4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendahuluan · bata konvensional dan bata ringan, (2) data...
Transcript of 4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Pendahuluan · bata konvensional dan bata ringan, (2) data...
26
Universitas Kristen Petra
4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Pendahuluan
Penelitian yang telah dilakukan berupa pengamatan di lapangan, pembagian
kuesioner dan wawancara. Penelitian ini dilakukan pada proyek perumahan yang
sedang dalam tahap pekerjaan pemasangan dinding, baik dinding dengan bata
konvensional maupun bata ringan. Data pengamatan lapangan diperoleh dari enam
proyek perumahan di Surabaya Barat dan Timur, sedangkan kuesioner dibagikan
kepada kontraktor, pelaksana lapangan, pengawas maupun mandor yang mempunyai
pengalaman menangani proyek perumahan dengan menggunakan material bata
konvensional maupun bata ringan di kota Surabaya. Waktu pelaksanaan dimulai pada
pertengahan bulan Maret 2009 hingga pertengahan bulan Mei 2009, sedangkan
pengamatan mengenai persentase volume dilakukan pada awal bulan Mei 2009.
Analisis data dibagi menjadi dua bagian yang meliputi: (1) observasi lapangan
untuk mengetahui persentase berat dan volume sisa material pada pemasangan dinding
bata konvensional dan bata ringan, (2) data kuesioner mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan sisa material dan usaha penanganan yang dilakukan oleh kontraktor,
serta ditunjang dengan hasil wawancara dan dokumentasi yang didapat di lapangan.
4.2. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh hasil berupa berat dan
volume sisa material terhadap dinding yang terpasang. Pengambilan data pengamatan
dilakukan pada enam proyek perumahan di Surabaya Barat dan Timur. Data proyek
yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4.1.
27
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1. Data Proyek Observasi Lapangan
No. Nama Proyek Nama Perusahaan
Kontraktor Lokasi Proyek
Jenis Material yang
Diamati
1 Perumahan Onegolf Terrace,
Pakuwon Indah
PT. Duta Sarana
Sumberjaya Surabaya Barat
Bata Konvensional,
Mortar Konvensional 2
Perumahan Granada,
Pakuwon Indah
PT. Duta Sarana
Sumberjaya
3 Perumahan Puri Galaxy PT. Inti Daya
Kontraktor Surabaya Timur
Bata Ringan,
Mortar Siap Pakai 4
Perumahan Moca Residence,
Dian Istana CV. Bintang Jaya Surabaya Barat
5 Perumahan Alam Galaxy PT. Graha
Manunggal Permata Surabaya Barat
Mortar Siap Pakai
6 Perumahan San Diego,
Pakuwon City Candra (Perorangan) Surabaya Timur
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti saat di lapangan dalam pengambilan
data sisa material (bata konvensional, bata ringan, mortar untuk spesi dan plesteran)
dari pemasangan dinding, yaitu :
1. Pertama-tama peneliti mengamati permulaan dari pekerjaan yang dilakukan pada
saat itu yaitu pemasangan bata konvensional/bata ringan serta pekerjaan plesteran.
2. Setelah pekerjaan pemasangan dalam suatu periode, peneliti mengukur luasan
dinding yang terpasang (m2) dan mengumpulkan sisa dari pekerjaan pemasangan
tersebut. Kemudian peneliti mengukur sisa bata konvensional/bata ringan serta
mortar untuk spesi yang digunakan dengan cara menimbangnya, dan sisa tersebut
dimasukkan ke dalam kardus untuk diukur volumenya. Hal tersebut di atas juga
dilakukan pada sisa mortar dari pekerjaan plesteran.
Sedangkan pengolahan data untuk mendapatkan hasil persentase volume dari
setiap material tersebut dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Mengetahui ukuran bata konvensional yaitu 5 cm x 20 cm x 10 cm, ukuran bata
ringan 20 cm x 60 cm x 10 cm, dan berat dari satu buah bata konvensional sebesar
1,5 kg, berat bata ringan sebesar 7,5 kg, serta rata-rata berat dari satu timba mortar
untuk masing-masing proyek.
2. Menghitung luasan dinding yang terpasang (m2), menimbang sisa bata, mortar
yang terpasang baik untuk spesi maupun plesteran, sisa mortar dari spesi dan
plesteran (kg).
3. Dari luasan yang terpasang, diperoleh jumlah bata (buah) dan berat total yang
terpasang (kg), dimana untuk dinding bata konvensional tebal spesi adalah 2-2,5
cm dan tebal plesteran 3 cm, sedangkan untuk dinding bata ringan tebal spesi
28
Universitas Kristen Petra
adalah 2 mm dan tebal plesteran 1-1,5 cm sesuai dengan keadaan di proyek yang
diamati.
4. Memperoleh hasil berat sisa material yang telah ditimbang serta volume dari
setiap sisa material dengan menggunakan kotak/dus air minum untuk sisa bata dan
sisa mortar dengan menggunakan timba sebagai alat bantu untuk mengetahui
perkiraan volume dari sisa material yang terjadi
5. Mendapatkan berat volume sisa material (kg/m3) dari masing-masing material
yang diambil beberapa sample saja.
Berat volume sisa material = )(m sisa volume
(kg) sisaberat 3
6. Dari berat volume sisa akan didapatkan volume sisa material, kemudian dilakukan
perhitungan persentase (%) volume sisa material:
% 100 x )(m pengamatan selama terpasangyang material volume
)(m terjadiyang material sisa volume3
3
dimana : Volume bata yang terpasang = banyak bata yang terpasang x volume 1 bata
Volume mortar = banyak mortar (timba) yang terpasang x volume 1 timba
7. Perhitungan rata-rata persentase volume sisa dari keseluruhan pengamatan, dapat
dihitung dengan cara:
Ai
AiXiMean
4.2.1. Pengamatan Dinding Bata Konvensional
Pengamatan terhadap dinding bata konvensional dilakukan di 2 proyek yaitu di
proyek perumahan Onegolf Terrace dan di proyek perumahan Granada. Hasil
pengamatan untuk masing-masing material, adalah sebagai berikut:
Pada bata konvensional, pengambilan data untuk mengetahui berat volume
diambil secara acak sebanyak 11 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sebesar
1180,84 kg/m3 (Lampiran 3). Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi
pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa bata konvensional
seperti terlihat pada Gambar 4.1, sedangkan pada Gambar 4.2 terlihat besarnya
persentase volume sisa bata konvensional berdasarkan luasan yang dilakukan saat
pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume
(mean) sisa bata sebesar 1,09%.
29
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.1. Frekuensi Persentase Volume Sisa Bata Konvensional
Gambar 4.2. Persentase Volume Sisa Bata Konvensional
Persentase volume sisa bata konvensional yang terjadi pada proyek Onegolf
Terrace lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Granada. Dapat diketahui juga
pada luasan dinding terpasang yang lebih kecil menghasilkan persentase volume sisa
lebih banyak daripada luasan dinding yang besar. Hal ini disebabkan perbedaan
kontraktor dan perilaku pekerja dalam masing-masing proyek.
Pada mortar konvensional untuk spesi, perhitungan rata-rata berat volume diambil
dari pengambilan data secara acak sebanyak 11 kali dan diperoleh rata-rata berat
30
Universitas Kristen Petra
volume sebesar 1624,47 kg/m3 (Lampiran 4). Pada kedua proyek dapat dilihat
frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa mortar
konvensional untuk spesi seperti terlihat pada Gambar 4.3, sedangkan pada
Gambar 4.4 terlihat besarnya persentase volume sisa mortar konvensional untuk
spesi berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek
dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 0,68%.
Gambar 4.3. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Spesi
Gambar 4.4. Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Spesi
Persentase volume sisa mortar konvensional untuk spesi yang terjadi pada
proyek Granada lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Onegolf Terrace. Hal ini
31
Universitas Kristen Petra
disebabkan perilaku pekerja yang berbeda-beda dan juga dipengaruhi ketebalan spesi
tiap luasan dinding terpasang dalam pekerjaan pemasangan dinding bata.
Pada mortar konvensional untuk plesteran, perhitungan rata-rata berat volume
diambil secara acak sebanyak 18 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sebesar
1593,37 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara
keseluruhan dari persentase volume sisa mortar konvensional untuk plesteran
seperti terlihat pada Gambar 4.5, sedangkan pada Gambar 4.6 terlihat besarnya
persentase volume sisa mortar konvensional untuk plesteran berdasarkan luasan
yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata
persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 1,64%.
Gambar 4.5. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Plesteran
Gambar 4.6. Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Plesteran
32
Universitas Kristen Petra
Persentase volume sisa mortar konvensional untuk plesteran yang terjadi pada
proyek Granada lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Onegolf Terrace. Hal ini
disebabkan perilaku pekerja dalam masing-masing proyek yang berpengaruh terhadap
terjadinya sisa mortar konvensional untuk plesteran, seperti tidak menggunakan
kembali mortar yang belum mengering, kecerobohan pekerja dalam pemindahan
mortar sehingga mortar terjatuh/tercecer.
Berdasarkan data pengamatan dengan melihat faktor application & residue
waste serta cutting waste, pada dinding bata konvensional telah diketahui rata-rata
persentase volume sisa material, sehingga dapat diketahui seberapa besar volume sisa
material yang terbuang dari satu rumah seperti contoh di bawah ini:
Pada proyek perumahan Onegolf Terrace, dengan luas bangunan 190 m2 dan luas
dinding 370,12 m2 diperoleh:
- Pada bata konvensional: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,09%,
sehingga didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,26 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,68%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,09 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,64%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,18 m3
Pada proyek perumahan Granada, dengan luas bangunan 238 m2 dan luas dinding
538,11 m2 diperoleh:
- Pada bata konvensional: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,09%,
sehingga didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,35 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,68%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,15 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,64%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,26 m3
Pada pengamatan di lapangan sisa bata dan sisa mortar terjadi pada saat
pemasangan dinding bata (application & residue), dimana sisa bata terjadi karena ada
bata yang terjatuh pada saat pekerja memasangnya, sedangkan sisa mortar terjadi
karena pekerja tidak mengumpulkan kembali mortar basah yang terjatuh pada saat
pemasangan (Gambar 4.7).
33
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.7. Sisa Bata dan Mortar Konvensional akibat Application & Residue
Sedangkan cara penanganan untuk mengurangi sisa mortar yang dilakukan
pekerja yaitu mengumpulkan kembali mortar yang belum mengering untuk digunakan
kembali, seperti terlihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Pengumpulan Mortar yang Belum Mengering
4.2.2. Pengamatan Dinding Bata Ringan
Pengamatan terhadap sisa bata ringan dan mortar siap pakai untuk spesi
dilakukan di proyek perumahan Puri Galaxy dan proyek perumahan Dian Istana.
Sedangkan pengamatan terhadap sisa mortar siap pakai untuk plesteran dilakukan di 2
proyek yang berbeda dengan sisa bata dan sisa mortar untuk spesi, yaitu pada proyek
perumahan Alam Galaxy dan perumahan San Diego. Hasil pengamatan untuk masing-
masing material, adalah sebagai berikut:
Pada bata ringan, perhitungan rata-rata berat volume sisa bata diambil dari
pengambilan data secara acak sebanyak 13 kali dan diperoleh rata-rata berat
volume sisa bata sebesar 647,28 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi
34
Universitas Kristen Petra
pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa bata ringan seperti
terlihat pada Gambar 4.9, sedangkan pada Gambar 4.10 terlihat besarnya
persentase volume sisa bata ringan berdasarkan luasan yang dilakukan saat
pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume
(mean) sisa bata sebesar 0,64%.
Gambar 4.9. Frekuensi Persentase Volume Sisa Bata Ringan
Gambar 4.10. Persentase Volume Sisa Bata Ringan
Persentase volume sisa bata ringan yang terjadi pada proyek Puri Galaxy lebih
besar dibandingkan dengan proyek Dian Istana. Selain itu dapat dilihat pada
pemasangan bata, luasan dinding yang terpasang lebih besar dikarenakan ukuran dari
bata ringan yang besar sehingga waktu pemasangan juga lebih cepat. Hal ini
35
Universitas Kristen Petra
disebabkan perilaku pekerja yang belum terbiasa dalam pemasangan bata ringan dan
pada pemotongan bata tidak menggunakan alat yang dianjurkan dan penyalahgunaan
pekerja mengenai cara pemakaian alat.
Pada mortar siap pakai untuk spesi, perhitungan rata-rata berat volume sisa
diambil dari pengambilan data secara acak sebanyak 13 kali dan diperoleh rata-
rata berat volume sisa mortar untuk spesi sebesar 1348,62 kg/m3. Pada kedua
proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase
volume sisa mortar siap pakai seperti terlihat pada Gambar 4.11, sedangkan pada
Gambar 4.12 terlihat besarnya persentase volume sisa mortar siap pakai
berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat
diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 0,67%.
Gambar 4.11. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Spesi
Gambar 4.12. Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Spesi
36
Universitas Kristen Petra
Persentase volume sisa mortar siap pakai untuk spesi yang terjadi pada proyek
Puri Galaxy lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Dian Istana. Perbedaan
persentase volume sisa mortar ini disebabkan oleh pekerja yang belum terbiasa dalam
pemasangan spesi pada mortar siap pakai, dimana pemasangan spesi pada dinding bata
ringan memiliki ketebalan yang lebih tipis daripada spesi pada dinding bata
konvensional.
Pada mortar siap pakai untuk plesteran, perhitungan rata-rata berat volume sisa
diambil secara random sebanyak 20 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sisa
sebesar 1638,57 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan
secara keseluruhan dari persentase volume sisa mortar siap pakai seperti terlihat
pada Gambar 4.13, sedangkan pada Gambar 4.14 terlihat besarnya persentase
volume sisa mortar siap pakai berdasarkan luasan yang dilakukan saat
pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume
(mean) sisa mortar sebesar 0,73%.
Gambar 4.13. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Plesteran
37
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.14. Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Plesteran
Persentase volume sisa mortar siap pakai untuk plesteran yang terjadi pada
proyek San Diego lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Alam Galaxy. Hal ini
disebabkan perilaku pekerja yang sudah terbiasa dan adanya perbedaan ketebalan
pemasangan plesteran yang disesuaikan dengan dinding terpasang.
Berdasarkan data pengamatan dengan melihat faktor application & residue
waste serta cutting waste, pada dinding bata ringan telah diketahui rata-rata persentase
volume sisa material, sehingga dapat diketahui seberapa besar volume sisa material
yang terbuang dari satu rumah seperti contoh di bawah ini:
Pada proyek perumahan Puri Galaxy, dengan luas bangunan 413 m2 dan luas
dinding 1477,8 m2 diperoleh:
- Pada bata ringan: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,64%, sehingga
didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,93 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,67%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,01311 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,73%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,11 m3
Pada proyek perumahan Dian Istana, dengan luas bangunan 465 m2 dan luas
dinding 1202,9 m2 diperoleh:
- Pada bata ringan: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,64%, sehingga
didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,76 m3
38
Universitas Kristen Petra
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,67%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,01071 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,73%,
sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,09 m3
Pada dinding bata ringan, sisa material yang terjadi saat pengamatan di
lapangan disebabkan pada saat pemasangan dinding (application & residue) serta pada
saat pemotongan bata (cutting), dimana sisa bata terjadi karena penggunaan alat yang
tidak semestinya. Sedangkan sisa mortar terjadi karena pekerja masih belum terbiasa
memakai alat yang dianjurkan yaitu trowel, sehingga banyak mortar yang keluar dari
batas bata dan menyebabkan mortar tersebut menjadi kering. Selain itu, sisa mortar
terjadi karena pekerja yang tidak mengumpulkan kembali mortar yang masih basah
tersebut (Gambar 4.15 dan Gambar 4.16).
Gambar 4.15. Sisa Bata Ringan dan Mortar Siap Pakai akibat Application & Residue
Gambar 4.16. Sisa Bata Ringan akibat Cutting
39
Universitas Kristen Petra
4.2.3. Perbandingan Pengamatan Sisa Material Antara Dinding Bata
Konvensional dengan Dinding Bata Ringan
Dari masing-masing hasil pengamatan untuk dinding bata konvensional
maupun dinding bata ringan, dapat dilihat perbandingan rata-rata persentase volume
(Gambar 4.17) yaitu sebagai berikut:
1. Pada bata konvensional, rata-rata persentase volume sisa bata dari keseluruhan
pengamatan di proyek sebesar 1,09%. Untuk bata ringan, rata-rata persentase
volume sisa bata sebesar 0,64%.
2. Pada mortar konvensional, rata-rata persentase volume sisa mortar untuk spesi
yaitu 0,68%. Sedangkan pada mortar siap pakai, rata-rata persentase volume sisa
mortar pada keseluruhan pengamatan yaitu 0,67%.
3. Pada plesteran, rata-rata persentase volume sisa mortar konvensional yaitu 1,64%.
Untuk mortar siap pakai, rata-rata persentase volume sisa mortar yaitu 0,73%.
Gambar 4.17. Perbandingan Persentase Volume Sisa Material
Dari hasil pengamatan untuk mendapatkan persentase volume sisa material,
dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan antara persentase volume sisa material
dinding bata konvesional dengan dinding bata ringan yaitu pada sisa mortar untuk
plesteran. Hal ini disebabkan karena pada awal pengamatan sisa mortar tersebut
banyak terbuang.
40
Universitas Kristen Petra
4.3. Kuesioner
Kuesioner ditujukan kepada pihak kontraktor yang pernah menangani proyek
perumahan yang menggunakan dinding bata konvensional dan dinding bata ringan.
Kuesioner diisi oleh 60 responden, masing-masing 40 responden untuk dinding bata
konvensional, dan 20 responden untuk dinding bata ringan. Dalam satu perusahaan
terdapat satu hingga empat responden yang mengisi kuesioner. Pada awal
pendistribusian kuesioner ke pihak kontraktor, peneliti membagikan sebanyak 40
kuesioner sama rata antara kuesioner dinding bata konvensional maupun dinding bata
ringan. Tetapi pengembalian kuesioner tidak sebanding, hal ini disebabkan belum
banyaknya perumahan di Surabaya yang menggunakan dinding bata ringan.
4.3.1. Dinding Bata Konvensional
a. Data Responden:
Kuesioner untuk dinding bata konvensional ini dibagikan ke beberapa kontraktor
perumahan di Surabaya seperti terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Perusahaan Kontraktor Pada Dinding Bata Konvensional
No. Perusahaan Kontraktor
1 CV.Bintang Jaya
2 PT. Duta Sarana Sumber Jaya
3 PT. Pakuwon
4 Cahaya Bangun
5 Multiarindo
6 Grasindo
7 PT. Trieka Perdana
8 Tjendra
9 PT. Anugrah Bina Sukses
10 CV. Murni Jaya
11 PT. Karunia Cipta Mandiri
12 PT. Wijaya Prakarya Steel
13 PT. Mitra Suara Inti Pratama
14 CV. Media Cipta
15 PT. Cempaka Pertiwa
16 PT. Graha Primula
17 CV. Cipta Persada Indah
18 PT. Triaxial
19 WHL
20 CV. Tirta Kusuma
21 CV. JAP
22 PT. Graha Manunggal Permata
41
Universitas Kristen Petra
Responden yang mengisi kuesioner untuk dinding bata konvensional adalah
Pelaksana Lapangan, Pengawas Lapangan dan Mandor. Selain itu, yang termasuk di
dalam golongan lainnya adalah Quantity Surveyor, Site Arsitek, Logistik, dan Manajer
Proyek yang terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Jabatan Responden Pada Dinding Bata Konvensional
No. Jabatan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Pelaksana Lapangan 13 32
2 Pengawas Lapangan 15 38
3 Mandor 8 20
4 Lain-lain 4 10
Total 40 100
Pada Tabel 4.4 terlihat sebagian besar responden adalah lulusan S1 atau Sarjana
Teknik kemudian yang termasuk golongan lain-lain yaitu lulusan S2 sebanyak 2
orang, lulusan STM sebanyak 4 orang, lulusan SLTA sebanyak 4 orang, lulusan SMP
sebanyak 3 orang, lulusan SD sebanyak 1 orang, serta lulusan D3.
Tabel 4.4. Pendidikan Terakhir Responden Pada Dinding Bata Konvensional
Untuk pengalaman kerja responden terbagi dalam tiga bagian, yaitu yang
mempunyai pengalaman 1-5 tahun, lebih dari 5-10 tahun dan mempunyai pengalaman
selama lebih dari 10 tahun, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pengalaman Kerja Responden Pada Dinding Bata Konvensional
No. Pengalaman Kerja Jumlah Responden Persentase (%)
1 1 - 5 thn 8 20
2 > 5 - 10thn 12 30
3 > 10thn 20 50
Total 40 100
No. Pendidikan Terakhir Jumlah Responden Persentase (%)
1 S1 21 52
2 D3 5 13
3 Lain-lain 14 35
Total 40 100
42
Universitas Kristen Petra
b. Faktor-faktor penyebab sisa material
Menurut hasil kuesioner, rata-rata skala nilai untuk faktor-faktor penyebab sisa
bata konvensional yaitu seperti yang terlihat pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18. Faktor Penyebab Sisa Bata Konvensional
Rata-rata hasil dari faktor penyebab sisa bata konvensional berdasarkan urutan
skala terbesar yaitu:
1. Sering terjadi yang disebabkan oleh transport & delivery waste (dengan skala
nilai 2,85), internal site transit waste (skala nilai 2,60), site storage waste dan
application & residue waste (skala nilai 2,55).
2. Jarang terjadi yang disebabkan oleh cutting waste (skala nilai 2,48), learning
waste dan fixing waste (skala nilai 1,78).
Pada mortar konvensional, rata-rata skala nilai faktor-faktor penyebab sisa mortar
baik untuk spesi maupun plesteran, yaitu seperti terlihat pada Gambar 4.19.
.
Gambar 4.19. Faktor Penyebab Sisa Mortar Konvensional
43
Universitas Kristen Petra
Rata-rata sisa mortar konvensional berdasar skala terbesar yaitu akibat internal
site transit dengan skala nilai 2,95 (sering terjadi), application & residue dengan skala
nilai 2,83 (sering terjadi), fixing dengan skala nilai 1,90 (jarang terjadi), learning
dengan skala nilai 1,65 (jarang terjadi).
Pada pengamatan di lapangan, sisa bata konvesional yang terjadi karena letak dan
cara penumpukan bata yang tidak baik, dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20. Site Storage Waste
Sisa bata konvensional akibat pemindahan bata dari tempat penumpukan ke
tempat pemasangan, misal: pekerja yang melempar bata seperti terlihat pada Gambar
4.21. Apabila pekerja tidak berhati-hati maka akan mengakibatkan bata terjatuh dan
tidak dapat digunakan lagi sehingga akan menimbulkan sisa bata di proyek.
Gambar 4.21. Internal Site Transit Waste
c. Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor
Menurut hasil kuesioner, rata-rata skala nilai untuk cara penanganan terhadap sisa
bata konvensional yang dilakukan oleh kontraktor dapat dilihat pada Gambar 4.22.
44
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.22. Cara Penanganan Sisa Bata Konvensional
Rata-rata penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa bata
konvensional berdasarkan skala terbesar, yaitu:
1. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce :
- Memperhatikan kualitas dari bata yang digunakan dengan skala nilai 3,43.
- Memilah sisa bata yang masih bisa digunakan kembali dengan skala nilai 3,40.
- Merencanakan dan mengatur jarak antar tempat penumpukan bata dengan
tempat pemasangan dengan skala nilai 3,23.
- Mengatur alur pemindahan bata dengan skala nilai 3,13.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum
pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,10.
- Merencanakan dan mengatur letak, sistem penumpukan dengan skala nilai
3,08.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemotongan bata yang
benar dengan skala nilai 2,95.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu menggunakan kembali
sisa bata untuk urugan dengan skala nilai 2,93.
45
Universitas Kristen Petra
3. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu memberikan sisa bata
kepada pihak ketiga dengan skala nilai 1,78.
Sedangkan rata-rata skala nilai untuk cara penanganan terhadap sisa mortar
konvensional yang dilakukan oleh kontraktor yaitu seperti terlihat pada Gambar 4.23.
Gambar 4.23. Cara Penanganan Sisa Mortar Konvensional
Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa mortar
konvensional untuk spesi dan plesteran berdasarkan skala terbesar, yaitu:
1. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce :
- Melakukan pengawasan terhadap tebal spesi dan plesteran sesuai dengan
standar dengan skala nilai 3,35.
- Merencanakan dan mengatur letak pengadukan mortar dengan skala nilai 3,30.
- Merencanakan sistem pemindahan mortar dengan skala nilai 3,10.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemasangan mortar yang
benar untuk spesi dan plesteran dengan skala nilai 3,08.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum
pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,05.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu mengumpulkan sisa mortar
yang belum mengering untuk digunakan kembali dengan skala nilai 2,75.
46
Universitas Kristen Petra
3. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu membuang mortar yang
telah mengering sebagai sampah dengan skala nilai 2,23.
4.3.2. Dinding Bata Ringan
a. Data Responden
Pada kuesioner untuk dinding bata ringan ini ditujukan kepada beberapa
kontraktor khususnya yang pernah menggunakan bata ringan di Surabaya (Tabel 4.6).
Responden yang mengisi kuesioner untuk dinding bata ringan adalah Pelaksana
Lapangan sebanyak delapan orang dari total responden 20 orang, kemudian Pengawas
Lapangan sejumlah lima orang, serta Mandor empat orang. Selain itu, yang termasuk
di dalam golongan lainnya adalah tiga orang Project Manager seperti yang terlihat
pada Tabel 4.7.
Tabel 4.6. Data Perusahaan Kontraktor Pada Dinding Bata Ringan
No. Perusahaan Kontraktor
1 CV. Bintang Jaya
2 PT. Medex
3 Candra
4 Ongky
5 PT. Inti Daya Kontraktor
6 Tjendra
7 PT. Graha Manunggal Permata
8 WHL
9 CV. Adhi Karya
10 CV. Grasindo
11 PT. Triaxial Surya Perkasa
Tabel 4.7. Jabatan Responden Pada Dinding Bata Ringan
No. Jabatan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Pelaksana Lapangan 8 40
2 Pengawas Lapangan 5 25
3 Mandor 4 20
4 Lain-lain 3 15
Total 20 100
47
Universitas Kristen Petra
Pada Tabel 4.8 pendidikan terakhir responden dapat terlihat lulusan S1 atau
Sarjana Teknik, yaitu delapan orang. Lulusan D3 sebanyak dua orang, sedangkan
untuk lain-lain yaitu lulusan STM sebanyak 7 orang, lulusan SLTA sebanyak 3 orang.
Tabel 4.8. Pendidikan Terakhir Responden Pada Dinding Bata Ringan
Untuk pengalaman kerja responden terbagi dalam tiga bagian, yaitu 5 responden
mempunyai pengalaman 1-5 tahun, 3 responden mempunyai pengalaman lebih dari 5-
10 tahun dan 12 responden mempunyai pengalaman selama lebih dari 10 tahun seperti
yang dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Pengalaman Kerja Responden Pada Dinding Bata Ringan
No. Pengalaman Kerja Jumlah Responden Persentase (%)
1 1 - 5 thn 5 25
2 > 5 - 10thn 3 15
3 > 10thn 12 60
Total 20 100
b. Faktor-faktor penyebab sisa material
Rata-rata hasil dari faktor penyebab sisa bata ringan berdasarkan urutan skala
terbesar (Gambar 4.24):
1. Sering terjadi yang disebabkan oleh application & residue waste (skala nilai
2,55).
2. Jarang terjadi yang disebabkan oleh cutting waste (skala nilai 2,50), learning
waste (skala nilai 2,35), fixing waste (skala nilai 2,20), transport & delivery (skala
nilai 1,95), internal site transit (skala nilai 1,90) dan site storage (skala nilai
1,80).
No. Pendidikan Terakhir Jumlah Responden Persentase (%)
1 S1 8 40
2 D3 2 10
3 Lain-lain 10 50
Total 20 100
48
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.24. Faktor Penyebab Sisa Bata Ringan
Pada mortar siap pakai untuk spesi maupun plesteran, rata-rata faktor penyebab
sisa mortar siap pakai ini dapat dilihat pada Gambar 4.25.
Gambar 4.25. Faktor Penyebab Sisa Mortar Siap Pakai
Rata-rata hasil sisa mortar siap pakai berdasarkan urutan skala terbesar yaitu
application & residue dengan skala nilai 2,80 (sering terjadi), akibat learning dengan
skala nilai 2,50 (jarang terjadi), internal site transit dengan skala nilai 2,25 (jarang
terjadi), fixing dengan skala nilai 2,25 (jarang terjadi).
Pada pengamatan yang dilakukan di lapangan, sisa bata ringan yang terjadi akibat
letak dan cara penumpukan bata (site storage waste) seperti terlihat pada Gambar 4.26,
sehingga terdapat pecahan-pecahan bata pada tempat penumpukan bata tersebut.
49
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.26. Sisa Bata Ringan Pada Tempat Penumpukan
Sisa bata ringan akibat perbaikan (rework) atau perubahan dimensi sehingga
pasangan bata harus dibongkar, seperti terlihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27. Sisa Bata Ringan Akibat Rework
c. Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor
Rata-rata penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa bata ringan
berdasarkan skala terbesar (Gambar 4.28) yaitu:
1. Penanganan yang selalu dilakukan berupa reduce:
- Memilah sisa bata yang masih bisa digunakan kembali dengan skala nilai 3,70.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum
pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,70.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemotongan bata yang
benar dengan skala nilai 3,60.
50
Universitas Kristen Petra
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce :
- Memperhatikan kualitas dari bata yang digunakan dengan skala nilai 3,30.
- Merencanakan dan mengatur letak, sistem penumpukan dengan skala nilai
3,30.
- Merencanakan dan mengatur jarak antar tempat penumpukan bata dengan
tempat pemasangan dengan skala nilai 3,10.
- Mengatur alur pemindahan bata dengan skala nilai 3,00.
3. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu menggunakan kembali sisa
bata untuk urugan dengan skala nilai 2,85.
4. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu memberikan sisa bata
kepada pihak ketiga dengan skala nilai 1,95.
Gambar 4.28. Cara Penanganan Sisa Bata Ringan
Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa mortar siap pakai
untuk spesi dan plesteran berdasarkan skala terbesar (Gambar 4.29) yaitu:
1. Penanganan yang selalu dilakukan berupa reduce:
- Melakukan pengawasan terhadap tebal spesi dan plesteran sesuai dengan
standar dengan skala nilai 3,75.
51
Universitas Kristen Petra
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum
pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,70.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemasangan mortar yang
benar untuk spesi dan plesteran dengan skala nilai 3,55.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu mengumpulkan sisa mortar
yang belum mengering untuk digunakan kembali dengan skala nilai 3,20.
3. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce:
- Merencanakan dan mengatur letak pengadukan mortar dengan skala nilai 2,95.
- Merencanakan sistem pemindahan mortar dengan skala nilai 2,90.
4. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu membuang sisa mortar
yang telah mengering sebagai sampah dengan skala nilai 2,45.
Gambar 4.29. Cara Penanganan Sisa Mortar Siap Pakai
4.3.3. Perbandingan Antara Dinding Bata Konvensional dengan Dinding Bata
Ringan
Dari hasil kuesioner dapat diketahui perbandingan faktor-faktor penyebab sisa
bata seperti yang terlihat pada Gambar 4.30. Pada bata konvensional faktor penyebab
yang sering terjadi yaitu transport & delivery, site storage, internal site transit dan
52
Universitas Kristen Petra
application & residue. Hal ini disebabkan karena kualitas bata yang kurang baik,
mudah patah atau pecah-pecah sehingga pada saat pengiriman dan penurunan banyak
terdapat pecahan-pecahan bata sehingga sisa bata yang terjadi lebih banyak. Faktor
penyebab internal site transit disebabkan banyak bata yang dilempar oleh pekerja
pada saat pemindahan bata. Pada faktor penyebab site storage, sisa bata terjadi akibat
penumpukan bata yang tidak baik oleh pekerja sehingga banyak bata yang pecah dan
pada saat pemasangan (application & residue) sisa bata terjadi karena adanya bata
yang terjatuh.
Pada bata ringan, faktor penyebab sisa yang sering terjadi yaitu application &
residue disebabkan pekerja yang tidak terbiasa atau kurang berpengalaman dalam
pemasangan maupun penggunaan alat yang dianjurkan sehingga hal ini menyebabkan
terjadinya sisa material.
Gambar 4.30. Perbandingan Faktor Penyebab Sisa Bata
Pada mortar konvensional, faktor penyebab sisa yang sering terjadi yaitu akibat
internal site transit dan application & residue. Hal ini disebabkan perilaku pekerja di
lapangan seperti pekerja yang tidak berhati-hati dalam membawa timba mortar,
mengisi timba dengan mortar yang terlalu penuh serta pada saat pemasangan bata
banyak mortar yang jatuh atau tercecer. Pada mortar siap pakai, faktor penyebab yang
sering terjadi yaitu saat application & residue, seperti perilaku pekerja yang
memasang spesi terlalu tebal sehingga ketika hendak direkatkan dengan bata yang
53
Universitas Kristen Petra
lain, mortar keluar dari dimensi bata yang terpasang. Perbandingan faktor penyebab
sisa mortar dapat dilihat pada Gambar 4.31.
Gambar 4.31. Perbandingan Faktor Penyebab Sisa Mortar
Cara penanganan yang banyak dilakukan oleh kontraktor yaitu berupa reduce.
Pada hasil kuesioner untuk cara penanganan sisa bata konvensional yang sering
dilakukan yaitu memperhatikan kualitas bata, memilah sisa bata yang masih bisa
digunakan kembali, merencanakan dan mengatur jarak antar tempat penumpukan bata
dengan tempat pemasangan, mengatur alur pemindahan bata, memberi pengarahan,
pembelajaran dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan dinding dimulai
termasuk mengenai cara pemotongan bata yang benar, merencanakan dan mengatur
letak dan sistem penumpukan serta menggunakan kembali sisa bata untuk urugan. Hal
ini bisa dilakukan untuk meminimalisasi sisa bata, karena apabila menggunakan bata
dengan kualitas yang baik dan tidak mudah patah secara langsung akan berpengaruh
terhadap volume sisa yang dihasilkan. Cara penanganan dengan memilah sisa bata
yang masih bisa digunakan lagi dan mengatur alur pemindahan, letak penumpukan,
sistem penumpukan serta jarak tempat penumpukan dengan tempat pemasangan
bertujuan agar volume sisa bata yang terbuang tidak besar.
Pada bata ringan, cara penanganan yang selalu dilakukan adalah memilah sisa
bata yang bisa digunakan lagi dan memberi pengarahan, pembelajaran, perhatian
kepada pekerja yang belum berpengalaman serta memberi pengarahan mengenai cara
54
Universitas Kristen Petra
pemotongan bata yang benar. Hal ini dilakukan karena bata ringan termasuk produk
yang masih baru, dimana pekerja belum terbiasa sehingga perlu adanya suatu
pembelajaran dalam pemasangan bata maupun penggunaan peralatan dalam proses
pemasangan dinding bata ringan. Perbandingan cara penanganan sisa bata dapat dilihat
pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32. Perbandingan Cara Penanganan Sisa Bata
Secara garis besar cara penanganan terhadap sisa mortar konvensional dan
mortar siap pakai hampir sama yaitu melakukan pengawasan terhadap tebal spesi dan
plesteran dengan tujuan agar dalam pemasangan dinding baik spesi maupun plesteran
nantinya dapat menghasilkan dinding yang baik dan rata, serta memberi pengarahan,
pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan pemasangan dinding
dimulai serta pengarahan mengenai cara pemasangan mortar yang benar. Selain itu
cara penanganan yang juga sering dilakukan adalah merencanakan letak pengadukan
mortar dan sistem pemindahan mortar. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya
mortar yang jatuh atau tercecer pada saat pemindahan mortar dengan timba. Dan juga
cara penanganan yang sering dilakukan oleh kontraktor yaitu mengumpulkan kembali
sisa mortar yang belum mengering untuk digunakan lagi, hal ini dapat meminimalisasi
55
Universitas Kristen Petra
sisa mortar yang terjadi di lapangan. Perbandingan cara penanganan sisa mortar
konvensional dengan mortar siap pakai dapat dilihat pada Gambar 4.33.
Gambar 4.33. Perbandingan Cara Penanganan Sisa Mortar