76352136 UTS Agribisnis Tanaman Pangan
-
Upload
david-anderson -
Category
Documents
-
view
19 -
download
0
Transcript of 76352136 UTS Agribisnis Tanaman Pangan
AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
“Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Agribisnis Tanaman
Pangan”
Disusun Oleh:
Wendi Irawan D
(150310080137)
Kelas:
Agribisnis B
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011
1. Jelaskan mengapa alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian tetap terus
terjadi? Bagaimana pengaruhnya terhadap ketahanan pangan (bahas
berdasarkan aspek-aspek dalam ketahanan pangan) !.
Jawab:
a) Alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian tetap terus terjadi
karena pertumbuhan perekonomian selalu menuntut pembangunan
infrastruktur baik berupa jalan, bangunan industri dan pemukiman.
Dengan kondisi demikian, permintaan terhadap lahan untuk penggunaan
non pertanian semakin meningkat, akibatnya banyak lahan pertanian
terutama yang berada di sekitar perkotaan mengalami alih fungsi ke
penggunaan non pertanian. Pertumbuhan ekonomi yang ditandai dengan
berkembangnya industri, prasarana ekonomi, fasilitas umum, dan
permukiman dimana semuanya memerlukan lahan telah meningkatkan
permintaan lahan untuk memenuhi kebutuhan nonpertanian.
Pertumbuhan ekonomi juga meningkatkan kondisi sosial ekonomi pada
lahan nonpertanian. Kondisi inilah yang membuat alih fungsi lahan
pertanian terus terjadi dan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan
dan pembangunan ekonomi yang tidak mungkin dapat dihindari.
b) Alih fungsi lahan tentu saja akan berpengaruh terhadap tingkat ketahanan
pangan, hal ini dapat dilihat dari 4 (empat) aspek utama ketahanan
pangan yaitu: (I) Aspek ketersediaan pangan (food availability), (II)
Aspek stabilitas ketersediaan/pasokan (stability of supplies), (III) Aspek
keterjangkauan (access to supplies), dan (IV) Aspek konsumsi (food
utilization).
I. Aspek ketersediaan pangan (food availability).
Tersedianya pangan yang cukup yang sebagian besar berasal dari
produksi sendiri merupakan salah satu aspek dalam ketahanan pangan.
Dengan semakin tingginya alih fungsi lahan yang terjadi dari
pertanian ke non pertanian mengakibatkan jumlah lahan untuk
kegiatan usaha tani semakin berkurang. Hal ini tentu akan
berpengaruh terhadap ketersediaan pangan yang akan semakin
menurun karena tingkat produksi berkurang disebabkan terbatasnya
lahan untuk kegiatan usaha tani khusunya tanaman pangan.
II. Aspek stabilitas ketersediaan/pasokan (stability of supplies).
Ketersediaan pangan dalam kuantitas yang sesuai kebutuhan secara
nasional merupakan syarat keharusan untuk menciptakan ketahanan
pangan. Namun kondisi tersebut belum memenuhi syarat kecukupan
apabila tidak diikuti dengan distribusi pangan yang merata menurut
tempat dan waktu sehingga dapat diakses oleh konsumen setiap saat.
Dengan semakin berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi
lahan pertanian ke non pertanian akan menjadikan
ketersediaan/pasokan pangan menjadi terganggu akibat kurangnya
produksi sehingga ketersediaan/pasokan pangan tidak akan stabil
sepanjang tahun. Untuk menjaga ketersediaan/pasokan pangan
sepanjang tahun biasanya pemerintah mengambil jalan praktis yakni
dengan cara mengimpor bahan pangan yang nantinya malah akan
merugikan para petani lokal.
III. Aspek keterjangkauan (access to supplies).
Akses atau keterjangkauan terhadap pangan yang dipengaruhi oleh
akses fisik dan ekonomi terhadap pangan merupakan aspek yang
penting dalam ketahanan pangan. Dengan semakin berkurangnnya
lahan pertanian akibat alih fungsi lahan, maka akses masyarakat
terhadap pangan baik secara fisik ataupun ekonomi akan menjadi
semakin lemah jika tidak ada solusi untuk mengatasi alih fungsi lahan
ini. Hal ini disebabkan karena semakin kurangnnya pasokan pangan
yang ada sehingga harga pangan pun akan semakin tinggi, ini jelas
akan mengurangi keterjangkauan masyarakat terhadap pangan baik
secara fisik ataupun ekonomi.
IV. Aspek konsumsi (food utilization).
Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan serta keamanan pangan
menjadi sesuatu hal yang penting karena akan berhubungan dengan
pemenuhan asupan gizi dan kualitas kesehatan masyarakat. Dengan
semakin tingginya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian ini
tentu saja akan melemahkan akses masyarakat terhadap pangan
sehingga masyarakat akan sulit untuk mengkonsumsi pangan dari segi
kuantitas dan kuantitas karena keterbatasan dalam menjangkau pangan
baik secara fisik ataupun ekonomi. Keamanan pangan yang
dikonsumsi pun semakin rendah karena akan banyak masyarakat yang
mengkonsumsi pangan dengan kualitas rendah atau tidak layak
konsumsi akibat ketidakmampuan membeli bahan pangan yang layak
dan aman untuk dikonsumsi.
2. Dalam Farm-Gate Marketing System terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
a. Orientasi pasar : Domestic market, import substitution, export expansion.
b. Berbasis pada Comparative Advantage wilayah untuk komoditas
unggulan: “One Village One Commodity”.
c. Berazaskan keterpaduan: Keterpaduan hulu-hilir, Keterpaduan wilayah
(Economy Of Scale).
d. Hubungan gapoktan-industri: Kemitaan usaha/sistem agribisnis terpadu.
Jelaskan apa yang dimaksud butir-butir a, b, c, d tersebut di atas !.
Jawab:
Farm-Gate Marketing System (Organisasi/kelembagaan pemasaran kolektif di
tingkat petani) bertujuan untuk untuk mencapai efisiensi biaya pemasaran
dengan skala kuantitas yang besar, dan menaikkan posisi tawar produsen
dalam perdagangan produk pertanian. Kolektifikasi pemasaran dilakukan
untuk mengkikis jaring-jaring tengkulak yang dalam menekan posisi tawar
petani dalam penentuan harga secara individual. Upaya kolektifikasi tersebut
tidak berarti menghapus peran dan posisi pedagang distributor dalam rantai
pemasaran, namun tujuan utamanya adalah merubah pola relasi yang
merugikan petani produsen dan membuat pola distribusi lebih efisien dengan
pemangkasan rantai tata niaga yang tidak menguntungkan.
a. Orientasi pasar : Domestic market, import substitution, export expansion.
Dalam memasarkan komoditas pertanian hasil dari kegiatan usaha tani
para petani, perlu adanya orientasi pasar yang jelas atau tujuan/target
pemasaran dari komoditas pertanian tersebut. Karena setiap orientasi
pasar memiliki karakteristik pemasaran yang berbeda-beda. Dengan
adanya orientasi pasar maka kegiatan pemasaran akan semakin terarah
sesuai dengan karakteristik dari pasar yang akan dituju. Beberapa pilihan
dari orientasi pasar diantaranya adalah pasar domestik (domestic market),
subtitusi impor (import substitution), perluasan pasar ke luar negeri
(export expansion). Orientasi pasar domestik (domestic market) adalah
memenuhi permintaan komoditas pertanian di dalam negeri saja.
Subtitusi impor (import substitution) adalah pemenuhan permintaan
dalam negeri guna menggantikan komoditas yang diimpor karena
pemerintah membatasi/mengurangi jumlah impor dari komoditas
pertanian tersebut untuk digantikan dengan komoditas pertanian lokal
melalui regulasi yang dibuat oleh pemerintah itu sendiri. Sedangkan
perluasan pasar ke luar negeri (export expansion) adalah memenuhi
permintaan produk komoditas pertanian dari konsumen di luar negeri
sehingga pemasaran produk menjadi lebih luas, untuk komoditas yang
diekspor biasanya harus mempunyai kualitas yang sangat baik karena
khusunya konsumen di negara-negara maju mempunyai standar produk
yang telah ditentukan dan akan diawasi secara ketat.
b. Berbasis pada Comparative Advantage wilayah untuk komoditas
unggulan: “One Village One Commodity”.
Konsep “One Village One Commodity” merupakan sebuah konsep
perencanaan kegiatan usaha tani yakni dengan menspesialisasikan suatu
desa untuk memproduksi satu jenis komoditas pertanian sesuai dengan
Comparative Advantage wilayah desa tersebut. Petani di desa tersebut
hanya akan memproduksi satu komoditas pertanian yang sesuai dengan
situasi dan kondisi wilayahnya. Hal ini bertujuan untuk menjadikan
kegiatan usaha tani di desa tersebut menjadi lebih terstruktur dengan
akses terhadap sumber daya yang lebih mudah serta memperkuat posisi
tawar petani. Dengan konsep “One Village One Commodity” maka
pemasaran komoditas pertanian pun semakin baik dan posisi tawar petani
ketika memasarkan produknya pun tidak dalam posisi yang rendah
karena bisa dipasarkan secara kolektif yang tentu saja akan
menguntungkan para petani.
c. Berazaskan keterpaduan: Keterpaduan hulu-hilir, Keterpaduan wilayah
(Economy Of Scale).
Keterpaduan dalam kegiatan usaha tani sangat diperlukan agar kegiatan
usaha tani dapat terintegrasi dengan baik sehingga pada akhirnya akan
menghasilkan produk dengan kualitas yang diharapkan dengan biaya
produksi yang efisien dan produktivitas yang tinggi. Dengan adanya
keterpaduan maka akan ada kesepakatan antara para pelaku bisnis dan
pengambil keputusan dalam melaksanakan dan memajukan kegiatan
usaha tani. Keterpaduan harus dilaksanakan dari hulu sampai hilir, dari
mulai kegiatan penyediaan saprodi sampai pada kegiatan usaha tani dan
pemasaran. Penentuan dan pengambangan komoditi memperhatikan
wilayah sebagai suatu kesatuan ekonomi yang didasarkan kepada
keterpaduan wilayah (desa, kecamatan, kabupaten). Dengan adanya
keterpaduan ini maka proses pemasaran produk pun menjadi lebih mudah
karena produk akan menjadi lebih efisien serta produk pun dapat
diproduksi secara continue dengan produkstivitas yang tinggi.
d. Hubungan gapoktan-industri: Kemitaan usaha/sistem agribisnis terpadu.
Kemitaan usaha/sistem agribisnis terpadu sangat diperlukan dalam
kegiatan usaha tani karena ini merupakan salah satu alur pemasaran
komoditas pertanian yang menguntungkan bagi para petani. Dengan
adanya kemitaan usaha/sistem agribisnis terpadu antara gapoktan dengan
industri maka akan terjalin suatu kerja sama yang akan menguntungkan
kedua belah pihak. Di satu sisi petani akan dengan mudah memasarkan
produknya ke industri dengan harga yang wajar dan menguntungkan bagi
petani, dan di sisi lain industri pun akan mendapatkan pasokan produk
pertanian secara continue dengan kualitas yang baik dan harga yang lebih
efisien karena dibeli langsung dari petani. Hubungan ini merupakan
sebuah simbiosis mutualisme yang akan menguntungkan kedua belah
pihak.
3. Mengapa harga pangan kotribusinya tinggi terhadap laju inflasi (Sampai
September 2011, kontribusi kenaikan harga pangan telah mencapai 35 %
terhadap laju inflasi) ? Jelaskan apa sebabnya, dan “Bagaimana sebaiknya
pengelolaan laju kenaikan harga pangan agar masih bermanfaat pada
perekonomian Indonesia, khususnya kesejahteraan petani ?”.
Jawab:
Tingginya kontribusi harga pangan terhadap laju inflasi yang mencapai 35 %
sampai September 2011 menunjukan bahwa masih besarnya pangsa
pengeluaran pangan pada sebagian besar kelompok masyarakat di Indonesia
dengan supply pangan dari sektor pertanian yang tidak elastis. Hal ini
dikarenakan pengelolaan dan pengerjaan sektor pertanian yang masih
menggunakan metode dan teknologi yang sederhana, sehingga sering kali
terjadi supply dari sektor pertanian domestik tidak mampu mengimbangi
pertumbuhan permintaannya. Banyaknya masalah yang menyebabkan
kegagalan produksi bahan pangan pada tahun 2011 misalnya anomali cuaca
dan kemarau panjang menyebabkan terjadinya gagal panen. Jika terjadi
kegagalan panen pada suatu negara dimana kontribusi pengeluaran pangan
masyarakatnya lebih tinggi dari pengeluaran nonpangan, maka akan
memberikan efek pada ekonomi makro. Gagal panen cenderung akan
meningkatkan harga pangan. Ini berimplikasi pada pengeluaran untuk pangan
yang semakin meningkat dan akan berimbas pada sektor nonpangan berupa
penurunan harga dan inflasi akan meningkat. Dengan demikian, fluktuasi
panen akan menyebabkan instabilitas, baik bagi konsumen beras, petani padi,
maupun produsen manufaktur. Fenomena produk pangan di atas menuntut
peran pemerintah agar produsen dan konsumen domestik dapat dilindungi.
Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, diperlukan tujuan antara,
dalam konteks ini adalah stabilitas harga pangan yang dapat dilakukan
melalui kebijakan harga pangan. Salah satu tujuan kebijakan harga pangan
adalah menstabilkan harga pangan agar mengurangi ketidakpastian petani dan
menjamin harga pangan yang stabil bagi konsumen. Oleh karena itu laju
kenaikan harga pangan harus dapat dikendalikan melalui kebijakan harga
pangan yang menguntungkan bagi petani ataupun masyarakat sebagai
konsumen. Solusi dari masalah ini adalah dengan meningkatkan supply bahan
pangan yang dapat dilakukan dengan cara memberikan perhatian lebih pada
pembangunan di sektor pertanian, khususnya sub sektor pertanian pangan.
Modernisasi teknologi dan metode pengolahan lahan, serta penambahan luas
lahan pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan laju produksi bahan
pangan agar tercipta swasembada pangan.
4. Kita tahu bahwa pada masa-masa Presiden Soekarno terjadi terobosan dan
inovasi kelembagaan spektakuler seperti Program BIMAS/INMAS dan masa
Presiden Soeharto terdapat INSUS/OPSUS yang telah berkontribusi besar
pada peningkatan produksi pangan dan perbaikan kesejahteraan petani. Pada
saat ini inovasi kelembagaan pangan dinilai mengalami stagnasi. “Bagaimana
merancang, mewarnai dan mengawal perubahan kelembagaan yang mampu
mengarah pada peningkatan produksi dan produktivitas pangan dan perbaikan
kesejahteraan petani ?”.
Jawab:
Berbagai bentuk kelembagaan ekonomi petani saat ini telah banyak
ditumbuhkembangkan di pedesaan. Namun, eksistensi dan kinerjanya masih
kurang menggembirakan, bahkan keberadaannya dalam menopang
perekonomian di pedesaan cenderung tidak berkesinambungan. Hal ini karena
kebanyakan kelembagaan yang ditumbuhkan tersebut lebih bersifat “top
down” dan bahkan cenderung mengeneralisasikan suatu bentuk kelembagaan
tanpa memperhatikan struktur sosial dan kebutuhan masyarakat setempat.
Akibatnya banyak kelembagaan baru yang masuk di pedesaan tidak
memperoleh respon dari masyarakat. Oleh karena itu, pemebentukan
kelembagaan baru di dalam masyarakat perlu disesuaikan dengan bentuk-
bentuk kelembagaan tradisional yang telah ada. Perancangan dan
pengembangan kelembagaan pertanian harus dilakukan secara “bottom up”
melalui pendekatan yang harus dimulai dari petani dan petani akan
menentukan kelembagaannya yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
lingkungannya. Pada jaman pemerintahan era Presiden Soekarno dan
Soeharto, masyarakat lebih tunduk dan patuh pada perintah kepala
negara/presiden sehingga kelembagaan pertanian yang dibentuk benar-benar
diikuti oleh para petani karena kegiatan kelembagaan tersebut diawasi oleh
aparat-aparat pemerintahan secara tegas. Oleh karena itu pertanian
masyarakat di desa menjadi lebih baik sehingga terjadi peningkatan produksi
pangan dan perbaikan kesejahteraan petani. Tetapi pada saat sekarang ini,
kurangnya pengawasan mengakibatkan ketidakpedulian petani akan
kelembagaan pertanian yang dibentuk, petani merasa kelembagaan yang
dibentuk kurang mewadahi aspirasi dan kebutuhan mereka sebagai seorang
petani. Oleh karena itu, solusi dari masalah kelembagaan pertanian saat ini
adalah dengan cara merancang kemudian membentuk kelembagaan pertanian
yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan petani (bottom up) agar
kelembagaan yang dibentuk benar-benar bermanfaat bagi kegiatan usaha tani
para petani. Pengawasan, pembinaan, dan pemberdayaan dalam kelembagaan
pertanian ini perlu terus dilaksanakan guna memberikan pelajaran dan
kemandirian kepada petani. Dengan semakin meningkatnya partisipasi petani
dalam kelembagaan pertanian yang dibuat, maka produktivitas pangan akan
semakin meningkat pula dan tingkat kesejahteraan petani akan semakin baik.
Intinya adalah bagaimana menyesuaikan peran kelembagaan baik yang sudah
ada ataupun yang akan dibentuk agar bisa selaras dengan kondisi sosial
ekonomi petani saat ini karena memang pada dasarnya kehidupan sosial
ekonomi petani juga dinamis, selalu mengalai perubahan-perubahan.