2009-2-00498-AK Bab 2.pdf
-
Upload
tomomishop -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
Transcript of 2009-2-00498-AK Bab 2.pdf
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Audit
Mengacu pada pendapat Agoes, S (2004) audit merupakan suatu proses
sistematik, yang terdiri dari langkah-langkah yang berurutan, termasuk (1) evaluasi
internal accounting control (2) tes terhadap substansi transaksi-transaksi dan saldo.
Sistem akuntansi mencakup pengendalian intern yang diperlukan, dan menghasilkan
data yang tercantum dalam laporan keuangan. Karena itu auditor mempelajari transaksi
dan saldo-saldo perkiraan (substantive testing). Pengendalian intern yang kuat
meningkatkan tingkat kepercayaan auditor dan mengurangi jumlah tes atas transaksi-
transaksi dan saldo perkiraan.
II.1.1 Pengertian Audit
Arens, A.A, Randal & Mark S. Beasley (2003) mendefinisikan audit
sebagai:
“pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk
menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan
kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh seorang
yang kompeten”(h.15).
Dari definisi diatas bisa dijelaskan unsur-unsur yang terdapat dalam
auditing, yaitu:
7
8
1. Informasi dan kriteria yang telah ditetapkan
2. Pengumpulan serta pengevaluasian bukti
3. Seseorang yang kompeten dan independen
4. Pelaporan
Sementara itu, menurut Agoes, S (2004) yang dikutip dari Konrath
(2002:5) mendefinisikan audit sebagai :
“Suatu proses sistematis untuk secara objektif mendapatkan dan mengevaluasi
bukti mengenai asersi tentang kegiatan-kegiatan dan kejadian-kejadian ekonomi
untuk meyakinkan tingkat keterkaitan antara asersi tersebut dan kriteria yang
telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang
berkepentingan” (h.1).
II.1.2 Jenis-jenis Audit
Arens et al. (2003) membagi audit menjadi beberapa jenis, sebagai
berikut :
1. Audit operasional
Audit operasional adalah tinjauan atas bagian tertentu dari prosedur serta
metode operasional organisasi tertentu yang bertujuan mengevaluasi efisiensi
serta efektivitas prosedur serta metode tersebut. Pada saat suatu audit
operasional selesai dilaksanakan, manajemen biasanya akan mengharapkan
sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan kegiatan operasional perusahaan.
Suatu contoh dari audit operasional adalah mengevaluasi efisiensi serta-
9
ketepatan pemrosesan transaksi pengupahan pada suatu sistem komputer yang
baru terpasang.
2. Audit kepatuhan
Tujuan audit kepatuhan adalah menentukan apakah klien (auditee) telah
mengikuti prosedur, tata cara, serta peraturan yang dibuat oleh otoritas yang
lebih tinggi.
3. Audit atas laporan keuangan
Audit laporan keuangan dilaksanakan untuk menentukan apakah seluruh
laporan keuangan (informasi yang diuji) telah dinyatakan sesuai dengan
kriteria tertentu. Umumnya kriteria tersebut adalah pernyataan standar
akuntansi keuangan, walaupun merupakan hal yang umum untuk
melaksanakan audit atas laporan keuangan yang dibuat dengan metode kas
atau metode lainnya yang cocok bagi organisasi tersebut. Laporan keuangan
sering kali mencakup neraca, laba rugi, serta laporan arus kas, termasuk pula
catatan atas laporan keuangan (h.19&20).
II.1.3 Jenis Bukti Audit
Menurut Konrath (2002: 114 &115) ada enam tipe audit (di kutip oleh
Agoes,S (2004)), yaitu:
1. Physical evidence, terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung dipelihara
dan di observasi atau di inspeksi dan terutama berguna mendukung tujuan
eksistensi atau keberadaan.
10
2. Confirmation evidence, adalah bukti yang diperoeh mengenai eksistensi,
kepemilikan atau penilaian, langsung dari pihak ketiga diluar klien.
3. Documentary evidance, terdiri dari catatan-catatan akuntansi dan seluruh
dokumen pendukung transaksi.
4. Mathematical evidence, merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan
rekonsiliasi yang dilakukan auditor.
5. Analytical evidence, bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis
terhadap informasi keuangan klien.
6. Hearsay evidance, merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien
atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor (h.102&103).
II.2 Audit Operasional
Seiring dengan semakin berkembangnya suatu badan usaha maka semakin besar
pula kebutuhan akan pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial yang efisien dan efektif agar
tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut dapat tercapai. Dalam hal ini salah
satu cara yang dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya secara efesien
dan efektif adalah dengan audit operasional (Tunggal A.W:2000).
II.2.1 Pengertian Audit Operasional
Sebuah terbitan IIA ( Institute of Internal Auditors) yang dikutip oleh
Boynton, W.C., Johnson, R.N., and Kell, W.G. mendefinisikan auditing
operasional sebagai berikut:
11
“Suatu proses sistematis yang mengevaluasi efektivitas, efesiensi, dan
kehematan operasi organisasi yang berada dalam pengendalian manajemen serta
melaporkan kepada orang-orang yang tepat hasil-hasil evaluasi tersebut beserta
rekomendasi perbaikan” (hal.498)
Sementara itu pengertian audit operasional menurut Agoes, S (2004):
“suatu pemeriksaan terhadap kegiatan operasi perusahaan, termasuk kebijakan
akuntansi dan kebijakan operasional yang telah ditentukan oleh manajemen,
untuk mengetahui apakah kegiatan operasi tersebut sudah dilakukan secara
efektif dan efisien” (h. 10).
II.2.2 Tujuan dan Karakteristik Audit Operasional
Mengacu pada pendapat IBK Bayangkara (2008), audit operasional
bertujuan untuk mengidentifikasi kegiatan, program dan aktivitas yang masih
memerlukan perbaikan, sehingga dengan rekomendasi yang diberikan nantinya
dapat dicapai perbaikan atas pengelolaan berbagai program dan aktivitas pada
perusahaan tersebut.
Sedangkan Tunggal A.W (2000) menyimpulkan bahwa audit operasional
mempunyai tujuan dan karakteristik sebagai berikut:
1. Untuk memberikan informasi kepada manajemen mengenai efektivitas sutau
unit atau fungsi.
2. Pengukuran efektivitas didasarkan pada bukti-bukti dan standar-standar.
Menurut Alejendro R. Gorospe, standar-standar yang digunakan untuk
evaluasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
12
a. Undang-undang dan peraturan pemerintah.
b. Standar perusahaan;
- Strategi-strategi, rencana dan program yang disetujui
- Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan.
- Struktur organisasi yang sudah disetujui.
- Anggaran perusahaan
- Tujuan perusahaan yang ditetapkan.
c. Standar dan praktik industri.
d. Prinsip organisasi dan manajemen.
e. Praktek manajemen yang sehat, proses dan teknik yang digunakan oleh
perusahaan-perusahaan yang maju. Kalau tidak ada standar perusahaan
yang tertulis, pemikiran dan falsafah pimpinan dapat digunakan sebagai
standar untuk penilaian.
3. Sifatnya investigatif.
4. Obyek pemeriksaan meliputi semua aspek perusahaan meliputi:
Pemasaran, Rancangan dan rekayasa pabrik., Pengendalian produksi dan
persediaan, Pembelian, Sumber daya manusia, Keuangan, Anggaran,
Administrasi dan hukum, Operasi internasional, Pelaporan keuangan,
Pengelolaan data elektronik.
5. “Management auditing” dapat diarahkan ke keseluruhan atau salah satu
departemen dari suatu perusahaan.
13
6. Dapat dilakukan oleh akuntan dan non akuntan (insinyur, agronomist dan
lain-lain). Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh suatu team yang terdiri dari
berbagai disiplin ilmu.
7. Hasil pemeriksaannya berupa rekomendasi/usul-usul untuk perbaikan operasi
perusahaan.
8. Management audit berhubungan dengan pencarian ekonomisasi,efesiensi dan
efektivitas diseluruh operasi (h.5).
II.2.3 Jenis Audit Operasional
Menurut Tunggal A.W (2000) ada tiga kategori audit operasional, yaitu:
1. Audit Fungsional (functional audit)
Fungsi adalah suatu alat untuk mengkategorikan aktivitas usaha, seperti
fungsi penagihan atau fungsi produksi. Suatu audit fungsional berhubungan
dengan satu atau fungsi yang lebih banyak dalam suatu organisasi.
2. Audit organisasi (organizational audit)
Suatu audit organisasional berhubungan dengan unit organisasi secara
keseluruhan, seperti departemen, cabang atau anak perusahaan. Tekanan
dalam suatu audit organisasi adalah bagaimana efisien dan efektifnya fungsi-
fungsi berinteraksi. Rencana organisasi dan metode untuk mengkoordinasi
aktivitas khusunya adalah penting untuk tipe audit ini.
14
3. Penugasan khusus (special assignment)
Penugasan management audit (operational audit) khusus timbul karena
permintaan manajemen. Terdapat variasi yang luas untuk audit demikian
(h.35&36).
II.2.4 Tahapan Audit Operasional
Menurut Agoes, S (2004) ada 4 tahapan dalam suatu management audit
(operational audit):
1. Preliminary survey (survey pendahuluan)
Survei pendahuluan dimaksudkan untuk mendapat gambaran mengenai
bisnis perusahaan yang dilakukan melalui tanya jawab dengan manajemen
dan staf perusahaan serta penggunaan questionnaires.
2. Review and testing of management control system ( penelaahan dan
pengujian atas sistem pengendalian manajemen)
Untuk mengevaluasi dan menguji efektifitas dari pengendalian manajemen
yang terdapat diperusahaan. Biasanya digunakan Internal Control
Quistionnaires (ICQ), flowchart dan penjelasan narrative, serta dilakukan
pengetesan atas beberapa transaksi (walk through the documents).
3. Detailed examination (pengujian terinci)
Melakukan pemeriksaan terhadap transaksi perusahaan untuk mengetahui
apakah prosesnya sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan
manajemen. Dalam hal ini auditor harus melakukan observasi terhadap
kegiatan dari fungsi-fungsi yang terdapat dalam perusahaan.
15
4. Report development (pengembangan laporan)
Dalam menyusun laporan pemeriksaan, auditor tidak memberikan opini
mengenai kewajaran laporan keuangan perusahaan, laporan yang dibuat
mirip management letter, karena berisi audit findings (temuan
pemeriksaan) mengenai penyimpangan yang terjadi terhadap kriteria
(standard) yang berlaku yang menimbulkan inefesiensi, inefektifitas dan
ketidakhematan (pemborosan) dan kelemahan dalam sistim pengendalian
manajemen yang terdapat di perusahaan. Selain itu auditor juga
memberikan saran-saran perbaikan. (h.11&12).
II.2.5 Temuan Audit Operasional
Menurut Tunggal A.W. (2000) terdapat beberapa unsur dalam sebuah
temuan, sebagai berikut:
1. Kondisi, merupakan apa yang operasi sebenarnya selesaikan.
2. Standar, merupakan apa yang seharusnya operasi selesaikan.
3. Prosedur dan praktek, merupakan apa yang seharusnya dilakukan dan apa
yang benar-benar dilaksanakan
4. Penyebab (cause), merupakan apa sebabnya penyimpangan standar terjadi.
5. Akibat (effect) , merupakan apa yang terjadi atau dapat terjadi karena kondisi
tidak memenuhi standar.
6. Kesimpulan, merupakan apa yang perlu di perbaiki.
7. Rekomendasi, merupakan bagaimana perbaikan dapat dilakukan (h.156-157).
16
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan temuan audit
operasional adalah penyimpangan/deviasi dari norma-norma yang diharapkan
atau standar yang diharapkan/ditentukan.
II.2.6 Ekonomis, Efisiensi dan Efektivitas
Pengertian ekonomis, efisiensi dan efektivitas menurut IBK Bayangkara
(2008) adalah:
1. Ekonomis
Merupakan ukuran input yang digunakan dalam berbagai program yang
dikelola. Artinya, jika perusahaan mampu memperoleh sumber daya yang
akan digunakan dalam operasi dengan pengorbanan yang paling kecil, ini
berarti perusahaan telah mampu memperoleh sumber daya tersebut secara
ekonomis.
2. Efisiensi
Merupakan ukuran proses yang menghubungkan antara input dan output
dalam operasional perusahaan. Efisiensi berhubungan dengan bagaimana
perusahaan melakukan operasinya, sehingga di capai optimalisasi
penggunaan sumber daya yang dimiliki.
3. Efektivitas
Pengertian efektivitas dapat dipahami sebagai tigkat keberhasilan suatu
perusahaan untuk mencapai tujuannya. Apakah pelaksanaan suatu
program/aktivitas telah mencapai tujuannya? Efektivitas merupakan ukuran
dari output. (h.11-14)
17
II.3. Fungsi Penjualan
Mengacu pada pendapat mulyadi (2002), fungsi penjualan merupakan salah satu
aspek yang memegang peranan penting bagi kelangsungan suatu perusahaan, karena
maju mundurnya perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan dari operasi penjualan
yang dilakukan oleh perusahaan itu sendiri.
Kegiatan penjualan terdiri dari transaksi penjualan barang atau jasa, baik secara
kredit maupun secara tunai. Dalam transaksi penjualan kredit, jika order dari pelanggan
telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau penyerahan jasa, untuk jangka waktu
tertentu perusahaan memiliki piutang kepada pelanggannya. Kegiatan penjualan secara
kredit ini ditangani oleh perusahaan melalui sistem penjualan kreditnya. Dalam transaksi
penjualan tunai, barang atau jasa diserahkan oleh perusahaan kepada pembeli jika
perusahaan telah menerima kas dari pembeli. Kegiatan penjualan tunai ini ditangani oleh
perusahaan melalui sistem penjualan tunai.
II.3.1 Pengertian penjualan
Menurut Joel G. Siegel dan Joe K. Shim yang diterjemahkan oleh Moh.
Kurdi, “Penjualan adalah Penerimaan yang diperoleh dari pengiriman barang
dagangan atau dari penyerahan pelayanan dalam bursa sebagai barang
pertimbangan. Pertimbangan ini dapat dalam bentuk tunai peralatan kas atau
harta lainnya. Pendapatan dapat diperoleh pada saat penjualan, karena terjadi
pertukaran, harga jual dapat ditetapkan dan bebannya diketahui”(h.404).
Menurut mulyadi (2001) transaksi penjualan dilaksanakan melalui dua
sistem yaitu:
18
1. Penjualan Kredit
Order pesanan dari customer telah dipenuhi dengan pengiriman barang atau
penyerahan jasa, untuk jangka waktu tertentu perusahaan memiliki piutang
kepada customernya.
2. Penjualan Tunai
Barang diserahkan oleh fungsi pengiriman kepada customer atau jasa baru
diserahkan jika fungsi penerimaan kas sudah menerima uang dari customer
(h.33)
II.3.2 Fungsi yang Terkait dengan Sistem Penjualan
Fungsi yang terkait dalam sistem penjualan kredit adalah:
1. Fungsi penjualan, fungsi ini bertanggung jawab untuk menerima surat order
dari pembeli, mengedit order dari pelanggan untuk menambahkan informasi -
yang belum ada pada surat order tersebut (seperti spesifikasi barang dan rute
pengiriman), meminta otorisasi kredit, menentukan tanggal pengiriman dan
dari gudang mana barang akan dikirim, dan mengisi surat order pengiriman.
Fungsi ini juga bertanggung jawab untuk membuat “back order” pada saat
diketahui tidak tersedianya persediaan untuk memenuhi order dari pelanggan.
2. Fungsi kredit, fungsi ini berada dibawah fungsi keuangan yang dalam
transaksi penjualan kredit, bertanggug jawab untuk meneliti status kredit
pelanggan dan memberikan otorisasi pemeberian kredit kepada pelanggan
19
3. Fungsi gudang, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyimpan barang dan
menyiapkan barang yang dipesan oleh pelanggan, serta menyerahkan barang
ke fungsi pengiriman.
4. Fungsi pengiriman, fungsi ini bertanggung jawab untuk menyerahkan barang
atas dasar surat order pengiriman yang diterimanya dari fungsi penjualan.
5. Fungsi penagihan, fungsi ini bertanggung jawab untuk membuat dan
mengirimkan faktur penjualan kepada pelanggan, serta menyediakan copy
faktur bagi kepentingan pencatatan transaksi penjualan oleh fungsi akuntansi.
6. Fungsi akuntansi, fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat piutang yang
timbul dari transaksi penjualan kredit dan membuat serta mengirimkan
pernyataan piutang kepada para debitur, serta membuat laporan penjualan.
Fungsi yang terkait dalam transaksi retur penjualan adalah:
1. Fungsi penjualan, fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan
pemberitahuan mengenai pengembalian barang yang telah dibeli oleh -
pembeli. Otorisasi penerimaan kembali barang yang telah dijual tersebut
dilakukan dengan cara membuat memo kredit yang dikirimkan kepada fungsi
penerimaan.
2. Fungsi penerimaan, fungsi ini bertanggung jawab atas penerimaan barang
berdasarkan otorisasi yang terdapat dalam memo kredit yang diterima fungsi
penjualan.
3. Fungsi gudang, fungsi ini bertanggung jawab atas penyimpanan kembali
barang yang diterima dari retur penjualan setelah barang tersebut di periksa
20
oleh fungsi penerimaan. Barang yang diterima dari transaksi retur penjualan
ini dicatat oleh fungsi gudang dalam kartu gudang.
4. Fungsi akuntansi, fungsi ini bertanggung jawab atas pencatatan transaksi
retur penjualan ke dalam jurnal umum ( atau jurnal retur penjualan) dan
pencatatan berkurangnya piutang dan bertambahnya persediaan akibat retur
penjualan dalam kartu piutang dan persediaan. Disamping itu, fungsi ini juga
bertanggung jawab untuk mengirimkan memo kredit kepada pembeli yang
bersangkutan.
II.3.3 Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Penjualan
Jaringan Prosedur yang Membentuk Sistem Penjualan kredit adalah:
1. Prosedur order penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan menerima
order dari pembeli dan menambahkan informasi penting pada surat order dari
pembeli. Fungsi penjualan kemudian membuat surat order pengiriman dan
mengirimkannya kepada berbagai fungsi yang lain untuk memungkinkan
fungsi tersebut memberikan kontribusi dalam melayani order dari pembeli.
2. Prosedur persetujuan kredit. Dalam prosedur ini, fungsi penjualan meminta
persetujuan penjualan kredit kepada pembeli tertentu dari fungsi kredit
3. Prosedur pengiriman. Dalam prosedur ini, fungsi pengiriman mengirimkan
barang kepada pembeli sesuai dengan informasi yang tercantum dalam surat
order pengiriman yang diterima dari fungsi pengiriman.
4. Prosedur penagihan. Dalam prosedur ini, fungsi penagihan membuat faktur
penjualan dan dan mengirimkannya kepada pembeli. Dalam metode tertentu
21
faktur penjualan dibuat oleh fungsi penjualan sebagai tembusan pada waktu
bagian ini membuat surat order pengiriman.
5. Prosedur pencatatan piutang. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi mencatat
tembusan faktur penjualan ke dalam kartu piutang atau dalam metode
pencatatan tertentu mengarsipkan dokumen tembusan menurut abjad yang
berfungsi sebagai catatan piutang.
6. Prosedur distribusi penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi akuntansi
mendistribusikan data penjualan menurut informasi yang diperlukan oleh
manajemen.
7. Prosedur pencatatan harga pokok penjualan. Dalam prosedur ini, fungsi
akuntansi mencatat secara periodik total harga pokok produk yang dijual
dalam periode akuntansi tertentu.
Jaringan prosedur yang membentuk Sistem retur penjualan adalah:
1. Prosedur pembuatan memo kredit. Berdasarkan pemberitahuan retur penjualan
dari pembeli, dalam prosedur ini fungsi penjualan membuat memo kredit yang
memberikan perintah kepada fungsi penerimaan untuk menerima barang dari
pembeli tersebut kepada fungsi akuntansi untuk mencatat pengurangan piutang
kepada pembeli yang bersangkutan.
2. Prosedur penerimaan barang. Dalam prosedur ini fungsi penerimaan menerima
dari pembeli berdasarkan perintah dalam memo kredit yang diterima dari fungsi
penjualan. Atas penerimaan barang tersebut fungsi penerimaan membuat laporan
22
penerimaan barang untuk melampiri memo kredit yang dikirim ke fungsi
akuntansi.
3. Prosedur pencatatan retur penjualan. Dalam prosedur ini transaksi berkurangnya
piutang dagang dan pendapatan penjualan akibat dari transaksi retur penjualan
dicatat oleh fungsi akuntansi ke dalam jurnal umum atau jurnal retur penjualan
dan ke dalam buku pembantu piutang. Dalam prosedur ini pula berkurangnya
harga pokok penjualan dan bertambahnya harga pokok persediaan dicatat oleh
fungsi akuntansi ke dalam jurnal umum dan dalam buku pembantu persediaan.
II.3.4 Dokumen yang digunakan
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem penjualan kredit adalah:
1. Surat order pengiriman dan tembusannya, merupakan dokumen pokok untuk
memproses penjualan kredit kepada pelanggan, berbagai tembusan surat
order pengiriman terdiri dari:
Surat order pengiriman
Tembusan kredit (credit copy)
Surat pengakuan (Ackknowledgement Copy)
Surat muat (bill of lading)
Slip pembungkus (packing slip)
Tembusan gudang (warehouse copy)
Arsip pengendalian pengiriman (sales order follow-up copy)
Arsip Index silang (cross-index file copy)
23
2. Faktur penjualan dan tembusannya, merupakan dokumen yang dipakai
sebagai dasar untuk mencatat timbulnya piutang, berbagai tembusan surat
order pengiriman terdiri dari:
Faktur penjualan (customer’s copy)
Tembusan piutang (account receivable copy)
Tembusan jurnal penjualan (sales jurnal copy)
Tembusan analisis (analysis copy)
Tembusan wiraniaga (salesperson copy)
3. Rekapitulasi harga pokok penjualan merupakan dokumen pendukung yang
digunakan untuk menghitung total harga pokok produk yang dijual selama
periode akuntansi tertentu.
4. Bukti memorial, merupakan dokumen sumber untuk dasar pencatatan
kedalam jurnal umum. Dalam fungsi penjualan kredit, bukti memorial
merupakan dokumen sumber untuk mencatat harga pokok produk yang dijual
dalam periode akuntansi tertentu.
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem retur penjualan adalah:
1. Memo kredit, merupakan dokumen sumber sebagai dasar pencatatan
transaksi tersebut dalam kartu piutang dan jurnal umum atau retur penjualan.
Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi penjualan yang member perintah
kepada fungsi penerimaan untuk menerima barang yang dikembalikan oleh
pembeli.
24
2. Laporan penerimaan barang, merupakan dokumen pendukung yang
melampiri memo kredit. Dokumen ini dikeluarkan oleh fungsi penerimaan
sebagai laporan telah diterima dan diperiksanya barang yang diterima dari
pembeli.
II.3.5 Catatan Akuntansi yang digunakan
Catatan akuntansi yang digunakan pada sistem penjualan kredit dan
transaksi retur penjualan adalah sebagai berikut:
1. Jurnal penjualan, catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat transaksi
penjualan.
2. Kartu piutang, merupakan buku pembantu yang berisi rincian mutasi piutang
perusahaan kepada tiap-tiap debiturnya, dalam transaksi retur penjualan
digunakan untuk mencatat berkurangnya piutang kepada debitur.
3. Kartu persediaan, catatan akuntansi ini merupakan buku pembantu yang
berisi rincian mutasi setiap jenis persediaan dan mencatat berkurangnya
harga pokok produk yang dijual, dalam transaksi- retur penjualan digunakan
untuk mencatat bertambahnya jenis persediaan produk jadi akibat transaksi
tersebut.
4. Kartu gudang, catatan ini sebenarnya tidak termasuk sebagai catatan
akuntansi, catatan ini diselenggarakan oleh fungsi gudang untuk mencatat
mutasi dan persediaan fisik barang yang disimpan-digudang, berkurangnya
kuantitas produk yang dijual, dalam transaksi retur di gunakan untuk
25
mencatat bertambahnya jenis persediaan produk jadi akibat transaksi
tersebut.
5. Jurnal umum, catatan akuntansi ini digunakan untuk mencatat harga pokok
produk yang dijual selama periode akuntansi tertentu, dalam transaksi retur
penjualan digunakan untuk mencatat berkurangnya pendapatan penjualan dan
piutang dagang akibat adanya transaksi tersebut, jika perusahaan
menggunakan jurnal khusus, maka di catat pada jurnal retur penjualan.
II.4 Pengendalian Internal
Mengacu pada pendapat Mukhtar A.M. (2002) pengendalian internal
adalah proses pemberian pengaruh terhadap suatu aktivitas suatu objek, makhluk
hidup atau sistem. Pengendalian dapat membantu perusahaan dalam mengontrol
kegiatan perusahaan dan merupakan suatu tujuan dari sistem akuntansi.
Akuntansi membantu mencapai tujuan dengan mendesain sistem pengawasan
yang efektif dan mengaudit sistem tersebut untuk meyakinkan tercapainya tujuan
dengan efektif.
II.4.1 Pengertian Pengendalian Internal
Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)
yang dikutip oleh Mukhtar A.M. (2002) definisi dari pengendalian internal
adalah sebagai berikut:
“merupakan perencanaan organisasi guna mengkoordinasikan metode atau
cara pengawasan dalam suatu perusahaan untuk menjaga asset perusahaan guna
26
meningkatkan tingkat kepercayaan dan akurasi data akuntansi serta menjalankan
operasional perusahaan secara efisien” (h.41).
Sedangkan menurut IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) (2001) menyatakan,
”Pengendalian intern adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris,
manajemen dan personel entitas lainnya yang didesain untuk memberikan
keyakinan yang memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini:
(a) keandalan pelaporan keuangan, (b) efektivitas dan efisiensi operasi, (c)
kepatuhan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku.” (h.319.2).
II.4.2 Tujuan Pengendalian Internal
Mengacu pada pendapat Mukhtar A.M. (2002) tujuan dari pengendalian
adalah untuk mengurangi/memperkecil kerugian perusahaan yang timbul dari
beberapa kemungkinan kerusakan, misalnya:
1. Pemakaian sumber-sumber produksi atau dana yang tidak efesien.
2. Keputusan manajemen yang salah.
3. Kesalahan yang tidak terdeteksi dalam proses data.
4. Kecelakaan dalam proses produksi.
5. Kehilangan aset oleh kecerobohan pegawai dan pencurian.
6. Akibat yang timbul karena kurangnya pengertian dari pegawai terhadap
kebijaksanaan perusahaan (h.41).
II.4.3 Unsur-unsur Pengendalian Internal
Mengacu pada pendapat Arens & Loebbecke (alih bahasa Amir Abadi
Jusuf) (2003) struktur pengendalian intern mencakup lima kategori dasar
27
kebijakan dan prosedur yang dirancang dan digunakan oleh manajemen untuk
memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian dapat dipenuhi.
Kelima kategori ini disebut sebagai komponen struktur pengendalian intern yang
terdiri dari (1) lingkungan pengendalian, (2) penetapan risiko manajemen, (3)
sistem informasi dan komunikasi, (4) aktivitas pengendalian, dan (5)
pemantauan.
Deskripsi dari komponen-komponen diatas adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan pengendalian
Tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen
puncak puncak harmonis, dan pemilik satu entitas mengenai pengendalian
dan arti pentingnya.
2. Penetapan risiko oleh manajemen
Identifikasi dan analisis oleh manajemen atas risiko yang relevan terhadap
penyiapan laporan keuangan agar sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
3. Sistem komunikasi dan informasi akuntansi
Metode yang dipakai mengidetifikasi, menggabungkan, mengklasifikasikan,
mencatat, dan melaporkan transaksi satu entitas untuk menjamin
akuntabilitas untuk aktiva yang terkait.
4. Aktivitas pengendalian
Kebijakan dan prosedur yang ditetapkan manajemen untuk memenuhi
tujuannya untuk pelaporan keuangan.
28
5. Pemantauan
Penilaian efektivitas rancangan operasi struktur pengendalian intern secara
periodik dan terus menerus oleh manajemen untuk melihat apakah
manajemen telah dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai
dengan keadaan.
II.4.4 Aktivitas Pengendalian Internal dalam sistem penjualan
Menurut mulyadi (2002) aktivitas pengendalian internal dalam sistem
informasi akuntansi penjualan kredit adalah sebagai berikut:
1. Penggunaan surat order penjualan yang diotorisasi untuk setiap
penjualan.
2. Fungsi pemberi otorisasi kredit mengecek semua costumer baru.
3. Penentuan bahwa customer berada dalam daftar yang telah disetujui.
4. Pengecekan batas kredit sebelum penjualan kredit dilaksanakan.
5. Barang dikeluarkan dari gudang hanya atas dasar surat order pengiriman
yang telah diotorisasi.
6. Pengecekan barang yang dikirim dengan surat order pengiriman.
7. Pemisahan fungsi pengiriman barang dari fungsi penjualan.
8. Pembuatan dokumen pengiriman untuk setiap pengiriman barang.
9. Setiap faktur penjualan harus dilampiri dengan surat order pengiriman
yang telah diotorisasi dan dokumen pengiriman.
10. Pencocokan faktur penjualan dengan dokumen pengiriman.
11. Pertanggungjawaban secara periodik dokumen pengiriman.
29
12. Pengecekan independen terhadap pemberian harga dalam faktur
penjualan.
13. Setiap pencatatan harus dilandasi dokumen sumber faktur penjualan dan
dokumen pendukung yang lengkap.
14. Pengecekan secara independen posting kedalam buku pembantu piutang
dengan akun control piutang dalam buku besar.
15. Pertanggungjawaban semua faktur penjualan secara periodik.
16. Panduan akun dan review terhadap pemberian kode akun.
17. Pengiriman pernyataan piutang bulanan kepada debitur (h.48).
Aktivitas pengendalian internal dalam sistem informasi akuntansi retur
penjualan:
1) Penggunaan memo kredit yang diotorisasi untuk setiap retur penjualan.
2) Barang diterima kembali hanya atas otorisasi retur penjualan.
3) Pengecekan barang yang diterima dengan memo kredit.
4) Setiap pencatatan harus dilandasi dokumen pendukung yang lengkap.
5) Pengecekan secara independen posting kedalam catatan akuntansi.
6) Pertanggungjawaban semua memo kredit secara periodik.
7) Panduan akun dan review pemberian kode (h.60).
Menurut Agoes. S (2004), beberapa ciri internal control yang baik atas piutang
dan transaksi penjualan adalah:
a) Adanya pemisahan tugas dan tanggung jawab antara yang melakukan
penjualan, mengirimkan barang, melakukan penagihan, memberikan
30
otorisasi atas penjualan kredit, membuat faktur penjualan dan melakukan
pencatatan.
b) Digunakannya formulir-formulir yang bernomor urut tercetak
(prenumbered), misalnya sales order (pesanan penjualan), sales invoice
(faktur penjualan), delivery order (surat pengiriman barang), credit
memo, official receipt (kwitansi).
c) Digunakannya price list (daftar harga jual) dan setiap penyimpangan dari
price list atau setiap discount yang diberikan kepada pelanggan harus
disetujui oleh pejabat perusahaan yang berwenang.
d) Diadakannya sub buku besar piutang atau kartu piutang (account
receivable subledger card) untuk masing-masing pelanggan yang selalu
diupdate (dimutakhirkan).
e) Setiap akhir bulan dibuat aging schedule untuk piutang (analisa umur
piutang)
f) Setiap akhir bulan jumlah saldo piutang dari masing-masing pelanggan
dibandingkan (direconcile) dengan jumlah saldo piutang menurut buku
besar.
g) Setiap akhir bulan dikirim monthly statement of account kepada masing-
masing pelanggan.
h) Mutasi kredit diperkirakan piutang (buku besar dan sub buku besar) yang
berasal dari retur penjualan dan penghapusan piutang harus diotorisasi
oleh pejabat perusahaan yang berwenang (h.184).