..

83
FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus) DALAM PEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN Oleh Tendi Chrisyanto Amirullah C34103025 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

description

......

Transcript of ..

Page 1: ..

FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.)DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus)

DALAM PEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN

Oleh

Tendi Chrisyanto AmirullahC34103025

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008

Page 2: ..

RINGKASAN

TENDI CHRISYANTO AMIRULLAH. C34103025. Fortifikasi TepungIkan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Tepung Ikan Swangi (Priacanthustayenus) dalam Pembuatan Bubur Bayi Instan. Dibawah bimbinganPIPIH SUPTIJAH dan ANNA C. ERUNGAN.

Ikan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Penyerapan protein ikanke dalam tubuh lebih tinggi karena daging ikan mempunyai jaringan tenunanpengikat dalam protein lebih sedikit. Oleh karena itu, penggunaan ikan sebagaibahan dalam pembuatan bubur bayi merupakan salah satu upaya untukmeningkatkan konsumsi ikan bagi bayi yang memerlukan zat gizi untukpertumbuhan. Masalah gizi mulai diperhatikan sejak bayi terutama setelah bayimembutuhkan makanan tambahan yaitu pada umur 6 bulan sampai 5 tahun.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan formulasi bubur bayi instandengan penambahan tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi yangdikeringkan dengan pengering beku dan pengering drum agar menjadi campuranyang sesuai dengan kebutuhan gizi bayi usia 6-12 bulan.

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya adalahpembuatan tepung ikan, pembuatan tepung beras gelatinisasi, penyusunanformulasi dan pembuatan bubur bayi instan, serta penentuan produk terpilih. Padatahap pembuatan tepung ikan dilakukan analisis proksimat tepung ikan yang akandigunakan dalam formulasi. Pada tahap formulasi dan pembuatan bubur bayiinstan dilakukan uji kadar air, kelarutan, densitas kamba, uji seduh, waktupenyajian, dan uji organoleptik yang akan digunakan dalam menentukan buburbayi terpilih. Bubur bayi terpilih dilakukan analisis kandungan gizi, daya cernaprotein, Total Plate Count (TPC), penentuan takaran saji dan Angka KecukupanGizi (AKG), serta uji penerimaan pada bayi.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilaporkan bahwa kadar protein untuktepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi berturut-turut adalah 84,47 % dan83,4 %, kadar lemak sebesar 3,73 % dan 3,3 % serta kadar karbohidrat adalah1,79 % dan 1,68 %. Berdasarkan hasil analisis tepung ikan dan perhitungan nilaigizi untuk formulasi bubur bayi instan, maka diperlukan penambahan tepung ikansebesar 9 %. Pengujian yang dilakukan terhadap bubur bayi instan adalah analisiskadar air, kelarutan dalam air, densitas kamba, uji seduh, waktu penyajian dan ujiorganoleptik. Penentuan produk terpilih berdasarkan waktu penyajian, kadar air,kelarutan dalam air, densitas kamba, uji seduh dan uji organoleptik. Berdasarkanhasil penelitian, penggunaan tepung ikan swangi dan pengering drum merupakanproduk terbaik dibandingkan formula yang lain. Produk bubur bayi terpilihmemiliki nilai daya cerna 89,64 %, dan nilai TPC 2,85x104 CFU/g. Perhitungantakaran saji terhadap bubur bayi terpilih sebesar 30 g, dengan AngkaKecukupan Gizi (AKG) 35 %. Kandungan protein, lemak, karbohidrat, danjumlah energi dalam 100 g bahan bubur bayi instan terpilih berturut-turut adalah23,17 %, 6,46 %, 59,87 % dan 390,3 kkal.

Page 3: ..

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DANSUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Fortifikasi Tepung Ikan Tenggiri(Scomberomorus sp.) dan Tepung Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) dalamPembuatan Bubur Bayi Instan adalah karya saya sendiri dan belum diajukandalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yangberasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkandari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2008

Tendi Chrisyanto Amirullah C34103025

Page 4: ..

FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.)DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus)

DALAM PEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

Tendi Chrisyanto AmirullahC34103025

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR2008

Page 5: ..

Judul : FORTIFIKASI TEPUNG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.)DAN TEPUNG IKAN SWANGI (Priacanthus tayenus) DALAMPEMBUATAN BUBUR BAYI INSTAN

Nama : Tendi Chrisyanto AmirullahNRP : C34103025

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Pipih Suptijah, MBA Ir. Anna C. Erungan, MS NIP. 131 476 638 NIP. 131 601 219

Mengetahui

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr.Ir. Indra Jaya, M.Sc.NIP. 131 578 799

Tanggal lulus : 21 Januari 2008

Page 6: ..

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat, hidayah, serta anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama penyusunan skripsi, penulis banyak mendapatkan bantuan dan

masukan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Ibu Dra. Pipih Suptijah MBA dan Ibu Ir. Anna C. Erungan, MS selaku dosen

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, motivasi, saran, dan kritik

selama penelitian.

2. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Ibu Mala Nurilmala, S.Pi. M.Si. selaku

dosen penguji tamu, terima kasih atas saran-sarannya.

3. Ibu dan Bapak tercinta, adik-adikku, dan seluruh keluarga atas segala doa

restu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

4. Dosen-dosen, TU, dan seluruh civitas akademik THP yang telah membantu

saya dalam menyelesaikan studi.

5. Ibu Diana atas segala kesabarannya dalam membimbing penulis. Pak Basirun,

Cak Giran, Bu Sisil, Pak Dicky, Mas Hazil, Bu Netty, Pak Susilo, Pak Didik,

Bu Azrina, Pak Dwi dan seluruh staff Laboratorium Pengolahan yang telah

memberikan kemudahan dan bantuan selama penelitian di BBP2HP Muara

baru.

6. Mang Karim yang telah mempersiapkan penginapan selama di Muara Baru.

Teh Nonon yang selalu menyiapkan makan siang selama penelitian.

7. Sigit, Udin, David, Ari Cowo, atas kebersamaan dan bantuan selama

penelitian di Muara Baru.

8. Keluarga besar Wisma Az-Zahra: Kiki, Mul, Iqbal Himam, Bagus, Aryo,

Wisnu. Keluarga besar Wisma Panggung: Juhli, Bangun, Iqbalpsp, Bowo,

Adit, Medi, Indra, Qori, Nando, dan Mammo, terima kasih atas kebersamaan,

keceriaan dan bantuannya kepada penulis.

Page 7: ..

9. PRIANGAN 5: Tope, Aga, Pupunk, Syahrul yang selalu kompak dalam

membina dan membangun hubungan rumah tangga di PRIANGAN 5.

10. Keluarga besar THP 40, Dian, Yulya, Budi, Merry, Lusi, Fikri, Wida, Syahrul,

David, Abdul, Novita, Riri, Irma, Rhama, Ahmad, Lisda, Bangun, Chacha,

Ricci, Luthfi, Tri Hadi, Yunita, Hilman, Eni, Juhli, Tenzo, Nola, Udin, Fina,

Pisuko, Edo, Dwi Ari, Ana, Fetty, Pho, Deden, Opik, Ida, Nono, Indrugs,

Setyo, Lianny, Ira, Ghea, Roedex, Ari, Gami, Angling, AndriBolga, Ditya,

Helda, Astari, Vijey, Aal, Findut, Tomy, Tobi, Windo, Sigit, Iqbal, Dicki,

Afiat, Jo, Hoeri dan maaf bagi yang namanya tidak disebut.

11. Keluarga besar THP 39, 41, 42, dan 43 yang tidak dapat disebutkan satu

persatu, atas kebersamaannya selama ini.

12. Semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi yang

tidak dapat saya tulis satu persatu.

Bogor, Januari 2008

Tendi Chrisyanto Amirullah

Page 8: ..

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Tendi Chrisyanto Amirullah.

Penulis dilahirkan di Ciamis, pada tanggal 8 Mei 1985 dari

pasangan Bapak Dede Wawan dan Ibu Erlina Setiawati.

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992

di SDN Sukasarana dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun

yang sama penulis diterima di SLTPN 1 Pacet dan menyelesaikan pendidikannya

pada tahun 2000. Penulis melanjutkan pendidikan di SMUN 5 Tasikmalaya dan

lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003, penulis diterima di Institut Pertanian

Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) ke Program Studi

Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama Kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti

Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai anggota

Hublubin periode 2003-2004, anggota PSDM periode 2004-2005, anggota

infokom periode 2005-2006, organisasi daerah Himpunan Mahasiswa

Tasikmalaya (HIMALAYA) sebagai anggota periode 2004-2005, dan Forum

Keluarga Muslim (FKM) sebagai anggota kewirausahaan periode 2004-2005.

Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Ikhtiologi periode 2006-2007 dan

Ikhtiologi Fungsional periode 2006-2007. Selain itu penulis juga mengikuti

lomba Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) sebagai finalis tingkat IPB pada

bidang Ilmiah tahun 2005-2006.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian yang

berjudul ”Fortifikasi Tepung Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) dan Tepung

Ikan Swangi (Priacanthus tayenus) dalam Pembuatan Bubur Bayi Instan’’

dibimbing oleh Dra. Pipih Suptijah, MBA dan Ir. Anna C. Erungan, MS.

Page 9: ..

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. x

1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Tujuan .............................................................................................. 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3

2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.) ................................... 3

2.2 Deskripsi Ikan Mata Goyang/ Swangi (Priacanthus tayenus)............. 4

2.3 Makanan Bayi dan Nilai Gizinya ...................................................... 5

2.3.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI ...................................... 52.3.2 Persyaratan Makanan Pendamping ASI .................................... 52.3.3 Jenis-jenis bubur bayi ............................................................... 6

2.4 Bahan-Bahan Penyusun..................................................................... 8

2.4.1 Tepung ikan ............................................................................. 92.4.2 Tepung beras ............................................................................ 92.4.3 Minyak/ lemak ......................................................................... 102.4.4 Susu skim ................................................................................ 10

2.5 Pengeringan Beku ............................................................................. 11

2.6 Pengeringan Drum............................................................................. 13

2.7 Makanan Instan ................................................................................. 14

3. METODOLOGI ..................................................................................... 16

3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................ 16

3.2 Bahan dan Alat.................................................................................. 16

3.3 Metode Penelitian ............................................................................. 16

3.3.1 Pembuatan dan analisis kimia tepung ikan ............................. 173.3.2 Gelatinisasi tepung beras ....................................................... 173.3.3 Penentuan forumulasi............................................................. 183.3.4 Penentuan produk terpilih ...................................................... 20

3.4 Prosedur Analisis .............................................................................. 20

3.4.1 Analisis kadar air metode oven (AOAC 1996) ....................... 203.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 1996) .......................................... 213.4.3 Analisis kadar protein (AOAC 1996) ..................................... 21

Page 10: ..

3.4.4 Analisis kadar lemak.............................................................. 223.4.5 Perhitungan kadar karbohidrat (By Different) ........................ 223.4.6 Densitas kamba (Muchtadi et al. 1992) .................................. 223.4.7 Uji seduh (Yoanasari 2003).................................................... 233.4.8 Waktu penyajian (Yoanasari 2003) ........................................ 233.4.9 Kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992) ..................... 233.4.10 Uji organoleptik ..................................................................... 233.4.11 Uji penerimaan bayi............................................................... 243.4.12 Total Plate Count (TPC) ........................................................ 243.4.13 Daya cerna protein secara in vitro (Sounders et al. 1973) ....... 25

3.5 Rancangan Percobaan........................................................................ 25

4. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 27

4.1 Pembuatan dan Analisis Kimia Bahan Penyusun ............................... 27

4.1.1 Proses pembuatan dan analisis kimia tepung ikan ..................... 274.1.2 Analisis bahan-bahan lain yang digunakan pada formulasi........ 29

4.2 Formulasi dan Pembuatan Bubur Bayi Instan .................................... 30

4.3 Sifat Fisik Produk Bubur Bayi Instan................................................. 33

4.3.1 Kadar air................................................................................... 334.3.2 Kelarutan dalam air .................................................................. 344.3.3 Densitas kamba......................................................................... 364.3.4 Uji seduh .................................................................................. 374.3.5 Waktu rehidrasi ........................................................................ 39

4.4 Evaluasi Mutu Organoleptik Bubur Bayi Instan................................. 41

4.4.1 Nilai uji hedonik warna............................................................. 424.4.2 Nilai uji hedonik aroma ............................................................ 444.4.3 Nilai uji hedonik rasa................................................................ 454.4.4 Nilai uji hedonik tekstur............................................................ 45

4.5 Karakteristik Bubur Bayi Instan Terpilih ........................................... 46

4.5.1 Kandungan gizi......................................................................... 464.5.2 Daya cerna protein.................................................................... 464.5.3 Analisis mutu mikrobiologi bubur bayi instan........................... 484.5.4 Penentuan serving size dan Angka Kecukupan Gizi .................. 494.5.5 Uji penerimaan pada bayi ......................................................... 50

5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 52

4.1 Kesimpulan ....................................................................................... 52

4.2 Saran................................................................................................. 52

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 53

LAMPIRAN ................................................................................................. 57

Page 11: ..

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Syarat mutu makanan pelengkap serealia instan untuk bayi dan anak(SNI-01-3842-1995) ............................................................................... 7

2. Standar tepung ikan menurut FAO .......................................................... 9

3. Komposisi kima tepung beras per 100 g .................................................. 10

4. Perbedaan mutu produk antara pengeringan beku dan pengeringankonvensional ........................................................................................... 12

5. Hasil analisis proksimat ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) dan

ikan swangi (Priacanthus tayenus) .......................................................... 27

6. Hasil analisis proksimat tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi ..... 28

7. Komposisi bahan-bahan lain yang digunakan dalam formulasi ................ 30

8. Standar makanan pendamping ASI.......................................................... 30

9. Kandungan gizi formula bubur bayi instan .............................................. 32

10. Perhitungan nilai rata-rata total kesukaan bubur bayi instan hasil ujiorganoleptik ............................................................................................ 41

11. Kandungan gizi bubur bayi terpilih ......................................................... 46

12. Nilai daya cerna protein bubur bayi instan terpilih................................... 47

13. Nilai Total Plate Count (TPC) bubur bayi instan terpilih ......................... 48

14. Kandungan nutrisi per serving size .......................................................... 49

15. Pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein per serving size........ 50

Page 12: ..

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Ikan tenggiri (Scomberomorus sp.) ....................................................... 3

2. Ikan swangi (Priacanthus tayenus)....................................................... 4

3. Alur proses pembuatan bubur bayi instan ............................................. 194. Diagram nilai kadar air bubur bayi instan ............................................. 34

5. Diagram nilai kelarutan bubur bayi instant ........................................... 35

6. Diagram nilai densitas kamba bubur bayi instan ................................... 36

7. Diagram nilai uji seduh bubur bayi instan............................................. 38

8. Diagram nilai waktu penyajian pada bubur bayi instan ......................... 39

9. Diagram nilai rata-rata kesukaan bubur bayi instan............................... 42

10. Diagram pie uji penerimaan bayi .......................................................... 51

Page 13: ..

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1. Data mentah uji organoleptik................................................................... 57

2. Uji statistik organoleptik ......................................................................... 59

3. Data uji kadar air bubur bayi instan ......................................................... 60

4. Data uji kelarutan bubur bayi instan ........................................................ 62

5. Uji seduh bubur bayi instan (per 100 g bahan)......................................... 64

6. Waktu penyajian bubur bayi instan.......................................................... 65

7. Densitas kamba bubur bayi instan ........................................................... 66

8. Analisis sidik ragam uji sifat fisik ........................................................... 67

9. Data analisis proksimat bubur bayi terpilih.............................................. 69

10. Data analisis daya cerna protein bubur bayi terpilih................................. 70

Page 14: ..

1. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Secara geografis Indonesia merupakan Negara Maritim, yang memiliki

luas laut sebesar 5,8 Juta km² yang terdiri dari laut territorial dengan luas

0,8 juta km2, laut nusantara dengan luas 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif

seluas 2,7 juta km2 dan merupakan wilayah laut terluas di dunia. Disamping

itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.504 pulau dan garis pantai

sepanjang 81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia

setelah Kanada (Anonim 2007).

Luas sebaran ikan Tenggiri di Perairan Indonesia adalah sebesar 4.558 km2

yang tersebar di Samudera Indonesia (1.792.000 km2), Laut Jawa (400.000 km2),

Selat Makasar-Laut Flores (605.000 km2), Laut Banda (327.000 km2),

Laut Seram-Teluk Tomini (400.000 km2), Laut Arafura (172.000 km2) dan

Laut Sulawesi-Lautan Pasifik (822.000 km2) (Anonim 2007).

Ikan tenggiri merupakan salah satu jenis ikan ekonomis penting dan telah

menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia. Akan tetapi harga dari

ikan tenggiri cukup mahal karena permintaan terhadap ikan ini cukup tinggi.

Berbeda dengan ikan swangi yang merupakan ikan karang. Ikan ini merupakan

salah satu ikan non-ekonomis penting. Berdasarkan data Statistik Kelautan dan

Perikanan Tahun 2005 (2006) tangkapan ikan tenggiri tahun 2004 sebanyak

73.855.330 kg dan tangkapan ikan swangi sebanyak 1.342.354.417 kg.

Masalah gizi mulai diperhatikan sejak bayi terutama setelah bayi

membutuhkan makanan tambahan yaitu pada umur 6 bulan sampai 5 tahun.

Masalah ini diakibatkan ASI yang diberikan tidak lagi mencukupi kebutuhan

fisiologis bayi untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian makanan pendamping

ASI pada umur ini merupakan hal yang penting (Anonim 2003). Pada prinsipnya

makanan tambahan untuk bayi adalah makanan yang kaya akan gizi, mudah

dicerna, mudah disajikan, mudah menyimpannya, higienis, dan harganya

terjangkau.

Makanan tambahan pada bayi dapat merupakan suatu makanan tambahan

campuran, yaitu campuran dari beberapa bahan makanan dalam perbandingan

Page 15: ..

tertentu agar diperoleh suatu produk dengan nilai gizi yang tinggi. Salah satu

bahan makanan yang dapat dijadikan campuran pada makanan bayi adalah ikan.

Ikan memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Protein menjadi kandungan

yang dimiliki ikan meskipun dimiliki sumber lainnya seperti ayam dan sapi,

namun penyerapan protein ikan ke dalam tubuh lebih tinggi karena daging ikan

mempunyai serat-serat protein lebih pendek (Manihuruk 2006). Sumber protein

pada makanan instan kering umumnya protein nabati berupa kacang-kacangan dan

serealia (Marliyati 2007). Tetapi dalam serealia mengandung asam amino

pembatas yaitu lisin, sedangkan dalam kacang-kacangan biasanya asam amino

metionin. Kedua protein tersebut tergolong bermutu rendah, sedangkan protein

yang berasal dari hewan seperti ikan dan susu dapat menyediakan asam amino-

asam amino esensial yang lengkap dan merupakan protein bermutu tinggi. Jika

protein bermutu rendah terlalu banyak dikonsumsi dapat mengakibatkan

kurangnya asam amino pembatas (Winarno 1992).

Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala sesuatu

yang serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan, masyarakat

cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan (Fellow dan Ellis

1992). Proses instanisasi produk akhir dalam teknologi pembuatan makanan bayi

merupakan tahapan penting karena berfungsi dalam kemudahan penyajian,

pengemasan, dan memperpanjang umur simpan. Pembuatan pangan instan dapat

mengatasi masalah penyimpanan dan transportasi makin dipermudah. Bentuk

pangan instan tanpa air mudah disajikan dengan menambahkan air (dingin atau

panas) sehingga mudah larut dan siap disantap (Hartomo dan Widiatmoko1993).

1. 2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) mengembangkan formulasi bubur bayi instan dengan penambahan tepung ikan

tenggiri dan tepung ikan swangi yang dikeringkan dengan alat pengering beku

dan pengering drum.

2) mengetahui karakteristik serta komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan

gizi bayi usia 6-12 bulan..

Page 16: ..

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp.)

Menurut Saanin (1984), taksonomi tenggiri adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Sub phylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scombridei

Famili : Scombridae

Genus : Scomberomorus

Spesies : Scomberomorus sp.

Gambar 1. Ikan tenggiri (Scomberomorus sp.)

Tenggiri adalah jenis ikan yang tergolong ekonomis penting dan telah

menjadi salah satu ikan yang digemari di dunia. Ikan ini umumnya hidup disekitar

perairan pantai dan sering pula di permukaan dekat perairan karang (Budiman

2006). Tenggiri (Scomberomorus sp.) berada pada habitatnya di seluruh perairan

pantai, daerah penangkapannya di perairan pantai. Tenggiri tersebar di seluruh

perairan Indonesia, Sumatera, Madura, Perairan Indo-Pasifik, Teluk Benggala,

Laut Cina Selatan dan India. Semua jenis tongkol dan tenggiri bersifat karnivora

(ikan-ikan kecil, cumi-cumi) dan predator serta merupakan ikan perenang cepat.

Pada umumnya ketiga jenis ikan di atas ditangkap saat gelombang dan angin

sedang (Anonim 2007)

Page 17: ..

Ciri-ciri tenggiri (Scomberomorus sp.) adalah mempunyai tubuh yang

panjang, berbentuk torpedo dan merupakan perenang cepat. Secara fisiologi, ikan

ini memiliki karakteristik spesifik pada bagian mulut, sirip, dan bagian tubuh.

Tenggiri (Scomberomorus sp.) tergolong ikan pelagis besar dan termasuk jenis

ikan karnivor yang memakan ikan kecil seperti sardin (Sardinella sp.), tembang

(Sardinella fimbriata), teri (Stelophorus sp.), cumi-cumi (Loligo sp), bandeng

(Chanos chanos), dan berbagai jenis udang (Budiman 2006).

2.2 Deskripsi Swangi/ Ikan Mata Goyang (Priacanthus tayenus)

Klasifikasi ikan swangi (Priacanthus tayenus) menurut Richardson 1846

adalah sebagai berikut:

Phylum : Chordata

Class : Actinopterygii

Order : Perciformes

Family : Priacanthidae

Genus : Priachanthus

Species : Priacanthus tayenus

Gambar 2. Ikan swangi (Priacanthus tayenus)

Ikan swangi (Priacanthus tayenus) berbentuk bulat agak memanjang dan

mata cukup besar dengan bintik hitam pada bagian sirip pektoral. Hidup pada

perairan dangkal dengan kedalaman 150 sampai 200 m lebih pada daerah batu

karang, kadang-kadang jumlahnya banyak. Ikan ini memiliki sifat nokturnal pada

perairan dalam dengan memakan zooplankton, cacing polikaeta, krustasea dan

Page 18: ..

ikan-ikan kecil. Pada umumnya penyendiri, tetapi ada beberapa yang membentuk

kelompok. Ikan ini dapat tumbuh maksimum memcapai 30 cm dan termasuk ikan

non-ekonomis penting, daerah penyebarannya adalah perairan dengan dasar

karang berbatu seperti pada laut Arafuru Indonesia (Richardson 1846).

2.3 Makanan Bayi dan Nilai Gizinya

Air Susu Ibu dapat mencukupi kebutuhan anak akan zat gizi sampai anak

berumur enam bulan, setelah itu jumlah ASI akan semakin berkurang sedangkan

kebutuhan anak akan zat gizi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya

umur anak (Husaini et al. 1984). Pada usia 6-12 bulan ASI hanya mampu

mencukupi tiga perempat dari kebutuhan gizi anak dan sumbangan ASI tersebut

akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak.

2.3.1 Pengertian Makanan Pendamping ASI

Menurut Samsudin (1995), makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)

adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah berusia 4-6 bulan

sampai bayi berusia 24 bulan atau bayi telah siap menerima makanan

orang dewasa. Makanan tambahan bayi umumnya dibedakan menjadi dua jenis,

yaitu makanan bayi (infant food) untuk bayi yang berusia dibawah enam bulan

dan makanan sapihan (weaning food) untuk bayi berusia 6-36 bulan (Soenaryo

1985). Makanan pendamping ASI umumnya berbentuk bubur atau biskuit bayi.

2.3.2 Persyaratan Makanan Pendamping ASI

Sifat umum produk MP-ASI yang dikehendaki adalah padat energi dan

padat gizi. Komponen gizi yang dibutuhkan bayi antara lain karbohidrat, protein,

lemak, vitamin dan mineral. Serat makanan yang terlalu banyak dapat menganggu

pencernaan bayi. Selain itu produk bayi tidak boleh bersifat kamba (bulky) karena

akan cepat memberi rasa kenyang pada bayi. Sifat kamba umumnya terdapat pada

bahan sumber karbohidrat (Astawan 2000).

Makanan pendamping ASI juga harus mengandung lemak yang bersifat

sebagai sumber energi dan pemberi rasa gurih. Lemak sebaiknya memberikan

sumbangan energi sebesar 25-30% dari total energi MP-ASI. Kadar lemak dapat

ditingkatkan hingga mencapai 10% sejauh teknologi memungkinkan (Sugiyono

2000).

Page 19: ..

Standar makanan pendamping ASI sebaiknya mengacu kepada

Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3842-1995) tentang Makanan Pelengkap

Serealia Instan untuk Bayi dan Anak (Tabel 1). Standar tersebut mengatur

ketentuan gizi untuk makanan yang khusus diberikan kepada bayi (usia 4 sampai

12 bulan) dan anak (usia 1 sampai 3 tahun). Ketentuan tersebut juga ditetapkan

bahwa dalam pembuatan makanan bayi dan anak diharuskan adanya penambahan

vitamin dan mineral, serta bahan lain yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi

dan anak.

2.3.3 Jenis-jenis bubur bayi

Jenis bubur bayi yang beredar dipasaran tidak sebanyak seperti susu bayi.

Kondisi tersebut terjadi karena kurang sadarnya ibu-ibu terhadap makanan apa

yang harus diberikan kepada bayi. Mereka menganggap bayi dengan usia

enam bulan sudah siap mengkonsumsi makanan seperti orang dewasa,

perbedaannya mungkin dari tekstur yang lebih lembut seperti untuk orang dewasa

mengkonsumsi nasi sedangkan untuk bayi bubur atau nasi tim. Hal tersebut tidak

menjadi masalah jika makanan yang diberikan kandungan gizinya bagus karena

usia 6 bulan adalah masa pertumbuhan bayi. Akan tetapi walaupun demikian

pemberian makanan pendamping ASI untuk usia enam bulan keatas adalah hal

yang penting, nilai gizi makanan tersebut harus baik dan sesuai dengan kebutuhan

bayi. Oleh karena itu, jenis-jenis bubur bayi harus diketahui oleh seorang ibu agar

pemberian makanan sesuai dengan kondisi bayi. Berikut adalah jenis-jenis

makanan bayi yang ada dipasaran (Fatmawati 2004).

(1) Dietetic food

Dietetic food adalah bubur ayam yang diperkaya dengan vitamin dan

mineral lengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Dietetic food dirancang

khusus untuk membantu pengobatan bayi dan anak yang sedang menderita

gastro enteritis pasca dehidrasi, diare, gangguan pertumbuhan dan gangguan

kenaikan berat badan.

Page 20: ..

Tabel 1. Syarat mutu makanan pelengkap serealia instant untuk bayi dananak (SNI 01-3842-1995)

No Kriteria uji Satuan Persyaratan1 Keadaan

WarnaBauRasa

---

NormalNormalNormal

2 Kadar air % b/b Maks 53 Kadar protein % b/b Min 15 (nilai

PER min 70%dari mutukasein)

4 Kadar lemak % b/b 115 Kadar asam linoleat % b/b Min 1,2 bentuk

gliserida6 Kadar serat makanan % b/b Maks 57 Bahan tambahan makanan

a. pewarna buatanb. pemanis buatanc. pengawetd. antioksidanØ L asam askorbat atau

bentuk garam Na dan KØ Askorbil palmitatØ Alfa tokoferol

e. Penyedap rasa dan aromaØ Ekstrak vanilaØ Etil vanilinØ Vanilin

---

mg/kg

mg/kg lemakmg/kg lemak

-mg/kgmg/kg

Tidak boleh adaTidak boleh adaTidak boleh ada

Maks 50 sebagaiasam askorbatMaks 200Maks 300

SecukupnyaMaks 175Maks 175

8 Kandungan natrium % b/b 0,19 Cemaran logam

a. Timbal (Pb)b. Tembaga (Cu)c. Seng (Zn)d. Timah (Sn)e. Raksa (Hg)

mg/kgmg/kgmg/kgmg/kgmg/kg

Maks 0,3Maks 0,5Maks 40,0Maks 40,0Maks 0,03

10 Cemaran arsen (As) Mg/kg Maks 0,111 Cemaran mikroba

a. Angka lempeng totalb. Bakteri bentuk colic. E. colid. Salmonella

Koloni/ gAPM/gKoloni/gKoloni/25 g

Maks 104

Maks 200negatif

Dietetic food dibuat dengan formula bebas laktosa, akan tetapi

mengandung polimer glukosa yang tinggi. Oleh karena itu, produk ini dapat

Page 21: ..

digunakan untuk membantu masalah lactose intolerance, malabsorbsi lemak dan

malabsorbsi glukosa yang biasanya diikuti dengan diare, kekurangan kalori,

protein, failure to thrive dan masalah penyerapan gizi lainnya.

(2) Bubur beras

Bubur beras dibedakan menjadi dua formula, bubur beras putih dengan

kacang hijau dan bubur beras merah. Kedua makanan ini tidak termasuk kepada

makanan sapihan lengkap, oleh karena itu dalam penyajiannya harus ditambah

dengan susu.

Bubur beras juga dilengkapi dengan vitamin dan mineral sehingga dapat

memenuhi kebutuhan makanan padat pertama secara optimal. Bubur beras

dirancang untuk konsumsi masyarakat menengah ke bawah dan dianjurkan

sebagai makanan padat pertama untuk bayi. Bubur beras merah yang ada di pasar

contohnya adalah Cerelac, Milna, Promina, SNM, Creme Nutricia.

(3) Bubur susu dan bubur tim ayam

Bubur susu dan bubur tim ayam, keduanya termasuk ke dalam formula

makanan bayi lengkap. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan alami bermutu

tinggi dengan komposisi seimbang. Baik bubur susu maupun bubur tim ayam

dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dari masyarakat golongan

menengah ke atas.

Bubur susu berfungsi untuk menunjang ASI dan memperkenalkan

makanan padat pertama bagi bayi yang telah berumur empat bulan ke atas.

Bubur tim ayam dengan kandungan protein hewani yang cukup tinggi (21%)

sangat membantu dalam penyediaan asam amino esensial tubuh.

2.4 Bahan-Bahan Penyusun

Makanan pendamping ASI umumnya dibuat dari bahan-bahan serealia dan

kacang-kacangan (Puleses atau legumes). Serealia merupakan sumber karbohidrat

sedangkan kacang-kacangan merupakan sumber protein, dan beberapa kacang-

kacangan juga mengandung kadar lemak yang tinggi dengan asam-asam lemak

yang esensial. Selain kacang-kacangan, dapat juga digunakan ikan sebagai

sumber protein. Golongan serealia yang sering digunakan sebagai bahan baku

makanan pendamping ASI adalah beras, jagung, gandum dan sorghum. Bahan-

Page 22: ..

bahan lain yang sering digunakan dalam pembuatan makanan pendamping ASI

antara lain adalah susu, minyak atau lemak, gula dan flavor (Fatmawati 2004).

2.4.1 Tepung ikan

Tepung ikan adalah suatu produk padat yang dihasilkan dengan

mengeluarkan sebagian besar air, sebagian atau seluruh lemak dari bahan yang

berupa daging dan ikan atau bagian yang biasanya dibuang (kepala ikan, isi perut

ikan dan lain-lain) (Ilyas 1982).

Tabel 2. Standar tepung ikan menurut FAO

Komposisi Tipe A Tipe B Tipe C

Protein, min (%) 67.5 65 60Daya cernapepsin, min (%)

92 92 92

Lisin, min (%) 6.5 dari protein 6.5 dari protein 6.5 dari proteinAir, maks (%) 10 10 10Lemak, maks (%) 0.75 3 10Klorida, maks (%) 1.5 1.5 2SiO2, maks (%) 0.5 0.5 0.5Bau, rasa Lemah Tidak ada

spesifikasiTidak adaspesifikasi

Sumber: FAO diacu dalam Buckle et al.(1987)

Secara umum tepung ikan berkualitas baik mengandung protein kasar

antara 60% hingga 70% dan kaya akan asam amino esensial terutama lisin dan

metionin yang selalu kurang dalam bahan makanan ternak asal nabati (Rasyaf

1990 diacu dalam Mardiyanti 2005). Kandungan nutrisi tepung ikan yaitu bahan

kering 92%, protein kasar 61%, lemak 10%, serat kasar 0,5%, Ca 1,23%,

Posfor 1,63%, Energi 4094 kkal/kg. (NRC 1994 diacu dalam Mardiyanti 1995).

Tepung ikan juga memiliki kelarutan total yang mencerminkan kecernaan dari

bahan tersebut. Standar tepung ikan menurut FAO dapat dilihat pada Tabel 2.

2.4.2 Tepung beras

Tepung beras adalah salah satu jenis tepung paling sederhana yang

mengandung sebagian besar pati. Tepung beras mengandung protein yang jauh

lebih sedikit daripada tepung terigu. Protein, vitamin dan mineral terdapat dalam

kulit beras (rice bran) (Karta 2006)

Page 23: ..

Tabel 3. Komposisi kima tepung beras per 100 g

Komposisi Satuan JumlahProtein gram 7,0Lemak gram 0,5Karbohidrat gram 80,0Abu miligram 0,5Air gram 12,0

Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995)

Pati yang terdapat dalam beras (tepung) lebih sederhana. Pati adalah

rangkaian gula yang saling berikatan yang membentuk rantai. Tepung beras

hampir 80% merupakan rantai lurus sederhana yang disebut amilosa (Karta 2006).

Penggunaan tepung beras lebih dari 10% dalam suatu produk makanan

memerlukan perhatian atas karakteristik tepung beras tersebut. Nisbah amilosa-

amilopektin dan suhu gelatinisasi merupakan faktor utama yang menentukan

kesesuaian tepung beras dengan spesifikasi produk yang dikehendaki. Adanya

perlakuan pemanasan menyebabkan pati tergelatinisasi. Suhu dimana granula pati

mulai mengembang di dalam air panas disebut suhu gelatinisasi. Umumnya suhu

gelatinisasi beras antara 61-77,5 oC (Cecil et al. 1982). Kandungan nutrisi tepung

beras tercantum pada Tabel 3.

2.4.3 Minyak/ lemak

Perbedaan lemak hewani dan lemak nabati adalah pada kandungan

sterolnya. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati

mengandung sitosterol. Lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak

jenuh (oleat, linoleat) dari pada lemak hewani (Ketaren 1986). Fungsi minyak dan

lemak dalam pengolahan bahan pangan adalah untuk kelezatan dan tekstur serta

cita rasa bahan pangan tersebut (Winarno 1997).

2.4.4 Susu skim

Susu skim adalah bagian susu yang ditinggal setelah krim diambil

sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu

kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckel et al. 1985).

Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang

rendah dalam makanannya karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi

Page 24: ..

susu, dan skim juga dapat digunakan dalam pembuatan keju rendah lemak dan

yogurt susu skim dapat digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat adesif

dan menambah nilai gizi. Aroma produk yang ditambah susu skim dapat

meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim tersebut

(Buckle, 1987).

2.5 Pengeringan Beku (Freeze Drying)

Pengeringan beku (freeze drying) adalah salah satu metoda pengeringan

yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,

khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas. Keunggulan

pengeringan beku, dibandingkan metoda lainnya, antara lain adalah (Tambuan

dan Manalu 2000): (1) dapat mempertahankan stabilitas produk (menghindari

perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lain), (2) dapat mempertahankan

stabilitas struktur bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah pengeringan

sangat kecil), (3) dapat meningkatkan daya rehidrasi (hasil pengeringan sangat

berongga sehingga daya rehidrasi sangat tinggi dan sifat fisiologis, organoleptik

dan bentuk fisik hampir sama dengan sebelum pengeringan).

Bahan yang akan dikeringkan baik dalam bentuk padat-basah maupun cair

atau larutan dibekukan di bawah kondisi hampa udara yang diikuti perubahan fase

dari bentuk es menjadi uap (sublimasi). Produk yang dihasilkan akan berbentuk

massa seperti spon yang mempunyai ukuran seperti bahan asal (beku) sehingga

memiliki kelebihan dalam hal stabilitas, rekonstitusi ketika diberi air dingin, dan

akan menjaga aroma (flavor) serta tekstur yang menyerupai bahan awal

(Wirakartakusumah et al. 1989).

Tujuan sublimasi adalah untuk menurunkan kandungan air bahan pangan

hingga mencapai 5-10 persen. Setelah mencapai kadar air tersebut, suhu bahan

akan dinaikkan lebih tinggi untuk mendesorpsi air terikat, sehinga akan diperoleh

bahan pangan dengan kadar air di bawah 5 persen (Desrosier 1988).

Proses pengeringan beku daging dapat dilaksanakan dalam ruang pembeku

vakum dengan tekanan 1,0-1,5 mmHg pada temperatur plat 43 oC. Selama proses

pengeringan beku struktur segar pada bahan dapat dipertahankan yang

mengakibatkan bahan berporus dan tidak berkerut dalam keadaan kering. Hal ini

menyebabkan proses rehidrasi yang cepat dan cukup sempurna bila produk

Page 25: ..

ditambahkan air (Soeparno 1992). Penggunaan suhu pengolahan yang rendah

akan membantu meminimumkan terjadinya proses browning enzimatis dan

mempertahankan mutu produk. Tidak adanya fase air dalam proses dan peralihan

menjadi keadaan kering dengan cepat akan mengurangi masalah pencokelatan,

denaturasi protein dan reaksi enzimatik pada produk kering beku (King 1971

diacu dalam Pauziah 2002). Perbedaan produk hasil pengeringan beku dan

pengeringan konvensional dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbedaan Mutu Produk antara Pengeringan Beku danPengeringan Konvensional

Pengeringankonvensional

Pengeringan beku

Suhu proses 100-200 oC Cukup rendah untukmencegah terjadinyapencairan

Tekanan Atmosfir (760 mmHg) Vacum (di bawah titik tripleair yaitu 4.7 mmHg)

Penguapan air Dari permukaan bahan SublimasiProduk Kering padat dan

mengkerutKering dan berongga

Bau Berubah TetapWarna Lebih gelap TetapCita rasa Berubah TetapRehidrasi Lambat dan tidak

sempurnaCepat dan lebih sempurna

Stabilitaspenyimpanan

Baik Sangat baik

Biaya Rendah TinggiSumber: Fellow (1990)

(1) Proses sublimasi (pengeringan primer)

Untuk fase sublimasi dari proses pengeringan, bahan divakum pada

tekanan 4,6 mmHg. Sublimasi dari kristal es terdiri dari dua proses dasar yaitu

pindah panas (heat transfer) dan pindah massa (mass transfer). Dalam aplikasi

nya suhu maksimum yang diizinkan dan tekanan pada sublimasi adalah berkisar

antara -9,4 hingga -40 oC dan 2000-100 mikrometerHg (Wirakartakusumah et al.

1989).

Page 26: ..

(2) Proses desorpsi (pengeringan sekunder)

Dehidrasi akhir adalah proses pengeluaran air terikat yang tidak menjadi

kristal selama proses pembekuan. Suhu bahan dinaikan hingga 26,7 oC pada

kondisi vakum sehingga air terikat dan oksigen dapat dikeluarkan dari bahan.

Kecepatan desorpsi jauh lebih rendah daripada sublimasi. Walaupun air terikat

hanya 5-10% dari seluruh air pada bahan, tetapi proses pengeringan sekunder ini

memerlukan lebih dari sepertiga dari keseluruhan waktu yang diperlukan untuk

pengeringan (Wirakartakusumah et al. 1989).

2.6 Pengeringan Drum (Drum Dryer)

Pengeringan drum digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk

bubuk atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara

internal dengan uap air atau medium pemanas lainnya. Pengering drum bekerja

berdasarkan prinsip pengeringan produk cair yang dikenakan pada permukaan

silinder dengan kecepatan putarannya dapat diatur. Produk cair yang menempel

pada dinding silinder perlahan-lahan akan mengering. Setelah mencapai

tiga perempat putaran, produk kering tersebut dikikis dengan pisau pengikis

sehingga terpisah dalam bentuk lapisan film (Arsdel dan Coley 1964).

Faktor utama yang mempengaruhi mutu produk kering hasil pengeringan

silinder antara lain adalah uap. Uap merupakan media penghantar panas yang

biasa digunakan dalam pengeringan silinder, yaitu untuk penyedia panas pada

permukaan silinder (Toledo 1980).

Keuntungan penggunaan alat pengering drum adalah kecepatan

pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis, dapat

memperbaiki daya cerna, mempengaruhi sanitasi dan meningkatkan daya awet.

Kelemahannya hanya dapat digunakan pada bahan pangan yang berbentuk bubur

atau pasta dan bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam waktu singkat

(Brennan 1974).

Ada empat variabel yang berpengaruh dalam operasi pengeringan drum

yaitu: (1) tekanan uap dan suhu medium pemanas yang mengatur suhu permukaan

drum, (2) kecepatan putaran yang menentukan waktu kontak antara film dan

permukaan drum panas, (3) jarak antara drum yang akan mentukan ketebalan film

Page 27: ..

yang terbentuk, dan (4) kondisi bahan pangan, misalnya konsentrasi, karakteristik

fisik, dan suhu larutan yang dikeringkan (Moore 1995).

2.7 Makanan Instan

Makanan instan umumnya berbentuk kering. Makanan instan lebih praktis

daripada harus membuat sendiri (Marliyati 2007). Masalah penyimpanan dan

transportasi semakin dipermudah dengan adanya produk pangan instan. Pada

produk pangan instan air dihilangkan, mutu terjaga, tidak mudah terjangkiti bibit

penyakit dan mudah ditangani supaya mudah disantap (Hartomo dan Widiatmoko

1993).

Bahan-bahan utama makanan instan adalah sumber energi, protein,

vitamin, dan mineral. Untuk sumber energi biasanya berasal dari beras. Sumber

protein pada makanan instan kering umumnya protein nabati berupa kacang-

kacangan. Penggunaan sumber protein hewani jarang digunakan karena proses

pembuatan sumber protein hewani relatif mahal (Marliyati 2007).

Proses instanisasi produk akhir dalam teknologi pembuatan makanan bayi

merupakan tahapan penting karena berfungsi untuk mempermudah penyajian,

pengemasan, dan memperpanjang umur simpan. Tujuan proses instanisasi adalah

memperbaiki aliran dan penyempurnaan komponen-komponen bubuk. Konsep

bubuk instan adalah apabila ditempatkan pada permukaan air yang tidak

dipanaskan, maka bubuk akan segera tenggelam dan terdispersi tanpa

pengadukan. Bubuk harus mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap

air, tenggelam, dan terdispersi (Hartomo dan Widiatmoko 1993).

Suatu bahan dapat dibuat instan dengan memberi perlakuan mekanis

dengan pemanasan. Partikel bubuk halus bahan tersebut diperbesar menjadi

aglomerat berstruktur pori (seperti karang). Karena kapasitas adsorpsi (serapan)

besar maka bahan tersebut mudah tenggelam.

Pangan instan merupakan bahan makanan yang mengalami proses

pengeringan air, sehingga mudah larut dan mudah disajikan hanya dengan

menambahkan air panas atau air dingin. Kriteria yang harus dimiliki bahan

makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain: (a) memiliki sifat

hidrofilik yaitu sifat mudah mengikat air, (b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak

permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan,

Page 28: ..

(c) rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan

mengendap (Hartomo dan Widiatmoko 1993).

Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan

lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan.

Penyajian bubur instan dapat dilkukan hanya dengan menambahkan air panas atau

pun susu sesuai dengan selera (Fellow dan Ellis 1992).

Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur

yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan

dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah

berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Adonan ini dikeringkan

menggunakan pengering drum lalu dihancurkan hingga berbentuk tepung halus

berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan

dikemas menjadi bubur instan (Perdana 2003)

Page 29: ..

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai September 2007

di Laboratorium Kimia, dan Laboratorium Mikrobiologi Balai Besar

Pengembangan dan Pengendalian Hasil Perikanan (BBP2HP) Ditjen Pengolahan

dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Muara Baru. Laboratorium Pusat

Penelitian Sumberdaya Hayati dan Biotekonologi dan Laboratorium Teknologi

Pangan dan Gizi IPB.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan tenggiri,

ikan swangi, tepung beras, gula tepung, susu skim dan minyak nabati. Bahan-

bahan yang digunakan dalam analisis adalah asam perklorat 6 %, NaOH 20 %,

HCl 0,02 N, H3BO4 3 %, Na2B4O7 0.02 N, indikator fenolftalein, indikator metil

merah, kloroform, tablet katalis, kalium sulfat, CuSO4/ CuSO4.5H2O, asam sulfat

pekat, hidrogen peroksida 30 %, asam borat 4 %, aquades, NaOH 50 %, Natrium

tiosulfat, larutan HCl standar 0,2 N, indikator MM, HCl 0,1 N yang mengandung

1,5 mg enzim pepsin, NaOH 0,5 N, Larutan buffer posfat 0,2 M yang

mengandung natirium azida 0,05 M, enzim pankreatin, dan media PCA.

Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan tepung ikan adalah pisau, alat

pengukus, alat pengepres, alat penepung, oven, saringan 60 mesh dan kompor.

Alat-alat yang digunakan dalam analisis yaitu blender, beaker glass, erlenmeyer,

labu takar, corong, kertas saring, burret, peralatan destilasi uap, cawan, oven,

spatula, neraca analisis, desikator, alat penjepit, furnace, pemanas listrik,

penyangga, kondensor serta ekstraktor soxhlet, labu lemak, selongsong lemak,

kertas saring, rotary evaporator, alat destruksi kheldahl, erlenmeyer 250 ml, labu

destruksi, statip, pipet volumetrik 25 ml, gelas ukur 50 ml, dan pipet tetes.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya adalah

pembuatan tepung ikan, pembuatan tepung beras gelatinisasi, penyusunan

formulasi dan pembuatan bubur bayi instan, serta penentuan produk terpilih.

Page 30: ..

Pada tahap pembuatan tepung ikan dilakukan analisis proksimat yang akan

digunakan dalam formulasi. Pada tahap formulasi dan pembuatan bubur bayi

instan dilakukan uji kadar air, kelarutan, densitas kamba, uji seduh, waktu

penyajian, dan uji organoleptik yang akan digunakan dalam menentukan bubur

bayi terpilih. Bubur bayi terpilih dilakukan analisis kandungan gizi, daya cerna

protein, Totap Plate Count (TPC), penetuan takaran saji dan Angka Kecukupan

Gizi (AKG), serta uji penerimaan pada bayi. Bayi yang diberi bubur bayi instan

sebanyak 15 bayi, yang berumur 6-12 bulan dengan berat rata-rata 8,5 kg.

3.3.1 Pembuatan dan analisis kimia tepung ikan

Tahap pertama penelitian adalah pembuatan tepung ikan. Tepung ikan

yang dibuat ada dua jenis yaitu tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi. Ikan

dicuci untuk menghilangkan lendir-lendir dan kotoran. Kepala, sisik, ekor dan isi

perut dibuang. Ikan dicuci sampai bersih dari darah dan kotoran lain kemudian

ditiriskan. Ikan yang sudah bersih dilakukan pengukusan dengan uap panas

menggunakan alat pengukus. Lama pengukusan kurang lebih 10 menit dihitung

sejak air mendidih. Setelah pengukusan, ikan ditiriskan dan didinginkan,

kemudian dilakukan pemisahan daging dari kulit dan tulang ikan. Daging yang

telah dipisahkan dipotong-potong agar ukuran daging lebih kecil, kemudian

dipress selama 10-15 menit untuk memisahkan padatan dan cairan. Ikan

yang telah dipress dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 oC

selama 20 jam. Ikan yang sudah kering dihaluskan menggunakan penggilingan

tepung dan disaring menggunakan saringan 60 mesh.

Penambahan tepung ikan tenggiri maupun tepung ikan swangi bertujuan

untuk memperkaya kandungan protein pada bubur bayi instan.

3.3.2 Gelatinisasi tepung beras

Tahap kedua dilakukan gelatinisasi tepung beras. Tepung beras yang

digunakan adalah tepung beras yang sudah ada dipasaran dengan merk

Ross Brand. Tepung beras terlebih dahulu digelatinisasi supaya struktur kimianya

menjadi lebih sederhana sehingga mudah dikonsumsi. Tepung beras dilarutkan

dalam air dengan perbandingan satu bagian tepung beras dalam 3 bagian air.

Selanjutnya dilakukan pengadukan sambil dipanaskan sampai mengental. Adonan

Page 31: ..

diletakkan dalam wadah aluminium. Adonan yang diletakkan di atas aluminium

jangan terlalu tebal agar pengeringan tidak memakan waktu lama. Pengeringan

menggunakan oven dengan suhu 60 oC selama 3 jam. Setelah kering dihaluskan

menggunakan blender dan disaring menggunakan saringan 60 mesh. Jumlah

tepung beras yang ditambahkan adalah 26 % yang diperoleh berdasarkan

penelitian yang dilakukan Fatmawati (2004).

3.3.3 Penentuan formulasi

Pada tahap ini dilakukan formulasi dalam pembuatan bubur bayi instan.

Tujuannya adalah menyusun formulasi bubur bayi instan dari tepung ikan tenggiri

dan tepung ikan swangi dengan bahan pelengkap susu skim, minyak nabati, dan

tepung beras sehingga memenuhi standar kebutuhan gizi dan energi makanan bayi

serta memilih satu formula terbaik.

Perlakuan yang dilakukan pada pembuatan formulasi bubur bayi instan

adalah menyusun campuran tepung ikan (tenggiri atau swangi), tepung beras,

susu skim, minyak sawit, dan gula tepung. Penentuan konsentrasi tepung ikan

diperoleh berdasarkan perhitungan nilai gizi yang disesuaikan dengan kebutuhan

gizi standar sehingga diperlukan nilai gizi tepung ikan yang diperoleh dari uji

proksimat. Konsentrasi susu skim, minyak nabati, dan gula tepung untuk setiap

formula sama yaitu masing-masing 50 %, 10 % dan 5 %. Formulasi yang

diperoleh yaitu bubur bayi dengan penambahan tepung ikan tenggiri dan bubur

bayi dengan penambahan tepung ikan swangi masing-masing dikeringkan

menggunakan dua jenis alat pengering yaitu pengering beku dan pengering drum

sehingga diperoleh empat formula bubur bayi instan (modifikasi dari Fatmawati

2004). Pada empat produk bubur bayi yang dihasilkan dan bubur bayi komersial

dilakukan pengamatan dan pengukuran:

1) Formulasi

2) Densitas Kamba (Prasanappa et al., 1972)

3) Kadar Air (AOAC, 1995)

4) Uji Seduh (Yoanasari, 2003)

5) Waktu Penyajian (Yoanasari, 2003)

6) Kelarutan (SNI dekstrin Industri Pangan, 1992)

7) Organoleptik

Page 32: ..

Gambar 3. Alur Proses Pembuatan Bubur Bayi Instan (ModifikasiFatmawati 2004)

Pengeringan beku (-50 oC, 24jam)

Bubur bayi instan

Pengeringan drum (80 oC, 2 jam)

Penggilingan

PenyaringanPenyaringan

Penggilingan

Dilarutkandengan air

Tepung ikan

Tepung berasgelatinisasi

Pencampurandan pengadukan

Adonan bubur

penyaringan

Penggilingandengan blender

Pengeringan (oven)60 oC, 3 jam

Pengadukan dan pemasakansampai mengental

penepungan

Pengeringan oven (60 oC, 15 jam)

Pengepresan (10-15 menit)

Pemisahan daging

Pengukusan (30 menit) 100 oC

Pencucian

Penyiangan

Ikan segar (tenggiri/ swangi)Tepung beras dan air (1:3)

Susu skim

Tepung gula Minyak nabati

Page 33: ..

Keterangan:

= Input bahan baku

= Proses pembuatan produk

= Produk setengah jadi

= Produk akhir

3.3.4 Penentuan produk terpilih

Produk terpilih ditentukan dari hasil uji densitas kamba, kadar air, uji

seduh, waktu penyajian, kelarutan, dan organoleptik kemudian dilakukan analisis

dengan cara mengukur dan membandingkan kadar gizi antara bubur bayi instan

terpilih dengan bubur bayi instan komersial. Analisis yang dilakukan:

1. Kandungan Gizi

2. Daya Cerna Protein

3. Analisis Mutu Mikrobiologi

4. Penentuan Takaran Saji dan Angka Kecukupan Gizi

5. Uji Penerimaan Bayi

3.4 Prosedur Analisis

3.4.1 Analisis kadar air Metode Oven (AOAC 1996)

Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam.

Selanjutnya cawan yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator untuk

didinginkan, kemudian ditimbang. Sebanyak kurang lebih 2 gram sampel yang

telah homogen ditimbang dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan

beserta isinya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC untuk dikeringkan

selama 24 jam atau hingga berat konstan. Setelah itu cawan beserta contohnya

dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin ditimbang.

Hasil analisa kadar air ditetapkan dengan presentase kadar air dalam bobot kering

dan basah.

% Air = (A + B)-C x 100 % B

Page 34: ..

Keterangan:

A = berat cawan kosong (g)

B = berat sampel (g)

C = berat cawan dan contoh setelah dikeringkan (g)

3.4.2 Analisis kadar abu (AOAC 1996)

Cawan sebelum digunakan dipijarkan terlebih dahulu pada suhu 550 oC

selama 8 jam. Kemudian didinginkan sampai suhu 50 oC. Cawan dipindahkan ke

dalam desikator selama 30 menit. Berat cawan kosong ditimbang dengan neraca

analitis. Homogenat contoh ditambahkan ke dalam cawan sekitar 2 gram.

Crucible yang berisi homogenat contoh dipijarkan di dalam furnace pada

suhu 550 oC selama 8 jam atau sampai diperoleh abu berwarna putih. Berat

cawan dan abu ditimbang dengan neraca analitis.

Kadar abu = (berat abu dan cawan-berat cawan kosong) (g) x 100 %berat contoh (g)

3.4.3 Analisis kadar protein (AOAC 1996)

Sampel ditimbang sekitar 2 gram dengan kertas timbang, kemudian

dilipat-lipat dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Ditambahkan 7 g K2SO4

dan 0,83 g CuSO4.5H2O. Sebanyak 15 ml H2SO4 pekat (95-97 %) dan 3 ml H2O2

ditambahkan dan didiamkan selama 10 menit dalam ruang asam. Kemudian

didetruksi dengan suhu 410 oC selama kurang lebih 2 jam atau sampai

mendapatkan hasil destruksi yang jernih, setelah itu didiamkan hingga suhu kamar

dan ditambah 50 ml akuades.

Sebelum melakukan destilasi, alat destilasi dicuci dengan cara melakukan

destilasi akuades seperti prosedur. Apabila destilat yang tertampung mengubah

warna garam borat (merah menjadi kuning), maka dilakukan pencucian ulang

sampai hasil destilat yang tertampung tidak berubah warna.

Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap.

Sebanyak 50 ml Na OH 50 % yang mengandung N2S2O3 2,5 % ditambahkan.

Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam erlenmeyer 250 ml yang berisi

25 ml H3BO3 4 % serta dua tetes indikator metil merah hingga volume mencapai

minimal 150 ml (hasil destilat akan berubah menjadi warna kuning). kemudian

Page 35: ..

dititrasi dengan HCl 0,2 N yang sudah terstandardisasi sampai warna merah

jambu. Pengerjaan titrasi blanko dilakukan seperti tahapan sampel.

Kadar protein(%)= (ml HCL sampel–ml HCl blanko)xN HClx14,007x6,25x100 % g sampel x 1000

3.4.4 Analisis kadar lemak (AOAC 1996)

Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu

105-110 oC, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Homogenat contoh

ditimbang sebanyak 2 gram menggunakan kertas timbang, kemudian dilipat-lipat

dan dimasukkan ke dalam selongsong lemak. Sebanyak 150 ml kloroform

dimasukkan ke dalam labu lemak. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam

labu ekstraksi soxhlet, dan rangkaian soxhlet dipasang dengan benar. Ekstraksi

dilakukan pada suhu 60 oC selama 8 jam. Setelah itu campuran lemak dan

chloroform dalam labu lemak dievaporasi menggunakan rotary evaporator

sampai kering. Labu lemak yang berisi lemak dimasukkan ke dalam oven

suhu 105 oC selama kurang lebih 2 jam (untuk menghilangkan sisa kloroform dan

uap air). Labu dan lemak didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu

yang berisi lemak ditimbang. Nilai kadar lemak dalam bentuk presentase lemak:

Kadar lemak (%) = (berat lemak dan labu – berat labu kosong) g x 100 % Berat sampel (g)

3.4.5 Perhitungan kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat (%) = 100 % - (KA + A + P + L)

Dimana:

KA = % kadar air

A = % kadar abu

P = % kadar protein

L = % kadar lemak

3.4.6 Densitas kamba (Muchtadi et al. 1992)

Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya

sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan

Page 36: ..

jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat

menyatakan berat sampel per 100 g. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml.

3.4.7 Uji seduh (Yoanasari 2003)

Sebanyak 24 gram sampel ditambahkan air hangat (60 oC) sedikit demi

sedikit sambil diaduk sampai menjadi bubur dengan kekentalan yang sama dengan

bubur bayi instan komersial. Kemudian diukur volume air yang diperlukan.

3.4.8 Waktu penyajian (Yoanasari 2003)

Sebanyak 24 gram sampel ditambah air hangat (60 oC) sebanyak 100 ml

sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai bubur siap untuk disajikan, kemudian

dicatat waktunya.

3.4.9 Kelarutan (SNI Dekstrin Industri Pangan 1992)

Sebanyak 2 gram sampel dilarutkan dalam air dingin pada labu ukur

200 ml sampai tanda tera. Larutan disaring dan sebanyak 10 ml dipipetkan

ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan dan larutan diuapkan

dipenangas air. Setelah itu dipanaskan dalam oven selama kurang lebih tiga jam

hingga berat konstan.

Bagian yang larut dalam air = [(20 x A/ B) x 100 %]

A = berat kering dalam 10 ml larutan (g)

B = bobot sampel (g)

3.4.10 Uji organoleptik skala hedonik

Panelis yang menilai adalah pegawai Balai Besar Pengolahan dan

Pengendalian Hasil Perikanan Muara Baru. Panelis diminta untuk menguji tingkat

kesukaannya terhadap produk makanan bayi. Penyajian bisa dilakukan satu

persatu atau sekaligus untuk semua sampel secara bersamaan. Penilaian yang

dilakukan oleh panelis tidak dengan membandingkan akan tetapi merupakan

reaksi spontan yang disajikan. Oleh karena itu penilaian dapat bernilai sama untuk

beberapa sampel. Penilaian dilakukan sesuai dengan instruksi yang terdapat pada

form isian. Pengujian dilakukan terhadap 15 orang panelis semi terlatih.

Page 37: ..

3.4.11 Uji penerimaan bayi

Uji penerimaan bubur bayi instan pada bayi dilakukan terhadap bayi

berumur 6-12 bulan. Jumlah bayi yang menerima bubur bayi instan untuk uji

penerimaan sebanyak 15 bayi. Bayi yang baru tiba di posyandu langsung diberi

bubur bayi instan. Bubur bayi instan terlebih dahulu disiapkan dengan

menambahkan air hangat sampai homogen. Idealnya bayi yang akan diberi bubur

bayi instan ini adalah bayi yang belum diberi makanan pendamping sehingga

penerimaan bayi terhadap bubur bayi tersebut menjadi lebih baik. Pemberian

bubur bayi dilakukan oleh orang tuanya masing-masing. Bayi diberi suapan

pertama kemudian kita lihat reaksi bayi tersebut terhadap penerimaan bubur bayi

instan. Jika suapan pertama diterima, maka kita beri suapan yang kedua untuk

melihat reaksi penerimaan bubur bayi instan. Jika bayi masih menerima dengan

baik, maka diasumsikan bahwa bayi dapat menerima bubur bayi instan.

3.4.12 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1987)

Untuk uji mikrobiologi dilakukan perhitungan jumlah bakteri yang ada di

dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo.

Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 25 gram sampel dan

dimasukkan ke dalam botol yang berisi 225 ml larutan garam 0,85% steril,

kemudian diblender hingga larutan homogen. Campuran tersebut diambil 1 ml

dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam 0,85% steril sehingga

diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2, kemudian dikocok agar homogen.

Banyaknya pengenceran dilakukan sesuai dengan keperluan penelitian, biasanya

hingga pengenceran 10-5. Pemipetan dilakukan dari masing-masing tabung

pengenceran sebanyak 1 ml larutan contoh dan dipindahkan ke dalam cawan petri

steril secara duplo menggunakan pipet steril. Media agar dimasukkan ke dalam

cawan petri sebanyak 10 ml dan digoyangkan sampai permukaan agar merata

(metode tuang), diamkan beberapa saat hingga mengeras. Cawan petri yang telah

berisi agar dan larutan contoh dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi

terbalik. Suhu inkubator yang digunakan adalah sekitar 35 oC selama 48 jam.

Selanjutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang ada di

dalam cawan petri. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah

kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo untuk

Page 38: ..

meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dihitung adalah cawan petri

yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.

Total mikroba (CFU/g) = jumlah koloni per cawan x (1/faktor pengenceran)

3.4.13 Daya cerna protein secara in vitro (Sounders et al. 1973)

Pengukuran daya cerna protein secara in vitro dilakukan menggunakan

250 mg sampel. Sampel dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml kemudian

ditambahkan 15 ml HCl 0,1 N yang mengandung 1,5 mg enzim pepsin.

Selanjutnya campuran dalam labu erlenmeyer dikocok menggunakan

shaker waterbath dengan kecepatan 50 rpm dan suhu 37 oC selama 3 jam.

Larutan dinetralkan dengan NaOH 0,5 N yang diukur dengan pH meter kemudian

ditambahkan 7,5 ml larutan buffer fosfat 0,2 M (pH 8) yang mengandung natrium

azida 0,005 M dan 4 mg enzim pankreatin.

Larutan selanjutnya dikocok pada shaker waterbath dengan kecepatan

50 rpm dengan suhu 37 oC selama 24 jam. Padatan yang diperoleh dari akhir

pernyaringan disaring dengan kertas whatman 41 (sebelumnya bobot kertas saring

dicatat) yang dihubungkan dengan alat penghisap uap. Berat padatan ditimbang,

kemudian dianalisis kadar proteinnya (persen protein sisa) menggunakan metode

mikro kjehdahl. Perhitungan daya cerna protein dihitung dengan rumus:

% daya cerna protein = [(protein kasar-protein sisa)/ protein kasar] X 100 %

3.5 Rancangan Percobaan

Data yang diperoleh merupakan hasil pengujian kadar air, kelarutan,

densitas kamba, uji seduh, dan waktu penyajian yang dianalsis menggunakan

rancangan acak lengkap (RAL) Pola Faktorial dengan dua faktor kombinasi

perlakuan tiga kali ulangan, dengan perlakuan jenis tepung ikan (tepung ikan

tenggiri dan tepung ikan swangi) dan jenis alat pengering (pengering beku dan

pengering drum).

Page 39: ..

Model rancangannya adalah:

Yijk = + Ai + Bj + (AB)ij + ijk

(Dimana i = 1, 2; j = 1, 2; k = 1, 2, 3)

Keterangan:

Yijk = Respon pengaruh perlakuan tepung ikan ke-i dan pengaruh alat

pengering ke-j pada ulangan ke-k

= Pengaruh rata-rata umum

Ai = Pengaruh perlakuan jenis tepung ikan ke-i

Bj = Pengaruh perlakuan jenis alat pengering ke-j

(AB)ij = Pengaruh interaksi perlakuan tepung ikan ke-i dengan perlakuan

jenis alat pengering ke-j

ijk = Pengaruh acak (galat percobaan)

Analisis data dilakukan menggunakan analisis ragam.

Page 40: ..

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pembuatan dan Analisis Kimia Bahan Penyusun

Pada tahap ini dilakukan pembuatan tepung ikan dari ikan tenggiri

(Scomberomorus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus tayenus). Pada kedua jenis

tepung ikan dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan protein,

lemak dan karbohidrat yang diperlukan untuk menghitung nilai gizi dari

formulasi. Selain analisis tepung ikan juga dilakukan analisis bahan-bahan

penyusun seperti tepung beras, susu skim, minyak nabati, dan gula halus.

4.1.1 Proses pembuatan dan analisis kimia tepung ikan

Proses pembuatan tepung ikan melalui berbagai proses yaitu persiapan

sampel, penyiangan, pencucian, pengukusan, pemisahan daging, pengepresan,

pengeringan, dan penepungan. Ikan yang digunakan adalah ikan tenggiri

(Scomberomorus sp.) dan ikan swangi (Priacanthus tayenus). Kandungan

proksimat kedua jenis ikan tersebut ditunjukan pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Analisis Proksimat Ikan Tenggiri (Scomberomorus sp)dan Ikan Swangi (Priacanthus tayenus)

Ikan tenggiri (%) Ikan swangi (%)

Protein 21,4 19,16

Lemak 0,56 0,54

Karbohidrat 0,61 0,51

Air 76,5 78,63

Abu 0,93 1,16

Sumber:BPPMHP (2005)

Tahap pembuatan tepung ikan adalah sebagai berikut: ikan dicuci sampai

bersih yang bertujuan untuk menghilangkan lendir-lendir dan kotoran yang ada.

Pada tahap penyiangan, kepala ikan, sisik, ekor dan isi perut dibuang. Pencucian

ikan dilakukan sampai bersih bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan darah

yang masih menempel pada ikan. Setelah ikan ditiriskan, kemudian dilanjutkan

pada tahap pengukusan. Ikan dikukus dengan uap panas menggunakan

Page 41: ..

alat pengukus. Lama pengukusan kurang lebih 10 menit dihitung setelah air

mendidih dengan suhu 100 oC. Setelah dikukus dan didinginkan, daging ikan

dipisahkan dari tulang, kulit dan duri. Daging ikan yang telah dipisahkan dipres

untuk memisahkan padatan dan cairan. Pengepresan dilakukan selama

10-15 menit. Pengepresan juga bertujuan untuk mengurangi jumlah lemak yang

terkandung dalam daging ikan. Daging yang telah dipres kemudian dikeringkan.

Pengeringan menggunakan oven dengan lama pengeringan kurang lebih 15 jam

pada suhu sekitar 60 oC. Setelah ikan dikeringkan, dilakukan penepungan.

Daging ikan yang sudah kering dihaluskan menggunakan blender, kemudian

disaring menggunakan penyaring dengan ukuran 60 mesh.

Tabel 6. Hasil Analisis Proksimat Tepung Ikan Tenggiri dan Tepung IkanSwangi

Tepung ikan tenggiri (%) Tepung ikan swangi (%)

Protein 84,47 83,4

Lemak 3,73 3,3

Karbohidrat 1,79 1,68

Air 6,69 6,54

Abu 3,43 5,08

Bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat

higroskopis daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum

penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering yaitu

desikator. Kadar air tepung ikan tenggiri sebesar 6,69 % dan tepung ikan swangi

sebesar 6,54 %.

Kadar abu yang diperoleh pada penelitian ini untuk tepung ikan tenggiri

3,43 % dan tepung ikan swangi 5,08 %. Perbedaan kandungan abu pada kedua

sampel ini karena adanya perbedaan komponen nutrisi pada kedua spesies ikan.

Perbedaan ini menunjukkan bahwa pada tepung ikan swangi memiliki jumlah

mineral yang lebih banyak dari pada tepung ikan tenggiri.

Tepung ikan tenggiri mengandung protein 84,47 % dan tepung ikan

swangi 83,4 %. Perbedaan kandungan protein pada kedua jenis tepung ikan

disebabkan oleh spesies ikan yang berbeda yang memiliki kandungan nutrisi yang

Page 42: ..

berbeda. Kandungan nutrisi dari jenis ikan sebagai bahan baku tepung ikan dapat

dilihat pada Tabel 5. Sementara untuk kandungan lemak antara tepung ikan

tenggiri dengan tepung ikan swangi tidak terlalu jauh perbedaannya, yaitu 3,73 %

dan 3,3 %.

Kadar karbohidrat diperoleh berdasarkan perhitungan karbohidrat dengan

metode by different yaitu merupakan hasil pengurangan seratus persen dengan

kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Kadar karbohidrat yang

diperoleh adalah untuk tepung ikan tenggiri 1,79 % dan tepung ikan swangi

1,68 %.

4.1.2 Analisis bahan-bahan lain yang digunakan pada formulasi

Selain tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi, digunakan juga

bahan-bahan lain yaitu tepung beras, susu skim, gula halus dan minyak nabati.

Tepung beras yang digunakan adalah tepung beras yang telah mengalami

gelatinisasi. Tujuan proses gelatinisasi ini adalah untuk mendapatkan

tepung beras yang bersifat instan (dapat menyerap air). Proses gelatinisasi ini

dianggap perlu karena selain untuk memudahkan dalam penyajian, makanan yang

telah tergelatinisasi untuk pati atau terdenaturasi untuk protein akibat pemanasan

yang dilakukan akan meningkatkan daya cerna pati maupun protein. Pada Tabel 7

adalah komposisi bahan-bahan lain yang digunakan pada formulasi bubur bayi.

Kandungan serat makanan pada tepung beras yang digunakan merupakan

faktor pembatas untuk penentuan komposisi tepung beras dalam formulasi. Pada

penelitian ini formulasi bubur bayi instan dibuat berdasarkan standar makanan

bayi yang ada di Indonesia yaitu SNI 01-3842-1995 yang menyatakan serat

makanan pada MP ASI kurang dari 5 g per 100 g bubur bayi. Berdasarkan hasil

analisis yang dilakukan oleh Fatmawati (2004) serat makanan pada tepung beras

tergelatinisasi adalah 8,45 gram per 100 gram.

Analisis-analisis tersebut pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan

suatu formulasi yang sesuai dengan standar menurut SNI 01-3842-1995 dan

Codex Alimentarius Commision (1991). Standar Makanan Pendamping ASI

tersebut dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 43: ..

Tabel 7. Komposisi bahan-bahan lain yang digunakan dalam formulasi(per 100 g bahan)a

Komponen Tepung beras Susu skim Gula halus Minyaknabati

Kadar air (g) 12,0 3,5 5,4 0Protein (g) 7,0 30,5b 0 0Lemak (g) 0,5 1,0 0 100Karbohidrat 80,0 65,5 94,0 0Serat makanan (g)

- SMTLc

- SMLd

8,45b

4,623,83

0 0 0

Kalori (kkal) 318,7 393,00 376,00 900a Direktorat Gizi RI (1990)b Fatmawati (2004)c SMTL = Serat Makanan Tidak Larutd SML = Serat Makanan Larut

Tabel 8. Standar Makanan Pendamping ASI (per 100 g bahan)

Zat gizi Satuan Kadar

Energi Kkal 400a

Protein Gram Min 15b

Lemak Gram 11b

Air Gram 5,0b

a Codex Alimentarius Commision (1991)b SNI 01-3842-1995

4.2 Formulasi dan Pembuatan Bubur Bayi Instan

Formulasi yang dibuat dengan mempertimbangkan standar makanan

pendamping ASI sesuai pada Tabel 8. Kandungan nutrisi yang ingin dicapai

pemenuhannya terhadap standar produk ini adalah protein. Kandungan protein

selain diharapkan sesuai dengan standar MP ASI juga mempertimbangkan AKG

yang dianjurkan untuk bayi usia 6-12 bulan, karena protein adalah nutrisi yang

sangat dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhannya. Pada penelitian ini akan

dibuat 4 formula dengan dua peubah yaitu jenis tepung ikan dan jenis alat

pengering. Jenis tepung ikan yang digunakan ada dua yaitu tepung ikan tenggiri

dan tepung ikan swangi, serta jenis alat pengering yaitu pengering beku dan

pengering drum. Keempat formula tersebut yaitu formula dari tepung ikan

tenggiri menggunakan pengeringan beku (formula 1), tepung ikan tenggiri

Page 44: ..

menggunakan pengeringan drum (formula 2), tepung ikan swangi menggunakan

pengeringan beku (formula 3), dan tepung ikan swangi menggunakan pengeringan

drum (formula 4). Keempat formula hanya dibedakan dari jenis tepung ikan dan

jenis alat pengeringnya saja, sementara komposisi bahan-bahan penyusun seperti

tepung ikan, susu skim, minyak nabati, tepung beras, dan gula tepung tetap.

Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati (2004) penentuan penggunaan komposisi

9 % tepung kecambah dan 26 % untuk tepung beras diperoleh dengan

mempertimbangkan kandungan serat makanan pada kedua tepung tersebut.

Berdasarkan perhitungan dengan mengkombinasikan 9 % tepung kecambah

dengan 26 % tepung beras maka kandungan serat makanan pada total formulasi

tidak lebih dari 5 %. Berdasarkan data tersebut, ditentukan komposisi tepung ikan

9 % dan tepung beras 26 %. Selain memperhatikan kandungan serat makanan,

juga perlu diperhatikan kandungan protein formula bubur bayi instan.

Berdasarkan SNI 01-3842-1995, untuk bayi usia 6-12 bulan kandungan protein

MP ASI minimal 15 %. Bahan lainnya terdiri dari 50 % susu skim, 5 %

gula halus, dan 10 % minyak nabati.

Formulasi bubur bayi instan dibuat menggunakan tepung ikan dan

susu skim sebagai sumber protein, minyak nabati sebagai sumber lemak,

tepung beras gelatinisasi sebagai sumber karbohidrat, dan gula tepung. Dasar

perhitungan yang digunakan dalam penyusunan formula adalah kandungan

protein dan lemak menurut SNI (1995), sedangkan kandungan energi menurut

Codex Alimentarius Commision (1991). Kandungan protein, lemak, dan energi

untuk 100 gram bahan berturut-turut adalam minimal 15 persen, 11 persen, dan

400 kkal.

Kandungan gizi formula bubur bayi instan dengan penambahan tepung

ikan tenggiri dan tepung ikan swangi kemudian dibandingkan dengan kandungan

gizi dari produk bubur bayi komersial (Promina) dengan flavor pisang.

Perhitungan kandungan gizi keempat formula MP-ASI dapat dilihat pada Tabel 9.

Formula bubur bayi instan yang ditambahkan dengan tepung ikan

tenggiri dan tepung ikan swangi dikeringkan dengan dua jenis pengeringan yaitu

pengeringan beku dan pengeringan drum. Hasil analisis menunjukan formula

bubur bayi instan memiliki kandungan protein, lemak, energi yang lebih tinggi

Page 45: ..

dari produk bubur bayi Promina. Berdasarkan kandungan protein, lemak, dan

energi, formula bubur bayi instan yang dibuat telah memenuhi syarat yang

ditetapkan dalam SNI (1995) dan Codex Alimentarius Commision (1991).

Tabel 9. Kandungan gizi formula bubur bayi instan untuk umur6-12 bulan (per 100 gram)

Bahan-bahan Protein Lemak Karbohidrat Air Kalori (kkal)Tepung ikan tenggiri(9%)

7,6 0,34 0,15 0,6 34,06

Tepung beras (26%) 1,82 0,13 20,8 3,12 91.65Susu skim (50%) 15,25 0,5 32,75 1,75 196,5Gula halus (5%) - - 4,7 0,27 18.8Minyak nabati (10%) - 10 - - 90TOTAL 24,67 10,97 58,4 5,74 431,01Tepung ikan swangi(9%)

7,17 0,3 0,15 0,59 31.98

Tepung beras (26%) 1,82 0,13 20,8 3,12 91.65Susu skim (50%) 15,25 0,5 32,75 1,75 196.5Gula halus (5%) - - 4,7 0,27 18.8Minyak nabati (10%) - 10 - - 90TOTAL 24,58 10,93 58,40 5,73 430.29Bubur bayi Promina 14,6 6,25 70,8 2,83a 395,8Standar MP-ASI 15b 11b - 400c

a hasil analisisb SNI 01-3842-1995c Codex Alimentarius Commision (1991)

Penyumbang karbohidrat terbesar adalah susu skim. Hal tersebut karena

komposisi susu skim yang digunakan cukup besar yaitu 50 % dari berat total

formula bubur bayi instan. Keuntungan digunakannya susu skim dalam jumlah

besar adalah kandungan laktosa yang cukup tinggi. Laktosa adalah bentuk

karbohidrat utama pada ASI. Fungsi laktosa dalam pertumbuhan adalah sebagai

bahan pembentuk otak (Packard 1982). Penggunaan laktosa pada makanan bayi

mempunyai dampak positif baik ditinjau dari rasa, aroma, mikrobiologi maupun

kecepatan penyerapannya. Kemanisan laktosa lebih kurang seperenam sukrosa

sehingga dapat berguna bagi kesehatan gigi anak dan mencegah dari kegemukan

(Eckles et al. 1951). Menurut Frandsen dan Arbuckle (1961), di dalam setiap

100 gram tepung susu diperkirakan mengandung 0,118 gram kalsium dan

Page 46: ..

0,093 gram fosfor, sementara itu mineral-mineral tersebut sangat diperlukan bagi

pertumbuhan tulang dan gigi.

Kadar protein diperhitungkan dalam formulasi karena protein adalah

nutrisi yang sangat dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhannya. Penggunaan

tepung ikan yang terbatas menyebabkan sumbangan protein yang diberikan relatif

kecil sehingga ditambahkan pula susu skim sebagai sumber proteinnya.

Setelah diperoleh keempat formulasi tersebut lalu dilakukan pembuatan

bubur bayi instan dengan cara mencampurkan semua bahan-bahan sesuai dengan

komposisinya untuk setiap formula. Pada pembuatan bubur bayi instan dilakukan

pencampuran basah. Pencampuran basah yaitu mencampurkan semua bahan-

bahan dengan menambahkan air. Pencampuran basah dilakukan karena tidak

semua bahan-bahan yang dicampurkan dalam bentuk kering dan terdapat

minyak nabati yang merupakan bahan dalam bentuk cair. Bahan-bahan dari setiap

formula dicampurkan dan ditambah air sampai terbentuk pasta. Pasta yang

terbentuk dikeringkan menggunakan pengering beku dan pengering drum.

4.3 Sifat Fisik Produk Bubur Bayi Instan

Hasil pengujian sifat fisik formula bubur bayi instan dibandingkan

dengan nilai pengujian sifat fisik dari bubur bayi komersil (Promina).

4.3.1. Kadar air

Air merupakan komponen utama bahan makanan. Air dalam bahan

makanan sangat menentukan kesegaran dan daya tahan bahan tersebut karena

kandungan air berkaitan dengan perkembangan mikroorganisme dalam produk.

Kadar air merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap daya awet suatu

bahan olahan. Semakin rendah kadar air, semakin lambat pertumbuhan mikroba

sehingga bahan pangan tersebut dapat lebih tahan lama (Winarno 1997).

Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa kadar air yang dikandung dalam

bubur bayi instan berkisar antara 2,83 % sampai 6,19 %. Analisis ragam

(Lampiran 8a) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung ikan dan interaksi

jenis tepung ikan dengan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap kadar air produk bubur bayi instan yang dihasilkan. Akan tetapi

Page 47: ..

perlakuan alat pengering memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar air

yang dihasilkan produk bubur bayi instan.

2,83

6,10

4,10

6,19

4,26

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

Promina F1 F2 F3 F4

jenis bubur bayi

kada

r air

(%)

Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum

Gambar 4. Diagram batang nilai kadar air bubur bayi instan

Kadar air yang paling rendah adalah bubur F2 sebesar 4,10% dan yang

paling tinggi adalah bubur F3 sebesar 6,19%. Berdasarkan SNI (1995) bahwa

kadar air pada bubur bayi instan maksimal 5%. Berdasarkan Gambar 4 dapat kita

lihat bahwa kadar air bubur F2 dan bubur F4 memenuhi standar, sedangkan

bubur F1 dan bubur F3 tidak memenuhi standar. Pada bubur bayi Promina

kadar airnya sangat rendah yaitu 2,83%. Jenis alat pengering yang baik untuk

pembuatan bubur bayi instan adalah pengering drum yang diperlakukan pada

bubur F2 dan bubur F4. Diagram batang nilai kadar air pada bubur bayi instan

dapat dilihat pada Gambar 4.

4.3.2 Kelarutan dalam air

Kelarutan dalam air adalah jumlah suatu bahan yang dapat larut dalam

air. Uji ini dilakukan dengan cara melarutkan produk bubur bayi instan di dalam

air, kemudian dihitung bagian yang larut airnya.

Page 48: ..

Hasil pengujian dan analisis ragam (Lampiran 8b) menunjukkan bahwa

keempat formula memiliki daya larut dalam air yang tidak berbeda nyata. Hal ini

menunjukkan perlakuan jenis tepung ikan dan jenis alat pengering serta interaksi

jenis tepung ikan dengan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap kelarutan bubur bayi instan. Diagram batang nilai kelarutan

bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 5.

38,99

36,12

37,71

36,25

37,05

34,5035,0035,5036,0036,5037,0037,5038,0038,5039,0039,50

Promina F1 F2 F3 F4

jenis bubur bayi

kela

ruta

n (%

)

Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum

Gambar 5. Diagram batang nilai kelarutan bubur bayi instan

Kelarutan yang paling baik adalah bubur bayi F2 sebesar 37,71 %,

sedangkan yang paling rendah adalah bubur F1 sebesar 36,12 %. Tingkat

kelarutan juga dipengaruhi oleh kadar air dari produk bubur bayi. Semakin rendah

kadar air atau semakin kering produk maka tingkat kelarutan akan semakin tinggi

dan semakin tinggi kadar air memberikan pengaruh yang kurang baik terhadap

kelarutan bubur bayi. Bubur bayi Promina memiliki kadar air yang rendah serta

memiliki kelarutan paling tinggi. Hal ini diduga bahwa bahan yang sangat kering

memiliki tekstur banyak berpori yang lebih terbuka sehingga akan mempermudah

air untuk larut ke dalam produk bubur bayi. Selain itu perbedaan jenis tepung

tidak berpengaruh nyata terhadap kelarutan bubur bayi dapat disebabkan bahwa

Page 49: ..

kedua jenis tepung yaitu tepung ikan tenggiri dan tepung ikan swangi memiliki

struktur kimia yang tidak jauh berbeda.

Kelarutan bubur bayi instan dipengaruhi oleh kandungan pati yang

terdapat dalam tepung beras. Pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat

dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-

sifat sebelum gelatinisasi. Bahan yang telah mengalami gelatinisasi tersebut masih

mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar sehingga bahan mudah

larut. Jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar yang menyebabkan

kemampuan menyerap air sangat besar. Bila energi kinetik molekul-molekul air

menjadi lebih kuat dari pada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam

granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati (Winarno 1992).

4.3.3 Densitas kamba

Densitas kamba ditentukan dengan cara mengukur berat suatu produk

yang dibutuhkan untuk mengisi suatu volume tertentu. Densitas kamba suatu

bahan menunjukkan tingkat kepadatan bahan tersebut pada suatu volume (ruang)

dengan berat tertentu. Suatu bahan dinyatakan kamba bila mempunyai nilai

densitas kamba yang kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan volume

(ruang) yang besar.

0,38

0,44

0,420,43

0,42

0,340,350,360,370,380,390,400,410,420,430,440,45

Promina F1 F2 F3 F4

jenis bubur bayi

dens

itas

kam

ba (g

/ml)

Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum

Gambar 6. Diagram batang nilai densitas kamba bubur bayi instan

Page 50: ..

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai densitas kamba keempat produk

bubur bayi berkisar antara 0,42-0,44 g/ml serta tidak berbeda nyata satu sama

lain. Analisis ragam (Lampiran 8c) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung

ikan dan jenis alat pengering serta interaksi jenis tepung ikan dan alat pengering

tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap densitas kamba produk bubur

bayi instan. Akan tetapi keempat formula bubur bayi memiliki nilai densitas

kamba yang lebih besar dibandingkan dengan bubur bayi Promina. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan berat yang sama, keempat bubur bayi instan hanya

membutuhkan ruang yang lebih kecil pada perut bayi daripada bubur bayi

Promina, sehingga bayi menjadi tidak cepat kenyang. Diagram batang nilai

densitas kamba pada bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 6.

Produk bubur bayi tidak boleh bersifat kamba karena akan cepat memberi

rasa kenyang. Menurut Hofvander dan Underwood (1987), untuk kepentingan

makanan balita dibutuhkan jenis produk pangan yang memiliki kekambaan

minimum (nilai densitas kamba tinggi), sebab makanan yang kamba tidak cocok

untuk balita mengingat kapasitas perut bayi masih terbatas. Semakin kecil nilai

densitas kamba maka semakin sedikit pula kandungan zat gizi yang akan diterima

oleh bayi. Densitas kamba yang besar juga sangat bagus pada proses penyimpanan

tepung, karena tempat yang digunakan untuk menyimpan tepung dengan berat

yang sama akan lebih kecil.

4.3.4 Uji seduh

Uji seduh dilakukan dengan cara menambahkan air pada tepung bubur

bayi sampai terbentuk adonan yang homogen. Jumlah air yang ditambahkan

sampai kekentalan formula bubur bayi instan sama dengan bubur bayi Promina.

Berdasarkan petunjuk penyajian bubur bayi Promina, untuk satu kali takaran

penyajian sebanyak 24 gram dibutuhkan 100 ml air hangat dengan suhu kira-kira

60 oC..Uji seduh menunjukkan jumlah air yang dibutuhkan untuk membuat bubur

bayi instan menjadi homogen dan siap untuk disajikan.

Analisis ragam (Lampiran 8d) menunjukkan bahwa perlakuan jenis

tepung ikan serta interaksi jenis tepung ikan dengan jenis alat pengering tidak

memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah air yang diperlukan dalam

setiap penyajian dari bubur bayi instan. Akan tetapi perlakuan jenis alat pengering

Page 51: ..

memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah air yang diperlukan setiap

penyajian dari bubur bayi instan. Diagram batang nilai uji seduh pada bubur bayi

instan dapat dilihat pada Gambar 7.

100

33,7044,00

33,3044,30

0

20

40

60

80

100

120

Promina F1 F2 F3 F4

jenis bubur bayi

jum

lah

air

(ml)

Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum

Gambar 7. Diagram batang nilai uji seduh bubur bayi instan

Jumlah air yang dibutuhkan pada keempat bubur bayi formula lebih

sedikit dibandingkan dengan bubur bayi Promina. Jumlah air yang diperlukan

berhubungan dengan kadar air pada bubur bayi. Produk yang lebih kering lebih

banyak menyerap air. Hal ini diduga karena pada produk bubur yang kering

memiliki kandungan air yang sedikit sehingga dalam proses rehidrasi dibutuhkan

jumlah air yang lebih banyak.

Kandungan pati diduga dapat mempengaruhi jumlah air untuk rehidrasi

formula bubur bayi instan. Bila suspensi pati dalam air dipanaskan, maka pati

akan mengalami proses gelatinisasi. Air yang sebelumnya berada di luar granula

dan bebas bergerak kini berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak

dengan bebas lagi karena telah membentuk matriks yang irreversible (tidak dapat

kembali kebentuk semula). Pada saat dikeringkan, komponen air menguap

meninggalkan matriks sehingga bersifat porous dan dengan mudah dapat kembali

menyerap air (Winarno 1992). Adanya ruang-ruang kosong diantara partikel-

Page 52: ..

partikel serbuk bubur bayi instan akan memudahkan air untuk masuk ke dalam

produk. Semakin banyak ruang kosong atau porositas produk maka semakin

banyak jumlah air yang dapat masuk ke dalam produk tersebut.

Pada bubur bayi Promina air yang ditambahkan lebih banyak dari pada

formula bubur bayi instan. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1993) pada

industri pangan umumnya digunakan lesitin sebagai zat penginstan. Penambahan

zat penginstan dapat memperbaiki sifat instan bubur bayi Promina. Ketika produk

ditambah air maka partikel-partikel mudah terlepas sehingga produk lebih

mengembang dan air yang diserap lebih banyak.

4.3.5 Waktu rehidrasi

Salah satu syarat suatu makanan dikatakan instan yaitu makanan siap

disajikan dalam waktu yang singkat. Waktu rehidrasi bubur bayi dihitung dengan

cara melarutkan bubur bayi dengan jumlah air yang sama, kemudian dihitung

waktunya sampai bubur tersebut siap untuk disajikan. Indikator bubur bayi instan

siap untuk disajikan jika campuran telah homogen. Jumlah air yang ditambahkan

adalah 100 ml dengan jumlah bubur bayi sebanyak 24 gram. Jumlah tersebut

didasarkan kepada takaran saji dan cara penyajian pada bubur bayi Promina.

61,4056,53

62,7355,87

49,1

0

10

20

30

40

50

60

70

Promina F1 F2 F3 F4

jenis bubur

wak

tu (s

)

Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum

Gambar 8. Diagram batang nilai waktu rehidrasi pada bubur bayi instan

Page 53: ..

Lamanya waktu yang diperlukan dalam penyajian bubur bayi formula

dan bubur bayi Promina dapat dilihat pada Gambar 8. Analisis ragam (Lampiran

8e) menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung ikan serta interaksi jenis tepung

ikan dengan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

jumlah air yang diperlukan dalam setiap penyajian dari bubur bayi instan. Akan

tetapi perlakuan jenis alat pengering memberikan pengaruh yang nyata terhadap

jumlah air yang diperlukan dalam setiap penyajian dari bubur bayi instan.

Diagram batang nilai waktu rehidrasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Waktu rehidrasi bubur bayi instan yang paling singkat adalah pada bubur

bayi tepung ikan swangi pengering drum (F4), sedangkan yang paling lama adalah

bubur bayi tepung ikan tenggiri pengering beku (F1). Bubur bayi Promina

memiliki waktu rehidrasi yang paling singkat yaitu 49,1 detik. Semua produk

bubur bayi memiliki waktu rehidrasi yang tidak lama dan memenuhi syarat

sebagai makanan instan. Waktu rehidrasi dapat disebabkan oleh kandungan pati

yang terdapat dalam bubur bayi instan. Pati yang mengalami gelatinisasi

menyebabkan air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak menjadi

berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas. Ketika pati

dikeringkan maka komponen air menguap meninggalkan matriks dan bersifat

porous dan dengan mudah dapat kembali menyerap air. Sesuai dengan pendapat

Potter (1980) bahwa bahan pangan kering yang sudah menyerap uap air akan

terhambat proses rehidrasinya. Artinya bahan pangan yang mengandung air lebih

banyak, maka porositas akan semakin sedikit sehingga difusi air yang masuk

ketika proses rehidrasi akan semakin lambat.

Berdasarkan hasil penelitian Sugiyono et.al (2004) gelatinisasi terjadi

karena pemanasan dengan kadar air tinggi sehingga menghasilkan melting yang

disertai dengan hidrasi dan pengembangan yang bersifat irreversible. Ketika

bubur bayi instant kembali dimasak, ikatan hidrogen antar molekul amilosa lepas

dan mengikat lebih banyak molekul air serta sifat amorf membantu kecepatan

rehidrasi.

Produk yang dihasilkan setelah pengeringan akan mengalami perubahan

di permukaannya yaitu berpori yang terbuka memungkinkan proses rehidrasi

Page 54: ..

sangat cepat (Izza 2005). Difusitas air efektif semakin meningkat seiring dengan

porositas yang semakin banyak dan terbuka. (Marubi dan Saguy 2004).

Umumnya dalam industri pangan instan ditambahkan zat penginstan agar

memiliki sifat instan yang baik. Zat penginstan yang umum digunakan adalah

lesitin. Lesitin memiliki beberapa sifat yang dapat memperbaiki sifat instan yaitu:

(1) sifat pembasahannya yang besar, sehingga bubur bayi Promina lebih mudah

larut dengan air dan waktu rehidrasi cepat (2) sifat pendispersi baik (3) sifat anti

endap memadai (4) aglomeratnya menjadi tidak terlalu keras (5) produk lebih

mudah mengembang (Hartomo dan Widiatmoko 1993).

4.4 Evaluasi Mutu Organoleptik Bubur Bayi Instan

Menurut Soekarto (1985), pengujian secara organoleptik terhadap suatu

produk makanan merupakan kegiatan penilaian menggunakan alat pengindera

yaitu indera penglihat, pencicip, pembau, dan pendengar. Melalui hasil pengujian

organoleptik akan diketahui daya penerimaan panelis (konsumen) terhadap

produk tersebut. Panelis yang menilai produk adalah pegawai Balai Besar

Pengolahan dan Pengendalian Hasil Perikanan Muara baru yang termasuk

kedalam panelis semi terlatih.

Tabel 10. Perhitungan nilai rata-rata total kesukaan bubur bayi instanhasil uji organoleptik

Promina F1 F2 F3 F4Warna 6,13 5,82 4,82 5,96 5,09Aroma 6,13 5,00 5,16 4,73 5,02Rasa 5,87 4,87 4,96 4,76 5,09Tekstur 5,93 5,51 5,49 5,67 5,44Rata-rata total 6,04 5,41 5,09 5,43 5,21

Parameter yang diuji dalam uji kesukaan (hedonik) adalah warna, aroma,

rasa, dan tekstur. Rata-rata nilai hasil pengujian organoleptik pada umumnya

berkisar pada angka 5 yang menunjukkan agak suka. Hasil penilaian panelis

terhadap bubur bayi instan terutama pada Tabel 10 dan diilustrasikan dalam

bentuk diagram batang kesukaan pada masing-masing parameter pada Gambar 9.

Page 55: ..

6,13

6,13

5,87 5,93

5,82

5,00

4,87

5,51

4,82 5,

16

4,96

5,495,

96

4,73

4,76

5,67

5,09

5,02 5,09 5,

44

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

WARNA AROMA RASA TEKSTUR

parameter

nila

i rat

a-ra

ta k

esuk

aan

Promina F1 F2 F3 F4

Keterangan:F1 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan bekuF2 = bubur bayi tepung tenggiri dengan pengeringan drumF3 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan bekuF4 = bubur bayi tepung swangi dengan pengeringan drum

Gambar 9. Diagram batang nilai rata-rata kesukaan bubur bayi instan

4.4.1 Nilai uji hedonik warna

Mutu bahan pangan pada umumnya tergantung pada beberapa faktor.

Faktor-faktor tersebut antara lain cita rasa, tekstur, nilai gizi, mikrobiologis dan

warna. Sebelum faktor lain dipertimbangkan, secara visual faktor warna akan

tampil lebih dulu (Winarno 1997). Faktor warna tersebut akan menjadi

pertimbangan pertama ketika bahan makanan itu dipilih. Suatu bahan pangan

yang dinilai bergizi dan teksturnya sangat baik tidak akan dimakan apabila

memiliki warna yang tidak sedap dipandang atau memberi kesan telah

menyimpang dari warna yang seharusnya (Soekarto 1985).

Nilai kesukaan terhadap warna bubur bayi instan berada diantara

4,82-5,96 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka) dan 6 (suka). Tingkat kesukaan

terhadap warna tertinggi terdapat pada bubur bayi tepung swangi dengan

pengeringan beku (F3) dengan nilai rata-rata sebesar 5,96, dan tingkat kesukaan

terkecil terdapat pada bubur bayi tepung ikan tenggiri pengering drum (F2) yaitu

Page 56: ..

sebesar 4,82. Bubur bayi Promina memiliki nilai rata-rata kesukaan terhadap

warna sebesar 6,13.

Gambar 9 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan terhadap warna bubur

bayi instan mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa bubur bayi instan

terbaik pada warna adalah bubur bayi tepung ikan swangi pengering beku yaitu

sebesar 5,96. Hasil uji Kruskal Wallis (Lampiran 2a) menunjukkan bahwa

perlakuan dengan penambahan jenis tepung ikan dan penggunaan jenis

alat pengering memberikan pengaruh yang nyata pada tingkat kesukaan panelis

terhadap warna bubur bayi instan yang dihasilkan (p<0,05). Hasil uji lanjut

Multiple comparison menunjukkan bahwa perlakuan tepung ikan tenggiri

pengering beku (F1) berbeda nyata dengan perlakuan tepung ikan tenggiri

pengering drum (F2) dan perlakuan tepung ikan swangi pengering drum (F4),

perlakuan tepung ikan tenggiri pengering drum (F2) berbeda nyata dengan

perlakuan tepung ikan swangi pengering beku (F3), dan perlakuan tepung ikan

swangi pengering drum (F4) berbeda nyata dengan perlakuan tepung ikan swangi

pengering drum (F3). Adapun hasil uji lanjut Multiple comparison dapat dilihat

pada Lampiran 2b.

Bubur bayi dengan perlakuan tepung ikan swangi pengering beku (F3)

paling disukai. Bubur bayi F3 berwarna lebih terang (putih susu). Penggunaan

suhu pengolahan yang rendah akan membantu meminimumkan terjadinya proses

browning enzimatis dan mempertahankan mutu produk. Tidak adanya fase air

dalam proses dan peralihan menjadi keadaan kering akan mengurangi masalah

pencokelatan, denaturasi protein dan reaksi enzimatik pada produk kering beku

(King 1971). Warna dari produk kering beku tidak mengalami perubahan (Fellow

1990).

Perlakuan pengering drum menyebabkan timbulnya warna coklat pada

bubur bayi instan. Hal tersebut dimungkinkan karena tepung ikan tenggiri maupun

tepung ikan swangi mengandung protein, dan gula pereduksi yang akan

mengalami reaksi Maillard jika dipanaskan. Reaksi Maillard dapat menyebabkan

terbentuknya warna coklat pada bubur bayi instan (Radley 1976). Panelis tidak

menyukai bubur bayi instan yang berwarna lebih gelap dan lebih menyukai

produk yang berwarna lebih terang (putih susu).

Page 57: ..

4.4.2 Nilai uji hedonik aroma

Rasa enak suatu makanan banyak ditentukan oleh aroma makanan

tersebut. Aroma menjadi daya tarik tersendiri dalam menentukan rasa enak dari

produk makanan itu sendiri. Pembauan manusia dapat mengenal enak atau

tidaknya suatu makanan yang belum terlihat hanya mencium bau makanan

tersebut dari jarak jauh (Soekarto 1985). Aroma lebih banyak berhubungan

dengan panca indera pembau. Bau-bauan baru dapat dikenali, bila terbentuk uap

dan molekul-molekul komponen bau tersebut harus sampai menyentuh silia sel

olfaktori. Pada umumnya bau yang diterima oleh hidung dan otak lebih banyak

merupakan campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus

(Winarno 1997).

Nilai kesukaan terhadap aroma bubur bayi instan berada diantara

4,73-5,16 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka). Tingkat kesukaan tertinggi

terhadap aroma terdapat pada bubur bayi tepung tenggiri pengering drum (F2)

dengan nilai rata-rata 5,16 dan kesukaan terkecil terdapat pada bubur bayi tepung

ikan swangi pengering beku (F3) dengan nilai rata-rata 4,73. Tingkat kesukaan

aroma dari bubur bayi Promina rata-rata 6,13. Diagram batang nilai rata-rata

tingkat kesukaan terhadap aroma bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 9.

Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan jenis tepung ikan

dan penggunaan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh yang nyata pada

tingkat kesukaan terhadap aroma bubur bayi instan yang dihasilkan (p>0,05).

Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata untuk

masing-masing produk bubur bayi instan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan

bahwa tepung ikan tenggiri maupun tepung ikan swangi memiliki aroma yang

tidak berbeda sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap aroma bubur bayi

instan. Begitu juga dengan perlakuan alat pengering, meskipun secara umum

penggunaan pengering drum lebih disukai, tetapi aroma yang dihasilkan tidak

berbeda dengan penggunaan alat pengering beku. Bubur bayi Promina memiliki

aroma yang paling disukai dibandingkan dengan keempat produk bubur bayi

instan. Hal ini disebabkan oleh penggunaan flavor pisang pada bubur bayi

Promina sehingga lebih disukai, sedangkan keempat produk bubur bayi instan

tidak ditambahkan flavor sehingga aroma yang dihasilkan lebih alami.

Page 58: ..

4.4.3 Nilai uji hedonik rasa

Rasa merupakan faktor yang sangat menentukan pada keputusan terakhir

konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan, walaupun parameter

yang lain baik, tetapi jika rasanya tidak enak atau tidak disukai maka akan ditolak

(Soekarto 1985). Kesukaan konsumen terhadap rasa suatu produk juga ditunjang

oleh ketertarikan terhadap warna dan aroma produk tersebut. Menurut Winarno

(1997) bau yang ditangkap oleh sel olfaktori hidung dan warna yang ditangkap

oleh indera pengelihatan mampu merangsang syaraf perasa dan cecapan lidah.

Nilai kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan berada diantara

4,78-5,09 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka). Diagram batang nilai rata-rata

tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan dapat dilihat pada Gambar 9.

Bubur bayi instan dengan penambahan tepung ikan swangi pengering drum (F4)

cenderung lebih disukai panelis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa

perlakuan jenis tepung ikan dan jenis alat pengering tidak memberikan pengaruh

yang nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan yang dihasilkan

(p>0,05). Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda untuk

masing-masing produk bubur bayi instan yang dihasilkan dilihat dari rasa. Bubur

bayi Promina lebih disukai karena Promina memiliki rasa pisang sehingga lebih

disukai dari pada keempat formula bubur bayi instan.

4.4.4 Nilai uji hedonik tekstur

Nilai kesukaan terhadap tekstur bubur bayi instan berada diantara

5,44-5,67 yaitu berkisar antara nilai 5 (agak suka) dan 6 (suka). Diagram batang

nilai rata-rata tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan dapat dilihat pada

Gambar 9. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan jenis

tepung ikan dan jenis alat pengering memberikan pengaruh yang tidak berbeda

nyata pada tingkat kesukaan terhadap rasa bubur bayi instan yang dihasilkan

(p>0,05). Artinya panelis memiliki tingkat kesukaan yang tidak berbeda nyata

untuk masing-masing produk bubur bayi instan yang dihasilkan dilihat dari

tekstur.

Page 59: ..

4.5 Karakteristik Bubur Bayi Instan Terpilih

Bubur bayi yang terpilih diambil berdasarkan hasil uji sifat fisik dari

bubur bayi instan. Bubur bayi yang terpilih adalah bubur bayi F4 yaitu bubur bayi

menggunakan tepung ikan swangi dan pengeringan drum. Bubur bayi F4 dipilih

berdasarkan waktu rehidrasi yang paling cepat, kadar air, kelarutan, densitas

kamba, dan uji seduh.

4.5.1 Kandungan gizi

Kandungan gizi bubur bayi terpilih didapat dengan uji proksimat.

Kandungan gizi yang dihitung yaitu kadar karbohidrat, protein, dan lemak. Data

analisis proksimat kandungan gizi bubur bayi terpilih dapat dilihat pada Tabel 11.

Hasil analisis kandungan gizi bubur bayi instan terpilih hampir sama dengan hasil

perhitungan terhadap formula bubur bayi tersebut. Akan tetapi kandungan lemak

hasil perhitungan lebih tinggi dari pada hasil analisisnya. Hal ini disebabkan oleh

perlakuan pengeringan drum yang menggunakan panas dapat menyebabkan

turunnya kadar lemak.

Tabel 11. Kandungan gizi bubur bayi instan terpilih

Kandungan gizi Perhitunganformulasi

Analisis Promina

Protein (%) 24,24 23,17 14,6Lemak (%) 10,93 6,46 6,25Karbohidrat (%) 58,85 59,87 70,8Energi (kkal) 430,73 390,3 397,85

4.5.2 Daya cerna protein

Kemampuan suatu protein untuk dihidrolisis menjadi asam-asam amino

oleh enzim-enzim pencernaan dikenal dengan istilah daya cerna (kecernaan).

Suatu protein yang mudah dicerna menunjukkan bahwa jumlah asam amino yang

diserap dan digunakan oleh tubuh tinggi. Sebaliknya suatu protein yang sukar

dicerna berarti jumlah asam-asam amino yang dapat diserap dan digunakan oleh

tubuh rendah karena sebagian besar protein yang dimakan dibuang kembali

dengan feses. Oleh karena itu untuk mengetahui kecernaan protein dalam tubuh

manusia biasanya digunakan feses dan urin yang dikeluarkan oleh makhluk

tersebut untuk dianalisis.

Page 60: ..

Mekanisme dari penentuan daya cerna protein secara in vitro dapat

dijelaskan sebagai berikut, penambahan air destilata hanya untuk melarutkan

sampel dan vorteks digunakan untuk mempercepat proses melarutnya atau

tercampurnya sampel dengan air destilata. Pengaturan pH sampai pH 8,00

dimaksudkan untuk mengkondisikan sampel seperti yang ada dalam saluran

pencernaan. Serangkaian penelitian menyebutkan proses pencernaan makanan

berjalan paling efektif jika jaringan tubuh dan darah (bukan lambung) dalam

kondisi netral cendrung basa, dengan pH 7,35-7,45 (Apriadji 2002). Demikian

pula inkubasi pada suhu 37 oC selama 15 menit untuk mengkondisikan agar enzim

yang akan ditambahkan terkondisi dengan baik. Penambahan enzim diharapkan

mampu memecah protein menjadi asam amino-asam amino dengan melepaskan

ion-ion H+. Untuk memberikan lingkungan kerja yang optimal dan waktu

berlangsungnya reaksi enzim kimotripsin dilakukan inkubasi kembali pada

suhu 37 oC selama 10 menit.

Secara prinsip pada percobaan ini dianggap bahwa dengan adanya enzim

akan memecah protein menjadi asam amino-asam amino dengan melepaskan ion-

ion H+ sehingga akan mengakibatkan turunnya nila pH. Turunnya nilai pH dalam

kurun waktu tertentu menunjukkan daya cerna protein yang baik. Semakin tajam

turunnya nilai pH semakin baik daya cerna dari protein.

Tabel 12. Nilai daya cerna protein bubur bayi instan terpilih

Jenis bubur Daya cerna (%)

Bubur bayi instan terpilih 89,64

Promina 91,72

Berdasarkan data Tabel 12 maka dapat diketahui bahwa protein pada

bubur bayi instan terpilih memiliki mutu yang baik. Daya cerna protein bubur

bayi terpilih yaitu 89,64 persen. Daya cerna pada bubur bayi komersial memiliki

daya cerna protein yang lebih tinggi yaitu 91,72 persen. Salah satu faktor yang

mempengaruhi daya cerna protein adalah adanya anti nutrisi. Faktor anti nutrisi

tersebut dapat menurunkan daya cerna protein. Selain itu pengolahan juga

mempengaruhi daya cerna protein, misalnya reaksi maillard dan adanya

Page 61: ..

pemanasan (Homisah 1997). Penambahan asam juga dapat mempengaruhi daya

cerna protein (Sukarni et al. 1989).

Selain beberapa faktor di atas, sisi rantai yang berupa asam-asam amino

yang terikat dalam protein dapat bereaksi juga dengan senyawa hasil oksidasi

lemak, dimana lemak yang teroksidasi akan menghasilkan radikal-radikal bebas

(terutama dari asam lemak tidak jenuh), yang kemudian membentuk karbonil atau

peroksida. Kedua senyawa tersebut dapat bereaksi dengan protein membentuk

ikatan silang dalam rantai protein, melalui ikatan protein-lipid, sehingga terjadi

penurunan nilai gizi protein serta kerusakan asam amino-asam amino esensial

(Hutagalung 1998).

4.5.3 Analisis mutu mikrobiologi bubur bayi instan

Analisis mikrobiologi dilakukan dengan menentukan Total Plate Count

(TPC). Analisis kuantitatif mikrobiologi sangat penting dilakukan untuk

mengetahui jumlah mikroba yang terdapat pada bahan pangan yang dihasilkan.

Makanan bayi sangat diperhatikan kehigienisannya, karena makanan bayi

termasuk pada golongan makanan beresiko tinggi. Pada Tabel 13 adalah data

hasil analisis Total Plate Count yang telah dilakukan terhadap bubur bayi instan.

Tabel 13. Nilai Total Plate Count (TPC) bubur bayi instan terpilih

Jenis Bubur TPC (CFU/g)

Bubur bayi instan terpilih 2,85 x 104

Promina 9,2 x 103

Kandungan mikroba yang diperbolehkan berdasarkan SNI 01-3842-1995

adalah 104 CFU/g. Oleh karena itu kandungan mikroba pada bubur bayi instan

terpilih yang dihasilkan melebihi standar yaitu 2,85 x 104 CFU/g. Tingginya

kandungan mikroba pada bubur bayi instan sehingga tidak sesuai dengan standar

karena pembuatan bubur bayi dilakukan secara manual tidak mekanisasi atau

komputerisasi seperti pada perusahaan bubur bayi yang telah ada. Berbeda

dengan hasil uji yang diperoleh pada bubur bayi Promina sebesar 9,2 x 103 CFU/g.

Hal ini disebabkan pada suatu industri dalam proses pembuatannya

memperhatikan Good Manufacturin Processing (GMP) untuk makanan bayi,

Page 62: ..

sehingga makanan bayi yang dihasilkan akan sesuai standar. Walaupun pada

penelitian ini segi mikrobiologi tidak merupakan tujuan utama, tidak berarti mutu

mikrobiologi makanan bayi tidak penting. Mutu mikrobiologi sangat penting dan

hal itu dapat dijadikan perhatian bagi industri makanan bayi yaitu dengan benar-

benar menerapkan Good Manufacturing Processing (GMP) dan Hazard

Analytical Critical Control Point (HACCP).

4.5.4 Penentuan takaran penyajian dan Angka Kecukupan Gizi

Pada penentuan takaran penyajian yang menjadi bahan pertimbangan

utama adalah pemenuhan AKG protein bayi. Kandungan nutrisi per

takaran penyajian ditunjukkan pada Tabel 14. Perhitungan takaran saji bubur bayi

instan terpilih dijelaskan sebagai berikut:

• Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein yang dianjurkan untuk bayi usia

6-12 bulan adalah 20 g per hari (Widia Karya Pangan dan Gizi 1998).

• Jika dalam satu hari dua kali makan, maka protein yang terpenuhi 10 g.

• Jika dalam satu kali makan protein yang ingin dipenuhi dua per tiga dari total

protein, maka asupan protein untuk satu kali makan 6,7 g.

• Protein bubur bayi instan terpilih sebesar 23,17 %

• Maka perhitungan takaran penyajian secara matematis sebagai berikut:

23,17 = 100 6,7 x

x = 28,9 g 30 g bubur bayi instan

Tabel 14. Kandungan nutrisi per takaran penyajian

Bubur bayi terpilih ProminaKomponen gizi

Per 100 g Per 30 g Per 100 g Per 48 g

Protein (%) 23,17 7 14,6 7Lemak (%) 6,46 1,94 6,25 3Karbohidrat (%) 59,87 17,96 70,8 34Energi (kkal) 390,3 117,3 395,8 190

Setelah penentuan takaran penyajian, kemudian dilakukan penentuan

Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran penyajian tersebut. Tabel 15 adalah

Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran penyajian yang dianjurkan, selain itu

Page 63: ..

makanan bayi ini dianjurkan dimakan dua kali sehari kecuali apabila asupan

protein bayi kurang dari pemberian dapat diberikan lebih dari dua kali per hari.

Apabila bayi mengkonsumsi bubur bayi ini per takaran penyajian kebutuhan

proteinnya akan terpenuhi sekitar dua pertiga per hari. Sementara itu perkiraan

berdasarkan kandungan protein pada Air Susu Ibu 1,06 g/100 ml (Packard 1982)

dan volume perut bayi sekitar 300 ml, maka protein yang dapat masuk ke dalam

tubuh bayi diperkirakan antara 2,81-5,62 g per hari atau sekitar satu pertiga dari

AKG. Menurut Albar (2004) bahwa ASI dapat melengkapi satu pertiga atau lebih energi,

protein, zat besi, vitamin A dan vitamin C yang sangat dibutuhkan oleh anak umur 6-12 bulan.

Maka target pemenuhan protein dua pertiga adalah hal yang tepat.

Tabel 15. Pemenuhan Angka Kecukupan Gizi (AKG) protein per takaranpenyajian

Bubur bayi terpilih Promina

Serving size 7 7

AKG 20 20

% AKG 35 35

4.5.5 Uji penerimaan pada bayi

Uji penerimaan bubur bayi instan pada bayi dilakukan terhadap bayi

berumur 6-12 bulan yang dilaksanakan di posyandu Kemuning kecamatan

Cipanas, kabupaten Cianjur. Jumlah bayi yang menerima bubur bayi instan untuk

uji penerimaan sebanyak 15 bayi. Bayi yang baru tiba di posyandu langsung

diberi bubur bayi instan. Bubur bayi instan terlebih dahulu disiapkan dengan

menambahkan air hangat sampai homogen. Idealnya bayi yang akan diberi bubur

bayi instan ini adalah bayi yang belum diberi makanan pendamping sehingga

penerimaan bayi terhadap bubur bayi tersebut menjadi lebih baik. Tetapi,

umumnya bayi yang ada di posyandu sudah diberi sarapan di rumahnya.

Pemberian bubur bayi dilakukan oleh orang tuanya masing-masing. Hal

ini dilakukan karena orang tua dari bayi lebih mengetahui reaksi bayi ketika

menerima atau menolak suatu makanan. Bayi diberi suapan pertama kemudian

kita lihat reaksi bayi tersebut terhadap penerimaan bubur bayi instan. Setelah itu

diberi lagi untuk suapan yang kedua, apakah bayi tersebut menerima bubur bayi

Page 64: ..

instan dengan baik atau tidak. Orang tua dari bayi tersebut akan memberi tahu

apakah bayi tersebut menerima bubur bayi instan dengan baik atau tidak. Selain

itu juga ada bayi yang menolak bubur bayi instan ketika suapan pertama dan

langsung dimuntahkan.

Jumlah bayi yang menerima formula bubur bayi instan adalah 13 bayi

dari 15 panelis bayi. Bayi dapat menerima bubur bayi instan, baik dari segi rasa,

aroma, dan tekstur formula bubur bayi instan. Selain bayi, semua orang tua dari

15 bayi menyatakan suka dengan rasa, aroma, dan tekstur formula bubur bayi

instan hasil percobaan. Bayi yang tidak menerima formula bubur bayi karena

bayi sudah tidak mengkonsumsi bubur bayi walaupun umurnya masih di bawah

12 bulan. Diagram pie uji penerimaan bayi dapat dilihat pada Gambar 10.

87%

13%

terimatolak

Gambar 10. Diagram pie uji penerimaan bayi

Page 65: ..

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Analisis gizi yang diperlukan pada tepung ikan adalah kadar protein,

lemak, dan karbohidrat. Kadar protein untuk tepung tenggiri dan tepung swangi

adalah 84,47 % dan 79,72 %, kadar lemak sebesar 3,73 % dan 3,3 % serta kadar

karbohidrat adalah 1,79 % dan 6,7 %. Berdasarkan analisis tersebut dan

perhitungan nilai gizi untuk formula bubur bayi instan, maka penambahan tepung

ikan yang diperlukan sebesar 9 %. Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan

tepung swangi pengering drum lebih baik dibandingkan formula yang lain. Hal ini

didasarkan pada kadar air, kelarutan, densitas kamba, uji seduh, waktu rehidrasi

dan uji organoleptik. Pada bubur bayi instan terpilih kadar air yang diperoleh

sebesar 4,26 %, jumlah air yang ditambahkan untuk rehidrasi sebanyak 44,3 ml

dan waktu rehidrasi 55,87 detik. Densitas kamba dan kelarutan bubur bayi instan

dari semua perlakuan tidak berbeda nyata. Produk bubur bayi instan terpilih dari

semua perlakuan memiliki nilai daya cerna 89,64 %, dan nilai TPC 2,85x104

CFU/g. Perhitungan takaran saji terhadap bubur bayi terpilih sebesar 30 g,

dengan persen AKG 35 %. Kandungan protein, lemak, karbohidrat, dan jumlah

energi bubur bayi instan terpilih berturut-turut dalam 100 g bahan adalah 23,17 %,

6,46 %, 59,87 % dan 390,3 kkal. Hasil uji penerimaan terhadap 15 orang bayi,

ternyata sebanyak 13 orang bayi dapat menerima bubur bayi dengan baik.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah:

1) Perlu diteliti lebih lanjut mengenai nilai gizi dari bubur bayi instan dengan

pencampuran kering.

2) Penambahan lesitin agar sifat instan produk lebih baik.

3) Panelis uji hedonik bubur bayi instan sebaiknya dilakukan oleh ibu-ibu yang

mempunyai bayi.

4) Perlu diteliti lebih lanjut mengenai metodologi uji penerimaan bayi sebaiknya

cara pemberian MP ASI pada bayi, khususnya mengenai takaran penyajian

dan waktu pemberian bubur bayi instan.

Page 66: ..

DAFTAR PUSTAKA

Albar H. 2004. Makanan pendamping ASI. Bagian Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin/ Rumah Sakit Umum Pusatdr. Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan. http:// www.kalbe.co.id/files/cdk/files/145_15MakananPendampingAsi.pdf/145_15MakananPendampingAsi.html. [28 Juli 2007].

Almatsier S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama.

Anonim. 2003. Pengetahuan dan perilaku ibu rumah tangga yang memiliki anakberusia di bawah dua tahun tentang pemberian Makanan Pendamping ASIdi kelurahan Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur. http://www.tempointeraktif.com/medika/arsip/052003/Nusa/med,200305-17,id.html. [17 Agustus2007]

Anonim. 2007. http://www.google.co.id/search?q=potensi+tenggiri&hl=id&cr=countryID&start=10&sa=N. [21 April 2007].

Apriadji WH. 2002. Food combining, jurus baru untuk langsing dan sehat. Sedapsekejap, Edisi I. III; jan.

Arsdel WB, Copley MS. 1964. Food Dehydration, 2nd Edition. Wesport,Conecticut: The AVI Publishing Company, Inc.

Astawan M. 2000. Persyaratan Gizi MP-ASI. Dalam. Sugiyono (Ed). ModulStudi Operasional Pengadaan MP-ASI Lokal Melalui PemberdayaanAgroindustri Kecil dalam Rangka Peningkatan Status Gizi Baduta SecaraTerpadu. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

[BPPMHP] Balai Pengembangan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan. 2005.Laporan Analisa Komposisi Kimia Ikan. Jakarta: Departemen Kelautan danPerikanan.

Brennan JG. 1974. Food Engineering Operations. London: Applied SciencePubl, Ltd.

Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wootton M. 1987. Ilmu Pangan.Penerjamah: Adiono dan Hari Purnomo. Jakarta: UI Press. Terjemahandari: Food Science.

Budiman I. 2006. Teknologi Penangkapan dan Pengembangan Usaha PerikananTenggiri di Kabupaten Belitung: Suatu Pendekatan Sistem BisnisPerikanan. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Codex Alimentarius Commision. 1991. Guideine for Formulated SuplementaryFoods for Older Infant and Young Children.

[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Statistik Kelautan danPerikanan Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.

Eckles CH, Combs WB, Macy H. 1951. Milk and Milk Product. New York:Mc Graw Hill Inc.

Page 67: ..

Fatmawati S. 2004. Formulasi Bubur Bayi Berprotein Tinggi dan KayaAntioksidan dari Tepung Kecambah Kacang Tunggak (Vigna unguiculata)untuk Makanan Pendamping ASI. [skripsi]. Bogor: Teknologi Pangan danGizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Fellow . 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. New York:CRC Press.

Fellow PJ, Ellis. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice.London: Ellis Horwood.

Frandsen JH, Arbuckle WS. 1961. Ice Cream and Related Product. 3th edition.Wesport, Conecticut: AVI Publishing Company, Inc.

Hartomo AJ, Widiatmoko MC. 1993. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin.Yogyakarta: Andi Offset.

Hofvander, Undrwood BA. 1987. Processed suplementary foods for older infantand young children, with spesial reference to developing countries. FoodNutrition. Bul.9(1).

Husaini E, Suryana, Darwin K. 1984. Pertumbuhan Bayi Sejak Lahir SampaiBerumur 12 Bulan. Bogor: Puslitbang Gizi, Depkes.

Hutagalung SU. 1998. Mempelajari mutu biologis protein dan mutu organoleptiktahu dengan dan tanpa menggunakan formalin. [skripsi]. Bogor: GiziMasyarakat dan Sumberdaya Keluarga, FAPERTA. IPB.

Izza F. 2005. Pengembangan produk serpihan telur kering sebagai bahanpelengkap pada mie instan. Bogor: Teknologi Pangan dan Gizi. FATETA.IPB.

Karta I. 2006. Tepung beras, kenapa oh kenapa. http://irvankarta. bogspot. com/2006/03/tepung-beras-kenapa-oh-kenapa.html. [4 Januari 2008]

Ketaren S. 1986. Peran Lemak Dalam Bahan Pangan. Bogor: Fakultas TeknologiPertanian, Institut Pertanian Bogor.

Manihuruk V. 2006. Ikan, Protein Penuh Khasiat. http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2006/092006/23/1001.htm. [7 April 2007].

Marabi A, Saguy IS. 2004. Effect of porosity on rehydration of dry particulate.Journal of The Science of Food an Agriculture. 84(10):1105-1110.

Mardiyanti M. 2005. Substitusi Tepung Ikan dengan Bungkil Kedelai dalamRansum yang Mengandung Ampas Teh (Camelia sinensis) terhadapPerforman Domba Lokal Jantan. [skripsi]. Bogor: Nutrisi dan MakananTernak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Marliyati SA. 2007. Boleh kok, si kecil diberi makanan instan. http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg05956.html.[3 Desember 2007]

Moore JG. 1995. Drum Drier. Dalam. Mujundar AS (Ed). Handbook ofIndustrial Drying. New York: Marcell Dekker.

Packard VS. 1982. Human Milk and Infant Formula. New York: AcademicPress.

Page 68: ..

Pauziah R. 2002. Daya Terima Konsumen dan Sifat Fisiko-Kimia Bakso DagingSapi pada Tiga Tingkat Suhu Pengeringan Beku. [skripsi]. Bogor: IlmuProduksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Perdana D. 2003. Dampak Penerapan ISO 9001 terhadap Peningkatan mutuBerkesinambungan pada Proses Produksi Bubur Bayi Instan di PT GizindoPrima Nusantara. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.

Potter N. 1980. Food Science. Westport: The AVI Publishing Company Inc.

Prihantoro S. 2003. Pengembangan Produk Nugget Berbasis Sayuran denganBahan Pengikat Tepung Beras sebagai Pangan Fungsional. [skripsi]. Bogor:Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Richardson. 1846. http://www.annual.sp2000.org/show_spesies_detail.php. [21 April 2007]

Riyanto I. 2006. Analisis kadar daya cerna dan karakterisitik protein dagingayam kampung dan hasil olahannya. Bogor: Teknologi Hasil Ternak.FAPET. IPB.

Rosdiana I. 2005. Mempelajari Pengaruh Pencucian Daging dan PenambahanMinyak Nabati terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Pasta Daging Domba.[skripsi]. Bogor: Ilmu Produksi dan Teknologi Perternakan. FakultasPeternakan. IPB.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Vol I dan II. Bandung:Binacipta. 508 hal.

Samsudin. 1995. Peranan Makanan Tradisional dalam Tumbuh Kembang danAnak. Dalam. FG Winarno, NL Puspitasari, F Kusnandar (eds). WKNPGKhasiat Tradisional (hal 29-41). Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI.

SNI 01-3842-1995. Persyaratan Mutu Makanan Bayi. Dewan StandardisasiNasional.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan HasilPertanian. Jakarta: Bahatara Karya Aksara.

Soenaryo E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Bogor: JurusanTeknologi Pangan dan Gizi. FATETA. IPB.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta: Gajah MadaUniversity Press.

Sugiyono. 2000. Operasional Pengadaan MP-ASI Lokal Melalui PemberdayaanAgroindustri Kecil dalam Rangka Peningkatan Status Gizi Baduta SecaraTerpadu. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono, Soekarto ST, Hariyadi P. Kajian optimasi teknologi pengolahan berasjagun instan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15(2):119-128.

Sukarni, Kustiyah ML, A Sulaiman. 1989. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.Diktat Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor:FAPERTA. IPB.

Tambuan AH, Manalu LP. 2000. Mekanisme pengeringan beku produkpertanian. Jurnal Sain dan Teknologi Indonesia. 2(3): 66-74.

Page 69: ..

Toledo RT. 1991. Fundamental of Food Processing Engineering. New York:Chapman and Hall.

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

Widya Karya Pangan dan Gizi. 1998. risalah Widya Karya Pangan dan Gizi IV.Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Wirakartakusumah MA, Hermanianto D, Andarwulan N. 1989. BahanPengajaran: Prinsip Teknik Pangan. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Bogor: Pusat Antar UniversitasPangan dan Gizi. Iinstitut Pertanian Bogor.

Yoanasari QT. 2003. Pembuatan bubur bayi instan dari pati garut. [skripsi].Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Yudistira. 1999. Analisis Karakteristik Pengeringan Beku dan Menentukan NilaiSifat Transpor Pasta Jahe (Zingeber officinale. Rosc.) Kering Beku. [tesis].Bogor: Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Page 70: ..

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data mentah uji organoleptikTabel 1a. data mentah organoleptik warnaPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4

6 6 6 7 5 5 4 6 6 5 5 5 56 6 6 6 3 5 5 6 6 6 5 4 46 7 7 7 4 5 6 7 7 6 5 4 56 3 5 5 2 3 2 6 7 6 5 3 37 7 5 6 3 3 4 5 5 5 3 2 46 6 5 4 5 4 5 6 5 5 5 5 56 4 5 5 6 6 6 6 6 5 6 6 67 7 7 7 5 5 6 7 7 7 6 6 65 5 5 5 6 5 6 4 4 5 5 6 66 7 7 7 4 4 6 7 7 7 5 6 57 7 5 6 5 6 5 6 6 7 7 6 66 6 5 5 5 5 4 6 6 6 6 5 56 5 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 66 6 6 6 5 5 5 6 6 6 5 5 56 6 6 6 6 5 5 6 6 6 5 5 5

Tabel 1b. data mentah organoleptik aromaPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4

7 5 7 6 6 6 5 3 7 5 6 6 56 6 6 5 6 6 6 5 6 5 5 6 66 6 5 6 6 6 7 6 6 6 7 7 66 2 4 5 5 5 5 2 3 2 5 6 46 6 6 6 5 4 5 3 3 4 4 3 56 4 5 6 5 4 4 6 5 5 5 5 56 4 5 5 5 6 6 6 6 5 5 6 67 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 5 57 4 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 46 4 5 5 5 4 5 4 7 5 4 4 47 6 4 4 6 5 3 4 3 6 6 5 55 5 3 4 5 6 4 4 5 5 5 6 45 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 46 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 56 5 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Page 71: ..

Tabel 1c. data mentah organoleptik rasaPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4

7 5 6 6 5 4 4 5 6 5 6 6 66 6 6 6 6 5 5 6 6 6 6 6 67 6 5 6 7 6 4 4 5 5 6 6 76 2 4 5 5 5 6 3 3 3 4 6 56 5 4 5 6 5 6 5 5 5 6 3 56 4 4 4 2 4 2 3 2 4 2 3 27 3 5 3 6 7 5 6 5 4 6 6 67 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 63 5 6 6 4 4 5 6 5 5 5 4 56 4 4 4 4 4 4 4 7 4 5 4 67 6 6 6 3 6 6 6 4 6 4 7 64 5 3 4 6 5 5 4 6 3 3 5 44 4 3 4 4 5 5 3 3 4 5 4 56 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 56 6 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5

Tabel 1d. Data mentah organoleptik teksturPromina F1 F1 F1 F2 F2 F2 F3 F3 F3 F4 F4 F4

6 6 7 6 6 7 5 6 6 6 6 6 66 6 6 6 6 6 5 6 6 6 6 6 66 7 5 6 6 5 6 7 6 7 7 6 66 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 65 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 3 46 4 5 4 4 4 5 5 4 5 5 5 46 4 4 5 6 6 6 6 6 5 5 5 57 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 66 6 5 6 5 5 5 5 5 6 5 5 56 6 6 6 5 5 6 6 7 6 5 5 67 6 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 54 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 56 6 6 6 6 7 6 6 6 6 6 7 76 6 5 6 5 6 6 6 6 6 6 5 66 6 5 6 5 6 6 6 6 6 6 5 6

Keterangan:F1 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan tenggiri pengering bekuF2 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan tenggiri pengering drumF3 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan swangi pengering bekuF4 = Bubur bayi dengan penambahan tepung ikan swangi pengering drum

Page 72: ..

Lampiran 2. Uji statistik organoleptik

Tabel 2a. Uji Kruskal-Wallis

Ranksperlakuan N Mean Rank Perlakuan N Mean Rank

warna F1 45 108.82 rasa F1 45 88.08F2 45 63.17 F2 45 90.91F3 45 116.59 F3 45 83.14F4 45 73.42 F4 45 99.87Total 180 Total 180

aroma F1 45 91.92 tekstur F1 45 90.62F2 45 98.87 F2 45 86.36F3 45 80.71 F3 45 99.40F4 45 90.50 F4 45 85.62Total 180 Total 180

Test Statistics(a,b)warna aroma rasa tekstur

Chi-Square 37.867 3.082 2.665 2.417df 3 3 3 3Asymp. Sig. .000 .379 .446 .490

a Kruskal Wallis Testb Grouping Variable: perlakuan

Tabel 2b. Uji lanjut multiple comparisson

Dependent Variable: warnaTukey HSD(I)perlakuan

(J)perlakuan

Mean Difference(I-J)

Std.Error Sig.

95% ConfidenceInterval

LowerBound

UpperBound

F1 F2 1.000(*) .203 .000 .47 1.53F3 -.133 .203 .913 -.66 .39F4 .733(*) .203 .002 .21 1.26

F2 F1 -1.000(*) .203 .000 -1.53 -.47F3 -1.133(*) .203 .000 -1.66 -.61F4 -.267 .203 .554 -.79 .26

F3 F1 .133 .203 .913 -.39 .66F2 1.133(*) .203 .000 .61 1.66F4 .867(*) .203 .000 .34 1.39

F4 F1 -.733(*) .203 .002 -1.26 -.21F2 .267 .203 .554 -.26 .79F3 -.867(*) .203 .000 -1.39 -.34

* The mean difference is significant at the .05 level.

Page 73: ..

Lampiran 3. Data uji kadar air bubur bayi instan

Tabel 3a. Data kadar air bubur bayi F1

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 2,4156 3,2598 2,7033 2,7730 4,1030 3,2292Berat cawan + contoh(g)

4,21725 5,2899 4,7103 4,7919 5,2242 4.3230

Berat contoh (g)/ W1 2,0569 2,0301 2,0065 1,0189 1,1212 1,0938Berat cawan + contohkering (g)

4,3720 5,1694 4,5865 4,7153 5,1589 4,2542

Berat contoh kering (g)/W2

1,9564 1,9096 1,8832 0,9423 1,0559 1,0250

Kadar air (%) 4,8860 5,9357 6,145 7,5179 5,8241 6,2900

Tabel 3b. Data kadar air bubur bayi F2

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 3,2510 2,6461 2,7426 2,5241 2,4731 3,2583Berat cawan + contoh(g)

5,2836 4,6493 4,7577 4,5428 3,5047 4,2759

Berat contoh (g)/ W1 2,0326 2,0032 2,0151 2,0187 1,0316 1,0176Berat cawan + contohkering (g)

5,1901 4,5651 4,6759 4,4627 3,4634 4,2313

Berat contoh kering (g)/W2

1,9391 1,9190 1,9333 1,9836 0,9903 0,9790

Kadar air (%) 4,6002 4,2033 4,0594 3,9679 4,0035 3,7932

Tabel 3c. Data kadar air bubur bayi F3

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 3,2538 2,7039 3,3633 3,0170 2,8047 3,1609Berat cawan + contoh(g)

5,2936 4,7707 5,4448 5,1582 3,8256 4,1924

Berat contoh (g)/ W1 2,0398 2,0398 2,0815 2,0872 1,0209 1,0315Berat cawan + contohkering (g)

5,2057 4,6348 5,3239 5,0955 3,7556 4,1173

Berat contoh kering(g)/ W2

1,9719 1,9039 1,9606 1,9745 0,9509 0,9564

Kadar air (%) 5,1606 6,06624 5,8083 5,3996 6,8567 7,2807

Page 74: ..

Tabel 3d. Data kadar air bubur bayi F4

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat cawan (g) 2,8160 5,1114 2,7959 2,6859 2,8631 4,0981Berat cawan + contoh(g)

4,8646 7,1361 4,8196 4,7620 3,8970 5,1860

Berat contoh (g)/ W1 2,0486 2,0247 2,0237 2,0761 1,0339 1,0879Berat cawan + contohkering (g)

4,7767 7,0448 4,7305 4,6738 3,855 5,1413

Berat contoh kering (g)/W2

1,9607 1,9334 1,9346 1,9879 0,9928 1,0432

Kadar air (%) 4,2907 4,5093 4,4028 4,2484 3,9752 4,0188

kadar air = [(W2-W1)/ W1] X 100%

Page 75: ..

Lampiran 4. Data uji kelarutan bubur bayi instant

Tabel 4a. Data kelarutan bubur bayi F1

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 2Penepatan duplo

1 2 1 2 1 3Berat sampel awal(g)/ A

2,0307 2,0307 2,0009 2,0009 2,0058 2,0058

Berat cawan (g)/ B 21,8749 23,6321 23,7821 17,2511 21,6317 15,1770Berat sampel 2 (g)/C

5,0494 5,0478 5,0811 5,0921 5,0060 5,0794

Berat cawan +padatan (g)/ D

21,9137 23,6699 23,8179 17,2858 21,6650 15,2147

Kelarutan (%) 38,21 37,23 35,78 34,68 33,20 37,59

Tabel 4b. Data kelarutan bubur bayi F2

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat sampel awal (g)/A

2,0680 2,0680 2,0365 2,0365 2,0085 2,0085

Berat cawan (g)/ B 5,5287 6,6499 20,3855 18,9229 3,1682 5,0855Berat sampel 2 (g)/ C 5,0386 5,0474 5,0902 5,0220 5,447 5,0397Berat cawan + padatan(g)/ D

5,5662 6,6888 20,3769 18,9614 3,2065 5,1244

Kelarutan (%) 36,27 37,6 37,71 37,81 38,14 38.74

Tabel 4c. Data kelarutan bubur bayi F3

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat sampel awal(g)/ A

2,0319 2,0319 2,0019 2,0019 2,0052 2,0552

Berat cawan (g)/ B 22,2083 20,0144 19,6884 24,2012 20,2773 3,1627Berat sampel 2 (g)/C

5,0173 5,0678 5,0590 5,0830 5,0245 5,0998

Berat cawan +padatan (g)/ D

22,2414 20,0506 19,7250 24,2393 20,3186 3,2088

Kelarutan (%) 32,58 35,63 36,57 38,06 41,19 45,98

Page 76: ..

Tabel 4d. Data kelarutan bubur bayi F4

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3Penepatan duplo

1 2 1 2 1 2Berat sampel awal (g)/ A 2,0386 2,0386 2,0701 2,0701 2,0138 2,0138Berat cawan (g)/ B 23,4602 3,1683 3,1930 2,9306 4,5292 3,7487Berat sampel 2 (g)/ C 5,0241 5,1047 5,0223 5,0774 5,0301 5,0079Berat cawan + padatan(g)/ D

23,4976 3,2322 3,2028 2,9703 4,5662 3,7844

Kelarutan (%) 36,69 62,69 14,88 38,36 36,75 35,46

Kelarutan = 20 x (D-B) x 100% A

Page 77: ..

Lampiran 5. Uji seduh bubur bayi instan (per 100 g bahan)

Tabel. Uji seduh

sampelulangan

1ulangan

2ulangan

3rata-rata

F1 (ml) 17 16.5 17 16.83F2 (ml) 23 21.5 21.5 22.00F3 (ml) 16.5 17 16.5 16.67F4 (ml) 22.5 22 22 22.17

Page 78: ..

Lampiran 6. Waktu penyajian bubur bayi instan

Tabel. Waktu penyajian

sampelulangan1

ulangan2

ulangan3

rata-rata

F1 (dtk) 61 62 61.2 61.40F2 (dtk) 57 56.2 56.4 56.53F3 (dtk) 64.8 63.2 60.2 62.73F4 (dtk) 54 56.6 57 55.87

Page 79: ..

Lampiran 7. Densitas kamba bubur bayi instan

Tabel. Densitas kambaUlangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Sampel 1 2 1 2 1 2F1 (g) 45.00 43.00 46.00 44.00 44.00 42.00F2 (g) 41.50 40.00 44.00 42.00 43.00 41.00F3 (g) 43.00 41.00 44.00 45.00 41.00 41.00F4 (g) 41.80 41.00 43.00 41.00 41.00 42.00

Densitas kamba = berat sampel/ 100 ml

Page 80: ..

Lampiran 8. Analisis sidik ragam uji sifat fisik

Tabel 8a. Analisis sidik ragam kadar airTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: d.kamba

SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .001(a) 3 .000 1.917 .205Intercept 2.176 1 2.176 13056.050 .000ALAT .001 1 .001 4.050 .079TEPUNG .000 1 .000 1.250 .296ALAT * TEPUNG 7.500E-05 1 7.500E-05 .450 .521Error .001 8 .000Total 2.178 12Corrected Total .002 11

a R Squared = .418 (Adjusted R Squared = .200)

Tabel 8b. Analisis sidik ragam kelarutanTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: kelarutan

SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 5.011(a) 3 1.670 .852 .504Intercept 16235.428 1 16235.428 8280.178 .000ALAT 4.332 1 4.332 2.209 .175TEPUNG .211 1 .211 .107 .751ALAT * TEPUNG .468 1 .468 .239 .638Error 15.686 8 1.961Total 16256.125 12Corrected Total 20.697 11

a R Squared = .242 (Adjusted R Squared = -.042)

Tabel 8c. Analisis sidik ragam densitas kambaTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: d.kamba

SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .001(a) 3 .000 1.917 .205Intercept 2.176 1 2.176 13056.050 .000ALAT .001 1 .001 4.050 .079TEPUNG .000 1 .000 1.250 .296ALAT * TEPUNG 7.500E-05 1 7.500E-05 .450 .521Error .001 8 .000Total 2.178 12Corrected Total .002 11

a R Squared = .418 (Adjusted R Squared = .200)

Page 81: ..

Tabel 8d. Analisis sidik ragam uji seduhTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: jumlah air

SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 341.667(a) 3 113.889 113.889 .000Intercept 18096.333 1 18096.333 18096.333 .000alat 341.333 1 341.333 341.333 .000tepung .000 1 .000 .000 1.000alat * tepung .333 1 .333 .333 .580Error 8.000 8 1.000Total 18446.000 12Corrected Total 349.667 11

a R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .969)

Tabel 8e. Analisis sidik ragam waktu penyajianTests of Between-Subjects EffectsDependent Variable: jumlah waktu

SourceType III Sumof Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 106.587(a) 3 35.529 16.602 .001Intercept 41961.013 1 41961.013 19607.950 .000alat 103.253 1 103.253 48.249 .000tepung .333 1 .333 .156 .703alat * tepung 3.000 1 3.000 1.402 .270Error 17.120 8 2.140Total 42084.720 12Corrected Total 123.707 11

a R Squared = .862 (Adjusted R Squared = .810)

Page 82: ..

Lampiran 9. Data analisis proksimat bubur bayi terpilih

Tabel 9a. Data analisis kadar air bubur bayi terpilih

Beratcawan (g)

Berat cawan +contoh (g)

Beratcontoh (g)

Berat contohkering (g)

Kadarair (%)

6,6316 11,6424 5,0108 4,7369 5,61Ulangan 12,5553 7,6114 5,0561 4,7758 5,542,6047 7,6835 5,0788 4,8058 5,38Ulangan 22,4600 7,5341 5,0741 4,8015 5,38

Tabel 9b. Data analisis kadar abu bubur bayi terpilih

Beratcawan (g)

Berat cawan+ contoh (g)

Beratcontoh (g)

Berat cawan+ abu (g)

Kadarabu (%)

18,6143 23,7048 5,0905 18,8732 5,09Ulangan 123,4536 28,4595 5,0059 23,7038 4,9916,1666 21,3083 5,0417 16,4190 5,01Ulangan 218,9078 23,9097 5,0019 19,1578 5,00

Tabel 9c. Data analisis kadar protein bubur bayi terpilih

Ml HCl 0.0244NBerat contoh(g) Blanko Contoh

Protein (%)

0.1218 0 13.2 23.15Ulangan 10.1255 0 13.3 22.640,1267 0 13,8 23,27Ulangan 20,1140 0 12,6 23,61

Tabel 9d. Data analisis kadar lemak bubur bayi terpilih

Berat labu(g)

Beratcontoh (g)

Berat labu+ lemak(g)

Beratlemak (g)

Kadarlemak (%)

107,1724 5,0741 107,4936 0,3212 6,33Ulangan 1107,1560 5,0513 107,4005 0,2445 4,84106,3553 5,0785 106,7845 0,4292 8,45Ulangan 2107,1108 5,0241 107,4421 0,3313 6,59

Page 83: ..

Lampiran 10. Data analisis daya cerna protein bubur bayi terpilih

Tabel. Data analisis daya cerna protein

Beratsampel (g)

TitrasiHCl0,021073371 N

Proteinsisa (%)

Kadarprotein(%)

Dayacernaprotein(%)

0,2105 3,05 2,58 24,65 89,53Ulangan 10,2578 3,5 2,43 24,26 89,980,2699 2,5 2,6 24,80 89,52Ulangan 20,2682 3,9 2,61 24,87 89,50

Daya cerna protein = [(kadar protein – protein sisa)/ kadar protein] x 100 %