2013-2-2-74201-271409047-bab4-06032014033013

23
BAB IV HASIL PENELITIAN Penggunaan senjata api oleh aparat polri saat ini tak lagi sesuai dengan fungsinya dan tak jarang aparat yang memilikinya menggunakan senjata api semena-mena dengan sikap arogan yang memicu ketidaktenangan masyarakat. 1 Penyalahgunaan senjata api oleh aparat dapat dibedakan dalam dua hal yaitu penyalahgunaan senjata api dalam tugas dan penyalahgunaan senjata api non tugas. 2 Penyalahgunaan senjata api dalam tugas misalnya penembakan terhadap warga sipil karena salah sasaran mengejar penjahat, atau pada saat operasi latihan. Sedangkan penyalahgunaan senjata api non tugas misalnya seperti: a. Bunuh diri, b. Membunuh atau menembak orang lain, c. Memain-mainkan senjata api dengan cara menembakkan ke udara yang dapat meresahkan masyarakat sekaligus dapat mencelakai masyarakat, d. Menggunakan senjata api untuk menakut-nakuti orang lain dengan maksud untuk dapat melakukan satu aksi kejahatan, e. Menggunakan senjata api untuk kejahatan seperi mencuri atau merampok. 1 www.google.penggunaansenjataapi.html 2 Ibid…

description

penggunaan senjata api

Transcript of 2013-2-2-74201-271409047-bab4-06032014033013

  • BAB IV

    HASIL PENELITIAN

    Penggunaan senjata api oleh aparat polri saat ini tak lagi sesuai dengan

    fungsinya dan tak jarang aparat yang memilikinya menggunakan senjata api

    semena-mena dengan sikap arogan yang memicu ketidaktenangan masyarakat.1

    Penyalahgunaan senjata api oleh aparat dapat dibedakan dalam dua hal

    yaitu penyalahgunaan senjata api dalam tugas dan penyalahgunaan senjata api non

    tugas.2

    Penyalahgunaan senjata api dalam tugas misalnya penembakan terhadap

    warga sipil karena salah sasaran mengejar penjahat, atau pada saat operasi latihan.

    Sedangkan penyalahgunaan senjata api non tugas misalnya seperti:

    a. Bunuh diri,

    b. Membunuh atau menembak orang lain,

    c. Memain-mainkan senjata api dengan cara menembakkan ke udara

    yang dapat meresahkan masyarakat sekaligus dapat mencelakai

    masyarakat,

    d. Menggunakan senjata api untuk menakut-nakuti orang lain dengan

    maksud untuk dapat melakukan satu aksi kejahatan,

    e. Menggunakan senjata api untuk kejahatan seperi mencuri atau

    merampok.

    1 www.google.penggunaansenjataapi.html 2 Ibid

  • Data Catatan Personel Polda Gorontalo Dan Jajaran Periode 2012

    NO IDENTITAS

    PELANGGAR REFERENSI URAIAN

    1 MOHAMAD

    RIZKI ISLAMI

    MALIKI

    BRIPTU/8304113

    5 BA SAT

    LANTAS

    POLRES

    GORONTALO

    POLDA

    GORONTALO

    Laporan Polisi

    Nomor :

    LP/01/I/2012/Y

    anduan Sie

    Propam tanggal

    28 januari 2012

    Anggota Tersebut Pada Saat

    Menjabat Sebagai Ba Sat

    Lantas Polres Gorontalo Polda

    Gorontalodi duga melakuka

    pelanggaran displin yakni

    penyalhagunaan senjata api

    dengan cara secara sengaja

    membuang tembakan

    sebanyak 1 kali berua peluru

    tajam mengarah ke atas tanpa

    alas an yang jelas

    2 RANTO

    TAMMU

    BRIPTU /

    87110696 BA

    DIT INTELKAM

    POLDA

    GORONTALO

    Laporan Polisi

    Nomor :

    LP/02/2012/Ya

    nduan tanggal

    30 Januari

    2012

    Anggota tersebut pada saat

    menjabat sebagai Ba Dit

    Intelkam Polda Gorontalo

    diduga melakukan pelanggaran

    disiplin yakni telah melakukan

    penodongan dengan senjata

    api perhadap masyarakat

    masing masing a.n Sdr.

    MULIADI DODA dan Sdr.

    WARDI DATAU.

    3 RIDWAN

    USMAN

    BRIGADIR /

    82030148

    BA SAT

    RESKRIM

    POLRES

    LIMBOTO

    POLDA

    GORONTALO

    Laporan Polini

    Nomor : LP

    /15/III/2012/Ya

    nduan tanggal

    18 Maret 2012

    Anggota Tersebut Pada Saat

    Menjabat Ba Sat Reskrim

    Polres Lipboto Polda

    Gorontalo Diduga Melakukan

    Pelanggarandisiplin Yakni

    Terlibat Kesalahpahaman

    Dengan Salah Seorang

    Anggota Kodem 13/04

    Gorontalo a.n LETDA INF

    ROY BUMULO di depan

    pintu masuk hotel Quality

    pada sekitar pukul 04.30 wita

    sehingga menyebabkan

    perdebatan antara keduanya,

    insiden tersebut berkahir

    dengan rusaknya mobil milik

    LETDA INF ROY BUMULO

    dikarenakan terkena peluru

    senjata api yang tidak dikenal

    pelakunya

  • 4 FADLI I.

    SULEMAN

    BRIPDA /

    87110521

    BA BIDKUM

    POLDA

    GORONTALO

    Laporan Polisi

    Nomor : LP/

    27/VI/2012/

    Yanduan

    tanggal 8 Juni

    2012

    Anggota tersebut pada saat

    menjabat Ba Bidkum Polda

    Gorontalo di duga melakukan

    pelanggaran disiplin yakni

    telah menyalahgunakan

    penggunaan senjata api dinas

    yang dipinjam pakaikan

    dengan cara menodongkannya

    kepada Sdr. RISKI NAKI lalu

    menembakkannya ke udara

    sebanyak 4 kali dengan alasan

    tudak dalam rangka tugas

    melainkan urusan pribadi yang

    terjadi

    Sumber : data di peroleh dari bidang profesi dan pengamanan polda gorontalo

    Penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri tentunya di pengaruhi oleh

    faktor-faktor tertentu dan oknum yang melakukan penyalahgunaan senjata api

    tersebut di kenakan tindakan hukum disiplin dan pidana.

    4.1 Faktor-faktor penyebab penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri

    Senjata api diperlukan oleh anggota Polri dalam pelaksanaan tugas

    khususnya anggota yang mengemban fungsi penegakan hukum dalam rangka

    upaya paksa. Namun dalam penggunaan senjata api yang dilakukan oleh

    anggota Polri masih banyak penyalahgunaan yang dilakukan. Penyalahgunaan

    penggunaan senjata api ini ada yang dilakukan dalam rangka melaksanakan

    tugas dan ada yang dilakukan diluar konteks pelaksanaan tugas3.

    Salah satu kasus tentang penyalahgunaan senjata api yang dilakukan

    oleh anggota yang tercatat dalam catatan pelanggaran personel Polda

    3 Barker Thomas and Carter David, 1999, Penyimpangan Polisi (terjemahan Police Deviance), Jakarta, Cipta Manunggal.

  • Gorontalo dan jajaran periode tahun 2012 adalah Briptu Moh. Rizki islami

    maliki pada saat menjabat sebagai Ba Sat Lantas Polres Gorontalo diduga

    melakukan pelanggaran disiplin yakni penyalahgunaan senjata api dengan cara

    sengaja membuang tembakan sebanyak 1 kali berupa peluru tajam mengarah

    ke atas tanpa alasan yang jelas, kejadian ini terjadi pada tanggal 28 januari

    2012.

    Memang permasalahan-permasalahan penyalahgunaan senjata api oleh

    anggota Polri masih banyak terjadinya. Penggunaan senjata api seperti halnya

    makan buah simalakama bagi anggota Polri. Dimakan ayah meninggal, tidak

    dimakan ibu meninggal. Seperti halnya senjata api oleh anggota Polri,

    digunakan salah, tidak digunakan juga salah. Digunakan diperiksa provost,

    tidak digunakan juga diperiksa provost. Senjata api dibagikan kepada anggota

    banyak menimbulkan masalah seperti beberapa contoh kasus diatas, tidak

    dibagikan kepada anggota juga salah karena anggota banyak yang meninggal

    sia-sia seperti yang terjadi pada saat pengamanan unjuk rasa di Universitas

    Cendrawasih Jayapura dan menjadi korban kejahatan dilapangan. Selain itu

    anggota Polri juga sesuai fungsi, peran dan tugasnya tidak dapat membela dan

    melindungi masyarakat dari kejahatan yang mengancam4.

    Penyalahgunaan senjata api oleh anggota Polri ada yang disebabkan

    oleh faktor internal pribadi dari anggota itu sendiri maupun disebabkan dari

    faktor ekternal anggota tersebut5.

    4http://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/10/09/buah-simalakama-senjata-api-bagi-anggota-

    polri/ 5 Rahardjo Sadjipto, 1993, Polisi Pelaku dan Pemikir, Jakarta, PT Gramedia

  • 4.1.1 Faktor Internal

    Dari faktor internal pribadi sangat ditentukan oleh faktor Psykologi, faktor

    Emosional dan kurang profesionalnya anggota polri6.

    a. Faktor psykologi

    Pengamat hukum dari Unair Surabaya I Wawan Titip Sulaksana

    SH, menyatakan selain tes psikologi untuk mengetahui kadar emosi polisi

    yang memegang pistol, otoritas kepolisian juga perlu melakukan tes fisik

    atas anggotanya yang memegang pistol dan membawa ke rumah. Polisi

    yang memegang pistol harus sehat secara psikis dan bugar secara fisik.

    Langkah berkelanjutan perlu dilakukan terkait penggunaan senjata oleh

    anggota polisi. Caranya dengan melakukan tes psikologi dan fisik secara

    kontinyu setiap enam bulan sekali7.

    Pengaruh senjata api terhadap prilaku dan psikologis bagi

    pemegang senjata api sangat dapat dirasakan oleh aparat polri pada awal

    masa dinas saat pertama kali memegang senjata api, kepercayaan diri

    meningkat bahkan sampai pada tahap over convidence. Dari perasaan over

    convidence ini timbul sikap-sikap arogansi, dimana di saat-saat yang tidak

    tepat dan tidak mengharuskan penggunaan senjata api, senjata digunakan

    untuk menunjukan kekuatan dan kekuasaan serta kewenangan. Dalam

    istilah premannya, polisi yang baru pertama kali memegang senjata api ini

    di sebut preman senggol bacok, dimana kalau ada yang menyenggol

    6 Ibid ..,

    7 Ibid..,

  • langsung dibacok. Hal ini secara alami terjadi karena kurangnya

    pengalaman maupun pengetahuan yang dimiliki karena memang selama

    pendidikan hanya diajarkan cara menembak tepat dan benar, tanpa

    diajarkan secara mendalam kapan dan situasi apa senjata boleh digunakan.

    Tentu ini dirasakan oleh sebagian besar anggota Polri pada awal

    memegang senjata api8.

    b. Faktor Emosional

    Sebagai yang tersurat pada hukum Negara, polisi kita mempunyai

    tugas pokok membimbing, mengayomi, melayani, dan menegakkan

    hukum di masyarakat. Sebagai pembimbing, pengayom, dan pelyan tak

    ubahnya polisi bagaikan seorang guru atau ulama. Ia harus memiliki

    kesabaran, kebijakan dan kearifan yang prima.

    Sedang sebagai penegak hukum Polisi di tuntut tegas, konsisten

    dalam tindakan, dan etis dalam sikap. Itulah jati diri Polisi, karena

    obyeknya adalah masyarakat, bangsa yang dihadapi, heterogen dan

    kompleks. Kearifan Polisi harus lebih dari sekedar kearifan seorang guru

    disekolah.

    Kearifan seseorang berkolerasi sangat erat dengan kemampuannya

    mengendalikan emosinya. Semakin tinggi kearifan seseorang akan

    semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengendalikan emosi

    (stabilitas emosional). Polisi yang setiap hari dihadapkan pada tugas yang

    8 Ibid ..,

  • tak menentu dan berhadapan langsung dengan masyarakat, sangat mutlak

    memiliki kestabilan emosi yang baik9.

    Menjadi Polisi perlu memiliki berbagai persyaratan dan kriteria.

    Kriteria Polisi yang baik sekurang-kurangnya ada tiga antara lain,

    memiliki kepribadian yang konsisten, tidak emosional, an berpendidikan

    yang memadai. Kalau tiga kriteria tersebut tak terpenuhi dengan baik,

    maka Polisi akan mudah terjebak pada hal-hal yang kurang simpatik.

    Menurut pemikiran Socrates yang juga dikembangkan Jhon L.

    Sulivan menyimpulkan bahwa untuk memperoleh Polisi yang baik harus

    dilakukan lima hal yaitu:

    a. Dilakukan seleksi yang baik agar masukan (input) polisi adalah orang-

    orang yang benar benar terpilih.

    b. Dilakukan pendidikan yang baik agar di peroleh polisi-polisi yang

    pintar dan berbudi luhur.

    c. Dilatih dalam keseharian yang baik agar diperoleh polisi yang

    terampil cekatan dan berpenampilan baik

    d. Diperlengkapi secara baik agar dapat bertindak cepat, tepat, tangguh ,

    adil dan benar.

    e. Digaji yang memadai agar di peroleh polisi yang sejahtera dan tidak

    mudah berbuat nyeleweng atau mempunyai sifat keberpihakan yang

    dapat mengusik rasa keadilan dimasyarakat.

    9 Kunanto.etika kepolisian.cipta manunggal.jakarta1997.hal : 55

  • Untuk menciptakan Polisi yang memiliki stablitas emosinal yang

    baik memang harus dipersiapkan dengan matang. Ini tentunya diawali dari

    penyaringan masuk menjadi calon Polisi (well motivated). Kemudian juga

    selama dididik dalam lembaga pendidikan dan juga faktor sosial yuridis

    ikut mempengaruhi emosional Polisi. Melihat perjalanan perkembangan

    emosional Polisi selama ini paling tidak dihadapkan pada tiga dilema yang

    perlu diperhatikan yakni pertama dilembaga pembentukan personil Polri,

    masih sering terdengar hukuman main tempeleng dan main tendang

    terhadap para siswa atau taruna Polri yang melakukan pelanggaran

    disiplin. Ini akan ikut mempengaruhi pembentukan watak kelak, setelah

    terjun dialapangan tugasnya. Kedua, dilema sosial masyarakat yang masih

    sering belum tampak sadar akan hukum. Masih sering terdengar banyak

    pelanggar hukum yang melawan petugas secara fisik maupun umpatan

    kata-kata kotor terhadap Polisi. Ini juga akan mempengaruhi stablitas

    emosional petugas. Ketiga, pihak pengadilan sendiri masih sering

    menjatuhkan hukuman ringan terhadap masyarakat yang menghina

    Polisi10

    .

    Berdasarkan kenyataan di lapangan terjadinya pelanggaran yang

    dilakukan oleh Polisi dalam hal ini penyalahgunaaan senjata api faktor

    yang paling dominan adalah di picu oleh faktor emosi yang tidak stabil

    10

    Ibid..,

  • dari aparat Polisi itu sendiri sehingga sangat rentan terjadinya pelanggaran

    yaitu dalam hal penyalahgunaan senjata api11

    .

    c. Faktor Kurang Profesional

    Secara institusional, profesional kepolisian dapat dilihat dan sangat

    ditentukan dari beberapa indikator seperti: nilai dasar, sumber daya

    manusia, training, manajemen, konsep operasi, struktur, akuntablitas, dan

    tarnsparansi di tubuh institusi kepolisian.

    Untuk mencapai Polisi yang profesional dan yang efektif di

    perlukan Polisi yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan sehingga dapat

    menyesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaan serta lingkungan

    yang dihadapinya. Pemolisian (Policing) adalah cara pelaksanaan tugas

    polisi yang mengacu pada hubungan antara polisi dengan pemerintahan

    maupun dengan masyarakat yang didorong adanya kewenangan,

    kebutuhan serta kepentingan baik dari pihak kepoilisian, masyarakat

    maupun dari berbagai organisasi lainnya .

    Dalam rangka mencapai dan meningkatkan profesionalisme Polri

    diperlukan dasar atau landasan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah

    ilmu kepolisian dalam rangka menghadapi tantangan dan upaya

    penyelesaianya. Dan untuk mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari

    masyarakat dalam menciptakan dan menjaga kamtibmas dan tentunya

    Polri dapat bertindak sebagai polisi yang netral, jujur, terbuka bersih dan

    11

    Ibid..,

  • berwibawa yang dicintai dan dihormati,dipercaya serta dibanggakan oleh

    masyarakatnya. Dalam mengimplementasikan pemolisian ko muniti

    (community policing) melalui Polmas dapat dibangun antara lain dengan

    membangun kebudayaan organisasi Polri dalam birokrasi yang rasional.

    Yang berbasis kinerja dan kompetensi yang fair antara lain dengan :

    a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Polri tidak

    dipercaya oleh masyarakatnya;

    b. Membangun aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana serta

    strategi-strategi yang diformalisasikan serta dibuat standarisai yang

    jelas sehingga dapat mendukung sistem operasional yang efektif dan

    dapat dijadikan pedoman bagi anggota kepolisian dalam

    melaksanakan tugasnya serta dapat menghambat atau memperkecil

    peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Dan adanya etika

    kerja;

    c. Berorientasi pelayanan pada Customer. Dengan membangun forum

    kemitraan polisi masyarakat sebagai wadah bagi polisi dan masyarakat

    untuk menjalin dan membangun kemitraan;

    d. Mengimplementasikan pemolisian komuniti (community policing)

    melalui Polmas dengan konsisten, konsekuen dan berkesinambungan;

    e. Menambah materi muatan Lokal yang diajarkan padaSPN (sekolah

    Polisi Negara)

    f. Mengacu prinsip-prinsip demokrasi (supremasi hukum, memberikan

    jaminan dan perlindungan Hak Azasi Manusia, transparan,

  • akuntabilitas kepada publik, berorientasi pada peningkatan kualitas

    hidup masyarakat). Dan adanya lembaga yang netral dan mandiri dan

    sekaligus penasehat dan pendukung Polri dalam menciptakan dan

    menjaga kamtibmas (komisi kepolisian).

    Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa faktor internal yang

    menyebabkan penyalahgunaan oleh aparat polri adalah faktor kepribadian

    anggota polri itu sendiri, oleh karena itu dalam pemenuhan prasyarat

    kepemilikan senjata api yang harus di penuhi oleh anggota harus benar-

    benar sesuai dengan standard utamanya dalam tes psikologi dan emosional

    anggota.

    4.1.2 Faktor Eksternal

    faktor eksternal anggota biasanya disebabkan oleh faktor kurangnya

    pengawasan terhadap aparat pemegang senjata api, disiplin yang tidak tegas, serta

    situasi dan kondisi yang dihadapi oleh anggota12

    .

    a. Kurangnya Pengawasan Terhadap Aparat Pemegang Senjata Api

    Selain adanya pelatihan yang kurang memadai , bahwa kesenjangan

    antara upaya Polri untuk menghilangkan tindakan kekerasan dan

    penyalahgunaan senjata api di lingkungan operasional institusi Polri, juga

    didorong sebagai akibat pengalaman empiric bahwa kekerasan dan

    12

    Ibid ..,

  • penyiksaan dalam operasi Kepolisian , apakah dalam menghadapi massa,

    ataukah pengerebekan dan penangkapan tersangka diduga berbahaya, juga

    ditentukan oleh pengendalian lapangan, Penggelaran pasukan ( personel

    deployment) dalam waktu lama akan menimbulkan kejenuhan dan mungkin

    juga tekanan psikologi ( stress) yang mudah memancing emosi petugas untuk

    melakukan penganiayaan dan meyalah gunakan senpi.13

    Pasal 14 ayat (1 dan 2 ) tentang pengawasan dan pengendalian

    penggunaan senajata api seperti yang diatur dalam Perkap. 01 Tahun 2009.

    setiap pimpinan sebelum menugaskan anggota yang diperkirakan akan

    menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib memberikan arahan

    kepada anggota yang ditugaskan mengenai penggunaan kekuatan. setiap

    anggota yang menggunakan kekuatan dalam tindakan kepolisian wajib

    memperhatikan arahan pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

    menjadikannya sebagai pertimbangan dalam menerapkan diskresi kepolisian.

    Sanksi yang diterapkan kepada anggota Polri pelaku penyalahgunaan

    senjata Polri tergantung dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit P3D.

    Apabila perbuatan tersebut dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin, maka

    sanksinya adalah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah

    Nomor 2 Tahun 2003. Selanjutnya apabila tindakan tersebut dari hasil

    pemeriksaan yang dilakukan oleh Unit P3D dinyatakan sebagai pelanggaran

    disiplin dan tindak pidana, maka selain diberikan sanksi disiplin juga

    13

    Chairuddin ismail, Drs,SH.,MH.,DR., Polisi Sipil Dan Paradigma Baru Polri ( Kumpulan Naskah Bahan Ceramah ), PT Merlyn Lestari, Jakarta , 2009. Hal 155

  • dikenakan pidana sebagaimana diatur dalam KUHP. Penjatuhan sanksi

    disiplin14

    b. Disiplin Atau Kebikajan Yang Tidak Tegas

    Kebijakan reaktif pasca insiden penyalahgunaan senpi tidak

    menimbulkan penjeraan kepada rekan sejawat lainnya, selain ketiadaan

    akuntabilitas penghukuman yang memadai , kebijakan reaktif yang dilakukan

    harus menunggu jatuhnya korban serta setelah citra Polri luntur. Kebijakan

    proaktif mencegah penyimpangan belum menjadi agenda utama Polri untuk

    meningkatkan dan memelihara kredibilitas penegak hukum yang ada di

    masyarakat , dilihat dari belum adanya kebijakan yang khusus mengatur

    tentang penggunaan NLW sebagai alat kelengkapan tugas sehari hari yang

    harus digunakan setiap anggota Polri ketika turun kejalanan.

    Manakala Polri tidak segera membangun kembali komitmen perubahan

    kultural dengan melakukan akselerasi reformasi menuju terwujudnya kultur

    polisi sipil yang antara lain bercirikan: protagonis, berorientasi pada

    kepentingan masyarakat, bukan antagonis yang menjadi alat kekuasaan;

    humanis, melalui internalisasi nilai-nilai HAM terhadap seluruh anggota Polri,

    utamanya dalam memperhatikan hak-hak saksi, korban dan tersangka, baik

    hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, maupun hak budaya;

    demokratis, memperhatikan aspirasi rakyat dan dekat dengan warga

    masyarakat; transparansi, membuka akses ke publik dan tidak menutup fakta;

    14

    Sentra HAM UI, Kemitraan partnership dan Korps Brimob Polri, Modul Pelatihan HAM bagi ANggota Brimon Polri, Jakarta , 2009.halaman 58.

  • akuntabel, mampu mempertanggungjawabkan semua tugas dan tindakannya,

    baik kepada pemerintah, DPR, maupun kepada public, maka sampai kapanpun

    Citra Polri akan selalu negative, Polisi bertindak dianggap melanggar HAM,

    Polisi diam dianggap membiarkan kejahatan, termasuk bila Polisi menjadi

    korban kejahatan akan dianggap cedera janji profesionalitas; bila membela diri

    sendiri tidak mampu , bagaimana mau membela masyarakat.15

    c. Situasi Dan Kondisi Yang Dihadapi Aparat Polri

    Situasi dan kondisi yang memungkinkan terjadinya penyalahgunaan

    senjata api oleh aparat polri adalah ketika Polisi menghadapi perlawanan tidak

    seimbang dari seseorang atau sekelompok orang saat berada di lapangan,

    kondisi ini diperparah dengan provokasi massa dengan tindakan ataupun

    ucapan yang bersifat menyerang pribadi petugas, maupun tindakan

    melecehkan petugas , dengan mempertontonkan dan menyandera petugas

    yang berhasil ditangkap kelompok massa

    Situasi lain yang juga sering menjadi pemicu adanya tindak kekerasan

    secara berlebihan dan penyalahgunaan senpi ketika terjadi konflik bernuansa

    SARA maupun separatis, akibat tekanan psikologis , keterbatasan fasilitas dan

    dukungan dalam operasional, jatuhnya korban jiwa dikalangan petugas

    sendiri sebagai akibat serangan kelompok yang bertikai turut mendorong

    adanya bentuk kekerasan dan penyalahgunaan senpi.

    15

    Chairuddin Ismail, Polisi Sipil dan Paradigma Baru Polri, Merlyn Press, Jakarta, 2011, hal.155.

  • Kedua kondisi diatas perlu mendapat perhatian, dalam mencegah

    terjadinya penyalahgunaan senpi sebagai bentuk tindak kekerasan, penyiksaan

    yang bertentangan dengan penghormatan terhadap HAM dan Konvensi anti

    penyiksaan , dapatlah Polri menyusun rencana strategis secara proaktif

    melakukan tindakan pencegahan dengan: membatasi masa tugas dan

    frekuensi penugasan personil didaerah rawan dan Konflik bersenjata,

    memberikan piranti lunak dan keras terkait upaya penegakkan hukum ,

    pemeliharaan kemanan dan ketertiban , serta pelindungan, pengayoman dan

    pelayanan masyarakat secara memadai baik kuantitas dan kualitas , peralatan

    perlindungan lengkap dan sesuai kebutuhan tugas diikuti pelatihan dan

    pembekalan piranti lunak terkait upaya mencegah penyalahgunaan senpi dan

    tindak kekerasan berlebihan.16

    Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa faktor eksternal yang

    mempengaruhi penyalahgunaan senjata api adalah pengawasan yang kurang

    terhadap anggota pemegang senjata api dan kurang kurang tegasnya disiplin

    yang di berlakukan terhadap anggota pelaku penyalahgunaan senjata api

    sehingga tidak menimbulkan efek kehati-hatian anggota dalam penggunaan

    senjata api.

    16

    http://megapolitan.kompas.com/read/2010/05/19/1750485/Ketiga.Polisi.Itu.Nyaris.Disandera, http://nasional.vivanews.com/news/read/183584-demonstran-ditahanmahasiswa-sandera-polisi

  • 4.2 Penindakan Oleh Aparat Polisi Terhadap Penyalahgunaan Senjata Api

    Polisi sebagai aparat yang utamanya bertanggung jawab di bidang

    keamanan dan ketertiban dalam pelaksanaan tugasnya akan selalu

    dihadapkan pada situasi dan kondisi yang berubah-ubah sejalan dengan

    dinamika masyarakat itu sendiri17

    .

    Sebagai aparat negara pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat,

    maka Polisi harus selalu bisa memberikan yang terbaik kepada masyarakat.

    Berbagai macam program dan petunjuk teknis ( Juknis ) pun telah

    dikeluarkan oleh polri dengan tujuan untuk membentuk sosok polri yang

    humanis, berwibawa dan profesional18

    .

    Untuk itu dalam penanganan unjuk rasa, POLRI sudah menggunakan

    istilah baru, bukan lagi dinamakan penanganan unjuk rasa tetapi menjadi

    pelayanan unjuk rasa19.

    Pertanggungjawaban anggota Polri yang melakukan pelanggaran

    prosedur dalam penggunaan senjata api terbagi menjadi dua yaitu

    pertanggungjawaban secara administrative dan pertanggungjawaban secara

    pidana bagi anggota Polri berlaku apabila di dalam penggunaan senjata api

    oleh anggota Polri menimbulkan korban20

    .

    17

    www.kramatmulya.wordpress.com//pertanggungjawabanpolri 18

    Ibid.., 19

    Ibid.., 20

    Ibid..,

  • 4.2.1 Pertanggungjawaban Secara Administratif oleh Anggota Polri

    Pertanggungjawaban secara administratif bagi anggota Polri

    diberlakukan apabila anggota Polri melakukan pelanggaran terhadap

    ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan internal kepolisian seperti

    pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Polri dan pelanggaran terhadap

    Peraturan Disiplin Polri yang penyelesaiannya pun melalui sidang internal

    kepolisian21

    .

    Terhadap aparat kepolisian yang melakukan tindak pidana tidak

    diberlakukan lagi hukum militer, tetapi hukum sipil yang diadili

    dalam pengadilan sipil.

    Tindakan aparat kepolisian yang menggunakan senjata api

    yang tidak sesuai dengan prosedur harus dilihat apakah memang itu

    dilakukan atas perintah atasan atau atas inisiatif dari aparat polisi sendiri,

    akan tetapi jikapun itu dilakukan atas inisiatif dari aparat polisi itu sendiri

    harus dimitai juga pertanggungjawaban dari atasannya22

    .

    Seperti hal yang dikatakan sebelumnya bahwa tindakan

    anggota kepolisian yang melakukan kekerasan dan senjata api yang

    tidak sesuai dengan prosedur merupakan tindakan pelanggaran Hak Asasi

    Manusia. Pelanggaran hak asasi yang dilakukan oleh aparat penegak

    hukum berupa pemakaian senjata api yang tidak sesuai prosedur,

    merusak integritas keseluruhan aparat penegak hukum 23

    .

    21

    Sakidjo, Aruan S.H M.H dan Dr. Bambang Poernomo, S.H. 1988. Hukum Pidana Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Kodofikasi.Ghalia Indonesia : Jakarta Timur.hal :107

    22 Ibid..,

    23 Suparmin, 2012, Model Polisi Pendamai, Badan penerbit diponegoro, Semarang.hal : 124

  • Jika ada pihak yang dirugikan atau keberatan karena penggunaan

    senjata api, petugas polisi yang bersangkutan wajib membuat penjelasan

    secara terperinci tentang alasan penggunaan senjata api, tindakan yang

    dilakukan dan akibat tindakan yang telah dilakukan (Pasal 49 ayat [2] huruf

    a Perkapolri 8/2009).

    Selain itu, setelah menggunakan senjata api, polisi harus membuat

    laporan terperinci mengenai evaluasi pemakaian senjata api. Laporan tersebut

    berisi antara lain (Pasal 14 ayat [2] Perkapolri 1/2009):

    a. Tanggal dan tempat kejadian;

    b. Uraian singkat peristiwa tindakan pelaku kejahatan atau tersangka,

    sehingga memerlukan tindakan kepolisian;

    c. Alasan/pertimbangan penggunaan kekuatan;

    d. Rincian kekuatan yang digunakan;

    e. Evaluasi hasil penggunaan kekuatan;

    f. Akibat dan permasalahan yang ditimbulkan oleh penggunaan kekuatan

    tersebut.

    Laporan inilah yang akan digunakan untuk bahan pertanggungjawaban

    hukum penerapan penggunaan kekuatan, serta sebagai bahan pembelaan

    hukum dalam hal terjadi gugatan pidana/perdata terkait penggunaan kekuatan

    yang dilakukan oleh anggota Polri yang bersangkutan (Pasal 14 ayat [5]

    huruf e dan f Perkapolri 1/2009).

    Pada prinsipnya, setiap individu anggota Polri wajib bertanggung

    jawab atas pelaksanaan penggunaan kekuatan (senjata api) dalam tindakan

  • kepolisian yang dilakukannya (Pasal 13 ayat [1] Perkapolri 1/2009). Oleh

    karena pertanggungjawaban secara individu terhadap penggunaan senjata api

    oleh polisi, maka penggunaan senjata api yang telah merugikan pihak lain

    karena tidak mengikuti prosedur dapat dituntut pertanggungjawabannnya

    secara perdata maupun secara pidana.

    Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Dalam

    Pasal 7, 8 dan 9 PP No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota

    Kepolisian Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

    Pasal 7 : Anggota Kepolisian Republik Indonesia yang ternyata

    melakukan pelanggran disiplin anggota kepolisian Republik

    Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan atau

    hukuman disiplin.

    Pasal 8 : (1) Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau teguran fisik

    (2) Tindakan disiplin dalam ayat (1) tidak mengahapus

    kewenangan Ankum untuk menjatuhi Hukuman Disiplin.

    Pasal 9 : Hukuman disiplin berupa :

    a. Teguran tertulis

    b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun

    c. Penundaan kenaikan gaji berkala

    d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun

    e. Mutasi yang bersifat demosi

    f. Pembebasan dari jabatan

    g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 Hari

  • Bagi anggota Polri yang tidak terlibat kasus tindak pidana

    selain diadili dalam lingkungan peradilan umum, tentu saja ada

    penerapan sanksi yaitu pemberhentian dari dinas kesatuan Polri.

    Mengenai Pemberhentian Dari Kesatuan dinas diatur dalam PP No. 1

    Tahun 2003 tentang pemberhentian Anggota Kepolisian Negara

    Republik Indonesia. Dalam PP No. 1 Tahun 2003 bab III diatur

    mengenai pemberhentian tindak pidana dengan hormat pada Pasal 11 dan 12

    ayat (1) sub a dan ayat (2) sebagai berikut :

    Pasal 11: Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

    diberhentikan tidak dengan hormat apabila;

    a. Melakukan tindak pidana

    b. Melakukan pelanggaran

    c. Meninggalkan tugas atau hal lain

    Pasal 12: ayat 1 (satu) anggota Kepolisian Negara Republik

    Indonesia diberhentikan dengan tidak hormat dari Dinas Kepolisian

    Republik Indonesia apabila:

    Sub a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan

    yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut

    pertimbangan pejabat yang berwewenang tidak dapat

    dipertahankan untuk tetap berada dalam Dinas Anggota

    Kepolisian Republik Indonesia

  • Ayat 2 (dua) pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik

    Profesi Kepolisian Republik Indonesia.

    Mengenai sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Republik

    Indonesia tersebut diatur dalam Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2003 pada

    Pasal 15 sebagai berikut : anggota Polri yang diputus pidana penjara minimal

    3 (tiga) bulan yang berkekuatan hukum tetap, dapat

    direkomendasikan oleh Anggota Sidang Komisi Kode Etik Polri tidak layak

    untuk dipertahankan sebagai anggota Polri.

    4.2.2 Pertanggungjawaban pidana Oleh Anggota Polisi

    Pertanggungjawaban pelaku penyalahgunaan senjata api, baik sebagai

    pemilik senjata api ataupun sebagai orang yang tidak memiliki senjata api itu

    tetapi menyalahgunakannya akan dipertanggungjawabkan sesuai dengan

    bagaimana orang tersebut berkaitan dengan suatu tindak pidana yang terjadi.

    maka harus dilihat lagi bagaimana seseorang bisa menyalahgunakan senjata

    api tersebut. Dalam Pasal 56 KUHP :

    Dihukum sebagai pembantu-pembantu didalam suatu kejahatan, yaitu :

    1. Mereka yang dengan sengaja telah memberikan bantuan dalam

    melakukan kejahatan tersebut.

  • 2. Mereka yang dengan sengaja telah memberikan kesempatan, sarana-

    sarana atau keterangan-keterangan untuk melakukan kejahatan

    tersebut.

    Pembuat delik dapat mempertanggungjawabkan perbuatan pidananya

    jika memiliki unsur kesalahan. Orang dapat dikatakan mempunyai kesalahan,

    jika dia pada waktu melakukan perbuatan pidana, dilihat dari segi masyarakat

    dapat dicelanya karena, yaitu kenapa melakukan perbuatan yang merugikan

    masyarakat padahal mampu untuk mengetahui makna perbuatan tersebut, dan

    karenanya dapat bahkan harus menghindari perbuatan demikian.

    Indonesia memiliki 2 (dua) buah Undang-undang yang walaupun

    sudah berusia lanjut namun tetap berlaku secara efektif, salah satunya yaitu

    Undang-undang Nomor 12/Drt Tahun 1951 tentang Senjata Api (Undang-

    undang senjata Api).

    Undang-undang ini merupakan satu-satunya Undang-undang yang

    masih efektif diberlakukan terhadap pelaku penyalahgunaan Senjata Api.

    Dalam Undang-undang tersebut, secara tegas diatur unsur-unsur dari tindak

    pidana penyalahgunaan Senjata Api di Indonesia, sebagaimana Pasal 1 ayat 1

    Undang-undang Senjata Api yang menyatakan :

    Barang siapa tanpa hak memasukkan ke Indonesia atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak,

    dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau

    hukuman penjara sementara selama-lamanya 20 tahun.

  • Sesuai ketentuan tersebut di atas, pelaku tindak pidana

    penyalahgunaan Senjata Api dapat dipastikan akan dihadapkan dengan

    ancaman sanksi/hukuman secara berjenjang sebagai berikut :

    a. Hukuman Mati ; atau

    b. Hukuman penjara seumur hidup ; atau Hukuman penjara maksimal 20

    (dua puluh) tahun.

    Jika dilihat dari ancaman sanksi minimal dalam Pasal 1 ayat 1

    tersebut di atas yaitu penjara maksimal 20 tahun, diharapkan agar tidak aka

    ada penyalahgunaan senjata api oleh masyrakat sipil maupun oleh aparat

    polri.

    Berdasarkan hal yang terurai diatas bahwa aparat polri yang

    melakukan penyalahgunaan senjata api dan merugikan pihak lain karena tidak

    mengikuti prosedur harus mempertanggung jawabkan perbuatannya secara

    individu dan dapat dituntut secara perdata maupun secara pidana berdasarkan

    hasil sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Indonesia yang pemutusan

    pertanggungjwabannya dengan berdasar pada pertimbangan atas akibat yang

    ditimbulkan adanya penyalahgunaan senjata api oleh aparat polri tersebut.