28_187Praktis_Uji Diagnostik Alergi MaTanan

3
 465 CDK 187 / vol . 38 no. 6 / Ag ustus - September 2011 Di agnosi s al er gi makanan di t egakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.Banyak jenis uji diagnostik untuk menegakkan diagnosis alerg i makanan, yang dapat dipilih mana yang bi sa/mudah/prakti s di l akukan di pol ikl i nik dan mur ah. Ber i kut i ni akan diuraikan berbagai jenis uji diagnostik untuk alergi makanan. Tescukitkulit( prick test )  Tes cukit kulit ( prick test ) merupakan tes penapisan dengan sensitivitas dan spesifi- si t as ti nggi , cepat , dan rel at i f ti d ak mahal . Prinsip tes ini ada lah memasukkan sejumlah kecil alergen ke epide rmis y ang kemudian akan beri katan de ngan IgE yang melekat di permukaan sel mast yang selanjutnya a kan mengeluarkan berbagai mediator yang menyebabkan indurasi yang dapat diukur.  Tes ini dilakukan dengan membubuhkan beber apa tete s alergen ber beda, larut an hi st ami n ( kont r ol posi t i f ) , dan pel ar ut (kontrol negatif) pada daerah volar lengan bawah.Jarum d itusukkan ke epidermis.Hasil reaksi di baca dal am 15 meni t. Kri teri a pembacaan (ARIA) yaitu hasil positifsatu (+1) apabila indurasi berdiameter 1 mm lebih besar dari diameter kon trol nega tif , (+2) indurasi berdiameter 1-3mm lebih besar dari diameter kontrol negatif, (+3) indurasi be r- diameter >3 mm lebih be sar dari diameter kontrol negatif disertai flare, d an (+ 4) indurasi berdiameter >5 mm dari diameter kontrol neg atif disertai flare. Hasil tes cukit kulit terhad ap makanan positif    menunjukkan kemungkinan alergi makanan yan g di p erantarai I gE han ya 50% (ak urasi predi ksi posit if <50%) . Namun , hasil uji cukit kulit negat if menyi ngkir kan kemungkina n al ergi makanan yang di perantarai I gE (akurasi prediksi negatif >95%). Bila uji cukit kulit negatif , tetapi pada anamnesis diduga kuat ada si ndr om al er gi mul ut , dapat dilakukan uji menggunakan zat makanan tersangka dalam bentuk segar,misalnya susu sapi segar dan putih telur segar , langsung pada bibir atau mulut. Seperti pa da tes cukit kulit, hasil neg atif tes ini dapat menyingkirkan alergi makanan yan g di p erantara i I gE ; namun, bi l a pos i ti f, tidak memastikan diagnosis.  Tes provokasi makanan pada 196 anak pengi dap derma titis at opik se dang sampai berat , denga n konsentra si IgE spesif ik yang di ukur menggunakan Phar maci a CAP Syste m FEIA (kU/I), mendapatkan bahwa nilai IgE yang tinggi pada makanan terten tu ( te lu r , s us u, k ac a ng , d an i k an ) a k an membe rikan reaks i positif sehing ga tidak diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Int rac utan eous prog res sive dil uti on food test(IPDFT) IPDFT pertama kali diperkenalkan oleh Ameri can Academy of Otol aryngol ogy Allergy (AAO A) tahun 1988 dan menjadikan- nya pro toko l untuk te s penya ring aler gi makana n ti pe siklik . T es i ni b erbed a d ari teknik i nt r ade r ma l di l ut i onal t est i ng ( I DT) yang biasa dilakukan pada alerg en inhalan. IDT merupakan tes intrakutan pengenceran berganda, umumnya dipakai pengenceran 1: 5. Konsentrat al e rge n y ang di s edi aka n umumnya menggunakan pengenceran 1:20. Pada teknik IDT, larutan disuntikkan mulai dari konsentra si ter endah, yang s ecara bert aha p di nai k kan ke konsen tra si l eb i h tinggi hingga tercapai titer end-point . Ti t er end-point  adalah titik saat respons negatif    berubah menjadi positif. Larutan alergen pada IPDFT menggunakan pengenceran 1:5. Alergen yang digunakan dengan konsentrasi 1:10 menggunakan pel a r ut gl i ser i n 50 g/ 100 mL. J adi , unt uk l a r u t a n a l e r ge n p e r t a ma , d i g u n a k an konsen trasi 1: 50. Larutan alergen kedua dengan konsentrasi 1:250, larutan alergen ketiga de ngan konsentra si 1:1.25 0, larutan alerg en keempat 1:6.2 50, laru tan alerge n kelima 1:31.250,dan larutan alergen keenam menggunakan konsentrasi 1:156.250. Hi stami n sebagai kontrol posi ti f j uga diencerkan seperti ekstrak alergen (1:5), konsentrasi histamin adalah 0,0275 mg/mL. P R A K T I S Modi f i kasi t es cuki t kul i t (modified prick test )  Tes ini merupakan modifikasi tes cukit kulit menggunakan alat dengan beberapa jarum yang lebih pa njang sehing ga dap at mema- sukka n l ebi h ban yak anti gen ke dal am dermis seperti tes intradermal ( multitestI/II ).  Tes dilakukan pada keadaan bebas obat anti- histamin, beta-blocker , dan a nti -de pre san trisiklik. Lengan tempat tes dibersihkan denga n alkohol, sement ara anti gen yang akan diujikan diletakkan dalam ceruk-ceruk mul ti pronged   t e r pi s a h . J ar um mul ti test   kemudian ditekan dengan tekanan ter- kendali ke permukaan kulit dan pelan-pelan digoy ang ke segala arah.Setelah alat dilepas dari kulit,akan didapatkan setetes antigen di permu kaan kuli t, yang tidak bo leh dihap us. Respons pembengkakan dibaca setelah 20 meni t. Reaksi di ni l ai posi t i f j i ka di ameter pembe ngkakan 3 mm atau leb ih ( European gradingsystem). Testempel(  patch test )  Test tempe l kuran g bermanfaat dalam penegakan diagnosis karena hanya dapat mendeteksi reaksi alergi fase lambat yang diper antar ai IgE dan reaks i tipe IV. Namun , apabila te s dilakukan dalam 3 0 menit, dapat mendet ek s i r ea k s i a l er gi f a s e c epa t . Kombinasi tes tempel dengan tes cukit kulit atau peme riksa an IgE serum spes ifik akan mening katkan nilai predik si positif hingg a 100% pada kasus alergi susu sapi dan telu r a y a m, s ehi ngga t i da k di per l uk a n t es pr ov ok a s i ma k a na n. T es i ni memi l i k i kel ema han, yai tu sul i t menj aga kepi ng alerg en yang digun akan teta p konta k pada permu kaan kulit, khususn ya pada pas ien anak. UjiIgE spesifik  Uji ini digunakan untuk mengevaluasi kasus alerg i makanan yang diper antar ai IgE. Kele- bihan cara ini dibandingtes cukit kulit adalah dapat dilakukan pada pasien alergi yang tidak dapat berhenti dari pengobatan anti- histamin serta jika tes cukit kulit tidak mung- kin dilakukan pada kelainan kulit yangluas. Uj i Di ag nost ik Al ergi Maka nan 1 2  Anton Christanto , Tedjo Oedono 1 Bagian THT-KL RSU Pandan Arang , Boyolali, Jawa Tengah 2 Bagia n THT-KL Fakul tas Kedoktera n Unive rsita s Gadjah Mada/RSUP Dr. Sard jito, Yogyak arta

description

28_187Praktis_Uji Diagnostik Alergi Mata

Transcript of 28_187Praktis_Uji Diagnostik Alergi MaTanan

  • 465CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

    Diagnosis alergi makanan ditegakkan

    berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

    dan pemeriksaan penunjang. Banyak jenis uji

    diagnostik untuk menegakkan diagnosis

    alergi makanan, yang dapat dipilih mana

    yang bisa/mudah/praktis dilakukan di

    poliklinik dan murah. Berikut ini akan

    diuraikan berbagai jenis uji diagnostik untuk

    alergi makanan.

    Tes cukit kulit (prick test)

    Tes cukit kulit (prick test) merupakan tes

    penapisan dengan sensitivitas dan spesifi-

    sitas tinggi, cepat, dan relatif tidak mahal.

    Prinsip tes ini adalah memasukkan sejumlah

    kecil alergen ke epidermis yang kemudian

    akan berikatan dengan IgE yang melekat di

    permukaan sel mast yang selanjutnya akan

    mengeluarkan berbagai mediator yang

    menyebabkan indurasi yang dapat diukur.

    Tes ini dilakukan dengan membubuhkan

    beberapa tetes alergen berbeda, larutan

    histamin (kontrol positif ), dan pelarut

    (kontrol negatif ) pada daerah volar lengan

    bawah. Jarum ditusukkan ke epidermis. Hasil

    reaksi dibaca dalam 15 menit. Kriteria

    pembacaan (ARIA) yaitu hasil positif satu (+1)

    apabila indurasi berdiameter 1 mm lebih

    besar dari diameter kontrol negatif, (+2)

    indurasi berdiameter 1-3 mm lebih besar dari

    diameter kontrol negatif, (+3) indurasi ber-

    diameter >3 mm lebih besar dari diameter

    kontrol negatif disertai flare, dan (+4)

    indurasi berdiameter >5 mm dari diameter

    kontrol negatif disertai flare.

    Hasil tes cukit kulit terhadap makanan positif

    menunjukkan kemungkinan alergi makanan

    yang diperantarai IgE hanya 50% (akurasi

    prediksi positif 95%). Bila uji cukit

    kulit negatif, tetapi pada anamnesis diduga

    kuat ada sindrom alergi mulut, dapat

    dilakukan uji menggunakan zat makanan

    tersangka dalam bentuk segar, misalnya susu

    sapi segar dan putih telur segar, langsung

    pada bibir atau mulut.

    Seperti pada tes cukit kulit, hasil negatif tes

    ini dapat menyingkirkan alergi makanan

    yang diperantarai IgE; namun, bila positif,

    tidak memastikan diagnosis.

    Tes provokasi makanan pada 196 anak

    pengidap dermatitis atopik sedang sampai

    berat, dengan konsentrasi IgE spesifik yang

    diukur menggunakan Pharmacia CAP

    System FEIA (kU/I), mendapatkan bahwa

    nilai IgE yang tinggi pada makanan tertentu

    (telur, susu, kacang, dan ikan) akan

    memberikan reaksi positif sehingga tidak

    diperlukan pemeriksaan lebih lanjut.

    Intracutaneous progressive dilution food

    test (IPDFT)

    IPDFT pertama kali diperkenalkan oleh

    American Academy of Otolaryngology

    Allergy (AAOA) tahun 1988 dan menjadikan-

    nya protokol untuk tes penyaring alergi

    makanan tipe siklik. Tes ini berbeda dari

    teknik intradermal dilutional testing (IDT)

    yang biasa dilakukan pada alergen inhalan.

    IDT merupakan tes intrakutan pengenceran

    berganda, umumnya dipakai pengenceran

    1:5. Konsentrat alergen yang disediakan

    umumnya menggunakan pengenceran 1:20.

    Pada teknik IDT, larutan disuntikkan mulai

    dari konsentrasi terendah, yang secara

    bertahap dinaikkan ke konsentrasi lebih

    tinggi hingga tercapai titer end-point. Titer

    end-point adalah titik saat respons negatif

    berubah menjadi positif.

    Larutan alergen pada IPDFT menggunakan

    pengenceran 1:5. Alergen yang digunakan

    dengan konsentrasi 1:10 menggunakan

    pelarut gliserin 50 g/100 mL. Jadi, untuk

    larutan alergen pertama, digunakan

    konsentrasi 1:50. Larutan alergen kedua

    dengan konsentrasi 1:250, larutan alergen

    ketiga dengan konsentrasi 1:1.250, larutan

    alergen keempat 1:6.250, larutan alergen

    kelima 1:31.250, dan larutan alergen keenam

    menggunakan konsentrasi 1:156.250.

    Histamin sebagai kontrol positif juga

    diencerkan seperti ekstrak alergen (1:5),

    konsentrasi histamin adalah 0,0275 mg/mL.

    P R A K T I S

    Modifikasi tes cukit kulit (modified prick

    test)

    Tes ini merupakan modifikasi tes cukit kulit

    menggunakan alat dengan beberapa jarum

    yang lebih panjang sehingga dapat mema-

    sukkan lebih banyak antigen ke dalam

    dermis seperti tes intradermal (multi test I/II).

    Tes dilakukan pada keadaan bebas obat anti-

    histamin, beta-blocker, dan anti-depresan

    trisiklik. Lengan tempat tes dibersihkan

    dengan alkohol, sementara antigen yang

    akan diujikan diletakkan dalam ceruk-ceruk

    multipronged terpisah. Jarum multitest

    kemudian ditekan dengan tekanan ter-

    kendali ke permukaan kulit dan pelan-pelan

    digoyang ke segala arah. Setelah alat dilepas

    dari kulit, akan didapatkan setetes antigen di

    permukaan kulit, yang tidak boleh dihapus.

    Respons pembengkakan dibaca setelah 20

    menit. Reaksi dinilai positif jika diameter

    pembengkakan 3 mm atau lebih (European

    grading system).

    Tes tempel (patch test)

    Test tempel kurang bermanfaat dalam

    penegakan diagnosis karena hanya dapat

    mendeteksi reaksi alergi fase lambat yang

    diperantarai IgE dan reaksi tipe IV. Namun,

    apabila tes dilakukan dalam 30 menit, dapat

    mendeteksi reaksi alergi fase cepat.

    Kombinasi tes tempel dengan tes cukit kulit

    atau pemeriksaan IgE serum spesifik akan

    meningkatkan nilai prediksi positif hingga

    100% pada kasus alergi susu sapi dan telur

    ayam, sehingga tidak diperlukan tes

    provokasi makanan. Tes ini memiliki

    kelemahan, yaitu sulit menjaga keping

    alergen yang digunakan tetap kontak pada

    permukaan kulit, khususnya pada pasien

    anak.

    Uji IgE spesifik

    Uji ini digunakan untuk mengevaluasi kasus

    alergi makanan yang diperantarai IgE. Kele-

    bihan cara ini dibanding tes cukit kulit adalah

    dapat dilakukan pada pasien alergi yang

    tidak dapat berhenti dari pengobatan anti-

    histamin serta jika tes cukit kulit tidak mung-

    kin dilakukan pada kelainan kulit yang luas.

    Uji Diagnostik Alergi Makanan1 2

    Anton Christanto , Tedjo Oedono1

    Bagian THT-KL RSU Pandan Arang, Boyolali, Jawa Tengah2

    Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta

  • 466 CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

    Sejumlah 3 mL buffered saline ditambah

    dengan 2 mL histamin menghasilkan 5 mL

    sediaan yang ekuivalen dengan larutan

    alergen kedua, kemudian sediaan ini

    diencerkan 5 kali, sehingga diperoleh larutan

    alergen ketiga (yang digunakan sebagai

    kontrol positif ). Sebagai kontrol negatif,

    digunakan larutan gliserin yang konsentra-

    sinya sebanding dengan konsentrasi gliserin

    dalam larutan alergen.

    Sebelum tes dilakukan, beberapa ketentuan

    harus diketahui oleh klinisi :

    Tes tidak boleh dilakukan pada pasien

    yang diketahui memiliki reaksi alergi tipe

    tetap (IgE-mediated).

    Tes dilakukan hanya untuk makanan

    dalam diet sehari-hari. Jika makanan

    tersebut jarang dikonsumsi (kurang dari

    dua kali seminggu), tes tidak diperlukan

    karena biasanya makanan tersebut tidak

    menimbulkan gejala alergi.

    Pasien yang akan menjalani tes harus

    ditanyai secara detail mengenai reaksi

    alergi serius yang pernah dialami.

    Makanan yang akan diuji harus dikonsum-

    si dalam waktu 24 jam untuk meminimal-

    kan risiko provokasi.

    Perlu tes IgE in vitro terhadap pasien yang

    akan diuji menggunakan alergen poten,

    seperti kacang atau biji kapas.

    IPDFT dilakukan dengan menyuntikkan 0,05

    mL larutan alergen ketiga secara intradermal

    hingga menimbulkan indurasi dengan

    ukuran 7 mm dan, setelah didiamkan selama

    10 menit, indurasi tersebut akan membesar.

    Pertambahan ukuran indurasi 2 mm dari

    kontrol negatif dinyatakan sebagai hasil

    positif. Tes dilanjutkan menggunakan

    konsentrat alergen keempat. Setelah

    ditunggu 10 menit, jika pembesaran indurasi

  • 467CDK 187 / vol. 38 no. 6 / Agustus - September 2011

    lambat, seperti pada kasus non-IgE

    (sehingga perlu pemberian makanan

    secara kontinu selama 1-3 hari untuk

    menimbulkan gejala). Pada pasien anak,

    gejala yang dapat timbul ialah rasa gatal

    di palatum, sesak napas, rasa gatal dan

    kemerahan pada kulit, menarik-narik

    telinga karena gatal, atau diare. Apabila

    gejala klinis timbul, tes provokasi

    dihentikan dan pasien diberi pengo-

    batan darurat yang sesuai. Jika reaksi

    gejala. Jika rechallenge pertama ternyata

    positif, makanan tersebut harus dihindari

    selama beberapa bulan sebelum

    rechallenge kedua. Rechallenge harus

    dilakukan secara periodik sampai pasien

    benar-benar bebas gejala ketika

    mengonsumsi makanan tersebut.

    Namun, apabila gejala alergi masih tim-

    bul dalam waktu 2 tahun, makanan terse-

    but harus dihindari untuk seterusnya.

    P R A K T I S

    yang timbul minimal (meragukan), tes

    dapat diulang keesokan harinya.

    3. Rechallenge (provokasi ulang)

    Setelah makanan penyebab alergi dapat

    diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah

    rechallenge, yaitu memasukkan makanan

    tersebut dalam diet pasien, tetapi tidak

    sampai menimbulkan gejala. Hal ini

    dapat terjadi karena pada alergi jenis

    siklik, penghindaran alergen selama 2

    bulan atau lebih akan menghilangkan

    DAFTAR PUSTAKA

    Sampson HA. Food allergy: diagnosis and management. J Allerg Clin Immunol 1999; 103(6):981-9.