2007-3-00420-TI-Bab 2.pdf
Transcript of 2007-3-00420-TI-Bab 2.pdf
-
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Six Sigma.
Ada banyak pengertian Six Sigma. Six Sigma diartikan sebagai teknologi
canggih yang digunakan oleh para statiskawan dalam memperbaiki atau
mengembangkan proses atau produk. Six Sigma diartikan begitu kearena kunci
utama perbaikan Six Sigma menggunakan metode-metode statistik, meskipun
tidak secara keseluruhan membicarakan tentang statistik.
Pengertian Six Sigma yang lain adalah tujuan yang mendekati kesempurnaan
dalam mencapai kebutuhan pelanggan. Ada juga yang mengartikan Six Sigma
sebagai usaha mengubah budaya perusahaan untuk mencapai kepuasan
pelanggan, keuntungan dan persaingan yang jauh lebih baik. Kunci utama
pengertian di atas adalah pengukuran, tujuan atau perubahan budaya
perusahaan. Definisi secara lebih lengkap dan jelas adalah :
Six Sigma adalah suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk
mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang
berfokus pada pemahaman dalam kebutuhan pelanggan dengan menggunakan
-
19
fakta, data dan analisis statistik serta terus menerus memperhatikan
pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha1.
Menurut Prof. Dr. Vincent Gaspersz, Six Sigma adalah :
Upaya mengejar keunggulan dalam kepuasan pelanggan melalui peningkatan kualitas terus menerus.
Sasaran kualitas dramatik yang memiliki kapabilitas produk dan proses 3,4 DPMO atau 99,99966 % bebas cacat.
Ukuran yang mengindikasikan bagaimana suatu proses produksi industri.
Strategi terobosan yang memungkinkan perusahaan melakukan peningkatan luar biasa di tingkat bawah (bottom line) melalui proyek-
proyek Six Sigma.
Suatu pendekatan menuju tingkat kegagalan nol (zero defects oriented). Pengendalian proses berfokus pada kapabilitas industri. Beberapa definisi lain dari Six Sigma2 adalah sebagai berikut :
Six Sigma adalah sebuah pengukuran, dimana menghitung defect-defect yang terjadi di dalam sebuah proses dan hasilnya ditampilkan dalam
bentuk angka atau grafik yang mendorong kita melakukan improvement.
1 Miranda dan Amin, 2002, hal 1 2 Six Sigma Hand Book, 2000, hal 4
-
20
Six Sigma adalah sebuah bentuk benchmark, karena secara umum proses yang kita improve akan dibandingkan dengan yang best in
class.
Six Sigma sebagai sebuah visi. Dalam hal ini Six Sigma mengharapkan tidak terjadi defect dalam sebuah proses yang juga diharapkan oleh
semua organisasi.
Six Sigma sebagai sebuah sistem yang digunakan untuk menentukan dimana posisi kita saat ini, apa tujuan kita, bagaimana mencapai tujuan
kita dan bagaimana memonitor pencapaian kita waktu demi waktu.
Six Sigma adalah sebuah alat atau tools yang digunakan untuk memperbaiki proses melalui customer focus, perbaikan yang terus
menerus dan keterlibatan orang-orang, baik di dalam maupun di luar
organisasi.
2.2 Konsep Six Sigma Secara Statistik.
Sigma adalah sebuah unit pengukuran statistik yang mencerminkan
kapabilitas proses. Sigma adalah sebuah cara untuk menentukan atau bahkan
memprediksikan kesalahan atau cacat dalam proses, baik dalam proses
manufaktur atau pengiriman sebuah pelayanan. Jika perusahaan kita sudah
mencapai level 6 sigma berarti dalam proses kita tersebut mempunyai peluang
untuk defect atau melakukan kesalahan sebanyak 3,4 kali dari 1000000
-
21
kemungkinan (oportunity). Dari hasil perhitungan yang dilakukan dengan
memperbandingkan nilai sigma, didapatkan perbandingan sebagai berikut3 :
Tabel 2.1 Perbandingan Hasil 3.8 Sigma dengan 6 Sigma
Pencapaian Tujuan-Apa yang telah anda dapatkan
Sampel 3,8 Sigma 6 Sigma
Untuk setiap 300.000 surat
yang diantar 3000 salah kirim 1 salah kirim
Melakukan 500.000 kali
melakukan restar komputer 4.100 berbenturan < 2 berbenturan
Untuk 500 tahun dari tutup
buku akhir tahun 60 bulan tidak seimbang 0,018 bulan tidak seimbang
Untuk setiap minggu
penyiaran TV (per channel) 1,68 jam gagal mengudara 1,8 detik gagal mengudara
Proses Six Sigma Motorola berdasarkan pada distribusi normal yang
mengizinkan pergesaran 1.5 sigma dari nilai target. Konsep Six Sigma
menurut Motorola ini berbeda dengan konsep distribusi normal yang tidak
memberikan kelonggaran akan pergeseran. Nilai pergeseran 1.5 sigma ini
diperoleh dari hasil penelitian Motorola atas proses dan sistem industri,
dimana menurut hasil penelitian bahwa sebagus-bagusnya suatu proses
industri (khususnya mass production) tidak akan 100 persen berada pada suatu
3 The Six Sigma Way (Pande, 13)
-
22
titik nilai target tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1.5 sigma dari nilai
tersebut :
Gambar 2.1 Pergeseran Tingkat Sigma dalam konsep Six Sigma Motorola
Seperti yang terlihat dalam gambar bahwa rata-rata proses dapat
menyimpang sebesar 1,5 dalam asumsi normalitas. Apabila rata-rata
proses menyimpang sejauh 1,5 ke arah kanan (USL), maka level sigma
dari proses akan sebesar 4,5 dan arah yang berlawanan akan menghasilkan
7,5. Secara umum apabila proyek Six Sigma dijalankan dengan baik dan
konsisten dalam jangka panjang maka pergeseran 1,5 adalah satu ketentuan
yang dapat dimaklumi. Jadi dalam implementasi jangka panjang yang
dimaksud dengan Six Sigma itu adalah 6 dengan asumsi pergeseran 1,5
pada rata-rata proses dari target yang telah ditetapkan. Adapun DPMO yang
dihasilkan untuk tingkat pengelolaan Six Sigma ini adalah sebesar 3,4 PPM
dan 99,99966 % dari data akan berada dalam batas toleransi 6 atau Yield
-
23
sebesar 99,99966 %. Perbandingan antara proses dengan konsep pure Six
Sigma, dimana rata-rata proses adalah tetap, dengan konsep Six Sigma
Motorola, dimana rata-rata proses diasumsikan menyimpang 1,5 dalam
jangka panjang adalah seperti dibawah ini:
Tabel 2.2 Level Sigma dan Tingkat DPMO4
Sigma Quality Mean, fixed Mean, with 1,5 shift
Level Defect Rate (ppm) Defect Rate (ppm)
3 2.700 66.811
4 63,40 6.210
5 0,57 233
6 0,002 3,4
Untuk lebih jelasnya tentang tabel konversi level sigma dan juga DPMO-
nya dapat dilihat dibagian lampiran. Menurut penelitian di Amerika Serikat,
apabila perusahaan serius dalam penerapan program Six Sigma maka hasil-
hasil berikut dapat diperoleh:
1. Terjadi peningkatan 1-sigma dari 3-sigma menjadi 4-sigma pada tahun
pertama.
2. Pada tahun kedua, peningkatan akan terjadi dari 4-sigma menjadi 4,7
sigma.
3. Pada tahun ketiga, peningkatan akan terjadi dari 4,7 menjadi 5-sigma.
4 Pengendalian Kualitas Statistik, (Dorothea Wahyu A, 192)
-
24
4. Pada tahun ke empat, peningkatan terjadi dari 5-sigma menjadi 5,1-
sigma.
5. Pada tahun-tahun selanjutnya, peningkatan rata-rata adalah 0,1-sigma
sampai maksimum 0,15-sigma setiap tahun.
Sebelumnya dikatakan bahwa dibutuhkan waktu rata-rata 8 tahun untuk
beralih dari tingkat operasional 4-sigma ke 6-sigma, yang berarti harus
terjadi peningkatan sebesar 6210/3,4 = 1826,471 kali peningkatan selama 8
tahun atau secara rata-rata sekitar 228,3 kali peningkatan setiap tahunnya.
Suatu peningkatan yang dramatik untuk mencapai level perusahaan kelas
dunia. Peningkatan dari 3-sigma sampai 4,7-sigma memberikan hasil yang
mengikuti kurva eksponensial (mengikuti deret ukur), sedangkan
peningkatan dari 4,7-sigma sampai 6-sigma mengikuti gerak kurva linear
(mengikuti deret hitung).
2.3 Tema Kunci dan Keuntungan Six Sigma
Untuk dapat menerapkan metode Six Sigma secara optimal hal yang perlu
diperhatikan adalah mengetahui enam tema kunci dari (Pande)5 metode Six
Sigma itu sendiri. Enam tema ini sering juga ditafsirkan sebagai
persyaratan utama dalam mengembangkan metode Six Sigma, enam tema
kunci tersebut ialah: 5 The Six Sigma Way (Pande, 17-19)
-
25
1. Fokus sungguh-sungguh kepada pelanggan (Customer Focus).
2. Manajemen yang digerakkan oleh data dan fakta (Management by Fact).
3. Fokus pada Proses, Manajemen dan Perbaikan (Continous
Improvement).
4. Manajemen Proaktif (Proactive Management).
5. Kolaborasi tanpa Batas (dari Jack Welch).
6. Dorongan untuk Sempurna, tetapi Toleransi terhadap Kegagalan.
Adapun keuntungan-keuntungan6 yang dapat diraih perusahaan dari
penerapan metode Six Sigma ini adalah:
1. Pengurangan biaya produksi akibat inefisiensi produksi.
2. Peningkatan Produktivitas.
3. Pertumbuhan pangsa pasar (Market Share).
4. Retensi/Loyalitas Pelanggan (Customer Loyalty), akibat kepuasan
pelanggan.
5. Pengurangan Waktu Siklus (Reduce Cycle Time).
6. Pengurangan tingkat produk yang cacat (Reduce Defect Rate).
7. Pengembangan Produk dan Jasa (Product and Service Development).
8. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran karyawan akan budaya
kualitas.
6 The Six Sigma Way (Pande, xi)
-
26
2.4 Model Perbaikan DMAIC
Ada beberapa model struktur dalam peningkatan kualitas Six Sigma7.
Salah satu yang paling banyak dipakai adalah metode DMAIC.
DMAIC merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju
target Six Sigma. DMAIC dilakukan secara sistematik, berdasarkan ilmu
pengetahuan dan fakta.
2.4.1 DEFINE
Define merupakan langkah operasional pertama dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Langkah-langkah yang terdapat
dalam fase Define antara lain, menentukan atau mendefinisikan
tujuan dari proyek Six Sigma ,membuat gambaran secara
keseluruhan dari perusahaan baik SIPOC Diagram dan Peta Proses
Operasi.
2.4.1.1 Project Statement8
Ada beberapa komponen dalam suatu pernyataan proyek yang
terdiri dari:
1. Bussines Case (Latar Belakang Umum), merupakan latar
belakang permasalahan yang terjadi saat ini dalam lingkup yang
lebih global.
7 The Six Sigma Way (Pande, 150) 8 The Six Sigma Way : Team Fieldbook (Pande, Neuman & Cavanagh, 101-103)
-
27
2. Problem Statement (Pernyataan Masalah), merupakan pernyataan
masalah saat ini secara spesifik dan terukur (specific and
measurable).
3. Project Scope (Ruang Lingkup Proyek), merupakan batasan-
batasan dimana proyek perbaikan atau pemecahan masalah akan
di fokuskan.
4. Goal Statement (Pernyataan Tujuan), merupakan pernyataan
tujuan yang akan dicapai setelah proyek di selesaikan.
Pernyataan tujuan ini haruslah spesifik, terukur, realistik dan
dapat dimengerti (specific, measurable, realistic and
understandable).
5. Milestone (Batas Waktu Proyek), atau batas waktu yang
ditetapkan pada tim proyek untuk dapat menyelesaikan
proyeknya, beserta rincian kegiatan waktu demi waktu bila
diperlukan.
2.4.1.2 SIPOC Diagram9
SIPOC adalah singkatan dari Supplier, Inputs, Process, Output dan
Customer. SIPOC adalah sebuah peta proses yang di dalamnya
teridentifikasi siapa pemasoknya, apa inputnya, bagaimana
prosesnya, apa hasilnya dan siapa saja pemakainya. Langkah-
langkah pada pembuatan SIPOC: 9 The Six Sigma Way : Team Fieldbook (Pande, Neuman & Cavanagh, 96)
-
28
Menamakan proses. Membuat batasan titik awal dan akhir proses Membuat daftar output dan pelanggan. Membuat daftar input dan pemasok. Identifikasi, beri nama dan urutkan langkah-langkah yang ada
dalam proses.
2.4.1.3 Peta Proses Operasi10
Peta proses operasi adalah peta kerja yang mencoba
menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan
tersebut elemen-elemen operasi secara detail. Disini tahapan proses
operasi kerja harus diuraikan secara logis dan sistematik. Dengan
demikian keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari awal
samapi produk akhir, sehingga analisa perbaikan dari masing-masing
operasi kerja secara individual maupun urutan secara keseluruhan
akan dapat dilakukan. Peta proses operasi ini akan memberikan
daftar elemen-elemen operasi suatu pekerjaan secara berurutan.
Untuk pembuatan peta operasi ini maka ASME (American Society
of Mechanical Engineers) yang dipakai adalah symbol operasi,
inspeksi, gabungan operasi dan inspeksi, dan penyimpanan. Dengan
10 Ergonomi : Studi Gerak dan Waktu (Sritomo, 131-133)
-
29
adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui peta operasi
ini, banyak manfaat yang bisa diperoleh, yaitu :
Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan. Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi
pada setiap elemen operasi kerja atau pemeriksaan.
Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan material. Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang
sering dipakai.
banyaknya peluang dari suatu produk untuk dapat/tidak dapat
memenuhi persyaratan pelanggan dan spesifikasi standar.
2.4.2 MEASURE
Measure merupakan langkah operasional kedua dalam rangka
peningkatan kualitas dalam metode DMAIC. Pada tahap ini
dilakukan pengukuran dan mengenali dan menginventarisasi
karakteristik kualitas kunci kualitas (CTQ).
Tahap pengukuran ini sangat penting peranannya dalam
meningkatkan kualitas, karena dapat diketahui keadaan perusahaan
dari data yang ada sehingga menjadi patokan atau dasar untuk
melakukan analisa dan perbaikan. dalam Six Sigma ada dua basis
pengukuran yaitu konsep pengukuran kinerja produk dan konsep
pengukuran kinerja proses.
-
30
2.4.2.1 Critical to Quality (CTQ)11
Critical to Quality adalah persyaratan persyaratan yang
dikehendaki oleh pelanggan. CTQ yang merupakan kualitas yang
ditetapkan harus berhubungan langsung dengan kebutuhan sepesifik
pelanggan, yang diturunkan secara langsung dari persyaratan-
persyaratan output. Kebutuhan spesifikasi pelanggan harus dapat
diterjemahkan secara tepat kedalam karakteristik kualitas yang
ditetapkan oleh manajemen organisasi. Karakteristik kualitas kunci
adalah kelompok dari ukuran-ukuran persyaratan kualitas utama
yang sangat vital perananya bagi pelanggan. Karena sangat vital
maka informasi CTQ ini seringkali dikumpulkan dengan
menggunakan metode VOC atau Voice of Customer, yang
merupakan cara pengumpulan data suara pelanggan secara langsung.
Sistem pengumpulan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara,
termasuk dengan metode survey atau wawancara langsung. Bentuk
dari CTQ ini biasanya dinyatakan dalam format CTQ Tree yang
merupakan penjabaran dari beberapa karakteristik kualitas kunci
bagi pelanggan yang akan dibahas dan dipecahkan kasusnya. CTQ
ini seringkali diterjemahkan dalam
11 The Six Sigma Way (Pande, 28)
-
31
2.4.2.2 Pengukuran Kinerja Proses
1. Membuat Control Chart12, atau peta kontrol pertama kali
diperkenalkan oleh Dr. Walter Shewhart pada tahun 1924.
Dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal
melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab
khusus dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum. Pada
dasarnya peta-peta kontrol dipergunakan untuk :
a. Menentukan apakah suatu proses berada dalam pengendalian
statistical? Dengan demikian peta-peta control digunakan
untuk mencapai suatu keadaan terkendali secara statistical.
b. Memantau proses terus menerus sepanjang waktu agar proses
tetap stabil secara statistical dan hanya mengandung variasi
penyebab umum.
c. Menentukan kemampuan proses. Setelah proses berada
dalam pengendalian statistikal, batas-batas dari variasi proses
dapat ditentukan.
12 Statistical Process Control (Gaspersz, 108)
-
32
Tabel 2.3 Jenis Data dan Peta Kendalinya
Jenis Data Jenis Peta kendali
Data Atribut
Merupakan data kualitatif yang dapat
dihitung untuk pencatatan dan analisis.
Data atribut biasanya diperoleh dalam
bentuk unit-unit nonconforms atau
ketidaksesuaian dengan spesifikasi
atribut yang ditetapkan.
Peta p Peta np Peta u Peta c
Data Variabel
Merupakan data kuantitatif yang diukur
untuk keperluan analisis. Ukuran-ukuran
berat, panjang, lebar, tinggi, diameter,
volume, biasanya merupakan data
variabel
Peta X-bar dan R Peta X-bar dan MR Peta X-bar dan S
Peta kendali p13 Peta kendali p adalah alat statistik untuk mengevaluasi
proporsi kerusakan atau proporsi ketidaksesuaian, yang
dihasilkan oleh sebuah proses. Dengan demikian peta kendali
digunakan untuk mengendalikan proporsi ketidaksesuaian dari
item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau
13 Statistical Process Control (Gaspersz, 147)
-
33
proporsi dari produk cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
Berikut adalah langkah-langkah pembuatan peta kendali p :
1. Hitung untuk setiap subgroup nilai proporsi unit cacat
2. Hitung rata-rata dari p
3. Hitung batas kendali untuk peta kendali p, dengan rumus
dibawah ini
Plot data proporsi unit cacat dan amati apakah data itu berada
dalam pengendalian statistical atau tidak.
Penggunaan Software Minitab 13
1. Masukkan data proses dalam tabel
Gambar 2.2 Tampilan Pengisian Data
ni)p-1(p
3-p=LCL
ni)p-1(p
3+p=UCL
p=CLoduksiPr Jumlah
cacat=p
-
34
2. Clic Stat > Control Chart > P
3. Masukkan produksi dalam variable
4. Masukkan besar ukuran sampel dalam subgroup in
Gambar 2.3 Tampilan Pengolahan Data
5. Klik OK
Gambar 2.4 Tampilan Hasil Peta kendali p
-
35
Indeks Kapabilitas Proses
Langkah selanjutnya adalah menghitung kapabilitas proses (Cp).
Perhitungan kapabilitas proses ini berguna untuk melihat berapa
kemampuan proses dalam menghasilkan defect atau produk cacat.
Dari perhitungan sebelumnya contoh sudah didapat p = 0,0541,
maka :
Cp = 1 - p
= 1 0.0541
= 0,9469 atau 94,69 %
Dari perhitungan didapatkan Cp sebesar 0,9469 atau 94,69 %, ini
berarti kemampuan proses dalam menghasilkan defect atau produk
cacat sebesar 5,41 %. Keadaan ini sudah cukup baik, tetapi dengan
tingkat kapabilitas ini proses masih belum dapat untuk menghasilkan
kualitas produk yang bebas cacat atau zero defect, karena masih ada
5,41 % dari produk yang mengalami kegagalan dalam proses dan
setidaknya perusahaan ingin mencapai target sampai dengan 1 %
dalam menghasilkan produk cacat.
-
36
2.4.2.3 Pengukuran Kinerja Produk
2.4.2.3.1 Konsep Pengukuran Berbasis Kecacatan14
Pada konsep ini ada dua ukuran yang digunakan, yaitu:
1. Ukuran Defective dan Yield, variabel pengukurannya ialah:
Proportion Defect, merupakan persentase jumlah
unit/item yang memiliki satu atau lebih cacat dibanding
dengan total unit yang diproduksi. Rumusnya ialah
% 100 Xdiproduksi yangunit h Jumla
Defective JumlahDPU =
Final Yield, atau ditulis Yfinal dihitung sebagai 1 dikurangi
Proportion Defective. Informasi ini memberitahu apakah
pecahan dari unit total yang diproduksi atau dikirim adalah
bebas cacat (defect free). Hasil ini biasanya dikalikan dengan
100 %. Ukuran Yield mengindikasikan ke-efektifan dari
sebuah proses untuk menghasilkan probabilitas produk yang
bebas cacat (defect free).
Ukuran ini seringkali dinyatakan dalam format Rolled
Throughput Yield atau RTY, mengindikasikan yield atau
hasil baik pada tiap-tiap proses yang ada. Rumus RTY
adalah:
RTY = 1- (Jumlah cacat / Input awal) * 100 %.
14 The Six Sigma Way ( Pande, 235-239)
-
37
2. Ukuran-ukuran Defect
Sering disebut Defect per Unit atau DPU. Ukuran ini
merefleksikan jumlah rata-rata dari defect, semua jenis,
terhadap
Total unit yang dihasilkan. Jika DPU sebesar 1 misalnya,
ini mengindikasikan bahwa setiap unit akan memiliki satu
defect, sekalipun beberapa item mungkin memiliki lebih dari
satu defect dan yang lainnya tidak ada defect. DPU 0,25
menunjukan suatu probabilitas bahwa satu dari empat unit
akan memiliki satu defect. Rumusnya adalah:
unittotalJumlah terjadiyangDefect Jumlah
=DPU
Tiga ukuran pertama diatas akan membantu mengetahui
seberapa baik atau buruk proses dikerjakan dan bagaimana
defect didistribusikan dalam proses berjalan. Ukuran-ukuran
tersebut juga dapat menjadi indicator dari performansi
produk yang dihasilkan.
-
38
2.4.2.3.2 Konsep Pengukuran Berbasis Peluang15
Pada konsep ini ada tiga variabel yang dapat digunakan
untuk menghitung dan mengekspresikan ukuran-ukuran berbasis
peluang defect, yaitu:
1. Defect per Opportunity, atau DPO
Variabel ini menunjukan proporsi defect atas jumlah total
peluang dalam sebuah kelompok yang diperiksa. Sebagai
contoh jika DPO sebesar 0,05 berarti peluang untuk memiliki
defect dalam sebuah kategori (CTQ) adalah 5%. Rumusnya
adalah:
Peluangunit x TotalDefectiveunit Jumlah
=DPO
2. Defect per Million Opportunities atau DPMO
Kebanyakan ukuran-ukuran peluang defect diterjemahkan
ke dalam format DPMO, yang mengindikasikan berapa
banyak defect akan muncul jika ada satu juta peluang. Dalam
lingkungan pemanufakturan secara khusus, DPMO sering
disebut PPM, singkatan dari parts per million. Rumus
umum untuk menghitung DPMO ialah:
15 The Six Sigma Way (Pande, 243-246)
-
39
DPMO = DPO x 1.000.000.
Ukuran ini seringkali dipakai untuk menentukan peluang
terjadinya cacat pada produk yang diproduksi dalam satu juta
peluang.
3. Sigma Level
Ukuran Sigma atau level sigma adalah variabel paling
penting dalam metode Six Sigma, karena variabel ini
mengindikasikan variabilitas proses dan sampai pada level
berapa sigma proses dikelola. Ukuran ini juga
mengindikasikan apakah proses saat ini sudah efisien dan
berkualitas atau belum.
Untuk mendapatkan skor sigma hal yang dilakukan adalah
kita harus mengetahui DPMO terlebih dahulu dari hasil
tersebut dapat kita konversikan menjadi skor sigma melalui
tabel konversi sigma yang ada pada lampiran.
4. Menghitung COPQ, konsekuensi dari suatu produk jadi yang
mempunyai kualitas rendah adalah perusahaan harus rela
kehilangan keuntungan.
Untuk mereduksi kehilangan keuntungan ini, maka
perusahaan dapat menjalankan proyek Six Sigma. Semakin
tingginya tingkat sigma yang dicapai, maka tingkat defect
dan tingkat COPQnya dapat menjadi rendah.
-
40
2.4.3 ANALYZE
Tahap Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam
program peningkatan kualitas Six Sigma. Pada tahap ini kita perlu
melakukan beberapa hal berikut ini : (1) Mengidentifikasi jenis-jenis
cacat yang terjadi dan membuat prioritas cacat mana yang memiliki
kontribusi dominan terhadap menurunnya kualitas produk secara
keseluruhan. Pada tahap ini alat yang kita gunakan adalah diagram
pareto. (2) Menginventarisasi dan menganalisa berbagai akar
penyebab masalah dari cacat-cacat yang dominan tersebut, ditinjau
dari segi man, machine, environment, method dan material
menggunakan fishbone.(3) Mencari penyebab yang paling dominan
diantara seluruh daftar akar penyebab masalah diatas.
2.4.3.1 Diagram Pareto16
Ditemukan oleh ahli ekonomi asal Italia bernama Vilfredo
Pareto. Hukum dari diagram pareto adalah 80/20 atau 80% dari
problem (cacat produk) diakibatkan oleh 20% penyebab. Pareto
diagram membantu manajemen secara cepat mengidentifikasikan
area paling kritis yang membutuhkan perhatian khusus dan cepat.
Cara pembuatannya ialah :
16 Creating Quality (Kolarik., J, William, 187-190)
-
41
Tentukan klasifikasi untuk grafik dan interval waktu analisis. Tentukan kejadian total untuk tiap kategori dan total
keseluruhan.
Hitung persentase dari tiap-tiap kategori dan uturtkan peringkat dari yang terbesar sampai yang terkecil.
Hitung frekuensi kumulatif dan persentase kumulatif. Buat diagram Pareto dan tarik garis diantara batang yang telah
dibuat.
Penggunaan Sofware Minitab 13
1. Masukkan data ke dalam tabel
Gambar 2.5 Tampilan Pengisian Data
-
42
2. Klik Stat > Quality Tools > Pareto Chart
3. Masukkan data yang telah dimasukkan ke dalam dialog box,
untuk jenis cacat kedalam kolom labels in dan angka cacat
kedalam frequencies in.
Gambar 2.6 Tampilan Pengolahan Data
4. Klik OK
-
43
Gambar 2.7 Tampilan Pengolahan Data
2.4.3.2 Diagram Sebab Akibat17
Diagram sebab akibat adalah alat yang dikembangkan oleh Kaoru
Ishikawa tahun 1943 dan disebut juga Diagram Ishikawa. Pada
intinya diagram ini berfungsi untuk mendaftarkan serta
mengidentifikasi penyebab-penyebab yang berbeda yang dapat
memberi kontribusi pada masalah. Kegunaan lain ialah:
Membantu mengidentifikasi akar penyebab masalah. Membantu untuk mendapatkan ide-ide (gathering ideas) untuk
solusi.
Membantu untuk pencarian fakta lebih lanjut tentang masalah.
17 Creating Quality (Kolarik.,J, William, 173-175)
-
44
Pada diagram ini ada yang disebut sebagai tulang utama yaitu yang
mewakili akibat atau suatu masalah sedangkan tulang-tulang yang
lain disebut sebab-sebab, lalu ada sub-sub tulang yang mewakili
sebab-sebab yang lebih rinci lagi dan seterusnya.
2.4.4 IMPROVE
Fase atau tahap yang keempat dalam Metodologi Six Sigma
adalah tahap Improve. Pada tahap ini usaha-usaha peningkatan
kinerja kualitas produk dan juga proses dimulai dengan cara
membuat FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan
memberikan usulan perbaikan untuk mengurangi cacat dalam proses.
2.4.4.1 Metode FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)18
FMEA atau Analisis mode kegagalan dan efek adalah suatu
prosedur terstruktur untuk mengidentifikasi dan mencegah sebanyak
mungkin mode kegagalan. Suatu metode kegagalan adalah apa saja
yang termasuk dalam kecacatan/kegagalan dalam desain, kondisi
diluar batas spesifikasi yang ditetapkan, atau perubahan-perubahan
dalam produk yang menyebabkan terganggunya fungsi dari produk
itu. Dengan menghilangkan mode kegagalan, maka FMEA akan
meningkatkan keandalan dari produk sehingga meningkatkan 18 Pedoman Implementasi Program Six Sigma (Gaspersz, 246-252)
-
45
kepuasan pelanggan yang menggunakan produk tersebut. Langkah-
langkah dalam membuat FMEA:
1. Mengidentifikasi proses atau produk/jasa.
2. Mendafatarkan masalah-masalah potensial yang dapat muncul,
efek dari masalah-masalah potensial tersebut dan penyebabnya.
Hindarilah masalah-masalah sepele.
3. Menilai masalah untuk keparahan (severity), probabilitas
kejadian (occurrence) dan detektabilitas (detection).
4. Menghitung Risk Priority Number, atau RPN yang rumusnya
adalah dengan mengalikan ketiga variabel dalam poin 3 diatas
dan menentukan rencana solusi-solusi prioritas yang harus
dilakukan.
Untuk keterangan lebih lanjut tentang rating occurance, severity and
detectability dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
-
46
Tabel 2.4 Definisi FMEA untuk rating Occurance
Occurance (O)
Keterangan Rating
Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang mengakibatkan mode
kegagalan 1
Kemungkinan kecil terjadinya kegagalan 2,3
Kemungkinan terjadinya kegagalan 4,5,6
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 7,8
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 9,10
Tabel 2.5 Definisi FMEA untuk rating Detectability
Detectability (D)
Keterangan Rating
Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan
bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi 1
Kemungkinan bahwa penyebab itu adalah rendah 2,3
Kemungkinan penyebab terjadi bersifat moderat. Metode pencegahan
atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang penyebab itu
terjadi
4,5,6
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode
pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih
berulang kembali
7,8
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode
pencegahan deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi
kembali
9,10
-
47
Tabel 2.6 Definisi FMEA untuk rating Severity
Severity (S)
Keterangan Rating
Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak
perlu memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja
produk. Pengguna akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan
atau kegagalan ini.
1
Mild Severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang
ditimbulkan hanya bersifat ringan. Pengguna akhir tidak akan
merasakan perubahan kinerja. Perbaikan dapat dikerjakan pada saat
pemeliharaan reguler (reguler maintanace)
2,3
Moderate Severity (pengaruh buruk yang moderat). Pengguna akhir
akan merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih
berada dalam batas toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan
mahal, jika terjadi downtime hanya dalam waktu singkat
4,5,6
High Severity (pengaruh buruk yang tinggi). Pengguna akhir akan
merasakan akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas
toleransi.
7,8
Potensial Safety Problem (masalah keselamatan / keamanan potensial).
Akibat yang ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa
pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu.
9,10
-
48
2.4.5 CONTROL
Fase sesudah Improve adalah fase Control. Fase ini merupakan
fase terakhir dalam pemecahan masalah menggunakan metodologi
Six Sigma. Dalam fase ini seluruh usaha-usaha peningkatan yang ada
di kendalikan atau dicapai secara teknis dan seluruh usaha tersebut
kemudian di dokumentasikan dan di sebarluaskan atau di
sosialisasikan ke segenap karyawan perusahaan. Hal yang akan
dilakukan dalam fase ini mencakup:
1. Dokumentasi dan Sosialisasi usaha-usaha peningkatan yang telah
dibuat kepada seluruh karyawan dalam berbagai lapisan
manajemen yang ada di perusahaan.
2. Penutupan proyek Six Sigma sebagai suatu metode untuk
memecahkan masalah yang di hadapi perusahaan.