2

7
 2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempuny ai sif at indivi dual ser ta akti f dan ti dak ber gantun g deng an ora ng tua . Bia sany a  pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gii anak sebagian besar diguna kan untuk aktivitas pembentukan dan pemeli haraan !aringan. Karakt erist ik anak sekola h meliputi" 1# $er tumbuha n ti dak s ece pat b ayi. 2# %igi merupak an gigi susu yang t idak pe rmane n &tan ggal#. '# (ebi h akti f memilih ma kana n yang dis ukai. )# Kebutu han ener gi t inggi karena aktiv itas m eningkat . *# $ert umbuhan lambat . +# $ertumbuhan meningka t lag i pad a masa pra rema! a. Ana k sek ola h bia sany a bany ak memili ki akt ivi tas ber mai n yang mengur as bany ak tenaga, dengan ter!adi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak men!adi kur us. nt uk mengat asi nya har us men gont rol aktu berm ain anak sehingga ana k memiliki aktu istirahat cukup &oeh!i, 2//'#. 2.1.2. Masalah Gizi Anak Sekolah Dasar a sa la h gi i &malnutrition# adal ah gangg uan pada beber apa se gi kese !ah teraan  perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan at gii yang diperoleh dari makanan. asalah gii berkaiatan erat dengan masalah pangan. asalah  pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan keraanan konsumsi pangan yang dipenga ruhi oleh kemis kinan, rendahnya pendidikan dan adat0 kepercay aan yang terkait dengan tabu makanan. ementara, permasalahan gii tidak hanya terbatas pada kondisi kekurangan gii sa!a melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gii. i beberapa daerah pada sekelompok masyarakat 3ndonesia terutama di kota-kota besar, masalah kesehatan masyarakat utama !ustru dipicu dengan adanya kelebihan gii, meledaknya ke! adi an obes it as di beberapa daerah di 3ndones ia akan men data ngkan masalah bar u yang mempunyai konsekuensi yang serius bagi pembangunan bangsa 3ndonesia khususnya di bidang kesehatan. engan kata lain, masih tingginya prevalensi kurang gii di beberapa daerah dan

description

tinjauan pustaka gizi

Transcript of 2

2.1. Anak Sekolah Dasar 2.1.1. Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra. Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah meliputi:1) Pertumbuhan tidak secepat bayi. 2) Gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal).3) Lebih aktif memilih makanan yang disukai. 4) Kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat. 5) Pertumbuhan lambat. 6) Pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja. Anak sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat cukup (Moehji, 2003).2.1.2. Masalah Gizi Anak Sekolah Dasar Masalah gizi (malnutrition) adalah gangguan pada beberapa segi kesejahteraan perorangan dan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaiatan erat dengan masalah pangan. Masalah pangan antara lain menyangkut ketersediaan pangan dan kerawanan konsumsi pangan yang dipengaruhi oleh kemiskinan, rendahnya pendidikan dan adat/kepercayaan yang terkait dengan tabu makanan. Sementara, permasalahan gizi tidak hanya terbatas pada kondisi kekurangan gizi saja melainkan tercakup pula kondisi kelebihan gizi.Di beberapa daerah pada sekelompok masyarakat Indonesia terutama di kota-kota besar, masalah kesehatan masyarakat utama justru dipicu dengan adanya kelebihan gizi, meledaknya kejadian obesitas di beberapa daerah di Indonesia akan mendatangkan masalah baru yang mempunyai konsekuensi yang serius bagi pembangunan bangsa Indonesia khususnya di bidang kesehatan. Dengan kata lain, masih tingginya prevalensi kurang gizi di beberapa daerah dan meningkatnya prevalensi obesitas yang dramatis di beberapa daerah yang lain akan menambah beban yang lebih komplek dan harus dibayar mahal oleh bangsa Indonesia dalam upaya pembangunan bidang kesehatan, sumber daya manusia dan ekonomi (Hadi, 2005).Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah mudah dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh kelompok swasta. Meskipun demikian masih terdapat berbagai kondisi gizi anak sekolah yang tidak memuaskan, misal berat badan yang kurang, anemia defisiensi Fe, defisiensi vitamin C dan daerah-daerah tertentu juga defisiensi Iodium (Sediaoetama, 1996).2.2. Kebutuhan Makanan pada Anak Sekolah Awal usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian anak-anak mulai masuk ke dalam dunia baru, dimana dia mulai banyak berhubungan dengan orang-orang di luar keluarganya, dan dia berkenalan dengan suasana dan lingkungan baru dalam kehidupannya. Hal ini tentu saja banyak mempengaruhi kebiasaan makan mereka. Pengalaman-pengalaman baru, kegembiraan di sekolah, rasa takut terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini sering menyimpang dari kebiasaan waktu makan yang sudah diberikan kepada mereka (Moehji, 2003). Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR) dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstra kurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi. Ada berbagai alasan yang seringkali menyebabkan anak-anak tidak sarapan pagi. Ada yang merasa waktu sangat terbatas karena jarak sekolah cukup jauh, terlambat bangun pagi, atau tidak ada selera untuk sarapan pagi (Khomsan, 2003).2.3. Pengertian Status Gizi Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Status ini merupakan tanda-tanda atau penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi (Sunarti, 2004). Menurut Supariasa, dkk (2001) menyatakan bahwa status gizi yaitu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu. Contoh : Gizi kurang merupakan keadaan tidak seimbangnya konsumsi makanan dalam tubuh seseorang.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi 2.4.1. Penyebab Langsung Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang. Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.Penyebab tidak Langsung Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu : 1) Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. 2) Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan mayarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian, dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik baik fisik, mental dan sosial. 3) Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan.

2.5. Penilaian Status Gizi Anak Sekolah Dasar 2.5.1. Penilaian Status Gizi Secara Antropometri Supariasa, dkk (2002), mendefenisikan antropometri adalah ukuran tubuh. Maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat dan tingkat gizi. Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu : 1. Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang. 2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukuranya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu. Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) (Depkes RI, 1995).

2.5.1.1. Indeks Berat Badan Menurut Umur (BB/U) Berat badan merupakan salah satu ukuran antropometri yang memberikan gambaran tentang massa tubuh (otot dan lemak), karena massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak misalnya karena penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunya makanan yang dikonsumsi maka berat badan merupakan ukuran antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara intake dan kebutuhan zat gizi terjamin, berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya keadaan abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan yaitu berkembang lebih cepat atau berkembang lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan sifat-sifat ini, maka indeks berat badan menurut umur (BB/U) digunakan sebagai salah satu indikator status gizi. Oleh karena sifat berat badan yang stabil maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang pada saat kini (current nutritional status). Penggunaan indeks BB/U sebagai indikator status gizi memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu mendapat perhatian. Kelebihan indeks BB/U yaitu : 1. Dapat lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum. 2. Sensitif untuk melihat perubahan status gizi jangka pendek. 3. Dapat mendeteksi kegemukan (Over weight). Sedangkan kelemahan dari indek BB/U adalah : 1. Dapat mengakibatkan interpretasi status gizi yang keliru bila terdapat oedema. 2. Memerlukan data umur yang akurat. 3. Sering terjadi kesalahan pengukuran misalnya pengaruh pakaian, atau gerakan anak pada saat penimbangan. 4. Secara operasional sering mengalami hambatan karena masalah sosial budaya setempat. Dalam hal ini masih ada orang tua yang tidak mau menimbangkan anaknya karena seperti barang dagangan (Supariasa, 2002).

Indeks Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U) Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dangan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah defisiensi zat gizi jangka pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan baru akan tampak pada saat yang cukup lama. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi masa lampau, dan dapat juga digunakan sebagai indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat. Keadaan tinggi badan anak pada usia sekolah (tujuh tahun), menggambarkan status gizi masa balitanya. Masalah penggunaan indek TB/U pada masa balita, baik yang berkaitan dengan kesahlian pengukuran tinggi badan maupun ketelitian data umur. Masalah-masalah seperti ini akan lebih berkurang bila pengukuran dilakukan pada anak yang lebih tua karena pengukuran lebih mudah dilakukan dan penggunaan selang umur yang lebih panjang (setelah tahunan atau tahunan) memperkecil kemungkinan kesalahan data umur. Kelemahan penggunaan indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) yaitu :1. Tidak dapat member gambaran keadaan pertumbuhan secara jelas. 2. Dari segi operasional, sering dialami kesulitan dalam pengukuran terutama bila anak mengalami keadaan takut dan tegang (Jahari, 1998).

Indeks Massa Tubuh Menurut (IMT/U) Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat. Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan (Supariasa, dkk., 2001). Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass) (Riyadi, 2004). Pengukuran status gizi anak sekolah dapat dilakukan dengan indeks antropometri dan menggunakan Indeks Massa Tubuh Menurut Umur (IMT/U) anak sekolah. Rumus IMT

2.6. Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Antropometri Dalam penelitian status gizi, khususnya untuk keperluan klasifikasi diperlukan ukuran baku (reference). Pada tahun 2009, Standar Antropometri WHO 2007 diperkenalkan oleh WHO sebagai standar antopometri untuk anak dan remaja di dunia. Klasifikasi status gizi anak dan remaja menurut WHO 2007 adalah sebagai berikut : Indeks BB/U : a. Normal : -2 SD s/d 2 SD b. Kurang : -3 SD s/d < -2 SD c. Sangat Kurang : < -3 SD

Indeks TB/U : a. Normal : -2 SD s/d 2 SD b. Pendek : -3 SD s/d < -2 SD c. Sangat pendek : < -3 SD

Indeks IMT/U : a. Sangat gemuk : > 3 SD b. Gemuk : > 2 SD s/d 3 SD c. Normal : -2 SD s/d 2 SD d. Kurus : -3 SD s/d < -2 SD e. Sangat kurus : < -3 SD

2.7. Pola Makan Menurut Hong dalam Kardjati (1985) mengemukan bahwa, pola adalah berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan memberikan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan disuatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan beberapa faktor atau kondisi setempat : a. Faktor yang berhubungan dengan persediaan bahan makanan yang termasuk faktor geografis, kesuburan tanah berkaitan dengan produksi bahan makanan, daya perairan, kemajuan teknologi, transportasi, distribusi, dan persediaan suatu daerah. b. Faktor sosio-ekonomi dan kebiasaan yang berhubungan dengan konsumen yang memegang peranan penting dalam pola konsumsi peduduk. c. Bantuan atau subsidi terhadap bahan-bahan tertentu.