..
-
Upload
leo-rinaldi -
Category
Documents
-
view
101 -
download
3
description
Transcript of ..
FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.)DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus)
DALAM PEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN
Oleh
Tendi Chrisyanto AmirullahC34103025
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
RINGKASAN
TENDI CHRISYANTO AMIRULLAH. C34103025. Fortifikasi TepungIkan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Tepung Ikan Swangi (Priacanthustayenus) dalam Pembuatan Bubur Bayi Instan. Dibawah bimbinganPIPIH SUPTIJAH dan ANNA C. ERUNGAN.
Ikan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Penyerapan protein ikanke dalam tubuh lebih tinggi karena daging ikan mempunyai jaringan tenunanpengikat dalam protein lebih sedikit. Oleh karena itu, penggunaan ikan sebagaibahan dalam pembuatan bubur bayi merupakan salah satu upaya untukmeningkatkan konsumsi ikan bagi bayi yang memerlukan zat gizi untukpertumbuhan. Masalah gizi mulai diperhatikan sejak bayi terutama setelah bayimembutuhkan makanan tambahan yaitu pada umur 6 bulan sampai 5 tahun.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan formulasi bubur bayi instandengan penambahan tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi yangdikeringkan dengan pengering beku dan pengering drum agar menjadi campuranyang sesuai dengan kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya adalahpembuatan tepung ikan, pembuatan tepung beras gelatinisasi, penyusunanformulasi dan pembuatan bubur bayi instan, serta penentuan produk terpilih. Padatahap pembuatan tepung ikan dilakukan analisis proksimat tepung ikan yang akandigunakan dalam formulasi. Pada tahap formulasi dan pembuatan bubur bayiinstan dilakukan uji kadar air, kelarutan, densitas kamba, uji seduh, waktupenyajian, dan uji organoleptik yang akan digunakan dalam menentukan buburbayi terpilih. Bubur bayi terpilih dilakukan analisis kandungan gizi, daya cernaprotein, Total Plate Count (TPC), penentuan takaran saji dan Angka KecukupanGizi (AKG), serta uji penerimaan pada bayi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat dilaporkan bahwa kadar protein untuktepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi berturut-turut adalah 84,47 % dan83,4 %, kadar lemak sebesar 3,73 % dan 3,3 % serta kadar karbohidrat adalah1,79 % dan 1,68 %. Berdasarkan hasil analisis tepung ikan dan perhitungan nilaigizi untuk formulasi bubur bayi instan, maka diperlukan penambahan tepung ikansebesar 9 %. Pengujian yang dilakukan terhadap bubur bayi instan adalah analisiskadar air, kelarutan dalam air, densitas kamba, uji seduh, waktu penyajian dan ujiorganoleptik. Penentuan produk terpilih berdasarkan waktu penyajian, kadar air,kelarutan dalam air, densitas kamba, uji seduh dan uji organoleptik. Berdasarkanhasil penelitian, penggunaan tepung ikan swangi dan pengering drum merupakanproduk terbaik dibandingkan formula yang lain. Produk bubur bayi terpilihmemiliki nilai daya cerna 89,64 %, dan nilai TPC 2,85x104 CFU/g. Perhitungantakaran saji terhadap bubur bayi terpilih sebesar 30 g, dengan AngkaKecukupan Gizi (AKG) 35 %. Kandungan protein, lemak, karbohidrat, danjumlah energi dalam 100 g bahan bubur bayi instan terpilih berturut-turut adalah23,17 %, 6,46 %, 59,87 % dan 390,3 kkal.
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Fortifikasi Tepung Ikan Tenggiri(Scomberomorus sp.) dan Tepung Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) dalamPembuatan Bubur Bayi Instan adalah karya saya sendiri dan belum diajukandalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yangberasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkandari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2008
Tendi Chrisyanto Amirullah C34103025
FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.)DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus)
DALAM PEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Tendi Chrisyanto AmirullahC34103025
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008
Judul : FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.)DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus) DALAMPEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN
Nama : Tendi Chrisyanto AmirullahNRP : C34103025
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Pipih Suptijah, MBA Ir. Anna C. Erungan, MS NIP. 131 476 638 NIP. 131 601 219
Mengetahui
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc.NIP. 131 578 799
Tanggal lulus : 21 Januari 2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, serta anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Selama penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bantuan dan
masukan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Dra. Pipih Suptijah MBA dan Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan kritik
selama penelitian.
2. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi. M.Si. selaku
dosen penguji tamu, terima kasih atas saran-sarannya.
3. Ibu dan Bapak tercinta, adik-adikku, dan seluruh keluarga atas segala doa
restu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.
4. Dosen-dosen, TU, dan seluruh civitas akademik THP yang telah membantu
saya dalam menyelesaikan studi.
5. Ibu Diana atas segala kesabarannya dalam membimbing penulis. Pak Basirun,
Cak Giran, Bu Sisil, Pak Dicky, Mas Hazil, Bu Netty, Pak Susilo, Pak Didik,
Bu Azrina, Pak Dwi dan seluruh staff Laboratorium Pengolahan yang telah
memberikan kemudahan dan bantuan selama penelitian di BBP2HP Muara
baru.
6. Mang Karim yang telah mempersiapkan penginapan selama di Muara Baru.
Teh Nonon yang selalu menyiapkan makan siang selama penelitian.
7. Sigit, Udin, David, Ari Cowo, atas kebersamaan dan bantuan selama
penelitian di Muara Baru.
8. Keluarga besar Wisma Az-Zahra: Kiki, Mul, Iqbal Himam, Bagus, Aryo,
Wisnu. Keluarga besar Wisma Panggung: Juhli, Bangun, Iqbalpsp, Bowo,
Adit, Medi, Indra, Qori, Nando, dan Mammo, terima kasih atas kebersamaan,
keceriaan dan bantuannya kepada penulis.
9. PRIANGAN 5: Tope, Aga, Pupunk, Syahrul yang selalu kompak dalam
membina dan membangun hubungan rumah tangga di PRIANGAN 5.
10. Keluarga besar THP 40, Dian, Yulya, Budi, Merry, Lusi, Fikri, Wida, Syahrul,
David, Abdul, Novita, Riri, Irma, Rhama, Ahmad, Lisda, Bangun, Chacha,
Ricci, Luthfi, Tri Hadi, Yunita, Hilman, Eni, Juhli, Tenzo, Nola, Udin, Fina,
Pisuko, Edo, Dwi Ari, Ana, Fetty, Pho, Deden, Opik, Ida, Nono, Indrugs,
Setyo, Lianny, Ira, Ghea, Roedex, Ari, Gami, Angling, AndriBolga, Ditya,
Helda, Astari, Vijey, Aal, Findut, Tomy, Tobi, Windo, Sigit, Iqbal, Dicki,
Afiat, Jo, Hoeri dan maaf bagi yang namanya tidak disebut.
11. Keluarga besar THP 39, 41, 42, dan 43 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, atas kebersamaannya selama ini.
12. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi yang
tidak dapat saya tulis satu persatu.
Bogor, Januari 2008
Tendi Chrisyanto Amirullah
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Tendi Chrisyanto Amirullah.
Penulis dilahirkan di Ciamis, pada tanggal 8 Mei 1985 dari
pasangan Bapak Dede Wawan dan Ibu Erlina Setiawati.
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.
Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992
di SDN Sukasarana dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun
yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Pacet dan menyelesaikan pendidikannya
pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 5 Tasikmalaya dan
lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) ke Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama Kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti
Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai anggota
Hublubin periode 2003-2004, anggota PSDM periode 2004-2005, anggota
infokom periode 2005-2006, organisasi daerah Himpunan Mahasiswa
Tasikmalaya (HIMALAYA) sebagai anggota periode 2004-2005, dan Forum
Keluarga Muslim (FKM) sebagai anggota kewirausahaan periode 2004-2005.
Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Ikhtiologi periode 2006-2007 dan
Ikhtiologi Fungsional periode 2006-2007. Selain itu penulis juga mengikuti
lomba Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) sebagai finalis tingkat IPB pada
bidang Ilmiah tahun 2005-2006.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang
berjudul ”Fortifikasi Tepung Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Tepung
Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) dalam Pembuatan Bubur Bayi Instan’’
dibimbing oleh Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ir. Anna C. Erungan, MS.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. x
1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 2
2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) ................................... 3
2.2 Deskripsi Ikan Mata Goyang/ Swangi (Priacanthus tayenus)............. 4
2.3 Makanan Bayi dan Nilai Gizinya ...................................................... 5
2.3.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI ...................................... 52.3.2 Persyaratan Makanan Pendamping ASI .................................... 52.3.3 Jenis-jenis bubur bayi ............................................................... 6
2.4 Bahan-Bahan Penyusun..................................................................... 8
2.4.1 Tepung ikan ............................................................................. 92.4.2 Tepung beras ............................................................................ 92.4.3 Minyak/ lemak ......................................................................... 102.4.4 Susu skim ................................................................................ 10
2.5 Pengeringan Beku ............................................................................. 11
2.6 Pengeringan Drum............................................................................. 13
2.7 Makanan Instan ................................................................................. 14
3. METODOLOGI ..................................................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 16
3.2 Bahan dan Alat.................................................................................. 16
3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 16
3.3.1 Pembuatan dan analisis kimia tepung ikan ............................. 173.3.2 Gelatinisasi tepung beras ....................................................... 173.3.3 Penentuan forumulasi............................................................. 183.3.4 Penentuan produk terpilih ...................................................... 20
3.4 Prosedur Analisis .............................................................................. 20
3.4.1 Analisis kadar air metode oven (AOAC 1996) ....................... 203.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 1996) .......................................... 213.4.3 Analisis kadar protein (AOAC 1996) ..................................... 21
3.4.4 Analisis kadar lemak.............................................................. 223.4.5 Perhitungan kadar karbohidrat (By Different) ........................ 223.4.6 Densitas kamba (Muchtadi et al. 1992) .................................. 223.4.7 Uji seduh (Yoanasari 2003).................................................... 233.4.8 Waktu penyajian (Yoanasari 2003) ........................................ 233.4.9 Kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992) ..................... 233.4.10 Uji organoleptik ..................................................................... 233.4.11 Uji penerimaan bayi............................................................... 243.4.12 Total Plate Count (TPC) ........................................................ 243.4.13 Daya cerna protein secara in vitro (Sounders et al. 1973) ....... 25
3.5 Rancangan Percobaan........................................................................ 25
4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27
4.1 Pembuatan dan Analisis Kimia Bahan Penyusun ............................... 27
4.1.1 Proses pembuatan dan analisis kimia tepung ikan ..................... 274.1.2 Analisis bahan-bahan lain yang digunakan pada formulasi........ 29
4.2 Formulasi dan Pembuatan Bubur Bayi Instan .................................... 30
4.3 Sifat Fisik Produk Bubur Bayi Instan................................................. 33
4.3.1 Kadar air................................................................................... 334.3.2 Kelarutan dalam air .................................................................. 344.3.3 Densitas kamba......................................................................... 364.3.4 Uji seduh .................................................................................. 374.3.5 Waktu rehidrasi ........................................................................ 39
4.4 Evaluasi Mutu Organoleptik Bubur Bayi Instan................................. 41
4.4.1 Nilai uji hedonik warna............................................................. 424.4.2 Nilai uji hedonik aroma ............................................................ 444.4.3 Nilai uji hedonik rasa................................................................ 454.4.4 Nilai uji hedonik tekstur............................................................ 45
4.5 Karakteristik Bubur Bayi Instan Terpilih ........................................... 46
4.5.1 Kandungan gizi......................................................................... 464.5.2 Daya cerna protein.................................................................... 464.5.3 Analisis mutu mikrobiologi bubur bayi instan........................... 484.5.4 Penentuan serving size dan Angka Kecukupan Gizi .................. 494.5.5 Uji penerimaan pada bayi ......................................................... 50
5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 52
4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 52
4.2 Saran................................................................................................. 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53
LAMPIRAN ................................................................................................. 57
DAFTAR TABEL
No Halaman
1. Syarat mutu makanan pelengkap serealia instan untuk bayi dan anak(SNI-01-3842-1995) ............................................................................... 7
2. Standar tepung ikan menurut FAO .......................................................... 9
3. Komposisi kima tepung beras per 100 g .................................................. 10
4. Perbedaan mutu produk antara pengeringan beku dan pengeringankonvensional ........................................................................................... 12
5. Hasil analisis proksimat ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) dan
ikan swangi (Priacanthus tayenus) .......................................................... 27
6. Hasil analisis proksimat tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi ..... 28
7. Komposisi bahan-bahan lain yang digunakan dalam formulasi ................ 30
8. Standar makanan pendamping ASI.......................................................... 30
9. Kandungan gizi formula bubur bayi instan .............................................. 32
10. Perhitungan nilai rata-rata total kesukaan bubur bayi instan hasil ujiorganoleptik ............................................................................................ 41
11. Kandungan gizi bubur bayi terpilih ......................................................... 46
12. Nilai daya cerna protein bubur bayi instan terpilih................................... 47
13. Nilai Total Plate Count (TPC) bubur bayi instan terpilih ......................... 48
14. Kandungan nutrisi per serving size .......................................................... 49
15. Pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein per serving size........ 50
DAFTAR GAMBAR
No Halaman
1. Ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) ....................................................... 3
2. Ikan swangi (Priacanthus tayenus)....................................................... 4
3. Alur proses pembuatan bubur bayi instan ............................................. 194. Diagram nilai kadar air bubur bayi instan ............................................. 34
5. Diagram nilai kelarutan bubur bayi instant ........................................... 35
6. Diagram nilai densitas kamba bubur bayi instan ................................... 36
7. Diagram nilai uji seduh bubur bayi instan............................................. 38
8. Diagram nilai waktu penyajian pada bubur bayi instan ......................... 39
9. Diagram nilai rata-rata kesukaan bubur bayi instan............................... 42
10. Diagram pie uji penerimaan bayi .......................................................... 51
DAFTAR LAMPIRAN
No Halaman
1. Data mentah uji organoleptik................................................................... 57
2. Uji statistik organoleptik ......................................................................... 59
3. Data uji kadar air bubur bayi instan ......................................................... 60
4. Data uji kelarutan bubur bayi instan ........................................................ 62
5. Uji seduh bubur bayi instan (per 100 g bahan)......................................... 64
6. Waktu penyajian bubur bayi instan.......................................................... 65
7. Densitas kamba bubur bayi instan ........................................................... 66
8. Analisis sidik ragam uji sifat fisik ........................................................... 67
9. Data analisis proksimat bubur bayi terpilih.............................................. 69
10. Data analisis daya cerna protein bubur bayi terpilih................................. 70
1. PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Secara geografis Indonesia merupakan Negara Maritim, yang memiliki
luas laut sebesar 5,8 Juta km² yang terdiri dari laut territorial dengan luas
0,8 juta km2, laut nusantara dengan luas 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif
seluas 2,7 juta km2 dan merupakan wilayah laut terluas di dunia. Disamping
itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.504 pulau dan garis pantai
sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia
setelah Kanada (Anonim 2007).
Luas sebaran ikan Tenggiri di Perairan Indonesia adalah sebesar 4.558 km2
yang tersebar di Samudera Indonesia (1.792.000 km2), Laut Jawa (400.000 km2),
Selat Makasar-Laut Flores (605.000 km2), Laut Banda (327.000 km2),
Laut Seram-Teluk Tomini (400.000 km2), Laut Arafura (172.000 km2) dan
Laut Sulawesi-Lautan Pasifik (822.000 km2) (Anonim 2007).
Ikan tenggiri merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting dan telah
menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia. Akan tetapi harga dari
ikan tenggiri cukup mahal karena permintaan terhadap ikan ini cukup tinggi.
Berbeda dengan ikan swangi yang merupakan ikan karang. Ikan ini merupakan
salah satu ikan non-ekonomis penting. Berdasarkan data Statistik Kelautan dan
Perikanan Tahun 2005 (2006) tangkapan ikan tenggiri tahun 2004 sebanyak
73.855.330 kg dan tangkapan ikan swangi sebanyak 1.342.354.417 kg.
Masalah gizi mulai diperhatikan sejak bayi terutama setelah bayi
membutuhkan makanan tambahan yaitu pada umur 6 bulan sampai 5 tahun.
Masalah ini diakibatkan ASI yang diberikan tidak lagi mencukupi kebutuhan
fisiologis bayi untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian makanan pendamping
ASI pada umur ini merupakan hal yang penting (Anonim 2003). Pada prinsipnya
makanan tambahan untuk bayi adalah makanan yang kaya akan gizi, mudah
dicerna, mudah disajikan, mudah menyimpannya, higienis, dan harganya
terjangkau.
Makanan tambahan pada bayi dapat merupakan suatu makanan tambahan
campuran, yaitu campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan
tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi. Salah satu
bahan makanan yang dapat dijadikan campuran pada makanan bayi adalah ikan.
Ikan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Protein menjadi kandungan
yang dimiliki ikan meskipun dimiliki sumber lainnya seperti ayam dan sapi,
namun penyerapan protein ikan ke dalam tubuh lebih tinggi karena daging ikan
mempunyai serat-serat protein lebih pendek (Manihuruk 2006). Sumber protein
pada makanan instan kering umumnya protein nabati berupa kacang-kacangan dan
serealia (Marliyati 2007). Tetapi dalam serealia mengandung asam amino
pembatas yaitu lisin, sedangkan dalam kacang-kacangan biasanya asam amino
metionin. Kedua protein tersebut tergolong bermutu rendah, sedangkan protein
yang berasal dari hewan seperti ikan dan susu dapat menyediakan asam amino-
asam amino esensial yang lengkap dan merupakan protein bermutu tinggi. Jika
protein bermutu rendah terlalu banyak dikonsumsi dapat mengakibatkan
kurangnya asam amino pembatas (Winarno 1992).
Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala sesuatu
yang serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan, masyarakat
cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan (Fellow dan Ellis
1992). Proses instanisasi produk akhir dalam teknologi pembuatan makanan bayi
merupakan tahapan penting karena berfungsi dalam kemudahan penyajian,
pengemasan, dan memperpanjang umur simpan. Pembuatan pangan instan dapat
mengatasi masalah penyimpanan dan transportasi makin dipermudah. Bentuk
pangan instan tanpa air mudah disajikan dengan menambahkan air (dingin atau
panas) sehingga mudah larut dan siap disantap (Hartomo dan Widiatmoko1993).
1. 2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) mengembangkan formulasi bubur bayi instan dengan penambahan tepung ikan
tenggiri dan tepung ikan swangi yang dikeringkan dengan alat pengering beku
dan pengering drum.
2) mengetahui karakteristik serta komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan
gizi bayi usia 6-12 bulan..
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.)
Menurut Saanin (1984), taksonomi tenggiri adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Sub phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Scombridei
Famili : Scombridae
Genus : Scomberomorus
Spesies : Scomberomorus sp.
Gambar 1. Ikan tenggiri (Scomberomorus sp.)
Tenggiri adalah jenis ikan yang tergolong ekonomis penting dan telah
menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia. Ikan ini umumnya hidup disekitar
perairan pantai dan sering pula di permukaan dekat perairan karang (Budiman
2006). Tenggiri (Scomberomorus sp.) berada pada habitatnya di seluruh perairan
pantai, daerah penangkapannya di perairan pantai. Tenggiri tersebar di seluruh
perairan Indonesia, Sumatera, Madura, Perairan Indo-Pasifik, Teluk Benggala,
Laut Cina Selatan dan India. Semua jenis tongkol dan tenggiri bersifat karnivora
(ikan-ikan kecil, cumi-cumi) dan predator serta merupakan ikan perenang cepat.
Pada umumnya ketiga jenis ikan di atas ditangkap saat gelombang dan angin
sedang (Anonim 2007)
Ciri-ciri tenggiri (Scomberomorus sp.) adalah mempunyai tubuh yang
panjang, berbentuk torpedo dan merupakan perenang cepat. Secara fisiologi, ikan
ini memiliki karakteristik spesifik pada bagian mulut, sirip, dan bagian tubuh.
Tenggiri (Scomberomorus sp.) tergolong ikan pelagis besar dan termasuk jenis
ikan karnivor yang memakan ikan kecil seperti sardin (Sardinella sp.), tembang
(Sardinella fimbriata), teri (Stelophorus sp.), cumi-cumi (Loligo sp), bandeng
(Chanos chanos), dan berbagai jenis udang (Budiman 2006).
2.2 Deskripsi Swangi/ Ikan Mata Goyang (Priacanthus tayenus)
Klasifikasi ikan swangi (Priacanthus tayenus) menurut Richardson 1846
adalah sebagai berikut:
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Perciformes
Family : Priacanthidae
Genus : Priachanthus
Species : Priacanthus tayenus
Gambar 2. Ikan swangi (Priacanthus tayenus)
Ikan swangi (Priacanthus tayenus) berbentuk bulat agak memanjang dan
mata cukup besar dengan bintik hitam pada bagian sirip pektoral. Hidup pada
perairan dangkal dengan kedalaman 150 sampai 200 m lebih pada daerah batu
karang, kadang-kadang jumlahnya banyak. Ikan ini memiliki sifat nokturnal pada
perairan dalam dengan memakan zooplankton, cacing polikaeta, krustasea dan
ikan-ikan kecil. Pada umumnya penyendiri, tetapi ada beberapa yang membentuk
kelompok. Ikan ini dapat tumbuh maksimum memcapai 30 cm dan termasuk ikan
non-ekonomis penting, daerah penyebarannya adalah perairan dengan dasar
karang berbatu seperti pada laut Arafuru Indonesia (Richardson 1846).
2.3 Makanan Bayi dan Nilai Gizinya
Air Susu Ibu dapat mencukupi kebutuhan anak akan zat gizi sampai anak
berumur enam bulan, setelah itu jumlah ASI akan semakin berkurang sedangkan
kebutuhan anak akan zat gizi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
umur anak (Husaini et al. 1984). Pada usia 6-12 bulan ASI hanya mampu
mencukupi tiga perempat dari kebutuhan gizi anak dan sumbangan ASI tersebut
akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak.
2.3.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI
Menurut Samsudin (1995), makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah berusia 4-6 bulan
sampai bayi berusia 24 bulan atau bayi telah siap menerima makanan
orang dewasa. Makanan tambahan bayi umumnya dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu makanan bayi (infant food) untuk bayi yang berusia dibawah enam bulan
dan makanan sapihan (weaning food) untuk bayi berusia 6-36 bulan (Soenaryo
1985). Makanan pendamping ASI umumnya berbentuk bubur atau biskuit bayi.
2.3.2 Persyaratan Makanan Pendamping ASI
Sifat umum produk MP-ASI yang dikehendaki adalah padat energi dan
padat gizi. Komponen gizi yang dibutuhkan bayi antara lain karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Serat makanan yang terlalu banyak dapat menganggu
pencernaan bayi. Selain itu produk bayi tidak boleh bersifat kamba (bulky) karena
akan cepat memberi rasa kenyang pada bayi. Sifat kamba umumnya terdapat pada
bahan sumber karbohidrat (Astawan 2000).
Makanan pendamping ASI juga harus mengandung lemak yang bersifat
sebagai sumber energi dan pemberi rasa gurih. Lemak sebaiknya memberikan
sumbangan energi sebesar 25-30% dari total energi MP-ASI. Kadar lemak dapat
ditingkatkan hingga mencapai 10% sejauh teknologi memungkinkan (Sugiyono
2000).
Standar makanan pendamping ASI sebaiknya mengacu kepada
Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3842-1995) tentang Makanan Pelengkap
Serealia Instan untuk Bayi dan Anak (Tabel 1). Standar tersebut mengatur
ketentuan gizi untuk makanan yang khusus diberikan kepada bayi (usia 4 sampai
12 bulan) dan anak (usia 1 sampai 3 tahun). Ketentuan tersebut juga ditetapkan
bahwa dalam pembuatan makanan bayi dan anak diharuskan adanya penambahan
vitamin dan mineral, serta bahan lain yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi
dan anak.
2.3.3 Jenis-jenis bubur bayi
Jenis bubur bayi yang beredar dipasaran tidak sebanyak seperti susu bayi.
Kondisi tersebut terjadi karena kurang sadarnya ibu-ibu terhadap makanan apa
yang harus diberikan kepada bayi. Mereka menganggap bayi dengan usia
enam bulan sudah siap mengkonsumsi makanan seperti orang dewasa,
perbedaannya mungkin dari tekstur yang lebih lembut seperti untuk orang dewasa
mengkonsumsi nasi sedangkan untuk bayi bubur atau nasi tim. Hal tersebut tidak
menjadi masalah jika makanan yang diberikan kandungan gizinya bagus karena
usia 6 bulan adalah masa pertumbuhan bayi. Akan tetapi walaupun demikian
pemberian makanan pendamping ASI untuk usia enam bulan keatas adalah hal
yang penting, nilai gizi makanan tersebut harus baik dan sesuai dengan kebutuhan
bayi. Oleh karena itu, jenis-jenis bubur bayi harus diketahui oleh seorang ibu agar
pemberian makanan sesuai dengan kondisi bayi. Berikut adalah jenis-jenis
makanan bayi yang ada dipasaran (Fatmawati 2004).
(1) Dietetic food
Dietetic food adalah bubur ayam yang diperkaya dengan vitamin dan
mineral lengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Dietetic food dirancang
khusus untuk membantu pengobatan bayi dan anak yang sedang menderita
gastro enteritis pasca dehidrasi, diare, gangguan pertumbuhan dan gangguan
kenaikan berat badan.
Tabel 1. Syarat mutu makanan pelengkap serealia instant untuk bayi dananak (SNI 01-3842-1995)
No Kriteria uji Satuan Persyaratan1 Keadaan
WarnaBauRasa
---
NormalNormalNormal
2 Kadar air % b/b Maks 53 Kadar protein % b/b Min 15 (nilai
PER min 70%dari mutukasein)
4 Kadar lemak % b/b 115 Kadar asam linoleat % b/b Min 1,2 bentuk
gliserida6 Kadar serat makanan % b/b Maks 57 Bahan tambahan makanan
a. pewarna buatanb. pemanis buatanc. pengawetd. antioksidanØ L asam askorbat atau
bentuk garam Na dan KØ Askorbil palmitatØ Alfa tokoferol
e. Penyedap rasa dan aromaØ Ekstrak vanilaØ Etil vanilinØ Vanilin
---
mg/kg
mg/kg lemakmg/kg lemak
-mg/kgmg/kg
Tidak boleh adaTidak boleh adaTidak boleh ada
Maks 50 sebagaiasam askorbatMaks 200Maks 300
SecukupnyaMaks 175Maks 175
8 Kandungan natrium % b/b 0,19 Cemaran logam
a. Timbal (Pb)b. Tembaga (Cu)c. Seng (Zn)d. Timah (Sn)e. Raksa (Hg)
mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg
Maks 0,3Maks 0,5Maks 40,0Maks 40,0Maks 0,03
10 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks 0,111 Cemaran mikroba
a. Angka lempeng totalb. Bakteri bentuk colic. E. colid. Salmonella
Koloni/ gAPM/gKoloni/gKoloni/25 g
Maks 104
Maks 200negatif
Dietetic food dibuat dengan formula bebas laktosa, akan tetapi
mengandung polimer glukosa yang tinggi. Oleh karena itu, produk ini dapat
digunakan untuk membantu masalah lactose intolerance, malabsorbsi lemak dan
malabsorbsi glukosa yang biasanya diikuti dengan diare, kekurangan kalori,
protein, failure to thrive dan masalah penyerapan gizi lainnya.
(2) Bubur beras
Bubur beras dibedakan menjadi dua formula, bubur beras putih dengan
kacang hijau dan bubur beras merah. Kedua makanan ini tidak termasuk kepada
makanan sapihan lengkap, oleh karena itu dalam penyajiannya harus ditambah
dengan susu.
Bubur beras juga dilengkapi dengan vitamin dan mineral sehingga dapat
memenuhi kebutuhan makanan padat pertama secara optimal. Bubur beras
dirancang untuk konsumsi masyarakat menengah ke bawah dan dianjurkan
sebagai makanan padat pertama untuk bayi. Bubur beras merah yang ada di pasar
contohnya adalah Cerelac, Milna, Promina, SNM, Creme Nutricia.
(3) Bubur susu dan bubur tim ayam
Bubur susu dan bubur tim ayam, keduanya termasuk ke dalam formula
makanan bayi lengkap. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan alami bermutu
tinggi dengan komposisi seimbang. Baik bubur susu maupun bubur tim ayam
dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dari masyarakat golongan
menengah ke atas.
Bubur susu berfungsi untuk menunjang ASI dan memperkenalkan
makanan padat pertama bagi bayi yang telah berumur empat bulan ke atas.
Bubur tim ayam dengan kandungan protein hewani yang cukup tinggi (21%)
sangat membantu dalam penyediaan asam amino esensial tubuh.
2.4 Bahan-Bahan Penyusun
Makanan pendamping ASI umumnya dibuat dari bahan-bahan serealia dan
kacang-kacangan (Puleses atau legumes). Serealia merupakan sumber karbohidrat
sedangkan kacang-kacangan merupakan sumber protein, dan beberapa kacang-
kacangan juga mengandung kadar lemak yang tinggi dengan asam-asam lemak
yang esensial. Selain kacang-kacangan, dapat juga digunakan ikan sebagai
sumber protein. Golongan serealia yang sering digunakan sebagai bahan baku
makanan pendamping ASI adalah beras, jagung, gandum dan sorghum. Bahan-
bahan lain yang sering digunakan dalam pembuatan makanan pendamping ASI
antara lain adalah susu, minyak atau lemak, gula dan flavor (Fatmawati 2004).
2.4.1 Tepung ikan
Tepung ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan
mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang
berupa daging dan ikan atau bagian yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut
ikan dan lain-lain) (Ilyas 1982).
Tabel 2. Standar tepung ikan menurut FAO
Komposisi Tipe A Tipe B Tipe C
Protein, min (%) 67.5 65 60Daya cernapepsin, min (%)
92 92 92
Lisin, min (%) 6.5 dari protein 6.5 dari protein 6.5 dari proteinAir, maks (%) 10 10 10Lemak, maks (%) 0.75 3 10Klorida, maks (%) 1.5 1.5 2SiO2, maks (%) 0.5 0.5 0.5Bau, rasa Lemah Tidak ada
spesifikasiTidak adaspesifikasi
Sumber: FAO diacu dalam Buckle et al.(1987)
Secara umum tepung ikan berkualitas baik mengandung protein kasar
antara 60% hingga 70% dan kaya akan asam amino esensial terutama lisin dan
metionin yang selalu kurang dalam bahan makanan ternak asal nabati (Rasyaf
1990 diacu dalam Mardiyanti 2005). Kandungan nutrisi tepung ikan yaitu bahan
kering 92%, protein kasar 61%, lemak 10%, serat kasar 0,5%, Ca 1,23%,
Posfor 1,63%, Energi 4094 kkal/kg. (NRC 1994 diacu dalam Mardiyanti 1995).
Tepung ikan juga memiliki kelarutan total yang mencerminkan kecernaan dari
bahan tersebut. Standar tepung ikan menurut FAO dapat dilihat pada Tabel 2.
2.4.2 Tepung beras
Tepung beras adalah salah satu jenis tepung paling sederhana yang
mengandung sebagian besar pati. Tepung beras mengandung protein yang jauh
lebih sedikit daripada tepung terigu. Protein, vitamin dan mineral terdapat dalam
kulit beras (rice bran) (Karta 2006)
Tabel 3. Komposisi kima tepung beras per 100 g
Komposisi Satuan JumlahProtein gram 7,0Lemak gram 0,5Karbohidrat gram 80,0Abu miligram 0,5Air gram 12,0
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995)
Pati yang terdapat dalam beras (tepung) lebih sederhana. Pati adalah
rangkaian gula yang saling berikatan yang membentuk rantai. Tepung beras
hampir 80% merupakan rantai lurus sederhana yang disebut amilosa (Karta 2006).
Penggunaan tepung beras lebih dari 10% dalam suatu produk makanan
memerlukan perhatian atas karakteristik tepung beras tersebut. Nisbah amilosa-
amilopektin dan suhu gelatinisasi merupakan faktor utama yang menentukan
kesesuaian tepung beras dengan spesifikasi produk yang dikehendaki. Adanya
perlakuan pemanasan menyebabkan pati tergelatinisasi. Suhu dimana granula pati
mulai mengembang di dalam air panas disebut suhu gelatinisasi. Umumnya suhu
gelatinisasi beras antara 61-77,5 oC (Cecil et al. 1982). Kandungan nutrisi tepung
beras tercantum pada Tabel 3.
2.4.3 Minyak/ lemak
Perbedaan lemak hewani dan lemak nabati adalah pada kandungan
sterolnya. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung sitosterol. Lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh (oleat, linoleat) dari pada lemak hewani (Ketaren 1986). Fungsi minyak dan
lemak dalam pengolahan bahan pangan adalah untuk kelezatan dan tekstur serta
cita rasa bahan pangan tersebut (Winarno 1997).
2.4.4 Susu skim
Susu skim adalah bagian susu yang ditinggal setelah krim diambil
sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu
kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckel et al. 1985).
Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang
rendah dalam makanannya karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi
susu, dan skim juga dapat digunakan dalam pembuatan keju rendah lemak dan
yogurt susu skim dapat digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat adesif
dan menambah nilai gizi. Aroma produk yang ditambah susu skim dapat
meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim tersebut
(Buckle, 1987).
2.5 Pengeringan Beku (Freeze Drying)
Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metoda pengeringan
yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan
pengeringan beku, dibandingkan metoda lainnya, antara lain adalah (Tambuan
dan Manalu 2000): (1) dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari
perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lain), (2) dapat mempertahankan
stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan
sangat kecil), (3) dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat
berongga sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan sifat fisiologis, organoleptik
dan bentuk fisik hampir sama dengan sebelum pengeringan).
Bahan yang akan dikeringkan baik dalam bentuk padat-basah maupun cair
atau larutan dibekukan di bawah kondisi hampa udara yang diikuti perubahan fase
dari bentuk es menjadi uap (sublimasi). Produk yang dihasilkan akan berbentuk
massa seperti spon yang mempunyai ukuran seperti bahan asal (beku) sehingga
memiliki kelebihan dalam hal stabilitas, rekonstitusi ketika diberi air dingin, dan
akan menjaga aroma (flavor) serta tekstur yang menyerupai bahan awal
(Wirakartakusumah et al. 1989).
Tujuan sublimasi adalah untuk menurunkan kandungan air bahan pangan
hingga mencapai 5-10 persen. Setelah mencapai kadar air tersebut, suhu bahan
akan dinaikkan lebih tinggi untuk mendesorpsi air terikat, sehinga akan diperoleh
bahan pangan dengan kadar air di bawah 5 persen (Desrosier 1988).
Proses pengeringan beku daging dapat dilaksanakan dalam ruang pembeku
vakum dengan tekanan 1,0-1,5 mmHg pada temperatur plat 43 oC. Selama proses
pengeringan beku struktur segar pada bahan dapat dipertahankan yang
mengakibatkan bahan berporus dan tidak berkerut dalam keadaan kering. Hal ini
menyebabkan proses rehidrasi yang cepat dan cukup sempurna bila produk
ditambahkan air (Soeparno 1992). Penggunaan suhu pengolahan yang rendah
akan membantu meminimumkan terjadinya proses browning enzimatis dan
mempertahankan mutu produk. Tidak adanya fase air dalam proses dan peralihan
menjadi keadaan kering dengan cepat akan mengurangi masalah pencokelatan,
denaturasi protein dan reaksi enzimatik pada produk kering beku (King 1971
diacu dalam Pauziah 2002). Perbedaan produk hasil pengeringan beku dan
pengeringan konvensional dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbedaan Mutu Produk antara Pengeringan Beku danPengeringan Konvensional
Pengeringankonvensional
Pengeringan beku
Suhu proses 100-200 oC Cukup rendah untukmencegah terjadinyapencairan
Tekanan Atmosfir (760 mmHg) Vacum (di bawah titik tripleair yaitu 4.7 mmHg)
Penguapan air Dari permukaan bahan SublimasiProduk Kering padat dan
mengkerutKering dan berongga
Bau Berubah TetapWarna Lebih gelap TetapCita rasa Berubah TetapRehidrasi Lambat dan tidak
sempurnaCepat dan lebih sempurna
Stabilitaspenyimpanan
Baik Sangat baik
Biaya Rendah TinggiSumber: Fellow (1990)
(1) Proses sublimasi (pengeringan primer)
Untuk fase sublimasi dari proses pengeringan, bahan divakum pada
tekanan 4,6 mmHg. Sublimasi dari kristal es terdiri dari dua proses dasar yaitu
pindah panas (heat transfer) dan pindah massa (mass transfer). Dalam aplikasi
nya suhu maksimum yang diizinkan dan tekanan pada sublimasi adalah berkisar
antara -9,4 hingga -40 oC dan 2000-100 mikrometerHg (Wirakartakusumah et al.
1989).
(2) Proses desorpsi (pengeringan sekunder)
Dehidrasi akhir adalah proses pengeluaran air terikat yang tidak menjadi
kristal selama proses pembekuan. Suhu bahan dinaikan hingga 26,7 oC pada
kondisi vakum sehingga air terikat dan oksigen dapat dikeluarkan dari bahan.
Kecepatan desorpsi jauh lebih rendah daripada sublimasi. Walaupun air terikat
hanya 5-10% dari seluruh air pada bahan, tetapi proses pengeringan sekunder ini
memerlukan lebih dari sepertiga dari keseluruhan waktu yang diperlukan untuk
pengeringan (Wirakartakusumah et al. 1989).
2.6 Pengeringan Drum (Drum Dryer)
Pengeringan drum digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk
bubuk atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara
internal dengan uap air atau medium pemanas lainnya. Pengering drum bekerja
berdasarkan prinsip pengeringan produk cair yang dikenakan pada permukaan
silinder dengan kecepatan putarannya dapat diatur. Produk cair yang menempel
pada dinding silinder perlahan-lahan akan mengering. Setelah mencapai
tiga perempat putaran, produk kering tersebut dikikis dengan pisau pengikis
sehingga terpisah dalam bentuk lapisan film (Arsdel dan Coley 1964).
Faktor utama yang mempengaruhi mutu produk kering hasil pengeringan
silinder antara lain adalah uap. Uap merupakan media penghantar panas yang
biasa digunakan dalam pengeringan silinder, yaitu untuk penyedia panas pada
permukaan silinder (Toledo 1980).
Keuntungan penggunaan alat pengering drum adalah kecepatan
pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis, dapat
memperbaiki daya cerna, mempengaruhi sanitasi dan meningkatkan daya awet.
Kelemahannya hanya dapat digunakan pada bahan pangan yang berbentuk bubur
atau pasta dan bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam waktu singkat
(Brennan 1974).
Ada empat variabel yang berpengaruh dalam operasi pengeringan drum
yaitu: (1) tekanan uap dan suhu medium pemanas yang mengatur suhu permukaan
drum, (2) kecepatan putaran yang menentukan waktu kontak antara film dan
permukaan drum panas, (3) jarak antara drum yang akan mentukan ketebalan film
yang terbentuk, dan (4) kondisi bahan pangan, misalnya konsentrasi, karakteristik
fisik, dan suhu larutan yang dikeringkan (Moore 1995).
2.7 Makanan Instan
Makanan instan umumnya berbentuk kering. Makanan instan lebih praktis
daripada harus membuat sendiri (Marliyati 2007). Masalah penyimpanan dan
transportasi semakin dipermudah dengan adanya produk pangan instan. Pada
produk pangan instan air dihilangkan, mutu terjaga, tidak mudah terjangkiti bibit
penyakit dan mudah ditangani supaya mudah disantap (Hartomo dan Widiatmoko
1993).
Bahan-bahan utama makanan instan adalah sumber energi, protein,
vitamin, dan mineral. Untuk sumber energi biasanya berasal dari beras. Sumber
protein pada makanan instan kering umumnya protein nabati berupa kacang-
kacangan. Penggunaan sumber protein hewani jarang digunakan karena proses
pembuatan sumber protein hewani relatif mahal (Marliyati 2007).
Proses instanisasi produk akhir dalam teknologi pembuatan makanan bayi
merupakan tahapan penting karena berfungsi untuk mempermudah penyajian,
pengemasan, dan memperpanjang umur simpan. Tujuan proses instanisasi adalah
memperbaiki aliran dan penyempurnaan komponen-komponen bubuk. Konsep
bubuk instan adalah apabila ditempatkan pada permukaan air yang tidak
dipanaskan, maka bubuk akan segera tenggelam dan terdispersi tanpa
pengadukan. Bubuk harus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap
air, tenggelam, dan terdispersi (Hartomo dan Widiatmoko 1993).
Suatu bahan dapat dibuat instan dengan memberi perlakuan mekanis
dengan pemanasan. Partikel bubuk halus bahan tersebut diperbesar menjadi
aglomerat berstruktur pori (seperti karang). Karena kapasitas adsorpsi (serapan)
besar maka bahan tersebut mudah tenggelam.
Pangan instan merupakan bahan makanan yang mengalami proses
pengeringan air, sehingga mudah larut dan mudah disajikan hanya dengan
menambahkan air panas atau air dingin. Kriteria yang harus dimiliki bahan
makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain: (a) memiliki sifat
hidrofilik yaitu sifat mudah mengikat air, (b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak
permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan,
(c) rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan
mengendap (Hartomo dan Widiatmoko 1993).
Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan
lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan.
Penyajian bubur instan dapat dilkukan hanya dengan menambahkan air panas atau
pun susu sesuai dengan selera (Fellow dan Ellis 1992).
Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur
yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan
dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah
berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Adonan ini dikeringkan
menggunakan pengering drum lalu dihancurkan hingga berbentuk tepung halus
berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan
dikemas menjadi bubur instan (Perdana 2003)
3. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2007
di Laboratorium Kimia, dan Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar
Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) Ditjen Pengolahan
dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Muara Baru. Laboratorium Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Biotekonologi dan Laboratorium Teknologi
Pangan dan Gizi IPB.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tenggiri,
ikan swangi, tepung beras, gula tepung, susu skim dan minyak nabati. Bahan-
bahan yang digunakan dalam analisis adalah asam perklorat 6 %, NaOH 20 %,
HCl 0,02 N, H3BO4 3 %, Na2B4O7 0.02 N, indikator fenolftalein, indikator metil
merah, kloroform, tablet katalis, kalium sulfat, CuSO4/ CuSO4.5H2O, asam sulfat
pekat, hidrogen peroksida 30 %, asam borat 4 %, aquades, NaOH 50 %, Natrium
tiosulfat, larutan HCl standar 0,2 N, indikator MM, HCl 0,1 N yang mengandung
1,5 mg enzim pepsin, NaOH 0,5 N, Larutan buffer posfat 0,2 M yang
mengandung natirium azida 0,05 M, enzim pankreatin, dan media PCA.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung ikan adalah pisau, alat
pengukus, alat pengepres, alat penepung, oven, saringan 60 mesh dan kompor.
Alat-alat yang digunakan dalam analisis yaitu blender, beaker glass, erlenmeyer,
labu takar, corong, kertas saring, burret, peralatan destilasi uap, cawan, oven,
spatula, neraca analisis, desikator, alat penjepit, furnace, pemanas listrik,
penyangga, kondensor serta ekstraktor soxhlet, labu lemak, selongsong lemak,
kertas saring, rotary evaporator, alat destruksi kheldahl, erlenmeyer 250 ml, labu
destruksi, statip, pipet volumetrik 25 ml, gelas ukur 50 ml, dan pipet tetes.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya adalah
pembuatan tepung ikan, pembuatan tepung beras gelatinisasi, penyusunan
formulasi dan pembuatan bubur bayi instan, serta penentuan produk terpilih.
Pada tahap pembuatan tepung ikan dilakukan analisis proksimat yang akan
digunakan dalam formulasi. Pada tahap formulasi dan pembuatan bubur bayi
instan dilakukan uji kadar air, kelarutan, densitas kamba, uji seduh, waktu
penyajian, dan uji organoleptik yang akan digunakan dalam menentukan bubur
bayi terpilih. Bubur bayi terpilih dilakukan analisis kandungan gizi, daya cerna
protein, Totap Plate Count (TPC), penetuan takaran saji dan Angka Kecukupan
Gizi (AKG), serta uji penerimaan pada bayi. Bayi yang diberi bubur bayi instan
sebanyak 15 bayi, yang berumur 6-12 bulan dengan berat rata-rata 8,5 kg.
3.3.1 Pembuatan dan analisis kimia tepung ikan
Tahap pertama penelitian adalah pembuatan tepung ikan. Tepung ikan
yang dibuat ada dua jenis yaitu tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi. Ikan
dicuci untuk menghilangkan lendir-lendir dan kotoran. Kepala, sisik, ekor dan isi
perut dibuang. Ikan dicuci sampai bersih dari darah dan kotoran lain kemudian
ditiriskan. Ikan yang sudah bersih dilakukan pengukusan dengan uap panas
menggunakan alat pengukus. Lama pengukusan kurang lebih 10 menit dihitung
sejak air mendidih. Setelah pengukusan, ikan ditiriskan dan didinginkan,
kemudian dilakukan pemisahan daging dari kulit dan tulang ikan. Daging yang
telah dipisahkan dipotong-potong agar ukuran daging lebih kecil, kemudian
dipress selama 10-15 menit untuk memisahkan padatan dan cairan. Ikan
yang telah dipress dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 oC
selama 20 jam. Ikan yang sudah kering dihaluskan menggunakan penggilingan
tepung dan disaring menggunakan saringan 60 mesh.
Penambahan tepung ikan tenggiri maupun tepung ikan swangi bertujuan
untuk memperkaya kandungan protein pada bubur bayi instan.
3.3.2 Gelatinisasi tepung beras
Tahap kedua dilakukan gelatinisasi tepung beras. Tepung beras yang
digunakan adalah tepung beras yang sudah ada dipasaran dengan merk
Ross Brand. Tepung beras terlebih dahulu digelatinisasi supaya struktur kimianya
menjadi lebih sederhana sehingga mudah dikonsumsi. Tepung beras dilarutkan
dalam air dengan perbandingan satu bagian tepung beras dalam 3 bagian air.
Selanjutnya dilakukan pengadukan sambil dipanaskan sampai mengental. Adonan
diletakkan dalam wadah aluminium. Adonan yang diletakkan di atas aluminium
jangan terlalu tebal agar pengeringan tidak memakan waktu lama. Pengeringan
menggunakan oven dengan suhu 60 oC selama 3 jam. Setelah kering dihaluskan
menggunakan blender dan disaring menggunakan saringan 60 mesh. Jumlah
tepung beras yang ditambahkan adalah 26 % yang diperoleh berdasarkan
penelitian yang dilakukan Fatmawati (2004).
3.3.3 Penentuan formulasi
Pada tahap ini dilakukan formulasi dalam pembuatan bubur bayi instan.
Tujuannya adalah menyusun formulasi bubur bayi instan dari tepung ikan tenggiri
dan tepung ikan swangi dengan bahan pelengkap susu skim, minyak nabati, dan
tepung beras sehingga memenuhi standar kebutuhan gizi dan energi makanan bayi
serta memilih satu formula terbaik.
Perlakuan yang dilakukan pada pembuatan formulasi bubur bayi instan
adalah menyusun campuran tepung ikan (tenggiri atau swangi), tepung beras,
susu skim, minyak sawit, dan gula tepung. Penentuan konsentrasi tepung ikan
diperoleh berdasarkan perhitungan nilai gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan
gizi standar sehingga diperlukan nilai gizi tepung ikan yang diperoleh dari uji
proksimat. Konsentrasi susu skim, minyak nabati, dan gula tepung untuk setiap
formula sama yaitu masing-masing 50 %, 10 % dan 5 %. Formulasi yang
diperoleh yaitu bubur bayi dengan penambahan tepung ikan tenggiri dan bubur
bayi dengan penambahan tepung ikan swangi masing-masing dikeringkan
menggunakan dua jenis alat pengering yaitu pengering beku dan pengering drum
sehingga diperoleh empat formula bubur bayi instan (modifikasi dari Fatmawati
2004). Pada empat produk bubur bayi yang dihasilkan dan bubur bayi komersial
dilakukan pengamatan dan pengukuran:
1) Formulasi
2) Densitas Kamba (Prasanappa et al., 1972)
3) Kadar Air (AOAC, 1995)
4) Uji Seduh (Yoanasari, 2003)
5) Waktu Penyajian (Yoanasari, 2003)
6) Kelarutan (SNI dekstrin Industri Pangan, 1992)
7) Organoleptik
Gambar 3. Alur Proses Pembuatan Bubur Bayi Instan (ModifikasiFatmawati 2004)
Pengeringan beku (-50 oC, 24jam)
Bubur bayi instan
Pengeringan drum (80 oC, 2 jam)
Penggilingan
PenyaringanPenyaringan
Penggilingan
Dilarutkandengan air
Tepung ikan
Tepung berasgelatinisasi
Pencampurandan pengadukan
Adonan bubur
penyaringan
Penggilingandengan blender
Pengeringan (oven)60 oC, 3 jam
Pengadukan dan pemasakansampai mengental
penepungan
Pengeringan oven (60 oC, 15 jam)
Pengepresan (10-15 menit)
Pemisahan daging
Pengukusan (30 menit) 100 oC
Pencucian
Penyiangan
Ikan segar (tenggiri/ swangi)Tepung beras dan air (1:3)
Susu skim
Tepung gula Minyak nabati
Keterangan:
= Input bahan baku
= Proses pembuatan produk
= Produk setengah jadi
= Produk akhir
3.3.4 Penentuan produk terpilih
Produk terpilih ditentukan dari hasil uji densitas kamba, kadar air, uji
seduh, waktu penyajian, kelarutan, dan organoleptik kemudian dilakukan analisis
dengan cara mengukur dan membandingkan kadar gizi antara bubur bayi instan
terpilih dengan bubur bayi instan komersial. Analisis yang dilakukan:
1. Kandungan Gizi
2. Daya Cerna Protein
3. Analisis Mutu Mikrobiologi
4. Penentuan Takaran Saji dan Angka Kecukupan Gizi
5. Uji Penerimaan Bayi
3.4 Prosedur Analisis
3.4.1 Analisis kadar air Metode Oven (AOAC 1996)
Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam.
Selanjutnya cawan yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator untuk
didinginkan, kemudian ditimbang. Sebanyak kurang lebih 2 gram sampel yang
telah homogen ditimbang dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan
beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC untuk dikeringkan
selama 24 jam atau hingga berat konstan. Setelah itu cawan beserta contohnya
dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang.
Hasil analisa kadar air ditetapkan dengan presentase kadar air dalam bobot kering
dan basah.
% Air = (A + B)-C x 100 % B
Keterangan:
A = berat cawan kosong (g)
B = berat sampel (g)
C = berat cawan dan contoh setelah dikeringkan (g)
3.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 1996)
Cawan sebelum digunakan dipijarkan terlebih dahulu pada suhu 550 oC
selama 8 jam. Kemudian didinginkan sampai suhu 50 oC. Cawan dipindahkan ke
dalam desikator selama 30 menit. Berat cawan kosong ditimbang dengan neraca
analitis. Homogenat contoh ditambahkan ke dalam cawan sekitar 2 gram.
Crucible yang berisi homogenat contoh dipijarkan di dalam furnace pada
suhu 550 oC selama 8 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Berat
cawan dan abu ditimbang dengan neraca analitis.
Kadar abu = (berat abu dan cawan-berat cawan kosong) (g) x 100 %berat contoh (g)
3.4.3 Analisis kadar protein (AOAC 1996)
Sampel ditimbang sekitar 2 gram dengan kertas timbang, kemudian
dilipat-lipat dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Ditambahkan 7 g K2SO4
dan 0,83 g CuSO4.5H2O. Sebanyak 15 ml H2SO4 pekat (95-97 %) dan 3 ml H2O2
ditambahkan dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Kemudian
didetruksi dengan suhu 410 oC selama kurang lebih 2 jam atau sampai
mendapatkan hasil destruksi yang jernih, setelah itu didiamkan hingga suhu kamar
dan ditambah 50 ml akuades.
Sebelum melakukan destilasi, alat destilasi dicuci dengan cara melakukan
destilasi akuades seperti prosedur. Apabila destilat yang tertampung mengubah
warna garam borat (merah menjadi kuning), maka dilakukan pencucian ulang
sampai hasil destilat yang tertampung tidak berubah warna.
Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap.
Sebanyak 50 ml Na OH 50 % yang mengandung N2S2O3 2,5 % ditambahkan.
Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi
25 ml H3BO3 4 % serta dua tetes indikator metil merah hingga volume mencapai
minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi warna kuning). kemudian
dititrasi dengan HCl 0,2 N yang sudah terstandardisasi sampai warna merah
jambu. Pengerjaan titrasi blanko dilakukan seperti tahapan sampel.
Kadar protein(%)= (ml HCL sampel–ml HCl blanko)xN HClx14,007x6,25x100 % g sampel x 1000
3.4.4 Analisis kadar lemak (AOAC 1996)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu
105-110 oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Homogenat contoh
ditimbang sebanyak 2 gram menggunakan kertas timbang, kemudian dilipat-lipat
dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Sebanyak 150 ml kloroform
dimasukkan ke dalam labu lemak. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam
labu ekstraksi soxhlet, dan rangkaian soxhlet dipasang dengan benar. Ekstraksi
dilakukan pada suhu 60 oC selama 8 jam. Setelah itu campuran lemak dan
chloroform dalam labu lemak dievaporasi menggunakan rotary evaporator
sampai kering. Labu lemak yang berisi lemak dimasukkan ke dalam oven
suhu 105 oC selama kurang lebih 2 jam (untuk menghilangkan sisa kloroform dan
uap air). Labu dan lemak didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu
yang berisi lemak ditimbang. Nilai kadar lemak dalam bentuk presentase lemak:
Kadar lemak (%) = (berat lemak dan labu – berat labu kosong) g x 100 % Berat sampel (g)
3.4.5 Perhitungan kadar karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (KA + A + P + L)
Dimana:
KA = % kadar air
A = % kadar abu
P = % kadar protein
L = % kadar lemak
3.4.6 Densitas kamba (Muchtadi et al. 1992)
Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya
sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan
jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat
menyatakan berat sampel per 100 g. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml.
3.4.7 Uji seduh (Yoanasari 2003)
Sebanyak 24 gram sampel ditambahkan air hangat (60 oC) sedikit demi
sedikit sambil diaduk sampai menjadi bubur dengan kekentalan yang sama dengan
bubur bayi instan komersial. Kemudian diukur volume air yang diperlukan.
3.4.8 Waktu penyajian (Yoanasari 2003)
Sebanyak 24 gram sampel ditambah air hangat (60 oC) sebanyak 100 ml
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai bubur siap untuk disajikan, kemudian
dicatat waktunya.
3.4.9 Kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992)
Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dalam air dingin pada labu ukur
200 ml sampai tanda tera. Larutan disaring dan sebanyak 10 ml dipipetkan
ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan dan larutan diuapkan
dipenangas air. Setelah itu dipanaskan dalam oven selama kurang lebih tiga jam
hingga berat konstan.
Bagian yang larut dalam air = [(20 x A/ B) x 100 %]
A = berat kering dalam 10 ml larutan (g)
B = bobot sampel (g)
3.4.10 Uji organoleptik skala hedonik
Panelis yang menilai adalah pegawai Balai Besar Pengolahan dan
Pengendalian Hasil Perikanan Muara Baru. Panelis diminta untuk menguji tingkat
kesukaannya terhadap produk makanan bayi. Penyajian bisa dilakukan satu
persatu atau sekaligus untuk semua sampel secara bersamaan. Penilaian yang
dilakukan oleh panelis tidak dengan membandingkan akan tetapi merupakan
reaksi spontan yang disajikan. Oleh karena itu penilaian dapat bernilai sama untuk
beberapa sampel. Penilaian dilakukan sesuai dengan instruksi yang terdapat pada
form isian. Pengujian dilakukan terhadap 15 orang panelis semi terlatih.
3.4.11 Uji penerimaan bayi
Uji penerimaan bubur bayi instan pada bayi dilakukan terhadap bayi
berumur 6-12 bulan. Jumlah bayi yang menerima bubur bayi instan untuk uji
penerimaan sebanyak 15 bayi. Bayi yang baru tiba di posyandu langsung diberi
bubur bayi instan. Bubur bayi instan terlebih dahulu disiapkan dengan
menambahkan air hangat sampai homogen. Idealnya bayi yang akan diberi bubur
bayi instan ini adalah bayi yang belum diberi makanan pendamping sehingga
penerimaan bayi terhadap bubur bayi tersebut menjadi lebih baik. Pemberian
bubur bayi dilakukan oleh orang tuanya masing-masing. Bayi diberi suapan
pertama kemudian kita lihat reaksi bayi tersebut terhadap penerimaan bubur bayi
instan. Jika suapan pertama diterima, maka kita beri suapan yang kedua untuk
melihat reaksi penerimaan bubur bayi instan. Jika bayi masih menerima dengan
baik, maka diasumsikan bahwa bayi dapat menerima bubur bayi instan.
3.4.12 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987)
Untuk uji mikrobiologi dilakukan perhitungan jumlah bakteri yang ada di
dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo.
Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 25 gram sampel dan
dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml larutan garam 0,85% steril,
kemudian diblender hingga larutan homogen. Campuran tersebut diambil 1 ml
dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85% steril sehingga
diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, kemudian dikocok agar homogen.
Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya
hingga pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung
pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri
steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam
cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata
(metode tuang), diamkan beberapa saat hingga mengeras. Cawan petri yang telah
berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi
terbalik. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 35 oC selama 48 jam.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di
dalam cawan petri. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah
kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo untuk
meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri
yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.
Total mikroba (CFU/g) = jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran)
3.4.13 Daya cerna protein secara in vitro (Sounders et al. 1973)
Pengukuran daya cerna protein secara in vitro dilakukan menggunakan
250 mg sampel. Sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml kemudian
ditambahkan 15 ml HCl 0,1 N yang mengandung 1,5 mg enzim pepsin.
Selanjutnya campuran dalam labu erlenmeyer dikocok menggunakan
shaker waterbath dengan kecepatan 50 rpm dan suhu 37 oC selama 3 jam.
Larutan dinetralkan dengan NaOH 0,5 N yang diukur dengan pH meter kemudian
ditambahkan 7,5 ml larutan buffer fosfat 0,2 M (pH 8) yang mengandung natrium
azida 0,005 M dan 4 mg enzim pankreatin.
Larutan selanjutnya dikocok pada shaker waterbath dengan kecepatan
50 rpm dengan suhu 37 oC selama 24 jam. Padatan yang diperoleh dari akhir
pernyaringan disaring dengan kertas whatman 41 (sebelumnya bobot kertas saring
dicatat) yang dihubungkan dengan alat penghisap uap. Berat padatan ditimbang,
kemudian dianalisis kadar proteinnya (persen protein sisa) menggunakan metode
mikro kjehdahl. Perhitungan daya cerna protein dihitung dengan rumus:
% daya cerna protein = [(protein kasar-protein sisa)/ protein kasar] X 100 %
3.5 Rancangan Percobaan
Data yang diperoleh merupakan hasil pengujian kadar air, kelarutan,
densitas kamba, uji seduh, dan waktu penyajian yang dianalsis menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) Pola Faktorial dengan dua faktor kombinasi
perlakuan tiga kali ulangan, dengan perlakuan jenis tepung ikan (tepung ikan
tenggiri dan tepung ikan swangi) dan jenis alat pengering (pengering beku dan
pengering drum).
Model rancangannya adalah:
Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk
(Dimana i = 1, 2; j = 1, 2; k = 1, 2, 3)
Keterangan:
Yijk = Respon pengaruh perlakuan tepung ikan ke-i dan pengaruh alat
pengering ke-j pada ulangan ke-k
= Pengaruh rata-rata umum
Ai = Pengaruh perlakuan jenis tepung ikan ke-i
Bj = Pengaruh perlakuan jenis alat pengering ke-j
(AB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan tepung ikan ke-i dengan perlakuan
jenis alat pengering ke-j
ijk = Pengaruh acak (galat percobaan)
Analisis data dilakukan menggunakan analisis ragam.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan dan Analisis Kimia Bahan Penyusun
Pada tahap ini dilakukan pembuatan tepung ikan dari ikan tenggiri
(Scomberomorus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus tayenus). Pada kedua jenis
tepung ikan dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan protein,
lemak dan karbohidrat yang diperlukan untuk menghitung nilai gizi dari
formulasi. Selain analisis tepung ikan juga dilakukan analisis bahan-bahan
penyusun seperti tepung beras, susu skim, minyak nabati, dan gula halus.
4.1.1 Proses pembuatan dan analisis kimia tepung ikan
Proses pembuatan tepung ikan melalui berbagai proses yaitu persiapan
sampel, penyiangan, pencucian, pengukusan, pemisahan daging, pengepresan,
pengeringan, dan penepungan. Ikan yang digunakan adalah ikan tenggiri
(Scomberomorus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus tayenus). Kandungan
proksimat kedua jenis ikan tersebut ditunjukan pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp)dan Ikan Swangi (Priacanthus tayenus)
Ikan tenggiri (%) Ikan swangi (%)
Protein 21,4 19,16
Lemak 0,56 0,54
Karbohidrat 0,61 0,51
Air 76,5 78,63
Abu 0,93 1,16
Sumber:BPPMHP (2005)
Tahap pembuatan tepung ikan adalah sebagai berikut: ikan dicuci sampai
bersih yang bertujuan untuk menghilangkan lendir-lendir dan kotoran yang ada.
Pada tahap penyiangan, kepala ikan, sisik, ekor dan isi perut dibuang. Pencucian
ikan dilakukan sampai bersih bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan darah
yang masih menempel pada ikan. Setelah ikan ditiriskan, kemudian dilanjutkan
pada tahap pengukusan. Ikan dikukus dengan uap panas menggunakan
alat pengukus. Lama pengukusan kurang lebih 10 menit dihitung setelah air
mendidih dengan suhu 100 oC. Setelah dikukus dan didinginkan, daging ikan
dipisahkan dari tulang, kulit dan duri. Daging ikan yang telah dipisahkan dipres
untuk memisahkan padatan dan cairan. Pengepresan dilakukan selama
10-15 menit. Pengepresan juga bertujuan untuk mengurangi jumlah lemak yang
terkandung dalam daging ikan. Daging yang telah dipres kemudian dikeringkan.
Pengeringan menggunakan oven dengan lama pengeringan kurang lebih 15 jam
pada suhu sekitar 60 oC. Setelah ikan dikeringkan, dilakukan penepungan.
Daging ikan yang sudah kering dihaluskan menggunakan blender, kemudian
disaring menggunakan penyaring dengan ukuran 60 mesh.
Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Tepung Ikan Tenggiri dan Tepung IkanSwangi
Tepung ikan tenggiri (%) Tepung ikan swangi (%)
Protein 84,47 83,4
Lemak 3,73 3,3
Karbohidrat 1,79 1,68
Air 6,69 6,54
Abu 3,43 5,08
Bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat
higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum
penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering yaitu
desikator. Kadar air tepung ikan tenggiri sebesar 6,69 % dan tepung ikan swangi
sebesar 6,54 %.
Kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini untuk tepung ikan tenggiri
3,43 % dan tepung ikan swangi 5,08 %. Perbedaan kandungan abu pada kedua
sampel ini karena adanya perbedaan komponen nutrisi pada kedua spesies ikan.
Perbedaan ini menunjukkan bahwa pada tepung ikan swangi memiliki jumlah
mineral yang lebih banyak dari pada tepung ikan tenggiri.
Tepung ikan tenggiri mengandung protein 84,47 % dan tepung ikan
swangi 83,4 %. Perbedaan kandungan protein pada kedua jenis tepung ikan
disebabkan oleh spesies ikan yang berbeda yang memiliki kandungan nutrisi yang
berbeda. Kandungan nutrisi dari jenis ikan sebagai bahan baku tepung ikan dapat
dilihat pada Tabel 5. Sementara untuk kandungan lemak antara tepung ikan
tenggiri dengan tepung ikan swangi tidak terlalu jauh perbedaannya, yaitu 3,73 %
dan 3,3 %.
Kadar karbohidrat diperoleh berdasarkan perhitungan karbohidrat dengan
metode by different yaitu merupakan hasil pengurangan seratus persen dengan
kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Kadar karbohidrat yang
diperoleh adalah untuk tepung ikan tenggiri 1,79 % dan tepung ikan swangi
1,68 %.
4.1.2 Analisis bahan-bahan lain yang digunakan pada formulasi
Selain tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi, digunakan juga
bahan-bahan lain yaitu tepung beras, susu skim, gula halus dan minyak nabati.
Tepung beras yang digunakan adalah tepung beras yang telah mengalami
gelatinisasi. Tujuan proses gelatinisasi ini adalah untuk mendapatkan
tepung beras yang bersifat instan (dapat menyerap air). Proses gelatinisasi ini
dianggap perlu karena selain untuk memudahkan dalam penyajian, makanan yang
telah tergelatinisasi untuk pati atau terdenaturasi untuk protein akibat pemanasan
yang dilakukan akan meningkatkan daya cerna pati maupun protein. Pada Tabel 7
adalah komposisi bahan-bahan lain yang digunakan pada formulasi bubur bayi.
Kandungan serat makanan pada tepung beras yang digunakan merupakan
faktor pembatas untuk penentuan komposisi tepung beras dalam formulasi. Pada
penelitian ini formulasi bubur bayi instan dibuat berdasarkan standar makanan
bayi yang ada di Indonesia yaitu SNI 01-3842-1995 yang menyatakan serat
makanan pada MP ASI kurang dari 5 g per 100 g bubur bayi. Berdasarkan hasil
analisis yang dilakukan oleh Fatmawati (2004) serat makanan pada tepung beras
tergelatinisasi adalah 8,45 gram per 100 gram.
Analisis-analisis tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan
suatu formulasi yang sesuai dengan standar menurut SNI 01-3842-1995 dan
Codex Alimentarius Commision (1991). Standar Makanan Pendamping ASI
tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 7. Komposisi bahan-bahan lain yang digunakan dalam formulasi(per 100 g bahan)a
Komponen Tepung beras Susu skim Gula halus Minyaknabati
Kadar air (g) 12,0 3,5 5,4 0Protein (g) 7,0 30,5b 0 0Lemak (g) 0,5 1,0 0 100Karbohidrat 80,0 65,5 94,0 0Serat makanan (g)
- SMTLc
- SMLd
8,45b
4,623,83
0 0 0
Kalori (kkal) 318,7 393,00 376,00 900a Direktorat Gizi RI (1990)b Fatmawati (2004)c SMTL = Serat Makanan Tidak Larutd SML = Serat Makanan Larut
Tabel 8. Standar Makanan Pendamping ASI (per 100 g bahan)
Zat gizi Satuan Kadar
Energi Kkal 400a
Protein Gram Min 15b
Lemak Gram 11b
Air Gram 5,0b
a Codex Alimentarius Commision (1991)b SNI 01-3842-1995
4.2 Formulasi dan Pembuatan Bubur Bayi Instan
Formulasi yang dibuat dengan mempertimbangkan standar makanan
pendamping ASI sesuai pada Tabel 8. Kandungan nutrisi yang ingin dicapai
pemenuhannya terhadap standar produk ini adalah protein. Kandungan protein
selain diharapkan sesuai dengan standar MP ASI juga mempertimbangkan AKG
yang dianjurkan untuk bayi usia 6-12 bulan, karena protein adalah nutrisi yang
sangat dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhannya. Pada penelitian ini akan
dibuat 4 formula dengan dua peubah yaitu jenis tepung ikan dan jenis alat
pengering. Jenis tepung ikan yang digunakan ada dua yaitu tepung ikan tenggiri
dan tepung ikan swangi, serta jenis alat pengering yaitu pengering beku dan
pengering drum. Keempat formula tersebut yaitu formula dari tepung ikan
tenggiri menggunakan pengeringan beku (formula 1), tepung ikan tenggiri
menggunakan pengeringan drum (formula 2), tepung ikan swangi menggunakan
pengeringan beku (formula 3), dan tepung ikan swangi menggunakan pengeringan
drum (formula 4). Keempat formula hanya dibedakan dari jenis tepung ikan dan
jenis alat pengeringnya saja, sementara komposisi bahan-bahan penyusun seperti
tepung ikan, susu skim, minyak nabati, tepung beras, dan gula tepung tetap.
Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati (2004) penentuan penggunaan komposisi
9 % tepung kecambah dan 26 % untuk tepung beras diperoleh dengan
mempertimbangkan kandungan serat makanan pada kedua tepung tersebut.
Berdasarkan perhitungan dengan mengkombinasikan 9 % tepung kecambah
dengan 26 % tepung beras maka kandungan serat makanan pada total formulasi
tidak lebih dari 5 %. Berdasarkan data tersebut, ditentukan komposisi tepung ikan
9 % dan tepung beras 26 %. Selain memperhatikan kandungan serat makanan,
juga perlu diperhatikan kandungan protein formula bubur bayi instan.
Berdasarkan SNI 01-3842-1995, untuk bayi usia 6-12 bulan kandungan protein
MP ASI minimal 15 %. Bahan lainnya terdiri dari 50 % susu skim, 5 %
gula halus, dan 10 % minyak nabati.
Formulasi bubur bayi instan dibuat menggunakan tepung ikan dan
susu skim sebagai sumber protein, minyak nabati sebagai sumber lemak,
tepung beras gelatinisasi sebagai sumber karbohidrat, dan gula tepung. Dasar
perhitungan yang digunakan dalam penyusunan formula adalah kandungan
protein dan lemak menurut SNI (1995), sedangkan kandungan energi menurut
Codex Alimentarius Commision (1991). Kandungan protein, lemak, dan energi
untuk 100 gram bahan berturut-turut adalam minimal 15 persen, 11 persen, dan
400 kkal.
Kandungan gizi formula bubur bayi instan dengan penambahan tepung
ikan tenggiri dan tepung ikan swangi kemudian dibandingkan dengan kandungan
gizi dari produk bubur bayi komersial (Promina) dengan flavor pisang.
Perhitungan kandungan gizi keempat formula MP-ASI dapat dilihat pada Tabel 9.
Formula bubur bayi instan yang ditambahkan dengan tepung ikan
tenggiri dan tepung ikan swangi dikeringkan dengan dua jenis pengeringan yaitu
pengeringan beku dan pengeringan drum. Hasil analisis menunjukan formula
bubur bayi instan memiliki kandungan protein, lemak, energi yang lebih tinggi
dari produk bubur bayi Promina. Berdasarkan kandungan protein, lemak, dan
energi, formula bubur bayi instan yang dibuat telah memenuhi syarat yang
ditetapkan dalam SNI (1995) dan Codex Alimentarius Commision (1991).
Tabel 9. Kandungan gizi formula bubur bayi instan untuk umur6-12 bulan (per 100 gram)
Bahan-bahan Protein Lemak Karbohidrat Air Kalori (kkal)Tepung ikan tenggiri(9%)
7,6 0,34 0,15 0,6 34,06
Tepung beras (26%) 1,82 0,13 20,8 3,12 91.65Susu skim (50%) 15,25 0,5 32,75 1,75 196,5Gula halus (5%) - - 4,7 0,27 18.8Minyak nabati (10%) - 10 - - 90TOTAL 24,67 10,97 58,4 5,74 431,01Tepung ikan swangi(9%)
7,17 0,3 0,15 0,59 31.98
Tepung beras (26%) 1,82 0,13 20,8 3,12 91.65Susu skim (50%) 15,25 0,5 32,75 1,75 196.5Gula halus (5%) - - 4,7 0,27 18.8Minyak nabati (10%) - 10 - - 90TOTAL 24,58 10,93 58,40 5,73 430.29Bubur bayi Promina 14,6 6,25 70,8 2,83a 395,8Standar MP-ASI 15b 11b - 400c
a hasil analisisb SNI 01-3842-1995c Codex Alimentarius Commision (1991)
Penyumbang karbohidrat terbesar adalah susu skim. Hal tersebut karena
komposisi susu skim yang digunakan cukup besar yaitu 50 % dari berat total
formula bubur bayi instan. Keuntungan digunakannya susu skim dalam jumlah
besar adalah kandungan laktosa yang cukup tinggi. Laktosa adalah bentuk
karbohidrat utama pada ASI. Fungsi laktosa dalam pertumbuhan adalah sebagai
bahan pembentuk otak (Packard 1982). Penggunaan laktosa pada makanan bayi
mempunyai dampak positif baik ditinjau dari rasa, aroma, mikrobiologi maupun
kecepatan penyerapannya. Kemanisan laktosa lebih kurang seperenam sukrosa
sehingga dapat berguna bagi kesehatan gigi anak dan mencegah dari kegemukan
(Eckles et al. 1951). Menurut Frandsen dan Arbuckle (1961), di dalam setiap
100 gram tepung susu diperkirakan mengandung 0,118 gram kalsium dan
0,093 gram fosfor, sementara itu mineral-mineral tersebut sangat diperlukan bagi
pertumbuhan tulang dan gigi.
Kadar protein diperhitungkan dalam formulasi karena protein adalah
nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhannya. Penggunaan
tepung ikan yang terbatas menyebabkan sumbangan protein yang diberikan relatif
kecil sehingga ditambahkan pula susu skim sebagai sumber proteinnya.
Setelah diperoleh keempat formulasi tersebut lalu dilakukan pembuatan
bubur bayi instan dengan cara mencampurkan semua bahan-bahan sesuai dengan
komposisinya untuk setiap formula. Pada pembuatan bubur bayi instan dilakukan
pencampuran basah. Pencampuran basah yaitu mencampurkan semua bahan-
bahan dengan menambahkan air. Pencampuran basah dilakukan karena tidak
semua bahan-bahan yang dicampurkan dalam bentuk kering dan terdapat
minyak nabati yang merupakan bahan dalam bentuk cair. Bahan-bahan dari setiap
formula dicampurkan dan ditambah air sampai terbentuk pasta. Pasta yang
terbentuk dikeringkan menggunakan pengering beku dan pengering drum.
4.3 Sifat Fisik Produk Bubur Bayi Instan
Hasil pengujian sifat fisik formula bubur bayi instan dibandingkan
dengan nilai pengujian sifat fisik dari bubur bayi komersil (Promina).
4.3.1. Kadar air
Air merupakan komponen utama bahan makanan. Air dalam bahan
makanan sangat menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut karena
kandungan air berkaitan dengan perkembangan mikroorganisme dalam produk.
Kadar air merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap daya awet suatu
bahan olahan. Semakin rendah kadar air, semakin lambat pertumbuhan mikroba
sehingga bahan pangan tersebut dapat lebih tahan lama (Winarno 1997).
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa kadar air yang dikandung dalam
bubur bayi instan berkisar antara 2,83 % sampai 6,19 %. Analisis ragam
(Lampiran 8a) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung ikan dan interaksi
jenis tepung ikan dengan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kadar air produk bubur bayi instan yang dihasilkan. Akan tetapi
perlakuan alat pengering memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air
yang dihasilkan produk bubur bayi instan.
2,83
6,10
4,10
6,19
4,26
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
Promina F1 F2 F3 F4
jenis bubur bayi
kada
r air
(%)
Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum
Gambar 4. Diagram batang nilai kadar air bubur bayi instan
Kadar air yang paling rendah adalah bubur F2 sebesar 4,10% dan yang
paling tinggi adalah bubur F3 sebesar 6,19%. Berdasarkan SNI (1995) bahwa
kadar air pada bubur bayi instan maksimal 5%. Berdasarkan Gambar 4 dapat kita
lihat bahwa kadar air bubur F2 dan bubur F4 memenuhi standar, sedangkan
bubur F1 dan bubur F3 tidak memenuhi standar. Pada bubur bayi Promina
kadar airnya sangat rendah yaitu 2,83%. Jenis alat pengering yang baik untuk
pembuatan bubur bayi instan adalah pengering drum yang diperlakukan pada
bubur F2 dan bubur F4. Diagram batang nilai kadar air pada bubur bayi instan
dapat dilihat pada Gambar 4.
4.3.2 Kelarutan dalam air
Kelarutan dalam air adalah jumlah suatu bahan yang dapat larut dalam
air. Uji ini dilakukan dengan cara melarutkan produk bubur bayi instan di dalam
air, kemudian dihitung bagian yang larut airnya.
Hasil pengujian dan analisis ragam (Lampiran 8b) menunjukkan bahwa
keempat formula memiliki daya larut dalam air yang tidak berbeda nyata. Hal ini
menunjukkan perlakuan jenis tepung ikan dan jenis alat pengering serta interaksi
jenis tepung ikan dengan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kelarutan bubur bayi instan. Diagram batang nilai kelarutan
bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 5.
38,99
36,12
37,71
36,25
37,05
34,5035,0035,5036,0036,5037,0037,5038,0038,5039,0039,50
Promina F1 F2 F3 F4
jenis bubur bayi
kela
ruta
n (%
)
Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum
Gambar 5. Diagram batang nilai kelarutan bubur bayi instan
Kelarutan yang paling baik adalah bubur bayi F2 sebesar 37,71 %,
sedangkan yang paling rendah adalah bubur F1 sebesar 36,12 %. Tingkat
kelarutan juga dipengaruhi oleh kadar air dari produk bubur bayi. Semakin rendah
kadar air atau semakin kering produk maka tingkat kelarutan akan semakin tinggi
dan semakin tinggi kadar air memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap
kelarutan bubur bayi. Bubur bayi Promina memiliki kadar air yang rendah serta
memiliki kelarutan paling tinggi. Hal ini diduga bahwa bahan yang sangat kering
memiliki tekstur banyak berpori yang lebih terbuka sehingga akan mempermudah
air untuk larut ke dalam produk bubur bayi. Selain itu perbedaan jenis tepung
tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubur bayi dapat disebabkan bahwa
kedua jenis tepung yaitu tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi memiliki
struktur kimia yang tidak jauh berbeda.
Kelarutan bubur bayi instan dipengaruhi oleh kandungan pati yang
terdapat dalam tepung beras. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat
dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-
sifat sebelum gelatinisasi. Bahan yang telah mengalami gelatinisasi tersebut masih
mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar sehingga bahan mudah
larut. Jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar yang menyebabkan
kemampuan menyerap air sangat besar. Bila energi kinetik molekul-molekul air
menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam
granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati (Winarno 1992).
4.3.3 Densitas kamba
Densitas kamba ditentukan dengan cara mengukur berat suatu produk
yang dibutuhkan untuk mengisi suatu volume tertentu. Densitas kamba suatu
bahan menunjukkan tingkat kepadatan bahan tersebut pada suatu volume (ruang)
dengan berat tertentu. Suatu bahan dinyatakan kamba bila mempunyai nilai
densitas kamba yang kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan volume
(ruang) yang besar.
0,38
0,44
0,420,43
0,42
0,340,350,360,370,380,390,400,410,420,430,440,45
Promina F1 F2 F3 F4
jenis bubur bayi
dens
itas
kam
ba (g
/ml)
Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum
Gambar 6. Diagram batang nilai densitas kamba bubur bayi instan
Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai densitas kamba keempat produk
bubur bayi berkisar antara 0,42-0,44 g/ml serta tidak berbeda nyata satu sama
lain. Analisis ragam (Lampiran 8c) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung
ikan dan jenis alat pengering serta interaksi jenis tepung ikan dan alat pengering
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap densitas kamba produk bubur
bayi instan. Akan tetapi keempat formula bubur bayi memiliki nilai densitas
kamba yang lebih besar dibandingkan dengan bubur bayi Promina. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan berat yang sama, keempat bubur bayi instan hanya
membutuhkan ruang yang lebih kecil pada perut bayi daripada bubur bayi
Promina, sehingga bayi menjadi tidak cepat kenyang. Diagram batang nilai
densitas kamba pada bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 6.
Produk bubur bayi tidak boleh bersifat kamba karena akan cepat memberi
rasa kenyang. Menurut Hofvander dan Underwood (1987), untuk kepentingan
makanan balita dibutuhkan jenis produk pangan yang memiliki kekambaan
minimum (nilai densitas kamba tinggi), sebab makanan yang kamba tidak cocok
untuk balita mengingat kapasitas perut bayi masih terbatas. Semakin kecil nilai
densitas kamba maka semakin sedikit pula kandungan zat gizi yang akan diterima
oleh bayi. Densitas kamba yang besar juga sangat bagus pada proses penyimpanan
tepung, karena tempat yang digunakan untuk menyimpan tepung dengan berat
yang sama akan lebih kecil.
4.3.4 Uji seduh
Uji seduh dilakukan dengan cara menambahkan air pada tepung bubur
bayi sampai terbentuk adonan yang homogen. Jumlah air yang ditambahkan
sampai kekentalan formula bubur bayi instan sama dengan bubur bayi Promina.
Berdasarkan petunjuk penyajian bubur bayi Promina, untuk satu kali takaran
penyajian sebanyak 24 gram dibutuhkan 100 ml air hangat dengan suhu kira-kira
60 oC..Uji seduh menunjukkan jumlah air yang dibutuhkan untuk membuat bubur
bayi instan menjadi homogen dan siap untuk disajikan.
Analisis ragam (Lampiran 8d) menunjukkan bahwa perlakuan jenis
tepung ikan serta interaksi jenis tepung ikan dengan jenis alat pengering tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah air yang diperlukan dalam
setiap penyajian dari bubur bayi instan. Akan tetapi perlakuan jenis alat pengering
memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah air yang diperlukan setiap
penyajian dari bubur bayi instan. Diagram batang nilai uji seduh pada bubur bayi
instan dapat dilihat pada Gambar 7.
100
33,7044,00
33,3044,30
0
20
40
60
80
100
120
Promina F1 F2 F3 F4
jenis bubur bayi
jum
lah
air
(ml)
Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum
Gambar 7. Diagram batang nilai uji seduh bubur bayi instan
Jumlah air yang dibutuhkan pada keempat bubur bayi formula lebih
sedikit dibandingkan dengan bubur bayi Promina. Jumlah air yang diperlukan
berhubungan dengan kadar air pada bubur bayi. Produk yang lebih kering lebih
banyak menyerap air. Hal ini diduga karena pada produk bubur yang kering
memiliki kandungan air yang sedikit sehingga dalam proses rehidrasi dibutuhkan
jumlah air yang lebih banyak.
Kandungan pati diduga dapat mempengaruhi jumlah air untuk rehidrasi
formula bubur bayi instan. Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, maka pati
akan mengalami proses gelatinisasi. Air yang sebelumnya berada di luar granula
dan bebas bergerak kini berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak
dengan bebas lagi karena telah membentuk matriks yang irreversible (tidak dapat
kembali kebentuk semula). Pada saat dikeringkan, komponen air menguap
meninggalkan matriks sehingga bersifat porous dan dengan mudah dapat kembali
menyerap air (Winarno 1992). Adanya ruang-ruang kosong diantara partikel-
partikel serbuk bubur bayi instan akan memudahkan air untuk masuk ke dalam
produk. Semakin banyak ruang kosong atau porositas produk maka semakin
banyak jumlah air yang dapat masuk ke dalam produk tersebut.
Pada bubur bayi Promina air yang ditambahkan lebih banyak dari pada
formula bubur bayi instan. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993) pada
industri pangan umumnya digunakan lesitin sebagai zat penginstan. Penambahan
zat penginstan dapat memperbaiki sifat instan bubur bayi Promina. Ketika produk
ditambah air maka partikel-partikel mudah terlepas sehingga produk lebih
mengembang dan air yang diserap lebih banyak.
4.3.5 Waktu rehidrasi
Salah satu syarat suatu makanan dikatakan instan yaitu makanan siap
disajikan dalam waktu yang singkat. Waktu rehidrasi bubur bayi dihitung dengan
cara melarutkan bubur bayi dengan jumlah air yang sama, kemudian dihitung
waktunya sampai bubur tersebut siap untuk disajikan. Indikator bubur bayi instan
siap untuk disajikan jika campuran telah homogen. Jumlah air yang ditambahkan
adalah 100 ml dengan jumlah bubur bayi sebanyak 24 gram. Jumlah tersebut
didasarkan kepada takaran saji dan cara penyajian pada bubur bayi Promina.
61,4056,53
62,7355,87
49,1
0
10
20
30
40
50
60
70
Promina F1 F2 F3 F4
jenis bubur
wak
tu (s
)
Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum
Gambar 8. Diagram batang nilai waktu rehidrasi pada bubur bayi instan
Lamanya waktu yang diperlukan dalam penyajian bubur bayi formula
dan bubur bayi Promina dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis ragam (Lampiran
8e) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung ikan serta interaksi jenis tepung
ikan dengan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah air yang diperlukan dalam setiap penyajian dari bubur bayi instan. Akan
tetapi perlakuan jenis alat pengering memberikan pengaruh yang nyata terhadap
jumlah air yang diperlukan dalam setiap penyajian dari bubur bayi instan.
Diagram batang nilai waktu rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 8.
Waktu rehidrasi bubur bayi instan yang paling singkat adalah pada bubur
bayi tepung ikan swangi pengering drum (F4), sedangkan yang paling lama adalah
bubur bayi tepung ikan tenggiri pengering beku (F1). Bubur bayi Promina
memiliki waktu rehidrasi yang paling singkat yaitu 49,1 detik. Semua produk
bubur bayi memiliki waktu rehidrasi yang tidak lama dan memenuhi syarat
sebagai makanan instan. Waktu rehidrasi dapat disebabkan oleh kandungan pati
yang terdapat dalam bubur bayi instan. Pati yang mengalami gelatinisasi
menyebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak menjadi
berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas. Ketika pati
dikeringkan maka komponen air menguap meninggalkan matriks dan bersifat
porous dan dengan mudah dapat kembali menyerap air. Sesuai dengan pendapat
Potter (1980) bahwa bahan pangan kering yang sudah menyerap uap air akan
terhambat proses rehidrasinya. Artinya bahan pangan yang mengandung air lebih
banyak, maka porositas akan semakin sedikit sehingga difusi air yang masuk
ketika proses rehidrasi akan semakin lambat.
Berdasarkan hasil penelitian Sugiyono et.al (2004) gelatinisasi terjadi
karena pemanasan dengan kadar air tinggi sehingga menghasilkan melting yang
disertai dengan hidrasi dan pengembangan yang bersifat irreversible. Ketika
bubur bayi instant kembali dimasak, ikatan hidrogen antar molekul amilosa lepas
dan mengikat lebih banyak molekul air serta sifat amorf membantu kecepatan
rehidrasi.
Produk yang dihasilkan setelah pengeringan akan mengalami perubahan
di permukaannya yaitu berpori yang terbuka memungkinkan proses rehidrasi
sangat cepat (Izza 2005). Difusitas air efektif semakin meningkat seiring dengan
porositas yang semakin banyak dan terbuka. (Marubi dan Saguy 2004).
Umumnya dalam industri pangan instan ditambahkan zat penginstan agar
memiliki sifat instan yang baik. Zat penginstan yang umum digunakan adalah
lesitin. Lesitin memiliki beberapa sifat yang dapat memperbaiki sifat instan yaitu:
(1) sifat pembasahannya yang besar, sehingga bubur bayi Promina lebih mudah
larut dengan air dan waktu rehidrasi cepat (2) sifat pendispersi baik (3) sifat anti
endap memadai (4) aglomeratnya menjadi tidak terlalu keras (5) produk lebih
mudah mengembang (Hartomo dan Widiatmoko 1993).
4.4 Evaluasi Mutu Organoleptik Bubur Bayi Instan
Menurut Soekarto (1985), pengujian secara organoleptik terhadap suatu
produk makanan merupakan kegiatan penilaian menggunakan alat pengindera
yaitu indera penglihat, pencicip, pembau, dan pendengar. Melalui hasil pengujian
organoleptik akan diketahui daya penerimaan panelis (konsumen) terhadap
produk tersebut. Panelis yang menilai produk adalah pegawai Balai Besar
Pengolahan dan Pengendalian Hasil Perikanan Muara baru yang termasuk
kedalam panelis semi terlatih.
Tabel 10. Perhitungan nilai rata-rata total kesukaan bubur bayi instanhasil uji organoleptik
Promina F1 F2 F3 F4Warna 6,13 5,82 4,82 5,96 5,09Aroma 6,13 5,00 5,16 4,73 5,02Rasa 5,87 4,87 4,96 4,76 5,09Tekstur 5,93 5,51 5,49 5,67 5,44Rata-rata total 6,04 5,41 5,09 5,43 5,21
Parameter yang diuji dalam uji kesukaan (hedonik) adalah warna, aroma,
rasa, dan tekstur. Rata-rata nilai hasil pengujian organoleptik pada umumnya
berkisar pada angka 5 yang menunjukkan agak suka. Hasil penilaian panelis
terhadap bubur bayi instan terutama pada Tabel 10 dan diilustrasikan dalam
bentuk diagram batang kesukaan pada masing-masing parameter pada Gambar 9.
6,13
6,13
5,87 5,93
5,82
5,00
4,87
5,51
4,82 5,
16
4,96
5,495,
96
4,73
4,76
5,67
5,09
5,02 5,09 5,
44
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
WARNA AROMA RASA TEKSTUR
parameter
nila
i rat
a-ra
ta k
esuk
aan
Promina F1 F2 F3 F4
Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum
Gambar 9. Diagram batang nilai rata-rata kesukaan bubur bayi instan
4.4.1 Nilai uji hedonik warna
Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor.
Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis dan
warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan
tampil lebih dulu (Winarno 1997). Faktor warna tersebut akan menjadi
pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan
yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah
menyimpang dari warna yang seharusnya (Soekarto 1985).
Nilai kesukaan terhadap warna bubur bayi instan berada diantara
4,82-5,96 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka) dan 6 (suka). Tingkat kesukaan
terhadap warna tertinggi terdapat pada bubur bayi tepung swangi dengan
pengeringan beku (F3) dengan nilai rata-rata sebesar 5,96, dan tingkat kesukaan
terkecil terdapat pada bubur bayi tepung ikan tenggiri pengering drum (F2) yaitu
sebesar 4,82. Bubur bayi Promina memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap
warna sebesar 6,13.
Gambar 9 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap warna bubur
bayi instan mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa bubur bayi instan
terbaik pada warna adalah bubur bayi tepung ikan swangi pengering beku yaitu
sebesar 5,96. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 2a) menunjukkan bahwa
perlakuan dengan penambahan jenis tepung ikan dan penggunaan jenis
alat pengering memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan panelis
terhadap warna bubur bayi instan yang dihasilkan (p<0,05). Hasil uji lanjut
Multiple comparison menunjukkan bahwa perlakuan tepung ikan tenggiri
pengering beku (F1) berbeda nyata dengan perlakuan tepung ikan tenggiri
pengering drum (F2) dan perlakuan tepung ikan swangi pengering drum (F4),
perlakuan tepung ikan tenggiri pengering drum (F2) berbeda nyata dengan
perlakuan tepung ikan swangi pengering beku (F3), dan perlakuan tepung ikan
swangi pengering drum (F4) berbeda nyata dengan perlakuan tepung ikan swangi
pengering drum (F3). Adapun hasil uji lanjut Multiple comparison dapat dilihat
pada Lampiran 2b.
Bubur bayi dengan perlakuan tepung ikan swangi pengering beku (F3)
paling disukai. Bubur bayi F3 berwarna lebih terang (putih susu). Penggunaan
suhu pengolahan yang rendah akan membantu meminimumkan terjadinya proses
browning enzimatis dan mempertahankan mutu produk. Tidak adanya fase air
dalam proses dan peralihan menjadi keadaan kering akan mengurangi masalah
pencokelatan, denaturasi protein dan reaksi enzimatik pada produk kering beku
(King 1971). Warna dari produk kering beku tidak mengalami perubahan (Fellow
1990).
Perlakuan pengering drum menyebabkan timbulnya warna coklat pada
bubur bayi instan. Hal tersebut dimungkinkan karena tepung ikan tenggiri maupun
tepung ikan swangi mengandung protein, dan gula pereduksi yang akan
mengalami reaksi Maillard jika dipanaskan. Reaksi Maillard dapat menyebabkan
terbentuknya warna coklat pada bubur bayi instan (Radley 1976). Panelis tidak
menyukai bubur bayi instan yang berwarna lebih gelap dan lebih menyukai
produk yang berwarna lebih terang (putih susu).
4.4.2 Nilai uji hedonik aroma
Rasa enak suatu makanan banyak ditentukan oleh aroma makanan
tersebut. Aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari
produk makanan itu sendiri. Pembauan manusia dapat mengenal enak atau
tidaknya suatu makanan yang belum terlihat hanya mencium bau makanan
tersebut dari jarak jauh (Soekarto 1985). Aroma lebih banyak berhubungan
dengan panca indera pembau. Bau-bauan baru dapat dikenali, bila terbentuk uap
dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus sampai menyentuh silia sel
olfaktori. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak
merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus
(Winarno 1997).
Nilai kesukaan terhadap aroma bubur bayi instan berada diantara
4,73-5,16 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka). Tingkat kesukaan tertinggi
terhadap aroma terdapat pada bubur bayi tepung tenggiri pengering drum (F2)
dengan nilai rata-rata 5,16 dan kesukaan terkecil terdapat pada bubur bayi tepung
ikan swangi pengering beku (F3) dengan nilai rata-rata 4,73. Tingkat kesukaan
aroma dari bubur bayi Promina rata-rata 6,13. Diagram batang nilai rata-rata
tingkat kesukaan terhadap aroma bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 9.
Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung ikan
dan penggunaan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang nyata pada
tingkat kesukaan terhadap aroma bubur bayi instan yang dihasilkan (p>0,05).
Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata untuk
masing-masing produk bubur bayi instan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan
bahwa tepung ikan tenggiri maupun tepung ikan swangi memiliki aroma yang
tidak berbeda sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap aroma bubur bayi
instan. Begitu juga dengan perlakuan alat pengering, meskipun secara umum
penggunaan pengering drum lebih disukai, tetapi aroma yang dihasilkan tidak
berbeda dengan penggunaan alat pengering beku. Bubur bayi Promina memiliki
aroma yang paling disukai dibandingkan dengan keempat produk bubur bayi
instan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan flavor pisang pada bubur bayi
Promina sehingga lebih disukai, sedangkan keempat produk bubur bayi instan
tidak ditambahkan flavor sehingga aroma yang dihasilkan lebih alami.
4.4.3 Nilai uji hedonik rasa
Rasa merupakan faktor yang sangat menentukan pada keputusan terakhir
konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter
yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak
(Soekarto 1985). Kesukaan konsumen terhadap rasa suatu produk juga ditunjang
oleh ketertarikan terhadap warna dan aroma produk tersebut. Menurut Winarno
(1997) bau yang ditangkap oleh sel olfaktori hidung dan warna yang ditangkap
oleh indera pengelihatan mampu merangsang syaraf perasa dan cecapan lidah.
Nilai kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan berada diantara
4,78-5,09 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka). Diagram batang nilai rata-rata
tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 9.
Bubur bayi instan dengan penambahan tepung ikan swangi pengering drum (F4)
cenderung lebih disukai panelis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
perlakuan jenis tepung ikan dan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh
yang nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan yang dihasilkan
(p>0,05). Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda untuk
masing-masing produk bubur bayi instan yang dihasilkan dilihat dari rasa. Bubur
bayi Promina lebih disukai karena Promina memiliki rasa pisang sehingga lebih
disukai dari pada keempat formula bubur bayi instan.
4.4.4 Nilai uji hedonik tekstur
Nilai kesukaan terhadap tekstur bubur bayi instan berada diantara
5,44-5,67 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka) dan 6 (suka). Diagram batang
nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan dapat dilihat pada
Gambar 9. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan jenis
tepung ikan dan jenis alat pengering memberikan pengaruh yang tidak berbeda
nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan yang dihasilkan
(p>0,05). Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata
untuk masing-masing produk bubur bayi instan yang dihasilkan dilihat dari
tekstur.
4.5 Karakteristik Bubur Bayi Instan Terpilih
Bubur bayi yang terpilih diambil berdasarkan hasil uji sifat fisik dari
bubur bayi instan. Bubur bayi yang terpilih adalah bubur bayi F4 yaitu bubur bayi
menggunakan tepung ikan swangi dan pengeringan drum. Bubur bayi F4 dipilih
berdasarkan waktu rehidrasi yang paling cepat, kadar air, kelarutan, densitas
kamba, dan uji seduh.
4.5.1 Kandungan gizi
Kandungan gizi bubur bayi terpilih didapat dengan uji proksimat.
Kandungan gizi yang dihitung yaitu kadar karbohidrat, protein, dan lemak. Data
analisis proksimat kandungan gizi bubur bayi terpilih dapat dilihat pada Tabel 11.
Hasil analisis kandungan gizi bubur bayi instan terpilih hampir sama dengan hasil
perhitungan terhadap formula bubur bayi tersebut. Akan tetapi kandungan lemak
hasil perhitungan lebih tinggi dari pada hasil analisisnya. Hal ini disebabkan oleh
perlakuan pengeringan drum yang menggunakan panas dapat menyebabkan
turunnya kadar lemak.
Tabel 11. Kandungan gizi bubur bayi instan terpilih
Kandungan gizi Perhitunganformulasi
Analisis Promina
Protein (%) 24,24 23,17 14,6Lemak (%) 10,93 6,46 6,25Karbohidrat (%) 58,85 59,87 70,8Energi (kkal) 430,73 390,3 397,85
4.5.2 Daya cerna protein
Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino
oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah daya cerna (kecernaan).
Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah asam amino yang
diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sebaliknya suatu protein yang sukar
dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh
tubuh rendah karena sebagian besar protein yang dimakan dibuang kembali
dengan feses. Oleh karena itu untuk mengetahui kecernaan protein dalam tubuh
manusia biasanya digunakan feses dan urin yang dikeluarkan oleh makhluk
tersebut untuk dianalisis.
Mekanisme dari penentuan daya cerna protein secara in vitro dapat
dijelaskan sebagai berikut, penambahan air destilata hanya untuk melarutkan
sampel dan vorteks digunakan untuk mempercepat proses melarutnya atau
tercampurnya sampel dengan air destilata. Pengaturan pH sampai pH 8,00
dimaksudkan untuk mengkondisikan sampel seperti yang ada dalam saluran
pencernaan. Serangkaian penelitian menyebutkan proses pencernaan makanan
berjalan paling efektif jika jaringan tubuh dan darah (bukan lambung) dalam
kondisi netral cendrung basa, dengan pH 7,35-7,45 (Apriadji 2002). Demikian
pula inkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit untuk mengkondisikan agar enzim
yang akan ditambahkan terkondisi dengan baik. Penambahan enzim diharapkan
mampu memecah protein menjadi asam amino-asam amino dengan melepaskan
ion-ion H+. Untuk memberikan lingkungan kerja yang optimal dan waktu
berlangsungnya reaksi enzim kimotripsin dilakukan inkubasi kembali pada
suhu 37 oC selama 10 menit.
Secara prinsip pada percobaan ini dianggap bahwa dengan adanya enzim
akan memecah protein menjadi asam amino-asam amino dengan melepaskan ion-
ion H+ sehingga akan mengakibatkan turunnya nila pH. Turunnya nilai pH dalam
kurun waktu tertentu menunjukkan daya cerna protein yang baik. Semakin tajam
turunnya nilai pH semakin baik daya cerna dari protein.
Tabel 12. Nilai daya cerna protein bubur bayi instan terpilih
Jenis bubur Daya cerna (%)
Bubur bayi instan terpilih 89,64
Promina 91,72
Berdasarkan data Tabel 12 maka dapat diketahui bahwa protein pada
bubur bayi instan terpilih memiliki mutu yang baik. Daya cerna protein bubur
bayi terpilih yaitu 89,64 persen. Daya cerna pada bubur bayi komersial memiliki
daya cerna protein yang lebih tinggi yaitu 91,72 persen. Salah satu faktor yang
mempengaruhi daya cerna protein adalah adanya anti nutrisi. Faktor anti nutrisi
tersebut dapat menurunkan daya cerna protein. Selain itu pengolahan juga
mempengaruhi daya cerna protein, misalnya reaksi maillard dan adanya
pemanasan (Homisah 1997). Penambahan asam juga dapat mempengaruhi daya
cerna protein (Sukarni et al. 1989).
Selain beberapa faktor di atas, sisi rantai yang berupa asam-asam amino
yang terikat dalam protein dapat bereaksi juga dengan senyawa hasil oksidasi
lemak, dimana lemak yang teroksidasi akan menghasilkan radikal-radikal bebas
(terutama dari asam lemak tidak jenuh), yang kemudian membentuk karbonil atau
peroksida. Kedua senyawa tersebut dapat bereaksi dengan protein membentuk
ikatan silang dalam rantai protein, melalui ikatan protein-lipid, sehingga terjadi
penurunan nilai gizi protein serta kerusakan asam amino-asam amino esensial
(Hutagalung 1998).
4.5.3 Analisis mutu mikrobiologi bubur bayi instan
Analisis mikrobiologi dilakukan dengan menentukan Total Plate Count
(TPC). Analisis kuantitatif mikrobiologi sangat penting dilakukan untuk
mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan yang dihasilkan.
Makanan bayi sangat diperhatikan kehigienisannya, karena makanan bayi
termasuk pada golongan makanan beresiko tinggi. Pada Tabel 13 adalah data
hasil analisis Total Plate Count yang telah dilakukan terhadap bubur bayi instan.
Tabel 13. Nilai Total Plate Count (TPC) bubur bayi instan terpilih
Jenis Bubur TPC (CFU/g)
Bubur bayi instan terpilih 2,85 x 104
Promina 9,2 x 103
Kandungan mikroba yang diperbolehkan berdasarkan SNI 01-3842-1995
adalah 104 CFU/g. Oleh karena itu kandungan mikroba pada bubur bayi instan
terpilih yang dihasilkan melebihi standar yaitu 2,85 x 104 CFU/g. Tingginya
kandungan mikroba pada bubur bayi instan sehingga tidak sesuai dengan standar
karena pembuatan bubur bayi dilakukan secara manual tidak mekanisasi atau
komputerisasi seperti pada perusahaan bubur bayi yang telah ada. Berbeda
dengan hasil uji yang diperoleh pada bubur bayi Promina sebesar 9,2 x 103 CFU/g.
Hal ini disebabkan pada suatu industri dalam proses pembuatannya
memperhatikan Good Manufacturin Processing (GMP) untuk makanan bayi,
sehingga makanan bayi yang dihasilkan akan sesuai standar. Walaupun pada
penelitian ini segi mikrobiologi tidak merupakan tujuan utama, tidak berarti mutu
mikrobiologi makanan bayi tidak penting. Mutu mikrobiologi sangat penting dan
hal itu dapat dijadikan perhatian bagi industri makanan bayi yaitu dengan benar-
benar menerapkan Good Manufacturing Processing (GMP) dan Hazard
Analytical Critical Control Point (HACCP).
4.5.4 Penentuan takaran penyajian dan Angka Kecukupan Gizi
Pada penentuan takaran penyajian yang menjadi bahan pertimbangan
utama adalah pemenuhan AKG protein bayi. Kandungan nutrisi per
takaran penyajian ditunjukkan pada Tabel 14. Perhitungan takaran saji bubur bayi
instan terpilih dijelaskan sebagai berikut:
• Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein yang dianjurkan untuk bayi usia
6-12 bulan adalah 20 g per hari (Widia Karya Pangan dan Gizi 1998).
• Jika dalam satu hari dua kali makan, maka protein yang terpenuhi 10 g.
• Jika dalam satu kali makan protein yang ingin dipenuhi dua per tiga dari total
protein, maka asupan protein untuk satu kali makan 6,7 g.
• Protein bubur bayi instan terpilih sebesar 23,17 %
• Maka perhitungan takaran penyajian secara matematis sebagai berikut:
23,17 = 100 6,7 x
x = 28,9 g 30 g bubur bayi instan
Tabel 14. Kandungan nutrisi per takaran penyajian
Bubur bayi terpilih ProminaKomponen gizi
Per 100 g Per 30 g Per 100 g Per 48 g
Protein (%) 23,17 7 14,6 7Lemak (%) 6,46 1,94 6,25 3Karbohidrat (%) 59,87 17,96 70,8 34Energi (kkal) 390,3 117,3 395,8 190
Setelah penentuan takaran penyajian, kemudian dilakukan penentuan
Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran penyajian tersebut. Tabel 15 adalah
Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran penyajian yang dianjurkan, selain itu
makanan bayi ini dianjurkan dimakan dua kali sehari kecuali apabila asupan
protein bayi kurang dari pemberian dapat diberikan lebih dari dua kali per hari.
Apabila bayi mengkonsumsi bubur bayi ini per takaran penyajian kebutuhan
proteinnya akan terpenuhi sekitar dua pertiga per hari. Sementara itu perkiraan
berdasarkan kandungan protein pada Air Susu Ibu 1,06 g/100 ml (Packard 1982)
dan volume perut bayi sekitar 300 ml, maka protein yang dapat masuk ke dalam
tubuh bayi diperkirakan antara 2,81-5,62 g per hari atau sekitar satu pertiga dari
AKG. Menurut Albar (2004) bahwa ASI dapat melengkapi satu pertiga atau lebih energi,
protein, zat besi, vitamin A dan vitamin C yang sangat dibutuhkan oleh anak umur 6-12 bulan.
Maka target pemenuhan protein dua pertiga adalah hal yang tepat.
Tabel 15. Pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein per takaranpenyajian
Bubur bayi terpilih Promina
Serving size 7 7
AKG 20 20
% AKG 35 35
4.5.5 Uji penerimaan pada bayi
Uji penerimaan bubur bayi instan pada bayi dilakukan terhadap bayi
berumur 6-12 bulan yang dilaksanakan di posyandu Kemuning kecamatan
Cipanas, kabupaten Cianjur. Jumlah bayi yang menerima bubur bayi instan untuk
uji penerimaan sebanyak 15 bayi. Bayi yang baru tiba di posyandu langsung
diberi bubur bayi instan. Bubur bayi instan terlebih dahulu disiapkan dengan
menambahkan air hangat sampai homogen. Idealnya bayi yang akan diberi bubur
bayi instan ini adalah bayi yang belum diberi makanan pendamping sehingga
penerimaan bayi terhadap bubur bayi tersebut menjadi lebih baik. Tetapi,
umumnya bayi yang ada di posyandu sudah diberi sarapan di rumahnya.
Pemberian bubur bayi dilakukan oleh orang tuanya masing-masing. Hal
ini dilakukan karena orang tua dari bayi lebih mengetahui reaksi bayi ketika
menerima atau menolak suatu makanan. Bayi diberi suapan pertama kemudian
kita lihat reaksi bayi tersebut terhadap penerimaan bubur bayi instan. Setelah itu
diberi lagi untuk suapan yang kedua, apakah bayi tersebut menerima bubur bayi
instan dengan baik atau tidak. Orang tua dari bayi tersebut akan memberi tahu
apakah bayi tersebut menerima bubur bayi instan dengan baik atau tidak. Selain
itu juga ada bayi yang menolak bubur bayi instan ketika suapan pertama dan
langsung dimuntahkan.
Jumlah bayi yang menerima formula bubur bayi instan adalah 13 bayi
dari 15 panelis bayi. Bayi dapat menerima bubur bayi instan, baik dari segi rasa,
aroma, dan tekstur formula bubur bayi instan. Selain bayi, semua orang tua dari
15 bayi menyatakan suka dengan rasa, aroma, dan tekstur formula bubur bayi
instan hasil percobaan. Bayi yang tidak menerima formula bubur bayi karena
bayi sudah tidak mengkonsumsi bubur bayi walaupun umurnya masih di bawah
12 bulan. Diagram pie uji penerimaan bayi dapat dilihat pada Gambar 10.
87%
13%
terimatolak
Gambar 10. Diagram pie uji penerimaan bayi
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Analisis gizi yang diperlukan pada tepung ikan adalah kadar protein,
lemak, dan karbohidrat. Kadar protein untuk tepung tenggiri dan tepung swangi
adalah 84,47 % dan 79,72 %, kadar lemak sebesar 3,73 % dan 3,3 % serta kadar
karbohidrat adalah 1,79 % dan 6,7 %. Berdasarkan analisis tersebut dan
perhitungan nilai gizi untuk formula bubur bayi instan, maka penambahan tepung
ikan yang diperlukan sebesar 9 %. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan
tepung swangi pengering drum lebih baik dibandingkan formula yang lain. Hal ini
didasarkan pada kadar air, kelarutan, densitas kamba, uji seduh, waktu rehidrasi
dan uji organoleptik. Pada bubur bayi instan terpilih kadar air yang diperoleh
sebesar 4,26 %, jumlah air yang ditambahkan untuk rehidrasi sebanyak 44,3 ml
dan waktu rehidrasi 55,87 detik. Densitas kamba dan kelarutan bubur bayi instan
dari semua perlakuan tidak berbeda nyata. Produk bubur bayi instan terpilih dari
semua perlakuan memiliki nilai daya cerna 89,64 %, dan nilai TPC 2,85x104
CFU/g. Perhitungan takaran saji terhadap bubur bayi terpilih sebesar 30 g,
dengan persen AKG 35 %. Kandungan protein, lemak, karbohidrat, dan jumlah
energi bubur bayi instan terpilih berturut-turut dalam 100 g bahan adalah 23,17 %,
6,46 %, 59,87 % dan 390,3 kkal. Hasil uji penerimaan terhadap 15 orang bayi,
ternyata sebanyak 13 orang bayi dapat menerima bubur bayi dengan baik.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:
1) Perlu diteliti lebih lanjut mengenai nilai gizi dari bubur bayi instan dengan
pencampuran kering.
2) Penambahan lesitin agar sifat instan produk lebih baik.
3) Panelis uji hedonik bubur bayi instan sebaiknya dilakukan oleh ibu-ibu yang
mempunyai bayi.
4) Perlu diteliti lebih lanjut mengenai metodologi uji penerimaan bayi sebaiknya
cara pemberian MP ASI pada bayi, khususnya mengenai takaran penyajian
dan waktu pemberian bubur bayi instan.
DAFTAR PUSTAKA
Albar H. 2004. Makanan pendamping ASI. Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ Rumah Sakit Umum Pusatdr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan. http:// www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_15MakananPendampingAsi.pdf/145_15MakananPendampingAsi.html. [28 Juli 2007].
Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.
Anonim. 2003. Pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga yang memiliki anakberusia di bawah dua tahun tentang pemberian Makanan Pendamping ASIdi kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur. http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/052003/Nusa/med,200305-17,id.html. [17 Agustus2007]
Anonim. 2007. http://www.google.co.id/search?q=potensi+tenggiri&hl=id&cr=countryID&start=10&sa=N. [21 April 2007].
Apriadji WH. 2002. Food combining, jurus baru untuk langsing dan sehat. Sedapsekejap, Edisi I. III; jan.
Arsdel WB, Copley MS. 1964. Food Dehydration, 2nd Edition. Wesport,Conecticut: The AVI Publishing Company, Inc.
Astawan M. 2000. Persyaratan Gizi MP-ASI. Dalam. Sugiyono (Ed). ModulStudi Operasional Pengadaan MP-ASI Lokal Melalui PemberdayaanAgroindustri Kecil dalam Rangka Peningkatan Status Gizi Baduta SecaraTerpadu. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
[BPPMHP] Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 2005.Laporan Analisa Komposisi Kimia Ikan. Jakarta: Departemen Kelautan danPerikanan.
Brennan JG. 1974. Food Engineering Operations. London: Applied SciencePubl, Ltd.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan.Penerjamah: Adiono dan Hari Purnomo. Jakarta: UI Press. Terjemahandari: Food Science.
Budiman I. 2006. Teknologi Penangkapan dan Pengembangan Usaha PerikananTenggiri di Kabupaten Belitung: Suatu Pendekatan Sistem BisnisPerikanan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Codex Alimentarius Commision. 1991. Guideine for Formulated SuplementaryFoods for Older Infant and Young Children.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan danPerikanan Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Eckles CH, Combs WB, Macy H. 1951. Milk and Milk Product. New York:Mc Graw Hill Inc.
Fatmawati S. 2004. Formulasi Bubur Bayi Berprotein Tinggi dan KayaAntioksidan dari Tepung Kecambah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)untuk Makanan Pendamping ASI. [skripsi]. Bogor: Teknologi Pangan danGizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Fellow . 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. New York:CRC Press.
Fellow PJ, Ellis. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice.London: Ellis Horwood.
Frandsen JH, Arbuckle WS. 1961. Ice Cream and Related Product. 3th edition.Wesport, Conecticut: AVI Publishing Company, Inc.
Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.Yogyakarta: Andi Offset.
Hofvander, Undrwood BA. 1987. Processed suplementary foods for older infantand young children, with spesial reference to developing countries. FoodNutrition. Bul.9(1).
Husaini E, Suryana, Darwin K. 1984. Pertumbuhan Bayi Sejak Lahir SampaiBerumur 12 Bulan. Bogor: Puslitbang Gizi, Depkes.
Hutagalung SU. 1998. Mempelajari mutu biologis protein dan mutu organoleptiktahu dengan dan tanpa menggunakan formalin. [skripsi]. Bogor: GiziMasyarakat dan Sumberdaya Keluarga, FAPERTA. IPB.
Izza F. 2005. Pengembangan produk serpihan telur kering sebagai bahanpelengkap pada mie instan. Bogor: Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA.IPB.
Karta I. 2006. Tepung beras, kenapa oh kenapa. http://irvankarta. bogspot. com/2006/03/tepung-beras-kenapa-oh-kenapa.html. [4 Januari 2008]
Ketaren S. 1986. Peran Lemak Dalam Bahan Pangan. Bogor: Fakultas TeknologiPertanian, Institut Pertanian Bogor.
Manihuruk V. 2006. Ikan, Protein Penuh Khasiat. http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/092006/23/1001.htm. [7 April 2007].
Marabi A, Saguy IS. 2004. Effect of porosity on rehydration of dry particulate.Journal of The Science of Food an Agriculture. 84(10):1105-1110.
Mardiyanti M. 2005. Substitusi Tepung Ikan dengan Bungkil Kedelai dalamRansum yang Mengandung Ampas Teh (Camelia sinensis) terhadapPerforman Domba Lokal Jantan. [skripsi]. Bogor: Nutrisi dan MakananTernak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Marliyati SA. 2007. Boleh kok, si kecil diberi makanan instan. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg05956.html.[3 Desember 2007]
Moore JG. 1995. Drum Drier. Dalam. Mujundar AS (Ed). Handbook ofIndustrial Drying. New York: Marcell Dekker.
Packard VS. 1982. Human Milk and Infant Formula. New York: AcademicPress.
Pauziah R. 2002. Daya Terima Konsumen dan Sifat Fisiko-Kimia Bakso DagingSapi pada Tiga Tingkat Suhu Pengeringan Beku. [skripsi]. Bogor: IlmuProduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Perdana D. 2003. Dampak Penerapan ISO 9001 terhadap Peningkatan mutuBerkesinambungan pada Proses Produksi Bubur Bayi Instan di PT GizindoPrima Nusantara. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Potter N. 1980. Food Science. Westport: The AVI Publishing Company Inc.
Prihantoro S. 2003. Pengembangan Produk Nugget Berbasis Sayuran denganBahan Pengikat Tepung Beras sebagai Pangan Fungsional. [skripsi]. Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Richardson. 1846. http://www.annual.sp2000.org/show_spesies_detail.php. [21 April 2007]
Riyanto I. 2006. Analisis kadar daya cerna dan karakterisitik protein dagingayam kampung dan hasil olahannya. Bogor: Teknologi Hasil Ternak.FAPET. IPB.
Rosdiana I. 2005. Mempelajari Pengaruh Pencucian Daging dan PenambahanMinyak Nabati terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Pasta Daging Domba.[skripsi]. Bogor: Ilmu Produksi dan Teknologi Perternakan. FakultasPeternakan. IPB.
Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I dan II. Bandung:Binacipta. 508 hal.
Samsudin. 1995. Peranan Makanan Tradisional dalam Tumbuh Kembang danAnak. Dalam. FG Winarno, NL Puspitasari, F Kusnandar (eds). WKNPGKhasiat Tradisional (hal 29-41). Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI.
SNI 01-3842-1995. Persyaratan Mutu Makanan Bayi. Dewan StandardisasiNasional.
Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan HasilPertanian. Jakarta: Bahatara Karya Aksara.
Soenaryo E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Bogor: JurusanTeknologi Pangan dan Gizi. FATETA. IPB.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.
Sugiyono. 2000. Operasional Pengadaan MP-ASI Lokal Melalui PemberdayaanAgroindustri Kecil dalam Rangka Peningkatan Status Gizi Baduta SecaraTerpadu. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Sugiyono, Soekarto ST, Hariyadi P. Kajian optimasi teknologi pengolahan berasjagun instan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15(2):119-128.
Sukarni, Kustiyah ML, A Sulaiman. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor:FAPERTA. IPB.
Tambuan AH, Manalu LP. 2000. Mekanisme pengeringan beku produkpertanian. Jurnal Sain dan Teknologi Indonesia. 2(3): 66-74.
Toledo RT. 1991. Fundamental of Food Processing Engineering. New York:Chapman and Hall.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.
Widya Karya Pangan dan Gizi. 1998. risalah Widya Karya Pangan dan Gizi IV.Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Wirakartakusumah MA, Hermanianto D, Andarwulan N. 1989. BahanPengajaran: Prinsip Teknik Pangan. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar UniversitasPangan dan Gizi. Iinstitut Pertanian Bogor.
Yoanasari QT. 2003. Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut. [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Yudistira. 1999. Analisis Karakteristik Pengeringan Beku dan Menentukan NilaiSifat Transpor Pasta Jahe (Zingeber officinale. Rosc.) Kering Beku. [tesis].Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data mentah uji organoleptikTabel 1a. data mentah organoleptik warnaPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4
6 6 6 7 5 5 4 6 6 5 5 5 56 6 6 6 3 5 5 6 6 6 5 4 46 7 7 7 4 5 6 7 7 6 5 4 56 3 5 5 2 3 2 6 7 6 5 3 37 7 5 6 3 3 4 5 5 5 3 2 46 6 5 4 5 4 5 6 5 5 5 5 56 4 5 5 6 6 6 6 6 5 6 6 67 7 7 7 5 5 6 7 7 7 6 6 65 5 5 5 6 5 6 4 4 5 5 6 66 7 7 7 4 4 6 7 7 7 5 6 57 7 5 6 5 6 5 6 6 7 7 6 66 6 5 5 5 5 4 6 6 6 6 5 56 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 66 6 6 6 5 5 5 6 6 6 5 5 56 6 6 6 6 5 5 6 6 6 5 5 5
Tabel 1b. data mentah organoleptik aromaPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4
7 5 7 6 6 6 5 3 7 5 6 6 56 6 6 5 6 6 6 5 6 5 5 6 66 6 5 6 6 6 7 6 6 6 7 7 66 2 4 5 5 5 5 2 3 2 5 6 46 6 6 6 5 4 5 3 3 4 4 3 56 4 5 6 5 4 4 6 5 5 5 5 56 4 5 5 5 6 6 6 6 5 5 6 67 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 57 4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 46 4 5 5 5 4 5 4 7 5 4 4 47 6 4 4 6 5 3 4 3 6 6 5 55 5 3 4 5 6 4 4 5 5 5 6 45 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 46 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 56 5 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tabel 1c. data mentah organoleptik rasaPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4
7 5 6 6 5 4 4 5 6 5 6 6 66 6 6 6 6 5 5 6 6 6 6 6 67 6 5 6 7 6 4 4 5 5 6 6 76 2 4 5 5 5 6 3 3 3 4 6 56 5 4 5 6 5 6 5 5 5 6 3 56 4 4 4 2 4 2 3 2 4 2 3 27 3 5 3 6 7 5 6 5 4 6 6 67 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 63 5 6 6 4 4 5 6 5 5 5 4 56 4 4 4 4 4 4 4 7 4 5 4 67 6 6 6 3 6 6 6 4 6 4 7 64 5 3 4 6 5 5 4 6 3 3 5 44 4 3 4 4 5 5 3 3 4 5 4 56 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 56 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Tabel 1d. Data mentah organoleptik teksturPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4
6 6 7 6 6 7 5 6 6 6 6 6 66 6 6 6 6 6 5 6 6 6 6 6 66 7 5 6 6 5 6 7 6 7 7 6 66 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 65 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 3 46 4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 46 4 4 5 6 6 6 6 6 5 5 5 57 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 66 6 5 6 5 5 5 5 5 6 5 5 56 6 6 6 5 5 6 6 7 6 5 5 67 6 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 54 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 56 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 7 76 6 5 6 5 6 6 6 6 6 6 5 66 6 5 6 5 6 6 6 6 6 6 5 6
Keterangan:F1 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan tenggiri pengering bekuF2 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan tenggiri pengering drumF3 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan swangi pengering bekuF4 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan swangi pengering drum
Lampiran 2. Uji statistik organoleptik
Tabel 2a. Uji Kruskal-Wallis
Ranksperlakuan N Mean Rank Perlakuan N Mean Rank
warna F1 45 108.82 rasa F1 45 88.08F2 45 63.17 F2 45 90.91F3 45 116.59 F3 45 83.14F4 45 73.42 F4 45 99.87Total 180 Total 180
aroma F1 45 91.92 tekstur F1 45 90.62F2 45 98.87 F2 45 86.36F3 45 80.71 F3 45 99.40F4 45 90.50 F4 45 85.62Total 180 Total 180
Test Statistics(a,b)warna aroma rasa tekstur
Chi-Square 37.867 3.082 2.665 2.417df 3 3 3 3Asymp. Sig. .000 .379 .446 .490
a Kruskal Wallis Testb Grouping Variable: perlakuan
Tabel 2b. Uji lanjut multiple comparisson
Dependent Variable: warnaTukey HSD(I)perlakuan
(J)perlakuan
Mean Difference(I-J)
Std.Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
F1 F2 1.000(*) .203 .000 .47 1.53F3 -.133 .203 .913 -.66 .39F4 .733(*) .203 .002 .21 1.26
F2 F1 -1.000(*) .203 .000 -1.53 -.47F3 -1.133(*) .203 .000 -1.66 -.61F4 -.267 .203 .554 -.79 .26
F3 F1 .133 .203 .913 -.39 .66F2 1.133(*) .203 .000 .61 1.66F4 .867(*) .203 .000 .34 1.39
F4 F1 -.733(*) .203 .002 -1.26 -.21F2 .267 .203 .554 -.26 .79F3 -.867(*) .203 .000 -1.39 -.34
* The mean difference is significant at the .05 level.
Lampiran 3. Data uji kadar air bubur bayi instan
Tabel 3a. Data kadar air bubur bayi F1
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 2,4156 3,2598 2,7033 2,7730 4,1030 3,2292Berat cawan + contoh(g)
4,21725 5,2899 4,7103 4,7919 5,2242 4.3230
Berat contoh (g)/ W1 2,0569 2,0301 2,0065 1,0189 1,1212 1,0938Berat cawan + contohkering (g)
4,3720 5,1694 4,5865 4,7153 5,1589 4,2542
Berat contoh kering (g)/W2
1,9564 1,9096 1,8832 0,9423 1,0559 1,0250
Kadar air (%) 4,8860 5,9357 6,145 7,5179 5,8241 6,2900
Tabel 3b. Data kadar air bubur bayi F2
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 3,2510 2,6461 2,7426 2,5241 2,4731 3,2583Berat cawan + contoh(g)
5,2836 4,6493 4,7577 4,5428 3,5047 4,2759
Berat contoh (g)/ W1 2,0326 2,0032 2,0151 2,0187 1,0316 1,0176Berat cawan + contohkering (g)
5,1901 4,5651 4,6759 4,4627 3,4634 4,2313
Berat contoh kering (g)/W2
1,9391 1,9190 1,9333 1,9836 0,9903 0,9790
Kadar air (%) 4,6002 4,2033 4,0594 3,9679 4,0035 3,7932
Tabel 3c. Data kadar air bubur bayi F3
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 3,2538 2,7039 3,3633 3,0170 2,8047 3,1609Berat cawan + contoh(g)
5,2936 4,7707 5,4448 5,1582 3,8256 4,1924
Berat contoh (g)/ W1 2,0398 2,0398 2,0815 2,0872 1,0209 1,0315Berat cawan + contohkering (g)
5,2057 4,6348 5,3239 5,0955 3,7556 4,1173
Berat contoh kering(g)/ W2
1,9719 1,9039 1,9606 1,9745 0,9509 0,9564
Kadar air (%) 5,1606 6,06624 5,8083 5,3996 6,8567 7,2807
Tabel 3d. Data kadar air bubur bayi F4
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 2,8160 5,1114 2,7959 2,6859 2,8631 4,0981Berat cawan + contoh(g)
4,8646 7,1361 4,8196 4,7620 3,8970 5,1860
Berat contoh (g)/ W1 2,0486 2,0247 2,0237 2,0761 1,0339 1,0879Berat cawan + contohkering (g)
4,7767 7,0448 4,7305 4,6738 3,855 5,1413
Berat contoh kering (g)/W2
1,9607 1,9334 1,9346 1,9879 0,9928 1,0432
Kadar air (%) 4,2907 4,5093 4,4028 4,2484 3,9752 4,0188
kadar air = [(W2-W1)/ W1] X 100%
Lampiran 4. Data uji kelarutan bubur bayi instant
Tabel 4a. Data kelarutan bubur bayi F1
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 2Penepatan duplo
1 2 1 2 1 3Berat sampel awal(g)/ A
2,0307 2,0307 2,0009 2,0009 2,0058 2,0058
Berat cawan (g)/ B 21,8749 23,6321 23,7821 17,2511 21,6317 15,1770Berat sampel 2 (g)/C
5,0494 5,0478 5,0811 5,0921 5,0060 5,0794
Berat cawan +padatan (g)/ D
21,9137 23,6699 23,8179 17,2858 21,6650 15,2147
Kelarutan (%) 38,21 37,23 35,78 34,68 33,20 37,59
Tabel 4b. Data kelarutan bubur bayi F2
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat sampel awal (g)/A
2,0680 2,0680 2,0365 2,0365 2,0085 2,0085
Berat cawan (g)/ B 5,5287 6,6499 20,3855 18,9229 3,1682 5,0855Berat sampel 2 (g)/ C 5,0386 5,0474 5,0902 5,0220 5,447 5,0397Berat cawan + padatan(g)/ D
5,5662 6,6888 20,3769 18,9614 3,2065 5,1244
Kelarutan (%) 36,27 37,6 37,71 37,81 38,14 38.74
Tabel 4c. Data kelarutan bubur bayi F3
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat sampel awal(g)/ A
2,0319 2,0319 2,0019 2,0019 2,0052 2,0552
Berat cawan (g)/ B 22,2083 20,0144 19,6884 24,2012 20,2773 3,1627Berat sampel 2 (g)/C
5,0173 5,0678 5,0590 5,0830 5,0245 5,0998
Berat cawan +padatan (g)/ D
22,2414 20,0506 19,7250 24,2393 20,3186 3,2088
Kelarutan (%) 32,58 35,63 36,57 38,06 41,19 45,98
Tabel 4d. Data kelarutan bubur bayi F4
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo
1 2 1 2 1 2Berat sampel awal (g)/ A 2,0386 2,0386 2,0701 2,0701 2,0138 2,0138Berat cawan (g)/ B 23,4602 3,1683 3,1930 2,9306 4,5292 3,7487Berat sampel 2 (g)/ C 5,0241 5,1047 5,0223 5,0774 5,0301 5,0079Berat cawan + padatan(g)/ D
23,4976 3,2322 3,2028 2,9703 4,5662 3,7844
Kelarutan (%) 36,69 62,69 14,88 38,36 36,75 35,46
Kelarutan = 20 x (D-B) x 100% A
Lampiran 5. Uji seduh bubur bayi instan (per 100 g bahan)
Tabel. Uji seduh
sampelulangan
1ulangan
2ulangan
3rata-rata
F1 (ml) 17 16.5 17 16.83F2 (ml) 23 21.5 21.5 22.00F3 (ml) 16.5 17 16.5 16.67F4 (ml) 22.5 22 22 22.17
Lampiran 6. Waktu penyajian bubur bayi instan
Tabel. Waktu penyajian
sampelulangan1
ulangan2
ulangan3
rata-rata
F1 (dtk) 61 62 61.2 61.40F2 (dtk) 57 56.2 56.4 56.53F3 (dtk) 64.8 63.2 60.2 62.73F4 (dtk) 54 56.6 57 55.87
Lampiran 7. Densitas kamba bubur bayi instan
Tabel. Densitas kambaUlangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Sampel 1 2 1 2 1 2F1 (g) 45.00 43.00 46.00 44.00 44.00 42.00F2 (g) 41.50 40.00 44.00 42.00 43.00 41.00F3 (g) 43.00 41.00 44.00 45.00 41.00 41.00F4 (g) 41.80 41.00 43.00 41.00 41.00 42.00
Densitas kamba = berat sampel/ 100 ml
Lampiran 8. Analisis sidik ragam uji sifat fisik
Tabel 8a. Analisis sidik ragam kadar airTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: d.kamba
SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .001(a) 3 .000 1.917 .205Intercept 2.176 1 2.176 13056.050 .000ALAT .001 1 .001 4.050 .079TEPUNG .000 1 .000 1.250 .296ALAT * TEPUNG 7.500E-05 1 7.500E-05 .450 .521Error .001 8 .000Total 2.178 12Corrected Total .002 11
a R Squared = .418 (Adjusted R Squared = .200)
Tabel 8b. Analisis sidik ragam kelarutanTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: kelarutan
SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 5.011(a) 3 1.670 .852 .504Intercept 16235.428 1 16235.428 8280.178 .000ALAT 4.332 1 4.332 2.209 .175TEPUNG .211 1 .211 .107 .751ALAT * TEPUNG .468 1 .468 .239 .638Error 15.686 8 1.961Total 16256.125 12Corrected Total 20.697 11
a R Squared = .242 (Adjusted R Squared = -.042)
Tabel 8c. Analisis sidik ragam densitas kambaTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: d.kamba
SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .001(a) 3 .000 1.917 .205Intercept 2.176 1 2.176 13056.050 .000ALAT .001 1 .001 4.050 .079TEPUNG .000 1 .000 1.250 .296ALAT * TEPUNG 7.500E-05 1 7.500E-05 .450 .521Error .001 8 .000Total 2.178 12Corrected Total .002 11
a R Squared = .418 (Adjusted R Squared = .200)
Tabel 8d. Analisis sidik ragam uji seduhTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: jumlah air
SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 341.667(a) 3 113.889 113.889 .000Intercept 18096.333 1 18096.333 18096.333 .000alat 341.333 1 341.333 341.333 .000tepung .000 1 .000 .000 1.000alat * tepung .333 1 .333 .333 .580Error 8.000 8 1.000Total 18446.000 12Corrected Total 349.667 11
a R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .969)
Tabel 8e. Analisis sidik ragam waktu penyajianTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: jumlah waktu
SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 106.587(a) 3 35.529 16.602 .001Intercept 41961.013 1 41961.013 19607.950 .000alat 103.253 1 103.253 48.249 .000tepung .333 1 .333 .156 .703alat * tepung 3.000 1 3.000 1.402 .270Error 17.120 8 2.140Total 42084.720 12Corrected Total 123.707 11
a R Squared = .862 (Adjusted R Squared = .810)
Lampiran 9. Data analisis proksimat bubur bayi terpilih
Tabel 9a. Data analisis kadar air bubur bayi terpilih
Beratcawan (g)
Berat cawan +contoh (g)
Beratcontoh (g)
Berat contohkering (g)
Kadarair (%)
6,6316 11,6424 5,0108 4,7369 5,61Ulangan 12,5553 7,6114 5,0561 4,7758 5,542,6047 7,6835 5,0788 4,8058 5,38Ulangan 22,4600 7,5341 5,0741 4,8015 5,38
Tabel 9b. Data analisis kadar abu bubur bayi terpilih
Beratcawan (g)
Berat cawan+ contoh (g)
Beratcontoh (g)
Berat cawan+ abu (g)
Kadarabu (%)
18,6143 23,7048 5,0905 18,8732 5,09Ulangan 123,4536 28,4595 5,0059 23,7038 4,9916,1666 21,3083 5,0417 16,4190 5,01Ulangan 218,9078 23,9097 5,0019 19,1578 5,00
Tabel 9c. Data analisis kadar protein bubur bayi terpilih
Ml HCl 0.0244NBerat contoh(g) Blanko Contoh
Protein (%)
0.1218 0 13.2 23.15Ulangan 10.1255 0 13.3 22.640,1267 0 13,8 23,27Ulangan 20,1140 0 12,6 23,61
Tabel 9d. Data analisis kadar lemak bubur bayi terpilih
Berat labu(g)
Beratcontoh (g)
Berat labu+ lemak(g)
Beratlemak (g)
Kadarlemak (%)
107,1724 5,0741 107,4936 0,3212 6,33Ulangan 1107,1560 5,0513 107,4005 0,2445 4,84106,3553 5,0785 106,7845 0,4292 8,45Ulangan 2107,1108 5,0241 107,4421 0,3313 6,59
Lampiran 10. Data analisis daya cerna protein bubur bayi terpilih
Tabel. Data analisis daya cerna protein
Beratsampel (g)
TitrasiHCl0,021073371 N
Proteinsisa (%)
Kadarprotein(%)
Dayacernaprotein(%)
0,2105 3,05 2,58 24,65 89,53Ulangan 10,2578 3,5 2,43 24,26 89,980,2699 2,5 2,6 24,80 89,52Ulangan 20,2682 3,9 2,61 24,87 89,50
Daya cerna protein = [(kadar protein – protein sisa)/ kadar protein] x 100 %