2013-2-2-74201-271409047-bab4-06032014033013
-
Upload
fendy-faizal-g -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
description
Transcript of 2013-2-2-74201-271409047-bab4-06032014033013
-
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penggunaan senjata api oleh aparat polri saat ini tak lagi sesuai dengan
fungsinya dan tak jarang aparat yang memilikinya menggunakan senjata api
semena-mena dengan sikap arogan yang memicu ketidaktenangan masyarakat.1
Penyalahgunaan senjata api oleh aparat dapat dibedakan dalam dua hal
yaitu penyalahgunaan senjata api dalam tugas dan penyalahgunaan senjata api non
tugas.2
Penyalahgunaan senjata api dalam tugas misalnya penembakan terhadap
warga sipil karena salah sasaran mengejar penjahat, atau pada saat operasi latihan.
Sedangkan penyalahgunaan senjata api non tugas misalnya seperti:
a. Bunuh diri,
b. Membunuh atau menembak orang lain,
c. Memain-mainkan senjata api dengan cara menembakkan ke udara
yang dapat meresahkan masyarakat sekaligus dapat mencelakai
masyarakat,
d. Menggunakan senjata api untuk menakut-nakuti orang lain dengan
maksud untuk dapat melakukan satu aksi kejahatan,
e. Menggunakan senjata api untuk kejahatan seperi mencuri atau
merampok.
1 www.google.penggunaansenjataapi.html 2 Ibid
-
Data Catatan Personel Polda Gorontalo Dan Jajaran Periode 2012
NO IDENTITAS
PELANGGAR REFERENSI URAIAN
1 MOHAMAD
RIZKI ISLAMI
MALIKI
BRIPTU/8304113
5 BA SAT
LANTAS
POLRES
GORONTALO
POLDA
GORONTALO
Laporan Polisi
Nomor :
LP/01/I/2012/Y
anduan Sie
Propam tanggal
28 januari 2012
Anggota Tersebut Pada Saat
Menjabat Sebagai Ba Sat
Lantas Polres Gorontalo Polda
Gorontalodi duga melakuka
pelanggaran displin yakni
penyalhagunaan senjata api
dengan cara secara sengaja
membuang tembakan
sebanyak 1 kali berua peluru
tajam mengarah ke atas tanpa
alas an yang jelas
2 RANTO
TAMMU
BRIPTU /
87110696 BA
DIT INTELKAM
POLDA
GORONTALO
Laporan Polisi
Nomor :
LP/02/2012/Ya
nduan tanggal
30 Januari
2012
Anggota tersebut pada saat
menjabat sebagai Ba Dit
Intelkam Polda Gorontalo
diduga melakukan pelanggaran
disiplin yakni telah melakukan
penodongan dengan senjata
api perhadap masyarakat
masing masing a.n Sdr.
MULIADI DODA dan Sdr.
WARDI DATAU.
3 RIDWAN
USMAN
BRIGADIR /
82030148
BA SAT
RESKRIM
POLRES
LIMBOTO
POLDA
GORONTALO
Laporan Polini
Nomor : LP
/15/III/2012/Ya
nduan tanggal
18 Maret 2012
Anggota Tersebut Pada Saat
Menjabat Ba Sat Reskrim
Polres Lipboto Polda
Gorontalo Diduga Melakukan
Pelanggarandisiplin Yakni
Terlibat Kesalahpahaman
Dengan Salah Seorang
Anggota Kodem 13/04
Gorontalo a.n LETDA INF
ROY BUMULO di depan
pintu masuk hotel Quality
pada sekitar pukul 04.30 wita
sehingga menyebabkan
perdebatan antara keduanya,
insiden tersebut berkahir
dengan rusaknya mobil milik
LETDA INF ROY BUMULO
dikarenakan terkena peluru
senjata api yang tidak dikenal
pelakunya
-
4 FADLI I.
SULEMAN
BRIPDA /
87110521
BA BIDKUM
POLDA
GORONTALO
Laporan Polisi
Nomor : LP/
27/VI/2012/
Yanduan
tanggal 8 Juni
2012
Anggota tersebut pada saat
menjabat Ba Bidkum Polda
Gorontalo di duga melakukan
pelanggaran disiplin yakni
telah menyalahgunakan
penggunaan senjata api dinas
yang dipinjam pakaikan
dengan cara menodongkannya
kepada Sdr. RISKI NAKI lalu
menembakkannya ke udara
sebanyak 4 kali dengan alasan
tudak dalam rangka tugas
melainkan urusan pribadi yang
terjadi
Sumber : data di peroleh dari bidang profesi dan pengamanan polda gorontalo
Penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri tentunya di pengaruhi oleh
faktor-faktor tertentu dan oknum yang melakukan penyalahgunaan senjata api
tersebut di kenakan tindakan hukum disiplin dan pidana.
4.1 Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri
Senjata api diperlukan oleh anggota Polri dalam pelaksanaan tugas
khususnya anggota yang mengemban fungsi penegakan hukum dalam rangka
upaya paksa. Namun dalam penggunaan senjata api yang dilakukan oleh
anggota Polri masih banyak penyalahgunaan yang dilakukan. Penyalahgunaan
penggunaan senjata api ini ada yang dilakukan dalam rangka melaksanakan
tugas dan ada yang dilakukan diluar konteks pelaksanaan tugas3.
Salah satu kasus tentang penyalahgunaan senjata api yang dilakukan
oleh anggota yang tercatat dalam catatan pelanggaran personel Polda
3 Barker Thomas and Carter David, 1999, Penyimpangan Polisi (terjemahan Police Deviance), Jakarta, Cipta Manunggal.
-
Gorontalo dan jajaran periode tahun 2012 adalah Briptu Moh. Rizki islami
maliki pada saat menjabat sebagai Ba Sat Lantas Polres Gorontalo diduga
melakukan pelanggaran disiplin yakni penyalahgunaan senjata api dengan cara
sengaja membuang tembakan sebanyak 1 kali berupa peluru tajam mengarah
ke atas tanpa alasan yang jelas, kejadian ini terjadi pada tanggal 28 januari
2012.
Memang permasalahan-permasalahan penyalahgunaan senjata api oleh
anggota Polri masih banyak terjadinya. Penggunaan senjata api seperti halnya
makan buah simalakama bagi anggota Polri. Dimakan ayah meninggal, tidak
dimakan ibu meninggal. Seperti halnya senjata api oleh anggota Polri,
digunakan salah, tidak digunakan juga salah. Digunakan diperiksa provost,
tidak digunakan juga diperiksa provost. Senjata api dibagikan kepada anggota
banyak menimbulkan masalah seperti beberapa contoh kasus diatas, tidak
dibagikan kepada anggota juga salah karena anggota banyak yang meninggal
sia-sia seperti yang terjadi pada saat pengamanan unjuk rasa di Universitas
Cendrawasih Jayapura dan menjadi korban kejahatan dilapangan. Selain itu
anggota Polri juga sesuai fungsi, peran dan tugasnya tidak dapat membela dan
melindungi masyarakat dari kejahatan yang mengancam4.
Penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri ada yang disebabkan
oleh faktor internal pribadi dari anggota itu sendiri maupun disebabkan dari
faktor ekternal anggota tersebut5.
4http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/10/09/buah-simalakama-senjata-api-bagi-anggota-
polri/ 5 Rahardjo Sadjipto, 1993, Polisi Pelaku dan Pemikir, Jakarta, PT Gramedia
-
4.1.1 Faktor Internal
Dari faktor internal pribadi sangat ditentukan oleh faktor Psykologi, faktor
Emosional dan kurang profesionalnya anggota polri6.
a. Faktor psykologi
Pengamat hukum dari Unair Surabaya I Wawan Titip Sulaksana
SH, menyatakan selain tes psikologi untuk mengetahui kadar emosi polisi
yang memegang pistol, otoritas kepolisian juga perlu melakukan tes fisik
atas anggotanya yang memegang pistol dan membawa ke rumah. Polisi
yang memegang pistol harus sehat secara psikis dan bugar secara fisik.
Langkah berkelanjutan perlu dilakukan terkait penggunaan senjata oleh
anggota polisi. Caranya dengan melakukan tes psikologi dan fisik secara
kontinyu setiap enam bulan sekali7.
Pengaruh senjata api terhadap prilaku dan psikologis bagi
pemegang senjata api sangat dapat dirasakan oleh aparat polri pada awal
masa dinas saat pertama kali memegang senjata api, kepercayaan diri
meningkat bahkan sampai pada tahap over convidence. Dari perasaan over
convidence ini timbul sikap-sikap arogansi, dimana di saat-saat yang tidak
tepat dan tidak mengharuskan penggunaan senjata api, senjata digunakan
untuk menunjukan kekuatan dan kekuasaan serta kewenangan. Dalam
istilah premannya, polisi yang baru pertama kali memegang senjata api ini
di sebut preman senggol bacok, dimana kalau ada yang menyenggol
6 Ibid ..,
7 Ibid..,
-
langsung dibacok. Hal ini secara alami terjadi karena kurangnya
pengalaman maupun pengetahuan yang dimiliki karena memang selama
pendidikan hanya diajarkan cara menembak tepat dan benar, tanpa
diajarkan secara mendalam kapan dan situasi apa senjata boleh digunakan.
Tentu ini dirasakan oleh sebagian besar anggota Polri pada awal
memegang senjata api8.
b. Faktor Emosional
Sebagai yang tersurat pada hukum Negara, polisi kita mempunyai
tugas pokok membimbing, mengayomi, melayani, dan menegakkan
hukum di masyarakat. Sebagai pembimbing, pengayom, dan pelyan tak
ubahnya polisi bagaikan seorang guru atau ulama. Ia harus memiliki
kesabaran, kebijakan dan kearifan yang prima.
Sedang sebagai penegak hukum Polisi di tuntut tegas, konsisten
dalam tindakan, dan etis dalam sikap. Itulah jati diri Polisi, karena
obyeknya adalah masyarakat, bangsa yang dihadapi, heterogen dan
kompleks. Kearifan Polisi harus lebih dari sekedar kearifan seorang guru
disekolah.
Kearifan seseorang berkolerasi sangat erat dengan kemampuannya
mengendalikan emosinya. Semakin tinggi kearifan seseorang akan
semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengendalikan emosi
(stabilitas emosional). Polisi yang setiap hari dihadapkan pada tugas yang
8 Ibid ..,
-
tak menentu dan berhadapan langsung dengan masyarakat, sangat mutlak
memiliki kestabilan emosi yang baik9.
Menjadi Polisi perlu memiliki berbagai persyaratan dan kriteria.
Kriteria Polisi yang baik sekurang-kurangnya ada tiga antara lain,
memiliki kepribadian yang konsisten, tidak emosional, an berpendidikan
yang memadai. Kalau tiga kriteria tersebut tak terpenuhi dengan baik,
maka Polisi akan mudah terjebak pada hal-hal yang kurang simpatik.
Menurut pemikiran Socrates yang juga dikembangkan Jhon L.
Sulivan menyimpulkan bahwa untuk memperoleh Polisi yang baik harus
dilakukan lima hal yaitu:
a. Dilakukan seleksi yang baik agar masukan (input) polisi adalah orang-
orang yang benar benar terpilih.
b. Dilakukan pendidikan yang baik agar di peroleh polisi-polisi yang
pintar dan berbudi luhur.
c. Dilatih dalam keseharian yang baik agar diperoleh polisi yang
terampil cekatan dan berpenampilan baik
d. Diperlengkapi secara baik agar dapat bertindak cepat, tepat, tangguh ,
adil dan benar.
e. Digaji yang memadai agar di peroleh polisi yang sejahtera dan tidak
mudah berbuat nyeleweng atau mempunyai sifat keberpihakan yang
dapat mengusik rasa keadilan dimasyarakat.
9 Kunanto.etika kepolisian.cipta manunggal.jakarta1997.hal : 55
-
Untuk menciptakan Polisi yang memiliki stablitas emosinal yang
baik memang harus dipersiapkan dengan matang. Ini tentunya diawali dari
penyaringan masuk menjadi calon Polisi (well motivated). Kemudian juga
selama dididik dalam lembaga pendidikan dan juga faktor sosial yuridis
ikut mempengaruhi emosional Polisi. Melihat perjalanan perkembangan
emosional Polisi selama ini paling tidak dihadapkan pada tiga dilema yang
perlu diperhatikan yakni pertama dilembaga pembentukan personil Polri,
masih sering terdengar hukuman main tempeleng dan main tendang
terhadap para siswa atau taruna Polri yang melakukan pelanggaran
disiplin. Ini akan ikut mempengaruhi pembentukan watak kelak, setelah
terjun dialapangan tugasnya. Kedua, dilema sosial masyarakat yang masih
sering belum tampak sadar akan hukum. Masih sering terdengar banyak
pelanggar hukum yang melawan petugas secara fisik maupun umpatan
kata-kata kotor terhadap Polisi. Ini juga akan mempengaruhi stablitas
emosional petugas. Ketiga, pihak pengadilan sendiri masih sering
menjatuhkan hukuman ringan terhadap masyarakat yang menghina
Polisi10
.
Berdasarkan kenyataan di lapangan terjadinya pelanggaran yang
dilakukan oleh Polisi dalam hal ini penyalahgunaaan senjata api faktor
yang paling dominan adalah di picu oleh faktor emosi yang tidak stabil
10
Ibid..,
-
dari aparat Polisi itu sendiri sehingga sangat rentan terjadinya pelanggaran
yaitu dalam hal penyalahgunaan senjata api11
.
c. Faktor Kurang Profesional
Secara institusional, profesional kepolisian dapat dilihat dan sangat
ditentukan dari beberapa indikator seperti: nilai dasar, sumber daya
manusia, training, manajemen, konsep operasi, struktur, akuntablitas, dan
tarnsparansi di tubuh institusi kepolisian.
Untuk mencapai Polisi yang profesional dan yang efektif di
perlukan Polisi yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan sehingga dapat
menyesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaan serta lingkungan
yang dihadapinya. Pemolisian (Policing) adalah cara pelaksanaan tugas
polisi yang mengacu pada hubungan antara polisi dengan pemerintahan
maupun dengan masyarakat yang didorong adanya kewenangan,
kebutuhan serta kepentingan baik dari pihak kepoilisian, masyarakat
maupun dari berbagai organisasi lainnya .
Dalam rangka mencapai dan meningkatkan profesionalisme Polri
diperlukan dasar atau landasan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah
ilmu kepolisian dalam rangka menghadapi tantangan dan upaya
penyelesaianya. Dan untuk mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari
masyarakat dalam menciptakan dan menjaga kamtibmas dan tentunya
Polri dapat bertindak sebagai polisi yang netral, jujur, terbuka bersih dan
11
Ibid..,
-
berwibawa yang dicintai dan dihormati,dipercaya serta dibanggakan oleh
masyarakatnya. Dalam mengimplementasikan pemolisian ko muniti
(community policing) melalui Polmas dapat dibangun antara lain dengan
membangun kebudayaan organisasi Polri dalam birokrasi yang rasional.
Yang berbasis kinerja dan kompetensi yang fair antara lain dengan :
a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Polri tidak
dipercaya oleh masyarakatnya;
b. Membangun aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana serta
strategi-strategi yang diformalisasikan serta dibuat standarisai yang
jelas sehingga dapat mendukung sistem operasional yang efektif dan
dapat dijadikan pedoman bagi anggota kepolisian dalam
melaksanakan tugasnya serta dapat menghambat atau memperkecil
peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Dan adanya etika
kerja;
c. Berorientasi pelayanan pada Customer. Dengan membangun forum
kemitraan polisi masyarakat sebagai wadah bagi polisi dan masyarakat
untuk menjalin dan membangun kemitraan;
d. Mengimplementasikan pemolisian komuniti (community policing)
melalui Polmas dengan konsisten, konsekuen dan berkesinambungan;
e. Menambah materi muatan Lokal yang diajarkan padaSPN (sekolah
Polisi Negara)
f. Mengacu prinsip-prinsip demokrasi (supremasi hukum, memberikan
jaminan dan perlindungan Hak Azasi Manusia, transparan,
-
akuntabilitas kepada publik, berorientasi pada peningkatan kualitas
hidup masyarakat). Dan adanya lembaga yang netral dan mandiri dan
sekaligus penasehat dan pendukung Polri dalam menciptakan dan
menjaga kamtibmas (komisi kepolisian).
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa faktor internal yang
menyebabkan penyalahgunaan oleh aparat polri adalah faktor kepribadian
anggota polri itu sendiri, oleh karena itu dalam pemenuhan prasyarat
kepemilikan senjata api yang harus di penuhi oleh anggota harus benar-
benar sesuai dengan standard utamanya dalam tes psikologi dan emosional
anggota.
4.1.2 Faktor Eksternal
faktor eksternal anggota biasanya disebabkan oleh faktor kurangnya
pengawasan terhadap aparat pemegang senjata api, disiplin yang tidak tegas, serta
situasi dan kondisi yang dihadapi oleh anggota12
.
a. Kurangnya Pengawasan Terhadap Aparat Pemegang Senjata Api
Selain adanya pelatihan yang kurang memadai , bahwa kesenjangan
antara upaya Polri untuk menghilangkan tindakan kekerasan dan
penyalahgunaan senjata api di lingkungan operasional institusi Polri, juga
didorong sebagai akibat pengalaman empiric bahwa kekerasan dan
12
Ibid ..,
-
penyiksaan dalam operasi Kepolisian , apakah dalam menghadapi massa,
ataukah pengerebekan dan penangkapan tersangka diduga berbahaya, juga
ditentukan oleh pengendalian lapangan, Penggelaran pasukan ( personel
deployment) dalam waktu lama akan menimbulkan kejenuhan dan mungkin
juga tekanan psikologi ( stress) yang mudah memancing emosi petugas untuk
melakukan penganiayaan dan meyalah gunakan senpi.13
Pasal 14 ayat (1 dan 2 ) tentang pengawasan dan pengendalian
penggunaan senajata api seperti yang diatur dalam Perkap. 01 Tahun 2009.
setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan
menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memberikan arahan
kepada anggota yang ditugaskan mengenai penggunaan kekuatan. setiap
anggota yang menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib
memperhatikan arahan pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi kepolisian.
Sanksi yang diterapkan kepada anggota Polri pelaku penyalahgunaan
senjata Polri tergantung dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit P3D.
Apabila perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin, maka
sanksinya adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah
Nomor 2 Tahun 2003. Selanjutnya apabila tindakan tersebut dari hasil
pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit P3D dinyatakan sebagai pelanggaran
disiplin dan tindak pidana, maka selain diberikan sanksi disiplin juga
13
Chairuddin ismail, Drs,SH.,MH.,DR., Polisi Sipil Dan Paradigma Baru Polri ( Kumpulan Naskah Bahan Ceramah ), PT Merlyn Lestari, Jakarta , 2009. Hal 155
-
dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Penjatuhan sanksi
disiplin14
b. Disiplin Atau Kebikajan Yang Tidak Tegas
Kebijakan reaktif pasca insiden penyalahgunaan senpi tidak
menimbulkan penjeraan kepada rekan sejawat lainnya, selain ketiadaan
akuntabilitas penghukuman yang memadai , kebijakan reaktif yang dilakukan
harus menunggu jatuhnya korban serta setelah citra Polri luntur. Kebijakan
proaktif mencegah penyimpangan belum menjadi agenda utama Polri untuk
meningkatkan dan memelihara kredibilitas penegak hukum yang ada di
masyarakat , dilihat dari belum adanya kebijakan yang khusus mengatur
tentang penggunaan NLW sebagai alat kelengkapan tugas sehari hari yang
harus digunakan setiap anggota Polri ketika turun kejalanan.
Manakala Polri tidak segera membangun kembali komitmen perubahan
kultural dengan melakukan akselerasi reformasi menuju terwujudnya kultur
polisi sipil yang antara lain bercirikan: protagonis, berorientasi pada
kepentingan masyarakat, bukan antagonis yang menjadi alat kekuasaan;
humanis, melalui internalisasi nilai-nilai HAM terhadap seluruh anggota Polri,
utamanya dalam memperhatikan hak-hak saksi, korban dan tersangka, baik
hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, maupun hak budaya;
demokratis, memperhatikan aspirasi rakyat dan dekat dengan warga
masyarakat; transparansi, membuka akses ke publik dan tidak menutup fakta;
14
Sentra HAM UI, Kemitraan partnership dan Korps Brimob Polri, Modul Pelatihan HAM bagi ANggota Brimon Polri, Jakarta , 2009.halaman 58.
-
akuntabel, mampu mempertanggungjawabkan semua tugas dan tindakannya,
baik kepada pemerintah, DPR, maupun kepada public, maka sampai kapanpun
Citra Polri akan selalu negative, Polisi bertindak dianggap melanggar HAM,
Polisi diam dianggap membiarkan kejahatan, termasuk bila Polisi menjadi
korban kejahatan akan dianggap cedera janji profesionalitas; bila membela diri
sendiri tidak mampu , bagaimana mau membela masyarakat.15
c. Situasi Dan Kondisi Yang Dihadapi Aparat Polri
Situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan
senjata api oleh aparat polri adalah ketika Polisi menghadapi perlawanan tidak
seimbang dari seseorang atau sekelompok orang saat berada di lapangan,
kondisi ini diperparah dengan provokasi massa dengan tindakan ataupun
ucapan yang bersifat menyerang pribadi petugas, maupun tindakan
melecehkan petugas , dengan mempertontonkan dan menyandera petugas
yang berhasil ditangkap kelompok massa
Situasi lain yang juga sering menjadi pemicu adanya tindak kekerasan
secara berlebihan dan penyalahgunaan senpi ketika terjadi konflik bernuansa
SARA maupun separatis, akibat tekanan psikologis , keterbatasan fasilitas dan
dukungan dalam operasional, jatuhnya korban jiwa dikalangan petugas
sendiri sebagai akibat serangan kelompok yang bertikai turut mendorong
adanya bentuk kekerasan dan penyalahgunaan senpi.
15
Chairuddin Ismail, Polisi Sipil dan Paradigma Baru Polri, Merlyn Press, Jakarta, 2011, hal.155.
-
Kedua kondisi diatas perlu mendapat perhatian, dalam mencegah
terjadinya penyalahgunaan senpi sebagai bentuk tindak kekerasan, penyiksaan
yang bertentangan dengan penghormatan terhadap HAM dan Konvensi anti
penyiksaan , dapatlah Polri menyusun rencana strategis secara proaktif
melakukan tindakan pencegahan dengan: membatasi masa tugas dan
frekuensi penugasan personil didaerah rawan dan Konflik bersenjata,
memberikan piranti lunak dan keras terkait upaya penegakkan hukum ,
pemeliharaan kemanan dan ketertiban , serta pelindungan, pengayoman dan
pelayanan masyarakat secara memadai baik kuantitas dan kualitas , peralatan
perlindungan lengkap dan sesuai kebutuhan tugas diikuti pelatihan dan
pembekalan piranti lunak terkait upaya mencegah penyalahgunaan senpi dan
tindak kekerasan berlebihan.16
Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa faktor eksternal yang
mempengaruhi penyalahgunaan senjata api adalah pengawasan yang kurang
terhadap anggota pemegang senjata api dan kurang kurang tegasnya disiplin
yang di berlakukan terhadap anggota pelaku penyalahgunaan senjata api
sehingga tidak menimbulkan efek kehati-hatian anggota dalam penggunaan
senjata api.
16
http://megapolitan.kompas.com/read/2010/05/19/1750485/Ketiga.Polisi.Itu.Nyaris.Disandera, http://nasional.vivanews.com/news/read/183584-demonstran-ditahanmahasiswa-sandera-polisi
-
4.2 Penindakan Oleh Aparat Polisi Terhadap Penyalahgunaan Senjata Api
Polisi sebagai aparat yang utamanya bertanggung jawab di bidang
keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan tugasnya akan selalu
dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berubah-ubah sejalan dengan
dinamika masyarakat itu sendiri17
.
Sebagai aparat negara pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,
maka Polisi harus selalu bisa memberikan yang terbaik kepada masyarakat.
Berbagai macam program dan petunjuk teknis ( Juknis ) pun telah
dikeluarkan oleh polri dengan tujuan untuk membentuk sosok polri yang
humanis, berwibawa dan profesional18
.
Untuk itu dalam penanganan unjuk rasa, POLRI sudah menggunakan
istilah baru, bukan lagi dinamakan penanganan unjuk rasa tetapi menjadi
pelayanan unjuk rasa19.
Pertanggungjawaban anggota Polri yang melakukan pelanggaran
prosedur dalam penggunaan senjata api terbagi menjadi dua yaitu
pertanggungjawaban secara administrative dan pertanggungjawaban secara
pidana bagi anggota Polri berlaku apabila di dalam penggunaan senjata api
oleh anggota Polri menimbulkan korban20
.
17
www.kramatmulya.wordpress.com//pertanggungjawabanpolri 18
Ibid.., 19
Ibid.., 20
Ibid..,
-
4.2.1 Pertanggungjawaban Secara Administratif oleh Anggota Polri
Pertanggungjawaban secara administratif bagi anggota Polri
diberlakukan apabila anggota Polri melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan internal kepolisian seperti
pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri dan pelanggaran terhadap
Peraturan Disiplin Polri yang penyelesaiannya pun melalui sidang internal
kepolisian21
.
Terhadap aparat kepolisian yang melakukan tindak pidana tidak
diberlakukan lagi hukum militer, tetapi hukum sipil yang diadili
dalam pengadilan sipil.
Tindakan aparat kepolisian yang menggunakan senjata api
yang tidak sesuai dengan prosedur harus dilihat apakah memang itu
dilakukan atas perintah atasan atau atas inisiatif dari aparat polisi sendiri,
akan tetapi jikapun itu dilakukan atas inisiatif dari aparat polisi itu sendiri
harus dimitai juga pertanggungjawaban dari atasannya22
.
Seperti hal yang dikatakan sebelumnya bahwa tindakan
anggota kepolisian yang melakukan kekerasan dan senjata api yang
tidak sesuai dengan prosedur merupakan tindakan pelanggaran Hak Asasi
Manusia. Pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum berupa pemakaian senjata api yang tidak sesuai prosedur,
merusak integritas keseluruhan aparat penegak hukum 23
.
21
Sakidjo, Aruan S.H M.H dan Dr. Bambang Poernomo, S.H. 1988. Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodofikasi.Ghalia Indonesia : Jakarta Timur.hal :107
22 Ibid..,
23 Suparmin, 2012, Model Polisi Pendamai, Badan penerbit diponegoro, Semarang.hal : 124
-
Jika ada pihak yang dirugikan atau keberatan karena penggunaan
senjata api, petugas polisi yang bersangkutan wajib membuat penjelasan
secara terperinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang
dilakukan dan akibat tindakan yang telah dilakukan (Pasal 49 ayat [2] huruf
a Perkapolri 8/2009).
Selain itu, setelah menggunakan senjata api, polisi harus membuat
laporan terperinci mengenai evaluasi pemakaian senjata api. Laporan tersebut
berisi antara lain (Pasal 14 ayat [2] Perkapolri 1/2009):
a. Tanggal dan tempat kejadian;
b. Uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,
sehingga memerlukan tindakan kepolisian;
c. Alasan/pertimbangan penggunaan kekuatan;
d. Rincian kekuatan yang digunakan;
e. Evaluasi hasil penggunaan kekuatan;
f. Akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan
tersebut.
Laporan inilah yang akan digunakan untuk bahan pertanggungjawaban
hukum penerapan penggunaan kekuatan, serta sebagai bahan pembelaan
hukum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata terkait penggunaan kekuatan
yang dilakukan oleh anggota Polri yang bersangkutan (Pasal 14 ayat [5]
huruf e dan f Perkapolri 1/2009).
Pada prinsipnya, setiap individu anggota Polri wajib bertanggung
jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan (senjata api) dalam tindakan
-
kepolisian yang dilakukannya (Pasal 13 ayat [1] Perkapolri 1/2009). Oleh
karena pertanggungjawaban secara individu terhadap penggunaan senjata api
oleh polisi, maka penggunaan senjata api yang telah merugikan pihak lain
karena tidak mengikuti prosedur dapat dituntut pertanggungjawabannnya
secara perdata maupun secara pidana.
Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Dalam
Pasal 7, 8 dan 9 PP No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota
Kepolisian Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
Pasal 7 : Anggota Kepolisian Republik Indonesia yang ternyata
melakukan pelanggran disiplin anggota kepolisian Republik
Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan atau
hukuman disiplin.
Pasal 8 : (1) Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau teguran fisik
(2) Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak mengahapus
kewenangan Ankum untuk menjatuhi Hukuman Disiplin.
Pasal 9 : Hukuman disiplin berupa :
a. Teguran tertulis
b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun
c. Penundaan kenaikan gaji berkala
d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun
e. Mutasi yang bersifat demosi
f. Pembebasan dari jabatan
g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 Hari
-
Bagi anggota Polri yang tidak terlibat kasus tindak pidana
selain diadili dalam lingkungan peradilan umum, tentu saja ada
penerapan sanksi yaitu pemberhentian dari dinas kesatuan Polri.
Mengenai Pemberhentian Dari Kesatuan dinas diatur dalam PP No. 1
Tahun 2003 tentang pemberhentian Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Dalam PP No. 1 Tahun 2003 bab III diatur
mengenai pemberhentian tindak pidana dengan hormat pada Pasal 11 dan 12
ayat (1) sub a dan ayat (2) sebagai berikut :
Pasal 11: Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberhentikan tidak dengan hormat apabila;
a. Melakukan tindak pidana
b. Melakukan pelanggaran
c. Meninggalkan tugas atau hal lain
Pasal 12: ayat 1 (satu) anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia diberhentikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian
Republik Indonesia apabila:
Sub a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan
yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut
pertimbangan pejabat yang berwewenang tidak dapat
dipertahankan untuk tetap berada dalam Dinas Anggota
Kepolisian Republik Indonesia
-
Ayat 2 (dua) pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik
Profesi Kepolisian Republik Indonesia.
Mengenai sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Republik
Indonesia tersebut diatur dalam Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2003 pada
Pasal 15 sebagai berikut : anggota Polri yang diputus pidana penjara minimal
3 (tiga) bulan yang berkekuatan hukum tetap, dapat
direkomendasikan oleh Anggota Sidang Komisi Kode Etik Polri tidak layak
untuk dipertahankan sebagai anggota Polri.
4.2.2 Pertanggungjawaban pidana Oleh Anggota Polisi
Pertanggungjawaban pelaku penyalahgunaan senjata api, baik sebagai
pemilik senjata api ataupun sebagai orang yang tidak memiliki senjata api itu
tetapi menyalahgunakannya akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan
bagaimana orang tersebut berkaitan dengan suatu tindak pidana yang terjadi.
maka harus dilihat lagi bagaimana seseorang bisa menyalahgunakan senjata
api tersebut. Dalam Pasal 56 KUHP :
Dihukum sebagai pembantu-pembantu didalam suatu kejahatan, yaitu :
1. Mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam
melakukan kejahatan tersebut.
-
2. Mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan, sarana-
sarana atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan
tersebut.
Pembuat delik dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya
jika memiliki unsur kesalahan. Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan,
jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat
dapat dicelanya karena, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan
masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna perbuatan tersebut, dan
karenanya dapat bahkan harus menghindari perbuatan demikian.
Indonesia memiliki 2 (dua) buah Undang-undang yang walaupun
sudah berusia lanjut namun tetap berlaku secara efektif, salah satunya yaitu
Undang-undang Nomor 12/Drt Tahun 1951 tentang Senjata Api (Undang-
undang senjata Api).
Undang-undang ini merupakan satu-satunya Undang-undang yang
masih efektif diberlakukan terhadap pelaku penyalahgunaan Senjata Api.
Dalam Undang-undang tersebut, secara tegas diatur unsur-unsur dari tindak
pidana penyalahgunaan Senjata Api di Indonesia, sebagaimana Pasal 1 ayat 1
Undang-undang Senjata Api yang menyatakan :
Barang siapa tanpa hak memasukkan ke Indonesia atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak,
dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau
hukuman penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.
-
Sesuai ketentuan tersebut di atas, pelaku tindak pidana
penyalahgunaan Senjata Api dapat dipastikan akan dihadapkan dengan
ancaman sanksi/hukuman secara berjenjang sebagai berikut :
a. Hukuman Mati ; atau
b. Hukuman penjara seumur hidup ; atau Hukuman penjara maksimal 20
(dua puluh) tahun.
Jika dilihat dari ancaman sanksi minimal dalam Pasal 1 ayat 1
tersebut di atas yaitu penjara maksimal 20 tahun, diharapkan agar tidak aka
ada penyalahgunaan senjata api oleh masyrakat sipil maupun oleh aparat
polri.
Berdasarkan hal yang terurai diatas bahwa aparat polri yang
melakukan penyalahgunaan senjata api dan merugikan pihak lain karena tidak
mengikuti prosedur harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara
individu dan dapat dituntut secara perdata maupun secara pidana berdasarkan
hasil sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Indonesia yang pemutusan
pertanggungjwabannya dengan berdasar pada pertimbangan atas akibat yang
ditimbulkan adanya penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri tersebut.