repositori.usu.ac.id › ... › 131501117.pdf?sequence=1... · Inkompatibilitas Larutan Injeksi...

92
Universitas Sumatera Utara Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id Fakultas Farmasi Skripsi Sarjana 2017 Inkompatibilitas Larutan Injeksi Ceftriaxone dengan Larutan Parenteral yang Mengandung Kalsium Fransisca http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1323 Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

Transcript of repositori.usu.ac.id › ... › 131501117.pdf?sequence=1... · Inkompatibilitas Larutan Injeksi...

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id

Fakultas Farmasi Skripsi Sarjana

2017

Inkompatibilitas Larutan Injeksi

Ceftriaxone dengan Larutan Parenteral

yang Mengandung Kalsium

Fransisca

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1323

Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara

INKOMPATIBILITAS LARUTAN INJEKSI CEFTRIAXONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG

KALSIUM

SKRIPSI pada Fakultas Farmasi

Universitas

Mate ra

OLEH: FRANSISCA

NIM 131501117

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

INKOMPATIBILITAS LARUTAN INJEKSI CEFTRIAXONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG

KALSIUM

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH: FRANSISCA

NIM 131501117

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

PENGESAHAN SKRIPSI

INKOMPATIBILITAS INJEKSI CEFTRIAXONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG KALSIUM

OLEH:

FRANSISCA NIM 131501117

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal : 16 Agustus 2017

Disetujui oleh: Pembimbing I, Panitia Penguji, Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195201171980031002 NIP 195807101986012001 Pembimbing II, Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt. NIP 196005111989022001 Dr. Anayanti Arianto, M. Si., Apt. Dra. Nazliniwaty, M.Si., Apt. NIP 195306251986012001 NIP 196005111989022001 Dr. Anayanti Arianto, M. Si., Apt. NIP 195306251986012001

Medan, Oktober 2017 Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Dekan, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan

anugerah dan kemurahan-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi yang

berjudul “Inkompatibilitas Larutan Injeksi Ceftriaxone dengan Larutan Parenteral

yang Mengandung Kalsium” Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara.

Ceftriaxone merupakan salah satu antibakteri golongan sefalosporin

generasi ketiga dengan spektrum luas sering digunakan dalam praktek rumah sakit

pada neonatus untuk menyembuhkan berbagai penyakit infeksi dan sebagai

pengobatan alternatif untuk penyakit sepsis dan meningitis. Beberapa Rumah sakit

di Medan, masih banyak dilakukan pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

kedalam larutan infus yang mengandung kalsium. Hal ini menimbulkan persepsi

bahwa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone ke dalam larutan infus yang

mengandung kalsium aman untuk dilakukan. Tujuan dari penelitian ini untuk

melihat pengaruh jumlah larutan yang dicampurkan dan metode pencampuran

terhadap ukuran partikel dari campuran. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa

jumlah larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer maupun metode

pencampuran mempengaruhi ukuran partikel dari campuran.

Pada kesempatan ini penulis hendak menyampaikan terima kasih

setulusnya kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Dr. Anayanti

Arianto, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah sabar dalam

memberikan bimbingan, arahan dan bantuan selama masa penelitian dan

penulisan skripsi, kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., dan Ibu Dra.

v

Nazliniwaty, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan

dalam penyusunan skripsi. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama penelitian serta kepada

Bapak Drs. Immanuel Meliala, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing akademik

yang selalu membimbing selama masa pendidikan. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang

telah mendidik selama perkuliahan dan Ibu kepala Laboratorium Farmasi Fisik

yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama penulis melakukan

penelitian.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus

kepada Ayahanda, Go I Seng dan Ibunda, Lince Tio, serta adik Yessica, Steven,

dan Richie Fernando yang tiada hentinya mendoakan, memberikan semangat dan

dukungan baik moral maupun material bagi kesuksesan penulis dalam menulis

skripsi, kepada sahabat-sahabat saya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu

dan teman-teman di Laboratorium Farmasi Fisik yang telah memberikan motivasi

dan menyemangati penulis selama penelitian dan penulisan skripsi berlangsung.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu

pengetahuan khususnya di bidang farmasi dan berguna bagi alam semesta.

Medan, Juli 2017 Penulis,

Fransisca NIM 131501117

vi

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Fransisca

Nomor Induk Mahasiswa : 131501117

Program Studi : S-1 Farmasi Reguler

Judul Skripsi : Inkompatibilitas Injeksi Ceftriaxone dengan Larutan Parenteral yang Mengandung Kalsium

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dari hasil pekerjaan yang saya lakukan sendiri dan belum pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan bukan plagiat karena kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam skripsi ini ditemukan plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing. Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya. Medan, Juli 2017 Yang membuat pernyataan, Fransisca NIM 131501117

vii

INKOMPATIBILITAS INJEKSI CEFTRIAXONE DENGAN LARUTAN PARENTERAL YANG MENGANDUNG KALSIUM

ABSTRAK

Latar Belakang: Injeksi Ceftriaxone banyak digunakan pada praktek rumah sakit dalam melawan berbagai penyakit infeksi terutama penyakit oftalmia gonococcal dan meningitis. Pencampuran obat dengan larutan infus melalui jalur yang sama masih sering dilakukan untuk menghindari rasa ketidaknyamanan pasien dan mengurangi resiko infeksi. Beberapa kasus dilaporkan telah ditemukannya endapan putih atau partikel sejenis kristal di dalam pembuluh darah pada organ paru-paru dan ginjal dari neonatus akibat pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang mengandung kalsium klorida. Tujuan: Untuk mengetahui inkompatibilitas larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang mengandung kalsium baik melalui pencampuran dalam satu wadah (botol infus) atau melalui penyuntikan bolus pada latex tube infus set. Metode: Pengamatan inkompatibilitas dilakukan dengan Pencampuran variasi konsentrasi dari larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dalam satu wadah serta pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer laktat maupun dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus. Parameter inkompatibilitas yang diamati berupa pH, pengamatan partikel secara mikroskopik dan visual serta pemeriksaan ukuran partikel dari campuran. Hasil: Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dalam satu wadah dengan variasi konsentrasi menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi terhadap ukuran partikel campuran tersebut. Hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer pada perbandingan konsentrasi 1:0,5 dan 0,5:1 mmol menunjukkan ukuran partikel yang tidak lebih dari 1 µm atau memenuhi persyaratan USP. Hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat maupun dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah menunjukkan ukuran partikel yang lebih besar daripada melalui penyuntikan bolus (lebih besar dari 1µm). Hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus menunjukkan ukuran partikel yang mendekati 1 µm sedangkan hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat melalui penyuntikan bolus menunjukkan ukuran partikel yang lebih besar dari 1 µm. Semua hasil pencampuran tidak menunjukkan perubahan warna yang signifikan dan hanya terjadi sedikit penurunan pH. Kesimpulan: Jumlah larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dalam pencampuran satu wadah mempengaruhi ukuran partikel dari campuran. Metode pencampuran (satu wadah atau melalui penyuntikan bolus) dari larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat maupun dengan larutan injeksi Kalsium glukonat juga mempengaruhi ukuran partikel dari campuran tersebut. Kata kunci : Inkompatibilitas, larutan injeksi Ceftriaxone, Larutan Ringer,

Larutan Ringer laktat, Larutan injeksi Kalsium glukonat

viii

INCOMPATIBILITY OF CEFTRIAXONE INJECTION WITH PARENTERAL SOLUTION CONTAINING CALCIUM

ABSTRACT

Background : Cefriaxone injection is often used for practices in the hospitals to treat infections related illness, especially for oftalmian gonococcal and meningitis. Mixing both medicine and infusion fluid in the same intravenous line is still a common practice to avoid inconvenience and to reduce infection risks. Some incidents report that there is white precipitate or crystalline material in the blood vessels of the lungs and kidneys of neonates due to the mixing of Ceftriaxone injection solution with parenteral solution containing Calcium chloride. Purpose : The aim of this study was to study the incompability of Ceftriaxone with parenteral solution containing Calcium, both by mixing Ceftriaxone injection solution directly to the infuse bottle or by bolus injections. Methods : The mixing of Ceftriaxone injection solution and Ringer’s solution with varying concentration and the mixing of Ceftriaxone with either lactated Ringer’s solution or Calcium gluconate injection fluid, both by injecting Ceftriaxone directly to the infuse bottle or by bolus injections. The observed parameters were pH, observation of the particle microscopically and visually, and last was the particle size of the resulting precipitate. Results :The varying concentration of Ceftriaxone injection fluid and Ringer’s solution when mixed in one infuse bottle had an influence towards the size of the resulting particles. The concentration of 1:0.5 and 0.5:1 from mixed solution of Ceftriaxone injection solution with Ringer’s solution still acceptable for injection solution according to USP (less than 1µm). The resulting particles formed from the mixture of Ceftriaxone injection fluid with either lactated Ringer’s solution or Calcium gluconate injection fluid by injecting Ceftriaxone directly to the infuse bottle had larger size (more than 1 µm) compared to the resulting particle formed by injecting Ceftriaxone through bolus injection. The mixed solution of Ceftriaxone injection solution with lactated Ringer’s solution by injecting through bolus injection had resulting particle closed to 1µm while mixed solution of Ceftriaxone injection solution with Calcium gluconate injection solution had more than 1µm resulting particle. All the mixture do not show any substantial color change while pH slightly decreased. Conclusions : Amount of Ceftriaxone injection solution or Ringer’s solution in mixing of one bottle affectss the particle size of the mixture, the mixing method (same bottle or through bolus injection) of Ceftriaxone with either lactated Ringer’s solution and Calcium Gluconate also affects the particle size of the mixture. Keywords: Incompatibility, Ceftriaxone injection fluid, Ringer’s solution,

Lactated Ringer’s solution, Calcium Gluconate injection fluid.

ix

DAFTAR ISI Halaman

JUDUL ..................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii KATA PENGANTAR ............................................................................ iv SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT .......................................... vi ABSTRAK ............................................................................................... vii ABSTRACT ............................................................................................. viii DAFTAR ISI ............................................................................................ ix DAFTAR TABEL .................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2 Kerangka Pikir Penelitian ....................................................... 4 1.3 Perumusan Masalah ................................................................ 4 1.4 Hipotesis Penelitian ................................................................ 5 1.5 Tujuan Penelitian .................................................................... 6 1.6 Manfaat Penelitian .................................................................. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 7 2.1 Injeksi intravena bolus .......................................................... 7 2.2 Tujuan injeksi intravena bolus .............................................. 7 2.3 Pencampuran parenteral ........................................................ 8 2.4 Inkompatibilitas secara parenteral ......................................... 9

2.4.1 Inkompatibilitas fisika ............................................... 9 2.4.1.1 Fenomena sorpsi .............................................. 11 2.4.1.2 Penggaraman (salting out) ............................... 11 2.4.1.3 Kompleksasi ..................................................... 12 2.4.1.4 Perubahan warna ............................................. 12 2.4.1.5 Pengeluaran gas ................................................ 12

2.4.2 Inkompatibilitas kimia .............................................. 13 2.4.2.1 Hidrolisis .......................................................... 13 2.4.2.2 Oksidasi dan Reduksi ....................................... 13 2.4.2.3 Fotolisis dan Fotodegradasi .............................. 14 2.4.2.4 Rasemisasi dan Epimerisasi ............................... 14

2.4.3 Inkompatibilitas terapetik .......................................... 14 2.5 Faktor yang mempengaruhi kecepatan degradasi ................ 14

2.5.1 Efek (pengaruh) pH larutan ....................................... 14 2.5.2 Efek (pengaruh) suhu ................................................ 15 2.5.3 Pengaruh dari faktor lain ........................................... 16

2.6 Ceftriaxone .......................................................................... 17 2.7 Larutan Elektrolit ................................................................. 20

2.7.1 Infus larutan natrium klorida 0,9% (normal saline) .. 20 2.7.2 Larutan Ringer .......................................................... 21 2.7.3 Larutan Ringer laktat ................................................ 22

2.8 Ketentuan ukuran partikel larutan parentera ....................... 23 2.9 Particle Size Analyzer .......................................................... 24

x

BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 26 3.1 Metode Penelitian ................................................................ 26 3.2 Alat ....................................................................................... 26 3.3 Bahan ................................................................................... 26 3.4 Penyiapan Tiang Infus ......................................................... 27 3.5 Prosedur Kerja .................................................................... 27

3.5.1 Pembuatan larutan injekci Ceftriaxone dalam infus larutan NaCl 0,9% ................................................... 27

3.5.2 Pencampuran dalam satu wadah ................................ 27 3.5.2.1 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer dengan peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer ....... 27

3.5.2.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

dengan infus larutan Ringer laktat dengan peningkatan jumlah larutan injeksi Ceftriaxone .................................................... 28

3.5.2.3 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

dengan infus larutan Ringer laktat ........................................ ................................. 29

3.5.2.3 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

dengan injeksi larutan Kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl0,9% ........................................ ................................. 29

3.5.3 Pencampuran melalui penyuntikan bolus pada latex

tube infus set .......................................................... 30 3.5.3.1 Pencampuran larutan injeksi ceftriaxone dan

infus larutan Ringer laktat ............................. 30

3.5.3.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% ..................... 31

3.5.4 Evaluasi stabilitas fisik hasil pencampuran larutan

injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dan infus larutan Ringer laktat serta larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus ......................................... 31

3.5.4.1 Pemeriksaan pH ............................................. 31 3.5.4.2 Pengamatan partikel dari hasil pencampuran

larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% secara visual dan mikroskopik ................................................... 32

xi

3.5.4.3 Penentuan ukuran partikel hasil campuran

injeksi Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang mengandung kalsium ............................ 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 33

4.1 Pembuatan larutan injeksi Ceftriaxone dalam infus larutan NaCl 0,9% ........................................................................... 33

4.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan

Ringer dengan variasi konsentrasi ...................................... 33

4.3 Pengaruh perlakuan pencampuran dari larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus terhadap ukuran partikel ......... 35

4.4 Reaksi kimia Ceftriaxone dengan kalsium ........................ 36

4.5 Evaluasi stabilitas fisik hasil pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer, infus larutan Ringer laktat dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus ................ 37

4.5.1 Penentuan pH larutan injeksi Ceftriaxone ................. 38 4.5.2 Penentuan pH sediaan campuran ............................... 38

4.5.3 Pengamatan partikel dari pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% secara visual dan mikroskopik .................................. 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 43

5.1 Kesimpulan .......................................................................... 43 5.2 Saran .................................................................................... 43

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 44 LAMPIRAN ............................................................................................. 47

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 3.1 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan

Ringer dengan peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer ....................................................................................... 28

3.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dengan peningkatan jumlah larutan injeksi Ceftriaxone .................................................................................................... 28

4.1 Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxonedan infus larutan Ringer dengan variasi konsentrasi dalam mmol .............................................................................. 33

4.2 Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus ............................... 35

4.3 Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9 % dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus ......................................................... 35

4.4 Hasil pengukuran pH sediaan campuran .................................. 38

xiii

DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1 Kerangka pikir penelitian .......................................................... 4

2.1 Vena akses perifer pada tangan ................................................ 8 2.2 Vena akses perifer pada permukaan lengan ............................. 8

3.1 Sketsa pembuatan tiang infus ................................................... 27 3.2 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftrixone dan infus

larutan Ringer dalam satu wadah dengan peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer .............................................. 28

3.3 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus

larutan Ringer laktat dalam satu wadah dengan peningkatan jumlah larutan injeksi Ceftriaxone ........................................... 29

3.4 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus

larutan Ringer laktat dalam satu wadah .................................... 29 3.5 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan

injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah ............................. 30 3.6 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus

larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus ....................... 30

3.7 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikan bolus ..................................... 31

4.1a Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan variasi peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer dalam satu wadah ................................................................................ 34

4.1b Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi

ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan variasi peningkatan jumlah larutan injeksi Ceftriaxone dalam satu wadah ........................................................................................ 34

4.2 Reaksi kimia Ceftriaxone dengan kalsium ............................... 37

4.3 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 1 hari dengan perbesaran 10x ............................................................................ 40

xiv

4.4 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 2 hari dengan perbesaran 10x ............................................................................ 40

4.5 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan

injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 3 hari dengan perbesaran 10x ........................................................................... 41

4.6 Pengamatan visual partikel dari hasil campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 3 hari pencampuran .............. 41

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman 1 Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya ......... 47 2 Perhitungan perbandingan variasi konsentrasi (mmol) ......... 49 3 Perhitungan konsentrasi campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus ................................. 54

4 Perhitungan konsentrasi campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus .......................... 54

5 Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer dengan variasi konsentrasi .................. 55

xv

6 Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah ...................... 56

7 Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah ............ 57 8 Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus ......... 58 9 Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

larutan injeksi Kalsium glukonat melalui penyuntikan bolus ................................................................................................ 59

10 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer konsentrasi 1 : 0,5 .......................... 60 11 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer konsentrasi 1 : 6 ............................. 61 12 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer konsentrasi 1 : 10 ........................... 62 13 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer konsentrasi 0,5 : 1 .......................... 63 14 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer konsentrasi 6 : 1 ............................. 64 15 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer konsentrasi 10 : 1 ........................... 65 16 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah ................ 66 17 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus ... 67 18 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah ..... 68 19 Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan larutan injeksi Kalsium glukonat melalui penyuntikan bolus ...................................................................................... 69

20 Gambar pengukuran pH sediaan ........................................... 70 21 Gambar alat ........................................................................... 73

ix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ceftriaxone merupakan salah satu antibakteri golongan sefalosporin

generasi ketiga dengan spektrum luas yang sering digunakan dalam praktek rumah

sakit pada neonatus untuk menyembuhkan penyakit oftalmia gonococcal dan

sebagai pengobatan alternatif untuk penyakit sepsis dan meningitis. Ceftriaxone

aktif dalam melawan hampir semua bakteri termasuk beberapa bakteri yang telah

resisten pada pengobatan pertama (Dellagrammaticas, et al., 2000).

Telah dilaporkan bahwa dalam satu dosis tunggal, Ceftriaxone

memberikan penetrasi yang baik kedalam cairan serebrospinal. Uji klinis

penggunaan Ceftriaxone pada neonatus jarang dilaporkan sehingga informasi

tentang keamanannya masih terbatas yang mengakibatkan kurangnya pengetahuan

bagi para tenaga medis (Haase, et al., 1986).

Pada tahun 2007, US FDA mengeluarkan peringatan keamanan tentang

interaksi antara Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang mengandung kalsium

dimana Ceftriaxone tidak diperbolehkan untuk dicampurkan dengan produk lain

yang mengandung kalsium baik dalam wadah yang sama maupun pada akses

infus yang berbeda atau situs yang berbeda selama rentang waktu 48 jam. Hal ini

dikarenakan telah terjadi sejumlah kematian neonatus yang disebabkan oleh

pengendapan Ceftriaxone dan kalsium pada paru-paru dan ginjal (FDA safety

alert, 2007).

Kepentingan klinis saat ini terhadap reaksi obat yang berpotensi

merugikan pasien berasal dari beberapa laporan khusus terjadinya endapan

x

Ceftriaxone dengan kalsium pada neonatus selama 20 tahun belakangan ini

(Monte, 2010). Pada kasus pemakaian pencampuran injeksi ceftriaxone dengan

infus yang mengandung kalsium, dilaporkan tiga diantaranya ditemukan sejenis

kristal atau endapan putih pada pembuluh darah di paru-paru maupun ginjal

(Bradley, et al., 2009).

Beberapa Rumah sakit di Medan, masih banyak dilakukan pencampuran

larutan injeksi Ceftriaxone kedalam larutan infus yang mengandung kalsium

seperti larutan infus Ringer dan larutan Ringer laktat. Endapan dari hasil

pencampuran ceftriaxone dengan larutan parenteral mengandung kalsium dalam

larutan memiliki diameter yang kecil sekitar 50 µm sehingga tidak dapat terlihat

oleh mata (Nakai, 2009). Hal ini menimbulkan persepsi bahwa pencampuran

larutan injeksi Ceftriaxone ke dalam larutan infus yang mengandung kalsium

aman untuk dilakukan.

Penghantaran intravena digunakan secara luas karena memiliki onset yang

cepat, bioavailabilitas tinggi serta klirens yang tinggi ketika pengobatan

dihentikan. Pasien pada ruangan perawatan intensif dengan kondisi beragam dan

kompleks menerima sejumlah obat secara intravena dan sering kali jumlah

pengobatan melebihi jumlah lumen akses vena pasien. Bukti menunjukkan bahwa

penambahan akses lumen sehingga meningkatkan resiko infeksi. Oleh karena itu,

pemberian obat intravena secara bersamaan melalui jalur yang sama dilakukan

(Templeton, et al., 2008). Pengobatan intravena yang lebih dari satu dapat

meningkatkan resiko inkompatibilitas (Bergman, 1977). Akan tetapi, hal ini

kurang dipahami tenaga kesehatan (Bertsche, et al., 2008). Akibat dari

xi

inkompatibilitas terhadap pasien berupa emboli partikulat, iritasi jaringan dan

gagal terapi (Braun, 2016).

Pada penelitian ini akan dilakukan pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan larutan infus Ringer dengan variasi konsentrasi keduanya dalam

mmol untuk membuktikan bahwa konsentrasi kalsium didalam larutan infus

Ringer maupun konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone mempengaruhi ukuran

partikel dari campuran tersebut. Pada penelitian ini juga akan dilakukan

pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan infus Ringer laktat maupun

larutan injeksi Kalsium glukonat dengan pencampuran dalam satu wadah dan

melalui penyuntikan bolus pada latex tube infus set untuk melihat pengaruh

perlakuan pencampuran terhadap ukuran partikel dari campuran tersebut.

Parameter lain yang diukur untuk mendukung penelitian ini adalah pengukuran

pH campuran, pengamatan ukuran partikel dari pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam larutan infus NaCl

0,9% secara visual dan mikroskopik, serta pengukuran ukuran partikel.

xii

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Latar belakang Tujuan Variabel Variabel

Parameter bebas

terikat

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan injeksi larutan Kalsium glukonat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus

Pencampuran pengobatan injeksi intravena yang lebih dari satu di rumah sakit meningkatkan resiko inkompatibilitas berupa pengendapan, emboli, iritasi jaringan dan gagal terapi

Mengetahui pengaruh peningkatan jumlah Ceftriaxone dan jumlah kalsium dari larutan Ringer dalam pencampuran satu wadah terhadap ukuran partikel dari campuran Pencampuran

larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus

Morfologi partikel secara visual dan mikroskopik

ukuran partikel

pH campuran

Stabilitas fisik Ceftriaxone

Mengetahui pengaruh metode pencampuran (satu wadah atau penyuntikan bolus) dari larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan Ringer laktat dan kalsium glukonat terhadap ukuran partikel campuran.

Jumlah Larutan Ringer (Na+, K+,Ca2+,Cl-)

Jumlah larutan injeksi Ceftriaxone

xiii

a. Apakah peningkatan jumlah Ceftriaxone dalam campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dalam satu wadah dapat

mempengaruhi ukuran partikel dari campuran tersebut?

b. Apakah peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer dalam campuran

larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dalam satu wadah dapat

mempengaruhi ukuran partikel dari campuran tersebut?

c. Apakah terdapat perbedaan ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan

injeksi Ceftriaxone dan infus ringer laktat melalui penyuntikan bolus dengan

pencampuran dalam satu wadah

d. Apakah terdapat perbedaan ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan

injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500 ml infus

larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikan bolus dengan pencampuran dalam satu

wadah

1.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini

adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan jumlah Ceftriaxone dalam campuran larutan injeksi Ceftriaxone

dengan infus Ringer dalam satu wadah dapat mempengaruhi ukuran partikel

campuran tersebut.

b. Peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer dalam campuran larutan

injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dalam satu wadah dapat

mempengaruhi ukuran partikel campuran tersebut.

xiv

c. Adanya perbedaan ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan infus Ringer laktat melalui penyuntikan bolus dengan

pencampuran dalam satu wadah.

d. Adanya perbedaan ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan

NaCl 0,9% melalui penyuntikan bolus dengan pencampuran dalam satu wadah.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

a. Mengetahui adanya pengaruh peningkatan jumlah Ceftriaxone terhadap ukuran

partikel dari hasil pencampuran antara larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus

Ringer dalam satu wadah.

b. Mengetahui adanya pengaruh peningkatan jumlah kalsium terhadap ukuran

partikel dari hasil pencampuran antara larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus

larutan Ringer dalam satu wadah.

c. Mengetahui pengaruh pencampuran dalam satu wadah maupun melalui

penyuntikan bolus terhadap ukuran partikel dari campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat.

d. Mengetahui pengaruh pencampuran dalam satu wadah maupun melalui

penyuntikan bolus terhadap ukuran partikel dari campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan larutan injeksi kalsium glukonat dalam 500 ml infus

larutan NaCl 0,9%.

1.6 Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberi informasi pada rumah

sakit dalam hal pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone baik dalam satu wadah

xv

atau melalui penyuntikan bolus yang pemberiannya dicampurkan dengan larutan

elektrolit maupun larutan parenteral lainnya yang mengandung kalsium dapat

menimbulkan resiko yang fatal bagi pasien akibat terjadinya reaksi

inkompatibilitas antara Ceftriaxone dengan kalsium.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Injeksi intravena bolus

Injeksi intravena bolus adalah pemberian obat dengan cara memasukkan

obat ke dalam pembuluh darah vena atau melalui karet selang infuse dengan

menggunakan spuit. Sedangkan pembuluh darah vena adalah pembuluh darah

yang menghantarkan darah ke jantung. Injeksi intravena bertujuan untuk

memperoleh reaksi obat yang cepat diabsorpsi dari pada dengan injeksi perenteral

lain, menghindari terjadinya kerusakan jaringan serta memasukkan obat dalam

jumlah yang lebih besar (Ambarawati, 2009).

2.2 Tujuan injeksi intravena bolus

a. Mendapatkan reaksi obat yang cepat diabsorbsi daripada injeksi parenteral lain

b. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,

vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral.

c. Mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit

d. Menghindari terjadinya kerusakan jaringan.

e. Memperbaiki keseimbangan asam basa

f. Memasukkan obat dalam jumlah yang besar

xvi

g. Memberikan tranfusi darah

h. Menyediakan medium untuk pemberian obat intravena

i. Membantu pemberian nutrisi parenteral

j. Memonitor Tekanan Vena Sentral (CVP)

Vena akses perifer yang sering digunakan adalah vena metacarpal, dorsal

venous arch, vena sefalik dan vena basilik seperti pada gambar 2.1 dan gambar

2.2 (Scales, 2005).

Gambar 2.1 Vena akses perifer pada tangan (Scales, 2005)

xvii

Gambar 2.2 Vena akses perifer pada permukaan lengan (Scales, 2005)

2.3 Pencampuran Parenteral

Pemberian injeksi sering dilakukan pencampuran dengan obat lain untuk

mengurangi ketidaknyamanan pada pasien akibat pemberian injeksi yang terpisah.

Pencampuran ini menyebabkan inkompatibilitas dan tidak aktifnya satu atau lebih

bahan obat atau timbulnya reaksi yang tidak diinginkan. Laporan kematian pasien

oleh pengendapan yang disebabkan oleh campuran dua bahan obat yang

inkompatibel. Terdapat dua jenis inkompatibilitas yaitu yang dapat diamati secara

visual dan yang tidak dapat diamati secara visual. Secara ideal, kombinasi obat-

obat parenteral tidak boleh diberikan kecuali telah dipelajari efek dan keamanan

kombinasi keduanya. Akan tetapi, kondisi ideal ini tidak mungkin terjadi. Oleh

karena itu, farmasis bertanggung jawab terhadap aspek fisika, kimia dan terapetik

dari kombinasi parenteral (Gennaro, 2001).

2.4 Inkompatibilitas secara parenteral

Inkompatibilitas adalah reaksi yang tidak diinginkan yang terjadi antara obat

dengan larutan, wadah atau obat lainnya (Philips dan Gorski, 2014). Terdapat tiga

tipe inkompatibilitas yaitu inkompatibilitas fisika, kimia dan terapetik (Scoville,

2013).

Inkompatibilitas secara umum dikelompokkan kedalam inkompatibilitas

secara fisika dan kimia, walaupun hampir semua inkompatibilitas berbasis kimia.

Inkompatibilitas fisika terkait dengan perubahan kelarutan atau interaksi dengan

kontener, dan perubahan molekul dari entitas obat (Agoes, 2009).

2.4.1 Inkompatibilitas Fisika

xviii

Inkompatibilitas secara fisika dapat diamati dengan mengetahui sifat kimia

dari bahan yang dicampurkan. Contoh inkompatibilitas secara fisika adalah garam

natrium dari asam lemah, seperti fenitoin natrium atau fenobarbital natrium yang

mengendap dalam bentuk asam bebas ketika diberikan bersamaan dengan cairan

yang bersifat asam, garam kalsium mengendap ketika ditambahkan medium basa

dan obat yang membutuhkan pelarut khusus seperti diazepam mengendap apabila

dicampurkan dengan larutan berair karena diazepam kurang larut di dalam air

(Felton, 2013).

Obat dapat dipertahankan dalam larutan air selama konsentrasi obat

tersebut tidak melebihi kelarutan jenuhnya. Suatu obat dapat saja tidak segera

mengendap dalam larutan jenuhnya, akan tetapi pengendapan dapat terjadi setiap

waktu. Contohnya, injeksi Papaverin HCl 40 mg/ml (1:25), sedangkan kelarutan

Papaverin HCl dalam air adalah 1 : 39, yang berarti hanya 25,64 mg per ml.

Waktu pengendapan yang tidak menentu dan tidak terduga sering terjadi.

Trimetoprim, sulfametoksidiazol, etoposida, dan teniposida menunjukkan waktu

pengendapan bervariasi. Obat dengan kelarutan air buruk sering diformulasi

menggunakan kosolven tercampur air, seperti etanol, propilenglikol, dan

polietilenglikol. Sediaan yang menggunakan formulasi kosolven, misalnya,

digoksin, fenitoin, trimetoprim, sulfametoksazol, dan teniposida (Agoes, 2009).

Untuk obat yang merupakan asam lemah atau basa lemah, kelarutan

merupakan fungsi PH larutan. Sesuai dengan konstanta disosiasi, pengontrolan

PH akan menentukan obat yang berada dalam bentuk terionisasi dan kelarutan

dari bentuk tidak terionisasi. Suatu obat yang bersifat asam lemah dapat

diformulasi pada PH cukup untuk menghasilkan kelarutan yang dibutuhkan.

xix

Contoh garam natrium dari barbiturat, fenitoin, metotreksat, merkaptopurin,

tioguanin, dan bromodeoksiuridin. Semua obat ini diformulasikan pada nilai PH

tinggi untuk mencapai kelarutan cukup. Jika PH dari obat-obat tersebut

diturunkan (karena pencampuran dengan obat injeksi), maka kelarutan obat dalam

PH akhir kemungkinan terlewati sehingga akan dihasilkan endapan. Contoh

lainnya, senyawa barbiturat akan mengendap apabila dicampur dengan obat asam.

Kemungkinan endapan yang sama dapat pula terjadi akibat pembentukan garam

yang relatif tidak larut. Contoh dalam kasus ini adalah hasil campuran antara

garam kalsium dengan senyawa fosfat, terutama perlu diperhatikan pada larutan

nutrisi parenteral. Walaupun perkiraan yang tepat sulit dilakukan, peningkatan

pembentukan endapan dapat diduga akan terjadi bila terdapat konsentrasi tinggi

dari kalsium dan fosfat, peningkatan PH larutan, penurunan konsentrasi asam-

asam amino, peningkatan suhu, penambahan kalsium sebelum fosfat, penundaan

waktu lama atau kecepatan infus lambat, dan penggunaan garam klorida dari

kalsium (Agoes, 2009).

2.4.1.1 Fenomena Sorpsi

Fenomena sorpsi juga dimasukkan pada klasifikasi inkompatibilitas fisika.

Sorpsi terjadi karena larutan obat berkontak dengan pengemas (kontener), dimana

obat hilang (berkurang) dari larutan akibat adsorbsi pada permukaan atau disorpsi

kedalam matrik material kontener, set pemberian infuse (seperti selang dan

sebagainya), atau penyaring. Beberapa obat, seperti nitrogliserin, diazepam,

warfarin, vitamin A, daktinomisin, dan insulin dapat menunjukkan terjadinya

fenomena adsorpsi ini (Agoes, 2009).

xx

Pemberian melalui vena sentral bersifat lebih permanen daripada pemberian

secara perifer. Vena sentral dapat menerima larutan dengan osmolaritas tinggi dan

volume larutan yang lebih banyak dapat diberikan pada satu waktu. Pemberian

sentral menggunakan suatu tipe tube kateter yang dipasang pada vena dibawah

tulang selangka (vena jugularis atau vena subklavian) setelah dioperasi. Apabila

jarum suntik berada didalam tubuh, di bawah kulit, selalu terdapat resiko infeksi

yang memasuki darah dan menyebabkan septisemia. Infeksi ini bersifat sangat

serius. Jika infeksi terjadi, selang infus yang dipasang harus dikeluarkan dan

nutrisi pasien dihentikan (Holman, 1987; Payne-James dan Khawaja, 1993).

2.4.1.2 Penggaraman (Salting Out)

Penggaraman suatu obat adalah terjadinya penurunan kelarutan dari

senyawa nonelektrolit dari ion organic yang terhidrasi lemah akibat keberadaan

elektrolit kuat seperti natrium, kalium, dan kalsium klorida. Suatu molekul obat

organic tidak terionisasi, seperti diazepam atau klorpromazin hidroklorida

(kemungkinan) mengendap dalam larutan, tergantung pada konsentrasi obat dan

garam, suhu, serta PH dari larutan (Agoes, 2009).

2.4.1.3 Kompleksasi

Kompleksasi adalah fenomena fisika lain yang mungkin terjadi.

Tetrasiklin membentuk khelat tidak larut dengan Al3+, Ca2+, Fe+, dan Mg2+ pada

konsentrasi dan PH tertentu. Amfoterisin B dan eritromisin glukoseptat

membentuk komplek dengan kelarutan terbatas (buruk) dengan pengawet

antibakteri, seperti air, bakteriostatik untuk injeksi (Agoes, 2009).

xxi

2.4.1.4 Perubahan Warna

Perubahan warna adalah inkompatibilitas visual yang nyata kenyatannya

merupakan hasil interaksi kimia dari perubahan molekular dari intensitas obat.

Pembentukan atau perubahan warna pada amin simpatomimetika, antrasiklina,

mamsakrin, dan tetrasiklin dengan obat alkali, seperti aminofilin dan gansiklovir

merupakan produk berwarna hasil penguraian kimia (Agoes, 2009).

2.4.1.5 Pengeluaran gas

Pengeluaran gas dari suatu reaksi kimia sering terjadi diantara karbonat

atau bikarbonat dan obat-obat asidik. Tidak hanya injeksi natrium bikarbonat yang

berpotensi mengeluarkan gas. Beberapa senyawa sefalosporin, seperti natrium

sefalotin, sefradin, sefamandol nafat, dan ceftazidime yang mengandung natrium

karbonat atau bikarbonat dalam formulanya dapat pula bereaksi. Oleh sebab itu,

dari sefamandol dan seftazidime akan dihasilkan karbon dioksida selama

konstitusi normal, yang (adakalanya) menunjukkan reaksi seperti peledakan

dalam alat suntik (Agoes, 2009).

2.4.2 Inkompatibilitas kimia

Inkompatibilitas kimia menggambarkan degradasi kimia dari satu atau

lebih obat yang dicampurkan, menyebabkan toksisitas atau inaktivitas secara

terapetik (Foinard, 2013; Felton, 2013; Philips dan Gorski, 2014). Degradasi tidak

selamanya bersifat dapat diamati tetapi reaksi obat atau larutan obat menghasilkan

perubahan yang berkaitan dengan keutuhan atau potensi obat (Nagaraju, et.al.,

2015).

Walaupun perubahan warna dan pengeluaran gas merupakan hasil dari

fisika, kebanyakan inkompatibilitas kimia yang juga merupakan interaksi yang

dihasilkan dari perubahan molekular atau penyusunan kembali (rearrangements)

xxii

menjadi entitas kimia yang berbeda, tidak terlihat secara kasat mata. Sementara

itu, obat dapat pula melalui alur penguraian yang berbeda (Agoes, 2009).

2.4.2.1 Hidrolisis

Hidrolisis merupakan cara lazim penguraian kimia yang menyebabkan

ketidakstabilan ruahan obat. Hidrolisis biasanya melibatkan serangan air pada

ikatan labil dari molekul obat terlarut yang menghasilkan perubahan molekular.

Gugusan fungsional yang labil terhadap hidrolisis meliputi asam karboksilat, ester

fosfat, amida, laktam dan imina (Agoes, 2009).

2.4.2.2 Oksidasi dan Reduksi

Reaksi oksidasi dan reduksi melibatkan pertukaran electron dan perubahan

valensi molekul obat. Oksidasi adalah proses hilangnya elektron yang

menyebabkan peningkatan positif pada nilai valensi. Kebanyakan obat berada

dalam bentuk tereduksi sehingga oksigen atmosferik dapat menimbulkan masalah

stabilitas. Reaksi reduksi melibatkan perolehan dengan penurunan valensi dan

penambahan halogen atau hydrogen pada ikatan rangkap –C=C– (Agoes, G).

2.4.2.3 Fotolisis dan Fotodegradasi

Fotolisis dan Fotodegradasi adalah reaksi penguraian yang dikatalis oleh

cahaya, seperti oksidasi dan hidrolisis. Berbagai mekanisme penguraian dapat

terjadi, mulai dari absorpsi energi radiasi hingga penyusunan menjadi entitas

kimia baru. Akan tetapi, efek yang jelas adalah energi dalam jumlah yang cukup

menjadi terkonsentrasi pada ikatan kimia yang terurai.

2.4.2.4 Rasemisasi dan Epimerisasi

Rasemisasi dan Epimerisasi dapat terjadi pada obat aktif secara optik

karena keberadaan pusat khiral karbon dalam molekul. Jika salah satu isomer

xxiii

secara farmakologi lebih aktif dari yang lain, maka proses ini akan menyebabkan

hilangnya aktivitas terapeutik.

2.4.3 Inkompatibilitas terapetik

Inkompatibilitas terapetik adalah pencampuran yang sulit untuk diamati

sebab menghasilkan aktivitas terapetik yang antagonis atau sinergis. Contoh obat

yang menghasilkan inkompatibilitas terapetik adalah penisilin atau kortison

mempunyai efek antagonis terhadap heparin dan menyebabkan heparin tidak

bekerja sebagai antikoagulan (Felton, 2013).

2.5 Faktor yang mempengaruhi kecepatan degradasi

Faktor paling penting yang mempengaruhi kecepatan penguraian obat

dalam sistem penghantaran obat adalah pH dan suhu larutan. Konsentrasi obat,

ekspose terhadap cahaya, dan kekuatan ion larutan juga merupakan faktor penting

lainnya.

2.5.1 Efek (pengaruh) pH larutan

Degradasi banyak obat dikatalisis oleh pH ekstrim dan reaksi dipengaruhi

oleh keberadaan ion hidrogen atau hidroksida. Kecepatan reaksi obat pada nilai

pH sedang umumnya kurang (intermediate) dibandingkan pada rentang pH tinggi

dan pH rendah. Profil kelarutan pH suatu obat akan menentukan pH formulasi

sediaan karena umumnya pH formulasi yang dipilih adalah pH pada rentang

stabilitas maksimal dari bahan aktif obat. pH pilihan tersebut adalah pH untuk

keadaan stabil maksimal, akan tetapi, dapat pula dilakukan pada nilai pH untuk

meningkatkan kelarutan.

Sistem dapar sering diinkorporasikan untuk menjamin pH yang tepat dari

sediaan. Kebanyakan obat cukup stabil pada rentang pH antara 4 sampai 8, yang

diberikan untuk periode waktu tertentu karena obat yang diformulasikan pada

xxiv

nilai pH ekstrim dapat menimbulkan kecenderungan meningkatkan penguraian

secara cepat, terutama jika ada obat lain yang diformulasi secara bersamaan dalam

larutan yang sama.

pH dari setiap komponen yang akan dicampur harus dievaluasi terlebih

dahulu jika ada perbedaan pH yang tidak dapat diterima, sebelum diberikan

kepada pasien. Kemungkinan terjadinya inkompatibilitas pada obat-obat atau obat

pembawa dapat dicegah jika perubahan pH yang tidak dapat diterima telah

diantisipasi.

2.5.2 Efek (pengaruh) suhu

Suhu adalah variabel primer lain yang mempengaruhi kecepatan reaksi

penguraian. Setiap peningkatan suhu sebesar 10oC, dapat meningkatkan kecepatan

reaksi 2 sampai 5 kali. Walaupun perkiraan ini sesuai untuk beberapa macam

obat, aturan ini tidak bisa diberlakukan secara menyeluruh karena ada yang tidak

sama. Beberapa reaksi penguraian bahkan ada yang tidak dipengaruhi oleh

perbedaan suhu 10oC, sedangkan pada reaksi obat lainnya dapat terjadi perubahan

yang sangat cepat dan signifikan.

2.5.3 Pengaruh dari faktor lain

Peningkatan konsentrasi obat, biasanya akan meningkatkan kecepatan

penguraian secara eksponensial. Efek fotokatalis dan pH dapar, seperti ampisilin,

menyebabkan peningkatan kecepatan penguraian. Beberapa macam obat

menunjukkan hal sebaliknya, dimana pada konsentrasi yang lebih tinggi

menunjukkan penguraian lebih rendah. Contohnya pada autooksida katekholamin

dan penurunan hidrolisis nafsillin akibat keberadaan aminofilin. Barangkali

konsentrasi dapar yang lebih besar pada konsentrasi nafsilin yang lebih tinggi,

xxv

sampai batas tertentu, dapat melindungi dari pH tinggi aminofilin dan

memperlambat hidrolisis.

Ekspose pada cahaya dapat pula sangat mempengaruhi kecepatan

penguraian obat yang bersifat fotodegradasi. Pada kasus natrium nitroprusida,

ekspose terhadap cahaya merupakan faktor yang paling menentukan dalam

stabilitas larutan. Penambahan kekuatan ion dapat meningkatkan, menurunkan,

atau bahkan tidak ada pengaruhnya sama sekali terhadap kecepatan penguraian

obat. Obat bermuatan positif yang dikatalisis oleh ion hidrogen akan

menunjukkan peningkatan kecepatan penguraian dengan peningkatan konsentrasi

natrium klorida, dan akan terjadi penurunan kecepatan degradasi jika obat

bermuatan positif dikatalis oleh ion hidroksil. Jika obat bersifat netral, maka

perubahan kekuatan ion tidak akan mempengaruhi stabilitas obat.

2.6 Ceftriaxone

Ceftriaxone adalah salah satu antibiotik golongan sefalosporin generasi

ketiga yang pada umumnya memiliki aktivitas yang lemah dalam melawan bakteri

gram positif dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama. Meskipun

sefalosporin generasi ketiga memiliki efek yang kurang baik terhadap bakteri

gram positif, tetapi sefalosporin generasi ketiga bersifat resisten terhadap enzim

beta-laktamase dan aktif dalam melawan bakteri Pseudomonas dan Aeruginosa

(Mandell dan Sande, 1991).

Ceftriaxone bekerja dengan cara menghambat sintesis dinding sel dari

bakteri yaitu dengan berikatan pada satu atau lebih protein pengikat penisilin

xxvi

(penicillin binding protein / PBP) di membran sitoplasma. Hal ini dikarenakan

Ceftriaxone mempunyai struktur mirip dengan terminal strand peptidoglikan

sehingga dapat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim pengkatalisis proses

transpeptidase. Penghambatan PBP akan menghambat pertumbuhan sintesis

peptidoglikan yang merupakan komponen penting dalam pembentukan dinding

sel. Ikatan antara Ceftriaxone dengan PBP membentuk kompleks yang bersifat

irreversible melalui ikatan kovalen. Hal tersebut menghasilkan formasi yang salah

sehingga mengakibatkan sel bakteri mati (Mandell dan Sande, 1991).

Indikasi Ceftriaxone, yaitu :

- Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang disebabkan oleh

Streptococcus pneumoniae, Streptococcus sp, Methicillin sensitive

Staphilococcus aureus, H. influenza, H. parainfluenzae, Klebsiella sp, E.

coli, E. aerogenes, P. mirabilis, dan Serratia marcescens.

- Infeksi kulit yang disebabkan oleh Methicillin sensitive Staphilococcus

aureus, Methicillin sensitive Staphilococcus epidermis, Streptococcus grup

B, Streptococcus grup G, Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans,

Peptostreptococcus sp, E. coli, E. cloacae, Klebsiella sp, P. mirabillis, M.

morgani, dan S. marcescens.

- Infeksi saluran perkemihan (komplikasi atau tanpa komplikasi) yang

disebabkan oleh E. coli, P. mirabilis, P. vulgaris, M. morgani, dan

Klebsiella sp.

- Gonorrhoea tanpa komplikasiyang disebabkan oleh N. gonorrhoeae.

- Sepsis yang disebabkan oleh Stretococcus pneumoniae, E. coli, dan H.

influenza.

xxvii

- Infeksi tulang yang disebabkan oleh Methicillin sensitive Staphilococcus

aureus, Methicillin sensitive Staphilococcus epidermis, Streptococcus grup

B, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus sp, E. coli, Enterobacter sp,

P. mirabilis, dan K. pneumoniae.

- Meningitis yang disebabkan oleh H. influenzae tipe B, N. meningitidis,

Streptococcus pneumoniae, dan Enterobacteriaceae.

- Infeksi sendi yang disebabkan oleh Methicillin sensitive Staphilococcus

aureus, Streptococcus pneumoniae, E. coli, P. mirabilis, Enterobacter sp,

dan K. pneumoniae.

- Infeksi lain seperti infeksi telinga tengah, endokarditis, infeksi

intraabdominal, infeksi radang panggul (Pty, 2016).

Ceftriaxone berikatan dengan protein plasma sebesar 85-95%. Distribusi

didalam tubuh sangat baik dan di metabolisme pada hati. Waktu paruh Ceftriaxone

5-9 jam untuk kondisi hati dan ginjal yang normal, 12-16 jam pada pasien yang

memiliki gangguan ginjal. Ekskresi Ceftriaxone melalui urin sebanyak 33-67%

dalam bentuk tidak berubah dan sisanya melalui feses dan empedu. Ceftriaxone

dapat melewati barier plasenta dan disekresi pada air susu dalam konsentrasi

rendah (Pty, 2016).

Inkompatibilitas dengan obat lain yaitu Argatroba, vaksin BCG,

bivalirudin, vaksin kolera, dalteparin, enoxaparin, fondaparinux, heparin, lepirudin,

tinzaparin, vaksin tifoid, aminofilin, klindamisin, linezolid, teofilin, metronidazol,

dan warfarin (Medscape, 2017).

Kontraindikasi Ceftriaxone meliputi hipersensitivitas, hiperbilirubinemia

pada neonatus, diare, penyakit empedu, penyakit hati, pankreatitis, penyakit perut

xxviii

(kolitis), penyakit ginjal, dan kondisi gizi buruk. Dosis tinggi dari Ceftriaxone

dapat menimbulkan toksik pada sistem ssaraf pusat. Pada orang dewasa yang

mengalami gangguan hati dan ginjal dilarang menggunakan dosis 2 gram/ hari

kecuali dilakukan monitor terhadap konsentrasi serum dari Ceftriaxone (Katzung,

2002).

Resiko nefrotoksik akan meningkat dengan pemakaiann aminoglikosida

dan diuretik furosemid. Pemakaian Ceftriaxone dengan salisilat menimbulkan

hipoprotrombinemia. Sedangkan penggunaannya dengan NSAID dapat

mengakibatkan pendarahan (Gahart dan Nozareno, 2014).

Dosis yang digunakan untuk penyakit meningitis yaitu 2 gram setiap 12

jam tetapi untuk infeksi lainnya hanya diperlukan 1 gram setiap 12 jam secara

intravena maupun intramuskular. Ceftriaxone merupakan terapi pilihan untuk

penyakit meningitis dikarenakan penetrasi yang bagus kedalam cairan

serebrospinal ketika terjadi inflamasi akibat penyakit meningitis dan catatan

keberhasilan klinik (Katzung, 2001).

2.7 Larutan Elektrolit

Elektrolit adalah molekul-molekul yang berdisosiasi di dalam air menjadi

kation dan anion yang ekivalen. Terdapat banyak elektrolit yang penting secara

fisiologi, berupa Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, HCO3-. Elektrolit dan beberapa

komponen bermuatan (seperti protein) terdistribusi tidak merata pada cairan tubuh

(Barret, et al., 2010). Ion-ion ini dinyatakan dalam mEq/L. Kebanyakan elektrolit

mempunyai fungsi fisiologis yang lebih dari satu; umumnya beberapa elektrolit

xxix

bekerja sama untuk memediasi peristiwa kimia. Peranan fisiologi elektrolit berupa

mempertahankan elektronetralitas kompartemen cairan; memediasi reaksi enzim;

mengubah permeabilitas membran sel; mengatur kontraksi dan relaksasi otot;

mengatur transmisi impuls saraf (Philips dan Gorski, 2014).

2.7.1 Infus larutan natrium klorida 0,9% (normal salin)

Infus larutan natrium klorida 0,9% (PT. Widatra Bhakti) dipasaran

dikemas dalam 500 ml dan mempunyai nilai osmolaritas 308 mOsm/L yang setara

dengan ion natrium (Na+) 154 mEq/L dan klorida (Cl-) 154 mEq/L. pH infus

larutan natrium klorida 0,9% adalah 4,5 sampai 7.

Kegunaan infus larutan natrium klorida 0,9% meliputi pengobatan shock

dan hiponatremia, perubahan cairan, metabolik alkalosis hiperkalsemia dan

pergantian cairan dalam diabetes ketoasidosis. Secara normal, natrium yang

dibutuhkan tubuh adalah 135 sampai 145 mEq/L. Fungsi fisiologis natrium

meliputi transmisi dan konduksi impuls saraf, bertanggung jawab terhadap

osmolalitas cairan vaskular serta menjaga keseimbangan air. Natrium berpindah

ke dalam sel ketika kalium berpindah keluar sel akibat depolarisasi (aktivitas sel).

Ketika natrium berpindah keluar sel, kalium berpindah kembali ke dalam sel.

Proses ini disebut repolarisasi (aktivitas enzim) (Philips dan Gorski, 2014).

Fungsi utama natrium adalah mempertahankan volume cairan

ekstraseluler. Natrium merepresentasikan 90% kation ekstraseluler karena natrium

tidak dapat melewati dinding sel membran dengan mudah (Philips, dan Gorski,

2014). Selain itu, natrium juga berperan dalam mengatur tekanan darah. Banyak

proses pada tubuh seperti otak, sistem saraf dan otot berfungsi apabila adanya

sinyal listrik yang diperoleh dari elektrolit (Akpan, et al., 2013).

xxx

Secara normal, klorida yang dibutuhkan tubuh adalah 95 sampai 108

mEq/L dan fungsi fisiologisnya berupa pengaturan osmolaritas serum;

keseimbangan cairan; keasaman cairan lambung; keseimbangan asam-basa;

berperan dalam pergantian oksigen-karbon dioksida (pergantian klorida). Klorida

merupakan anion terbanyak di cairan ekstraseluler (Philips dan Gorski, 2014).

2.7.2 Larutan Ringer

Larutan Ringer (PT. Widatra Bhakti) yang ada di pasaran dikemas dalam

500 ml mengandung 4,3 gram natrium klorida (NaCl), 0,15 gram kalium klorida

(KCl), 0,165 gram kalsium klorida (CaCl2.H2O) serta air untuk injeksi dengan

osmolaritas 311 mOsm/L yang setara dengan ion natrium (Na+) 147,1 mEq/L,

kalium (K+) 4 mEq/L, kalsium (Ca++) 4,5 mEq/L dan klorida (Cl-) 155,6 mEq/L.

Larutan Ringer adalah cairan dan elektrolit yang mengisi kembali cairan sel,

yang lebih sering digunakan untuk mengobati pasien dehidrasi. Konsentrasi

elektrolit dalam larutan Ringer menyerupai konsentrasi elektrolit yang terdapat

dalam plasma (Philips dan Gorski, 2014).

Secara normal, kalium yang dibutuhkan tubuh adalah 3,5 sampai 5 mEq/L.

Kalium adalah kation utama pada cairan intraseluler. Fungsi fisiologisnya

meliputi pengaturan volume cairan pada sel; menyebabkan transmisi impuls saraf;

kontraksi otot rangka, polos dan jantung; mengontrol konsentrasi H+,

keseimbangan asam-basa; ketika kalium berpindah keluar dari sel, H+ berpindah

ke dalam dan sebaliknya; peranan dalam aksi enzim untuk produksi energi seluler.

Kalium adalah elektrolit intraseluler sebanyak 98% dan 2% pada cairan

ekstraseluler. Perubahan kalium di dalam darah dapat menyebabkan aritmia

(Akpan, et al., 2013; Philips dan Gorski, 2014).

xxxi

Secara normal, kalsium yang dibutuhkan tubuh adalah 4,5 sampai 5,5

mEq/L atau 9 sampai 11 mg/dL. Fungsi fisiologis kalsium adalah

mempertahankan elemen tulang; mengatur aktivitas neuromuskular; memastikan

otot dan saraf berfungsi baik; mempengaruhi aktivitas enzim; mengubah

protrombin menjadi trombin (membantu dalam pembekuan darah). Kekurangan

kalsium yang tidak diobati dapat menyebabkan osteoporosis, hipertensi dan

aritmia jantung (Philips dan Gorski, 2014; Pravina, et al., 2013).

2.7.3 Larutan Ringer laktat

Larutan Ringer laktat (PT. Widatra Bhakti) yang ada di pasaran dikemas

dalam 500 ml mengandung 3 gram natrium klorida (NaCl), 0,15 gram kalium

klorida (KCl), 0,1 gram kalsium klorida (CaCl2.H2O), 1,55 gram natrium laktat

(C3H5NaO3) serta air untuk injeksi dengan osmolaritas 274 mOsm/L yang setara

dengan ion natrium (Na+) 130 mEq/L, kalium (K+) 4 mEq/L, kalsium (Ca++) 2,7

mEq/L dan klorida (Cl-) 109,5 mEq/L, laktat (HCO3-) 27,5 mEq/L.

Larutan Ringer laktat adalah larutan steril non pirogen untuk pengisian

cairan dan elektrolit dalam wadah dosis tunggal untuk pemberian intravena yang

tidak mengandung zat antimikroba. Infus larutan Ringer laktat memiliki nilai

sebagai sumber air dan elektrolit yang mampu menginduksi diuresis tergantung

pada kondisi pasien. Infus larutan Ringer laktat menghasilkan efek alkalinisasi

metabolik. Ion laktat dimetabolisme menjadi karbon dioksida dan air yang

membutuhkan kation hidrogen (USP, 2007).

2.8 Ketentuan ukuran partikel larutan parenteral

Sediaan steril tidak boleh terdapat partikel yang terlihat yaitu seperti partikel

dari wadah yang retak (USP 30 hal. 36). Bahan partikulat merupakan zat asing

xxxii

tidak larut dan melayang, kecuali gelembung gas yang tanpa disengaja ada dalam

larutan parenteral. Larutan injeksi termasuk larutan yang dikonstitusi dari zat

padat steril untuk penggunaan parenteral harus bebas dari partikel yang dapat

diamati pada pemeriksaan visual (Farmakope Ind. Ed. IV, hal 981). Adapun

ukuran partikel yang dikatakan visual adalah lebih dari 50-150 µm dan sub visual

adalah antara 1-50 (1,10,25,50) µm, dan non visual kurang dari 1 µm (USP 34-NF

29, hal. 844).

Ketentuan jumlah partikel berdasarkan farmakope indonesia edisi IV :

1. Injeksi volume besar untuk infus dosis tunggal memenuhi syarat uji jika

mengandung tidak lebih dari 50 partikel per ml yang ≥ dari 10 µm dan tidak lebih

dari 5 partikel per ml yang ≥ dari 25 µm dalam dimensi linier efektif.

2. Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah rata-rata partikel yang

dikandung tidak lebih dari 10.000 tiap wadah yang ≥ dari 10 µm diameter sferik

efektif dan tidak lebih dari 1000 tiap wadah yang ≥ dari 25 µm diameter sferik

efektif. (tiap wadah mengandung 5 ml, tiap pengujian menggunakan 3 wadah)

Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 34-NF 29 :

Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 34-NF 29 tahun 2011 hal. 849

tentang Determination of Particulate Matter Comparison of total At-Limit Load

for Selected Products dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Ketentuan jumlah partikel berdasarkan USP 34-NF 29 Size Limit Blank

Count

SVI

5 mL

LVI

125 mL

Ophthalmic

Product, 5 Ml

≥ 10 µm 20 3000

particles

1500

particles

250 particles

xxxiii

≥ 25 µm 5 300 particles 250 particles 25 particles

≥ 50 µm Not defined N/A N/A 10 Articles

Berdasarkan dua teori diatas (Farmakope Indonesia dan USP 34) diketahui

bahwa :

• Parameter ukuran partikel yang harus terukur untuk sediaan parenteral

menurut farmakope adalah 10 µm dan 25 µm, dikarenakan lebih dari itu

(50 µm) merupakan ukuran partikel yang dapat diamati secara visual

sedangkan dalam peraturannya, sediaan steril tidak boleh mengandung

partikel yang dapat dilihat secara visual.

• Parameter ukuran partikel yang harus terukur untuk sediaan parenteral

menurut USP adalah 10 µm, 25 µm, dan 50 µm, dikarenakan menurut

USP ukuran 50 µm merupakan ukuran sub visual dan harus diukur dan

nilainya harus nol (tidak ada) dalam sediaan parenteral.

2.9 Particle Size Analyzer

Particle size analyzer adalah alat yang digunakan untuk mengukur ukuran

partikel dari bentuk sediaan larutan, suspensi, emulsi dan aerosol. Particle size

analyzer mempunyai beberapa teknik yaitu teknik laser diffraction, dynamic light

scattering dan image analysis (Horiba, 2010). Teknik dynamic light scattering

juga dikenal sebagai Photon Correlation Spectroscopy. Hasil utamanya adalah

nilai rata-rata dari distribusi intensitas dan indeks polidispersitas untuk

menjelaskan lebar distribusi (Horiba, 2010; Goldburg, 1999).

Teknik ini berlandaskan pada analisis intensitas cahaya yang dihamburkan

partikel akibat adanya gerak Brown. Intensitas diukur pada sudut tertentu

(umumnya 90o) dengan detektor sesuai yang dapat mendeteksi hamburan cahaya

xxxiv

yang cepat dari tetesan lemak yang tersuspensi atau mengalami difusi (USP,

2012). Gerak Brown merupakan gerak acak partikel akibat tumbukan dengan

molekul pelarut disekitarnya. Semakin besar partikel, semakin lambat gerak

Brown. Semakin kecil partikel, semakin cepat gerak Brown. Viskositas dan

temperatur juga perlu diketahui dalam pengukuran sampel (Malvern, 2014).

Intensitas cahaya (I) yang dihamburkan proporsional dengan diameter

pangkat enam (d6) yang sesuai dengan teori Rayleigh. Kecepatan gerak Brown

dinyatakan sebagai koefisien difusi translasi (D). Ukuran partikel dihitung

berdasarkan koefisien difusi translasi dengan persamaan Stokes-Einstein yaitu

(Horiba, 2010; Malvern, 2014) :

𝑑𝑑(𝐻𝐻) = 𝑘𝑘𝑘𝑘

3𝜋𝜋ƞ𝐷𝐷

Keterangan : d(H) : diameter hidrodinamik k : konstanta Boltzmann’s T : suhu absolut D : koefisien difusi translasi η : viskositas

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

xxxv

Metode penelitian ini dilakukan secara eksperimental yaitu melihat

pengaruh larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang

mengandung kalsium. Penelitian ini meliputi pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan larutan Ringer (Ca2+ = 0,33mg/ml), larutan Ringer laktat (Ca2+

= 0,2mg/ml), dan larutan injeksi kalsium glukonat (Ca2+ = 100mg/ml) dalam

larutan elektrolit NaCl 0,9% dalam satu wadah dan penyuntikan melalui bolus,

pemeriksaan pH, pemeriksaan partikel secara mikroskopik, pemeriksaan ukuran

partikel. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Farmasi Fisik Universitas

Sumatera Utara.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan adalah infus-set, pot plastik, tiang infus, gelas

objek, penunjuk waktu (stopwatch), deck-glass, pipet tetes, vial, mikroskop

elektron, spatula, spuit, pH meter ( Hanna) dan particle size analyzer (Vascoγ).

3.3 Bahan

Bahan yang digunakan adalah injeksi serbuk Ceftriaxone (Quantum Labs),

infus natrium klorida 0,9% (PT. Widatra Bhakti), larutan Ringer (PT. Widatra

Bhakti), larutan Ringer laktat (PT. Widatra Bhakti), larutan injeksi Kalsium

glukonat (PT. Esther), akuades, buffer netral pH 7,01 dan buffer asam pH 4,01

(Hanna).

3.4 Penyiapan Tiang Infus

Tiang infus terbuat dari kayu dan penggantungnya berupa baut yang dapat

mengait botol infus. Tiang infus ini dirancang identik dengan tiang infus yang

xxxvi

terdapat pada rumah sakit dengan tujuan sediaan yang akan diberikan secara

intravena dapat digantung seperti pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Sketsa pembuatan tiang infus

3.5 Prosedur Kerja

3.5.1 Pembuatan larutan injeksi Ceftriaxone dalam infus larutan natrium klorida 0,9%

1 gram serbuk injeksi Ceftriaxone dilarutkan dengan 10 ml infus larutan

NaCl 0,9% (Gray, A., et al, 2011).

3.5.2 Pencampuran dalam satu wadah

3.5.2.1 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer

Diambil 0,1 ml larutan injeksi Ceftriaxone yang setara dengan 0,017 mmol

menggunakan spuit dan dimasukkan kedalam kantong infus yang kosong.

Kemudian dicampurkan dengan infus larutan Ringer dalam jumlah seperti yang

tertera pada Tabel 3.1. Dipasang infus set pada kantong infus dari campuran

tersebut. Ditampung campuran larutan yang keluar melalui jarum infus set dan

diukur ukuran partikelnya seperti pada Gambar 3.2 atau seperti pada Lampiran 5

halaman 55.

Tabel 3.1 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dengan peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer

Perlakuan Volume larutan injeksi Ceftriaxone (ml)

Volume Infus larutan Ringer (ml)

Perbandingan dalam mmol

xxxvii

P1 0,1 12,9 1 : 0,5 P2 0,1 154,8 1 : 6 P3 0,1 258 1 : 10

Gambar 3.2 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan

Ringer dalam satu wadah dengan peningkatan jumlah kalsium dari infus larutan Ringer

3.5.2.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan peningkatan konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone Diambil 100 ml infus larutan Ringer yang setara dengan 0,07 mmol

menggunakan spuit dan dimasukkan kedalam kantong infus yang kosong.

Kemudian dicampurkan dengan larutan injeksi Ceftriaxone dalam jumlah seperti

yang tertera pada Tabel 3.2. Dipasang infus set pada kantong infus dari campuran

tersebut. Ditampung campuran larutan yang keluar melalui jarum infus set dan

diukur ukuran partikelnya seperti pada Gambar 3.3 atau seperti pada Lampiran 5

halaman 55.

Tabel 3.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dengan peningkatan konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone

Perlakuan Volume Larutan injeksi Ceftriaxone (ml)

Volume Infus larutan Ringer (ml)

Perbandingan dalam mmol

P4 0,2 100 0,5 : 1 P5 2,3 100 6 : 1 P6 3,9 100 10 : 1

Hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer

Tempat penampungan hasil campuran

Hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer

Tempat penampungan hasil campuran

xxxviii

Gambar 3.3 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan

Ringer dalam satu wadah dengan peningkatan konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone

3.5.2.3 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat 1 vial larutan injeksi Ceftriaxone dimasukkan kedalam 500 ml infus

larutan Ringer laktat. Dipasang infus set pada kantong infus dari campuran

tersebut. Ditampung 10 ml campuran larutan yang keluar melalui jarum infus set

dan diukur ukuran partikelnya seperti pada Gambar 3.4 atau seperti pada

Lampiran 6 halaman 56.

Gambar 3.4 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan

Ringer laktat dalam satu wadah 3.5.2.4 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi

Kalsium glukonat 1 ampul(10 ml) larutan injeksi Kalsium glukonat dimasukkan kedalam 500

ml larutan NaCl 0,9% kemudian ditambahkan 1 vial larutan injeksi Ceftriaxone

dalam wadah yang sama. Dipasang infus set pada kantong infus campuran

tersebut. Ditampung 10 ml larutan campuran yang keluar dari jarum infus set dan

diukur ukuran partikelnya seperti pada Gambar 3.5 atau seperti pada Lampiran 7

halaman 57.

Tempat penampungan hasil campuran

Hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer laktat

Hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat (100 mg/ml) dalam infus larutan NaCl 0,9%

xxxix

Gambar 3.5 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah

3.5.3 Pencampuran melalui penyuntikan bolus pada latex tube infus set

Pencampuran melalui penyuntikan bolus dilakukan dengan penyuntikan

melalui latex tube selang infus dimana larutan injeksi Ceftriaxone yang

disuntikkan melalui latex tube infus set akan bercampur dengan larutan dari

tetesan larutan infus yang kemudian akan keluar bersama melalui jarum suntik

selang infus.

3.5.3.1 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer laktat

1 vial larutan injeksi Ceftriaxone disuntikkan melalui karet selang infus

yang dialiri 500 ml larutan infus Ringer laktat dengan kecepatan tetesan 20 tetes

per menit selama 2 menit. Ditampung campuran larutan yang keluar dari jarum

infus set selama penyuntikan berlangsung dan diukur ukuran partikelnya seperti

pada Gambar 3.6 atau seperti pada Lampiran 8 halaman 58.

Gambar 3.6 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus

larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus

3.5.3.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam infus larutan NaCl 0,9%

500 ml Infus larutan Ringer laktat

Tempat penampungan hasil campuran

Tempat penampungan hasil campuran

Larutan injeksi Ceftriaxone

xl

10ml larutan injeksi Kalsium glukonat dimasukkan dalam 500 ml NaCl

0,9%, kemudian dipasang infus set dan dijalankan aliran dengan kecepatan tetesan

20 tetes per menit. Disuntikkan 1 vial larutan injeksi Ceftriaxone pada latex tube

infus set selama 2 menit. Ditampung campuran larutan yang keluar dari jarum

infus set selama penyuntikan berlangsung dan diukur ukuran partikelnya seperti

pada Gambar 3.7 atau seperti pada Lampiran 9 halaman 59.

Gambar 3.7 Sketsa pencampuran larutan injeksi Ceftrixone dengan larutan infus

Kalsium glukonat dalam infus larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikan bolus

3.5.4 Evaluasi stabilitas fisik hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

dengan infus larutan elektrolit (infus larutan Ringer dan infus larutan Ringer laktat) serta larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus

3.5.4.1 Pemeriksaan pH

Penentuan pH campuran dilakukan dengan menggunakan alat pH meter.

Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral

(pH 7,01) dan larutan dapar asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH

tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, kemudian dikeringkan

dengan kertas tisu. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam larutan yang akan

diuji. Dibiarkan alat hingga menunjukkan nilai pH sampai konstan. Angka yang

ditunjukkan merupakan pH sediaan. Pengujian pH sediaan campuran dilakukan

sebanyak 3 kali kemudian di rata-ratakan.

Larutan injeksi Ceftriaxone

Campuran larutan injeksi Kalsium glukonat dalam infus larutan Nacl 0,9%

Tempat penampungan hasil campuran

xli

3.5.4.2 Pengamatan partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam infus larutan NaCl 0,9% secara visual dan mikroskopik

Pengamatan ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan larutan injeksi kalsium glukonat dalam infus larutan NaCl 0,9%

dilakukan secara visual dan mikroskopik menggunakan mikroskop digital.

Campuran yang diamati adalah campuran setelah 1 hari, 2 hari , dan 3 hari setelah

pencampuran. Sebelum mikroskop digital digunakan, lensa objektif dibersihkan

terlebih dahulu dengan tisu lensa. Untuk mengamati morfologi partikel, sampel

yang terdapat pada botol infus diredispersi dan kemudian diambil satu tetes

sediaan campuran untuk diletakkan pada gelas objek dan kemudian ditutupi

dengan deck glass. Setelah persiapan sampel, gelas objek diletakkan diatas meja

preparat dan diamati morfologi partikel dengan perbesaran 10x.

3.5.4.3 Penentuan ukuran partikel hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang mengandung kalsium

Pemeriksaan ukuran partikel hasil pencampuran diperiksa dengan particle

size analyzer (Vascoγ). Sebelum dilakukan pengujian, alat harus dihidupkan

selama beberapa waktu. Setelah itu, sampel yang akan diuji dimasukkan ke dalam

tempat sampel. Selanjutnya ditentukan pelarut yang digunakan (air) dan diatur

suhu pengujian (suhu 24oC). Ukuran partikel hasil akhir campuran kemudian

dibaca. Selain ukuran partikel, dari data dapat juga dibaca distribusi ukuran

partikel pada campuran larutan yang diperiksa.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

xlii

4.1 Pembuatan larutan injeksi Ceftriaxone dalam infus larutan NaCl 0,9%

1 gram serbuk injeksi Ceftriaxone berwarna putih. Setelah di larutkan

dengan 10 ml NaCl 0,9% menjadi larutan yang berwarna kuning lemah jernih.

Larutan injeksi Ceftriaxone harus digunakan paling lama 24 jam setelah

dilarutkan jika disimpan dalam suhu kamar.

4.2 Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan variasi konsentrasi

Pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan

variasi konsentrasi dalam mmol menghasilkan larutan jernih yang tidak berwarna.

Ukuran partikel hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan

Ringer dapat di lihat pada Tabel 4.1, Gambar 4.1a dan Gambar 4.1b

Tabel 4.1 Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan variasi konsentrasi dalam mmol

Perlakuan Volume

Larutan injeksi Ceftriaxone (ml)

Volume Infus larutan Ringer (ml)

Perbandingan (mmol)

Distribusi ukuran partikel (nm)

Ukuran partikel rata-rata (nm)

P1 0,1 12,9 1 : 0,5 128,86-645,83 314,24

P2 0,1 154,8 1 : 6 323,68-2239,31 965,66

P3 0,1 258 1 : 10 407,49-3091,11 1280,00

P4 0,2 100 0,5 : 1 117,52-741,51 328,78

P5 2,3 100 6 : 1 213,85-1071,80 515,56

P6 3,9 100 10 : 1 317,63-2042,28 932,89

xliii

Gambar 4.1a Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

dan infus larutan Ringer dengan peningkatan konsentrasi infus larutan Ringer dalam satu wadah

Gambar 4.1b Ukuran partikel hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan variasi peningkatan konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone dalam satu wadah

Terjadi peningkatan ukuran partikel dari campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan peningkatan konsentrasi larutan

injeksi Ceftriaxone maupun peningkatan konsentrasi infus larutan Ringer.

Pembuluh darah manusia terdiri atas aorta, arteri, arteriol, kapiler, venule,

vena dan vena cava. Pembuluh darah manusia yang paling kecil adalah kapiler

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1:0,5 1:6 1:10

Uku

ran

part

ikel

(nm

)

Perbandingan konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone dengan kalsium dalam infus Ringer (mmol)

0100200300400500600700800900

1000

0,5:1 6:1 10:1

Uku

ran

part

ikel

(nm

)

Perbandingan konsentrasi larutan injeksi Ceftriaxone dengan kalsium dalam infus Ringer (mmol)

xliv

(5 µm). Oleh sebab itu, apabila ukuran partikel suatu larutan berukuran 5 µm atau

lebih dapat menyebabkan penyumbatan kapiler (Barret, et al., 2010).

Kriteria ukuran pertikel non visual menurut USP yaitu lebih kecil dari 1

µm. Jadi suatu larutan injeksi yang akan dipakai harus memiliki ukuran partikel

tidak boleh lebih besar dari 1 µm untuk memenuhi syarat suatu larutan injeksi

menurut USP.

4.3 Pengaruh perlakuan pencampuran dari larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus terhadap ukuran partikel campuran

Ukuran partikel dari campuran larutan injeksi ceftriaxone dengan infus

larutan Ringer laktat dan injeksi larutan Kalsium glukonat dalam satu wadah

maupun melalui penyuntikan bolus dapat dilihat dari Tabel 4.2 dan Tabel 4.3

Tabel 4.2 Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus

Campuran larutan injeksi Ceftriaxone + infus larutan Ringer laktat

Distribusi ukuran pastikel (nm)

Ukuran partikel rata-rata (nm)

Dalam satu wadah (P7) 338,93-2042,28 935,78

Melalui penyuntikan bolus (P8)

141,29-977,50 425,71

Tabel 4.3 Ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone

dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus

Campuran larutan injeksi Ceftriaxone + larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml NaCl 0,9%

Distribusi ukuran partikel (nm)

Ukuran partikel rata-rata (nm)

Dalam satu wadah (P9) 407,49-2571,08 1143,33

Melalui penyuntikan bolus (P10)

162,22-1023,56 440,24

xlv

Dari Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 dapat diamati bahwa ukuran partikel dari

campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat

dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% mempunyai ukuran partikel yang lebih

besar dibandingkan dengan campuran larutan injeksi Ceftriaxone dalam infus

larutan Ringer laktat. Hal ini dikarenakan konsentrasi kalsium yang terdapat pada

larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar kalsium dalam infus larutan Ringer laktat.

Ukuran partikel yang lebih besar juga dipengaruhi dari perlakuan pencampuran.

Dari kedua jenis cara pencampuran dapat disimpulkan bahwa pencampuran dalam

satu wadah mempunyai ukuran partikel yang lebih besar dibandingkan melalui

penyuntikan bolus. Hal ini terjadi karena lebih banyak terjadinya interaksi antara

Ceftriaxone dengan Kalsium dalam wadah yang sama dibandingkan melalui

penyuntikan bolus. Melalui penyuntikan bolus, Ceftriaxone hanya berinteraksi

dengan kalsium yang lewat dari selang infus saja, dimana konsentrasi kalsiumnya

lebih kecil dibandingkan dengan kalsium yang terdapat dalam satu wadah.

Pada penelitian sebelumnya, Kuobo melaporkan bahwa ukuran partikel

dari Ceftriaxone dengan kalsium meningkat dengan adanya peningkatan

konsentrasi ion kalsium dan stimulasi fisik oleh pompa infus mempengaruhi

presipitasi (Nakai, 2009).

4.4 Reaksi kimia Ceftriaxone dengan kalsium

Reaksi kimia antara Ceftriaxone dengan kalsium kemungkinan terjadi

reaksi antara 2 gugus karboksilat dari 2 molekul Ceftriaxone yang mengikat 1 ion

kalsium seperti yang dapat dilihat pada gambar 4.2. Kalsium berikatan pada gugus

karboksilat dari 2 gugus Ceftriaxone. Hal ini dikarenakan atom oksigen pada

xlvi

gugus karboksilat memiliki elektronegativitas yang lebih tinggi dibandingkan

dengan gugus lainnya sehingga dapat berikatan dengan kalsium.

2

NH2 N

SHN

N

O

OMe

N

HH

O

S

COO

S

N

N

N

Me

O

ONa

NH2 N

S NH

N

O

OMe

N

HH

O

S

COO

S

N

N

N

Me

O

ONa

Ca

Gambar 4.2 Reaksi kimia Ceftriaxone dengan kalsium

4.5 Evaluasi stabilitas fisik hasil pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer, infus larutan Ringer laktat, dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah maupun melalui penyuntikan bolus

4.5.1 Penentuan pH larutan injeksi Ceftriaxone

1 gram serbuk injeksi Ceftriaxone yang telah dilarutkan dengan 10 ml

NaCl 0,9% memiliki pH 6,2 dimana hal ini masih memenuhi syarat menurut USP

yaitu pH larutan injeksi ceftriaxone berkisar antara 6-8.

4.5.2 Penentuan pH sediaan campuran

Penentuan pH sediaan campuran dapat dilihat pada Tabel 4.4.

+ Ca2+

+ 2Na+

xlvii

Tabel 4.4 Hasil pengukuran pH sediaan campuran

Perlakuan Nilai pH I II III Rata-rata

P1 6,0 6,0 6,0 6,0 P2 6,0 6,0 6,1 6,0 P3 6,0 5,9 6,0 6,0 P4 6,0 6,0 6,1 6,0 P5 6,0 6,1 6,0 6,0 P6 6,0 5,9 6,1 6,0 P7 6,1 6,2 6,2 6,2 P8 6,2 6,1 6,2 6,2 P9 6,1 6,2 6,2 6,2 P10 6,3 6,2 6,1 6,2

Keterangan : P1 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer

(1:0,5) dalam 1 wadah P2 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer (1:6)

dalam 1 wadah P3 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer (1:10)

dalam 1wadah P4 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer

(0,5:1) dalam 1 wadah P5 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer (6:1)

dalam 1 wadah P6 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer (10:1)

dalam 1 wadah P7 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat

dalam 1 wadah P8 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat

melalui penyuntikan bolus P9 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan campuran larutan injeksi

Kalsium glukonat dan infus larutan NaCl 0,9% dalam 1 wadah P10 : Campuran Larutan injeksi Ceftriaxone dengan campuran larutan injeksi

Kalsium glukonat dan infus larutan NaCl 0,9% melalui penyuntikan bolus

Dari Tabel 4.4 dapat diamati bahwa terjadi sedikit penurunan pH pada

larutan injeksi ceftriaxone yang dicampur dengan infus larutan Ringer, infus

larutan Ringer laktat dan Kalsium glukonat baik dalam wadah yang sama maupun

melalui penyuntikan bolus. Penurunan pH yang lebih rendah terjadi pada

xlviii

pencampuran satu wadah antara larutan injeksi ceftriaxone dengan infus larutan

Ringer.

Nilai pH yang rendah disebabkan oleh pengaruh elektronegativitas ion

yang terdapat pada infus natrium klorida 0,9% (Na+ dan Cl-) serta larutan Ringer

(Na+, K+, Ca2+ dan Cl-). Kation monovalen (Na+ dan K+) berikatan dengan gugus

fosfat dari fosfatidilkolin dan kation multivalen (Ca2+) mengadsorbsi bagian

hidrofilik. Ikatan ion tersebut mengurangi potensial zeta (Wiącek, 2015). Menurut

tabel periodik, elektronegativitas Cl- (3) lebih tinggi daripada elektronegativitas

Na+ (0,9), K+ (0,8), Ca2+ (1). Semakin elektronegatif suatu ion, ion tersebut

berperan sebagai aseptor elektron. Pengertian asam menurut teori Lewis adalah

suatu zat yang menerima (aseptor) pasangan elektron (McMurry, 2008).

Berdasarkan teori di atas, semakin banyak Cl- yang bebas pada larutan, semakin

asam suatu larutan.

Berdasarkan persamaan Debye-Hückel, kekuatan ionik larutan Ringer

(0,158) lebih tinggi daripada larutan NaCl 0,9% (0,154) (Martin, 2011).

4.5.3 Pengamatan partikel dari pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% secara visual dan mikroskopik

Pengamatan ukuran partikel dari hasil pencampuran larutan injeksi

Ceftriaxone dengan larutan injeksi kalsium glukonat dalam infus larutan NaCl

0,9% setelah 1 hari, 2 hari, dan 3 hari secara visual dan mikroskopik dapat dilihat

pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, Gambar 4.6, dan Gambar 4.7.

Pada hari pertama dan kedua, ukuran partikel hasil pencampuran larutan

injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus

larutan NaCl 0,9% masih belum terlihat secara visual. Tetapi secara mikroskopik,

xlix

dapat dilihat bahwa partikel setelah 1 hari pencampuran mempunyai ukuran yang

sangat kecil .

Gambar 4.3 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 1 hari dengan perbesaran 10x

Gambar 4.4 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan Nacl 0,9% setelah 2 hari dengan perbesaran 10x

l

Gambar 4.5 Pengamatan mikroskopik partikel hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 3 hari dengan perbesaran 10x

Gambar 4.6 Pengamatan visual partikel dari hasil campuran larutan injeksi

Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 3 hari pencampuran.

Dari Gambar 4.3, 4.4, dan 4.5 dapat diamati terjadi agregasi partikel dari

campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam

500 ml infus larutan NaCl 0,9% setelah 1 hari, 2 hari, dan 3 hari. Dari ketiga

gambar diatas dapat disimpulkan bahwa semakin lama waktu kontak antara

Ceftriaxone dengan ion kalsium menimbulkan agregasi partikel sehingga ukuran

partikel semakin besar. Sedangkan pada Gambar 4.6 dapat dilihat secara visual

li

terdapat partikel berwarna putih hasil campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

larutan injeksi Kalsium glukonat dalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9% setelah

pencampuran 3 hari.

lii

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

a. Terjadi peningkatan ukuran partikel akibat peningkatan jumlah Ceftriaxone

dari hasil pencampuran antara larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan

Ringer dalam satu wadah.

b. Terdapat peningkatan ukuran partikel akibat peningkatan jumlah kalsium dari

hasil pencampuran antara larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan

Ringer dalam satu wadah.

c. Ukuran partikel dari campuran Ceftriaxone dengan infus ringer laktat melalui

penyuntikan bolus mempunyai ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan

pencampuran dalam satu wadah.

d. Ukuran partikel dari campuran Ceftriaxone dengan kalsium glukonat melalui

penyuntikan bolus memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan

pencampuran dalam satu wadah.

5.2 Saran

Dari penelitian ini, disarankan bahwa :

Kepada Tenaga medis disarankan untuk tidak mencampurkan injeksi

Ceftriaxone dengan larutan parenteral yang mengandung kalsium seperti infus

larutan Ringer atau infus larutan Ringer laktat baik dalam satu wadah maupun

melalui jalur yang sama.

liii

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, G. (2009). Sediaan Farmasi Steril. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 221-245.

Barret, K.E., Barman, S.M., Boitano, S., dan Brooks, H.L. (2010). Ganong’s

Review of Medical Physiology. Edisi XXIII. US: The McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman 2.

Bergman, H.D. (1977). Incompatibilities in Large Volume Parenterals. The Ann of

Pharmacother. 11(6): 345-360. Bertsche, T., Mayer, Y., Stahl, R., Hoppe-Tichy, T., Enckle, J., dan Haefeli, W.E.

(2008). Prevention of Intravenous Drug Incompatibilities in an Intensive Care Unit. AJHP. 65(19): 1834-1840.

Bradley, J.S., Wassel, R.T., Lee, L., dan Nambiar, S. (2009). Intravenious

Ceftriaxone and Calcium in the Neonates : Assessing the Risk for Cardiopulmonary Adverse Events. Halaman 609-613.

Braun, B. (2016). Drug Incompatibility. http://www.bbraun.lv. (6 Maret 2016). Dellagrammaticas, H.D., et al. (2000). Treatment of Gram-negative Bacterial

Meningitis in Term Neonates with Third Generation Cephalosporin Plus Amikacin. Biol Neonate. 77(3):139-146.

Felton, L.A. (2013). Remington Essentials of Pharmaceutics. USA:

Pharmaceutical Press. Halaman 384, 847. Foinard, A.M., Simon, N., Barthelemy, C., Lannoy, Decaudin, B., dan Odou, P.

(2013). Drug Incompatibilities: A Problem in Clinical Practice. http://www.hospitalpharmacyeurope.com. (28 Maret 2017).

FDA. (2007). Ceftriaxone. http://www.accessdata.fda.gov. (15 April 2017). Gahart, B. L, dan Nazareno, A. R. (2014). Intravenous Medications. Edisi XXX.

United States of America : Elsevier. Halaman 260- 264. Gennaro, A.R. (2001). Remington : The Science and Practice of Pharmacy. India:

Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 332, 781, 1697. Goldburg, W.L. (1999). Dynamic Light Scattering. Am J Phys. 67(12): 1152-

1160. Gray, A., Wright, J., Goodey, V., Bruce, L. (2011). Injectable Drugs Guide. UK :

Pharmaceutical Press. Halaman 136-139.

liv

Haase, D.A., et,al. (1986). Single Dose Ceftriaxone Therapy of Gonococcal

Ophthalmia Neonatorum. Sex Transm Dis. 13(1):53-55 Horiba. (2010). A Guidebook to Particle Size Analysis. http://www.horiba.com.

(24 April 2017). Katzung, B.G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 10. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Halaman 748-760. Malvern. (2014). Dynamic Light Scattering Common Terms Defined.

http://149.171.168.221/partcat/wp-content/uploads/Malvern-Zetasizer-LS.pdf. (25 April 2017).

Mandell, G.L, dan Sande, M. A. (1991). The Pharmacological Basic of Therapeutics. Edisi VIII. Texas : Pergamon Press. Halaman 1085-1093.

Martin, A.N. (2011). Martin’s Physical Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. China: Lippincott Williams & Wilkins. Halaman 420-424, 427.

Medscape. (2017). Ceftriaxone. http:/search.medscape.com/search/q=Ceftriaxone.

(15 April 2017). McMurry, J. (2008). Organic Chemistry. Edisi VII. USA: Thomson Learning, Inc.

Halaman 35-36, 57. Monte, S.V., Prescott, W.A., Johnson, K.K., Kuhman, L., dan Paladino, J.A.

(2008). Safety of Ceftriaxone Sodium at Extremes of Age. Expert Opin Drug Saf 7: 515-523.

Nagaraju, A., Deepak, S., Aruna, C., Swathi, K., Reddy, P., Devi, S., dan

Purushothaman, M. (2015). Assessment of Intravenous Admixtures Incompatibilities & The Incidence of Intravenous Drug Administration Errors. World Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. 4(8): 1227-1236.

Nakai, Y., Tokuyama, E.,yoshida, M., dan Uchida, T. (2009). Incompatibility of

Ceftriaxone Sodium with Calcium-containing Products. Yakugaku Zasschi 129(11) : 1385-1386.

Payne-James, J.J., dan Khawaja, H.T. (1993). First choice for total parenteral

nutrition: the peripheral route. J Parent Ent Nutrition, 17: 468. Phillips, L.D., dan Gorski, L. (2014). Manual of IV Therapeutics. Edisi VI.

Philadelphia: F.A.Davis Company. Halaman 142-144, 150-151, 158, 172, 174, 213, 218, 221, 620-622.

Pravina, P., Sayaji, D., dan Avinash, M. (2013). Calcium and its Role in Human

Body. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences. 4(2): 659-667.

lv

Scales, K. (2005). Vascular Access : A Guide to Peripheral Venous Cannulation. Nursing Standard. 19(49): 48-52.

Scoville, W.L. (2013). The Art of Compounding, A Textbook for Students and A

Reference Book for Pharmacists, At the Prescription Counter. Philadelphia: P. Blakiston’s Son & Co. Halaman 273.

Templeton, A., Schlegel, M., Fleisch, F., Rottenmund, G., Schobi, B., Hens, S.,

dan Eich, G. (2008). Multilumen Central Venous Catheters Increase Risk for Catheter-Related Bloodstream Infection: Prospective Surveillance Study. Infection. 36(4): 322-327.

USP. (2012). The United States Pharmacopeia. Edisi XXXVI. US: The United

States Pharmacopeial Convention. Halaman 321-323; 4124-4125. Wiącek, A.E. (2015). Effect of Phospholipid and (Phospho)lipase Modification on

Interfacial Properties of Oil/Water Emulsion. Umcschem. 52(1): 79-109.

lvi

Lampiran 1. Gambar bahan yang digunakan beserta kandungannya

a. Ceftriaxone

b. Larutan injeksi Ceftriaxone

Larutan injeksi Ceftriaxone mengandung 1 gram

serbuk injeksi Ceftriaxone dalam 10 ml NaCl 0,9%.

c. Larutan natrium klorida 0,9% (PT. Widatra Bhakti)

Setiap 500 ml, larutan mengandung 4,5 g natrium

klorida (NaCl) dan air untuk injeksi sampai 500 ml dengan

osmolaritas 308 mOsm/L yang setara dengan ion natrium

(Na+) 154 mEq/L dan klorida (Cl-) 154 mEq/L.

Ceftriaxone mengandung 1 gram serbuk injeksi

Ceftriaxone sodium yang setara dengan 1 gram

Ceftriaxone.

lvii

d. Larutan Ringer (PT. Widatra Bhakti)

Setiap 500 ml, larutan mengandung 4,3 gram natrium

klorida (NaCl), 0,15 gram kalium klorida (KCl), 0,165 gram

kalsium klorida (CaCl2.H2O) serta air untuk injeksi sampai

500 ml dengan osmolaritas 311 mOsm/L yang setara

dengan ion natrium (Na+) 147,1 mEq/L, kalium (K+) 4

mEq/L, kalsium (Ca++) 4,5 mEq/L dan klorida (Cl-) 155,6

mEq/L.

e. Larutan Ringer Laktat

Setiap 500 ml, larutan mengandung 3 gram natrium

klorida (NaCl), 0,15 gram kalium klorida (KCl), 0,1 gram

kalsium klorida (CaCl2.H2O), 1,55 gram natrium laktat

(C3H5NaO3) serta air untuk injeksi sampai 500 ml dengan

osmolaritas 274 mOsm/L yang setara dengan ion natrium

(Na+) 130 mEq/L, kalium (K+) 4 mEq/L, kalsium (Ca++) 2,7

mEq/L, laktat (HCO3-) 27,5 mEq/L dan klorida (Cl-) 109,5

mEq/L.

f. Larutan injeksi Kalsium Glukonat

Tiap ml, mengandung Kalsium glukonat 100 mg.

lviii

Lampiran 2. Perhitungan perbandingan variasi konsentrasi (mmol)

1 vial Ceftriaxone mengandung 1 gram serbuk injeksi ceftriaxone yang dilarutkan

dengan 10 ml NaCl 0,9%

= 1g/10,5 ml

= 95,2 mg/ml

1 botol infus larutan Ringer mengandung 0,165g kalsium dalam 500ml dengan

4,5mEq/L

G = mEq x 𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐶𝐶𝐶𝐶2+𝑣𝑣𝐶𝐶𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣 𝐶𝐶𝐶𝐶2+

= 4,5 x 402

= 90 mg/L

= 0,09 mg/ml

BM Ceftriaxone = 554,5799 g/mol

BM CaCl2.H2O = 129 g/mol

• Konsentrasi 1 : 0,5

Diambil larutan injeksi Ceftriaxone 0,1 ml

VCef = 𝐺𝐺𝑘𝑘𝑘𝑘𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑘𝑘𝐴𝐴𝐶𝐶𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑑𝑑𝑣𝑣 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑣𝑣

0,1ml = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 9,52 mg

G = n x BM

9,52 mg= n x 554,5799

lix

n = 0,017 mmol

VRS = 12,9 ml

VRS = 𝐺𝐺0,09 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

12,9 ml = 𝐺𝐺0,09 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 1,161 mg

G = n x BM

1,161 = n x 129

n = 0,009 mmol

• Konsentrasi 1 : 6

Diambil larutan injeksi Ceftriaxone 0,1 ml

VCef = 𝐺𝐺𝑘𝑘𝑘𝑘𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑘𝑘𝐴𝐴𝐶𝐶𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑑𝑑𝑣𝑣𝐶𝐶𝐶𝐶𝑣𝑣

0,1ml = 𝐺𝐺95,3 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 9,52 mg

G = n x BM

9,52 mg= n x 554,5799

n = 0,017 mmol

VRS = 154,8 ml

VRS = 𝐺𝐺0,09 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

154,8 ml= 𝐺𝐺0,09 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 13,9 mg

G = n x BM

lx

13,9 = n x 129

n = 0,1078 mmol

• Konsentrasi 1 : 10

VCef = 𝐺𝐺𝑘𝑘𝑘𝑘𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑘𝑘𝐴𝐴𝐶𝐶𝑣𝑣𝑣𝑣 𝑣𝑣𝑣𝑣𝑑𝑑𝑣𝑣𝐶𝐶𝐶𝐶𝑣𝑣

0,1ml = 𝐺𝐺95,3 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 9,52 mg

G = n x BM

9,52 mg= n x 554,5799

n = 0,017 mmol

VRS = 258 ml

VRS = 𝐺𝐺0,09 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

258 ml= 𝐺𝐺0,09 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 23,22 mg

G = n x BM

23,22 = n x 129

n = 0,18 mmol

• Konsentrasi 0,5 : 1

Diambil infus larutan Ringer 100 ml

G = 0,09 mg/ml x VRS

G = 0,09 mg/ml x 100

G = 9 mg

G = n x BM

lxi

9 mg = n x 554,5799

n = 0,07 mmol

VCef = 0,2 ml

VCef = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

0,2 ml = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 19,04 mg

G = n x BM

19,04 = n x 554,5799

n = 0,034 mmol

• Konsentrasi 6 : 1

Diambil infus larutan Ringer 100 ml

G = 0,09 mg/ml x VRS

G = 0,09 mg/ml x 100

G = 9 mg

G = n x BM

9 mg = n x 554,5799

n = 0,07 mmol

VCef = 2,3 ml

VCef = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

2,3 ml = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 218,96 mg

G = n x BM

lxii

218,96 = n x 554,5799

n = 0,4 mmol

• Konsentrasi 10 : 1

Diambil infus larutan Ringer 100 ml

G = 0,09 mg/ml x VRS

G = 0,09 mg/ml x 100

G = 9 mg

G = n x BM

9 mg = n x 554,5799

n = 0,07 mmol

VCef = 3,9 ml

VCef = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

3,9 ml = 𝐺𝐺95,2 𝑚𝑚𝑚𝑚 /𝑚𝑚𝑣𝑣

G = 371,28 mg

G = n x BM

371,28 = n x 554,5799

n = 0,67 mmol

lxiii

Lampiran 3. Perhitungan konsentrasi campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus

a. Konsentrasi campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah Larutan injeksi Ceftriaxone : 1 g/10,5 ml

Disuntikan kedalam infus larutan Ringer laktat 510ml : 1 g/520,5 ml

: 1,92 mg/ml

b. Konsentrasi campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus Laju tetes infus larutan Ringer yaitu 20 tetes/menit selama 2 menit

= 20 𝑘𝑘𝑣𝑣𝑘𝑘𝑣𝑣𝑣𝑣𝑚𝑚𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑘𝑘

x 2 menit

= 40 tetes

Lampiran 4. Perhitungan konsentrasi campuran injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah dan penyuntikan bolus

a. Konsentrasi campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah Larutan injeksi Kalsium glukonat : 1 g/10 ml Disuntikkan kedalam 510 ml infus larutan NaCl 0,9% : 1 g/520 ml : 1,92 mg/ml Larutan injeksi Ceftriaxone : 1 g/10,5 ml Disuntikkan kedalam campuran 510 ml infus larutan NaCl 0,9% dengan larutan injeksi Kalsium glukonat : 1 g/530,5 ml :1,88 mg/ml

b. Konsentrasi campuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat melalui penyuntikan bolus

Laju tetes infus larutan injeksi Kalsium glukonat dalam infus larutan NaCl 0,9% yaitu 20 tetes/ menit selama 2 menit

lxiv

= 20 𝑘𝑘𝑣𝑣𝑘𝑘𝑣𝑣𝑣𝑣𝑚𝑚𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑣𝑘𝑘

x 2 menit = 40 tetes

Lampiran 5. Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer dengan variasi konsentrasi

Lampiran 6. Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah

larutan injeksi Ceftriaxone infus larutan Ringer

Sediaan campuran

Dicampurkan dalam wadah yang sama

Dipasang infus set dan dijalankan alirannya

Ditampung larutan yang keluar dari jarum infus set

lxv

Dimasukkan kedalam 500 ml infus larutan Ringer laktat

Dipasang infus set dan dijalankan alirannya

1 vial (10ml) larutan injeksi Ceftriaxone

Sediaan campuran

Ditampung larutan yang keluar dari jarum infus set

lxvi

Lampiran 7. Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah

Lampiran 8. Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus

larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus

Dimasukkan kedalam 500 ml infus larutan NaCl 0,9%

Dipasang infus set dan dijalankan alirannya

1 ampul (10ml) larutan injeksi Kalsium glukonat (100mg/ml)

Sediaan campuran

Ditambahkan 1 vial larutan injeksi Ceftriaxone

Ditampung larutan yang keluar dari jarum infus set

500 ml infus larutan Ringer laktat

Dipasang infus set

Diatur kecepatan tetesan 20 tetes per menit

lxvii

Lampiran 9. Flowsheet pencampuran larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan

injeksi Kalsium glukonat (100mg/ml) melalui penyuntikan bolus

10 ml larutan injeksi Kalsium glukonat (100mg/ml)

500 ml infus larutan NaCl 0,9%

Dicampurkan dalam wadah yang sama

Dipasang infus set

Diatur kecepatan tetesan 20 tetes per menit

Disuntikkan 1 vial larutan injeksi Ceftriaxone secara perlahan selama 2 menit melalui latex

lxviii

Lampiran 10. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer konsentrasi 1 : 0,5

Size (nm) Intensity 128.86 0.01 134.93 0.01 141.29 0.01 147.95 0.01 154.92 0.01 162.22 0.02

lxix

169.87 0.02 177.88 0.02 186.26 0.02 195.04 0.03 204.23 0.03 213.85 0.03 223.93 0.04 234.49 0.04 245.54 0.04 371.63 0.04 257.11 0.04 269.22 0.05 281.91 0.05 295.20 0.05 309.11 0.05 323.68 0.04 338.93 0.04 354.91 0.04 371.63 0.04 389.15 0.04 407.49 0.03 426.69 0.03 446.80 0.03 467.86 0.02 489.91 0.02 513.00 0.02 537.17 0.01 562.49 0.01 589.00 0.01 616.76 0.01 645.83 0.01

Lampiran 11. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer konsentrasi 1 : 6

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 323.68 0.01 891.49 0.04 338.93 0.01 933.50 0.04 354.91 0.01 977.50 0.04 371.63 0.01 1,023.56 0.04 389.15 0.01 1,071.80 0.03

lxx

407.49 0.01 1,122.32 0.03 426.69 0.01 1,175.21 0.03 446.80 0.02 1,230.59 0.03 467.86 0.02 1,288.59 0.03 489.91 0.02 1,349.32 0.02 513.00 0.02 1,412.91 0.02 531.17 0.02 1,479.50 0.02 562.49 0.03 1,549.23 0.02 589.00 0.03 1,622.24 0.02 616.76 0.03 1,698.69 0.01 645.83 0.03 1,778.75 0.01 676.26 0.03 1,862.58 0.01 708.13 0.03 1,950.36 0.01 741.51 0.04 2,024.28 0.01 776.45 0.04 2,138.53 0.01 813.05 0.04 2,239.31 0.01 851.36 0.04

Lampiran 12. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer konsentrasi 1 : 10

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 407.49 0.01 1,122.32 0.03 426.69 0.01 1,175.21 0.03 446.80 0.01 1,230.59 0.03 467.86 0.01 1,288.59 0.03 489.91 0.01 1,349.32 0.03 513.00 0.01 1,412.91 0.03 537.17 0.01 1,479.50 0.03 562.49 0.02 1,549.23 0.03 589.00 0.02 1,622.24 0.03 616.76 0.02 1,698.69 0.03

lxxi

645.83 0.02 1,778.75 0.02 676.26 0.02 1,862.58 0.02 708.13 0.02 1,950.36 0.02 741.51 0.03 2,024.28 0.02 776.45 0.03 2,138.53 0.02 813.05 0.03 2,239.31 0.01 851.36 0.03 2,344.85 0.01 891.49 0.03 2,455.36 0.01 933.50 0.03 2,571.08 0.01 977.50 0.03 2,692.25 0.01 1,023.56 0.03 2,819.13 0.01 1,071.80 0.03 2,951.99 0.01 3,091.11 0.01

Lampiran 13. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer konsentrasi 0,5 : 1

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 117.52 0.01 309.11 0.04 123.06 0.01 323.68 0.04 128.86 0.01 338.93 0.04 134.93 0.01 354.91 0.04 141.29 0.01 371.63 0.04 147.95 0.01 389.15 0.03 154.92 0.01 407.49 0.03 162.22 0.02 426.69 0.03 169.87 0.02 446.80 0.03 177.88 0.02 467.86 0.03 186.26 0.02 489.91 0.02 195.04 0.02 513.00 0.02

lxxii

Lampiran 14. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer konsentrasi 6 : 1

Size (nm) Intensity 213.85 0.01 223.93 0.01 234.49 0.01 245.54 0.01 257.11 0.01

204.23 0.03 537.17 0.02 213.85 0.03 562.49 0.02 223.93 0.03 589.00 0.02 234.49 0.03 616.76 0.01 245.54 0.03 645.83 0.01 257.11 0.03 676.26 0.01 269.22 0.04 708.13 0.01 281.91 0.04 741.51 0.01 295.20 0.04

lxxiii

269.22 0.02 281.91 0.02 295.20 0.02 309.11 0.03 323.68 0.03 338.93 0.03 354.91 0.04 371.63 0.04 389.15 0.04 407.49 0.04 426.69 0.05 446.80 0.05 467.86 0.05 489.91 0.05 513.00 0.05 537.17 0.05 562.49 0.04 589.00 0.04 616.76 0.04 645.83 0.04 676.26 0.03 708.13 0.03 741.51 0.02 776.45 0.02 813.05 0.02 851.36 0.02 891.49 0.01 933.50 0.01 977.50 0.01 1,023.56 0.01 1,071.80 0.01

Lampiran 15. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer konsentrasi 10 : 1

Size (nm) Intensity 317.63 0.01 389.15 0.01 407.49 0.01 426.69 0.01 446.80 0.01 467.86 0.02

lxxiv

489.91 0.02 513.00 0.02 537.17 0.02 562.49 0.03 589.00 0.03 616.76 0.03 645.83 0.04 676.26 0.04 708.13 0.04 741.51 0.04 776.45 0.04 813.05 0.04 851.36 0.04 891.49 0.04 933.50 0.04 977.50 0.04 1,023.56 0.04 1,071.80 0.04 1,122.32 0.04 1,175.21 0.03 1,230.59 0.03 1,288.59 0.03 1,349.32 0.02 1,412.91 0.02 1,479.50 0.02 1,549.23 0.02 1,622.24 0.01 1,698.69 0.01 1,778.75 0.01 1,862.58 0.01 1,950.36 0.01 2,042.28 0.01

Lampiran 16. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 338.93 0.01 851.36 0.04 354.91 0.01 891.49 0.04 371.63 0.01 933.50 0.04

lxxv

389.15 0.01 977.50 0.04 407.49 0.01 1,023.56 0.04 426.69 0.01 1,071.80 0.04 446.80 0.02 1,122.32 0.03 467.86 0.02 1,175.21 0.03 489.91 0.02 1,230.59 0.03 513.00 0.02 1,288.59 0.03 537.17 0.02 1,349.32 0.02 562.49 0.03 1,412.91 0.02 589.00 0.03 1,479.50 0.02 616.76 0.03 1,549.23 0.02 645.83 0.03 1,622.24 0.01 676.26 0.04 1,698.69 0.01 708.13 0.04 1,778.75 0.01 741.51 0.04 1,862.58 0.01 776.45 0.04 1,950.36 0.01 813.05 0.04 2,042.28 0.01

Lampiran 17. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

infus larutan Ringer laktat melalui penyuntikan bolus

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 141.29 0.01 389.15 0.04 147.95 0.01 407.49 0.04 154.92 0.01 426.69 0.04

lxxvi

162.22 0.01 446.80 0.03 169.87 0.01 467.86 0.03 177.88 0.01 489.91 0.03 186.26 0.01 513.00 0.03 195.04 0.02 537.17 0.03 204.23 0.02 562.49 0.03 213.85 0.02 589.00 0.02 223.93 0.02 616.76 0.02 234.49 0.02 645.83 0.02 245.54 0.03 676.26 0.02 257.11 0.03 708.13 0.02 269.22 0.03 741.51 0.01 281.91 0.03 776.45 0.01 295.20 0.03 813.05 0.01 309.11 0.03 851.36 0.01 323.68 0.04 891.49 0.01 338.93 0.04 933.50 0.01 354.91 0.04 977.50 0.01 371.63 0.04

Lampiran 18. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

Larutan infus Kalsium glukonat dalam satu wadah

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 407.49 0.01 1,071.80 0.04 426.69 0.01 1,122.32 0.04 446.80 0.01 1,175.21 0.04 467.86 0.01 1,230.59 0.04 489.91 0.01 1,288.59 0.03 513.00 0.01 1,349.32 0.03

lxxvii

537.17 0.02 1,412.91 0.03 562.49 0.02 1,479.50 0.03 589.00 0.02 1,549.23 0.03 616.76 0.02 1,622.24 0.02 645.83 0.02 1,698.69 0.02 676.26 0.03 1,778.75 0.02 708.13 0.03 1,862.58 0.02 741.51 0.03 1,950.36 0.02 776.45 0.03 2,042.28 0.01 813.05 0.03 2,138.53 0.01 851.36 0.04 2,239.31 0.01 891.49 0.04 2,344.85 0.01 933.50 0.04 2,455.36 0.01 977.50 0.04 2,571.08 0.01 1,023.56 0.04

Lampiran 19. Data ukuran partikel campuran larutan injeksi Ceftriaxone dan

Larutan infus Kalsium glukonat melalui penyuntikan bolus

Size (nm) Intensity Size (nm) Intensity 162.22 0.01 426.69 0.04 169.87 0.01 446.80 0.04 177.88 0.01 467.86 0.04 186.26 0.01 489.91 0.04 195.04 0.01 513.00 0.03 204.23 0.01 537.17 0.03 213.85 0.02 562.49 0.03 223.93 0.02 589.00 0.03 234.49 0.02 616.76 0.03 245.54 0.02 645.83 0.02

lxxviii

257.11 0.03 676.26 0.02 269.22 0.03 708.13 0.02 281.91 0.03 741.51 0.02 295.20 0.03 776.45 0.01 309.11 0.03 813.05 0.01 323.68 0.04 851.36 0.01 338.93 0.04 891.49 0.01 354.91 0.04 933.50 0.01 371.63 0.04 977.50 0.01 389.15 0.04 1,023.56 0.01 407.49 0.04

Lampiran 20. Gambar pengukuran pH sediaan a. pH awal larutan injeksi Ceftriaxone

b. Pengukuran pH larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer dalam

variasi konsentrasi

lxxix

c. Pengukuran pH larutan injeksi Ceftriaxone dengan infus larutan Ringer laktat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus

Konsentrasi 1 : 0,5 Konsentrasi 1 : 6 Konsentrasi 1 : 10

Konsentrasi 0,5 : 1 Konsentrasi 6 : 1 Konsentrasi 10 : 1

lxxx

d. Pengukuran pH larutan injeksi Ceftriaxone dengan larutan injeksi Kalsium glukonat dalam satu wadah dan melalui penyuntikan bolus

Dalam satu wadah Penyuntikan bolus

Dalam satu wadah Penyuntikan bolus

lxxxi

lxxxii

Lampiran 21. Gambar alat

a. Tiang infus

b. Infus set

c. Jarum suntik (syringe)

lxxxiii

d. Vial

e. Gelas objek dan deck glass

f. Pipet tetes

g. Mikroskop digital

lxxxiv

h. Particle size analyzer

i. pH meter

j. Pot plastik