4662-6374-1-PB (1)
-
Upload
alen-alicesingal-havelaar -
Category
Documents
-
view
200 -
download
2
Transcript of 4662-6374-1-PB (1)
Hubungan Pre Menstrual Syndrome dengan Tingkat Kecemasan pada Remaja
Herwinda Octaviana Presti1, Warih Andan Puspitosari2
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
INTISARI
Pre Menstrual Syndrome adalah sekumpulan perubahan fisik serta mental yang dimulai setiap waktu antara 2-14 hari sebelum menstruasi dan mereda hampir seketika pada saat menstruasi itu datang. Pre Menstrual Syndrome cenderung dimulai dan juga meningkat dalam kehidupan wanita yang sedang mengalami perubahan level hormon, contohnya pada saat pubertas. Pre Menstrual Syndrome masih merupakan gangguan yang kontroversional. Belum ada kesepakatan bersama tentang diagnosis Pre Menstrual Syndrome. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa Pre Menstrual Syndrom berhubungan dengan gangguan mood. DSM – IV (Diagnostic and statistical manual for mental disorders – IV) menyebutkan 11 gejala Pre Menstrual Syndrome. Kecemasan sebagai salah satu gejala utama Pre Menstrual Syndrome.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan Pre Menstrual Syndrome dengan tingkat kecemasan pada remaja.
Penelitian ini melibatkan 84 responden dari SMAN 11 Yogyakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi tertentu, yang diminta untuk mengisi kuisioner Shortened Premenstrual Assesment Form (SPAF) untuk menegakkan Pre Menstrual Syndrome dan kuisioner Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) untuk mengetahui skor kecemasan responden.
Analisis uji korelasi Pearson menunjukkan adanya hubungan positif sangat lemah (r = +0,016) yang signifikan dengan nilai p=0,263 (p<0,05) antara Pre Menstrual Syndrome dangan tingkat kecemasan pada remaja. Sehingga penderita Pre Menstrual Syndrome mempunyai resiko mengalami kecemasan.
Kata kunci : Pre Menstrual Syndrome, Kecemasan, Remaja
The Correlation Between Pre Menstrual Syndrome and Anxiety in Aldolescence
Herwinda Octaviana Presti1, Warih Andan Puspitosari2
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
2Bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
ABSTRACT
Pre Menstrual Syndrome is a collection of physical and mental changes that started at any time between 2-14 days before menstruation and subside almost immediately at the time of menstruation is coming. Pre Menstrual Syndrome start and also increase in the life of women who are experiencing changes in hormone levels, for example at puberty. Pre Menstrual Syndrome is a disorder that still kontroversional. There is no consensus concerning the diagnosis of Pre menstrual Syndrome. Some studies reveal that the Pre Menstrual Syndrome associated with mood disorders. DSM – IV (Diagnostic and statistical manual for mental disorders – IV) mention that there are 11 symptoms in Pre Menstrual Syndrome. And anxiety as one of the main symptoms of Pre Menstrual Syndrome.
The purpose of this research is to determine the corellation Pre Menstrual Syndrome with levels of anxiety in adolescents.
This research involved 84 respondence from SMAN 11 Yogyakarta that would be included at inclusion and exclusion criteria for certain, who were given and fill out the questionnaire about pre menstrual Shortened Assessment Form (SPAF) to establish Pre Menstrual Syndrome and questionnaire Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS) to assess their anxiety score.
Analysis of Pearson Correlation Test showed that there is a significant very weak positif correlation between Pre menstrual Syndrome with anxiety level in adolescence with p value is 0,263 (p<0,05) and coefficient correlation is +0,016. Thus the Pre Menstrual Syndrome patient have a risk of experiencing anxiety.
Keywords : Pre Menstrual Syndrome, Anxiety, Aldolescence
Pendahuluan
Masa remaja atau masa
aldolescence adalah suatu fase
perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seorang individu. Masa
remaja terjadi lebih dini pada remaja
putri dibanding remaja putra, dan
kemungkinan terjadinya perbedaan ini
dikarenakan remaja putri lebih cepat
matang dalam hal psikologikal dan
emosionalnya.1
Pre Menstrual Syndrome
adalah sekumpulan perubahan fisik
serta mental yang dimulai setiap waktu
antara 2-14 hari sebelum menstruasi
dan mereda hampir seketika pada saat
menstruasi itu datang.2 Pre Menstrual
Syndrome cenderung dimulai dan juga
meningkat dalam kehidupan wanita
yang sedang mengalami perubahan
level hormon, contohnya pada saat
pubertas.3
Berdasarkan data statistic
tahun 2004, diperoleh bahwa satu dari
enam wanita di USA mengalami Pre
Menstrual Syndrome, atau sekitar 40,8
juta orang. Di Indonesia pada tahun
yang sama, wanita yang mengalami
Pre Menstrual Syndrome dilaporkan
berjumlah 35.767.942 orang.4
Sekitar 95,59% pelajar di
Etiophia mengalami Pre Menstrual
Syndrome dalam berbagai siklus
menstruasi 12 bulan terakhir. Gejala
yang umumnya muncul adalah gejala
fisik seperti mudah lelah (70,2%),
perubahan nafsu makan (61,9%) dan
perubahan pola tidur (60,3%). Gejala
psychobehavioral yang umumnya
timbul meliputi gangguan mood
(59,9%), mudah kacau (52,5%) dan
iritabilitas (49,6%). Gejala-gejala
tersebut menimbulkan penurunan
aktifitas sehari-hari, seperti penurunan
minat belajar, kuliah, pertemanan dan
melakukan hobi.5
Sepanjang periode menstruasi
awal, gejala yang sering dialami
remaja putri adalah sakit kepala, sakit
punggung, kejang,dan sakit perut yang
diiringi pingsan, emesis, gangguan
kulit, pembengkakan tungkai kaki dan
pergelangan kaki. Akibatnya timbul
rasa lelah, tertekan, cemas, dan mudah
marah.6 Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa Pre Menstrual
Syndrom berhubungan dengan
gangguan mood. DSM – IV
(Diagnostic and statistical manual for
mental disorders – IV) menyebutkan
11 gejala Pre Menstrual Syndrome.
Kecemasan sebagai salah satu gejala
utama Pre Menstrual Syndrome.
Kecemasan adalah suatu
keadaan yang ditandai dengan
perasaan ketakutan yang disertai
dengan tanda somatic yaitu terjadinya
hiperaktivitas system saraf otonom.
Kecemasan adalah gejala yang tidak
spesifik yang sering ditemukan dan
seringkali merupakan suatu emosi
yang normal. Remaja yang mengalami
pubertas akan lebih cepat murung,
khawatir, cemas, marah dan menangis
hanya karena hasutan yang sangat
kecil. Selama masa Pre Menstrual dan
awal menstruasi, sensitivitas emosi
dan suasana hati yang negatif ini
sering terjadi.6
Hal ini dapat diperkuat dengan
pernyataan bahwa Pre Menstrual
Syndrome dapat mempengaruhi
penurunan kadar monoamine oksidase
pada otak dihubungkan dengan
terjadinya depresi dan penurunan
serotonin sehingga menimbulkan
perubahan mood.7
Pre Menstrual Syndrome
merupakan salah satu bentuk stressor
fisiologis dan psikologis yang dapat
menyebabkan kerapuhan fisik/mental
sehingga dapat dikatakan bahwa Pre
Menstrual syndrome dapat memicu
kecemasan pada remaja.8
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka peneliti merasa perlu
untuk melakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui hubungan
antara Pre Menstrual Syndrome dan
tingkat kecemasan pada remaja.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan
menggunakan rancangan peneltian
analitik non-eksperimental dengan
pendekatan cross-sectional (potong
lintang) yang diadakan pada bulan
Januari. Sampel penelitian ini adalah
siswi SMAN 11 Yogyakarta dengan
kriteria inklusi berusia 15-18 tahun,
dan bersedia bekerjasama dalam
penelitian ini dengan mengisi
kuisioner yang di bagikan untuk
menjadi responden.
Instrumen yang digunakan
untuk mengukur skor Pre Menstrual
Syndrome yaitu Shortened
Premenstrual Assesment Form (SPAF)
yaitu instrumen pengukur Pre
Menstrual Syndrome yang terdiri dari
10 butir kuesioner singkat penilaian
gejala pre menstrual. SPAF sendiri
merupakan instrumen yang telah
dipercaya dan divalidasi. Subyek
penelitian diminta untuk menilai setiap
gejala premenstrual yang dialami dari
10 gejala yang tercantum di kuesioner
dengan skala 1-6 dari tidak ada
perubahan (1) sampai munculnya
gejala yang mengganggu (6). Hasil
penjumlahan nilai gejala
premenstruasi akan meliputi nilai 10-
60. Pre Menstrual Syndrome
Assessment score dikategorikan
menjadi tidak ada gejala ( total nilai
10), sedang (11-35), gejala parah (36-
60).Sedangkan skor kecemasan diukur
dengan menggunakan instrumen
berupa kuesioner Taylor Manifest
Anxiety Scale (TMAS). Instrumen
Taylor Manifest Anxiety Scale (TMAS)
terdiri dari lembaran untuk mengisi
identitas subyek, penjelasan atau
petunjuk yang terdiri dari 50
pernyataan yang disajikan kepada
subyek penelitian dimana subyek-
subyek akan menjawab “YA” atau
“TIDAK” sesuai dengan keadaan
dirinya dengan memberi tanda silang
(x) pada setiap pernyataan. Kemudian
hasil jawaban subyek dicocokkan
dengan kuncinya. Setiap jawaban yang
cocok diberi nilai 1 sehingga skornya
antara 0-50. Makin tinggi skor maka
makin tinggi tingkat kecemasannya.
Skor yang diperoleh kemudian
digolongkan menjadi 2 yaitu ≤ 21
(kecemasan ringan) dan > 21
(kecemasan sedang). Analisis data
menggunakan uji korelasi Pearson.
Hasil dari pengujian ini adalah
signifikansi hubungan antar kedua
variabel serta koefisien korelasi yang
didapatkan.
Hasil
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Subyek Penelitian
Usia Frekuensi Presentase (%)
15 tahun 0 0%
16 tahun 10 12%
17 tahun 57 68%
18 tahun 17 20%
Total 84 100%
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat Pre Menstruasi Syndrom subyek
Tingkat Pre Menstruasi Syndrom Frekuensi Presentase (%)
Tidak ade gejala 1 1,2 %
Gejala sedang 68 81%
Gejala berat 15 17,8%
Total 84 100%
Tabel 4.3 Frekuensi Tingkat Cemas Subyek
Tingkat Cemas Frekuensi Presentase (%)
Cemas ringan 14 17%
Cemas sedang 70 83%
Total 84 100%
Karakteristik sampel pada
penelitian ini dapat dilihat pada tabel
1. Jumlah responden sebanyak 84
siswi kelas XI SMAN 11 Yogyakarta
sebagian besar berusia 17 tahun
(68%). Berdasarkan tabel 2 diketahui
bahwa 68 orang (81%) siswi SMAN
11 Yogyakarta mengalami Pre
Menstrual Syndrom gejala sedang.
Sedangkan pada tabel 3 diketahui
sebesar 17% (14 orang) dari subyek
yang merupakan Siswi SMAN 11
Yogyakarta mengalamai cemas ringan
dan sebanyak 83% (70 orang)
mengalami cemas sedang.
Perhitungan mean untuk
frekuensi tingkat Pre Menstrual
Syndrome pada subyek menunjukkan
angka 28,06 dengan standar deviasi
8,851 yang berarti rata rata responden
mengalami Pre Menstrual Syndrome
gejala sedang. Sedangkan rerata skor
kecemasan pada subyek secara
keseluruhan didapatkan skor 25,88
dengan standar deviasi 3,648 yang
berarti subyek termasuk mengalami
cemas sedang.
Dalam penelitian ini Pre
menstrual Syndrome ditetapkan
sebagai variabel bebas dan tingkat
kecemasan sebagai veriabel
tergantung. Hasil analisis uji korelasi
pearson menunjukkan nilai p untuk
hubungan Pre menstrual Syndrome
dengan tingkat kecemasan pada remaja
adalah 0,263 (p < 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa adanya hubungan
yang signifikan antara Pre Menstrual
Syndrome dengan tingkat kecemasan
(hipotesis diterima). Kekuatan
hubungan (correlation coefficient)
adalah 0,016 dimana terdapat
hubungan positif sangat lemah
diantara kedua variabel. Hubungan
positif menunjukkan bahwa semakin
besar tingkat Pre Menstrual
Syndrome, makin besar pula tingkat
kecemasannya. Sehingga penderita
Pre Menstrual Syndrome mempunyai
resiko mengalami kecemasan.
Diskusi
Pada penelitian ini, peneliti
ingin mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara Pre Menstrual
Syndrome dengan kecemasan pada
remaja. Responden yang diambil
adalah 84 siswi SMAN 11
Yogyakarta, dengan asumsi usia 15-18
tahun. Dari data diatas, diperoleh 68%
dari 84 siswi SMAN 11 Yogyakarta
yang menjadi responden berusia 17
tahun. Dimana usia 17 tahun
merupakan masa remaja pertengahan.
Pada fase ini remaja masuk ke dalam
tahap pubertas. Dimana pada masa
pubertas terjadi berbagai macam
perubahan dalam diri remaja, baik
perubahan fisik maupun perubahan
emoasional. WHO Meeting on
Pregnancy and abortion in
Aldolescence 9 mendefinisikan remaja
sebagai kurun waktu ketika seseorang
secara berangsur angsur
memperlihatkan perubahan perubahan
(morfologis maupun fungsional) dari
saat timbulnya tanda tanda kelamin
sekunder sampai kepada kematangan
seksual. Masa remaja terjadi lebih dini
pada remaja putri dibanding remaja
putra, dan kemungkinan terjadinya
perbedaan ini di karenakan remaja
putri lebih cepat matang dalam hal
psikologikal dan emosionalnya. 1
Pada awal masa pubertas,
kadar hormon LH (luteinizing
hormone) dan FSH (follicle-
stimulating hormone) akan meningkat,
sehingga merangsang pembentukan
hormon seksual. Pada remaja putri,
peningkatan kadar hormon tersebut
menyebabkan pematangan payudara,
ovarium, rahim, dan vagina serta
dimulainya menstruasi pertama
(menarche). Beberapa saat sebelum
menstruasi dimulai, atau bisa pada
hari-hari menstruasi, sejumlah gadis
dan perempuan biasanya mengalami
rasa tidak nyaman. Mereka biasanya
merasakan satu atau beberapa gejala
yang disebut sebagai kumpulan gejala
sebelum menstruasi atau Pre
Menstrual Syndrome.10
Dari data penelitian diatas, di
dapatkan hampir 100% responden
mengalami Pre Menstrual Syndrome,
dimana sebanyak 81% atau 68 siswi
mengalami Pre Menstrual Syndrome
derajat sedang. Dari data responden di
dapatkan gejala gejala yang umumnya
muncul adalah payudara terasa nyeri
dan kencang, merasa tertekan (stress),
mudah tersinggung atau marah, dan
nyeri punggung,otot atau kaku sendi.
Salah satu teori menyebutkan bahwa
Pre Menstrual Syndrome
kemungkinan disebabkan oleh :
a. Ketidakseimbangan estrogen-
progesteron yang terjadi selama
fase luteal. Estrogen meningkatkan
efektivitas endhorpin, wanita
dengan Pre Menstrual Syndrome
mengalami hipoestrogenik sehingga
mengalami gejala disfungsi
vasomotor seiring dengan
peningkatan progesterone pada fase
luteal, suhu tubuh basal juga ikut
meningkat 11
b. Interaksi antara estrogen,
progesteron, dan aldosteron.
Penurunan kadar estrogen dan
progesteron dan peningkatan kadar
aldosteron ikut mempengaruhi
terjadinya retensi Na dan edema.7
c. Penurunan kadar monoamine
oksidase pada otak dihubungkan
dengan terjadinya depresi dan
penurunan serotonin sehingga
menimbulkan perasaan perubahan
mood.7
d. Kurangnya nutrisi seperti defisiensi
vitamin B6 atau hipoglokemia
karena fluktuasi kadar glukosa dan
insulin.12 (Reeder & Griffin,1997).
Hipoglikemia kemungkinan
menyebabkan sakit kepala,
lemah/letih dan peningkatan nafsu
makan.3
e. Opiat endogen, pada keadaan
normal, peptida opiat endogen
seperti endorphin, encephalin, dan
dinorphin akan meningkat
konsentrasinya pada fase luteal dan
menurun pada saat menstruasi.
Tetapi pada wanita dengan Pre
Menstrual Syndrome
konsentrasinya menurun.
Endhorpin dapat mempengaruhi
mood seseorang. 8
Pre Menstrual Syndrome cenderung di
mulai dan juga meningkat dalam
kehidupan wanita yang sedang
mengalami perubahan level hormon,
contoh nya pada saat pubertas.3 Tipe
dan gejala Pre Menstrual Syndrome
bermacam-macam. Abraham (2003)
ahli kandungan dan kebidanan dari
Fakultas Kedokteran UCLA, AS,
membagi Pre Menstrual Syndrome
menurut gejalanya yakni premenstrual
syndrome tipe A (anxiety), H
(hyperhydration), C(craving), dan
D(depression). Delapan puluh persen
gangguan Pre Menstrual Syndrome
termasuk tipe A. Pre Menstrual
Syndrome tipe A (anxiety) ditandai
dengan gejala seperti rasa cemas,
sensitif, saraf tegang, perasaan labil.
Bahkan beberapa wanita mengalami
depresi ringan sampai sedang saat
sebelum mendapat menstruasi. Gejala
ini timbul akibat ketidakseimbangan
hormon estrogen dan progesteron.
Hormon estrogen terlalu tinggi
dibandingkan dengan hormon
progesteron. Sepanjang periode
menstruasi awal, gejala yang sering
dialami remaja putri adalah sakit
kepala, sakit punggung, kejang,dan
sakit perut yang diiringi pingsan,
emesis, gangguan kulit,
pembengkakan tungkai kaki dan
pergelangan kaki. Akibatnya timbul
rasa lelah, tertekan, cemas, dan mudah
marah.6Penelitian lain yang di lakukan
oleh Aida (2003) melaporkan bahwa
100% respondennya yang terdiri dari
mahasiswi mengalami gejala Pre
Menstrual ringan dengan gejala yang
umum nya muncul meliputi gejala
fisik seperti pegal-pegal, lelah,
payudara nyeri, peningkatan nafsu
makan,masalah kulit dan mengantuk.
Sedangkan gejala emosi yang timbul
adalah seperti badmood, mudah
tersingung dan cemas.
Beberapa penelitian
mengungkapkan bahwa Pre Menstrual
Syndrom berhubungan dengan
gangguan mood. Dalam penelitian ini,
peneliti memfokuskan pada salah satu
gejala emosi yang timbul yaitu
kecemasan. DSM– IV ( Diagnostic
and statistical manual for mental
disorders – IV) menyebutkan 11 gejala
Pre Menstrual Syndrome. Kecemasan
sebagai salah satu gejala utama Pre
Menstrual Syndrome. Dari data
responden, didapatkan sebesar 17%
(14 orang) dari subyek yang
merupakan Siswi SMAN 11
Yogyakarta mengalamai cemas ringan
dan sebanyak 83% (70 orang)
mengalami cemas sedang.
Menurut Roan cit Rohmat
etiologi terjadinya kecemasan
bermacam-macam atau multifaktorial ,
meliputi :
a. Faktor genetik, biasanya wanita
lebih banyak daripada pria dan
lebih dari satu anggota keluarga
yang terkena.
b. Faktor organik, kecemasan bisa
timbul pada orang-orang yang
menderita tiroksikosis, trauma
kepala, menopause, menstruasi,
infeksi akut, arteri asklerosis
serebri dan gangguan saraf pusat
lainnya.
Teori biologik yang di cetuskan oleh
Stuart and Laraia (2001) menyebutkan
bahwa di dalam otak terdapat reseptor
spesifik terhadap benzodiazepin,
reseptor ini dapat mengatur timbulnya
kecemasan. Soewardi (1997)
mengungkapkan bahwa umur yang
lebih muda akan mengalami tingkat
stress dan kecemasan yang lebih tinggi
daripada yang berusia tua.
Perubahan mood yang cepat
pada remaja terkait dengan kecemasan
yang mungkin terbentuk. Remaja yang
mengalami pubertas akan lebih cepat
murung, khawatir, cemas, marah dan
menangis hanya karena hasutan yang
sangat kecil. Selama masa Pre
Menstrual dan awal menstruasi,
sensitivitas emosi dan suasana hati
yang negatif ini sering terjadi.6
Koefisien relasi yang di
dapatkan dalam analisis hasil
penelitian ini adalah positif, yang
menunjukkan adanya hubungan positif
antara pre menstrual syndrome dengan
tingkat kecemasan pada remaja yang
diteliti. Hal tersebut berarti bahwa
semakin besar tingkat Pre Menstrual
Syndrome, makin besar pula tingkat
kecemasan nya. Sehingga penderita
Pre Menstrual Syndrome mempunyai
resiko mengalami kecemasan.
Besar koefisien korelasi antara dua
variabel adalah 0,016 yang berarti
terdapat kekuatan hubungan sangat
lemah diantara kedua variabel. Hal ini
dapat terjadi karena penyebab
terjadinya kecemasan adalah sangat
multifaktorial, khususnya pada remaja.
Dimana pada masa remaja biasanya
terdapat keinginan yang besar untuk
mencoba banyak hal, hal ini dapat di
tetapkan sebagai pemicu utama
kecemasan pada remaja di samping
faktor faktor lain nya. Faktor-faktor
yang tidak dapat dikendalikan dalam
penelitian ini antara lain meliputi
riwayat keluarga, pengalaman yang
tidak menyenangkan semasa awal
kanak-kanak, stres pada kehidupan,
serta penggunaan alkohol dan
tembakau.
Kesimpulan
Hasil pada penelitian ini adalah
terdapat hubungan bermakna antara
Pre Menstrual Syndrome dengan
tingkat kecemasan (p = 0,263).
Semakin besar tingkat Pre Menstrual
Syndrome pada remaja, makin besar
pula tingkat kecemasannya. Sehingga
penderita Pre Menstrual Syndrome
mempunyai resiko mengalami
kecemasan.
Saran
1. Prevalensi Pre Menstrual Syndrome
yang berbeda-beda pada tiap
penelitian disebabkan belum
adanya kesepakatan bersama
tentang kriteria diagnostik.
Sehingga perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mendapatkan
kriteria Pre Menstrual Syndrome.
2. Pada penelitian ini subyek kurang
mewakili semua usia produktif
karena terbatas pada siswi SMA
saja. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah megontrol variabel
perancu karena penelitian ini
menggunakan metodologi yang
sederhana. Sehingga perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan menggunakan
subyek/sampel yang lebih
heterogen dan menggunakan
metode yang lebih baik dan teliti,
misal nya metode experimental
untuk memperoleh hasil penelitian
yang lebih baik.
3. Perlu diberikan penyuluhan bagi
remaja putri mengenai pentingnya
mengetahui siklus menstruasi
khususnya Pre Menstrual
Syndrome dan kaitannya dengan
penyakit psikologi yang dialami
selama fase tersebut, dalam hal ini
kecemasan. Sehingga remaja putri
mengetahui bagaimana menghadapi
fase Pre Menstrual Syndrome
tersebut.
Daftar Pustaka
1. Salomon,MD, Philiph.,D.patch,
MD., Vernon.(1971). Handbook of
psychiatry 2nd edition.Lange
medical publication. Loss altos,
california.
2. Hincliff, S., alih bahasa hartono,
andry.(1999).Kamus keperawatan.
edisi 17.Jakarta : EGC
3. Dalton, Katharina. (1984). The
Premenstrual Syndrome and
Progesterone Therapy, 2nd edition,
William Heinermann Medical
Books Ltd, London
4. Nurlaila, eva.(2005). Hubungan
aktifitas olahraga dengan kejadian
premenstrual syndrome pada
mahasiswi program A PSIK FK
UGM (skripsi). Yogyakarta :
program study ilmu keperawatan fk
ugm. Tidak di publikasikan
5. Tenkir, A. Fisseha, N. ayele, B.
(2002). Pre menstrual syndrome :
prevalence and effect on academic
& social performance of student in
Jimma university Ethiopia. Ethiopia
journal health dev. Vol 17 no.3.
page 181-188. Available on :
www.ajol.info/view article.php
6. Al -mighwar, Muhammad.(2006).
Psikologi Remaja (Petunjuk bagi
Guru dan Orang Tua). Bandung :
Pustaka Setia.
7. Luckmann, J., 1997, “manual of
Nursing care”, 1st ed., W.B
Saunders Company, Philaelphia.
8. Aida , Yanni.(2003).Daya tahan
stress & Premenstrual syndrome
pada mahasiswi program A PSIK
FK UGM. Karya Tulis Ilmiah strata
satu, Universitas Gajah Mada:
Yogyakarta
9. Madjikoen, P., (1983) Fertilitas
dan kehamilan remaja,
permasalahan dan pencegahan
nya.Kumpulan makalah panel
forum kesehatan jiwa masyarakat,
Fakultas Kedokteran UGM,
Yogyakarta.
10. Octaria, Sherly.(2008). Siklus
haid, sindrome pra-haid, serta
gangguan haid dalam masa
reproduksi, Makalah kesehatan,
Politeknik Kesehatan, Jurusan
kebidanan, Padang
11. Black, Joyce M., Matassarin-
jacobs, Esther, 1993, “ Luckman &
Soresnsen’s medical-Surgical
Nursing : a Psychophysiologic
Approach”. 4th ed., W.B Saunders
Company, Philadelphia.
12. Reeder, Martin, Koniak,
Griffin, 1997, “ Maternity Nursing,
Family, Newborn and Women’s
Health Care”, 18th ed., J.B
Lippincott-Raveb Publisher,
Philadelphia.