3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Selain itu terdapat pula usaha...
Transcript of 3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN - repository.ipb.ac.id · Selain itu terdapat pula usaha...
10
3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Keadaan Umum Puger
Secara geografis Kampung Nelayan Puger yang berada di Kota Puger
terletak pada koordinat 113° 06' 40" Bujur Timur dan 8°08'17" Lintang Selatan
dengan batas wilayah sebelah Utara adalah Kecamatan Balung. Sebelah Selatan
adalah Samudera Indonesia. Sebelah Barat adalah Kecamatan Gumukmas, dan
sebelah Timur adalah wilayah Kecamatan Wuluhan.
Kecamatan Puger mempunyai luas wilayah 149.00 km2 dengan ketinggian
rata-rata 12 m dari atas permukaan laut. Kecamatan Puger terdiri dari 12 desa
yaitu: Wringin Telu, Purwoharjo, Mojomulyo Puger Kulon, Puger Wetan,
Mojosari, Grenden, Kasiyan, Mlokorejo, Wonosari, Jambearum, Bagon. Seluruh
Desa berkualifikasi Desa Swadaya. Daerah pesisir pantai Puger ini terdiri dari dua
desa, yaitu desa Puger Wetan dan Puger Kulon. Adapun gambaran umum
mengenai kedua desa ini adalah:
Keadaan umum Puger Wetan
Desa Puger Wetan merupakan salah satu desa di Kecamatan Puger. Desa ini
jaraknya kurang lebih 30 km dari ibu kota kabupaten Jember kearah selatan. Luas
Desa Puger Wetan sekitar 525,520 m². Area persawahan sekitar 10,008 m² dan
ladang sekitar 1,835 m². Secara administratif batas desa Puger Wetan adalah
sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Desa Grenden dan Wonosari
b. Sebelah Timur : Desa Lojejer
c. Sebelah Barat : Desa Puger Kulon
d. Sebelah Selatan : Samudera Hindia / Samudera Indonesia
Daerah terluas Puger Wetan berupa daerah persawahan yang terletak di
bagian utara berdekatan dengan bukit kapur padas (gunung kapur). Wilayah ini
memiliki penduduk lebih banyak bekerja sebagai petani dan buruh tani. Lahan
persawahan ditanami berbagai macam tanaman secara bergiliran yaitu padi,
kedelai, dan jagung. Penduduk sekitar wilayah persawahan tersebut juga memiliki
hewan ternak. Sebagian penduduk yang bergerak dalam bidang perikanan juga
melakukan pekerjaan sebagai petani. Saat tidak melaut, penduduk melakukan
pekerjaan pertanian.
Wilayah selatan Puger Wetan merupakan wilayah tanjung kecil yang
digunakan nelayan untuk melabuhkan perahu/jukung. Sebelah selatan
pesisir/tanjung, terdapat lokasi wisata yang dikenal dengan Kucur (daerah di hilir
gunung Watangan). Lokasi tersebut terdapat hutan dengan tempat pemandian
yang merupakan peninggalan Jepang/Belanda. Desa Puger Wetan telah
mengalami perubahan yang cukup besar dimana pembangunan perumahan dan
jalanan desa sudah cukup baik. Sebelah selatan/pesisir pantai terdapat sebuah
dusun dengan sebutan Mandaran. Mayoritas penduduk dusun Mandaran berasal
dari suku Mandar, Sulawesi yang sudah menetap di Desa Puger Wetan. Desa
Puger Wetan ini dilintasi oleh sungai Bedadung yang bermuara di pesisir laut
selatan (Samudera Hindia/Samudera Indonesia). Sungai ini berbatasan langsung
11
dengan Desa Lojejer (batas timur desa Puger Wetan). Kondisi jalan menuju desa
Puger Wetan sudah cukup baik dimana tidak ditemui adanya lubang di sisi jalan.
Keadaan umum Puger Kulon
Desa Puger Kulon berada kurang lebih 30 km dari pusat kota Jember kearah
Selatan dan terletak berdampingan dengan desa Puger Wetan. Luas Desa Puger
Kulon sekitar 388,800 m², areal persawahan memiliki luas sekitar 6,955 m² dan
areal ladang sekitar 21,394 m². Secara administratif batas desa Puger Kulon
adalah:
a. Sebelah Utara : Desa Grenden
b. Sebelah Selatan : Samudera Hindia/ Samudera Indonesia
c. Sebelah Barat : Desa Mojosari
d. Sebelah Timur : Desa Puger Wetan
Sama halnya dengan desa Puger Wetan, wilayah utara Desa Puger Kulon
juga merupakan area persawahan dan ladang. Masyarakat yang berada disekitar
wilayah persawahan bekerja sebagai petani dan juga sebagai nelayan. Penduduk
Desa Puger Kulon juga bekerja pada usaha kerupuk berskala rumah tangga.
Kerupuk yang diproduksi akan dikirim keluar daerah Jember, seperti Lombok.
Selain itu terdapat pula usaha pembakaran batu kapur yang menjadi tempat
tumpuan utama penduduk yang berada disekitar gunung kapur (Gunung Sadeng).
Gunung ini berada di wilyah Desa Puger Wetan, Puger Kulon dan Grenden.
Wilayah pesisir dijadikan tempat wisata pantai yang diberi nama Pantai Pancer.
Sebelah timur pantai ini merupakan tempat wisata Gunung Watangan yang
dikenal dengan Kucur. Selain itu juga ada goa peninggalan Jepang yang berada di
puncak Gunung Watangan. Tempat wisata ini bisa dicapai dengan memakai
perahu atau jukung menyebrangi muara sungai Bedadung dan Besini. Pusat
keramaian desa Puger berada di area lapangan sepak bola dimana terdapat masjid
besar Jamik Al Hikmah, bank BRI, Bank Mandiri, puskesmas, kantor kecamatan
serta kantor polisi.
Kondisi Perairan Desa Puger
Kawasan pesisir Pantai Puger terletak di sebelah selatan Desa Puger Kulon
dan Puger Wetan. Diluar garis pantai Puger kearah selatan terdapat Pulau Nuso
Barong dengan luas lebih kurang 3 km².Pulau tersebut merupakan pulau terbesar
di desa Puger. Selain Pulau Nusa Barong, terdapat juga pulau Suka Made yang
luasnya sekitar 1.5 km². Menurut nelayan setempat, ekosistem perairan Puger
sudah banyak yang mengalami kerusakan di wilayah karang. Hal ini disebabkan
karena banyaknya penggunaan bom atau racun. Banyak dilakukan sosialisasi
untuk mengembalikan kondisi ekosistem perairan. Namun, masih ada sebagaian
nelayan yang memakai bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan secara diam-
diam.
Wilayah pelabuhan berada masuk diantara dua pertemuan sungai besar yaitu
sungai Bedadung dan sungai Besini. Pertemuan kedua sungai tersebut berada
didekat gunung Wetangan. Pertemuan kedua sungai tersebut membentuk alur lalu
lintas keluar masuk pelabuhan yang disebut Plawangan. Plawangan sering terjadi
pendangkalan, oleh karena itu dalam jangka waktu tertentu selalu dilakukan
12
pengerukan. Bagian dasar perairan terdapat karang dan tidak cukup lebar jika
dilalui oleh dua perahu payang. Selain itu kapal yang akan masuk juga harus
melihat keadaaan air dan gelombang. Kondisi air pasang dan gelombang tidak
besar merupakan kondisi yang baik untuk melewati plawangan tersebut.
Kondisi Umum PPI Puger
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Puger Kabupaten Jember terletak diantara
Kecamatan Puger dan Kecamatan Wuluhan. Letak tersebut berada pada
pertemuan antara muara sungai Bedadung dan sungai Besini pada posisi
1130.06’.40” BT dan 08
0.08’17” LS. Letak PPI Puger sangat strategis. Alur
pelayaran bermuara dan langsung berhadapan dengan samudera Hindia yang
memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis kecil maupun pelagis besar (BP-PPI
Puger 2009). Pelabuhan Perikanan (PPI) Puger mempunyai nilai sangat strategis
untuk menggali potensi perikanan laut, pemberdayaan nelayan dan pengembangan
wilayah.
Fasilitas PPI Puger
Perikanan tangkap merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya
perikanan. Dengan adanya perikanan tangkap maka diperlukan sarana dan
prasarana dalam pembangunan perikanan. Pembangunan perikanan tangkap
memerlukan prasarana pelabuhan perikanan sebagai tempat pangkalan
perahu/kapal dan mendaratkan ikan hasil tangkapan. Pelabuhan perikanan perlu
dikembangkan sehingga mampu menampung seluruh perahu/kapal dan
masyarakat perikanan yang memerlukan fasilitas ke pelabuhan (BP-PPI Puger
2009).
Pelabuhan Perikanan atau Pangkalan Pendaratan Ikan akan berfungsi
dengan baik bila apabila dilengkapi dengan fasilitas yang meliputi fasilitas pokok,
fungsional, dan penunjang. Fasilitas pokok yang telah dibangun di PPI Puger
yaitu breakwater (270 m), dan darmaga (360 m2). Pengoperasian fasilitas pokok
yang ada belum berfungsi secara optimal. Hal tersebut disebabkan karena fasilitas
pokok masih dalam taraf pembangunan. Besarnya jumlah dan ukuran kapal ikan
di Puger merupakan kendala dalam optimalisasi kegiatan operasional fasilitas
pokok. Darmaga yang telah tersedia juga belum memberikan manfaat yang
optimal karena ukurannya masih belum memadai apabila kapal melakukan
pendaratan secara bersamaan. Pendaratan kapal masih banyak dilakukan di
berbagai tempat. Kapal yang mendarat di darmaga didominasi oleh kapal-kapal
payang dan jukung, sedangkan skoci lebih banyak bersandar di luar pelabuhan.
Kegiatan tambat labuh kapal telah difungsikan dengan baik dan memberikan
manfaat setelah dibangun talud. Talud dilengkapi dengan tempat bersandar kapal
dan tangga untuk jalan bagi para nelayan yang akan mendaratkan ikan ke TPI.
Perawatan secara intensif di sekitar darmaga dan talud diperlukan dalam jangka
panjang dengan melakukan pengerukan tanah dan pasir sebagai akibat adanya
proses sedimentasi pada hulu sungai Bedadung dan Besini.
Fasilitas fungsional merupakan salah satu potensi yang mendatangkan
kontribusi/pendapatan di BPPPI Puger. Sedangkan pemanfaatan fasilitas tersebut
lebih bersifat pelayanan terhadap pemenuhan kebutuhan para pengguna jasa
maupun masyarakat perikanan tangkap. Fasilitas fungsional yang terdapat pada
13
PPI Puger yaitu: kantor PPI (180 m2), TPI 360 m
2 (terdapat 2 unit TPI), gudang es
(150 m2), Menara air (24 m
3), instalansi air dan listrik, toilet, area parkir (3000
m2), pasar ikan (126 m
2), dan SPDN (64 m
2). Sejak tahun 2005, fasilitas SPDN
telah dioperasikan dan pengelolaan dikerjasamakan dengan pihak KPRI “Mina
Mulia” Dinas Perikanan dan Kelauatan Provinsi Jawa Timur. Lokasi SPDN
berdekatan dengan tambat labuh kapal. Selain fasilitas pokok dan fungsional,
terdapat pula fasilitas penunjang di PPI Puger berupa pos TNI AL (45 m2),
Mushala, mes operator, Unit satuan POL AIR. Beberapa fasilitas yang terdapat di
PPI Puger dapat dilihat pada Lampiran 1.
Berdasarkan pengamatan, kondisi PPI Puger masih belum tertata dengan
rapi dimana masih terlihatnya sampah di sekitar lokasi PPI. Hal ini disebabkan
karena rendahnya kesadaran masyarakat/nelayan untuk menjaga kebersihan
lingkungan dan membuang sampah sembarangan. Tempat untuk penanganan dan
pengepakan ikan hasil tangkapan sudah tersedia, namun belum mencukupi
kebutuhan. TPI masih difungsikan sebagai sarana untuk melakukan penanganan
dan pengepakan ikan oleh para pedagang bakul yang ada di kawasan PPI Puger.
Mekanisme penyelenggaraan lelang belum berjalan sehingga tidak ada PAD yang
diterima dari TPI. Banyak kondisi bangunan-bangunan di pelabuhan yang tidak
terawat sehingga operasional PPI tidak optimal.
Unit penangkapan ikan
1) Kapal
Kapal yang digunakan di Perairan Puger terdiri atas kapal besar, kapal
sedang, skoci, dan jukung. Kapal jukung menggunakan gillnet atau trammel net
dalam kegiatan operasi penangkapannya. Kapal pancing atau biasa disebut skoci
digunakan untuk menangkap ikan tuna dengan alat tangkap pancing dan alat bantu
rumpon. Kapal besar menggunakan alat tangkap payang dalam pengoperasiannya,
sedangkan kapal sedang menggunakan jaring untuk menangkap cakalang dan
tongkol. Jumlah dan jenis kapal di PPI Puger dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Jenis dan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012
Tahun Jumlah kapal per jenis (unit)
Besar Sedang Skoci Jukung
2009 646 222 13 980
2010 587 233 20 803
2011 601 221 70 838
2012 165 75 101 596
Sumber: TPI Puger
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 3.1, menujukkan bahwa
kapal yang sangat mendominasi PPI Puger adalah perahu jukung. Namun dalam
perkembangannya, jumlah armada jukung mengalami penurunan dari tahun 2009
hingga tahun 2012 sebesar 28.88% (Tabel 3.2). Ukuran jukung memiliki panjang
7 m, lebar 60 cm, dan tinggi sekitar 70 cm. Jukung ini menggunakan katir yang
terbuat dari bambu dengan panjang masing-masing 7.5 m.
14
Tabel 3.2 Persentase peningkatan dan penurunan jumlah kapal di PPI Puger
Kapal Tahun
Persentase (%)
2011 2012
Besar 601 165 -72.55
Sedang 221 75 -66.06
Skoci 70 101 44.29
Jukung 838 596 -28.88
Sumber: Pengolahan data
Kapal besar (kapal payang) memiliki ukuran panjang 19 meter, lebar 5.5
meter, dan tinggi dari lunas hingga dek sekitar 5 meter. Kapal sedang (jaring)
memiliki ukuran yang hampir sama dengan skoci yaitu panjang 17 meter, lebar
3.5 meter, dan tinggi 2 meter, namun pengoperasian alat tangkap dan fishing
ground berbeda dengan skoci. Berdasarkan Tabel 2.2, jumlah kapal payang dan
kapal sedang (jaring) mengalami penurunan drastis pada tahun 2012 yaitu sebesar
165 unit dan 75 unit dengan persentase 72.5% dan 66.06%. Banyak nelayan
payang dan jaring yang beralih menjadi nelayan jukung (baik jukung jaringan
maupun pancingan) disebabkan karena hasil tangkapan sangat menurun dan biaya
operasi penangkapan sangat besar. Keadaan yang berlawanan dialami oleh skoci
dimana dalam perkembangannya, skoci mengalami peningkatan dari tahun 2009-
2012. Peningkatan jumlah skoci yang terjadi yaitu sebesar 44.29% (Tabel 3.2).
Grafik perkembangan jenis dan jumlah kapal di PPI Puger ditunjukkan pada
Gambar 3.1
Gambar 3.1 Perkembangan jumlah kapal di PPI Puger periode 2009-2012
2) Alat penangkapan ikan
Perkembangan teknologi alat tangkap di daerah Puger masih belum optimal
dibandingkan daerah-daerah Jawa Timur lainnya seperti: Sendang biru,
Banyuwangi, dan Pacitan. Penggunaan alat tangkap yang masih tradisional dan
bersifat manual menyebabkan hasil tangkapan yang diperoleh nelayan belum
maksimal seperti contoh saat pengoperasian alat tangkap pancing dimana ikan
yang ditarik ke kapal masih menggunakan tangan (tanpa mesin). Alat tangkap
15
yang paling banyak digunakan oleh nelayan Puger yaitu alat tangkap payang,
jaring (gillnet), dan pancing.
Jumlah alat tangkap payang dan pancing yang digunakan di PPI Puger
mengalami peningkatan periode 2007 sampai 2011, sedangkan alat tangkap jaring
mengalami hal yang sebaliknya (Tabel 3.3). Alat tangkap pancing merupakan alat
tangkap yang paling banyak digunakan di PPI Puger dan jenis pancing yang
digunakan terdiri dari pancing prawean (hand line), pancing jerigen (pancing
hanyut), dan pancing layang-layang (kite line). Pancing layangan menggunakan
alat bantu layang-layang. Ujung tali dikaitkan pada umpan berupa ikan tongkol
tiruan yang terbuat dari kayu dan menyerupai ikan aslinya.
Tabel 3.3 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011
Tahun Jumlah alat tangkap (unit)
Payang Jaring/gillnet Pancing
2007 198 344 208
2008 204 351 222
2009 205 351 222
2010 210 351 310
2011 360 320 458
Sumber: BPPPI Puger
Data BPPPI Puger memperlihatkan bahwa alat tangkap yang digunakan oleh
nelayan Puger pada umumnya adalah alat tangkap payang, jaring/gillnet, dan
pancing. Alat tangkap pancing ini lebih banyak dioperasikan untuk penangkapan
tuna di sekitar rumpon.
Tabel 3.4 Persentase peningkatan dan penurunan jumlah alat tangkap di PPI
Puger
Alat Tangkap Tahun
Perubahan (%) 2010 2011
Payang 210 360 71.43
Jaring 351 320 -8.83
Pancing 310 458 47.74
Sumber: Pengolahan data
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa jumlah alat tangkap payang dan pancing
mengalami peningkatan masing-masing sebesar 71.43% dan 47.74% dari tahun
2010. Sedangkan jumlah alat tangkap jaring yang digunakan mengalami
penurunan dengan persentase 8.83% dari tahun sebelumnya. Perkembangan
jumlah alat penangkapan ikan disajikan pada Gambar 3.2
16
Gambar 3.2 Perkembangan alat tangkap di PPI Puger periode 2007-2011
3) Nelayan
Struktur sosial nelayan di Puger dibagi dalam beberapa tingkatan yaitu:
nelayan pemilik (juragan darat), nakhoda, dan pandhega (ABK). Namun ada juga
sebagian pemilik kapal yang juga merangkap sebagai nakhoda. Dalam
melaksanakan operasi penangkapan, nelayan Puger hanya mengandalkan cuaca
baik/cerah dan gelombang tenang. Pengetahuan dan keahlian tentang fishing
ground diperoleh berdasarkan pengalaman bekerja yang lama sehingga dapat
memperoleh hasil tangkapan dengan cepat. Selain itu, banyak pula nelayan yang
mengetahui informasi penangkapan (fishing ground) melalui Global Positioning
System dan peta navigasi yang menunjukkan lintang dan kedalaman suatu
perairan. Tingkat pendidikan nelayan Puger pada umumnya hanya pada Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Berikut ini ditampilkan data statistik jumlah nelayan
Puger periode 2007-2011
Gambar 3.3 Perkembangan jumlah nelayan di Puger periode 2007-2011
Jumlah nelayan di PPI Puger pada tahun 2007 sebesar 6370 orang. Jumlah
tersebut terus mengalami peningkatan hingga tahun 2009 yaitu sebesar 12190
orang di tahun 2008 dan 12500 orang di tahun 2009. Namun pada tahun 2010
hingga 2011 jumlah tersebut tidak mengalami peningkatan maupun penurunan.
17
Volume produksi perikanan PPI Puger
Produksi perikanan tangkap di PPI Puger cukup bervariasi. Hasil tangkapan
jenis ikan yang didaratkan di PPI Puger didominasi oleh lemuru (15098.8 ton),
tongkol (8196.3 ton), cakalang (7969.3 ton), dan tuna (221.9 ton) pada periode
2007-2011. Sedangkan hasil tangkapan diluar jenis ikan hanya terdiri atas cumi-
cumi (77.4 ton) dan udang (149.6 ton). Volume produksi perikanan PPI Puger
periode 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Volume produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011
Jenis Ikan Produksi per tahun (ton) Total
(ton) 2007 2008 2009 2010 2011
Tuna 36.8 394.0 415.2 401.5 964.4 2211.9
Lemuru 5013.8 3447.9 2830.7 2 222.3 1 584.1 15098.8
Tongkol 1520.3 1424.0 1628.9 1 625.0 1 998.1 8196.3
Layang 51.0 236.0 273.4 354.6 200.5 1115.5
Cakalang 1063.3 1122.1 1839.9 1 979.0 1 965.0 7969.3
Manyung 25.3 22.0 29.8 29.6 45.3 152.0
Kakap Merah 70.2 112.0 77.0 93.1 102.4 454.7
Layur 331.4 345.0 273.4 265.3 179.6 1394.7
Tembang 7.9 309.0 327.6 325.5 201.5 1171.5
Cumi-cumi 18.4 18.0 11.1 10.7 19.2 77.4
Tenggiri 40.0 122.0 117.2 116.6 415.7 811.5
Belanak 89.9 186.0 177.8 190.5 278.3 922.5
Kembung 84.9 464.0 366.4 440.3 227.5 1583.1
Udang 50.1 24.0 24.5 14.9 36.1 149.6
Total 8403.3 8226 8392.9 8068.9 8217.7
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Jawa Timur
Nilai produksi perikanan di PPI Puger
Berdasarkan data volume produksi di PPI Puger yang disajikan sebelumnya,
ikan lemuru merupakan produksi hasil tangkapan yang paling banyak didaratkan
di PPI Puger. Namun jika dilihat berdasarkan nilai produksinya, ikan cakalang
merupakan hasil tangkapan yang menghasilkan nilai produksi tertinggi di PPI
Puger periode 2007-2011 yaitu sebesar Rp149 598 150 yang kemudian diikuti
oleh tongkol sebesar Rp63 459 750, tuna sebesar Rp50 241 000, dan lemuru
sebesar Rp4 986 915. Hal ini disebabkan karena ikan cakalang memiliki nilai
ekonomis penting sehingga harga yang dijual lebih tinggi dibandingkan dengan
ikan lemuru. Produksi ikan lemuru di Perairan Puger sangat besar, namun pada
umumnya minat konsumen tidak terlalu tinggi terhadap ikan lemuru. Ikan yang
didaratkan tidak banyak dibeli. Hal ini menyebabkan ikan tersebut akan kembali
dibuang oleh nelayan ke laut.
18
Tabel 3.6 Nilai produksi perikanan di PPI Puger periode 2007-2011
Jenis Ikan Nilai per tahun (Rp)
Total (Rp) 2007 2008 2009 2010 2011
Tuna 552 000 6 103 900 9 134 400 9 844 300 24 606 400 50 241 000
Lemuru 12 534 500 7 757 775 9 907 450 7 242 840 5 544 350 42 986 915
Tongkol 10 642 100 9 254 700 9 773 400 13 808 550 19 981 000 63 459 750
Layang 255 000 1 180 000 1 093 600 1 849 750 1 203 000 5 581 350
Cakalang 6 911 450 7 293 650 40 477 800 45 790 250 49 125 000 149 598 150
Manyung 101 200 88 800 159 000 217 445 351 075 917 520
Kakap
Merah 456 300 728 650 731 500 1 210 300 972 800 4 099 550
Layur 1 491 300 1 553 400 2 734 000 3 523 450 2 694 000 11 996 150
Tembang 63 200 2 468 000 1 146 600 1 281 350 1 007 500 5 966 650
cumi-cumi 331 200 398 200 277 500 293 150 576 000 1 876 050
Tenggiri 320 000 974 400 4 102 000 3 718 750 15 696 675 24 811 825
Belanak 179 800 279 000 889 000 1 219 700 1 948 100 4 515 600
Kembung 551 850 2 786 400 2 198 400 2 576 900 1 592 500 9 706 050
Udang 1 259 200 613 600 490 000 310 750 722 000 3 395 550
Total 35 649 100 41 480 475 83 114 650 92 887 485 126 020 400
Sumber: DKP Propinsi Jawa Timur
Total nilai produksi seluruh hasil tangkapan di PPI Puger semakin
meningkat pesat setiap tahunnya. Total nilai produksi pada tahun 2011 mengalami
peningkatan sebesar 35.67% dibandingkan tahun 2010 dimana total nilai produksi
tahun 2010 berjumlah Rp92 887 485 dan tahun 2011 berjumlah Rp126 020 400,-.
Berikut ini disajikan data nilai produksi perikanan PPI Puger periode 2007-2011.
Keragaan unit penangkapan pancing
1) Kapal
Kapal yang digunakan untuk mengoperasikan alat tangkap pancing dengan
hasil tangkapan tuna dikenal dengan skoci. Kapal ini terbuat dari bahan kayu
dengan dimensi panjang (LoA) 16-17 m, lebar (B) 3-3.5 dan tinggi (D) 1.2-2 m.
Pada umumnya skoci menggunakan mesin dalam (inboard) sebanyak 3 buah
dengan merek Yanmar, Kubota, dan PS berkekuatan sekitar 25-30 PK.
penggunaan mesin dalam terbagi atas mesin utama sebanyak 2 buah dan satu lagi
sebagai mesin bantu. Mesin utama digunakan sebagai penggerak kapal untuk
mendukung operasi penangkapan dan mesin bantu digunakan sebagai alat untuk
menyalakan lampu sebagai penerangan saat melakukan penangkapan di malam
hari.
Mesin kapal menggunakan bahan bakar solar dan dalam sekali trip, kapal
menghabiskan solar ±400 liter, namun sebagai cadangan agar tidak terjadi
kekurangan selama di daerah fishing ground/perjalanan, nelayan biasanya
membawa bahan bakar sebanyak 600 liter. Bentuk skoci di PPI Puger, Kabupaten
Jember pada umunya dapat dilihat pada Gambar 3.5.
19
Gambar 3.4 Konstruksi kapal pancing tuna di Puger
Gambar 3.5 Kapal pancing tuna di Puger
Kapal pancing tidak dilengkapi dengan palkah sebagai tempat penyimpanan
dan pendingin tuna, namun para nelayan menggunakan box sebanyak 3 buah. Dua
buah box mempunyai kapasitas maksimal masing-masing 1 ton untuk tempat
penyimpanan hasil tangkapan dan 1 buah box lainnya digunakan untuk
penyimpanan es curah/es balok. Jumlah es yang dibawa oleh kapal sebagai
perbekalan melaut sebanyak 50-60 balok. Skoci di PPI Puger menggunakan alat
bantu berupa GPS (Global Possitioning System) dan kompas. Nelayan juga
menggunakan peta navigasi yang digunakan untuk menentukan daerah
penangkapan, mengetahui posisi rumpon, dan mengetahui kedalaman perairan.
Peta ini diperoleh dari dinas BPPPI Puger.
Bagian haluan kapal terdapat anjungan yang berguna sebagai tempat
istirahat nelayan dan tempat penyimpanan bahan makanan, namun ada juga
beberapa kapal yang memiliki anjungan di bagian tengah kapal. Sedangkan
bagian buritan kapal digunakan sebagai tempat melakukan aktivitas penangkapan
dan penyimpanan alat tangkap.
2) Alat Tangkap
Pancing yang digunakan terdiri dari tali pancing, pemberat dan mata
pancing. Jumlah pancing yang dioperasikan pada tiap kapal sebanyak 9-15 set.
Bagian-bagian pancing terbagi atas:
1) Penggulung (reel), menggunakan dirigen air yang terbuat dari bahan plastik
dengan ukuran 40 x 20 cm. Tali diikatkan pada penggulung jika operasi
penangkapan telah selesai dilakukan.
20
2) Tali utama (main line), terbuat dari bahan nylon monofilament dengan panjang
30-40 meter.
3) Kili-kili (swivel), terbuat dari bahan baja dan berfungsi untuk menjaga tali agar
tidak terlilit atau kusut saat pengoperasian alat tangkap.
4) Tali cabang (branch line) yang terbuat dari bahan nylon monofilament.
5) Pemberat, terbuat dari timah berukuran sekitar 7 cm dengan berat 200 gram
yang berfungsi untuk mempercepat proses turunnya alat tangkap.
6) Mata pancing (hook), terbuat dari baja bernomer 1, 2, 3 untuk menangkan ikan
berukuran besar dan nomer 8, 9 untuk menangkap ikan seperti baby tuna,
cakalang.
Dalam setiap keberangkatan, nelayan selalu membawa mata pancing baru
yang digunakan jika mata pancing sebelumnya putus atau hilang akibat proses
penangkapan. Mata pancing yang sering dibawa oleh nelayan adalah mata pancing
bernomor 1, 2, dan 3 untuk tuna berukuran besar. Penangkapan tuna berukuran
kecil menggunakan mata pancing pancing nomor 7, 8, dan 9. Harga mata pancing
nomor 1, 2, dan 3 biasa dibeli per kotak (isi 100) dengan harga Rp300 000,-.
Harga mata pancing nomor 7, 8, dan 9 sekitar Rp1 000,- per mata pancingnya.
Pancing yang digunakan oleh nelayan skoci di Puger terdiri dari berbagai
macam model yaitu:
1) Pancing jerigen (drift line) dimana pancing ini menggunakan dirigen 5 liter
sebagai pelampungnya. Panjang tali sekitar 150 m dililitkan pada dirigen,
terdapat swivel untuk menghubungkan tali utama dengan tali cabang. Tali
utama diulur ke bawah permukaan air hanya sekitar 35-40 m. Namun apabila
pancing berhasil terkait oleh tuna, maka tali akan mengulur kebawah sepanjang
ukuran tali yang dipasang.
Gambar 3.6 Pancing jerigen
21
2) Pancing uncalan (troll line) yang menggunakan tali senar (nylon monofilament)
sepanjang 35 m yang dilempar dari kapal dan ditarik. Umpan yang digunakan
berupa ikan tongkol buatan.
Sumber: WWF-Indonesia 2011
Gambar 3.7 Pancing uncalan (troll line)
3) Pancing layangan. Pancing ini menggunakan alat bantu layang-layang dalam
operasinya. Jarak layangan dengan permukaan air mencapai 3 m hingga 100 m.
Sumber: WWF-Indonesia 2011
Gambar 3.8 Pancing layangan
4) Pancing prawean (hand line), merupakan pancing yang terdiri dari beberapa
tali cabang dalam satu tali utama, yaitu sekitar 9-11 buah. Pancing ini dipegang
oleh nelayan saat di kapal.
22
Gambar 3.9 Pancing prawean
3) Nelayan
Nelayan skoci di PPI Puger berjumlah 5 orang, diantaranya 1 orang sebagai
nakhoda (juru mudi) dan 4 orang sebagai anak buah kapal (ABK). ABK memiliki
tugas dalam melaksanakan kegiatan teknis penangkapan, seperti: mempersiapkan
alat tangkap (setting), hauling, dan menangani hasil tangkapan diatas kapal.
Sedangkan juru mudi/nakhoda bertugas untuk mengemudikan kapal dan
menentukan daerah penangkapan, tetapi tetap melaksanakan hal-hal yang
dilakukan oleh para ABK. Pemilik kapal terbagi dua, yaitu: pemilik kapal
sekaligus nakhoda, dan pemilik kapal bukan nakhoda (juragan darat).
Sistem bagi hasil nelayan skoci yaitu sistem 50% (50:50), dimana 50%
diberikan pada juragan/pemilik kapal dan 50% untuk para ABK, namun
sebelumnya dilakukan pemotongan biaya operasional (perbekalan). Selain
pembagian keuntungan berupa uang, nelayan juga mendapatkan sedikit bagian
dari hasil tangkapan. Hasil tangkapan tersebut bisa dijual kembali kepada orang
ataupun buat konsumsi pribadi.
4) Rumpon
Rumpon yang digunakan di perairan Puger merupakan jenis rumpon laut
dalam. Kedalaman rumpon yang dipasang mencapai 2500 m. Rumpon ini
dipasang untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar, seperti tuna. Ponton pada
awalnya terbuat dari lempengan baja atau alumunium yang dibentuk silindris,
diisi poly uretean (PU) dan dilapisi oleh fibreglass pada bagian luar. Rumpon
tersebut dibentuk menyerupai tabung dengan kerucut di salah satu sisinya. Namun
pembuatan rumpon menggunakan plat baja atau aluminium dirasa sangat mahal.
Oleh karena itu nelayan merubah bahan pelampung pada rumpon menjadi gabus
berbentuk silindris dan dilapisi oleh karung. Karung dipasang “plester” setebal 5
mm. Panjang pelampung rumpon yaitu 4 sampai 4,5 m, diameter tabung sebesar
89 cm.
23
a. Konstruksi rumpon di Puger b. Konstruksi umum rumpon
Gambar 3.10 Konstruksi rumpon
Tali rumpon atau biasa disebut tampar oleh nelayan PPI Puger terbuat dari
bahan nylon multifilament dan memiliki panjang 6500 m. Atraktor terbuat dari
bermacam-macam bahan, seperti: pelepah kelapa, ban truk bekas, dan bambu.
Pada atraktor biasanya diletakkan kepala sapi atau domba agar baunya dapat
memancing ikan untuk datang ke rumpon tersebut.
Gambar 3.11 Konstruksi atraktor berbahan ban bekas
24
Gambar 3.12 Konstruksi andem (pemberat dasar) rumpon
Pemberat atau biasa disebut andem yang memiliki fungsi sebagai jangkar,
terbuat dari bahan semen cor berbentuk silindris berdiamter 50 cm dengan jumlah
30 buah dan memiliki berat masing-masing 60 kg. Bagian untuk menjaga agar tali
rumpon/tampar tetap stabil ketika terkena arus, maka dipasang pemberat yang
terbuat dari semen cor berdiamter 15 cm, panjang 25 cm, dan berat masing-
masing 2 kg sebanyak 20 buah.
Gambar 3.13 Bagian pada stabilizer
Bagian stabilizer yang berfungsi untuk menstabilkan tampar dari arus terdiri
dari ring. Swivel berfungsi sebagai penyambung antara pemberat dengan wire
rope. Pemasangan satu unit rumpon menggunakan kapal sebanyak 3 unit (2 skoci,
1 payang) dan untuk peletakan pemberat (jangkar) dilakukan oleh kapal payang.
Kapal payang memilliki ukuran yang lebih besar sehingga mampu membawa
muatan yang lebih besar pula. Rumpon yang telah dipasang oleh nelayan akan
dibiarkan terlebih dahulu sekitar satu bulan hingga kondisi atraktor ditumbuhi
oleh mikroorganisme. Mikroorganisme akan membuat ikan-ikan kecil berkumpul
di dalamnya. Ikan-ikan kecil kemudian akan menarik perhatian ikan besar.
25
Biaya yang dikeluarkan untuk pemasangan rumpon > 75 juta Rupiah untuk
tali rumpon yang terbuat dari bahan nylon multifilament dan sekitar 40 juta untuk
tali rumpon berbahan rafia. Namun adapula nelayan yang menggunakan bahan-
bahan yang diambil dari sisa-sisa rumpon yang terlepas di laut dan ditemukan
oleh nelayan. Karena biaya pembuatan satu unit rumpon yang sangat mahal, maka
nelayan membentuk kelompok untuk meringankan biaya pembuatannya. Satu unit
rumpon dimiliki oleh 7 sampai 10 kelompok kapal. Nelayan diluar kelompoknya
tidak diperbolehkan untuk menangkap ikan di rumpon milik mereka. Hal ini
disebabkan karena nelayan di luar kelompok tidak akan mempunyai keinginan
untuk membangun swadaya kelompok. Terdapat pula beberapa kelompok nelayan
yang masih mengizinkan nelayan lain untuk melakukan penangkapan di sekitar
rumpon miliknya tetapi tidak lebih dari satu malam.
Tabel 3.7 Posisi pemasangan rumpon nelayan
Rumpon Pemilik Posisi
Lintang Bujur
1 Rumpon 1 80 59’ 239” 113
0 20’ 120”
2 Rumpon 2 90 07’ 112” 113
0 41’ 017”
3 Rumpon 3 90 07’ 013” 113
0 28’ 107”
4 Rumpon 4 90 08’ 987” 113
0 40’ 474”
5 Rumpon 5 80 58’ 770” 112
0 41’ 014”
6 Rumpon 6 80 59’ 797” 113
0 40’ 179”
7 Rumpon 7 90 08’ 887” 112
0 50’ 979”
8 Rumpon 8 80 59’ 239” 113
0 20’ 126”
9 Rumpon 9 80 59’ 979” 113
0 00’ 873”
10 Rumpon 10 80 57’ 312” 112
0 50’ 479”
11 Rumpon 11 80 58’ 170” 113
0 30’ 430”
12 Rumpon 12 80 57’ 447” 113
0 02’ 589”
13 Rumpon 13 90 08’ 099” 113
0 18’ 770”
14 Rumpon 14 90 09’ 881” 113
0 08’ 737”
15 Rumpon 15 80 59’ 343” 113
0 10’ 747”
Sumber: data responden
Tabel 3.7 di atas menunjukkan posisi pemasangan rumpon para responden
(nelayan pemilik) pada Perairan Puger, Jawa Timur. Satu posisi rumpon pada
tabel tersebut dikoordinir oleh ketua kelompok dengan beranggotakan sekitar 7-10
kapal.
5) Umpan
Umpan yang digunakan pada alat tangkap pancing ini menggunakan umpan
buatan maupun alami. Umpan buatan berupa cumi-cumi dan ikan tongkol buatan.
Umpon tongkol terbuat dari kayu yang dibentuk dan diwarnai menyerupai ikan
aslinya. Umpan cumi-cumi terbuat dari bahan karet yang bewarna mencolok atau
menarik. Umpan alami yaitu berupa tongkol atau cakalang.
26
(a) Umpan cumi-cumi (b) Umpan rapala
Gambar 3.14 Jenis umpan yang digunakan.
Daerah penangkapan dan metode pengoperasian alat tangkap
Daerah penangkapan tuna menggunakan rumpon dilakukan pada jarak > 45
mil dari pinggir pantai Puger. Perjalanan dari fishing base menuju fishing ground
rata-rata menghabiskan waktu selama 6 jam. Jarak antar rumpon yang dipasang
yaitu 7 sampai 10 mil. Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger
disajikan pada Gambar 3.14
Gambar 3.15 Peta lokasi pemasangan rumpon di Perairan Puger
27
Pengoperasian alat tangkap dimulai saat keberangkatan, penangkapan, dan
kembali ke fishing base. Sebelum keberangkatan, dilakukan pemeriksaan kondisi
mesin kapal dan persiapan segala kebutuhan melaut seperti: alat tangkap, umpan
beserta cadangannya, solar, air bersih, makanan, es curah. Semua persiapan
mengeluarkan dana sebesar 5 juta dalam sekali trip. Jumlah hari operasi yaitu
sekitar 5 sampai 7 hari dan tergantung hasil tangkapan yang diperoleh. Biaya
operasional yang dikeluarkan nelayan skoci lebih mahal dibandingkan dengan
nelayan payang, jukung, dan jaring. Hal ini dikarenakan nelayan skoci berada di
laut lebih lama dibandingkan dengan nelayan lainnya.
Alat tangkap pancing ini dioperasikan dengan metode trolling atau ditarik
oleh kapal. Saat di fishing ground, setiap ABK mengambil perannya masing-
masing. Nakhoda bertugas menjalankan kapal saat penarikan alat tangkap serta
mempersiapkan alat, ABK pertama mengoperasikan alat tangkap di bagian
haluan, ABK kedua mengoperasikannya pada bagian buritan. Sisa ABK lainnya
bertugas mempersiapkan kebutuhan tali dan mata pancing cadangan serta
mempersiapkan kebutuhan untuk pengangkatan dan penanganan ikan di kapal.
Pancing diturunkan ke laut dan dibiarkan terlebih dahulu hingga terdapat tanda-
tanda ikan tertangkap. Selama pancing dibiarkan, mesin kapal tetap dinyalakan
namun tidak dijalankan. Kadang kala kapal tetap dijalankan namun dengan
kecepatan rendah sekitar 1-2 knot dengan tujuan agar umpan buatan dapat
bergerak seperti halnya ikan hidup dan dapat menarik perhatian ikan target.
Setelah ikan tertangkap oleh pancing, maka kapal dijalankan dengan kecepatan
tinggi sekitar 4 knot mengikuti arah renang ikan hingga ikan lemas dan dapat
ditarik ke kapal dengan mudah.
Selain ditarik oleh kapal, pengoperasian pancing juga dilakukan saat kapal
ditambatkan pada rumpon dengan kondisi mesin mati dan pelampung (jerigen)
dibiarkan hanyut mengikuti arus laut. Jika ada tanda-tanda ikan tertangkap, maka
pancing akan bergerak dengan sendirinya. Kapal akan mendatangi pancing dan
kemudian pancing ditarik dari kapal. Operasi penangkapan pancing dilakukan
baik pagi, siang, sore, maupun malam hari. Saat malam hari, penangkapan
dilakukan dengan menggunakan alat bantu lampu sebagai penerangan di sisi kiri
dan kanan kapal.
Gambar 3.16 Alat bantu lampu pada kapal
28
Distribusi dan pemasaran ikan tuna
Ikan tuna yang diperoleh nelayan skoci tidak dilelang di tempat pelelangan
ikan (TPI) melainkan dijual kepada pengambek dengan harga jual yang telah
ditentukan, oleh karena itu fasilitas TPI di PPI Puger tidak berjalan sesuai dengan
fungsinya. Keterikatan antara pengambek dengan nelayan disebabkan karena
pengambek memberikan modal atau pinjaman kepada nelayan sesuai dengan yang
dibutuhkan. Pengambek yang berada di Puger terdiri dari pengambek besar dan
pengambek kecil. Pengambek kecil biasa disebut belantik. Gambar hubungan
distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan skoci dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 3.17 Distribusi penjualan hasil tangkapan nelayan Puger
Pola hubungan antara nelayan berdasarkan gambar diatas menunjukkan
suatu hubungan keterikatan yang sangat kuat antara nelayan dan pengambek.
Nelayan yang memiliki keterikatan dengan belantik akan menjual hasil tangkapan
kepada belantik. Belantik akan menjual kembali hasil tangkapan tersebut kepada
pengambek besar. Harga tuna diatas 20 kg dihargai sekitar Rp24 000,-/kg. Tuna
ukuran dibawah 20 kg dijual dengan harga Rp15 000/kg oleh pengambek besar.
Apabila nelayan mempunyai ikatan kepada belantik, maka harga tersebut akan
dipotong oleh belantik sebesar Rp2 000,-/kg. Harga tuna dapat berubah sewaktu-
waktu tergantung pada musim ikan. Saat musim puncak, harga ikan lebih rendah
dibandingkan dengan musim paceklik yaitu sekitar Rp22 000,-/kg untuk ikan
diatas 20 kg dan Rp12 500,-/kg untuk ikan dibawah 20 kg.
Pada umumnya, para pengambek memiliki hubungan dengan para pedagang
besar yang berada diluar sehingga mereka mengetahui kemana hasil tangkapan
akan dijual. Namun ada beberapa pengambek yang menggunakan jasa perantara
untuk menjual ikannya kepada pedagang besar atau perusahaan-perusahaan
pengolahan di luar daerah. Daerah Puger tidak terdapat industri pengolahan ikan
sehingga hal ini menjadi alasan bagi para pengambek untuk menjual ikannya
kepada pedagang di luar Puger. Fasilitas di PPI Puger yang tidak memadai dan
teknologi yang kurang maju merupakan faktor yang menyebabkan tidak adanya
industri pengolahan di daerah Puger. Keuntungan yang diambil oleh pihak
perantara sesuai dengan kesepakatan bersama.
Hubungan nelayan dengan pengambek tidak dapat dipisahkan. Oleh karena
nelayan tidak dipercaya oleh bank dalam hal peminjaman keuangan, maka banyak
nelayan yang beralih pada pengambek. Kebutuhan keuangan para nelayan dalam
jumlah besar dapat dipenuhi oleh pengambek dalam waktu cepat. Nelayan lebih
Pengambek
Besar
Pedagang besar
(Bali dan Surabaya)
Perantara
Nelayan
Pengambek kecil
(Belantik)