39222004-referat-EKN

20
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Enterokolitis nekrotikans (EKN) merupakan penyakit saluran cerna pada bayi baru lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding usus. Penyakit ini menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Pada umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Faktor resiko penyebab terjadinya EKN adalah; kelahiran prematur, pemberian makanan enteral dini, perlukaan mukosa usus, dan adanya bakteri pada usus. 1 Angka kejadian EKN mencapai 6 % pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir dekade ini. Beberapa penulis melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5% pada bayi yang dirawat di Unit Perawatan Intensif. Angka kejadian EKN berbeda dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Salah satu faktor yang menyebabkan perbedaan angka kejadian penyakit ini adalah kemampuan dalam mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit ini. 2 Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 60-an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini baru meningkat sesudah tahun 1972. Pada penelusuran catatan medik di sub bagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun 1982- 1985 menunjukkan 1 kasus pada tahun 1980, 2 kasus tahun 1982, 3 kasus pada tahun 1983, 4 kasus pada tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian ini terlihat bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakan alat canggih dalam penanganan neonatus. 1 Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian EKN di Amerika Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita pada tahun 1988-1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%). 1

Transcript of 39222004-referat-EKN

Page 1: 39222004-referat-EKN

BAB I

PENDAHULUAN

• Latar Belakang

Enterokolitis nekrotikans (EKN) merupakan penyakit saluran cerna pada bayi baru

lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding usus. Penyakit ini

menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Pada

umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Faktor

resiko penyebab terjadinya EKN adalah; kelahiran prematur, pemberian makanan enteral dini,

perlukaan mukosa usus, dan adanya bakteri pada usus.1

Angka kejadian EKN mencapai 6 % pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari

1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir dekade ini. Beberapa penulis

melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5% pada bayi yang dirawat di Unit Perawatan

Intensif. Angka kejadian EKN berbeda dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Salah

satu faktor yang menyebabkan perbedaan angka kejadian penyakit ini adalah kemampuan

dalam mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit ini.2

Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 60-

an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini baru meningkat sesudah tahun

1972. Pada penelusuran catatan medik di sub bagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun

1982-1985 menunjukkan 1 kasus pada tahun 1980, 2 kasus tahun 1982, 3 kasus pada tahun

1983, 4 kasus pada tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian ini

terlihat bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakan alat canggih dalam

penanganan neonatus.1

Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian EKN di Amerika

Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita pada tahun 1988-

1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%).1

• Batasan Masalah

Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan

enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.

Page 2: 39222004-referat-EKN

• Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan

penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.

• Metode Penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari

berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 3: 39222004-referat-EKN

2.1 Definisi

Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa bercak atau

nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan paling sering terjadi pada

bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah2.

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian EKN sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat, berkisar

antara 3–28 % dengan rata-rata 6 -10 % terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500

gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden EKN,

artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko

terjadinya EKN3.

Enterokolitis Nekrotikans lebih sering terjadi pada bayi laki – laki, dan beberapa penulis

melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit putih ataupun

ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita EKN adalah bayi yang lahir pada

usia kehamilan preterm, namun 5-10 % dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang

lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade terakhir angka mortalitas

yang disebabkan oleh EKN berkisar antara 10-30 % dengan tren menurun seiring dengan

semakin berkembangnya advances neonatal care3.

2.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi EKN hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya

dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik

menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi bakteri. EKN jarang

terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI.

Bagaimananapun, sekali pemberian makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan

proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan

gas hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis

intestinalis) atau memasuki vena portal4.

Enterokolitis nekrotikans sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik,

antara lain : pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR),

polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit jantung

bawaan, dan mielomeningokel4.

Enterokolitis nekrotikan bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit dominan di

Page 4: 39222004-referat-EKN

Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme

spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering

kuman patogen spesifik tidak diketahui4.

2.4 Patogenesis

Walaupun etiologi EKN masih kontroversi, analisis epidemiologi penyakit ini telah

mengidentifikasi beberapa faktor resiko utama, yaitu prematuritas, makanan enteral, iskemik

ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir menunjukkan hubungan faktor

resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus. Studi ini menggambarkan bagaimana kerusakan

mukosa juga berhubungan dengan terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi

mediator inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik7.

• Prematuritas7

Lebih dari 90 % kasus EKN terjadi pada bayi prematur, berat badan lahir rendah,

dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak perbedaan antara bayi

prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang bertanggung jawab terhadap

predileksi EKN pada kondisi EKN masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang

dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan dalam komponen

– komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi bakteri, regulasi aliran darah,

dan reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan pada usus.

• Iskemik intestinal atau asfiksia7

Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan sirkulasi

saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN. Resistensi pembuluh darah

basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan menurun dengan signifikan segera

setelah lahir, menimbulkan peningkatan kecepatan aliran darah saluran cerna yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada

resistensi vaskular tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida)

dan konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan bahwa bayi

baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres sirkulasi, yang menyebabkan

penurunan aliran saluran cerna atau resistensi vaskuler. Dalam respon terhadap

Page 5: 39222004-referat-EKN

hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan defek tekanan-autoregulasi aliran darah,

menyebabkan penurunan penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan.

Sebagai tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir

memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah hipoksemia,

terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, hipoksemia berat akan

menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh

tidak adanya produksi nitrat oksida. Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin,

substansi P, norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor , regulasi

abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada iskemia

saluran cerna dan nekrosis jaringan7.

Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh lapisan

dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya menyebabkan peritonitis

dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan

lebih jarang terjadi di usus kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan

kematian dapat terjadi4.

• Pemberian makanan secara enteral7

Kebanyakan kasus EKN terjadi setelah pemberian makanan secara enteral yang

diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang pernah dilaporkan pada

beberapa dekade yang lalu, EKN terjadi beberapa hari setelah pemberian makanan

yang pertama, tapi pada laporan kasus yang terjadi pada 1990-an EKN yang terjadi

pada BBLSR, terdiagnosis setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas

telah memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus, seperti

pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan ditingkatkan secara perlahan,

sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya EKN. Walaupun hubungan antara

makanan enteral dan EKN masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi

membuktikan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan

susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.

Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan

penurunan 50% angka kejadian EKN dengan pemberian ASI, terutama pada bayi BBLR.

ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan

proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin,

Page 6: 39222004-referat-EKN

lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak

jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu formula.

Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI, seperti faktor

pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda, platelet activating factor-

acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif dalam menurunkan penyakit ini pada

hewan, walaupun belum sepenuhnya terbukti efektif pada percobaan manusia.

• Kolonisasi Bakteri2,7

In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril, diperkaya

dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang membantu perkembangan

dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan lingkungan yang steril

tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan membentuk kolonisasi beberapa jenis

organisme pada minggu pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti

Bifidobacteria dan Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit,

saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit, dan

bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.

Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil dan

sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri komensal mampu

meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai mukoprotektor dengan menurunkan

produksi mukus, memperkuat Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang

melawan bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.

Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan

antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis

yang dilakukan oleh bakteri patogen. Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi

dan kolonisasi bakteri pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube

(NGT) pada bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya

EKN. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian EKN belum

sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa dinding sel

bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa komponen aktif menyerupai

reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi mediator inflamasi yang memicu kerusakan

usus.

Page 7: 39222004-referat-EKN

Gambar 2.4.1  Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing

enterocolitis7

2.5 Diagnosis

Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada EKN meliputi2 :

• Distensi perut atau adanya nyeri tekan

Page 8: 39222004-referat-EKN

• Toleransi minum yang buruk

• Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung

• Darah pada feses

• Tanda-tanda umum gangguan sistemik :

• Apneu

• Terus mengantuk atau tidak sadar

• Demam atau hipotermi

Kriteria Bell’s menurut Gomella:

Stadium 1 (suspek EKN)

a. kelainan sistemik : tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia, letargi dan

suhu tidak stabil.

b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan

distensi abdominal.

c. kelainan radiologik : gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.

Stadium 2 (terbukti EKN)

a. kelainan sistemik : seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan

trombositopenia.

b. kelainan abdominal : distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan, edema dinding

usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.

c. kelainan radiologik : gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis intestinal

dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.

Stadium 3 (EKN lanjut)

a. kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal nafas,

hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan

disseminated intravascular coagulation (DIC).

b. kelainan abdominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi.

c. kelainan radiologik : gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum.

Page 9: 39222004-referat-EKN

Tabel 2.6.1. Kriteria Bell5

Stadium Kelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik

IA. Tersangka EKN • Suhu tidak stabil

• Apnu • Bradikardia

• Residu lambung meningkat

• Distensi abdomen ringan

• Darah samar di dalam feses

• Normal• Ileus ringan

IB. Tersangka EKN SDA SDA

+ Darah segar per rektal

SDA

IIA. EKN definitif ringan

SDA SDA

+ Peristaltik (-)

+ Nyeri tekan

• Ileus• Pneumatosis

intestinal

IIB. EKN definitif sedang

SDA

+ Asidosis metabolik ringan

+ Trombositopenia ringan

SDA

+ Peristaltik (-)

+ Nyeri tekan

+ Selulitis

+ Benjolan kuadran kanan bawah

SDA

+ Udara vena porta

± Asites

IIIA. EKN lanjut, sakit berat, usus utuh

SDA

+ Hipotensi

+ Bradikardia

+ Asidosis respirasi

+ Asidosis metabolik

+ DIC

+ Neutropenia

SDA

+ Peritonitis generalisata

+ Nyeri tekan

+ Distensi abdomen

SDA

+ Asites

IIIB. EKN lanjut, sakit berat,

SDA SDA SDA

Page 10: 39222004-referat-EKN

perforasi + Pneumoperitoneum

Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed 4

Pemeriksaan Laboratorium12

• Darah lengkap dan hitung jenis

Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan shift to the

left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50 % kasus

terbukti EKN, jumlah platelet < 50.000 uL

• Kultur

Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk

kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.

• Elektrolit

Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia

sering terjadi.

• Analisa gas darah

Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik

mungkin terlihat.

• Sistem koagulasi

Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih

lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial Thromboplastin

time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin,

merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).

• C-Reaktif protein

Mungkin tidak meningkat atau pada kasus EKN yang lanjut karena bayi tidak

bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.

Page 11: 39222004-referat-EKN

• Biomarker

Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab EKN seperti gas

hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses dan genetic marker,

tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang

genomic dan proteomic marker terus diteliti.

Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis merupakan

pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk mendeteksi adanya kelainan.

Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun dengan media kontras. Pada anak

dengan EKN yang umumnya menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut

kembung, muntah–muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan

kontras, foto polos dan tanpa persiapan. Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior,

erek atau semierek dengan diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD).

Beberapa klinisi menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak

tangga pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus7,8.

Gambaran Radiografik Dini

Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya batas dinding

usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi, dan atonik. Pengenalan

gambaran tersebut sangat penting sehingga dapat dilakukan pengobatan dini dan

komplikasi EKN dapat dihindari7,8.

Gambaran Radiografik Klasik

Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan

gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam diagnosis EKN. Gas

dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa akan memberikan gambaran seperti

garis (rel kereta api) pada penampang bujur atau sebagai cincin kembar pada

penampang lintang. Meskipun tanda ini sangat penting, kadang–kadang sukar

mengenalinya7,8.

Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena porta.

Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang – cabang sesuai dengan percabangan

vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul pada post kateterisasi

vena umbilikalis7,8.

Gambaran Radiografik Perforasi

Page 12: 39222004-referat-EKN

Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh karena itu

penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan menemukan tanda dini

perforasi.

Gambaran radiografik perforasi yaitu:

• Gas bebas intraperitoneal

• Cairan bebas intraperitoneal

• Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik,

• Lingkar usus melebar persisten7,8

Gambar 2.6.1. Pneumatosis Intestinal9

Gambar 2.6.2. Pneumoperitonium9

Page 13: 39222004-referat-EKN

Gambar 2.6.3. Gas portal10

2.7 Tatalaksana

Prinsip dasar tatalaksana EKN yaitu menatalaksananya sebagai akut abdomen dengan

ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit,

perforasi intestinal, dan syok. Jika EKN terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu

dipertimbangkan untuk isolasi9.

A. Tatalaksana Medis

Pengelolaan Dasar

• Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-14 hari (pada

EKN stadium 1 waktunya lebih singkat). Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar

melalui parenteral total.

• Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube atau lakukan suction

berkelanjutan.

• Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen

• Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan aspirasi

lambung dan feses, apakah ada perdarahan

• Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara parameter

gas darah yang dapat diterima

• Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin dibutuhkan pada keadaan

yang mengarah kepada syok. Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk

menjaga tekanan darah dalam batas normal

• Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan untuk

mempertahankan produksi urin 1-3 mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada

infus jika pasien dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.

• Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan ganti dengan

Page 14: 39222004-referat-EKN

kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada keparahan penyakit.

• Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa hitung sel darah

lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga stabil. Lakukan kultur darah dan urin

sebelum memulai pemberian antibiotik.

• Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari. Mulai dengan

pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian

Vancomycin (sebagai pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau

curiga infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin untuk

meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis atau perforasi usus.

Penelitian terbaru tidak menganjurkan ataupun menolak penggunaan laktoferin

sebagai adjuvant terapi antibiotik.

• Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada EKN stadium II dan III dapat

mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma dan cryoprecipitate.

Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga dibutuhkan.

• Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi lateral dekubitus pada

pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8 jam pada stadium akut untuk medeteksi

perforasi usus.

• Konsul bedah pada EKN ( stadium II dan III)9

Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis

- Stadium I

Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan. Antibotik

spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil kultur.

- Stadium IIA dan IIB

Puasa selama 2 minggu.

Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada pemeriksaan

radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral 90-110 kal/kgBB/hari.

Pemberian oksigen.

Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.

Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.

Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.

- Stadium IIIA dan IIIB

Pengobatan stadium II

Page 15: 39222004-referat-EKN

Ventilasi mekanik jika dibutuhkan.

Jika terdapat syok, segera atasi dengan pemberian cairan.

Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan darah10.

B. Tatalaksana Bedah

Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi bedah.

Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding abdomen, dilatasi segmen

intestinal yang menetap dilihat dari radiografi (sentinel loop), massa abdomen yang nyeri dan

perubahan kondisi klinis yang refrakter terhadap tatalaksana medis9.

C. Pencegahan

Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah EKN. Hal ini termasuk

penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara bijak, pemberian IgG dan

IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian

makanan pendamping ASI, pemberian ASI dan penggunaan probiotik9.

2.8 Prognosis

Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis intestinal

saat didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post operatif antara lain infeksi

luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps, nekrosis). Komplikasi lanjut antara lain striktur

intestinal yang dapat muncul pada lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada sekitar 10%

pasien yang di tatalaksana secara bedah maupun medis. Reseksi dari striktur yang mengalami

obstruksi merupakan tindakan kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi EKN

post operatif antara lain short-bowel syndrome (malabsorbsi, gagal tumbuh, malnutrisi),

komplikasi yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis, trombosis), dan cholestatic

jaundice. Bayi prematur dengan EKN yang membutuhkan intervensi bedah atau yang

mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan dan outcome

neuro developmental3.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Enterokolitis Nekrotikan merupakan penyakit yang memiliki angka mortalitas dan

Page 16: 39222004-referat-EKN

morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada bayi prematur dan bayi berat

lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu

iskemia intestinal, kolonisasi bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur

berbeda dibandingkan bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara

lain pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi bakteri,

autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi. Bayi prematur menjadi lebih

rentan diakibatkan sistem imun yang imatur yang mana tidak memadai dalam melindungi

terhadap organisme patogen. Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan

cairan parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid

antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian ASI

dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah EKN.

3.2 Saran

• Perlu penanganan yang efektif pada bayi yang menderita EKN karena prognosis

berhubungan dengan pengobatan.

• Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai EKN agar diagnosis dan penatalaksaan bayi

dengan EKN dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.

DAFTAR PUSTAKA

• Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto. 2007;h:146.

• Kitterman J.Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1. Ed

20.Jakarta:EGC.2006;h:297-300

• Piazza AJ,Stoll BJ.Digestive System Disorder.D:Kliegman RM,et all.Nelson Textbook of

Pediatric.Ed 18.Philadelphia.Saunders Elsevier.2007;h:755-756

• William J C, 2010. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp. Diunduh dari:

http://www. merck.com tanggal 03 Juli 2010.

• Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine .Ed 4.Australia:Blackwell

Page 17: 39222004-referat-EKN

Publishing.2008;h:254-257

• Claud EC,Caplan M.Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Walker WA,et

all.PediatricGastrointestinalDisease.Massachuset:McGrawHill.2004;h:873-877

• Caplan M.Neonatal Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Martin RJ,Fanaroff AA,Walsh

MC.Fanarof and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine Diseases of the Fetus and

Infant.Ed 8.Philadelphia:Mosby Elsevier:2006 ;h1403-1410

• Daneman A,Woodward S & de Silva M.The radiology of neonatal necrotizing

enterocolitis(NEC): A review of 47 cases and the literature.Pediarl. Radiol.1978;h:70-77

• SpringerSC.NecrotizingEnterocolitis.Diunduhdari

http://www.emedicine.medscape.com/artikel/977956. Diakses tanggal 12 Juli 2010

• Gambar diunduh dari http://www.pediatrie.be/NECROT_%20ENTEROCOL.htm. Diakses

tanggal 12 Juli 2010

• Kogurt MS.Early rontgen patterns as a guide to prompt diagnosis.Radiology.1979;h:367-

370

• Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG.Neonatology.Ed

6.Philadelphia:McgrawHill.2010;h:590-594

• Sukadi A.Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir.Bandung:Bagian/SMF Ilmu

Kesehatan Anak FKUP/RSHS.2002;h:23-26

• Newell SJ.Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM,Roberton NRC. Textbook of

Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill Livingstone.1999;h:747-755

• Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics.Ed 3.Mosby

Elsevier.2008;h:154-155