67724444 Laporan Kasus Ruptur Uteri Complete
-
Upload
rifa-kisabana -
Category
Documents
-
view
211 -
download
3
Transcript of 67724444 Laporan Kasus Ruptur Uteri Complete
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
Fakultas Kedokteran Laporan Kasus
Universitas Mulawarman
Ruptur Uteri
Disusun oleh
Dorothy Karya Yogi
0708015031
Pembimbing
dr. Samuel Randa Bunga, Sp.OG
Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik pada
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2011
DAFTAR ISI1
HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………..3
1.2 Tujuan………………………………………………………………………………...4
BAB II. KASUS
2.1 Data Pasien…………………………………………………………………………..5
2.2 Data Subyektif……………………………………………………………………….5
2.3 Data Obyektif………………………………………………………………………..6
2.4 Diagnosis…………………………………………………………………………….8
2.5 Penatalaksanaan……………………………………………………………………...9
2.6 Diagnosa Pre-Operatif……………………………………………………………….9
2.7 Diagnosa Post-Operatif……………………………………………………………...9
2.8 Pengobatan Post-operatif……………………………………………………………9
2.9 Lembar Observasi Pasien…………………………………………………………...10
BAB III. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi……………………………………………………………………………...12
3.2 Etiologi……………………………………………………………………………....12
3.3 Klasifikasi…………………………………………………………………………...12
3.4 Patomekanisme……………………………………………………………………....19
3.5 Penatalaksanaan……………………………………………………………………...19
3.6 Prognosis…………………………………………………………………………....20
2
BAB IV. PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS
4.1 Pembahasan………………………………………………………………………....22
4.2 Analisa Kasus…………………………………………………………………….....24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………......26
BAB I
3
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ruptur uteri atau peristiwa robeknya uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,
yang umumnya terjadi pada saat persalinan, dan kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Insidensi terjadinya ruptur uteri pada ibu hamil cukup tinggi. Frekuensi ruptur uteri di rumah
sakit-rumah sakit besar di Indonesia berkisar antara 1:92 sampai 1:294 persalinan. Angka
insidensi ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara maju (antara 1:1250 sampai
1:2000 persalinan) 1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nagaya, dkk (2000), 20 persen
kematian ibu karena perdarahan disebabkan oleh ruptur uteri 2.
Yang menjadi penyebab insidensi ruptur uteri sering terjadi adalah karena etiologi dari ruptur
uteri merupakan hal yang multifaktorial. Penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah
terpisahnya jaringan parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan
semakin sering terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan
partus percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea. Faktor predisposisi ruptur uteri
lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi atau operasi traumatik, misalnya kuretase,
perforasi, dan miomektomi. Stimulasi uterus yang berlebihan atau tidak tepat dengan oksitosin
juga dapat menjadi penyebabnya, meskipun hal ini sekarang sudah sangat jarang terjadi 1,3.
Prognosis pada pasien yang mengalami ruptur uteri ini juga buruk. Pada ruptur uteri dan
ekspulsi janin kedalam rongga peritoneum, kemungkinan kelangsungan hidup janin sangat
suram. Angka kematian berdasarkan berbagai studi dilaporkan berkisar antara 50 sampai 75
persen 2. Melihat hal tersebut, penting bagi para pihak medis, dalam hal ini mahasiswa
kedokteran, untuk mempelajari dan memahami mengenai ruptur uteri, sehingga dapat
memberikan penatalaksanaan yang tepat apabila kelak menemukan kasus ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penuyusunan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui cara anamnesa,
pemeriksaan fisik, diagnosis, pemeriksaan penunjang serta penatalaksanaan ruptur uteri ditinjau
dari kasus yang ada diruangan dan teori yang ada. 4
BAB II
KASUS
2.1 DATA PASIEN
• Nama : Ny. Meita Anasari
• Umur : 21 tahun
• Agama : Islam
• Pendidikan : SMP
• Pekerjaan : IRT
• Suku : Jawa
• Alamat : Jl. K.S. Tubun Gg. Tirta
• Tanggal MRS : 7 Juli 2011 Pukul 21.00 WITA
• Nama Suami : Tn. Dedi
• Umur : 26 tahun
• Agama : Islam
• Pendidikan : SLTA
• Pekerjaan : Swasta
• Suku : Jawa
• Alamat :Jl. K.S. Tubun Gg. Tirta
5
2.2 DATA SUBYEKTIF
• Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri perut sejak jam 2 siang sebelum masuk rumah sakit.
• Riwayat menstruasi
o Usia menarche: 13 tahun
o Lama haid : 1 minggu (7 hari)
o Jumlah darah : 2 kali ganti pembalut per hari.
o HPHT : ? – 10 – 2010
o TP : ? – 7 – 2011
• Status perkawinan
o Kawin : 1 kali, lamanya 6 tahun
o Usia kawin pertama : 17 tahun
• Riwayat obstetrik
Tahun
partus
Tempat
partus
Umur
kehamilan
Jenis
partus
Penolong Penyulit JK/BB Keadaan
anak
sekarang2006 RS Aterm SC Dokter CPD Lk/
3000gr
Hidup
2008 RS Aterm SC Dokter CPD Lk/
3400gr
Hidup
Hamil
ini
6
• Riwayat operasi
Seksio sesarea 5 tahun dan 3 tahun yang lalu.
2.5 DATA OBYEKTIF
• Pemeriksaan fisik
o Keadaan umum : sakit berat
o Kesadaran : composmentis
o Vital sign
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Nadi : 112 kali per menit
Suhu : 36,7oC
Pernafasan : 40 kali per menit
o Kepala
Bentuk normal
Konjungtiva anemis (-/-)
Pupil isokor, refleks cahaya (+/+)
Bibir sianosis (-)
o Leher
Pembesaran KGB (-)
Trakea teraba di tengah
o Thoraks
7
Paru
- Inspeksi : Bentuk normal, pergerakan simetris,
retraksi ICS (-).
- Palpasi : Pelebaran ICS (-)
- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung atas : ICS III sinistra
Batas jantung kanan : PSL dextra
Batas jantung kiri : MCL sinistra
Batas jantung bawah : ICS V sinistra
- Auskultasi : S1 S2 tunggal, reguler. Murmur (-)
o Abdomen
- Inspeksi : Membesar, memanjang, terlihat adanya
bentukan cincin retraksi patologis Bandl.
- Palpasi : Soefel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar
dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani di seluruh abdomen
- Auskultasi : Bising usus normal
Ekstremitas atas dan bawah
- Akral hangat, Oedem (-)
• Pemeriksaan khusus obstetric
o Pemeriksaan Leopold
8
Leopold I : TFU 31 cm, teraba bokong
Leopold II : teraba punggung di sisi kiri abdomen ibu
Leopold III : letak terbawah kepala
Leopold IV : divergen (sudah masuk PAP)\
o TBJ : 2945 gram
o DJJ : 128 kali per menit
o His/kontraksi : 6 kali/ 10 menit durasi 60 detik
o Vaginal touché : v/v normal, pembukaan 9 cm, ketuban (-), panggul
sempit, kepala di hodge II
• Pemeriksaan Laboratorium
Objek pemeriksaan HasilLeukosit 14.300 sel/mm3Eritrosit 3.300.000 sel/mm3Hb 10,4 g/dlHematokrit 30.8 %Trombosit 181.000 sel/mm3LED 12 m/jam
2.4 DIAGNOSIS
G3 P2 A0 gravid aterm + inpartu kala I fase aktif
2.5 PENATALAKSANAAN
9
Operasi seksio sesarea cyto
2.6 DIAGNOSA PRE-OPERATIF
G3 P2 A0 gravid aterm + inpartu kala I fase aktif (pembukaan 9 cm) + bekas seksio
sesarea 2 kali + CPD
2.7 DIAGNOSA POST-OPERATIF
P3 A0 + ruptur uteri + seksio sesarea 3 kali
2.8 PENGOBATAN POST-OPERATIF
• Drip Metronidazole 3x1
• Injeksi Cefotaxime 3x1
• Injeksi Remopain 3x1
• Injeksi Ulsikur 3x1
• Drip oksitosin 2 ampul/D5% 500 ml 16 tpm
• Observasi vital sign dan keluhan
• Observasi Hb dan albumin
10
LEMBAR OBSERVASI PASIEN
Tanggal /
Jam
Catatan Observasi
7-11-2011
21.00
Menerima pasien dari IGD dengan diagnosis G3P2A0 gravid aterm?,
tunggal hidup + inpartu kala II + riwayat SC 2 kali a/i CPD
Keluhan utama : perut terasa kencang-kencang sejak jam 2 siang. Sekarang
terasa nyeri hebat diseluruh lapangan perut.
HPHT : ?-10-2010 TP :/-7-2011
TFU: 31 cm
Bandle ring (+)
DJJ : 128x/menit
His : 6 x 10 menit/ durasi > 60 detik
TD : 130/80 mmHg, N : 112 kali/menit, RR : 40x/menit
VT : pembukaan 9 cm, ketuban (-), penurunan kepala di Hodge II21.15 Lapor dr.Sp.OG, advice :
• SC cyto di OK IGD
• Pasang infuse RL
Lapor dr.Sp.An, advice :
• Acc SC cyto
11
Lapor OK IGD (+)21.30 Pasien diantar ke OK IGD22.30 Pasien datang dari OK IGD
KU baik, pasien sadar. TD : 120/90 mmHg, N : 70x/menit
*ket : steril tidak dilakukan karena suami tidak ada ditempat.23.00 Observasi TTV:
TD : 120/70 mmHg, N :70x/menit, RR : 24x/menit, T : 36,8C23.30 Pasien dipindahkan ke ruang nifas8-7-2011 S : Nyeri luka operasi (+)
O : KU baik, kesadaran composmentis, TFU 1 jari dibawah pusat, lokia
rubra
TD : 120/70 mmHg, N : 90x/i, RR : 24x/i, T : 36,7 C
A : post SC hari I a/i CPD + bekas SC 2x + rupture uteri
P : Mengobservasi keluhan, TTV, memberi terapi sesuai advice 9-7-2011 S : Nyeri luka operasi (+)
O : KU baik, kesadaran composmentis, TFU 2 jari dibawah pusat
TD : 120/80 mmHg, N : 96x/i, RR : 21x/i, T :37,2C
Flatus (+), BAK via kateter (tampak bercampur darah)
A : Post SC hari II a/i CPD + bekas SC 2x + rupture uteri
P : Mengobservasi keluhan, TTV, memberi terapi sesuai advice10-7-2011 S : Nyeri luka operasi berkurang
O : KU baik, kesadaran composmentis, TFU 2 jari dibawah pusat
TD : 130/80 mmHg, N : 80x/i, RR : 24x/i, T :37C
ASI (+), BAB (+), BAK (+), sehari 2 kali ganti pembalut
A : Post SC hari III a/i CPD + bekas SC 2x + rupture uteri
P : Cefadroxyl 2x500 mg (p.o)
Asam mefenamat 3x500 mg (p.o)
SF 1x1 (p.o)
GV
Pasien boleh pulang
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
RUPTUR UTERI
A. Definisi
Ruptur uteri merupakan peristiwa robeknya uterus. Kejadian ini merupakan hal yang
sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, dan kadang juga terjadi pada
kehamilan tua 1.
B. Etiologi
Ruptur uteri dapat terjadi sebagai akibat cedera atau anomali yang sudah ada
sebelumnya, atau dapat menjadi komplikasi dalam persalinan dengan uterus yang
sebelumnya tanpa parut.
Akhir-akhir ini, penyebab ruptur uteri yang paling sering adalah terpisahnya jaringan
parut akibat seksio sesarea sebelumnya dan peristiwa ini kemungkinan semakin sering
terjadi bersamaan dengan timbulnya kecenderungan untuk memperbolehkan partus
percobaan pada persalinan dengan riwayat seksio sesarea.
Faktor predisposisi ruptur uteri lain yang sering dijumpai adalah riwayat manipulasi
atau operasi traumatik, misalnya kuretase, perforasi, dan miomektomi. Stimulasi uterus
yang berlebihan atau tidak tepat dengan oksitosin juga dapat menjadi penyebabnya,
13
meskipun hal ini sekarang sudah sangat jarang terjadi. . Umumnya, uterus yang
sebelumnya tidak pernah mengalami trauma dan persalinan berlangsung spontan, tidak
akan terus berkontraksi dengan kuat sehingga merusak dirinya sendiri 1,2,3,4.
C. Klasifikasi
Menurut terjadinya, ruptur uteri dibedakan menjadi 2, yaitu ruptur uteri tanpa
jaringan parut, dan ruptur uteri dengan jaringan parut.
1) Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut
Ruptur uteri tanpa jaringan parut dibagi menjadi 2, yaitu rupture uteri spontan,
dan ruptur uteri traumatik.
• Ruptur Uteri Spontan
Ruptur uteri spontan ialah ruptur uteri yang terjadi pada uterus yang utuh
(tanpa jaringan parut). Faktor utama yang menjadi penyebab hal ini ialah
persalinan yang tidak maju karena adanya hambatan, misalnya panggul sempit
(CPD), hidrosefalus, janin letak lintang, dan sebagainya. Hal-hal tersebut dapat
menyebabkan segmen bawah uterus makin lama makin teregang. Ruptur uteri
terjadi saat regangan terus bertambah melampaui kekuatan jaringan miometrium.
Faktor predisposisi terjadinya rupture uteri spontan salah satunya ialah
multiparitas. Pada multipara, pada miometriumnya sudah banyak terdapat
jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang,
sehingga regangan yang sedikit lebih mudah menimbulkan robekan. Pemberian
oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi, atau atas indikasi yang tidak tepat,
juga dapat menyebabkan ruptur uteri spontan 1,2.
• Ruptur Uteri Traumatik
Ruptur uteri traumatik merupakan ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma.
Hal ini dapat terjadi karena pasien jatuh, kecelakaan lalu lintas seperti tabrakan,
dan lain sebagainya. Ruptur uteri traumatik dapat terjadi setiap saat dalam 14
kehamilan, namun pada dasarnya ruptur uteri traumatik jarang terjadi karena otot
uterus cukup kuat untuk menahan trauma yang berasal dari luar. Walaupun uterus
ternyata sangat tahan terhadap trauma tumpul, wanita hamil yang mengalami
trauma tumpul pada abdomen harus mewaspadai timbulnya tanda-tanda ruptur
uteri. Miller dan Paul (1996) hanya melaporkan tiga kasus yang disebabkan oleh
trauma pada lebih dari 150 wanita dengan ruptur uteri. Trauma tumpul lebih besar
kemungkinannya menyebabkan solusio plasenta. Sebaliknya, luka tembus
abdomen cenderung mengenai uterus yang sedang hamil besar. Dahulu, ruptur
traumatik sewaktu persalinan sering disebabkan oleh ekstraksi atau versi poladik
interna. Kausa lain ruptur uteri traumatik adalah persalian dengan forceps yang
sulit, ekstraksi bokong, dan pembesaran janin yang tidak lazim, misalnya pada
hidrosefalus 5. Yang lebih sering terjadi ialah ruptur uteri violenta. Ruptur uteri
violenta biasanya disebabkan oleh karena distosia, karena adanya regangan
segmen bawah uterus dan usaha vagina untuk melahirkan janin,sehingga terjadi
ruptur uteri. Ruptur uteri violenta ini biasanya terjadi pada versi ekstraksi letak
lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat dilakukannya, tindakan
tersebut, kemudian bisa juga terjadi pada proses embriotomi dan ekstraksi dengan
cunam yang sukar 1.
2) Ruptur Uteri dengan Jaringan Parut
Ruptur uteri tipe ini lebih sering terjadi pada bekas parut seksio sesarea. Peristiwa
ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangkat mioma
(miomektomi), dan lebih jarang lagi pada uterus dengan parut karena kerokan yang
terlampau dalam pada dinding uterus, seperti pada kuretase. Diantara jenis parut
bekas seksio sesarea, parut yang terbentuk post seksio sesarea tipe klasik lebih sering
menyebabkan ruptur uteri dibandingkan bekas parut seksio sesarea tipe profunda.
Perbandingan insidensinya ialah 4:1. Hal ini disebabkankan oleh karena luka pada
segmen bawah uterus menyerupai daerah uterus yang lebih tenang, dan dalam masa
nifas dapat sembuh dengan baik, sehingga jaringan parut yang terbentuk setelah masa
penyembuhan menjadi lebih kuat dibandingkan dengan jaringan parut yang terbentuk
pada post seksio sesarea tipe klasik. Ruptur uteri pada parut post seksio sesarea klasik
15
juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua, sebelum persalinan dimulai. Sedangkan
pada parut post seksio sesarea profunda umumnya terjadi saat persalinan 1,2.
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan menjadi 1,4:
• Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio
sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
• Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah lama
tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
• Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi,
sedang pembukaan belum lengkap.
• Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut waktu terjadinya, etiologi ruptur uteri dapat dibagi menjadi 2, yaitu akibat
cedera atau anomali yang terjadi sebelum kehamilan sekarang, dan akibat cedera atau
anomali yang terjadi selama kehamilan sekarang. Penyebab-penyebab tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Klasifikasi Kausa Ruptur Uteri 4
Cedera atau Anomali Uterus yang Terjadi Sebelum Kehamilan Sekarang
Cedera atau Kelainan Uterus Selama Kehamilan Sekarang
1. Pembedahan yang melibatkan miometrium
1. Sebelum persalinan• Kontraksi persisten, intens,
16
• Seksio sesarea atau histerektomi• Riwayat reparasi ruptur uteri sebelumnya• Insisi miomektomi melalui atau sampai endometrium• Reseksi kornu dalam tuba falopii interstisial• Metroplasti
2. Trauma uterus yang terjadi tanpa disengaja
• Abortus dengan instrumentasi (kuret, sondase)• Trauma tajam atau tumpul (kecelakaan, pisau, peluru)• Ruptur asimtomatik (silent ruptur) pada kehamilan sebelumnya
3. Anomali kongenital• Kehamilan di kornu uterus yang tidak berkembang
spontan• Stimulasi persalinan (oksitosin atau prostaglandin)• Instilasi intra-amnion (saline atau prostaglandin)• Perforasi oleh kateter pengukur tekanan uterus internal• Trauma eksternal (tajam atau tumpul)• Versi luar• Overdistensi uterus (hidramnion, gemelli)
2. Selama persalinan• Versi interna• Pelahiran dengan bokong yang sulit• Ekstraksi bokong• Anomali janin yang meregangkan bagian bawah• Penekan yang berlebihan pada uterus selama persalinan• Pengeluaran plasenta secara manual yang sulit
3. Didapat• Plasenta akreta atau perkreta• Neoplasia trofoblastik gestasional• Sakulasi uterus retroversi yang terperangkap
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan 1,2,6:
• Ruptur Uteri Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrium), sehingga
terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga uterus dengan bahaya
peritonitis.
• Ruptur Uteri Inkompleta
17
Robekan otot rahim tetapi peritoneum tidak ikut robek. Perdarahan terjadi
subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut gejala klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:
• Ruptur uteri iminens (membakat/mengancam)
Terlebih dahulu dan yang terpenting adalah mengenal betul gejala dari ruptur
uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita dapat
bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptur uteri yang sebenarnya.
Gejala ruptur uteri iminens/mengancam :
o Dalam anamnesa dikatakan telah ditolong/didorong oleh dukun/bidan,
partus sudah lama berlangsung
o Pasien tampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri diperut
o Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang
kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
o Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
o Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu
mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
o His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
o Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan
keras terutama sebelah kiri atau keduanya.
o Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan
SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
o Diantara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukan SBR yang
semakin tipis dan teregang. Sering lengkaran bandl ini dikelirukan dengan
18
kandung kemih yang penuh, untuk itu dilakukan kateterisasi kandung kemih.
Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak
dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang
ubun-ubun belakang.
o Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada
kateterisasi ada hematuri.
o Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)
o Pada pemriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,
seperti oedem porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
• Ruptur uteri sebenarnya 1,4
Bila ruptur uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah
ruptur uteri sebenarnya.
1.) Anamnesis dan Inspeksi
o Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar biasa,
menjerit seolah-olah perutnya sedang dirobek kemudian jadi gelisah, takut,
pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
o Pernafasan jadi dangkal dan cepat, kelihatan haus.
o Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum.
o Syok, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun bahkan tidak terukur.
o Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak, lebih-lebih
kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun dan menyumbat jalan
lahir.
19
o Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai bawah dan
dibahu.
o Kontraksi uterus biasanya hilang.
o Mula-mula terdapat defans muskulaer kemudian perut menjadi kembung dan
meteoristis (paralisis usus)
2.) Palpasi
o Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya emfisema
subkutan.
o Bila kepala janin belum turun, akan mudah dilepaskan dari pintu atas panggul.
o Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga perut, maka
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya
kadang-kadang teraba uterus sebagai suatu bola keras sebesar kelapa.
o Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek.
3.) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa menit
setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk ke rongga
perut.
4.) Pemeriksaan Dalam
o Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan mudah
dapat didorong ke atas dan ini disertai keluarnya darah pervaginam yang agak
banyak
o Kalau rongga rahim sudah kosong dapat diraba robekan pada dinding
rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melalui robekan tadi, maka dapat
diraba usus, omentum dan bagian-bagian janin. Kalau jari tangan kita yang
20
didalam kita temukan dengan jari luar maka terasa seperti dipisahkan oleh
bagian yang tipis seklai dari dinding perut juga dapat diraba fundus uteri.
5.) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
D. Patomekanisme 1,2,6,7
Pada umumnya uterus dibagi atas dua bagian besar: Korpus uteri dan servik uteri. Batas
keduanya disebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan
sudah kira-kira ± 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar dari ukuran kavum
uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus ini.
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari Bandl.
Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila terdapat pada 2-3 jari diatas simfisis, bila
meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptur uteri
mengancam. Ruptur uteri terutama disebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari
uterus. Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah dimengerti karena adanya lokus
minoris resistens
Rumus mekanisme terjadinya ruptur uteri:
R = H + O
Dimana: R = Ruptur, H = His Kuat (tenaga), O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan
cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak
dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his
21
kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis.
Lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi.
Dalam hal terjadinya ruptur uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparatus
untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum latum, ligamentum
sacrouterina dan jaringan parametra.
E. Penatalaksanaan 1,8,9
Untuk mencegah timbulnya ruptura uteri pimpinan persalinan harus dilakukan dengan
cermat, khususnya pada persalinan dengan kemungkinan distosia, dan pada wanita yang
pernah mengalami sectio sesarea atau pembedahan lain pada uterus. Pada distosia harus
diamati terjadinya regangan segmen bawah rahim, bila ditemui tanda-tanda seperti itu,
persalinan harus segera diselesaikan.
Keselamatan wanita yang mengalami ruptur uteri paling sering bergantung pada
kecepatan dan efisiensi dalam mengoreksi hipovolemia dan mengendalikan perdarahan.
Perlu ditekankan bahwa syok hipovolemik mungkin tidak bisa dipulihkan kembali
dengan cepat sebelum perdarahan arteri dapat dikendalikan, karena itu keterlambatan
dalam memulai pembedahan tidak akan bisa diterima.
Bila keadaan umum penderita mulai membaik, selanjutnya dilakukan laparotomi dengan
tindakan jenis operasi:
• Histerektomi, baik total maupun subtotal.
• Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
• Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan aman yang akan dipilih, tergantung dari beberapa faktor, antara lain:
• Keadaan umum
• Jenis ruptur, inkompleta atau kompleta
22
• Jenis luka robekan
• Tempat luka
• Perdarahan dari luka
• Umur dan jumlah anak hidup
• Kemampuan dan keterampilan penolong
F. Prognosis 4,10
Harapan hidup bagi janin sangat suram. Angka mortalitas yang ditemukan dalam
berbagai penelitian berkisar dari 50 hingga 70 persen. Tetapi jika janin masih hidup pada
saat terjadinya peristiwa tersebut, satu-satunya harapan untuk mempertahankan jiwa janin
adalah dengan persalinan segera, yang paling sering dilakukan lewat laparotomi.
Jika tidak diambil tindakan, kebanyakan wanita akan meninggal karena perdarahan atau
mungkin pula karena infeksi yang terjadi kemudian, kendati penyembuhan spontan
pernah pula ditemukan pada kasus-kasus yang luar biasa. Diagnosis cepat, tindakan
operasi segera, ketersediaan darah dalam jumlah yang besar dan terapi antibiotik sudah
menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar dan terapi antibiotik sudah
menghasilkan perbaikan prognosis yang sangat besar bagi wanita dengan ruptura pada
uterus yang hamil.
23
24
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISA KASUS
A. Pembahasan
Dari laporan kasus yang telah dipaparkan, didapatkan diagnosa akhir yaitu diagnosa
post operasi berupa P3 A0 + ruptur uteri + seksio sesarea 3 kali. Diagnosa tersebut
didasarkan dari temuan saat dilakukan seksio sesarea oleh dokter spesialis kandungan. Dan
sebelumnya memang telah terdapat kecurigaan dari penapisan awal pasien berupa anamnesa
dimana keluhan utama pasien berupa nyeri perut hebat dan sesak nafas. Selain itu, pasien
memiliki riwayat seksio sesarea 5 tahun dan 3 tahun yang lalu. Untuk selengkapnya dapat
dilihat pada tabel di bawah in.
25
26
Teori Kasus
Faktor Resiko :
• Riwayat SC
• Penekanan berlebihan pada
uterus
• Trauma saat proses pelahiran
• riwayat manipulasi atau operasi
traumatic
• Stimulasi uterus yang berlebihan
atau tidak tepat dengan oksitosin
Manifestasi klinis :
• Nyeri perut dan nyeri tekan. Pasien dapat
mendeskripsikan terasa seperti “terobek”
terutama saat pasien mengalami HIS.
• Nyeri dada. Nyeri dirasakan antara
scapula, atau nyeri saat inspirasi akibat
iritasi dari perdarahan di bawah diafragma
• Syok hipovolemik.
• Dapat ditemukan perdarahan massif per
vaginam
• Gawat janin
• Teraba janin sangat mengambang di luar
uterus dan denyut jantungnya tidak dapat
ditemukan dengan pemeriksaan Doppler
• Ditemukan gambaran Ring Bandl
Faktor Resiko
• Pasien memiliki riwayat SC 5 tahun dan 3
tahun yang lalu a/i CPD
Manifestasi Klinis :
• Pasien datang dengan keluhan nyeri
seluruh lapangan perut
• Pasien merasakan sesak nafas
•Pada inspeksi terlihat adanya gambaran
bandl ring (cincin retraksi patologis) pada
abdomen.
• Pada pemeriksaan fisik :
o Keadaan umum : sakit
berat
o Kesadaran :
composmentis
o Vital sign : Tekanan
darah : 130/80 mm Hg, Nadi
96 kali per menit, Suhu 36,7oC,
Pernafasan 40 kali per menit.
Pemeriksaan Obstetri :
o Pemeriksaan Leopold
Leopold I : TFU 31 cm, teraba
bokong
Leopold II : teraba punggung di sisi
kiri abdomen ibu
Leopold III : letak terbawah kepala
Leopold IV : divergen (sudah masuk
PAP)\
o TBJ : 2945 gram
o DJJ : 128 kali per
menit
o His/kontraksi : 6 kali/ 10
menit durasi 60 detik
o Vaginal touché : v/v normal,
pembukaan 9 cm, ketuban (-), panggul
sempit, kepala di hodge II
B. Analisa Kasus
Berdasarkan anamnesa pasien, didapatkan bahwa kemungkinan ruptur uteri terjadi pada saat
proses persalinan berlangsung. Hal tersebut ditunjang dengan beberapa faktor resiko yang
terdapat pada pasien, yaitu adanya riwayat seksio sesarea 2 kali, yaitu pada 5 tahun dan 3 tahun
yang lalu, sehingga menghasilkan scar pada segmen bawah rahim dan bagian mediana uterus.
Selain itu pasien juga memiliki riwayat CPD yang merupakan indikasi operasi seksio sesarea
terdahulu.
Dari manifestasi klinis yang didapatkan pada pasien terutama nyeri seluruh lapangan perut
dan dada terasa sesak dan sakit memungkinkan adanya kecurigaan terjadinya perdarahan yang
masif dalam peritoneum sehingga mengiritasi n.diafragma dan menyebabkan rasa nyeri pada
dada. Selain itu, kedatangan pasien dengan tachicardia dapat menjadi suatu tanda adanya syok
yang terkompensasi. Pada inspeksi abdomen terlihat adanya gambaran cincin retraksi patologis
(bandl ring) yang merupakan ciri khas ruptur uteri bagian anterior. Pemeriksaan DJJ yang
dilakukan oleh bidan saat di ruang VK menghasilkan nilai 128x/menit.
Diagnosa post operatif atau diagnosa definitif pada pasien ini berupa “P3 A0 + ruptur uteri
+ seksio sesarea 3 kali”. Diagnosa ini didapatkan dari operasi seksio sesarea yang dilakukan.
Dalam laporan langsung dijelaskan cavum peritoneum terisi darah, dengan posisi tangan kanan
27
janin keluar melalui celah ruptur pada uterus ke cavum peritoneum. Pada pemeriksaan VT
didapatkan kepala sudah turun ke hodge II, hal ini dapat menjelaskan kenapa tidak ditemukan
perdarahan pervaginam sebagai manifestasi klinis. Hal tersebut akibat tertutupnya pintu
panggul oleh kepala bayi sehingga tidak memungkinkan darah mengalir keluar.
Penatalaksanaan yang telah dilakukan pasien ini telah tepat, dimana sebelum dilakukan
operasi pasien sempat direhidrasi dengan RL walaupun hanya 1 kolf, karena tidak diketahui
riwayat rehidrasi sebelumnya..
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Martohoesodo S, Marsianto. Perlukaan dan Peristiwa Lain pada Persalinan. Dalam :
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Winkjosastro GH, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 668-672.
2. Nagaya K, Fetters MD, Ishikawa M, Kubo T, Konayagi T, Saito Y, Seishima H,
Sugimoto M, Takagi K, Chiba Y, Honda H, Mukubo M, Kawamura M, Satoh S, Neki R.
Causes of maternal mortality in Japan. JAMA, 2000; 283:2661.
3. Eden, RD, Parker RT, Gall SA. Rupture of the pregnant uterus: A 53-years review. AMJ
Obstet Gynecol, 2007; 68:671.
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Hauth JC, Wenstrom KD.
Perdarahan Obstetri. Dalam : Profitasari, Hartanto H, Suyono YJ, Yusna D, Kosasih AA,
Prawira J, dkk, editor. Obstetri Williams Vol 1. Edisi 21. Jakarta : EGC; 2006: 716-23.
5. Miller DA, Paul RH. Rupture of the unscarred uterus. AMJ Obstet and Gynecol, 2000;
174:345.
6. Fedorkow DM, Nimrod CA, Taylor PJ. Ruptured uterus in pregnancy: A Canadian
hospital’s experience. CMAJ, 2008; 137:27.
7. American College of Obstetricians and Gynecologist: Vaginal birth after previous
cesarean delivery. 5th ed. 2002, p 125.
8. Levrant SG, Wingate M. Midtrimester uterine rupture. J Reprod Med, 2000; 41:186.
9. I, Al-Zirqi. Uterine rupture after previous caesarean section. Norway : BJOG, 2010;
145:25.
10.Chapman S, Crispens MA, Owen J, Savage K. Complications of mid-trimester
pregnancy terminations: The effect of prior cesarean delivery. AMJ Obstet and Gynecol,
2009; 174:356.
29
30