3-Referat 2 - Kanker Rongga Mulut (Revised)
-
Upload
tammie-young -
Category
Documents
-
view
309 -
download
10
description
Transcript of 3-Referat 2 - Kanker Rongga Mulut (Revised)
KANKER RONGGA MULUT
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Rongga mulut adalah bagian dari saluran cerna dimulai dari vermilion sampai
perbatasan soft dengan hard palate dan papila circumvallata lidah. Jadi yang yang
termasuk dalam regio ini adalah bibir, mukosa bukal, ginggiva, dasar mulut, lidah
dua pertiga depan, hard palate dan trigonum retromolar.
Bibir yang membentuk celah tebuka pada mulut merupakan bagian organ
yang spesial pada manusia. Bibir berperan dalam menahan makanan dalam mulut
dan membentuk kata-kata saat berbicara. Fungsi lain adalah membentuk ekspresi
wajah seperti tersenyum dan mengerutkan dahi. Bibir berwarna lebih gelap dari kulit
sekitarnya karena mengandung sangat banyak pembuluh darah (Suyatno, 2010).
Lidah merupakan organ muskular yang sangat fleksibel dalam rongga mulut
berperan untuk proses pengunyahan, pengecapan dan menelan makanan serta untuk
berbicara. Organ ini melekat ke dasar mulut dengan permukaan atas dilapisi papilae
yang memberikan tekstur permukaan yang kasar. Papillae mengandung pori-pori
kecil yang terdapat reseptor pengecapan (taste bud). Terdapat 4 jenis reseptor
1
Gambar 1: Anatomi rongga mulut (Moore, 2007).
pengecapan (manis, asam, pahit, asam) yang berada pada lokasi tertentu di
permukaan lidah (Suyatno, 2010).
Otot-otot ekstrinsik melekatkan lidah ke bagian eksternal, yang termasuk otot
ini adalah hioglosus, genioglosus, palatoglosus, pharingoglosus dan stiloglosus. Otot-
otot intrinsik yang berada dalam lidah merupakan pembentuk masa lidah paling
banyak. Otot intrinsik ini berjalan vertikal, tranversal dan longitudinal. Dengan
struktur otot ekstrinsik dan intrinsik seperti ini memungkinkan lidah untuk bergerak
bebas. Otot-otot lidah diinervasi oleh nervus hipoglosus (N.XII). Sensasi untuk
perabaan (touch sensation) dari lidah 2/3 depan dibawa oleh nervus trigeminus (N.V
cabang lingualis) dan 1/3 belakang lidah melalui nervus glosofaringeus (N.IX).
Sensasi untuk pengecapan (taste sensation) dari lidah 2/3 depan dibawa oleh nervus
fasialis (N.VII) dan 1/3 belakang melalui nervus glosofaringeus (N.IX).
Vaskularisasi lidah terutama oleh arteri lingualis (Suyatno, 2010).
2
Gambar 2. Anatomi lidah (Moore, 2007).
Atap dari rongga mulut adalah palatum, yang memisahkan dengan rongga
hidung. Bagian depan yang berupa tulang dilapisi mukosa adalah palatum durum
(hard palate/langit-langit keras), bagian belakang yang tersusun jaringan lunak
disebut palatum molle (soft palate / langit-langit lunak). Rongga mulut ini
mengandung kelenjar liur, kelenjar ini mensekresikan cairan saliva yang
mengandung enzim amilase. Saliva juga mengandung enzim Lisozim yang mampu
membunuh bakteri (Suyatno, 2010).
3
Gambar 3. Otot-otot ekstrinsik lidah dan inervasinya (Ellis, 2006).
Gambar 4. Anatomi palatum (Moore, 2007).
BATASAN
Yang dianggap sebagai kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari
epitel yang melapisi mukosa rongga mulut dan organ-organ rongga mulut serta
kelenjar ludah (terutama minor) yang berada di dinding rongga mulut.
Dengan demikian, ruang lingkup rongga mulut termasuk organ-organ berikut
ini : Bibir atas dan bawah, lidah 2/3 anterior, mukosa bukal/pipi, dasar mulut,
ginggiva maxila dan mandibula, trigonum retromolare, dan palatum durum serta
molle. Sedangkan yang tidak termasuk dalam kanker rongga mulut adalah : Sarkoma
jaringan lunak pada pipi atau bibir, sarkoma saraf perifer, tumor-tumor ganas
odontogenik yang berasal dari mandibula maupun maksila, karsinoma kulit pipi serta
bibir (Manuaba, 2010).
EPIDEMIOLOGI
Kanker rongga mulut adalah kanker yang berasal dari epitel baik berasal dari
mukosa atau kelenjar liur pada dinding rongga mulut dan organ dalam mulut.
Sarkoma, tumor ganas odontogen pada maksila dan mandibula serta karsinoma kulit
pipi tidak termasuk kanker rongga mulut (Suyatno, 2010).
Karsinoma rongga mulut relatif jarang dijumpai di dunia barat dan lebih
sering dijumpai di negara berkembang (Manuaba, 2010). Kanker ini merupakan
kanker nomor enam paling banyak di dunia dan mencakup 30% dari kanker kepala
dan leher. Di Amerika Serikat pada tahun 2005, diperkirakan 20.000 kanker terjadi di
rongga mulut dan terdapat sekitar 5000 kematian akibat kanker rongga mulut. Pria
lebih banyak menderita kanker ini dibanding wanita (3-4:1) namun terdapat
kecenderungan insiden pada wanita yang meningkat karena kebiasaan merokok
meningkat. Rata-rata didiagnosa pada usia dekade keenam sampai ketujuh namun
ada juga yangmendapatkan sebagian besar (70%) pada usia diatas 40 tahun. Insiden
rata-rata 100.000 pertahun, antara negara maju dan berkembang hampir sama.
Insiden tertinggi pada wanita adalah di India 5,8/100.000. Insiden tertinggi pada pria
adalah di Prancis 13/100.000. Insiden tertinggi didunia adalah di India dengan angka
4
kejadian kanker rongga mulut 20-25/100.000. Sedangkan insiden terendah di
Yugoslavia 0,2/100.000.
Insiden kanker rongga mulut di Indonesia belum diketahui dengan pasti,
frekuensi relatif diperkirakan 1,5-5% dari seluruh kanker. Karsinoma rongga mulut
paling sering mengenai lidah (40%), dasar mulut (15%) dan bibir (13%). Lebih dari
90-95% kanker rongga mulut adalah karsinoma sel skuamus. Kurang dari 5% adalah
adenokarsinoma (adenokistik dan mukoepidermoid karsinoma yang berasal dari
kelenjar liur minor).
Kanker lidah diperkirakan setiap tahunnya terdapat 5.500 kasus baru (AS),
pria dibanding wanita adalah 3:1. Kanker lidah pada 2/3 anterior mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan 1/3 posterior lidah. Kanker pada lidah posterior
umumnya berdiferensiasi buruk, sudah ada metastasis ke kelenjar getah bening saat
ditemukan dan umumnya terdiagnosis pada stadium lanjut.
Kanker dasar mulut dominan diderita pria (80%) dengan rata-rata usia 55-65
tahun dan insiden diperkirakan 0,6/100.000 penduduk (AS). Kanker bibir lebih
sering pada bibir bawah, pada bibir atas diperkirakan sekitar 6% dan komisura 3%
(Suyatno, 2010).
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko mayor kanker rongga mulut adalah iritasi kronis mukosa oleh
tembakau dan alkohol. Secara umum faktor risiko untuk kanker ini adalah :
1. Tembakau : 80 - 90 % penderita kaker rongga mulut adalah perokok. Risiko
perokok adalah 9 kali lebih besar dibanding bukan perokok dan pasien yang
tetap merokok setelah mendapat perawatan kanker rongga mulut mempunyai
risiko 2-6 kali mendapatkan kanker kedua dibanding pasien yang berhenti
merokok (Neville, 2002).
2. Alkohol : peminum alkohol memiliki risiko 30 kali lebih besar dan efeknya
sinergis dengan merokok. Bila seseorang merupakan perokok dan peminum
5
berat akan mempunyai risiko 100 kali dibanding orang bukan perokok dan
peminum alkohol (Neville, 2002).
3. Infeksi virus dalam rongga mlut : Human Papiloma Virus (HPV) khususnya
HPV 16 dan 18.
4. Sirosis hepatis
5. Oral higiene yang jelek dan sifilis tersier
6. Sunburn : Iritasi sinar matahari dan iritasi kronis lainnya
7. Gaya hidup : kebiasaan mengunyah sirih (betel leaf, betel nut)
8. Lesi prekanker : hiperplasia, leukoplakia, ertroplakia, dan displasia.
Eritroplakia dan displasia berpotensi paling tinggi untuk mejadi ganas
(Suyatno, 2010).
9. Diperkirakan juga terdapat suatu genetic susceptability, yang berhubungan
dengan carcinogen metabilizing system,DNA repair defect, cell cycle control
apoptosis,gangguan fungsi enzim Glutation S-Transferase, kerusakan atau
mutasi gen P53 (Manuaba, 2010)
KLASIFIKASI HISTOPATOLOGIS
Tipe histologi kanker rongga mulut diantaranya :
1. Squamous cell carcinoma
2. Adenocarcinoma
3. Adenoid cystic carcinoma
4. Melanoma maligna
5. Lymphoma
Sebagian besar kanker rongga mulut adalah tipe Squamous cell carcinoma,
meskipun tak jarang dijumpai tipe histologis lain yang berasal dari glandula
salivarius minor, mucoepidermoid carcinoma,adenoid cystic carcinoma, acinic cell
carcinoma dan sebagainya. Munculnya dan meningkatnya insiden HIV pada
masyarakat dunia, meningkatkan insiden Kaposi sarcoma yangsering dijumpai pada
mukosa palatum. Sarkoma dari tulang mandibula maupun maksila dapat dijumpai
dengan tumor yang protrusi kerongga mulut (Manuaba, 2010).
6
Beberapa lesi mukosa rongga mulut yang harus diwaspadai karena
merupakan lesi prakanker :
1. Leukoplakia
Definisi leukoplakia menurut WHO adalah bercak atau plak putih yang tak
dapat digolongkan secara klinis atau patologis ke dalam suatu penyakit
tertentu. Jadi leukoplakia hanyalah sebuah istilah klinis yang tidak
mempunyai konotasi histopatologis dan seharusnya tidak digunakan dalam
diagnostik secara mikroskopis. Bila ada plak putih di rongga mulut yang
dapat didiagnosis sebagai suatu penyakit (misalnya kandidiasis, lichen
planus, leukoedema, dan lainnya), maka lesi tersebut bukanlah suatu
leukoplakia.
2. Eritroplakia
Eritroplakia digunakan juga hanya sebagai istilah klinis. Sama seperti halnya
leukoplakia, eritroplakia adalah sebuah bercak atau plak berwarna merah
yang tak dapat digolongkan kedalam suatu penyakit tertentu. Definisi ini
juga tidak termasuk didalamnya suatu proses inflamasi di dalam rongga
mulut yang juga menimbulkan warna merah.
7
Gambar 5. Leukoplakia (Neville, 2002).
3. Eritroleukoplakia
Merupakan gambaran campuran eritroplakia dan leukoplakia
4. Nicotine stomatitis
Adalah penebalan, perubahan hiperkeratosis dari mukosa palatum yang
sering disebabkan oleh pipa rokok. Mukosa palatum menebal dan terjadi
hiperkeratosis, kadang permukaan berkembang seperti terpecah-pecah.
Nicotine stomatitis ini banyak timbul pada perokok yang memakai pipa
rokok disebabkan karena panas yang disalurkan melalui pipa lebih besar. Di
daerah Asia tenggara dan Amerika selatan dimana kadang ada kebiasaan
merokok terbalik. Kebiasaan ini membuat energi panas lebih besar yang
menyebabkan perubahan hiperkeratosis pada palatum yang disebut reverse
smoker’s palate, yang merupakan risiko signifikan terjadinya keganasan
rongga mulut
8
Gambar 6. Eritroplakia (Bouqout, 2010).
Gambar 7. Eritroleukoplakia (Bouqout, 2010).
5. Tobacco pouch keratosis
Perubahan mukosa oral yang disebabkan karena tembakau dapat melalui cara
lain seperti menghirup atau mengunyahnya. Kelainan yang timbul biasanya
disekitar mukosa buccal atau labial dapat meluas ke gingiva. Lesi awal dapat
berupa mukosa yang berkerut yang akan hilang bila diregangkan. Lesi lain
dapat berupa hiperkeratosis atau patch granuler. Lesi lanjut berupa zona yang
menebal pada mukosa yang berwarna putih keabuan dan berkembang
menjadi lipatan-lipatan dan cekungan. Perubahan pada mukosa ini
ditentukan oleh jenis dan banyaknya tembakau, serta lamanya penggunaan
tembakau (Neville, 2002).
9
Gambar 8 Nicotine stomatitis (Neville, 2002).
Gambar 8 Tobacco pouch keratosis (Neville, 2002).
PROSEDUR DIAGNOSIS
Anamnesa
Ditujukan untuk mengidentifikasi keluhan utama, perjalanan penyakit, faktor
risiko, riwayat pengobatan yang telah diberikan, hasil pengobatan dan berapa lama
keterlambatan. Keluhan utama biasanya berupa :
1. Plak putih atau kemerahan pada ginggiva, lidah, tonsil atau mukosa mulut
2. Ulkus atau sariawan yang tidak ada perbaikan setelah 2 minggu
3. Benjolan atau penebalan di bibir, ginggiva atau dalam rongga mulut
4. Gigi tanggal atau gigi palsu tidak cocok lagi
5. Sulit dan nyeri saat menelan serta masalah dalam mengunyah makanan
6. Kesukaran berbicara dan perubahan suara
7. Benjolan di mandibula atau kadang di leher
8. Perdarahan, nyeri atau rasa kebas di bibir atau pipi
9. Nyeri di telinga (Suyatno, 2010; Osuna, 2008)
Keluhan yang spesifik untuk kanker rongga mulut adalah nyeri, hot potato
chewing sign, kesulitan menelan dan berbicara. Kanker ini kadang tidak
menimbulkan keluhan dan ditemukan saat melakukan pemeriksaan gigi (Manuaba,
2010).
Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk menetukan status generalis, lokal dan regional. Pemeriksaan
umum mengidentifikasi status performans, keadaan umum dan metastasis jauh.
Pemeriksaan lokal dilakukan dengan inspeksi dengan bantuan penerangan dan
palpasi bimanual. Inspeksi rongga mulut dimulai dari bibir sampai orofaring
posterior. Perabaan lesi rongga mulut dilakukan dengan 1-2 jari dimasukkan kedalam
rongga mulut, untuk dalamnya lesi dilakukan dengan bimanual. Untuk pemeriksaan
lidah dan orofaring,maka ujung lidah ditarik keluar dengan bantuan kassa. Akan
lebih baik bila dibantu dengan cermin periksa.
Setiap lesi tentukan lokasi tumor primer, bentuk, ukuran, infiltrasinya dan bagaimana
operabilitasnya. Infiltrasi ke nervus kranialis (parestesi, nerve palsy) harus
diidentifikasi dandidokumentasi untuk evaluasi hasil terapi nantinya dan untuk
10
kepentingan medikolegal. Status regional dilakukan dengan inspeksi dan palpasi ada
tidaknya pembesaran kelenjar getah bening ipsilateral dan kontralateral. Tentukan
juga lokasi, ukuran terbesar dan jumlah kelenjar getah bening yang membesar.
Pemeriksaan ini sangat penting oleh karena risiko metastasis ke kelenjar getah
bening adalah tinggi walau klinis tidak teraba (subklinis)
Risiko penyebaran ke kelanjar getah bening tergantung dari diferensiasi tumor, letak
tumor, ukuran tumor dan rekurensi tumor. Letak tumor median, lateral lidah dan
nasofaring dapat menyebar ke kelenjar getah bening kontralateral atau terjadi
shunting kesisi sebelahnyaakibat obstruksi aliran getah bening karena operasi atau
radiasi. Apabila terdapat pembesaran kelenjar getah bening yang tidak sesuai dengan
drainasenya harus dicari kemungkinan second primary cancer (insiden 10-15%)
(Suyatno, 2010).
Tampilan Klinis
Kanker Lidah
Sebagian besar (40%) dari kanker rongga mulut adalah kanker lidah. Tanda
awal umumnya berupa ulkus tanpa nyeri yang tidak sembuh-sembuh. Kemudian
membesar dan menekan atau menginfiltrasi jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri lokal, otalgia ipsilateral, atau nyeri pada mandibula. Kanker yang kecil
terkadang asimtomatik. Otot-otot intrinsik (longitudinal, transversal dan vertikal) dan
otot ekstrinsik (genioglosus, hyoglosus, styloglosus dan palatoglosus) memberikan
hambatan minimal untuk pertumbuhan tumor. Infiltrasi ke otot-otot ini
mengakibatkan gerakan lidah terbatas, sehingga proses menelan makanan dan bicara
terganggu. Kanker ini dapat menginfiltrasi jaringan sekitarnya seperti dasar mulut
(floor of mouth), dasar lidah dan tonsil. Morfologi tumor lidah umumnya adalah
eksofitik, endofitik, ulseratif, infiltratif dan terkadang tersembunyi (occult). Lokasi
tumor paling sering adalah di tepi lateral pada perbatasan antara bagian tengah dan
1/3 belakang lidah.
Lebih kurang 30% penderita kanker lidah secara klinis terdapat metastasis di
kelenjar getah bening leher (KGB leher teraba) saat didiagnosa. Drainase limfatik
dari kanker lidah adalah ke level II, III dan I. Bila tumor di pertengahan (midline)
dapat terjadi metastasis ke kelenjar getah bening bilateral. Ukuran tumor yang kecil
11
(T1 dan T2), occult nodule metastase-nya terdapat pada 30-40% pasien. Ukuran dan
ketebalan tumor merupakan prediktor independen untuk metastasis regional
(Suyatno, 2010).
Kanker Dasar Mulut
Kanker dasar mulut merupakan 10-15% dari kanker rongga mulut. Lesis
umumnya adalah karsinoma sel skuamus dengan diferensiasi ringan sampai sedang.
Terkadang juga muncul dari kelenjar liur berupa adenokarsinoma, adenoid kistik
karsinoma dan mukoepidermoid karsinoma. Lesi pre-maligna menyebabkan simptom
minimal, dan diagnosa tergantung pada pemeriksaan yang teliti. Plak putih
(leukoplakia) akan menjadi karsinoma apabila tidak diterapi dengan tepat. Plak
kemerahan (eritroplakia) sering (90%) merupakan kanker invasif, karsinoma insitu
ata displasia epitel harus serius dievaluasi untuk diagnosis yang tepat. Lesi maligna
umumnya berupa ulkus kronis yang tidak sembuh-sembuh dan pada lesi dini
umumnya tanpa rasa nyeri. Adanya nyeri mengindikasikan terdapat infiltrasi ke
perineural, tulang atau struktur dalam. Terkadang muncul lesi endofitik terutama bila
kanker berasal dari kelenjar liur. Umumnya penderita datang setelah terdapat
benjolan submandibular atau adanya limfadenopati di leher (Suyatno, 2010).
Kanker Bibir
Kanker ini yang tersering adalah karsinoma sel skuamus dan tekadang adalah
basalioma, melanoma maligna dan kanker kelenjar liur minor. Terdapat tiga tipe
karsinoma sel skuamus bibir yakni eksofitik, endofitik dan verukous (jarang).
Grading histopatologi adalah dari diferensiasi baik (70%) sampai diferensiasi buruk
(<5%). Karsinoma bibir umumnya berlokasi di bibir bawah (>90%), bibir atas sekitar
6% dan komisura 3%. Karsinoma dini sulit dibedakan dengan actinic cheilitis.
Verukous, eritema dan ulkus yang tak kunjung sembuh dan hiperkeratosis mungkin
merupakan gambaran malignansi. Lesi tersebut yang menetap selama 2 minggu harus
dibiopsi. Tampilan karsinoma sel skuamus bibir yang lanjut umumnya berupa ulkus
yang tak sembuh-sembuh atau pertumbuhan eksofitik. Limfadenopati pertama
muncul pada kelenjar getah bening submental dan submandibular baru kemudian ke
12
ekelenjar getah bening jugular. Tumor pada bibir atas dapat bermetastasis ke kelenjar
getah bening preaurikuler.
Perilaku karsinoma bibir bervariasi. Sebagian besar kanker tetap terlokalisir
dan tumbuh perlahan, penyebaran radial dan periferal lebih sering dibanding invasi
ke struktur dalam. Ekstensi langsung ke tulang atau invasi perineural merupakan
bentuk agresif dari tumor ini. Metastasis regional bervariasi 2-20% saat diagnosa
ditegakkan. 5-30% akan bermetastasis ke kelnjar getah bening leher setelah terapi
(Suyatno, 2010).
Kanker Palatum Durum
Tampilan klinis karsinoma sel skuamus palatum adalah berupa lesi
ulkus,umumnya asimptomatis pada stadium dini dan sangat nyeri pada stadium
lanjut. Gambaran lain adalah massa di palatum, berdarah, bau mulut, gigi tanggal dan
illfitting dentures. Pseudoepitheliomatous hyperplasia dan necrotizing
sialometaplasia adalahlesi jinak yang mempunyai tampilan yang serupa dengan
karsinoma sel skuamus, harus dibedakan secara histopatologi. Tumor pada kelenjar
liur minor muncul sebagai lesi submukosa dan ditutup mukosa yang licin. Torus
palatinus dan hiperplasia tulang palatum, asimptomatis, lokasi di midline jangan
diduga sebagai tumor. Melanoma umumnya licin, lesi hitam terkadang kecoklatan.
Sarkoma kaposi adalah lesi kebiruan umumnya terlihat pada pasien dengan infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Frekuensi tipe histopatologi dari kanker
palatum adalah : 53% karsinoma sel skuamus, 15% adenoid kistik karsinoma, 10%
mukoepidermoid karsinoma, 4% adenokarsinoma, 4% anaplastik karsinoma dan lain-
lain sebanyak 14% (Suyatno, 2010).
Kanker Gingiva
Sering terlihat sebagai perubahan mukosa yang disertai leukkoplakia. Tumor
yang lebih ekstensif mengakibatkan gigi goyang, berdarah atau nyeri, yang kemudian
akan menginvasi tulang disekitarnya. Ekstensi tumor dapat melibatkan dasar mulut,
mukosa bukal, palatum dan sinus maksilaris (Suyatno, 2010).
13
Kanker pada Trigonum Retromolar
Kanker ini dapat menyebabkan trismus karena terlibatnya pterygomandibular
space, pterygoid dan otot-otot bucinator.
Kanker Mukosa Bukal
Pada stadiumdini asimptomatis atau teraba oleh lidah. Ulserasi dapat
menyebabkan nyeri lokal. Obstruksi duktus Stenson dapat menyebabkan pembesaran
kelenjar parotis. Nyeri disebarkan ke telinga diikuti nervus lingualis dan nervus
dentalis. Ekstensi tumor dapat menyebabkan trismus karena infiltrasi tumor ke otot
masseter (Suyatno, 2010).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Secara umum sama dengan kanker kepala leher pada umumnya. Foto
mandibula (panoramik) dilakukan pada kanker gingiva, mandibula atau kanker yang
melekat di area mandibula. CT scandan MRI dilakukan untuk melihat detail lokasi
tumor, luas ekstensi tumor primer serta lokoregional. USG hepar, foto thorak dan
bone scan dilakukan apabila ada keluhan klinis dan adanya kecurigaan metastasis
jauh (Suyatno, 2010).
Biopsi
Fine Needle Aspiration Biopsy (FNAB) dapat meningkatkan diagnosis keganasan
kepala leher. Dapat dilakukan padatumor primer atau pada metastasis ke kelenjar
getah bening leher. Namun hasil pemeriksaan masih pada tingkat sitologi,belum
dapat dijadikan pedoman untuk menentukan terapi definitif.
Biopsi insisi atau biopsi punch dilakukan bila tumor besar (>1 cm) atau pada tumor
yang inoperable. Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang kecil (<1 cm), eksisi yang
dilakukan adalah eksisi luas seperti operasi definitif yaitu 1 cm dari tepi tumor. Bila
terdapat fasilitas potong beku, biopsi insisi hanya dilakukan pada tumor yang
inoperable. Tumor yang besar operable dilakukan potong beku waktu operasi untuk
dapat menentukan langsung terapi definitifnya (Suyatno, 2010).
14
STAGING
Stadium klinis berdasarkan UICC/AJCC 2002
T : berdasarkan inspeksi dan palpasi, dapat dilihat dan diraba apakah tumor
tumbuh infiltratif, eksofitik, ulseratif, verukosa. Ukuran, detail lokasi tumor, ekstensi
dan infiltrasi ke tulang dapat dievaluasi dengan foto, CT scan atau MRI.
Tumor Primer (T)
T1 : ukuran tumor <2 cm
T2 : ukuran tumor 2-4 cm
T3 : ukuran tumor >4 cm
T4a : infiltrasi tulang, n.alveolaris inferior, dasar mulut, kulit, infiltrasi otot lidah
T4b : infiltrasi otot mastikasi, pterygoid, dasar tengkorak dan a.karotis interna
Kelenjar getah bening regional (N)
N0 : tak ada metastasis ke kelenjar getah bening regional
N1 : terdapat metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral, ukuran <3 cm
N2a : terdapat metastasis kelenjar getah bening single, ipsilateral, ukuran 3-6 cm
N2b : terdapat metastasis kelenjar getah bening multiple, ipsilateral, ukuran <6 cm
N2c : terdapat metastasis kelenjar getah bening bilateral atau kontralateral
Metastasis Jauh (M)
M0 : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : terdapat metastasis jauh (Manuaba,2010)
PENATALAKSANAAN
Tujuan akhir dari penatalaksanaan kanker rongga mulut adalah tercapainya
penyembuhan kuratif (cure of cancer), preservasi dan restorasi fungsi serta kosmetik,
sekuele minimal, dan pencegahan terjadinya second primary cancer. Modalitas terapi
untuk kanker rongga mulut adalah pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan oral
rehabilitasi.
Pembedahan berupa eksisi luas merupakan terapi utama untuk kanker rongga
mulut. Margin yang adekuat (beserta jaringan sehat disekitarnya 1-1,5 cm) dilakukan
untuk tindakan kuratif. Defek operasi dapat sembuh sekunder, ditutup dengan graft
atau direkonstruksi dengan flap lokal, regional dan free flap. Diseksi leher radikal
15
dilakukan apabila secara klinis ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan
diseksi leher dilakukan pada N0 untuk tumor ukuran besar (T3 dan T4), tumor
dengan invasi lebih dalam dari 4 mm atau dengan faktor prognosis buruk lainnya
(risiko terdapat metastasis kelenjar getah bening > 20 %). Tumor primer yang
berlokasi di midline memerlukan diseksi bilateral karena risiko penyebaran ke sisi
kontralateral > 20%. Diseksi leher efektif dilakukan pada level I-III tapi terkadang
dianjurkan sampai dengan level IV disebabkan kemungkinan adanya skip metastasis
(Suyatno, 2010; NCCN, 2011).
Terdapat 5 teknik pendekatan (approach) operasi pengangkatan tumor primer
rongga mulut yaitu :
1. Pendekatan peroral
Dilakukan hanya dengan membuka mulut selebar mungkin dan dipertahankan
dengan mouth gag, teknik ini digunakan pada lesi yang kecil pada 2/3 lidah bagian
depan, dasar mulut, gusi, mukosa pipi, palatum durum dan mole. Misal : operasi
partial glossectomy, eksisi kanker dasar mulut, eksisi tumor palatum durum dan
mole, serta eksisi tumor pada upper alveolus.
2. Mandibulotomi
Tindakan ini dilakukan pada kasus keganasan yang tidak mungkin dilakukan
pengangkatan dengan tindakan membuka mulut atau lower cheek approach. Dengan
mandibulotomi lapangan operasi menjadi lebih luas sehingga memudahkan
pengangkatan tumor, misalnya tumor yang terletak pada lidah bagian posterior dan
trigonum retromolar. Variasi mandibulotomi :
- Mandibulotomi lateral, tindakan ini mempunyai kerugian : ekspos susah,
penyembuhan agak lama karena tarikan otot tidak sama, memerlukan fiksasi
intermaksila sehingga untuk mengetahui luka bekas eksisi tumor susah, terjadi
denervasi nervus Alveolaris inferior dan tempat insisi merupakan lapangan radiasi.
- Mandibulotomi midline, tindakan ini mempunyai kerugian memerlukan ekstraksi
gigi sehingga secara estetik tidak baik dan memotong otot digastrikus sehingga
fungsi mastikasi dan menelan agak terganggu.
16
- Mandibulotomi paramedian, tindakan ini memberikan ekspos tumor lebih mudah,
tidak memotong banyak otot terutama otot digastrikus, tidak terletak dalam lapangan
radiasi dan tidak mencederai nervus alveolaris inferior.
3. Upper cheek flap dan Lower cheek flap
Dilakukan pada pengangkatan kanker rongga mulut disertai mandibulektomi
marginal yang membutuhkan ekspos yang luas.
4. Visor cheek flap
Keuntungan teknik ini adalah dapat dihindarinya pemotongan bibir bawah
dan dagu di midline. Dilakukan pada tumor yang berlokasi di anterior rongga mulut
terutama yang terdapat pada dasar mulut. Kerugiannya adalah tidak adekuatnya
untuk eksisi kanker yang meluas hingga mencapai 1/3 tangah lidah atau trigonum
retromolar dan teknik ini juga menyebabkan anestesia karena memotong nervus
mentalis.
5. Mandibulektomi marginal
Tindakan ini diindikasikan pada tumor primer yang dekat mandibula dan bila
terdapat erosi minimal pada korteks atau prosesus alveolaris. Kontraindikasi
mandibulektomi marginal adalah adanya infiltrasi luas pada mandibula, atropi
prosesus alveolaris dan riwayat radiasi sebelumnya. Bila terdapat infiltrasi luas pada
mandibula, tumor primer pada mandibula, metastasis tumor ke mandibula, invasi ke
nervus alveolaris inferior dan soft tissue tumor yang besar dekat mandibula
merupakan indikasi untuk dulakukan mandibulektomi segmental (Suyatno, 2010;
Manuaba, 2010)..
Radioterapi diberikan dalam bentuk radiasi eksterna atau brachiterapi. Terapi
ini diindikasikan pada lesi kecil di anterior komisura bibir, anterior lidah dan dasar
mulut (lesi T1). Radioterapi jarang digunakan sebagai terapi primer dan umumnya
digunakan sebagai terapi adjuvant pada pasien dengan risiko tinggi untuk rekurensi
lokoregional (tumor primer besar T3 dan T4, margin closed atau positif, adanya
invasi perineural atau limfovaskuler, tebal invasi tumor lebih dari 4 mm, terdapat
penyebaran ekstra kapsul, metastasis kelenjar getah bening multipel). Radiasi dileher
17
paska RND diindikasikan bila : kelenjar getah bening mengandung metastasis >1,
diameter kelenjar getah bening >3 cm, ada pertumbuhan ekstra kapsul dan high
grade malignancy. Peranan kemoterapi adalah serupa untuk kanker kepala leher
secara umum. Oralrehabilitasi diperlukan paska operasi terutama yang mutilasinya
mengenai organ vital (lidah atau bibir) atau yang disertai rekonstruksi.
PENATALAKSANAAN MENURUT ORGAN
Karsinoma lidah
Lesi kecil (T1 dan T2) terapi utamanya adalah pembedahan dan radioterapi.
Radioterapi mungkin dapat memberikan hasil kuratif pada lesi T1 dan T2 dengan
preservasi struktur anatomi dan fungsi yang normal. Namun radioterapi sering
menimbulkan komplikasi berupa edema lidah yang memerlukan trakeostomi,
xerostomia, disgeusia dan osteoradionekrosis, hal ini mengakibatkan tindakan ini
kurang diminati. Terapi pembedahan pada kanker lidah adalah eksisi luas dengan
batas sayatan bebas tumor (konfirmasi potong beku). Tindakan ini umumnya
memerlukan partial glossectomy dan umumnya paska operasi fungsi tetap baik.
Lokal kontrol untuk 5 tahun pada T1 adalah 85% dan T2 adalah 80%.
18
Gambar 9. Enam level lokasi kelenjar limfe leher (NCCN, 2011).
Pada T3 dan T4 terapi utamanya juga pembedahan. Hasi kuratif hany bisa
dicapai dengan reseksi en bloc yang komplet dari semua tumor dan jaringan sekitar
dengan batas sayatan secara mikroskopis bebas tumor. Radical Neck Dissection
(RND) harus dilakukan pada klinis N positif dan Selective Neck Dissection (SND)
level 1-3 dilakukan pada N0. SND harus dilakukan karena tingginya insiden occult
metastasis kelenjar getah bening leher (Spiro dan Strong : occult metastasis T1 20%,
T2 43%, dan T3 77%). Pembedahan memberikan tingkat kesembuhan yang lebih
baik dibanding radioterapi dan memungkinkan untuk evaluasi patologi dari faktor
prognostik. Terkadang dibutuhkan rekonstruksi langsung (myocutaneus flap atau
vascular free flap) untuk mempertahankan fungsi dan kosmetik.
Karsinoma dasar mulut
Untuk kanker stadium dini dapat diterapi dengan pembedahan atau
radioterapi. Kanker yang melekat atau dekat dengan mandibula,radioterapi tidak
dianjurkan karena risiko osteonekrosis, lesi seperti ini pembedahan merupakan
pilihan sekaligus reseksi mandibula en bloc. Terapi pada kasus yang disertai
pembesaran kelenjar getah bening leher (N1), harus dilakukan RND dan radioterapi
paska operasi jika terdapat kelenjar getah bening multipel yang positif mengandung
metastasis dan terdapat ekstensi ekstrakapsuler. Pada N0 dilakukan observasi.
Radiasi paska operasi selalu diberikan pada lokasi tumor dengan dosis total 6000-
6300 cGy.
Pada kanker stadium III dan IV diberikan terapi kombinasi pembedahan dan
radioterapi. Defek paskaoperasi selalu membutuhkan rekonstruksi. Bila kelenjar
getah bening tak teraba dilakukan SND level 1-3, jika kelenjar getah bening teraba
dilakukan RND. Diseksi bilateral bila tumor primer di midline atau melewati
midline.
Karsinoma bibir
Kanker dengan ukuran T1 dan T2 diterapi dengan pembedahan berupa eksisi
V atau radioterapi. Radioterapi dianjurkan pada lesi kecil yang terletak di komisura.
Radiasi harusdihindari pada pasien muda dan terdapat lesi premaligna pada bibir.
19
Lesi T3 dan T4 diterapi dengan pembedahan dan umumnya memerlukan
rekonstruksi (Abbe flap, Estlander flap, Gilles flap, Karapanzic flap). Pada kelenjar
getah beningleher N0 dilakukan diseksi suprahyoid dan pada N positifdilakukan
RND. Adjuvant radioterapi dianjurkan pada stadium ini.
Karsinoma Palatum Durum
Untuk tumor T1 dan T2 dengan histopatologi karsinoma sel skuamus,
pembedahan merupakan terapi utama, karena teknik operasi simpel dan fungsi tetap
dipertahankan. Radioterapi akan menyebabkan osteoradionekrosis. Untuk tumor
yang tidak mengenai periosteum, eksisi transoral sampai periosteum dengan batas 1
cm sudah cukup. Defek operasi dapat sembuh sekunder atau ditutup dengan
skingraft. Jika tumor mengenai periosteum atau tulang, eksisi sampai ke tulang dan
defek ditutup dengan protesa (obturator). Diseksi selektif dianjurkan pada N0 dan
RND diindikasikan pada N positif, jika 3 struktur non limfatik tidak terinfiltrasi
maka dilakukan RND dengan modifikasi.
Lesi dengan ukuran T3 atau T4 memerlukan kombinasi pembedahan dan
radioterapi pada tempat tumornya. Radiasi sebaiknya diberikan paska operasi setelah
luka sembuh dan memberi kesempatan untuk revaskularisasi. RND diindikasikan
pada N positif dan pada N0 dilakukan SND level 1-3.Lesi yang menginvasi tulang
palatum memerlukan partial palatectomy yang akan megakibatkan terbentuknya
fistula oroantral dan oronasal. Invasi ke rongga hidung atau sinus maksilaris
memerlukan maksilektomi (inferior, partial atau total). Rehabilitasi dengan protesa
mutlak diperlukan pada kondisi ini.
Pada tumor yang berasal dari kelenjar liur minor, pembedahan merupakan
terapi utama. Radioterapi paska operasi dengan atau tanpa kemoterapi diindikasikan
pada : high grade tumor, tumor ukuran T3 dan T4, margin positif, invasi perineural
dan kelenjar getah bening leher positif mengandung metastasis. Metastasi ke kelenjar
getah bening jarang (3%) oleh karena itu tidak dianjurkan SND pada N0.
Khususuntuk adeoid kistik karsinoma, pembedahan yang diikuti radiasi adalah terapi
pilihan.
20
Karsinoma gingiva dan trigonum retromolar
Pada T1 dan T2 diterapi dengan eksisi luas beserta mandibulektomi marginal
satu kesatuan. Untuk T3 dilakukan eksisi luas beserta mendibulektomi marginal satu
kesatuan beserta diseksi limfonodi leher (SND level 1-3 untuk N0 dan RND untuk N
positif). Tumor ukuran T4 (infiltrasi tulang atau riwayat cabut gigi setelah ada tumor)
dilakukan eksisi luasbeserta mendibulektomi segmental dan diseksi limfonodi leher
(SND level 1-3 untuk N0 dan RND untuk N positif). Lokal radioterapi diindikasikan
paska operasi pada T3 dan T4. Setelah mandibulektomi marginal sebaiknya dipasang
plate untuk mencegah patah dan pada segmental mandibulektomi sisa tulang harus
direkonstruksi.
Karsinoma Bukal
Eksisi luas dianjurkan pada T1 dan T2, defek dapat sembuh sekunder, ditutup
dengan skin graft atau mucosal flap. Pada T3 dan T4 diterapi dengan eksisi luas dan
diseksi limfonodi leher (SND level 1-3 untuk N0 dan RND untuk N positif) dan
radiasi paska operasi. Bila defek berupa orokutan fistula harus langsung ditutup
dengan rekonstruksi. Beberapa tipe flap yang dapat menutup defek ini adalah :
Forehead flap, deltopectoral flap, pectoralis mayor myocutaneus flap atau free flap
(Suyatno, 2010; NCCN,2011).
BAGAN PENATALAKSANAAN KANKER RONGGA MULUT MENURUT
PERABOI 2003
Penatalaksanaan kanker rongga mulut yang klinis tidak ada metastasis ke
kelenjar getah bening leher (N0), tumor dengan ukuran <1 cm dilakukan biopsi eksisi
(eksisi luas) bila hasilnya ganas dan batas sayatan bebas tumor dilanjutkan observasi.
Jika batas sayatan dekat atau tidak bebas tumor dilakukan re-eksisi. Bila hasil biopsi
jinak, terapi cukup. Pada tumor dengan ukuran >1cm dilakukan biopsi insisi atau
potong beku saat operasi definitif. Pasien yang dilakukan biopsi harus segera
mendapatkan terapi definitif. Jika hasil biopsi atau potong beku ganas dan tumor
21
operable dilakukan eksisi luas. Adjuvant lokal radioterapi diberikan atas indikasi
(lihat bagan)
Jika terdapat fasilitas potong beku, setelah diseksi selektif dilakukan
pemeriksaan kelenjar getah bening, jika terdapat metastasis sebaiknya langsung
dilakukan RND. Penatalaksanaan kanker rongga mulut dengan kelenjar getah bening
klinis positif (N positif) dapat dilihat pada bagan
Pada lesi ditengah (midline) dengan N positif bilateral, RND dapat dikerjakan
satu tahap dengan preservasi salah satu vena jugularis interna atau dikerjakan 2 tahap
dengan jarak 3-4 minggu (Suyatno, 2010).
Indikasi radioterapi adjuvant pada leher setelah RND adalah:
1. Kelenjar getah bening yang mengandung metastasis >1
2. Diameter kelenjar getah bening >3 cm
3. Ada pertumbuhan ekstra kapsul
4. High grade malignancy (Suyatno, 2010).
22
Bagan 1. Algoritma lesi prakanker (Manuaba, 2010).
24
Bagan 3. Algoritma penatalaksanaan kanker rongga mulut dengan N positif (Manuaba, 2010).
Bagan 3. Algoritma penatalaksanaan kanker rongga mulut dengan M positif (Manuaba, 2010).
PROGNOSIS
Ukuran tumor dan status kelenjar getah bening merupakan faktor prognosis
yang paling signifikan. Oleh karena itu semakin cepat kanker rongga mulut diterapi,
prognosis makin baik. Prognosis untuk lesi kecil (T1 dan T2) dari karsinoma rongga
mulut adalah baik, dengan 5 year survival rate mencapai 80-90%, sedangkan untuk
lesi T3 dan T4 bervariasi antara 30-60% tergantung pada faktor prognostik lainnya.
Mayoritas penderita dengan karsinoma sel skuamus rongga mulut datang
berobat saat stadium lanjut dan sepertiga diantaranya sudah terdapat metastasis
kelenjar getah bening. Setelah terapi kuratif, sekitar 50% pasien mengalami
kekambuhan, 80% dalam 2 tahun dan sisanya dalam 4 tahun. Pada stsdium lanjut ini
walaupun sudah diberikan terapi kuratif, lebih dari 40% penderita juga akan
mendapatkan second primary cancer kepala leher di kemudian hari.
Karsinoma bibir
Memiliki prognosis paling baik diantara semua karsinoma sel skuamosa
rongga mulut, kontrol lokal mencapai >90% untuk T1 dan T2dan hanya 45% pada
T3 dan T4. Rata-rata 5 years survival rate untuk kanker dasar mulut pada stadium
I,II,III dan IV berturut turut adalah 90%, 80%, 66% dan 32%. Indikator untuk
prognosis buruk pada karsinoma ini adalah kanker dengan diferensiasi buruk, invasi
perineural dan invasi tumor yang dalam.
Karsinoma lidah
Prognosis Karsinoma lidah tanpa metastasis ke kelenjar getah bening adalah
baik. Namun bila sudah ada metastasis ke kelenjar getah bening, prognosanya
memburuk. Untuk lesi T1 dan T2 rata-rata 5 years survival rate adalah 80-90%
dengan terapi kuratif sedangkan untuk lesi T3 dan T4 adalah 30-50%, adanya
metastasis ke kelnjar getah bening leher menurunkan 15-30%. Untukevaluasi
prognosis dan hasil terapi yang lebih baik, beberapa penelitian memperhatikan faktor
pertumbuhan (growth factor) dan tumor marker. Over ekspresi dari EFGR
(Epidermal Growth Factor) dan Cerb-B2, kedua faktor ini sangat bermanfaat untuk
memprediksikan hasil terapi dan survival.
25
Karsinoma Bukal
Mempunyai prognosis yang lebih baik dibanding karsinoma di lidah atau di
palatum durum (Suyatno, 2010)..
FOLLOW UP
Jadwal yang dianjurkan adalah setiap 3 bulan pada 3 tahun pertamanya,
setiap 6 bulan pada 3-5 tahun berikutnya dan setiap tahun untuk selama seumur
hidup. Untuk pasien kanker rongga mulut yang telah selesai menjalani terapi,follow
up yang dilakukan adalah : pemeriksaan fisik, USG hepar, foto thorax dan bone scan.
Pemeriksaan ini dilakukan setiap tahun bertujuan untuk menentukan apakah
penderita bebas dari kanker, ada kekambuhan atau ada metastasis jauh. Jika jaringan
tiroid terkena radiasi, dilakukan pemeriksaan kadar TSH setiap 6-12 bulan. Evaluasi
fungsi bicara, menelan dan rehabilitasi adalah sangat bermanfaat.
Pada setiap follow up ditentukan lama hidup, lama interval bebas kanker,
keluhan penderita, status performa, status penyakit, komplikasi dan terapi yang
diberikan (Suyatno, 2010).
26
DAFTAR PUSTAKA
Bouqout, J.E., Suarez, P., Vigneswaran, N. Oral Precancer and Early Cancer
Detection in the Dental Office – Review of New Technologies. The Journal of
Implant and Advanced Clinical Dentistry 2010; 3: 47-63
Ellis, H. Clinical Anatomy : Applied Anatomy for Clinical Students and Junior
Doctors. Blackwell Publishing. Massachussets. 2006; 270-7.
Manuaba, T. W. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI. Sagung Seto.
Jakarta. 2010; 98-127.
Moore, K.L., Agur, A.M.L. Essential Clinical Anatomy 3rd edition. Lipincott
Williams and Wilkins. Baltimore. 2007; 478-99
Neville, Brad W., Day, Terry A., Oral Cancer and Precancerous Lesions. CA
Cancer J Clin 2002; 52:195-215.
NCCN, Clinical Practice Guidelines in Oncology : Head and Neck Cancer.
http://nccn.org. 2002.
Osuna T., Hopkins S. Oral Cancer Diagnostic Technologies. CDHA Journal 2008;
24: 12-8.
Suyatno, Pasaribu, E.T. Bedah Onkologi : Diagnosis dan Terapi. Sagung Seto.
Jakarta. 2010; 99-119.
27