39222004-referat-EKN
-
Upload
dita-putri-lipexu -
Category
Documents
-
view
49 -
download
4
Transcript of 39222004-referat-EKN
BAB I
PENDAHULUAN
• Latar Belakang
Enterokolitis nekrotikans (EKN) merupakan penyakit saluran cerna pada bayi baru
lahir, ditandai dengan kematian jaringan luas yang terjadi pada dinding usus. Penyakit ini
menjadi salah satu masalah pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR). Pada
umumnya EKN lebih sering ditemukan pada bayi prematur daripada bayi cukup bulan. Faktor
resiko penyebab terjadinya EKN adalah; kelahiran prematur, pemberian makanan enteral dini,
perlukaan mukosa usus, dan adanya bakteri pada usus.1
Angka kejadian EKN mencapai 6 % pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari
1500 gram di seluruh dunia, dan cenderung meningkat pada akhir dekade ini. Beberapa penulis
melaporkan angka kejadian berkisar antara 1,5-7,5% pada bayi yang dirawat di Unit Perawatan
Intensif. Angka kejadian EKN berbeda dari satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Salah
satu faktor yang menyebabkan perbedaan angka kejadian penyakit ini adalah kemampuan
dalam mendiagnosis dan mengenali gejala dini penyakit ini.2
Diagnosis EKN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada tahun 60-
an jarang sekali ditegakkan. Kewaspadaan terhadap penyakit ini baru meningkat sesudah tahun
1972. Pada penelusuran catatan medik di sub bagian Perinatologi FKUI/RSCM, sejak tahun
1982-1985 menunjukkan 1 kasus pada tahun 1980, 2 kasus tahun 1982, 3 kasus pada tahun
1983, 4 kasus pada tahun 1984 dan 3 kasus pada tahun 1985. Dari gambaran kejadian ini
terlihat bahwa penambahan kejadian justru pada saat digunakan alat canggih dalam
penanganan neonatus.1
Angka kematian EKN cukup tinggi. Pada tahun 1980 angka kematian EKN di Amerika
Serikat adalah 29%. Sedangkan di Rumah Sakit Anak & Bunda Harapan Kita pada tahun 1988-
1989, dari 35 penderita EKN dilaporkan kematian terjadi pada 19 kasus (54,3%).1
• Batasan Masalah
Referat ini membahas mengenai patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.
• Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk mengetahui patogenesis, diagnosis dan
penatalaksanaan enterokolitis nekrotikan pada bayi baru lahir.
• Metode Penulisan
Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari
berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Enterokolitis nekrotikans adalah kelainan pada saluran pencernaan berupa bercak atau
nekrosis difus pada mukosa atau submukosa kolon yang didapat dan paling sering terjadi pada
bayi prematur dan dengan berat lahir sangat rendah2.
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian EKN sangat bervariasi antar negara bagian di Amerika Serikat, berkisar
antara 3–28 % dengan rata-rata 6 -10 % terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500
gram. Berbanding terbalik antara usia kehamilan saat lahir atau berat lahir dengan insiden EKN,
artinya semakin cukup usia kehamilan atau semakin cukup berat lahir, semakin rendah resiko
terjadinya EKN3.
Enterokolitis Nekrotikans lebih sering terjadi pada bayi laki – laki, dan beberapa penulis
melaporkan angka kejadian lebih banyak pada orang afrika daripada orang kulit putih ataupun
ras hispanik. Walaupun kebanyakan neonatus yang menderita EKN adalah bayi yang lahir pada
usia kehamilan preterm, namun 5-10 % dari kasus yang dilaporkan, juga terjadi pada bayi yang
lahir pada usia kehamilan lebih dari 36 minggu. Dalam tiga dekade terakhir angka mortalitas
yang disebabkan oleh EKN berkisar antara 10-30 % dengan tren menurun seiring dengan
semakin berkembangnya advances neonatal care3.
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi EKN hingga saat ini belum dapat dipastikan, namun diyakini erat kaitannya
dengan terjadinya iskemik intestinal, faktor koloni bakteri dan faktor makanan. Iskemik
menyebabkan rusaknya dinding saluran cerna, sehingga rentan pada invasi bakteri. EKN jarang
terjadi sebelum tindakan pemberian makanan dan sedikit terjadi pada bayi yang mendapat ASI.
Bagaimananapun, sekali pemberian makanan dimulai, hal itu cukup untuk menyebabkan
proliferasi bakteri yang dapat menembus dinding saluran cerna yang rusak dan menghasilkan
gas hidrogen. Gas tersebut bisa berkumpul dalam dinding saluran cerna (pneumotosis
intestinalis) atau memasuki vena portal4.
Enterokolitis nekrotikans sering dihubungkan dengan dengan faktor resiko spesifik,
antara lain : pemberian susu formula, asfiksia, Intrauterine Growth Restriction (IUGR),
polisitemia / hiperviskositas, pemasangan kateter umbilikal, gastroskisis, penyakit jantung
bawaan, dan mielomeningokel4.
Enterokolitis nekrotikan bisa timbul sebagai kumpulan penyakit atau penyakit dominan di
Unit Rawat Intensif Neonatus. Beberapa kumpulan tampaknya berhubungan dengan organisme
spesifik (misalnya Klebsiella, Escherichia coli, Staphylococcus koagulase-negatif), tetapi sering
kuman patogen spesifik tidak diketahui4.
2.4 Patogenesis
Walaupun etiologi EKN masih kontroversi, analisis epidemiologi penyakit ini telah
mengidentifikasi beberapa faktor resiko utama, yaitu prematuritas, makanan enteral, iskemik
ataupun asfiksia intestinal, dan kolonisasi bakteri. Studi terakhir menunjukkan hubungan faktor
resiko ini dengan terjadinya nekrosis usus. Studi ini menggambarkan bagaimana kerusakan
mukosa juga berhubungan dengan terganggunya sistem imun yang mengakibatkan aktivasi
mediator inflamasi, yang pada akhirnya menimbulkan sindrom respon inflamasi sistemik7.
• Prematuritas7
Lebih dari 90 % kasus EKN terjadi pada bayi prematur, berat badan lahir rendah,
dan telah menjadi faktor resiko utama. Walaupun banyak perbedaan antara bayi
prematur dengan bayi cukup bulan, mekanisme yang bertanggung jawab terhadap
predileksi EKN pada kondisi EKN masih belum dipahami sepenuhnya. Penelitian yang
dilakukan pada manusia dan hewan telah mengidentifikasi perubahan dalam komponen
– komponen sistem pertahanan usus, motilitas, kolonisasi bakteri, regulasi aliran darah,
dan reaksi inflamasi yang berperan dalam terjadinya kerusakan pada usus.
• Iskemik intestinal atau asfiksia7
Hasil suatu studi pada hewan baru lahir menunjukkan perbedaan sirkulasi
saluran cerna yang menjadi predisposisi terjadinya EKN. Resistensi pembuluh darah
basal saluran cerna meningkat pada fetus, dan menurun dengan signifikan segera
setelah lahir, menimbulkan peningkatan kecepatan aliran darah saluran cerna yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan saluran cerna dan somatik yang kuat. Perubahan pada
resistensi vaskular tergantung pada keseimbangan antara molekul dilator (nitrat oksida)
dan konstriktor (endotelin), dan juga respon miogenik. Studi menunjukkan bahwa bayi
baru lahir memiliki penyimpangan respon terhadap stres sirkulasi, yang menyebabkan
penurunan aliran saluran cerna atau resistensi vaskuler. Dalam respon terhadap
hipotensi, hewan baru lahir menunjukkan defek tekanan-autoregulasi aliran darah,
menyebabkan penurunan penyediaan oksigen saluran cerna dan oksigenasi jaringan.
Sebagai tambahan, pada hipoksemia arteri, sirkulasi saluran cerna bayi baru lahir
memiliki respon yang berbeda dari hewan yang lebih tua. Walapun setelah hipoksemia,
terjadi vasodilatasi dan peningkatan perfusi saluran cerna, hipoksemia berat akan
menyebabkan vasokonstriksi dan iskemia atau hipoksia saluran cerna, dimediasi oleh
tidak adanya produksi nitrat oksida. Kebanyakan mediator kimia (nitrat oksida, endotelin,
substansi P, norepinefrin, dan angiotensin) berdampak pada vasomotor , regulasi
abnormal menghasilkan penekanan autoregulasi sirkulasi, mengarah pada iskemia
saluran cerna dan nekrosis jaringan7.
Nekrosis dimulai di mukosa dan dapat berkembang mengenai seluruh lapisan
dinding saluran cerna, menyebabkan perforasi yang berikutnya menyebabkan peritonitis
dan udara bebas intra-abdomen. Perforasi umumnya terjadi di ileum terminal, kolon dan
lebih jarang terjadi di usus kecil bagian proksimal. Sepsis terjadi pada 33% bayi dan
kematian dapat terjadi4.
• Pemberian makanan secara enteral7
Kebanyakan kasus EKN terjadi setelah pemberian makanan secara enteral yang
diberikan kepada bayi prematur. Pada beberapa kasus yang pernah dilaporkan pada
beberapa dekade yang lalu, EKN terjadi beberapa hari setelah pemberian makanan
yang pertama, tapi pada laporan kasus yang terjadi pada 1990-an EKN yang terjadi
pada BBLSR, terdiagnosis setelah beberapa minggu. Adanya perbedaan kasus diatas
telah memberikan pemahaman baru bagaimana perawatan terhadap neonatus, seperti
pemberian makanan hipokalori dengan jumlah sedikit, dan ditingkatkan secara perlahan,
sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya EKN. Walaupun hubungan antara
makanan enteral dan EKN masih belum dipahami sepenuhnya, tapi beberapa studi
membuktikan pentingnya pemberian Air Susu Ibu (ASI), yang memang berbeda dengan
susu formula, baik dari segi jumlah, komposisi, dan osmolalitas.
Pada penelitian secara prospektif yang pernah dilaporkan, didapatkan
penurunan 50% angka kejadian EKN dengan pemberian ASI, terutama pada bayi BBLR.
ASI mengandung berbagai faktor bioaktif yang mempengaruhi imunitas, inflamasi, dan
proteksi mukosa, termasuk sekresi Immunoglobulin A (IgA), leukosit, laktoferin,
lisozim,musin, sitokin, faktor pertumbuhan, enzim, oligosakarida, dan asam lemak tak
jenuh rantai ganda, yang mana sebagaian besar tidak terkandung pada susu formula.
Sistem pertahanan mukosa saluran cerna didapatkan dari ASI, seperti faktor
pertumbuhan epidermal, asam lemak tak jenuh rantai ganda, platelet activating factor-
acetylhydrolase, IgA dan makrofag yang efektif dalam menurunkan penyakit ini pada
hewan, walaupun belum sepenuhnya terbukti efektif pada percobaan manusia.
• Kolonisasi Bakteri2,7
In Utero, usus janin terus dibasahi dalam cairan amnion yang steril, diperkaya
dengan nutrisi, hormon, dan faktor-faktor pertumbuhan yang membantu perkembangan
dari traktus intestinal. Saat lahir, bayi akan meninggalkan lingkungan yang steril
tersebut. Pemberian ASI pada bayi akan membentuk kolonisasi beberapa jenis
organisme pada minggu pertama kehidupan, termasuk spesies anaerob seperti
Bifidobacteria dan Lactobacill. Dibandingkan dengan bayi yang dirawat Rumah Sakit,
saluran cerna pada bayi yang prematur memiliki spesies bakteri yang sedikit, dan
bakteri anaerob yang lebih sedikit atau mungkin sama sekali tidak ada.
Kolonisasi oleh bakteri komensal membuat sebuah flora usus yang stabil dan
sangat penting bagi perkembangan struktur intestinal. Bakteri komensal mampu
meningkatkan dan menjaga kesatuan sebagai mukoprotektor dengan menurunkan
produksi mukus, memperkuat Intestinal Tight Junction, memproduksi zat-zat racun yang
melawan bakteri aerobik, dan menurunkan pH intralumen.
Ketidakseimbangan kolonisasi bakteri, dimana terdapat ketidakseimbangan
antara bakteri patogen dan komensal menyebabkan dominasi dan proliferasi patologis
yang dilakukan oleh bakteri patogen. Bukti terakhir menunjukkan bahwa kontaminasi
dan kolonisasi bakteri pada pemberian makanan formula melalui Nasogastric tube
(NGT) pada bayi prematur merupakan predisposisi pada beberapa bayi untuk terjadinya
EKN. Mekanisme spesifik bagaimana inisiasi bakteri dalam kejadian EKN belum
sepenuhnya dimengerti, namun pada kebanyakan kasus ditemukan bahwa dinding sel
bakteri patogen menghasilkan endotoksin, dan beberapa komponen aktif menyerupai
reseptor di epitel usus, dan mengaktivasi mediator inflamasi yang memicu kerusakan
usus.
Gambar 2.4.1 Hypothetical events in the pathophysiology of neonatal necrotizing
enterocolitis7
2.5 Diagnosis
Menurut WHO (2008), tanda-tanda umum pada EKN meliputi2 :
• Distensi perut atau adanya nyeri tekan
• Toleransi minum yang buruk
• Muntah kehijauan atau cairan kehijauan keluar melalui pipa lambung
• Darah pada feses
• Tanda-tanda umum gangguan sistemik :
• Apneu
• Terus mengantuk atau tidak sadar
• Demam atau hipotermi
Kriteria Bell’s menurut Gomella:
Stadium 1 (suspek EKN)
a. kelainan sistemik : tandanya tidak spesifik, termasuk apnu, bradikardia, letargi dan
suhu tidak stabil.
b. kelainan abdominal : termasuk intoleransi makanan, rekuren residual lambung, dan
distensi abdominal.
c. kelainan radiologik : gambaran radiologi bisa normal atau tidak spesifik.
Stadium 2 (terbukti EKN)
a. kelainan sistemik : seperti stadium 1 ditambah dengan nyeri tekan abdominal dan
trombositopenia.
b. kelainan abdominal : distensi abdominal yang menetap, nyeri tekan, edema dinding
usus, bising usus hilang dan perdarahan per rektal.
c. kelainan radiologik : gambaran radiologi yang sering adalah pneumatosis intestinal
dengan atau tanpa udara vena porta atau asites.
Stadium 3 (EKN lanjut)
a. kelainan sistemik : termasuk asidosis respiratorik dan asidosis metabolik, gagal nafas,
hipotensi, penurunan jumlah urin, neutropenia dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).
b. kelainan abdominal : distensi abdomen dengan edema, indurasi dan diskolorasi.
c. kelainan radiologik : gambaran yang sering dijumpai adalah pneumoperitoneum.
Tabel 2.6.1. Kriteria Bell5
Stadium Kelainan sistemik Kelainan abdominal Kelainan radiologik
IA. Tersangka EKN • Suhu tidak stabil
• Apnu • Bradikardia
• Residu lambung meningkat
• Distensi abdomen ringan
• Darah samar di dalam feses
• Normal• Ileus ringan
IB. Tersangka EKN SDA SDA
+ Darah segar per rektal
SDA
IIA. EKN definitif ringan
SDA SDA
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
• Ileus• Pneumatosis
intestinal
IIB. EKN definitif sedang
SDA
+ Asidosis metabolik ringan
+ Trombositopenia ringan
SDA
+ Peristaltik (-)
+ Nyeri tekan
+ Selulitis
+ Benjolan kuadran kanan bawah
SDA
+ Udara vena porta
± Asites
IIIA. EKN lanjut, sakit berat, usus utuh
SDA
+ Hipotensi
+ Bradikardia
+ Asidosis respirasi
+ Asidosis metabolik
+ DIC
+ Neutropenia
SDA
+ Peritonitis generalisata
+ Nyeri tekan
+ Distensi abdomen
SDA
+ Asites
IIIB. EKN lanjut, sakit berat,
SDA SDA SDA
perforasi + Pneumoperitoneum
Dikutip dari: Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine.Ed 4
Pemeriksaan Laboratorium12
• Darah lengkap dan hitung jenis
Hitung jenis leukosit bisa normal, tetapi biasanya meningkat dengan shift to the
left, atau rendah (leukopenia), trombositopenia sering terlihat. 50 % kasus
terbukti EKN, jumlah platelet < 50.000 uL
• Kultur
Specimen darah, urin, feses, dan Cairan serebrospinal sebaiknya diperiksa untuk
kemungkinan adanya virus, bakteri, dan jamur yang patogen.
• Elektrolit
Gangguan elektrolit seperti hiponatremia dan hipernatremia serta hiperkalemia
sering terjadi.
• Analisa gas darah
Asidosis metabolik, ataupun campuran asidosis metabolic dan respiratorik
mungkin terlihat.
• Sistem koagulasi
Jika dijumpai trombositopenia ataupun perdarahan screening koagulopati lebih
lanjut harus dilakukan. Prothrombin Time memanjang, Partial Thromboplastin
time memanjang, penurunan fibrinogen dan peningkatan produk pemecah fibrin,
merupakan indikasi terjadinya disseminated intravascular coagulation (DIC).
• C-Reaktif protein
Mungkin tidak meningkat atau pada kasus EKN yang lanjut karena bayi tidak
bisa menghasilkan respon inflamasi yang efektif.
• Biomarker
Dilakukan untuk mendiagnosis dan memprediksi penyebab EKN seperti gas
hydrogen, mediator inflamasi didalam darah, urin atau feses dan genetic marker,
tetapi semua kerugian membatasi kegunaannya. Penelitian lebih lanjut tentang
genomic dan proteomic marker terus diteliti.
Selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis merupakan
pemeriksaan rutin yang sering dilakukan oleh klinisi untuk mendeteksi adanya kelainan.
Pemeriksaan dapat dilakukan secara polos ataupun dengan media kontras. Pada anak
dengan EKN yang umumnya menunjukkan gejala penyakit akut dan berat, perut
kembung, muntah–muntah, menyerupai gejala ileus, maka tidak dilakukan dengan
kontras, foto polos dan tanpa persiapan. Foto dilakukan pada posisi Anteroposterior,
erek atau semierek dengan diafragma terlihat, ataupun left lateral dekubitus (LLD).
Beberapa klinisi menyukai posisi LLD karena dapat menunjukkan fenomena anak
tangga pada ileus, distensi usus, dan adanya udara di luar rongga usus7,8.
Gambaran Radiografik Dini
Gambaran radiografik dini yang mungkin tampak yaitu hilangnya batas dinding
usus, elongasi usus, serta gas intestinal yang terdisorganisasi, dan atonik. Pengenalan
gambaran tersebut sangat penting sehingga dapat dilakukan pengobatan dini dan
komplikasi EKN dapat dihindari7,8.
Gambaran Radiografik Klasik
Adanya Pneumatisasi intestinalis dan gas dalam vena porta merupakan
gambaran radiografik klasik yang dianggap sangat penting dalam diagnosis EKN. Gas
dalam dinding usus bisa berlokalisasi di submukosa akan memberikan gambaran seperti
garis (rel kereta api) pada penampang bujur atau sebagai cincin kembar pada
penampang lintang. Meskipun tanda ini sangat penting, kadang–kadang sukar
mengenalinya7,8.
Tanda penting lainnya yang harus diperhatikan yaitu gas dalam vena porta.
Gambaran menunjukkan garis lusen bercabang – cabang sesuai dengan percabangan
vena porta di daerah hepar. Gambaran tersebut bisa juga muncul pada post kateterisasi
vena umbilikalis7,8.
Gambaran Radiografik Perforasi
Adanya gambaran perforasi merupakan indikasi tindakan bedah, oleh karena itu
penting bagi klinisi dan ahli radiologis untuk mengenali dan menemukan tanda dini
perforasi.
Gambaran radiografik perforasi yaitu:
• Gas bebas intraperitoneal
• Cairan bebas intraperitoneal
• Gas usus berkurang dengan lingkar asimetrik,
• Lingkar usus melebar persisten7,8
Gambar 2.6.1. Pneumatosis Intestinal9
Gambar 2.6.2. Pneumoperitonium9
Gambar 2.6.3. Gas portal10
2.7 Tatalaksana
Prinsip dasar tatalaksana EKN yaitu menatalaksananya sebagai akut abdomen dengan
ancaman terjadi peritonitis septik. Tujuannya adalah untuk mencegah perburukan penyakit,
perforasi intestinal, dan syok. Jika EKN terjadi pada kelompok epidemis, para penderita perlu
dipertimbangkan untuk isolasi9.
A. Tatalaksana Medis
Pengelolaan Dasar
• Pasien dipuasakan untuk mengistirahatkan saluran cerna selama 7-14 hari (pada
EKN stadium 1 waktunya lebih singkat). Pemenuhan kebutuhan nutrisi dasar
melalui parenteral total.
• Lakukan dekompresi lambung dengan replogle orogastric tube atau lakukan suction
berkelanjutan.
• Lakukan monitoring ketat pada vital sign dan kondisi abdomen
• Lakukan monitoring perdarahan saluran cerna. Periksa semua cairan aspirasi
lambung dan feses, apakah ada perdarahan
• Perbaikan kondisi respiratorik sesuai yang dibutuhkan untuk memelihara parameter
gas darah yang dapat diterima
• Perbaikan kondisi sirkulasi. Penggantian cairan mungkin dibutuhkan pada keadaan
yang mengarah kepada syok. Penggunaan inotropik mungkin dibutuhkan untuk
menjaga tekanan darah dalam batas normal
• Lakukan monitoring ketat terhadap intake dan output cairan. Usahakan untuk
mempertahankan produksi urin 1-3 mL/KgBB/jam. Hentikan pemberian kalium pada
infus jika pasien dalam keadaan hiperkalemia atau anuria.
• Lepas pemasangan kateterisasi pada arteri dan vena umbilikal dan ganti dengan
kateterisasi arteri dan vena perifer, tergantung pada keparahan penyakit.
• Lakukan monitoring hasil pemeriksaan laboratorium, Periksa hitung sel darah
lengkap dan elektrolit tiap 12-24 jam hingga stabil. Lakukan kultur darah dan urin
sebelum memulai pemberian antibiotik.
• Berikan antibiotik. Berikan antibiotik parenteral selama 10 hari. Mulai dengan
pemberian Ampicillin dan Gentamicin (atau Ceftriaxone). Pertimbangkan pemberian
Vancomycin (sebagai pengganti Ampicillin) pada keadaan penyakit sentral atau
curiga infeksi stafilokokus. Tambahkan Metronidazole atau Clindamycin untuk
meng-cover kuman anaerob, jika curiga terjadi peritonitis atau perforasi usus.
Penelitian terbaru tidak menganjurkan ataupun menolak penggunaan laktoferin
sebagai adjuvant terapi antibiotik.
• Lakukan monitoring adanya DIC. Bayi pada EKN stadium II dan III dapat
mengalami DIC dan membutuhkan fresh-frozen plasma dan cryoprecipitate.
Transfusi PRC dan trombosit mungkin juga dibutuhkan.
• Pemeriksaan radiografik. Abdominal flat plate dengan posisi lateral dekubitus pada
pemeriksaan cross-table lateral tiap 6-8 jam pada stadium akut untuk medeteksi
perforasi usus.
• Konsul bedah pada EKN ( stadium II dan III)9
Pengelolaan Berdasarkan Derajat Klinis
- Stadium I
Puasa dan pemberian minum dapat diberikan setelah 3 hari perbaikan. Antibotik
spektrum luas selama 3 hari dan selanjutnya sesuai hasil kultur.
- Stadium IIA dan IIB
Puasa selama 2 minggu.
Pemberian minum dapat dimulai setelah 7-10 hari puasa jika pada pemeriksaan
radiologi tidak tampak pneumatosis. Nutrisi parenteral 90-110 kal/kgBB/hari.
Pemberian oksigen.
Pemberian antibotik spektrum luas selama7-10 hari.
Natrium bikarbonat 2 meq/kgBB jika terjadi asidosis metabolik.
Dopamin dengan dosis rendah untuk memperbaiki sirkulasi darah usus.
- Stadium IIIA dan IIIB
Pengobatan stadium II
Ventilasi mekanik jika dibutuhkan.
Jika terdapat syok, segera atasi dengan pemberian cairan.
Pemberian plasma segar dan dopamin untuk mempertahankan tekanan darah10.
B. Tatalaksana Bedah
Pneumoperitonium merupakan indikasi mutlak untuk dilakukan intervensi bedah.
Indikasi relatif pembedahan yaitu gas vena portal, selulitis dinding abdomen, dilatasi segmen
intestinal yang menetap dilihat dari radiografi (sentinel loop), massa abdomen yang nyeri dan
perubahan kondisi klinis yang refrakter terhadap tatalaksana medis9.
C. Pencegahan
Strategi yang berbeda telah disarankan untuk mencegah EKN. Hal ini termasuk
penggunaan antibiotik enteral, penggunaan cairan parenteral secara bijak, pemberian IgG dan
IgM enteral, pemberian kortikosteroid antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian
makanan pendamping ASI, pemberian ASI dan penggunaan probiotik9.
2.8 Prognosis
Manajemen medis gagal pada sekitar 20-40% pasien dengan pneumatosis intestinal
saat didiagnosis, 10-30%nya meninggal dunia. Komplikasi awal post operatif antara lain infeksi
luka, dehiscence dan masalah stoma (prolaps, nekrosis). Komplikasi lanjut antara lain striktur
intestinal yang dapat muncul pada lokasi lesi yang mengalami nekrosis pada sekitar 10%
pasien yang di tatalaksana secara bedah maupun medis. Reseksi dari striktur yang mengalami
obstruksi merupakan tindakan kuratif. Setelah reseksi intestinal yang masif, komplikasi EKN
post operatif antara lain short-bowel syndrome (malabsorbsi, gagal tumbuh, malnutrisi),
komplikasi yang berhubungan dengan kateter vena sentral (sepsis, trombosis), dan cholestatic
jaundice. Bayi prematur dengan EKN yang membutuhkan intervensi bedah atau yang
mengalami bakteremia berada dalam resiko yang tinggi dalam pertumbuhan dan outcome
neuro developmental3.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Enterokolitis Nekrotikan merupakan penyakit yang memiliki angka mortalitas dan
morbiditas yang tinggi pada bayi baru lahir, resiko meningkat pada bayi prematur dan bayi berat
lahir sangat rendah. Kelainan ini diduga muncul sebagai akibat dari respon inflamasi dari suatu
iskemia intestinal, kolonisasi bakteri atau dan pemberian makanan enteral. Bayi prematur
berbeda dibandingkan bayi-bayi aterm dan pasien yang lebih besar dalam beberapa hal antara
lain pertahanan tubuh pada sistem pencernaan, motilitas intestinal, pola kolonisasi bakteri,
autoregulasi aliran darah splanknikus, dan regulasi jalur inflamasi. Bayi prematur menjadi lebih
rentan diakibatkan sistem imun yang imatur yang mana tidak memadai dalam melindungi
terhadap organisme patogen. Mencegah prematuritas, pemberial antibiotik enteral, penggunaan
cairan parenteral secara bijak, pemberian IgG dan IgM enteral, pemberian kortikosteroid
antenatal, penundaan atau melambatkan pemberian makanan pendamping ASI, pemberian ASI
dan penggunaan probiotik dapat menjadi pendekatan yang paling baik dalam mencegah EKN.
3.2 Saran
• Perlu penanganan yang efektif pada bayi yang menderita EKN karena prognosis
berhubungan dengan pengobatan.
• Perlu penelitian yang lebih lanjut mengenai EKN agar diagnosis dan penatalaksaan bayi
dengan EKN dapat dilakukan dengan tepat dan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
• Suraatmaja S.Kapita Selekta Gastroentrologi Anak. Jakarta : Sagung seto. 2007;h:146.
• Kitterman J.Enterokolitis Nekrotikan. Dalam: Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1. Ed
20.Jakarta:EGC.2006;h:297-300
• Piazza AJ,Stoll BJ.Digestive System Disorder.D:Kliegman RM,et all.Nelson Textbook of
Pediatric.Ed 18.Philadelphia.Saunders Elsevier.2007;h:755-756
• William J C, 2010. Necrotizing Enterocolitis. Merck Sharp & Dohme Corp. Diunduh dari:
http://www. merck.com tanggal 03 Juli 2010.
• Lavene MI, Tudehope DI, Sinha S.Essensial Neonatal Medicine .Ed 4.Australia:Blackwell
Publishing.2008;h:254-257
• Claud EC,Caplan M.Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Walker WA,et
all.PediatricGastrointestinalDisease.Massachuset:McGrawHill.2004;h:873-877
• Caplan M.Neonatal Necrotizing Enterocolitis.Dalam:Martin RJ,Fanaroff AA,Walsh
MC.Fanarof and Martin’s Neonatal-Perinatal Medicine Diseases of the Fetus and
Infant.Ed 8.Philadelphia:Mosby Elsevier:2006 ;h1403-1410
• Daneman A,Woodward S & de Silva M.The radiology of neonatal necrotizing
enterocolitis(NEC): A review of 47 cases and the literature.Pediarl. Radiol.1978;h:70-77
• SpringerSC.NecrotizingEnterocolitis.Diunduhdari
http://www.emedicine.medscape.com/artikel/977956. Diakses tanggal 12 Juli 2010
• Gambar diunduh dari http://www.pediatrie.be/NECROT_%20ENTEROCOL.htm. Diakses
tanggal 12 Juli 2010
• Kogurt MS.Early rontgen patterns as a guide to prompt diagnosis.Radiology.1979;h:367-
370
• Gomella TL, Cunningham MD & Eyal FG.Neonatology.Ed
6.Philadelphia:McgrawHill.2010;h:590-594
• Sukadi A.Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir.Bandung:Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FKUP/RSHS.2002;h:23-26
• Newell SJ.Gastrointestinal Disorders. Dalam: Rennie JM,Roberton NRC. Textbook of
Neonatology. Edisi 3. Philadelphia: Crurchill Livingstone.1999;h:747-755
• Lissauer T, Clayden G. Illustrated Textbook of Paediatrics.Ed 3.Mosby
Elsevier.2008;h:154-155