82829061 Referat Non Hormonal Contraception
-
Upload
ulhy-yuliana-diadi -
Category
Documents
-
view
219 -
download
2
description
Transcript of 82829061 Referat Non Hormonal Contraception
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan………………………………………………...……………………………..3
BAB II. METODE KONTRASEPSI
2.1. Koitus interuptus………………………………………………………………………….6
2.2. Rhythm method……………………………………………………………………………6
2.2.1 Rhythm method menurut kalender……………………………………………….7
2.2.2 Rhythm method menurut temperature……………………………………………8
2.2.3 Rhythm method menurut lender serviks…………………………………………9
2.2.4 Metode simptotermal………………………………………………………9 – 10
2.3. Barrier method…………………………………………………………………………..10
2.3.1. Kondom pria………………………………………………………...……10 – 12
2.3.2 Kondom wanita…………………………………………………………...12 – 13
2.3.3. Spermisida…………………………………………………………..…………14
2.3.4 Diafragma…………………………………………………………………..15-16
2.4. IUD………………………………………………………………………………………16
2.4.1. IUD Copper (ParaGard T380A) ………………………………………………17
2.4.2. IUD Levonorgestrel (Mirena) ………………………………………………...17
2.4.3 Mekanisme Kerja………………………………………………………………18
2.4.4 Keuntungan…………………………………………………………………….18
2.4.5. Efek samping……………………………………………………………….….18
2.4.6. Perforasi Uterus dan Aborsi…………………………………………………...18
2.4.7. Kram dan perdarahan……………………………………………………….…19
2.4.8. Menorrhagia……………………………………………………………….…..19
1 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.4.9. Infeksi………………………………………………………………………….19
2.4.10 Kehamilan dengan IUD intra uteri……………………………………………20
2.4.11 Kehamilan Ektopik……………………………………………………………20
2.4.12 Kontraindikasi………………………………………………………………...20
2.4.13 Prosedur Pemasangan IUD………………………………………………21 – 24
2.4.14. Pengeluaran IUD……………………………………………………………..24
2.4.15. Expulsi dari IUD……………………………………………………………..24
2.5. Sterilisasi………………………………………………………………………………...25
2.5.1. Sterilisasi pada wanita…………………………………………………………25
2.5.2. Sterilisasi pada saat Nifas……………………………………………………...25
2.5.3. Prosedur Sterilisasi……………………………………………………….25 – 27
2.5.4. Tingkat kegagalan………………………………………………………..27 – 28
2.5.5. Sterilisasi diluar nifas………………………………………………………….28
2.5.6. Tingkat kegagalan……………………………………………………………..28
2.5.7. Komplikasi & Efek lain sterilisasi…………………………………………….28
2.5.8. Reversal dari Sterilisasi tuba…………………………………………………..29
2.5.9. Sterilisasi pada laki – laki………………………………………………...29 – 30
2.5.10. Komplikasi & Efek lain sterilisasi…………………………………………...30
2.5.11. Reversal dari Vasektomi……………………………………………………..31
BAB III. KESIMPULAN
3.1 Kesimpuan……………………………………………………………………………......31
BAB V. DAFTAR PUSTAKA
5.1 Daftar Pustaka……………………….………………..………………………………….32
2 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
I.Pendahuluan
Praktek kontrasepsi sudah dilakukan oleh manusia selama berabad – abad. Terdapat
catatan setua 1850 BC dimana kotoran buaya dan adonan yang di fermentasi digunakan
sebagai upaya untuk mencegah kehamilan. Kemungkinan besar campuran kedua bahan
tersebut membuat suatu lingkungan yang hostile bagi sperma dalam vagina. Kemudian pada
abad kedua di Roma, Soranus Efeseus menciptakan ramuan suatu ramuan yang bersifat asam
dari buah – buahan, kacang – kacangan dan wol yang ditempatkan pada os servikal untuk
menciptakan sebuah barrier bagi sperma.
Saat ini, kontrasepsi sangat penting bila dilihat dari aspek global. Negara – negara
saat ini menghadapi krisis pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat yang mengancam
kelangsungan hidup manusia. Bila dilihat dari trend sekarang, jumlah penduduk dunia akan
berlipat ganda dalam 40 tahun, dan di negara yang mempunyai sosio-ekonomi yang rendah,
populasi akan berlipat ganda dalam waktu kurang dari 20 tahun. Pada skala yang yang lebih
kecil, kontrol yang efektif bagi seorang wanita dapat berkontribusi pada rasa kesejahteraan
dia dan kemampuan wanita tersebut dalam mencapai tujuan individu dia.
Pilihan pasien terhadap metode kontrasepsi melibatkan faktor seperti efektivitas,
keamanan, manfaat tambahan dari kontrasepsi, biaya dan pertimbangan pribadi.1,2,4
3 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
II.Metode Kontrasepsi
Metode kontrasepsi yang pada umumnya digunakan adalah:
1. Kontrasepsi steroid oral
2. Kontrasepsi steroid injeksi
3. Kontrasepsi transdermal
4. ASI eksklusif
5. Koitus interuptus
6. Rhythm method
7. Barrier method
8. IUD
9. Sterilisasi permanen
Pada table dibawa kita dapat melihat data pengunaan berbagai metode kontrasepsi di
Amerika Serikat pada tahun 1995.2
4 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Pada table dibawa kita dapat melihat efektivitas dari berbagai metode kontrasepsi pada tahun
pertama dalam mencegah kehamilan.
5 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.1. Koitus interuptusKoitus interuptus melibatkan penarikan seluruh penis dari vagina sebelum ejakulasi.
Fertilisasi dicegah oleh kurangnya kontak antara spermatozoa dan sel telur. Metode ini masih
sering digunakan pada negara berkembang. Metode ini mempunyai tingkat kehamilan yang
tidak diinginkan sekitar 20%.1
2.2. Rhythm method
Oleh karena sel telur manusia pada umumnya dapat di fertilisasi oleh sperma dalam
jangka waktu sekitar 12 – 24 jam setelah ovulasi, maka metode ini mempunyai daya tarik
yang khusus sebagai metode kontrasepsi. Metode ini dapat dibagi pada umumnya dalam 4
tipe yaitu:
1. Rhythm method menurut kalender
2. Rhythm method menurut temperatur
3. Rhythm method menurut lender serviks
4. Metode simptotermal1
6 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.2.1 Rhythm method menurut kalender
Ovulasi pada umumnya terjadi sekitar 14 hari sebelum dimulainya periode menstruasi
berikutnya. Sayangnya ini tidak selalu terjadi 14 hari setelah onset dari periode menstruasi
terakhir. Ini terlihat pada kasus dimana siklus haid seorang wanita melebihi 28 hari. Metode
ini dapat berlaku pada wanita dimana siklus menstruasinya teratur. Metode ini mempunyai
tingkat kehamilan yang tidak diinginkan antara 5 – 40 per 100 wanita atau 20%. 3,4
7 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.2.2 Rhythm method menurut temperatur
Metode ini bergantung pada perubahan pada temperatur yang berkelanjutan
(peningkatan sekitar 0.25 – 0.5 0C.) pada suhu basal tubuh yang diukur pagi hari yang
biasanya terjadi sebelum ovulasi. Metode ini jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan
metode kalender. Agar metode ini efektif, seorang wanita harus pantang dari hubungan
seksual dari hari pertama menstruasi sampai hari ke 3 setelah kenaikan suhu tubuh. Dengan
kepatuhan kehamilan yang tidak diingakan adalah sekitar 2% pada tahun pertama.3,4
8 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.2.3 Rhythm method menurut lender serviks
Metode ini yang juga disebut ‘Metode Billings’, bergantungan pada kesadaran
seorang wanita terhadap vaginanya yang ‘kering’ atau ‘basah.’ Ini adalah konsekuensi dari
perubahan dalam jumlah dan kualitas lender serviks pada waktu yang berbeda dalam siklus
menstruasi. Pantang dari hubungan seksual dimuali dari hari pertama menstruasi sampai 4
hari setelah lender stretchy diidentifikasi. Dengan kepatuhan, kehamilan yang tidak diingakan
adalah sekitar 3% pada tahun pertama.3,4
2.2.4 Metode simptotermal
Metode ini menggabungkan 3 metode diatas untuk memperkirakan waktu ovulasi.
Meskipun metode ini lebih kompleks untuk dielajari dan diterapkan, ini tidak meningkatkan
efektivitas dari metode ini dibandingkan metode – metode rhythm lain menurut studi.
9 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Metode – metode seperti koitus interuptus dan rhythm metod mempunyai beberapa pro dan
kontra. Yaitu:
Pro
Tidak memerlukan biaya tambahan
Tidak menggunakan alat apapun
Tidak melibatkan kimia atau hormone eksogen
Kesuburan segera kembali dengan penghentian pengunaan1
Kontra
Memerlukan disiplin yang ketat
Tidak melindungi dari IMS1,2,3,4
2.3. Barrier method
Pada umumnya metode ini terdiri dari barrier fisik atau kimia.
2.3.1. Kondom pria
Kondom menyediakan kontrasepsi yang efektif, dan tingkat kegagalan pada pasangan
yang termotivasi serendah 3 – 4 per 100 pasangan. Namun, umumnya pada tahun pertama,
tingkat kegagalan lebih tinggi. Ketika digunakan dengan benar, kondom memberikan
perlindungan yang cukup besar, namun tidak absolut terhadap berbagai penyakit IMS
misalnya HIV, gonore, sifilis, herpes, klamidia dan trikomoniasis. Kondom juga dapat
mencegah perubahan pramaligna, kemungkinan dengan cara menghalangi transmisi HPV.
Oleh karena CDC merekomendasikan kondom bagi pasangan berisiko terinfeksi HIV,
termasuk mereka yang mempunyai pasangan seks multiel, penggunaan dari kondom
meningkat secara eksponensial sejak pertengahan 1980-an.
Secara teoritis efektivitas kontrasepsi dari kondom pria ditingkatkan dengan
adanya ujung reservoir dan dengan penambahan pelumas spermisida ke kondom. Pelumas
yang digunakan harus berbasis air, karena produk berbasis minyak merusak lateks pada
kondom dan diafragma.1
10 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Speroff dan Darney (2001) menegaskan langkah – langkah yang penting untuk memastikan
efektivitas kondom maksimal.
Harus digunakan dengan setiap tindakan koitus
Pemakaian kondom harus terjadi sebelum kontak penis dan vagina
Kondom harus dilepaskan pada saat penis masih dalam keadaan ereksi
Dasar kondom harus dipegang saat kondom dilepaskan
Spermisida pada kondom atau intravaginal digunakan.
11 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Beberapa individu sensitive terhadap lateks. Kondom yang terbuat dari usus domba cukup
efektif, tetapi mereka tidak memberikan perlindungan dari infeksi. Kondom terbuat dari
Poliuretana efektif dalam mencegah IMS namun mempunyai lebih mudah robek dan lepas.3
2.3.2 Kondom wanita
Kondom wanita merupakan selubung poliuretan dengan sebuah cincin poliuretan yang
fleksibel pada tiap ujungnya. Cincin yang tetap terbuka digunakan pada bagian
luar vagina, sedangkan cincin yang tertutup dipasang di bawah simfisis seperti diafragma.
Telah dilakukan uji in vitro yang telah membuktikan bahwa kondom melindungi pengguna
dari HIV, virus sitomegalo, dan virus hepatitis B. Ini memiliki tingkat kerusakan 0.6%.
Tingkat kehamilan lebih tinggi dibandingkan dengan kondom laki-laki.
12 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
13 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.3.3. Spermisida
Kontrasepsi ini dipasarka dalam berbagai bentuk; krim, jeli, film atau busa dalam wadah
aerosol. Kontrasepsi ini digunakan secara luas di Amerika Serikat. Spermisida berguna
terutama bagi perempuan yang membutuhkan perlindungan sementara, misalnya selama
minggu pertama setelah memulai kontrasepsi atau saat menyusui. Spermisida pada umum
dapat didapatkan tanpa resep. Biasanya spermisida bekerja dengan memberikan barrier fisik
terhadap penetrasi sperma dengan efek spermisida kimiawi. Bahan dalam spermisida adalah
nonoxynol-9 atau octoxynol-9. Spermisida harus dimasukan kedalam vagina dan berkontak
dengan serviks sebelum hubungan seksual. Durasi efektivitas maksimal biasanya tidak lebih
dari 1 jam. Setelah 1 jam, spermisida mesti dimasukkan kembali sebelum hubungan
berikutnya. Douching harus dihindari selama 6 jam setelah hubungan seksual. Dengan
penggunaan konsisten dan benar, kehamilan yang tidak diingakan adalah sekitar 5 – 12
kehamilan per 100 wanita. Spermisida yang saat ini diedarakan dapat memberikan
perlindungan parsial terhadap beberapa infeksi, misalnya gonorrhea. Spermisida tidak
bersifat teratogenik.1
14 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.3.4 Diafragma
Diafragma terdiri dari karet bundar yang ditopang oleh sebuah lingkaran terbuat dari
besi yang dapat meregang. Diafragma sangat efektif bila digunakan dalam kombinasi dengan
spermisida. Spermisida diterapkan pada bagian tepi maupun bagian tengah. Diafragma lalu
ditempatkan dalam vagina sehingga serviks, forniks vagina dan bagian anterior vagina
‘terpisahkan’ dari sisa vagina dan penis. Jika diafragma terlalu kecil, diafragma dapat
terlepas. Apabila terlalu besar, tidak nyaman bagi pengguna apabila dipaksakan masuk.
Karena terdapat variabilitas dalam ukuran dan fleksibilitas harus ditentukan, diafragma hanya
tersedia dengan resep. Gabungan diafragma dan spermisida dapat dimasukan kedalam vagina
beberapa jam sebelum hubungan seksual, tetapi bila lebih dari 6 jam berlalu spermisida harus
ditambahkan atau juga pada saat hubungan berikutnya. Pelepasan dari diafragma dilakukan
setidaknya 6 jam setelah hubungan seksual untuk mencegah terjadinya kehamilan.1
15 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.4. IUD
IUD yang umumnya digunakan adalah ParaGard T380A dan Mirena yang
mengandung levonorgestrel. Statitik untuk kehamilan yang tidak diinginkan pada
tahun pertama adalah 0.6% untuk ParaGard T380A dan 0.1 % untuk Mirena.1,5
16 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.4.1. IUD Copper ( ParaGard T380A )
IUD ini terdiri dari polyethylene dan barium sulfat. Batang dari IUD digulung
oleh 314 mm2 kawat copper halus, dan masing-masing lengan memiliki gelang
copper 33m2. Terdapat 2 benang yang mengantung dari pangkal batang.
2.4.2. IUD Levonorgestrel (Mirena)
IUD ini melepaskan levonorgestrel ke dalam rahim secara konstan dengan dosis 20 g /
hari, yang mengurangi efek sistemik progestin. IUD ini memliki bentuk T yang terbuat dari
polietilen dan memiliki batang yang dibungkus dengan
campuran polydimethylsiloxane / levonorgestrel. Sebuah membran permeabel
mengelilingi campuran tersebut untuk mengatur laju pelepasan hormon.1,3,5
17 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.4.3 Mekanisme Kerja
Mekanisme dari IUD hingga sekarang belum didefinisikan secara akurat dan
merupakan subyek controversial. Salah satu teori adalah terjadinya gangguan pada saat
implantasi ovum yang telah terfertilisasi, namun ini bukan mekanisme kerja
utama. Respon inflamasi lokal yang intens yang diinduksi di dalam rahim, terutama oleh IUD
mengandung copper ,menyebabkan aktivasi lisosomal dan reaksi inflamasi lainnya yang
bersifat spermisida. Dalam keadaan dimana terjadi pembuahan reaksi inflamasi yang sama
ditujukan ke blastocyst. Ini menghasilkan efek dimana endometrium berubah menjadi sebuah
situs hostile yang untuk terjadinya implantasi. Penggunaan jangka panjang IUD dengan
progestin menyebabkan endometrium menjadi atrofik. Progestin dapat mengganggu penetrasi
sperma melalui lendir serviks yang menebal, dan mencegah terjadinya ovulasi, namun ini
tidak konsisten.
2.4.4 Keuntungan
IUD Mirena dapat mengurangi perdarahan pada saat menstruasi dan bahkan dapat
digunakan untuk mengobati menorrhagia. Selain itu, berkurangnya perdarahan sering
dikaitkan dengan penurunan dismenore. Secara keseluruhan, meskipun biaya yang lebih
tinggi dari IUD dibandingkan bentuk kontrasepsi yang lain, efektivitas jangka panjang
membuat mereka sebagai opsi yang bagus dengan bentuk kontrasepsi yang lain.
2.4.5. Efek samping
Penggunaan IUD mempunyai beberapa efek samping. Pada umumnya tidak terdapat
efek samping yang serius. Dengan penggunaan IUD yang berkepanjangan dan dengan usia
yang lebih lanjut, kehamilan yang tidak diinginkan, expulsi dari IUD, dan komplikasi
perdarahan menurun.
2.4.6. Perforasi Uterus dan Aborsi
Efek samping yang paling awal adalah keitika pemasangan IUD. Ini
termasuk perforasi uterus dan aborsi dari kehamilan yang tak terduga. Frekuensi komplikasi
18 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
ini tergantung pada keahlian operator dan tindakan pencegahan diambil untuk mendeteksi
kehamilan. Perforasi terjadi sekitar 1 per 1000 pemasangan.
2.4.7. Kram dan perdarahan
Kram dan perdarahan pada umumnya dapat terjadi setelah pemasangan IUD. Kram
dan perdarahan dapat berlangsung untuk waktu yang variabel. Kram dapat
diminimalkan dengan pemberian agen anti-inflamasi nonsteroid sekitar 1 jam
sebelum pemasangan IUD.Kram yang dialami pada waktu mens dengan menstruasi diobati
dengan cara yang sama.
2.4.8. Menorrhagia
Pengguna IUD ParaGard T380A pada umumnya memiliki kecenderungan perdarahan
2 kali lebih banyak pada saat menstruasi, dan ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi.
Kadar hemoglobin dan hematokrit dapat periksa setiap tahun. Di sisi lain, IUD Mirena
dikaitkan dengan amenore yang progresif.
2.4.9. Infeksi
Berbagai infeksi pelvis, dalam beberapa kasus yang fatal, telah dijelaskan dengan
pengunaan IUD. Ini termasuk aborsi septik, yang memerlukan kuretase sesegera
mungkin. Dengan adanya kecurigaan infeksi , IUD harus dikeluarkan, dan wanita
tersebut diobati dengan antimikrobial yang efektif. Karena risiko infeksi pelvis dan
kemungkin terjadi sterilitas, penggunaan IUD pada umumnya tidak dianjurkan bagi
perempuanyang lebih muda dari 25 tahun atau orang-orang dari paritas rendah.
Ada peningkatan risiko kecil untuk terjadinya infeksi pelvis sampai 20 hari pertama
setelah pemasangan IUD namun saat ini tidak ada konsensus mengenai
pemberian antimikrobial pada saat pemasangan IUD.oleh karena ini American College
of Obstetricians dan Gynecologists tidak merekomendasikan antibiotik profilaksis
dengan pemasangan IUD. Bila ada infeksi setelah 45 - 60 hari, ini dianggap IMS dan diobati
secara adekuat.
19 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.4.10 Kehamilan dengan IUD intra uteri
Semua wanita hamil dengan IUD harus diidentifikasi. Selama 14 minggu pertama
kehamilan, benang dari IUD pada umumnya dapat terlihat melalui serviks. Dan apabila dapat
dideteksi, maka IUD harus dikeluarkan. Tindakan ini mengurangi komplikasi seperti aborsi,
sepsis dan kehamilan prematur. Jika benang dari IUD tidak terlihat, upaya untuk
mengeluarkan IUD dapat mengakibatkan aborsi, namun beberapa praktisi telah berhasil
menggunakan ultrasonografi untuk membantu dalam pengeluaran IUD yang tidak
mempunyai bengan yang terlihat
2.4.11 Kehamilan Ektopik
Walaupun IUD dapat mencegah terjadinya kehamilan intra uteri, namun IUD tidak
menjaga terjadinya kehamilan ektopik.
2.4.12 Kontraindikasi
2.4.13 Prosedur Pemasangan IUD
20 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Waktu pemasangan dari IUD mempengaruhi posisi dan tingkat expulsi. Pemasangan
pada akhir menstruasi; ketika os serviks biasanya lebih dilatasi, dapat mempermudah
pemasangan IUD. Namun pemasangan IUD tidak terbatas pada jangka waktu ini.
Pemasangan dari IUD segera setelah persalinan diikuti oleh tingkat expulsi yang
tinggi. Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa selama 8 minggu pertama tidak
dipasangkan IUD untuk mengurangi resiko expulsi.
Persiapan alat:
1. Meja ginekologi
2. Lampu sorot/headlamp
3. Betadine 10%
4. Larutan klorin 0.5% dalam ember plastic
5. Set IUD
6. Sarung tangan steril
7. Doek steril
8. Tampon tang → 1 buah
9. Tenakulum → 1 buah
10. Sonde uterus → 1 buah
11. Gunting → 1 buah
12. Kassa → 5 buah
Prosedur dari pemasangan IUD:
1. Informed consent
2. Operator mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir
3. Pakai sarung tangan steril
4. Melakukan vulva hygiene dengan kassa sublimat
5. Pasang doek steril
6. Memeriksa genital eksterna dalam keadaan lampu terang
7. Masukkan spekulum ke dalam vagina dengan posisi miring dan melintang, sampai
portio terlihat jelas, periksa cairan yang keluar dan keadaan portio. Bila selesai
keluarkan spekulum.
21 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
8. Lakukan pemeriksaan bimanual dengan sarung tangan steril:
a. Gerakan serviks : apakah ada nyeri goyang, nyeri getar
b. Ukuran, bentuk dan posisi uterus
9. Lepaskan sarung tangan dan rendan dalam larutan klorin 0.5%
10. Pakai sarung tangan steril yang baru
11. Masukan lengan IUD kedalam inserter
12. Pasang speculum sampai portio terlihat jelas kemudian speculum di kunci
13. Lakukan desinfeksi daerah vagina sampai portio dengan betadine 10% dengan
menggunakan tampon tang
14. Pasang tenakulum pada jam 11:00 atau jam 13:00
15. Masukkan sonder uterus dan tentukan kedalaman rongga uterus dan posisi uterus
16. Sesuaikan kedalaman uterus pada tabung inserter dan beri tanda batas
17. Masukkan inserter yang berisi IUD ke dalam uterus ke dalam uterus melalui canalis
servikalis secara hati – hati sampai ada tahanan.
18. Lepaskan IUD dengan menarik tabung inserter dengan tetap menahan pendorong.
19. Keluarkan inserter dan gunting benang IUD 2 cm dari ostium serviks eksternal
20. Lepaskan tenakulum dan kontrol perdarahan.
21. Celupkan tangan dengan sarung tangan ke dalam larutan klorin 0.5% dan cuci tangan
dengan sabun dibawah ari mengalir.7
22 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Tenakulum
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
23 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
IUD Mirena memerlukan beberapa modifikasi dari teknik ini. Lengan dari IUD dilepaskan
dalam rahim, sekitar 1.5 – 2 cm dari fundus. Untuk mencapai ini, operator mengunakan
sonder, dan flange dibiarkan 1.5 – 2 cm dari os eksternal serviks.
IUD ParaGard T380A dapat digunakan untuk 10 tahun, dan IUD Mirena untuk 5
tahun.
2.4.14. Pengeluaran IUD
IUD di keluarkan dengan menjepit benangnya dengan forceps.
2.4.15. Expulsi dari IUD
Expulsi dari IUD dapat terjadi dalam bulan pertama setelah pemasangan. Wanita yang
dipasangkan IUD harus diinstruksi untuk meraba benang yang menonjol dari serviks dengan
cara memasukan jari tengah kedalam vagina sampai dia menemukan serviks. Ini dilakukan
oleh wanita dalam posisi jongkok atau dengan menduduki tepi dari kursi.
Setelah pemasangan IUD, pasien diminta control setelah 1 bulan, biasanya setelah
menstruasi. Untuk mengetahui posisi IUD. Kontrasepsi yang lain dapat digunakan dalam 1
bulan pertama, terutama bila ada riwayat expulsi sebelumnya.1,5
24 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.5. Sterilisasi
Steriliasi dengan cara pembedahan adalah bentuk kontrasepsi yang semakin popular.
2.5.1. Sterilisasi pada wanita
Sterilisasi pada wanita merupakan kontrasepsi pilihan untuk 28% pasangan di
Amerika Serikat. Hal ini biasanya dicapai dengan cara tuba falopi di oklusi atau dari divisions
dari tuba. Sterilisasi dapat dilakukan setiap saat, tetapi lebih dari setengah prosedur stertilisasi
dilakukan pada saat bersamaan dengan operasi sesar atau persalinan normal. Sterilisasi tuba
diluar nifas biasanya dilakukan melalui cara laparoskopi pada pasien rawat jalan.
2.5.2. Sterilisasi pada saat Nifas
Tuba falopi dapat ditemukan pada umbilikus dibawa dinding abdomen selama
beberapa hari setelah melahirkan. Dengan demikian, sterilisasi dapat dilakukan dengan
mudah. Beberapa prakitisi memilihi melakukan sterilisasi setelah ibu melahirkan, namun ada
juga yang menunggu selama 12 – 24 jam pasca melahirkan.
2.5.3. Prosedur Sterilisasi
Prosedur Irving
Prosedur ini adalah prosedur yang paling sulit untuk dilakukan tetapi dengan tingkat
kegagalan paling rendah. Kedua tuba dipotong dan dipisahkan secukupnya dari mesosalpinx
untuk bisa membebaskan segmen medial tuba. Bagian distal dari segmen tuba proksimal
dijahit pada bagian miometrium posterior, dan ujung proksimal dari segmen tuba distal
dijahit ke mesosalpinx.1,2
Prosedur Pomperoy
25 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Ini merupakan metode paling sederhana diantara semua prosedur sterilisasi. Pertama, dengan
menggungkan benang Plain catgut, dilakukan ligasi pada bagian pertengahan tuba untuk
memastikan terjadinya absorbsi dari bagian yang dipotong dan akhirnya memisahkan kedua
sisi tuba.
Prosedur Parkland
Prosedur ini diperkenalkan sejak tahun 1960an. Prosedur ini diciptakan untuk
mencegah kedua sisi tuba yang akan dipotong agar tidak berdekatan, seperti pada prosedur
Pomeroy. Awalnya, dilakukan insisi kecil pada sisi bawah umbilikus, lalu dilakukan
identifikasi terhadap tuba falopii dengan menjepit bagian tengahnya menggunakan klem
Babcock, dan fimbria diidentifikasi. Dengan hemostat bagian avaskular dari mesosalfing
yang bersebelahan dengan tuba falopii ditembus dan dipisahkan. Bagian tuba falopii yang
telah dipisahkan diikat pada bagian proximal dan distalnya menggunakan benang kromik 0
dan bagian antara kedua jahitan dieksisi, lalu mengontrol perdarahan. Bagian yang telah
dieksisi lalu dilakukan pemeriksaan histologi sebagai konfirmasi.2
26 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.5.4. Tingkat kegagalan
Sterilisasi pada saat nifas pada umumnya gagal karena dua alasan.
1. Kesalahan pada pembedahan; yang meliputi round ligament yang disayat, bukan tuba
falopi dan sayatan sebagian pada tuba falopi.
2. Pembentukan fistula antara bagian tuba yang sayat.
Meskipun ini, sterilisasi pada saat nifas sangat efektif, dengan tingkat kegagalan jangka
pendek dan panjang yang lebih baik dari prosedur sterilisasi diluar nifas.2
27 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.5.5. Sterilisasi diluar nifas
Teknik untuk sterilisasi tuba diluar nifas pada dasarnya terdiri dari:
1. Ligasi dan reseksi pada laparotomi
2. Dengan cara tuba falopi dijepit dengan klip biasanya melalui laparoskopi
3. Elektrokoagulasi dari segmen tuba, dengan cara cara laparoskopi
2.5.6. Tingkat kegagalan
Kegagalan pada sterilisasi diluar nifas tidak selalu jelas, tetapi beberapa penyebab adalah:
1. Kesalahan pada saat pembedahan merupakan penyebab pada 30 – 50% dari kasus
2. Kegagalan dari metode oklusi, misalnya oleh pembentukan fistula, terutama pada
prosedur elektrokoagulasi, atau tuba falopi yang mengalami reanastomosis
3. Kegagalan peralatan, seperti klip yang rusak atau arus listrik yang kurang bagus pada
saat melakukan elektokauter dapat menjadi faktor penyebab
4. Wanita tersebut sudah hamil pada saat dilakukan operasi
2.5.7. Komplikasi & Efek lain sterilisasi
Sekitar setengah dari kehamilan yang mengikuti prosedur elektrokoagulasi yang
gagal, adalah kehamilan ektopik, dibandingkan dengan hanya 10% pada kegagalan klip atau
28 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
metode reseksi tuba. Setiap gejala kehamilan pada wanita setelah sterilisasi tuba harus
diselidiki, dan kehamilan ektopik disingkirkan.
Westhoff dan Davis(2000) menemukan bahwa sterilisasi tuba kemungkinan
melindungi pasien dari kanker ovarium. Mereka tidak menemukan perbedaan pada kanker
payudara. Menurut Holt dan kolega(2003), angka kejadian kista ovarium fungsional
meningkat hampir dua kali lipat setelah dilakukan sterilisasi tuba.
2.5.8. Reversal dari Sterilisasi tuba
Prosedur – prosedur ini secara teknis sulit dilakukan, mahal, dan tidak selalu berhasil.
Tingkat keberhasilan sangat bervariasi dan tergantung pada usia wanita, beberapa banyak
tuba yang tersisahkan, dan teknologi yang digunakan. Hampir 10% dari wanita yang
menjalani reversal dari sterilisasi tuba mengalami kehamilan ektopik.
2.5.9. Sterilisasi pada laki – laki
Hampir setengah juta laki – laki di Amerika Serikat menjalani vasektomi setiap tahun.
Melalui sayatan kecil pada skrotum, vas deferns dipotong dan diikat, untuk memblokir
perjalanan sperma dari testis. Dengan analgesia lokal, prosedur ini biasanya dilakukan dalam
waktu 20 menit.2
29 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
Hendrix dan kolega (1999) menemukan bahwa, dibandingkan dengan vasektomi, sterilisasi
tuba pada perempuan memiliki 20 kali lipat angka komplikasi, 10 – 37 tingkat kegagalan
lebih tinggi dan biaya 3-kali lipat. Kelemahan dari vasektomi adalah bahwa sterilitas tidak
langsung. Expulsi lengkap dari sperma yang disimpan dalam saluran reproduksi setelah
vasektomi membutuhkan waktu sekitar 3 bulan atau 20 ejakulasi (American College of
Obstetricians dan Gynecologists, 1996). Kegagalan adalah akibat dari hubungan seks tanpa
kondom terlalu cepat setelah ligasi, oklusi lengkap dari vas deferens, atau rekanalisasi.
2.5.10. Komplikasi & Efek lain sterilisasi
Tidak terdapat komplikasi maupun efek samping jangka panjang yang cukup
bermakna untuk vasektomi
30 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
2.5.11. Reversal dari Vasektomi
Reversal setelah vasektomi tergantung pada beberapa faktor. Fibrosis meningkat seiring dengan waktu. Menurut beberapa laporan peluang sukses adalah sekitar 50%, dengan tingkat lebih tinggi bila dilakukan reanastomosis dengan microsurgery.1,2
III . KESIMPULAN Kontrasepsi merupakan sebuah faktor penting dalam kesejahteran seorang wanita dan
perencanaan keluargabagi pasangan. Dimana kontrasepsi hormonal mempunyai kontra
indikasi, terdapat berbagai metode kontrasepsi non hormonal yang sama efektifnya. Sehingga
kita dapat memenuhi setiap kebutuhan pasien bila ada rintangan dalam pengunaan satu
metode kontrasepsi. Prinsip – prinsip yang tidak boleh dilupakan pada saat mengajurkan
suatu metode kontrasepsi adalah efektivitas, keamanan, manfaat tambahan dari kontrasepsi,
biaya, disiplin pasien dan pertimbangan pribadi dar pasien.
31 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012
Kontrasepsi Non HormonalFrancis Celeste 07120060094
V. DAFTAR PUSTAKA 1. F. Gary Cunningham, Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom, John C. Hauth, Larry
C. Gilstrap, Katharine D. Wendstrom. Contraception; Puerperium. Williams
Obstetrics 22nd edition;2007.
2. F. Gary Cunningham, Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom, John C. Hauth, Larry
C. Gilstrap, Katharine D. Wendstrom. Sterilization; Puerperium. Williams
Obstetrics 22nd edition;2007.
3. Birth Control. FamilyDoctor.org. Dikutip 22 November 2011. Dapat diakses di :
http://familydoctor.org/familydoctor/en/prevention-wellness/sex-birth-control/birth-
control/birth-control-how-to-use-your-diaphragm.html
4. Natural family planning methods The Latest in Natural Family Planning Methods.
Dikutip 25 November 2011. Dapat diakses di : http://www.infocomrade.com/the-
latest-in-natural-family-planning-methods/
5. BRETT ANDREW JOHNSON, M.D, Insertion and Removal of Intrauterine
Devices, American Family Physician. Diakses 29 November 2011. Dapat diakses
di : http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p95.html
6. T.M.A. Chalik. Kontrasepsi. Dalam : Sarwono Prawirohardjo, Ilmu kebidanan edisi
IV; FKUI. 2008
7. Pemasangan IUD.Direktorat Kesehatan Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad.2005
32 Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kandungan & KebidananRumah Sakit Siloam Hospital, Lippo VillageFakultas Kedokteran Universitas Pelita HarapanPeriode 24 Oktober – 1 Januari 2012