95014048-geriatri

37
Stase Geriatri adalah stase yang mempelajari ilmu Geriatri, yang merupakan cabang ilmu kedokteran penyakit dalam yang memfokuskan perhatian pada kesehatan orang-orang lanjut usia. Jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya, kemampuan yang dibutuhkan di stase Geriatri ini bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Artinya, sebelum praktik Geriatri ini diharapkan sudah menguasai ilmu-ilmu lain terlebih dahulu seperti Kardiologi, Pulmonologi, Neurologi, Psikiatri, dan sebagainya. Pasien Geriatri adalah pasien yang berusia lanjut (> 60 tahun) dengan penyakit majemuk (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, serta kondisi sosial yang bermasalah. Ciri-ciri pasien Geriatri yaitu memiliki beberapa penyakit kronis, menurunnya daya fungsi organ tubuh, tampilan gejala penyakit tidak khas, tingkat kemandiriannya berkurang, dan sering disertai dengan masalah nutrisi. Dengan alasan ini maka perawatan usia lanjut berbeda dari pasien dewasa muda. Lanjut usia atau lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process. Ilmu yang mempelajari fenomena penuaan meliputi proses menua dan degenerasi sel termasuk masalah-masalah yang ditemui dan harapan lansia disebut gerontology. Pengertian lain mengatakan bahwa gerontology adalah ilmu yang mempelajari, membahas, meneliti segala bidang yang terkait dengan lanjut usia, bukan saja mengenai kesehatan namun juga mencakup soal

Transcript of 95014048-geriatri

Page 1: 95014048-geriatri

Stase Geriatri adalah stase yang mempelajari ilmu Geriatri, yang merupakan cabang

ilmu kedokteran penyakit dalam yang memfokuskan perhatian pada kesehatan orang-orang

lanjut usia. Jika dibandingkan dengan ilmu-ilmu lainnya, kemampuan yang dibutuhkan di

stase Geriatri ini bersifat menyeluruh dan terintegrasi. Artinya, sebelum praktik Geriatri ini

diharapkan sudah menguasai ilmu-ilmu lain terlebih dahulu seperti Kardiologi, Pulmonologi,

Neurologi, Psikiatri, dan sebagainya. Pasien Geriatri adalah pasien yang berusia lanjut (> 60

tahun) dengan penyakit majemuk (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani,

serta kondisi sosial yang bermasalah. Ciri-ciri pasien Geriatri yaitu memiliki beberapa

penyakit kronis, menurunnya daya fungsi organ tubuh, tampilan gejala penyakit tidak khas,

tingkat kemandiriannya berkurang, dan sering disertai dengan masalah nutrisi. Dengan alasan

ini maka perawatan usia lanjut berbeda dari pasien dewasa muda.

Lanjut usia atau lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah

memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansia

ini akan terjadi suatu proses yang disebut Aging Process. Ilmu yang mempelajari fenomena

penuaan meliputi proses menua dan degenerasi sel termasuk masalah-masalah yang ditemui

dan harapan lansia disebut gerontology. Pengertian lain mengatakan bahwa gerontology

adalah ilmu yang mempelajari, membahas, meneliti segala bidang yang terkait dengan lanjut

usia, bukan saja mengenai kesehatan namun juga mencakup soal kesejahteraan, pemukiman,

lingkungan hidup, pendidikan, perundang-undangan dan sebagainya.

Lanjut usia adalah dimana individu yang berusia di atas 60 tahun yang pada umumnya

memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial,

ekonomi. Sedangkan menurut definisi dari Depkes RI 3 lanjut usia adalah suatu proses alami

yang tidak dapat dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri

dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif

mekanisme lebih kearah kemunduran yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dalam

tubuh manusia. Begitu pula pada tahap perkembangan yang lain, maka pada lansia terjadi

perubahan fungsi fisik, emosi, kognitif, sosial, spiritual, dan ekonomi.

Geriatric Giant adalah masalah-masalah luar biasa besar pada pasien Geriatri, yaitu

Imobilisasi, Instabilitas dan jatuh, Inkontinensia uri dan alvi, Gangguan intelektual

(demensia), Infeksi, Gangguan penglihatan dan pendengaran, Impaksi (konstipasi), Isolasi

Page 2: 95014048-geriatri

(depresi), Inanisi (malnutrisi), Impecunity (kemiskinan), Latrogenesis (sering karena terlalu

banyak obat), Insomnia, Defisiensi imunitas, Impotensi.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :

1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia. 

2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif.

3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :

a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain)

b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai

sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan

lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain

4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga

membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama

aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya.

Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya

kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan

penegak hukum, atau trauma psikis.

WHO mengelompokkan lansia menjadi 4 kelompok yang meliputi :

Middle age (usia pertengahan) yaitu kelompok usia 45-59 tahun

Elderly, antara 60-74 tahun

Old, antara 75-90 tahun

Very old, lebih dari 90 tahun

Klasifikasi lansia berdasarkan kronologis usia, yaitu :

Young old: 60-75 tahun

Middle old: 75-84 tahun

Old-old: >85 tahun 

Sedangkan menurut Undang-undang No. 4 Tahun 1965 pasal 1, merumuskan bahwa

seseorang dapat dinyatakan sebagai orang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan

Page 3: 95014048-geriatri

mencapai umur 55 tahun, tidak memupunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.

1. Biologi

a. Teori “Genetic Clock”

Proses menua terjadi akibat adanya program jam genetik didalam nuklei. Jam ini akan

berputar dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis putarannya maka, akan

menyebabkan berhentinya proses mitosis.

b. Teori “Error”

Menua diakibatkan oleh menumpuknya berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan

manusia. Akibat kesalahan tersebut akan berakibat kesalahan metabolisme yang dapat

mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan.

c. Teori “Autoimun”

Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca tranlasi yang dapat mengakibatkan

berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (Self recognition).

d. Teori “Free Radical”

Makin tua umur makin banyak terbentuk radikal bebas, sehingga poses pengrusakan terus

terjadi, kerusakan organel sel makin banyak akhirnya sel mati.

e. Wear & Tear Teori

Kelebihan usaha dan stress menyebaban sel tubuh rusak

f. Teori kolagen

Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan kecepatan kerusakan jaringan dan

melambatnya perbaikan sel jaringan.

2. Teori Sosiologi

a. Activity theory

Ketuaan akan menyebabkan penurunan jumlah kegiatan secara langsung.

Page 4: 95014048-geriatri

b. Teori kontinuitas

Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya suatu pola prilaku yang

meningkatkan stress

c. Disengagement Theory,

Putusnya hubungan dengan dunia luar seperti hubungan dengan masyarakat, hubungan

dengan individu lain

d. Teori Stratifikasi usia

Karena orang yang digolongkan dalam usia tua akan mempercepat proses penuaan.

3. Teori Psikologis

a. Teori kebutuhan manusia dari Maslow

Orang yg bisa mencapai aktualisasi menurut penelitian 5% dan tidak semua orang bisa

mencapai kebutuhan yang sempurna.

b. Teori Jung

Terdapat tingkatan hidup yg mempunyai tugas dalam perkembangan kehidupan

c. Course of Human Life Theory

Seseorang dalam hubungan dg lingkungan ada tingkat maksimumnya

d. Development Task Theory

Tiap tingkat kehidupan mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan / Aging : Pengaruh Aging terhadap

Perubahan Sistem Imun Tubuh Sistem imunitas tubuh memiliki fungsi yaitu membantu

perbaikan DNA manusia; mencegah infeksi yang disebabkan oleh jamur, bakteri, virus, dan

organisme lain; serta menghasilkan antibodi (sejenis protein yang disebut imunoglobulin)

untuk memerangi serangan bakteri dan virus asing ke dalam tubuh. Tugas sistem imun adalah

Page 5: 95014048-geriatri

mencari dan merusak invader (penyerbu) yang membahayakan tubuh manusia. Fungsi sistem

imunitas tubuh (immunocompetence) menurun sesuai umur. Kemampuan imunitas tubuh

melawan infeksi menurun termasuk kecepatan respons imun dengan peningkatan usia. Hal ini

bukan berarti manusia lebih sering terserang penyakit, tetapi saat menginjak usia tua maka

resiko kesakitan meningkat seperti penyakit infeksi, kanker, kelainan autoimun, atau penyakit

kronik. Hal ini disebabkan oleh perjalanan alamiah penyakit yang berkembang secara lambat

dan gejala-gejalanya tidak terlihat sampai beberapa tahun kemudian. Di samping itu,

produksi immunoglobulin yang dihasilkan oleh tubuh orang tua juga berkurang jumlahnya

sehingga vaksinasi yang diberikan pada kelompok lansia kurang efektif melawan penyakit.

Masalah lain yang muncul adalah tubuh orang tua kehilangan kemampuan untuk

membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh atau memang benda itu bagian dari

dalam tubuhnya sendiri. Salah satu perubahan besar yang terjadi seiring pertambahan usia

adalah proses thymic involution. Thymus yang terletak di atas jantung di belakang tulang dada

adalah organ tempat sel T menjadi matang. Sel T sangat penting sebagai limfosit untuk

membunuh bakteri dan membantu tipe sel lain dalam sistem imun. Seiring perjalanan usia,

maka banyak sel T atau limfosit T kehilangan fungsi dan kemampuannya melawan penyakit.

Volume jaringan timus kurang dari 5% daripada saat lahir. Saat itu tubuh mengandung

jumlah sel T yang lebih rendah dibandingkan sebelumnya (saat usia muda), dan juga tubuh

kurang mampu mengontrol penyakit dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Jika hal

ini terjadi, maka dapat mengarah pada penyakit autoimun yaitu sistem imun tidak dapat

mengidentifikasi dan melawan kanker atau sel-sel jahat. Inilah alasan mengapa resiko

penyakit kanker meningkat sejalan dengan usia. Salah satu komponen utama sistem

kekebalan tubuh adalah sel T, suatu bentuk sel darah putih (limfosit) yang berfungsi mencari

jenis penyakit pathogen lalu merusaknya. Limfosit dihasilkan oleh kelenjar limfe yang

penting bagi tubuh untuk menghasilkan antibodi melawan infeksi. Secara umum, limfosit

tidak berubah banyak pada usia tua, tetapi konfigurasi limfosit dan reaksinya melawan infeksi

berkurang. Manusia memiliki jumlah T sel yang banyak dalam tubuhnya, namun seiring

peningkatan usia maka jumlahnya akan berkurang yang ditunjukkan dengan rentannya tubuh

terhadap serangan penyakit. Kelompok lansia kurang mampu menghasilkan limfosit untuk

sistem imun. Sel perlawanan infeksi yang dihasilkan kurang cepat bereaksi dan kurang efektif

daripada sel yang ditemukan pada kelompok dewasa muda. Ketika antibodi dihasilkan, durasi

respons kelompok lansia lebih singkat dan lebih sedikit sel yang dihasilkan. Sistem imun

Page 6: 95014048-geriatri

kelompok dewasa muda termasuk limfosit dan sel lain bereaksi lebih kuat dan cepat terhadap

infeksi daripada kelompok dewasa tua. Di samping itu, kelompok dewasa tua khususnya

berusia di atas 70 tahun cenderung menghasilkan autoantibodi yaitu antibodi yang melawan

antigennya sendiri dan mengarah pada penyakit autoimmune. Autoantibodi adalah faktor

penyebab rheumatoid arthritis dan atherosklerosis. Hilangnya efektivitas sistem imun pada

orang tua biasanya disebabkan oleh perubahan kompartemen sel T yang terjadi sebagai hasil

involusi timus untuk menghasilkan interleukin 10 (IL-10). Perubahan substansial pada

fungsional dan fenotip profil sel T dilaporkan sesuai dengan peningkatan usia.

Fenotip resiko imun dikenalkan oleh Dr. Anders Wikby yang melaksanakan suatu studi

imunologi longitudinal untuk mengembangkan faktor-faktor prediktif bagi usia lanjut.

Fenotip resiko imun ditandai dengan ratio CD4:CD8 < 1, lemahnya proliferasi sel T in vitro,

peningkatan jumlah sel-sel CD8+CD28-, sedikitnya jumlah sel B, dan keberadaan sel-sel

CD8T adalah CMV (Cytomegalovirus). Efek infeksi CMV pada sistem imun lansia juga

didiskusikan oleh Prof. Paul Moss dengan sel T clonal expansion (CD8T). Secara khusus

jumlah sel CD8 T berkurang pada usia lanjut. Sel CD8 T mempunyai 2 fungsi yaitu: untuk

mengenali dan merusak sel yang terinfeksi atau sel abnormal, serta untuk menekan aktivitas

sel darah putih lain dalam rangka perlindungan jaringan normal. Para ahli percaya bahwa

tubuh akan meningkatkan produksi berbagai jenis sel CD8 T sejalan dengan bertambahnya

usia. Sel ini disebut TCE (T cell clonal expansion) yang kurang efektif dalam melawan

penyakit. TCE mampu berakumulasi secara cepat karena memiliki rentang hidup yang

panjang dan dapat mencegah hilangnya populasi TCE secara normal dalam organisme. Sel-

sel TCE dapat tumbuh lebih banyak 80% dari total populasi CD8. Perbanyakan populasi sel

TCE memakan ruang lebih banyak daripada sel lainnya, yang ditunjukkan dengan penurunan

efektifitas sistem imunitas dalam memerangi bakteri patogen. Hal itu telah dibuktikan dengan

suatu studi yang dilakukan terhadap tikus karena hewan ini memiliki fungsi sistem imunitas

mirip manusia. Ilmuwan menemukan tifus berusia lanjut mempunyai tingkat TCE lebih besar

daripada tifus normal, populasi sel CD8 T yang kurang beragam, dan penurunan kemampuan

melawan penyakit. Peningkatan sel TCE pada tifus normal menggambarkan berkurangnya

kemampuan melawan penyakit. Ilmuwan menyimpulkan bahwa jika produksi TCE dapat

ditekan pada saat terjadi proses penuaan, maka efektifitas sistem imunitas tubuh dapat

ditingkatkan dan kemampuan melawan penyakit lebih baik lagi. Aging juga mempengaruhi

aktivitas leukosit termasuk makrofag, monosit, neutrofil, dan eosinofil. Namun hanya sedikit

data yang tersedia menjelaskan efek penuaan terhadap sel-sel tersebut.

Page 7: 95014048-geriatri

Jumlah dan Sub-populasi Limfosit. Aging mempengaruhi fungsi sel T dengan

berbagai cara. Beberapa sel T ditemukan dalam thymus dan sirkulasi darah yang disebut

dengan sel T memori dan sel T naive. Sel T naive adalah sel T yang tidak bergerak/diam dan

tidak pernah terpapard engan antigen asing, sedangkan sel T memori adalah sel aktif yang

terpapar dengan antigen. Saat antigen masuk, maka sel T naive menjadi aktif dan merangsang

sistem imun untuk menghilangkan antigen asing dari dalam tubuh, selanjutnya merubah diri

menjadi sel T memori. Sel T memori menjadi tidak aktif dan dapat aktif kembali jika

menghadapi antigen yang sama. Pada kelompok usila, hampir tidak ada sel T naive sejak

menurunnya produksi sel T oleh kelenjar timus secara cepat sesuai usia. Akibatnya cadangan

sel T naive menipis dan sistem imun tidak dapat berespons secepat respons kelompok usia

muda. Jumlah sel B, sel T helper (CD4+) juga berubah pada orang tua. Selain terjadi

perubahan jumlah sel T, pada kelompok lansia juga mengalami perubahan permukaan sel T.

Ketika sel T menggunakan reseptor protein di permukaan sel lalu berikatan dengan antigen,

maka rangsangan lingkungan harus dikomukasikan dengan bagian dalam sel T. Banyak

molekul terlibat dalam transduksi signal, proses perpindahan ikatan signal-antigen melalui

membran sel menuju sel. Sel T yang berusia tua tidak menunjukkan antigen CD28, suatu

molekul penting bagi transduksi signal dan aktivasi sel T. Tanpa CD28, sel T tidak berespons

terhadapnya masuknya patogen asing. Pada tubuh kelompok elderly juga terdapat kandungan

antigen CD69 yang lebih rendah. Sel T dapat menginduksi antigen CD69 setelah berikatan

dengan reseptor sel T. Bila ikatan signal-antigen tidak dipindahkan ke bagian dalam sel T,

maka antigen CD69 akan hilang di permukaan sel dan terjadi penurunan transduksi signal.

Respons Proliferasi Limfosit. Perubahan utama pada fungsi imun orang tua adalah

perubahan respons proliferatif limfosit seperti berkurangnya Interleukin-2 (IL-2) yang

tercermin dari rusaknya proses signal pada orang tua, minimnya kadar Ca dalam tubuh, dan

perubahan membran limfosit sehingga mempengaruhi fungsi imun. Penurunan Calcium (Ca)

pada orang tua mempengaruhi perpindahan signal dengan gagalnya merangsang enzim

termasuk protein kinase C, MAPK dan MEK; serta menghambat produksi cytokines, protein

yang bertanggung jawab untuk koordinasi interaksi dengan antigen dan memperkuat respons

imun. Salah satu cytokine yang dikenal adalah interleukin 2 (IL-2), cytokine diproduksi dan

disekresi oleh sel T untuk menginduksi proliferasi sel dan mendukung pertumbuhan jangka

panjang sel T. Sesuai peningkatan usia sel T, maka kapasitas sel T untuk menghasilkan IL-2

menurun. Jika terpapar antigen, maka sel T memori akan membelah diri menjadi lebih

Page 8: 95014048-geriatri

banyak untuk melawan antigen. Jika produksi IL-2 sedikit atau sel T tidak dapat berespons

dengan IL-2, maka fungsi sel T rusak. Perubahan cytokine lain adalah interleukin 4, tumor

necrosis factor alpha, dan gamma interferon. Viskositas membran sel T juga berubah pada

orang tua, tetapi viskositas sel B tetap. Kompoisisi lipid pada membran limfosit orang tua

menunjukkan peningkatan proporsi kolesterol dan fosolipid dibandingkan orang muda Serum

darah orang tua mengandung banyak VLDL dan LDL. Perubahan komposisi lipid di atas

dapat meningkatkan penurunan imunitas tubuh orang tua. Pembatasan asupan lemak

mempengaruhi komposisi membran lipid limfosit, meningkatkan level asam linoleat,

menurunkan kadar asam docosatetraenoat dan arakhidonat.

Produksi Cytokine. Respons limfosit diatur oleh cytokine. Respons limfosit atau sel

T helper dibagi menjadi 2 jenis yaitu: 1. Th-1 dan 2. Th-2. Respons antibodi biasanya

diperoleh dari Th-2 cytokine. Perubahan produksi cytokine merubah imunitas perantara sel

(Cell Mediated Immunity) pada roang tua. Respons limfosit pada makrofag berubah pada

orang tua di mana terdapat sensitivitas yang lebih tinggi terhadap efek inhibitor. Penurunan

fungsi sel T pada orang tua juga mempengaruhi fungsi sel B karena sel T dan sel B

bekerjasama untuk mengatur produksi antibodi. Sel T menginduksi sel B untuk hipermutasi

gen-gen immunoglobulin, menghasilkan perbedaan antibodi untuk mengenali jenis-jenis

antigen. Pada orang tua terdapat jenis antibodi yang lebih sedikit dibandingkan pada orang

muda, rendahnya respons IgM terhadap infeksi, dan menurunnya kecepatan pematangan sel

B. Semua itu berkontribusi terhadap penurunan jumlah antibodi yang diproudksi untuk

melawan infeksi. Respons tubuh pada orang tua terhadap infeksi penyebab penyakit yang

ditunjukkan dengan reaksi demam tidak berlangsung secara otomatis. Lebih dari 20%

manusia berusia di atas 65 tahun mempunyai infeksi bakteri yang serius tidak mengalami

demam, karena tubuh mampu menetralisir demam dan reaksi imun lainnya, tetapi sistem

syaraf pusat kurang sensitif terhadap tanda-tanda imun dan tidak bereaksi cepat terhadap

infeksi.

Peningkatan Respons Sistem Imun. Fungsi organ-organ menurun sejalan dengan

peningkatan usia manusia. Organ kurang efisien dibandingkan saat usia muda, contohnya

timus yang menghasilkan hormon terutama selama pubertas. Pada lansia, sebagian besar

kelenjar timus tidak berfungsi. Tetapi ketika limfosit terpapar pada hormon timus, maka

sistem imun meningkat sewaktu-waktu. Sekresi hormon termasuk hormon pertumbuhan dan

melatonin menurun pada usia tua dan mungkin dihubungkan dengan sistem imun.

Page 9: 95014048-geriatri

Sistem endokrin dipengaruhi oleh penuaan dan sirkulasi hormon-hormon menurun dengan

umur. Hormon DHEA (Dehydroepiandrosterone) erat hubungannya dengan penurunan

fungsi kekebalan tubuh. Prostaglandin, hormon yang mempengaruhi proses tubuh seperti

suhu dan metabolisme tubuh mungkin meningkat pada usia tua dan menghambat sel imun

yang penting. Kelompok lansia mungkin lebih sensitif pada reaksi prostaglandin daripada

dewasa muda, yang menjadi penyebab utama defisiensi imun pada lansia. Prostaglandin

dihasilkan oleh jaringan tubuh, tetapi respons system imun pada kelompok dewasa muda

lebih baik saat produksi prostaglandin ditekan. Nutrisi berperan penting dalam sistem imun

tubuh. Pada kelompok dewasa tua yang sehat dan mengalami defisiensi gizi, maka asupan

vitamin dan suplemen makanan dapat meningkatkan respons sistem imun, ditunjukkan

dengan lebih sedikitnya hari-hari penyakit yang diderita. Orang tua sering mengalami

perasaan kehilangan dan stress, dan penekanan imunitas dihubungkan dengan perasaan

kehilangan, depresi, dan rendahnya dukungan sosial. Memelihara kehidupan sosial yang aktif

dan memperoleh pengobatan depresi dapat meningkatkan sistem imun kelompok lansia.

Secara umum kelompok lansia lebih sering menderita infeksi atau tingkat keparahan infeksi

yang lebih besar dan penurunan respons terhadap vaksin lebih rendah (contohnya kematian

akibat penyakit tetanus dan flu).

Depresi/Stress dan Rasa Marah mempengaruhi Sistem Imun. Pada orang tua,

perasaan depresi dan marah dapat melemahkan sistem imun. Mereka rentan terhadap stress

dan depresi. Stress menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis tubuh yang melemahkan

sistem imun, dan akhirnya mempengaruhi kesehatan sehingga mudah terserang penyakit,

serta timbulnya kelainan sistem imun dengan munculnya psoriasis dan eczema.

Saat terjadi stress, maka hormon glukokortikoid dan kortisol memicu reaksi anti-

inflammatory dalam sistem imun.  Peneliti telah mempelajari hubungan antara marah,

perasaan depressi, dan sistem imun pada 82 orang lansia yang hidup dengan pasangan

penderita penyakit Al-zheimer. Ternyata beberapa tahun kemudian kondisi psikologi dan

fisik kesehatan mereka menurun, ditunjukkan oleh response sistem imun yang memicu

aktivasi sel limfosit. Studi lain yang dilakukan terhadap kesehatan lansia dengan stress

menunjukkan level IL-6 atau interleukin-6 (suatu protein dalam kelompok cytokine)

meningkat 4 kali lipat lebih cepat sehingga mereka rentan terhadap penyakit jantung, arthritis,

dan sebagainya. Pada lansia pria, depresi dikaitkan dengan berkurangnya respons imun.

Depresi ditimbulkan oleh rasa kesepian, enggan menceritakan masalah hidup yang dialami,

Page 10: 95014048-geriatri

dan cenderung memiliki teman dekat lebih sedikit daripada lansia wanita. Lansia pria

mengalami ledakan hormon stress saat menghadapi tantangan dibandingkan dengan lansia

wanita. Meskipun hubungan antara depresi dengan imunitas berbeda menurut gender,

ternyata kombinasi marah dan stress yang dikaitkan dengan penurunan fungsi imun pada

kedua kelompok lansia pria dan wanita tidak berbeda. Gangguan tidur pada orang tua dapat

melemahkan sistem imun karena darah mengandung penurunan NKC (Natural Killer Cell).

NKC adalah bagian dari sistem imun tubuh, jika kadarnya menurun dapat melemahkan

imunitas sehingga rentan terhadap penyakit. Studi yang dilakukan di Pittsburgh tahun 1998

menunjukkan pentingnya tidur bagi orang tua untuk memelihara kesehatan tubuh.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-

faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua

mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat

mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

Penurunan Kondisi Fisik. Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi

adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga

berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb.

Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami

penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan

fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan

ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi

fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi

psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi

kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara

hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang. 

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual. Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut

usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : 

Gangguan jantung 

Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus 

Vaginitis Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi 

Page 11: 95014048-geriatri

Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat

kurang 

Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer. 

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek

psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut

dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personality), biasanya tipe ini tidak

banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua. 

Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan

mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan

kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya

Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personality), pada tipe ini biasanya sangat

dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka

pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka

pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit

dari kedukaannya. 

Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki

lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-

kadang tidak diperhitungkan secara seksama. 

Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personality), pada lansia tipe ini umumnya

terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung

membuat susah dirinya.

PERUBAHAN ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA LANSIA

1. Sistem panca indra

Perubahan morfologik dan fungsional yg bersifat degeneratif baik pd fungsi melihat,

mendengar, keseimbangan, perasa dan perabaan.

Patologik, misalnya:

a. mata, terjadi ekstropion/entropion, ulkus kornea, glaukoma, katarak

Page 12: 95014048-geriatri

b. telinga, terjadi tuli konduksi dan sindroma Meniere (keseimbangan).

c. Sistem gastrointestinal

Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan morfologik degeneratif, perubahan atrofik pd

rahang shg gigi lebih mudah tanggal, perubahan atrofik pd mukosa, kelenjar, dan otot-otot

pencernaan.

Patologik, misalnya:

gangguan mengunyah dan menelan, penurunan nafsu makan, konstipasi, disfagia, hiatus

hernia, ulkus peptikum, divertikulosis, pankreatitis, sindroma malabsorbsi, karsinoma kolon

dan rektum

3. Sistem kardiovaskuler

Penurunan kekuatan dan kecepatan kontraksi, isi sekuncup, cadangan jantung dan

kemampuan meningkatkan kekuatan curah jantung, terjadi perubahan pd pembuluh darah

menyebabkan kelenturan pembuluh darah tepi meningkat.

4. Sistem respirasi

Elastisitas paru menurun, kekakuan ddg dada meningkat, kekuatan otot dada menurun,

penurunan gerak silia, penurunan refleks batuk

Patologi, misal:

PPOK, penyakit infeksi paru akut/kronis, keganasan pada paru-bronkus.

5. Sistem endokrinologi

50% lansia menunjukkan intoleransi glukosa dg kadar GDP normal, penurunan tingkat

produksi hormon tiroid

Pria terjadi osteoporosis karena faktor inaktivitas, asupan Ca kurang, produksi vit D mll kulit

menurun dan hormonal

Wanita terjadi osteoporosis dikarenakan penurunan hormon estrogen pasca menopause

6. Sistem hematologi

Page 13: 95014048-geriatri

Pola pertumbuhan sel darah merah dan sel darah putih scr kualitatif tidak berubah pada

penuaan, akan tetapi sumsum tulang secara nyata

Anemia defisiensi besi, anemia megaloblastik, dan anemia akibat penyakit kronis.

7. Sistem muskulo-skeletal

Sinovial sendi terjadi perubahan tidak ratanya permukaan sendi,

penyempitan celah dan lekukan di permukaan tulang rawan, erosi pd

tulang rawan hialin

Otot mengalami atrofi karena berkurangnya aktivitas, ggn metabolik, atau denervasi saraf

Tulang terutama trabekulae menjadi lebih berongga, mikroarsitektur berubah dan sering

patah tulang akibat benturan, hormon estrogen, vitamin D, kalsitonin dan parathormon

8. Sistem urogenital

Ginjal akan mengalami perubahan penebalan kapsula bowman, ggn permeabilitas terhadap

zat yg difiltrasi, nefron terjadi penurunan jumlah dan atrofi. Fungsi ginjal tidak terjadi

penurunan.

9. Sistem kulit dan integumen

Atrofi dari epidermis, kelenjar keringat, folikel rambut, berubahnya pigmentasi (penipisan

kulit, warna kulit berubah dan pigmentasi yg tidak merata)

Kuku menipis dan mudah patah

Rambut rontok sampai terjadi kebotakan.

Lemak subkutan berkurang menyebabkan berkurangnya bantalan kulit, berakibat daya tahan

terhadap tekanan dan perubahan suhu menjadi berkurang.

Penipisan kulit (kulit mudah terluka, dekubitus, hipo-hipertermia, dan infeksi kulit)

11. Sistem saraf pusat dan otonom

Page 14: 95014048-geriatri

Penurunan berat otak sekitar 10 % pada penuaan (30 - 70 th). Meningen menebal, giri dan

sulci otak berkurang kedalamannya.

Penebalan tunika intima dan tunika media sehingga terjadi gangguan vaskularisasi otak (TIA,

stroke, demensia vaskuler)

Degenerasi pigmen substansia nigra, vaskularisasi menurun pd daerah hipotalamus

menyebabkan terjadinya ggn saraf otonom

12. Infeksi

Pada usia lanjut timus mengalami resorbsi, jumlah sel T dan sel B tidak berubah, terjadi

perubahan rangsangan terhadap stimuli, pembentukan autoantibodi meningkat, pengenalan

dan penyerangan terhadap sel tumor menurun, makrofag dan imunitas bawaan menurun

INSTABILITAS POSTURAL

lnstabilitas postural / jatuh adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan pusat

kekuatan anti gravitasi pada dasar penyanggah tubuh (misalnya, kaki saat berdiri), atau

memberi respon secara cepat pada setiap perpindahan posisi atan keadaan statis. Faktor risiko

yang melatar belakangi terjadinya jatuh adalah faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor

intrinsik terbagi dua sistemik (pneumonia, hipatensi ortostatik, hiponatremi, gagal jantung,

infeksi saluran kemih) dan lokal (OA servikal, OA gem, Benign Paroxiysmal Positional

Vertigo (BPPV), gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, kelemahan otot tungkai

bawah).

Jatuh memiliki penyulit yang cukup serius, mulai dari cedera ringan sampai fraktur

femur. Dengan mengetahui faktor risiko jatuh sedini mungkin, maka kita dapat mencegah

terjadinya jatuh dan penyulitnya.

Lansia mengalami kemunduran atau perubahan morfologis pada otot yang

menyebabkan perubahan fungsional otot, yaitu terjadi penurunan kekuatan dan kontraksi otot,

elastisitas dan fleksibilitas otot, serta kecepatan dan waktu reaksi. Penurunan fungsi dan

kekuatan otot akan mengakibatkan keseimbangan tubuh lansia. Lansia merupakan kelompok

umur yang paling beresiko mengalami gangguan keseimbangan postural. Ada beberapa hal

Page 15: 95014048-geriatri

yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan postural, diantaranya adalah efek penuaan,

kecelakaan, maupun karena faktor penyakit. Namun dari tiga hal ini, faktor penuaan adalah

faktor utama penyebab gangguan keseimbangan postural pada lansia. Menurut Kane jika

keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat meningkatkan resiko jatuh

pada lansia.

Penurunan keseimbangan postural akibat penurunan kekuatan otot dapat ditingkatkan

dengan melakukan latihan fisik yang berguna untuk menjaga agar fungsi otot dan postur

tubuh tetap baik. Salah satu olahraga yang direkomendasikan untuk peningkatan

keseimbangan postural lansia adalah latihan Balance Exercise. Tetapi sampai saat ini

pengaruh latihan balance exercise terhadap keseimbangan postural lansia masih perlu

penjelasan.

Gangguan keseimbangan postural merupakan hal yang sering terjadi pada lansia. Jika

keseimbangan postural lansia tidak dikontrol, maka akan dapat meningkatkan resiko jatuh.

Penurunan kemampuan mempertahankan keseimbangan postural atau Penuaan dapat

menyebabkan perubahan fisiologis sistem muskuloskeletal yang bervariasi. Salah satu

diantaranya adalah perubahan struktur otot, yaitu penurunan jumlah dan ukuran serabut otot

(atrofi otot). Dampak perubahan morfologis pada otot ini dapat menurunkan kekuatan otot.

Atrofi serabut otot dapat menyebabkan seseorang bergerak menjadi lamban. Penurunan

kekuatan otot ekstrimitas bawah dapat mengakibatkan kelambanan gerak, langkah yang

pendek, kaki tidak dapat menapak dengan kuat dan lebih gampang goyah. Penurunan

kekuatan otot juga menyebabkan terjadinya penurunan mobilitas pada lansia. Karena

kekuatan otot merupakan komponen utama dari kemampuan melangkah, berjalan dan

keseimbangan.

Mobilitas yang baik dapat diperoleh dengan melakukan latihan fisik yang berguna

untuk menjaga agar fungsi sendi-sendi dan postur tubuh tetap baik. Latihan dilakukan secara

bertahap, disesuaikan dengan kemampuan lansia. Beberapa ahli yaitu Burbank, Butler,

Evans, Nied & Franklin dan Wilmore meresepkan olahraga bagi lansia adalah olahraga yang

berunsur memadukan gerak untuk melatih keseimbangan, dengan pembebanan yang memacu

kekuatan otot, peregangan untuk meningkatkan kelenturan badan, dan kontraksi otot-otot

badan. Salah satu jenis olahraga yang direkomendasikan untuk meningkatkan keseimbangan

postural lansia adalah latihan balance exercise. Latihan balance exercise melibatkan

Page 16: 95014048-geriatri

beberapa flexion, hip flexion, hip extention, knee flexion, dan side leg raise. Gerakan-gerakan

ini berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot pada anggota tubuh bagian bawah (lower-

exercise) yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan keseimbangan postural pada lansia.

Penyebab gangguan keseimbangan postural adalah gangguan pada sistem sensorik,

gangguan pada sistem saraf pusat (SSP), gangguan kognitif, maupun gangguan pada system

muskuloskeletal. Ganggguan pada sistem sensorik adalah gangguan penglihatan (visus) dan

pendengaran. Gangguan penglihatan yang dimaksud meliputi presbiop, kelainan lensa mata

(refleksi lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan dalam mata yang

meninggi (glaukoma), dan radang saraf mata. Gangguan pendengaran meliputi kelainan

degenerative (otosklerosis) dan ketulian, yang seringkali dapat menyebabkan kekacauan

mental. Gangguan pada sistem muskuloskeletal betul-betul berperan besar terjadinya jatuh

terhadap lanjut usia (faktor murni milik lanjut usia). Atrofi otot yang terjadi pada lansia

menyebabkan penurunan kekuatan otot, terutama otot-otot ekstrimitas bawah. Kelemahan

otot ekstremitas bawah ini dapat menyebabkan gangguan keseimbangan postural, sehingga

dapat mengakibatkan kelambanan bergerak, langkah pendek-pendek, penurunan irama, kaki

tidak dapat menapak dengan kuat dan cenderung tampak goyah, susah atau terlambat

mengantisipasi bila terjadi gangguan seperti terpeleset dan tersandung. Beberapa indikator ini

dapat meningkatkan resiko jatuh pada lansia.

Teori yang dikemukakan oleh American College of Sport Medicine, latihan yang

dapat meningkatkan kekuatan otot yang pada akhirnya akan meningkatkan keseimbangan

postural lansia dapat dilakukan 3-4 minggu latihan dengan frekuensi 3 kali seminggu.Sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Nyman (2007) bahwa latihan (balance exercise) dapat

menimbulkan adanya kontraksi otot. Selanjutnya teori dari Guyton (1997) menjelaskan ketika

otot sedang berkontraksi, sintesa protein kontraktil otot berlangsung jauh lebih cepat daripada

kecepatan penghancurannya, sehingga menghasilkan filamen aktin dan miosin yang

bertambah banyak secara progresif di dalam miofibril. Kemudian miofibril itu sendiri akan

memecah di dalam setiap serat otot untuk membentuk miofibril yang baru. Peningkatan

jumlah miofibril tambahan yang menyebabkan serat otot menjadi hipertropi. Dalam serat otot

yang mengalami hipertropi terjadi peningkatan komponen system metabolisme fosfagen,

termasuk ATP dan fosfokreatin. Hal ini mengakibatkan peningkatan kemampuan sistem

metabolik aerob dan anaerob yang dapat meningkatkan energi dan kekuatan otot.

Page 17: 95014048-geriatri

Peningkatan kekuatan otot inilah yang membuat lansia semakin kuat dalam menopang tubuh

dan melakukan gerakan.

POLIFARMASI

Polifarmasi berarti pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari yang

dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan diagnosis yang diperkirakan. Istilah ini

mengandung konotasi yang berlebihan, tidak diperlukan, dan sebagian besar dapat

dihilangkan tanpa mempengaruhi outcome penderita dalam hasil pengobatannya. Ia

mengandung juga pengertian mubazir, sehingga meninggikan biaya pengobatan, tanpa

justifikasi profesional. Yang lebih penting lagi ialah bahwa diantara demikian banyak obat

yang ditelan pasti terjadi interaksi obat yang sebagian dapat bersifat serius dan sering

menyebabkan hospitalisasi atau kematian. Kejadian ini lebih sering terjadi pada pasien yang

sudah berusia lanjut yang biasanya menderita lebih dari satu penyakit. Penyakit utama yang

menyerang lansia ialah hipertensi, gagal jantung dan infark serta gangguan ritme jantung,

diabetes mellitus, gangguan fungsi ginjal dan hati. Juga terdapat berbagai keadaan yang khas

dan sering mengganggu lansia seperti gangguan fungsi kognitif, keseimbangan badan,

penglihatan dan pendengaran. Semua keadaan ini menyebabkan lansia memperoleh

pengobatan yang banyak jenisnya. Bila semua obat memang benar dibutuhkan, hal ini tidak

digolongkan sebagai polifarmasi, walaupun berbedaan antara memakai banyak obat

bersamaan (multiple medications) dan polifarmasi tidak selalu jelas. Agaknya dewasa ini

polifarmasi sudah diartikan pemakaian banyak jenis obat secara umum dan arti spesifik

seperti dijelaskan diatas sudah agak kabur. Bila dipersoalkan jumlah berapa dapat dianggap

sebagi polifarmasi, sulit disebutkan angka, karena itu pengertian umum agak kurang baik

karena tidak membedakan penggunaan lebih dari satu obat yang memang ditopang dengan

bukti penelitian (hipertensi, diabetes, payah jantung) dan tidak dianggap ‘redundant’,

walaupun interaksi dan efek samping masih merupakan issue. Sehingga dalam arti asalnya

terdapat unsur mubazir (tidak perlu dan merugikan) yang memang merupakan masalah yang

ada, karena dalam keadaan multipatologis perlu dipakai lebih banyak obat (diperlukan dan

ditopang evidence).

Sistem memberi obat di rumah sakit sangat liberal, setiap dokter/konsultan memeriksa

pasien dan menuliskan pendapatnya di status serta pengobatannya. Bila 5 konsultan yang

Page 18: 95014048-geriatri

memeriksanya, maka boleh dipastikan bahwa pasien harus menelan 5 kali 5-6 obat (belum

yang disuntikkan), yaitu 25-30 obat-jadi sekaligus, sering beberapa kali sehari. Tidak ada

dokter dalam “team” yang diberi hak dan kuasa untuk mempertanyakan dan

menyederhanakan skema pengobatan ini dalam suatu sistem. Studi di rumah sakit di New

Castle, NSW, Australia menunjukkan bahwa 30% dari lansia menerima 6-10 jenis obat, dan

13% menerima lebih dari 10 jenis setiap harinya.

Interaksi Farmakokinetik

Fungsi Ginjal. Perubahan paling berarti dalam menapak usia lanjut ialah

berkurangnya fungsi ginjal dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat

penyakit ginjal atau kadar kreatininya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering

berkurang, dengan akibat perpanjangan atau intensitas kerjanya. Obat yang mempunyai half-

life panjangn perlu diberi dalam dosis lebih kecil bila efek sampingnya berbahaya. Dua obat

yang sering diberikan kepada lansia ialah glibenklamid dan digoksin. Glibenklamid, obat

diabetes dengan masa kerja panjang (tergantung besarnya dosis) misalnya, perlu diberikan

dengan dosis terbagi yang lebih kecil ketimbang dosis tunggal besar yang dianjurkan

produsen. Digoksin juga mempunyai waktu-paruh panjang dan merupakan obat lansia yang

menimbulkan efek samping terbanyak di Jerman karena dokter Jerman memakainya

berlebihan, walaupun sekarang digoksin sudah digantikan dengan furosemid untuk mengobati

payah jantung sebagai first-line drug. Karena kreatinin tidak bisa dipakai sebagai kriteria

fungsi ginjal, maka harus digunakan nilai creatinine-clearance untuk memperkirakan dosis

obat yang renal-toxic, misalnya aminoglikoside seperti gentamisin. Penyakit akut seperti

infark miokard dan pielonefritis akut juga sering mengurangkan fungsi ginjal dan ekskresi

obat.

Dalam setiap keadaan kita perlu memakai dosis lebih kecil bila dijumpai penurunan

fungsi ginjal, khususnya bila memberi obat yang mempunyai batas keamanan yang semoit.

Alopurinol dan petidin, dua obat yang sering digunakan pada lansia memproduksi metabolit

aktif, sehingga kedua obat ini juga perlu diberi dalam dosis lebih kecil pada lansia. Daftar

interaksi obat sangat panjang, namun tidak semuanya klinis penting. Di lain pihak pengaruh

interaksi kinetik sulit diperkirakan karena selalu akan timbul fenomen baru dengan adanya

obat baru ataupun lama. Pharmacovigilance merupakan cara paling ampuh hingga kini untuk

mempelajari interaksi baru, karena 69% sebenarnya dapat diprediksi dan dihindarkan.

Page 19: 95014048-geriatri

Fungsi Hati. Penurunan fungsi hati tidak sepenting penurunan fungsi ginjal. Hal ini

disebabkan karena hati memiliki kapasitas yang lebih besar, sehingga penurunan fungsi tidak

begitu berpengaruh. Ini tentu terjadi hingga suatu batas. Batas ini lebih sulit ditentukan

karena peninggian nilai ALT tidak seperti penurunan creatinine-clearance. ALT tidak

mencerminkan fungsi tetapi lebih merupakan marker kerusakan sel hati dan karena kapasitas

hati sangat besar, keruakan sebagian sel dapat diambil alih oleh sel-sel hati yang sehat. ALT

juga tidak bisa dipakai sebagai parameter kapan perlu membtasi obat tertentu. Hanya anjuran

umum bisa diberlakukan bila ALT melebihi 2-3 kali nilai normal sebaiknya mengganti obat

dengan yang tidak dimetabolisme oleh hati. Ini merupakan kehati-hatian dan bukan

kontraindikasi absolut. Memakai metilpredisolon misalnya merupakan contoh, karena

prednison dimetabolisme menjadi perdnisolon oleh hati. Hal ini tidak begitu perlu untuk

dilakukan bila dosis prednison normal atau bila hati berfungsi normal. Kejenuhan

metabolisme oleh hati bisa terjadi bila diperlukan bantuan hati untuk metabolisme dengan

obat-obat tertentu. Suatu daftar terbatas yang diambil random dari suatu kepustakaan menurut

relevansinya ialah: alopurinol, amoksisilin-asam klavulanat (untuk komponen klavulanat),

flukloksasilin, klorpromazine, clonazepam, diazepam, dekstrometorfan, eritromisin,

flukonazol, metformin, metoklopramid, morfin, ofloksasin, fenitoin, rifampisin,

kotrimoksasol, valproic acid, dan warfarin. Dalam hal ini lansia akan dipaparkan kepada

risiko yang lebih besar; misalnya suatu studi menganjurkan flukloksasilin diberikan dengan

hati-hati pada orangtua diatas 55 tahun karena pemberian jangka panjang (lebih dari 1

minggu) menimbulkan frekuensi hepatitis naik mencolok. Perlu ditambahkan bahwa

flukloksasilin adalah obat terpilih untuk infeksi dengan Staphylococcus aureus seperti

furunkel atau karbunkel.

First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-binding) berpengaruh penting

secara farmakokinetik. Obat yang diberikan oral diserap oleh usus dan sebagian terbesar akan

melalui V. porta dan langsung masuk ke hati sebelum memasuki sirkulasi umum. Hati akan

melakukan metabolisme obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat

mengurangi kadar plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang kemudian ditemukan dalam

plasma merupakan bioavailability suatu produk yang dinyatakan dalam prosentase dari dosis

yang ditelan. Obat yang diberi secara intra-vena tidak akan melalui hati dahulu tapi langsung

masuk dalam sirkulasi umum. Karena itu untuk obat-obat tertentu yang mengalami first-pass

effect dosis IV sering jauh lebih kecil daripada dosis oral.

Page 20: 95014048-geriatri

Protein-binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat yang diikat banyak oleh

protein dapat digeser oleh obat lain yang berkompetisi untuk ikatan dengan protein seperti

aspirin, sehingga kadar aktif obat pertama meninggi sekali dalam darah dan menimbulkan

efek samping. Warfarin, misalnya, diikat oleh protein (albumin) sebanyak 99% dan hanya 1%

merupakan bagian yang bebas dan aktif. Proses redistribusi menyebabkan 1% ini

dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian diberi aspirin yang 80-90% diikat oleh

protein, aspirin menggeser ikatan warfarin kepada protein sehingga kadar warfarin-bebas

naik mendadak, yang akhirnya menimbulkan efek samping perdarahan spontan. Aspirin

sebagai antiplatelet juga akan menambah intensitas perdarahan. Inipun bisa terjadi dengan

aspirin yang mempunyai waktu-paruh plasma hanya 15 menit. Banyak obat geser-menggeser

dalam proses protein-binding bila beberapa obat diberi bersamaan. Sebagian besar mungkin

tidak berpengaruh secara klinis, tetapi untuk obat yang batas keamanannya sempit dapat

membahayakan penderita.

Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik antara dua obat (atau lebih) lebih mudah diperkirakan

dibandingkan interaksi kinetik. Dengan mengenal mekanisme kerja obat pada organ mudah

bisa diramalkan apa yang akan terjadi secara dinamik bila obat dikombinasi. Biasanya ini

ditimbulkan karena reseptornya dirangsang (atau dihambat) berbarengan oleh dua obat yang

mempengaruhi organ secara sama. Misalnya atropin dan CTM akan bersinergi menimbulkan

mulut kering lebih hebat karena CTM juga memiliki efek antikolinergik (atropinik) yang

kuat. Namun, usia lanjut dapat menyebabkan respons reseptor obat dan target organ berubah,

sehingga sensitivitas terhadap efek obat menjadi lain. Ini menyebabkan bahwa kadang-

kadang dosis harus disesuaikan dan sering berarti “dikurangi”. Misalnya opiod dan

benzodiazepin menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap susunan saraf pusat.

Benzodiazepin dalam dosis “normal” dapat menimbulkan rasa ngantuk dan tidur

berkepanjangan. Antihistamin sedatif seperti klorfeniramin maleat (CTM) juga perlu diberi

dalam dosis lebih kecil (tablet 4 mg memang terlalu besar) pada lansia. Mekanisme

kompensatoir seperti terhadap baroreseptor biasanya kurang sempurna pada usia lanjut,

sehingga obat antihipertensi seperti prazosin, suatu α1 adrenergic blocker, dapat

menimbulkan hipotensi ortostatik; antihipertensi lain, diuretik furosemide dan antidepresan

trisiklik dapat juga menyebabkannya.

Page 21: 95014048-geriatri

GANGGUAN FUNGSI KOGNITIF

Delirium

Merupakan onset yang cepat dari berkurangnya kejernihan kesadaran dan kognisi yang

disertai dengan konfusi (kekacauan), disorientasi, serta defisit dalam ingatan dan bahasa.

Kriteria menurut DSM-IV-TR:

• Gangguan kesadaran dengan kemampuan yang berkurang untuk memfokuskan,

mempertahankan atau mengalihkan perhatian

• Perubahan dalam kognisi (misalnya defisit ingatan atau disorientasi) yang bukan

merupakan akibat demensia.

• Gangguan berkembang dalam jangka waktu pendek dan berfluktuasi sepanjang hari.

• Ada bukti fisiologis sebagai dasarnya.

Subtipe Delirium:

1. Delirium due to general medical condition : Delirium akibat kondisi medis umum,

termasuk gangguan kesadaran/berkurangnya kesadaran terhadap lingkungan dan

perubahan dalam kemampuan kognitif seperti ingatan dan ketrampilan bahasa, yang

terjadi dalam jangka waktu pendek dan diakibatkan kondisi medis umum.

2. Substance induced delirium : Delirium diinduksi substansi.

3. Delirium due to multiple etiologies : Delirium akibat etiologi berganda

4. Delirium not otherwise specified : Delirium tak tergolongkan.

Terapi Delirium:

- menghentikan penggunaan obat yang menyebabkan delirium

- pemberian nutrisi yang baik

- terapi suportif

- jika perlu dikekang dengan alat pengekang, namun jika kondisi membaik harus segera

dilepas

Page 22: 95014048-geriatri

Demensia

Onset gradual dari memburuknya fungsi otak yang melibatkan kehilangan ingatan,

ketidakmampuan mengenali berbagai objek(agnosia) atau wajah (facial agnosia), dan

kesulitan dalam merencanakan dan penalaran abstrak. Keadaan ini berhubungan dengan

frustrasi dan kehilangan semangat.

Demensia tipe Alzheimer

Onset yang terjadi secara gradual dari defisit kognitif yang disebabkan oleh penyakit

Alzheimer, pada prinsipnya dapat diidentifikasi dari ketidakmampuan penderita untuk

mengingat materi-materi baru atau yang sebelumnya telah dipelajari, merupakan bentuk

demensia yang paling umum.

Penyakit Alzheimer:

Penyakit cortex cerebral yang aneh, yang manifes dalam bentuk hendaya ingatan yang

bersifat progresif dan masalah perilaku serta kognitif yang lain, termasuk sifat curiga

(kepikunan pada orang lanjut usia bentuk atipikal), ditemukan oleh Psikiater Jerman: Alois

Alzheimer.

Kriteria penyakit Alzheimer:

• Defisit kognitif majemuk, termasuk hendaya ingatan dan paling tidak salah satu

gangguan berikut: afasia (hendaya atau kehilangan kemampuan bahasa), apraksia

(fungsi motorik yang terhendaya), agnosia (ketidakmampuan mengenali objek), atau

gangguan dalam fungsi eksekutif (misal mengurutkan, merencanakan).

• Hendaya signifikan dalam fungsi, yang melibatkan terjadinya penurunan dari tingkat

sebelumnya

• Onsetnya bersifat gradual dan terjadi penurunan kognisi yang terus berkelanjutan.

• Demensia Vaskuler

Gangguan otak progresif yang melibatkan hilangnya fungsi kognitif yang disebabkan

tersumbatnya aliran darah ke otak. Munculnya konkuren (bersamaan) dengan tanda atau

gejala neurologis lain.

Page 23: 95014048-geriatri

• Penyakit-penyakit yang menyebabkan demensia

1. HIV-1 : Human immunodeficiency virus-type-1, menyebabkan AIDS dan dapat

menyebabkan demensia.

2. Trauma kepala

3. Penyakit Parkinson : Gangguan otak degeneratif yang pada prinsipnya

mempengaruhi performa motorik, misalnya tremor, postur tubuh membungkuk),

yang berhubungan dengan reduksi dopamin.

4. Penyakit Huntington : Gangguan genetik yang ditandai oleh gerakan anggota

badan di luar kehendak dan berkembang ke arah demensia.

5. Penyakit Pick : Gangguan neurologis yang jarang dan mengakibatkan onset dini

demensia.

6. Penyakit Creutzfeldt-Jakob : Kondisi yang amat jarang yang mengakibatkan

demensia.

7. Hidrosefalus

8. Hipotiroidisme

9. Tumor otak

10. Defisiensi vitamin B12.

Terapi Demensia:

- terapi medikasi untuk mengurangi cemas, depresi, menstabilkan mood

- pengaturan lingkungan dengan jam yang besar, kalender besar, alat-alat yang

berbahaya jangan didekatkan pada penderita.

Gangguan Amnestik

Merupakan kemunduran dalam kemampuan mentransfer informasi dari ingatan

jangka pendek ke ingatan jangka panjang, tanpa adanya gejala2 demensia lain, sebagai akibat

trauma kepala atau penyelahgunaan obat.

Page 24: 95014048-geriatri

Bentuk yang paling sering dijumpai adalah sindroma Wernicke-Korsakoff, gangguan

ingatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan obat.

Terapi Amnesia:

Terapi suportif, menghadirkan objek-objek yang dapat memulihkan ingatan.