65907528-hiperglikemi-reaktif

21
 1 Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Dalam Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman RSUD A.W.Sjahranie Samarinda REFERAT HIPERGLIKEMI REAKTIF (POLA KADAR GLUKOSA DARAH PADA STROKE AKUT) OLEH Amaliaturrahmah 06.55372.00315.09 PEMBIMBING Dr. Latif Choibar, C. Sp.PD-KEMD FINASM Dipresentasikan Dalam RangkaTugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam 2011

Transcript of 65907528-hiperglikemi-reaktif

  • 1

    Laboratorium / SMF Ilmu Penyakit Dalam

    Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman

    RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

    REFERAT

    HIPERGLIKEMI REAKTIF

    (POLA KADAR GLUKOSA DARAH PADA STROKE AKUT)

    OLEH

    Amaliaturrahmah

    06.55372.00315.09

    PEMBIMBING

    Dr. Latif Choibar, C. Sp.PD-KEMD FINASM

    Dipresentasikan Dalam RangkaTugas Kepaniteraan Klinik

    Pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam

    2011

  • 2

    LEMBAR PENGESAHAN

    REFERAT

    HIPERGLIKEMI REAKTIF

    (POLA KADAR GLUKOSA DARAH PADA STROKE AKUT)

    Disusun oleh:

    Amaliaturrahmah

    06.55372.00315.09

    Telah dipresentasikan pada:

    Mengesahkan dan menyetujui,

    Pembimbing

    Dr. Latif Choibar, C. Sp.PD-KEMD FINASM

    Hari : Selasa

    Tanggal : 2 Maret 2011

  • 3

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul .................................................................................................. 1

    Daftar Isi........................................................................................................... 2

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 3

    1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 3

    1.2 Tujuan ........................................................................................................ 4

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

    2.1 Definisi ...................................................................................................... 5

    2.2 Macam-macam Hyperglikemi Pada Stroke Akut ................................... 6

    2.3 Patogenesis ............................................................................................. 6

    2.4 Hubungan Hiperglikemia dengan Stroke................................................ 9

    2.5 Efek Hiperglikemia dengan Stroke ......................................................... 10

    2.6 Manifestasi klinik ................................................................................... 12

    2.7 Diagnosa ................................................................................................. 13

    2.8 Penatalaksanaan ...................................................................................... 13

    2.9 Prognosa ................................................................................................. 15

    BAB III PENUTUP ......................................................................................... 17

    DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

  • 4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Stroke merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian karena hingga saat

    ini stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab kematian, setelah penyakit

    kardiovaskular dan keganasan (American Heart Association, 2004). Selain

    menyebabkan kematian, penyakit ini juga merupakan penyebab utama kecacatan

    jangka panjang (Hewer, 1990). Menurut WHO lima belas juta orang di seluruh dunia

    terserang stroke setiap tahun, lima juta meninggal dan lima juta lainnya menderita

    kecacatan (Disabled world, 2008).

    Upaya yang ideal untuk menghadapi masalah stroke ini adalah pencegahan

    terhadap faktor faktor risiko. Dan berbagai faktor-faktor risiko, hiperglikemia

    merupakan salah satu faktor resiko yang penting untuk terjadinya stroke.

    Selain sebagai faktor risiko, hiperglikemia juga bisa timbul pada penderita

    stroke yang tidak pernah menderita atau tidak mempunyai riwayat diabetes melitus

    sebelumnya, yaitu pada fase akut (segera setelah serangan stroke). Hiperglikemia

    inilah yang dikenal sebagai hiperglikemia reaktif (Candelise, 1995; Melamed,dkk,

    1976)

    Mekanisme terjadinya hiperglikemia reaktif pada stroke belurn dapat

    dipastikan. Upaya untuk rnenjelaskan patofisiologinya sering terhambat oleh berbagai

    kendala, antara lain kenyataan bahwa sebagian besar kasus yang mengalami

  • 5

    fenomena ini tidak mempunyai data kadar glukosa darah premorbidnya. Meskipun

    demikian para ahli memperkirakan bahwa hiperglikemia reaktif bukanlah fenomena

    yang berdiri sendiri. Pendapat yang menonjol adalah hiperglikemia yang terjadi

    merupakan respon terhadap stres. Peneliti lain menganggap hiperglikemia ini

    bukanlah respon terhadap stres melainkan merupakan kelainan yang sebelumnya

    sudah ada pada penderita yang baru tercetus pada serangan stroke.

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mengetahui etiologi,

    patofisiologi, manifestasi klinis, serta penatalaksanaan Hiperglikemia reaktif.

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 DEFINISI

    Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi

    sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan, sehingga

    terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80 90 mg /

    dl darah, atau rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah (Pulsinelli,

    1996), hyperglikemia reaktif ini diartikan sebagai peningkatan kadar glukosa darah

    puasa lebih dari 110 mg/dl (zacharia, dkk, 2005), reaksi ini adalah fenomena yang

    tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek perubahan biokimiawi multiple

    yang berhubungan dengan stroke akut (Candelise, dkk, 1985).

    Hiperglikemi reaktif dapat terjadi pada stroke hemoragik dan stroke iskemik,

    tetapi dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa hiperglikemi reaktif ini lebih

    banyak terjadi pada kasus stroke hemoragik, hal ini mungkin disebabkan karena

    kasus stroke hemoragik memang cenderung lebih berat keadaan klinisnya daripada

    stroke iskemik. Peningkatan kadar glukosa darah sebenarnya tidak hanya dipengaruhi

    oleh jenis dari stroke, tetapi juga mungkin lebih berhubungan dengan beratnya stroke

    pada fase awal, Dengan demikian, semakin berat serangan stroke/kerusakan jaringan

    yang terjadi, makin berat pula stres yang ditimbulkan, beratnya keadaan klinis

    penderita dinilai berdasarkan GCS (Van Kooten; Candelise, 1993).

  • 7

    Hiperglikemi reaktif biasanya terjadi pada hari pertama, menunjukkan kadar

    tertinggi pada hari kedua, dan terjadi penurunan kadar glukosa darah yang terjadi

    mulai hari ketiga. Pada hari keempat dan kelima kadar glukosa darah menjadi stabil

    kembali, hal ini memperkuat pendapat bahwa kadar hiperglikemia reaktif yang terjadi

    bersifat sementara (Topic, dkk, 1988).

    2.2 MACAM-MACAM HIPERGLIKEMI PADA STROKE AKUT

    Pasien dengan hiperglikemia pada fase akut stroke dapat dibagi menjadi 4

    kelompok, yaitu;

    1. pasien yang mengetahui bahwa dirinya adalah penderita diabetes melitus,

    2. pasien yang baru diketahui menderita diabetes melitus pada saat itu,

    3. pasien dengan glukosa puasa terganggu, dan

    4. tanpa diketahui penyakit yang mendasarinya, juga disebut sebagai stress

    hyperglycemia (reactive hyperglycemia).

    Antara 5-28% pasien stroke mempunyai diabetes yang tidak terdiagnosis

    sebelumnya (Kiers, dkk., 1992). Hiperglikemia didapatkan pada pasien saat masuk

    rumah sakit kira-kira 2/3 pasien yang memang diabetes melitus dan kurang lebih 40%

    pada pasien non diabetes, dengan keseluruhan insiden hiperglikemia kurang lebih

    50% pada pasien stroke (Capes, dkk., 2001; Mui, dkk., 2007). Kondisi tersebut

    dijumpai pada semua jenis patologis stroke, baik perdarahan maupun stroke lakuner

    (Scot, dkk., 1999).

  • 8

    2.3 PATOGENESIS

    Gangguan regulasi gula darah yang sering juga disebut hiperglikemi reaktif

    dapat terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan,

    reaksi ini adalah fenomena yang tidak berdiri sendiri dan merupakan salah satu aspek

    perubahan biokimiawi multiple yang berhubungan dengan stroke akut.

    Dalam keadaan stress terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu:

    1. Sistem saraf otonom simpatis

    2. Corticotrophin-releasing hormone (CRH)

    Pusat sistem simpatis terletak di batang otak, aktivitas sistem ini akan

    menyebabkan terjadinya pelepasan katekolamin (epinefrin yang mempunyai efek

    yang sangat kuat terhadap reaksi glikogenolisis dan glukoneogenesis dalam hati,

    sehingga akan meningkatkan pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi dan

    selain menghambat pemakaian glukosa di jaringan perifer juga akan menghambat

    sekresi insulin oleh sel beta pancreas. Norepinefrin mempunyai efek lemah terhadap

    glikogenolisis dalam hati, tetapi dapat merangsang glikoneogenesis karena

    mempunyai efek lipolisis yang kemudian memberi asupan gliserol bagi hati. Alanin

    yang berasal dari protein otot juga dapat mengakibatkan peningkatan proses

    glukoneogenesis pada keadaan kritis, laktat juga merupakan precursor yang penting

    bagi glukosa dalam hati dan merupakan refleksi peningkatan glikogenolisis di

    jaringan perifer dan kemungkinan down regulation dari pirufat dehidrogenase, laktat

    akan berfungsi sebagai substrat alternative bagi proses glukoneogenesis dalam

    keadaan stress katabolik. Gliserol akan masuk ke dalam sel hati untuk berpartisipasi

  • 9

    dalam proses glukoneogenesis, setelah dilepas dari jaringan adipose, karena

    kecepatan lipolisis akan meningkat sebagai akibat sekresi hormon counterregulatory

    (Soegondo, dkk, 2001 ; Wortsman, 2002)

  • 10

    Sistem CRH tersebar di seluruh bagian otak tetapi paling banyak terdapat di

    nucleus paraventrikular hipotalamus, perangsangan sistem CRH akan mengaktivasi

    aksis hipofisis-adrenal. Hipofisis akan menghasilkan adrenocorticotrophin hormone

    (ACTH) yang akan merangsang kortek adrenal untuk melepas kortisol, efek kortisol

    terhadap metabolism karbohidrat adalah perangsangan proses glukoneogenesis dan

    selanjutnya akan menyebabkan peningkatan glukosa dalam darah (Soegondo, dkk,

    2001 ; Wortsman, 2002).

    2.4 HUBUNGAN HIPERGLIKEMIA DAN STROKE

    Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat merupakan suatu

    keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan

    hidup. Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus

    diputuskan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengobatan. Terdapat 3 mekanisme

    yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya akibat stroke dan derajat

    hiperglikemia (Habib, dkk, 2001; Martin, dkk, 1987).

    Terdapat 3 mekanisme yang mungkin dapat menerangkan hubungan besarnya

    kerusakan akibat stroke dan derajat hiperglikemia.

    1. Keadaan hipoksia yang terjadi pada stroke, glukosa akan mengalami

    metabolisme anaerob menjadi asam laktat dan hasil akhirnya akan

    menyebabkan asiosis intra dan ekstraseluler, yang akan menyebabkan

    terjadinya kerusakan neuron, jaringan glia, dan jaringan vascular. Pada

    keadaan tersebut mungkin produksi asam laktat pada daerah iskemik akan

    dibantu oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sawar darah otak atau

  • 11

    pada membrane sel neuron dan sel glia yang memungkinkan masuknya

    glukosa ke dalam sel.

    2. Selama proses iskemik akan terjadinya peningkatan kadar neurotransmitter

    glutamate dan aspartat, yang keduanya mempunyai sifat eksitasi dan

    neurotoksik, pada keadaan normal pelepasan glutamate akan merangsang

    saraf pada lokasi pasca reseptor dan depolarisasi. Dalam keadaan

    hiperglikemia dan hipoksia maka kadar asam amino ekstraseluler yang akan

    merangsang neuron makin meningkat, karena pelepasan yang berlebihan

    bersama kegagalan reuptake yang biasanya terjadi pada detoksikasi glutamate

    dan aspartat. Keadaan ini akan mengakibatkan hiperstimulasi neuron pasca

    sinaptik yang kemudian akan menyebabkan kematian neuron.

    3. Dengan adanya iskemik, hiperglikemia, dan hiperstimulasi neuron akan

    terjadi peningkatan kalsium intraseluler, yang akan mengakibatkan terjadinya

    kerusakan neural (Habib,dkk, 2001; Martin, dkk, 1987).

    2.5 EFEK HIPERGLIKEMIA TERHADAP STROKE

    Beberapa peneliti menyatakan bahwa kelainan metabolik yang dapat terjadi

    akibat iskemik serebral antara lain asidosis laktat, perubahan aliran perdarahan otak,

    pool glutation yang berkurang dan terganggunya fosforilasi oksidatif dan produksi

    ATP (Van Kooten; Candelise, 1993).

    Keadaan peningkatan kadar glukosa darah akut sendiri akan memperburuk/

    memperluas kerusakan jaringan otak melalui beberapa mekanisme. Hiperglikemia

    yang terjadi akut antara lain menyebabkan penurunan regional cerebral blood flow

  • 12

    (rCBF) dan mengurangi mekanime kompensasi aliran darah selama fase iskemia,

    Penurunan rCBF selama keadaan hiperglikemi terjadi karena:

    1. peningkatan resistensi serebrovaskular karena hiperosmolaritas plasma,

    2. peningkatan viskositas darah dan

    3. berkurangnya metablisme serebral (Duckrow, 1987).

    Penurunan CBF dan pasokan (supply) oksigen, menimbulkan metabolisme

    anaerobik dalam otak, dengan akibat produksi asam laktat meningkat (asidosis

    jaringan) dan terjadi edema otak. Berger (1985) melaporkan bahwa pada gambaran

    CT Scan penderita yang mengalami hipergikemia, daerah hipodensnya meluas lebih

    cepat, sehingga cenderung ada pergeseran garis tengah (midline shift) atau kompresi

    ventrikel. Perburukan lesi otak akibat hiperglikemia ini juga terbukti pada

    pemeriksaan otopsi yang menunjukkan bahwa insidens edema otak lebih tinggi pada

    kadar glukosa darah yang tinggi (Berger I, 1986).

    Hiperglikemia dapat menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen pasca

    iskemik dibandingkan pada pasien normoglikemia dan selain itu juga mempunyai

    derajat asidosis laktat otak yang lebih tinggi, Hal ini akan meningkatkan

    pembentukan radikal bebas oksigen yang akan merusak neuron-neuron.

    Hiperglikemia juga memperparah edema, meningkatkan pelepasan neurotransmiter

    excitatory amino acid dan melemahnya pembuluh darah di area iskemik. keadaan ini

    menunjukkan bahwa pengobatan aktif keadaan hiperglikemia ini mungkin dapat

    memperbaiki prognosis pasien stroke (Van Kooten; Candelise, 1993).

  • 13

    Porte mempunyai pendapat yang berbeda dan menyatakan karena susunan

    saraf pusat merupakan pengguna glukosa utama waktu perut kosong, ia sangat

    dipengaruhi aliran darah dan oksigenasi ke otak, seperti pada keadaan hipovolemi,

    hipertensi, dan hipoksia. Penurunan kadar glukosa darah pada keadaan hiperglikemia

    melalui pengurangan glukoneogenesis di hati dengan pemberian insulin merupakan

    suatu kontra indikasi kecuali penyebab primer telah dikoreksi atau terjadi suatu

    hiperglikemia berat (Porte, 1985).

    Secara klinis adanya diabetes atau hiperglikemi akan mempengaruhi proses

    penyembuhan, memperberat akibat stroke iskemik akut dan juga mempercepat

    rekuren/ kambuhnya stroke. Keadaan hiperglikemia juga mempermudah terjadinya

    edema otak dan meningkatkan angka kematian pasien yang dirawat akibat stroke.

    Cox telah membuktikan bahwa hiperglikemia bersama-sama kadar gliko-Hb yang

    normal mempunyai arti prognosis yang buruk bagi pasien-pasien dengan stroke.

    Hiperglikemi sendiri dapat merupakan akibat respon stress sesudah terjadi

    stroke pada pasien-pasien non diabetes. Respon stress ini mengakibatkan peningkatan

    katekolamin, peningkatan lipolisis, kenaikan kadar asam lemak bebas, dan hal itu

    merupakan prognosis yang buruk (Marfella, 2003; Kagansky, 2001).

    2.6 MANIFESTASI KLINIK

    Manifestasi kliniknya adalah sama dengan manifestasi klinik stroke, yang

    disertai dengan adanya peningkatan glukosa darah.

    1. Kelemahan atau mati rasa tiba-tiba pada wajah, lengan, kaki pada satu sisi

    tubuh (hemi atau monoparesis menunjukkan defisit sensori).

  • 14

    2. Tidak dapat berbicara atau kesulitan bicara atau bicara sulit dimengerti.

    3. Hilangnya penglihatan atau kabur hanya pada satu mata, penglihatan ganda,

    vertigo menunjukkan keterlibatan sirkulasi posterior.

    4. Mengantuk, tidak dapat berdiri atau tiba-tiba jatuh.

    5. Aphasia (hilangnya kemampuan berekspresi) terlihat pada pasien stroke

    sirkulasi anterior.

    6. Pada keadaan hiperglikemia dengan kadar glukosa darah di atas 300 mg/dL

    dapat dijumpai gejala neurologi berupa lemah, perubahan status mental,

    penurunan kesadaran sampai koma.

    2.7 DIAGNOSA

    Kadar glikemia fluktuatif selama fase akut stroke dan terdeteksi hiperglikemia

    meningkat dengan pengukuran secara berkala kadar gula dalam plasma. peningkatan

    glukosa darah daripada rentang kadar puasa normal 80 90 mg / dl darah, atau

    rentang non puasa sekitar 140 160 mg /100 ml darah. Pemeriksaan kimia darah

    lengkap, Gula darah sewaktu: Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan

    kemudian berangsur-angsur kembali turun.

    Setelah pengukuran gula darah awal saat sebelum masuk rumah sakit, maka

    direkomendasikan untuk monitoring terhadap glukosa serum dalam kapiler dengan

    cara pungsi vena atau fingerstick. Jika gula darah awal adalah normal, maka

    pengukuran dapat diulang dengan interval 4-6 jam selama 24 jam, kemudian

    dilanjutkan sekali atau dua kali dalam sehari (Setyopranoto, I, 2009).

  • 15

    2.8 PENATALAKSANAAN

    Jika kadar gula darah meningkat, maka harus dilakukan pemberian dosis awal

    insulin intravena, selanjutnya pengukuran gula darah dapat dilakukan tiap jam, dan

    dilanjutkan setiap 2-4 jam sekali hingga glikemia terkendali dan kecepatan pemberian

    infus tetap jangan diubah. Saat ini di beberapa rumah sakit tersedia banyak peralatan

    untuk mengukur secara kontinyu kadar gula secara subkutan dan lebih praktis dan

    cepat. Untuk mencegah hiperglikemia, pemberian infus yang berisikan cairan glukosa

    harus dihindari. Adanya infeksi dan demam harus dilakukan pemberian terapi secara

    tepat. Pemberian terapi terhadap kecurigaan hiperglikemia sebelum dirujuk ke rumah

    sakit tidak boleh dilakukan sebelum diperiksa kadar gula darahnya (Setyopranoto, I,

    2009).

    Hiperglikemia yang ditegakkan segera setelah tiba di rumah sakit dapat

    diberikan terapi, dan yang terbaik adalah pemberian insulin intravena secara

    kontinyu. Pemberian insulin tersebut adalah sesuai dengan guideline terkini, aman

    serta cepat, dan dalam beberapa menit segera tercapai kadar gula darah normal secara

    persisten (Setyopranoto, I, 2009).

    Terdapat perbedaan dalam hal pemberian insulin intravena berdasarkan

    beberapa penelitian maupun yang sudah diterima (Trence et al., 2003; Goldberg et

    al., 2004). Selama pemberian infus insulin secara kontinyu, maka terjadinya

    kemungkinan hipokalemia harus diperhatikan dan jika terjadi maka harus dikoreksi.

    Penambahan glukosa untuk mencegah hipoglikemia pada infus insulin tidak

    dibenarkan (Trence et al., 2003; Goldberg et al., 2004).

  • 16

    Pemberian insulin subkutan secara intermiten memberikan hasil yang berbeda

    yaitu setelah beberapa hari kadar gula darah baru terkontrol. Seperti sudah dijelaskan

    sebelumnya bahwa hiperglikemia harus diberikan terapi jika kadar gula darah 10.0-

    16.6 mmol/l (180300 mg/dl) (Adams Jr et al., 2003; Toni et al., 2004).

    Kontrol gula darah selama fase akut stroke. insulin reguler diberikan subkutan

    setiap 6 jam dengan cara sliding scale atau infus intravena terus menerus. Insulin

    reguler dengan sliding scale.

    Tatalaksana Hiperglikemia pd Stroke akut(PERDOSSI, 2007)

    *KGD harus diturunkan 400 12 unit

  • 17

    infus dapat disesuaikan. Pada hiperglikemia yang hebat >500 mg/dL, diberikan bolus

    pertama 5-10 unit insulin reguler tiap jam. Setelah kadar gula darah stabil dengan

    infus kontinyu atau skala luncur dilanjutkan dengan pemberian insulin reguler

    subkutan (fixdosed).

    2.9 PROGNOSA

    Di dalam sebuah penelitian kematian dini pada kasus stroke yang mengalami

    hiperglikemia reaktif adalah 65,5% dibandingkan dengan 29,2% yang tidak

    mengalami hiperglikemia (normoglikemia). Dalam penelitian lain, Candelise (1985)

    juga melaporkan bahwa angka kematian kasus non diabetes melitus yang mengalami

    biperglikernia reaktif paling tinggi (78%) bila dibandingkan dengan kasus stroke pada

    penderita diabetes melitus (45 %) dan kasus non diabetes meitus yang normoglikemia

    (29%). Dalarn pengamatan jangka panjangnya, Woo dkk. (1990) juga melaporkan

    angka kematian kasus stroke non diabetes melitus yang mengalami hiperglikemia

    reaktif adalah 74% dibandingkan dengan yang norrnoglikemia 24%

    adanya hiperglikemia reaktif pada fase akut stroke kiranya dapat digunakan sebagai

    semacam petanda prognosis yang kurang baik, oleh karena itu diperlukan manajemen

    yang cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan prognosa yang buruk.

  • 18

    BAB III

    PENUTUP

    3.1 Kesimpulan

    Berdasarkan dari hal-hal yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik

    kesimpulan sebagai berikut :

    1. Hiperglikemi reaktif adalah gangguan regulasi gula darah yang dapat terjadi

    sebagai reaksi non spesifik terhadap terjadinya stress kerusakan jaringan,

    sehingga terjadi peningkatan glukosa darah daripada rentang kadar puasa

    normal yang terjadi stroke akut

    2. Pada hiperglikemi reaktif terjadi mekanisme respon adaptasi, yaitu: Sistem

    saraf otonom simpatis dan Corticotrophin-releasing hormone (CRH)

    3. Pada stroke hemoragik, adanya hipergilkemia reaktif merupakan faktor

    risiko/ petanda prognosis buruk, oleh karena itu diperlukan manajemen yang

    cepat dan tepat sehingga tidak menimbulkan prognosa yang buruk.

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    Adams, H.P. Jr., Adams, R.J., Brott, T., et al., 2003. Guidelines for the early

    management of patients with ischemic stroke: a scientific statement from the

    Stroke Council of the American Stroke Association. Stroke 34: 10561083

    American Heart Association, 2004. Heart Disease and Stroke Statistic.

    Http;//www.strokeaha.org. (diakses 24 esember 2010)

    Berger I, Hakim AM. The Association of hyperglycem ia with cerebral edema in

    stroke. Stroke 1986; 17 (5): 865-71

    Candelise I.,, Landi 0, Orazio EN, Boccardi E. Prognostic significance of

    hyperglycemia in acute stroke. Arch Neurol 1985; 42: 6613.

    Capes, S.E., Hunt, D., Malmberg, K., et al., 2001. Stress hyperglycemia and

    prognosis of stroke in non diabetic and diabetic patients: a systematic

    overview. Stroke 24262432

    Disabled world, 2008. Health News from Asia World stroke Day.

    http://www.disabled-world.com/news/asia/health-asia-4006.php (diakses 4

    Januari 2011)

    Duckrow RB, Beard DC, Brennan RW. Regional cerebral blood flow decreases

    during chronic and acute hyperglycemia. Stroke 1987; 18(1): 52-80

    Goldberg, P.A., Siegel, M.D., Sherwin, R.S., et al., 2004. Implementation of a safe

    and effective insulin infusion protocol in a medical intensive care unit.

    Diabetes Care 461467

    Habib KE. Gold PW. Chrousos OP. Neuroendocrinology of stress. Endocrinology

    and metabolism clinics o North America. 2001 30 : 695 723.

    Hewer RL. Rehabilitation in stroke units-effects and outcome ln : Chopra JS,

    Jaganathan K, Sawhney IMS, eds. Ad-vances in neurology

    Kagansky N, Levy S. Knobler H. The role of Hyperglycemia in acute stroke. Arch

    Neurol. 2001 ; 58 (8)

  • 20

    Kiers, L., Davis, S.M., Larkins, R., et al., 1992. Stroke topography and outcome in

    relation to hyperglycaemia and diabetes. J Neurol Neurosurg Psychiatry 55:

    263270

    Lamsudin, R. 1997. Algoritme Stroke Gajah Mada. FK UGM

    Marfella R, Siniscachi M, Esposito k. Effects of stress hypcrglicemia on acute

    myocardial infarction. Diabetes care 2003 ;26 ( 1 1 ) : 3 1 2935

    Martin, Reichlin S. Endocrin respon to stress and psychiatric diseases. In :Clinical

    neuroendocrinology 7t11 edition. Davies company. Philadelphia. I 987 : I: :

    669-93.

    Melamed E. Reactive hyperglycemia in patients with acute stroke. J. Neurol Sciences

    1976;29: 267-75

    Misbach, J. 1999. Stroke. Jakarta: FK UI

    PERDOSSI, 2007. Pedoman penatalaksanaan stroke.perhimpunan Dokter Spesialis

    Saraf Indonesia (PERDOSSI)

    Porte P. Stress hyperglycemia. In : Wilson JD, Foster DW eds. Williams text : book of endocrinology. Ui ed.Philadelphia. WB.Saunder. 1985 : 774 777

    Pulsinelli WA. Levy DE, Sigsbee B, Scherer P, Plum Increased damage after

    ischemic stroke in patients with hyperglycemia with or without established

    diabetes mellitus, Am J Med 1996;

    Ritarwan, K. 2002. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke yang

    Dirawat di RSUP H.Adam Malik Medan. Medan FK USU

    Sjahrir, H. 2003. Stroke Iskemik. Medan : Yandira Agung

    Soegondo S. Homeostasis glukosa darah pada stroke. Dalam : Aiwi I, Setiati. s,

    Sudoyo A dkk eds. Perternuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam. Pusat

    informasi dan penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalarn FK.U1. 2001 : I I 5-21

    Setyopranoto, I. 2009. Manajemen Stroke Akut. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK

    UGM Unit Stroke RSUP Dr Sardjito

    Toni, D., Iweins, F., von Kummer, R., et al., 2000. Identification of lacunar infarcts

    before thrombolysis in the ECASS I study. Neurology 54: 684688

  • 21

    Topic E, Pavlicek 1, BrinarV, Korsic M. Glycosylated haemoglobin in clarification of

    the origin of hypergtyc emia in acute cerebrovaskular accident. Diabetic

    Medicine 1988; 6: 1215.

    Trence, D.L., Kelly, J.L., Hirsch, I.B., 2003. The rationale and management of

    hyperglycemia for in-patients with cardiovascular disease: time for change. J

    Clin Endocrinol Metab 88: 24302437

    Van Kooten FV Hoogerbrugge N, Naarding P, Koudst.aal P,J. Hyperglycemia in the

    acute phase of stroke is not caused by stress. Stroke 1993; 24: 1129-32.

    Woo J, Christopher WKL, Kay R, Wong AHY, Teoh R, Nicholls MG. The influence

    of hyperglycemia and diabetes mellitus on immediate and 3-month morbidity

    and 3-month morbidity alter acute stroke. Arch Neurol 1990; 47: 1174-7

    Wortsman J. Role of epinephrine in acute stress. In : David ES eds. Endocrinology

    and metabolism clinics of North America. Sauder company.

    Philadelphia.2002 : 79-99

    Zacharia, dkk, 2005,Hiperglikemia Reaktif Pada Stroke Akut. SMF Saraf RSUP

    Fatmawati-Jakarta, Indonesia.