98481445-BAHAN-PAKAN
-
Upload
choirul-huda -
Category
Documents
-
view
485 -
download
4
Transcript of 98481445-BAHAN-PAKAN
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat di makan, di cerna
dan di gunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan pakan
adalah bahan yang bisa di makan (edible). Bahan pakan ternak terdiri dari
tanaman dan terkadang berasal dari hewan yang ada di laut, tetapi ternak pada
umumnya bergantung pada tanaman sebagai sumber pakannya.
Teknologi pengolahan pakan merupakan dasar teknologi untuk mengolah
limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri dalam pemanfaatannya
sebagai pakan. Pengolahan pakan disini bertujuan untuk meningkatkan kualitas,
utamanya efektifitas cerna, utamanya untuk ternak ruminansia serta peningkatan
kandungan protein bahan. Beberapa alternatif pengolahan dapat dilakukan secara
fisik (pencacahan, penggilingan dan atau pemanasan), kimia (larutan basa dan
atau asam kuat), biologis (mikroorganisme atau enzim) maupun gabungannya.
Pengolahan cara fisik dan biologis memerlukan tenaga dan investasi yang cukup
tinggi dan dalam skala besar, sering kali menjadi tidak berjalan. Cara kimia
dengan amoniasi dirasa merupakan cara yang paling tepat dalam pengolahan ini,
karena mudah dilakukan, murah, tidak mencemari lingkungan dan sangat efisien.
Silase adalah pakan yang telah diawetkan dibuat dari tanaman yang
dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dengan kadar air pada
tingkat tertentu yang diisikan pada silo. Pada pengertian yang lain silase adalah
hijauan pakan ternak yang disimpan dalam keadaan segar dengan kadar air sekitar
60 70 % didalam suatu tempat yang disebut silo. Sedangkan silo adalah tempat
penyimpanan pakan ternak baik yag dibuat didalam tanah atau diatas tanah. Silase
dibuat dengan cara fermentasi pada kelembaban yang tinggi. Proses
pembuatannya disebut en silage. Hijauan yang baru dipotong kadar airnya sekitar
75 80 %, sehingga untuk menghasilkan silage yang baik hijauan tersebut
dilayukan terlebih dahulu 2 4 jam.
Potensi jerami padi, khususnya di Indonesia (pulau Jawa) sangat besar.
Pada musim hujan para peternak tradisional dapat memberi sapinya dengan
hijauan segar yang berlimpah, namun pada musim kemarau (paceklik) sebagian
besar petani peternak memberi pakan ternaknya dengan jerami tanpa diolah.
Meskipun jerami ini dapat di makan oleh sapi, namun sebagian tidak tercerna dan
tidak akan menjadikan gemuk bagi ternaknya. Hal ini dikarenakan jerami padi
mempunyai serat kasar yang tinggi (35 40%) dan protein yang rendah (3 - 4%).
Dengan produksi lebih dari 26 juta ton pertahun (di Indonesia), maka sangatlah
sayang kalau potensi jerami ini diabaikan. amoniasi adalah cara pengolahan kimia
menggunakan amoniak (NH3) sebagai bahan kimia yang digunakan untuk
meningkatkan daya cerna bahan pakan berserat sekaligus meningkatkan kadar N
(proteinnya). Cara ini mempunyai keuntungan-keuntungan yaitu: sederhana,
diambil dari urea), juga sebagai pengawet, anti aflatoksin, tidak mencemari
lingkungan dan efisien (dapat meningkatkan kecernaan).
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa
dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah meningkatkan konsumsi
dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi metabolis pakan, membunuh
bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang tercecer, memperpanjang lama
penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat nutrisi pakan dan mencegah
oksidasi vitamin. Lebih lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1)
meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi keambaan, mengurangi
tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, memudahkan penanganan dan
penyajian pakan; 2) densitas yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan
mengurangi pakan yang tercecer; 3) mencegah "de-mixing" yaitu peruraian
kembali komponen penyusun pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan
kebutuhan standar. Proses pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan
pendahuluan, pembuatan pelet dan perlakuan akhir.
Bahan pakan mempunyai kondisi fisik kimia yang berbeda dalam
penanganan. Pengolahan mupun penyimpanan memerlukan perlakuan yang
berbeda. Mengetahui sifat fisik bahan pakan perlu diadakan suatu uji fisik. Sifat
fisik suatu pakan terdiri atas sudut tumpukan, BJ (density), kecepatan tumpukan,
kerapatan pemadatan tumpukan, durrability, hardness, daya ambang, faktor
higroskopis, luas permukaan spesifik dan viscositas. Makanan ternak berisi zat
gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsi-fungsinya sehingga
memungkinkan digunakan dalam prnyusunan ransum. Ransum adalah makan
yang di berikan kepada ternak tertentu selama 24 jam. Berdasarkan praktikum
yang dilakukan kemarin, kita membuat ransum premix dan konsentrat blok.
1.2. Waktu dan Tempat
1.2.1. Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 19 Juni 2011 pukul
15.00-17.00. Bertempat di Green House Fakultas peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
1.2.2. Pembuatan Pellet dan Coplete Feed Block
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis dan Sabtu tanggal 26 dan 28 Juni
2011, pukul 15.00 - 18.00 WIB dan pukul 13.00-16.00 WIB (hari sabtu).
Bertempat di Green House dan Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak,
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
1.2.3. Uji Fisik Bahan Pakan
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 pukul 15.00
- 18.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak, Fakultas
Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
1.2.4. Evaluasi Silage dan Jerami Amoniasi
Praktikum dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 9 Juni 2011 pukul 15.00 - 18.00
WIB. Bertempat di Green House, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
4
II. TUJUAN DAN MANFAAT
2.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
Saat selesainya praktikum, mahasiswa dapat melaksanakan pemrosesan
pakan hijauan dalam bentuk segar dan mahasiswa paham dan trampil dalam
pembuatan jerami amoniasi. Dengan dikuasainya pemahaman dan ketrampilan
pembuatan pakan awetan hijauan ini, diharapkan mahasiswa yang bekerja di
bidang penyediaan pakan hijauan dapat menanggulangi kurang tersedianya
hijauan pakan pada musim kemarau, dan pada saat transportasi ternak. Pembuatan
jerami padi bermanfaat untuk ; mengurangi polusi udara dan air, menekan biaya
pakan, meningkatkan kualitas jerami sebagai bahan pakan, dan meningkatkan
ketersediaan pakan hijauan sepanjang waktu.
2.2 Pembuatan Pellet dan Coplete Feed Block
Saat selesainya praktikum, mahasiswa dapat melaksanakan pemrosesan
pembuatan pakan dalam bentuk pellet dan complete feed block. Dengan
dikuasainya pemahaman dan ketrampilan pembuatan pakan komplit ini,
mahasiswa diharapkan mampu menyediakan dan menanggulangi kurang
tersedianya pakan terutama pakan komplit.
2.3 Uji Fisik Bahan Pakan
Saat selesainya praktikum, mahasiswa dapat mengetahui dan
melaksanakan cara uji fisik bahan pakan dengan benar. Dengan mengetahui sifat
fisik bahan pakan, bahan pakan mudah ditangani dala pengangkutan, mudah
untuk diolah dan diproses, dan mudah dijaga homogenitas dan stabilitas saat
pencampuran.
5
2.4 Evaluasi Silage dan Jerami Amoniasi
Saat selesainya praktikum, mahasiswa mampu menilai kualitas silase yang
baik serta jerami amoniasi yang baik. Dengan adanya evaluasi, indikasi
keberhasilan pembuatan silase dan jerami amoniasi bisa diketahui secara
langsung.
6
III.TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
Menurut Abubakar (2007) Silage ialah hijauan makanan ternak yang
disimpan dalam keadaan segar (kadar air 60 70 %), didalam suatu tempat yang
disebut silo. Karena hijauan yang baru dipotong kadar airnya sekitar 75 85 %,
maka untuk bisa memperoleh hasil silage yang baik, hijauan tersebut bisa
dilayukan terlebih dahulu, 2 4 jam. Sedangkan menurut Salim (2002) Silase
adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang
dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan lain-lain dengan
kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang
kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob akan menggunakan gula
pada bah an material dan akan terjadi proses fermentasi dengan memproduksi
asam-asam lemak terbang terutama asam laktat dan sedikit asam asetat, propionat,
dan butirat (Hernaman, 2007). Selama ensilase, sebagian protein bahan akan
mengalami fermentasi menjadi asam-asam amino, non protein nitrogen, dan
amonia (Salawu, et al. 1999; Sapienza dan Bolsen, 1993).
Salah satu limbah pertanian yang cukup potensial untuk dimanfaatkan
sebagai pakan alternatif pengganti hijauan adalah jerami padi. Zulkarnaini (2009)
menyatakan bahwa jerami padi merupakan hasil ikutan pertanian yang
produksinya cukup tinggi dan tersedia sepanjang tahun. Untuk meningkatkan nilai
gizi dan kecernaan jerami padi, perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu
sebelum diberikan kepada ternak. Salah satunya adalah dengan amoniasi dengan
urea yang merupakan perlakuan alkalinasi. Adanya perlakuan alkali dapat
merenggangkan ikatan lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga ikatanya
lebih longgar, dengan demikian akan memudahkan mikroorganisme
memfermentasi selulosa dan hemiselulosa jerami padi.
7
3.2 Pembuatan Pellet dan Coplete Feed Block
Menurut Iwan (2009) Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang
dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan
untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet adalah
meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi
metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang
tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat
nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Parakkasi (1999) menjelaskan lebih
lanjut keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1). meningkatkan densitas pakan
sehingga mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan
biaya transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2). densitas
yang tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang
tercecer; 3). mencegah de-mixing yaitu peruraian kembali komponen penyusun
pelet sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses
pengolahan pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan
pelet dan perlakuan akhir.
Menurut Herdian (2006) Pakan komplit blok adalah pakan yang dianggap
sebagai pakan dengan kandungan ransum terlengkap (Total Mixed Ration). Pakan
ini merupakan pakan yang memiliki kandungan lengkap bahan pakan yang
meliputi sumber hijauan dan konsentrat yang dibuat blok.
3.3 Uji Fisik Bahan Pakan
Industri pakan ternak selalu melibatkan berbagai bahan pakan untuk
menyusun pakan. Pakan ditetapkan mengacu pada spesifikasi tertentu dengan
dasar nutrien zat gizi. Bahan pakan penyusun ransum terdiri atas beragam kulitas
yang mempengaruhi kualitas ransum. Berbagai metode diterapkan untuk
mengetahui kualitas pakan, seperti uji fisik, kimia maupun mikroskopik. Metode
mikroskopik dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Dengan
menggunakan mikroskop kita dapat melihat tekstur bahan pakan secara jelas.
8
Menurut Suparjo (2008) pengujian bahan pakan secara fisik merupakan
analisis pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan
pakan dapat dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat
(mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping untuk mengenali bahan pakan
secara fisik, juga dapat untuk mengevaluasi bahan pakan secara kualitatif.
Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat dalam
penyusunan ransom. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri sangat
dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas,
kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan florvabilitas (Axe, 1995).
3.4 Evaluasi Silage dan Jerami Amoniasi
Saat pembuatan silase ada tiga faktor yang berpengaruh. Pertama: hijauan
yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman tebu, tongkol gandum, tongkol
jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi. Kedua : penambahan zat aditif
untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat aditif adalah limbah ternak
(manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif digunakan untuk meningkatkan
kadar protein atau karbohidrat pada material pakan. Biasanya kualitas pakan yang
rendah memerlukan aditif untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga :
kadar air yang tinggi berpengaruh dalam pembuatan silase. Kadar air yang
berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan akan menghasilkan asam yang
tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air yang rendah menyebabkan suhu
menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai resiko yang tinggi terhadap
kebakaran (Pioner Development foundation, 1991 dalam Diana, 2004).
Kartasudjana (2001) mengatakan bahwa kualitas silase yang baik,
mencakup hal-hal berikut, antara lain :
1. pH sekitar 4
2. Kandungan air 60-70%.
3. Bau segar dan bukan berbau busuk.�
4. Warna hijau masih jelas.
5. Tidak berlendir
6. Tidak berbau mentega tengik.
9
Sedangkan menurut Ratnakomala (2009) Ciri-ciri silase yang baik antara
lain rasa dan bau asam, warna masih hijau (bukan coklat), tekstur hijauan masih
jelas seperti alaminya, tidak berjamur, tidak menggumpal, tidak berlendir, secara
laboratoris banyak mengandung asam laktat, kadar N (amonia) rendah kurang dari
10 %, tidak mengandung asam btirat, pH rendah 3,5 4.
Guna menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan
bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini
adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan
diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi
kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam
keadaan baik (tidak busuk atau rusak) (Shieddiqi, 2005). Jika telah diperoleh
bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan
dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang
sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan
terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm.
Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan
berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami
tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu (Shieddiqi, 2005).
10
IV. MATERI DAN CARA KERJA
4.1. Materi
4.1.1 Pembuatan Silage dan Jerami Amoniasi
4.1.1.1 pembuatan Silase
a. Bahan : Rumput gajah 4kg, Dedak 8%.
b. Alat : Kantong Plastik, tali, pencacah rumput (bendo dan tatakan kayu),
tampah atau wadah, kertas tag, timbangan.
4.1.1.2 Pembuatan Jerami Amoniasi
a. Bahan : jerami padi 5kg, urea 200gr, dan air 30%.
b. Alat : timbangan, kantong plastic, tali karet, pencacah (bendo dan tatakan),
literan, tempat air (ember dan gayung).
4.1.2 Pakan Komplit Feed (Pellet dan Komplit Feed Block)
a. Bahan : Daun singkong dan Kaliandra yang sudah digiling halus, pollard,
bekatul, onggok, mineral, kulit telur, tetes.
b. Alat : Autoklaf, mesin pencetak pellet (farm pelleter).
4.1.3 Uji Fisik
a. Bahan :
a.1 Durability : Pellet 300gr
a.2 Sudut Tumpukan : Pellet 200gr
a.3 Berat Jenis : Pellet
a.4 Hardness : Pellet sebanyak 10 sampel
b. Alat :
b.1 Durability : Mesin Durability, baskom, ayakan.
a.2 Sudut Tumpukan : corong, penggaris, besi penyangga, timbangan analitik.
a.3 Berat Jenis : gelas ukur, timbangan.
a.4 Hardness : Hard Pellet Tester.
11
4.1.4 Evaluasi Silase dan Jeraami Amoniasi
Bahan :
o Silase umur 3 minggu
o Plastik
o Kertas lakmus
o Aquades
Alat :
� beker glass
� gunting
4.2. Cara Kerja
4.2.1 Pembuatan Silase dan Jerami Amoniasi
4.2.1.1 Silase
Rumput gajah yang sudah dipanen dicacah sepanjang 5-10 cm
Menentukan kadar air dengan mengambil 50 g sampel rumput diambil
dioven (105 C)
di timbang secara periodic sampai bobotnya konstan (tetap)
hitung kadar air rumput segar secara kasar
Melayukan rumput gajah dengan menimbang rumput 5kg
dilayukan dalam ruang
Timbang bobot setelah layu
Hitung kadar air setelah layu
Menimbang bahan pengawet
Mencampur bahan pengawet dengan rumput layu.
12
Memasukan dan memadatkan campuran ke dalam kantong plastik
Mengikat kantong plastic dengan tali
Menyimpan kantong plastic dan isinya di tempat yang teduh dan sejuk.
Membongkar dan mengevaluasi hasil silase.
4.2.1.2 Amoniasi
Menimbang jerami 5kg
Mencacah jerami.
Menimbang urea (3-6) % x bobot kering jerami.
Menakar air 30%
Melarutkan urea dalam air
Mencampur jerami dengan larutan urea
Memasukan dan memadatkan jerami ke dalam kantong.
Mengikat dan menyimpan kantong plastic selama 1 bulan.
Membongkar kantong plastic dan menganalisa kualitas jerami amoniasi.
4.2.2 Pembuatan Pellet Dan Complete Feed Blok
4.2.2.1 Pellet
Menyiapkan Daun singkong dan kaliandra digiling halus
Timbang bahan pakan sesuai formula dan campurkan secara merata.
Steam campuran pakan
Masukkan dalam alat pellet
Keringkan pellet
13
Masukkan pellet dalam wadah.
4.2.2.2 Komplit Feed Block
Siapkan formula pakan yang akan dibuat, digiling halus
Timbang bahan pakan sesuai formula dan campurkan secara merata.
Steam campuran pakan
Masukkan dalam alat cetak blok.
Keringkan complete feed blok
Masukkan complete feed blok dalam wadah atau kemasan.
4.2.3 Uji Fisik
4.2.3.1 Durability
Sampel Ditimbang Sebanyak 300gr
Dimasukan ke dalam mesin Durability
Mesin dinyalakan selama 10 menit
Dikeluarkan kemudian di ayak
Dihitung durability
4.2.3.2 Sudut Tumpukan
Corong pada besi penyangga dipasang
Bahan yang akan diukur sebanyak 200 gram ditimbang
Bahan tersebut dituang melalui corong
Diameter atau curahan bahan diukur
Tinggi atau curahan bahan diukur
14
4.2.3.3 Berat Jenis
Gelas ukur 100 ml ditimbang
Sampel dimasukkan ke dalam gelas tersebut sampai volume 100 ml
Ditimbang gelas ukur yang berisi sampel
4.2.3.4 Hardness
Cincin dipaskan sampai angka 0
Pellet ditekan sampai retak
Dilihat angka pada alat Hard Pellet Tester
4.2.4 Evaluasi Silase dan Jerami Amoniasi
Silase dan jerami amoniasi umur 3 minggu di buka
Hasil diamati
Uji pH nya
Ambil sampel jerami dan air silase
Aquades di masukan ke dalam beker glas sebanyak 50 ml
Sediakan kertas lakmus dan dicelupkan ke dalam aquades dan air silase
Bandingkan dengan indikator
15
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil
5.1.1. Silase
NO Kriteria Kualitas
1. Sifat Fisik Sedang
2. Bau Asam segar (+)
3. Warna Hijau Pucat (++)
4. Tekstur Remah
5. Struktur Mudah membedakan daun dengan batang
6. pH 5,5
Bobot wadah sebelum di oven = 10,1 gr
Bobot wadah setelah di oven = 9,7 gr
Bruto = 22,8 gr
Netto = Bruto-Bobot wadah setelah di oven
= 22,8-9,7
= 13,1 gr
# 100- Bobot wadah setelah di oven
= 100-9,7
= 90,3 gr
KA awal = 100-13,1 = 86,9%
KA akhir = 86,9 x 100%
100
= 4,345 kg
Setelah layu berkurang 1 kg airnya maka 4,345-1 = 3,345 kg
KA setelah layu 3,345 X 100 % = 83,625%, turun 3 %.
4
16
5.1.2. Amoniasi
NO Kriteria Kualitas
1. Warna Hijau kecoklatan
2. Tekstur Remah
3. Struktur Mudah membedakan daun dengan batang
4. Kenampakan Jamur -
5. pH 8
5.1.3. Pakan Komplit Feed
5.1.3.1. Pellet
Tekstur keras, struktur lonjong pendek.
5.1.3.2. Komplit Feed Block
Tekstur keras, struktur kotak kecil, berjamur.
5.1.4. Uji Fisik
5.1.4.1. Durability
Durability = Berat Sampel sebelum ditumbling x 100%
Berat Sampel setelah ditumbling dan diayak
= 277,5 x 100%
300
= 92,5%
5.1.4.2. Sudut Tumpukan
Tinggi : 6,2 cm
Diameter : 26 cm
Tan
D
2t
� �
= 2 x 3,6
26
= 0,405
� � 25,50
17
5.1.4.3. Berat Jenis
Berat gelas ukur = 123,8
Berat gelas + sampel = 152,2
Berat = 152,2-123,8 = 28,4
BJ = Berat
Volume
= 28,4
100
= 0,284 gr/ml
5.1.4.4. Hardness
Sampel 1 = 25 lbs
Sampel 2 = 25 lbs
Sampel 3 = 25 lbs
Sampel 4 = 25 lbs
Sampel 5 = 25 lbs
Sampel 6 = 25 lbs
Sampel 7 = 25 lbs
Sampel 8 = 20,5 lbs
Sampel 9 = 22,5 lbs
Sampel 10 = 24,5 lbs
Rata-rata Hardness = 24,25 lbs
5.2 Pembahasan
5.2.1 Pembuatan Silase dan Jerami Amoniasi
Silase adalah awetan hijauan yang difermentasi. Sesuai dengan pendapat
Rukmana (2001) yang mengemukakan bahwa silase dapat didefinisikan sebagai
hijauan pakan segar yang disimpan dalam satu tempat yang kedap udara
(anaerob). Sedangkan menurut Nevy (2008) silase adalah bahan pakan ternak
berupa hijauan (rumput-rumputan dan leguminosa) yang disimpan dalam bentuk
18
segar mengalami proses ensilase. Menurut Aak (1985) pembuatan silase hanya
memiliki dua prinsip yaitu;
1. Keadaan hampa udara
Prinsip ini dapat dilaksanakan dengan penyimpanan hijauan makanan ternak
yang dilakukan di didalam tempat yang tertutup rapat dan dengan penimbunan
hijauan yang dipadatkan.
2. Suasana asam
Untuk mencegah adanya organisme di dalam penyimpanan yang tidak
dikehendaki, karena organisme tersebut bisa mengakibatkan terjadinya
pembusukan yakni pembentukan asam butirat yang tidak dikehendaki maka dapat
diusahakan dengan penurunan pH di dalam silo secepat mungkin. Sedangkan
menurut Nevy (2008) prinsip utama pembuatan silase adalah menghentikan
pernafasan dan penguapan sel-sel tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam
laktat melalui proses fermentasi kedap uadara, menahan aktivitas enzim dan
bakteri pembusuk, dan mempercepat atau keadaan hampa udara (anaerob).
Tujuan utama pembuatan silage adalah untuk memaksimumkan
pengawetan kandungan nutrisi yang terdapat pada hijauan atau bahan pakan
ternak lainnya, agar bisa di disimpan dalam kurun waktu yang lama, untuk
kemudian di berikan sebagai pakan bagi ternak. Sehingga dapat mengatasi
kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim kemarau (Toni, 2008).
Sedangkan menurut Darmono (1993) tujuan pembuatan silase antara lain untuk
mengatasi kekurangan makanan ternak pada musim kemarau atau musim
paceklik, untuk menampung kelebihan produksi hijauan pakan ternak atau
memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi belum dimanfaatkan.
memanfaatkan hasil sisa pertanian atau ikutan pertanian.
Supaya hasil silase baik perlu diperhatikan beberapa faktor diantaranya
adalah jenis hijauan yang digunakan, penambahan zat aditif dan kadar air. Hal ini
sesuai dengan pendapat Pioner Development foundation (1991) dalam Diana
(2004) yang mengemukakan bahwa dalam pembuatan silase ada tiga faktor yang
berpengaruh. Pertama: hijauan yang cocok dibuat silase adalah rumput, tanaman
tebu, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dan jerami padi.
19
Kedua : penambahan zat aditif untuk meningkatkan kualitas silase. Beberapa zat
aditif adalah limbah ternak (manure ayam dan babi), urea, air, molases. Aditif
digunakan untuk meningkatkan kadar protein atau karbohidrat pada material
pakan. Biasanya kualitas pakan yang rendah memerlukan aditif untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi ternak. Ketiga : kadar air yang tinggi berpengaruh dalam
pembuatan silase. Kadar air yang berlebihan menyebabkan tumbuhnya jamur dan
akan menghasilkan asam yang tidak diinginkan seperti asam butirat. Kadar air
yang rendah menyebabkan suhu menjadi lebih tinggi dan pada silo mempunyai
resiko yang tinggi terhadap kebakaran.
Jerami merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal
setelah dipanen butir buahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Komar (1984) yang
menyatakan bahwa jerami padi adalah bagian batang tanaman setelah dipanen
butir-butir buah bersama atau tidak dengan tangkainya dikurangi akar dan bagian
batang yang tertinggal setelah disabit batanganya. Jerami padi sebagai limbah
pertanian mengandung nutrient yang sangat rendah yaitu protein kasra 4,1% dan
dinding sel 86%, sehoinngga apabila diberikan pakan tunggal bagi ternak sulit
untuk memenuhi kebutuhan ternak akan nutrient, walaupun pemeberiannya secara
ad libitum (Dixon, 1986).
Dosis urea yang ditaburkan pada saat praktikum adala 4 % dari bobot 5 kg
jerami kering. Hal ini suseai dengan pendapat Schiere & Ibrahim (1989) at
Shieddiqi (2005) dosis urea yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira
4%-6% dari berat jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan
diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg. Jika dosis urea yang ditaburkan
ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak akan memberikan
pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada jerami.
Jerami yang telah ditaburi urea harus segera dibungkus dengan rapat.
Bahan pembungkus yang digunakan biasanya berupa lembaran plastik dengan
ketebalan yang cukup memadai. Pembungkusan ini sangat penting dilakukan agar
tercipta kondisi hampa udara (an-aerob). Proses amoniasi harus berlangsung
tanpa kehadiran udara, sehingga pembungkusan harus dilakukan secara hati-hati.
Untuk mencegah kebocoran, jerami yang telah ditaburi urea dapat dibungkus
20
dengan lembaran plastik sebanyak dua lapis atau lebih (Schiere & Ibrahim,1989 at
Shieddiqi, 2005).
Teknik amoniasi dapat mengubah jerami menjadi makanan ternak yang
potensial dan berkualitas karena dapat meningkatkan daya cerna dan kandungan
proteinnya. Sejumlah negara di dunia seperti, Tunisia, Mesir, dan Algeria telah
melakukan teknik amoniasi jerami padi ini sejak lebih dari 15 tahun yang lalu
(Chenost, 1997 at Shieddiqi, 2005). Prinsip dalam teknik amoniasi ini adalah
penggunaan urea sebagai sumber amoniak yang dicampurkan ke dalam jerami.
Urea yang akan dicampurkan tersebut dapat dilarutkan ke dalam air terlebih
dahulu (cara basah) atau langsung ditaburkan pada setiap lapisan jerami yang akan
diamoniasi (cara kering). Pencampuran urea dengan jerami harus dilakukan dalam
kondisi hampa udara (an-aerob) dan proses amoniasi jerami ini memerlukan
penyimpanan selama satu bulan.
Teknik amoniasi dapat meningkatkan daya cerna jerami. Ternak akan
lebih mudah mengonsumsi jerami hasil amoniasi dibandingkan dengan jerami
yang tidak diolah. Urea dalam proses amoniasi berfungsi untuk menghancurkan
ikatan-ikatan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan faktor penyebab
rendahnya daya cerna jerami bagi ternak. Lignin merupakan zat kompleks yang
tidak dapat dicerna oleh ternak. Lignin ini terkandung dalam bagian fibrosa dari
akar, batang, dan daun pada tumbuhan. Jerami dan rumput-rumput kering
mengandung lignin yang sangat banyak (Chenost, 1997 at Shieddiqi, 2005).
Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati.
Terdapat sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian berkayu dari
tumbuh-tumbuhan. Kapas hampir merupakan selulosa murni. Selulosa tidak dapat
dicerna dan tidak dapat digunakan sebagai bahan makanan kecuali pada hewan
ruminansia (sapi, domba, dan kambing) yang mempunyai mikroorganisme
selulotik dalam rumennya. Mikroba tersebut dapat mencerna selulosa dan
memungkinkan hasil akhir dari pencernaan bermanfaat bagi hewan (Anggorodi,
1984 at Shieddiqi, 2005).
Guna menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan
bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini
21
adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan
diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi
kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam
keadaan baik (tidak busuk atau rusak) (Shieddiqi, 2005). Jika telah diperoleh
bahan jerami yang berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan
dan pengikatan. Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang
sesuai dengan kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan
terlebih dahulu ke dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm.
Kotak kayu tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan
berbentuk balok sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami
tersebut dapat dikeluarkan kembali dari kotak kayu (Shieddiqi, 2005).
Manfaat dari pengolahan amoniasi adalah memotong ikatan rantai tadi dan
membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar dapat dimanfaatkan oleh tubuh
ternak. Amoniak (NH3) yang berasal dari urea akan bereaksi dengan jerami padi.
Dalam hal ini ikatan tadi lepas diganti mengikat NH3 , dan sellulosa serta
hemisellulosa lepas. Ini semua berakibat pada kecernaan meningkat, juga kadar
protein jerami padi meningkat; NH3 yang terikat berubah menjadi senyawa
sumber protein. Dengan demikian keuntungan amoniasi adalah kecernaan
meningkat, protein jerami meningkat, menghambat pertumbuhan jamur dan
memusnahkan telur cacing yang terdapat dalam jerami. Fungsi amoniak (NH3)
disini adalah sebagai pengubah komposisi dan struktur dinding sel yang berperan
untuk membebaskan ikatan antara lignin dengan selulosa dan hemiselulosa. Hal
ini sejalan dengan pendapat Komar (1984) yang menyatakan bahwa sama halnya
dengan unsur alakali yang lainya, amoniak menyebabkan perubahan konposisi
dan struktur dinding sel yang berperan untuk membebaskan ikatan antara lignin
dengan selulosa dan heniselulosa. Reaksi kimia yang terjadi (dengan memotong
jembatan hidrogen) menyebabkan mengembangnya jaringan dan meningkatkan
pleksinilitas dinding sel hingga memudahkan penetrasi (penerobosan) oleh enzim
selulase yang dihasilkan oleh mikroba.
Teknik amoniasi dapat meningkatkan kualitas gizi jerami padi agar dapat
bermanfaat bagi ternak. Teknik amoniasi ini dapat menambah kadar protein kasar
22
(crude protein) dalam jerami. Kadar protein kasar tersebut diperoleh dari amoniak
di dalam urea yang berperan dalam memuaikan serat selulosa. Pemuaian ini
memudahkan penetrasi enzim selulosa dan meningkatkan kandungan protein
kasar melalui peresapan nitrogen dalam urea. Jerami padi yang telah diamoniasi
memiliki nilai energi yang lebih besar dibandingkan jerami yang tidak diolah.
Proses amoniasi sangat efektif dalam menghilangkan alfatoksin dalam jerami.
Jerami yang telah diamoniasi akan terbebas dari kontaminasi mikroorganisme jika
jerami tersebut telah diolah dengan mengikuti prosedur yang benar secara hatihati.
5.2.2 Pembuatan Pellet dan Complete Feed Blok
5.2.2.1 Pembuatan Pellet
Pelet merupakan bentuk bahan pakan yang dipadatkan sedemikian rupa
dari bahan konsentrat atau hijauan dengan tujuan untuk mengurangi sifat
keambaan pakan. Menurut Iwan (2009) Pelet merupakan bentuk bahan pakan
yang dipadatkan sedemikian rupa dari bahan konsentrat atau hijauan dengan
tujuan untuk mengurangi sifat keambaan pakan. Keuntungan pakan bentuk pelet
adalah meningkatkan konsumsi dan efisiensi pakan, meningkatkan kadar energi
metabolis pakan, membunuh bakteri patogen, menurunkan jumlah pakan yang
tercecer, memperpanjang lama penyimpanan, menjamin keseimbangan zat-zat
nutrisi pakan dan mencegah oksidasi vitamin. Menjelaskan lebih lanjut
keuntungan pakan bentuk pelet adalah 1). meningkatkan densitas pakan sehingga
mengurangi keambaan, mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya
transportasi, memudahkan penanganan dan penyajian pakan; 2). densitas yang
tinggi akan meningkatkan konsumsi pakan dan mengurangi pakan yang tercecer;
3). mencegah de-mixing yaitu peruraian kembali komponen penyusun pelet
sehingga konsumsi pakan sesuai dengan kebutuhan standar. Proses pengolahan
pelet terdiri dari 3 tahap, yaitu pengolahan pendahuluan, pembuatan pelet dan
perlakuan akhir.
23
5.2.2.2 Pembuatan Complete feed Blok
Ada beberapa pengertian tentang konsentrat, antara lain:
1. Pengertian dari bahan pakan yaitu bahan pakan yang mempunyai kadar
karbohidrat atau protein tinggi, oleh karena itu bias sebagai sumber energi
atau sumber protein.
2. Pengertian dalam pakan unggas adalah campuran dari beberapa bahan pakan
yang mengandung protein, vitamin dan mineral tinggi. Penggunaanya sebagai
ransum unggas harus dicampur dengan bahan sumber energi lain misalnya
jagung dan dedak padi.
3. Pengertian dalam pakan ruminansia adalah makanan penguat yaitu pakan
tambahan untuk mencukupi kebutuhan ternak disamping rumput dan air.
(Sutardi, 2003).
Untuk mendapatkan kualitas ransum yang baik maka pemilihan kualitas
konsentrat menjadi persyaratan utama. Secara umum konsentratyang baik harus
mengandung:
a. Sumber energi misalnya jagung, serelia, umbi- umbian atau hasil pertanian,
b. Sumber protein misalnya legume, ikutan pengolahan minyak nabati, produk
hewani atau sisa dan atau limbahnya.
5.2.3 Uji Fisik
Industri pakan ternak selalu melibatkan berbagai bahan pakan untuk
menyusun pakan. Pakan ditetapkan mengacu pada spesifikasi tertentu dengan
dasar nutrien zat gizi. Bahan pakan penyusun ransum terdiri atas beragam kulitas
yang mempengaruhi kualitas ransum. Berbagai metode diterapkan untuk
mengetahui kualitas pakan, seperti uji fisik, kimia maupun mikroskopik. Metode
mikroskopik dapat dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Dengan
menggunakan mikroskop kita dapat melihat tekstur bahan pakan secara jelas.
Pengujian bahan pakan secara fisik dan mikroskopik sangat bermanfaat
dalam penyusunan ransom. Hal ini dikarenakan penyusunan bahan pakan sendiri
sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel, jumlah partikel, bentuk partikel, densitas,
kemampuan elektrolisitas, sifat higroskopis dan florvabilitas (Axe, 1995).
24
Uji mikroskopik juga berguna untuk penyusunan ransum, uji mikroskopik
juga berguna untuk melihat apakah pakan masih layak makan atau tidak. Misalnya
pada onggok atau bungkil kelapa jika warnanya sudah coklat maka sudah tidak
layak untuk dimakan lagi. Hal ini dikarenakan telah terjadi proses browning
antara karbohidrat, sehingga nilai nutrisinya turun.
Uji fisik juga berguna untuk mengetahui kualitas dari suatu bahan pakan.
Selain itu, dengan uji fisik kita daapt mengetahui kecepatan kecernaan dari suatu
bahan pakan misalnya dengan uji densitas dan daya ambang. Uji fisik pada
praktikum ini meliputi sudut tumpukan, durability, hardness dan uji density dan
sample yang digunakan adalah pellet. Sudut tumpukan diukur mengikuti teknik
yang dilukiskan oleh Svanovky yaitu sampel dicurahkan terus melalui corong
sampai membentuk gundukan yang mengkrucut pada bidang datar kemudian
dihitung. praktikum uji mikroskopik juga diperoleh sudut tumpukan sebesar
25,5�.
Densitas digunakan untuk mengetahui kekompakan dan tekstur pakan . tekstur
pakan yang kompak akan tahan terhadap proses penekanan sehinggga ikatan
antara partikel penyusun pakan menjadi kuat dan ruang antara partikel penyusun
pakan menjadi sangat kuat dan ruang antara partikel bahan pakan tidak terisi
rongga udara. Salah satu contoh dari pengaruh densitas adalah pembuatan pellet.
menyatakan bahwa dua factor yang mempengaruhi ketahanan serta sifat pellet
yaitu karakteristik bahan dan ukuran pertikel . hal ini juga diperkuat pendapat
Anggorodi (1994) bahwa ukuran partikel yang kecil akan menyebabkan pellet
semakin kuat. Jadi hasil yang didapatkan sesuai dengan pendapat Anggorodi
(1994). Factor lain yang mempengaruhi kekerasan pellet adalah kadar kehalusan
bahan pakan. Sifat sifat fisik partikel ditentukan oleh asal bahan dan proses
pengolahannya , salah satu sifat yang sangat penting dari pakan bentuk granula
dan tepung adalah ukuran partikel serta distribusi ukuran. Pengamatan sifat fisik
meliputi densitas, kekerasan , stabilitas pellet, berat jenis dan kadar air.
Pengamatan terhadap sifat fisik pellet merupakan bagian penting untuk
mengetahui mutu pellet yang dihasilkan.
Densitas diperoleh dengan membagi massa atau berat denagn volumenya.
Densitas akan mempengaruhi kerapatan tumpukan daya ambang, homogenitas,
25
stabilitas campuran serta kecepatan penakaran (Khalil, 1997). Densitas adalah
salah satu sifat dasar setiap bahan dalam halproduk granular beberapa tipe
densitas telah didefinisikan. Berdasarkan hasil praktikum didapat berat
jenis/densitas pellet sebesar 0,284 gr. Uji selanjutnya adalah uji hardness,
Menurut Widiyastuti (2004) salah satu kriteria kualitas fisik yang harus dimiliki
oleh pelet adalah kekerasan atau tahan terhadap tekanan yang dapat menimbulkan
atrisi. Kekerasan pellet merupakan suatu respon terhadap atrisi yang bersifat
fragmentasi. Hal ini penting terutama pada saat transportasi, adanya segregasi atau
fragmentasi pelet dapat memperbesar distribusi ukuran partikel yang akan
berakibat pada tidak terjaminya homogenitas nutrien. Hasil praktiku menunjukan
rataan kekerasan pelet antara 17,75 lb (8,06 kg) sampai 24,55 lb (11,15 kg).
Kekerasan pellet (hardness) pakan dengan ukuran diameter 6-8 mm minimal
6,5 kg. Sedangkan hasil pengukuran pellet pakan komplit menunjukan variasi
yang lebar ini disebabkan karena pengaruh formulasi dan bahan pengikat yang
berbeda, hal ini sesuai didukung oleh Tabil et al. (1997) yang menyatakan bahwa
nilai hardness mempunyai variasi yang lebar yang disebabkan oleh beberapa hal
yaitu (a) variasi panjang pelet, pelet yang lebih panjang biasanya memerlukan
kekuatan pemecahan yang lebih besar di banding dengan pelet yang pendek, (b)
adanya keretakan pada pelet, (c) pada beberapa kasus disebabkan karena kompresi
yang diterima oleh bahan selama pembuatan pelet berbeda-beda.
Durability yaitu jumlah pelet yang kembali dalam keadaan utuh setelah
diaduk dengan mekanik. Sesuai pendapat Anonim (2009) yang menyatakan
bahwa Durabilitas yaitu jumlah pellet yang kembali dalam keadaan utuh setelah
diaduk dengan mekanik (pneumatic). Definisi lain menjelaskan bahwa durabilitas
pellet adalah ketahanan partikel pellet yang dirumuskan sehingga persentase dari
banyaknya pakan pellet utuh setelah melalui perlakuan fisik dalam alat uji
durabilitas terhadap jumlah pakan semula sebelum dimasukkan kedalam alat.
Pellet yang baik mempunyai durabilitas di atas 90 % atau kandungan tepung di
bawah 10 %. Nilai durabilitas pellet sangat ditentukan oleh penggunaan bahan
baku dalam formulasi pakan dan teknis operasional pellet mill. Nilai durabilitas
pellet sangat ditentukan oleh penggunaan bahan baku terutama binder dalam
26
formulasi dan teknis operasional pada saat pencetakan pellet yang diproses
tekanan steam dan pemanasan yang ditimbulkan akibat steam , dinding tabung
dan bahan durabilitas pellet tergantung pada pati yang tergelatinisasi. Pada proses
pemasakan selama pembuatan pellet. Durabilitas diperoleh dengan membagi berat
pellet setelah perlakuan fisik dalam alat ditimbang dibagi berat pellet sebelumnya
dikali 100 %. Dari hasil yang diperoleh disebutkan bahwa uji durability pada pelet
pakan komplit adalah 92,5 %. Hal ini bisa disimpulkan bahwa pelet yang
dihasilkan memiliki kualitas yang baik dibuktikan bahwa hasil uji durability yang
cukup jelas yaitu 92,5 %. Didukung oleh pendapat Widiyastuti dkk (2004) yang
menyebutkan bahwa pelet yang baik mempunyai durabilitas yang tinggi terutama
pada kondisi penyimpanan atau transportasi, rendahnya segresi menyebabkan
kestabilan ukuran partikel pellet dan kekompakan nutrien yang terkandung pada
tiap butir pellet akan terjamin.
5.2.4 Evaluasi Silase dan Jerami Amoniasi
Pembuatan silase pada temperatur 27-35º dan pH 4,2 4,8 menghasilkan
silase dengan kualitas yang baik (Abubakar, 2007). Herdian (2006) menyatakan
bahwa bahan aditif sengaja ditambahkan dalam pembuatan silase untuk
menstimulasi fermentasi, karena dengan penambahan bahan aditif baik berupa
bahan kimia (Na-bisulfat, sulfur dioksida, asam klorida) maupun bahan sumber
karbohidrat (misal : tetes 3%, dedak halus 5%, menir 3,5%, onggok 3%) akan
tercipta suasana asam. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tujuan hijauan pakan
dipotong-potong adalah untuk memperoleh pemadatan yang baik sehingga
memperkecil kantong udara dan memperoleh keadaan hampa udara. silo yang
tidak rapat menyebabkan tumbuhnya jamur. Silase yang baik dapat diketahui
melalui uji organoleptik dan pengujian secara kimiawi. Secara organoleptik
ciriciri
silase yang baik antara lain: (1) mempunyai tekstur segar, (2) berwarna
kehijau-hijauan, (3) tidak berbau, (4) disukai ternak, (5) tidak berjamur dan (6)
tidak menggumpal. Pengujian secara kimiawi dilakukan dengan cara menganalisa
bahan pakan tersebut di laboratorium untuk mengetahui kandungan nutrisinya
melalui analisis proksimat yang meliputi analisis kadar air, abu, protein kasar,
27
lemak kasar dan serat kasar sedangkan pengujian secara biologis dilakukan
dengan cara menggunakan ternak sebagai percobaan. Hasil yang diperoleh pada
saat praktikum adalah pH 5,5, namun berbau asam segar atau tidak berbau busuk.
Kemungkinan yang terjadi hingga hasil tidak sesuai dengan teori adalah kadar air
yang terlalu tinggi sehingga saat proses pelayuan, kadar air yang seharusnya
normal 70 % pada sampel terhitung 83,6 %. Sangat jelas sekali bahwa ketidak
cocokan antara literatur yang ada dengan hasil praktikum disebabkan oleh kadar
air yang terlalu tinggi.
Guna menghasilkan jerami amoniasi yang berkualitas, maka dibutuhkan
bahan yang berkualitas pula. Bahan dasar dari pembuatan jerami amoniasi ini
adalah jerami padi yang tersisa setelah pemanenan. Jerami padi yang akan
diamoniasi harus memenuhi beberapa kriteria yaitu, jerami harus dalam kondisi
kering, tidak boleh terendam air sawah atau pun air hujan, dan harus dalam
keadaan baik (Shieddiqi, 2005). Jika telah diperoleh bahan jerami yang
berkualitas, maka langkah selanjutnya adalah penimbangan dan pengikatan.
Penimbangan dilakukan agar diperoleh jerami amoniasi yang sesuai dengan
kebutuhan peternak. Sebelum diikat, jerami harus dimasukkan terlebih dahulu ke
dalam kotak kayu berbentuk balok dengan tinggi sekira 50 cm. Kotak kayu
tersebut berfungsi untuk mengemas jerami menjadi padat dan berbentuk balok
sehingga akan memudahkan penanganan. Setelah diikat, jerami tersebut dapat
dikeluarkan kembali dari kotak kayu (Shieddiqi, 2005). Menurut Anonim (2008)
Kriteria hasil amoniasi yang baik adalah :
Berwarna kecoklat-coklatan.
Kering.
Jerami padi hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan jerami asalnya.
28
VI. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
a. Silase
1. Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproses dari bahan baku
berupa tanaman hijauan.
2. Silo adalah tempat penyimpanan makanan ternak (hijauan) baik yang
dibuat di dalam tanah atau di atas tanah.
3. Prinsip pembuatan silase adalah usaha untuk mencapai dan mempercepat
keadaan hampa udara atau an aerob dan suasana asam ditempat
penyimpanan.
b. Amoniasi
1. Amoniasi pada jerami padi adalah salah satu upaya menghindari dampak
yang negative yang ditimbulkan oleh bahan panen limbah pertanian.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas pengolahan dengan amoniak
yaitu basis amoniak, temperature, tekanan, lama pengolahan, kelompok
jerami, jenis dan kualitas jerami.
3. Salah satu upaya untuk meningkatkan nutrient jerami padi adalah dengan
cara moniasi menggunakan urea (Co(NH2).
c. Pakan Feed Komplit
1. Bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah
dalam proses pemindahan, dan menurunkan biaya pengangkutan.
2. Komplit Feed Block
d. Uji Fisik
3. Uji fisik yang dilakukan pada sampel pellet yaitu sudut tumpukan, BJ,
durability, dan hardness.
4. Durability berfungsi untuk mengetahui daya tahan pellet.
5. Semakin kecil suatu partikel bahan pakan maka Sudut tumpukan semakin
tinggi.
6. Hardness bertujuan untuk uji kekerasan atau seberapa kuat suatu bahan
pakan.
29
6.2. Saran
1. Praktikum Teknologi Pakan selanjutnya harus lebih baik lagi.
2. Perlunya ketelitian saat praktikum harus ditingkatkan serta hati-hati
3. Alat-alat dilengkapi lagi untuk kelancaran acara praktikum.
4. Persiapkan semua sesuatu yang dibutuhkan dalam praktikum sehingga
dapat berjalan lancar.
5. Menganalisis bahan pakan lebih teliti lagi, sehingga hasilnya lebih akurat.
6. Ketelitian dalam praktikum sangat diperlukan, maka kerjasamanya lebih
ditingkatkan lagi.
7. Takaran bahan pakan harus sesuai.
30
DAFTAR PUSTAKA
Aak. 1985. Hijauan Makanan Ternak Potong, Kerja dan Perah.
Kanisius. Yogyakarta.
Abubakar .2007. Teknologi Pengolahan Pakan Sapi. Deptan Dirjen
Peternakan Sembawa. Palembang
Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Anonim. 2008. Kategori Pakan Sapi. www.wordpress.com. Diakses
tanggal 10 Juni 2011.
Anonim. 2009. Keuntungan dan Kerugian Pembuatan pakan pellet.
www.wordpress.com. Diakses tanggal 10 Juni 2011.
Axe , D.E. 1995. Factors Affecting Unifornity Of Amix. Mallinderoat
Feed Ingeredents: Mundelein IL.
Darmono. 1993. Tatalaksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius.
Yogyakarta.
Dixon , A. E. 1986. Increasing Digestive Energy Intake Of Ruminant
Given Fibrouse Diet Supplement. In: Ruminant Feeding System
Utilizing Fibrous Agricuktural Residues1985. IDP of Australia
University And College Ltd.Canbera
Herdian, Hendra. Dkk. 2006. Pengaruh Proses Pelleting Terhadap
Peningkatan Kualitas Pakan Ternak Ruminansia. Upt Balai
Pengembangan Proses Dan Teknologi Kimia-Lipi Yogyakarta.
Hernaman, Imam. 2007. Pembuatan Silase Campuran Ampas Tahu Dan
Onggok Serta Pengaruhnya Terhadap Fermentabilitas Dan
Zat-Zat Makanan. Jurnal Bionatura vol. 9 No.2 .hlm172-183.
Iwan, Setiawan.2009. Pembuatan pakan bentuk pellet. Tersedia pada
situs; http://centralunggas.blogspot.com/2009/03/pembuatanpakan-
bentuk-pellet.html. di akses pada 12 Juni 2011.
Kartasudjana, Ruhyat. 2001. Mengawetkan Hijauan Pakan Ternak.
Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Khalil. 1997. Pengelolaan Sumber Daya Pakan dan Ransum Ransum
Ternak. IPB: Bogor.
31
Komar, A. 1984. Teknologi Pengolahan Jerami Sebagai Makanan
Ternak. Yayasan Dian Granita Indonesia. Bandung.
Nevy, Hanafi D. 2008. Teknologi Pengawetan Pakan Ternak. USU
Respository. Medan.
Parakkasi, A. 1999. Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Pioneer Of Development Foundation. 1991. Silage Technology, A
trainer Manual. PODF for The Asia and The Pacific. Inc. 15-
24.
Ratnakomala, Shanty. 2009. Menabung Hijauan Pakan Ternak dalam
Bentuk Silase. Biotrends. Vol. 4 : No.1. hlm 15-18.
Rukmana, Rahmat. 2001. Silase dan Permen Ternak Ruminansia.
Kanisius. Yogyakarta.
Salawu, M.B., T. Acamovic, C.S. Stewart, T. Hvelplund, and M.R.
Stewart. 1999. The use tannins as silage additives: effets on
silage composition and mobile bag disappearance of dry matter
and protein. Anim. Feed Sci. and Tech. 82: 243-259.
Salim, R., B. Irawan, Amirudin, H. Hendrawan, dan M. Nakatani. 2002.
Produksi dan Pemanfaatan Hijauan. Penerbit Dairy
Technology Improvement Project in Indonesia.
Shiddieqy, M. Ikhsan . 2005. Pakan Ternak Jerami Olahan .Mahasiswa
Departemen Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Unpad.
Bandung.
Suparjo, Ir. 2008. Pengawasan Mutu Pada Pabrik Pakan Ternak.
Laboratorium Makanan Ternak. Universitas Negeri Jambi.
Sutardi, Tri R. 2003. Ilmu dan Teknologi Bahan Pakan. Fapet Unsoed:
Purwokerto.
Tabil , L.G. S, Sokhansanj and R.T Taylor. 1997. Performance of
Different binders during alfalfa pelleting. Canadian
Agricultural Engineering 39 (1): 17-23.
Toni, S. 2010. Teknologi Pakan Silase dan Amoniasi Sebagai Pakan
Ternak. Majalah Sinar Tani Edisi 2008.
32
Widiyastuti, Titin., Prayitno C H, dan Munasik. 2004. Kajian Kualitas
Pellet Pakan Komplit Dengan Sumber Hijauan dan Binder yang
Berbeda. Journal Animal Production Vol. 6 : No.1. hlm 43-48.
Zulkarnaini. 2009. Pengaruh Suplementasi Mineral Fosfor dan Sulfur
Pada Jerami Amoniasi Terhadap NDF, ADF, Selulosa dan
Hemiselulosa. Jurnal Ilmiah Tambua Vol VIII. No. 3. Hlm 472-
477.