96570032 Lapsus 2 Tonsilitis Kronis
Click here to load reader
-
Upload
aiyasoraya -
Category
Documents
-
view
48 -
download
0
description
Transcript of 96570032 Lapsus 2 Tonsilitis Kronis
BAB I
PENDAHULUAN
Tonsilitis Kronis merupakan keradangan kronik pada tonsil yang biasanya
merupakan kelanjutan dari infeksi akut berulang atau infeksi subklinis dari tonsil. Kelainan
ini merupakan penyakit yang paling sering terjadi dari seluruh penyakit tenggorok berulang
dan merupakan kelainan tersering pada anak di bidang THT. Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi
Tonsilitis Kronis 4,6% tertinggi setelah Nasofaringitis Akut (3,8%). Sedangkan penelitian
di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada periode April 1997 sampai dengan Maret 1998 ditemukan
1024 pasien Tonsilitis kronik atau 6,75% dari seluruh jumlah kunjungan. Data morbiditas
pada anak menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995 pola penyakit anak
laki-laki dan perempuan umur 5-14 tahun yang paling sering terjadi, Tonsilitis Kronis
menempati urutan kelima (10,5 persen pada laki-laki, 13,7 persen pada perempuan).1,2
Secara umum, penatalaksanaan tonsilitis kronis dibagi dua, yaitu konservatif dan
operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kausa, yaitu infeksi, dan
mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan menyebabkan sumbatan
jalan napas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk abses, atau tidak berhasil dengan
pengobatan konvensional, maka operasi tonsilektomi perlu dilakukan. 2
Mengingat angka kejadian yang tinggi dan dampak yang ditimbulkan dapat
mempengaruhi kualitas hidup anak, maka pengetahuan yang memadai mengenai tonsilitis
kronis diperlukan guna penegakan diagnosis dan terapi yang tepat dan rasional.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI TONSIL
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang letaknya di
bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan lokasinya, tonsil
dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix linguae, Tonsilla palatina
(tonsil) yang terletak pada isthmus faucium antara arcus glossopalatinus dan arcus
glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang terletak pada dinding dorsal dari
nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada bagian lateral nasofaring di sekitar ostium
tuba auditiva dan Plaques dari peyer (tonsil perut), terletak pada ileum. 2
Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina, Tonsilla
pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran
nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan nama cincin waldeyer. Kumpulan
jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Jaringan limfe
pada cincin waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada
umur 3 tahun dan tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa
pubertas. 2
Jaringan limfoid pada cincin waldeyer berperan penting pada awal kehidupan, yaitu
sebagai daya pertahanan local yang setiap saat berhubungan dengan agen dari luar (makan,
minum, bernafas) dan sebagai surveilens imun. Fungsi ini didukung secara anatomis
dimana didaerah faring terjadi tikungan jalannya material yang melewatinya disamping itu
bentuknya tidak datar, sehingga terjadi turbulensi khususnya udara pernafasan. Dengan
demikian kesempatan kontak berbagai agen yang ikut dalam proses fisiologis tersebut pada
permukaan penyusun cincin waldeyer itu semakin besar.2,3
2
Gambar 1. Anatomi tonsil
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting dari
cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di dalam fossa
tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan
pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai origo seperti kipas
dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral lidah. Palatofaringeus
merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat pada palatum mole, tuba
eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke bawah sampai ke dinding atas
esophagus. Otot ini lebih penting daripada palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi
tonsil agar tidak melukai otot ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan
palatum mole. Di inferior akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral
dinding faring. 2
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:2
Anterior : arcus palatoglossus
Posterior : arcus palatopharyngeus
Superior : palatum mole
Inferior : 1/3 posterior lidah
Medial : ruang orofaring
3
Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan lateral
tonsila.
Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai
10-30 kriptus yang meluas kedalam jaringan tonsil. Di dalam kriptus biasanya ditemukan
leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan.2
Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong di atasnya dikenal
sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor
faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada
fasia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi. 2
Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil
dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau
obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke
arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan
pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama yaitu :
1) Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan
limfa.
2) Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.
3) Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium.
Tonsil mendapat darah dari a. palatine minor, a. palatine asendens, cabang tonsil a.
maksila eksterna, a. faring asendens dan a. lingualis dorsal. Tonsil lingual terletak di dasar
lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah
anterior massa ini terdapat foramen sekum apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla
sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan
secara klinik merupakan tempat bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau Krista
duktus tiroglosus.2
Arteri karotis interna berada pada kira-kira 2 cm posterolateral dari aspek dalam
tonsil; dengan demikian diperlukan ketelitian agar tetap berada pada bidang
4
pembedahan/pemotongan yang tepat untuk menghindari luka pada lokasi pembuluh darah.
Aliran utama limfa dari tonsil menuju superior deep cervical and jugular lymph nodes;
Penyakit peradangan pada tonsil merupakan faktor signifikan dalam perkembangan adenitis
atau abses servikal pada anak. Inervasi sensoris tonsil berasal dari n. glosofaringeal dan
beberapa cabang-cabang n. palatina melalui ganglion sphenopalatina.4
Inervasi tonsil bagian atas berasal dari serabut saraf v melalui ganglion
sphenopalatina dan bagian bawah dari saraf glossofaringeus (N. IX). Pemotongan pada n.
IX menyebabkan anastesia pada semua bagian tonsil.5
Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2 % dari
keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah
50%:50%, sedangkan di darah 55-57%:15-30%. Pada tonsil terdapat system imun
kompleks yang terdiri atas sel M (sel membrane), makrofag, sel dendrite dan APCs
(antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit
sehingga terjadi sintesis immunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T,
sel plasma dan sel pembawa IgG. 1
Tonsil mempunyai dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan
asing dengan efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T
dengan antigen spesifik. Jika tonsil tidak mampu melindungi tubuh, maka akan timbul
inflamasi dan akhirnya terjadi infeksi yaitu tonsilitis (tonsillolith). Aktivitas imunologi
terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 6
II. TONSILITIS KRONIS
Tonsillitis adalah peradangan tonsila palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Sedangkan Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang
sifatnya menahun. Penyebaran infeksinya melalui udara (air borne droplets), tangan dan
ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.2
Adapun yang dimaksud kronik adalah apabila terjadi perubahan histologik pada
tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan
dikelilingi oleh zona sel – sel radang. Mikroabses pada tonsilitis kronis maka tonsil dapat
menjadi fokal infeksi bagi organ – organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain.6
5
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak
mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam waktu pendek
kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti dengan pengobatan dan
serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4 bulan. Seringnya serangan
merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis yang merupakan infeksi fokal.7
Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang menahun
dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, dan
kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tetapi kadang kuman
berubah menjadi kumah golongan gram negatif. 2
1. Patologi
Karena proses peradangan yang berulang dapat menyebabkan epitel mukosa
jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti
dengan jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara
klinis kripte ini tampak di isi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul
tonsil dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan di sekitar fosa tonsilaris. Pada
anak proses ini disertai dengan pembeasran kelenjar limfa submandibula.2
2. Patogenesis dan patofisiologi
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya,
sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap
oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui
mulut bersama makanan.6
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang
melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, Sel-
sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil
tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil
sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya
pada keadaan umum yang menurun. 6
6
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan produk-
produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan
penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari
sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran
jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara
hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia.
Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang
mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk membunuh kuman-kuman karena
adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia
sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan. 6
3. Manifestasi Klinis dan Diagnosis
Pasien mengeluh ada penghalang/mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa
kering dan pernafasan berbau. Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.8
Gejala tonsillitis kronis dibagi menjadi : 1.) gejala lokal, yang bervariasi dari rasa
tidak enak di tenggorok, sakit tenggorok, sulit sampai sakit menelan, 2.) gejala sistemik,
rasa tidak enak badan atau malaise, nyeri kepala, demam subfebris, nyeri otot dan
persendian, 3.) gejala klinis tonsil dengan debris di kriptenya (tonsillitis folikularis kronis),
udema atau hipertrofi tonsil (tonsillitis parenkimatosa kronis), tonsil fibrotic dan kecil
(tonsillitis fibrotic kronis), plika tonsilaris anterior hiperemis dan pembengkakan kelenjar
limfe regional.8
Tonsilitis Akut Tonsilitis Kronis
Eksaserbasi akut
Tonsilitis Kronis
Hiperemis dan edema Hiperemis dan edema Memebesar/ mengecil tapi
tidak hiperemis
Kripte tak melebar Kripte melebar Kripte melebar
Detritus (+ / -) Detritus (+) Detritus (+)
Perlengketan (-) Perlengketan (+) Perlengketan (+)
7
Antibiotika,
analgetika,
obat kumur
Sembuhkan radangnya, Jika perlu
lakukan tonsilektomi 2 – 6
minggu
setelah peradangan tenang
Bila mengganggu lakukan
Tonsilektomi
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak
antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil,
maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi: 2
TO : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat
menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat
menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala
yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis. 6
4. Penatalaksanaan
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan pengangkatan
tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana penatalaksanaan medis atau yang
konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk
pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk
membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak
mempunyai hubungan dengan infeksi kronis maupun berulang. 2,8
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim
tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan yang efektif
bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil. Pemeriksaan apus
permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada parenkim tonsil, walaupun sering
8
digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle
aspiration/FNA) merupakan tes diagnostik yang menjanjikan.6
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology – Head and
Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan : Indikasi
tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck
Surgery:2,9
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan orofacial
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak
hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam setahun
meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis tidak
responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
v) Celah pada palatum
9
5. Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa
rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi
secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis,
uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkolosis.2
6. Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala – gejala yang timbul dapat membuat penderita tonsilitis lebih
nyaman. Bila antibiotik diberikan untuk mengatasi infeksi, antibiotika tersebut harus
dikonsumsi sesuai arahan demi penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah
mengalami perbaikan dalam waktu yang singkat. 6
Gejala – gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang paling sering terjadi yaitu infeksi pada telinga
dan sinus. Pada kasus – kasus yang jarang, tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi
serius seperti demam rematik atau pneumonia. 6
7. Pencegahan
Bakteri dan virus penyebab tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari satu
penderita ke orang lain. Resiko penularan dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari
penderita tonsilitis atau yang memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan
perkakas rumah tangga untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan
menggunakan air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang telah
lama sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang. Orang – orang yang merupakan
karier tonsilitis semestinya sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran
infeksi pada orang lain. 6
10
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama pasien : An. H
Umur : 12 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Karang Baru
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 5 Mei 2012
ANAMNESIS
Keluhan utama: nyeri dan sulit menelan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan nyeri dan sulit
menelan. Karena kesulitan menelan tersebut, pasien tidak mampu makan bahkan
minum air. Setiap mencoba makan atau minum pasien akan langsung memuntahkannya.
Keluhan dirasakan sejak 5 hari yang lalu. Sebelum mengalami keluhan ini pasien
sempat mengalami demam. Riwayat batuk dan pilek disangkal pasien. Ibu pasien
mengatakan pasien sering mengorok waktu tidur. Sulit menelan sebenarnya sudah
dirasakan sejak dulu, tetapi baru kali ini keluhan dirasakan sangat berat sampai pasien
tidak bisa makan dan minum.
Riwayat penyakit dahulu:
Pasien mengaku bahwa penyakit seperti ini sudah sering dirasakan sejak dulu (tidak
diingat sejak kapan).
Riwayat penyakit keluarga/sosial:
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan dan penyakit seperti pasien.
Riwayat pengobatan: -
Riwayat alergi:
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, tidak pernah
meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.
11
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital :
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C ⁰
Berat : 22 Kg
Status Lokalis
Pemeriksaan telinga
No
.
Pemeriksaan
Telinga
Telinga kanan Telinga kiri
1. Tragus Nyeri tekan (-), edema (-) Nyeri tekan (-), edema (-)
2. Daun telinga Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-)
Bentuk dan ukuran dalam
batas normal, hematoma (-),
nyeri tarik aurikula (-)
3. Liang telinga Serumen (-), hiperemis (-)
membran timpani intak,
furunkel (-), edema (-),
Serumen (-), hiperemis (-),
furunkel (-), edema (-),
otorhea (-)
4. Membran timpani Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light
(+)
Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light (+)
12
Pemeriksaan hidung
Pemeriksaan Hidung Hidung kanan Hidung kiri
Hidung luar Bentuk (normal), hiperemi
(-), nyeri tekan (-),
deformitas (-)
Bentuk (normal), hiperemi
(-), nyeri tekan (-),
deformitas (-)
Rinoskopi anterior
Vestibulum nasi Normal, ulkus (-) Normal, ulkus (-)
Cavum nasi Bentuk (normal), mukosa
pucat (-), hiperemia (-)
Bentuk (normal), mukosa
pucat (-), hiperemia (-)
Meatus nasi media Mukosa normal, sekret (-),
massa berwara putih
mengkilat (-).
Mukosa normal, sekret (-),
massa berwara putih
mengkilat (-).
Konka nasi inferior Edema (-), mukosa hiperemi
(-)
Edema (-), mukosa
hiperemi (-)
Septum nasi Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-)
Deviasi (-), perdarahan (-),
ulkus (-)
Pemeriksaan Tenggorokan
13
Tonsil Dekstra: Detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+)T4
Tonsil sinistra: detritus (+), hiperemis (+), kripte melebar (+) T3
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Normal
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-)
Uvula Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-), pseudomembran (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemi (-)
Faring Mukosa hiperemi (-), reflex muntah (+), membrane (-),
sekret (-)
Tonsila palatine Kanan Kiri
T4 T3
Fossa Tonsillaris
dan Arkus Faringeus
hiperemi (-) hiperemi (-)
DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis eksaserbasi akut
DIAGNOSIS BANDING:
Adenotonsilitis kronis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium: Darah lengkap, bleeding time, cloting time
RENCANA TERAPI
Terapi medikamentosa:
o Amoxicillin (sirup kering 250mg/5ml) 3x1 sendok takar/hari (5-7 hari)
o Paracetamol sirup (120mg/5ml) 3x2 sendok takar/hari
o Obat kumur+desinfektan
Tonsilektomi/adenotonsilektomi
KIE pasien
Jika tiba-tiba terjadi sesak atau pasien benar-benar tidak bisa makan lagi, segera
bawa pasien ke IGD RSUP NTB untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dan
untuk persiapan operasi tonsilektomi segera.
Untuk sementara hindari makanan yang berminyak, minuman atau makanan dingin,
manis atau yang mengiritasi tenggorokan .
Menjaga higiene mulut agar tidak terjadi tonsilitis berulang.
14
Datang kembali untuk kontrol setelah 5 hari, untuk melihat perkembangan
penyembuhan.
Anjurkan keluarga untuk menjaga kesehatan pasien dan mempersiapkan pasien
untuk melakukan operasi pengangkatan amandeljelaskan indikasi, dan
komplikasinya.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan sejak 5 hari yang lalu, yang
sebelumnya diawali oleh demam. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut, pasien mengaku
sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan, hanya saja baru kali ini keluhan dirasakan
sangat berat. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa
pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan adanya temuan
hiperemi pada tonsil dengan detriutus, sehingga menunjukkan perjalanan penyakit sedang
mengalami eksaserbasi akut. Karena ukuran tonsil dekstra sudah mencapai T4 dan tonsil
sinistra sudah mencapai T3, serta pasien merasa kesulitan untuk makan dan minum maka
direncanakan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum dilakukan
tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu dengan terapi
medikamentosa dengan pemberian amoxicillin dan paracetamol serta obat kumur yang
mengandung desinfektan, sembari mempersiapkan operasi 5 hari kedepan. Setelah lima hari
pasien diminta untuk datang kontrol kembali dan bersiap untuk operasi tonsilektomi. Selain
itu pasien juga diminta untuk melihat pemeriksaan laboratorium untuk mengecek darah
lengkap, bleeding time dan clotting time yang hasilnya akan digunakan untuk persiapan
operasi.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. 2005. Infections of the Upper Respiratory Tract.
Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed. New York, NY: McGraw Hill.
2. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan Faring. Buku Ajar
Ilmu THT. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
3. Nave H, Gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human palatine
tonsil. Anatomy Embryology 2004: 367-373.
4. Byron J., 2001. Laringology. Head and Neck Surgery-Otolaryngology 3rd Edition,
New York : Lippincott Williams and Wilkins (CD-ROM).
5. Seeley, Stephens, Tate. 2004. The Special Senses. Anatomy and Physiology, Ch.15, 6th
Ed. The McGraw−Hill Companies, New York
6. Nurjanna Z, 2011. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis di RSUP H. Adam Malik
Medan tahun 2007-2010. USU Institutonal Repository. [Accessed from:
http://repository.usu.ac.id/]
7. Amarudin, Tolkha et Anton Christanto. 2005. Kajian Manfaat Tonsilektomi, Cermin
Dunia Kedokteran. [Available from : http://www.cerminduniakedoteran.com]
8. Dedya, et. Al. Tonsilitis Kronis Hipertrofi dan Obstructive Sleep Apnea (OSA) Pada
Anak. Bagian/Smf Ilmu Penyakit Tht Fk Unlam. 2009.
9. Derake A, Carr MM. Tonsillectomy. Dalam : Godsmith AJ, Talavera F, Allen Ed.
EMedicine.com.inc.2002 : 1 – 10
17