2.1. Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya 2.pdf · Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya ... observasi,...
Transcript of 2.1. Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya 2.pdf · Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya ... observasi,...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Diah (2014) dalam penelitian
yang berjudul “Analisis karakteristik dan motivasi kunjungan wisatawan dalam
upaya pengembangan atraksi wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang”.
memaparkan bahwa wisatawan yang dominan datang mengunjungi atraksi wisata
Taman Kyai Langgeng kota Magelang adalah para pelajar sehingga
pengembangan atraksi wisata yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan
konsep wisata edukasi yang menarik namun juga tidak mengurangi nilai
pengetahuan yang ada di dalamnya. Pengembangan atraksi wisata tersebut dapat
dimulai dengan menambahkan jenis permainan yang mengandung unsur
pendidikan, menambahkan keterangan pada plakat yang ada pada tanaman langka
maupun satwa, serta pembuatan paket wisata untuk mengakomodir kebutuhan
wisatawan selama melakukan kegiatan wisata. Penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data yaitu observasi, wawancara, kuisioner serta studi kepustakaan.
Teknik penentuan sampel menggunakan rumus Slovin dengan margin error
sebesar 10% sehingga didapatkan sampel sebanyak 100 dengan pembagian
sampel menggunakan teknik accidental sampling. Teknik analisis data yaitu
dengan menggunakan metode mix-method, yaitu metode penelitian yang
menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Metode
kuantitatif akan digunakan dalam meneliti jumlah responden untuk pengambilan
sampel, sedangkan metode penelitian kualitatif digunakan untuk menjabarkan
13
temuan data yang ada agar menjadi suatu informasi yang mudah dimengerti.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Fanani (2010) dalam penelitian yang
berjudul “Hubungan persepsi dan motivasi dengan keputusan pembelian
handphone pada mahasiswa di Universitas Negeri Malang.” Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 9 orang atau sebesar 18% memiliki persepsi yang
tinggi, sebanyak 37 orang atau sebesar 74% memiliki persepsi sedang dan 4 orang
atau sebesar 8% memiliki persepsi rendah. Motivasi tinggi sebanyak 11 orang
atau sebesar 22%, motivasi sedang 31 orang atau sebesar 62%, sedangkan
motivasi rendah sebanyak 8 orang atau sebesar 16%. Untuk keputusan pembelian
sebanyak 78% kategori termasuk sedang, sedangkan 22% termasuk kategori
rendah. Hasil analisis korelasi menunjukkan ada hubungan positif antara persepsi
dan keputusan pembelian dengan koefisien korelasi 0,598 dimana semakin tinggi
persepsi mahasiswa semakin tinggi pula tingkat keputusan pembeliannya dan ada
hubungan positif antara motivasi dengan keputusan pembelian dimana koefisien
korelasinya sebesar 0,642 dimana semakin tinggi motivasinya maka semakin
tinggi pula tingkat keputusan pembeliannya serta nilai dari R square dari analisis
multi korelasi antara persepsi dan motivasi dengan keputusan pembelian sebesar
0,642. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara,
kuisioner, studi literatur dan studi dokumentasi. Teknik penentuan sampel
menurut Frankel dan Wallen (1993:92) yaitu nilai minimum untuk penelitian
korelasi sebesar 50 orang responden. Analisis data menggunakan pendekatan
deskriftif kuantitatif dengan menggunakan nilai mean dan teknik korelasi product
moment.
14
Penelitian ketiga dilakukan oleh Jayanti (2014) dalam penelitian yang
berjudul Karakteristik dan Persepsi Wisatawan Mancanegara terhadap Hotel Bali
Tropic Resort & Spa di Tanjung Benoa-Bali. Dalam penelitian ini dipaparkan
bahwa karateristik wisatawan mancanegara menurut kebangsaannya, sebagian
besar wisatawan yang menginap di Hotel Bali Tropic Resort & Spa berasal dari
Jerman 40 orang (40,0%), sedangkan berdasarkan umur terbanyak antara 26-38
tahun (60,0%), sedangkan berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 69 orang (60,0%).
Sebagian besar wisatawan yang menginap di Hotel Bali Tropic Resort & Spa
sudah menikah 75 orang (75,0%). Tingkat pendidikan sebagian besar wisatawan
memiliki pendidikan perguruan tinggi 57 orang (57%). Menurut pekerjaan atau
profesi, sebagian besar manager 17 orang (17,0%) dan pelajar/mahasiswa 10
orang (10,0%). Sedangkan cara berkunjung atau bepergiannya kebanyakan
bersama keluarganya 57 orang (57,0%). Sumber informasi mengetahui Hotel Bali
Tropic Resort & Spa dari internet 45 orang (45,0%). Sedangkan frekuensi
kunjungan terbanyak adalah pertama kali 71 orang (71,0%). Persepsi wisatawan
terhadap Hotel Bali Tropic Resort & Spa secara umum bagus. Untuk lokasi Hotel
Bali Tropic Resort & Spa bagus. Untuk tingkat aksesbilitasnya bagus. Tingkat
kebersihannya sangat bagus. Untuk tingkat keamanannya aman. Terhadap kondisi
alamnya indah. Keberadaan restorannya bagus. Terhadap pelayanannya atau
service sangat bagus. Tempat hiburan malamnya bagus. Skor rata-rata diperoleh
hasil analisis persepsi wisatawan adalah 4,2 dengan kategori bagus. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, kuisioner serta studi
kepustakaan dengan teknik sampling yang digunakan adalah accidental sampling
dan untuk mengetahui jumlah sampel menggunakan rumus Slovin sehingga
15
didapatkan 100 orang sampel dari 70.011 wisatawan pertahun. Teknik analisis
data menggunakan metode kualitatif dengan wawancara diikuti dengan kuantitatif
dengan menggunakan skala likert.
Berdasarkan penelitian terdahulu diatas, persamaan penelitian pertama
dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang motivasi dan
karakteristik wisatawan dengan teknik pengumpulan data yaitu observasi,
wawancara, kuisioner dan studi kepustakaan. Teknik penentuan sampel sama-
sama menggunakan rumus Slovin dan pembagian sampel menggunakan teknik
accidental sampling. Analisis data sama-sama menggunakan mix-method yaitu
pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif. Persamaan penelitian kedua
dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang hubungan motivasi
terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan teknik pengumpulan data
yaitu observasi, wawancara, kuisioner dan studi kepustakaan. Persamaan
penelitian ketiga dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang
karakteristik wisatawan dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu
observasi, wawancara, kuisioner dan studi kepustakaan. Teknik penentuan sampel
yaitu menggunakan rumus Slovin. Teknik pembagian sampel sama-sama
menggunakan teknik accidental sampling. Analisis data sama-sama menggunakan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif (mix-method).
Perbedaan penelitian pertama dengan penelitian ini adalah lokasi
penelitian dan instrumen analisis data yaitu hanya menggunakan skala likert
sedangkan penelitian ini menggunakan skala likert, uji validitas, uji reabilitas, uji
Z dan korelasi Spearman. Perbedaan penelitian kedua dengan penelitian ini adalah
teknik penentuan sampel menurut Frankel dan Wallen (1993:92) yaitu nilai
16
minimum untuk penelitian korelasi sebesar 50 orang responden sedangkan
penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel rumus Slovin, Instrumen
analisis data menggunakan nilai mean dan teknik korelasi product moment dengan
pendekatan kuantitatif sedangkan penelitian ini menggunakan menggunakan
instrumen uji validitas, uji reabilitas, uji Z dan korelasi Spearman dengan
pendekatan kuantitatif dan kualitatif (mix method) dan perbedaan pada lokasi
penelitian. Perbedaan penelitian ketiga dengan penelitian ini adalah lokasi
penelitian dan instrumen analisis data hanya menggunakan skala likert sedangkan
penelitian ini menggunakan skala likert, uji validitas, uji reabilitas, uji z, dan
korelasi Spearman.
2.2. Tinjauan Tentang Karakteristik
Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam penelitian Sukmayanti (2004:13)
menyatakan bahwa “karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau yang mempunyai
sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.”
Suwena (2010:38) menyatakan bahwa “berdasarkan karakteristiknya,
bicara mengenai wisatawan akan didapatkan suatu cerita yang panjang tentang
mereka, siapa, darimana, mau kemana, dengan apa, dengan siapa, kenapa kesana
dan masih banyak lagi. Wisatawan memang sangat beragam, tua muda, miskin
kaya, asing domestik, berpengalaman maupun tidak, semua ingin berwisata
dengan keinginan dan harapan yang berbeda-beda.”
Matheisen dan Geoffrey dalam penelitian Jayanti (2014:12) menyatakan
bahwa karakteristik terdiri atas berbagai unsur yaitu :
17
1. Unsur sosial ekonomi yaitu: umur, jenis kelamin, motivasi berwisata,
pendapatan dan etnis.
2. Tingkat penggunaan dan pemanfaatan objek, yaitu dapat dilihat dari jumlah
wisatawan yang berkunjung atau yang berada dalam suatu objek beserta
penyebarannya dalam periode tertentu.
3. Lama tinggal wisatawan (long term movement of people) yang bertujuan untuk
berwisata. Jelasnya bahwa pariwisata menyangkut perpindahan, tetapi tidak
semua perpindahan dalam pemukiman termasuk pariwisata.
4. Tujuan tunggal, yaitu waktu luang yang tersedia bagi seseorang dalam
pekerjaannya yang akan digunakan untuk tujuan berekreasi dan pengunjung
sementara.
Suwena (2010:40) menyatakan bahwa wisatawan biasanya dibedakan
menjadi:
1. Karakteristik sosio-demografis
Yang termasuk dalam karakteristik sosio-demografis yaitu jenis kelamin,
umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan, kelas sosial, jumlah
anggota keluarga dan lain-lain yang dijelaskan dari karakteristik tersebut.
2. Karakteristik geografis
Yang termasuk karakteristik geografis yaitu wisatawan yang dibagi
berdasarkan lokasi tempat tinggalnya, biasanya dibedakan menjadi desa
ataupun kota, provinsi, maupun negara asalnya.
3. Karakteristik psikografis
Yang termasuk karakteristik psikografis yaitu wisatawan yang dibagi ke
dalam kelompok-kelompok berdasarkan kelas sosial, gaya hidup dan
18
karakteristik personal. Wisatawan dalam kelompok demografis yang sama
mungkin memiliki profil psikografis yang sangat berbeda (Smith, 1989).
Simpulan dari tinjauan tentang karakteristik di atas adalah:
Karakteristik wisatawan mancanegara merupakan ciri-ciri khusus atau
yang mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan wisatawan mancanegara
yang menginap pada Hotel Prama Sanur Beach.
Menurut Suwena (2010:40) dan Matheisen dan Geoffrey dalam penelitian
Jayanti (2014:12), karakteristik wisatawan dapat dibagi menjadi:
1. Karakteristik sosio-demografis (yang termasuk dalam karakteristik sosio-
demografis diantaranya adalah jenis kelamin, umur, pekerjaan, status).
2. Karateristik geografis (karateristik geografis wisatawan dibagi berdasarkan
lokasi negara asalnya).
3. Karateristik psikografis (karateristik psikografis berdasarkan hobi seperti
bersantai dan bermain serta berdasarkan gaya hidup).
4. Lama tinggal wisatawan (long term movement of people) yang bertujuan untuk
berwisata.
2.3. Tinjauan Tentang Motivasi
Menurut Pitana (2005:60), “motivasi merupakan faktor penting bagi calon
wisatawan di dalam mengambil keputusan mengenai daerah tujuan wisata yang
akan dikunjungi.”
19
Wijono (2010:21) menyatakan bahwa “motivasi merupakan salah satu
sebab atau penentu tingkah laku. Sesungguhnya suatu tingkah laku itu adalah
dimunculkan oleh faktor-faktor internal dan eksternal.”
Sedangkan Fandeli dalam Suwena (2010:60), “pada hakikatnya aspek
motivasi adalah aspek yang terdapat pada diri wisatawan. Untuk menimbulkan
motivasi sangat tergantung pada diri pribadi wisatawan yang berkaitan dengan
umur, pengalaman, pendidikan, emosi, kondisi fisik dan psikis.”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah faktor penting bagi calon
wisatawan di dalam mengambil keputusan mengenai daerah tujuan wisata yang
akan dikunjungi yang merupakan penentu tingkah laku dan dimunculkan oleh
faktor-faktor internal dan eksternal dengan tergantung pada diri pribadi wisatawan
yang berkaitan dengan umur, pengalaman, pendidikan, emosi, kondisi fisik dan
psikis.
Pitana (2005:66), menyebutkan bahwa “keputusan seseorang untuk
melakukan perjalanan wisata dipengaruhi oleh kuatnya push factor (faktor-faktor
pendorong) dan pull factor (faktor-faktor penarik). Faktor pendorong umumnya
bersifat sosial-psikologis, atau merupakan motivasi dari individu itu sendiri,
sedangkan faktor penarik merupakan motivasi dari destinasi tujuan wisata.”
Dann dalam Ross (1998:31) menyebutkan bahwa ada 2 faktor yang
mempengaruhi wisatawan dalam melakukan perjalanan, yaitu:
1. Faktor Pendorong, adalah faktor yang membuat wisatawan ingin bepergian.
2. Faktor Penarik, adalah faktor yang mempengaruhi kemana wisatawan akan
pergi setelah ada keinginan awal untuk bepergian.
20
Ryan dalam Pitana (2005:67), dari kajian literaturnya menemukan
berbagai faktor pendorong (push factor) bagi seseorang untuk melakukan
perjalanan wisata seperti dibawah ini :
1. Escape, keinginan untuk melepaskan diri dari lingkungan ataupun kejenuhan
dari pekerjaan sehari-hari.
2. Relaxation, keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan
motivasi untuk escape.
3. Play, ingin menikmati kegembiraan melalui berbagai permainan dan dapat
memunculkan kembali sifat kanak-kanak yang suka bermain dan melepaskan
diri sejenak dari berbagai urusan yang serius.
4. Strengthening family bonds, ingin mempererat hubungan kekerabatan,
khususnya dalam konteks VFR (Visiting Friends and Relations/Mengunjungi
Teman dan Kerabat). Hubungan kekerabatan ini juga terjadi di antara anggota
keluarga yang melakukan perjalanan bersama-sama dan kebersamaan sangat
sulit diperoleh dalam suasana kerja sehari-hari di negara industri.
5. Prestige, untuk menunjukkan gengsi yaitu dengan mengunjungi destinasi yang
menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk
meningkatkan status atau derajat sosial.
6. Social interaction, untuk dapat melakukan interaksi sosial dengan teman atau
dengan masyarakat lokal yang dikunjungi.
7. Romance, keinginan untuk bertemu dengan orang-orang yang bisa
memberikan suasana romantis, atau untuk memenuhi kebutuhan seksualitas
khususnya dalam pariwisata seks.
21
8. Educational opportunity, keinginan untuk melihat sesuatu yang baru,
mempelajari orang lain atau daerah lain dan mengetahui kebudayaan etnis
lain.
9. Self-fulfilment, keinginan untuk menemukan diri sendiri (self-discovery),
karena diri sendiri biasanya dapat ditemukan pada saat kita menemukan
daerah atau orang yang baru.
10. Wish-fulfirment, keinginan untuk merealisasikan mimpi-mimpi yang dicita-
citakan hingga mengorbankan diri dengan cara berhemat, agar bisa melakukan
perjalanan. Hal ini juga sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai
bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.
Harssel (1994:124) menyebutkan bahwa yang termasuk kedalam faktor
pendorong (push factor) adalah:
1. Self fulfillment (pemenuhan kebutuhan diri sendiri)
2. Break form routine (istirahat dari rutinitas)
3. Need for social interaction (membutuhkan interaksi sosial)
4. The opportunity for self-recognition that travel provides (kesempatan untuk
mengenal/merasakan pelayanan dalam perjalanan)
Mcintosh dan Murphy dalam Pitana (2005:58) menyebutkan bahwa
motivasi (faktor pendorong/push factor) dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok besar yaitu:
1. Physical or physiological motivation (motivasi yang bersifat fisik atau
fisiologis) antara lain untuk relaksasi/bersantai, kesehatan, kenyamanan,
berpartisipasi dalam kegiatan olah raga, dan sebagainya.
22
2. Cultural motivation (motivasi budaya), yaitu keinginan untuk mengetahui
budaya, tradisi, adat, dan kesenian daerah lain. Termasuk juga ketertarikan
akan berbagai objek tinggalan budaya (monumen bersejarah).
3. Social motivation atau interpersonal motivation (motivasi yang bersifat
sosial), seperti mengunjungi teman dan keluarga (VPR/Visiting Friends and
Relatives/Mengunjungi Teman dan Kerabat), menemui mitra kerja, melakukan
hal-hal yang dianggap mendatangkan nilai prestige (gengsi), melakukan
ziarah, pelarian dari situasi-situasi yang membosankan dan seterusnya.
4. Fantasy motivation (motivasi karena fantasi), yaitu adanya fantasi bahwa di
daerah lain seseorang akan bisa lepas dari rutinitas keseharian yang
menjemukan, dan ambisi pribadi yang besar (ego-enhancement) yang
memberikan kepuasan psikologis. Disebut juga sebagai status dan prestige
motivation.
Menurut Harrsel (1994:124) bahwa “Faktor penarik (pull factor) sama
pentingnya dengan faktor pendorong (push factor). Orang-orang tidak akan
melakukan perjalanan jika penawaran atraksi unik yang jauh dari rumah tersebut
tidak ada.”
Norman (2001:123) membagi dimensi dari faktor penarik (pull factor)
yaitu :
1. Alam sekitar
2. Atmosfir dan iklim
3. Infrastruktur pariwisata
4. Anggaran untuk makan dan akomodasi
23
5. Atraksi budaya dan sejarah
6. Atraksi kerajinan tangan
7. Fasilitas kelas atas (upscale facilities)
8. Masyarakat setempat dan peluang berekreasi di alam terbuka.
Jackson dalam Pitana (2005:68) membagi faktor penarik (pull factor)
menjadi sebelas faktor, yaitu:
1. Location climate (iklim lokasi)
2. National promotion (promosi nasional)
3. Retail advertising (iklan eceran)
4. Wholesale marketing (pemasaran grosir)
5. Special events (acara special)
6. Incentive schemes (skema insentif)
7. Visiting friends (mengunjungi teman)
8. Visiting relatives (mengunjungi kerabat)
9. Tourist attractions (atraksi)
10. Culture (kebudayaan)
11. National environment man-made environment (tempat wisata buatan)
Simpulan dari tinjauan tentang motivasi di atas adalah :
Motivasi wisatawan mancanegara merupakan faktor penting bagi calon
wisatawan mancanegara di dalam mengambil keputusan untuk menginap pada
Hotel Prama Sanur Beach.
24
Faktor pendorong/push factor yang memotivasi wisatawan untuk
melakukan perjalanan wisata menurut Ryan dalam Pitana (2005:67), Harssel
(1994:124) dan Mcintosh dan Murphy dalam Pitana (2005:58) adalah:
1. Escape, keinginan untuk melepaskan diri dari lingkungan ataupun kejenuhan
dari pekerjaan sehari-hari.
2. Relaxation, keinginan untuk penyegaran, yang juga berhubungan dengan
motivasi untuk escape.
3. Play, ingin menikmati kegembiraan melalui berbagai permainan dan dapat
memunculkan kembali sifat kanak-kanak yang suka bermain dan melepaskan
diri sejenak dari berbagai urusan yang serius.
4. Strengthening family bonds, ingin mempererat hubungan kekerabatan,
khususnya dalam konteks VFR (Visiting Friends and Relations/Mengunjungi
Teman dan Kerabat). Hubungan kekerabatan ini juga terjadi di antara anggota
keluarga yang melakukan perjalanan bersama-sama dan kebersamaan sangat
sulit diperoleh dalam suasana kerja sehari-hari di negara industri.
5. Prestige, untuk menunjukkan gengsi yaitu dengan mengunjungi destinasi yang
menunjukkan kelas dan gaya hidup, yang juga merupakan dorongan untuk
meningkatkan status atau derajat sosial.
6. Romance, keinginan untuk bertemu dengan orang-orang yang bisa
memberikan suasana romantis, atau untuk memenuhi kebutuhan seksualitas
khususnya dalam pariwisata seks.
7. Educational opportunity, keinginan untuk melihat sesuatu yang baru,
mempelajari orang lain atau daerah lain dan mengetahui kebudayaan etnis
lain.
25
8. Self-fulfilment, keinginan untuk menemukan diri sendiri (self-discovery),
karena diri sendiri biasanya dapat ditemukan pada saat kita menemukan
daerah atau orang yang baru.
9. Wish-fulfilment, keinginan untuk merealisasikan mimpi-mimpi yang dicita-
citakan hingga mengorbankan diri dengan cara berhemat, agar bisa melakukan
perjalanan. Hal ini juga sangat jelas dalam perjalanan wisata religius, sebagai
bagian dari keinginan atau dorongan yang kuat dari dalam diri.
Faktor penarik/pull factor yang memotivasi wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata menurut Norman (2001:123) dan Jackson dalam Pitana
(2005:65):
1. Alam dan iklim sekitar
2. Atraksi sekitar
3. Masyarakat sekitar
4. Infrastruktur pariwisata
5. Promosi mengenai daya tarik wisata
6. Acara spesial
2.4. Tinjauan Tentang Wisatawan
Yoeti (1985:123) menyebutkan bahwa “wisatawan adalah pengunjung
sementara yang paling sedikit tinggal selama 24 jam di negara yang dikunjungi .”
Smith dalam Pitana (2005:53) menyebutkan bahwa “wisatawan pada
intinya adalah orang yang sedang tidak bekerja, atau sedang berlibur, dan secara
sukarela mengunjungi daerah lain untuk mendapatkan sesuatu yang lain.”
26
Internasional Union of Official Travel Organization (IUOTO) dalam
Suwena (2010:36) menyebutkan bahwa “wisatawan adalah setiap orang yang
bertempat tinggal di suatu negara tanpa memandang kewarganegaraannya,
berkunjung ke suatu tempat pada negara yang sama untuk jangka waktu lebih dari
24 jam yang tujuan perjalanannya dapat diklasifikasikan pada salah satu hal
berikut :
1. Memanfaatkan waktu luang untuk berekreasi, liburan, kesehatan, pendidikan,
keagamaan, dan olah raga.
2. Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.”
Jadi dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah pengunjung sementara
yang paling sedikit tinggal selama 24 jam dan sedang tidak bekerja atau sedang
berlibur untuk memanfaatkan waktu luang seperti berekreasi, liburan, kesehatan,
pendidikan, keagamaan, olahraga dan bisnis atau mengunjungi kaum keluarga
untuk mendapatkan sesuatu yang lain.
2.5. Tinjauan Tentang Keputusan Menginap
Tahap konsumsi merupakan tahap proses pengambilan keputusan,
disinilah seorang konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak produk atau
jasa yang ditawarkan. Keputusan menginap adalah keputusan wisatawan untuk
menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak hotel. Basu Swasta
dan Handoko (1997:10) mengemukakan bahwa perilaku konsumen adalah
kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan
mempergunakan barang dan jasa dan termasuk didalamnya proses pengambilan
keputusan pada persiapan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.
27
Tjiptono (2007:38) menyatakan bahwa keputusan konsumen untuk
melakukan pembelian itu sendiri terdiri dari tahapan-tahapan seperti pra
pembelian, konsumsi dan evaluasi pasca konsumsi. Untuk itu perusahaan perlu
memperhatikan aspek-aspek perilaku konsumen seperti siapa yang akan membeli
(who), apa yang akan dibeli (what), mengapa membeli produk atau jasa tersebut
(why), kapan membeli (when), dimana membelinya (where), bagaimana proses
keputusan menginapnya (how), berapa sering menggunakan produk atau jasa (how
often) agar perusahaan dapat mengetahui keinginan konsumen sehingga
konsumen bersedia melakukan pembelian terhadap produk atau jasa tersebut.
Kotler (2004:208) menyebutkan bahwa ada 2 faktor yang dapat berada di
antara niat pembelian dan keputusan pembelian, yaitu :
1. Sikap orang lain
Sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternatif yang disukai seseorang
bergantung pada intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang
disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang
lain.
2. Faktor situasi
Situasi yang tidak terantisipasi yang dapat muncul dan mengubah niat
pembelian seperti harga yang tinggi dan pendapatan yang kurang sehingga
tidak menjadikan skala prioritas.
Tjiptono (2007:43) mengemukakan bahwa perilaku konsumen dalam
proses keputusan konsumen itu bisa diklasifikasikan kedalam tiga tahap utama
yaitu :
28
1. Tahap pra pembelian, meliputi tiga proses yaitu:
Identifikasi kebutuhan, proses pembelian diawali ketika seseorang mendapat
rangsangan (pikiran, tindakan, atau motivasi) yang mendorong dirinya untuk
mempertimbangkan pembelian barang atau jasa tertentu. Rangsangan
mempengaruhi kebutuhan seseorang akan produk atau jasa tertentu. Seorang
konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu produk atau jasa
pada situasi shortage (kebutuhan yang timbul karena konsumen tidak
memiliki produk atau jasa tertentu) maupun unfulfilled desire (kebutuhan yang
timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap produk atau jasa saat ini).
2. Tahap konsumsi/pembelian
Salah satu perbedaan antara pembelian barang dan pembelian jasa adalah
menyangkut proses produksi dan konsumsi. Pada barang, tahap pembelian dan
konsumsi biasanya terpisah. Meskipun terdapat interaksi antara pemasar dan
pelanggan selama tahap pembelian, tahap pemakaian barang biasanya terlepas
dari pengaruh langsung para pemasar. Sebaliknya, sebagian besar jasa
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan sehingga perusahaan jasa
berpeluang besar untuk secara aktif membantu pelanggan memaksimalkan
nilai dari pengalaman konsumsinya sehingga penyedia jasa bisa secara efektif
mempengaruhi proses konsumsi dan evaluasi agar konsumen melakukan
pembelian ulang terhadap produk jasa. Dalam tahap ini terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian yaitu:
1) Emosi dan mood
Emosi memiliki intensitas dan nurgensi psikologis (psikologis yang
mendesak) yang lebih besar dibandingkan dengan mood. Mood adalah
29
keadaan tindakan sementara menyenangkan atau tidak menyenangkan.
Sejumlah riset mengidentifikasikan bahwa emosi dan mood bisa
berpengaruh terhadap semua tahap proses pembelian konsumen. Layanan
dapat dipersepsikan berbeda oleh dua pelanggan yang berada dalam emosi
dan mood berbeda. Untuk itu pelayanan dari penyedia jasa harus optimal
agar mampu mempengaruhi emosi dan mood pelanggan karena ini sangat
berpengaruh terhadap keputusan pelanggan tersebut untuk membeli jasa.
2) Dramaturgi (penyusunan alur menggambarkan drama/teater)
Konsep dramaturgi yang banyak digunakan dalam sosiologi diadopsi oleh
Grove, Fisk, & John (2000) ke dalam konteks pemasaran jasa. Mereka
menggunakan metafora/kiasan teater untuk menggambarkan dan
menganalisis kinerja jasa, ini disebabkan karena baik teater maupun
organisasi jasa bertujuan menciptakan dan mempertahankan kesan positif
di hadapan para konsumen. Dalam bidang perhotelan para karyawan
sebagai aktor yang harus mampu memberikan pelayanan dengan baik,
berinteraksi baik dengan konsumen dan melakukan kinerja dengan baik
serta didukung suasana menyenangkan, penampilan yang rapi serta
fasilitas yang sesuai maka hal ini akan menciptakan pengalaman yang
positif bagi konsumen sehingga konsumen mengambil keputusan untuk
melakukan pembelian dihotel tersebut, bahkan konsumen juga akan
melakukan interaksi yang baik pula dengan bersifat loyal terhadap hotel
tersebut.
30
3) Peran (role) dan script theory
Peran (role) adalah serangkaian pola perilaku yang dipelajari melalui
pengalaman dan komunikasi, yang akan dilakukan oleh individu tertentu
dalam interaksi sosial tertentu dalam rangka mewujudkan efektivitas
maksimum dalam pencapaian tujuan yang ditetapkan. Dengan demikian
peran merupakan kombinasi berbagai macam social cues atau ekspektasi
masyarakat yang memandu perilaku dalam konteks spesifik. Berdasarkan
role theory (teori peran), pelanggan dan karyawan memiliki peran masing-
masing dalam setiap service encounter (pengarahan pelayanan). Misalnya
peran resepsionis hotel dalam menyapa tamu/ konsumen. Scripts (naskah)
adalah struktur kognitif yang memandu transaksi jasa dan merinci
alternatif-alternatif yang tersedia bagi para penjaga toko, teller bank, travel
agents, resepsionis hotel, konsultan dan karyawan lain yang berhubungan
langsung dengan pelanggan. Di satu pihak dengan script (naskah) yang
terstruktur dapat memudahkan karyawan jasa dalam merespon berbagai
macam kebutuhan pelanggan secara tepat. Di lain pihak, script (naskah)
yang terlalu kaku menyebabkan kinerja jasa menjadi “mindless” (tidak ada
artinya).
4) Control theory (teori pengendalian)
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam penciptaan layanan superior
adalah memberikan tingkat kendali tertentu kepada pelanggan, supaya
mereka merasa yakin atas apa yang mereka lakukan dan beli. Berdasarkan
control theory (teori pengendalian), kendali bisa berupa behavioral control
(pengendailan sikap) dan cognitive control (pengendalian kognitif/
31
pengetahuan). Behavioral control (pengendalian sikap) memberikan
pelanggan kendali aktual atas lingkungannya. dengan kata lain, pelanggan
diberikan kemampuan untuk mengendalikan apa yang sedang terjadi.
Misalnya hotel meletakkan kotak saran dan kritik dimeja resepsionis agar
jika ada komplain dari konsumen dapat tersalurkan karena hal ini juga
memberikan tingkat kendali tertentu bagi konsumen atau konsumen hotel
diperbolehkan melakukan komplain secara langsung jika terjadi kesalahan
yang dilakukan pihak hotel. Sementara itu, cognitive control
(pengendalian kognitif/pengetahuan) terjadi dimana pelanggan
mempersepsikan bahwa mereka memegang tingkat kendali tertentu atau
setidaknya apa yang sedang terjadi pada mereka bisa diperkirakan.
Misalnya konsumen diberi informasi bagaimana proses pembayaran jika
melebihi waktu check out dengan jelas.
5) Costumer compitability (kemiripan pelanggan)
Peran pelanggan lain yang menerima jasa pada saat bersamaan juga tidak
kalah pentingnya dalam menentukan pengalaman jasa keseluruhan
pelanggan tertentu. Secara umum, kehadiran perilaku, kemiripan
(kompatibilitas) pelanggan lain yang menerima jasa yang sama disaat
bersamaan pada kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan tertentu.
Pelanggan bisa tidak harmonis (tidak kompatibel) karena sejumlah faktor
seperti perbedaan dalam hal keyakinan, nilai-nilai, pengalaman, daya beli,
penampilan, usia, kesehatan, dan lain-lain. Konsekuensinya, penyedia jasa
wajib mengantisipasi, memahami dan menangani konsumen berbeda yang
berpotensi untuk tidak kompatibel (tidak harmonis) satu sama lain.
32
penyedia jasa harus mampu mengantisipasi, memahami, dan melayani
konsumen yang berbeda – beda secara adil sehingga konsumen heterogen
yang berpotensi tidak kompatibel menjadi kompatibel dan dapat
memberikan kenyamanan sehingga memberi pengaruh untuk konsumen
menginap kembali.
3. Tahap evaluasi pasca beli
Setelah pilihan dibuat dan jasa dibeli serta dikonsumsi, evaluasi pasca beli
akan berlangsung. Dalam tahap ini, konsumen mungkin mengalami disonansi
kognitif (keraguan menyangkut ketepatan keputusan menginap). Pemasar
biasanya berusaha meminimumkan disonansi kognitif pelanggan dengan
berbagai strategi, diantaranya melakukan kontak pasca beli dengan pelanggan,
menyediakan garansi dan jaminan, dan memperkuat keputusan pelanggan
melalui iklan perusahaan.
Simpulan yang dari tinjauan tentang keputusan menginap di atas adalah:
Keputusan menginap adalah keputusan wisatawan mancanegara untuk
menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan oleh pihak Hotel Prama Sanur
Beach.
Menurut Kotler (2004:208) dan Tjiptono (2007:43), faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan pembelian adalah:
1. Sikap orang lain (dipengaruhi oleh orang lain untuk menetap/tidak berpindah
hotel lain).
2. Faktor situasi (mendapat skala prioritas sehingga tidak berubah pikiran untuk
menginap).
33
3. Emosi dan mood (emosi dan mood bisa berpengaruh terhadap semua tahap
proses pembelian konsumen. Layanan dapat dipersepsikan berbeda oleh dua
pelanggan yang berada dalam emosi dan mood berbeda).
4. Dramaturgi (menciptakan dan mempertahankan kesan positif di hadapan para
audensi).
5. Peran (role) dan script theory (pelanggan dan karyawan memiliki peran
masing – masing dalam memberikan pelayanan).
6. Control theory (memberdayakan atau memberikan tingkat kendali tertentu
kepada pelanggan dengan memberikan kesempatan dalam memberi saran dan
masukan kepada pihak hotel supaya mereka merasa yakin atas apa yang
mereka lakukan dan beli).
7. Costumer compatibility (penyedia jasa harus mampu mengantisipasi,
memahami, dan melayani konsumen yang berbeda – beda secara adil sehingga
konsumen heterogen yang berpotensi tidak kompatibel (tidak harmonis)
menjadi kompatibel (harmonis) dan dapat memberikan kenyamanan sehingga
memberi pengaruh untuk konsumen menginap kembali).
2.6. Tinjauan Tentang Hotel
Hotel berasal dari kata hostel, konon diambil dari bahasa Perancis kuno
yang artinya "tempat penampungan buat pendatang" atau dapat juga "bangunan
penyedia pondokan dan makanan untuk umum." Bangunan tersebut berupa
rumah tinggal yang sangat besar, memiliki ruangan yang banyak untuk
penginapan untuk umum, pegawai pemerintah atau untuk tempat peristirahatan
orang sakit. Jadi, pada mulanya hotel memang diciptakan untuk melayani
34
masyarakat. Hostel yang dulunya lebih dominan bersifat sosial kemudian mulai
dipungut bayaran hingga akhirnya bersifat komersial seperti sekarang ini.
Menurut Sulatiyono (2006:11), “Hotel merupakan usaha jasa pelayanan
yang cukup rumit pengelolaannya dengan menyediakan berbagai fasilitas yang
dapat dipergunakan oleh tamu-tamunya selama 24 jam.”
Menurut Sujatno (2006:10), “Hotel adalah industri jasa yang penuh
dengan hubungan antarmanusia. Hubungan antarmanusia ini menjadi faktor
penentu apakah dalam industri itu akan sukses atau gagal.”
Menurut Setiawan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia online, “Hotel
adalah bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat untuk
menginap dan tempat makan orang yang sedang dalam perjalanan, bentuk
akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk
memperoleh pelayanan, penginapan, makan dan minum.”
Kesimpulan dari beberapa pengertian tentang hotel diatas adalah
akomodasi yang menyediakan fasilitas penginapan yang dilengkapi perabotan dan
hiasan dengan fasilitas pelayanan makanan dan minuman, pelayanan kamar,
pelayanan barang bawaan, dan pencucian pakaian bagi umum yang sifatnya
bersifat komersial yang dipenuhi dengan hubungan antarmanusia dalam
pelayanan.
Menurut Sulatiyono (2006:12), Secara garis besar kriteria yang digunakan
untuk penggolongan hotel tersebut didasarkan pada unsur-unsur persyaratan
sebagai berikut :
35
1. Phisik
1) Besar/kecilnya hotel atau banyak/sedikitnya jumlah kamar tamu:
a. Hotel Kecil, hotel dengan 25 kamar atau kurang.
b. Hotel Sedang, hotel yang memiliki lebih dari 25 dan kurang dari 100
kamar.
c. Hotel Menengah, hotel dengan jumlah kamar lebih dari 100 dan kurang
dari 300 kamar.
d. Hotel Besar, adalah hotel yang memiliki lebih dari 300 kamar.
2) Kualitas, lokasi dan lingkungan bangunan.
3) Fasilitas yang tersedia untuk tamu, seperti ruang penerima tamu, toilet,
dapur dan telepon umum.
4) Perlengkapan yang tersedia, baik bagi karyawan, tamu maupun bagi
pengelola hotel. Peralatan yang dimiliki oleh setiap departemen/bagian, baik
yang digunakan untuk keperluan pelayanan tamu, ataupun untuk keperluan
pelaksanaan kerja karyawan.
5) Kualitas bangunan yang dimaksud adalah kualitas bahan-bahan bangunan
yang dipergunakan, seperti kualitas lantai, dinding termasuk juga tingkat
kekedapan terhadap api, kekedapan terhadap suara yang datang dari luar
ataupun dari dalam hotel.
6) Tata letak ruang dan ukuran ruang.
2. Operasional/Manajemen
1) Struktur organisasi dengan uraian tugas dan manual kerja secara tertulis
bagi masing-masing jabatan yang tercantum dalam organisasi.
36
2) Tenaga kerja, spesialisasi dan tingkat pendidikan karyawan disesuaikan
dengan persyaratan peraturan hotel.
3. Pelayanan
1) Keramahtamahan, sopan dan mengenakan pakaian seragam hotel.
2) Pelayanan diberikan dengan mengacu pada kebutuhan-kebutuhan dan
keinginan-keinginan tamu.
3) Untuk hotel bintang 4 dan 5, pelayanan dibuka selama 24 jam.
United States Lodging Industry dalam Sulatiyono (2006:6) menyatakan
bahwa yang utama hotel terbagi menjadi tiga yaitu:
1. Transient Hotel, adalah hotel yang letak atau lokasinya di tengah kota dengan
jenis tamu yang menginap sebagian besar adalah untuk urusan bisnis dan turis.
2. Residential Hotel, adalah hotel yang pada dasarnya merupakan rumah-rumah
berbentuk apartemen dan disewakan secara bulanan atau tahunan. Residential
Hotel juga menyediakan kemudahan-kemudahan seperti layaknya hotel,
seperti restoran, pelayanan makanan yang diantar ke kamar, dan pelayanan
kebersihan kamar.
3. Resort Hotel, adalah hotel yang pada umumnya berlokasi ditempat-tempat
wisata, dan menyediakan tempat-tempat rekreasi dan juga ruang serta fasilitas
konferensi untuk para tamu.
Hotel Prama Sanur Beach termasuk kedalam kategori hotel besar yaitu
memiliki jumlah kamar sebanyak 426 kamar ditambah 2 pool villa dan termasuk
kedalam kategori resort hotel.
37
2.7. Hipotesis
Dari penelitian sebelumnya dengan judul “Hubungan persepsi dan
motivasi dengan keputusan pembelian handphone pada mahasiswa di Universitas
Negeri Malang” menunjukkan bahwa motivasi dengan keputusan pembelian
memiliki hubungan yaitu sebesar 0,642 dimana semakin tinggi motivasinya maka
semakin tinggi pula tingkat keputusan pembeliannya. Motivasi tinggi sebanyak
sebesar 22%, motivasi sedang sebesar 62%, sedangkan motivasi rendah sebanyak
sebesar 16%. Untuk keputusan pembelian sebanyak 78% kategori termasuk
sedang, sedangkan 22% termasuk kategori rendah. Berdasarkan penelitian
sebelumnya diatas, maka hipotesis yang dapat dijabarkan adalah:
Ada hubungan positif antara motivasi wisatawan mancanegara yang
menginap terhadap keputusan menginap pada Hotel Prama Sanur
Beach.
Tidak adanya hubungan positif antara motivasi wisatawan
mancanegara yang menginap terhadap keputusan menginap pada Hotel
Prama Sanur Beach.