50504752 Referat Creeping Eruption
Click here to load reader
-
Upload
diena-deviany -
Category
Documents
-
view
354 -
download
3
Transcript of 50504752 Referat Creeping Eruption
1 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan YME, atas berkat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat dengan judul “Cutaneus Larva Migrans“. Referat ini
dibuat untuk memenuhi syarat dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah di RS. Mardi Rahayu,
Kudus.
Penulis mengungkapkan banyak terima kasih kepada para dosen pembimbing kepaniteraan
ilmu penyakit kulit dan kelamin di RS. Mardi Rahayu, Kudus. Tanpa bimbingan dan sarannya, penulis
tidak dapat menyelesaikan referat ini tepat pada waktunya.
Penulis berharap referat ini dapat menjadi karya yang sangat berguna bagi para pembacanya.
Dengan rendah hati, penulis mengharapkan atas kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan referat ini.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam pekerjaan referat ini, terima kasih.
Jakarta, 8 Maret 2011
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
2 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
BAB I
PENDAHULUAN
Cutaneus Larva Migran (CLM) adalah penyakit infeksi kulit parasit yang sudah dikenal sejak
tahun 18741. Awalnya ditemukan pada daerah – daerah tropikal dan subtropikal beriklim hangat, saat
ini karena kemudahan transportasi keseluruh bagian dunia, penyakit ini tidak lagi dikhususkan
pada daerah – daerah tersebut2. Creeping itch atau rasa gatal yang menjalar, merupakan
karakteristik utama dari CLM3.
Faktor resiko utama bagi penyakit ini adalah kontak dengan tanah lembab atau berpasir, yang
telah terkontaminasi dengan feces anjing atau kucing1. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak –
anak dibandingkan pada orang dewasa. Pada orang dewasa, faktor resiko nya adalah pada tukang
kebun, petani, dan orang – orang dengan hobi atau aktivitas yang berhubungan dengan tanah
lembab dan berpasir2.
CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau
terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi sistemik merupakan terapi yang
terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topical.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
3 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI DAN ETIOLOGI
Cutaneus larva migrans adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok – kelok, progresif,
akibat larva yang kesasar1,3. Sedangkan creeping eruption, istilah ini digunakan pada kelainan kulit yang
merupakan peradangan berbentuk linear atau berkelok – kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh
invansi larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing1.
Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis migrans4,
sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan ditanah pasir atau di pantai), atau
strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).
Etiologies umum dan di mana parasit dari kulit larva migrans (CLM) yang paling sering ditemukan
adalah sebagai berikut:
braziliense Ancylostoma (cacing tambang dan domestik anjing liar dan kucing) adalah
penyebab paling umum. Hal ini dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan,
Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia.
Ancylostoma caninum (cacing tambang anjing) ditemukan di Australia.
Uncinaria stenocephala (cacing tambang anjing) ditemukan di Eropa.
Bunostomum phlebotomum (ternak cacing tambang)
Etiologies Langka meliputi:
Ancylostoma ceylonicum
Ancylostoma tubaeforme (cacing tambang kucing)
Necator americanus (cacing tambang manusia)
Strongyloides papillosus (parasit domba, kambing, dan sapi)
Strongyloides westeri (parasit kuda)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
4 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
Ancylostoma duodenale
Pelodera (Rhabditis) strongyloides 4
II.2. PATOGENESIS
Penyebab utama adalah larva yang berasal dari cacing tambang binatang anjing dan kucing,
yaituAncylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum. Selain itu dapat pula disebabkan oleh
larva dari beberapa jenis lalat, seperti Castrophillus (the horse bot fly) dan cattle fly. Biasanya larva
ini merupakan stadium ketiga siklus hidup. Nematoda hidup pada hospes (anjing, kucing atau babi),
ovum terdapat pada kotoran binatang dan karena kelembapan berubah menjadi larva yang mempu
mengadakan penetrasi kekulit. Larva ini tinggal di kulit berjalan – jalan tanpa tujuan sepanjang
dermo – epidermal, setelah beberapa jam atau hari, akan timbul gejala di kulit4.
Reaksi yang timbul pada kulit, bukan diakibatkan oleh parasit, tetapi disebabkan oleh reaksi
inflammasi dan alergi oleh sistem immun terhadap larva dan produknya3. Pada hewan, Larva ini
mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam.
Sedangkan pada manusia, larva memasuki kulit melalui folikel, fissura atau menembus kulit utuh
menggunakan enzim protease, tapi infeksi nya hanya terbatas pada epidermis karena tidak memiliki
enzym collagenase yang dibutuhkan untuk penetrasi kebagian kulit yang lebih dalam2.
II.3. GEJALA KLINIS
Masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas4. Mula – mula , pada point of
entry, akan timbul papul, kemudian diikuti oleh bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau
berkelok – kelok (snakelike appearance – bentuk seperti ular) yang terasa sangat gatal, menimbul
dengan lebar 2 – 3 mm, panjang 3 – 4 cm dari point of entry, dan berwarna kemerahan2,3,4. Adanya
lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan larva tersebut telah berada dikulit selama beberapa jam
atau hari4. Rasa gatal dapat timbul paling cepat 30 menit setelah infeksi, meskipun pernah dilaporkan
late onset dari CLM2.
Perkembangan selanjutnya papul merah ini menjalar seperti benang berkelok- kelok,
polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa
sentimeter dan bertambah panjang beberapa milimeter atau beberapa sentimeter setiap harinya4.
Umumnya pasien hanya memiliki satu atau tiga lintasan dengan panjang 2 – 5 cm. Rasa gatal
biasanya lebih hebat pada malam hari, sehingga pasien sulit tidur. Rasa gatal ini juga dapat berlanjut,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
5 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
meskipun larva telah mati.
Terowongan yang sudah lama, akan mengering dan menjadi krusta, dan bila pasien sering
menggaruk, dapat menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder. Larva nematoda dapat
ditemukan terperangkap dalam kanal folikular, stratum korneum atau dermis.Tempat predileksi
adalah di tempat – tempat yang kontak langsung dengan tanah, baik saat beraktivitas, duduk,
ataupun berbaring, seperti di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong dan paha juga di bagian tubuh di
mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada6.
Gambar 1. Pasien yang berjemur telanjang di sebuah pantai di Martinique disajikan dengan klasik,
erythematous, saluran serpiginosa di tumit kiri.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
6 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
Gambar 2. Larva migrans kulit di jempol kanan.
Gambar 3. Larva migrans kulit di paha kiri.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
7 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
II.4. DIAGNOSIS
Berdasarkan bentuk yang khas, yakni terdapatnya kelainan seperti benang yang lurus atau
berkelok – kelok, menimbul dan terdapat papul atau vesikel di atasnya4.
II.5. DIAGNOSIS BANDING
Skabies: Pada skabies terowongan yang terbentuk tidak sepanjang seperti pada penyakit ini
Dermatofitosis : Bentuk polisiklik menyerupai dermatofitosis
Dermatitis insect bite : Pada permulaan lesi berupa papul, yang dapat menyerupai insect bite
Herpes zooster : Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, papul – papul lesi dini dapat
menyerupai herpes zooster stadium permulaan4
II.6. PROGNOSA
Penyakit ini dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
Pengobatan dimaksudkan untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi rasa
ketidaknyamanan pasien. Umumnya pengobatan selalu memberikan hasil yang baik5.
II.7. MORTALITAS
Mortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva migran
sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka panjang
apapun3.
II.8. MORBIDITAS
Morbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi bakterial sekunder.
Sangat jarang sekali, dapat terjadi migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus, yang dapat
menyebabkan pneumonitis (Loeffler’s Syndrome), enteritis, myositis (nyeri otot)3
II.9. PENCEGAHAN
Di Amerika serikat, telah dilakukan de-worming atau pemberantasan cacing pada anjing dan
kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini5. Larva cacing umumnya
menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi, karena itu penting sekali memakai alas
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
8 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
kaki, dan menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun dengan tanah5,6.
II.10. PENATALAKSANAAN
Modalitas topikal seperti spray etilklorida, nitrogen cair, fenol, CO2 snow, piperazine citrate,
dan elektrokauter umumnya tidak berhasil sempurna, karena larva sering tidak lolos atau tidak mati.
Demikian pula kemoterapi dengan klorokuin, dietiklcarbamazine dan antimony jugatidak berhasil.
Terapi pilihan saat ini adalah dengan preparat antihelmintes baik topikal maupun sistemik2,7,8.
SISTEMIK (ORAL)
1. Tiabendazol (Mintezol), antihelmintes spektrum luas. Dosis 50 mg/kgBB/hari, sehari 2 kali,
diberikan berturut – turut selama 2 hari. Dosis maksimum 3 gram sehari, jika belum sembuh
dapat diulangi setelah beberapa hari. Sulit didapat. Efek sampingnya mual, pusing, dan
muntah4.
2. Solusio topikal tiabendazol dalam DMSO, atau suspensi tiabendazol secara oklusi selama 24
– 48 jam4. Dapat juga disiapkan pil tiabendazol yang dihancurkan dan dicampur dengan
vaseline, di oleskan tipis pada lesi, lalu ditutup dengan band-aid/kasa. Campuran ini
memberikan jaringan kadar antihelmints yang cukup untuk membunuh parasit, tanpa
disertai efek samping sistemik.
3. Albendazol (Albenza), dosis 400mg dosis tunggal, diberikan tiga hari berturut – turut4.
4. Ivermectin (Stromectol)
AGEN PEMBEKU TOPIKAL
1. Cryotherapy dengan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit,
selama 2 hari berturut – turut4.
2. Nitrogen liquid4
3. Kloretil spray, yang disemprotkan sepanjang lesi. Agak sulit karena tidak diketahui secara
pasti dimana larva berada, dan bila terlalu lama dapat merusak jaringan disekitarnya4.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
9 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
4. Direkomendasikan pula penggunaan Benadryl atau krim anti gatal (Calamine lotion atau
Cortisone) untuk mengurangi gatal4.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
10 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
BAB II
KESIMPULAN
Cutaneous larva migrans (CLM) adalah penyakit kulit pada manusia disebabkan oleh
berbagai larva nematoda parasit, yang paling umum adalah Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum. CLM dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi
sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi sistemik
merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topical.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana
11 | C u t a n e u s L a r v a M i g r a n s
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Cutaneous Larva Migrans: The Creeping Eruption. Diunduh
dari www.emedicine.com, November 2009.
2. Jusych, LA. Douglas MC.Cutaneous Larva Migrans: Overview, Treatment and Medication.
Diunduh dariwww.emedicine.com. Maret 2011. Update terakhir 20 November 2009.
3. Anonymous. Clinical Presentation in Humans. Diunduh dari
www.stanford.edu/group/parasites/parasites2002/cutaneous_larva_migrans/clinical
%20presentation.html, 29 Desember 2009.
4. Aisah, Siti. 2008. Creeping Eruption, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke 5. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. Hal 125 – 126
5. Dugdale,DC. Creeping Eruption. Diunduh dari
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001454.htm . Update terakhir 12 Maret 2008
6. Anonymous. Cutaneous Larva Migrans. Diunduh
dari www.en.wikipedia.org/wiki/Cutaneous_larva_migrans
7. Emmy dkk. 2005. Creeping Eruption, Penyakit Kulit yang Umum di Indonesia, Sebuah
Panduan Bergambar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : PT Medical
Multimedia Indonesia. Hal 71
8. Siregar, R.S. 2004. Creeping Eruption, Saripati Penyakit Kulit. Edisi ke 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran, EGC. Hal 172.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin – RS Mardi Rahayu, KudusIvon Septriyana