuasan pernikahan pada istri TNI AL yang

mengalami long distance marriage. Sebaliknya, semakin rendah empati yang

dimiliki, maka akan semakin rendah kepuasan pernikahan pada istri TNI AL yang

mengalami long distance marriage.