2

5
2.3 Interpretasi Data Seismik Refraksi Metode interpretasi yang paling mendasar dalam analisis data seismik refraksi adalah intercept time. Metode intercept time adalah metode T-X (waktu terhadap jarak) yang merupakan metode yang paling sederhana dan hasilnya cukup kasar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 sebagai berikut : Gambar 2.3 Kurva travel time pada dua lapisan (S ismanto,19 99) Pada bidang batas antar lapisan, gelombang menjalar dengan kecepatan lapisan di bawahnya V 2 . Skema penjalaran gelombang pada bidang batas antar lapisan ditunjukkan pada Gambar 2.4 sebagai berikut : Gambar 2.4 Sistem dua lapis (Sismanto, 1999) Kedalaman lapisan pertama ditentukan dengan menuliskan persamaan 2.11 sebagai berikut :  (2.13) Gambar 2.5 Kurva travel time  pada sistem tiga lapis dengan V 1  adalah kecepatan gelombang  pada lapisan pertama dan V 2  adalah kecepatan gelombang pada lapisan kedua (Sismanto,1999).  x

description

mbuh

Transcript of 2

2.3 Interpretasi Data Seismik RefraksiMetode interpretasi yang paling mendasar dalam analisis data seismik refraksi adalah intercept time. Metode intercept time adalah metode T-X (waktu terhadap jarak) yang merupakan metode yang paling sederhana dan hasilnya cukup kasar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 sebagai berikut :

Gambar 2.3 Kurva travel time pada dua lapisan (Sismanto,1999)Pada bidang batas antar lapisan, gelombang menjalar dengan kecepatan lapisan di bawahnya V2. Skema penjalaran gelombang pada bidang batas antar lapisan ditunjukkan pada Gambar 2.4 sebagai berikut :x

Gambar 2.4 Sistem dua lapis (Sismanto, 1999)

Kedalaman lapisan pertama ditentukan dengan menuliskan persamaan 2.11 sebagai berikut : (2.13)

Gambar 2.5 Kurva travel time pada sistem tiga lapis dengan V1 adalah kecepatan gelombang pada lapisan pertama dan V2 adalah kecepatan gelombang pada lapisan kedua (Sismanto,1999).

Pada Gambar 2.5, Ti1 dan Ti2 berurut-urut merupakan intercept time pada gelombang bias yang pertama dan kedua. Untuk kedalaman lapisan kedua akan diperoleh suatu persamaan 2.14. (2.14)dengan Ti2 adalah intercept time pada gelombang bias yang kedua. Dari persamaan 2.12 dan persamaan 2.13, dapat digambarkan penampang struktur lapisan bawah permukaan seperti pada Gambar 2.6 sebagai berikut :

Gambar 2.6 Skema sistem tiga lapis, dengan V1, V2 dan V3 berturut-urut adalah kecepatan gelombang pada lapisan pertama, kedua dan ketiga, Z1 adalah kedalaman pada lapisan pertama, dan Z2 adalah kedalaman pada lapisan kedua (Sismanto, 1999).

Gambar 2.19 Macam macam bidang gelincir (Priyantari dan Wahyono, 2005)

Metode Seismik Refraksi

Metode seismik refraksi merupakan teknik umum yang digunakan dalam survai geofisika untuk menentukan kedalaman batuan dasar, litologi batuan dasar (bed rock), sesar, dan kekerasan batuan. Pada prinsipnya, metode seismik refraksi memanfaatkan perambatan gelombang seismik yang merambat kedalam bumi. Pada dasarnya dalam metoda ini diberikan suatu gangguan berupa gelombang seismik pada suatu sistem kemudian gejala fisisnya diamati dengan menangkap gelombang tersebut melalui geophone. Waktu tempuh gelombang antara sumber getaran dan penerima akan menghasilkan gambaran tentang kecepatan dan kedalaman lapisan.Hal tersebut akan menghasilkan gambaran tentang kecepatan dan kedalaman lapisan berdasarkan penghitungan waktu tempuh gelombang antara sumber getaran (shot) dan penerima (geophone). Waktu yang diperlukan oleh gelombang seismik untuk merambat pada lapisan batuan bergantung pada besar kecepatan yang dimiliki oleh medium yang dilaluinya tersebut. Data yang diperoleh berupa travel time dari gelombang pada tiap-tiap geophone.Untuk mendapatkan kualitas rekaman seismik refraksi yang tinggi dan mengandung bentukfirst breakyang tajam, dilakukan teknikstacking,gain danfiltering.Pada survai seismik refraksi hukum dasar yang digunakan yaitu dasar pemantulan dan pembiasan diantaranya: hukum Snellius, azas Fermat, dan hukum Huygens. Menurut hukum Snellius menjelaskan hubungan antara sinus sudut datang dan sudut bias terhadap kecepatan gelombang dalam medium. Azas Fermat yang menyatakan dalam penjalaran gelombang dari satu titik ke titik selanjutnya yang melewati suatu medium tertentu akan mencari suatu lintasan dengan waktu tempuh yang paling sedikit. Sedangkan untuk hukum Huygens menyatakan bahwa suatu gelombang yang melewati suatu titik akan membuat titik tersebut menjadi sumber gelombang baru dan akan begitu seterusnya. (Telford, 1976)

PENENTUAN BIDANG GELINCIR GERAKAN TANAH DENGANAPLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS DUA DIMENSIKONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER(Studi Kasus di Sekitar Gedung Fakultas Kedokteran Universitas AndalasLimau Manis, Padang)ABSTRAKTelah dilakukan penentuan bidang gelincir gerakan tanah pada area di belakang gedung kuliahFakultas Kedokteran Universitas Andalas Limau Manis, Padang menggunakan metode geolistriktahanan jenis dua dimensi konfigurasi Wenner-Schlumberger. Penelitian ini dilakukan pada satulokasi dengan 2 lintasan pengukuran yang masing-masing lintasan saling berpotongan pada titiktengah 25,0 m. Panjang bentangan masing-masing lintasan 50,0 m dan spasi elektroda 2,5 m. Lokasi penelitian ini merupakan daerah dengan topografi berlereng dan berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah. Pengolahan data dari hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan software Res2Dinv. Berdasarkan penampang bawah permukaan yang diperoleh dari hasil penelitian, pada daerah tersebut diduga memiliki tiga lapisan batuan yang sama secara berturut-turut adalah pasir lempungan, batupasir, dan batu gamping. Lapisan yang diduga berperan sebagai bidang gelincir adalah lapisan batu gamping dengan nilai tahanan jenis berkisar 22068 134811 _m pada kedalaman lapisan sekitar 5,03 m dengan ketebalan sekitar 4,63 m.

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR ZONA RAWAN LONGSORMENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASIDIPOLE-DIPOLE DI PAYUNG KOTA BATUABSTRAK: Longsoran merupakan salah satu masalah yang banyak terjadi pada lereng alam maupun buatan, dan merupakan bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang umum terjadi di kawasan pegunungan, terutama saat musim hujan. Kondisi topografi pegunungan dan perbukitan menjadikan kota Batu terkenal sebagai daerah dingin dan berlereng. Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan wilayah kota Batu merupakan daerah yang rentan terhadap bahaya longsor. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar potensi longsor yang terdapat pada lokasi penelitian. Data yang diperoleh pada penelitian merupakan data resistivitas semu dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole. Pengambilan data dilakukan pada 4 lintasan, masing-masing lintasan memiliki panjang 150 meter. Untuk menampilkan nilai resistivitas pada setiap lintasan digunakan software Res2dinv, sehingga terlihat citra warna yang menggambarkan perubahan resistivitas pada setiap lapisan batuan. Hasil dari penelitian menunjukkan teridentifikasinya letak bidang gelincir pada masing-masing lintasan. Lapisan yang diduga sebagai bidang gelincir memiliki kontras resistivitas yang tinggi. Untuk menduga arah longsoran, maka masing-masing lintasan digabung menjadi satu. Daerah penelitian ini memiliki potensi longsor searah kemiringan bidang gelincir yaitu mengarah pada timur-laut dengan strike mengarah pada tenggara dan dip mengarah pada timur laut sehingga koordinat azimuth N1350 E /40,960 NE.

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DAERAH KEPULAUAN SERUIMENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENISABSTRAKLongsor merupakan salah satu bencana alam geologi yang paling sering menimbulkan kerugian seperti jalan raya rusak, kerusakan tata lahan, bangunan perumahan, bahkan sampai merenggut korban jiwa. Kejadian longsor antara lain dikontrol oleh sifat fisik tanah dan batuan, struktur geologi, kemiringan lereng, vegetasi penutup serta faktorbeban dan getaran. Agar tidak terjadi kerugian material dan immaterial seperti tersebut diatas, maka permasalahan gerakan tanah perlu mendapat perhatian. Telah dilakukan pengukuran geolistrik di Kabupaten Kepulauan Waropen yaitu di Km 4, Km 29+00, Km 29+200 dan Km 32+00. Lereng di lokasi pengukuran termasuk terjal (> 550). Vegetasi atau jenis tanaman pada lereng tersebut didomiasi oleh tumbuhan yang berakar serabut. Sedangkan tebing yang terdapat diantara Km 29+200 dan Km 29+00 kondisi vegetasi penutup umumnya sangat kurang. Pengukuran geolistrik tahanan jenis yang dilakukan di ruas jalan sepanjang 40 km menghubungkan Kota Seruai Kampung Wadapi bertujuan untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan tanah secara vertical sehingga dapat diketahui bidang yang rawan longsor. Pengukuran lapangan menggunakan konfigurasi Schlumberger seluruhnya ada 4 (empat) lintasan dan pengolahan data menggunakan software IPI2win. Berdasarkan korelasiantara data geologi dan true resistvity dari keempat lintasan maka litologi daerah penelitian didominasi oleh tahanan jenis yang lebih kecil dari 100 ohm m (< 100 ohm m), jenis tanahnya terdiri atas lempung, atau clay, dan berpasir. Jenis tanah ini termasuk tidak kompak sehingga rawan terjadinya longsor. Diperlukan mitigasi antara lain dengan penanaman pohon atau broncong sehingga dapat mencegah terjadinya longsor.